EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE
DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
(Skripsi)
Oleh
RESIA MARDIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE
DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh Resia Mardika
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk
mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini akan difokuskan pada efektivitas pembelajaran matematika siswa ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Muhammadiyah 3
Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 dan sampel penelitian adalah siswa kelas VIIIB dan VIIIC yang diambil secara acak. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji-t, diperoleh simpulan bahwa pembelajaran matematika
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif di-bandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari aktivitas dan hasil
belajar matematika siswa.
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE
DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
Resia Mardika
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP
Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester
Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Nama Mahasiswa : Resia Mardika
Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021043
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dra. Rini Asnawati, M.Pd. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP 19620210 198503 2 003 NIP 19670808 199103 2 001
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M.Si.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. __________
Sekretaris : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. __________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. __________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Resia Mardika
NPM : 0743021043
Program studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Bandarlampung, November 2012 Yang Menyatakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasuruhan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pada 17 Agustus 1988. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suharman dan Ibu Yusnir.
Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Bhakti Ibu Bakauheni lulus tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) di SD Bhakti Ibu Bakauheni lulus tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Bakauheni lulus tahun 2003 serta Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan hingga tahun 2006.
Motto
“ALLAH tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT,
dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya
sederhana ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada :
Mamah dan Papah tersayang
yang telah membesarkan, mendidik, dan tiada henti memberikan
kasih sayang, doa serta motivasi dengan rasa tulus ikhlas demi
kebahagiaan dan keberhasilanku. Terimakasih untuk cinta dan
pengorbanan hingga aku dapat merasakan kehidupan nyata yang
sesungguhnya.
Kakak “Riry Mardika”, Bang “Rosidi”, Dek “Resa Pikrila Meilani”,
Dek “Fachim Syakib Al Hanif”
yang selalu memberikan semangat dalam hidupku, berbagi cerita,
mendukung setiap langkah ku untuk tetap maju.
Para pendidik yang dengan tulus dan sabar dalam mendidikku.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
me-nyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Matematika Dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Ditinjau Dari Aktivitas Dan
Hasil Belajar Matematika Siswa” disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya;
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung;
4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing
Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik
5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
6. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi
untuk masukan dan saran kepada penulis;
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah
mendidik dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi;
8. Bapak Wahdiyana, ST., selaku Kepala SMP Muhammadiyah 3
Bandar-lampung;
9. Bapak Drs. Dauf Lani, selaku guru mitra yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian;
10.Siswa/siswi kelas VIII-A, VIII-B, dan VIII-C SMP Muhammadiyah 3
Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 atas perhatian dan kerjasama yang
telah terjalin;
11.Yang terhormat, tersayang dan tercinta Mamah, Papah, Kak Yeye, Bang Di,
Dek Cha, Dek Hanif dan Aa Qoe yang selalu memberikan cinta, kasih, sayang
serta dukungan baik moril maupun materil dengan ikhlas dan tulus juga tak
lupa doa yang tidak henti-hentinya selama ini demi keberhasilan dan
kesuksesan ku;
12.Little Family++-Ku (Nesha Aprilia Puspa, Ratnasari, Reni Puspita Ningsih,
Sevia Gusmita, Komang Wihatyane, Iim Abdul Karim) banyak cerita yang
tidak dapat ku lupakan dan tidak dapat ku lukiskan dengan kata-kata, serta
13.Sahabat-sahabatku tercinta seluruh angkatan 2007 Pendidikan Matematika NR
(Ayank Nana, Nesha, Endel, Sevia, Aak bli Komang, Indah, Yayank “Iyut”,
Dina N, Cwie, Devi, Sri, Fitri, Berta, Vera, Vina, Lia, mb’Leni, Fiska, Yulva,
Vivi, Marista, Yesi, Dwi, Tanti, Uya, Robert, Indri, Bily, Bang Lihin, Haris,
Tina, Ana, Nana, Rita, Mb’Eva, Mira, Mb’Yemi, Dina A, Monmon, Ali, Ifan,
Dani, Mb’Endah, Heru, Bang Ken, Adi, Munif), kerjasama yang telah terjalin
ini semoga akan bertahan selamanya, tidak ada kata menyerah dan putus asa
yang ada hanya keinginan untuk terus belajar dan belajar dalam menggapai
asa dan hal inilah yang ku dapat dari pertemuan kita. Semoga Allah selalu
memberikan berkah di setiap langkah kita;
14.Teman-teman seperjuangan PPL di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung
(Aria Aditia J, Eliska N, Isnawati, Janati, Mutiara S R Kenamon, Suliyah,
Nopi S, Noprisyah H, Lamudin, Eka Ruri F, Weni Mulia S, Herdizal Rianda)
atas kebersamaan selama tiga bulan yang luar biasa;
15.Semua kakak-kakakku angkatan 2004 sampai 2006 dan adik-adikku angkatan
2008 sampai 2011 terima kasih atas kebersamaannya;
16.Almamater yang telah mendewasakan ku.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan
dengan pahala yang penuh berkah, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
Bandarlampung, November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8
B. Penelitian Yang Relevan ... 22
C. Kerangka Pikir ... 22
D. Hipotesis Penelitian ... 24
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 26
B. Desain Penelitian ... 26
D. Data Penelitian ... 28
E. Teknik Pengumpulan Data ... 28
F. Instrumen Penelitian ... 29
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38
B. Pembahasan ... 44
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 47
B. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Desain Penelitian ... 26
3.2 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 31
3.3 Interprestasi Nilai Daya Pembeda ... 32
3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 33
4.1 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa ... 38
4.2 Rekapitulasi Persentase Siswa Aktif ... 38
4.3 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 41
4.4 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 41
4.5 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 42
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, sehat
jasmani dan rohani, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Selain itu juga diperkuat oleh Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang
menyatakan bahwa:
“Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya men-cerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Tujuan pendidikan dapat dicapai bila didukung oleh sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai. Sekolah sebagai sarana pendidikan formal merupakan
sarana yang tepat untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Selain itu untuk pencapaian
tujuan pendidikan tersebut terdapat sejumlah mata pelajaran pokok dan pendukung
2
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa salah satu
diantara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah pelajaran
matematika. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Mata pelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika; (2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4)
mengkomunikasikan gagasan; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru, siswa, sumber dan
media pembelajaran. Dalam pembelajaran seorang guru dituntut untuk dapat
me-miliki kemampuan untuk menciptakan kondisi kelas yang aktif, kreatif, dan
menyenangkan sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar yang pada
akhirnya siswa mendapatkan hasil yang memuaskan. Banyak model
pem-belajaran yang telah dikembangkan untuk memudahkan guru memaksimalkan
proses pembelajaran. Namun sebagian besar guru matematika masih
meng-gunakan pembelajaran konvensional, hal tesebut menyebabkan hanya terjadi
komunikasi satu arah. Proses pembelajarannya dimulai dari guru menjelaskan
materi pelajaran di depan kelas, memberikan contoh soal, diskusi, latihan soal,
dan diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah (PR). Dalam pembelajaran
konvensional kegiatan pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh guru
sedangkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan
3
telah diajarkan sebelumnya. Pada saat guru mengulas kembali materi yang telah
disampaikan, siswa lebih memilih untuk diam yang mengakibatkan tidak adanya
timbal balik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Aktivitas
yang dilakukan oleh sebagian siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan
mencatat apa yang ditulis oleh guru di papan tulis, sedangkan aktivitas lain yang
terlihat saat proses pembelajaran adalah aktivitas yang tidak berhubungan dengan
proses pembelajaran. Sedangkan menurut Sardiman (2004:95), belajar berarti
melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Rendahnya
aktivitas belajar siswa tersebut menandakan kurangnya minat belajar siswa.
Siswa kurang tertarik untuk belajar matematika sehingga mengalami kesulitan
dalam menyerap dan memahami materi pelajaran. Hal tersebut dapat
me-nyebabkan rendahnya kemampuan matematika siswa dan berdampak pada hasil
belajar matematika siswa. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut dapat
me-nimbulkan anggapan bahwa guru kurang berhasil menyalurkan ilmu yang
dimilikinya. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang lebih banyak dan
bervariasi untuk diterapkan oleh guru di kelas sehingga siswa dapat berperan lebih
aktif dalam proses pembelajaran dan mengembangkan potensinya. Salah satu
alternatif model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk
berperan aktif menyelesaikan masalah yang ada dikelompoknya secara
bersama-sama. Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dari segi
akademiknya, sehingga siswa yang kurang jelas dalam memahami pelajaran dapat
4
Dalam hal ini, sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu
mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Salah
satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah Think Pair Share (TPS).
Dalam pembelajaran TPS, mula-mula siswa diberikan pertanyaan atau suatu
permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa
diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan tersebut secara mandiri
untuk beberapa saat. Setelah itu, siswa diminta berpasangan untuk mendiskusikan
hasil pemikiran atau gagasannya. Kemudian, beberapa pasangan diminta untuk
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa lain menanggapi.
Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini, siswa menjadi
lebih siap untuk belajar karena siswa telah diberikan waktu untuk berpikir mandiri
sebelum berpasangan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
keefektifan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS jika ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran matematika dengan model
pem-belajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar
5
Dari rumusan masalah, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah
1. Apakah aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas
belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
2. Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembelajaran
mate-matika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau
dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, praktisi pendidikan dan
peneliti lain.
1. Bagi Guru dan Praktisi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih
model pembelajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
2. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait dengan
6
acuan ataupun referensi pada penelitian yang sejenis.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Efektivitas yang
di-maksud dalam penelitian ini adalah keefektifan pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dikatakan
efektif apabila aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan
model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar dan hasil
belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada penelitian ini merupakan suatu
model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa
yang berpasangan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa diberikan
waktu untuk berpikir secara mandiri (Thinking) atas pertanyaan atau masalah
yang diberikan oleh guru berupa LKS, berpasangan (Pairing) dengan teman
sebangku untuk berdiskusi, setelah itu beberapa pasangan akan ditunjuk
secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas
(Sharing).
3. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan
oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai dengan
menerangkan materi pada awal pembelajaran, memberikan contoh latihan
7
untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan
teman sekelasnya.
4. Aktivitas belajar adalah semua kegiatan yang relevan dengan pembelajaran
dan dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.
Aktivitas belajar yang diamati dalam penelitian ini adalah memperhatikan
penjelasan guru, mengerjakan LKS/soal latihan, berdiskusi antar siswa dalam
kelompok, mempresentasikan hasil diskusi atau memperhatikan presentasi hasil
diskusi, bertanya atau menanggapi pada saat presentasi, dan membuat kesimpulan.
5. Hasil belajar adalah keberhasilan siswa dalam aspek kognitif yang terarah
dari perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran sesuai tujuan
pem-belajaran yang ingin dicapai, dinyatakan dalam bentuk nilai dan dapat diukur
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar Matematika
a. Belajar
Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian
proses pendidikan di sekolah. Hal ini dapat dipahami karena berhasil atau
tidaknya tujuan pendidikan adalah dominan bergantung pada bagaimana proses
belajar mengajar itu berlangsung. Oleh karena itu proses belajar selalu menjadi
sorotan utama khususnya bagi para ahli pendidikan.
Inisiatif belajar merupakan keinginan yang timbul dari dalam diri seorang siswa
untuk mengadakan atau berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar seperti
mencetuskan ide-ide belajar, mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat/
gagasan, dan mengemukan saran/usul tentang pelajaran. Dengan demikian, siswa
merupakan sentral dalam proses belajar, maka aktivitas siswa merupakan syarat
mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar.
Dalam kamus besar bahasa indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
9
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
di dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Hamalik (2004:
27)
“Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Yaitu belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan me-lainkan pengubahan kelakuan”.
Dimyati dan Mudjiono (2002: 10) mengutip dari R. Gagne menjelaskan tentang
pengertian belajar sebagai berikut.
“Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.”
Selain itu George J.Mouly (dalam Trianto, 2009: 9) menyatakan: “Belajar pada
dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya
pengalaman”. Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 9) berpandangan
bahwa ”Belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan
10
b. Matematika
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern,
sehingga matematika menjadi ilmu yang wajib dipelajari disetiap jenjang
pendidikan.
Soedjadi (2000: 11) menyatakan definisi matematika sebagai berikut.
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Soedjadi (2000: 13) juga mengemukakan beberapa karakteristik matematika
sebagai berikut.
a. Memiliki objek kajian yang abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan.
c. Berpola fikir deduktif.
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti.
e. Memperhatikan semesta pembicaraan.
f. Konsisten dalam sistemnya.
Russel (dalam Uno, 2009: 129) mendefinisikan bahwa matematika sebagai studi
yang pengkajiannya dimulai dari bagian-bagian yang tersusun baik (konstruktif)
secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) sehingga belajar matematika
memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan belajar secara umum.
Belajar matematika melibatkan struktur hirarki yang mempunyai tingkatan lebih
tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada sehingga belajar
11
pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hudoyo (1999: 63) yang menyatakan bahwa:
“Belajar matematika melibatkan struktur hirarki atau urutan konsep-konsep yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar konsep atau pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan karena belajar matematika yang terputus-putus akan menggang-gu pemahaman dan mempengaruhi hasil belajar”.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
mate-matika adalah proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
penge-tahuan, sikap, dan keterampilan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur, dan
pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, dan sistematis
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Efektivitas Pembelajaran
Dalam kamus bahasa indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti
mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan
dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai
tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.
Keefektifan pembelajaran menurut Trianto (2009: 20) adalah hasil guna yang
diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Dengan demikian,
pem-belajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pempem-belajaran tersebut tercapai.
Tujuan dalam pembelajaran matematika mencakup tujuan kognitif dan afektif.
Tujuan kognitif dapat dilihat dari nilai hasil tes yang diberikan, sedangkan aspek
12
Hamalik (2008: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang terjadi
dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan pengalaman baru bagi siswa
untuk mendapatkan pengetahuan baru pula. Hal ini sejalan dengan pendapat
Trianto (2009: 12) yang menerangkan bahwa belajar efektif itu dimulai dari
lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Penyediaan kesempatan belajar
sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam
memahami materi yang sedang dipelajari. Untuk mengetahui keefektifan
meng-ajar menurut Trianto (2009: 20) dapat dilakukan dengan memberikan tes, sebab
hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran
adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pem-belajaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini, efektivitas pempem-belajaran dapat
dilihat dari aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan
hasil belajar matematika siswa yang terukur dari nilai tes. Dikatakan efektif
apabila aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan model
kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
yang menggunakan pembelajaran konvensional.
3. Pembelajaran Kooperatif
Trianto (2009: 58), mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
13
2007: 5) model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari
suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar.
Ismail (2003: 18) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
strategi yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif
adalah
1. belajar dengan teman, 2. tatap muka antar teman,
3. mendengarkan diantara anggota,
4. belajar dari teman sendiri didalam kelompok, 5. belajar dalam kelompok kecil,
6. produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat,
7. siswa membuat keputusan,
8. siswa aktif.
Hal ini diperkuat oleh Lie (2004: 31), yang menyatakan bahwa ada lima unsur
yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran
kelompok biasa, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
per-seorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada setiap usaha anggotanya.
Un-tuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas
se-demikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan
tugas-nya sendiri. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian individu dan penilaian
kelompok. Dengan demikian siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan nilai. Dengan kondisi yang demikian tidak ada siswa
14
2. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari ketergantungan positif. Jika tugas
dan penilaian dibuat menurut prosedur pembelajaran kooperatif, setiap siswa
akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
3. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil
pe-mikiran satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
4. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok dipengaruhi oleh keterampilan intelektual,
kete-rampilan berkomunikasi setiap anggota dalam kelompoknya.
5. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi proses kelompok bertujuan untuk mengevaluasi proses kerja
kelom-pok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif.
Solihatin (2007:5) mengatakan Cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya Trianto (2009 : 56) menyatakan
bahwa di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
15
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk melakukan aktivitas belajar dan bekerja
dalam kelompok kecil, saling membantu dalam mempelajari materi yang
diberikan guru untuk mencapai hasil yang optimal.
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas
Maryland pada tahun 1981. Model ini memberi waktu kepada para siswa untuk
berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain. Menurut Nurhadi
(2004: 23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif
yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS
memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak
kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Trianto (2009: 82) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran kooperatif tipe TPS
guru menggunakan langkah-langkah (fase) berikut:
a. Langkah 1: Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
b. Langkah 2: Berpasangan (Pairing)
Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi pada langkah ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
c. Langkah 3: Berbagi (Sharing)
16
Lie (2004: 45) mengemukakan bahwa teknik belajar mengajar
berpikir-berpasangan-berbagi sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong-royong yang
memiliki manfaat:
a. Memberi kesempatan siswa untuk berpikir sendiri serta bekerjasama dengan orang lain dalam pasangan.
b. Kelompok secara berpasangan memiliki beberapa keunggulan, memberikan
lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, dan cepat membentuknya serta cocok untuk tugas sederhana.
Di pihak lain, Nurhadi (2004: 23) menyatakan bahwa:
“Think-pair-share merupakan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa.”
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TPS memiliki beberapa manfaat yaitu:
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri sebelum
berdiskusi sehingga siswa lebih siap dengan hal yang akan didiskusikan.
b. Mudah diterapkan, interaksi lebih mudah, dan tidak memerlukan banyak
waktu untuk membentuk kelompok.
c. Dapat memotivasi siswa yang kurang tertarik pada pelajaran.
d. Membuat siswa untuk dapat menghargai pendapat teman dengan cara
memperhatikan pada saat presentasi.
e. Dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa
Dari uraian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa yang
17
5. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran
yang biasa dilakukan oleh guru yaitu menerangkan materi melalui ceramah pada
awal pembelajaran, memberikan contoh-contoh latihan soal pada waktu tertentu,
kemudian pemberian tugas berupa latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa secara
individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya. Di dalam pembelajaran
konvensional terdapat beberapa metode, yaitu metode ceramah, diskusi, dan
tanya-jawab (Sumarno, 2011).
Dalam proses pembelajaran konvensional guru lebih sering menggunakan metode
ceramah, yaitu penyampaian materi secara lisan di depan siswa. Metode ceramah
merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pem-belajaran ekspositori (Sumarno, 2011). Menurut Suherman dkk (2003: 203)
metode ekspositori sama dengan metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan
pada guru sebagai pemberi informasi. Guru pada awal pembelajaran
me-nerangkan materi dengan ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh soal
pada waktu tertentu.
Sumarno (2011) menerangkan kelebihan-kelebihan dari metode ceramah sebagai
berikut.
1. Metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.
2. Dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang
banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam
waktu yang singkat.
18
4. Guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas
me-rupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.
5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih
sederhana.
Disamping memiliki kelebihan, metode ceramah memiliki kelemahan-kelemahan
sebagai berikut.
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada
apa yang dikuasai guru.
2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme.
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering
dianggap sebagai metode yang membosankan.
4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
6. Aktivitas Belajar
Nasution (2003: 85) menyatakan bahwa “aktivitas adalah segala sesuatu tingkah
laku atau usaha manusia atau apa saja yang dikerjakan, diamati seseorang
mencakup kerja pikiran dan badan”. Dalam proses pembelajaran, aktivitas
memegang peranan yang sangat penting. J. Piaget (dalam Rohani, 2004: 7)
mengungkapkan bahwa “Seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa
berbuat anak tak berpikir. Agar ia berpikir sendiri (aktif) ia harus diberi
19
yang perlu dilakukan oleh guru adalah dengan membuat mereka aktif dengan
kegiatan berkualitas dalam pembelajaran.
Hamalik (2008: 91) menyatakan bahwa penggunaan aktivitas dalam proses
pembelajaran memiliki manfaat tertentu:
“ 1. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.
3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada
gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok.
4. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri. sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. 5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan
kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat.
6. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan
hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pen-didikan siswa.
7. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan
terjadinya verbalisme.
8. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.”
Banyak jenis-jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa pada poses belajar
mengajar. Paul B. Diedrich (dalam Rohani, 2004: 8) membuat suatu daftar
kegiatan siswa yang digolongkan sebagai berikut :
1. ”Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran,mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan,
diskusi,musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis, mengambil keputusan.
20
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah
semua kegiatan siswa yang relevan dengan pembelajaran dan dilakukan dalam
kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Dengan melakukan berbagai
aktivitas belajar, siswa dapat membangun pemahamannya tentang konsep-konsep
matematika, dengan guru bertindak sebagai fasilitator.
7. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil yang menggambarkan kemampuan yang diperoleh
anak setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil ini akan menjadi ukuran
ke-berhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Menurut Dimyati dan Mujiono (2002: 3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari
informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat
kognitif.
Gagne (dalam Dimyati dan Mujiono, 2002: 10) menyatakan bahwa kelima hasil
belajar tersebut sebagai berikut:
”Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:
1. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi ver-bal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
2. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip.
3. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
21
Penilaian terhadap obyek tersebut.”
Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah
hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hamalik (2001: 146) menyatakan
pengertian hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau
sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Bagi guru, hasil
belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar
atau evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki
cara-cara belajar lebih lanjut. Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar
memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Slameto (2003: 3) ciri-ciri tersebut adalah:
“ 1. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadinya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pe-ngetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya ber-tambah.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang ber-langsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
22
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau berarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.”
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
keberhasilan siswa dalam aspek kognitif yang terarah dari perubahan tingkah laku
setelah proses pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
dinyatakan dalam bentuk nilai dan dapat diukur dengan tes.
B. Penelitian yang relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Oktarini pada siswa kelas VIII SMP YP
Pahlawan Bandarlampung semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010 dengan
materi pokok faktorisasi bentuk aljabar menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
matematika siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Atika Catur Rini pada siswa kelas XI IPA
SMA N 8 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2010/2011 dengan
materi fungsi komposisi & invers fungsi dan limit fungsi menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif diterapkan ditinjau dari aktivitas dan
hasil belajar matematika siswa.
C. Kerangka Pikir
TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang mempunyai tiga tahap
kegiatan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Pada tahap thinking (berpikir)
23
mandiri, hal itu akan membuat siswa aktif mencari pengetahuannya sendiri
sehingga dapat memahami materi yang dipelajari sebagai bekal untuk diskusi
selanjutnya, selain itu aktivitas belajar siswa menjadi lebih terlihat karena siswa
diberikan tanggung jawab secara individu dalam menyelesaikan permasalahan
yang diberikan kepada mereka dan hasil belajar mereka pun akan menjadi lebih
baik. Pada tahap pairing (berpasangan) siswa bekerja sama dengan pasangannya
untuk mendiskusikan hasil pemikiran mereka sehingga dapat memecahkan
permasalahan yang diberikan. Tahap ini diharapkan dapat meminimalisir sikap
siswa yang cenderung mengandalkan siswa lain sehingga aktivitas belajar siswa
menjadi lebih optimal selain itu dengan berdiskusi dengan pasangan mereka bisa
saling bertukar informasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar
mereka. Pada tahap sharing (berbagi) siswa diberi kesempatan untuk
mem-presentasikan hasil diskusi yang telah mereka lakukan di depan kelas, sedangkan
siswa yang lain dapat melakukan aktivitas belajar lainnya seperti mengajukan
pertanyaan ataupun mengungkapkan pendapat mereka, selain itu dengan adanya
diskusi atau tanya jawab tersebut siswa bisa saling memperkaya ilmu mereka
sehingga pada saat penilaian mereka dapat memberikan hasil belajar yang lebih
baik.
Pada pembelajaran konvensional, proses pembelajaran dimulai dengan pemberian
materi oleh guru melalui ceramah, memberikan contoh latihan soal pada waktu
tertentu kemudian pemberian tugas atau latihan soal untuk dikerjakan secara
individu maupun berkelompok. Pada pembelajaran ini guru berperan aktif
sebagai pemberi informasi sehingga aktivitas yang dilakukan siswa hanya sekedar
24
tulis, keadaan seperti ini membuat siswa merasa jenuh dan siswa kurang berminat
terhadap pelajaran matematika, hal tersebut dapat mengakibatkan siswa banyak
melakukan aktivitas yang kurang relevan dalam pembelajaran. Pada saat
berdiskusi kelompok siswa cenderung mengandalkan siswa lain untuk
me-ngerjakan atau mempresentasikan hasil diskusi mereka. Kurangnya aktivitas
belajar mereka tersebut menyebabkan mereka tidak memahami apa yang mereka
kerjakan sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar mereka pada saat mereka
diberikan tes.
Berdasarkan uraian di atas diharapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih
efektif digunakan sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan
siswa dapat mengoptimalkan aktivitas belajar mereka sehingga hasil belajarnya
akan lebih baik.
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Umum
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan
25
2. Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada
aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik
daripada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 4 rombongan belajar
yaitu kelas VIII-A, VIII-B, VIII-C, VIII-D. Pengambilan sampel penelitian
di-tentukan dengan memilih secara acak 2 kelas dari 4 kelas yang ada. Kelas yang
terpilih adalah kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai
kelas kontrol.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment)
mengguna-kan desain post-test only dengan kelompok pengendali yang tidak diacak
sebagai-mana dikemukakan Furchan (1982: 368) pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Post-test
E X O1
K C O2
Keterangan:
E = Kelas eksperimen
K = Kelas pengendali atau kontrol
27
C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional O1 = Skor posttest pada kelas ekperimen
O2 = Skor posttest pada kelas kontrol
C. Langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa kelas
yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika.
2. Menentukan sampel penelitian.
3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan untuk
kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
4. Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).
5. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas belajar siswa baik pada kelas yang
mengikuti pembelajaran TPS maupun kelas yang mengikuti pembelajaran
konvensional.
6. Membagi siswa ke dalam kelompok heterogen yang terdiri 2 orang
ber-dasarkan nilai hasil tes ulangan akhir pada kelas yang mengikuti
pem-belajaran TPS dan membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 6
orang pada kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.
7. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi
posttest sesuai dengan indikator pembelajaran kemudian membuat soal esai
beserta penyelesaian dan aturan penskorannya.
28
9. Melakukan uji coba instrumen penelitian untuk menentukan reliabilitas, daya
pembeda dan tingkat kesukaran.
10. Melaksanakan penelitian / perlakuan pada kelas eksperimen.
11. Mengadakan postest pada kelas eksperimen dan kontrol.
12. Menganalisis hasil penelitian.
13. Membuat kesimpulan.
D. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data aktivitas belajar siswa yang diamati selama proses pembelajaran TPS
berlangsung, berupa data kualitatif.
2. Data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh melalui tes, berupa data
kuantitatif.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
observasi dan tes.
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas belajar siswa selama
pem-belajaran berlangsung. Data aktivitas belajar ini diperoleh dengan melakukan
pengamatan menggunakan lembar observasi pada setiap pertemuan.
Adapun aktivitas yang diamati adalah
1. Memperhatikan penjelasan/demonstrasi guru
29
3. Berdiskusi atau bertanya antar siswa dalam kelompok
4. Mempresentasikan hasil diskusi/memperhatikan presentasi hasil diskusi
5. Bertanya atau menanggapi pada saat presentasi
6. Membuat kesimpulan
Ketentuan teknis pengisian lembar observasi aktivitas siswa ini adalah sebagai
berikut.
1) Siswa mendapat tanda check list (skor 1) jika melakukan aktivitas yang
relevan terhadap pembelajaran.
2) Siswa tidak mendapat tanda check list (skor 0) jika tidak melakukan aktivitas
yang relevan terhadap pembelajaran.
2. Tes
Pengumpulan data hasil belajar matematika siswa dilakukan dengan tes.
Pem-berian tes ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah
mengikuti pembelajaran Think Pair Share dan konvensional.
F. Instrumen Penelitian
Tes adalah instrumen yang disusun secara khusus untuk mengukur sesuatu yang
sifatnya penting dan pasti. Dalam upaya mendapatkan data yang akurat maka
instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini harus baik, diantaranya harus
memenuhi validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran instrumen tes
30
a. Validitas
Sebuah instrumen tes dikatakan valid apabila instrumen tes tersebut dapat tepat
mengukur apa yang hendak diukur. Validitas instrumen tes yang digunakan
adalah validitas isi, yakni ditinjau dari kesesuaian isi instrumen tes dengan isi
kurikulum yang hendak diukur. Penyusunan soal instrumen tes diawali dengan
kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang
ingin dicapai. Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata
pelajaran matematika kelas VIII. Hasil penilaian guru terdapat di lampiran.
Setelah tes dinyatakan valid, tes tersebut diuji coba di luar sampel tetapi masih
dalam populasi, uji coba tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat reliabilitas
tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran tes.
b. Reliabilitas Soal
Reliabilitas adalah ketetapan suatu instrumen tes apabila diteskan kepada subyek
yang sama. Suatu instrumen tes dikatakan reliabel jika ia dapat memberikan hasil
yang tetap apabila diteskan berkali-kali terhadap subjek yang sama, atau dengan
kata lain instrumen tes dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan
ketetapan atau keajegan.
Instrumen tes yang digunakan diuji cobakan di luar sampel tetapi masih di dalam
populasi. Pada penelitian ini instrumen tes tersebut diuji cobakan pada kelas
VIII-A. Untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen tes digunakan rumus Alpha
dalam Sudijono (2008:208) sebagai berikut:
31
Dengan
= Koefisien reliabilitas instrumen tes.
= Banyaknya item instrumen tes yang dikeluarkan dalam tes. ∑ = Jumlah varian skor dari tiap-tiap item instrumen tes.
= Varian total.
Menurut Sudijono, suatu instrumen tes dikatakan baik apabila koefisien
reliabilitasnya sama dengan atau lebih besar dari 0,70 ( ≥ 0,70) sehingga dalam
penelitian ini kriteria reliabilitas tes yang digunakan adalah lebih dari 0,70.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Suatu instrumen tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang,
yaitu tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Untuk mengetahui tingkat
kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:
Keterangan:
TKi : tingkat kesukaran butir tes ke-i
i
S : rataan skor siswa pada butir ke-i Smaks: skor maksimum butir ke-i
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) pada tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Besarnya TKi Interpretasi
Kurang dari 0,30 Sangat Sukar 0,30-0,70 Cukup (Sedang) Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah
32
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya
pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai
ter-tinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Setelah itu, 27% siswa yang
mendapatkan nilai tertinggi diambil sebagai kelompok atas dan 27% siswa yang
mendapatkan nilai terendah diambil sebagai kelompok bawah.
Untuk menghitung daya pembeda soal uraian dapat digunakan rumus dalam Noer
(2010: 23):
Keterangan :
DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Skor maksimum butir soal yang diolah
Menurut Sudjiono (2008: 388) hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi
berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Negatif < DP ≤ 0,20 Lemah Sekali(Jelek) 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup(Sedang) 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Baik Sekali
Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal
33
Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera
pada Tabel 3.4 berikut
Tabel 3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa
Test
No.
Soal Reliabilitas Pembeda Daya Kesukaran Tingkat 1
0,74
0,30 (Sedang) 0,56 (Sedang) 2 0,41 (Baik) 0,54 (Sedang) 3 0,42 (Baik) 0,54 (Sedang) 4 0,43 (Baik) 0,57 (Sedang) 5 0,48 (Baik) 0,43 (Sedang)
Berdasarkan tabel data uji tes di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal telah
memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur
hasil belajar matematika siswa.
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Data Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar siswa diamati oleh observer dengan menggunakan lembar
observasi. Dari data hasil observasi, selanjutnya dihitung rata-rata persentase
aktivitas belajar siswa. Rata-rata persentase aktivitas belajarsiswa dihitung setiap
pertemuan dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
A : persentase siswa yang aktif
Ai : jumlah siswa yang aktifn : jumlah seluruh siswa
34
= ( − )
Siswa dikatakan aktif apabila persentase skor yang diperoleh ≥ 65%. Dalam
penelitian ini, untuk pengujian hipotesis pada data aktivitas belajar siswa
digunakan metode deskriptif.
2. Data Hasil Belajar Matematika Siswa
Hasil belajar siswa dilihat dari nilai hasil belajar matematika siswa setelah
diadakan tes. Sebelum melakukan pengujian hipotesis 2 maka perlu dilakukan uji
prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau
sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005:
273) sebagai berikut :
1) Hipotesis uji:
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
2) Taraf Signifikansi : α = 5%
3) Statistik Uji:
Keterangan:
= frekuensi harapan
= frekuensi yang diharapkan = banyaknya kelas interval
35
4) Keputusan uji :
Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dengan taraf = taraf nyata untuk pengujian.
Dalam hal lainnya H0 diterima.
b. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)
Untuk menguji homogenitas digunakan uji Bartlett. Uji Bartlett menurut Sudjana
(2005: 261-264) adalah sebagai berikut.
1) Hipotesis Uji :
∶ = (variansi homogen)
∶ ≠ (variansi tidak homogen)
2) Taraf Signifikansi : α = 5%
3) Statistik Uji :
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut
1. Menghitung S2 dari masing-masing kelas.
= ∑ − (∑ )
( − 1)
2. Menghitung semua varians gabungan dari semua kelas dengan rumus:
= ∑( − 1)∑( − 1)
3. Menghitung Harga Satuan B dengan rumus:
= (log ) ( − 1)
4. Uji Barlet dengan menggunakan statistik chi kuadrat dengan rumus:
36
4) Keputusan uji
Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dan terima H0 jika < ( )( ),
dimana ( )( ) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang
(1 – ) dan = ( − 1).
Setelah data tersebut normal dan homogen selanjutnya dilakukan uji kesamaan
rata-rata dengan menggunakan uji-t, uji satu pihak yaitu uji pihak kanan.
Adapun uji-t menurut Sudjana (2005: 242) sebagai berikut :
37
4) Keputusan uji
Kriteria pengujian adalah terima Ho jika < dan tolak Ho jika t
mempunyai harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS
lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3
Bandarlampung semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan:
1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share lebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMP Muhammadiyah
3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dikemukakan saran sebagai
48
1. Kepada guru matematika agar dapat menerapkan model pembelajaran
koopertif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di kelas, dalam upaya
mengembangkan aktivitas belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar
matematika siswa.
2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, untuk
dapat mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam