HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN
TINGKAT KEPARAHAN PADA PREEKLAMSIA BERAT
DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN,
RSUD DR PIRNGADI MEDAN DAN
RS JEJARING FK USU
TESIS
OLEH :
MUHAMMAD WAHYU WIBOWO
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H.ADAM MALIK
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING:
Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, Sp.OG(K)
DR. dr. Sarma N Lumbanraja, Sp.OG (K)
PENYANGGAH :
dr. Sanusi Piliang, Sp.OG
dr. Ahmad Khuwailid, Sp.OG
dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), Sp.OG (K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam
Magister
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat kasih dan
karunia-Nya penulisan tesis magister ini dapat diselesaikan. Dan selawat
beriringan dengan salam saya sampaikan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh magister keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya
dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya
tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan
bacaan khususnya tentang :
“ Hubungan Kadar Hematokrit dengan tingkat Keparahan pada Preeklamsia Berat di RSUP H Adam malik Medan. RSUD dr Pirngadi Medan dan RS
jejaring FK USU”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H
(CTM&H), SpA.(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran
Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Ketua Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; DR. dr. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),
SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan;
dr. Henri Salim Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua Program Studi Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Tala,
M.Ked(OG), SpOG(K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri
dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan
menerima saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri
dan Ginekologi.
3. Prof. dr. R Haryono Roeshadi, SpOG(K) selaku pembimbing tesis saya, yang
telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya dalam melakukan
penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama dengan
DR. dr. Sarma N Lumbanraja, SpOG(K) yang telah meluangkan waktu yang
sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan
tesis ini hingga selesai bersama dr. Sanusi Piliang, SpOG; dr. Ahmad
Khuwailid, SpOG ; dan dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku
penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah
meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa,
4. Terima Kasih kepada dr. Rusli P Barus, SpOG(K) selaku pembimbing Referat
Mini Magister saya yang berjudul “Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) sebagai Pilihan Kontrasepsi dalam Mencegah
Kehamilan”
5. dr. T M Ichsan, Sp.OG. selaku Bapak Angkat yang telah banyak mengayomi,
membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada
saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.
6. Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing saya dalam penyelesaikan uji statistik tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya
sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang Maha Pengasih membalas
budi baik guru-guru saya tersebut.
8. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan
Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
9. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana
kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran
10. Kepada dr. Ika Sulaika, dr. H. Edi Rizaldi, dr. Hotbin purba, dr. Edward
Manurung, dr. Kiko Marpaung, dr. Erwin Edi Sahputra Harahap, dr. Abdur Rohim Lubis, dr. Ricca Puspita rahim, M.Ked(OG), dr. M. Rizal sangadji, dr.
Julita adriani Lubis, dr. Novrial, dr. Ivo Fitrian C, M.Ked(OG), dr. Ray christy
Barus, dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti Putri Adela, dr. Hiro Hidaya Danial
Nasution dr. Anindita Novina, M.Ked(OG), saya menyampaikan terima kasih
atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita
selama pendidikan Magister Kedokteran.
11. Seluruh teman sejawat PPDS senior maupun junior yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat
dan doa yang telah diberikan selama ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan
kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang dan terkasih, Ayahanda dr. H.
Soekimin, SpPA dan Ibunda dr. Hj. Sa’adah, yang telah membesarkan,
membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari
sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta
memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga saya
sampaikan kepada Bapak Mertua H. Husen Setiadi, SE dan Ibu Mertua Hj. Euis
Yudamsih, SPd yang telah banyak membantu, mendoakan dan memberikan
dorongan dan perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister
Buat Istriku yang tercinta dan tersayang, dr. Resna Sismayanti tiada kata
lain yang bisa saya sampaikan selain rasa terima kasih atas kesabaran, dorongan, semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan Magister Kedokteran ini.
Kepada abangku, dr. Bambang Prayugo, SpB dan adik - adikku tercinta,
Aminda Tri Handayani, S.Psi, M.Psi dan Yuni Nurul Fajriah serta keluarga
terima kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai taulan yang tidak dapat saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan
banyak terima kasih.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.
Wabillahittaufiq wal hidayah Wr. Wb
Medan, Agustus 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK
BAB I. Pendahuluan
1.1. Latar belakan
penelitian.……….... 1
1.2. Rumusan masalah... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 3
1.3.1. Tujuan umum... 3
1.3.2. Tujuan khusus... 3
1.4. Manfaat Penelitian... 3
BAB II. Tinjauan Pustaka 2.1. Defenisi... 5
2.2. Faktor risiko... 7
2.3. Patofisiologi... 7
2.4. Perubahan pada sistem organ... 9
2.4.1. Sistem kardiovaskuler... 9
2.4.2. Sistem koagulasi... 9
2.4.3. Fungsi renal... 10
2.4.4. Hepar ... 11
2.4.5. Otak ... 11
2.6. Perubahan volume plasma pada preeklamsia... 13
2.7. Hubungan viskositas, hematokrit, dan hemoglobin pada preeklamsia... 14
2.8. Penatalaksanaan... 16
2.9. Komplikasi... 20
2.9.1. Komplikasi maternal... 20
2.9.2. Komplikasi janin... 20
2.10. Prognosis... 21
2.10.1. Terhadap maternal... 21
2.10.2. Terhadap janin... 21
2.11. Prediksi dan pencegahan preeklamsia ... 21
2.12. Kerangka teori ... 23
2.13. Kerangka konsep... 24
BAB III. Metodologi Penelitian 3.1. Rancangan penelitian... 25
3.2. Tempat dan waktu penelitian... 25
3.3. Kriteria penelitian... 25
3.3.1. Kriteria inklusi... 25
3.3.2. Kriteria eksklusi... 25
3.4. Besar sampel penelitian... 25
3.5. Alat ukur penelitian... 26
3.6. Defenisi operasional... 26
3.7. Pengolahan data... 28
3.8. Prosedur penelitian... 28
3.9. Etika penelitian... 29
3.10. Alur penelitian... 30
BAB IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Karakteristik pasien preeklamsia berat... 33
4.2. Perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah persalinan... 35
4.3. Perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah persalinan... 35
4.4. Perbedaan kadar hematokrit sebelum dan setelah persalinan... 36
BAB V. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan... 39 5.2. Saran... 40
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
1. K
lasifikasi hipertensi dalam kehamilan..………... 6
2. P
erbandingan invasi trofoblas pada kehamilan normal dan preeklamsia... 7
3. E
ndoteliosis kapiler glomerulus ... 10
4. H
ubungan inadekuasi trofoblas terhadap gangguan organ... 12
DAFTAR DIAGRAM
1. P
enatalaksanaan preeklamsia berat...………...……… 19
2. A
lur hasil penelitian... 31
DAFTAR TABEL
1. K
arakteristik pasien preeklamsia berat..………...………...……….. 33
2. A
nalisis perubahan tekanan sistolik sebelum dan setelah persalinan... 34
3. A
4. Analisis perubahan kadar hematokrit sebelum dan setelah persalinan... 35 5. Perbandingan tekanan darah sistolik berdasarkan keparahan pada
preeklamsia berat... 36 6. Perbandingan tekanan darah diastolik berdasarkan keparahan pada
preeklamsia berat... 36 7. Perbandingan kadar hematokrit berdasarkan keparahan pada
preeklamsia berat... 36
DAFTAR LAMPIRAN
1. L
embar pengesahan etika penelitian...………...………... 43
2. A
nalisa statistika... 44
3. T
abel Induk... 56
HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PADA PREEKLAMSIA BERAT DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN, RSUD DR
PIRNGADI MEDAN DAN RS JEJARING FK USU
Wibowo M. Wahyu, R. Haryono Roeshadi, Sarma Lumbanraja, Sanusi Piliang, M. Khuwailid, Deri Edianto
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera - RSUP H. Adam Malik Medan Abstrak
LATAR BELAKANG: Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu yang tinggi disamping kasus perdarahan dan infeksi. Di Indonesia hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal. Keadaan hemokonsentrasi ini berhubungan dengan viskositas darah dan hematokrit merupakan penentu penting terhadap viskositas darah. Viskositas darah dan resistensi vaskular mempengaruhi resistensi perifer aliran darah, dimana mengalami peningkatan pada hipertensi primer. Pengamatan yang cermat terhadap beberapa indikator prediksi preeklamsia, seperti kadar hematokrit dapat mencegah dari keadaan yang tidak diinginkan.
post dilakukan dengan menggunakan uji t (t-test) dan pengujian data untuk mencari hubungan kadar hematokrit dengan derajat preeklamsia dilakukan dengan uji Chi-square.
HASIL: Dari total 55 kasus yang dievaluasi, sebagian besar kasus preeklamsia berat terjadi pada kelompok usia 21 – 35 tahun sebanyak 43 kasus (78.2%) kasus, belum pernah melahirkan sebanyak 22 kasus (40%), dengan pendidikan terakhir SLTA sebanyak 35 kasus (63.6%), riwayat asuhan antenatal yang cukup sering (4 – 8x selama kehamilannya) yaitu dijumpai pada 30 kasus (54.5%), usia kehamilan yang aterm 30 kasus (54.5%), dan gambaran bayi dengan berat badan yang normal pada 29 kasus (52.7%). Dari data penelitian dijumpai penurunan tekanan sistolik yang signifikan pada saat sebelum dan setelah 24 jam persalinan dari 174.91 + 2.619 mmHg menjadi 150.09 + 2.994 mmHg (p<0.001). Tekanan darah diastolik juga menunjukkan penurunan yang signifikan pada saat sebelum dan setelah 24 jam. persalinan dari 107.27 mmHg menjadi 93.36 mmHg (p<0.001). Kadar hematokrit menunjukkan penurunan yang signifikan pada saat sebelum dan setelah 24 jam persalinan dari 34.018 + 0.690 persen menjadi 30.140 + 0.656 persen (p<0.001). Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sistolik, diastolik dan kadar hematokrit berdasarkan derajat keparahan pada preeklamsia berat baik sebelum persalinan maupun setelah 24 jam persalinan (p>0.05).
KESIMPULAN: Dijumpai perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sistolik, diastolik dan kadar hematokrit pada saat sebelum dan setelah 24 jam persalinan. Tekanan darah dan kadar hematokrit tidak diperngaruhi oleh tingkat keparahan dari preeklamsia berat.
KATA KUNCI: Preeklamsia berat, eklamsia, sindroma HELLP, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan kadar hematokrit
RELATION BETWEEN HEMATOCRIT LEVEL WITH THE SEVERITY OF HEAVY PREECLAMPSIA IN H ADAM MALIK HOSPITAL, DR PIRNGADI
HOSPITAL AND FK USU NETWORK HOSPITAL
Wibowo M. Wahyu, R. Haryono Roeshadi, Sarma Lumbanraja, Sanusi Piliang, M. Khuwailid, Deri Edianto
Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Universitas Sumatera - Dr H. Adam Malik Medan
Abstract
BACKGROUND: Hypertension in pregnancy is one of the causes of maternal morbidity and mortality is high in addition to cases of bleeding and infection. In Indonesia hypertension in pregnancy is the cause of 30-40% of perinatal deaths. Hemokonsentrasi state is related to blood viscosity and hematocrit is an important determinant of the blood viscosity. Blood viscosity and peripheral vascular resistance affect the blood flow resistance, which has increased in primary hypertension. Careful observation of the several indicators prediction of preeclampsia, such as hematocrit levels can prevent from unwanted circumstances.
relationship of hematocrit levels with the degree of preeclampsia performed with Chi-square test.
RESULTS: Of the total 55 cases were evaluated, most cases of severe preeclampsia occurs in the age group 21-35 years were 43 cases (78.2%) cases, have never given birth were 22 cases (40%), with a recent high school education were 35 cases (63.6%), history of antenatal care is often enough (4 - 8x during pregnancy) that is found in 30 cases (54.5%), gestational age at term 30 cases (54.5%), and delivery baby with a normal weight in 29 cases (52.7%). Of research data found a significant decrease in systolic blood pressure at the time before and after 24 hours of delivery of 174.91 + 2.619 mmHg to 150.09 + 2.994 mmHg (p<0.001). Diastolic blood pressure also showed a significant reduction in the time before and after 24 hours delivery of 107.27 mmHg to 93.36 mmHg (p <0.001). Hematocrit levels showed a significant reduction in the time before and after 24 hours of delivery of 34.018 + 0.690 percent to 30.140 + 0.656 percent (p<0.001). There were no significant differences in systolic blood pressure, diastolic and hematocrit levels based on the severity of severe preeclampsia both before birth and after 24 hours of labor (p>0.05).
CONCLUSION: Found a significant difference in systolic blood pressure, diastolic and hematocrit levels at the time before and after 24 hours of delivery. Blood pressure and hematocrit levels not influenced by the severity of severe preeclampsia.
4. Analisis perubahan kadar hematokrit sebelum dan setelah persalinan... 35
5. Perbandingan tekanan darah sistolik berdasarkan keparahan pada
preeklamsia berat... 36
6. Perbandingan tekanan darah diastolik berdasarkan keparahan pada
preeklamsia berat... 36
7. Perbandingan kadar hematokrit berdasarkan keparahan pada
preeklamsia berat... 36
DAFTAR LAMPIRAN
1. L
embar pengesahan etika penelitian...………...………... 43
2. A
nalisa statistika... 44
3. T
abel Induk... 56
HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PADA PREEKLAMSIA BERAT DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN, RSUD DR
PIRNGADI MEDAN DAN RS JEJARING FK USU
Wibowo M. Wahyu, R. Haryono Roeshadi, Sarma Lumbanraja, Sanusi Piliang, M. Khuwailid, Deri Edianto
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera - RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak
LATAR BELAKANG: Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu yang tinggi disamping kasus perdarahan dan infeksi. Di Indonesia hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal. Keadaan hemokonsentrasi ini berhubungan dengan viskositas darah dan hematokrit merupakan penentu penting terhadap viskositas darah. Viskositas darah dan resistensi vaskular mempengaruhi resistensi perifer aliran darah, dimana mengalami peningkatan pada hipertensi primer. Pengamatan yang cermat terhadap beberapa indikator prediksi preeklamsia, seperti kadar hematokrit dapat mencegah dari keadaan yang tidak diinginkan.
post dilakukan dengan menggunakan uji t (t-test) dan pengujian data untuk mencari hubungan kadar hematokrit dengan derajat preeklamsia dilakukan dengan uji Chi-square.
HASIL: Dari total 55 kasus yang dievaluasi, sebagian besar kasus preeklamsia berat terjadi pada kelompok usia 21 – 35 tahun sebanyak 43 kasus (78.2%) kasus, belum pernah melahirkan sebanyak 22 kasus (40%), dengan pendidikan terakhir SLTA sebanyak 35 kasus (63.6%), riwayat asuhan antenatal yang cukup sering (4 – 8x selama kehamilannya) yaitu dijumpai pada 30 kasus (54.5%), usia kehamilan yang aterm 30 kasus (54.5%), dan gambaran bayi dengan berat badan yang normal pada 29 kasus (52.7%). Dari data penelitian dijumpai penurunan tekanan sistolik yang signifikan pada saat sebelum dan setelah 24 jam persalinan dari 174.91 + 2.619 mmHg menjadi 150.09 + 2.994 mmHg (p<0.001). Tekanan darah diastolik juga menunjukkan penurunan yang signifikan pada saat sebelum dan setelah 24 jam. persalinan dari 107.27 mmHg menjadi 93.36 mmHg (p<0.001). Kadar hematokrit menunjukkan penurunan yang signifikan pada saat sebelum dan setelah 24 jam persalinan dari 34.018 + 0.690 persen menjadi 30.140 + 0.656 persen (p<0.001). Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sistolik, diastolik dan kadar hematokrit berdasarkan derajat keparahan pada preeklamsia berat baik sebelum persalinan maupun setelah 24 jam persalinan (p>0.05).
KESIMPULAN: Dijumpai perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sistolik, diastolik dan kadar hematokrit pada saat sebelum dan setelah 24 jam persalinan. Tekanan darah dan kadar hematokrit tidak diperngaruhi oleh tingkat keparahan dari preeklamsia berat.
KATA KUNCI: Preeklamsia berat, eklamsia, sindroma HELLP, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan kadar hematokrit
RELATION BETWEEN HEMATOCRIT LEVEL WITH THE SEVERITY OF HEAVY PREECLAMPSIA IN H ADAM MALIK HOSPITAL, DR PIRNGADI
HOSPITAL AND FK USU NETWORK HOSPITAL
Wibowo M. Wahyu, R. Haryono Roeshadi, Sarma Lumbanraja, Sanusi Piliang, M. Khuwailid, Deri Edianto
Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Universitas Sumatera - Dr H. Adam Malik Medan
Abstract
BACKGROUND: Hypertension in pregnancy is one of the causes of maternal morbidity and mortality is high in addition to cases of bleeding and infection. In Indonesia hypertension in pregnancy is the cause of 30-40% of perinatal deaths. Hemokonsentrasi state is related to blood viscosity and hematocrit is an important determinant of the blood viscosity. Blood viscosity and peripheral vascular resistance affect the blood flow resistance, which has increased in primary hypertension. Careful observation of the several indicators prediction of preeclampsia, such as hematocrit levels can prevent from unwanted circumstances.
relationship of hematocrit levels with the degree of preeclampsia performed with Chi-square test.
RESULTS: Of the total 55 cases were evaluated, most cases of severe preeclampsia occurs in the age group 21-35 years were 43 cases (78.2%) cases, have never given birth were 22 cases (40%), with a recent high school education were 35 cases (63.6%), history of antenatal care is often enough (4 - 8x during pregnancy) that is found in 30 cases (54.5%), gestational age at term 30 cases (54.5%), and delivery baby with a normal weight in 29 cases (52.7%). Of research data found a significant decrease in systolic blood pressure at the time before and after 24 hours of delivery of 174.91 + 2.619 mmHg to 150.09 + 2.994 mmHg (p<0.001). Diastolic blood pressure also showed a significant reduction in the time before and after 24 hours delivery of 107.27 mmHg to 93.36 mmHg (p <0.001). Hematocrit levels showed a significant reduction in the time before and after 24 hours of delivery of 34.018 + 0.690 percent to 30.140 + 0.656 percent (p<0.001). There were no significant differences in systolic blood pressure, diastolic and hematocrit levels based on the severity of severe preeclampsia both before birth and after 24 hours of labor (p>0.05).
CONCLUSION: Found a significant difference in systolic blood pressure, diastolic and hematocrit levels at the time before and after 24 hours of delivery. Blood pressure and hematocrit levels not influenced by the severity of severe preeclampsia.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kehamilan merupakan kondisi yang sedemikian kompleks. Dewasa ini
angka mortalitas dan morbiditas ibu hamil masih menunjukkan angka yang tidak
memuaskan. Menurut data kesehatan indonesia 2007 angka kematian ibu (AKI)
dinilai masih cukup tinggi, sekitar 228/100.000 pada tahun 2007. Angka ini masih
terlalu tinggi bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperi malaysia
dan singapura yang telah berhasil menekan AKI hingga dibawah nominal empat
puluh per 100.000 kelahiran hidup.1 Angka tesebut masih jauh dari target
penurunan Angka Kematian Ibu pada Indonesia Sehat 2015 menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup. Tentunya hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah
bagi kita semua baik sebagai penentu kebijakan, pelaku/pelaksana kesehatan
maupun pengamat kesehatan.1
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas ibu yang tinggi disamping kasus perdarahan dan infeksi. Gangguan
hipertensi terjadi pada 5 – 10% dari seluruh kehamilan dan didapati angka
mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Pada negara – negara
berkembang angka kejadian kematian karena hipertensi dalam kehamilan sekitar
16%, lebih besar dibandingkan penyebab lain, perdarahan, aborsi dan sepsis. Di
Indonesia hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab dari 30-40%
kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah
menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Insidens
preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9 % pada wanita hamil, 3-7 % terjadi
pada nullipara, dan 0,8-5 % pada multipara. Angka kejadian preeklamsia di
Indonesia berkisar antara 3-10 %. Untuk itu diperlukan perhatian serta
penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.2,3
Telah diketahui bahwa gambaran hemokonsentrasi merupakan salah satu
gambaran terjadinya eklamsia. Zeeman dkk (2009) melanjutkan penelitian
Pritchard dkk (1984). Hemokonsentrasi merupakan hasil dari vasokonstriksi
karena permeabilitas kapiler meningkat. Keadaan hemokonsentrasi ini
berhubungan dengan viskositas darah dan hematokrit merupakan penentu
penting terhadap viskositas darah. Viskositas darah dan resistensi vaskular
mempengaruhi resistensi perifer aliran darah, dimana mengalami peningkatan
pada hipertensi primer. Telah dilaporkan peningkatan hematokrit yang diikuti
dengan peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi. 3
Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa
waspada agar dapat mendeteksi secara dini kasus-kasus hipertensi dalam
kehamilan karena sebagian besar kasus dijumpai dalam kondisi yang berat
dengan prognosis yang buruk. Kebanyakan pasien datang dengan status
preeklamsia berat ataupun eklamsia, atau bahkan datang disertai dengan kondisi
gagal salah satu atau lebih dari satu organ primer. Pengamatan yang cermat
terhadap beberapa indikator prediksi preeklamsia, seperti kadar hematokrit dapat
mencegah dari keadaan yang tidak diinginkan. Keadaan ini tentu saja akan
semakin meningkatkan angka kematian ibu dan janin yang dikandung. Hal ini
tidak terlepas dari sistem perencanaan kehamilan, perawatan antenatal secara
teratur dan efektif selama periode kehamilan hingga keputusan untuk memilih
metode melahirkan yang terbaik apabila dijumpai kelainan hipertensi dalam
kehamilan ini.
1.2. Rumusan masalah
Beberapa faktor diketahui dapat menjadi indikator dan tanda predisposisi
terjadinya preeklamsia. Prognosis terserang penyakit akan semakin besar dengan
dijumpainya beberapa faktor risiko tersebut, sehingga pengamatan yang
komprehensif diperlukan untuk mengenali beberapa faktor dan dapat memberikan
penanganan secara dini.
Pertanyaan yang muncul terhadap permasalahan tersebut adalah
seberapa besar hubungan kadar hematokrit terhadap tingkat keparahan pada
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan antara kadar hematokrit dengan tingkat
keparahan pada preeklamsia berat yang terjadi.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengukur kadar hematokrit sebelum proses persalinan
2. Mengukur kadar hematokrit setelah 24 jam proses persalinan
3. Mengukur tekanan darah sistolik sebelum proses persalinan
4. Mengukur tekanan darah sistolik setelah 24 jam proses persalinan
5. Mengukur tekanan darah diastolik sebelum proses persalinan
6. Mengukur tekanan darah diastolik setelah 24 jam proses persalinan
7. Mengetahui perbandingan kadar hematokrit sebelum dan setelah persalinan.
8. Mengukur kadar hematokrit berdasarkan tingkat keparahan preeklamsia berat.
9. Melakukan analisis mengenai hubungan hubungan kadar hematokrit dengan
tingkat keparahan pada preeklamsia berat.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi tambahan pengetahuan mengenai hubungan kadar hematokrit
terhadap preeklampsia.
2. Memprediksi kemungkinan perburukan dalam perjalanan keadaan
preeklamsia.
3. Memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh persalinan terhadap
tekanan darah dan kadar hematokrit pada kasus preeklamsia berat
4. Membantu pemerintah dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan hipertensi merupakan komplikasi medis yang paling umum
yang dapat terjadi pada kehamilan, mempengaruhi sekitar 5% sampai 10% dari
seluruh kehamilan. Gangguan ini bertanggung jawab terhadap sekitar 16%
kematian ibu akibat hipertensi dalam kehamilan, dan 30 – 40% dari kematian
perinatal di Indonesia. Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi
dalam kehamilan merupakan masalah di bidang obstetri. Menurut data kesehatan
indonesia 2007 angka kematian ibu (AKI) dinilai masih cukup tinggi, sekitar
228/100.000 pada tahun 2007. Penelitian terakhir di Medan oleh Girsang ES
(2004) melaporkan angka kejadian preeklamsia berat di RSUP. H. Adam Malik
dan RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2000 – 2003 adalah 5.94%,
sedangkan eklamsia 1.07%. Disamping perdarahan dan infeksi, preeklampsia,
impending eklampsia serta eklampsia merupakan penyebab kematian maternal
dan kematian perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang.1,2,3
Preeklampsia, impending eklampsia dan eklampsia merupakan suatu
perjalanan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun proses
terjadinya penyakit ini masih belum pasti. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang
spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan
hipertensi, proteinuria. Kriteria edema hanya disebutkan bila dijumpai edema
secara menyeluruh (edema anasarka). Disebut impending eklampsia jika pada
kasus preeklampsia berat dijumpai tanda-tanda dan gejala-gejala seperti nyeri
kepala hebat, gangguan visus dan serebral, muntah-muntah, nyeri epigastrium,
dan kenaikan progresif tekanan darah.
Insidensi penyakit tergantung pada banyak parameter demografis yang
berbeda, termasuk usia ibu, ras, dan terkait kondisi medis yang mendasari.
Memahami proses penyakit dan dampak dari gangguan hipertensi pada
kehamilan merupakan hal terpenting karena gangguan ini tetap menjadi penyebab
utama morbiditas maternal dan perinatal dan di seluruh dunia kematian. Dampak
gangguan tekanan darah tinggi pada kehamilan ini termasuk gangguan viskositas
darah, dimana juga terjadi gangguan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit.
Karena terjadinya peningkatan yang berlebihan, konsentrasi hemoglobin
preeklamsia terjadi keadaan yang sebaliknya dibandingkan pada kehamilan
normal. Pada preeklamsia berat terjadi peningkatan tekanan darah. Diperkirakan
akibat dari pelepasan substansi supressor dari uterus yang hipoperfusi atau
sebagai kompensasi sekresi katekolamin. Pada preeklamsia terjadi penurunan
volume plasma sekitar 30 - 40 % dibanding kehamilan normal. Penurunan volume
plasma ini menimbulkan hemokonsentrasi pada tubuh yang meningkatkan
viskositas darah sehingga menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan.
Hemokonsentrasi pada preeklamsia-eklamsia dijumpai kadar haematokrit yang
meningkat.3
Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa
waspada agar dapat mendeteksi secara dini kasus-kasus preeklampsia. Beberapa
faktor dapat menjadi indikator/penanda kemungkinan akan terjadi komplikasi
preeklamsia. Oleh karena itu, diagnosis dini dari preeklampsia maupun impending
eklampsia yang merupakan keadaan awal terjadinya eklampsia serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian
ibu dan anak.
2.1. Defenisi
Pre-eklampsia (PE) ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria, yang
umumnya terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala hipertensi biasanya muncul lebih dulu dari pada tanda lain.
Hipertensi kronis ialah hipertensi yang menetap oleh sebab apapun yang
ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau hipertensi yang
menetap setelah 6 minggu pasca persalinan. Semua hipertensi kronis dengan
penyebab apapun pada kehamilan dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia
superimposed. Preeklampsia superimposed ialah timbulnya preeklampsia pada
wanita yang menderita hipertensi kronis.
Preeklampsia berat bila satu atau lebih tanda / gejala di bawah ini
ditemukan2,3 :
1. Tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih
atau sama dengan 110 mmHg.
2. Proteinuria 2 gram / 24 jam atau > +2 pada pemeriksaan dipstik.
3. Oliguria atau produksi urin dibawah 500 ml / 24 jam yang disertai kenaikan
4. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan / visus.
5. Nyeri epigastrium.
6. Edema paru atau sianosis.
7. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR).
8. HELLP syndrome (H= Hemolysis; EL = Elevated Liver enzymes; LP = Low
Platelet counts).
Impending eklampsia atau disebut juga imminen eklampsia yaitu keadaan
preeklampsia berat disertai gejala-gejala : nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah – muntah, nyeri epigastrium, kenaikan prograsif tekanan darah (sistolik >
200 mmHg). Eklampsia ialah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik
klonik disusul dengan koma.
2.2. Faktor Risiko
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan terjadinya preeklamsia2,4,5,6,7 :
• Primigravida, terjadi pada sekitar 65% kasus
• Kehamilan majemuk memiliki insidensi kejadian sekitar 30%
• Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua.
• Dengan penyakit penyerta : diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit ginjal
• Mola hidatidosa
• Hidrops fetalis
• Makrosomia
• Riwayat menderita preeklamsia/eklamsia dalam keluarga. Insidensi meningkat
37% pada saudara perempuan dan 26% pada anak perempuan.
• Obesitas
• Malnutrisi dan sosioekonomi rendah
2.3. Patofisiologi
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui
secara pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa
hal, yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya
frekuensi dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan
kematian janin intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah
sebabnya kenapa penyakit ini disebut “the disease of theories”.2,5,8,9
Saat ini hipotesis utama yang dapat diterima dalam menjelaskan
terjadinya preeklamsia adalah iskemia pada plasenta, preeklamsia sebagai
manifestasi reaksi keracunan, maladaptasi imunologi, gangguan genetik.
Inadekuatnya invasi trofoblas terhadap miometrium menyebabkan gangguan pada
proses vasodilatasi fisiologis dari arteri spiralis maternal. Sindrom preeklampsia
maternal juga berhubungan dengan faktor tambahan invasi trofoblas yang
inadekuat juga disertai dengan gangguan pertumbuhan janin tanpa penyakit
maternal.
Diketahui secara jelas bahwa gangguan aliran darah intervillus
menyebabkan perfusi yang inadekuat dan iskemia pada trimester kedua
kehamilan. Hal ini yang mungkin menyebabkan diproduksinya oksigen reaktif.
Akibat antioksidan endogen normal tidak dapat mengkompensasi keadaan
tersebut, akan muncul kondisi stres oksidatif. Hal Inilah yang mungkin mendasari
gejala klinis pada sindrom preeklampsia. Stres oksidatif atau zat vasoaktif yang
dikeluarkan dari plasenta, menyebabkan terjadinya aktivasi dari sel endotel
vaskular. Pembuluh darah endotel dikenal memasok semua sistem organ. Terjadi
gangguan pada profil lipid, seperti kadar trigliserida dan asam lemak bebas yang
meningkat sekitar dua kali lipat. Adanya peningkatan peroksidasi lipid baik secara
sistemik maupun dalam plasenta menunjukkan bahwa stres oksidatif mendasari
kerusakan pada sel endotel. Sel endotel preeklampsia menghasilkan lebih sedikit
prostasiklin, vasodilator yang kuat pada sel endotel normal dan menghambat
agrregasi platelet. Endotel yang cedera akan merangsang agregasi platelet, dan
melepas tromboksan A2 (TXA2), suatu vasokonstriktor kuat dan menstimulasi
agregasi platelet. Penurunan produksi prostasiklin oleh sel endotel yang
disfungsional dan meningkat pelepasan TXA2 oleh trombosit yang diaktifkan dan
trofoblas bertanggung jawab terhadap terbaliknya rasio normal prostasiklin dan
TXA2 pada preeklampsia. Dominasi TXA2 dapat berkontribusi pada vasokonstriksi
dan merupakan gambaran utama dari hipertensi. Berkurangnya jumlah
prostasiklin memungkinkan sensitivitas vaskular yang lebih besar terhadap
angiotensin II, sehingga menyebabkan vasospasme dan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer.5,8
Warisan genetik pada kehamilan dengan hipertensi dapat didasarkan
pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak lengkap
merupakan faktor risiko terjadinya preeclampsia selama kehamilan anak
perempuan dari ibu tersebut.5
2.4. Perubahan pada sistem organ
2.4.1. Sistem kardiovaskular2,7,9,10
Peningkatan afterload jantung dikarenakan hipertensi
• Cardiac output tetap normal, dan terjadi peningkatan resistensi total
vaskuler perifer pada hipertensi.
2.4.2. Sistem koagulasi
Akibat mikropartikel yang berasal dari plasenta yang masuk ke dalam
sirkulsi darah ibu akan merangsang aktifasi dan disfungsi endotel
vaskular.
Karena kerusakan endotel, endotel akan menghasilkan nitrit oksida
yang menyebabkan peningkatan konsumsi prokoagulan ringan dan
peningkatan produk degradasi fibrin.
Koagulasi intravaskuler difusa mungkin timbul dari kerusakan vaskuler
berkelanjutan selama vasospasme.
2.4.3. Fungsi renal
a. Perubahan glomerulus
- Laju filtrasi glomerulus (GFR) dan perfusi biasanya menurun pada
preeklamsia. Aliran plasma ginjal yang berkurang dan glomerulo
endotheliosis, yang menyumbat lumen kapiler, menyebabkan GFR
yang rendah.
- Terjadi kebocoran protein ke dalam urin. Glomerulus, yang biasanya
tidak dapat ditembus (tidak permiabel) oleh protein yang besar,
menjadi lebih permeabel. Kerusakan glomerulus merupakan akibat
dari vasospasme dan kerusakan endotel. Kebocoran ini melebihi
Gambar 3. Endoteliosis kapiler glomerulus
b. Perubahan tubuler
- Secara normal asam urat biasanya difiltrasi di glomerulus,
disekresikan, dan sebagian besar diabsorbsi kembali oleh tubulus
proksimal.
- Penurunan klearans asam urat diamati sebelum gangguan GFR,
menunjukkan etiologi pada tuba di mana mekanisme masih belum
diketahui.
- Peningkatan produksi oleh jaringan hipoksia memberikan kontribusi
terhadap peningkatan asam urat serum.
- Peningkatan produksi oleh jaringan hipoksia yang menyebabkan
peningkatan serum asam urat.
c. Sistem renin-angiotensin-aldosteron
- Kadar komponen lain yang meningkat
Plasma renin activity and plasma renin concentration
Angiotensinogen
Angiotensin II
- Teori yang menjelaskan bahwa sistem renin-angiotensin yang
mendasari perubahan patofisiologi preeklamsia disebabkan oleh tiga
faktor :
Efek vasokonstriktor angiotensin II
Stimulasi aldosterone oleh angiotensin II dan retensi
sodium
Dijumpai angiotensin II dalam dosis besar dapat
menyebabkan proteinuria
- Ada kemungkinan bahwa, meskipun penurunan volume
intravaskular, vasokonstriksi preeklampsia, yang menekan
pelepasan renin.
2.4.4. Hepar
Perubahan jaringan hepar yang sering dijumpai adalah perdarahan
periportal pada bagian perifer. Pada penelitian autopsi yang dilakukan
pada wanita yang meninggal karena eklamsia, dijumpai perdarahan
hepar yang disertai infark jaringan.
Muncul gejala klinis berupa rasa tidak nyaman atau nyeri pada
epigastrium kanan biasanya dijumpai pada keadaan yang berat.
Peningkatan kadar fungsi hati dapat menjadi indikasi telah terjadi
gangguan pada hepar.
2.4.5. Otak
Terjadinya edema otak pada preeklamsia lebih karena disebabkan
peningkatan permeabilitas sawar darah otak oleh karena peningkatan
tekanan hidrostatik yang abnormal.
• Nyeri kepala dan gangguan visual merupakan gejala yang umum
berhubungan dengan preeklamsia berat dan kejang berhubungan
dengan preeklamsia.
Dapat terjadi perdarahan pada jaringan otak baik sedikit maupun
banyak. Perdarahan intraserebral dijumpai pada 60% kasus eklamsia,
setengahnya berakibat fatal. (Melrose, 1984; Richards dkk, 1988;
Gambar 4. Hubungan inadekuasi trofoblas terhadap gangguan organ11
2.5. Diagnosis
a. Riwayat penyakit4,12,13,14 :
dilakukan anamnesis pada pasien / keluarga pasien :
• Adanya gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka,
dyspnoe, nyeri dada, mual muntah, kejang
• Penyakit terdahulu : riwayat hipertensi dalam kehamilan, riwayat
hipertensi sebelum hamil, penyakit ginjal
• Riwayat penyakit dalam keluarga : riwayat hipertensi
• Riwayat gaya hidup : kehidupan sosial, alkohol dan merokok
b. Pemeriksaan fisik :
Kardiovaskuler : tekanan darah, suara jantung, dan denyut nadi
Paru : auskultasi paru untuk mengevaluasi edema paru
Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar
Refleks : adanya klonus
Funduskopi : untuk melihat adanya retinopati
c. Pemeriksaan Laboratorium:
Dijumpai proteinuria . 2 gr/dl dalam 24 jam atau skor dipstick +2
Oligouria (<500 ml/24 jam)
Peningkatan hematokrit disebabkan oleh keadaan hipovolemia.
Level asam urat lebih besar dari 5 gr/dl
Level kreatinin dalam darah meningkat
Level enzim hati yang meningkat
Platelets menurun kurang dari 100.000 mm
Pemanjangan HST
Penurunan fibrinogen dan produk degenerasi fibrin
2.6. Perubahan volume plasma pada preeklamsia
Volume plasma maternal meningkat secara progressif selama kehamilan
trimester kedua dan ketiga. Terjadi peningkatan sebesar 30 – 50% pada cairan
ekstraseluler, plasma, dan volume darah (berhubungan dengan 30 – 50 terjadi
peningkatan output jantung, GFR, dan aliran pembuluh darah ginjal. Sedangkan,
yang terjadi pada kehamilan dengan preeklamsia adalah sebaliknya, volume
plasma mengalami penurunan, dan umumnya keadaan ini menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, walaupun beberapa faktor lain juga memiliki
kemungkinan yang sama dalam menyebabkan hipovolemik maternal.
Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan penurunan volume plasma
secara langsung, namun pada preeklamsia, faktor yang lebih penting adalah
kadar albumin yang lebih rendah, yang merupakan karakteristik dari preeklamsia.
Penurunan kadar albumin dalam plasma dianggap sebagai faktor yang
menyebabkan gangguan permeabilitas, dimana tekanan onkotik akan berkurang
dan cairan intravaskuler akan keluar ke jaringan ekstravaskuler. Hal tersebut
menjelaskan terjadinya edema pada preeklamsia berat dan diketahui sebagai
proses yang semakin menurunkan volume plasma intravaskuler.15,16
Relaksasi otot polos yang menyeluruh disebabkan karena meningkatkan
produksi vasodepressor endotel merupakan gambaran normal kehamilan.
Meningkatnya kapasitas dari pembuluh darah memicu pembesaran volume
plasma, akan meningkat CO dan kemudian kadar hematokrit menurun. Pada
hipoperfusi preeklamsia, insufisiensi ekskresi dan disertai peningkatan produksi
resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah meningkat. Pasokan darah
plasenta/janin tampaknya berhubungan dengan volume darah.17
Volume plasma dapat diukur dengan teknik pengenceran dye, namun
pemeriksaan ini invasif dan tidak digunakan secara rutin pada praktek sehari –
hari. Hemokonsentrasi, mungkin mudah dinilai dengan mengukur sel. Hal ini
mencerminkan deplesi volume plasma membuktikan bahwa massa total sel darah
merah tidak berkurang oleh hilangnya darah atau anemia.10,15,16,17
2.7. Hubungan vislositas, hematokrit, dan hemoglobin pada preeklamsia
Secara teori peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan peningkatan
hematokrit, dimana terjadi keadaan hemokonsentrasi karena terjadi peningkatan
filtrasi plasma transkapiler. Penurunan volume plasma yang menginduksi
peningkatan konsentrasi hemoglobin dapat menurunkan sirkulasi plasenta yang
memainkan peran patogenik dalam terjadinya preeklamsia. tidak ada data
penelitian yang mendukung pernyataan bahwa peningkatan tekanan darah akan
selalu diikuti dengan peningkatan kadar hematokrit. Jika peningkatan tekanan
darah merupakan satu-satunya penyebab peningkatan hematokrit pada penderita
hipertensi, seharusnya kadar hematokrit akan menurun setelah pemberian obat
anti-hipertensi. Kurangnya penelitian dalam skala besar semacam mengenai
penanganan hipertensi secara individu menunjukkan bahwa efek peningkatan
hematokrit merupakan efek lanjutan dari peningkatan tekanan darah. Usia,
kelebihan berat badan, dan kebiasaan merokok berkorelasi positif antara
hematokrit dan tekanan darah.18,20
Kemungkinan bahwa hematokrit memiliki peran langsung dalam regulasi
tekanan darah didukung oleh penelitian eksperimen dan pengamatan klinis. Pada
pasien dengan berbagai bentuk anemia, terjadi peningkatan resistensi perifer dan
tekanan arteri yang signifikan dan pada waktu pengamatan bahwa hipertensi
dapat terjadi saat hematokrit yang rendah kemudian meningkat saat dilakukan
transfusi darah (packed red cells) atau pemberian eritropoietin. Selain itu,
polisitemia rubra vera sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi, dan dapat
dikontrol oleh pengurangan hematokrit. Pada penelitian yang dilakukan pada
model tikus dengan hipertensi, pengurangan hematokrit normovolemik sebanyak
10 unit melalui transfusi darah menyebabkan pengurangan tekanan darah 20-30
(misalnya dari 35% sampai 45%) berhubungan dengan peningkatan tekanan arteri
4 – 6 mmHg dan dua kali lipat kemungkinan terjadinya hipertensi. Mello dkk.
menilai pola biokimia dalam diagnosis dini pre-eklampsia. Mereka menunjukkan
bahwa sensitivitas tes hematokrit dalam diagnosis dini pre-eklampsia adalah 63%
dan spesifisitas 90%. Nilai prediksi positif adalah 36% dan nilai prediksi negatif tes
adalah 92%.18,20
Mekanisme yang cukup beralasan untuk memahami mekanisme yang
mendasari hubungan antara hematokrit dan tekanan darah adalah berhubungan
dengan hematokrit dan viskositas darah. Oleh karena itu, semakin besar
viskositas darah yang disebabkan oleh peningkatan kadar hematokrit dan
peningkatan` Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa perubahan besar dalam tingkat
hematokrit tidak hanya mempengaruhi viskositas darah, dan resistensi karena
intrinsik aliran darah, tetapi juga resistensi vaskuler pembuluh kecil pada organ.
Diketahui peningkatan viskositas yang berkelanjutan dapat menurunkan perfusi
dan meningkatkan tekanan darah. Peningkatan viskositas darah itu sendiri
memiliki dua efek dalam sistem kardiovaskular: bertindak untuk meningkatkan
tegangan gesekan pada endotel dan meningkatkan pengeluaran NO, sehingga
menyebabkan vasodilatasi serta peningkatan komponen resistensi viskositas
pembuluh darah. Dengan demikian peningkatan kekentalan darah dapat
menyebabkan vasodilatasi, yang memiliki efek non-linear yang cukup besar dalam
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer yang menetralkan peningkatan
karena viskositas. 18,19
Hilmann dkk, Yang menilai hubungan antara hemoglobin dan hematokrit
pada kehamilan. Hasil dari studi kohort menunjukkan bahwa kadar hemoglobin
dan hematokrit yang tinggi pada trimester ke-2 memiliki hubungan dengan
terjadinya pre-eklampsia dalam minggu-minggu berikut. Mereka mempelajari
hubungan antara hemoglobin dan hematokrit dengan tekanan darah tinggi pada
kehamilan, termasuk hipertensi transien, eklampsia, eklampsia dan
pre-eklampsia yang terjadi pada hipertensi kronis.
Penelitian Sibai mengenai hematokrit menyimpulkan bahwa hematokrit
merupakan faktor prediktor yang lemah untuk menegakkan diagnosis
pre-eklampsia. Sensitivitas dari hematokrit dalam diagnosis dini pre-eklampsia dalam
penelitian mereka adalah 20%, spesifisitas adalah 42%, nilai prediksi positif
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar hemoglobin dan hematokrit
antara wanita hamil dengan pre-eklampsia. Sarrel dkk menduga bahwa
peningkatan konsentrasi hemoglobin bebas merupakan penyebab vasokonstriksi
pada preeklamsia. Gus Dekker dkk berpendapat bahwa pemeriksaan hemoglobin
dan hematokrit digunakan untuk mengamati kehamilan terhadap faktor risiko
insufisiensi uteroplasenta. 16,20
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penanganan preeklamsia adalah :
1. Untuk melindungi ibu dari efek meningkatnya tekanan darah dan mencegah
progresifitas penyakit menjadi eklampsia dengan segala komplikasinya.
2. Untuk mengatasi atau menurunkan resiko preeklamsia terhadap janin
termasuk terjadinya solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat dan
kematian janin intrauterine.
3. Untuk melahirkan janin dengan cara yang paling aman bila diketahui resiko
janin atau ibu akan lebih berat bila kehamilan dilanjutkan.
Terapi Preeklampsi berat4,6,13
Dasar pengelolaan preeklampsi berat pada ibu dengan penyulit apapun
dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulit yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan terhadap penyulit
b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang
tergantung pada umur kehamilannya dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia selama perawatan, yaitu;
1. Ekspektatif / konservatif: bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu
artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil
memberikan terapi medikamentosa
2. Aktif
Pemberian terapi medikamentosa2,6,12,14:
a. Segera masuk ke rumah sakit
b. Tirah baring miring kekiri secara intermitten
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
e. Pemberian MgSO4 dibagi:
- Loading dose (dosis awal ) : 4 gr MgSO4 40% IV secara perlahan
- Maintenance dose (dosis lanjutan) : 1gr MgSO4 40%/jam dalam 500 ml
RL
f. Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi ≥180/110 atau MAP≥ 126
Jenis obat nifedipin: 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit maksimal 120
mg dalam 24 jam, nifedipin tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa
lidah (sublingual) karena absorbsi terbaik adalah melalui saluran cerna,
desakan darah diturunkan secara perlahan penurunan awal 25 % dari
desakan sistol, desakan darah diturunkan mencapai < 160/105, MAP <
125. Beberapa jenis obat anti-hipertensi termasuk : methyl-dopa/clonidine,
labetalol, metoprolol dan hidralazine.8,15
g. Diuretikum tidak dibenarkan untuk diberikan secara rutin karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum hanya diberikan atas indikasi:
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
Sikap terhadap Kehamilannya :
Perawatan konservatif / ekspektatif
a. Tujuan
1. Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
b. Indikasi: Kehamilan < 37 minggu tanpa dijumpai tanda-tanda gejala
impending eklampsi
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsi ringan, maka masih
akan dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang
d. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu
selama 48 jam
e. Perawatan dirumah sakit:
1) Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :
Nyeri kepala
Penglihatan kabur
Nyeri perut kuadran kanan atas
Nyeri epigastrium
Kenaikan berat badan dengan cepat
2) Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti setiap
harinya
3) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi setiap 2
hari
4) Pengukuran desakan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan
standard yang telah ditentukan
5) Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya pemeriksaaan:
Ukuran biometrik janin
Volume air ketuban
6) Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan apabila 3
hari bebas gejala–gejala preeklampsi berat
Perawatan Aktif
Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
a. Ibu :
- Kehamilan > 37 minggu
- Impending Eklampsia
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
o Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan
medisinal terjadi kenaikan TD
o Atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak
ada perbaikan gejala-gejala.
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda IUFGR
c. Laboratorium :
- Adanya HELLP Syndrome
Diagram 1. Penatalaksanaan preeklamsia berat
Cara persalinan:
Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke pervaginam6 :
1) Penderita belum inpartu;
- Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8
- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi
persalinan harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak induksi
persalinan dianggap gagal, harus segera disusul dengan pembedahan secara cesar.
Indikasi dilakukan pembedahan caesar:
- Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
- Induksi persalinaan gagal
- Terjadi fetal distress
- Bila umur kehamilan < 33 minggu
2) Bila penderita sudah inpartu
- Perjalanan persalinan diikuti
- Memperpendek kala II
- Pembedahan caesar dilakukan apabila didapati maternal distress dan
fetal distress
- Primigravida direkomendsikan pembedahan caesar
Anastesia: regional anastesi dan epidural anastesi, tidak dianjurkan general
anastesi
Semua kasus dengan preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Simptom
dan tanda “impending eklampsia” (pandangan kabur, hiperrefleksia) adalah tidak
pasti dan penanganan ekspektatif belum ada rekomendasi.11
2.9. Komplikasi
2.9.1. Komplikasi Maternal1,3,7:
Gagal Ginjal akibat akut tubuler nekrosis
Akute kortikal nekrosis
Gagal Jantung
Edema Paru
Trombositopenia, DIC
Cerebrovaskuler accident
2.9.2. Komplikasi janin :
Persalinan prematur
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), terjadi sekitar 30 – 40% pada
preeklamsia superimposed
Solusio plasenta, terjadi 4 – 8 kali lebih sering pada kehamilan dengan
hipertensi kronis.
perinatal asfiksia
2.10. Prognosis
2.10.1. Terhadap maternal
Morbiditas maternal (ditandai dengan hipertensi berat atau keterlibatan
multi sistem) dan potensi kematian meningkat pada kehamilan dengan hipertensi.
Sekitar 16% dari nulligravida dengan hipertensi dalam kehamilan namun tidak
dijumpai proteinuria menyebabkan hipertensi yang berat atau keterlibatan multi
sistem. Pada hipertensi gestasional dan proteinuria positif 1, komplikasi ibu yang
berat dapat terjadi sampai 42% dari semua nulligravida (secara total, hipertensi
berat sekitar 80%, dan penyakit multi sistem 20%). Penampilan pasien dengan
preeklamsia adalah secara fisik buruk, dengan hampir dua pertiga dari nulligravida
terjadi hipertensi berat (33%) atau gangguan multi sistem (67%). Kematian karena
preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi kejang pada eklampsia berkembang,
sekitar 5 - 7% dari pasien ini akan meninggal dunia. Penyebab kematian biasanya
disebabkan oleh perdarahan intrakranial, shock, gagal ginjal, pemisahan prematur
plasenta, dan pneumonia aspirasi. Selain itu, hipertensi kronis mungkin
merupakan sekuel dari eklampsia. Meskipun jumlah trombosit meningkat secara
signifikan setelah postpartum kehamilan normotensif, sekitar ada 2 – 3 kali lipat
meningkat pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada 6 – 14 hari
setelah persalinan. kebanyakan merekomendasikan evaluasi yang lengkap 6
minggu sampai 6 bulan.5
2.10.2. Terhadap janin
Persalinan prematur dan bayi yang kecil dari usia kehamilan lebih sering
terjadi (Odds Ratio, OR 1,7) pada hipertensi gestasional dibandingkan untuk
nulligravida darah normal. Preeklamsia lebih lanjut meningkatkan kejadian
kelahiran prematur dan bayi kecil untuk usia kehamilan (OR 14,6). Kematian
perinatal mungkin sekitar 20%. Dengan diagnosis dini, antenatal terapi, dan
perawatan intensif neonatal, namun, kerugian ini dapat dikurangi menjadi <10%.5
2.11. Prediksi dan Pencegahan Preeklamsia
Banyak uji klinis, biofisik, dan biokimia memiliki telah diusulkan untuk
memprediksi atau mendeteksi preeklampsia secara dini. Sayangnya, sebagian
besar dari tes ini memiliki sensitivitas, nilai prediktif positif yang rendah, dan
tidak ada tes penapisan tunggal yang dianggap handal dan terjangkau dalam
memprediksi preeclampsia.
Dalam dua dekade terakhir, banyak laporan klinis dan percobaan yang
dilakukan secara acak menggambarkan penggunaan berbagai metode untuk
mengurangi tingkat dan / atau derajat preeklampsia. Berdasarkan data yang
tersedia, baik suplemen kalsium atau aspirin dosis rendah harus secara rutin
diresepkan untuk preeklamsia pencegahan pada wanita nulipara. Beberapa
penelitian kecil mengenai penggunaan aspirin dosis rendah melaporkan
penurunan kejadian preeklamsia yang signifikan pada populasi berisiko tinggi.
Namun, pada tahun 1994 Penelitian kolaborasi melaporkan uji coba besar secara
acak membandingkan aspirin dosis rendah dengan plasebo pada lebih dari 9300
pasien berisiko tinggi. Aspirin dosis rendah tidak mengurangi kejadian
preeklampsia pada populasi berisiko tinggi. Hauth melaporkan penurunan yang
signifikan dalam preeklamsia pada kelompok perempuan berisiko rendah yang
diobati dengan aspirin dosis rendah. Namun, percobaan yang lebih besar oleh
Sibai melaporkan tidak ada manfaat. Meninjau semua bukti yang bertentangan,
peneliti untuk Cochrane Collaboration menyimpulkan mungkin ada kecil sampai
sedang manfaat aspirin dosis rendah dalam mencegah preeklampsia. Karena
risiko rejimen sedikit, beberapa dokter mungkin cukup memilih untuk
menggunakannya.
Selain itu, seng, magnesium, minyak ikan, dan vitamin C dan E tidak harus
secara rutin digunakan untuk tujuan ini. Bahkan dalam studi mengungkapkan
menguntungkan efek, hasilnya menunjukkan pengurangan dalam "definisi
preeklamsia". Selain itu juga konsumsi kalsium, kalsium sangat penting
dalam sintesis oksida nitrat, vasodilator kuat diyakini untuk berkontribusi pada
pemeliharaan tonus pembuluh darah berkurang pada kehamilan. Meskipun
beberapa studi kecil menyarankan manfaat kemungkinan suplemen kalsium
dalam mencegah preeklamsia, percobaan besar oleh Levine yang melibatkan
2.12. Kerangka teori
Preeklamsia
Berat
Tekanan darah
meningkat
Volume plasma
menurun
Hematokrit
meningkat
Gangguan
permeabilitas
Hemokonsentrasi
meningkat
2.13. Kerangka konsep
Preeklamsia
Berat/Eklamsia/
HELLP syndrome
Kadar Hematokrit
meningkat
Persalinan
plasenta
dilahirkan
24 jam
Kadar Hematokrit
menurun/semakin
meningkat
Perbaikan /
perburukan
Perbedaan dan hubungan antara tekanan
darah dengan hematokrit dianalisis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitiaan intervensi dengan rancangan uji pre –
post untuk mengetahui hubungan antara kadar hematokrit pada preeklamsia
sebelum dan setelah proses persalinan.
3.2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP. Haji Adam Malik Medan, RSUD. Dr.
Pirngadi Medan, RSU. Putri Hijau Medan, RSU. Haji Medan, RSU. Sundari Medan
sejak Juni 2013 sampai September 2013.
3.3. Kriteria penelitian
3.3.1. Kriteria inklusi
a) Wanita hamil yang mengalami preeklampsia berat yang berobat ke
poli ibu hamil atau instalasi gawat darurat.
b) Tidak menderita penyakit penyerta yang menyebabkan gangguan
pada komponen darah dan tekanan darah tinggi
c) Belum melahirkan
c) Bersedia diikutsertakan sebagai obyek penelitian
3.3.2. Kriteria eksklusi
a) Pasien tidak jadi melahirkan
b) Pasien mengalami perbaikan menjadi status preeklamsia ringan
c) Mesin pemeriksaan hematokrit rusak
d) Data rekam medis yang tidak lengkap
3.4. Besar sampel penelitian
n = (Zα+Zβ) s
(X1 – X2)
n = Jumlah sampel
Zα = Tingkat kemaknaan = 1.64
Zβ = Power = 0,842
S = Simpangan baku = 5.34%
X1 = 37.7%
X2 = 35.9%
n = (1.64 + 0.842) 5.34 37.7 – 35.9
n = 13.25
1.8
N = 54.2 = 55 sampel
3.5. Alat ukur penelitian
Alat ukur yang digunakan :
1. Formulir data pribadi pasien
Formulir digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden
berdasarkan karakteristik yang dimilikinya dengan mengisi data pribadi
secara mandiri atau melalui wawancara.
2. Peralatan penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian :
- Tensimeter
- Stetoskop
- Alat ukur proteinuria
- Alat tulis
- Laboratorium
3.6. Defenisi Operasional
• Preeklamsia berat merupakan pasien yang secara klinis dan diagnostik
menderita preeklamsia yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
>160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu yang diperiksa
2
dengan menggunakan spigmomanometer air raksa dan dijumpai
proteinuria (+) pada pemeriksaan dengan pemanasan urin
• Hematokrit merupakan persentase volume dari sel darah merah di
dalam darah, diinterpretasikan dalam persen. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan mesin.
• Tekanan darah sistolik mengambarkan kontraksi jantung, yaitu pada
suara korotkoff pertama (suara tekanan yang pertama kali terdengar).
Suara korotkoff pertama tersebut dapat diketahui dengan pengukuran
tekanan darah menggunakan spigmomanometer air raksa dan
diinterpretasikan dalam mmHg.
• Tekanan darah diastolik menggambarkan keadaan jantung saat diisi
darah setelah berkontraksi, yaitu pada tekanan di mana suara korotkoff
keempat hanya nyaris tak terdengar dapat diketahui dengan pengukuran
tekanan darah menggunakan spigmomanometer air raksa dan
diinterpretasikan dalam mmHg.
• Impending eklamsia merupakan kumpulan gejala multisistem pada
penderita preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai
dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). Keadaan ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium.
• Eklamsia merupakan keadaaan preeklamsia yang disertai penurunan
kesadaran dan kejang, ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis
(alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
• Sindroma HELLP merupakan kumpulan gejala multisistem pada
penderita preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai
dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). Diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
• Hipertensi kronis superimposed preeklamsia adalah hipertensi yang
didapatkan sebelum kehamilan, dibawah 20 minggu umur kehamilan,
dengan proteinuria setelah 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang
setelah 12 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
3.7. Pengolahan data
Data ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan distribusi
frekuensi dan dilakukan analisis. Pengujian data pre dan post dilakukan
dengan menggunakan uji t (t-test) dan pengujian data untuk mencari
hubungan kadar hematokrit dengan derajat preeklamsia dilakukan dengan
uji Chi-square. Data diolah dengan menggunakan program komputer.
3.8. Prosedur Penelitian
1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan
penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data subyek
penelitian yang bersedia ikut serta dalam penelitian, setelah dilakukan
informed consent terlebih dahulu.
2. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui identitas pasien meliputi: umur,
paritas, usia gestasi, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat
preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, dan riwayat
preeklamsia/hipertensi dalam keluarga.
3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis umum dan obstetri untuk
menentukan kriteria inklusi dan eksklusi subyek penelitian.
4. Dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi status presens yaitu menilai
kesadaran, tekanan darah sistol dan diastol diukur dengan
spygmomanometer air raksa, nadi dan pernafasan. Pemeriksaan obstetri
yang meliputi status generalisata meliputi pemeriksaan fisik kepala,
mata, leher, dada untuk menilai bentuk dada, suara pernafasan dan
bunyi jantung, serta pemeriksaan leopold untuk evaluasi janin,
pemeriksaan denyut jantung janin dan kontraksi uterus.
5. Dilakukan pemeriksaan hematokrit dan komponen darah lainnya dengan
mengambil sampel darah + 5 cc dari pembuluh vena dan kemudian
dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
6. Preeklamsia berat, eklamsia dan sindroma HELLP ditatalaksana sesuai
prosedur.
7. Dilakukan pemeriksaan dalam setelah pemberian magnesium sulfat
untuk mengkonfirmasi inpartu dan menentukan metode persalinan..
8. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah sistol dan diastol serta
mengambil sampel darah + 5 cc dari pembuluh vena dan kemudian
dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
9. Selanjutnya data – data yang didapat diolah dan dilakukan analisis untuk
memba