HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI
KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013
SKRIPSI
Oleh : LIDIA OKTAVIA
NIM. 111000086
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI
KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh : LIDIA OKTAVIA
NIM. 111000086
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Kota Jakarta Pusat merupakan daerah endemis diare. Iklim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya diare.
Lokasi penelitian di Kota Jakarta Pusat dengan pengambilan data yang dicatat dari tahun 2004-2013 di Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dimana unit analisisnya berupa waktu yaitu pertahun dan perbulan selama 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun 2004-2013. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat (r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat (r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan. Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p = 0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara pertahun tidak berhubungan secara signifikan.
Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan kelembaban udara perbulan berhubungan dengan kasus diare perbulan, sedangkan kecepatan angin pertahun berhubungan dengan kasus diare pertahun. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat, instansi terkait dan masyarakat dalam memanfaatkan data variasi iklim untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) diare di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit diare dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Kata Kunci : Diare, Iklim, Jakarta Pusat
ABSTRACT
Diarrhea was a public health problem in developing country like Indonesia. Jakarta Pusat was endemic diarrhea area. Climate was proponent factors of diarrhoea occurrence.
Research sites in Jakarta Pusat was done by collecting data recorded from the years 2002-2013 from Department of Health in Jakarta Pusat and Central Bureau of Statistics in DKI Jakarta Province. The design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. This research aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity and wind’s speed with the diarrhea occurrence from the years of 2004-2013 in Jakarta Pusat. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.
The results of this research, there is significant correlations of rainfall with diarrhea case per month (p = 0,031) and strong correlations (r = 0,621), have positive pattern, there is significant correlations of humidity with diarrhea (p = 0,006) and strong correlations (r = 0,739), have positive pattern, while
temperature per month and wind’s speed per month did not correlate
significantly. There is significant correlation of Wind’s speed with diarrhea per year (p = 0,025), and strong correlations (r = 0,697), have positive pattern.
Based on the research results, it was concluded that the rainfall and humidity correlated significantly with diarrhea cases per month. While the wind’s speed correlated significantly with diarrhea cases per year. Need the existence of cooperation program among Department of Health in Jakarta Pusat, relevant agencies, and society in exploiting climate variation data to prevent of diarrhea case explosion (KLB) in the future. The people always be alerted diarrhea with taking care of personal hygiene and environment.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Lidia Oktavia
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : 17 Oktober 1993
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Berman Panogaran Sitompul
Suku Bangsa Ayah : Indonesia
Nama Ibu : Resdiana Nainggolan
Suku Bangsa Ibu : Indonesia
Pendidikan Formal :
1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri Tengah 02 Jakarta
2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 126 Jakarta
3. Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 93 Jakarta
4. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
kasih dan anugrah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan
Angin) dengan Kejadia Diare di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013,
guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Evi Naria M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi
ini.
5. dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku Dosen Peguji I yang telah memberikan
6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji II yang
telah memberikan saran kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
7. Alm. dr. Mohd Arifin Siregar, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di FKM
USU.
8. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan ilmu kepada
penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.
9. Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dan seluruh staf yang
telah membantu penulis dalam penelitian.
10.Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dan seluruh staf yang
telah membantu penulis dalam penelitian.
11.Teristimewa untuk kedua orang tuaku terkasih Bapakku Berman Sitompul
dan Mamaku Resdiana Nainggolan S.Pd, yang telah memberikan
dukungan dan doa kepada penulis selama ini, Abangku Bang Fredi dan
Bang Parlin juga Kakakku Ka Tiur yang telah mendukung dan
memberikan semangat dalam mengikuti pendidikan.
12.Sepupuku tersayang Mega Trihapsari dan Debora Natalia yang selalu
memberikan semangat menyelesaikan pendidikan penulis.
13.My VIP Calvin Lukas Sentosa Nababan yang selalu mendukung,
memberikan semangat dan selalu mendoakan penulis.
14.Sahabatku Purnama, Aphrodite dan Ulan yang walaupun berjauhan selalu
15.Teman seperjuangan Rani, Desi, Kiki dan Gaby, terimakasih untuk semua
kebersamaan, canda tawa dan dukungan selama proses perkuliahan.
16.Adikku Deswita, terimakasih telah memberikan semangat dan dukungan
selama ini terutama dalam proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua oihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu
pengetahuan.
Medan, Juli 2015
DAFTAR ISI
2.3 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare ... 25
2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare ... 26
2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare... 27
2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare ... 28
2.4 Kerangka Konsep ... 29
3.4.1 Metode Peengumpulan Data Kasus Diare ... 31
3.4.2 Metode Peengumpulan Suhu Udara ... 32
3.4.3 Metode Peengumpulan Curah Hujan ... 32
3.4.4 Metode Peengumpulan Kelembaban Udara ... 32
3.4.5 Metode Peengumpulan Kecepatan Angin ... 32
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 33
3.6 Teknik Analisis Data ... 36
3.6.1 Analisis Univariat ... 36
3.6.2 Analisis Bivariat ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39
4.1.1 Keadaan Geografis ... 39
4.1.2 Keadaan Demografis ... 40
4.2 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 41
4.3 Gambaran Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 43
4.4 Gambaran Suhu Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 45
4.5 Gambaran Kelembaban Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 47
4.6 Gambaran Kecepatan Angin di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 49
4.7 Analisis Normalitas Data ... 53
4.8 Analisis Korelasi Data ... 54
4.9 Analisis Regresi Liniear Sederhana ... 57
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 61
5.2 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 61
5.3 Hubungan Suhu Udara dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 63
5.5 Hubungan Kecepatan Angin dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta
Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 67
5.6 Keterbatasan Penelitian ... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1 Kesimpulan ... 70
6.2 Saran ... 71
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 40
Tabel 4.2 Data Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 41
Tabel 4.3 Data Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 .. 43
Tabel 4.4 Data Suhu Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 .... 45
Tabel 4.5 Data Kelembaban Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 47
Tabel 4.6 Data Kecepatan Angin di Kota Jakarta Pusat Tahun
2004-2013 ... 49
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian
Perbulan Tahun 2004-2013 ... 53
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian
Pertahun Tahun 2004-2013 ... 54
Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian
Perbulan Tahun 2004-2013 ... 54
Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun
2004-2013 ... 40
Grafik 2 Rerata Kasus Diare perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode
Tahun 2004-2013 ... 42
Grafik 3 Rerata Kasus Diare pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode
Tahun 2004-2013 ... 42
Grafik 4 Rerata Curah Hujan perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 ... 44
Grafik 5 Rerata Curah Hujan pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 ... 44
Grafik 6 Rerata Suhu Udara perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode
Tahun 2004-2013 ... 46
Grafik 7 Rerata Suhu Udara pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode
Tahun 2004-2013 ... 46
Grafik 8 Rerata Kelembaban Udara perbulan di Kota Jakarta Pusat
Periode Tahun 2004-2013 ... 48
Grafik 9 Rerata Kelembaban Udara pertahun di Kota Jakarta Pusat
Periode Tahun 2004-2013 ... 48
Grafik 10 Rerata Kecepatan Angin perbulan di Kota Jakarta Pusat
Periode Tahun 2004-2013 ... 50
Grafik 11 Rerata Kecepatan Angin pertahun di Kota Jakarta Pusat
Grafik 12 Gambaran Rata-rata Kasus Diare, Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin di Kota
Jakarta Pusat Perbulan pada tahun 2004-2013 ... 51
Grafik 13 Gambaran Rata-rata Kasus Diare, Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin di Kota
Jakarta Pusat Pertahun pada tahun 2004-2013 ... 52
Grafik 14 Hubungan Rata-rata Curah Hujan dengan Kasus Diare
Perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 .... 55
Grafik 15 Hubungan Rata-rata Kelembaban Udara dengan Kasus Diare Perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun
2004-2013 ... 55
Grafik 16 Hubungan Rata-rata Kecepatan Angin dengan Kasus Diare
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 77
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 78
Lampiran 3. Surat Jawaban Permohonan Izin Penelitian ... 79
Lampiran 4. Surat Kunjungan Perpustakaan ... 80
ABSTRAK
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Kota Jakarta Pusat merupakan daerah endemis diare. Iklim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya diare.
Lokasi penelitian di Kota Jakarta Pusat dengan pengambilan data yang dicatat dari tahun 2004-2013 di Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dimana unit analisisnya berupa waktu yaitu pertahun dan perbulan selama 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun 2004-2013. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat (r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat (r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan. Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p = 0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara pertahun tidak berhubungan secara signifikan.
Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan kelembaban udara perbulan berhubungan dengan kasus diare perbulan, sedangkan kecepatan angin pertahun berhubungan dengan kasus diare pertahun. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat, instansi terkait dan masyarakat dalam memanfaatkan data variasi iklim untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) diare di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit diare dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Kata Kunci : Diare, Iklim, Jakarta Pusat
ABSTRACT
Diarrhea was a public health problem in developing country like Indonesia. Jakarta Pusat was endemic diarrhea area. Climate was proponent factors of diarrhoea occurrence.
Research sites in Jakarta Pusat was done by collecting data recorded from the years 2002-2013 from Department of Health in Jakarta Pusat and Central Bureau of Statistics in DKI Jakarta Province. The design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. This research aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity and wind’s speed with the diarrhea occurrence from the years of 2004-2013 in Jakarta Pusat. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.
The results of this research, there is significant correlations of rainfall with diarrhea case per month (p = 0,031) and strong correlations (r = 0,621), have positive pattern, there is significant correlations of humidity with diarrhea (p = 0,006) and strong correlations (r = 0,739), have positive pattern, while
temperature per month and wind’s speed per month did not correlate
significantly. There is significant correlation of Wind’s speed with diarrhea per year (p = 0,025), and strong correlations (r = 0,697), have positive pattern.
Based on the research results, it was concluded that the rainfall and humidity correlated significantly with diarrhea cases per month. While the wind’s speed correlated significantly with diarrhea cases per year. Need the existence of cooperation program among Department of Health in Jakarta Pusat, relevant agencies, and society in exploiting climate variation data to prevent of diarrhea case explosion (KLB) in the future. The people always be alerted diarrhea with taking care of personal hygiene and environment.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Menurut data UNICEF dan WHO tahun 2009, diare merupakan penyebab
kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi dan nomor 5 bagi
segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor
pendukung yang menyebabkan diare adalah perubahan iklim, kondisi lingkungan
kotor dan kurang memperhatikan kebersihan makanan. (WHO, 2009)
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih
tinggi. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke 13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke
3 setelah TB dan pneumonia.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat
kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi
423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian luar
biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatam dengan jumlah kasus 8133 orang,
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4024 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Kemenkes RI, 2011).
Wilayah Indonesia pada umumnya telah terjangkit diare dan kasus diare
ditemukan di semua provinsi di Indonesia. Melalui pencatatan dan pelaporan
terhadap angka kesakitan dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare termasuk
penyakit dalam sepuluh penyakit terbanyak di DKI Jakarta. Pada tahun 2010
jumlah penderita sebesar 213.281 penderita dengan lebih dari 50 persennya
diderita oleh balita.
Berdasarkan Kemenkes (2012) dalam penelitian Ernyasih di peroleh
informasi perkembangan kasus diare dari tahun 2007-2011 di Kota Jakarta Pusat
cukup tinggi. Pada tahun 2007 jumlah kasus diare yang dilaporkaan sebanyak
35.483 kasus. Jumlah kasus diare mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu
40.796 kasus. Pada tahun 2009 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu
menjadi 29.140 kasus, namun pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi
30.812 kasus. Dan pada tahun 2011 merupakan jumlah kasus tertinggi di Jakarta
Pusat yaitu 53.608 kasus.
Iklim dan musim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi
terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu ditemukan terbatas pada
daerah geografis tertentu juga karena mereka membutuhkan reservoir dan vektor
untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat memengaruhi
kehidupan agen penyakit, reservoir, dan vektor (Sumantri, 2010).
Banyak penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim, salah satunya
kecepatan angin berpengaruh terhadap kejadian diare. Dalam tipe diare tropik
kejadian puncak terjadi pada musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan
dengan peningkatan resiko kejadian diare meskipun banyak kejadian terbukti
bersifat temporal. Hal tersebut dapat terjadi karena hujan lebat dapat
menyebabkan masuknya agen mengkontaminasi ke dalam persediaan air. Pada
saat kondisi kemarau dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih sehingga
meningkatkan resiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene (WHO,2003).
Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Indonesia dan menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia, sehingga
perlu dilakukan analisis terhadap faktor pendukung untuk pengendalian kasus
diare. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat korelasi curah
hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian diare
di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu 10 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai
tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan sehingga perlu dilakukan
analisis terhadap faktor pendukung pada lingkungan untuk pengendalian kasus
diare. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana korelasi
curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian
diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara,
dan kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama
kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kasus diare, curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara, dan kecepatan angin di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun
waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.
2. Diketahuinya gambaran kasus diare, curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara, dan kecepatan angin di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun
waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.
3. Diketahuinya korelasi curah hujan dengan kejadian kasus diare di Kota
Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
4. Diketahuinya korelasi suhu udara dengan kejadian kasus diare di Kota
Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
5. Diketahuinya korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus diare di
Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
6. Diketahuinya korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di
Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
7. Diketahuinya korelasi curah hujan dengan kejadian kasus diare di Kota
Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
8. Diketahuinya korelasi suhu udara dengan kejadian kasus diare di Kota
Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
9. Diketahuinya korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus diare di
Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
10.Diketahuinya korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di
Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
2004 sampai tahun 2013.
1.4 Hipotesis
1.4.1 Hipotesis Mayor
Ada korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan
angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh
1.4.2 Hipotesis Minor
1. Ada korelasi curah hujan dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta
Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai
tahun 2013.
2. Ada korelasi suhu udara dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta
Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai
tahun 2013.
3. Ada korelasi kelembaban udara dengan kejadian diare perbulan di Kota
Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004
sampai tahun 2013.
4. Ada korelasi kecepatan angin dengan kejadian diare perbulan di Kota
Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004
sampai tahun 2013.
5. Ada korelasi curah hujan dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta
Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai
tahun 2013.
6. Ada korelasi suhu udara dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta
Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai
tahun 2013.
7. Ada korelasi kelembaban udara dengan kejadian diare pertahun di Kota
Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004
8. Ada korelasi kecepatan angin dengan kejadian diare pertahun di Kota
Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004
sampai tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dalam
perencanaan program pencegahan dan pengendalian kasus diare di Kota
Jakarta Pusat.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan, Badan Meteorologi
maupun Pemerintah Kota Jakarta Pusat dalam membuat kebijakan terkait
perubahan iklim yang berpotensi menyebabkan diare dengan melibatkan
berbagai sektor.
3. Sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk studi yang lebih
mendalam tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit
diare.
4. Sebagai informasi bagi mahasiswa kesehatan masyarkat dan masyarakat
tentang korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan
kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare
2.1.1 Pengertian Diare
Menurut Suharyono (2008) mengutip pendapat Hipocrates diare adalah
buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal atau meingkat dan konsistensi
tinja yang lebih lembek atau cair. Menurut Kemenkes RI (2011) diare merupakan
penyakit yang terjadi ketika tejadi perubahan konsistensi feses lebih berair dari
biasanya atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang
berair tapi juga tidak berdarah dalam waktu 24 jam.
Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan yaitu diare akut
dan diare kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare
kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya frekuensi buang
air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik
secara terus-menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat
suatu penyakit besar (Suharyono, 2008).
2.1.2 Tanda dan Gejala Diare
Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare, antara lain :
1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah.
2. Gejala spesifik
a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
b. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah
Menurut Widoyono (2008) diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi
dapat terjadi ringan, sedang ataupun berat
2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya
volume darah.
3. Gangguan asam basa
Dapat terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh.
4. Hipoglikemia
Hal ini sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami mal
nutrisi. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler
5. Gangguan gizi
Hal ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan keluaran
yang berlebihan dan akan bertambah berat bila pemberian makanan
dihentikan serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi.
2.1.3 Penyebab Diare
Menurut KEPMENKES RI No. 1216/MENKES/SK/XI/2001 penyebab
diare dikelompokkan menjadi 6 golongan besar, yaitu :
1. Infeksi :
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Golongan vibrio,
Basilus cereus, Clostridium perfringen, Staphylococcus aureus,
Camphylo bacter, Aeromonas
b. Virus : rotavirus, adenovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamuba histolytica, Guardian lamblia,
Balantidium coli, cryptosporidium, Cacing perut, Ascaris, Trichuris,
Stringloides, Blastissistis
2. Mal absorbsi
3. Alergi
4. Keracunan
a. Keracunan bahan-bahan kimia
b. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
Jasad renik, algae
Ikan, buah-buahan, sayur-sayuran
5. Imunodefisiensi
6. Sebab-sebab lainnya.
2.1.4 Jenis-jenis Diare
Terdapat dua jenis diare, yaitu : (Kemenkes RI, 2010)
1. Diare akut, diare yang terjadi mendadak dan berlangsung selama beberapa
jam hingga 14 hari
2. Diare kronis, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
Menurut Suharyono (2008) yang mengutip pendapat Rendle Short
mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya infeksi, yaitu :
1. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil
(shigella), enterokolitis stafilokok
2. Diare non spesifik : diare dietetic
2.1.5 Patogenesis Diare
Patogenesis diare dalam Listiono (2010) dapat dibagi menjadi :
1. Diare oleh virus
Patogenesis terjadi diare oleh virus yaitu pertama virus masuk ke
dalam tubuh bersama makanan dan minuman, setelah sampai ke dalam
enterosit (sel epitel usus halus) menyebabkan infeksi serta kerusakan
jonjot-jonjot usus halus. Kemudian usus yang rusak digantikan oleh
enterosit yang berbentuk kuboit atau sel epitel gepeng yang belum matang,
dimana fungsinya belum optimal. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi fan
tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan
koloid osmotic usus. Kemudian terjadi motolitas usus sehingga cairan dan
makanan yang tidak terserap tadi akan terdorong keluar usus melalui anus
dan terjadilah diare.
Diare yang disebabkan oleh virus ini tidak berlangsung lama,
biasanya antar 3-4 hari dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan setelah
enterosit usus yang rusak diganti oleh entrosit yang baru, normal dan
sudah matang (mature).
2. Diare oleh bakteri
a. Bakteri non invasive :
Pathogenesis terjadinya diare oleh bakteri non invasive yaitu
pertama bakteri masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman,
setalah sampai ke dalam lambung, bakteri akan dibunuh oleh asam
lambung. Bila jumlah bakteri banyak, maka akan ada yang lolos sampai ke
usus dua belas jari. Disini bakteri akan berkembang biak hingga bisa
mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per millimeter cairan usus halus
dengan memproduksi enzim micinase, lapisan lender yang menutupi
permukaan sel epitel usus halus menjadi cair sehingga bakteri dapat masuk
ke dalam membrane epitel.
Di dalam membrane epitel, bakteri mengeluarkan toksin sub unit A
dan sub unit B serta CAMP (cyclic adenosine monophosphate) yang
merangsang sekresi cairan usus dibagian cripta villi dan menghambat
absorbsi cairan di bagian apical villi tanpa menimbulkan kerusakan sel
bertambah banyak sehingga lumen usus mengelembung dan tegang,
kemudian dinding usus mengadakan kontruksi sehingga hipermolitas dan
hiperperistaltik untuk mengeluarkan cairan ke usus besar kemudian keluar
anus. Dalam keadaan normal usus besar mempunyai kemampuan
mengabsorbsi sampai dengan 4500 ml, apabila melebihi kapasitas akan
terjadi diare.
b. Diare bakteri invansive
Pathogenesis tejadinya diare bakteri invansive hamoit sama
prinsipnya dengan terjadinya diare yang disebabkan oleh baktei non
invansive. Perbedaannya bakteri Salmonella sp dan Shigella sp dapat
menimbulkan mukosa usus halus sehingga dapat ditemukan adanya darah
dalam tinja dan dapat menimbulkan reaksi sistematik seperti demam, kram
perut dan sebagainya.
2.1.6Teori Simpul Diare
Pathogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan
dapat digambarkan dalam teori Simpul. Teori simpul tersebut menggambarkan
interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit
dengan manusia. Berdasarkan teori simpul (Ahmadi) faktor-faktor yang
mempengaruhi diare antara lain sebagai berikut :
a. Agent
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral atara lain
melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung
perantara yaitu vektor binatang seperti lalat, tikus, kecoa dan lain-lain.
Binatang tersebut dapat menjadi penyebaran kuman tidak langsung
karena kontak langsung dengan feses yang mengandung kuman
penyebab diare lalu mengkontaminasi makanan dan minuman.
b. Media transmisi
Lingkungan biologis seperti vektor penyakit tertentu terutama
penyakit menular.
Keadaan iklim yang dapat mempengaruhi diare seperti curah
hujan yang tinggi dapat menimbulkan sumber air dapat tercemar,
suhu udara dan kelembaban udara yang mempengaruhi tumbuh
kembang mikroorganisme dan vektor.
Diare biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi lingkungan
yang buruk (Kemenkes, 2010).
c. Host atau penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari
luar maupun dari dalam tubuh sendiri.
Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk
kebiasaan hidup yang tidak sehat, misalnya memberikan susu
formula dalam botol kepada bayi, karena memakai botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman dan menimbulkan diare.
Gizi kurang.
Tidak mendapatkan ASI sehingga mempengaruhi kondisi imunitas
2.1.7Pencegahan Diare
Menurut Kemenkes RI tahun 2010, pencegahan diare dapat dilakukan antara lain :
1. Perilaku sehat
a. Pemberian ASI
b. Makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Mencuci tangan
e. Menggunakan jamban
f. Membuang tinja bayi yang benar
g. Pemberian imunisasi campak
2. Penyehatan lingkungan
a. Penyediaan air bersih
Air mempunyai peran besar dalam penyebaran beberapa
penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit
disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu dan sangat
baik untuk kehidupan mikroorganisme (Rahadi, 2005).
Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu
penyakit melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air
(water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air
(water washed disease) (Chandra, 2007).
Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang
ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui
tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang
telah dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran air bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya
memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum
apabila dimasak.
Kesehatan lingkungan dengan penyediaan air bersih, yakni
pengamanan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan
dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang dipergunakan
untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau mencukupi
dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah
ditetapkan. Pentingnya air bersih berkualitas baik perlu disediakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar kebutuhan dasar dalam
mencegah penyebaran penyakit menular melalui air (Ginanjar,
2008).
Hasil penelitian dari Febriani, Emi (2013) dapat
disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan
air bersih dengan kejadian diare pada anak di wilayah kerja
Hasil penelitian Fauziah (2013) juga menyimpulkan ada
hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan
Bantar Gebang tahun 2013 (p = 0,023).
Air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia harus
berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber
air yang bersih dan aman tersebut antara lain: (Mubarak dan
Chayatin, 2009) :
Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
Tidak berasa dan tidak berbau
Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangga
Memenuhi standart minimal yang ditentukan Departemen
Kesehatan RI
b. Pengelolaan sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah
tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak
digunakan dalam suatu kegiatan manusia atau dibuang
(Notoatmodjo, 2003).
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat
berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus,
disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pembuangan
sampah dengan kejadian diare pada anak (p = 0,035).
Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, hasil penelitian
Lindayani, Sintari dan Azizah, R (2009) dapat disimpulkan ada
hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian
diare pada balita di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten
Tulungagung (p= 0,004), hubungan ini ditunjukan dengan angka
kejadian diare pada balita lebih besar pada responden yang
memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat.
Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang
tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena
itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit(Kemenkes RI, 2010).
Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat
yang baik, diantaranya tahap pengumpulan dan penyimpanana di
tempat sumber, tahap pengangkutan dan tahap pemusnaahan
(Sumantri, 2010).
c. Sarana pembuangan air limbah
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air
limbah yang dibuang tanpa pengelolahan ke dalam suatu badan air.
berwujud cair. Air limbah dapar berasal dari rumah tangga maupun
industri.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan dampak buruk baik terhadap mahkluk hidup dan
maupun lingkungannya. Salah satu dampak buruknya terhadap
mahkluk hidup adalah gangguan kesehatan. Air limbah dapat
mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit
bawaan air (waterborne disease) salah satunya adalah diare.
adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat
menjadi sarang vektor penyakit misalnya nyamuk, lalat, kecoa,
tikus dan lain-lain (Sumantri, 2010) .
Hasil penelitian Lindayani, Sintari dan Azizah, R (2009)
dapat disimpulkan ada hubungan antara sarana pembuangan air
limbah dengan kejadian diare di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut
Kabupaten Tulungagung (p= 0,048), secara umum pembuangan air
limbah warga masih menggunakan galian tanah dan saluran
tersebut tidak lancar, terbuka dan menimbulkan bau.
Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk
mengelola air limbah, diantaranya (Mubarak dan Chayatin, 2009) :
1. Pengenceran (disposal by dilution)
2. Kolam oksidasi (oxidation ponds)
2.2 IKLIM
2.2.1 Pengertian Iklim
Dalam memahami masalah iklim, tentunya harus dibedakan dua
terminologi, yakni cuaca dan iklim. Iklim dan cuaca memiliki banyak kesamaan,
tetapi keduanya tidak identik. Cuaca adalah total dari keseluruhan variabel
atmosfer di suatu tempat dalam suatu periode waktu yang singkat. Sedangkan
iklim merupakan suatu konsep yang abstrak. Ini merupakan suatu komposit dari
keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer, di dalam suatu kawasan
tertentu dalam jangka waktu yang panjang ( Trewartha, GT & Horn, LH, 1995) .
2.2.2 Unsur-Unsur Iklim 2.2.2.1 Suhu Udara
Udara adalah campuran dari miliaran atom yang tak terhitung jumlahnya.
Masing-masing molekul tersebut memiliki ukuran dan karakteristik tersendiri.
Molekul tersebut setiap waktu bergerak dan melesat bebas dan saling
bertumbuknya molekul tersebut akan menghasilkan sebuah energi. Suhu yang
terbentuk di udara merupakan hasil dari energi yang terjadi dari pertumbukan
molekul-molekul di udara (Ahrens, 2009).
Suhu udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer.
Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan yang biasa digunakan adalah
derajat Celcius (0C), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan
dalam gerajat Fahrenheit (0F) .
1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim.
2. Pengaruh daratan atau lautan.
3. Pengaruh ketinggian tempat.
4. Pengaruh angin secara secara tidak langsung.
5. Pengaruh panaas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer.
6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai
temperature yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.
7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.
8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar matahari yang tegak lurus
akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.
Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan, musiman dan
tahunan.
1. Suhu rata-rata harian, yaitu
a. dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari
tersebut, selanjutnya dibagi dua, dan
b. dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya
dibagi 24
2. Suhu rata-rata bulanan, yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu
darian selanjutnya dibagi 30
3. Suhu rata-rata tahunan, yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata
bulanan, dan selanjutnya dibagi 12
4. Suhu normal adalah angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30
2.2.2.2 Curah Hujan
Menurut Hermansyah (2008) mengutip pendapat Gunawan, curah hujan
adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat
untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain Gauge. Curah hujan yang
jatuh di wilayah Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Bentuk medan atau topografi
b. Arah lereng medan
c. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai
d. Jarak perjalanan angin di atas medan datar
Ada teori yang menjelaskan proses terjadinya hujan, yaitu teori kristal es
dan teori tumbukan. Berdasarkan teori kristal es, butiran air hujan berasal dari
Kristal es atau salju mencair. Kristal es terbentuk pada awan-awan tinggi akibat
deposisi uap air pada inti kondensasi. Apabila semakin banyak uap air yang
terikat pada inti kondensasi ini, maka ukuran Kristal menjadi besar dan terlalu
besar untuk melayang. Dengan dipengaruhi gaya gravitasi bumi, maka akan jatuh
dalam perjalanannya menuju kepermukaan bumi, maka akan jatuh dalam
perjalanannya menuju kepermukaan bumi, Kristal es tersebut melewati udara
panas sehingga mencair menjadi butiran air hujan. Teori tumbukan berdasarkan
fakta yaitu ukuran butiran air tidak seragam, sehingga kecepatan jatuhnya
berbeda. Butiran yang berukuran besar akan jatuh dengan kecepatan lebih tinggi
di banding butiran yang lebih kecil sehinggga dalam proses jatuhnya, ukuran yang
Menurut Lakitan (2002) mengutip pendapat Mori et.al membagi tingkatan
hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu :
1. sangat lemah (kurang dari 0,02 mm/menit),
2. lemah (0,02-0,05 mm/menit),
3. sedang (0,05-0,25 mm/menit),
4. deras (0,25-1,00 mm/menit) dan
5. sangat deras (lebih dari 1,00 mm/menit).
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan
analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. rendah (0-100 mm)
2. menengah/ sedang (101-200 mm)
3. tinggi (201-400 mm)
4. sangat tinggi (400- >500 mm)
Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan
Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat
daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan
mendatangkan hujan di wilayah Indonesia.
Keberadaan benua Asia dan Australia yang mengapit kepulauan Indonesia
mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting perannya dalam
mempengaruhi pola curah hujan.
Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan
April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua
Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali
mengandung uap air (Lakitan, 2002).
2.2.2.3Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam
massa udara pada saat dan tempat tertentu yang dinyatakan dalam persen (%)
(Hermansyah, 2008). Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara
adalah psychrometer atau hygrometer.
Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu :
a. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air
persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram/ m3.
b. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air dengan
massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu, dinyatakan
dalam g/kg.
c. Kelembaban nisbi atau lembaban relative, yaitu perbandingan antara
tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi
jenuh, dinyatakan dalam % (Katasapoetra, 2008).
2.2.2.4Kecepatan angin
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara
bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah.
Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin dating (Tyasyono, 2004).
Kecepatan angin adalah rata-rata laju pergerakan angin yang merupakan
dari hasil pengukuran harian dan dirata-ratakan setiap bulan dan memiliki satuan
knot (Neiburger, 1995). Kecepatan angin di wilayah Indonesia umumnya terutama
wilayah dekat garis ekuator. Kecepatan angin yang diukur di Jakarta menunjukan
perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau (Tjasyono, 2004).
2.3Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare
Iklim dapat memengaruhi ekosistem, habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara tidak langsung. Disamping itu,
adanya peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi
beberapa parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang
ditularkan oleh serangga. Dengan demikian, iklim dan kejadian penyakit memiliki
hubungan yang erat, terutama terjadinya berbagai penyakit menular (Achmadi,
2011).
Hubungan secara tidak langsung antara musim hujan dengan kejadian
penyakit, misalnya kejadian berbagai penyakit menular wilayah urban terutama
daerah padat penduduk seperti diare. Perubahan iklim global juga menyebabkan
beberapa daerah tropis di Pasifik mendapat curah hujan yang meningkat pesat,
sehingga mengakibatkan banjir, gangguan drainase atau terjadi surplus air,
sementara di daerah lain air mengalami kekeringan (Achmadi, 2012). Hampir 90
% kasus diare yang terjadi diakibatkan oleh akses air bersih yang kurang, air
minum yang tidak aman dan sanitasi yang kurang baik (WHO, 2009).
Bebeda dengan penyakit malaria dan demam berdarang dengue, penyakit
diare tidak berkolerasi dengan musim pancaroba. Kejadian diare sangat
perubahan iklim, ketersediaan air bersih dan kondisi sanitasi suatu daerah
dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, potensi banjir dan potensi
kekeringan, semua itu akan berdampak secara tidak langsung bagi timbulnya
penyakit diare. (Bappenas,2010).
2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare
Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan
kerugian bagi kesehatan (Haines, dkk, 2002). Perubahan suhu berhubungan
dengan perubahan dinamika siklus terhadap spesies vektor dan organism pathogen
seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan meningkatkan potensi transmisi
penyebab penyakit (WHO, 2003). Jenis mikroorganisme tergantung pada suhu,
seperti bakteri pathogen dan telur cacing dapat hidup selama kurang lebih 5 hari
dalam kondisi yang basah dan lembab pada tanah berpasir ataupun kurang lebih 3
bulan dalam air buangan (Kusnoputranto, 2000).
Pada musim hujan, suhu yang rendah dapat menyebabkan kuman diare
dapat berkembang dengan cepat dan begitu pula dengan perkembangan serangga
vektor seperti tikus, kecoa, lalat.
Pada tahun 1997 ketika suhu lebih tinggi dari suhu normal selama kejadian
El nino, banyak pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan diare dan dehidrasi
di Lima, Peru. Analisis time series data harian rumah sakit menguatkan efek suhu
pada kunjungan rumah sakit karena diare dengan estimasi peningkatan 8% setiap
peningkatan suhu 10C (WHO, 2003).
Berdasarkan pendapat Ernayasih 2012 yang mengutip pernyataan WHO
kejadian diare di Pulau Fiji tahun 1978-1992, diperkirakan kenaikan 3% dalam
kejadian diare perpeningkatan suhu 10C.
Berdasarkan Kurniawan (2009) yang mengutip hasil penelitian Kolstad &
Johnsson dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu 10C akan menyebabkan
peningkatan kasus diare sebesar 5% dan diestimasikan perubahan suhu 10C
menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 0-10%. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Nersan (2006) suhu udara memiliki hubungan atas
peningkatan prevalensi diare di Kota Palembang pada tahun 2000-2004. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang lemah antara peningkatan suhu
dan prevalensi diare (r=0,11), yang dapat diartikan bahwa peningkatan suhu
sebesar 10C meningkatkan prevalensi diare sebanyak 1 per 1000 penduduk.
2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare
Pada tipe penyakit diare tropik, kejadian puncak terjadi pada musim
penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian
diare. Hal tersebut dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi dapat
menyebabkan banjir sehingga menyebabkan terkotaminasinya persediaan air
bersih dan menimbulkan wabah penyakit diare dan leptospirosis, pada saat
kondisi kemarau panjang dapat mengurangi persediaan air bersih sehingga
meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene seperti diare
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).
Pola hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai organism yang dapat
menyebarkan penyakit, hujan dapat mencemari air dengan cara memindahkan
kriptosporodium, giardia dan E.coli yang dapat menimbulkan penyakit diare
(Lapan, 2009).
Menurut penelitian Rico Kurniawan (2009) jumlah curah hujan dengan
kejadian diare di Kota Jakarta Selatan tahun 2007-2011 memiliki hubungan yang
bermakna. Hubungan yang terjadi bersifat positif dan kekuatannya sedang (r=
0,370).
2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare
Menurut Kurniawan (2009) yang mengutip pendapat Kolstad &
Johansoon, selain temperatur atau suhu, faktor iklim lainnya seperti curah hujan,
kelembaban realtif, tekanan udara juga memiliki kontribusi yang cukup penting
dalam perubahan kasus diare. Namun hal itu juga sangat berkaitan erat dengan
agen pathogen, kualitas air dan infrastruktur sanitasi yang ada disebuah wilayah.
Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang
kurang dapat menyebabkan mikroorganisme penyebab diare berkembang biak
dengan baik dan membuat perkembangan lebih cepat untuk vektor seperti tikus,
kecoa dan lalat (WHO, 2003).
Berdasarkan pendapat Ernayasih (2012) yang mengutip hasil penelitian
Checkley et, al dengan menggunakan model time series untuk melihat dampak
kelembaban yang tinggi dengan penderita diare dibawah 10 tahun di Lima Peru,
hasilnya menunjukan ada peningkatan jumlah kasus diare sebesar 8% untuk setiap
peningkatan kelembaban 1%.
Kelembaban udara relatif menunjukan ada hubungan yang bermakna
Selain itu, hubungan yang terjadi bersifat negative, yang dapat diartikan bahwa
semakin rendah kelembaban udara maka prevalensi diare semakin tinggi.
Penurunan kelembaabn udara sebesar 1% dapat mengakibatkan peningkatan
prevalensi diare sebesar 1 per 1000 penduduk (Nersan, 2006).
2.3.4 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Kejadian Diare
Untuk infeksi karena vektor penyakit, distribusi dan peningkatan
organisme vektor dan penjamu (host) dipengaruhi oleh faktor fisik seperti angin
serta faktor biotik seperti vegetasi, spesies penjamu, predator, kompetitior, parasit
dan intervensi manusia. Hal ini dapat meningkatkan kejadian diare karena
penularan tidak langsung yang disebabkan vector borne disease (WHO, 2003).
2.4 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Curah Hujan
Suhu Udara
Kelembaban Udara
Kecepatan Angin
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi ekologi menurut waktu (ecological time
trend study). Studi ekologi menurut waktu adalah pengamatan dari waktu ke
waktu mengenai korelasi frekuensi angka kesakitan dan kematian karena suatu
penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat dengan usaha kesehatan atau faktor
resiko yang terdapat dimasyarakat (Chandra,2008).
Hasil studi ekologi tidak dapat menjelaskan bahwa ada faktor resiko lain
yang ikut berpengaruh terhadap penyakit yang sama karena data individu tidak
diperoleh. Namun demikian, hasil studi ini dapat digunakan untuk studi
epidemiologi lebih lanjut (Soemirat, 2010).
Unit analisisnya menggunakan data agregat populasi yaitu jumlah kasus
penyakit diare perbulan di Kota Jakarta Pusat dengan memakai data sekunder
pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dan data iklim dari
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Pusat pada bulan Januari
sampai dengan bulan Juni 2015. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan oleh
pertimbangan Kota Jakarta Pusat adalah wilayah yang angka kasus diarenya tinggi
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota
Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari dokumen atau laporan
kasus diare Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, data hasil pengukuran suhu udara,
curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota
Jakarta Pusat yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus diare Dinas
Kesehatan Jakarta Pusat dan data hasil pengukuran suhu udara, curah hujan,
kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.. Pada penelitian ini tidak
dilakukan sampling karena populasi diambil semua untuk dianalisis.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 diambil dari Dinas
Kesehatan Jakarta Pusat. Data iklim yang berupa suhu udara, curah hujan,
kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 diambil dari
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
3.4.1 Metode Pengumpulan Data Kasus Diare
Data kasus diare didapatkan dari Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang
3.4.2 Metode Pengumpulan Data Suhu Udara
Data suhu udara merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004
sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi
DKI Jakarta.
3.4.3 Metode Pengumpulan Data Curah Hujan
Data curah hujan merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004
sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi
DKI Jakarta.
3.4.4 Metode Pengumpulan Data Kelembaban Udara
Data kelembaban udara merupakan hasil pengukuran dari bulan januari
2004 sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik
Provinsi DKI Jakarta.
3.4.5 Metode Pengumpulan Data Kecepatan Angin
Data kecepatan angin merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004
sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional
3.6 Metode Analisis Data
Data iklim yang berupa curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara
berbentuk data bulanan diolah menjadi data rata-rata tahunan dan data rata-rata
bulanan selama 10 tahun. Sedangkan data kasus diare didapatkan dalam bentuk
data bulanan diolah menjadi data tahunan dan data bulanan selama 10 tahun.
Selanjutnya data dianalisis dengan metode statistik menggunakan komputer.
3.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat secara statistik digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini meliputi suhu udara,
curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan kejadian kasus diare di Kota
Jakarta Pusat menurut data tahunan dan bulanan selama 10 tahun.
3.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat secara statistik dengan menggunakan regresi linier dan
korelasi untuk menganalisis derajat atau keeratan hubungan antara faktor iklim
yang meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin
dengan kasus diare di Jakarta Pusat serta mengetahui bentuk hubungan antara dua
variabel. Uji korelasi untuk menentukan koefisien korelasi (r), kuat hubungan
dapat diperoleh dari formulasi berikut :
Nilai korelasi (r) berkisar 0 sampai dengan 1 atau bila dengan disertai arahnya
nilainya -1 sampai dengan +1.
r= 0 tidak ada korelasi linier
r = +1 korelasi linier positif sempurna atau kuat
Selain untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga
untuk mengetahui arah hubungan dua variabel. Hubungan dua variabel dapat
berpola positif maupun negative. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu
variabel independen diikuti kenaikan variabel dependen yang lain, sedangkan
hubungan negative dapat terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti
penurunan variabel dependen yang lain.
Menurut Colton kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi
dalam empat area, yaitu (Rahmat, 2011) :
r = 0,00-0,25 tidak ada korelasi/ korelasi lemah
r = 0,26-0,50 hubungan sedang
r = 0,51-0,75 hubungan kuat
r = 0,76-1,00 hubungan sangat kuat
Selanjutnya untuk mengetahui bentuk korelasi dua variabel dilakukan
analisis regresi. Analisis regresi yang kemudian dilakukan bertujuan untuk
mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih. Tujuan analisis regresi
adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai variabel kasus diare (variabel
dependen) melalui variabel iklim (variabel independen). Untuk melakukan
prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil (least square). Secara matematis persamaan garis sebagai
berikut :
Sedangkan untuk menghitung koefisien regresi variabel bebas (b) dirumuskan
sebagai berikut:
Ket :
Y = variabel dependen
X = variabel independen
a = intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0
b = slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X
berubah satu unit pengukuran
Koefisien regresi variabel bebas bisa bertanda positif atau negatif. Jika
bertanda positif, bermakna memberikan pengaruh yang searah antara perubahan
variabel dengan variabel terikat. Dengan kata lain jika besarnya nilai faktor curah
hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin bertambah naik maka
jumlah kasus diare pada balita (variabel terikat) mengalami kenaikan proporsional
dengan besarnya nilai koefisien regresi variabel bebas tersebut. Demikian juga
sebaliknya, apabila koefisien regeresi variabel bebas bernilai negatif maka
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis
Kota Jakarta Pusat adalah salah satu daerah otonom dan merupakan pusat
dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Secara geofrafis wilayah Kota Jakarta
Pusat terletak di 1060 22’ 42” Bujur Timur – 1060 58’ 18” Bujur Barat dan 50 19’ 12” Lintang selatan – 60 23’ 54” Lintang Utara, dengan luas wilayah 48,13 km2
dengan batas sebagai berikut :
Batas Utara : Jakarta Utara dan Jakarta Barat
Batas Timur : Jakarta Timur
Batas Selatan : Jakarta Selatan dan Jakarta Timur
Batas Barat : Jakarta Barat dan Jakarta Selatan
Permukaan tanah Jakarta Pusat relative datar, terletak sekitar 4 meter di
atas permukaan laut dan luas wilayahnya 48,13 km2. Kota Jakarta Pusat terdiri
dari 8 kecamatan yaitu Tanah Abang, Menteng, Senen, Johar Baru, Cempaka
4.1.2 Keadaan Demografis
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 (jiwa)
Tahun Total Jumlah Penduduk Kota Jakarta Pusat
2004 893.195
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004-2013
Jumlah penduduk Kota Jakarta Pusat dari tahun 2004 sampai dengan tahun
2013 dapat dilihat pada tabel 4.1.
Grafik 1. Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013