• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI

KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013

SKRIPSI

Oleh : LIDIA OKTAVIA

NIM. 111000086

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI

KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : LIDIA OKTAVIA

NIM. 111000086

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Kota Jakarta Pusat merupakan daerah endemis diare. Iklim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya diare.

Lokasi penelitian di Kota Jakarta Pusat dengan pengambilan data yang dicatat dari tahun 2004-2013 di Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dimana unit analisisnya berupa waktu yaitu pertahun dan perbulan selama 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun 2004-2013. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat (r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat (r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan. Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p = 0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara pertahun tidak berhubungan secara signifikan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan kelembaban udara perbulan berhubungan dengan kasus diare perbulan, sedangkan kecepatan angin pertahun berhubungan dengan kasus diare pertahun. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat, instansi terkait dan masyarakat dalam memanfaatkan data variasi iklim untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) diare di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit diare dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Kata Kunci : Diare, Iklim, Jakarta Pusat

(5)

ABSTRACT

Diarrhea was a public health problem in developing country like Indonesia. Jakarta Pusat was endemic diarrhea area. Climate was proponent factors of diarrhoea occurrence.

Research sites in Jakarta Pusat was done by collecting data recorded from the years 2002-2013 from Department of Health in Jakarta Pusat and Central Bureau of Statistics in DKI Jakarta Province. The design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. This research aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity and wind’s speed with the diarrhea occurrence from the years of 2004-2013 in Jakarta Pusat. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.

The results of this research, there is significant correlations of rainfall with diarrhea case per month (p = 0,031) and strong correlations (r = 0,621), have positive pattern, there is significant correlations of humidity with diarrhea (p = 0,006) and strong correlations (r = 0,739), have positive pattern, while

temperature per month and wind’s speed per month did not correlate

significantly. There is significant correlation of Wind’s speed with diarrhea per year (p = 0,025), and strong correlations (r = 0,697), have positive pattern.

Based on the research results, it was concluded that the rainfall and humidity correlated significantly with diarrhea cases per month. While the wind’s speed correlated significantly with diarrhea cases per year. Need the existence of cooperation program among Department of Health in Jakarta Pusat, relevant agencies, and society in exploiting climate variation data to prevent of diarrhea case explosion (KLB) in the future. The people always be alerted diarrhea with taking care of personal hygiene and environment.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lidia Oktavia

Tempat Lahir : Jakarta

Tanggal Lahir : 17 Oktober 1993

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Berman Panogaran Sitompul

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Resdiana Nainggolan

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal :

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri Tengah 02 Jakarta

2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 126 Jakarta

3. Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 93 Jakarta

4. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas

kasih dan anugrah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan

Angin) dengan Kejadia Diare di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013,

guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran

kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini.

5. dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku Dosen Peguji I yang telah memberikan

(8)

6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji II yang

telah memberikan saran kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Alm. dr. Mohd Arifin Siregar, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di FKM

USU.

8. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan ilmu kepada

penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

9. Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dan seluruh staf yang

telah membantu penulis dalam penelitian.

10.Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dan seluruh staf yang

telah membantu penulis dalam penelitian.

11.Teristimewa untuk kedua orang tuaku terkasih Bapakku Berman Sitompul

dan Mamaku Resdiana Nainggolan S.Pd, yang telah memberikan

dukungan dan doa kepada penulis selama ini, Abangku Bang Fredi dan

Bang Parlin juga Kakakku Ka Tiur yang telah mendukung dan

memberikan semangat dalam mengikuti pendidikan.

12.Sepupuku tersayang Mega Trihapsari dan Debora Natalia yang selalu

memberikan semangat menyelesaikan pendidikan penulis.

13.My VIP Calvin Lukas Sentosa Nababan yang selalu mendukung,

memberikan semangat dan selalu mendoakan penulis.

14.Sahabatku Purnama, Aphrodite dan Ulan yang walaupun berjauhan selalu

(9)

15.Teman seperjuangan Rani, Desi, Kiki dan Gaby, terimakasih untuk semua

kebersamaan, canda tawa dan dukungan selama proses perkuliahan.

16.Adikku Deswita, terimakasih telah memberikan semangat dan dukungan

selama ini terutama dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua oihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu

pengetahuan.

Medan, Juli 2015

(10)

DAFTAR ISI

2.3 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare ... 25

2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare ... 26

2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare... 27

2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare ... 28

(11)

2.4 Kerangka Konsep ... 29

3.4.1 Metode Peengumpulan Data Kasus Diare ... 31

3.4.2 Metode Peengumpulan Suhu Udara ... 32

3.4.3 Metode Peengumpulan Curah Hujan ... 32

3.4.4 Metode Peengumpulan Kelembaban Udara ... 32

3.4.5 Metode Peengumpulan Kecepatan Angin ... 32

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.6 Teknik Analisis Data ... 36

3.6.1 Analisis Univariat ... 36

3.6.2 Analisis Bivariat ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Keadaan Geografis ... 39

4.1.2 Keadaan Demografis ... 40

4.2 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 41

4.3 Gambaran Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 43

4.4 Gambaran Suhu Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 45

4.5 Gambaran Kelembaban Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 47

4.6 Gambaran Kecepatan Angin di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 49

4.7 Analisis Normalitas Data ... 53

4.8 Analisis Korelasi Data ... 54

4.9 Analisis Regresi Liniear Sederhana ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 61

5.1 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 61

5.2 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 61

5.3 Hubungan Suhu Udara dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 63

(12)

5.5 Hubungan Kecepatan Angin dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta

Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 67

5.6 Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 40

Tabel 4.2 Data Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 41

Tabel 4.3 Data Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 .. 43

Tabel 4.4 Data Suhu Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 .... 45

Tabel 4.5 Data Kelembaban Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 47

Tabel 4.6 Data Kecepatan Angin di Kota Jakarta Pusat Tahun

2004-2013 ... 49

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Perbulan Tahun 2004-2013 ... 53

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Pertahun Tahun 2004-2013 ... 54

Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Perbulan Tahun 2004-2013 ... 54

Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun

2004-2013 ... 40

Grafik 2 Rerata Kasus Diare perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 42

Grafik 3 Rerata Kasus Diare pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 42

Grafik 4 Rerata Curah Hujan perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 ... 44

Grafik 5 Rerata Curah Hujan pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 ... 44

Grafik 6 Rerata Suhu Udara perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 46

Grafik 7 Rerata Suhu Udara pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 46

Grafik 8 Rerata Kelembaban Udara perbulan di Kota Jakarta Pusat

Periode Tahun 2004-2013 ... 48

Grafik 9 Rerata Kelembaban Udara pertahun di Kota Jakarta Pusat

Periode Tahun 2004-2013 ... 48

Grafik 10 Rerata Kecepatan Angin perbulan di Kota Jakarta Pusat

Periode Tahun 2004-2013 ... 50

Grafik 11 Rerata Kecepatan Angin pertahun di Kota Jakarta Pusat

(15)

Grafik 12 Gambaran Rata-rata Kasus Diare, Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin di Kota

Jakarta Pusat Perbulan pada tahun 2004-2013 ... 51

Grafik 13 Gambaran Rata-rata Kasus Diare, Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin di Kota

Jakarta Pusat Pertahun pada tahun 2004-2013 ... 52

Grafik 14 Hubungan Rata-rata Curah Hujan dengan Kasus Diare

Perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 .... 55

Grafik 15 Hubungan Rata-rata Kelembaban Udara dengan Kasus Diare Perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun

2004-2013 ... 55

Grafik 16 Hubungan Rata-rata Kecepatan Angin dengan Kasus Diare

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 77

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 78

Lampiran 3. Surat Jawaban Permohonan Izin Penelitian ... 79

Lampiran 4. Surat Kunjungan Perpustakaan ... 80

(17)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Kota Jakarta Pusat merupakan daerah endemis diare. Iklim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya diare.

Lokasi penelitian di Kota Jakarta Pusat dengan pengambilan data yang dicatat dari tahun 2004-2013 di Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dimana unit analisisnya berupa waktu yaitu pertahun dan perbulan selama 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun 2004-2013. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat (r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat (r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan. Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p = 0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara pertahun tidak berhubungan secara signifikan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan kelembaban udara perbulan berhubungan dengan kasus diare perbulan, sedangkan kecepatan angin pertahun berhubungan dengan kasus diare pertahun. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat, instansi terkait dan masyarakat dalam memanfaatkan data variasi iklim untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) diare di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit diare dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Kata Kunci : Diare, Iklim, Jakarta Pusat

(18)

ABSTRACT

Diarrhea was a public health problem in developing country like Indonesia. Jakarta Pusat was endemic diarrhea area. Climate was proponent factors of diarrhoea occurrence.

Research sites in Jakarta Pusat was done by collecting data recorded from the years 2002-2013 from Department of Health in Jakarta Pusat and Central Bureau of Statistics in DKI Jakarta Province. The design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. This research aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity and wind’s speed with the diarrhea occurrence from the years of 2004-2013 in Jakarta Pusat. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.

The results of this research, there is significant correlations of rainfall with diarrhea case per month (p = 0,031) and strong correlations (r = 0,621), have positive pattern, there is significant correlations of humidity with diarrhea (p = 0,006) and strong correlations (r = 0,739), have positive pattern, while

temperature per month and wind’s speed per month did not correlate

significantly. There is significant correlation of Wind’s speed with diarrhea per year (p = 0,025), and strong correlations (r = 0,697), have positive pattern.

Based on the research results, it was concluded that the rainfall and humidity correlated significantly with diarrhea cases per month. While the wind’s speed correlated significantly with diarrhea cases per year. Need the existence of cooperation program among Department of Health in Jakarta Pusat, relevant agencies, and society in exploiting climate variation data to prevent of diarrhea case explosion (KLB) in the future. The people always be alerted diarrhea with taking care of personal hygiene and environment.

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menurut data UNICEF dan WHO tahun 2009, diare merupakan penyebab

kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi dan nomor 5 bagi

segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor

pendukung yang menyebabkan diare adalah perubahan iklim, kondisi lingkungan

kotor dan kurang memperhatikan kebersihan makanan. (WHO, 2009)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih

tinggi. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan

penyebab kematian peringkat ke 13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan

berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke

3 setelah TB dan pneumonia.

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat

kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/1000

penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi

423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian luar

biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada

tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatam dengan jumlah kasus 8133 orang,

kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan

(20)

sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah

penderita 4024 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Kemenkes RI, 2011).

Wilayah Indonesia pada umumnya telah terjangkit diare dan kasus diare

ditemukan di semua provinsi di Indonesia. Melalui pencatatan dan pelaporan

terhadap angka kesakitan dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare termasuk

penyakit dalam sepuluh penyakit terbanyak di DKI Jakarta. Pada tahun 2010

jumlah penderita sebesar 213.281 penderita dengan lebih dari 50 persennya

diderita oleh balita.

Berdasarkan Kemenkes (2012) dalam penelitian Ernyasih di peroleh

informasi perkembangan kasus diare dari tahun 2007-2011 di Kota Jakarta Pusat

cukup tinggi. Pada tahun 2007 jumlah kasus diare yang dilaporkaan sebanyak

35.483 kasus. Jumlah kasus diare mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu

40.796 kasus. Pada tahun 2009 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu

menjadi 29.140 kasus, namun pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi

30.812 kasus. Dan pada tahun 2011 merupakan jumlah kasus tertinggi di Jakarta

Pusat yaitu 53.608 kasus.

Iklim dan musim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi

terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu ditemukan terbatas pada

daerah geografis tertentu juga karena mereka membutuhkan reservoir dan vektor

untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat memengaruhi

kehidupan agen penyakit, reservoir, dan vektor (Sumantri, 2010).

Banyak penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim, salah satunya

(21)

kecepatan angin berpengaruh terhadap kejadian diare. Dalam tipe diare tropik

kejadian puncak terjadi pada musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan

dengan peningkatan resiko kejadian diare meskipun banyak kejadian terbukti

bersifat temporal. Hal tersebut dapat terjadi karena hujan lebat dapat

menyebabkan masuknya agen mengkontaminasi ke dalam persediaan air. Pada

saat kondisi kemarau dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih sehingga

meningkatkan resiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene (WHO,2003).

Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Indonesia dan menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia, sehingga

perlu dilakukan analisis terhadap faktor pendukung untuk pengendalian kasus

diare. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat korelasi curah

hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian diare

di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu 10 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai

tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih

tinggi. Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan sehingga perlu dilakukan

analisis terhadap faktor pendukung pada lingkungan untuk pengendalian kasus

diare. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana korelasi

curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian

diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun

(22)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara,

dan kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama

kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kasus diare, curah hujan, suhu udara, kelembaban

udara, dan kecepatan angin di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun

waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran kasus diare, curah hujan, suhu udara, kelembaban

udara, dan kecepatan angin di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun

waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

3. Diketahuinya korelasi curah hujan dengan kejadian kasus diare di Kota

Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

4. Diketahuinya korelasi suhu udara dengan kejadian kasus diare di Kota

Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

5. Diketahuinya korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus diare di

Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

(23)

6. Diketahuinya korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di

Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

7. Diketahuinya korelasi curah hujan dengan kejadian kasus diare di Kota

Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

8. Diketahuinya korelasi suhu udara dengan kejadian kasus diare di Kota

Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

9. Diketahuinya korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus diare di

Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

10.Diketahuinya korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di

Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun

2004 sampai tahun 2013.

1.4 Hipotesis

1.4.1 Hipotesis Mayor

Ada korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan

angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh

(24)

1.4.2 Hipotesis Minor

1. Ada korelasi curah hujan dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta

Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai

tahun 2013.

2. Ada korelasi suhu udara dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta

Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai

tahun 2013.

3. Ada korelasi kelembaban udara dengan kejadian diare perbulan di Kota

Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004

sampai tahun 2013.

4. Ada korelasi kecepatan angin dengan kejadian diare perbulan di Kota

Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004

sampai tahun 2013.

5. Ada korelasi curah hujan dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta

Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai

tahun 2013.

6. Ada korelasi suhu udara dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta

Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai

tahun 2013.

7. Ada korelasi kelembaban udara dengan kejadian diare pertahun di Kota

Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004

(25)

8. Ada korelasi kecepatan angin dengan kejadian diare pertahun di Kota

Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004

sampai tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dalam

perencanaan program pencegahan dan pengendalian kasus diare di Kota

Jakarta Pusat.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan, Badan Meteorologi

maupun Pemerintah Kota Jakarta Pusat dalam membuat kebijakan terkait

perubahan iklim yang berpotensi menyebabkan diare dengan melibatkan

berbagai sektor.

3. Sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk studi yang lebih

mendalam tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit

diare.

4. Sebagai informasi bagi mahasiswa kesehatan masyarkat dan masyarakat

tentang korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan

kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Menurut Suharyono (2008) mengutip pendapat Hipocrates diare adalah

buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal atau meingkat dan konsistensi

tinja yang lebih lembek atau cair. Menurut Kemenkes RI (2011) diare merupakan

penyakit yang terjadi ketika tejadi perubahan konsistensi feses lebih berair dari

biasanya atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang

berair tapi juga tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan yaitu diare akut

dan diare kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang

meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat

mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare

kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya frekuensi buang

air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik

secara terus-menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat

suatu penyakit besar (Suharyono, 2008).

2.1.2 Tanda dan Gejala Diare

Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare, antara lain :

1. Gejala umum

a. Berak cair atau lembek dan sering

(27)

c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis

bahkan gelisah.

2. Gejala spesifik

a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan

berbau amis

b. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah

Menurut Widoyono (2008) diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :

1. Dehidrasi

Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi

dapat terjadi ringan, sedang ataupun berat

2. Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang

singkat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya

volume darah.

3. Gangguan asam basa

Dapat terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari

dalam tubuh.

4. Hipoglikemia

Hal ini sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami mal

nutrisi. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan

ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler

(28)

5. Gangguan gizi

Hal ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan keluaran

yang berlebihan dan akan bertambah berat bila pemberian makanan

dihentikan serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi.

2.1.3 Penyebab Diare

Menurut KEPMENKES RI No. 1216/MENKES/SK/XI/2001 penyebab

diare dikelompokkan menjadi 6 golongan besar, yaitu :

1. Infeksi :

a. Bakteri : Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Golongan vibrio,

Basilus cereus, Clostridium perfringen, Staphylococcus aureus,

Camphylo bacter, Aeromonas

b. Virus : rotavirus, adenovirus

c. Parasit : Protozoa, Entamuba histolytica, Guardian lamblia,

Balantidium coli, cryptosporidium, Cacing perut, Ascaris, Trichuris,

Stringloides, Blastissistis

2. Mal absorbsi

3. Alergi

4. Keracunan

a. Keracunan bahan-bahan kimia

b. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :

 Jasad renik, algae

 Ikan, buah-buahan, sayur-sayuran

(29)

5. Imunodefisiensi

6. Sebab-sebab lainnya.

2.1.4 Jenis-jenis Diare

Terdapat dua jenis diare, yaitu : (Kemenkes RI, 2010)

1. Diare akut, diare yang terjadi mendadak dan berlangsung selama beberapa

jam hingga 14 hari

2. Diare kronis, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

Menurut Suharyono (2008) yang mengutip pendapat Rendle Short

mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya infeksi, yaitu :

1. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil

(shigella), enterokolitis stafilokok

2. Diare non spesifik : diare dietetic

2.1.5 Patogenesis Diare

Patogenesis diare dalam Listiono (2010) dapat dibagi menjadi :

1. Diare oleh virus

Patogenesis terjadi diare oleh virus yaitu pertama virus masuk ke

dalam tubuh bersama makanan dan minuman, setelah sampai ke dalam

enterosit (sel epitel usus halus) menyebabkan infeksi serta kerusakan

jonjot-jonjot usus halus. Kemudian usus yang rusak digantikan oleh

enterosit yang berbentuk kuboit atau sel epitel gepeng yang belum matang,

dimana fungsinya belum optimal. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi fan

tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan

(30)

koloid osmotic usus. Kemudian terjadi motolitas usus sehingga cairan dan

makanan yang tidak terserap tadi akan terdorong keluar usus melalui anus

dan terjadilah diare.

Diare yang disebabkan oleh virus ini tidak berlangsung lama,

biasanya antar 3-4 hari dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan setelah

enterosit usus yang rusak diganti oleh entrosit yang baru, normal dan

sudah matang (mature).

2. Diare oleh bakteri

a. Bakteri non invasive :

Pathogenesis terjadinya diare oleh bakteri non invasive yaitu

pertama bakteri masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman,

setalah sampai ke dalam lambung, bakteri akan dibunuh oleh asam

lambung. Bila jumlah bakteri banyak, maka akan ada yang lolos sampai ke

usus dua belas jari. Disini bakteri akan berkembang biak hingga bisa

mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per millimeter cairan usus halus

dengan memproduksi enzim micinase, lapisan lender yang menutupi

permukaan sel epitel usus halus menjadi cair sehingga bakteri dapat masuk

ke dalam membrane epitel.

Di dalam membrane epitel, bakteri mengeluarkan toksin sub unit A

dan sub unit B serta CAMP (cyclic adenosine monophosphate) yang

merangsang sekresi cairan usus dibagian cripta villi dan menghambat

absorbsi cairan di bagian apical villi tanpa menimbulkan kerusakan sel

(31)

bertambah banyak sehingga lumen usus mengelembung dan tegang,

kemudian dinding usus mengadakan kontruksi sehingga hipermolitas dan

hiperperistaltik untuk mengeluarkan cairan ke usus besar kemudian keluar

anus. Dalam keadaan normal usus besar mempunyai kemampuan

mengabsorbsi sampai dengan 4500 ml, apabila melebihi kapasitas akan

terjadi diare.

b. Diare bakteri invansive

Pathogenesis tejadinya diare bakteri invansive hamoit sama

prinsipnya dengan terjadinya diare yang disebabkan oleh baktei non

invansive. Perbedaannya bakteri Salmonella sp dan Shigella sp dapat

menimbulkan mukosa usus halus sehingga dapat ditemukan adanya darah

dalam tinja dan dapat menimbulkan reaksi sistematik seperti demam, kram

perut dan sebagainya.

2.1.6Teori Simpul Diare

Pathogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan

dapat digambarkan dalam teori Simpul. Teori simpul tersebut menggambarkan

interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit

dengan manusia. Berdasarkan teori simpul (Ahmadi) faktor-faktor yang

mempengaruhi diare antara lain sebagai berikut :

a. Agent

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral atara lain

melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung

(32)

perantara yaitu vektor binatang seperti lalat, tikus, kecoa dan lain-lain.

Binatang tersebut dapat menjadi penyebaran kuman tidak langsung

karena kontak langsung dengan feses yang mengandung kuman

penyebab diare lalu mengkontaminasi makanan dan minuman.

b. Media transmisi

 Lingkungan biologis seperti vektor penyakit tertentu terutama

penyakit menular.

 Keadaan iklim yang dapat mempengaruhi diare seperti curah

hujan yang tinggi dapat menimbulkan sumber air dapat tercemar,

suhu udara dan kelembaban udara yang mempengaruhi tumbuh

kembang mikroorganisme dan vektor.

 Diare biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi lingkungan

yang buruk (Kemenkes, 2010).

c. Host atau penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

 Keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari

luar maupun dari dalam tubuh sendiri.

 Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk

kebiasaan hidup yang tidak sehat, misalnya memberikan susu

formula dalam botol kepada bayi, karena memakai botol akan

meningkatkan risiko pencemaran kuman dan menimbulkan diare.

 Gizi kurang.

 Tidak mendapatkan ASI sehingga mempengaruhi kondisi imunitas

(33)

2.1.7Pencegahan Diare

Menurut Kemenkes RI tahun 2010, pencegahan diare dapat dilakukan antara lain :

1. Perilaku sehat

a. Pemberian ASI

b. Makanan pendamping ASI

c. Menggunakan air bersih yang cukup

d. Mencuci tangan

e. Menggunakan jamban

f. Membuang tinja bayi yang benar

g. Pemberian imunisasi campak

2. Penyehatan lingkungan

a. Penyediaan air bersih

Air mempunyai peran besar dalam penyebaran beberapa

penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit

disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu dan sangat

baik untuk kehidupan mikroorganisme (Rahadi, 2005).

Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu

penyakit melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air

(water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air

(water washed disease) (Chandra, 2007).

Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang

ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui

(34)

tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang

telah dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran air bersih yaitu air yang

dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya

memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum

apabila dimasak.

Kesehatan lingkungan dengan penyediaan air bersih, yakni

pengamanan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan

dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang dipergunakan

untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau mencukupi

dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah

ditetapkan. Pentingnya air bersih berkualitas baik perlu disediakan

untuk memenuhi kebutuhan dasar kebutuhan dasar dalam

mencegah penyebaran penyakit menular melalui air (Ginanjar,

2008).

Hasil penelitian dari Febriani, Emi (2013) dapat

disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan

air bersih dengan kejadian diare pada anak di wilayah kerja

(35)

Hasil penelitian Fauziah (2013) juga menyimpulkan ada

hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare

pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan

Bantar Gebang tahun 2013 (p = 0,023).

Air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia harus

berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber

air yang bersih dan aman tersebut antara lain: (Mubarak dan

Chayatin, 2009) :

 Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

 Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

 Tidak berasa dan tidak berbau

 Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah

tangga

 Memenuhi standart minimal yang ditentukan Departemen

Kesehatan RI

b. Pengelolaan sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah

tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak

digunakan dalam suatu kegiatan manusia atau dibuang

(Notoatmodjo, 2003).

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat

berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus,

(36)

disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pembuangan

sampah dengan kejadian diare pada anak (p = 0,035).

Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, hasil penelitian

Lindayani, Sintari dan Azizah, R (2009) dapat disimpulkan ada

hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian

diare pada balita di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung (p= 0,004), hubungan ini ditunjukan dengan angka

kejadian diare pada balita lebih besar pada responden yang

memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat.

Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan

menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang

tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena

itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan

penyakit(Kemenkes RI, 2010).

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat

yang baik, diantaranya tahap pengumpulan dan penyimpanana di

tempat sumber, tahap pengangkutan dan tahap pemusnaahan

(Sumantri, 2010).

c. Sarana pembuangan air limbah

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air

limbah yang dibuang tanpa pengelolahan ke dalam suatu badan air.

(37)

berwujud cair. Air limbah dapar berasal dari rumah tangga maupun

industri.

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat

menimbulkan dampak buruk baik terhadap mahkluk hidup dan

maupun lingkungannya. Salah satu dampak buruknya terhadap

mahkluk hidup adalah gangguan kesehatan. Air limbah dapat

mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit

bawaan air (waterborne disease) salah satunya adalah diare.

adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat

menjadi sarang vektor penyakit misalnya nyamuk, lalat, kecoa,

tikus dan lain-lain (Sumantri, 2010) .

Hasil penelitian Lindayani, Sintari dan Azizah, R (2009)

dapat disimpulkan ada hubungan antara sarana pembuangan air

limbah dengan kejadian diare di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut

Kabupaten Tulungagung (p= 0,048), secara umum pembuangan air

limbah warga masih menggunakan galian tanah dan saluran

tersebut tidak lancar, terbuka dan menimbulkan bau.

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk

mengelola air limbah, diantaranya (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Pengenceran (disposal by dilution)

2. Kolam oksidasi (oxidation ponds)

(38)

2.2 IKLIM

2.2.1 Pengertian Iklim

Dalam memahami masalah iklim, tentunya harus dibedakan dua

terminologi, yakni cuaca dan iklim. Iklim dan cuaca memiliki banyak kesamaan,

tetapi keduanya tidak identik. Cuaca adalah total dari keseluruhan variabel

atmosfer di suatu tempat dalam suatu periode waktu yang singkat. Sedangkan

iklim merupakan suatu konsep yang abstrak. Ini merupakan suatu komposit dari

keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer, di dalam suatu kawasan

tertentu dalam jangka waktu yang panjang ( Trewartha, GT & Horn, LH, 1995) .

2.2.2 Unsur-Unsur Iklim 2.2.2.1 Suhu Udara

Udara adalah campuran dari miliaran atom yang tak terhitung jumlahnya.

Masing-masing molekul tersebut memiliki ukuran dan karakteristik tersendiri.

Molekul tersebut setiap waktu bergerak dan melesat bebas dan saling

bertumbuknya molekul tersebut akan menghasilkan sebuah energi. Suhu yang

terbentuk di udara merupakan hasil dari energi yang terjadi dari pertumbukan

molekul-molekul di udara (Ahrens, 2009).

Suhu udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer.

Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala

tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan yang biasa digunakan adalah

derajat Celcius (0C), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan

dalam gerajat Fahrenheit (0F) .

(39)

1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim.

2. Pengaruh daratan atau lautan.

3. Pengaruh ketinggian tempat.

4. Pengaruh angin secara secara tidak langsung.

5. Pengaruh panaas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer.

6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai

temperature yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.

7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.

8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar matahari yang tegak lurus

akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.

Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan, musiman dan

tahunan.

1. Suhu rata-rata harian, yaitu

a. dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari

tersebut, selanjutnya dibagi dua, dan

b. dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya

dibagi 24

2. Suhu rata-rata bulanan, yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu

darian selanjutnya dibagi 30

3. Suhu rata-rata tahunan, yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata

bulanan, dan selanjutnya dibagi 12

4. Suhu normal adalah angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30

(40)

2.2.2.2 Curah Hujan

Menurut Hermansyah (2008) mengutip pendapat Gunawan, curah hujan

adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat

untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain Gauge. Curah hujan yang

jatuh di wilayah Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a. Bentuk medan atau topografi

b. Arah lereng medan

c. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai

d. Jarak perjalanan angin di atas medan datar

Ada teori yang menjelaskan proses terjadinya hujan, yaitu teori kristal es

dan teori tumbukan. Berdasarkan teori kristal es, butiran air hujan berasal dari

Kristal es atau salju mencair. Kristal es terbentuk pada awan-awan tinggi akibat

deposisi uap air pada inti kondensasi. Apabila semakin banyak uap air yang

terikat pada inti kondensasi ini, maka ukuran Kristal menjadi besar dan terlalu

besar untuk melayang. Dengan dipengaruhi gaya gravitasi bumi, maka akan jatuh

dalam perjalanannya menuju kepermukaan bumi, maka akan jatuh dalam

perjalanannya menuju kepermukaan bumi, Kristal es tersebut melewati udara

panas sehingga mencair menjadi butiran air hujan. Teori tumbukan berdasarkan

fakta yaitu ukuran butiran air tidak seragam, sehingga kecepatan jatuhnya

berbeda. Butiran yang berukuran besar akan jatuh dengan kecepatan lebih tinggi

di banding butiran yang lebih kecil sehinggga dalam proses jatuhnya, ukuran yang

(41)

Menurut Lakitan (2002) mengutip pendapat Mori et.al membagi tingkatan

hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu :

1. sangat lemah (kurang dari 0,02 mm/menit),

2. lemah (0,02-0,05 mm/menit),

3. sedang (0,05-0,25 mm/menit),

4. deras (0,25-1,00 mm/menit) dan

5. sangat deras (lebih dari 1,00 mm/menit).

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan

analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. rendah (0-100 mm)

2. menengah/ sedang (101-200 mm)

3. tinggi (201-400 mm)

4. sangat tinggi (400- >500 mm)

Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan

Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat

daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan

mendatangkan hujan di wilayah Indonesia.

Keberadaan benua Asia dan Australia yang mengapit kepulauan Indonesia

mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting perannya dalam

mempengaruhi pola curah hujan.

Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan

(42)

April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua

Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali

mengandung uap air (Lakitan, 2002).

2.2.2.3Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam

massa udara pada saat dan tempat tertentu yang dinyatakan dalam persen (%)

(Hermansyah, 2008). Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara

adalah psychrometer atau hygrometer.

Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu :

a. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air

persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram/ m3.

b. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air dengan

massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu, dinyatakan

dalam g/kg.

c. Kelembaban nisbi atau lembaban relative, yaitu perbandingan antara

tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi

jenuh, dinyatakan dalam % (Katasapoetra, 2008).

2.2.2.4Kecepatan angin

Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara

bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah.

Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin dating (Tyasyono, 2004).

Kecepatan angin adalah rata-rata laju pergerakan angin yang merupakan

(43)

dari hasil pengukuran harian dan dirata-ratakan setiap bulan dan memiliki satuan

knot (Neiburger, 1995). Kecepatan angin di wilayah Indonesia umumnya terutama

wilayah dekat garis ekuator. Kecepatan angin yang diukur di Jakarta menunjukan

perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau (Tjasyono, 2004).

2.3Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare

Iklim dapat memengaruhi ekosistem, habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara tidak langsung. Disamping itu,

adanya peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi

beberapa parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang

ditularkan oleh serangga. Dengan demikian, iklim dan kejadian penyakit memiliki

hubungan yang erat, terutama terjadinya berbagai penyakit menular (Achmadi,

2011).

Hubungan secara tidak langsung antara musim hujan dengan kejadian

penyakit, misalnya kejadian berbagai penyakit menular wilayah urban terutama

daerah padat penduduk seperti diare. Perubahan iklim global juga menyebabkan

beberapa daerah tropis di Pasifik mendapat curah hujan yang meningkat pesat,

sehingga mengakibatkan banjir, gangguan drainase atau terjadi surplus air,

sementara di daerah lain air mengalami kekeringan (Achmadi, 2012). Hampir 90

% kasus diare yang terjadi diakibatkan oleh akses air bersih yang kurang, air

minum yang tidak aman dan sanitasi yang kurang baik (WHO, 2009).

Bebeda dengan penyakit malaria dan demam berdarang dengue, penyakit

diare tidak berkolerasi dengan musim pancaroba. Kejadian diare sangat

(44)

perubahan iklim, ketersediaan air bersih dan kondisi sanitasi suatu daerah

dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, potensi banjir dan potensi

kekeringan, semua itu akan berdampak secara tidak langsung bagi timbulnya

penyakit diare. (Bappenas,2010).

2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare

Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan

kerugian bagi kesehatan (Haines, dkk, 2002). Perubahan suhu berhubungan

dengan perubahan dinamika siklus terhadap spesies vektor dan organism pathogen

seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan meningkatkan potensi transmisi

penyebab penyakit (WHO, 2003). Jenis mikroorganisme tergantung pada suhu,

seperti bakteri pathogen dan telur cacing dapat hidup selama kurang lebih 5 hari

dalam kondisi yang basah dan lembab pada tanah berpasir ataupun kurang lebih 3

bulan dalam air buangan (Kusnoputranto, 2000).

Pada musim hujan, suhu yang rendah dapat menyebabkan kuman diare

dapat berkembang dengan cepat dan begitu pula dengan perkembangan serangga

vektor seperti tikus, kecoa, lalat.

Pada tahun 1997 ketika suhu lebih tinggi dari suhu normal selama kejadian

El nino, banyak pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan diare dan dehidrasi

di Lima, Peru. Analisis time series data harian rumah sakit menguatkan efek suhu

pada kunjungan rumah sakit karena diare dengan estimasi peningkatan 8% setiap

peningkatan suhu 10C (WHO, 2003).

Berdasarkan pendapat Ernayasih 2012 yang mengutip pernyataan WHO

(45)

kejadian diare di Pulau Fiji tahun 1978-1992, diperkirakan kenaikan 3% dalam

kejadian diare perpeningkatan suhu 10C.

Berdasarkan Kurniawan (2009) yang mengutip hasil penelitian Kolstad &

Johnsson dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu 10C akan menyebabkan

peningkatan kasus diare sebesar 5% dan diestimasikan perubahan suhu 10C

menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 0-10%. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Nersan (2006) suhu udara memiliki hubungan atas

peningkatan prevalensi diare di Kota Palembang pada tahun 2000-2004. Hasil

penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang lemah antara peningkatan suhu

dan prevalensi diare (r=0,11), yang dapat diartikan bahwa peningkatan suhu

sebesar 10C meningkatkan prevalensi diare sebanyak 1 per 1000 penduduk.

2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare

Pada tipe penyakit diare tropik, kejadian puncak terjadi pada musim

penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian

diare. Hal tersebut dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi dapat

menyebabkan banjir sehingga menyebabkan terkotaminasinya persediaan air

bersih dan menimbulkan wabah penyakit diare dan leptospirosis, pada saat

kondisi kemarau panjang dapat mengurangi persediaan air bersih sehingga

meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene seperti diare

(Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Pola hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai organism yang dapat

menyebarkan penyakit, hujan dapat mencemari air dengan cara memindahkan

(46)

kriptosporodium, giardia dan E.coli yang dapat menimbulkan penyakit diare

(Lapan, 2009).

Menurut penelitian Rico Kurniawan (2009) jumlah curah hujan dengan

kejadian diare di Kota Jakarta Selatan tahun 2007-2011 memiliki hubungan yang

bermakna. Hubungan yang terjadi bersifat positif dan kekuatannya sedang (r=

0,370).

2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare

Menurut Kurniawan (2009) yang mengutip pendapat Kolstad &

Johansoon, selain temperatur atau suhu, faktor iklim lainnya seperti curah hujan,

kelembaban realtif, tekanan udara juga memiliki kontribusi yang cukup penting

dalam perubahan kasus diare. Namun hal itu juga sangat berkaitan erat dengan

agen pathogen, kualitas air dan infrastruktur sanitasi yang ada disebuah wilayah.

Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang

kurang dapat menyebabkan mikroorganisme penyebab diare berkembang biak

dengan baik dan membuat perkembangan lebih cepat untuk vektor seperti tikus,

kecoa dan lalat (WHO, 2003).

Berdasarkan pendapat Ernayasih (2012) yang mengutip hasil penelitian

Checkley et, al dengan menggunakan model time series untuk melihat dampak

kelembaban yang tinggi dengan penderita diare dibawah 10 tahun di Lima Peru,

hasilnya menunjukan ada peningkatan jumlah kasus diare sebesar 8% untuk setiap

peningkatan kelembaban 1%.

Kelembaban udara relatif menunjukan ada hubungan yang bermakna

(47)

Selain itu, hubungan yang terjadi bersifat negative, yang dapat diartikan bahwa

semakin rendah kelembaban udara maka prevalensi diare semakin tinggi.

Penurunan kelembaabn udara sebesar 1% dapat mengakibatkan peningkatan

prevalensi diare sebesar 1 per 1000 penduduk (Nersan, 2006).

2.3.4 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Kejadian Diare

Untuk infeksi karena vektor penyakit, distribusi dan peningkatan

organisme vektor dan penjamu (host) dipengaruhi oleh faktor fisik seperti angin

serta faktor biotik seperti vegetasi, spesies penjamu, predator, kompetitior, parasit

dan intervensi manusia. Hal ini dapat meningkatkan kejadian diare karena

penularan tidak langsung yang disebabkan vector borne disease (WHO, 2003).

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Curah Hujan

Suhu Udara

Kelembaban Udara

Kecepatan Angin

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi ekologi menurut waktu (ecological time

trend study). Studi ekologi menurut waktu adalah pengamatan dari waktu ke

waktu mengenai korelasi frekuensi angka kesakitan dan kematian karena suatu

penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat dengan usaha kesehatan atau faktor

resiko yang terdapat dimasyarakat (Chandra,2008).

Hasil studi ekologi tidak dapat menjelaskan bahwa ada faktor resiko lain

yang ikut berpengaruh terhadap penyakit yang sama karena data individu tidak

diperoleh. Namun demikian, hasil studi ini dapat digunakan untuk studi

epidemiologi lebih lanjut (Soemirat, 2010).

Unit analisisnya menggunakan data agregat populasi yaitu jumlah kasus

penyakit diare perbulan di Kota Jakarta Pusat dengan memakai data sekunder

pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dan data iklim dari

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Pusat pada bulan Januari

sampai dengan bulan Juni 2015. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan oleh

pertimbangan Kota Jakarta Pusat adalah wilayah yang angka kasus diarenya tinggi

(49)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota

Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari dokumen atau laporan

kasus diare Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, data hasil pengukuran suhu udara,

curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013

yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota

Jakarta Pusat yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus diare Dinas

Kesehatan Jakarta Pusat dan data hasil pengukuran suhu udara, curah hujan,

kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 yang bersumber

dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.. Pada penelitian ini tidak

dilakukan sampling karena populasi diambil semua untuk dianalisis.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 diambil dari Dinas

Kesehatan Jakarta Pusat. Data iklim yang berupa suhu udara, curah hujan,

kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 diambil dari

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.4.1 Metode Pengumpulan Data Kasus Diare

Data kasus diare didapatkan dari Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang

(50)

3.4.2 Metode Pengumpulan Data Suhu Udara

Data suhu udara merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004

sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi

DKI Jakarta.

3.4.3 Metode Pengumpulan Data Curah Hujan

Data curah hujan merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004

sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi

DKI Jakarta.

3.4.4 Metode Pengumpulan Data Kelembaban Udara

Data kelembaban udara merupakan hasil pengukuran dari bulan januari

2004 sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik

Provinsi DKI Jakarta.

3.4.5 Metode Pengumpulan Data Kecepatan Angin

Data kecepatan angin merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004

sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi

(51)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

(52)
(53)
(54)

3.6 Metode Analisis Data

Data iklim yang berupa curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara

berbentuk data bulanan diolah menjadi data rata-rata tahunan dan data rata-rata

bulanan selama 10 tahun. Sedangkan data kasus diare didapatkan dalam bentuk

data bulanan diolah menjadi data tahunan dan data bulanan selama 10 tahun.

Selanjutnya data dianalisis dengan metode statistik menggunakan komputer.

3.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat secara statistik digunakan untuk mengetahui distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini meliputi suhu udara,

curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan kejadian kasus diare di Kota

Jakarta Pusat menurut data tahunan dan bulanan selama 10 tahun.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat secara statistik dengan menggunakan regresi linier dan

korelasi untuk menganalisis derajat atau keeratan hubungan antara faktor iklim

yang meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin

dengan kasus diare di Jakarta Pusat serta mengetahui bentuk hubungan antara dua

variabel. Uji korelasi untuk menentukan koefisien korelasi (r), kuat hubungan

dapat diperoleh dari formulasi berikut :

Nilai korelasi (r) berkisar 0 sampai dengan 1 atau bila dengan disertai arahnya

nilainya -1 sampai dengan +1.

r= 0 tidak ada korelasi linier

(55)

r = +1 korelasi linier positif sempurna atau kuat

Selain untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga

untuk mengetahui arah hubungan dua variabel. Hubungan dua variabel dapat

berpola positif maupun negative. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu

variabel independen diikuti kenaikan variabel dependen yang lain, sedangkan

hubungan negative dapat terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti

penurunan variabel dependen yang lain.

Menurut Colton kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi

dalam empat area, yaitu (Rahmat, 2011) :

r = 0,00-0,25 tidak ada korelasi/ korelasi lemah

r = 0,26-0,50 hubungan sedang

r = 0,51-0,75 hubungan kuat

r = 0,76-1,00 hubungan sangat kuat

Selanjutnya untuk mengetahui bentuk korelasi dua variabel dilakukan

analisis regresi. Analisis regresi yang kemudian dilakukan bertujuan untuk

mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih. Tujuan analisis regresi

adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai variabel kasus diare (variabel

dependen) melalui variabel iklim (variabel independen). Untuk melakukan

prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan menggunakan

metode kuadrat terkecil (least square). Secara matematis persamaan garis sebagai

berikut :

(56)

Sedangkan untuk menghitung koefisien regresi variabel bebas (b) dirumuskan

sebagai berikut:

Ket :

Y = variabel dependen

X = variabel independen

a = intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0

b = slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X

berubah satu unit pengukuran

Koefisien regresi variabel bebas bisa bertanda positif atau negatif. Jika

bertanda positif, bermakna memberikan pengaruh yang searah antara perubahan

variabel dengan variabel terikat. Dengan kata lain jika besarnya nilai faktor curah

hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin bertambah naik maka

jumlah kasus diare pada balita (variabel terikat) mengalami kenaikan proporsional

dengan besarnya nilai koefisien regresi variabel bebas tersebut. Demikian juga

sebaliknya, apabila koefisien regeresi variabel bebas bernilai negatif maka

(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis

Kota Jakarta Pusat adalah salah satu daerah otonom dan merupakan pusat

dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Secara geofrafis wilayah Kota Jakarta

Pusat terletak di 1060 22’ 42” Bujur Timur – 1060 58’ 18” Bujur Barat dan 50 19’ 12” Lintang selatan – 60 23’ 54” Lintang Utara, dengan luas wilayah 48,13 km2

dengan batas sebagai berikut :

Batas Utara : Jakarta Utara dan Jakarta Barat

Batas Timur : Jakarta Timur

Batas Selatan : Jakarta Selatan dan Jakarta Timur

Batas Barat : Jakarta Barat dan Jakarta Selatan

Permukaan tanah Jakarta Pusat relative datar, terletak sekitar 4 meter di

atas permukaan laut dan luas wilayahnya 48,13 km2. Kota Jakarta Pusat terdiri

dari 8 kecamatan yaitu Tanah Abang, Menteng, Senen, Johar Baru, Cempaka

(58)

4.1.2 Keadaan Demografis

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 (jiwa)

Tahun Total Jumlah Penduduk Kota Jakarta Pusat

2004 893.195

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004-2013

Jumlah penduduk Kota Jakarta Pusat dari tahun 2004 sampai dengan tahun

2013 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Grafik 1. Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 (jiwa)
Tabel 4.2 Data Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013
Grafik 3. Rerata Kasus Diare pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun
Tabel. 4.3 Data Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 (millimeter)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan pertahun tidak berhubungan dengan kasus DBD di Kota Medan, sedangkan kecepatan angin, kelembaban udara,

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus diare

Tidak ada hubungan yang signifikan antara temperatur udara perbulan, kelembaban udara perbulan, curah hujan perbulan, hari hujan perbulan, dan kecepatan angin perbulan dengan

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan pertahun tidak berhubungan dengan kasus DBD di Kota Medan, sedangkan kecepatan angin, kelembaban udara,

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan pertahun tidak berhubungan dengan kasus DBD di Kota Medan, sedangkan kecepatan angin, kelembaban udara,

1.2.3 Uji Korelasi Kasus ISPA Usia 1-4 Tahun dengan Variasi Iklim (Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembaban, dan Kecepatan Angin) Tahun 2015..

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN SUHU, CURAH HUJAN, KELEMBABAN, DAN KECEPATAN ANGIN TERHADAP KEJADIAN ISPA DI KABUPATEN DELI SERDANG

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus diare