• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT

Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

REH UCINA SITEPU

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT

Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SKRIPSI

OLEH

REH UCINA SITEPU 020302011

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT

Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SKRIPSI

OLEH

REH UCINA SITEPU 020302011

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Skripsi : KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT

Elaeidobius kamerunicus Faust.

(Coleoptera : curculionidae) PADA TANAMAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

Nama : Reh Ucina Sitepu

NIM : 020302011

Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Program Studi : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ir. Marheni, MP Ketua Anggota

Mengetahui,

Ir. Marheni, MP Ketua Departemen

(5)

ABSTRACT

Reh Ucina Sitepu, “Study on The Probabilitas of Natural Enemies on Pollinatory Insect Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) on Oilpalm (Elaeis guineensis Jacq.)”. The research was under supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS and Ir. Marheni, MP. The objective of this research is to know species of natural enemies of pollinatory insect. This research was carried out in Pest Laboratory in Agriculture Faculty, North Sumatera University Medan. This study was done finish at February to May 2007.

(6)

ABSTRAK

Reh Ucina Sitepu, ” Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)”. penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS sebagai ketua dan Ir. Marheni, MP sebagai anggota. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui musuh alami serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus Faust. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2007.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Reh Ucina Sitepu, dilahirkan di Parit Bindu pada tanggal 27 September 1984, anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda Alm.

Bersih Sitepu dan Ibunda Ratna Juita Hutagalung.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah lulus dari Sekolah

Dasar Negeri 3 Kuala tahun 1996, tahun 1999 lulus dari Sekolah

Menengah Pertama Negeri 1 Kuala, tahun 2002 lulus dari sekolah

Menengah Umum Negeri 1 Kuala dan tahun 2002 diterima sebagai

mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur PMP.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan

organisasi Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN). Menjadi

panitia Ceramah Ilmiah “Pengendalian Hayati Sebagai Komponen PHT” di

Fakultas Pertanian USU pada tanggal 10 Februari 2006. Menjadi

Bendahara Umum Komunikasi Muslim (KOMUS) HPT pada tahun 2004 –

2005. Menjadi asisten di Laboratorium Epidemiologi Tanaman pada tahun

2006. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian

Teh dan Kina (PPTK) Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten

Simalungun Pematang Siantar pada bulan Juni – Juli 2006. Melaksanakan

praktek skripsi di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Departemen Ilmu

Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat

dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Adapun judul dari penelitian ini adalah “Kajian Musuh Alami

Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

mengikuti ujian sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS sebagai ketua

dan Ibu Ir. Marheni, MP sebagai anggota yang telah membantu dan

membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.

Agr selaku sekretaris di Departemen Ilmu Hama dan penyakit Tumbuhan,

telah mempermudah segala urusan penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini juga.

Ucapan syukur dan terima kasih penulis kepada Ayahanda dan

Ibunda tercinta, abang dan kakak tersayang yang telah banyak memberi

motivasi dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan ini semua.

Ucapan syukur dan terima kasih penulis memiliki sahabat karib

(9)

Ucapan terima kasih untuk Pak Darsono, Pak Hadyono, Kak Pinde,

Buk Ida dan Kak Helmi yang telah membantu penulis dan mempermudah

pengurusan administrasi.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Helfrida

Situmeang, Nanda, The Blue Castle ”Baya, Noenah, Ulan dan Jime”.

Setiap hari dukungan selalu ada dari kalian. Teruntuk Maz Ary dan Bang

Mantri yang tidak lupa memberi semangat dan doanya untuk penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

Untuk temen-teman 02 khususnya Tari yang juga saat ini

sama-sama berjuang dengan penulis menyelesaikan gelar sarjana. Dan untuk

semua teman-teman mulai dari stambuk 02 sampai 07 yang tidak bisa

disebutkan satu per satu namanya, penulis ucapkan terima kasih atas

partisipasi dan bantuan yang telah diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian

skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih semoga

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2008

(10)

DAFTAR ISI

Hlm

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ... 5

Hama Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)... 7

Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)... 7

Ulat Api (Setothosea asigna Van Ecke)... 8

Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit... 9

Thrips hawaiiensis Morg... 9

Elaeidobius kamerunicus Faust... 10

Perilaku dan Peranan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit……….. . 13

Faktor Yang Mempengaruhi Populasi E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)... 15

Famili Tachinidae (Ordo Diptera)………. 17

Jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin... 18

BAHAN DAN METODE ... 21

Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat... 21

Metode Penelitian ... 21

(11)

Parasitoid ... 22

Entomopatogen ... 23

Peubah Amatan ... 24

Jenis dan Jumlah Musuh Alami (Parasitoid dan Entomopatogen) ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Jenis dan Jumlah musuh Alami... 25

Parasitoid... 25

Entomopatogen... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

(12)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hlm

1. Jumlah Lalat Tachinidae pada Pemeliharaan Larva dan Pupa E. kamerunicus Faust. ...35

2. Jumlah Entomopatogen M. anisopliae pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hlm

1. Telur Elaeidobius Kamerunicus ... 11

2. Larva E. Kamerunicus ... 11

3. Pupa E. Kamerunicus ... 12

4. Imago E. Kamerunicus ... 12

5. Ilustrasi imago famili Tachinidae ... 18

6. Ilustrasi Metarhizium anisopliae ... 20

7. Imago famili Tachinidae ... 25

8. Bentuk dan koloni M. anisopliae ... 27

9. M. Anisopliae ... 27

10. Pemeliharaan Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus Faust. Di Laboratorium Hama FP – USU Medan... 34

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hlm

1. Pemeliharaan Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus di Laboratorium Hama

Fakultas Pertanian USU Medan ... 34

2. Bagian Tubuh Lalat Tachinidae... 35

3. Jumlah Lalat Tachinidae pada Pemeliharaan

Larva dan Pupa E. kamerunicus Faust... 36

4. Jumlah Entomopatogen M. anisopliae pada

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman

perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman

tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

dari Amerika. Brazil dipercayai sebagai tempat dimana pertama kali

kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke

Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan.

Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah hitam, Hulu

Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911

(Setyamidjaja, 1991).

Kelapa sawit di Indonesia dewasa ini merupakan salah satu

komoditas primadona, luasnya terus berkembang dengan pesat dan tidak

hanya dimonopoli oleh perkebunan besar negara dan swasta. Saat ini

perkebunan kelapa sawit yang telah semula berada seluruhnya di

Sumatera Utara dan D. I. Aceh pada saat ini sudah berkembang di

beberapa propinsi antara lain Sumatera Barat, Lampung, Sumatera

Selatan, Jambi, Bengkulu dan propinsi lainnya. Pada tahun 1995, luas

perkebunan kelapa sawit adalah 2,025 juta ha, dan diperkirakan pada

tahun 2005 luas perkebunan menjadi 2,7 juta ha dengan produksi minyak

sebesar 9,9 ton/tahun (Risza, 1994).

Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah

(16)

sejak 3 tahun terakhir peningkatan luas perkebunan kelapa sawit di

sejumlah propinsi mengalami penambahan sekitar 200.000 ha per tahun.

Jelasnya, hanya CPO dan TBS yang saat ini sedang melambung

mempengaruhi penambahan luas areal penanaman kelapa sawit

( Anonim, 2004a).

Tanaman kelapa sawit adalah salah satu jenis tanaman yang

menghasilkan minyak dan lemak nabati yang dibutuhkan manusia.

Tanaman ini termasuk jenis tanaman keras karena umur ekonomisnya

cukup lama ± 25 tahun. Selama periode tersebut, tanaman kelapa sawit

akan menghasilkan tandan buah segar yang dapat diproses menjadi

minyak sawit (Yudantara, 1999).

Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, faktor genetik dan faktor teknis-agronomis (Anonim, 1996).

Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tandan

buah segar (TBS) yang menghasilkan minyak dari daging buah dan kernel

(inti sawit). Produk yang dihasilkan berupa mentega, kosmetik, detergen

dan lain-lain (Anonim, 2006a).

Seperti halnya tanaman lain, kelapa sawit juga mempunyai

beberapa jenis hama dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas dan

kuantitas dari buah kelapa sawit itu sendiri. Beberapa jenis hama yang

menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat api, kumbang badak, ulat

kantong dan lain-lain (Pracaya, 1999),

Lubis dan Sipayung (1987), untuk memperbaiki dan meningkatkan

(17)

dilakukan oleh manusia dan serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS)

(Semangun dan Mangoensoekarjo, 2003). Thrips hawaiinensis Morg.

Telah diketahui sebagai serangga penyerbuk utama tanaman kelapa sawit

sebelum periode penyebaran Elaeidobius kamerunicus Faust. Aroma/bau

yang khas dari bunga jantan sangat disukai oleh E. kamerunicus yang

merupakan monopag.

E. kamerunicus diintroduksikan pertama sekali di Malaysia pada

tahun 1981 untuk membuktikan apakah dapat digunakan sebagai

penyerbuk dan dapat meningkatkan tandan buah. Populasi serangga

bervariasi diantara beberapa lokasi dan tahun demi tahun tergantung

pada faktor ekstrinsik dan instrinsik. Imago serangga ini sangat mengenali

tanaman inangnya dengan baik. E. kamerunicus dan T. hawaiinensis

dapat hidup berdampingan dalam satu habitat yakni bunga jantan kelapa

sawit (Anonim, 2006b).

Pengendalian hama pemakan daun ulat api dan ulat kantong dapat

dipakai insektisida kontak atau sistemik yang diaplikasikan pada mahkota

daun dan sering juga menggunakan bioinsektisida. Penggunaan

insektisida yang berlebihan dapat mempengaruhi populasi kedua SPKS

ini, maka perlu dilakukan pelaksanaan Metode Peringatan Dini dan

pengendalian secara biologis (Semangun dan Mangoensoekarjo, 2003).

Setiap mahluk hidup mempunyai musuh alami, begitu juga dengan

E. kamerunicus. Penulis tertarik untuk melihat dan mengetahui jenis

musuh alaminya, karena belum ada hasil penelitian yang menyatakan hal

(18)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui musuh alami serangga penyerbuk kelapa sawit

E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) pada tanaman kelapa

sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Hipotesa Penelitian

Terdapat musuh alami dari serangga penyerbuk kelapa sawit

E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) pada tanaman kelapa

sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Tanaman kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang berasal dari

Afrika, termasuk golongan Palmae. Dikembangkan di Indonesia

(Sumatera Utara) sebagai tanaman komersil mulai tahun 1914

(Ferdinandus, 1998).

Kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur sekitar 2 tahun.

Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu

tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing

terangkai dalam suatu tandan (Anonim, 1996) tetapi masa masak

(anthesis) dari kedua jenis bunga tersebut sangat jarang atau tidak pernah

bersamaan. Oleh karena itu, untuk proses penyerbukan memerlukan

bantuan baik oleh manusia atau serangga penyerbuk (Lubis, dkk., 1983).

Tingkat perkembangan bunga betina dapat diketahui dari

perbedaan warnanya. Pada hari pertama sesudah bunga mekar akan

berwarna putih, sedangkan pada hari kedua berubah menjadi kuning

gading. Pada hari ketiga warna bunga berubah menjadi agak kemerahan

(jingga) dan akhirnya pada hari keempat menjadi merah kehitaman. Saat

penyerbukan yang terbaik yaitu pada hari pertama sampai hari ketiga

sesudah bunga mekar (Risza, 1994). Masa reseptif (masa subur) bunga

betina adalah 36-48 jam, sedangkan saat yang tepat untuk melakukan

penyerbukan yaitu pada hari kedua dengan rata-rata 82% bunga telah

(20)

Demikan juga halnya dengan bunga jantan, mengalami tingkat

perkembangan mulai dari terbukanya kelopak bunga sampai siap

melakukan perkawinan. Pada hari pertama setelah kelopak terbuka,

tepung sari keluar dari bagian ujung tandan bunga, pada hari kedua di

bagian tengah, sedangkan pada hari ketiga di bagian bawah tandan. Pada

hari ketiga keluarnya tepung sari, bunga jantan juga akan mengeluarkan

bau yang spesifik. Hal ini menandakan bunga jantan sedang aktif dan

tepung sari dapat dipergunakan atau dapat diambil untuk penyerbukan

buatan (Setyamidjaja, 1991).

Buah kelapa sawit ialah jenis drup dan terdiri dari luar (eksokarp)

atau kulit tipis, tengah (mesokarp) dan dalam (endokarp) atau tempurung

dan isirong. Minyak kelapa sawit ditemukan pada bagian mesokarp dan

isirong. Varietas kelapa sawit yang dianjurkan adalah Tenera, Dura dan

Pesifera. Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan

umurnya. Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian

berubah menjadi hijau hitam (Yudantara, 1999).

Sifat fisik tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kelapa

sawit adalah solum yang dalam, tekstur lempung atau lempung berpasir,

gembur dan agak teguh (Anonim, 1996).

Secara alami, kelapa sawit tumbuh di tanah berawa dan di tempat

sangat basah. Di dalam hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh

karena terlalu lembab dan tidak mendapat sinar matahari karena

ternaungi kanopi tumbuhan yang lebih tinggi. Benih kelapa sawit

(21)

diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi (40o C selama 80 hari) untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah.

Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan

temperatur 350 C (Anonim, 2006a).

Hama Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)

Kumbang tanduk O. rhinoceros termasuk kedalam ordo Coleoptera

dengan famili Dynastidae. Imago betina menghasilkan telur 30-70 butir

dan menetas setelah ± 12 hari, telur berwarna putih (Vandaveer, 2004).

Larva kumbang tanduk terdiri 3 instar, kepala dan kaki berwarna coklat.

Masa pra pupa ini berlangsung selama ± 6 hari. Periode pupa biasanya ±

2 -4 minggu, memiliki warna putih kekuningan dengan panjang 5-9 cm.

Kumbang tanduk berwarna coklat tua mengkilat bertahan hidup 2 sampai

7 bulan (Mohan, 2006).

Kumbang mulai berterbangan waktu senja atau malam hari menuju

mahkota daun dan ujung batang kemudian mengebor sampai ke titik

tumbuh. Kumbang menghisap cairan yang keluar dari luka bekas

gigitannya. Luka-luka bekas gerekan dari kumbang tanduk ini sering

mengundang hama lain, diantaranya adalah kumbang moncong

(Rhynchophorus ferrugineus) dan penyakit busuk pucuk yang disebabkan

(22)

Secara umum pengendalian dilakukan dengan mengutip kumbang dewasa pada tanaman terserang, pengumpulan larva, penggunaan

insektisida dan perangkap feromon sintetik (DE chenon, et al., 1997). Pengendalian kumbang tanduk dengan insektisida sistemik granul

mempunyai kelemahan antara lain mahal dan mencemari lingkungan (Susanto, dkk., 2005).

Pemanfaatan bioinsektisida sebagai agens hayati pada

pengendalian hama merupakan salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT). Kumbang tanduk efektif dikendalikan dengan

menggunakan cendawan Metarhizium anisopliae (Prayogo, dkk., 2005). Sudharto and Susanto (2002) berhasil melakukan penelitian aplikasi cendawan M. anisopliae terhadap larva kumbang tanduk pada

mulsa tandan kosong. Dengan keberhasilan pengendalian pada mulsa

tandan kosong kelapa sawit, dapat juga dilakukan aplikasi jamur

M. anisopliae pada sistem lubang tanam besar karena lingkungan yang lebih teduh sehingga penetrasi ke dalam tandan kosong kelapa sawit relatif mudah.

Ulat Api (Setothosea asigna Van Ecke)

Hama ini termasuk ke dalam ordo Lepidoptera dengan famili

Limacodidae, dengan metamorfosis sempurna. Telur yang dihasilkan

imago betina ± 300-400 butir selama hidupnya. Larva mengalami

pergantian kulit antara 7- 8 kali. Pupa berwarna coklat dan sering terdapat

(23)

malam hari. Perkembangan hama ulat api mulai dari telur hingga menjadi

ngengat berkisar 93-98 hari ( Buana dan Siahaan, 2003).

Serangan ulat ini biasanya dimulai dari pelepah daun yang terletak

distrata tengah dari tajuk kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih

muda. Pada serangan berat, semua helaian daun dimakan oleh ulat api

dan hanya tinggal pelepah dan lidinya (Buana dan Siahaan, 2003).

Dari penelitian Sembiring (2006), yaitu penggunaan insektisida

biologis bakteri Bacillus thuringensis cukup efektif untuk mengendalikan

hama ulat api tetapi memiliki dampak negatif terhadap E. kamerunicus.

Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit

Thrips hawaiiensis Morg.

Thrips merupakan serangga berguna yang berperan sebagai

penyerbuk. Serangga ini berasal dari ordo Thysanoptera dengan famili

Thripidae (Anonim, 2003).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Syed di Semenanjung Malaysia

terbukti bahwa serangga ini adalah perantara penyerbukan tanaman

kelapa sawit. Di Sumatera ditemukan serangga sejenis yang juga

berfungsi sebagai serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS). Kerapatan

populasinya cukup tinggi dan bervariasi dari satu tempat ke tempat

lainnya (Hutauruk, dkk., 1982).

Hasil pengamatan yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa

umur tanaman kelapa sawit, keadaan curah hujan dan kelembaban tanah

(24)

Kerapatan thrips pada bunga kelalpa sawit juga sangat berbeda, yaitu

sangat dipengaruhi oleh tingkat atau stadia mekarnya bunga dan

kematangannya untuk pembuahan (Hutauruk, dkk., 1982).

Elaeidobius kamerunicus Faust.

Adapun klasifikasi dari serangga penyerbuk kelapa sawit ini adalah

sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Famili : Curculionidae

Genus : Elaeidobius

Spesies : Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed, 1979).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit adalah

satu-satunya tanaman inang bagi E. kamerunicus, dimana serangga ini

dapat bertelur dan berkembang biak dengan baik (Hutauruk, dkk., 1982).

Imago E. kamerunicus bertelur setelah berumur 2 – 3 hari

sebanyak 1 – 11 butir per hari yang diletakkan di dalam yang dibuat pada

sisi luar tangkai kantong sari bunga kelapa sawit yang sedang mekar.

Telur berwarna kuning jeruk, bentuknya lonjong, panjang ± 0,65 mm dan

(25)

a Gambar 1. Telur E. Kamerunicus (40X)

a. Telur

Larva E. kamerunicus berwarna putih kekuningan dengan kepala

yang berwarna kecoklatan, panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 – 2 mm.

Larva terdiri atas 3 instar, instar pertama makan pada jaringan

terluar tempat peletakkan telur. Setelah mengganti kulit, instar dua

bergerak ke dasar bunga yang jaringan lebih lembut, larva instar 3

melanjutkan makan pada dasar tabung anter sampai pada bagian atas.

Larva instar 3 kemudian memotong lubang melalui dasar dekat bunga dan

mengkonsumsi 5 – 6 bunga (Syed, 1982).

Lubis, dkk (1983), selama perkembangannya larva E. kamerunicus

memakan tangkai dan kantong tepung sari bunga yang sudah lewat

mekar dan mulai membusuk.

Gambar 2. Larva E. Kamerunicus (40X)

Pupa berada pada bunga yang mulai membusuk. Sebelum

(26)

bunga untuk mempersiapkan diri sebelum menjadi pupa, larva instar ke 3

akan menjadi tidak aktif kira-kira 1 hari sebelum pupasi (Syed, 1982).

Gambar 3. Pupa E. Kamerunicus (40X)

Pupa juga berwarna putih kekuningan dengan bagian-bagian tubuh

yang sudah jelas bentuknya seperti : alat mulut, mata, bakal sayap dan

tungkai (Lubis, dkk., 1983), dengan ukuran tubuh yang sama juga yaitu

panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 – 2 mm.

Siklus hidup untuk E. kamerunicus betina mulai dari telur hingga

dewasa adalah 8 - 21 hari, sedangkan E. kamerunicus jantan adalah 9 -

24 hari (Lubis, dkk., 1983). Imago serangga ini berwarna cokelat

kehitaman mempunyai panjang 4 mm dan lebar 1,5 mm. Pada imago

jantan terdapat gerigi-gerigi, sedangkan pada imago betina dengan

ukuran moncong yang lebih panjang.

(27)

Rata-rata perkembangan E. kamerunicus pada spikelet kelapa

sawit (temperatur maksimum 31,90 C dan minimum 25,40 C) dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Rata-rata perkembangan E. kamerunicus

Spesies Tahap Kisaran rata-rata Perkembangan (hari)

E. kamerunicus Telur 1 – 2

Larva I 1 – 2

Larva II 1 – 2 Larva III 5 – 9

Pupa 2 – 6

Jantan 10–14 Betina 9 – 14

Sumber: Anonim, 1982.

Perilaku dan Peranan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit

T. hawaiiensis telah diketahui sebagai serangga penyerbuk utama tanaman kelapa sawit sebelum periode penyebaran E. kamerunicus.

Kedua SPKS ini mempunyai persaingan dalam ruang (tempat) dan bukan

dalam hal makanan (Lubis dan Sipayung, 1987).

Susunan buah di Afrika dimana Elaedobius berperan sebagai

perantara persarian adalah lebih baik dibandingkan terhadap keadaan di

Malaysia dan di Indonensia. Sebaliknya, berdasarkan keterangan yang

ada persyaratan tumbuh dan kualitas bahan tanaman di Afrika tidaklah

sebaik dengan keadaan di Malaysia dan Indonesia. Secara garis besarnya

hal ini terjadi karena perbedaan tingkat kesempurnaan persarian secara

alamiah (Hutauruk dkk., 1982).

Sebagai perantara penyerbukan, E. kamerunicus jauh lebih aktif

(28)

beradaptasi pada musim basah dan musim kering serta memiliki

kemampuan yang jauh lebih besar untuk memindahkan tepung sari,

mencari dan mengenali bunga betina. E. kamerunicus benar-benar

spesifik bagi tanaman kelapa sawit, karena itu serangga ini dianggap

sebagai serangga penyerbuk yang paling sesuai untuk tanaman kelapa

sawit di Malaysia dan Asia Tenggara lainnya (Hutauruk, dkk., 1982).

Serangga paling aktif antara jam 09.00 sampai jam 11.00 pagi.

Mekanisme penyebaran tepung sari oleh serangga dari satu bunga ke

bunga yang lain yaitu : Bunga jantan dan bunga betina yang mekar

mengeluarkan bau spesifik dan disukai oleh serangga. Tetapi bunga

jantan memiliki periode yang lebih lama ± 5 hari, sedangkan bunga betina

hanya bertahan beberapa jam saja. Serangga-serangga akan hinggap

pada bagian bunga untuk melekatkan tepung sari ke seluruh permukaan

tubuhnya. Kemudian serangga tersebut terbang dan hinggap pada bunga

lain yang sedang mekar (Lubis, dkk., 1983).

Ketetapan waktu penyebaran tepung sari sangat penting karena

periode bunga betina untuk pembuahan sangat singkat. Apabila periode

mekar sudah lewat, bunga akan layu dan serangga juga pergi (serangga

betina selesai bertelur). Sehari kemudian larva memakan tangkai dan

kantong tepung sari yang mulai membusuk kemudian rusak dan gugur.

Gejala ini normal sebagai bukti kehadiran E. kamerunicus dan tidak perlu

(29)

Faktor Yang Mempengaruhi Populasi

E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)

Selain pelepasan SPKS ini, pada pengendalian hama perlu

penyesuaian terutama yang menyangkut penggunaan insektisida dan

bioinsektisida. Pemakaian insektisida dan bioinsektisida yang tidak

hati-hati akan dapat menurunkan populasi SPKS ini sehingga dapat

mengganggu terlaksananya penyerbukan (Lubis, dkk., 1983).

Di lapangan banyak ditemukan penggunaan bioinsektisida untuk

mengendalikan hama-hama pada pertanaman kelapa sawit. Beberapa

jenis bioinsektisida yang sudah diketahui efektif mengendalikan hama

adalah Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Nomuraea rileyi,

Paecilomyces fumosoroseus, Aspergillus parasiticus, dan Verticillium lecanii (Prayogo, 2006).

Dengan mengetahui hama yang menyerang tanaman, secara tidak

langsung dapat diketahui pula jenis bioinsektisida yang sesuai untuk

tindakan pengendalian, karena setiap jenis bioinsektisida mempunyai

inang yang spesifik. Bioinsektisida M. anisopliae dapat menginfeksi

beberapa jenis serangga dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera,

Hemiptera, dan Isoptera (Prayogo, 2006).

Dari hasil analisa Syed dan saleh (1987), isi lambung sebelum

periode E. kamerunicus dijumpai banyak sisa-sisa serangga antara lain

yang dominan adalah cocopet, siput dan semut rangrang. Setelah periode

SPKS, larva dan pupa E. kamerunicus menduduki tempat kedua terbesar

(30)

semua tandan bunga jantan yang telah melewati masa athesis (larva dan

pupa E. kamerunicus banyak dijumpai) tidak terlepas oleh dari cakaran

tikus. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengendalian tikus ini sangat

perlu untuk mempertahankan tingkat kepadatan populasi SPKS yang

optimal.

Parasitoid adalah serangga yang memarasit atau hidup dan

berkembang pada serangga lain (inang). Yang berfungsi sebagai inang

parasitoid adalah fase pra dewasa (larva) sedangkan fase dewasanya

hidup bebas (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007).

Dua spesies nematoda ditemukan berasosiasi dengan larva, pupa

dan imago E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit. Nematoda

baru, Elaeolenchus parthenonema dijabarkan sebagai nematoda parasit

yang termasuk ke dalam superfamili Sphaerularioidea yang ditemukan

sebagai parasit internal E. kamerunicus. Sedangkan spesies yang kedua

hanya berasosiasi dengan imago E. kamerunicus. Ini diidentifikasi sebagai

spesies yang tidak bisa dijelaskan berasal dari famili Cylindrocorporidae

(Poinar, et al., 2002).

Ditemukan juga dua jenis bakteri, Serratia marcescens dan

Enterobacter cloacae yang menginfeksi larva dan pupa. Tingkat infeksi

yang diperoleh dari lapangan berkisar antara 11–17% (Ali,et al., 2006).

Begitu juga dengan famili tachinidae memarasit larva dan pupa

yang sebagian besar berasal dari ordo Lepidoptera, Coleoptera dan

(31)

Famili Tachinidae (Ordo Diptera)

Beberapa lalat tachinid mengenali spesies inangya dengan spesifik.

Beberapa lalat tachinid yang lain akan memanfaatkan 2 atau 3 ordo

serangga sebagai inang. Banyak lalat tachinid sebagai parasit hama

penting pada tanaman hortikultura dan perkebunan. Sebagian dari mereka

digunakan sebagai parasitoid pada program pengendalian hayati.

Sebagian kecil dari mereka juga berhasil digunakan sebagai agens hayati.

Bagaimanapun, beberapa lalat tachinid tidak selalu digunakan sebagai

pengendalian hayati (Anonim, 2007c).

Secara umum lalat tachinid memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil.

Larva lalat tachinid berukuran 10-12 mm, berwarna putih krem, beberapa

jam kemudian larva berubah menjadi pupa yang berwarna coklat tua

hingga kehitaman. Setelah itu, kurang dari satu minggu pupa berubah

menjadi imago dengan warna abu-abu kehitaman, mata berwarna merah

dan seluruh tubuh imago terdapat bulu-bulu atau rambut-rambut halus

(Anonim, 2007b).

Lalat tachinid mempunyai berbagai cara/metode untuk menginfeksi

inangnya, adalah sebagai berikut :

1. Beberapa spesies lalat tachinid langsung meletakkan telur diatas

tubuh inangnya.

2. Beberapa spesies lalt tachinid memasukkan telur diatas makanan

(32)

3. Beberapa spesies lalat tachinid meletakkan telur pada tubuh

inangnya. Ketika larva tersebut bergerak ke bawah untuk

mendapatkan tubuh ianganya yang lembut.

4. Beberapa spesies lalat tachinid menyerang kutu busuk dan

kumbang dewasa dengan ovipositor untuk memasukkan

telur-telurnya ke dalam tubuh inangnya.

5. Beberapa spesies lalat tachinidae, sebagai ganti meletakkan telur,

mereka mereka meletakkan larva dan memanfaatkan inangya

[image:32.595.120.446.307.462.2]

(Anonim, 2007c).

Gambar 5. Ilustrasi Imago famili Tachinidae

Sumber : http://www.brisbaneinsects.com/brisbane_tachinids/Tachininae/html. (Diakses tanggal 29 Februari 2008)

Jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin

Dalam taksonomi M. anisopliae termasuk dalam kelas Moniliales.

Jamur M. anisopliae ini pertama kali ditemukan oleh Metschikoff pada

tahun 1879, yang bersifat parasitik terhadap serangga termasuk kumbang

kelapa (Jumar, 2000).

Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih kemudian

berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur. Koloni dapat

(33)

jagung dan beras. Miselium berdiameter 1,98 – 2,97 µm, konidia bersusun

tegak, berlapis dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, bersel satu

berwarna hialin, bentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm dan konidia

berwarna hijau (Prayogo, dkk., 2005).

Menurut Anonim (2004b), jamur ini memiliki spectrum yang sangat

luas dan dapat menginfeksi lebih dari 100 spesies dari beberapa ordo

serangga seperti Scapteriscus sp, semu api, Salenopsis invicta, larva

kumbang seperti Cetina nitida, O. rhinoceros dan Phyllophaga sp.

Keberadaan jamur M. anisopliae ini dapat hidup sebagai saprofit di

dalam tanah dan sisa-sisa tanaman. Proses pertumbuhan optimal jamur

ini terjadi pada suhu 27-280 C dan akan menurun pada suhu yang rendah yang menyebabkan kondisi temperatur menjadi factor utama dalam

efektivitas kerja jamur ini. Pada temperatur diatas 350 C akan menghalangi pertumbuhan dan perkembangan jamur. Konidia jamur ini

mempunyai titik kematian pada suhu panas sekitar 400 C selama 15 menit (Anonim, 2004b).

Konidia jamur akan membentuk kecambah pada kelembaban

diatas 90% dan akan berkecambah dengan baik dan patogenitasnya

meningkat bila kelembaban udara sangat tinggi hingga 100%, sedangkan

menurun bila kelembaban udara dibawah 80% (Prayogo, dkk., 2005).

Ferron (1985) menggolongkan empat tahapan etiologi penyakit

serangga yang disebabkan oleh jamur. Tahap pertama adalah inokulasi,

yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh serangga. Tahap kedua

(34)

integument serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Dalam

melakkukan penetrasi jamur membentuk tabung kecambah. Sedangkan

pada tahap keempat destruksi dengan pembentukan blastospora yang

beredar dalam hemolimf.

Jamur membentuk waktu yang lebih lama di lapangan.

Keberhasilan infeksi jamur antara lain ditentukan oleh kepadatan konidia

yang kontak dengan tubuh inang dan juga keadaan cuaca yang sesuai.

Semakin banyak konidia yang menempel pada tubuh inang sasaran akan

semakin cepat mematikan inang sasaran terssebut (Ferron, 1985).

Kemampuan larva yang dilumuri dengan spora jamur M. anisopliae

untuk menyebarkan jamur tersebut pada larva yang sehat. Dalam

menularkan jamur tersebut ke larva O. rhinoceros di insektarium

menunjukkan bahwa ada indikasi larva berjamur menularkan

M. anisopliae (Anonim, 2004b). Kumbang O. rhinoceros berperan dalam

menyebarkan jamur M. anisopliae, hal ini disebabkan kumbang ini sangat

aktif berpindah tempat. Kumbang meletakkan telur di derah terinokulasi M.

anisopliae kemudian berpindah dan meletakkan telur ke tempat yang tidak

[image:34.595.236.425.580.691.2]

terdapat jamur M. anisopliae (Susanto, dkk., 2005).

Gambar 6. Ilustrasi M. anisopliae

Sumber :

(35)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian

tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari

sampai Mei 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva, pupa dan

imago dari E. kamerunicus, bunga jantan (spikelet), PDA, alkohol 96%,

klorox 0.1%, aquadest steril, kertas tissue, kapas steril, aluminium foil,

shears mounting, methyl blue atau lactofenol dan umur tanaman yang

digunakan sebagai tempat pengambilan sampel berkisar ± 5 tahun.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, kain

kassa, karet gelang, label nama, cawan petri, jarum inokulasi, gelas ukur,

beaker glass, objek glass, deck glass, api bunsen, autoklaf, oven,

inkubator, kompor, mikroskop dan alat tulis lainnya.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yaitu

dengan melakukan pemeliharaan larva, pupa dan imago E. kamerunicus

di Laboratorium. Pemeliharaan ini dilakukan secara berulang hingga

(36)

Prosedur Pengambilan Sampel untuk Pemeliharaan

Parasitoid

Pemeliharaan Larva

Disediakan stoples sebanyak 4 buah. Diambil larva dari lapangan

dan dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 10 ekor/stoples. Diberi

makanan bunga jantan (spikelet yang masih segar) lalu ditutup dengan

kain kassa menggunakan karet gelang. Di bagian luar stoples ditempelkan

label nama.

Pemeliharaan Pupa

Disediakan stoples sebanyak 4 buah. Diambil pupa dari lapangan

dan dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 10 ekor/stoples. Diberi bunga

jantan (spikelet yang masih segar)yang berfungsi sebagai tempat

berlindung lalu ditutup dengan kain kassa menggunakan karet gelang.

Dibagian luar stoples ditempelkan label nama.

Identifikasi Parasitoid

Berdasarkan dari hasil pemeliharaan, dapat dilakukan identifikasi

pada stadia larva dan pupa untuk melihat dan mengetahui jenis parasitoid

yang ada pada stadia larva dan pupa dari E. kamerunicus. Parasitoid

imago yang keluar dari tubuh E. kamerunicus yang telah mati di

identifikasi dengan menggunakan buku pedoman The Pest of Crop in

Indonesia oleh Kalshoven (1980),diamati di bawah mikroskop dengan

(37)

Entomopatogen

Pemeliharaan Imago

Disediakan stoples sebanyak 4 buah. Diambil imago dari lapangan

dan dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 10 ekor/stoples. Diberi

makanan bunga jantan (spikelet yang masih segar) lalu ditutup dengan

kain kassa menggunakan karet gelang. Dibagian luar stoples ditempelkan

label nama.

Pembuatan PDA

Kentang dikupas dan dicuci bersih lalu ditimbang sebanyak 250 g,

lalu kentang tersebut dipotong dadu kecil. Kemudian kentang dimasak

dengan aqudest steril 500 ml pada api kecil selama 30 menit. Kemudian

disaring ekstraknya dengan kain muslin sampai volume 500 ml. Pada

waktu yang bersamaan, aquadest steril dididihkan sebanyak 500 ml

bersama dengan agar sebanyak 20 g, lalu ditambahkan lagi kedalamnya

dextrose 20 g. Setelah itu ekstrak kentang dan agar dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 1 liter, lalu ditambahkan kedalamnya sedikit streptomycin

sebagai antibiotik, setelah itu erlenmeyer ditutup dengan kapas steril lalu

ditutup kembali dengan aluminium foil, lalu dimasukkan ke dalam autoklaf

untuk disterilkan selama 15 menit dengan suhu 121-124 0C pada tekanan 1,25 atm. Setelah di autoklaf, PDA dibiarkan dahulu dalam udara terbuka

(38)

Isolasi Serangga

Diambil imago yang telah mati dari dalam stoples dengan ciri-ciri di

permukaan tubuh imago terdapat miselium jamur. Kemudian disterilkan

permukaan tubuh iamgo dengan menggunakan klorox 0.1%. Setelah itu

dibiakkan dalam media PDA dan dibiarkan sampai tumbuh miselium

jamurnya.

Identifikasi Jamur

Inokulum jamur yang tumbuh pada media biakan, diisolasi dan

diletakkan diatas objek glass yang telah steril lalu ditutup dengan selotif

kemudian diamati di bawah mikroskop. Untuk identifikasi patogen dapat

menggunakan buku acuan identifikasi jamur seperti buku Illustrated

Genera of Fungi oleh Barnett (1960).

Peubah Amatan

Jenis dan Jumlah Musuh Alami (Parasitoid dan Entomopatogen)

Dengan cara dipelihara di dalam stoples yang dilakukan di

Laboratorium hama dan diamati. Dilakukan pengamatan terhadap

serangga untuk mengetahui jenis dan jumlah musuh alami (parasitoid dan

entomopatogen) dari E. kamerunicus. Penghitungan jenis dan musuh

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis dan Jumlah Musuh Alami

Parasitoid

Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan parasitoid yang terdapat

pada larva dan pupa E. kamerunicus adalah serangga yang berasal dari

ordo diptera dengan famili tachinidae.

Parasitoid yang ditemukan berupa imago, parasitoid ini lebih sering

disebut dengan lalat tachinid. Lalat tachinid yang ditemukan memiliki

ciri-ciri antara lain sepasang sayap, ukuran tubuh yang relatif kecil, diseluruh

permukaan tubuh imago ditumbuhi bulu-bulu berwarna hitam, pada bagian

caput berwarna kecoklatan, bagian mata berwarna merah, permukaan

tubuh berwarna kehitaman dan disisi kiri tubuh ada bercak berwarna

coklat muda. Hal ini sesuai dengan Anonim (2007c) yang menyatakan

bahwa Larva lalat tachinid berukuran 10-12, adanya rambut halus di

permukaan tubuh dan mata berwarna merah.

(40)

Daur hidup lalat tachinid relatif singkat, dari mulai meletakkan telur

hingga menjadi imago hanya membutuhkan ± satu minggu. Tetapi hal ini

juga harus sesuai dengan lingkungan atau habitatnya.

Dari pemeliharaan yang dilakukan di Laboratorium, ditemukan

jumlah larva E. kamerunicus yang terparasit sebanyak 2 ekor, sedangkan

jumlah pupa E. kamerunicus yang terparasit sebanyak 1 ekor (Data

lampiran 3). Adapun populasi parasitoid famili tachinidae yang ditemukan

pada larva E. kamerunicus yaitu sekitar 0,5% (dari 400 ekor larva terdapat

2 ekor parasitoid). Sedangkan populasi parasitoid famili tachinidae yang

ditemukan pada pupa E. kamerunicus yaitu sekitar 0,25% (dari 400 ekor

pupa terdapat 1 ekor parasitoid).

Entomopatogen

Dari pemeliharaan imago yang dilakukan, ditemukan

entomopatogen pada imago E. kamerunicus. Spesies jamur yang menjadi

entomopatogen pada imago E. kamerunicus adalah jamur Metarrhizium

anisopliae. Adanya M. anisopliae pada imago E. kamerunicus dapat

ditandai dengan adanya miselium-miselium berwarna putih pada

permukaan tubuh imago E. kamerunicus, yang kemudian menempel dan

tumbuh pada integumen imago tersebut. dengan terus bertambahnya

miselium pada tubuh imago maka akan terjadi penetrasi yang

menyebabkan jamur semaikn mudah berkembang dan menyebar. Ini

(41)

serangga yang disebabkan oleh jamur, yaitu inokulasi, penenmpelan,

penetrasi dan destruksi.

E. kamerunicus yang ditumbuhi miselium-miselium berwarna putih dibiakkan pada media PDA yang telah dipersiapkan. Dua hari kemudian

media ditumbuhi koloni-koloni miselium berwarna putih yang akan

berubah warna menjadi hijau hingga hijau gelap. Dalam waktu lebih

kurang dari satu minggu media akan penuh ditumbuhi oleh

miselium-miselium berwarna hijau gelap. Diambil sebagian kecil miselium-miselium-miselium-miselium

[image:41.595.153.445.315.466.2]

tersebut untuk diamati di bawah miksoskop.

Gambar 8. Bentuk dan koloni M. anisopliae

Dari pengamatan yang dilakukan, M. anisopliae memiliki konidofor

yang panjang dan bersekat, konidia yang berbentuk silinder, tegak dan

hialin. Ini dapat juga dilihat pada gambar di bawah ini :

a b

(42)

Dari pemeliharaan imago yang dilakukan, diperoleh jumlah imago

yang ditumbuhi entomopatogen M. anisopliae sebanyak 3 ekor. Adapun

populasi entomopatogen M. anisopliae pada imago E. kamerunicus yaitu

sekitar 0,75% (dari 400 ekor imago terdapat 3 ekor imago yang ditumbuhi

entomopatogen).

Entomopatogen yang ditemukan kemungkinan besar terbawa dari

lapangan. Adanya pengendalian yang menggunakan biokinsektisida di

lapangan dapat mempengaruhi keberadaan E. kamerunicus itu sendiri di

pertanaman kelapa sawit. Seperti halnya pengendalian O. rhynoceros

yang menggunakan M. anisopliae . Hal ini sangat memungkinkan dapat

menginfeksi E. kamerunicus secara langsung maupun tidak langsung. Ini

juga dikatakan oleh Susanto, dkk (2005) yang menyatakan O. rhinoceros

berperan dalam menyebarkan jamur M. anisopliae, hal ini disebabkan

kumbang ini sangat aktif berpindah tempat. Kumbang meletakkan telur di

derah terinokulasi M. anisopliae kemudian berpindah dan meletakkan telur

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis parasitoid yang ditemukan pada pemeliharaan larva dan pupa

E. kamerunicus berasal dari ordo diptera dengan famili tachinidae.

2. M. anisopliae m]erupakan entomopatogen yang terdapat pada imago

E. kamerunicus.

3. Populasi parasitoid famili tachinidae yang ditemukan pada

pemeliharaan larva E. kamerunicus yaitu sebanyak 2 ekor.

Sedangkan pada pupa ditemukan 1 ekor.

4. Populasi entomopatogen M. anisopliae yang terdapat pada imago

E. kamerunicus yaitu 3 ekor imago.

Saran

Perlunya dilakukan penelitian lanjutan pada musim hujan

(pengambilan sampel) untuk membuktikan bahwa benar M. anisopliae

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, J. H., N. H. Lajis and M. Y. Husein, 2006. Biological and Chemical Factors Associated with the Successful Introduction of Elaeidobius kamerunicus Faust, the Oilpalm Pollinator in Malaysia. Available at

Anonim, 1982. Rata-rata Perkembangan E. kamerunicus dalam Syed R. A.,1982. Insect Pollination of Oil Palm: Feasibility of

Introducing Elaeidobius spp. into Malaysia. Commonwealth Institute of Biological Control, Marihat Research Station, Sumatera Utara.

______, 1996. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 61.

______, 2003. Arthropods of Hawaii. Available at :

(Diakses tanggal 20 Maret 2007).

______, 2004a. Sumut Kehabisan Bibit Kelapa Sawit. Harian Ekonomi Medan Bisnis. Balai Penelitian Tanaman Perkebunan Sumatera Utara, Medan. (Diakses tanggal 08 Mei 2004). Hlm. 1.

______, 2004b. Insektisida Biologis yang Ramah Lingkungan. Available

a

______, 2006a. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Available at : http://www.warintek.progressio.or.id/-by rans. (Diakses tanggal 30 Januari 2006).

______, 2006b. Biological and Chemical Factors Associated with The Succesfull Introduction of Elaeidobius Kamerunicus Faust. The Oil

Palm Pollinator in Malaysia. Available at : http:// ww.actahort.org/html. (Diakses tanggal 30 Januari 2006).

______, 2007a. Family Tachinidae. Insect of Cedar Creek. Available at :

Diakses tanggal 09 Juni 2007).

______, 2007b. Family Tachinidae. Available at :

(Diakses

(45)

_______, 2007c. Available at :

. (Diakses tanggal 29 Februari 2008).

______, 2007d. Available at :

(Diakses tanggal 09 Juli 2007).

Barnett, H. I., 1960. Illustrated Genera of Fungi. Second Edition. Burgess Publishing Company, Minneapolish.

Buana dan Siahaan, 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 21. Hlm. 56-77.

Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007. Mengenal Dan Memanfaatkan Agens Hayati. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Jakarta.

De chenon, R. D., C. U. Ginting and Sipayung, 1997. Integrated Control Method of O. rhinoceros in Oilpalm Plantations with the Use of Pheromones. Proceding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. P. 1-25.

Ferron, P., 1985. Fundamental of Plan Pathology. John Willey and Sons Published, New York. P. 54.

Ferdinandus, F. F., 1998. Tinjauan Industri Kelapa Sawit. Kantor Pemasaran Bersama P.T. Perkebunan I – IX, Medan.

Hutauruk, C. H., Sipayung, A. dan P. S. Soedarto, 1982. Elaeidobius kamerunicus F. Hasil Uji Kekhususan Inang dan Peranannya Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit. dalam Buletin Pusat Penelitian Marihat 1982 vol. 3 No. 2. Pusat Penelitian Marihat, Sumatera Utara.

Jumar, 2000. Entomolgy Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta. Hlm. 190-191.

Kalshoven, L. G. E., 1980. Pest of Crops In Indonesia. P. A. Van Der Laan. P. T. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. Hlm. 560.

Lubis, A. U. dkk., 1983. Budi Daya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Pusat Penelitian Marihat, Pematang Siantar, Medan. Hlm. 263-266.

(46)

Mohan, C., 2006. Oryctes rhinoceros. Available at :

tanggal 29 Maret 2006).

Poinar, G. O., T. A. Jackson, N. L. Bell, and M. B. A. Wahid, 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g. n. sp. (Nematoda : Sphaerularioidea : Anandranematidae n. fam.) Parasitic in the Oilpalm Pollinating Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a Phylogenetic of the Sphaerularioidea Lubbock. Kluwer Academic Publishers, Netherlands. P. 219-225.

Pracaya, 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 102-417.

Prayogo, Y. Wedanimbi T. dan Marwoto, 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat

Grayak Spodoptera litura pada Kedelai. Available at http:/www.pustaka_deptan.co.id/.

(Diakses tanggal 30 Desember 2005).

__________, 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian,

Malang. Available at

(Diakses tanggal 05 Desember 2007).

Semangun, H., dan S. Mangoensoekarjo, 2003. Manajemen Agrobisnis

Kelapa sawit. Gadjah Mada University-Press, Yogyakarta. Hlm. 263-269.

Sembiring, E. R., 2006. Uji Efektifitas Beberapa Insektisida Terhadap Ulat Api (Setothosea asigna Van Ecke) dan Pengaruhnya Pada Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. di Laboratorium. FP-USU, Medan. Hlm. 31.

Setyamidjaja, D., 1991. Budidaya Pertanian Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 35.

(47)

Susanto, A., A . P. Dongoran, A. Yanti, F. Lubis, dan A. E. Prasetyo, 2005. Pengurangan Populasi Larva O. rhinoceros pada Sistem Lubang tanam Besar. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 13(1), PPKS-Marihat. Hlm. 1-9.

Syed, R. A., 1979. Insect Pollination of Oilpalm, Feasibility of Introducing Elaeidobius spp into Malaysia. In E. Pusparajah and New Poh Soon (eds). The oilpalm in Agriculture in Eighties, ISP. P. 263-289.

____, R. A., 1982. Insect Pollination of Oil Palm: Feasibility of Introducing Elaeidobius spp. into Malaysia. Commonwealth Institute of Biological Control, Marihat Research Station, Sumatera Utara.

____, dan Saleh, 1987. Fluktuasi Populasi dalam Lubis, U., dan A. Sipayung, 1987. Dampak Pelepasn Elaeidobius kamerunicus Faust. di Indonesia dan Malaysia. Dipublikasikan dalam Buletin PPM volume & No. 2.

Vandaveer, C., 2004. What is Lethal-Male Delivery system. Available at :

(Diakses tanggal 13 Februari 2006).

(48)

Lampiran 1.

Pemeliharaan Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus di

[image:48.595.114.513.182.481.2]

Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

(49)

Lampiran 2.

[image:49.595.114.501.163.640.2]

Bagian Tubuh Lalat Tachinidae

(50)

Lampiran 3.

Jumlah Lalat Tachinidae pada Pemeliharaan Larva dan Pupa

E. kamerunicus Faust.

Pemeliharaan

Ulangan

Larva Pupa

I II III IV I II III IV

1 - - - -

2 - - 1 - - - - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

6 1 - - - -

7 - - - -

8 - - - -

9 - - - 1 -

10 - - - -

(51)

Jumlah Entomopatogen M. anisopliae pada Pemeliharaan Imago

E. kamerunicus Faust.

Pemeliharaan

Ulangan (Imago)

I II III IV

1 - - - -

2 - 2 - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - 1 -

6 - - - -

7 - - - -

8 - - - -

9 - - - -

10 - - - -

Gambar

Gambar 2. Larva E. Kamerunicus (40X)
Tabel 1. Rata-rata perkembangan E. kamerunicus
Gambar 5. Ilustrasi Imago famili Tachinidae Sumber : http://www.brisbaneinsects.com/brisbane_tachinids/Tachininae/html.(Diakses tanggal 29 Februari 2008)
Gambar 6. Ilustrasi M. anisopliae http://www.dropdata.net/biopesticides/spore_oil_droplet_s.JPG
+4

Referensi

Dokumen terkait

Popoulasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Curculinidae: Coleoptera) Pada Bunga Jantan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).. Foraging behaviour affects

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan insektisida sistemik terhadap perkembangan serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus Faust

penggunaan insektisida sistemik dalam mengendalikan hama diperkebunan kelapa sawit terhadap perkembangan serangga penyerbuk kelapa sawit E.

Pengamatan jumlah serangga penyerbuk kelapa sawit dilakukan dengan mengamati jumlah SPKS yang keluar dari satu tandan yang telah disungkup.. Pengamatan jumlah kumbang yang keluar

Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan serangga polinator kelapa sawit yang hidup pada bunga jantan dan mengunjungi bunga betina untuk melakukan penyerbukan

Elaedobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Tandan Kelapa Sawit” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program

Serangga yang paling efektif untuk penyerbukan tanaman kelapa sawit adalah Elaeidobius kamerunicus dan E.. Penurunan populasi

Keanekaragaman dan Potensi Musuh Alami dari Kumbang Elaidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) di Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara,