• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ARANG SEBAGAI MEDIA PENAHAN AIR

UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN DI

DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh:

ADELINA SITOMPUL 111201063/ BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN ARANG SEBAGAI MEDIA PENAHAN AIR

UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN DI

DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh:

ADELINA SITOMPUL 111201063/ BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan Air Untuk

Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun

Nama : Adelina Sitompul

NIM : 111201063

Program Studi : Kehutanan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, S.P, M.P Afifuddin Dalimunthe, S.P, M.P

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

(4)

i

ABSTRAK

ADELINA SITOMPUL. Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Keberadaan hutan dan lahan Daerah Tangkapan Air Danau Toba menunjukkan penurunan kualitas dan kuantitas lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) terhadap pemberian bahan tambahan pada media tanam yakni berupa bahan penahan air. Penelitian dilakukan di daerah tangkapan air Danau Toba, Kabupaten Simalungun. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan dosis arang tidak berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, kadar air, luas daun dan luas tajuk.

(5)

ii

ABSTRACT

ADELINA SITOMPUL. The use of charcoal as a water retaining medium to support the growth of breadfruit seeds in Catchment Area of Toba Lake, Simalungun

district. Under academic supervision by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN

DALIMUNTHE.

Forests and land in the catchment area of Toba Lake, showed a decrease for quality and quantity of the land. This study aims to identify the breadfruit seeds (Artocarpus communis Forst) for the growth response against granting additional material to the growing media in the form of water retaining material. This research was conducted in the Catchment Area of Toba Lake, Simalungun district. The result showed that the interaction of charcoal dose treatment did not significantly affect the mean height increament, diameter, number of leaves, water content, leaf area, and spacious canopy.

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 20 Maret 1993 dari ayah Parlindungan Sitompul dan ibu Sinta Br. Manik. Penulis merupakan anak ke enam

dari enam bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Sw Y.P Pelita Pematangsiantar dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Fakultas Pertanian USU melalui jalur

SNMPTN. Penulis memilih minat studi Budidaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), sebagai asisten praktikum Dasar Perlindungan Hutan pada tahun 2014. Penulis pernah mengikuti Lomba Vocal Solo Dies Natalis USU dan

meraih juara 1, juga Dies Natalis Pertanian dan meraih juara 1 juga. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosisten Hutan (PEH) di Taman Hutan

Raya (Tahura) Bukit Barisan pada tahun 2013. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Perum Perhutani KPH Bandung Selatan (02 Februari-03 Maret 2015).

Penulis melaksanakan penelitian dari bulan September 2014 sampai dengan bulan November 2014 dengan judul “Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan

Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun” dibawah bimbingan bapak Dr. Budi Utomo, SP., MP

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis meneliti

mengenai Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi

ini:

1. Komisi pembimbing menulis yaitu Dr. Budi Utomo, SP., MP. sebagai ketua

komisi pembimbing dan Afifuddin Dalimunthe, SP., MP. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian hingga penulisan hasil penelitian ini selesai.

2. Ayah Parlindungan Sitompul dan ibu Sinta Br. Manik dan keluarga Hendra Posma Waller Sitompul (abang), Hotlan Fernando Sitompul (abang), Frio

Erik Marganda Sitompul, S.Sn, (abang), Lambok Veroniko Sitompul (abang), Rinansy Evalina Sitompul, AMd (kakak),.

3. Purnama S Sagala, S.Hut, Novrianty Naomas Nainggolan, S.Hut, Annie N

Hutagalung, Shanty Sianturi, Suryanto Sinaga. Juga kepada teman-teman di program studi kehutanan khususnya stambuk 2011, serta seluruh pegawai di

program studi Kehutanan.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

(8)

v

Persyaratan Tumbuh Tanaman Sukun ... 8

Transplanting Tanaman ... 9

Metode Penelitian... 15

Prosedur Penelitian... 16

(9)

vi

Luas Tajuk (cm2) ... 18

Warna Daun ... 18

Persen Hidup Bibit ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19

Pertambahan Tinggi Bibit ... 19

Pertambahan Diameter Bibit ... 20

Luas Daun ... 20

Luas Tajuk ... 20

Jumlah Daun ... 21

Kadar Air Daun ... 21

Warna Daun ... 21

Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup ... 22

KA arang halus, arang berukuran kecil, dan besar ... 23

Pembahasan ... 24

(10)

vii

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit Sukun dengan Berbagai Perlakuan ... 19

2. Tabel 2. Warna Daun pada Daun ke-2 ... 21

3. Tabel 3. Bibit yang Mati pada Pengamatan 90 Hari ... 23

4. Tabel 4. Kadar Air Arang... 23

(11)

i

ABSTRAK

ADELINA SITOMPUL. Pemanfaatan Arang Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Keberadaan hutan dan lahan Daerah Tangkapan Air Danau Toba menunjukkan penurunan kualitas dan kuantitas lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) terhadap pemberian bahan tambahan pada media tanam yakni berupa bahan penahan air. Penelitian dilakukan di daerah tangkapan air Danau Toba, Kabupaten Simalungun. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan dosis arang tidak berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, kadar air, luas daun dan luas tajuk.

(12)

ii

ABSTRACT

ADELINA SITOMPUL. The use of charcoal as a water retaining medium to support the growth of breadfruit seeds in Catchment Area of Toba Lake, Simalungun

district. Under academic supervision by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN

DALIMUNTHE.

Forests and land in the catchment area of Toba Lake, showed a decrease for quality and quantity of the land. This study aims to identify the breadfruit seeds (Artocarpus communis Forst) for the growth response against granting additional material to the growing media in the form of water retaining material. This research was conducted in the Catchment Area of Toba Lake, Simalungun district. The result showed that the interaction of charcoal dose treatment did not significantly affect the mean height increament, diameter, number of leaves, water content, leaf area, and spacious canopy.

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan hutan dan lahan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba

belakangan ini semakin menunjukkan penurunan kualitas dan kuantitas. Lahan kritis dan lahan kosong bekas tebangan maupun bekas kebakaran banyak di jumpai sepanjang pinggiran Danau Toba. Upaya rehabilitasi dan reboisasi telah banyak

dilakukan sejak beberapa tahun terakhir, namun peningkatan kualitas tutupan lahan dan kualitas lingkungan hidup belum menunjukkan perubahan (Sidabutar, 2012).

Keberadaan hutan di sekitar Danau Toba (Sumatera Utara) telah mencapai tingkat mencemaskan. Penggundulan hutan di daerah tersebut, bukan hanya menghilangkan keindahan alam, tetapi juga mengakibatkan permukaan air Danau

Toba tidak stabil dan cenderung menurun. Salah satu hal yang dilakukan untuk merehabilitasi lahan di sekitar Danau Toba adalah dengan menanam tanaman Sukun

(Laksamana, 2011).

Sukun (Artocarpus communis Forst)merupakan tanaman tahunan dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Sukun dapat tumbuh baik pada daerah

tropika basah. Pohon sukun lebih cocok ditanam di dataran rendah sekitar ekuator (dibawah 600 mdpl). Iklim makro yang sangat ideal untuk pertumbuhan sukun adalah

(14)

2

Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk dibudidayakan baik secara

tradisional pada lahan sempit seperti pekarangan, ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang relatif luas. Jarak tanam yang

digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman sukun juga cukup lebar. (Hendalastuti dan Rojidin, 2006).

Untuk meningkatkan daya tumbuh dan daya tahan tanaman Sukun di lapangan

maka perlu suplai air yang cukup, karena bibit di lapangan sangat rentan terhadap kekurangan air. Ketidakmungkinan dilapangan dilakukan penyiraman menyebabkan

banyak tanaman yang mati. Untuk meningkatkan daya tumbuh maka perlu pencarian alternatif yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman yaitu dengan pemberian arang. Arang merupakan salah satu media yang dapat menyimpan air atau yang dapat

menyuplai air bagi tanaman (Salisbury dan Ross, 1995).

Arang adalah residu yang berbentuk padatan yang merupakan sisa dari proses pengkarbonan bahan berkarbon dengan kondisi terkendali di dalam ruangan tertutup.

Arang adalah hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen, ter, dan

senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen, dan sulfur (Allo, 2001).

Keunikan dari media jenis arang adalah sifatnya yang buffer (penyangga). Jika

terjadi kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan. Selain itu, bahan media ini juga tidak mudah

(15)

3

Arang dapat digunakan untuk memperbaiki tempat tumbuh suatu tanaman dan

juga dapat berfungsi sebagai pembangun kesuburan tanah (soil conditioning). Hal ini dikarenakan arang memiliki kemampuan untuk dapat memperbaiki sirkulasi air dan

udara di dalam tanah. Selain itu, arang juga dapat berfungsi sebagai media untuk mengikat karbon di dalam tanah (Gusmailina et al., 2002).

Untuk mengetahui apakah arang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman

Sukun maka dilakukan penelitian berjudul ‘Pemanfaatan Arang sebagai Media Penahan Air untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun di DTA Danau Toba, Desa

Haranggaol, Kabupaten Simalungun’.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit

sukun (Artocarpus communis Forst) terhadap pemberian bahan tambahan pada media tanam yakni berupa bahan penahan air.

Hipotesis Penelitian

Dosis arang akan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun (A. communisForst).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya sukun (A. communisForst) terkait tentang

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Lokasi

Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi) tektonik

vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen dengan luas 1100 km2.

Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Kedalaman air Danau Toba berkisar 400 –

600 meter dan terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter) dan disamping Tao Silalahi yang relatif memiliki area yang luas (± 445 meter). Jenis tanah yang terdapat

disekeliling Danau Toba mempunyai sifat kepekaan terhadap erosi yang cukup tinggi. Hal ini dapat kita lihat banyaknya bagian yang terkena longsor dan adanya singkapan batuan sesi (PPT Bogor, 1990).

Daerah Tangkapan Air Danau Toba telah terindikasi adanya penebangan hutan secara liar di kawasan Danau Toba dan menurunkan kapasitas resapan

kawasan hutan terhadap air hujan. Pembukaan hutan untuk di konversi menjadi lahan pertanian akan mengakibatkan lahan terbuka sehingga akan meningkatkan laju erosi, transpor sedimen maupun meningkatkan aliran permukaan. Kemampuan resapan

kawasan yang telah dibuka penutupan hutannya juga akan menurunkan kemampuan lahan meresapkan air hujan. Peningkatan aliran permukaan dan penurunan resapan ini

juga akan mengganggu keseimbangan/neraca air danau dan menurunkan fungsi hidrologis DTA secara umum (LIPI, 2014).

Nurdin Tampubolon dalam website rotanindonesia mengatakan bahwa

(17)

5

tingkat mencemaskan. Penggundulan hutan di sana, bukan hanya menghilangkan

keindahan alam, tetapi juga mengakibatkan permukaan air Danau Toba tidak stabil dan cenderung menurun. Nurdin memperkirakan kerusakan hutan penyangga di

sekitar kawasan Danau Toba akibat kegiatan pemanfaatan hutan yang berkisar 70 -80 %. Beliau menegaskan perambahan itu bukan hanya disebabkan pembalak liar, tetapi pemanfaatan hutan oleh perusahaan tertentu sehingga memperparah kerusakan dan

penggundulan hutan. Penggundulan hutan di kawasan Danau Toba telah mengancam kehidupan masyarakat yang bermukim di pinggiran Danau Toba. Pada musim hujan

tiba, sebagian besar daerah yang berada di sekitar kawasan danau terancam bencana alam, seperti banjir bandang dan longsor, sebagaimana yang belum lama ini menimpa masyarakat Desa Sabulan dan Desa Rangsang Bosi, Kecamatan Sitio-tio Kabupaten

Samosir.

Morfologi Tanaman Sukun

Sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman

budidaya oleh masyarakat. Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif.

Kulit buahnya berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun (Mustafa 1998).

(18)

6

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dillenidae

Ordo : Urticales

Famili

Genus

Spesies : Artocarpus communisForst

1. Pohon dan cabang

Pohon sukun berbentuk piramida, tingginya mencapai 10 meter. Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 m dari tanah. Percabangan melebar ke samping. Tekstur kulitnya sedang, dan warna kulitnya hijau kecoklat-coklatan. Pohon

sukun yang dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).

2. Daun

Tajuk daun rimbun, bentuk daun oval panjang dengan belahan daun simetris

karena didukung oleh tulang daun yang menyirip simetris. Panjang daun 65 cm dan lebar daun 45 cm dengan tangkai daun 7 cm. Ujung daun meruncing. Tepi daun

(19)

7

bagian bawah kusam, posisi daun mendatar dan lebar, dan menghadap ke atas. Jarak

antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1999). 3. Akar dan Perakaran Sukun

Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar bulat dan memanjang diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai

adanya rambut-rambut akar (Pitojo, 1999).

Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering

tersembunyi di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya

pertunasan (Pitojo, 1999).

4. Buah

Sukun termasuk buah yang berbuah sepanjang tahun. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partenocarpy), sehingga buah sukun tidak memiliki biji. Bakal buah terus membesar membentuk bulat atau

agak lonjong. Buah akan menjadi tua setelah 3 bulan sejak menculnya bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti buah

berikutnya. Tanda-tanda buah sukun tua yang siap untuk dipetik adalah bila kulit buah yang semula kasar telah berubah menjadi halus, warna kulit buah berubah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam. Selain itu nampak bekas getah yang

(20)

8

segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada kulitnya. Segmen poligonal ini dapat

menentukan tahap kematangan buah sukun. Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan buah yang belum matang mempunyai

segmen-segmen poligonal yang lebih kecil dan lebih padat (Alrasjid 1993 dalam LitBangHut, 2003).

5. Bunga

Bunganya berumah satu. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat sampai bulat panjang. Kedua jenis bunga tersebut berwarna

hijau disaat muda dan setelah tua berwarna kekuningan. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina + 90 hari, letaknya bunga

jantan atau betina berada pada pangkal daun(Direktorat Reboisasi, 1995).

Persyaratan Tumbuh Tanaman Sukun

Tanaman sukun dapat ditanam pada tempat mulai dari dataranrendah sampai

tinggi yaitu 0-700 m di atas permukaan laut (mdpl) dengan ketinggian optimum 600 m, rata-rata curah hujannya 1000-2.500 mm/tahun dan rata-rata suhu tahunan 21-35

o

C. Iklim mikroyang baik untuk pertumbuhan tanaman sukun adalah pada

lahanterbuka dan banyak menerima sinar matahari, sebagai indikator adalahapabila tanaman keluwih bisa tumbuh dengan baik maka sukun jugabisa tumbuh asal

daerahnya tidak berkabut. Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah (tanah podsolikmerah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih baikbila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dantersedia air tanah

(21)

9

yang memiliki kadar garam tinggi.Tanaman sukun mulai berbuah pada umur 4 tahun

bila ditanam ditempat terbuka dan umur tujuh tahun bila ternaungi (Alrasjid, 1993). Di Indonesia sukun mempunyai daerah tempat tumbuh alami yang cukup luas

yaitu di Yogyakarta, Cilacap, Blitar, Banyuwangi, dan gugus kepulauan Kayangan. Sedangkan di luar Jawa terdapat di Sumatera (Aceh, Batak, Nias), Nusa Tenggara (Bali, Bima, Sumba, dan Flores), Sulawesi (Gorontalo, Bone), Maluku dan Irian

(LitBangHut, 2003).

Sejak jaman dahulu, tanaman sukun (Artocarpus CommunisForst) banyak

dikenal dandibudayakan masyarakat. Tanaman sukun merupakan tanaman multiguna, dimana: buah dapatdigunakan sebagai bahan makanan, bunga digunakan sebagai bahan ramuan obat-obatan;daundapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan

kayunya dapat digunakan sebagai bahan perkakas rumah tangga. Sampai saat ini, pengembangan dan pemanfaatan tanaman sukun masih terbatas,belum dibudidayakan secara intensif, buahnya masih diolah dalam skala industri rumah tanggadan

dipasarkan untuk memenuhi permintaan lokal. Budidaya Tanaman sukun belum secara intensif, masih sebagai tanaman pekarangan, sehingga

memunculkanpermasalahan terkait pengembangan tanaman Sukun, antara lain: (1). Perusahaan pengolahbuah sukun masih dalam betuk home industri. (2). Ketersedian bahan baku masih terbatas,karena produksi buah sukun masih tergantung pada

(22)

10

Transplanting Tanaman

Pemindahan tanaman atau yang kita kenal dengan transplanting merupakan hal yang sangat penting dalam teknik budidaya jenis-jenis tanaman sayur dan buah.

Adapun beberapa kegiatan seperti potting, repotting, pricking off, balling dan setting out merupakan kegiatan yang berkaitan dengan transplanting (pemindahan tanam). Potting merupakan kegiatan pemindahan tanaman/bibit dari bedengan semai atau flat

pembibitan ke pot-pot yang telah disiapkan dengan tanah dan campuran pupuk. Sementara repotting merupakan kegiatan pemindahan tanaman dari pot-pot/polybag

yang lebih kecil ke pot-pot yang berukuran lebih besar. Pricking off merupakan cara persemaian dengan hanya menaburkan benih di atas bedengan semai untuk kemudian dipindah tanamkan ke polybag maupun ke bedengan-bedengan yang tersedia. Dan

terakhir setting out merupakan tindakan pemindahan tanaman dari pot-pot, flat maupun bedengan ke tempat penanaman di lapang (Tjionger, 2008).

Jenis pohon yang ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis harus memiliki nilai

adaptasi yang tinggi, tidak memerlukan syarat tumbuh yang banyak dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Dalam hal ini tanaman jenis sukun (Artocarpus communis.

Forst) merupakan satu diantara beberapa jenis tanaman yang cocok ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga

dapat tumbuh di daerah yang sangat kering akan tetapi harus ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup (Hendalastuti dan Rojidin,2006).

(23)

11

tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya, kemudian

diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).

Proses fisiologi yang berlangsung pada tumbuhan banyak berkaitan dengan

air atau bahan-bahan (senyawa atau ion) yang terlarut dalam air. Peranan air sebagai pelarut penting sekali artinya bagi kehidupan tumbuhan. Untuk dapat diserap oleh tanaman molekul-molekul air harus berada pada daerah permukaan akar (Lakitan,

1993).

Sel tanaman yang telah kehilangan air dan berada pada tekanan turgor yang

lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal ini merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi yang tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur. Stress air adalah suatu istilah

yang sangat tidak tepat, yang menunjukkan bahwa kandungan air sel telah turun dibawah nilai optimum, menyebabkan suatu tingkat gangguan metabolisme (Fitter, 1981).

Media Tanam

Ada beberapa fungsi media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik, yaitu sebagai tempat unsur hara, mampu memegang air yang tersedia bagi

tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara akar dan atmosfer di atas media dan harus dapat menyokong pertumbuhan tanaman.Media tanam merupakan

(24)

12

merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban

dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan

ketersediaan unsur hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis.

Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya. Misalnya, pakis dan arang

dicampur dengan perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam baru. Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu bata. Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki

pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya (Khaerudin, 1999).

Media tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Layaknya

tempat tinggal, media tanam harus memberi rasa nyaman bagi tanaman. Oleh karena itu, media tanam juga harus mampu mendukung terjaminnya faktor lain yang

berkaitan dengan media tanam, misalnya faktor air dan nutrisi penting yang dibutuhkan tanaman.Ada tanaman yang membutuhkan banyak air, ada tanaman yang responsif terhadap unsur hara, ada yang lambat menyerap unsur hara. Dengan

demikian, media tanam yang harus digunakan untuk menanam tanaman jenis-jenis tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman tersebut.

(25)

13

tanah. Dalam jaringan ini terbungkus sistem ruang pori yang ditempati bersama oleh

fase cairan dan gas. Kandungan dan komposisi udara tanah ditentukan oleh hubungan ait tanah-tanaman. Kebanyakan reaksi biologi di dalam tanah menggunakan oksigen

dan menghasilkan karbon dioksida, yang membuat aerasi tanah penting bagi tanaman. Fase cairan, yang juga disebut larutan tanah terdiri atas air dan zat-zat terlarut. Air bisa saja bebas bergerak tergantung pada gaya-gaya yang ada, tetapi zat-zat terlarut

bisa lebih atau kurang terbatas gerakannya, atau dapat juga menimbulkan suatu hambatan terhadap gerakan air (Tan, 1982).

Arang pada umumnya hanya dikenal sebagai bahan untuk pembakaran terutama untuk memasak dan juga untuk pembuatan briket arang dan juga arang aktif, padahal arang memiliki peranan yang baik dan penting dalam menyuburkan tanah.

Gusmailinaet al (2002) menyatakan bahwa arang yang berasal dari pengolahan kayu maupun dari kegiatan lainnya mampu menyuburkan tanah. Selain itu pemanfaatan arang dari hasil kegiatan pengolahan kayu tersebut mampu meningkatkan efisiensi

pemanfaatan kayu dan nilai tambah limbah kayu. Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan kayu

untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologi, arang mempunyai pori-pori pada permukaanya. Pori ini sangat efektif mengikat dan menyimpan hara tanah termasuk

menyimpan air tanah yang berada di dalam dan di sekitarnya, oleh sebab itu aplikasi arang pada lahan-lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan

(26)

14

ektomikoriza sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan hutan tanaman.

Unsur hara ini dapat dilepaskan secara perlahan sesuai dengan laju konsumsi yang dilakukan oleh tanaman (slow release)(Gusmailina et al., 2002).

Bahan baku arang diambil dari kayu yang dikeringkan melalui proses pemanasan. Sifat arang yang ringan ini ketika diberikan ke tanah bisa mengikat air dan juga membuang racun. Penggunaan arang selain mampu menggemburkan tanah

dan menyuburkan tanah, bagi pertanian juga otomatis dapat meminimalisir kerusakan tanah akibat bahan-bahan kimia dan menggantikan posisi pupuk buatan. Secara fisik

arang berpengaruh terhadap struktur dan tekstur tanah, oleh karena itu semakin banyak suplai arang ke dalam tanah maka akan mengurangi kepadatan tanah (bulk density). Penambahan arang ke dalam tanah mengakibatkan semakin banyak ruang

pori yang terdapat di dalam tanah sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dengan lebih baik, selain itu juga pemberian arang ini juga dapat menekan tingginya laju pencucian unsur hara di dalam tanah. Hal ini dimungkinkan karena secara morfologis

arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Penambahan arang pada media pembibitan juga dapat meningkatkan : kelembapan,

daya serap air, serta sirkulasi udara sehingga mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan akar halus bibit tanaman (Gusmailina et al., 2002).

Jenis kayu yang digunakan sebagai arang pada penelitian ini adalah kayu

bakau (R.hizophora mucronata). Keuntungan pemberian arang pada tanah, antara lain memperbaiki sirkulasiair dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang

(27)

15

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten

Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai dari bulan September 2014 sampai dengan November 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun (Artocarpus communis Forst), dan arang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

cangkul, timbangan digital, benang,jangka sorong, kamera digital, alat tulis, kalkulator, penggaris, spidol, dan kertas label.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 11 perlakuan yaitu:

A0 = Dosis 0 gr arang untuk setiap bibit

A1 = Dosis 100 gr arang untuk setiap bibit

A2 = Dosis 200 gr arang untuk setiap bibit

A3 = Dosis 300 gr arang untuk setiap bibit

A4 = Dosis 400 gr arang untuk setiap bibit

A5 = Dosis 500 gr arang untuk setiap bibit

A6 = Dosis 600 gr arang untuk setiap bibit

(28)

16

A8 = Dosis 800 gr arang untuk setiap bibit

A9 = Dosis 900 gr arang untuk setiap bibit

A10 = Dosis 1000 gr arang untuk setiap bibit

Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali sehingga didapat jumlah bibit sukun sebanyak 33 bibit. Model linier Rancangan Acak Kelompok yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

Yij = µ + αi +βj +

ij

Keterangan :

Yij = Nilai hasil pengamatan tanaman sukun pada ulangan ke j yang mengalami

perlakuan i

µ = Rataan umumpertumbuhan sukun

αi = Pengaruh perlakuan pupuk arang terhadap pertumbuhan bibit sukun

βj = Pengaruh ulangan ke j

ij = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dan perlakuan arang ke- i

Jika ANOVA berpengaruh nyata terhadap uji F, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Prosedur Penelitian 1. Penyediaan Bibit

Bibit sukun yang digunakan dalam penlitian ini merupakan bibit yang berasal dari

(29)

17

2. Penanaman

Dilakukan penanaman bibit sukun di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kabupaten Simalungun,dengan lubang tanam ukuran 60cm x 60cm x60cm dan

jarak tanam adalah 5m x 5m.

3. Persiapan Media Penahan Air

Disiapkan arang yang terlebih dahulu dipecah menjadi bagian kecil dan telah

direndam dengan air selama 24 jam. Arang diberikan dengan cara dimasukkan sedalam 10cm disekitar bibit. Arang diberikan sesuai dosis yang telah ditentukan.

4. Parameter Pengamatan

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data tiap awal parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat

pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan mulai dilakukan dua minggu setelah tanam (2 MST). Pengamatan dilakukan selama 3 bulan (Mansur dan Surahman, 2011). Parameter yang diamati antara lain adalah :

a. Pertambahan tinggi (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang dipermukaan tanah hingga titik tumbuh bibit menggunakan penggaris. Pengambilan data dilakukan dua

minggu sekali. b. Diameter bibit (mm)

(30)

18

c. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung di awal dan di akhir penelitian. Daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna. Setelah dihitung, kemudian

dibandingkan pertumbuhan jumlah daun awal dengan jumlah daun akhir. d. Luas daun (cm2)

Pengamatan luas daun dilakukan pada akhir pengambilan data. Daun terlebih

dahulu difoto, laludiscan ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan program software komputer Image J. Daun yang dihitung

adalah seluruh daun yang ada pada bibit. e. Luas Tajuk (cm2)

Pengamatan luas tajuk dilakukan di akhir pengambilan data. Tajuk terlebih

dahulu difoto, lalu discan ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan program software komputer Image J.

f. Warna Daun

Warna daun, diamati pada satu helai daun pertanaman yang berbeda.Pengamatan

ini dilakukan pada akhir penelitian

g. Persen hidup bibit

Pengukuran persen hidup bibit dilakukan pada saat akhir pengukuran. Persen hidup bibit sukun dihitung dengan membandingkan jumlah bibit yang hidup dengan jumlah bibit sukun yang ditanam. Pengukuran persen hidup dapat

dihitung dengan persamaan:

�i =ni

(31)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 90 hari dengan parameter

yang telah diamati yaitu tinggi bibit, diameter bibit, luas daun, luas tajuk, jumlah daun, kadar air daun, warna daundan kemampuan tanaman bertahan hidup.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit Sukun dengan Berbagai Perlakuan

Perlakuan Tinggi

(32)

20

tinggi bibit. Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada tabel 1terlihat adanya

selisih dari setiap perlakuan yang diberikan, pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi yaitu pada perlakuan A7 (700gr) sebesar 11,45 cm sedangkanrata

an pertambahan tinggi terendah pada perlakuan A9 (900gr) sebesar 5,53 cm.

Pertambahan Diameter Bibit

Hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan diameter bibit Sukun (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian arang tidakmemberikan pengaruh nyata

terhadap pertambahan diameter bibit sukun.

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada tabel 1 terlihat adanya selisih dari setiap perlakuan yang diberikan, pertambahan diameter bibit sukun

tertinggi terdapat pada perlakuan A3(300gr) yaitu sebesar

2,45 mm, sedangkan rataan pertambahan diameter terendah pada perlakuan A4 dan

A4 (400gr) sebesar 1,28 mm.

Luas Daun Bibit

Hasil analisis sidik ragam rataan luas daun bibit Sukun(Lampiran 3) menunjukkan bahwa pemberian arang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

luas daun. Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada tabel 1 diatas terlihat rataan luas daun bibit sukun tertinggi terdapat pada perlakuan

A5 (500gr) sebesar 115,28 cm2 sedangkan rataan luas daun terendah perlakuanA9(900

(33)

21

Luas Tajuk Bibit

Hasil analisis sidik ragam rataan luas tajuk bibit Sukun(Lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian arang tidak pengaruh nyata terhadap luas tajuk.

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada tabel 1 terlihat rataan luas tajuk bibit sukun tertinggi terdapat pada perlakuan A2(200gr) sebesar

288,34 cm2, sedangkan rataan luas tajuk terendah pada perlakuan A7 (700gr) yaitu

97,85 cm2.

Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun bibit Sukun(Lampiran 5) menunjukkan bahwa pemberian arang tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada tabel 1 terlihat bahwa

jumlah daun bibit sukun terbanyak yaitu sebanyak 5 helai daun pada perlakuan A1(100gr) dan A5(500gr), sedangkan daun yang jumlahnya lebih sedikit yaitu pada

perlakuan A6, A7,A8 (600gr, 700gr, dan 800gr) sebanyak 3 helai daun.

Kadar Air Daun

Hasil analisis sidik ragam rataan kadar air daun bibit Sukun(Lampiran 6)

menunjukkan bahwa pemberian arang tidak pengaruh nyata terhadap kadar air daun. Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada tabel 1 terlihat bahwa KA daun

bibit sukun tertinggi yaitu pada perlakuan A5(500gr) sebesar 80,74% dan KA daun

(34)

22

Warna Daun

Tabel 2. Warna Daun pada Daun ke-2

Perlakuan Warna Daun Luas Daun (cm2)

A0 (kontrol) 69,77(4)

A1 (100gr) 84,11 (3)

A2 (200gr) 49,68 (9)

A3 (300gr) 84,76 (2)

A4 (400gr) 49,28 (10)

A5 (500gr) 115,28 (1)

A6 (600gr) 53,12 (7)

(35)

23

A8 (800gr) 52,65 (8)

A9 (900gr) 61,46 (5)

A10 (1000gr) 57,26 (6)

Warna daun yang terlihat dari tabel di atas menunjukkan warna terbaik yaitu

pada perlakuan A5, dimana daun terlihat berwarna hijau tua.Respon tanaman sebagai

akibat dari faktor lingkungan terlihat pada penampilan tanaman. Tanaman berusaha menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidupnya jika faktor lingkungan

tidak mendukung. Walaupun genotipnya sama, dalam lingkungan yang berbeda penampilan dapat berbeda pula. Respon tanaman akan meningkat dengan

meningkatnya suhu dan intensitas cahaya.Sinar matahari yang ditangkap klorofil menaikkan tingkat energi elektron-elektron yang dihasilkan dari oksidasi air dalam proses fotosintesis.

Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup

Berdasarkan pengamatan di hari ke 90 dapat dilihat bahwa tanaman yang mati

terdapat pada perlakuan arang 100gr ulangan 1, arang 500gr ulangan 3,arang 800gr ulangan 1. Pada tabel 3 dapat dilihat bibit yang mati pada pengamatan 90 hari bibit

(36)

24

Tabel 3. Bibit yang mati pada pengamatan 90 hari

Keterangan:

• = Tanaman mati

Bibit sukun yang dinyatakan mati memiliki ciri-ciri daun yang layu, kering dan berwarna kecoklatan, berguguran, batang yang kurus dan kering atau dikatakan

sudah ada di fase titik layu permanen dimana kondisi kandungan air tanah sudah tidak bisa diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan layu dan mati.

Persen hidup bibit selama pengamatan yang telah dilakukan selama 3 bulan

yaitu 90,91%. Hal ini menunjukkan bahwa bibit sukun dapat tumbuh dengan baik di DTA Danau Toba dengan pemberian arang sebagai media tanamnya, dimana mampu

mendukung serta menyimpan cadangan air bagi bibit yang ditanam.

(37)

25

KA arang halus, arang berukuran kecil dan arang berukuran besar

Tabel 4. Kadar Air arang

Sesuai data tabel 4 maka dapat disimpulkan bahwa jenis arang yang lebih

banyak menyerap air adalah arang yang dihaluskan, hal ini dikarenakan arang halus pori-porinya lebih mudah menyerap air pada saat direndam dengan air jika dibandingkan arang yang dipotong berukuran kecil dan besar.Allo (2001)

menyatakan bahwa arang yang tidak dihaluskan (berukuran kecil dan besar) sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen, ter, dan senyawa organik lain pada saat

dilakukan pembakaran.

Jenis arang yang digunakan pada saat penelitian adalah arang berukuran kecil, dikarenakan penanaman yang dilakukan yaitu di lapangan dengan topografi yang

curam. Sehingga apabila menggunakan arang yang dihaluskan, maka kemungkinan besar serbuk arang akan tercuci oleh aliran air hujan pada curah hujan yang tinggi dan

juga serbuk arang mudah terbawa angin pada saat hembusan angin yang kencang. Hal ini yang menyebabkan diipilihnya arang yang berukuran kecil.

Pembahasan

(38)

26

sedangkan pertumbuhan tinggi yang paling rendah adalah pada pemberian900 gr

arang(A9) yaitu 5,53 cm. Pertambahan tinggi bibit sukun tidak berpengaruh nyata

disebabkan oleh adanya cekaman air, hal ini sesuai dengan pernyataan Islami dan

Utomo (1995), tanaman yang menderita cekaman air secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal.

Pengaruh tidak nyata juga ditunjukkan oleh perlakuan arang terhadap

pertambahan diameter. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman harus berada dalam kondisi yang berimbang sehingga penyerapan air oleh tanaman lebih efektif. Menurut

Harjadi (1991), penempatan arang yang tepat, lokasi penanaman yang baik dan dengan dosis yang tepat merupakan faktor penting dalam penanaman. Kemampuan tanaman dalam menyerap air akan menambah kekuatan tumbuh bagi tanaman dan

apabila media tersebut bekerja secara optimal maka pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik.Berdasarkan beberapa paramater yang diamati, menunjukkan nilai tertinggi dari parameter diameter bibit adalah pada pemberian 300 gr arang (A3) yaitu

2,45 mm, sedangkan pertumbuhan diameter yang paling rendah adalah pada pemberian400 gr arang(A4) yaitu 1,28 mm.

Tidak adanya pengaruh nyata dari pemberian arang dengan perlakuan dosis atau jumlah yang sudah ditentukan dan perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) yang diberikan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter. Hal ini diduga karena

dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama faktor curah hujan. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian arangdilapangan. Penelitian bertepatan

(39)

27

banyaknya bulan basah pada saat melakukan penelitian menyebabkan pemberian

arangdengan jumlah yang telah ditentukan belum berpengaruh. Tingginya curah hujan dan banyaknya hari hujan menyebabkan kebutuhan air selalu tersedia sehingga

tanaman selalu memiliki persediaan air pada saat tanaman membutuhkan air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun. Berdasarkan beberapa paramater yang diamati, menunjukkan nilai tertinggi

dari parameter luas daun bibit adalah pada pemberian 500 gr arang (A5) yaitu 115,28

cm2, sedangkan luas daun yang paling rendah adalah pada pemberian900 gr

arang(A7) yaitu 41,35 cm2. Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan

tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau

keduanya. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah.

Pengamatanluas tajuk bibit sukun dapat dilihat bahwa luas tajuk sukun

beragam untuk setiap perlakuan. Rata-rata luas tajuk terbesar adalah 288,34 cm2 yakni pada perlakuan A2. Sementara itu rata-rata luas daun paling kecil adalah 97,85

cm2 yakni pada perlakuan A7. Menurut Triwiyatno (2003), pertumbuhan tanaman

yang berinteraksi kompleks dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini meliputi faktor intrasel (sifat genetik atau hereditas)

dan intersel (hormon dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya. Menurut Gardner, et al (1991)

(40)

28

terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman

budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotipe yang kekurangan air, dan tingkat perkembangan.

Pengamatanjumlahdaun bibit sukun dapat dilihat bahwa jumlah daun sukun beragam untuk setiap perlakuan dan ulangan jumlah daun terbanyak adalah 5 helai yakni pada perlakuan A1 dan A5. Sementara itu jumlah daun paling sedikit adalah 3

helai yakni pada perlakuan A6,A7,A8.Salah satu tanda produktivitas tanaman adalah

kemampuan memproduksi daun, sebab daun merupakan tempat terjadinya proses

fotosintesis. Jumlah daun suatu tanaman berhubungan dengan intensitas fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi hasil fotosintesinya. Sedikitnya jumlah daun yang dihasilkan daripemberian arang disebabkan oleh

penggunaankonsentrasinya belum tepat. Dan bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkunganpenanaman yang kurang mendukung, diantaranyatemperatur dan media tanam (Djamhari,2010).

KA daun bibit sukun tertinggi yaitu pada perlakuan A5 (500gr) sebesar

80,74% dan KA daun terendah pada perlakuan A9 (900gr) yaitu sebesar 52,84%.

Semakin meningkat kadar air daun menunjukkan bahwa proses fotosintesa berjalan dengan baik dan berarti pertumbuhan berjalan baik pula. Menurut Jumin (2002), meningkatnya hasil bahan kering sejalan dengan meningkatnya indeks luas daun

sampai batas optimum. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Loveles (1991) dalam Hadiwijaya (2009), dimana penambahan luas daun sampai batas

(41)

29

Tanaman sukun yang mengalami kekurang hara khususnya pada daun yang

menerima lansung sinar matahari akan memperlihatkan ukuran daun yang lebih kecil dan kuning (Nasaruddin dan Padjuang 2007).Sutejo (2008) menyatakan , gejala

kekurangan unsur hara terlihat dimulai dari daunnya, warna daunnya yang hijau agak kekuning-kuningan selanjutnya berubah menjadi kuning lengkap. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah

kecoklatan. Perbedaan jumlah klorofil akan menunjukkan perbedaan warna daun. Semakin hijau warna daun maka semakin tinggi kandungan klorofilnya.Pernyataan

ini jika dihubungkan dengan warna dan luas daun dari tanaman sukun, maka warna daun yang hijau tua diikuti dengan luas daun yang tinggi dapat dilihat pada warna daun A5 (500gr). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sukun pada pemberian

arang 500gr sangat baik.

Persen hidup bibit selama pengamatan yang telah dilakukan selama 3 bulan yaitu 90,91%. Hanya ada 3 bibit yang mati yaitu A1 ulangan 1, A5(500gr) ulangan 3,

dan A7(700gr) ulangan 3 dimana batang bibit yang semakin kurus dan kering atau

dikatakan sudah ada di fase titik layu permanen dimana kondisi kandungan air tanah

sudah tidak bisa diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan layu dan mati

Tingkat keberhasilan tanaman sukun untuk bertahan hidup di lapangan termasuk kedalam kategori baik, hal ini dikarenakan rendahnya angka kematian bibit

dari tiap-tiap perlakuan dan ulangan. Sehingga perlakuan dengan pemberian arang pada tanaman sukun sebagai tanaman reboisasi lahan kritis merupakan suatu

(42)

30

dengan tanpa melakukan penyiraman lagi namun mampu menjaga ketahanan hidup

bibit.

Tabel 5. Korelasi Antar Perlakuan

Parameter Tinggi Diameter Luas

Daun Luas Tajuk

Korelasi menunjukkan hubungan dari dua variabel. Berdasarkan data Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa setiap pertambahan tinggi memberikan korelasi negatif

terhadap pertambahan diameter dan jumlah daun. Setiap pertambahan tinggi memberikan korelasi positif terhadap luas permukaan daun, luas tajuk dan kadar air daun. Pertambahan diameter memberikan korelasi positif terhadap luas daun dan

jumlah daun, namun memberikan korelasi negatif terhadap luas tajuk dan kadar air. Luas daun memberikan korelasi positif terhadap luas tajuk, jumlah daun dan kadar

air. Luas tajuk memberikan korelasi positif terhadap jumlah daun dan kadar air. Dan jumlah daun memberikan korelasi positif terhadap kadar air.

Cahaya matahari yang diterima oleh daun dalam jumlah besar akan

memberikan pembentukan daun yang lebih banyak dibandingkan cahaya matahari yang diterima oleh tanaman yang jumlah daunnya lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan

(43)

31

mempunyai pengaruh besar dalamberbagai proses fisiologis seperti fotosintesis untuk

membentuk karbohidrat.

Untuk menentukan bulan kering dan bulan basah maka kategorinya menurut

Schmidt – Ferguson adalah sebagai berikut :

a. Bulan Kering : Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan < 60 mm. b. Bulan Lembab : Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 – 100

mm.

c. Bulan Basah : Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan > 100 mm.

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) kondisi iklim di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Kabupaten Simalungun termasuk tipe iklim A. Dimana curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 7,722 mm/tahun.

Curah hujan yang tingggi pada bulan penelitian menyebabkan ketersediaan air dalam tanah selalu tersedia, dan kebutuhan bibit akan air selalu ada meskipun tanpa adanya perlakuan arang. Hal ini yang mengakibatkan perlakuan arang terhadap semua

(44)

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian arang sebagai media penahan air tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap semua parameter yang diamati (tinggi, diameter, luas daun, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun).

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan bibit Sukun menggunakan

(45)

33

DAFTAR PUSTAKA

Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun (Arthocarpus altilis Fosberg). Informasi Teknis No. 42. Pusat PenelitianPengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitiandan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Allo, M. K. 2001. In situ conservation of ebony (Diospyros celebica Bakh).

Proceedings of the International Conference on In Situ and Ex Situ Conservation of Commercial Tropical Trees. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 2005. Tehnik Pembibitan dan Konservasi Tanah. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Buku I. Jakarta.

Direktorat Reboisasi. 1995. Budidaya Pohon Serbaguna (MPTS) Sukun (Artocarpus communis Forst). Departemen Kehutanan. Jakarta.

Djamhari, S. 2010. Memecah Dormansi Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb) Menggunakan Larutan Atonik dan Stimulasi Perakaran dengan Aplikasi Auksin. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Jakarta. Fitter, A. H. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Gardner, F. P., Pearce, R. B., and Mithcell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI Press. Jakarta.

Gusmailina, G. Pari dan S. Komarayati. 2002. Aplikasi arang kulit kayu sebagai campuran media tumbuh anakan Eucalyptus urophylla dan Acacia mangium. Buletin Penelitian Hasil Hutan 20(5): 333 – 351. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor.

Ferguson, S. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratio for Indonesia with Western New Gurinea. Kementerian Perhubungan. Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Hadiwijaya, W.G. 2009. Karakteristik Ukuran Umbi dan Bentuk Umbi Plasma Nutfah Ubi Jalar. Balitan Plasma Nutfah Vol.9b. No.2. Bogor: Badan Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik. Bogor.

Harjadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

(46)

34

Islami, T dan Utomo W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

Jumin, H.B. 2002. Agronomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Khaeruddin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Laksamana, R. C. 2011. Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk

Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). [Skripsi]. Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Utara.

Lembaga Penelitian Pengembangan Hutan. 2003. Teknik Persemaian Dan Informasi Benih Sukun (Artocarpus communis Forst). PusLitBang Bioteknologi Dan Pemuliaan Tanaman Kehutanan. Yogyakarta.

Mustafa, A.M. 1998. Isi Kandungan Arthocapus communis. Food Science.

Nasaruddin dan R. Padjuang, 2007. Kondisi pertanaman kakao Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan program Kerjasama dengan JICA Jepang. Sulawesi.

Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Pusat Penelitian Tanah Bogor. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar. Bogor.

Salisbury, F. B dan C. W, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.

Sidabutar. 2012. Studi Tentang Aktivitas. Budidaya Ikan Keramba di Desa Silalahi Kecamatan Silalahi sabungan Kabupaten Dairi. Medan.

Sutejo, M.M. 2008. Pupuk dan Cara pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. Tan, K. H. 1982. Dasar-Dasar Kimia Tanah. UGM Press. Yogyakarta.

Tjionger, M. 2008. Prothephon 480 biar melon cepat masak dan berkualitas. Jakarta.

(47)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis rancangan percobaan pertambahan tinggi (cm) bibit sukun Data rataan selisih pertumbuhan tinggi bibit sukun

PERLAKUAN ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3 RATAAN SELISIH

A0 9,30 9,10 12,80 10,40

A1 7,90 11,30 10,90 10,03

A2 10,70 10,60 10,40 10,57

A3 9,60 8,70 5,20 7,83

A4 7,50 9,90 8,60 8,67

A5 12,40 7,40 13,34 11,05

A6 12,80 11,60 9,30 11,23

A7 11,10 9,60 13,64 11,45

A8 6,80 13,10 10,60 10,17

A9 8,90 3,80 3,90 5,53

A10 7,90 6,70 6,70 7,10

ANOVA DB JK KT F.HIT F.TAB

P 10 110,427297 11,0427297 2,1701296 2,35 tn

B 2 0,686569697 0,34328485 0,0674627 3,49 tn

G 20 101,7702303 5,08851152

T 32 212,884097

Keterangan:

(48)

Lampiran 2. Analisis rancangan percobaan pertambahan diameter (mm) bibit sukun Data rataan selisih pertumbuhan diameter bibit sukun

PERLAKUAN ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3 RATAAN SELISIH

A0 0,95 2,00 1,15 1,37

A1 2,24 2,75 0,95 1,98

A2 1,80 2,30 1,75 1,95

A3 3,35 2,05 1,95 2,45

A4 1,05 1,60 1,20 1,28

A5 1,00 1,30 1,88 1,39

A6 1,50 1,45 1,35 1,43

A7 1,60 0,50 2,50 1,53

A8 1,10 2,85 1,85 1,93

A9 1,95 1,85 2,50 2,10

A10 1,50 2,00 1,35 1,62

ANOVA DB JK KT F.HIT F.TAB

P 10 4,175806061 0,41758061 1,0457443 2,35 tn

B 2 0,360381818 0,18019091 0,4512509 3,49 tn

G 20 7,986284848 0,39931424

T 32 12,52247273

Keterangan:

(49)

Lampiran 3. Analisis rancangan percobaan luas daun (cm2) bibit sukun Data rata-rata luas daun bibit sukun

PERLAKUAN ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3 RATA-RATA

A0 74,52 68,63 75,73 72,96

A1 57,81 76,19 29,29 54,43

A2 74,58 63,41 61,54 66,51

A3 80,77 79,80 68,42 76,33

A4 71,19 60,13 60,53 63,95

A5 80,30 72,79 89,13 80,74

A6 47,37 74,79 51,46 57,87

A7 74,19 76,00 45,36 65,18

A8 65,03 74,36 71,31 70,23

A9 70,09 62,50 25,93 52,84

A10 75,00 64,10 82,04 72,96

ANOVA DB JK KT F.HIT F.TAB

P 10 14138,45983 1413,845983 1,452769424 2,35 tn

B 2 1671,979421 835,9897103 0,859004661 3,49 tn

G 20 19464,1484 973,2074199

T 32 35274,58765

Keterangan:

(50)

Lampiran 4. Analisis rancangan percobaan luas tajuk (cm2) bibit sukun Data rata-rata luas tajuk bibit sukun

PERLAKUAN ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3 RATA-RATA

A0 430,365 230,566 110,123 25702

A1 565,89 190,95 108,18 288,34

A2 174,83 159,81 71,31 135,32

A3 220,80 123,53 121,23 155,18

A4 184,60 148,40 202,39 178,46

A5 294,20 294,96 241,86 277,01

A6 80,47 241,02 177,52 166,34

A7 135,77 35,09 122,67 97,85

A8 293,53 118,41 261,75 224,56

A9 232,09 135,80 123,34 163,74

A10 126,09 110,97 102,31 113,12

ANOVA DB JK KT F.HIT F.TAB

P 10 128447,698 12844,76978 1,539293686 2,35 tn

B 2 64348,6159 32174,30796 3,855710139 3,49 tn

G 20 166891,736 8344,586808

T 32 359688,05

Keterangan:

(51)

Lampiran 5. Analisis rancangan percobaan jumlah daun bibit sukun

Data rata-rata jumlah daun bibit sukun (helai)

PERLAKUAN ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3 RATA-RATA

A0 5 4 4 4

A1 5 5 4 5

A2 4 4 4 4

A3 4 5 4 4

A4 5 4 4 4

A5 6 4 5 5

A6 3 3 4 3

A7 4 4 2 3

A8 3 3 3 3

A9 2 5 4 4

A10 4 3 5 4

ANOVA DB JK KT F.HIT F.TAB

P 10 11,3333333 1,133333333 1,5648536 2,35 tn

B 2 0,18181818 0,090909091 0,125523 3,49 tn

G 20 14,4848485 0,724242424

T 32 26

Keterangan:

(52)

Lampiran 6. Analisis rancangan percobaan kadar air Data rata-rata kadar air

PERLAKUAN ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3 RATA-RATA

A0 74,52 68,63 75,73 72,96

A1 57,81 76,19 29,29 54,43

A2 74,58 63,41 61,54 66,51

A3 80,77 79,80 68,42 76,33

A4 71,19 60,13 60,53 63,95

A5 80,30 72,79 89,13 80,74

A6 47,37 74,79 51,46 57,87

A7 74,19 76,00 45,36 65,18

A8 65,03 74,36 71,31 70,23

A9 70,09 62,50 25,93 52,84

A10 75,00 64,10 82,04 73,71

ANOVA DB JK KT F.HIT F.TAB

P 10 2463,228067 246,3228067 1,56043713 2,35 tn

B 2 747,3538242 373,6769121 2,36721616 3,49 tn

G 20 3157,100042 157,8550021

T 32 6367,681933

Keterangan:

(53)

Lampiran 7. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson (Schmidt, 1951)

Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%)

A

Lampiran 8. Data Curah Hujan Daerah Haranggaol Tahun 2014

Tahun

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 72,4 24,2 107,9 404,7 293,2 62,2 2,2 262,2 195,7 204,2 287,1 329,8

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

(54)

Pemberian Label Pada Bibit Pemberian Tanda untukpengukuran

Pengukuran Diameter Pengukuran Tinggi

(55)

Pengukuran Luas Tajuk Pengukuran Luas Daun

Berat Basah Daun (KA) Berat Kering Daun (KA)

(56)

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit Sukun dengan Berbagai Perlakuan
Tabel 2. Warna Daun pada Daun ke-2
Tabel 3. Bibit yang mati pada pengamatan 90 hari
Tabel 4.  Kadar Air arang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun ( Artocarpus Communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba Di Nagori Purba Saribu, Kecamatan Haranggaol Horison,

Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).. Penelitian

Berdasarkan hasil pengukuran diameter rata-rata bibit sukun ( A.communis ) yang disajikan pada tabel 1 menunjukkan bahwa pertambahandiameter bibit sukun ( A.communis )

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberi informasi mengenai ukuran berat sabut kelapa sebagai penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (

Lobang tanam ditutup kembali dengan Batas pengukuran tinggi (titik atas) tanah.. Titik Pengukuran Diameter batang Pengukuran Diameter Bibit Sukun

BUDI SATRIA SIHITE : Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik di Daerah Tangkapan Air Danau Toba.. Di bawah bimbingan

Sementara itu, penyebab utama kebakaran hutan di sekitar DTA Danau Toba adalah: lahan marga yang tidak dikelola dengan baik, insentif/disinsentif ekonomi, pengetahuan pertanian dan

Pertambahan diameter bibit sukun dengan berbagai perlakuan cukup berbeda dengan tanpa perlakuan, terlihat bahwa pertambahan diameter terendah terdapat pada perlakuan K0 atau