ANALISIS MENGENAI KEADAAN TIDAK MEMBAYAR UTANG YANG TELAH
JATUH WAKTU DAN DAPAT DlTAGIH DALAM PERKARA KEPAILITAN
(Studi Terhadap Beberapa Putusan Kepailitan Menurut Faillssements Verordening Dan
UUNo.4 Tahun 1998 disertai Analisis InsolvensiMenurut UU No.37 Tahun 2004)
FAHREN 03700507
INTISARI
Masalah Insolvency merupakan hat yang esensial dalam hukum kepailitan.Pengadilan baru dapat menjatuhkan putusan pernyataan pailit apabila debitor berada dalam keadaan Insolvensi. Pentingnya Insolvensi dalam hukum kepailitan karena merupakan salah satu syarat pemyataan pailit di samping Concursus Creditorum.
Rumusan Insolvency yang terdapat dalam peraturan hukum kepailitan itu selalu berubah faillis Fallissemenlsverordening
,
Stb, 1905 No.217 Jo Stb, 1906 No.348 mempergunakan rumusan "Keadaan Berhenti Membayar", sedangkan Perpu No.l Tahun 1998 Jo. UU No.4 Tahun 1998 mempergunakan rumusan" keadaan tidak membayar" sementara UU No.37 Tahun 2004 mempegunakan rumusan "Keadaan Tidak Membayar Lunas".SeIain itu Peraturan Kepailitan juga tidak memberikan patokan batas minimal jumlah utang debitor sebagai salah satu syarat pernyataan pailit. Akibatnya suatu perusahaan yang solven dapat dinyatakan pailit asalkan terdapat minimal dua kreditor dan salah satu utang tersebut sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Peraturan Kepailitan tidak pula menjelaskan apa yang dimaksud dengan "Keadaan berhenti membayar", "keadaan tidak membayar" dan "Keadaan tidak membayar luas". Demikian pula peraturan kepailitan tidak mengatur secara lengkap mengenai pembuktian sederhana. Akibatnya, hat-hat tcrsebut menimbulkan interprestasi yang beragram dalam praktik peradilan.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat menimbulkan permasalahan sebagai berikut : Pertama, bagaimanakah konsistensi konsep tidak membayar utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dikaitkan dengan prinsip pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan di pengadilan niaga? Kedua apakah perlu diterapkan jumlah minimal utang yang telah jatuh waktu sebagai salah satu syarat pernyataan pailit, Ketiga, apakah ada perbedaan antara pengertian "tidak membayar . utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menurut Perpu No.l Tahun 1998
dan pengertian keadaan telah berhenti memhayar utang menurut Failissementsverordening?
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penilitian tesis ini adalah metode penelitian hukun normatif. Suatu metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan dan yurisprudensi.
Berdasarkan penelitian tesis ini diperoleh hasil atau kesimpulan bahwa: Pertama, Konsep keadaan tidak membayar utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan
inkonsistensinya dalam paktiknya di peradilan Niaga, baik peradilan Yudex facti, maupun yudex iuris.Kedua, Perlu diterapkan jumlah minial utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagai salah satu syarat pernyataan pailit, dan Ketiga, secara teoritis dan praktis terdapat perbedaan konsep keadaan "berhenti membayar utang" menurut Faillissementsverordening dan konsep "tidak
membayar utang", menurut Perpu No.1 Tahun 1998.
Disarankan bahwa dalam Undang-Undang Kepailitan yang baru atau Undang-undang Perubahan atas UU. No.37 tahun 2004 perlu dicantumkan jumlah minimal utang debitor, yang dapat ditagih misalnya 50%) dari seluruh utangnya. Ketentuan ini untuk menghidarkan suatu perusahaan yang solven dapat dinyatakan pailit.