• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pandangan Mazhab Ekonomi Klasik Tentang Tenaga Kerja, Produksi (Output) dan Pendapatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pandangan Mazhab Ekonomi Klasik Tentang Tenaga Kerja, Produksi (Output) dan Pendapatan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pandangan Mazhab Ekonomi Klasik Tentang Tenaga Kerja, Produksi (Output) dan Pendapatan.

Munculnya mazhab ekonomi klasik dalam teori ekonomi dilatar belakangi

oleh kondisi sosial-ekonomi yang terjadi di Eropa menjelang akhir abab ke-18 sejalan

dengan berkembangnya revolusi industri. Mazhab ekonomi klasik meletakkan dasar

penentuan kegiatan ekonomi pada mekanisme pasar tanpa adanya intervensi dari

pemerintah. Disini pasar menentukan keseimbangan ekonomi dalam arti bahwa

apabila suatu negara menganut sistem Laissez Faire yakni perekonomian didasarkan atas mekanisme pasar bebas maka suatu saat masyarakat negara tersebut pasti dapat

mencapai kesejahteraan yang optimal melalui alokasi sumber daya yang efisien.

Dalam pasar tenaga kerja yang bertindak sebagai pembeli jasa tenaga kerja

adalah perusahaan yang memproduksi output atau komoditi barang dan jasa,

sedangkan rumah tangga bertindak sebagai penjual tenaga kerja. Dalam jangka

pendek variasi jumlah output hanya ditentukan oleh variasi jumlah tenaga kerja

(2)

kerja merupakan keputusan jangka pendek perusahaan yang diletakkan pada kerangka

untuk memaksimumkan keuntungan dalam pasar kompetitif.

Keuntungan maksimum pada pasar persaingan sempurna akan diperoleh pada

tingkat output dimana harga sama dengan biaya marginal. Jika pasar output

meruapakan pasar persaingan sempurna, penerimaan marginal perusahaan sama

denga harga outputnya.

Pandangan tersebut menggambarkan bahwa para ekonom klasik dalam

mencermati permintaan tenaga kerja akan tergantung pada dua yang dihadapi oleh

perusahaan. Pertama, perusahaan akan selalu berusaha memperoleh keuntungan

maksimum, dengan menjual produk yang dihasilkan dipasar barang dan memperoleh

tenaga kerja dipasar faktor produksi dalam kondisi pasar persaingan sempurna.

Kedua, perusahaan dalam menghasilkan produksi selalu mengalami kondisi

diminishing of return, sehingga setiap ada penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan produk marginal selalu menurun.

Menurut ekonomi klasik, produksi atau output dan pendapatan tidak ditentukan

oleh permintaan tetapi ditentukan oleh faktor-faktor rill yaitu jumlah faktor produksi

yang disupply bukan dari demand masyarakat. Jadi permintaan tidak mempengaruhi

produksi barang dan jasa. Jumlah uang beredar juga tidak akan mempengaruhi

permintaaan sehingga tidak ada pengaruh terhadap produksi barang dan jasa. Faktor

rill yang mempengaruhi output tersebut misalnya jumlah tenaga kerja, modal,

(3)

produksi. Hubungan faktor produksi rill dengan produksi ditujukan oleh fungsi

produksi agregat yakni Y=f(L , K , T) , dimana Y adalah output yang ditentukan oleh faktor produksi tenaga kerja (L), modal (K), dan teknologi (T). Dalam jangka

pendek modal dianggap konstan karena tidak bisa berubah dimana untuk

meningkatkan teknologi dan modal perlu waktu. Sehingga dalam jangka pendek

ouput hanya ditentukan oleh tenaga kerja.

2.2. Konsep Pendapatan

Tujuan pokok dijalankannya suatu usaha perdagangan adalah untuk

memperoleh pendapatan, dimana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha perdagangannya.

Pendapatan yang diterima adalah dalam bentuk uang, dimana uang adalah merupakan

alat pembayaran atau alat pertukaran (Samuelson dan Nordhaus, 1997).

Selanjutnya, pendapatan juga dapat di definisikan sebagai jumlah seluruh

uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu

(biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja,

pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran transfer

atau penerimaan dari pemerintah seperti tujangan sosial atau asuransi pengangguran

(Samuelson dan Nordhaus, 1997).

Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga masyarakat

adalah hasil “penjualan”nya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor

produksi. Dan sektor produksi ini”membeli” faktor-faktor produksi tersebut untuk

(4)

produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor produksi ( seperti halnya juga untuk

barang-barang dipasar barang ) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan

permintaan.

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu

konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan.

Pendapatan dapat menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dapat

dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa yang diterima oleh seseorang atau

rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Winardi, 1997).

Pendapatan merupakan uang yang diterima oleh seseorang atau perusahaan

dalam bentuk gaji (wages), upah (salaries), sewa (rent), bunga (interest), laba (profit) dan sebagainya, bersama-sama dengan tunjangan pengangguran, uang pension dan

lain sebagainya. Dalam analisis mikroekonomi, istilah pendapatan khususnya dipakai

berkenan dengan aliran penghasilan dalam suatu periode waktu yang berasal dari

penyediaan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja dan modal)

masing masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga maupun laba, secara berurutan.

Dalam analisis ekonomi makro, istilah pendapatan nasional (national income) dipakai berkenaan dengan pebdapatan agregat suatu Negara dari sewa, upah, bunga dan

pembayaran, tidak termasuk biaya transfer (tunjangan pengangguran, pension dan

lain sebagainya)

Pada awal abad ke 20, gagasan –gagasan berkenan dengan pendapatan

(5)

sebagian dari serangkaian kejadian yang berkaitan dengan beberapa tahap yang

berbeda yaitu: 1) Kenikmatan pendapatan psikis, 2) Pendapatan riil dan 3)

Pendapatan uang.

Pendapatan psikis adalah barang dan jasa yang sungguh-sungguh dikonsumsi

oleh orang yang menciptakan kesenangan psikis dan kepuasan kebutuhan.

Pendapatan psikis merupakan konsep psikologis yag tidak dapat diukur secara

langsung namun dapat ditaksir oleh pendapatan riil. Sedangkan pendapatan riil adalah

ekspansi kejadian yang menimbulkan kenikmatan psikis. Pendapatan ini diukur

dengan biaya hidup. Dengan kata lain kepuasan yang diciptakan oleh kenikmatan

psikis dari keuntungan yang diukur dengan pengeluaran uang yang dilakukan oleh

perolehan barang dan jasa sebelum dan sesudah konsumsi. Jadi pendapatan psikis,

pendapatan riil dan biaya hidup merupakan tiga tahap yang berbeda bagi pendapatan.

Akhirnya pendapatan uang menunjukkan seluruh uang yang diterima dan

dimaksudkan akan dipergunakan untuk konsumsi biaya hidup. Sementara pendapatan

psikis lebih mendasar dan pendapatan uang sering disebut dengan pendapatan.

Menurut Smith dan Ricardo, distribusi pendapatan digolongkan kedalam tiga

kelas sosial utama yaitu: pekerja, pemilik modal dan tuan tanah. Ketiganya

menentukan 3 faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal dan tanah. Penghasilan yang

diterima setiap faktor dianggap sebagai pendapatan untuk masing-masing kelas sosial

tersebut. Smith dan Ricardo meneliti faktor-faktor apa saja yang menentukan

pendapatan masing-masing kelompok relative terhadap pendapatan nasional. Teori

(6)

relative lebih baik dan para pemilik modal menjadi relative lebih buruk keadaannya

(Lipsey, 1987).

Suatu usaha yang bergerak dalam sektor formal maupun informal dalam

penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan

dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan

mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu

tujuan penting dalam berusaha.

Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual dikalikan dengan harga output per unit.

Keynes (Jhingan,2007) mengatakan dalam teori ekonomi bahwa kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti hubungan antara kecendrungan

mengkonsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi juga

meningkat, tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan pada pendapatan tersebut.

Tingkah-laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik,

tabungan juga naik.

Pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan dalam

memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan.

Seluruh kegiatan perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan

disebut earning process. Secara garis besar earning process menimbulkan dua akibat yaitu pengaruh positif (pendapatan dan keuntungan) dan pengaruh negatif (beban dan

(7)

Secara garis besar pendapatan digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:

a. Gaji dan Upah

Imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan pekerjaan untuk

orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu minggu atau satu bulan.

b. Pendapatan dari Usaha Sendiri

Merupakan nilai total dari hasil produksi yang dikurang dengan biaya-biaya

yang dibayar dan usaha ini merupakan usaha milik sendiri atau keluarga sendiri,

nilai sewa capital milik sendiri dan semua biaya ini biasanya tidak

diperhitungkan.

c. Pendapatan dari Usaha Lain

Pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja dan ini merupakan

pendapatan sampingan antara lain: pendapatan dari hasil menyewakan asset

yang dimiliki, bunga dari uang, sumbangan dari pihak lain, pendapatan pension,

dan lain-lain.

2.3. Sektor Informal

Konsep sektor informal pada awalnya dikemukakan oleh Hart (1971), dimana

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja dikota yang berada di luar pasar tenaga

(8)

pekerjaan dikawasan pinggiran kota besar, namun juga meliputi berbagai aktivitas

ekonomi yang bersifat mudah untuk dimasuki, menggunakan sumber daya lokal

sebagai faktor produksi utama usaha milik sendiri, skala operasi kecil, berorientasi

pada penggunaan tenaga kerja dengan penggunaan teknologi yang bersifat adaptif,

keterampilan dapat diperoleh diluar instansi pendidikan formal, tidak merasakan

secara langsung dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan

pasarnya bersifat kompetitif.

Sejalan dengan itu Sethurahman dalam Kurniadi dan Tangkilisan (tt:)

memberikan definisi teoritis mengenai keberadaan sektor informal yang terdiri dari

unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa

dengan tujuan menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri dan

dalam usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor modal baik

fisik, maupun manusia (pengetahuan) dan faktor keterampilan. Menurut Sethurahman

istilah sektor informal biasa digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan

ekonomi yang berskala kecil, tetapi bukan perusahaan kecil. Menurutnya sektor

informal merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan ekonomi Negara sedang

berkembang. Karena mereka yang masuk sektor ini bertujuan untuk mencari

kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan (Manning, 1985).

Sebagian besar pembicaraan tentang sektor informal berangkat dari sifat

mendua yang dipandang bersumber pada perekonomian kota di Negara dunia ketiga

(9)

dualisme yang cirri kedua bagian saling bertentangan, sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji dan perusahaan besar yang lain, kare itu beberapa penulis

berbicara tentang sektor yang terorganisasi, terdaftar dan dilindungi oleh hukum.

Kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini kemudian dimasukkan

dalam istilah sektor informal, suatu yang mencakup pengertian berbagai kegiatan

yang sering tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”. Ini merupakan jenis

kesempatan kerja yang kurang terorganisir yang sulit dipantau atau karena itu sering

dilupakan dalam sensus resmi. Definisi sektor informal ini kurang baik sehingga

sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak berbeda yang terlihat apabila

menyusuri jalan-jalan kota didunia ketiga seperti: pekerja kaki lima, penjual Koran,

anak-anak penyemir sepatu, penjaga kios, penjaga keliling dan lain-lain. Dengan kata

lain mereka adalah kumpulan pedagang kecil, pekerja yang tidak terlihat dan tidak

terampil serta golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap.

Sektor informal lahir karena adanya dualisme dalam pembangunan ekonomi

yang diterapkan zaman colonial. Ciri ekonomi kolonial adalah adanya dualisme

antara kota (yang maju dan tempat lokasi industri barang konsumsi) dan desa (yang

terbelakang dan tempat dominasi tenaga kerja yang berlebihan), di daerah pedesaan

juga terdapat dualism lain, yaitu antara ekonomi enklave (lokasi perkebunan dan

usaha pertambangan modern) dan ekonomi tradisional (lokasi peternakan, petani,

nelayan, pengrajin dan lain-lain) (Krissantono, 1990).

Sektor informal di kota selama era pembangunan ini antara lain dipadati oleh

(10)

Hal ini didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah

pedesaan dan perkotaan. Di kota terdapat kesempatan ekonomi yang lebih besar

dibandingkan dengan pedesaan (Todaro, 1998).

Penekanan pada latar belakang pedesaan ini tidak mengejutkan bila diingat

bahwa sektor informal dianggap bermula dari proses urbanisasi yang berlangsung

terus yakni arus tenaga kerja yang berlebih keluar dari perdesaan secara

besar-besaran. Meskipun para imigran pedesaan ini merupakan bagian dari kaum miskin di

kota, studi-studi yang didasarkan pada penelitian empiris telah membuktikan ,

pertama bahwa sektor informal persentase ini tidak tentu jauh lebih rendah, dan kedua

bahwa sejumlah besar mereka memperoleh keberhasilan dari sektor informal

dilahirkan di daerah kota (Manning, 1985).

Betapapun kecilnya pendapatan diperoleh pekerja dalam sektor informal di

kota, kesempatan kerja di kota senantiasa lebih banyak tersedia daripada di daerah

pedesaan dan standar hidup minimum di kota juga lebih tinggi. Bahkan keadaan

penduduk yang paling miskin dikota barangkali jauh lebih baik daripada lapisan

berpendapatan rendah dipedesaan (Manning, 1985).

Memang sulit dirumuskan secara tegas batas-batasannya karena luasnya

spektrum dan kompleksitas sektor informal ini walaupun dengan mudah orang

menggolongkan mereka bekerja sebagai pedagang kecil, termasuk kategori bekerja di

sektor informal, sehingga proses pemberian batasan tampaknya harus ditempuh

(11)

kemudian digunakan sebagai apa yang dimaksud dengan sektor informal ini.

Umumnya para pedagang sektor informal seperti pedagang kaki lima memiliki latar

belakang sosial yang beraneka ragam baik tingkat pendidikan formal yang rendah dan

keterampilan yang sederhana serta berasal dari keluarga yang secukupnya, akan tetapi

memiliki semangat juang dan daya tahan untuk hidup ditengah-tengah masyarakat

kota.

Pada awalnya para pedagang sektor informal seperti pedagang kaki lima muncul

satu persatu dan terus bertambah setelah adanya reaksi pasar yang positif dan tanpa

disadari semakin bertambah banyak yang pada akhirnya menciptakan “pasar kaget”

dan berkembang menjadi pasar tradisional dalam hal ini menjadi suatu realitas sosial

yang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di

kota-kota besar.

Hal ini dapat terjadi sebagai salah satu dampak pembangunan nasional yang

tidak merata sampai ke daerah-daerah hingga pedesaan yang mengakibatkan jumlah

kepadatan penduduk di kota-kota meningkat terus setiap tahun dengan meningkatnya

urbanisasi.

Fenomena sektor informal merupakan suatu gambaran unik dari segi wajah

ekonomi kota. Dimana terdapat suatu komoditas masyarakat yang tidak mempunyai

akses terhadap sektor ekonomi formal, dimana sektor formal memiliki cirri-ciri

(12)

1. Kegiatan usaha umumnya sederhana, tidak sangat tergantung kepada kerjasama

banyak orang dan system pembagian kerja yang ketat. Dengan demikian dapat

dilakukan oleh perorangan atau keluarga, atau usaha bersama antara beberapa

orang kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.

2. Skala usaha relatif kecil, modal usaha, modal kerja dan omset penjualan

umumnya kecil, serta dapat dilakukan secara bertahap.

3. Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki ijin usaha seperti halnya Firma

atau Perusahaan Terbatas.

4. Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada bekerja di sektor

formal.

5. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya relatif rendah, walaupun

tingkat keuntungan terkadang tinggi, akan tetapi karena omset penjualan relatif

kecil, maka keuntungan absolute umumnya menjadi kecil.

6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil. Kebanyakan

usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur kecil yang

langsung melayani konsumennya.

7. Pekerjaan sektor informal tidak memiliki jaminan kesehatan kerja dan

(13)

8. Usaha sektor informal beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang

keliling, penjual Koran, kedai kelontong, tukang cukur, tukang becak, warung

nasi dan warung kopi. (Todaro, 1998)

Sektor informal dapat dilihat sebagai bentuk kegiatan perekonomian ataupun

sebagai wadah penampung angkatan kerja, sehingga dapat berperan mengurangi

pengangguran.

Sedangkan para peneliti dan Badan Pusat Statistik memberikan 11 ciri pokok

sektor informal yaitu: 1) Kegiatan usaha tidak diorganisasi secara baik karena

timbulnya unit usaha tidak dipergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di

sektor informal. 2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. 3) Pola

kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. 4) Pada

umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak

sampai kesektor ini. 5) Unit usaha dapat keluar masuk dari satu sektor ke

sub-sektor lain. 6) Teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional. 7) Modal dan

perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil. 8) Pendidikan

yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal

karena pendidikan yang diperlukan di peroleh dari pengalaman kerja. 9) Pada

umunya usaha termasuk golongan “One-man Enterprice” dan jika memperkerjakan

buruh berasal dari keluarga. 10) sumber dana modal pada umunya berasal dari

tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi. 11) Hasil produksi

atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa berpenghasilan

(14)

Agar diperoleh perbedaan karakteristik antara sektor formal dan sektor informal

dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Karakteristik Sektor Formal dan Sektor Informal

Karakteristik Sektor Formal Sektor Informal

Modal Relatif mudah Sukar diperoleh

Teknologi Padat modal Padat karya

Kredit Lembaga resmi Lembaga tidak resmi Sertifikat Buruh Sangat berperan Tidak berperan

Bantuan Pemerintah Penting untuk kelangsungan

usaha

Tidak ada

Hubungan dengan Desa One-way Trafic untuk

kepentingan sector

Saling menguntungkan

Sifat Wiraswasta Sangat tergantung dari

perlindungan pemerintah

Berdikari

Penyediaan Barang Jumlah besar kualitas baik Jumlah dan kualitas

berbeda

(15)

Majikan

Sumber: Tambunan, 1999

Beberapa kekuatan yang dimiliki sektor informal adalah sebagai berikut:

(Tambunan, 1999)

a. Padat Karya, dibanding sektor formal, khususnya usaha skala besar, sektor informal yang pada umumnya dalah usaha kecil bersifat padat karya. Sementara

itu persediaan tenaga kerja di Indonesia sangat banyak, sehingga upahnya

relative lebih murah jika dibandingkan di negara-negara lain dengan jumlah

penduduk yang kurang dari Indonesia. Dengan asumsi faktor-faktor lain yang

mendukung (seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi usaha

serta produktivitas pekerja tinggi), maka upah murah merupakan salah satu

keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di Indonesia.

b. Daya Tahan, selama krisis terbukti sektor informal tidak hanya dapat bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor permintaan

(pasar output) dan faktor penwaran. Dari sisi permintaan, akibat krisis ekonomi

pendapatan riil rata-rata masyarakat menurun drastis dan terjadi pergeseran

permintaan masyarakat, dari barang-barang sektor formal atau impor (harganya

relatif murah) ke barang-barang sederhana buatan sektor informal (harganya

(16)

c.Keahlian Khusus (Tradisional), bila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia, dapat dikatakan bahwa

produk-produk yang mereka buat umumnya sederhana dan tidak terlalu

membutuhkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan keahlian khusus

(traditional skill). Di sinilah keunggulan lain sektor informal, yang selama ini terbukti dapat membuat mereka bertahan walaupun persaingan dari sektor

formal, termasuk impor sangat tinggi. Keahlian khusus tersebut biasanya

dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun temurun, dari generasi ke generasi.

d. Permodalan, kebanyakan pengusaha di sektor informal menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri, atau dana pinjaman dari sumber-sumber informal

(di luar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan investasi

mereka. Walaupun banyak juga pengusaha-pengusaha kecil yang memiliki

fasilitas-fasilitas kredit khusus dari pemerintah. Selain itu, investasi di sektor

informal rata-rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan sektor

informal. Tentu, besarnya investasi bervariasi menurut jenis kegiatan dan skala

usaha.

Disamping kekuatan yang dimilikinya, sektor informal juga memiliki

kelemahan-kelemahan. Dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliki menyebabkan

sektor informal akan mengalami kesulitan. Kelemahan yang dimiliki terutama dalam

hal kemampuan untuk bersaing masih sangat lemah baik dalam pasar domestik

(17)

Karakteristik Usaha: Bertempat tinggal di daerah kumuh di kota Jam kerja relatif lama

Keterbatasan modal juga merupakan kendala dari sektor informal. Kendala lain

adalah kesulitan pemasaran dan penyediaan bahan-bahan baku, keterbatasan sumber

daya manusia, pengetahuan minim mengenai bisnis dan kurangnya penguasaan dalam

teknologi.

Berdasarkan karakteristik dan permasalahan yang dihadapi sektor informal,

maka dikelompokkan dalam empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, aspek

budaya dan aspek lingkungan (Firdausy,1995). Ke empat aspek tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1

(18)

Sumber: Firdausy, 1995.

Dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, misalnya, karakteristik dan

permasalahan yang dihadapi oleh sektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima

meliputi antara lain bahwa Pedagang Kaki Lima merupakan kegiatan usaha ekonomi

berskala kecil (Micro-Scale), bermodal relatif kecil, mudah dimasuki oleh pengusaha baru, input tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, kegiatan usaha

dikelola oleh satu orang (single person owner-operated enterprises) dan atau usaha keluarga dengan pola manajemen yang relatif tradisional baik arti waktu, permodalan,

keterampilan/keahlian maupun penerimaan. Jenis komoditi yang diperdagangkan

cenderung komoditi yang cepat terjual, tidak tahan lama dan kebanyakan adalah jenis

makanan dan minuman (Convenient goods).

2.4. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pedagang Kaki Lima atau PKL adalah setiap orang yang menawarkan atau

menjual barang dan jasa dengan cara berkeliling (Wawoerontoe, 1995). Istilah kaki lima yang selama ini dikenal dari pengertian trotoar yang dahulu berukuran 5 kaki (5

(19)

pusat perdagangan, pusat rekreasi, hiburan, dan sebagainya (Ardiyanto, 1998). Jadi Pedagang Kaki Lima merupakan kelompok orang yang menawarkan barang dan jasa

untuk dijual di atas trotoar, ditepi atau dipinggir jalan, disekitar pusat-pusat

perbelanjaan, pertokoan, pasar, pusat rekreasi atau hiburan, pusat pendidikan, baik

secara menetap, setengah menetap atau berpindah-pindah, berstatus resmi atau tidak

resmi.

Aktivitas Pedagang Kaki Lima dapat dikategorikan berdasarkan sarana fisik

yang di peruntukan dalam usanya. Sarana fisik tersebut dikelompokan berdasarkan:

a. Jenis barang dan jasa

Kategori aktivitas jasa Pedagang Kaki Lima berdasarkan jenis barang dan jasa

yang dijajakan, yaitu:

1. Makanan dan minuman

2. Kelontong

3. Pakaian/tekstil

4. Buah-buahan dan sayuran

5. Rokok dan obat-obatan

6. Majalah, buku dan koran

7. Barang seni dan kerajinan

8. Mainan

9. Jasa perorangan

Jenis barang dan jasa tersebut dapat dikelompokan kembali menjadi tiga macam

(20)

1. Kebutuhan primer terdiri dari makanan dan minuman

2. Kebutuhan sekunder terdiri dari kelontong, pakaian/tekstil, buah-buahan,

rokok/obat-obatan, dan majalah/koran

3. Kebutuhan jasa yaitu jasa perorangan

Setiap jenis barang dan jasa tersebut dapat diperinci lebih jauh, misalnya saja

kelontong terdiri dari alat-alat rumah tangga, mainan anak, barang

elektronik,aksesoris dan sebagainya. Demikian pula jasa perorangan dapat berupa

tukang stempel tukang kunci, reparasi jam, tambal ban dan sebagainya.

b. Jenis Ruang Usaha

Aktivitas Pedagang Kaki Lima menempati ruang yang terdiri dari ruang

umum dan ruang privat. Uraian dari kedua jenis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ruang Umum, yaitu Jenis ruang yang dimiliki oleh pemerintah sebagai ruang

yang diperuntukan bagi kepentingan masyarakat luas. Contoh ruang umum

adalah taman kota, trotoar, ruang terbuka, lapangan dan sebagainya. Termasuk

pula fasilitas/ saran/ yang terdapat di ruang umum seperti halte, jembatan

penyebrangan dan sebagainya.

2. Ruang Privat, yaitu Jenis rung yang dimiliki oleh individu atau kelompok

tertentu, misalnya lahan pribadi yang dimiliki oleh pemilik pertokoan,

perkantoran dan sebagainya.

c. Jenis Sarana Usaha dan Ukuran Ruangnya

Aktivitas Pedagang Kaki Lima dapat dikelompokan berdasarkan jenis

(21)

1. Gerobak/kereta dorong

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan gerobak/kereta

dorong dibagi atas dua macam yaitu gerobak/kereta dorong yang tampa atap

dan gerobak/kereta dorong yang menggunakan atap untuk melindungi barang

dagangan dari pengaruh panas, debu, hujan dan sebagainya.

2. Pikulan

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan sebuah atau dua

buah keranjang dengan cara dipikul. Bentuk pikulan ini dapat dikategorikan

dalam bentuk aktivitas jasa informal keliling atau semi menetap, biasanya

dijumpai pada jenis makanan dan minuman.

3. Warung Semi Permanen

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang terdiri atas beberapa

gerobak/kereta dorong yang telah diatur sedemikian rupa secara berderet dan

dilengkapi dengan bangku-bangku panjang dan meja. Bagian atap dan

sekelilingnya biasanya ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain terpal,

plastik atau bahan kain lainnya yang tidak tembus air.

4. Jongko atau Meja

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan jongko/meja

sebagai sarana usahanya. Bentuknya ada yang tampa atap dan ada pula yang

beratap untuk melindungi pengaruh dari luar. Berdasarkan sarana usaha

tersebut maka jasa sektor informal ini tergolong memiliki aktivitas jasa

menetap.

(22)

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan papan-papan yang

diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi permanen.

Para penjajanya juga biasanya bertempat tinggal di dalamnya. Berdasarkan

sarana usaha tersebut maka aktivitas jasa sektor informal ini digolongkan

sebagaiaktivitas jasa menetap.

Sifat pelayanan pedagang kaki lima tergantung pada sifat dan komunitas

barang yang meliputi:

1. Pedagang menetap (static), yaitu suatu bentuk pedagang kaki lima yang mempunyai cara/sifat dalam melayani konsumennya dengan menetap disuatu

lokasi tertentu. Dalam hal ini pembeli/konsumen harus datang sendiri ke

lokasi tersebut.

2. Pedagang semi menetap (semi static), yaitu suatu bentuk pedagang kaki lima yang mempunyai cara/sifat dalam melayani konsumen dengan menetap

sementara hanya pada saat-saat tertentu saja. Dalam hal ini akanmenetap bila

ada kemungkinan datangnya pembeli (hari minggu/libur).

3. Pedagang keliling (mobile), yaitu suatu bentuk pedagang kaki lima yang mempunyai cara/sifat dalam melayani konsumennya untuk selalu berusaha

mendatangi atau mengejar konsumen. Biasanya sifat pedagang ini mempunyai

volume dagangan kecil.

(23)

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia

usaha, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan

pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung

dari sudut mana meninjaunya. Peran modal dalam suatu usaha sangat penting karena

sebagai alat produksi suatu barang dan jasa. Suatu usaha tanpa adanya modal sebagai

salah satu faktor produksinya tidak akan dapat berjalan. Demikian juga di sektor

informal modal sangat besar pengaruhnya walaupun mungkin besarnya tidak sebesar

di sektor formal.

Modal kerja adalah kekayaan atau aktiva yang diperlukan perusahaan untuk

menyelenggarakan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar-putar dalam periode

tertentu (Indriyo,1992). Sedangkan menurut Wahid (1993) modal kerja adalah investasi perusahaan dalam harta jangka pendek yaitu kas, surat berharga jangka

pendek, piutang, persediaan. Modal kerja kotor adalah harta lancar total dari

perusahaan, dan modal kerja bersih adalah harta lancar dikurangi utang lancar.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai

usaha dagangan setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos untuk

pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu

output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia. Kemudian didalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal

yang besarnya sama dengan seandainya pedagang menanamkan modalnya di dalam

sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri. Sehingga

(24)

Menurut Manurung (2007), dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan

berkembang tanpa di dukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi

jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri

memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang

bersangkutan.

Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu

sumber-sumber produksi yang dikatakan sebagai biaya usaha. Biaya usaha ini biasanya

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun barang yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC)

adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya

biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan

biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).

Dari beberapa pengertian modal di atas maka dapat diambil kesimpulan

bahwa modal ini bersifat kuantitatif karena modal tersebut digunakan untuk

membiayai operasi perusahaan seperti pembiayaan bahan baku, pembiayaan bahan

penolong, pembiayaan upah dan pembiayaan operasional lainnya yang berlangsung

terus menerus dalam kegiatan perusahaan yang diharapkan akan meningkatkan

pendapatan.

(25)

Alokasi waktu usaha atau jam kerja adalah total waktu usaha atau jam kerja

usaha yang digunakan oleh seorang pedagang di dalam berdagang. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, jam kerja adalah waktu yang dijadwalkan untuk perangkat

peralatan yang dioperasikan atau waktu yang dijadwalkan bagi pegawai untuk

bekerja. Jam kerja bagi seseorang sangat menentukan efisiensi dan produktivitas

kerja.

Semakin tinggi jam kerja atau alokasi waktu yang kita berikan untuk membuka

usaha maka probabilitas omset yang diterima pedagang akan semakin tinggi maka

kesejahteraan akan pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi

kebutuhan keluarga pedagang tersebut.

2.7. Pengaruh Lama Berusaha Terhadap Pendapatan

Faktor lama berusaha bisa juga di katakan dengan pengalaman. Faktor ini secara

teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi

dari pendapatan. Namun, dalam aktivitas sektor informal dengan semakin

berpengalamannya seorang penjual, maka semakin bisa meningkatkan pendapatan

atau keuntungan usaha.

Pengelolaan usaha dalam sektor informal sangat dipengaruhi oleh tingkat

kecakapan manajemen yang baik dalam pengelolaan usaha yang dimiliki oleh

seorang pedagang. Tingkat kecakapan manajemen yang baik ini juga sangat

dipengaruhi oleh pengalaman atau lama berusaha seorang pedagang, sehingga dapat

(26)

kemampuan pengelolaan usaha sehingga tingkat pendapatan yang mereka hasilkan

juga berbeda.

Pengalaman berusaha juga merupakan pembelajaran yang baik guna

memperoleh informasi apa yang dibutuhkan dan digunakan dalam pengambilan

keputusan. Misalkan jumlah pendapatan atau penjualan yang dihasilkan selama satu

bulan, dengan pengalaman berusaha yang baik maka dapat dianalisis bahwa

pendapatan yang dihasilkan menunjukkan perputaran aset atau modal yang dimiliki

seorang pedagang, sehingga semakin besar pendapatan atau penjualan yang diperoleh

seorang pedagang semakin besar pula tingkat kompleksitas usaha.

Pengalaman dan lamanya berusaha akan memberikan pelajaran yang berarti

dalam menyikapi situasi pasar dan perkembangan ekonomi saat ini. Pengalaman dan

lama berusaha akan memberikan kontribusi yang berarti bagi usaha informal dalam

menjalankan kegiatan usaha jika dibandingkan kepada usaha informal yang masih

pemula. Pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha demi

kelangsungan hidup usaha terfokus pada pengalaman masa lalu, pengalaman masa

lalu akan berguna sebagai tolok ukur dalam mengambil sikap ke depan dalam upaya

mengembangkan usaha ke arah yang lebih maju dan berkesinambungan.

2.8. Pengaruh Akses Kredit Terhadap Pendapatan

Keterbatasan modal akan membatasi ruang gerak pengusaha dalam

menjalankan serta meningkatkan usahanya dan pendapatanya. Dengan kepemilikan

(27)

membuat semakin sulitnya para pedagang kecil mengembangkan usahanya dan

pendapatannya. Hal ini terutama disebabkan karena kesulitan mendapatkan akses

kredit dari lembaga keuangan, karena hingga saat ini lembaga keuangan khususnya

perbankan yang ada belum mampu menjangkau pengusaha kecil (Widiyanto, 2000).

Untuk itu, Akses kredit bagi pengusaha sektor informal sangat berpengaruh

terhadap pendapatan usaha sektor informal. Dimana apabila pengusaha sektor

informal mengakses kredit pada lembaga keuangan maka akan meningkatkan

usahanya, baik dalam hal peningkatan produksi barang dan jasa. Meningkatnya

produktivitas barang dan jasa yang dihasilkan akan mempengaruhi tingkat

pendapatan.

2.9. Tinjauan Empiris

Suharto (2004) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Sektor Informal Perkotaan di Sulawesi Selatan”

dimana bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin, usia pekerja,

pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, status migrasi, lama

usaha, pengalaman kerja, status pekerjaan, jumlah tenaga kerja dan curahan kerja

terhadap pendapatan pekerja sektor informal perkotaan khususnya penjual makanan

dan minuman di propinsi Sulawesi Selatan. Menggunakan data primer dengan metode

analisis regresi.

Dikemukakan bahwa faktor jumlah tanggungan keluarga, status migrasi, lama

(28)

signifikan terhadap pendapatan. Sedangkan variabel jenis kelamin, usia pekerja,

pendidikan, dan status pernikahan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan.

Handayani (2007) menganalisis pengaruh tingkat pendapatan pekerja sektor informal di Kota Binjai, dimana penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel

independent yaitu modal, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pendidikan terhadap

variabel dependent yaitu pendapatan pekerja sektor informal di kota Binjai, Sumatra

Utara.

Hasil dari analisa yang dilakukan diperoleh hasil bahwa modal dan jumlah jam

kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pekerja sektor

informal di kota Binjai. Sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh positif namun

tidak signifikan terhadap pendapatan sektor informal di kota Binjai. Variabel

independent yaitu modal, jam kerja, dan tingkat pendidikan dapat menjelaskan secara

bersama-sama variabel dependent yaitu pendapatan pekerja sektor informal di kota

Binjai dengan R-Square ( R2¿ sebesar 92%.

Tampubolon (2008) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Sektor Informal (Studi Kasus: Pedagang

Sayur Keliling di Bukittinggi). Dari hasil evaluasi dan analisa terhadap tingkat

pendapatan yang dipengaruhi oleh modal, jam kerja dan lokasi berdagang, ditarik

kesimpulan: 1) Variabel Modal, jam kerja dan lokasi strategis berpengaruh terhadap

(29)

pendapatan pedagang sayur, sedangkan variabel jam kerja tidak signifikan

mempengaruhi pendapatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Puspasari (1999), menulis skripsi di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pendapatan Pengusaha Keramik” yang menggunakan analisis linier

berganda.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara besarnya modal sendiri

terhadap tingkat pendapatan pengusaha keramik, besarnya pengaruh tersebut dapat

dilihat dari nilai koefisien regresi sebesar 2.6611164. artinya jika modal sendiri naik

sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan jumlah pendapatan pengusaha keramik

sebesar Rp. 2.6611164

Terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya curahan jam kerja

terhadap tingkat pendapatan pengusaha keramik, besarnya pengaruh tersebut dapat

dilihat dari nilai koefisien regresi sebesar 154.12794. artinya jika curahan jam kerja

naik satu jam maka akan meningkatkan jumlah pendapatan keramik sebesar Rp.

154.12794.

2.10. Kerangka Konseptual Penelitian

Didalam perkembangan sektor informal merupakan sektor yang diandalkan

dalam penanggulangan pengangguran dimana tenaga kerja yang terserap di sektor ini

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun peningkatan tersebut tidak sejalan

(30)

formal. Dimana terdapat kesenjangan usaha antara sektor formal dan informal, salah

satunya adalah tingkat pendapatan.

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas

dan variabel terikat. Dengan demikian maka kerangka pemikiran peneliti dalam

penelitian ini adalah Pendapatan Pedagang Kaki Lima (sebagai variabel terikat) yang

dipengaruhi oleh Modal Kerja, Alokasi Waktu Usaha, dan Akses Kredit (sebagai

variabel bebas).

Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal

kerja mempengaruhi pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan

mempengaruhi peningkatan jumlah barang atau produk yang diperdagangkan

sehingga akan meningkatkan pendapatan.

Faktor alokasi waktu usaha masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis

alokasi waktu usaha mempengaruhi pendapatan usaha. Semakin tinggi jam kerja yang

kita berikan untuk membuka usaha maka probabilitas omset yang diterima pedagang

akan semakin tinggi maka kesejahteraan akan pedagang akan semakin terpelihara dan

dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.

Faktor lama berusaha secara teoritis dalam buku tidak ada yang membahas

bahwa lama berusaha merupakan fungsi dari pendapatan. Namun dalam aktivitas

sektor informal dengan semakin berpengalamannya seorang pedagang, maka semakin

(31)

Hasil dan Pembahasan

Daya Tarik Sektor Informal

Prospek dan Perkembangan

Kesenjangan Usaha Sektor Formal dan Informal

Fenomena Pedagang Kaki Lima

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh:

Modal (X1)

Alokasi Waktu Usaha (X2) Lama Usaha (X3)

Akses Kredit (DX4)

Pendapatan Pedagang Kaki Lima

Faktor akses kredit secara teoritis mempengaruhi pendapatan usaha karena

pedagang akan memperoleh tambahan modal usaha yang akan digunakan untuk biaya

produksi barang dan jasa serta menambah jumlah kuantitas barang dan jasa yang

diproduksi sehingga akan meningkatkan pendapatan.

Dalam kerangka pemikiran di mana terdapat hubungan antara modal kerja,

jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan akses kredit terhadap pendapatan. Hal

ini dapat dilihat pada kerangka pemikiran di bawah ini:

(32)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu di atas disusunlah beberapa

hipotesis sementara, yaitu:

1. Diduga modal kerja, alokasi waktu usaha dan lama usaha berpengaruh positif

terhadap pendapatan Pedagang Kaki Lima di sekitar Pantai Losari Kota

Makassar.

2. Diduga akses kredit berpengaruh positif terhadap pendapatan sektor informal

di sekitar Pantai Losari Kota Makassar. Dimana ada perbedaan pendapatan

antara Pedagang Kaki Lima yang mengakses kredit dan Pedagang Kaki Lima

(33)

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1Karakteristik  Usaha:Karakteristik dan Permasalahan yang Dihadapi Sektor Permasalahan ekstren PKLBanyaknya pesaing usaha sejenis

Referensi

Dokumen terkait

1188/2022/MD Two Storey Dwelling and Retaining Walls on Proposed Lot 818 Brindle Parkway, Box Hill in a Subdivision of Lot 1902 DP 1232007 and Lot 2002 DP 1232008, 63-65 Terry Road Box

Bagi masyarakat yang mempunyai masalah dengan kualitas air sumur seperti kadar Fe yang tinggi, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika faktor kondisi fisik secara bersamaan memprediksi prestasi renang gaya crawl 50 meter, maka akan terjadi penurunan

For the maximum displacement of 7pels/ frame, this 4SS algorithm utilizes a centre- biased search patern with nine checking points on a 5 x 5 window in the irst step instead of a

mengajar terhadap prestasi belajar ilmu pengetahuan sosial siswa kelas VII. Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 4 Surakarta tahun

Microsoft Access merupakan salah satu program pengolah database yang canggih, yang digunakan untuk mengolah berbagai jenis data dengan pengoperasian

Pasuruan 243,600,000 Penelitian Geologi Teknik dan Lingkungan di Lereng Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno Welirang 4 Inventarisasi Potensi dan Penyusunan Data

Aplikasi pembuatan situs islamic center menggunakan XML, PHP dan MYSQL, Macromedia Dreamweaver MX untuk mengetik perintah XML dan PHP, Phpmyadmin untuk penulisan database, Apache

Target 1: Menurunkan hingga setengahnya Menurunkan hingga setengahnya Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan ekstrim hingga