• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Tian Terina

Tindak pidana yang dilakukan oleh remaja saat ini semakin meningkat termasuk pencurian dengan kekerasan. Pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja ini perlu penanganan khusus dan serius terutama dalam hal mencari sebab-musababnya agar dapat dicari jalan keluar pencegahannya. Remaja yang melakukan tindak pidana lalu diberikan sanksi pidana penjara dapat merusak masa depan remaja tersebut karena pendidikan sekolah terhenti dan perkembangan sosial terganggu. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu: apakah yang menjadi faktor penyebab remaja melakukan pencurian dengan kekerasan, bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja, dan apakah faktor penghambat penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja.

Penelitian digunakan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang deperoleh dari studi lapangan dengan melakukan wawancara terhadap pihak Kepolisian di Polresta Bandar Lampung. Sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang deperleh kemudian diolah dengan cara memeriksa dan mengoreksi data, setelah data diolah yang kemudian dianalisis deskriptif kualitatif agar mendapatkan suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperleh dari penelitian.

(2)

Tian Terina dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja yaitu: faktor penegak hukum dan kesadaran masyarakat.

(3)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA

(Skripsi)

Oleh: TIAN TERINA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA

Oleh: TIAN TERINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………... . 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………... 9

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologi ... 14

B. Pencurian dengan Kekerasan ... 22

C. Definisi Remaja dan Batas Umur Remaja ... 23

D. Faktor-faktor Penebab Kejahatan Yang Dilakukan oleh Remaja ... 27

E. Penanggulangan Kenakalan Remaja ... 29

F. Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Populasi dan Sampel ... 35

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Ressponden ... 39 B. Faktor Penyebab Remaja Melakukan Pencurian dengan Kekerasan 40 C. Upaya Penanggulangan Pencurian dengan Kekeran yang Dilakukan

oleh Remaja ... 45 D. Faktor Penghambat Penanggulangan Terhadap Pencurian

dengan kekerasan yang Dilakukan oleh Remaja ... 48

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 52 B. Saran ... 54

(7)

Judul Skripsi : ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA

Nama Mahasiswa : Tian Terina

No. Pokok Mahasiswa : 0912011379 Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H.

NIP. 196312171988032003 NIP. 196112311989031023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.

(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi,S.H., M.H. ...

Sekertaris Anggota :Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.H.

NIP. 196211091987031003

(9)

MOTTO:

Kita hidup bukan dari apa ang kita dapatkan,

namun makna dari hidup di tentukan oleh apa

(10)

Dengan penuh rasa syukur atas kehendak Allah SWT

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Umi tercinta Hamsinarwatie yang selalu berdoa untuk

keberhasilan anak-anaknya dengan segenap cinta, kasih sayang,

dan tetesan air mata.

Abi tercinta Drs. Akhmad Basyar AH, MM yang selalu

berusaha membanting tulang demi keluarga, mendidik dan

membesarkan anak-anaknya dengan penuh kesabaran,

perhatian dan tetesan keringat yang tak ternilai bagiku.

Kakakku Prinsisiliani serta adik-adikku Rani Cahyani dan

Haikal Saka Inanda yang selalu memotivasi dan semangat

bagi keberhasilanku.

Seluruh keluarga besar yang selalu berdoa dan menanti

keberhasilanku.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji terbesar dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan segala rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “ANALISIS KRIMINLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH

REMAJA” disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini tak luput dari bantuan, masukan baik berupa saran dan kritik dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing II dan Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing I yang selama ini telah membimbing dan memberi arahan serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selain itu dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

(12)

yang telah banyak member saran dan masukan untuk perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku dosen pembahas II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Bayu Sujatmiko, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani kuliah.

5. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama perkuliahan hingga selesainya skripsi ini

6. Bapak Aiptu Sunarto K.S. dan Bapak Brigadir Sugi Haryanto selaku responden polisi di Polresta Bandar lampung yang telah memberikan izin dan informasi untuk penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Welli, Amd.I.P., S.H., M.H.dan Iwan Saputra selaku responden polisi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar lampung yang telah memberikan izin dan informasi untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Supratikno, S.Pd. dan Ibu Herlawati seelaku respnden masyarakat yang bersedia memberikan informasi untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Andhyka Rizki Satriaji yang selalu menemani hari-hariku, memberi semangat, mendoakan, membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan selalu mendengarkan keluh kesahku.

(13)

11. Anderia Sakti yang setia menemaniku di kampus, menjadi saudara saat menjalani KKN, dan patner kerja terbaik di BEM FH Unila.

12. Ratna Pertiwi, Annisa Prima Ch, Denny Maulana Napitupulu, Jimmy Feriaji, dan Mbak Rateh yang selalu memberi dukungan dan menemani serta memberi warna di hari-hariku selama di kampus.

13. Keluargaku selama menjalani Kuliah Kerja Nyata di Marga Jaya: Ibu, Bapak, Yuda, Dinda, Gegek, Aldis, Arti, Riski, Yasir, Gilang, dan Dian yang member ilmu tentang kehidupan dan memberikan cinta serta kehangatan seperti keluarga kandungku.

14. Keluarga besar BIM dan BEM FH Unila priode 2009-2012 : Azam, Nca, Galuh, Suntan, Moeba, Maliki, Andri Mirmaska, Tiara, Nurul, Adit, Aristo, Bang Angga, Bang Yahu, Bang Yogi, Bang Ndo yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga.

15. Teman-teman FH 09: Banie, Wahyu, Yuni, Venny, Karolina, Dini, Ridza, Mozes, Rendy, Mamat, Yoga Liawan, Aci, Rifki, Cindy, Utari, Onde, dan lainnya yang tidak mungkin di sebut satu-persatu.

16. Semua Pihak yang telah membatu penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebut satu-persatu, semoga amal perbuatan mendapat balasan dari Allah SWT.

(14)

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Generasi muda merupakan penerus pembangunan bangsa ditangan kaum mudalah nasib bangsa dipertaruhkan. Oleh sebab itu kaum muda memerlukan perhatian khusus mengingat usia yang masih relatif muda, biasanya memiliki keinginan-keinginan yang sangat tinggi tanpa diimbangi dengan kontrol diri yang mantap, dan hal tersebut menyebabkan remaja cenderung melakukan perbuatan yang menyimpang. Perbuatan-perbutan menyimpang yang dilakukan remaja terkadang tidak sesuai norma-norma yang ada dalam masyarakat, sehingga timbul pelanggaran-pelanggaran yang ada akhirnya menjerumuskan ke arah tindak pidana.

(16)

2 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu: hak asasi manusia telah mencantumkan tentang hak-hak anak dalam Bagian Kesepuluh Pasal 52 sampai dengan Pasal 66, pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak.

Negara Indonesia adalah negara hukum yang bertujuan menciptakan adanya ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perlindungan terhadap hak asasi manusia di Indonesia dijamin dan diiringi dengan kewajiban untuk mewujudkan adanya ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehimgga terhadap tindak pidana perlu dilakukan penanggulangan, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh remaja.

Remaja adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dari penerus cita-cita perjungan banggsa. Dalam kedudukan demikian, remaja memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu remaja memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.1

Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja

1

(17)

3 berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. 2

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan. Sedangkan pengerian anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Taraf dan bentuk kenakalan remaja dalam suatu masyarakat tertentu berbeda-beda, begitu pila reaksi sosial yang timbul juga akan berbeda. Kenakalan remaja yang menggunakan kekerasan pada umumnya memperoleh reaksi sosial yang semakin kompleks, gejolak kejahatan remaja dirasakan semakin meluas dan beragam, baik dalam frekwensi maupun dalam keseriusan kualitas kejahatan. Banyak kasus yang terjadi seperti perkelahian, penodongan, pemerkosaan, penyalahgunaan narkoba sampai pencurian dengan kekerasan.

Pencurian dengan kekerasan adalah pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainna, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.3

2

Sri Rumini & Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 53.

3

(18)

4 Data profil kriminalitas remaja 2010 oleh BPS mengungkapkan bahwa selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku remaja berusia 18 tahun atau kurang. Jumlah itu meningkat pada tahun 2008 menjadi 3.300 pelaku dan menjadi 4.200 pelaku pada 2009. Hasil analisis data yang bersumber dari berkas laporan penelitian kemasyarakatan Bapas mengungkapkan bahwa 60,0 % dari mereka adalah remaja putus sekolah; dan 67,5 persen masih berusia 16 dan 17 tahun. Sebesar 81,5 % mereka berasal dari keluarga yang kurang/tidak mampu secara ekonomi. Sejalan dengan kondisi tersebut, tindak pidana yang dilakukan remaja itu umumnya adalah tindak pencurian (60,0 %) dengan alasan faktor ekonomi sebesar 46,0 % remaja. Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait mengungkapkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 7.000 lebih anak yang mendekam di penjara. Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan mereka, yaitu narkotika, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan. Untuk kasus pencurian dengan kekerasan sendiri, terdapat 122 kasus sepanjang tahun 2012.4

Contoh kasus yang terjadi pada tanggal 28 September 2012 di Kabupaten Lampung Tengah sekitar pukul 17.00 WIB WIB alias Jar (16 tahun), Pendi Adi Arilia Aditia (19 tahun), dan satu temannya (buron) mengancam dan merampas sepeda motor dari korbannya yaitu Rizkaa Arista Sulistiani (14 tahun) yang sedang berboncengan dengn rekan nya Elis Saidah (14 tahun). Tak diduga kedua korban diamati tiga tersangka yang sedang berboncengan sepeda motor Yamaha Vixion BE-4833-EH. Ketiga tersangka berhasil mengejar korban memepetnya

4

(19)

5 hingga jatuh. Lalu kawanan itu menodong korban dengan badik. Korban hanya pasrah dan pelaku langgsung mengambil sepeda motor Honda Beat BE-8664-GH milik korban dan langsung kabur beriringan. Korban langsung melapor ke Mapolsek dan berdasarkan ciri-ciri petugas berhasil mendapatkan identitas pelaku. Polsek Seputihmataram membekuk kedua tersangka saat sedang asyik nongkrong

di lapangan pada Jumat, 5 Oktober 2012. 5

Contoh kasus remaja yang melakukan pencurian dengan kekerasan terjadi di Kelurahan Way Dadi Kecamatan Sukarame Bandar Lampung pada tahun 2010. Kronologis kejadian pencurian dengan kekerasan di kediaman Bapak Eka Khusuma pada saat rumah kosong. Pada saat itu Iwan (19 tahun) beserta rekannya mendatangi rumah tersebut dengan menggunakan kendaraan roda empat dan parkir di depan pagar rumah Bapak Eka. Salah satu tetangga Bapak Eka melihat mobil Iwan dan rekannya itu parkir di depan rumah Bapak Eka namun tetangga hanya mengira iwan dan rekannya kerabat atau keluarga korban. Iwan dan rekanya berhasil masuk dari pintu belakang. Namun pada saat Iwan dan rekannya hendak pergi membawa laptop, uang, dan barang berharga lainnya, Ibu Tika (istri Bapak Eka) dan anaknya Putri pulang sehabis menjemput Putri pulang sekolah dan memergoki pelaku. Iwan mengancam korban dan anak korban dengan pisau. Korban dan anak korban hanya pasrah dan pelaku kabur dengan membawa laptop, uang dan perhiasan dengan menggunakan mobil.6

5

Lampung Post, 7 Oktober 2012.

6

(20)

6 Sebagaimana kejahatan pada umumnya, terjadinya pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja sudah tentu tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab, diantaranya faktor sosial, ekonomi, dan kesempatan. Pencurian dengan kekerasan terjadi tidak hanya di pengaruhi oleh beberapa faktor tapi kesemua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja ini perlu penanganan khusus dan serius teutama dalam hal mencari sebab-musababnya agar dapat dicari jalan keluar pencegahannya, karena remaja/anak adalah generasi penerus bangsa, hitam atau putihnya nasib bangsa, maju atau mundurnya bangsa ini tergantung pada anak/remaja. 7

Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh remaja proses dan penerapan sanksi pidananya berbeda dengan pelaku orang dewasa. Hal ini sesuai dengan ketentuan hukum acara yang terdapay dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Peradilan Anak. Mengingat penerapan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana tidak haya sebagai pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan tetapi sebagai upaya untuk membina anak supaya dapat berprilaku baik dan tidak mengulang perbuatannya.

Saat ini remaja yang melakukan tindak pidana lebih cenderung pada pemberian sanksi pidana penjara daripada pembinaan dan rehabilitasi. Pelaksanaan pidana penjara mempunyai tujuan penghukuman/pembalasan untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana, tetepi dapat memberikan dampak negatif terhadap

7

(21)

7 perkembangan remaja, remaja yang menjalani hukuman pidana penjara secara otomatis akan kehilangan kemerdekaan sehingga tidak dapat menikmati hak-haknya sebagai contoh tidak dapat melaksanakan pendidikan (sekolah), kurangnya sosialisasi dengan masyarakat sehingga masa depan anak akan terganggu pemberian sanksi pidana penjara terhadap remaja yang melakukan tindak pidana dirasakan kurang efektif.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul: "Analisis Kriminologis Terhadap Pencurian dengan Kekerasn yang Dilakukan Oleh Remaja".

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan penulisan skripsi ini adalah:

a. Apakah yang menjadi faktor penyebab remaja melakukan pencurian dengan kekerasan?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja?

c. Apakah faktor penghambat penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja?

2. Ruang Lingkup

(22)

8 ruang lingkup penelitian termasuk kedalam kajian Hukum Pidana. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada wilayah hukum Polda Lampung mengenai Analisis Kriminologis Terhadap Pencurian dengan Kekerasn yang Dilakukan Oleh Remaja.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pencurian dengan kekerasan yang di lakukan oleh remaja.

b. Untuk mengetahui upaya-upaya penanggulangan timbulnya tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang di lakukan oleh remaja.

c. Untuk mengetahui faktor penghambat penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan ang dilakukan oleh remaja.

2. Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

(23)

9 b. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pikiran bagi aparat penegak

hukum pidana, khususnya dalam kasus pencurian dengan kekerasan yang dilakukan olehh remaja.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian. 8

Teori mengenai kejahatan yang dilakukan oleh remaja yaitu:9 1. Teori Biologis

Tingkah laku sosipatik atau kejahatan pada oleh remaja dapat muncul karena beberapa faktor fisiologis dan struktur jasmani yang di bawa sejak lahir. Misalnya cacat jasmaniah bawaan.

2. Teori Psikogenis

Teori ini menekankan sebab-sebab kejahatan remaja dari aspek psikologis atau isi kejiwaan. Antara lain faktor intelegensi, cirri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi yang keliru, konflik batin, emosi yang kontrofersial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain.

3. Teori Sosiologis

Penyebab kejahatan remaja adalah murni sosiologis atau social psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh tekanan kelompok, peranan sosial, status social atau internalisasi simbolis yang keliru.

4. Teori Subkultur

Menurut teori subkultur ini kejahatan remaja karena sifat-sifat suatu skruktur sosial dengan pola budaya (subkultur) yang khas dari lingkungan

8

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 123.

9

(24)

10 familial, tetangga, dan masarakat yang didiami oleh para remaja tersebut. Sifat-sifat masarakat tersebut antara lain: punya populasi yang sangat padat, status social ekonomis, penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk dan banyak disorganisasi familial dan social bertingkat tinggi.

\

Penanggulangan kejahatan ditetapakn dengan cara : a. Penerapan Hukum Pidana (Criminal Law Application) b. Pencegahan tanpa Pidana (Preventiob Without Pinishment)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa.10

Pada butir (1) menitik beratkan pada upaya yang bersifat represif (penindakan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi dalam sarana Penal, sedangkan pada butir (2 dan 3) menitik beratkan pada upaya yang bersifat Preventif (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahatan terjadi dikelompokkan dalam sarana non penal.

Selain itu juga dilakukan melalui sarana non penal, seperti tindakan preventif dari masyarakat untuk tidak menjadi korban kejahatan, penerangan-penerangan melalui media cetak dan elektronik sebagai sarana informasi lainnya, meningkatkan norma, keimanan dan ketakwaan serta memperkuat norma-norma agama.

Menurut Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi upaya penegakan hukum, lima faktor tersebut adalah:11

10

(25)

11 1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini dibatasi pada faktor

undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti. 12

Berikut ini dibahas mengenai konsep atau arti dari beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi:

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya).13

b. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan ilmiah tentang: a) perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) pola-pola tingkah laku dan sebab musabab terjadinya pola-pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, seta kedudukan dan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; d) pola

11

Ibid. Hlm.91

12

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 132.

13

(26)

12 reaksi sosial formak, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan. Dalam pengertian tersebut termasuk melakukan penelitian ilmiah terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia, serta usaha Negara dalam mewujudkan hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial14 c. Pencurian dengan kekerasan adalah pencurian yang didahului, disertai atau

diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainna, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.15

d. Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. 16

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut:

I. Pendahuluan

Merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

14

Muhammad Mustofa, Kriminologi (Depok: FISIP UI PRESS, 2007), hlm.14.

15

Pasal 365 KUHP

16

(27)

13 II. Tinjauan Pustaka

Merupakan bab yang membahas tentang pengertian kriminologis, pengertian dan batasan umur remaja, faktorpenyebab kejahatan yang dilakukan oleh remaja, penanggulangan kenakalan remaja, dan faktor yang mempengaruhi penanggulangan hukum.

III. Metode Penelitian

Merupakan bab yang menjelaskan metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor penyebab remaja melakukan pencurian dengan kekerasan dan upaya penanggulangannya., pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja, dan upaya pembinaan terhadap terpidana remaja ppelaku pencurian dengan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan.

V. Penutup

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kriminologi

Kriminolgi, (criminology dalam bahasa Inggris, atau kriminologie dalam bahasa Jerman) secara bahasa berasal dari bahasa latin, yaitu kata ”crimen” dan ”logos”.

Crimen berarti kejahatan, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian kriminologi secara harafiah berarti ilmu yang mempelajari tentang penjahat.17

W.A Bonger memberikan batasan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya.18 Bonger, dalam meberikan batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:

a. kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan manfaat praktisnya.

b. kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memeprhatikan gejala-gejala kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi) dengan metode yang berlaku pada kriminologi.

17

Abdulsyani.1987.Sosiologi Kriminalitas.Remaja Karya.Bandung.hlm.9-10

18

(29)

15 Dalam kriminologi teoritis, Bonger memperluas pengertian dengan mengatakan baahwa kriminologi merupakan kumpulan dari banyak ilmu pengetahuan.19

a. Antropologi kriminologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat dilihat dari segi biologisnya yang merupakan bagian dari ilmu alam.

b. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala sosial. Pokok perhatiannya adalah seberapa jauh pengaruh sosial bagi timbulnya kejahatan (etiologi sosial)

c. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatn dipandang dari aspek psikologis. Penelitian tentang aspek kejiwaan dari pelaku kejahatan antara lain ditujukan pada aspek kepribadiannya.

d. Psi-patologi-kriminal dan neuro-patologi-kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang sakit jiwa atau sakit sarafnya, atau lebih dikenal dengan istilah psikiatri.

e. Penologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang tumbuh berkembangnya penghukuman, arti penghukuman, dan manfaat penghukuman.

f. Kriminologi praktis, yaitu berbagai kebijakan yang dilaksanakan oleh birokrasi dalam menanggulangi kejahatan.

g. Kriminalistik, yaitu ilmu pengetahuan yang dipergunakan untuk menyelidiki terjadinya suatu peristiwa kejahatan

Bonger, dalam analisanya terhadap masalah kejahatan, lebih mempergunakan pendekatan sosiologis, misalnya analisa tentang hubungan antara kejahatan dengan kemiskinan.

19

(30)

16 Sutehrland dan Cressey memberi batasan kriminologi sebagai bagian dari sosiologis dengan menyebutkan sebagai:

Kumpulan pengetahuan yang meliputi delinkuensi dan kejatahan sebagai gejala sosial. Tercakup dalam ruang lingkup ini adalah proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi terhadap pelanggaran hukum. Proses tersebut terdiri dari tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan interaksi yang berkesinambungan. Tindakan-tindakan tertentu yang dipandang tidak disukai oleh para politisi (political society) didefinisikan sebagai kejahatn. Kendatipun ada batasan tindakan tersebut, terdapat orang-orang yang terus-menerus melanggarnya dan dengan demikian melakukan kejahatan; politisi memberikan reaksi berupa penghukuman, pembinaan, atau pencegahan. Urutan interaksi inilah yang merupakan pokok masalah dalam kriminologi.20

Berlandaskan pada definisi di atas, Sutherland dan Cressey menjelaskan bahwa kriminologi terdiri dari tiga bagian pokok, yiatu: sosiologi hukum, etiologi kriminal, dan penologi (termasuk metode pengendalian sosial).

Sementara itu, Taft dan England merumuskan definisi kriminologi sebagai berikut:

Istilah kriminologi dipergunakan dalam pengertian secara umum dan pengertian khusus. Dalam pengertian yang luas, kriminologi adalah kajian (bukan ilmu yang lengkap) yang memasukkan ke dalam ruang lingkupnya berbagai hal yang diperlukan untuk memahami dan mencegah kejahatan dan diperlukan untuk pengembangan hukum, termasuk penghukuman atau pembinaan para anak delinkuen atau para penjahat, mengetahui bagaimana mereka melakukan kejahatan. Dalam pengertian sempit, kriminologi semata-mata merupakan kajian yang mencoba untuk menjelaskan kejahatan, mengetahui bagaimana mereka melakukan kejahatan. Apabila yang terakhir, yaitu pengertian sempit diterima, kita harus mengkaji pembinaan pelaku kejahatan yang dewasa, penyelidikan kejahatan, pembinaan anak delinkuen dan pencegahan kejahatan.21

20

Ibid.

(31)

17 Herman Manheim, orang Jerman yang bermukim di Inggris memberikan definisi kriminologi dalam pengertian sempit sebagai kajian tentanga kejahatan. dalam pengertian luas juga termasuk di dalamnya adalah penologi, kajian tentang penghukuman dan metode-metode seupa dalam menanggulangi kejahatan, dan masalah pencegahan kejahatan dengan cara-cara non-penghukuman. untuk sementara, dapat saja kita mendefinisikan kejahatan dalam pengertian hukum yaitu tingkah laku yang dapat dihukum menurut hukum pidana.22

Menurut Manheim, kajian terhadap tingkah laku jahat dapa disimpulkan terdiri dari tiga bentuk dasar:

a. Pendekatan deskriptif yaitu pengamatan dan pengumpulan fakta tentang pelaku kejahatan.

b. Pendekatan kausal yaitu penafsiran terhadap fakta yang diamati yang dapat dipergunakan untuk mengetahui penyebab kejahatan, baik secara umum maupun yang terjadi pada seorang individu.

c. Pendekatan normatif yaitu bertujuan untuk mecapai dalil-dalil ilmiah yang valid dan berlaku secara umum maupun persamaan serta kecenderungan-kecenderungan kejahatan.23

Selanjutnya definisi yang diberikan oleh Walter Reckless:

Kriminologi adalah pemahaman ketertiban indiveidu dalam tingkah laku delinkuen dan tingakah laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan peidana. Yang disebut pertama, yaitu kajian keterlibatan, mempunyai dua aspek: (1) kajian terhadap si pelaku, dan (2) kajian tingkah laku dari si pelaku, termasuk korban manusia. Yang disebut kedua, memperhatikan masalah (1) masuknya orang dalam sistemperadilan pidana

22

Ibid.

23

(32)

18 pada setiap titik, dan parale; serta (2) keluaran daru produk sistem peradilan pidana dalam setiap titik perjalanan.24

Defisni selanjutnya adalah definisi yang diberikan oleh Elmer Hubert, Kriminologi adalah kajian ilmiah dan penerapan praktis penemuan-penemuan di lapangan: (a) sebab musabab kejahatan dan tingkah laku jahat serta etiologi, (b) ciri-ciri khas reaksi sosial sebagai suatu simtom ciri masyarakat, dan (c) pencegahan kejahatan.25

Kriminologi menurut Johnson adalah bentuk pendekatan diagnostik yang diperlukan untuk suatu treatment (pengobatan/pembinaan)secara klinis.26

Haskell dan Yablonsky menekan definisi kriminologi pada muatan penelitiannya dengan mengatakan bahawa kriminologi secara khusus adalah merupakan disiplin ilmiah tentang pelaku kejahatan dan tindakan kejahatan yang meliputi:

1. Sifat dan tingkat kejahatan;

2. sebab musabab kejahatan dan kriminalitas;

3. perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan pidana; 4. ciri-ciri kejahatan;

5. pembinaan pelaku kejahatan; 6. pola-pola kriminalitas;

7. dampak kejahatan terhadap perubahan sosial.27

24

Ibid.

25

Ibid.

26

Ibid.

(33)

19 David Dressler, yang mengaitkan kriminologi dengan kajian komparatif yang bersifat dasar, memberikan definisi sebagai berikut:

Pemahaman utama dari kriminologi adalah pengumpulan data tentang etiologi delinkuensi dan kejahatan. Apa yang menyebabkan orang berubah menjadi pembunuh atau perampok? Mengapa seseorang melakukan kejahatan sementara orang lain tetap menjadi warga yang tunduk hukum? Kajian kriminologi ingin mengetahui “Apakah yang mejadi peneyebab dari delinkuensi dan kejahatan? 28

Gibbons memberikan definisi yang menekankan pada aspek analisa objektif kriminologi, yaitu sebagai berikut:

Kajian ilmiah tentang pelanggaran hukum dan usaha sunggun-sungguh untuk menyingkap penyebab kriminalitas pada umumnya telah dilakukan di wilayah yang dinamakan kriminologi, yang memberi perhatian pada analisa objektif tentang kejahatan sebagai gejala sosial. Dalam ruang lingkupnya kriminologi memasukkan pencarian yang berkaitan dengan proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi terhadap pelanggar hukum.29

Richard Quinney sebagai seorang tokoh kriminologi baru dan kriminologi kritis, memberikan definisi sebagai berikut:

Kriminologi baru adala] suatu pemahaman kejahatan dengan menyajikan secara bolak-balik antara kebijakan konvensional tentang kejahatan dengan konsep baru yang menegasikan gagasan tradisional [Kami akan] meliputi beraneka fase kejahatan: dari sistem hukum dalam teori hingga realitas sosial warga masyarakat, dari dunia penjahat hingga ke otoritas legal, dari pendekatan tradisional da;am pengendalian kejahatan hingga gagasan radikal tentang keberadaan sosoial.30

Definisi yang diberikan oleh Quinney tersebut merupkan kritik terhadap apa yang dikatakan sebagai kriminologi konservatif dan kriminologi konvensional. Dalam

(34)

20 membahas kriminologi, Quinnet juga memperkenalkan gagasan penomenologi, yaitu ilmu pengetahuan ilmiah tentang manusia dan pengalaman reflektifnya dalam kehidupan nyata.

Vernon Fox memberikan definisi kriminologi secara komperhensif dibandingkan dengan definisi-definisi sebelumnya di atas. Ia mengatakan bahwa kriminologi adalah:31

Kajian tentang tinkgah lku jahat dan sistem keadilan. Ini meruoakan kajian tentang hukum, dan pelaku planggaran hukum. Pemahaman terhadap gejala tersebut membutuhkan pemahaman terhadap seluruh ilmu-ilmu tingkah laku, ilmu alam, dan sistem etika dan pengendalian yang terkandung dalam hukum dan agama. Kriminologi merupakan tempat pertemuan berbagai disiolin ilmu yang memberikan pusat perhatian pada kesehatan mental dan kesehatan emosi individu dan berfungsinya masyarakat secara baik.

Tingkah laku jahat dapat diterangkan melalui pendekatan sosiologis, psikologis, medis dan biologis, psikiatris dan psiko-analisa, ekonomi, politik, budaya dan lain-lain pendekatan sosial dan tingkah laku.

Politik mendefinisikan sistem peradilan pidana melalui perundang-undangan dan penerapan kebijakan publik dalam hukum dan penegakan hukum. Oleh karena itu, tingkah laku jahat dan sistem keadilan menjadi pusat dari berbagai disiplin dan pendekatan yang memberi perhatian pada kejahatan dan masyarakat”

Departemen Kriminologi FISIP UI melandaskan diri dalam mempelajari kriminolgi pada sosiologi, dan mempelajari kejahatan sebagai gejala sosial.32 Dengan kata lain, ciri-cirinya dapat diidentifikasikan menurut konsep sosiologis. Timbulnya gejala kejahatan ditelusuri dari bekerjanya masyarakat. Dengan demikian berbagai faktor sosial seperti proses sosialisasi nilai dan norma sosial,

31

Ibid.

31

(35)

21 kohesi sosial, pengendalian sosial, sturuktur sosial, kebudayaan, disintegrasi sosial, keadilan sosial, ketidakadilan sosial dan lain-lainnya diteliti tingkat pengaruhnya terhadap munculnya peristiwa-peristiwa kejahatan.

Sesuatu yang sangat penting dalam mempelajari kriminologi adalah pola, yang bertujuan agar dapat diketahui keteraturan-keteraturan dari timbulnya peristiwa kejahatan di masyarakat.

Brantinghams memberikan suatu hipotesis sebagai berikut: 33

The purpose of studying crime patterns over time is to discover regularities that aid one in understanding the phenomenon of crime.

Tujuan mempelajari pola kejahatan sepanjang waktu adalah untuk menemukan keteraturan yang membantu dalam pemahaman terhadap gejala kejahatan

Prof. Muhammad Mustofa, dalam bukunya Kriminologi, mengatakan bahwa definisi kriminologi yang dikaitkan dengan pengembangan kriminologi di Indonesia adalah yang berakar pada sosiologis.

(36)

22

B. Pencurian dengan Kekerasan

Pasal 362 KUHP menyatakan bahwa pencurian adalah barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki. Sementara perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindak yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. 35 Dari dua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi pencurian dengan kekerasan adalah seseorang atau dua orang atau lebih yang mengambil barang sesuatu, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud ingin dimiki dengan cara melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik.

Pencurian dengan kekerasan ini diatur dalam pasal 365 KUHP yaitu :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;

2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu atau pakaian jabatan palsu.

4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tuhun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan

35

(37)

23 mengakihntkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.

C. Definisi Remaja dan Batas Umur Remaja

Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. 36

Hukum di Indonesia tidak mengenal pengertian remaja namun hanya dikatagorikan sebagai anak dan dewasa dan batasan batasan umur yang di tentukan pun berbeda-beda dalam setiap undang-undang antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) memberikan batasan usia 21 tahun atau kurang dari itu asalkan sudah menikah untuk menyatakan kedewasaan seseorang, di bawah usia itu seseorang masih membutuhkan wali untuk melakukan tindakan hukum perdata.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan batasan usia 18 tahun sebagai usia orang dewasa atau kurang dari itu apabila sudah menikah, anak berusia di bawah 18 tahun masih menjadi tanggungan orang tua bila melanggar hukum pidana.

c. UU Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, dalam hal ini menganggap bahwa orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah

36

(38)

24 sebagai anak-anak dan karenanya berhak mendapatkan kemudahan-kemudahan yang diperuntukkan untuk anak.

d. UU Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak Memberikan batasan orang yang di bawah 21 tahun dan belum menikah sebagai anak-anak, dipergunakan sebagai tolak ukur sejak kapan seseorang bisa dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan kriminal.

Ramplein menyatakan dan di ikuti oleh Sudarsono, membagi remaja antara usia 18-21 tahun yang digolongkan menjadi:

1. Pra-pubertas, umur 10,5-13 tahun (wanita), 12-14 tahun (laki-laki). 2. Pubertas, umur 13-15,5 tahun (wanita), 14-16 (laki-laki).

3. Krisis remaja, 15,5-16,5 tahun (wanita), 16-17 (laki-laki). 4. Andoselen, 16,5-17 tahun (wanita), 17-21 (laki-laki).37

Selanjutnya pengertian remaja menurut Word Healtth Organization (WHO) yang dikeluarkan pada tahun 1924 memberikan definisi yang lebih bersifat konseptual dan mengungkapkan 3 kriteria yaitu bilogik, psikologik, dan sosial ekonomi.38

Untuk lengkapnya definisi remaja adalah suatu masa depan dimana:

1. Individu berkembang dari sifat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menuju dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.39

37

Sudarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 3

38

Ibid

39

(39)

25 Setelah mengalami perkembangan bertahun-tahun berikutnya dan sesuai dengan bidang kegiatan WHO yaitu kesehatan, maka WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun adalah batas usia remaja, sedangkan menurut Laulla Cole yang diikuti Bambang Mulyono berpandangan bahwa masa andoselen adalah sekitar umur 13-21 tahun yang terbagi dalam 3 (tiga) tingkat yaitu:

1. Awal dari Adolesensi dari umur 13-15 tahun. 2. Pertengahan Adolesensi dari umur 16-19 tahun. 3. Akhir Adolesensi dari umr 19-21 tahun.40

Masa remaja dikenal sebagai masa transisi, secara psikologis remaja bukan lagi tergolong anak-anak tapi juga belum termasuk kategori dewasa baik fisik maupun tugas-tugas perkembangannya. Masa remaja masa penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan yang tercakup dalam “strom dan stress” dengan demikian remaja mudah terkena pengaruh oleh lingkingan.

Dilihat dari segi psikologis maka ciri- ciri remaja dapat dikemukakan sebagai berikut: 41

1. Kegelisahan, pada umumnya mereka banyak keinginan tetapi tidak tersalurkan sehingga dikuasai oleh perasaan gelisah;

2. Pertentangan, biasanya terjadi antara remaja dengan orang tua sehingga menyebabkan remaja berusaha melepas diri dari pengaryh orang tua; 3. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum

diketahuinya, mereka melakukan apa yang dilakukan orang dewasa. Keinginan remaja akan berakibat negatif apabila diajak untuk melakukan hal kriminal;

4. Keinginan mencoba juga terkadang di arahkan oleh diri sendiri maupun terhadap orang lain;

5. Keinginan menjelajah ke alam sekitarnya;

40

Ibid.

41

(40)

26 6. Menghayal dan berfantasi;

7. Aktifitas kelompok.

Idealnya setiap negara peserta melakukan standar yang di tetapkan dalam Kovensi Hak-Hak Anak (Covention On The Rights Of The Child) sebagai standar terendah dan sedikit demi sedikit mulai menyelesaikan batasan umur anak yang terdapat dalam perundangan nasional agar sesuai dengan standar dalam Konvensi Hak-Hak Anak.

Berdasarkan pengertian di atas yang dimaksud dengan remaja adalah setiap individu yang belum berusia 18 tahun atau dapat pula adanya perbedaan atau fariasi dalam penentuan batas usia kedewasaan di dalam perundangan nasional dari tiap-tiap negara peserta. Misalnya untuk kepentingan bekerja, untuk ikut dalam pemilihan umum, untuk bertanggung jawab dalam kriminal atau untuk bisa dijatuhi hukuman mati dan sebagainya.

Menurut Konvensi Hak-Hak Anak (Covention On The Rights Of The Child) memuat tentang hak-hak anak yaitu:

a. Hak untuk hidup;

b. Hak untuk memperoleh identitas; c. Hak untuk mempertahankan identitas;

d. Hak untuk memperoleh kebebasan berekspresi;

e. Hak untuk memperoleh kebebasan berfikir, beragama, dan berhatinurani; f. Hak untuk berserikat;

g. Hak untuk memperoleh perlindungan atas kehidupan pribadi; h. Hak untuk memperoleh informasi yang layak;

(41)

27 perlindungan dan hal yang luas kepada remaja sebagai individu yang patut dilindungi sebagai manusia.

D. Fakto-faktor Penebab Kejahatan Yang Dilakukan oleh Remaja

Teori mengenai kejahatan yang dilakukan oleh remaja yaitu:43 1. Teori Biologis

Tingkah laku sosipatik atau kejahatan pada oleh remaja dapat muncul karena beberapa faktor fisiologis dan struktur jasmani yang di bawa sejak lahir. Misalnya cacat jasmaniah bawaan.

2. Teori Psikogenis

Teori ini menekankan sebab-sebab kejahatan remaja dari aspek psikologis atau isi kejiwaan. Antara lain faktor intelegensi, cirri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi yang keliru, konflik batin, emosi yang kontrofersial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain.

3. Teori Sosiologis

Penyebab kejahatan remaja adalah murni sosiologis atau social psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh tekanan kelompok, peranan sosial, status social atau internalisasi simbolis yang keliru.

4. Teori Subkultur

Menurut teori subkultur ini kejahatan remaja karena sifat-sifat suatu skruktur sosial dengan pola budaya (subkultur) yang khas dari lingkungan familial, tetangga, dan masarakat yang didiami oleh para remaja tersebut. Sifat-sifat masarakat tersebut antara lain: punya populasi yang sangat padat, status social ekonomis, penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk dan banyak disorganisasi familial dan social bertingkat tinggi.

Selain itu teori lain, faktor-faktor remaja yang melakukan tindak kejahatan yaitu:44 1. Pengaruh Lingkungan

Anak-anak yang bermain dengan anak yang kurang baik, contohnya berteman dengan anak yang tidak sekolah atau anak yang suka membolos

43

Kartini Kartono, Patologi sosial 2, PT Raja Grafindo, Jakarta. 2010. hlm.25.

44

(42)

28 dan mengganggu temannya sehingga suka berkelahi, atau berteman dengan anak-anak yang suka mengambil barang orang lain.

2. Kurang Perhatian

Kurangnya perhatian dari orang tua yang selalu sibuk maupun tidak serumah membuat anak tersebut bertindak sesuai dengan pola pikir dan kemauannya sendiri, akibat mereka melakukan perbuatan yang tidak seharusnya, seperti mencuri, memukul, menendang seta tindakan kekerasan lainnya. Umumnya oranng tua yang kurang memberikan perhatian kepada anaknya tidak mengetahui dan mempunyai kesempatan waktu luang untuk member pengarahan dengan baik dan benar kepada anak-anaknya.

3. Keluarga Broken Home (keluarga berantakan)

Anak yang berasal dari keluarga broken home kebanakan menjadi anak nakal, karena kehidupanna sudah kacau dan orang tuanya sudah sulit memberikan pengarahan.

4. Ekonomi

Tingkat ekonomi yang rendah pasda umumnya menebabkan orang tua tidak memiliki waktu untuk memberikan pemenuhan kebutuhan untuk anaknya. Akibatnya anak akan mencari pemenuhan kebutuhan dan keinginan sesuai dengan pola pikir yang dimilikinya. Oleh karena itu terkadang anak melakukan perbuatan mengambil barang milik orang lain atau melakukan tindakan asusila.

5. Pendidikan (education)

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan kegiatan kegiatan yang berguna. Dengan banakna waktu ini mengakibatkan anak melakukan kegiatan yang menurutnya baik dan sering bergabung dengan anak-anak yang dari golongan sama. Akibatnya perbuatan yang dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum, seperti mencoret-coret tembok, berkelahi, melepar orang, berkelahi, dan lain sebagainya.

Motif yang mendorong anak melakukan tindak kejahatan antara lain:45 a. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.

b. Meningkatkan agrefitas dan dorongan seksual.

c. Salah asuh dan salah didik orang tua sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.

d. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaa serta kebiasaan meniru-niru.

e. Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal.

45

(43)

29 f. Konflik batin sendiri dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri

serta pembelaan yang irasional.

Faktor lainnya yang mendorong remaja melakukan tindak kejahatan antara lain: 1. Faktor Intern:

a. Mencari identitas/jati diri;

b. masa puber (perubahan hormon-hormon seksual); c. tidak ada disiplin diri;

d. peniruan. 2. Faktor Eksteren:

a. tekanan ekonomi;

b. lingkungan pergaulan yang buruk.

Anak yang melakukan kejahatan ini pada umumnya kurang memiliki control diri, atau justru malah menggunakan control diri tersebut, dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain. Kejahatan yang mereka lakukan itu pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, aitu untuk mencapai satu objek tertentu dengan disertai kekerasan. Pada umumnya anak tersebut sangat egoistis dan suka sekali menyalahgunakan dan melebih-lebihkan harga dirinya.46

E. Penanggulangan Kenakalan Remaja

Penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh remaja adalah sebagai suatu proses , cara menangani perbuatan-perbuatananti social yang dilakukan oleh

46

(44)

30 anak atau di bawah umur yang tergolong tindakan pelanggaran kaidah-kaidah, nilai-nilai maupun hukum ang berlaku dalam kehidupan masarakat.47

Untuk menangani masalah kejahatan remaja ada beberapa cara ang bisa dilakukan oleh para ahli atau tenaga professional, diantaraya adalah:

1. Penanganan Idividual

Penanganan ini dilakukan oleh psikolog atau psikiater ang dibagi dalam: a. Pemberian petunjuk atau nasihat(guidance)

Psikolog atau psikiater memberikan informasi atau mencarikan jalan keluar kepada remaja ang bermasalah terhadap masalah-masalah ang dihadapi.

b. Konseling

Psikolog atau psikiater mendudukan dirinya sejajar dengan remaja sebagai teman mencoba untuk bersama-sama memecahkan masalah yang ada.

c. Psikoterapi

Di sini psikiater yang telah mendapat latihan khusus menembuhkan jiwa yang terganggu mulai dari gangguan yang ringan sampai gangguan yang berat.

2. Penanganan Keluarga

Dalam menangani masa remaja, keluarga mempunai peranan yang sangat penting terhadap masalah yang dihadapi oleh remaja. Dengan cara ini keluarga melakukan pendekatan dan berusaha mencari jalan keluar ang terbaik untuk remaja itu sendiri, serta mendukungna apabila si remaja ada keinginan atau cita-cita ang positif yang ingin digapai. Disini leluarga harus memainkan perananna sesuai dengan peranannya masing-masing. 3. Penanganan Kelompok

Psikolog atau psikiater mendudukan remaja yang bermasalah secara berkelompok dan mereka diterapi bersama-sama. Disini psikolog atau psikiater memberi nasehat dan sesame anggota kelompok bertukar pikiran guna memecahkan masalah yang ada.

4. Penanganan Pasangan

Remaja yang bermasalah ditangani oleh psikolog atau psikiater bersama-sama dengan sahabatnya atau salah satu anggota keluarga yang terdekat. Maksudnya agar masing-masing bisa betul-betul menghaati hubungan yang mendalam, mencoba saling mengerti, dan membela satu sama lain.48

47

Kartini Kartono, Loc. Cit. hlm. 94

48

(45)

31 Tindakan penanggulangan masalah kejahatan remaja dapat dibagi dalam:

1. Upaya Preventif

Tindakan preventif yaitu segala tindakan yang mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan. Dibedakan menjadi dua:

a. Upaya pencegahan timbulnya kejahatan remaja secara umum meliputi berusaha mengenai cirri umum dan khas remaja, mengetahui kesulitan-kesilitan yang dialami oleh para remaja dan usaha pembinaan remaja.

b. Upaya pencegahan timbulnya kejahatan yang dilakukan remaja melipui: di sekolah pendidikan mental ini khususnya dilakukan oleh guru, guru pembimbing, atau psikolog sekolah bersama para pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus di arahkan kepada remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap penimpangan tingkah laku remaja dirumah dan di sekolah.

2. Upaya Represif

Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.

3. Tindakan Kuaratif dan Rehabilitasi

Tindakan kuratif dan rehabilitasi, dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku si pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidilan diulangi melalui pembinaan secara khusus, hal mana sering ditanggulangi oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.49

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Upaya dalam penanggulangan kejahatan ada beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah, faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum, faktor masyarakat.50

1. Faktor Undang-Undang

Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah. Mengenai berlakunya Undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas

49

Kartini Kartono, Loc. Cit. hlm. 95

50

(46)

32 yang tujuannya adalah agar Undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain :

a. Undang-undang tidak berlaku surut.

b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

c. undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatannya sama.

d. undang yang berlaku belakangan, membatalkan Undang-undang yang berlaku terdahulu.

e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. 2. Faktor Penegak Hukum

Negara hukum yang hanya dikonstruksikan sebagai bangunan hukum perlu dijadikan lebih lengkap dan utuh, dalam hal perlu dijadikannya memiliki struktur politik pula. Hukum hanya merupakan sebuah teks mati jika tidak ada lembaga yang menegakkannya. Oleh karena itu, dibentuklah penegak hukum yang bertugaskan untuk menerapkan hukum. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur negara untuk menciptakan masyarakat yang damai, tertib dan adil. Terhadap perilaku manusia, hukum menuntut manusia supaya melakukan perbuatan yang lahir, sehingga manusia terikat pada norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat negara. 3. Faktor Sarana dan Fasilitas Dalam Penegakkan Hukum

Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor tidak lagi dilakukan perseorangan, melainkan melibatkan orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Ada bebrapa kendala dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, salah satunya adalah keterbatasan dan operasional dalam melaksanakan penyidikan.

4. Faktor Masyarakat

Upaya pembangunan tatanan hukum paling tidak didasarkan atas tiga alasan, pertama sebagai pelayan bagi masyarakat, karena hukum itu tidak berada pada kevakuman, maka hukum harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang dilayaninya juga senantiasa berkembang. Kedua, sebagai alat pendorong kemajuan masyarakat. Ketiga, karena secara realistis di Indonesia saat ini fungsi hukum tidak bekerja efektif, sering dimanipulasi, bahkan jadi alat bagi penimbunan kekuasaan. Masyarakat merupakan poin penting dari penanggulangan pencurian kendaraan bermotor. Hukum mengikat bukan karena negara menghendakinya, melainkan karena merupakan perumusan dari kesadaran hukum masyarakat.

(47)

33

Stammler yang menyatakan bahwa law clearly is volition sehingga penerapan hukum terindikasi dari kemauan masyarakat untuk melaksanakannya. Dapat dikatakan budaya hukum akan mempengaruhi penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap suatu peraturan hukum. Hal ini penting diperhatikan karena suatu peraturan hukum tanpa dukungan dari masyarakat, dapat berakibat tidak berwibawanya peraturan hukum tersebut.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan/sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Pasangan nilai yang berperan dalam hukum adalah :

a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.

b. Nilai jasmani/kebendaan dari nilai rohani/keakhlakan.

(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan menelaah dan mengkaji konsep-konsep, teori-teori serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan analisis kriminologis terhadap pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataannya, baik berupa penilaian, perilaku, pendapat, dan sikap yang berkaitan dengan analisis kriminologis terhadap pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian di lapangan. Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum terkait, yaitu pejabat yang melaksanakan 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data

(49)

35 peraturan perundang-undangan yang terkait dengan. analisis kriminologis terhadap pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan petunjuk teknis.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus, bibliografi, dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek dan seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti 51 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah polisi yang ada di Polda Lampung dan Hakim yang ada di Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Dalam penentuan sampel, digunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan sekelompok subjek yang didasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan yang

51

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri

(50)

36 telah ditetapkan serta sesuai ciri-ciri tertentu pada masing-masing responden yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi.

Berdasarkan metode sampling tersebut di atas, maka yang menjadi sampel/responden dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penyidik Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung : 2 orang 2. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung : 1 orang 3. Pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan (remaja) : 1 orang 4. Masyarakat korban pencurian dengan kekerasan : 2 orang +

Jumlah : 6 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan pelaksanaan sidang kode etik bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana.

b. Studi Lapangan

(51)

37 wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara langsung dengan responden.

2. Prosedur Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan, dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan, dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

c. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis data

(52)

38 bersifat khusus, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum, guna menjawab permasalahan yang diajukan.

(53)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di kemukakan, maka penulis akan memberikan kesimpulan sebagai hasil pembahasan tentang analisis kriminologis terhadap pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja yaitu:

1. Faktor Penyebab Remaja Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yaitu: a. Faktor Ekonomi

Kebutuhan yang meningkat sementara pemasukan yang kurang bahkan tidak ada merupakan hal utama remaja melakukan pencurian dengan kekerasan.

b. Faktor Lingkungan

Pergaulan remaja dengan orang-orang yang biasa melakukan tindak kriminal dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan tindak kriminal termasuk pencurian dengan kekerasan.

c. Faktor Pendidikan

(54)

53 d. Pengaruh Media Komunikasi

Media komunikasi/massa ikut serta memberikan rangsangan terhadap jalan pemikiran dan pelaku remaja sehingga berani berencana melakukan pencurian dengan kekerasan.

2. Upaya Penanggulangan Terhadap Remaja yang Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yaitu:

a. Prefentif: upaya pencegahan dengan mengadakan penyuluhan ke desa-desa, sekolah, dan universitas yang di kordinir oleh SATBIMAS. Penyuluhan yang diberikan berupa pengetahuan umum soal hukum termasuk tentang pencurian berupa: bagaimana pencegahannya, apabila terjadi harus cepat melaporkan, dan akibat jika seseorang melakukan hal tersebut

b. Refresif: menangkap pelaku dan mebawa ke persidangan. Untuk anak di bawah 18 tahun di peradilan anank sementara untuk di atas 18 tahun di peradilan umum.

c. Faktor Penghambat Penanggulangan Terhadap Remaja yang Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yaitu:

1. Faktor penegak hukum

(55)

54 2. Faktor masyarakat itu sendiri

Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bekerjasama dalam menanggulangi pencuriang dengan kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Serta kesadaran remaja sendiri sebagai bagian dari masyarakat untuk melakukan hal-hal positif dan menghindari hal negatif termasuk pencurian dengan kekerasan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut

a. Bagi Remaja

Remaja sebaiknya berhati-hati dalam bergaul jangan sampai termakan bujuk rayu teman yang mengajak perbuatan yang melanggar norma sosial, norma hukum, maupun norma agama agar tidak terjerumus ke tindak kejahatan dan yang paling penting adalah harus bisa belajar dan memahami agama, karena dengan agama hidup kita bisa terarah dengan baik.

b. Bagi Polresta Bandar Lampung

(56)

55 c. Bagi Lembaga Pemasarakatan

Petugas LP hendaknya melaksanakan program-program pembinaan sebaik-baiknya agar warga binaan tidak melakukan kejahatan yang sama lagi dan menyadari perbuatan yang dilakukan salah.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdulsyani.1987. Sosiologi Kriminalitas. Remaja Karya. Bandung.

Andrisman, Tri. 2011. Hukum Peradilan Anak. Fakultas Hukum Universitas lampung. Bandar Lampung.

Arief, Barda Nawawi.1996. Kebijakan Hukum Pidan., Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Gunarsa, Singgih D. 1984. Psikologis Remaja. Gunung Mulia. Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Kartono, Kartini. 2010.Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. PT Raja Grafindo. Jakarta

Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak di Indnesia. Refika Aditama. Bandung. Mustofa, Muhammad. 2007. Kriminologi, FISIP UI PRESS. Depok.

Rumini, Sri & Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja Rineka Cipta .Jakarta.

Sarwono, Sarito Wirawan. 2010. Psikologi Remaja. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Siregar, Torkis F. 2009. Bentuk Pembinaan Residivis Untuk Mencegah Pengulangan Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan, tesis, USU. Medan.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan data “dibaca” atau “ditulis” dari atau dan ke memori utama, peranti masukan, atau peranti keluaran... Sistem

Because SURE generated usable dense point clouds for all dates only with the evening acquisition and we want to compare fairly with PhotoScan, we performed the statistical analysis

solanj(nya discbut t.,KS idalih lleihi pcmhingkil, transmisi dan distribusi ienaEa Llstik yang nisnibari',ian k€gunaan bagi distribusi tEnaga Lisirik yang memberikan

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya salah satu kegiatan pemerintah yang berusaha untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui

Make sure that you keep a certain portion above the ground level to prevent surface water from flowing inside. waste water from a factory, waste water from workers’ village,

Selain itu, terdapat penemuan bahwa untuk menyukseskan kinerja perusahaan dapat dicapai melalui daya saing yang berasal dari strategi dife- rensiasi, yang terkait

Gambar 6 Kapas Sebagai Media Budi Daya Semut Jepang. Universitas

Selain geometri Euclid yang pembahasannya seperti disebutkan di atas, dalam matematika ada pula yang dikenal dengan geometri Riemann. Geometri Riemaan hadir