ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA
KAITANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
(STUDI KASUS : DAERAH PANTAI, DATARAN RENDAH, DAN DATARAN TINGGI PEGUNUNGAN KABUPATEN DELI SERDANG)
TESIS
Oleh
WHENLIS
067003042/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA
KAITANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
(STUDI KASUS : DAERAH PANTAI, DATARAN RENDAH, DAN DATARAN TINGGI PEGUNUNGAN KABUPATEN DELI SERDANG)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
WHENLIS
067003042/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA KAITANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS : DAERAH PANTAI, DATARAN RENDAH, DAN DATARAN TINGGI PEGUNUNGAN KABUPATEN DELI SERDANG)
Nama Mahasiswa : Whenlis Nomor Pokok : 067003042
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E) Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S) (Kasyful Mahalli, S.E, M.Si) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah di uji pada
Tanggal : 22 Mei 2008
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S
2. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si
3. Drs. Rujiman, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (magister), baik di Universitas Sumatera Utara
maupun di Perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Medan, Mei 2008 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
WHENLIS, NIM.067003042, ”Analisis Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Kaitannya Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus : Daerah Pantai, Dataran Rendah, dan Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang)”. Komisi Pembimbing : Prof. Bachtiar Hassan Miraza S.E (Ketua) ; Dr. Ir. Tavi Supriana M.S (Anggota) ; dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si (Anggota).
Penelitian dilakukan dengan metode survei, wawancara secara langsung terhadap sampel sebanyak 256 rumahtangga yang menyebar pada daerah pantai sebanyak 80 rumah tangga, dataran rendah 128 rumah tangga, dan dataran tinggi pegunungan sebanyak 48 rumah tangga. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan tehnik multiple cluster sampling untuk penarikan sampel wilayah, dan dengan cara sistematis (Systematic Sampling) untuk penarikan sampel unit penelitian rumah tangga.
Analisis data menggunakan 3 (tiga) kriteria sekaligus yaitu i. Kriteria Bank Dunia, ii. Kurva Lorenz , dan iii. Gini Rasio. Faktor-faktor penyebab ketimpangan pendapatan rumah tangga pada wilayah di analisis dengan menggunakan model regresi linear berganda dengan dugaan sementara pengeluaran rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh variabel tanggungan rumah tangga, lama pendidikan kepala rumah tangga dan umur kepala rumah tangga.
Hasil analisis menunjukkan ketimpangan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang secara umum tergolong kategori rendah (angka Gini Rasio = 0,35416 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah menikmati 19,71 % dari total pendapatan daerah). Berdasarkan pengelompokan wilayah, ketimpangan rumah tangga pada daerah pantai tergolong kategori sedang (angka Gini Rasio = 0.47072 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah hanya menikmati 14,21 % dari total pendapatan wilayahnya) ; pada dataran rendah tergolong kategori rendah (angka Gini Rasio = 0,27092 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah menikmati 22,56 % dari total pendapatan wilayahnya) ; dan pada dataran tinggi pegunungan tergolong kategori rendah (angka Gini Rasio = 0,2304 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah menikmati 24,72 % dari total pendapatan wilayahnya).
ABSTRACT
WHENLIS, NIM. 067003042, "Iameness Analysis earnings of his bearing household to development of region (Case study : coastal area, lowland, and plateau mountain of Sub-Province Deli Serdang)". Commission Pembimbing : Prof. Bachtiar Hassan Miraza S.E (Chief) ; Dr. Ir. Tavi Supriana M.S (Member) ; and Kasyful Mahalli, S.E, M.Si (Member).
Research done with survey method, interview is directly to sampel counted 256 rumahtangga disseminating [at] coastal area counted 80 household, lowland of 128 household, and mountain plateau counted 48 household. Intake method sampel done at random with technics multiple cluster sampling for withdrawal sampel regional, and by systematic (Systematic Sampling) for withdrawal sampel unit research of household.
Data analysis use 3 (three) criterion is at the same time that is i. Criterion World bank, ii. Curve Lorenz , and iii. Gini Rasio. Factors the cause of Iameness earnings of household [at] region in analysis by using doubled linear regression model with anticipation whereas expenditure rumahtangga influenced signifikanly by household responsibility variable, old [of] education of household head and umur household head.
Analysis result show household Iameness in Kabupaten Deli Serdang in general pertained the low category (number Gini Rasio = 0,35416 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah enjoy 19,71 % from totalizing earnings of area). Pursuant to subdividing of region, household Iameness [at] coastal area pertained the is category (number Gini Rasio = 0.47072 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah only enjoying 14,21 % from totalizing earnings of him region) ; [at] lowland pertained the low category (number Gini Rasio = 0,27092 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah enjoy 22,56 % from totalizing earnings of him region) ; and [at] mountain plateau pertained the low category (number Gini Rasio = 0,2304 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah enjoy 24,72 % from totalizing earnings of him region).
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan
karunia yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
yang berjudul ” Analisis Ketimpangan Pendapatan Rumahtangga pada daerah pantai,
dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan kaitannya terhadap pengembangan
wilayah Kabupaten Deli Serdang”.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E ; Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Kasyful
Mahalli, S.E, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI melalui Kepala BPS Propinsi Sumatera
Utara yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
Pasca Sarjana Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
(PWD) pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
3. Kepala BPS Kabupaten Deli Serdang selaku atasan langsung penulis dan juga
seluruh rekan-rekan pegawai BPS Deli Serdang yang turut memberikan dukungan
moril sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
4. Seluruh keluarga, secara khusus kepada isteri Dra.Tince br Sitorus serta anak-anak
tersayang Anzela Rose Br Purba dan Evander Gustavo Purba atas dukungan
semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para
pengambil kebijakan di Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Akhirnya penulis
menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, segala kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami hargai demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Medan, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Pulau Rakyat Kabupaten Asahan pada tanggal 5
Juli 1966. Penulis merupakan anak pertama dari 6 (enam) orang bersaudara dengan
nama Ayah Pelda (Purn) Mangantar Purba (+) dan nama Ibu Masria Br. Batubara (+).
Saat ini penulis berstatus kawin dengan nama istri Dra Tince Br Sitorus, dan
dikaruniai oleh yang Maha Kuasa 2 (dua) orang anak yang diberi nama Anzela Rose
Br Purba dan Evander Gustavo Purba.
Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar pada SD Negeri di Desa
Damuli, Kecamatan Kualuh Selatan, Labuhan Batu Tahun 1979 ; Menamatkan
pendidikan SLTP di SMP Negeri Aek Kanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Labuhan
Batu pada Tahun 1982 ; Menamatkan pendidikan pada SLTA di SMA Negeri jurusan
IPA Aek Kanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Labuhan Batu pada Tahun 1985 ; dan
Menamatkan pendidikan pada Perguruan Tinggi FMIPA- Jurusan Matematika
Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada Tahun 1991. Sejak September 2006
sampai saat ini sedang menyelesaikan studi pada program Pasca Sarjana jurusan
PWD-PP Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Tahun 1992 penulis bekerja di Lingkungan Badan Pusat Statistik (BPS)
Propinsi Sumatera Utara (pada waktu itu masih bernama Kantor Statistik). Pertama
kali bekerja, penulis ditempatkan pada BPS Kotamadya Tanjung Balai dengan status
CPNS. Setelah 2 (dua) tahun di Tanjung Balai, pada tahun 1994 pindah tugas ke
Kantor BPS Tapanuli Utara. Setelah 2 (dua) tahun di Tapanuli Utara, pada tahun
1996 pindah tugas ke Kantor BPS Labuhan Batu. Setelah 4 (empat) tahun di BPS
Labuhan Batu, pada tahun 2000 pindah tugas lagi ke BPS Deli Serdang hingga saat
ini dengan menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Statistik Sosial dengan pangkat
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Distribusi Pendapatan Dalam Pembanguan Ekonomi... 11
2.2 Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan ... 13
2.3 Pengeluaran dan Pendapatan Rumah Tangga ... 15
2.4 Pengembangan Wilayah... 17
2.5 Penelitian Terdahulu ... 21
2.6 Kerangka Konseptual ... 24
2.7 Hipotesis... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Lokasi dan Unit Penelitian ... 28
3.3 Metode Penarikan Sampel... 29
3.4 Metode Analisis ... 32
3.5 Defenisi Operasional... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
4.1 Gambaran Umum Wilayah Deli Serdang ... 40
4.1.1 Letak dan keadaan geografis... 40
4.1.2 Iklim ... 42
4.1.3 Sarana dan prasarana pendidikan pada daerah pantai ... 43
4.1.4 Potensi perkebunan rakyat pada dataran tinggi pegunungan... 46
4.2 Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 51
4.2.1 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga daerah pantai ... 51
4.2.2 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga dataran rendah... 54
4.2.3 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga dataran tinggi pegunungan... 57
4.2.4 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga Kabupaten Deli Serdang ... 60
4.2.5 Hasil Pengujian Hipotesis ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Saran... 74
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Perbandingan PDRB Kabupaten Deli Serdang terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2006 ... 6
1.2 Persentase Luas Wilayah, Rumah Tangga dan Rumah Tangga Miskin Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Berdasarkan Kelompok Wilayah di Kabupaten Deli Serdang ... 7
3.1 Rincian Penyebaran Sampel Menurut Wilayah Penelitian ... 32
3.2 Kategori Ketimpangan Menurut Kriteria Bank Dunia dan Gini Rasio... 34
4.1 Letak dan Geografis Kabupaten Deli Serdang... 40
4.2 Pengelompokan Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian di
Kabupaten Deli Serdang ... 42
4.3 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid TK Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 43
4.4 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SD Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 44
4.5 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SLTP Negeri dan Swasta pada
Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 45
4.6 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SMU Negeri dan Swasta pada
Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 45
4.7 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SMK Negeri dan Swasta pada
Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 46
4.8 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 47
4.9 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Perkebunan Rakyat di
4.10 Luas Areal dan Produksi Tanaman Karet Perkebunan Rakyat di
Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 48
4.11 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 48
4.12 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kulit Manis Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 49
4.13 Luas Areal dan Produksi Tanaman Cengkeh Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 50
4.14 Luas Hutan Bakau Taman Nasional, Suaka Alam, Marga Satwa, Taman Wisata, dan Daerah Perlindungan Lainnya di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 50
4.15 Deskripsi Sampel Daerah Pantai... 52
4.16 Deskripsi Sampel Dataran Rendah ... 55
4.17 Deskripsi Sampel Dataran Tinggi Pegunungan ... 58
4.18 Deskripsi Sampel Kabupaten Deli Serdang ... 61
4.19 Kategori Ketimpangan Menurut Kelompok Wilayah ... 65
4.20 Hasil Penghitungan Regresi Linear Berganda ... 66
4.21 Hasil Uji Asumsi Regresi... 68
4.22 Deskripsi Pendapatan per Kapita per Bulan dan Rata-rata Lama Sekolah Kepala Rumah Tangga Menurut Kelompok Wilayah... 70
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Misra, 1977 dalam Sinaga,
2006) ... 18
2.2 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono, 2005 dalam Sinaga, 2006) ... 20
2.3 Kerangka Pemikiran... 26
3.1 Sketsa Tahapan Pengambilan Sampel... 30
3.2 Kurva Lorenz (Todaro dan Smith, 2004)... 35
4.1 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan pada Daerah Pantai ... 53
4.2 Kurva Lorenz Daerah Pantai... 54
4.3 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan pada Dataran Rendah... 56
4.4 Kurva Lorenz Dataran Rendah ... 57
4.5 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan pada Dataran Tinggi Pegunungan... 59
4.6 Kurva Lorenz Dataran Tinggi Pegunungan ... 60
4.7 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan Kabupaten Deli Serdang ... 62
4.8 Kurva Lorenz Kabupaten Deli Serdang ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Pengumpulan Data... 80
2. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 80 Rumah Tangga Daerah Pantai... 84
3. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan Kriteria Bank Dunia pada Daerah Pantai ... 87
4. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Daerah Pantai ... 90
5. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 128
Rumah Tangga Dataran Rendah ... 91
6. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan Kriteria Bank Dunia pada Dataran Rendah... 95
7. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Dataran Rendah... 99
8. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 48 Rumah Tangga Dataran Tinggi Pegunungan ... 100
9. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan Kriteria Bank Dunia pada Dataran Tinggi Pegunungan ... 102
10. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Dataran Tinggi
Pegunungan ... 104
11. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 256
Rumah Tangga Kabupaten Deli Serdang... 105
12. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan Kriteria Bank Dunia pada Dataran Tinggi Pegunungan ... 112
13. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Dataran Tinggi
Pegunungan ... 119
14. Regression (Daerah Pantai)... 120
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan di daerah secara umum adalah untuk mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan di dalam semua sendi kehidupan masyarakat. Wujud
dari pembangunan di antaranya meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, ilmu
pengetahuan dan penerapan hukum yang berkeadilan. Di antara aspek-aspek tersebut
pembangunan ekonomi merupakan aspek yang paling esensial dalam menunjang
pembangunan daerah.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah dan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka telah terjadi perubahan sistem
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya menganut sistem
sentralistik menjadi sistem desentralistik. Tentu saja, keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sekarang ini dan dimasa yang akan datang akan sangat
ditentukan oleh peran aktif dan inovatif pemerintah daerah itu sendiri.
Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah, pemerintah berperan
sebagai fasilitator dan mediator bagi sektor swasta dan masyarakat serta berkewajiban
memproduksi kebijakan dan regulasi yang pro-bisnis dan pro-lingkungan,
menyediakan infrastruktur dasar, serta informasi dan komunikasi yang dapat
Perkembangan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber
daya alam, sumberdaya manusia, infrastruktur, institusi, serta faktor lokasi dan
geografi. Dalam kenyataan, penyebaran faktor-faktor penentu berkembangnya suatu
daerah tidak tersebar secara merata ke seluruh wilayah sehingga terjadi perbedaan
tingkat pembangunan dan tingkat kesejahteraan antar wilayah atau daerah. Jika
kesenjangan antar wilayah dalam suatu daerah dibiarkan terus-menerus akan
berpeluang menghasilkan malapetaka yang tidak diinginkan serta dampak negatif
bagi suatu daerah.
Ketidak-seimbangan dalam pembangunan ekonomi suatu daerah biasanya
terjadi kalau hanya diserahkan kepada kekuatan-kekuatan mekanisme pasar.
Perkembangan ekonomi daerah yang diserahkan pada kekuatan-kekuatan mekanisme
pasar cenderung memperbesar ketidakmerataan pembangunan antar wilayah. Sebab
dalam kenyataan, kegiatan dan perkembangan ekonomi lebih sering terjadi dan
terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu saja. Sebaliknya, pada wilayah lain
yang nampak terjadi hanyalah semakin ketertinggalan saja.
Pesatnya perkembangan ekonomi suatu wilayah akan kurang menguntungkan
untuk wilayah-wilayah lainnya karena terjadi ketertarikan sumberdaya. Realitanya,
tenaga kerja, modal, perdagangan akan mengalir pada wilayah-wilayah yang
berkembang lebih cepat. Sebagai contoh, tenaga kerja produktif dan profesional akan
bermigrasi ke wilayah-wilayah yang kegiatan ekonominya berkembang cepat.
pesat memperlambat berkembangnya wilayah-wilayah lain yang kehilangan
sumberdaya seperti tenaga kerja, sumberdaya alam, dan modal.
Myrdal dalam Sari (2007), dari hasil penelitiannya mengemukakan teori
“back-wash effects”. Teori ini menunjukkan perubahan yang terjadi pada
wilayah-wilayah yang dirugikan disebabkan oleh terjadinya ekspansi ekonomi di suatu
wilayah tertentu. Di sisi lain, dapat juga terjadi keuntungan-keuntungan untuk
wilayah-wilayah tertentu di sekitar wilayah yang terjadi ekspansi ekonomi yang
pesat. Terjadinya pengaruh yang menguntungkan karena akibat dari ekspansi
ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah-wilayah sekitarnya disebut efek penebaran
(spread effects). Pada wilayah-wilayah kurang berkembang, spread effects yang
terjadi lebih kecil daripada backwash effects. Ekspansi ekonomi pada
wilayah-wilayah yang maju akan memperlambat pembangunan pada wilayah-wilayah-wilayah-wilayah yang
terbelakang. Hal ini menyebabkan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah-wilayah
tersebut akan semakin melebar.
Terjadinya perbedaan tingkat perkembangan antar wilayah atau daerah akan
mengakibatkan terjadi perbedaan tingkat kesejahteraan dalam masyarakat.
Ketidakmerataan pembangunan seperti ini dapat dengan mudah menyebabkan
terjadinya rasa ketidakpuasan antar wilayah serta membuka peluang munculnya
ketidakstabilan politik di daerah. Jika terjadi ketidakstabilan politik, akan sangat
merugikan daerah dalam jangka menengah dan panjang.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan refleksi dari turut campur
terbelakang. Walaupun campur tangan pemerintah secara langsung dalam
pembangunan daerah masih banyak dipertanyakan efektivitas pelaksanaannya.
Kelompok pemikir yang tidak setuju dengan keterlibatan pemerintah secara langsung
berargumentasi bahwa kemungkinan terjadi inefisiensi ekonomi dilihat dari aspek
keruangan dan kewilayahan. Mereka percaya bahwa mekanisme pasar akan mampu
menciptakan perkembangan yang harmonis antar wilayah. Kelompok pemikir yang
sependapat dengan keikutsertaan campur tangan Pemerintah berpendapat bahwa
intervensi Pemerintah sangat dibutuhkan untuk daerah-daerah yang baru akan
berkembang karena efisiensi ekonomi masih rendah, dapat lebih efektif
memanfaatkan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan wilayah dan daerah
dimasa mendatang, serta tujuan pembangunan wilayah tidak hanya terbatas pada
aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek sosial, budaya, lingkungan, institusi, dan
politik.
Nampaknya, intervensi pemerintah melalui perencanaan-perencanaan
pembangunan wilayah dan daerah akan memberikan manfaat-manfaat yang sangat
signifikan. Selain mencegah terjadinya kesenjangan antar daerah, juga menghindari
perasaan ketidakpuasan masyarakat, serta melestarikan budaya-budaya lokal.
Terwujudnya masyarakat yang sejahtera akan menciptakan kestabilan sosial, politik,
dan keamanan, yang menjadi syarat utama untuk membangun wilayah dan daerah
berkelanjutan.
Salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan
Bruto (PDRB). Data PDRB ini dapat menunjukkan tingkat perkembangan
perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Pembentukan angka
PDRB ini dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor ekonomi seperti
produktivitas dan efisiensi. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa peningkatan
PDRB dalam segi ekonomi merupakan cerminan dari tingkat pendapatan masyarakat
yang lebih baik didaerah tersebut, sedangkan dalam bidang non ekonomi peningkatan
tersebut mengindikasikan adanya perbaikan tingkat kesehatan, pendidikan,
perumahan, lingkungan hidup dan aspek lainnya dalam masyarakat.
Dengan demikian jelaslah, pembangunan memerlukan PDRB yang tinggi dan
pertumbuhan yang cepat. Namun, masalah dasarnya bukan hanya bagaimana
menumbuhkan PDRB, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan PDRB,
sejumlah masyarakat yang ada di daerah ataukah hanya segelintir orang saja
didalamnya. Jika yang menumbuhkannya hanya orang-orang kaya yang berjumlah
sedikit, maka manfaat pertumbuhan PDRB itupun hanya akan dinikmati oleh mereka
saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan akan semakin parah. Namun, jika
pertumbuhan dihasilkan oleh orang banyak, mereka pulalah yang akan memperoleh
manfaat terbesarnya, dan buah pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih
merata. Oleh karena itu, pertumbuhan PDRB yang tinggi belum tentu memberikan
manfaat kepada kaum miskin.
Berdasarkan data sekunder yang dihimpun, pertumbuhan PDRB Kabupaten
Deli Serdang menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Jika pada
menjadi sebesar 5,26 persen. Sumbangan PDRB Kabupaten Deli Serdang terhadap
PDRB Propinsi Sumatera Utara juga tergolong besar, pada tahun 2006 sebesar 13,62
persen dari total PDRB Propinsi Sumatera Utara. Kontribusi PDRB Deli Serdang
terhadap PDRB Sumatera Utara dapat di lihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Perbandingan PDRB Kabupaten Deli Serdang terhadap PDRB Sumatera Utara Tahun 2003-2006
DELI SERDANG SUMATERA UTARA
Tahun Besaran PDRB Besaran PDRB 2003 14.448.907,04 10.067.908,77 3,02 103.401.370,46 78.805.608,56 4,81
2004 15.872.389,17 10.478.375,19 4,08 118.100.511,82 83.328.948,58 5,74
2005 19.136.227,10 10..999.416,24 4,97 139.618.313,54 87.897.791,20 5,48
2006 21.800.417,13 11.577.509,50 5,26 160.033.719,48 93.330.108,25 6,18
Sumber : BPS Kabupaten Deli Serdang (2007)
Menarik untuk diteliti, meski pertumbuhan PDRB Kabupaten Deli Serdang
menunjukkan angka yang cukup signifikan setiap tahunnya, dan bahkan sumbangan
Kabupaten Deli Serdang terhadap Propinsi Sumatera Utara termasuk tinggi, namun
jumlah rumah tangga miskin juga masih tergolong besar (jika rujukannya data
penerima bantuan langsung tunai (BLT), penerima BLT di Kabupaten Deli Serdang
sebesar 25, 94 persen). Hal yang lebih menarik lagi adalah di antara rumah tangga
miskin penerima BLT tersebut, sebagian besar yaitu sekitar 50,12 persen berada
pada daerah pantai dan dataran tinggi pegunungan, sedangkan selebihnya sekitar
49,88 persen berada pada dataran rendah, padahal sekitar 67,86 persen luas wilayah
Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah pantai dan dataran tinggi pegunungan
Tabel 1.2. Persentase Luas Wilayah, Rumah Tangga, dan Rumah Tangga Miskin Penerima BLT Berdasarkan Kelompok Wilayah Di Kabupaten Deli Serdang
Todaro dan Smith (2004), mengatakan penanggulangan kemiskinan dan
ketimpangan distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan
dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak daerah.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua
faktor utama, yaitu 1. tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan 2. lebar-sempitnya
kesenjangan distribusi pendapatan. Jelas, bahwa setinggi apapun tingkat pendapatan
nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama distribusi pendapatannya
tidak merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah.
Demikian pula sebaliknya, semerata apapun distribusi pendapatan disuatu negara, jika
tingkat pendapatan nasional rata-ratanya rendah, maka kemelaratan juga akan
Todaro dan Smith (2004), mengatakan tidak ada satu negarapun yang
memperlihatkan pemerataan sempurna atau ketidakmerataan sempurna didalam
distribusi pendapatannya, yang mungkin terjadi adalah distribusi pendapatan yang
relatif merata (ketimpangan tidak parah) atau distribusi pendapatan yang relatif tidak
merata (ketimpangannya parah).
Atas latar belakang ilustrasi di atas lah kami fokuskan penelitian untuk
mengetahui bagaimana gambaran ketimpangan pendapatan di Kabupaten Deli
Serdang secara umum dan secara khusus pada masing-masing daerah pantai, dataran
rendah, dan dataran tinggi pegunungan. Untuk mempertajam analisis, penelitian ini
juga diarahkan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan
pendapatan rumah tangga, khususnya faktor-faktor sosial yang mempengaruhi.
Mengingat data PDRB per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang sampai
saat ini belum tersedia, maka pada penelitian ini kami mencoba menganalisis
ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah pantai, dataran rendah, dan
dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan pendekatan
pengeluaran konsumsi rumah tangga per bulan baik untuk makanan maupun non
makanan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah pantai,
2. Bagaimanakah ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli
Serdang secara umum.
3. Faktor-faktor sosial apakah yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga pada
wilayah yang mempunyai ketimpangan kategori sedang atau tinggi (distribusi
pendapatan yang relatif tidak merata), kaitannya terhadap pengembangan
wilayah.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis bagaimana ketimpangan pendapatan rumah tangga pada
daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli
Serdang.
2. Untuk menganalisis bagaimana ketimpangan pendapatan rumah tangga di
Kabupaten Deli Serdang secara umum.
3. Untuk menganalisis faktor-faktor sosial apa yang mempengaruhi pendapatan
rumah tangga pada wilayah yang mempunyai ketimpangan kategori sedang atau
tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak merata), kaitannya terhadap
pengembangan wilayah.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah daerah untuk lebih memfokuskan
pembangunan selanjutnya ke depan pada wilayah yang masih mempunyai
ketimpangan kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatih tidak
merata), dan berkonsentrasi pada pembangunan faktor-faktor sosial yang
mempengaruhinya, kaitannya terhadap pengembangan wilayah tersebut.
2. Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan evaluasi dini terhadap
pembangunan yang telah dilakukan selama ini, apakah telah dinikmati oleh
rumah tangga secara merata.
3. Sebagai bahan studi bagi akademisi untuk mengkaji lebih jauh tentang
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Distribusi Pendapatan dalam Pembangunan Ekonomi
Sukirno (1985), menyatakan penggunaan data pendapatan per kapita sebagai
indeks untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan laju nya
pembangunan ekonomi yang dicapai setiap negara, antara lain telah dikritik karena
pengukuran secara demikian tidak memberikan gambaran tentang bentuk perubahan
dalam distribusi pendapatan maupun perkembangan dalam kesempatan kerja.
Sejak beberapa tahun akhir-akhir ini banyak diantara ahli-ahli ekonomi dan
ahli-ahli ilmu sosial lainnya telah menunjukkan rasa ketidakpuasan mereka terhadap
corak pembangunan yang berlaku di negara-negara berkembang hingga kini.
Kekecewaan ini disebabkan karena, walaupun tingkat pembangunan ekonomi di
negara-negara tersebut telah menunjukkan gambaran yang jauh lebih
menggembirakan daripada apa yang mereka capai sebelum perang dunia kedua, tetapi
pembangunan tersebut belum menciptakan corak distribusi pendapatan seperti yang
diharapkan. Oleh sebab itu, sebagai pelengkap dari usaha kita untuk menunjukkan
kelemahan-kelemahan dari menggunakan data pendapatan per kapita negara-negara
sebagai indeks tingkat kesejahteraan dari berbagai masyarakat dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang mereka capai, rasanya akan bermanfaat untuk
membicarakan mengenai masalah distribusi pendapatan dan masalah pengangguran
Todaro dan Smith (2004), menyatakan sudah jelas bahwa pembangunan
memerlukan GNP yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Namun masalah
dasarnya bukan hanya bagaimana menumbuhkan GNP, tetapi juga siapakah yang
akan menumbuhkan GNP, sejumlah besar masyarakat yang ada didalam sebuah
negara ataukah hanya segelintir orang didalamnya. Jika yang menumbuhkannya
hanyalah orang-orang kaya yang berjumlah sedikit, maka manfaat pertumbuhan GNP
itupun hanya dinikmati oleh mereka saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan pun semakin parah. Namun jika pertumbuhan dihasilkan oleh orang
bayak, maka mereka pulalah yang akan memperoleh manfaat terbesarnya, dan buah
pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih merata. Oleh karena itu, banyak
negara berkembang yang dalam sejarahnya menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi menemukan bahwa pertumbuhan semacam itu kurang memberikan
manfaat kepada kaum miskin. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan
distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan
merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak negara.
Menurut Hasibuan dalam Harahap (1998), usaha untuk meningkatkan
pendapatan perkapita diperlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hingga
dapat melampaui pertumbuhan penduduk yang terjadi dalam periode yang sama.
Akan tetapi pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi
melahirkan masalah merawankan dalam pemerataan ekonomi dan sosial yang
bermula dari penemuan Kuznets, Mangahas, dan lainnya. Hasil penemuan mereka
dalam ketimpangan pembagian pendapatan (ketimpangan relatif). Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Sumitro Djojohadikusumo (1976), bahwa ”terdapat
kecendrungan seakan-akan pola dan sifat pertumbuhan justru menambah kepincangan
pembagian pendapatan ”.
Alasan-alasan yang dikemukakannya antara lain adalah :
1. Karena untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi maka sektor modern pasti
mendapat tempat karena dapat meningkatkan pertumbuhan yang pesat. Hal ini
akan menyebabkan tidak meratanya pembagian kesempatan kerja.
2. Mengejar pertumbuhan sama artinya mengutamakan daerah yang sebelumnya
sudah maju, sehingga daerah yang sudah maju akan semakin maju, sedangkan
daerah yang tadinya terbelakang akan semakin tertinggal. Kondisi ini akan
menghambat tercapainya pemerataan pembagian pendapatan.
2.2. Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan
Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi
pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif. Kedua
ukuran tersebut adalah ukuran distribusi pendapatan, yakni besar atau kecilnya bagian
pendapatan yang diterima masing-masing orang ; dan distribusi fungsional atau
distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro dan Smith, 2004).
Pada dasarnya kedua pendekatan inilah yang digunakan untuk menganalisis
dan menilai distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan fungsional berasal dari teori
teori ekonomi mikro. Perangkat analisis dari distribusi fungsional adalah fungsi
produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi
produksi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori yang mendasarinya menilai
hubungan antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan
didalam suatu proses produksi spesifik.
Pendekatan yang lazim dipergunakan adalah pendekatan distribusi personal
atau rumahtangga. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan perorangan
atau individu-individu berdasarkan pendapatan perorangan kedalam kelompok
(deciles atau quintiles) yang akan menggambarkan pola pembagian pendapatan
didalam suatu kelompok masyarakat, kemudian menetapkan proporsi yang
diterimanya oleh masing-masing kelompok dari pendapatan total (Nasional maupun
Daerah).
Dalam penerapannya seringkali dikombinasikan untuk mendapatkan
gambaran dari distribusi pendapatan secara menyeluruh maupun kelompok,
masing-masing kelompok bawah, menengah, dan kelompok atas dari penerima pendapatan.
Metode dan teori yang digunakan meliputi koefisien pareto, koefisien Gini, Index
Gibrat, Indeks Kuznets, Indeks Theil, Indeks Oshima, dan lainnya (Hari Susanto
dalam Harahap, 1998).
Untuk menganalisis dan mengukur distribusi pendapatan perorangan pada
umumnya menggunakan Kurva Lorenz, Koefisien Gini, Indeks Kuznets, Kriteria
Bank Dunia, dan Indeks Oshima. Namun Dumairy dalam Harahap (1998),
Kriteria Bank Dunia. Untuk mengadakan pengukuran distribusi pendapatan
nampaknya koefisien Gini lebih dikenal dan sering digunakan. Koefisien Gini
umumnya telah diterima sebagai alat ukur distribusi pendapatan, karena rumusnya
dapat dijabarkan kedalam Kurva Lorenz yang dapat memberikan visual ketimpangan
pembagian pendapatan didalam kelompok masyarakat tertentu. Namun demikian
tidak menutup kemungkinan penggunaan beberapa teori sekaligus dalam pengukuran
distribusi pendapatan.
2.3. Pengeluaran dan Pendapatan Rumah Tangga
Menurut Engel ada suatu hubungan antara konsumsi rumah tangga untuk
suatu barang atau golongan barang dengan penghasilan rumahtangga. Dia
menemukan bahwa proporsi dari penghasilan yang dikeluarkan untuk membeli
makanan berkurang dengan naiknya penghasilan (Sumardi, Mulyanto & Dieter Evers
dalam Harahap,1998).
Tingkat pendapatan rumah tangga bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi konsumsi, tetapi juga antara lain dipengaruhi oleh jumlah anggota
rumah tangga, komposisi umur, jenis kelamin, letak geografis, dan pendidikan.
Dalam analisis tidak mungkin memperhitungkan semua faktor ini. Biasanya di batasi
pada faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh penting, misalnya jumlah
tanggungan, umur dan pendidikan.
Untuk mengetahui besarnya pendapatan rata-rata rumah tangga dapat di ukur
Koefisien Gini biasanya digunakan data pendapatan masyarakat berdasarkan belanja
atau pengeluaran.
Sukirno (2006), menyatakan terdapat beberapa faktor yang menentukan
tingkat pengeluaran rumah tangga (secara se unit kecil atau dalam keseluruhan
ekonomi), yang terpenting adalah pendapatan rumah tangga. Ciri-ciri dari hubungan
di antara pengeluaran konsumsi dan pendapatan disposeibel adalah sebagai berikut :
1. Pada pendapatan yang rendah, rumah tangga harus menggunakan harta atau
tabungan masa lalu untuk membiayai pengeluaran konsumsinya.
2. Kenaikan pendapatan menaikkan pengeluaran konsumsi, biasanya pertambahan
pendapatan adalah lebih tinggi daripada pertambahan konsumsi. Sisa
pertambahan pendapatan itu akan ditabung.
3. Pada pendapatan yang tinggi rumah tangga menabung. Disebabkan pertambahan
pendapatan selalu lebih besar dari pertambahan konsumsi maka pada akhirnya
rumah tangga tidak mengorek tabungan lagi.
Supriana (2008), menyatakan konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan yang
dapat dibelanjakan. Ada beberapa hipotesis tentang perilaku konsumsi yang
dikemukakan, diantaranya hipotesis pendapatan absolut (absolute income hypothesis)
yang dikemukakan oleh Keyness. Keyness menduga bahwa fungsi konsumsi
memiliki karakteristik :
1. Kecenderungan mengkonsumsi merupakan fungsi yang stabil dan besarnya
2. Konsumsi akan meningkat jika pendapatan meningkat, tetapi peningkatan
konsumsi yang terjadi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan.
3. Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar jarak (gap) antara pendapatan
dan konsumsi. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan,
semakin besar proporsi dari pendapatan yang ditabung.
4. Peningkatan pendapatan akan diikuti dengan peningkatan tabungan, dan turunnya
pendapatan akan diikuti dengan penurunan tabungan dalam jumlah yang lebih
besar.
Murni (2000), menyatakan pendapatan nasional dalam keadaan Break Event
Point (BEP) adalah suatu kondisi besar pendapatan sama dengan besar konsumsi,
artinya semua pendapatan yang diterima masyarakat habis digunakan untuk keperluan
konsumsi atau masyarakat tidak punya tabungan. Kondisi tersebut dapat
diformulasikan dengan Y = C dan S = 0, dimana Y = pendapatan, C =
Konsumsi, dan S = Saving atau tabungan.
2.4. Pengembangan Wilayah
Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok,
organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya untuk : 1.
Menjalankan fungsi pokok, memecahkan masalah, menentukan dan mencapai tujuan ;
2. Memahami dan menghubungkan kebutuhan pengembangan mereka dalam konteks
Wilayah sebagai suatu kesatuan geografis memiliki potensi bagi
dijalankannya suatu aktifitas pembangunan dan pengembangan wilayah. Dan
wilayah (region) juga merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu
kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan aspek
fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek–aspek lain, seperti ekonomi,
biologi, sosial dan budaya (Wibowo dan Soetriono dalam Sinaga, 2006).
Menurut Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah
tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak
sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat
yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.
Sedangkan menurut Misra dalam Sinaga (2006), pengembangan wilayah ditopang
oleh empat pilar (tetraploid discipline) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan
teori lokasi, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
GEOGRAFI
PERENCANAAN KOTA
TEORI LOKASI PENGEMBANGAN
WILAYAH
Gambar 2.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah ( Misra dalam Sinaga, 2006)
Namun pendapat Misra (1977), mengenai pengembangan wilayah ini terlalu
sederhana. Aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi
maupun teori lokasi. Oleh karena itu menurut Budiharsono dalam Sinaga (2006)
pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1).
aspek biogeofisik; (2). aspek ekonomi; (3). aspek sosial budaya; (4). aspek
kelembagaan; (5). aspek lokasi dan (6). aspek lingkungan.
Dari Gambar 2.2 dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan terhadap
pengembangan wilayah, yaitu aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya
hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di
wilayah tersebut.
Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar
wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan
pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik),
budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.
Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan
wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun
pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi
ASPEK BIOGEOFISIK
ASPEK EKONOMI
ASPEK LINGKUNGAN ASPEK
SOSIAL
ASPEK LOKASI PENGEMBANGAN
WILAYAH
ASPEK KELEMBAGAAN
Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam
Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam
pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah
tersebut.
Gambar 2.2 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono dalam
Sinaga, 2006)
Analisis pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat
dari aspek ekonomi dan sosial. Di dalam aspek ekonomi akan di analisis
ketimpangan pendapatan rumahtangga pada daerah pantai, dataran rendah dan
dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan dari aspek sosial
akan dianalisis apakah faktor-faktor sosial seperti jumlah tanggungan rumahtangga,
rumahtangga pada wilayah yang mempunyai tingkat ketimpangan masih
memprihatinkan (sedang dan berat).
2.5. Penelitian Terdahulu
Ahluwalia dalam Sukirno (1985), dengan sponsor Badan Riset dari Bank
Dunia bekerjasama dengan Institute of Development Studies dari universitas Sussex
melakukan analisis terhadap keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara.
Mengenai keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara, analisisnya memberikan
gambaran mengenai distribusi pendapatan mutlak dan distribusi pendapatan relatif.
Untuk menggambarkan distribusi pendapatan relatif di beberapa negara, Ahluwalia
menggolongkan penerima-penerima pendapatan dalam tiga golongan, yaitu 40 persen
penduduk yang menerima pendapatan paling rendah, 40 persen penduduk yang
menerima pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk yang menerima
pendapatan tinggi. Hasil penelitiannya, di negara-negara komunis 40 persen dari
penduduk yang berpendapatan paling rendah menerima 25 persen dari seluruh
pendapatan masyarakat. Di negara maju golongan penduduk ini menerima kurang
lebih sebesar 16 persen saja. Sedangkan di negara berkembang golongan penduduk
kelompok ini hanya menerima kurang lebih 12,5 persen saja dari keseluruhan
pendapatan masyarakatnya. Dari gambaran tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
distribusi pendapatan yang lebih merata dijumpai pada negara-negara komunis,
sedangkan distribusi pendapatan yang paling tidak merata terdapat di negara-negara
Lumbanraja (1997), melakukan penelitian dengan judul analisis distribusi
pendapatan nelayan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kotamadya Sibolga.
Hasil yang diperoleh, Rasio Gini bagi kelompok nelayan dengan menggunakan
perahu tanpa motor tempel sebesar 0,20 sedangkan Rasio Gini bagi kelompok
nelayan yang menggunakan perahu motor tempel sebesar 0,45. Dengan demikian
berdasarkan penelitiannya Distribusi pendapatan kelompok nelayan yang
menggunakan perahu tanpa motor tempel adalah lebih merata bila dibandingkan
dengan distribusi pendapatan kelompok nelayan dengan menggunakan perahu motor
tempel. Lebih jauh Prihatin Lumbanraja juga telah menguji bahwa variabel jumlah
hasil tangkapan, biaya melaut, waktu, dan pengaruh musim secara bersama-sama
mampu memberikan penjelasan secara nyata terhadap pendapatan para nelayan.
Harahap (1998), melalui penelitiannya dengan judul analisis distribusi
pendapatan masyarakat pada wilayah pembangunan di Kabupaten Asahan,
menyimpulkan bahwa wilayah pembangunan I dan III ketika itu di Kabupaten
Asahan mempunyai tingkat pemerataan pendapatan dengan kategori sedang,
sementara wilayah pembangunan II dan Kota Kisaran masuk kategori ketimpangan
yang ringan.
Silaen (1999), melalui penelitiannya dengan judul analisis distribusi
pendapatan perwilayahan pembangunan dan titik pertumbuhan di Kabupaten
Simalungun, menyimpulkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan antar
Sumarto dalam Kuncoro (2004), dari SMERU Research Institute yang
disponsori oleh World Bank, melakukan studi hubungan antara pertumbuhan
ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pada 100 desa selama periode Agustus 1998
hingga Oktober 1999. Hasil studinya menemukan antara lain bahwa pengurangan
ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan. Sehingga sangat penting
untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan.
Suryadarma dalam Kuncoro (2004), dari SMERU menganalisis Koefisien
Gini di Indonesia 1990 – 2002, hasilnya selama masa prakrisis antara 1990 dan 1996,
ketimpangan di Indonesia terus menerus meningkat. Akibat krisis, turun secara
dramatis pada tahun 1999.
Alisjahbana (2005), mengatakan masalah kesenjangan regional bisa semakin
besar terutama bila daerah-daerah yang mewarisi sumber daya alam tertentu tidak
mendapatkan kembali hasil sumber daya alamnya. Demikian pula bila daerah-daerah
yang miskin sumber daya alamnya tidak mendapatkan bantuan yang diperlukan untuk
mengatasi masalah pembangunannya. Pemerintah pusat dan daerah harus duduk
bersama mengatasi berbagai faktor yang mempengaruhi kesenjangan regional dengan
metode yang lebih sistematis.
Meirnasari (2007), melalui penelitiannya dengan judul analisis ketimpangan
pertumbuhan ekonomi antar berbagai daerah di Propinsi Sumatera Utara,
menyimpulkan antara lain terjadi peningkatan ketimpangan pembangunan antar
2.6. Kerangka Konseptual
Secara teoretis pengembangan wilayah dapat dilakukan melalui 6 (enam)
aspek yaitu : aspek ekonomi, biogeofisik, sosial, lingkungan, kelembagaan dan
aspek lokasi. Namun dalam penelitian ini pengembangan wilayah Kabupaten Deli
Serdang dilihat dari sisi aspek ekonomi dan sosial nya saja.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari keberhasilan
program pembangunan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari seluruh sektor
ekonomi dan juga menggambarkan tingkat perubahan struktur ekonomi yang terjadi
pada suatu periode. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan laju pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Konstan tahun 2000 (BPS, 2006).
Sebagaimana yang dijelaskan terdahulu, pembangunan memerlukan PDRB
yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Namun masalah dasarnya bukan hanya
bagaimana menumbuhkan PDRB, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan
PDRB, sejumlah masyarakat yang ada di daerah atau kah hanya segelintir orang saja
didalamnya. Jika yang menumbuhkannya hanya orang-orang kaya yang berjumlah
sedikit, maka manfaat pertumbuhan PDRB itupun hanya akan dinikmati oleh mereka
saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan akan semakin parah.
Langkah awal dalam usaha memeratakan pembangunan adalah mengenali
pokok-pokok permasalahan yang dihadapi, tantangan, dan kendala yang ada, serta
(tiga) kelompok, yaitu : ketidakmerataan secara umum antar golongan penduduk,
antar sektor dan antar daerah. Secara singkat ketiga kelompok ketidakmerataan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Ketidakmerataan antar golongan penduduk dapat dilihat melalui pergeseran
distribusi pendapatan dan perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta
kecendrungan perkembangan tingkat kesejahteraan.
2. Ketidakmerataan antar sektor dapat dilihat melalui pergeseran peranan
masing-masing sektor melalui sumbangannya terhadap produksi nasional. Sebagaimana
terlihat bahwa seiring dengan gerak pembangunan yang semakin cepat yang
memungkinkan perkembangan sektor industri dan jasa, maka persentase
sumbangan produksi pertanian dalam produksi nasioanl semakin menurun.
3. Ketidakmerataan antar daerah dapat terjadi oleh karena tingkat kemajuan
pembangunan antar daerah beragam, sehingga menghasilkan tingkat kemakmuran
yang berbeda pula. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada
hakikatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam yang ada, prasarana dan
sarana yang dibangun, modal yang tersedia serta kemampuan sumber daya
manusia di masing-masing daerah. Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh
Aspek Ekonomi
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
Konsumen
Dataran Rendah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB)
Dataran Tinggi Pegunungan Daerah
Pantai
Faktor Sosial penyebab Ketimpangan
Pendapatan
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.7. Hipotesis
1. Ada perbedaan kategori ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah
pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli
2. Ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang secara umum
tergolong kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak
merata).
3. Variabel tanggungan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan umur
kepala rumah tangga signifikan mempengaruhi pendapatan rumah tangga pada
wilayah yang mempunyai ketimpangan pendapatan rumah tangga kategori sedang
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan metode survei dengan teknik berwawancara secara
langsung terhadap responden. Untuk melengkapi analisis, digunakan pula data
sekunder. Adapun lokasi dan unit penelitian, jenis dan sumber data yang digunakan,
banyaknya sampel dan metode penarikannya, serta alat analisis data yang digunakan
pada penelitian dipaparkan sebagaimana dibawah ini.
3.1. Lokasi dan Unit Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada daerah pantai (wilayah bagian Utara), dataran
rendah (wilayah bagian Tengah), dan dataran tinggi pegunungan (wilayah bagian
Selatan) di Kabupaten Deli Serdang dengan unit penelitian rumah tangga.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data cross section yang bersumber dari
data primer seperti pengeluaran rumah tangga baik untuk konsumsi makanan maupun
konsumsi non makanan. Pengelompokkan komoditi makanan dan non makanan
mengikuti konsep yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini sebagaimana yang
diterapkan dalam pengumpulan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Untuk mempertajam analisis, pengumpulan data primer dilengkapi dengan data sosial
rumahtangga lainnya seperti pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah
Penelitian juga menggunakan data sekunder seperti data time series
perkembangan PDRB Kabupaten Deli Serdang dan Propinsi Sumatera Utara tahun
2003 – 2006, data penerima bantuan langsung tunai (BLT), data demografis wilayah,
serta data sekunder lainnya yang bersumber dari BPS dan Bappeda Kabupaten Deli
Serdang.
3.3. Metode Penarikan Sampel
Penelitian menggunakan sampel sebanyak 256 rumahtangga dengan rincian
sebanyak 80 rumah tangga berada pada daerah pantai, sebanyak 128 rumah tangga
berada pada dataran rendah, dan 48 rumah tangga berada pada dataran tinggi
pegunungan. Penyebaran sampel menurut daerah pantai, dataran rendah, dan
dataran tinggi pegunungan didasarkan pada banyaknya rumahtangga pada wilayah
tersebut.
Sekaran (2006), menyatakan desain pengambilan sampel area (area sampling
design) merupakan kluster geografis, yaitu jika penelitian berkaitan dengan populasi
dalam area geografis yang dapat di identifikasi, seperti negara, blok kota atau batas
tertentu dalam suatu lokasi, pengambilan sampel area dapat dilakukan. Soetrisno
dan Hanafie (2007), menyatakan Cluster sampling dapat digunakan pada daerah yang
luas dan medannya sulit. Metode pengambilan sampel secara acak dengan banyak
sekali pentahapan sampling, maka teknik tersebut dinamakan multiple stage cluster
Kabupaten Deli Serdang
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Blok Survei
Rumah Tangga
Gambar 3.1. Sketsa Tahapan Pengambilan Sampel
Adapun tahapan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sebagai
berikut (rincian penyebaran sampel penelitian menurut wilayah daerah pantai, dataran
rendah, dan dataran tinggi pegunungan sebagaimana Tabel 3.1) :
1. Pengambilan sampel wilayah (area sampling), dengan pertimbangan letak
geografis area dan penyebaran sampel. Tahap pertama, pengambilan sampel area
dataran rendah di pilih 8 (delapan) Kecamatan, dan pada dataran tinggi
pegunungan dipilih 3 (tiga) Kecamatan ; Tahap kedua, pengambilan sampel area
Desa. Pada masing-masing wilayah, dari setiap area Kecamatan terpilih, dipilih
lagi secara acak masing-masing 1 (satu) Desa, kecuali Kecamatan Percut Sei
Tuan 2 Desa, sesuai jumlah rumahtangganya ; Tahap ketiga, pengambilan sampel
area blok survei (mengikuti pembagian wilayah desa/kel berdasarkan blok sensus
yang di lakukan oleh BPS). Pada masing-masing wilayah dari setiap area Desa
terpilih, di pilih lagi secara acak masing-masing 1 (satu) blok survei.
2. Pengambilan sampel rumah tangga. Tahap pertama, pada area blok survei
terpilih di masing-masing desa terpilih, dilakukan listing (pendaftaran
rumahtangga) yang mana setiap rumah tangga di kelompokkan berdasarkan
pengeluarannya ; Tahap kedua, dari hasil listing yang di peroleh pada
masing-masing area blok survei terpilih, ditarik 16 rumah tangga (lebih kurang 10 persen)
Tabel 3.1 Rincian Penyebaran Sampel Menurut Wilayah Penelitian
4. Tanjung Morawa Bangun Sari 023B 16
5. Patumbak SiGara-Gara 010B 16
3. Sibolangit Suka Makmur 003B 16
4. Kutalimbaru
-3.4. Metode Analisis
Dengan menggunakan aplikasi komputer program excel 2000, dilakukan
analisis terhadap hipotesis 1 berdasarkan 3 alat analisis sekaligus yaitu dengan
Kriteria Bank Dunia, Kurva Lorenz, dan Gini Rasio dengan ketentuan masing-masing
1. Kriteria Bank Dunia
Dengan Kriteria Bank Dunia, seluruh pendapatan rumah tangga dibagi ke dalam
tiga kelompok yakni : i. Tingkat ketimpangan tinggi, apabila 40 % penduduk
kelompok bawah menerima lebih kecil dari 12 % jumlah pendapatan total ; ii.
Tingkat ketimpangan sedang, apabila 40 % penduduk kelompok bawah menerima
antara 12 % – 17 % jumlah pendapatan total ; dan Tingkat ketimpangan
rendah, apabila 40 % penduduk dalam kelompok bawah menerima 17 % atau
lebih dari jumlah pendapatan total.
2. Kurva Lorenz dan Gini Rasio
Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase
penerimaan pendapatan dan persentase total pendapatan yang benar-benar
diperoleh selama kurun waktu tertentu misalnya satu tahun (Todaro dan Smith,
2004). Kurva terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya
melambangkan persentase kumulatif pendapatan, sedangkan sisi datarnya
mewakili persentase kumulatif penduduk/penerima pendapatan. Kurva Lorenz
didasarkan atas perhitungan decile pendapatan yang menjadi 10 bagian yang
sama, masing-masing 10 persen pertama, 10 persen kedua, dan seterusnya hingga
10 persen kesepuluh. Kurva nya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur
sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)
menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva
lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka akan mencerminkan
merata. Sisi lain dari Kurva Lorenz adalah dapat menghitung Gini Rasio yaitu
suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga angka 1, menjelaskan kadar
kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan. Semakin kecil atau semakin
mendekati nol pertanda semakin baik atau semakin merata distribusinya. Di lain
pihak, apabila koefisiennya semakin besar atau semakin mendekati satu,
mengisyaratkan distribusi semakin timpang atau senjang. Secara visual angka
Gini Rasio dapat ditaksir langsung dari Kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas
area yang terletak antara Kurva Lorenz dengan diagonal terhadap luas area segi
tiga OBC. Semakin melengkung Kurva Lorenz akan semakin luas area yang
dibagi, Gini Rasionya semakin besar, mengisyaratkan distribusi pendapatan yang
semakin timpang. Gini Rasio berkisar antara 0 dan 1, 0 (Nol) berarti
kemerataan mutlak dan 1 (satu) berarti ketimpangan mutlak. Menurut Oshima
dalam Harahap (1998), Keadaan pembagian pendapatan dikatakan Ketimpangan
rendah jika nilai Gini Rasionya antara 0,20 – 0,35 dan disebut ketimpangan
sedang jika nilai Gini Rasionya antara 0,36 – 0,50 serta disebut ketimpangan
tinggi jika nilai Gini Rasionya diatas 0,50.
Tabel 3.2 Kategori Ketimpangan menurut Kriteria Bank Dunia dan Gini Rasio No. Kategori
Ketimpangan
Bank Dunia (40 % Rumah Tangga Kelompok Bawah Menikmati Pendapatan Total Wilayah nya)
Gini Rasio
1. Rendah > 17 0,20 – 0,35
2. Sedang 12 - 17 0,36 – 0,50
3. Tinggi < 12 > 0,50
Kriteria uji yang diberlakukan untuk hipotesis 1 adalah menerima hipotesis,
apabila salah satu kelompok wilayah atau masing-masing kelompok wilayah
mempunyai kategori ketimpangan pendapatan rumah tangga yang berbeda dengan
lainnya untuk ketiga alat analisis tersebut, sebaliknya menolak hipotesis.
C % Kumulatip Pendapatan
II
% Kumulatip Penduduk
B
Gambar 3.2 Kurva Lorenz (Todaro dan Smith , 2004)
Gini Rasio juga dapat dihitung secara matematis dengan rumus :
Pi = Persentase kumulatif rumah tangga pada kelas pendapatan
ke i.
Untuk hipotesis ke 2 digunakan alat analisis yang sama dengan hipotesis ke 1
dengan kriteria uji menerima hipotesis, apabila ketimpangan pendapatan rumah
tangga Kabupaten Deli Serdang tergolong kategori sedang atau tinggi untuk ketiga
alat analisis tersebut, sebaliknya menolak hipotesis.
Pada hipotesis ke 3, untuk mengetahui faktor-faktor sosial apa yang
mempengaruhi pengeluaran rumah tangga pada wilayah yang mempunyai
ketimpangan pendapatan rumah tangga yang tergolong kategori sedang atau tinggi
(distribusi pendapatan yang relatif tidak merata), digunakan analisis regresi linear
berganda dengan variabel jumlah tanggungan rumah tangga, lama pendidikan kepala
rumah tangga, dan umur kepala rumah tangga sebagai variabel yang mempengaruhi
dan digambarkan dalam bentuk fungsi :
Y = f ( T, P, U )
Kemudian fungsi tersebut di atas di analisis menggunakan model persamaaan regresi
linear berganda yaitu :
Y = a + b T + c P + d U + e
Dimana :
Y = Pengeluaran (Rp)
T = Tanggungan Rumah Tangga (jiwa)
P = Pendidikan Kepala Rumah Tangga (tahun)
E = Gallat (term error)
a = Intercep
b,c,d = Koefisien Regresi.
Dari model tersebut akan dapat dilihat seberapa besar pengeluaran rumah
tangga di pengaruhi oleh jumlah tanggungan rumah tangga, lama pendidikan kepala
rumah tangga, dan umur kepala rumah tangga. Kemudian dilakukan pengujian
secara serempak dengan menggunakan alat uji F dan pengujian secara parsial untuk
masing-masing variabel yang mempengaruhi tersebut dengan menggunakan alat uji t
melalui Program SPSS Versi 14.0. Pengujian kesignifikanan total, untuk mengetahui
pengaruh variabel secara serempak dapat digunakan uji F sebagai berikut :
Hipotesis Ho : Pengeluaran rumah tangga tidak signifikan di pengaruhi oleh
jumlah tanggungan (T), lama pendidikan kepala rumah tangga
(P) dan umur kepala rumah tangga (U) secara serempak.
H1 : Pengeluaran rumah tangga signifikan di pengaruhi jumlah
tanggungan (T), lama pendidikan kepala rumah tangga (P), dan
umur kepala rumah tangga (U) secara serempak.
Apabila : F hitung < F tabel, Ho diterima dan H1 ditolak sebaliknya jika
F hitung > F tabel, Ho ditolak dan H1 diterima.
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara parsial di uji dengan
menggunakan uji t sebagai berikut :
Hipotesis Ho : Pengeluaran rumah tangga tidak signifikan di pengaruhi oleh
kepala rumah tangga (P) atau umur kepala rumah tangga (U)
secara parsial.
H1 : Pengeluaran rumah tangga signifikan di pengaruhi oleh jumlah
tanggungan rumah tangga (T) atau lama pendidikan kepala
rumah tangga (P) atau umur kepala rumah tangga (U) secara
parsial.
Apabila : t hitung < t tabel, Ho diterima dan H1 ditolak sebaliknya jika
t hitung > t tabel, Ho ditolak dan H1 diterima.
Pada bagian akhir analisis hipotesis ke 5 akan dilakukan pengujian asumsi regresi
seperti mendeteksi adanya Heteroskedastisitas, adanya autokorelasi, dan adanya
gejala multikolinearitas terhadap model regresi yang diperoleh.
3.5. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Rumah tangga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian
atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur.
Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah jika penggunaan kebutuhan
sehari harinya dikelola bersama menjadi satu.
2. Konsumsi ialah kegiatan membeli barang dan jasa untuk memuaskan keinginan,
3. Pengeluaran konsumsi rumah tangga sebulan adalah seluruh biaya yang
dikeluarkan oleh rumah tangga selama sebulan untuk konsumsi seluruh anggota
rumah tangga baik untuk kebutuhan makanan maupun kebutuhan non makanan.
4. Pengeluaran rata-rata perkapita/bulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan
rumah tangga sebulan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga baik untuk
kebutuhan makanan maupun non makanan dibagi dengan banyaknya anggota
rumah tangga.
5. Distribusi pendapatan relatif adalah perbandingan jumlah pendapatan yang
diterima oleh berbagai golongan penerima pendapatan, dan penggolongan ini
didasarkan kepada besarnya pendapatan yang mereka terima.
6. Pendapatan rumah tangga di ukur dengan pendekatan pengeluaran konsumsi
dalam situasi Break Even Point (BEP), situasi dimana semua pendapatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Letak dan keadaan geografis
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di
kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang
berada pada 2057’’ Lintang Utara, 3016’’ Lintang Selatan dan 98033’’– 99027’’
Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Letak dan Geografi Kabupaten Deli Serdang
Karakteristik Deskripsi
1.Letak : 2º 57’’ Lintang Utara
3º 16’’ Lintang Selatan
98º 33’’- 99º 27’’ Bujur Timur
2.Luas Wilayah : 2.497,72 Km2 / 249.772 Ha
3.Letak di Atas Permukaan Laut : 0 – 500 M
4.Batas-Batas : Utara , Kab. Langkat dan Selat Malaka Selatan , Kab. Karo dan Simalungun Barat , Kab.Langkat dan Karo Timur , Kab. Serdang Bedagai
5.Daerah Administratif : Terdiri dari 22 Kecamatan dan 403
Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007
Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari
22 Kecamatan dan 403 Desa/Kelurahan Definitif. Wilayah Kabupaten Deli Serdang