• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/201"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

RESIA MARDIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh Resia Mardika

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk

mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini akan difokuskan pada efektivitas pembelajaran matematika siswa ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Muhammadiyah 3

Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 dan sampel penelitian adalah siswa kelas VIIIB dan VIIIC yang diambil secara acak. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji-t, diperoleh simpulan bahwa pembelajaran matematika

dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif di-bandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari aktivitas dan hasil

belajar matematika siswa.

(3)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh

Resia Mardika

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP

Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester

Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Nama Mahasiswa : Resia Mardika

Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021043

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dra. Rini Asnawati, M.Pd. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP 19620210 198503 2 003 NIP 19670808 199103 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. __________

Sekretaris : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. __________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. __________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(6)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Resia Mardika

NPM : 0743021043

Program studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandarlampung, November 2012 Yang Menyatakan

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasuruhan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pada 17 Agustus 1988. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suharman dan Ibu Yusnir.

Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Bhakti Ibu Bakauheni lulus tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) di SD Bhakti Ibu Bakauheni lulus tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Bakauheni lulus tahun 2003 serta Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan hingga tahun 2006.

(8)

Motto

“ALLAH tidak membebani seseorang

melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT,

dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya

sederhana ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada :

Mamah dan Papah tersayang

yang telah membesarkan, mendidik, dan tiada henti memberikan

kasih sayang, doa serta motivasi dengan rasa tulus ikhlas demi

kebahagiaan dan keberhasilanku. Terimakasih untuk cinta dan

pengorbanan hingga aku dapat merasakan kehidupan nyata yang

sesungguhnya.

Kakak “Riry Mardika”, Bang “Rosidi”, Dek “Resa Pikrila Meilani”,

Dek “Fachim Syakib Al Hanif”

yang selalu memberikan semangat dalam hidupku, berbagi cerita,

mendukung setiap langkah ku untuk tetap maju.

Para pendidik yang dengan tulus dan sabar dalam mendidikku.

(10)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

me-nyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Matematika Dengan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Ditinjau Dari Aktivitas Dan

Hasil Belajar Matematika Siswa” disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung beserta staf dan jajarannya;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lampung;

4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing

Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik

(11)

5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya

untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

6. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi

untuk masukan dan saran kepada penulis;

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah

mendidik dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi;

8. Bapak Wahdiyana, ST., selaku Kepala SMP Muhammadiyah 3

Bandar-lampung;

9. Bapak Drs. Dauf Lani, selaku guru mitra yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian;

10.Siswa/siswi kelas VIII-A, VIII-B, dan VIII-C SMP Muhammadiyah 3

Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 atas perhatian dan kerjasama yang

telah terjalin;

11.Yang terhormat, tersayang dan tercinta Mamah, Papah, Kak Yeye, Bang Di,

Dek Cha, Dek Hanif dan Aa Qoe yang selalu memberikan cinta, kasih, sayang

serta dukungan baik moril maupun materil dengan ikhlas dan tulus juga tak

lupa doa yang tidak henti-hentinya selama ini demi keberhasilan dan

kesuksesan ku;

12.Little Family++-Ku (Nesha Aprilia Puspa, Ratnasari, Reni Puspita Ningsih,

Sevia Gusmita, Komang Wihatyane, Iim Abdul Karim) banyak cerita yang

tidak dapat ku lupakan dan tidak dapat ku lukiskan dengan kata-kata, serta

(12)

13.Sahabat-sahabatku tercinta seluruh angkatan 2007 Pendidikan Matematika NR

(Ayank Nana, Nesha, Endel, Sevia, Aak bli Komang, Indah, Yayank “Iyut”,

Dina N, Cwie, Devi, Sri, Fitri, Berta, Vera, Vina, Lia, mb’Leni, Fiska, Yulva,

Vivi, Marista, Yesi, Dwi, Tanti, Uya, Robert, Indri, Bily, Bang Lihin, Haris,

Tina, Ana, Nana, Rita, Mb’Eva, Mira, Mb’Yemi, Dina A, Monmon, Ali, Ifan,

Dani, Mb’Endah, Heru, Bang Ken, Adi, Munif), kerjasama yang telah terjalin

ini semoga akan bertahan selamanya, tidak ada kata menyerah dan putus asa

yang ada hanya keinginan untuk terus belajar dan belajar dalam menggapai

asa dan hal inilah yang ku dapat dari pertemuan kita. Semoga Allah selalu

memberikan berkah di setiap langkah kita;

14.Teman-teman seperjuangan PPL di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung

(Aria Aditia J, Eliska N, Isnawati, Janati, Mutiara S R Kenamon, Suliyah,

Nopi S, Noprisyah H, Lamudin, Eka Ruri F, Weni Mulia S, Herdizal Rianda)

atas kebersamaan selama tiga bulan yang luar biasa;

15.Semua kakak-kakakku angkatan 2004 sampai 2006 dan adik-adikku angkatan

2008 sampai 2011 terima kasih atas kebersamaannya;

16.Almamater yang telah mendewasakan ku.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan

dengan pahala yang penuh berkah, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandarlampung, November 2012

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

B. Penelitian Yang Relevan ... 22

C. Kerangka Pikir ... 22

D. Hipotesis Penelitian ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 26

B. Desain Penelitian ... 26

(14)

D. Data Penelitian ... 28

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Instrumen Penelitian ... 29

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

B. Pembahasan ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 31

3.3 Interprestasi Nilai Daya Pembeda ... 32

3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 33

4.1 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa ... 38

4.2 Rekapitulasi Persentase Siswa Aktif ... 38

4.3 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 41

4.4 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 41

4.5 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 42

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa

tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, sehat

jasmani dan rohani, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. Selain itu juga diperkuat oleh Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang

menyatakan bahwa:

“Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya men-cerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Tujuan pendidikan dapat dicapai bila didukung oleh sarana dan prasarana

pendidikan yang memadai. Sekolah sebagai sarana pendidikan formal merupakan

sarana yang tepat untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Selain itu untuk pencapaian

tujuan pendidikan tersebut terdapat sejumlah mata pelajaran pokok dan pendukung

(17)

2

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang

Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa salah satu

diantara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah pelajaran

matematika. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang

mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Mata pelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika; (2)

menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4)

mengkomunikasikan gagasan; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru, siswa, sumber dan

media pembelajaran. Dalam pembelajaran seorang guru dituntut untuk dapat

me-miliki kemampuan untuk menciptakan kondisi kelas yang aktif, kreatif, dan

menyenangkan sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar yang pada

akhirnya siswa mendapatkan hasil yang memuaskan. Banyak model

pem-belajaran yang telah dikembangkan untuk memudahkan guru memaksimalkan

proses pembelajaran. Namun sebagian besar guru matematika masih

meng-gunakan pembelajaran konvensional, hal tesebut menyebabkan hanya terjadi

komunikasi satu arah. Proses pembelajarannya dimulai dari guru menjelaskan

materi pelajaran di depan kelas, memberikan contoh soal, diskusi, latihan soal,

dan diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah (PR). Dalam pembelajaran

konvensional kegiatan pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh guru

sedangkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan

(18)

3

telah diajarkan sebelumnya. Pada saat guru mengulas kembali materi yang telah

disampaikan, siswa lebih memilih untuk diam yang mengakibatkan tidak adanya

timbal balik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Aktivitas

yang dilakukan oleh sebagian siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan

mencatat apa yang ditulis oleh guru di papan tulis, sedangkan aktivitas lain yang

terlihat saat proses pembelajaran adalah aktivitas yang tidak berhubungan dengan

proses pembelajaran. Sedangkan menurut Sardiman (2004:95), belajar berarti

melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Rendahnya

aktivitas belajar siswa tersebut menandakan kurangnya minat belajar siswa.

Siswa kurang tertarik untuk belajar matematika sehingga mengalami kesulitan

dalam menyerap dan memahami materi pelajaran. Hal tersebut dapat

me-nyebabkan rendahnya kemampuan matematika siswa dan berdampak pada hasil

belajar matematika siswa. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut dapat

me-nimbulkan anggapan bahwa guru kurang berhasil menyalurkan ilmu yang

dimilikinya. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang lebih banyak dan

bervariasi untuk diterapkan oleh guru di kelas sehingga siswa dapat berperan lebih

aktif dalam proses pembelajaran dan mengembangkan potensinya. Salah satu

alternatif model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran

kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk

berperan aktif menyelesaikan masalah yang ada dikelompoknya secara

bersama-sama. Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dari segi

akademiknya, sehingga siswa yang kurang jelas dalam memahami pelajaran dapat

(19)

4

Dalam hal ini, sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu

mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Salah

satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah Think Pair Share (TPS).

Dalam pembelajaran TPS, mula-mula siswa diberikan pertanyaan atau suatu

permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa

diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan tersebut secara mandiri

untuk beberapa saat. Setelah itu, siswa diminta berpasangan untuk mendiskusikan

hasil pemikiran atau gagasannya. Kemudian, beberapa pasangan diminta untuk

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa lain menanggapi.

Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini, siswa menjadi

lebih siap untuk belajar karena siswa telah diberikan waktu untuk berpikir mandiri

sebelum berpasangan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

keefektifan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe

TPS jika ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran matematika dengan model

pem-belajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar

(20)

5

Dari rumusan masalah, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah

1. Apakah aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas

belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

2. Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan

model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar

siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembelajaran

mate-matika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau

dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, praktisi pendidikan dan

peneliti lain.

1. Bagi Guru dan Praktisi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih

model pembelajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang

diharapkan.

2. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait dengan

(21)

6

acuan ataupun referensi pada penelitian yang sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Efektivitas yang

di-maksud dalam penelitian ini adalah keefektifan pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dikatakan

efektif apabila aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan

model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar dan hasil

belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada penelitian ini merupakan suatu

model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa

yang berpasangan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa diberikan

waktu untuk berpikir secara mandiri (Thinking) atas pertanyaan atau masalah

yang diberikan oleh guru berupa LKS, berpasangan (Pairing) dengan teman

sebangku untuk berdiskusi, setelah itu beberapa pasangan akan ditunjuk

secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas

(Sharing).

3. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan

oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai dengan

menerangkan materi pada awal pembelajaran, memberikan contoh latihan

(22)

7

untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan

teman sekelasnya.

4. Aktivitas belajar adalah semua kegiatan yang relevan dengan pembelajaran

dan dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.

Aktivitas belajar yang diamati dalam penelitian ini adalah memperhatikan

penjelasan guru, mengerjakan LKS/soal latihan, berdiskusi antar siswa dalam

kelompok, mempresentasikan hasil diskusi atau memperhatikan presentasi hasil

diskusi, bertanya atau menanggapi pada saat presentasi, dan membuat kesimpulan.

5. Hasil belajar adalah keberhasilan siswa dalam aspek kognitif yang terarah

dari perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran sesuai tujuan

pem-belajaran yang ingin dicapai, dinyatakan dalam bentuk nilai dan dapat diukur

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar Matematika

a. Belajar

Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian

proses pendidikan di sekolah. Hal ini dapat dipahami karena berhasil atau

tidaknya tujuan pendidikan adalah dominan bergantung pada bagaimana proses

belajar mengajar itu berlangsung. Oleh karena itu proses belajar selalu menjadi

sorotan utama khususnya bagi para ahli pendidikan.

Inisiatif belajar merupakan keinginan yang timbul dari dalam diri seorang siswa

untuk mengadakan atau berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar seperti

mencetuskan ide-ide belajar, mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat/

gagasan, dan mengemukan saran/usul tentang pelajaran. Dengan demikian, siswa

merupakan sentral dalam proses belajar, maka aktivitas siswa merupakan syarat

mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar.

Dalam kamus besar bahasa indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh

kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang

(24)

9

proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

di dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Hamalik (2004:

27)

“Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Yaitu belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan me-lainkan pengubahan kelakuan”.

Dimyati dan Mudjiono (2002: 10) mengutip dari R. Gagne menjelaskan tentang

pengertian belajar sebagai berikut.

“Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.”

Selain itu George J.Mouly (dalam Trianto, 2009: 9) menyatakan: “Belajar pada

dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya

pengalaman”. Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 9) berpandangan

bahwa ”Belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya

menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah

suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan

(25)

10

b. Matematika

Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern,

sehingga matematika menjadi ilmu yang wajib dipelajari disetiap jenjang

pendidikan.

Soedjadi (2000: 11) menyatakan definisi matematika sebagai berikut.

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Soedjadi (2000: 13) juga mengemukakan beberapa karakteristik matematika

sebagai berikut.

a. Memiliki objek kajian yang abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan.

c. Berpola fikir deduktif.

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti.

e. Memperhatikan semesta pembicaraan.

f. Konsisten dalam sistemnya.

Russel (dalam Uno, 2009: 129) mendefinisikan bahwa matematika sebagai studi

yang pengkajiannya dimulai dari bagian-bagian yang tersusun baik (konstruktif)

secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) sehingga belajar matematika

memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan belajar secara umum.

Belajar matematika melibatkan struktur hirarki yang mempunyai tingkatan lebih

tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada sehingga belajar

(26)

11

pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hudoyo (1999: 63) yang menyatakan bahwa:

“Belajar matematika melibatkan struktur hirarki atau urutan konsep-konsep yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar konsep atau pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan karena belajar matematika yang terputus-putus akan menggang-gu pemahaman dan mempengaruhi hasil belajar”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar

mate-matika adalah proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

penge-tahuan, sikap, dan keterampilan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur, dan

pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, dan sistematis

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Efektivitas Pembelajaran

Dalam kamus bahasa indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti

mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan

dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai

tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Keefektifan pembelajaran menurut Trianto (2009: 20) adalah hasil guna yang

diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Dengan demikian,

pem-belajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pempem-belajaran tersebut tercapai.

Tujuan dalam pembelajaran matematika mencakup tujuan kognitif dan afektif.

Tujuan kognitif dapat dilihat dari nilai hasil tes yang diberikan, sedangkan aspek

(27)

12

Hamalik (2008: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan

aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang terjadi

dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan pengalaman baru bagi siswa

untuk mendapatkan pengetahuan baru pula. Hal ini sejalan dengan pendapat

Trianto (2009: 12) yang menerangkan bahwa belajar efektif itu dimulai dari

lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Penyediaan kesempatan belajar

sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam

memahami materi yang sedang dipelajari. Untuk mengetahui keefektifan

meng-ajar menurut Trianto (2009: 20) dapat dilakukan dengan memberikan tes, sebab

hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran

adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

pem-belajaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini, efektivitas pempem-belajaran dapat

dilihat dari aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan

hasil belajar matematika siswa yang terukur dari nilai tes. Dikatakan efektif

apabila aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan model

kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar dan hasil belajar siswa

yang menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Pembelajaran Kooperatif

Trianto (2009: 58), mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

(28)

13

2007: 5) model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari

suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar.

Ismail (2003: 18) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

strategi yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif

adalah

1. belajar dengan teman, 2. tatap muka antar teman,

3. mendengarkan diantara anggota,

4. belajar dari teman sendiri didalam kelompok, 5. belajar dalam kelompok kecil,

6. produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat,

7. siswa membuat keputusan,

8. siswa aktif.

Hal ini diperkuat oleh Lie (2004: 31), yang menyatakan bahwa ada lima unsur

yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran

kelompok biasa, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab

per-seorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada setiap usaha anggotanya.

Un-tuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas

se-demikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan

tugas-nya sendiri. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian individu dan penilaian

kelompok. Dengan demikian siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk

memberikan sumbangan nilai. Dengan kondisi yang demikian tidak ada siswa

(29)

14

2. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari ketergantungan positif. Jika tugas

dan penilaian dibuat menurut prosedur pembelajaran kooperatif, setiap siswa

akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.

Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua

anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil

pe-mikiran satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,

memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4. Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok dipengaruhi oleh keterampilan intelektual,

kete-rampilan berkomunikasi setiap anggota dalam kelompoknya.

5. Evaluasi proses kelompok

Evaluasi proses kelompok bertujuan untuk mengevaluasi proses kerja

kelom-pok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan

lebih efektif.

Solihatin (2007:5) mengatakan Cooperative learning adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur

kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya Trianto (2009 : 56) menyatakan

bahwa di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,

(30)

15

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran yang menuntut siswa untuk melakukan aktivitas belajar dan bekerja

dalam kelompok kecil, saling membantu dalam mempelajari materi yang

diberikan guru untuk mencapai hasil yang optimal.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas

Maryland pada tahun 1981. Model ini memberi waktu kepada para siswa untuk

berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain. Menurut Nurhadi

(2004: 23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif

yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS

memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak

kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Trianto (2009: 82) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran kooperatif tipe TPS

guru menggunakan langkah-langkah (fase) berikut:

a. Langkah 1: Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

b. Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi pada langkah ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

c. Langkah 3: Berbagi (Sharing)

(31)

16

Lie (2004: 45) mengemukakan bahwa teknik belajar mengajar

berpikir-berpasangan-berbagi sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong-royong yang

memiliki manfaat:

a. Memberi kesempatan siswa untuk berpikir sendiri serta bekerjasama dengan orang lain dalam pasangan.

b. Kelompok secara berpasangan memiliki beberapa keunggulan, memberikan

lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, dan cepat membentuknya serta cocok untuk tugas sederhana.

Di pihak lain, Nurhadi (2004: 23) menyatakan bahwa:

Think-pair-share merupakan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa.”

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TPS memiliki beberapa manfaat yaitu:

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri sebelum

berdiskusi sehingga siswa lebih siap dengan hal yang akan didiskusikan.

b. Mudah diterapkan, interaksi lebih mudah, dan tidak memerlukan banyak

waktu untuk membentuk kelompok.

c. Dapat memotivasi siswa yang kurang tertarik pada pelajaran.

d. Membuat siswa untuk dapat menghargai pendapat teman dengan cara

memperhatikan pada saat presentasi.

e. Dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa

Dari uraian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model

pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa yang

(32)

17

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran

yang biasa dilakukan oleh guru yaitu menerangkan materi melalui ceramah pada

awal pembelajaran, memberikan contoh-contoh latihan soal pada waktu tertentu,

kemudian pemberian tugas berupa latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa secara

individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya. Di dalam pembelajaran

konvensional terdapat beberapa metode, yaitu metode ceramah, diskusi, dan

tanya-jawab (Sumarno, 2011).

Dalam proses pembelajaran konvensional guru lebih sering menggunakan metode

ceramah, yaitu penyampaian materi secara lisan di depan siswa. Metode ceramah

merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi

pem-belajaran ekspositori (Sumarno, 2011). Menurut Suherman dkk (2003: 203)

metode ekspositori sama dengan metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan

pada guru sebagai pemberi informasi. Guru pada awal pembelajaran

me-nerangkan materi dengan ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh soal

pada waktu tertentu.

Sumarno (2011) menerangkan kelebihan-kelebihan dari metode ceramah sebagai

berikut.

1. Metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.

2. Dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang

banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam

waktu yang singkat.

(33)

18

4. Guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas

me-rupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.

5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih

sederhana.

Disamping memiliki kelebihan, metode ceramah memiliki kelemahan-kelemahan

sebagai berikut.

1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada

apa yang dikuasai guru.

2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya

verbalisme.

3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering

dianggap sebagai metode yang membosankan.

4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah

mengerti apa yang dijelaskan atau belum.

6. Aktivitas Belajar

Nasution (2003: 85) menyatakan bahwa “aktivitas adalah segala sesuatu tingkah

laku atau usaha manusia atau apa saja yang dikerjakan, diamati seseorang

mencakup kerja pikiran dan badan”. Dalam proses pembelajaran, aktivitas

memegang peranan yang sangat penting. J. Piaget (dalam Rohani, 2004: 7)

mengungkapkan bahwa “Seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa

berbuat anak tak berpikir. Agar ia berpikir sendiri (aktif) ia harus diberi

(34)

19

yang perlu dilakukan oleh guru adalah dengan membuat mereka aktif dengan

kegiatan berkualitas dalam pembelajaran.

Hamalik (2008: 91) menyatakan bahwa penggunaan aktivitas dalam proses

pembelajaran memiliki manfaat tertentu:

“ 1. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.

3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada

gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok.

4. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri. sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. 5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan

kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat.

6. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan

hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pen-didikan siswa.

7. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan

terjadinya verbalisme.

8. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.”

Banyak jenis-jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa pada poses belajar

mengajar. Paul B. Diedrich (dalam Rohani, 2004: 8) membuat suatu daftar

kegiatan siswa yang digolongkan sebagai berikut :

1. ”Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran,mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan,

diskusi,musik, pidato.

4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,

memecahkan masalah, menganalisis, mengambil keputusan.

(35)

20

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah

semua kegiatan siswa yang relevan dengan pembelajaran dan dilakukan dalam

kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Dengan melakukan berbagai

aktivitas belajar, siswa dapat membangun pemahamannya tentang konsep-konsep

matematika, dengan guru bertindak sebagai fasilitator.

7. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil yang menggambarkan kemampuan yang diperoleh

anak setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil ini akan menjadi ukuran

ke-berhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Menurut Dimyati dan Mujiono (2002: 3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu

interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari

informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat

kognitif.

Gagne (dalam Dimyati dan Mujiono, 2002: 10) menyatakan bahwa kelima hasil

belajar tersebut sebagai berikut:

”Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:

1. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi ver-bal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.

2. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk

berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip.

3. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

(36)

21

Penilaian terhadap obyek tersebut.”

Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah

hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hamalik (2001: 146) menyatakan

pengertian hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat

keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau

sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes

mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Bagi guru, hasil

belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar

atau evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki

cara-cara belajar lebih lanjut. Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar

memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Slameto (2003: 3) ciri-ciri tersebut adalah:

“ 1. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadinya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pe-ngetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya ber-tambah.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang ber-langsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

(37)

22

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau berarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.”

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

keberhasilan siswa dalam aspek kognitif yang terarah dari perubahan tingkah laku

setelah proses pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,

dinyatakan dalam bentuk nilai dan dapat diukur dengan tes.

B. Penelitian yang relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Oktarini pada siswa kelas VIII SMP YP

Pahlawan Bandarlampung semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010 dengan

materi pokok faktorisasi bentuk aljabar menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

matematika siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Atika Catur Rini pada siswa kelas XI IPA

SMA N 8 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2010/2011 dengan

materi fungsi komposisi & invers fungsi dan limit fungsi menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif diterapkan ditinjau dari aktivitas dan

hasil belajar matematika siswa.

C. Kerangka Pikir

TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang mempunyai tiga tahap

kegiatan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Pada tahap thinking (berpikir)

(38)

23

mandiri, hal itu akan membuat siswa aktif mencari pengetahuannya sendiri

sehingga dapat memahami materi yang dipelajari sebagai bekal untuk diskusi

selanjutnya, selain itu aktivitas belajar siswa menjadi lebih terlihat karena siswa

diberikan tanggung jawab secara individu dalam menyelesaikan permasalahan

yang diberikan kepada mereka dan hasil belajar mereka pun akan menjadi lebih

baik. Pada tahap pairing (berpasangan) siswa bekerja sama dengan pasangannya

untuk mendiskusikan hasil pemikiran mereka sehingga dapat memecahkan

permasalahan yang diberikan. Tahap ini diharapkan dapat meminimalisir sikap

siswa yang cenderung mengandalkan siswa lain sehingga aktivitas belajar siswa

menjadi lebih optimal selain itu dengan berdiskusi dengan pasangan mereka bisa

saling bertukar informasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar

mereka. Pada tahap sharing (berbagi) siswa diberi kesempatan untuk

mem-presentasikan hasil diskusi yang telah mereka lakukan di depan kelas, sedangkan

siswa yang lain dapat melakukan aktivitas belajar lainnya seperti mengajukan

pertanyaan ataupun mengungkapkan pendapat mereka, selain itu dengan adanya

diskusi atau tanya jawab tersebut siswa bisa saling memperkaya ilmu mereka

sehingga pada saat penilaian mereka dapat memberikan hasil belajar yang lebih

baik.

Pada pembelajaran konvensional, proses pembelajaran dimulai dengan pemberian

materi oleh guru melalui ceramah, memberikan contoh latihan soal pada waktu

tertentu kemudian pemberian tugas atau latihan soal untuk dikerjakan secara

individu maupun berkelompok. Pada pembelajaran ini guru berperan aktif

sebagai pemberi informasi sehingga aktivitas yang dilakukan siswa hanya sekedar

(39)

24

tulis, keadaan seperti ini membuat siswa merasa jenuh dan siswa kurang berminat

terhadap pelajaran matematika, hal tersebut dapat mengakibatkan siswa banyak

melakukan aktivitas yang kurang relevan dalam pembelajaran. Pada saat

berdiskusi kelompok siswa cenderung mengandalkan siswa lain untuk

me-ngerjakan atau mempresentasikan hasil diskusi mereka. Kurangnya aktivitas

belajar mereka tersebut menyebabkan mereka tidak memahami apa yang mereka

kerjakan sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar mereka pada saat mereka

diberikan tes.

Berdasarkan uraian di atas diharapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih

efektif digunakan sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan

siswa dapat mengoptimalkan aktivitas belajar mereka sehingga hasil belajarnya

akan lebih baik.

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari

aktivitas dan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan

(40)

25

2. Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut

1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada

aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik

daripada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran

(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 4 rombongan belajar

yaitu kelas VIII-A, VIII-B, VIII-C, VIII-D. Pengambilan sampel penelitian

di-tentukan dengan memilih secara acak 2 kelas dari 4 kelas yang ada. Kelas yang

terpilih adalah kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai

kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment)

mengguna-kan desain post-test only dengan kelompok pengendali yang tidak diacak

sebagai-mana dikemukakan Furchan (1982: 368) pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-test

E X O1

K C O2

Keterangan:

E = Kelas eksperimen

K = Kelas pengendali atau kontrol

(42)

27

C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional O1 = Skor posttest pada kelas ekperimen

O2 = Skor posttest pada kelas kontrol

C. Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa kelas

yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika.

2. Menentukan sampel penelitian.

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan untuk

kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

4. Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).

5. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas belajar siswa baik pada kelas yang

mengikuti pembelajaran TPS maupun kelas yang mengikuti pembelajaran

konvensional.

6. Membagi siswa ke dalam kelompok heterogen yang terdiri 2 orang

ber-dasarkan nilai hasil tes ulangan akhir pada kelas yang mengikuti

pem-belajaran TPS dan membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 6

orang pada kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.

7. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi

posttest sesuai dengan indikator pembelajaran kemudian membuat soal esai

beserta penyelesaian dan aturan penskorannya.

(43)

28

9. Melakukan uji coba instrumen penelitian untuk menentukan reliabilitas, daya

pembeda dan tingkat kesukaran.

10. Melaksanakan penelitian / perlakuan pada kelas eksperimen.

11. Mengadakan postest pada kelas eksperimen dan kontrol.

12. Menganalisis hasil penelitian.

13. Membuat kesimpulan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data aktivitas belajar siswa yang diamati selama proses pembelajaran TPS

berlangsung, berupa data kualitatif.

2. Data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh melalui tes, berupa data

kuantitatif.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

observasi dan tes.

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas belajar siswa selama

pem-belajaran berlangsung. Data aktivitas belajar ini diperoleh dengan melakukan

pengamatan menggunakan lembar observasi pada setiap pertemuan.

Adapun aktivitas yang diamati adalah

1. Memperhatikan penjelasan/demonstrasi guru

(44)

29

3. Berdiskusi atau bertanya antar siswa dalam kelompok

4. Mempresentasikan hasil diskusi/memperhatikan presentasi hasil diskusi

5. Bertanya atau menanggapi pada saat presentasi

6. Membuat kesimpulan

Ketentuan teknis pengisian lembar observasi aktivitas siswa ini adalah sebagai

berikut.

1) Siswa mendapat tanda check list (skor 1) jika melakukan aktivitas yang

relevan terhadap pembelajaran.

2) Siswa tidak mendapat tanda check list (skor 0) jika tidak melakukan aktivitas

yang relevan terhadap pembelajaran.

2. Tes

Pengumpulan data hasil belajar matematika siswa dilakukan dengan tes.

Pem-berian tes ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah

mengikuti pembelajaran Think Pair Share dan konvensional.

F. Instrumen Penelitian

Tes adalah instrumen yang disusun secara khusus untuk mengukur sesuatu yang

sifatnya penting dan pasti. Dalam upaya mendapatkan data yang akurat maka

instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini harus baik, diantaranya harus

memenuhi validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran instrumen tes

(45)

30

a. Validitas

Sebuah instrumen tes dikatakan valid apabila instrumen tes tersebut dapat tepat

mengukur apa yang hendak diukur. Validitas instrumen tes yang digunakan

adalah validitas isi, yakni ditinjau dari kesesuaian isi instrumen tes dengan isi

kurikulum yang hendak diukur. Penyusunan soal instrumen tes diawali dengan

kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang

ingin dicapai. Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata

pelajaran matematika kelas VIII. Hasil penilaian guru terdapat di lampiran.

Setelah tes dinyatakan valid, tes tersebut diuji coba di luar sampel tetapi masih

dalam populasi, uji coba tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat reliabilitas

tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran tes.

b. Reliabilitas Soal

Reliabilitas adalah ketetapan suatu instrumen tes apabila diteskan kepada subyek

yang sama. Suatu instrumen tes dikatakan reliabel jika ia dapat memberikan hasil

yang tetap apabila diteskan berkali-kali terhadap subjek yang sama, atau dengan

kata lain instrumen tes dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan

ketetapan atau keajegan.

Instrumen tes yang digunakan diuji cobakan di luar sampel tetapi masih di dalam

populasi. Pada penelitian ini instrumen tes tersebut diuji cobakan pada kelas

VIII-A. Untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen tes digunakan rumus Alpha

dalam Sudijono (2008:208) sebagai berikut:

(46)

31

Dengan

= Koefisien reliabilitas instrumen tes.

= Banyaknya item instrumen tes yang dikeluarkan dalam tes. ∑ = Jumlah varian skor dari tiap-tiap item instrumen tes.

= Varian total.

Menurut Sudijono, suatu instrumen tes dikatakan baik apabila koefisien

reliabilitasnya sama dengan atau lebih besar dari 0,70 ( ≥ 0,70) sehingga dalam

penelitian ini kriteria reliabilitas tes yang digunakan adalah lebih dari 0,70.

c. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir

soal. Suatu instrumen tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang,

yaitu tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Untuk mengetahui tingkat

kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:

Keterangan:

TKi : tingkat kesukaran butir tes ke-i

i

S : rataan skor siswa pada butir ke-i Smaks: skor maksimum butir ke-i

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) pada tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Besarnya TKi Interpretasi

Kurang dari 0,30 Sangat Sukar 0,30-0,70 Cukup (Sedang) Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah

(47)

32

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya

pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai

ter-tinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Setelah itu, 27% siswa yang

mendapatkan nilai tertinggi diambil sebagai kelompok atas dan 27% siswa yang

mendapatkan nilai terendah diambil sebagai kelompok bawah.

Untuk menghitung daya pembeda soal uraian dapat digunakan rumus dalam Noer

(2010: 23):

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Skor maksimum butir soal yang diolah

Menurut Sudjiono (2008: 388) hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi

berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Negatif < DP ≤ 0,20 Lemah Sekali(Jelek) 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup(Sedang) 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Baik Sekali

Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal

(48)

33

Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera

pada Tabel 3.4 berikut

Tabel 3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa

Test

No.

Soal Reliabilitas Pembeda Daya Kesukaran Tingkat 1

0,74

0,30 (Sedang) 0,56 (Sedang) 2 0,41 (Baik) 0,54 (Sedang) 3 0,42 (Baik) 0,54 (Sedang) 4 0,43 (Baik) 0,57 (Sedang) 5 0,48 (Baik) 0,43 (Sedang)

Berdasarkan tabel data uji tes di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal telah

memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur

hasil belajar matematika siswa.

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Data Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar siswa diamati oleh observer dengan menggunakan lembar

observasi. Dari data hasil observasi, selanjutnya dihitung rata-rata persentase

aktivitas belajar siswa. Rata-rata persentase aktivitas belajarsiswa dihitung setiap

pertemuan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

A : persentase siswa yang aktif

Ai : jumlah siswa yang aktif

n : jumlah seluruh siswa

(49)

34

= ( − )

Siswa dikatakan aktif apabila persentase skor yang diperoleh ≥ 65%. Dalam

penelitian ini, untuk pengujian hipotesis pada data aktivitas belajar siswa

digunakan metode deskriptif.

2. Data Hasil Belajar Matematika Siswa

Hasil belajar siswa dilihat dari nilai hasil belajar matematika siswa setelah

diadakan tes. Sebelum melakukan pengujian hipotesis 2 maka perlu dilakukan uji

prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau

sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005:

273) sebagai berikut :

1) Hipotesis uji:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

2) Taraf Signifikansi : α = 5%

3) Statistik Uji:

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya kelas interval

(50)

35

4) Keputusan uji :

Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian.

Dalam hal lainnya H0 diterima.

b. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)

Untuk menguji homogenitas digunakan uji Bartlett. Uji Bartlett menurut Sudjana

(2005: 261-264) adalah sebagai berikut.

1) Hipotesis Uji :

∶ = (variansi homogen)

∶ ≠ (variansi tidak homogen)

2) Taraf Signifikansi : α = 5%

3) Statistik Uji :

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut

1. Menghitung S2 dari masing-masing kelas.

= ∑ − (∑ )

( − 1)

2. Menghitung semua varians gabungan dari semua kelas dengan rumus:

= ∑( − 1)∑( − 1)

3. Menghitung Harga Satuan B dengan rumus:

= (log ) ( − 1)

4. Uji Barlet dengan menggunakan statistik chi kuadrat dengan rumus:

(51)

36

4) Keputusan uji

Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dan terima H0 jika < ( )( ),

dimana ( )( ) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang

(1 – ) dan = ( − 1).

Setelah data tersebut normal dan homogen selanjutnya dilakukan uji kesamaan

rata-rata dengan menggunakan uji-t, uji satu pihak yaitu uji pihak kanan.

Adapun uji-t menurut Sudjana (2005: 242) sebagai berikut :

(52)

37

4) Keputusan uji

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika < dan tolak Ho jika t

mempunyai harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t

(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS

lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari

aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3

Bandarlampung semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012. Hal ini dapat

ditunjukkan dengan:

1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share lebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang

mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMP Muhammadiyah

3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dikemukakan saran sebagai

(54)

48

1. Kepada guru matematika agar dapat menerapkan model pembelajaran

koopertif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di kelas, dalam upaya

mengembangkan aktivitas belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar

matematika siswa.

2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, untuk

dapat mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam

Gambar

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Tabel 3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut: 1) Lembar observasi, yaitu untuk memperoleh data tentang kondisi pelaksanaan proses pembelajaran matematika melalui

Perdarahan penyebab kematian ibu paling banyak (32 persen), diikuti hipertensi (28 persen) dan infeksi (5 persen). Perkawinan dan kehamilan dini. Nikah dini ini, khususnya terjadi

Aplikasi yang dibangun pada artikel ini dapat membantu pengguna mencari informasi alam tanpa harus melakukan pencocokan dengan kata kunci pencarian. 5.2

Analisis Regresi Linier Berganda. Uji

[r]

Asis, Hukum Acara P idana Suatu Pengantar, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014. Sutiyoso, Bambang, Sri Hastuti Puspitasari, Aspek – Aspek Perkembangan

pandangan yang sama mengenai smartphone, yaitu sebagai media. komunikasi, pencari informasi, hiburan, dan untuk eksistensi diri

Bentuk bantuan dari sosial media sendiri biasanya diwujudakan dengan menulis status (pesan yang dapat dilihat banyak orang di sosial media) yang berhubungan dengan konflik yang