KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT
Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
REH UCINA SITEPU
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT
Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
SKRIPSI
OLEH
REH UCINA SITEPU 020302011
HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT
Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
SKRIPSI
OLEH
REH UCINA SITEPU 020302011
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : KAJIAN MUSUH ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT
Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera : curculionidae) PADA TANAMAN
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
Nama : Reh Ucina Sitepu
NIM : 020302011
Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Program Studi : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ir. Marheni, MP Ketua Anggota
Mengetahui,
Ir. Marheni, MP Ketua Departemen
ABSTRACT
Reh Ucina Sitepu, “Study on The Probabilitas of Natural Enemies on Pollinatory Insect Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) on Oilpalm (Elaeis guineensis Jacq.)”. The research was under supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS and Ir. Marheni, MP. The objective of this research is to know species of natural enemies of pollinatory insect. This research was carried out in Pest Laboratory in Agriculture Faculty, North Sumatera University Medan. This study was done finish at February to May 2007.
ABSTRAK
Reh Ucina Sitepu, ” Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)”. penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS sebagai ketua dan Ir. Marheni, MP sebagai anggota. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui musuh alami serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus Faust. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2007.
RIWAYAT HIDUP
Reh Ucina Sitepu, dilahirkan di Parit Bindu pada tanggal 27 September 1984, anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda Alm.
Bersih Sitepu dan Ibunda Ratna Juita Hutagalung.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah lulus dari Sekolah
Dasar Negeri 3 Kuala tahun 1996, tahun 1999 lulus dari Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Kuala, tahun 2002 lulus dari sekolah
Menengah Umum Negeri 1 Kuala dan tahun 2002 diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur PMP.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan
organisasi Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN). Menjadi
panitia Ceramah Ilmiah “Pengendalian Hayati Sebagai Komponen PHT” di
Fakultas Pertanian USU pada tanggal 10 Februari 2006. Menjadi
Bendahara Umum Komunikasi Muslim (KOMUS) HPT pada tahun 2004 –
2005. Menjadi asisten di Laboratorium Epidemiologi Tanaman pada tahun
2006. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian
Teh dan Kina (PPTK) Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten
Simalungun Pematang Siantar pada bulan Juni – Juli 2006. Melaksanakan
praktek skripsi di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Departemen Ilmu
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat
dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Adapun judul dari penelitian ini adalah “Kajian Musuh Alami
Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat
mengikuti ujian sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS sebagai ketua
dan Ibu Ir. Marheni, MP sebagai anggota yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.
Agr selaku sekretaris di Departemen Ilmu Hama dan penyakit Tumbuhan,
telah mempermudah segala urusan penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini juga.
Ucapan syukur dan terima kasih penulis kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta, abang dan kakak tersayang yang telah banyak memberi
motivasi dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan ini semua.
Ucapan syukur dan terima kasih penulis memiliki sahabat karib
Ucapan terima kasih untuk Pak Darsono, Pak Hadyono, Kak Pinde,
Buk Ida dan Kak Helmi yang telah membantu penulis dan mempermudah
pengurusan administrasi.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Helfrida
Situmeang, Nanda, The Blue Castle ”Baya, Noenah, Ulan dan Jime”.
Setiap hari dukungan selalu ada dari kalian. Teruntuk Maz Ary dan Bang
Mantri yang tidak lupa memberi semangat dan doanya untuk penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
Untuk temen-teman 02 khususnya Tari yang juga saat ini
sama-sama berjuang dengan penulis menyelesaikan gelar sarjana. Dan untuk
semua teman-teman mulai dari stambuk 02 sampai 07 yang tidak bisa
disebutkan satu per satu namanya, penulis ucapkan terima kasih atas
partisipasi dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2008
DAFTAR ISI
Hlm
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesa Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ... 5
Hama Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)... 7
Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)... 7
Ulat Api (Setothosea asigna Van Ecke)... 8
Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit... 9
Thrips hawaiiensis Morg... 9
Elaeidobius kamerunicus Faust... 10
Perilaku dan Peranan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit……….. . 13
Faktor Yang Mempengaruhi Populasi E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)... 15
Famili Tachinidae (Ordo Diptera)………. 17
Jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin... 18
BAHAN DAN METODE ... 21
Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
Bahan dan Alat... 21
Metode Penelitian ... 21
Parasitoid ... 22
Entomopatogen ... 23
Peubah Amatan ... 24
Jenis dan Jumlah Musuh Alami (Parasitoid dan Entomopatogen) ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
Jenis dan Jumlah musuh Alami... 25
Parasitoid... 25
Entomopatogen... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
Kesimpulan ... 29
Saran ... 29
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hlm
1. Jumlah Lalat Tachinidae pada Pemeliharaan Larva dan Pupa E. kamerunicus Faust. ...35
2. Jumlah Entomopatogen M. anisopliae pada
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hlm
1. Telur Elaeidobius Kamerunicus ... 11
2. Larva E. Kamerunicus ... 11
3. Pupa E. Kamerunicus ... 12
4. Imago E. Kamerunicus ... 12
5. Ilustrasi imago famili Tachinidae ... 18
6. Ilustrasi Metarhizium anisopliae ... 20
7. Imago famili Tachinidae ... 25
8. Bentuk dan koloni M. anisopliae ... 27
9. M. Anisopliae ... 27
10. Pemeliharaan Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus Faust. Di Laboratorium Hama FP – USU Medan... 34
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hlm
1. Pemeliharaan Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus di Laboratorium Hama
Fakultas Pertanian USU Medan ... 34
2. Bagian Tubuh Lalat Tachinidae... 35
3. Jumlah Lalat Tachinidae pada Pemeliharaan
Larva dan Pupa E. kamerunicus Faust... 36
4. Jumlah Entomopatogen M. anisopliae pada
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman
perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman
tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal
dari Amerika. Brazil dipercayai sebagai tempat dimana pertama kali
kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke
Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan.
Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah hitam, Hulu
Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911
(Setyamidjaja, 1991).
Kelapa sawit di Indonesia dewasa ini merupakan salah satu
komoditas primadona, luasnya terus berkembang dengan pesat dan tidak
hanya dimonopoli oleh perkebunan besar negara dan swasta. Saat ini
perkebunan kelapa sawit yang telah semula berada seluruhnya di
Sumatera Utara dan D. I. Aceh pada saat ini sudah berkembang di
beberapa propinsi antara lain Sumatera Barat, Lampung, Sumatera
Selatan, Jambi, Bengkulu dan propinsi lainnya. Pada tahun 1995, luas
perkebunan kelapa sawit adalah 2,025 juta ha, dan diperkirakan pada
tahun 2005 luas perkebunan menjadi 2,7 juta ha dengan produksi minyak
sebesar 9,9 ton/tahun (Risza, 1994).
Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah
sejak 3 tahun terakhir peningkatan luas perkebunan kelapa sawit di
sejumlah propinsi mengalami penambahan sekitar 200.000 ha per tahun.
Jelasnya, hanya CPO dan TBS yang saat ini sedang melambung
mempengaruhi penambahan luas areal penanaman kelapa sawit
( Anonim, 2004a).
Tanaman kelapa sawit adalah salah satu jenis tanaman yang
menghasilkan minyak dan lemak nabati yang dibutuhkan manusia.
Tanaman ini termasuk jenis tanaman keras karena umur ekonomisnya
cukup lama ± 25 tahun. Selama periode tersebut, tanaman kelapa sawit
akan menghasilkan tandan buah segar yang dapat diproses menjadi
minyak sawit (Yudantara, 1999).
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, faktor genetik dan faktor teknis-agronomis (Anonim, 1996).
Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tandan
buah segar (TBS) yang menghasilkan minyak dari daging buah dan kernel
(inti sawit). Produk yang dihasilkan berupa mentega, kosmetik, detergen
dan lain-lain (Anonim, 2006a).
Seperti halnya tanaman lain, kelapa sawit juga mempunyai
beberapa jenis hama dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas dari buah kelapa sawit itu sendiri. Beberapa jenis hama yang
menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat api, kumbang badak, ulat
kantong dan lain-lain (Pracaya, 1999),
Lubis dan Sipayung (1987), untuk memperbaiki dan meningkatkan
dilakukan oleh manusia dan serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS)
(Semangun dan Mangoensoekarjo, 2003). Thrips hawaiinensis Morg.
Telah diketahui sebagai serangga penyerbuk utama tanaman kelapa sawit
sebelum periode penyebaran Elaeidobius kamerunicus Faust. Aroma/bau
yang khas dari bunga jantan sangat disukai oleh E. kamerunicus yang
merupakan monopag.
E. kamerunicus diintroduksikan pertama sekali di Malaysia pada
tahun 1981 untuk membuktikan apakah dapat digunakan sebagai
penyerbuk dan dapat meningkatkan tandan buah. Populasi serangga
bervariasi diantara beberapa lokasi dan tahun demi tahun tergantung
pada faktor ekstrinsik dan instrinsik. Imago serangga ini sangat mengenali
tanaman inangnya dengan baik. E. kamerunicus dan T. hawaiinensis
dapat hidup berdampingan dalam satu habitat yakni bunga jantan kelapa
sawit (Anonim, 2006b).
Pengendalian hama pemakan daun ulat api dan ulat kantong dapat
dipakai insektisida kontak atau sistemik yang diaplikasikan pada mahkota
daun dan sering juga menggunakan bioinsektisida. Penggunaan
insektisida yang berlebihan dapat mempengaruhi populasi kedua SPKS
ini, maka perlu dilakukan pelaksanaan Metode Peringatan Dini dan
pengendalian secara biologis (Semangun dan Mangoensoekarjo, 2003).
Setiap mahluk hidup mempunyai musuh alami, begitu juga dengan
E. kamerunicus. Penulis tertarik untuk melihat dan mengetahui jenis
musuh alaminya, karena belum ada hasil penelitian yang menyatakan hal
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui musuh alami serangga penyerbuk kelapa sawit
E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) pada tanaman kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Hipotesa Penelitian
Terdapat musuh alami dari serangga penyerbuk kelapa sawit
E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) pada tanaman kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang berasal dari
Afrika, termasuk golongan Palmae. Dikembangkan di Indonesia
(Sumatera Utara) sebagai tanaman komersil mulai tahun 1914
(Ferdinandus, 1998).
Kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur sekitar 2 tahun.
Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu
tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing
terangkai dalam suatu tandan (Anonim, 1996) tetapi masa masak
(anthesis) dari kedua jenis bunga tersebut sangat jarang atau tidak pernah
bersamaan. Oleh karena itu, untuk proses penyerbukan memerlukan
bantuan baik oleh manusia atau serangga penyerbuk (Lubis, dkk., 1983).
Tingkat perkembangan bunga betina dapat diketahui dari
perbedaan warnanya. Pada hari pertama sesudah bunga mekar akan
berwarna putih, sedangkan pada hari kedua berubah menjadi kuning
gading. Pada hari ketiga warna bunga berubah menjadi agak kemerahan
(jingga) dan akhirnya pada hari keempat menjadi merah kehitaman. Saat
penyerbukan yang terbaik yaitu pada hari pertama sampai hari ketiga
sesudah bunga mekar (Risza, 1994). Masa reseptif (masa subur) bunga
betina adalah 36-48 jam, sedangkan saat yang tepat untuk melakukan
penyerbukan yaitu pada hari kedua dengan rata-rata 82% bunga telah
Demikan juga halnya dengan bunga jantan, mengalami tingkat
perkembangan mulai dari terbukanya kelopak bunga sampai siap
melakukan perkawinan. Pada hari pertama setelah kelopak terbuka,
tepung sari keluar dari bagian ujung tandan bunga, pada hari kedua di
bagian tengah, sedangkan pada hari ketiga di bagian bawah tandan. Pada
hari ketiga keluarnya tepung sari, bunga jantan juga akan mengeluarkan
bau yang spesifik. Hal ini menandakan bunga jantan sedang aktif dan
tepung sari dapat dipergunakan atau dapat diambil untuk penyerbukan
buatan (Setyamidjaja, 1991).
Buah kelapa sawit ialah jenis drup dan terdiri dari luar (eksokarp)
atau kulit tipis, tengah (mesokarp) dan dalam (endokarp) atau tempurung
dan isirong. Minyak kelapa sawit ditemukan pada bagian mesokarp dan
isirong. Varietas kelapa sawit yang dianjurkan adalah Tenera, Dura dan
Pesifera. Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan
umurnya. Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian
berubah menjadi hijau hitam (Yudantara, 1999).
Sifat fisik tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kelapa
sawit adalah solum yang dalam, tekstur lempung atau lempung berpasir,
gembur dan agak teguh (Anonim, 1996).
Secara alami, kelapa sawit tumbuh di tanah berawa dan di tempat
sangat basah. Di dalam hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh
karena terlalu lembab dan tidak mendapat sinar matahari karena
ternaungi kanopi tumbuhan yang lebih tinggi. Benih kelapa sawit
diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi (40o C selama 80 hari) untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah.
Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan
temperatur 350 C (Anonim, 2006a).
Hama Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)
Kumbang tanduk O. rhinoceros termasuk kedalam ordo Coleoptera
dengan famili Dynastidae. Imago betina menghasilkan telur 30-70 butir
dan menetas setelah ± 12 hari, telur berwarna putih (Vandaveer, 2004).
Larva kumbang tanduk terdiri 3 instar, kepala dan kaki berwarna coklat.
Masa pra pupa ini berlangsung selama ± 6 hari. Periode pupa biasanya ±
2 -4 minggu, memiliki warna putih kekuningan dengan panjang 5-9 cm.
Kumbang tanduk berwarna coklat tua mengkilat bertahan hidup 2 sampai
7 bulan (Mohan, 2006).
Kumbang mulai berterbangan waktu senja atau malam hari menuju
mahkota daun dan ujung batang kemudian mengebor sampai ke titik
tumbuh. Kumbang menghisap cairan yang keluar dari luka bekas
gigitannya. Luka-luka bekas gerekan dari kumbang tanduk ini sering
mengundang hama lain, diantaranya adalah kumbang moncong
(Rhynchophorus ferrugineus) dan penyakit busuk pucuk yang disebabkan
Secara umum pengendalian dilakukan dengan mengutip kumbang dewasa pada tanaman terserang, pengumpulan larva, penggunaan
insektisida dan perangkap feromon sintetik (DE chenon, et al., 1997). Pengendalian kumbang tanduk dengan insektisida sistemik granul
mempunyai kelemahan antara lain mahal dan mencemari lingkungan (Susanto, dkk., 2005).
Pemanfaatan bioinsektisida sebagai agens hayati pada
pengendalian hama merupakan salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT). Kumbang tanduk efektif dikendalikan dengan
menggunakan cendawan Metarhizium anisopliae (Prayogo, dkk., 2005). Sudharto and Susanto (2002) berhasil melakukan penelitian aplikasi cendawan M. anisopliae terhadap larva kumbang tanduk pada
mulsa tandan kosong. Dengan keberhasilan pengendalian pada mulsa
tandan kosong kelapa sawit, dapat juga dilakukan aplikasi jamur
M. anisopliae pada sistem lubang tanam besar karena lingkungan yang lebih teduh sehingga penetrasi ke dalam tandan kosong kelapa sawit relatif mudah.
Ulat Api (Setothosea asigna Van Ecke)
Hama ini termasuk ke dalam ordo Lepidoptera dengan famili
Limacodidae, dengan metamorfosis sempurna. Telur yang dihasilkan
imago betina ± 300-400 butir selama hidupnya. Larva mengalami
pergantian kulit antara 7- 8 kali. Pupa berwarna coklat dan sering terdapat
malam hari. Perkembangan hama ulat api mulai dari telur hingga menjadi
ngengat berkisar 93-98 hari ( Buana dan Siahaan, 2003).
Serangan ulat ini biasanya dimulai dari pelepah daun yang terletak
distrata tengah dari tajuk kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih
muda. Pada serangan berat, semua helaian daun dimakan oleh ulat api
dan hanya tinggal pelepah dan lidinya (Buana dan Siahaan, 2003).
Dari penelitian Sembiring (2006), yaitu penggunaan insektisida
biologis bakteri Bacillus thuringensis cukup efektif untuk mengendalikan
hama ulat api tetapi memiliki dampak negatif terhadap E. kamerunicus.
Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Thrips hawaiiensis Morg.
Thrips merupakan serangga berguna yang berperan sebagai
penyerbuk. Serangga ini berasal dari ordo Thysanoptera dengan famili
Thripidae (Anonim, 2003).
Dari hasil penelitian yang dilakukan Syed di Semenanjung Malaysia
terbukti bahwa serangga ini adalah perantara penyerbukan tanaman
kelapa sawit. Di Sumatera ditemukan serangga sejenis yang juga
berfungsi sebagai serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS). Kerapatan
populasinya cukup tinggi dan bervariasi dari satu tempat ke tempat
lainnya (Hutauruk, dkk., 1982).
Hasil pengamatan yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa
umur tanaman kelapa sawit, keadaan curah hujan dan kelembaban tanah
Kerapatan thrips pada bunga kelalpa sawit juga sangat berbeda, yaitu
sangat dipengaruhi oleh tingkat atau stadia mekarnya bunga dan
kematangannya untuk pembuahan (Hutauruk, dkk., 1982).
Elaeidobius kamerunicus Faust.
Adapun klasifikasi dari serangga penyerbuk kelapa sawit ini adalah
sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Genus : Elaeidobius
Spesies : Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed, 1979).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit adalah
satu-satunya tanaman inang bagi E. kamerunicus, dimana serangga ini
dapat bertelur dan berkembang biak dengan baik (Hutauruk, dkk., 1982).
Imago E. kamerunicus bertelur setelah berumur 2 – 3 hari
sebanyak 1 – 11 butir per hari yang diletakkan di dalam yang dibuat pada
sisi luar tangkai kantong sari bunga kelapa sawit yang sedang mekar.
Telur berwarna kuning jeruk, bentuknya lonjong, panjang ± 0,65 mm dan
a Gambar 1. Telur E. Kamerunicus (40X)
a. Telur
Larva E. kamerunicus berwarna putih kekuningan dengan kepala
yang berwarna kecoklatan, panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 – 2 mm.
Larva terdiri atas 3 instar, instar pertama makan pada jaringan
terluar tempat peletakkan telur. Setelah mengganti kulit, instar dua
bergerak ke dasar bunga yang jaringan lebih lembut, larva instar 3
melanjutkan makan pada dasar tabung anter sampai pada bagian atas.
Larva instar 3 kemudian memotong lubang melalui dasar dekat bunga dan
mengkonsumsi 5 – 6 bunga (Syed, 1982).
Lubis, dkk (1983), selama perkembangannya larva E. kamerunicus
memakan tangkai dan kantong tepung sari bunga yang sudah lewat
mekar dan mulai membusuk.
Gambar 2. Larva E. Kamerunicus (40X)
Pupa berada pada bunga yang mulai membusuk. Sebelum
bunga untuk mempersiapkan diri sebelum menjadi pupa, larva instar ke 3
akan menjadi tidak aktif kira-kira 1 hari sebelum pupasi (Syed, 1982).
Gambar 3. Pupa E. Kamerunicus (40X)
Pupa juga berwarna putih kekuningan dengan bagian-bagian tubuh
yang sudah jelas bentuknya seperti : alat mulut, mata, bakal sayap dan
tungkai (Lubis, dkk., 1983), dengan ukuran tubuh yang sama juga yaitu
panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 – 2 mm.
Siklus hidup untuk E. kamerunicus betina mulai dari telur hingga
dewasa adalah 8 - 21 hari, sedangkan E. kamerunicus jantan adalah 9 -
24 hari (Lubis, dkk., 1983). Imago serangga ini berwarna cokelat
kehitaman mempunyai panjang 4 mm dan lebar 1,5 mm. Pada imago
jantan terdapat gerigi-gerigi, sedangkan pada imago betina dengan
ukuran moncong yang lebih panjang.
Rata-rata perkembangan E. kamerunicus pada spikelet kelapa
sawit (temperatur maksimum 31,90 C dan minimum 25,40 C) dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Rata-rata perkembangan E. kamerunicus
Spesies Tahap Kisaran rata-rata Perkembangan (hari)
E. kamerunicus Telur 1 – 2
Larva I 1 – 2
Larva II 1 – 2 Larva III 5 – 9
Pupa 2 – 6
Jantan 10–14 Betina 9 – 14
Sumber: Anonim, 1982.
Perilaku dan Peranan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
T. hawaiiensis telah diketahui sebagai serangga penyerbuk utama tanaman kelapa sawit sebelum periode penyebaran E. kamerunicus.
Kedua SPKS ini mempunyai persaingan dalam ruang (tempat) dan bukan
dalam hal makanan (Lubis dan Sipayung, 1987).
Susunan buah di Afrika dimana Elaedobius berperan sebagai
perantara persarian adalah lebih baik dibandingkan terhadap keadaan di
Malaysia dan di Indonensia. Sebaliknya, berdasarkan keterangan yang
ada persyaratan tumbuh dan kualitas bahan tanaman di Afrika tidaklah
sebaik dengan keadaan di Malaysia dan Indonesia. Secara garis besarnya
hal ini terjadi karena perbedaan tingkat kesempurnaan persarian secara
alamiah (Hutauruk dkk., 1982).
Sebagai perantara penyerbukan, E. kamerunicus jauh lebih aktif
beradaptasi pada musim basah dan musim kering serta memiliki
kemampuan yang jauh lebih besar untuk memindahkan tepung sari,
mencari dan mengenali bunga betina. E. kamerunicus benar-benar
spesifik bagi tanaman kelapa sawit, karena itu serangga ini dianggap
sebagai serangga penyerbuk yang paling sesuai untuk tanaman kelapa
sawit di Malaysia dan Asia Tenggara lainnya (Hutauruk, dkk., 1982).
Serangga paling aktif antara jam 09.00 sampai jam 11.00 pagi.
Mekanisme penyebaran tepung sari oleh serangga dari satu bunga ke
bunga yang lain yaitu : Bunga jantan dan bunga betina yang mekar
mengeluarkan bau spesifik dan disukai oleh serangga. Tetapi bunga
jantan memiliki periode yang lebih lama ± 5 hari, sedangkan bunga betina
hanya bertahan beberapa jam saja. Serangga-serangga akan hinggap
pada bagian bunga untuk melekatkan tepung sari ke seluruh permukaan
tubuhnya. Kemudian serangga tersebut terbang dan hinggap pada bunga
lain yang sedang mekar (Lubis, dkk., 1983).
Ketetapan waktu penyebaran tepung sari sangat penting karena
periode bunga betina untuk pembuahan sangat singkat. Apabila periode
mekar sudah lewat, bunga akan layu dan serangga juga pergi (serangga
betina selesai bertelur). Sehari kemudian larva memakan tangkai dan
kantong tepung sari yang mulai membusuk kemudian rusak dan gugur.
Gejala ini normal sebagai bukti kehadiran E. kamerunicus dan tidak perlu
Faktor Yang Mempengaruhi Populasi
E. kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae)
Selain pelepasan SPKS ini, pada pengendalian hama perlu
penyesuaian terutama yang menyangkut penggunaan insektisida dan
bioinsektisida. Pemakaian insektisida dan bioinsektisida yang tidak
hati-hati akan dapat menurunkan populasi SPKS ini sehingga dapat
mengganggu terlaksananya penyerbukan (Lubis, dkk., 1983).
Di lapangan banyak ditemukan penggunaan bioinsektisida untuk
mengendalikan hama-hama pada pertanaman kelapa sawit. Beberapa
jenis bioinsektisida yang sudah diketahui efektif mengendalikan hama
adalah Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Nomuraea rileyi,
Paecilomyces fumosoroseus, Aspergillus parasiticus, dan Verticillium lecanii (Prayogo, 2006).
Dengan mengetahui hama yang menyerang tanaman, secara tidak
langsung dapat diketahui pula jenis bioinsektisida yang sesuai untuk
tindakan pengendalian, karena setiap jenis bioinsektisida mempunyai
inang yang spesifik. Bioinsektisida M. anisopliae dapat menginfeksi
beberapa jenis serangga dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera,
Hemiptera, dan Isoptera (Prayogo, 2006).
Dari hasil analisa Syed dan saleh (1987), isi lambung sebelum
periode E. kamerunicus dijumpai banyak sisa-sisa serangga antara lain
yang dominan adalah cocopet, siput dan semut rangrang. Setelah periode
SPKS, larva dan pupa E. kamerunicus menduduki tempat kedua terbesar
semua tandan bunga jantan yang telah melewati masa athesis (larva dan
pupa E. kamerunicus banyak dijumpai) tidak terlepas oleh dari cakaran
tikus. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengendalian tikus ini sangat
perlu untuk mempertahankan tingkat kepadatan populasi SPKS yang
optimal.
Parasitoid adalah serangga yang memarasit atau hidup dan
berkembang pada serangga lain (inang). Yang berfungsi sebagai inang
parasitoid adalah fase pra dewasa (larva) sedangkan fase dewasanya
hidup bebas (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007).
Dua spesies nematoda ditemukan berasosiasi dengan larva, pupa
dan imago E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit. Nematoda
baru, Elaeolenchus parthenonema dijabarkan sebagai nematoda parasit
yang termasuk ke dalam superfamili Sphaerularioidea yang ditemukan
sebagai parasit internal E. kamerunicus. Sedangkan spesies yang kedua
hanya berasosiasi dengan imago E. kamerunicus. Ini diidentifikasi sebagai
spesies yang tidak bisa dijelaskan berasal dari famili Cylindrocorporidae
(Poinar, et al., 2002).
Ditemukan juga dua jenis bakteri, Serratia marcescens dan
Enterobacter cloacae yang menginfeksi larva dan pupa. Tingkat infeksi
yang diperoleh dari lapangan berkisar antara 11–17% (Ali,et al., 2006).
Begitu juga dengan famili tachinidae memarasit larva dan pupa
yang sebagian besar berasal dari ordo Lepidoptera, Coleoptera dan
Famili Tachinidae (Ordo Diptera)
Beberapa lalat tachinid mengenali spesies inangya dengan spesifik.
Beberapa lalat tachinid yang lain akan memanfaatkan 2 atau 3 ordo
serangga sebagai inang. Banyak lalat tachinid sebagai parasit hama
penting pada tanaman hortikultura dan perkebunan. Sebagian dari mereka
digunakan sebagai parasitoid pada program pengendalian hayati.
Sebagian kecil dari mereka juga berhasil digunakan sebagai agens hayati.
Bagaimanapun, beberapa lalat tachinid tidak selalu digunakan sebagai
pengendalian hayati (Anonim, 2007c).
Secara umum lalat tachinid memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil.
Larva lalat tachinid berukuran 10-12 mm, berwarna putih krem, beberapa
jam kemudian larva berubah menjadi pupa yang berwarna coklat tua
hingga kehitaman. Setelah itu, kurang dari satu minggu pupa berubah
menjadi imago dengan warna abu-abu kehitaman, mata berwarna merah
dan seluruh tubuh imago terdapat bulu-bulu atau rambut-rambut halus
(Anonim, 2007b).
Lalat tachinid mempunyai berbagai cara/metode untuk menginfeksi
inangnya, adalah sebagai berikut :
1. Beberapa spesies lalat tachinid langsung meletakkan telur diatas
tubuh inangnya.
2. Beberapa spesies lalt tachinid memasukkan telur diatas makanan
3. Beberapa spesies lalat tachinid meletakkan telur pada tubuh
inangnya. Ketika larva tersebut bergerak ke bawah untuk
mendapatkan tubuh ianganya yang lembut.
4. Beberapa spesies lalat tachinid menyerang kutu busuk dan
kumbang dewasa dengan ovipositor untuk memasukkan
telur-telurnya ke dalam tubuh inangnya.
5. Beberapa spesies lalat tachinidae, sebagai ganti meletakkan telur,
mereka mereka meletakkan larva dan memanfaatkan inangya
[image:32.595.120.446.307.462.2](Anonim, 2007c).
Gambar 5. Ilustrasi Imago famili Tachinidae
Sumber : http://www.brisbaneinsects.com/brisbane_tachinids/Tachininae/html. (Diakses tanggal 29 Februari 2008)
Jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin
Dalam taksonomi M. anisopliae termasuk dalam kelas Moniliales.
Jamur M. anisopliae ini pertama kali ditemukan oleh Metschikoff pada
tahun 1879, yang bersifat parasitik terhadap serangga termasuk kumbang
kelapa (Jumar, 2000).
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih kemudian
berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur. Koloni dapat
jagung dan beras. Miselium berdiameter 1,98 – 2,97 µm, konidia bersusun
tegak, berlapis dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, bersel satu
berwarna hialin, bentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm dan konidia
berwarna hijau (Prayogo, dkk., 2005).
Menurut Anonim (2004b), jamur ini memiliki spectrum yang sangat
luas dan dapat menginfeksi lebih dari 100 spesies dari beberapa ordo
serangga seperti Scapteriscus sp, semu api, Salenopsis invicta, larva
kumbang seperti Cetina nitida, O. rhinoceros dan Phyllophaga sp.
Keberadaan jamur M. anisopliae ini dapat hidup sebagai saprofit di
dalam tanah dan sisa-sisa tanaman. Proses pertumbuhan optimal jamur
ini terjadi pada suhu 27-280 C dan akan menurun pada suhu yang rendah yang menyebabkan kondisi temperatur menjadi factor utama dalam
efektivitas kerja jamur ini. Pada temperatur diatas 350 C akan menghalangi pertumbuhan dan perkembangan jamur. Konidia jamur ini
mempunyai titik kematian pada suhu panas sekitar 400 C selama 15 menit (Anonim, 2004b).
Konidia jamur akan membentuk kecambah pada kelembaban
diatas 90% dan akan berkecambah dengan baik dan patogenitasnya
meningkat bila kelembaban udara sangat tinggi hingga 100%, sedangkan
menurun bila kelembaban udara dibawah 80% (Prayogo, dkk., 2005).
Ferron (1985) menggolongkan empat tahapan etiologi penyakit
serangga yang disebabkan oleh jamur. Tahap pertama adalah inokulasi,
yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh serangga. Tahap kedua
integument serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Dalam
melakkukan penetrasi jamur membentuk tabung kecambah. Sedangkan
pada tahap keempat destruksi dengan pembentukan blastospora yang
beredar dalam hemolimf.
Jamur membentuk waktu yang lebih lama di lapangan.
Keberhasilan infeksi jamur antara lain ditentukan oleh kepadatan konidia
yang kontak dengan tubuh inang dan juga keadaan cuaca yang sesuai.
Semakin banyak konidia yang menempel pada tubuh inang sasaran akan
semakin cepat mematikan inang sasaran terssebut (Ferron, 1985).
Kemampuan larva yang dilumuri dengan spora jamur M. anisopliae
untuk menyebarkan jamur tersebut pada larva yang sehat. Dalam
menularkan jamur tersebut ke larva O. rhinoceros di insektarium
menunjukkan bahwa ada indikasi larva berjamur menularkan
M. anisopliae (Anonim, 2004b). Kumbang O. rhinoceros berperan dalam
menyebarkan jamur M. anisopliae, hal ini disebabkan kumbang ini sangat
aktif berpindah tempat. Kumbang meletakkan telur di derah terinokulasi M.
anisopliae kemudian berpindah dan meletakkan telur ke tempat yang tidak
[image:34.595.236.425.580.691.2]terdapat jamur M. anisopliae (Susanto, dkk., 2005).
Gambar 6. Ilustrasi M. anisopliae
Sumber :
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian
tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari
sampai Mei 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva, pupa dan
imago dari E. kamerunicus, bunga jantan (spikelet), PDA, alkohol 96%,
klorox 0.1%, aquadest steril, kertas tissue, kapas steril, aluminium foil,
shears mounting, methyl blue atau lactofenol dan umur tanaman yang
digunakan sebagai tempat pengambilan sampel berkisar ± 5 tahun.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, kain
kassa, karet gelang, label nama, cawan petri, jarum inokulasi, gelas ukur,
beaker glass, objek glass, deck glass, api bunsen, autoklaf, oven,
inkubator, kompor, mikroskop dan alat tulis lainnya.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yaitu
dengan melakukan pemeliharaan larva, pupa dan imago E. kamerunicus
di Laboratorium. Pemeliharaan ini dilakukan secara berulang hingga
Prosedur Pengambilan Sampel untuk Pemeliharaan
Parasitoid
Pemeliharaan Larva
Disediakan stoples sebanyak 4 buah. Diambil larva dari lapangan
dan dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 10 ekor/stoples. Diberi
makanan bunga jantan (spikelet yang masih segar) lalu ditutup dengan
kain kassa menggunakan karet gelang. Di bagian luar stoples ditempelkan
label nama.
Pemeliharaan Pupa
Disediakan stoples sebanyak 4 buah. Diambil pupa dari lapangan
dan dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 10 ekor/stoples. Diberi bunga
jantan (spikelet yang masih segar)yang berfungsi sebagai tempat
berlindung lalu ditutup dengan kain kassa menggunakan karet gelang.
Dibagian luar stoples ditempelkan label nama.
Identifikasi Parasitoid
Berdasarkan dari hasil pemeliharaan, dapat dilakukan identifikasi
pada stadia larva dan pupa untuk melihat dan mengetahui jenis parasitoid
yang ada pada stadia larva dan pupa dari E. kamerunicus. Parasitoid
imago yang keluar dari tubuh E. kamerunicus yang telah mati di
identifikasi dengan menggunakan buku pedoman The Pest of Crop in
Indonesia oleh Kalshoven (1980),diamati di bawah mikroskop dengan
Entomopatogen
Pemeliharaan Imago
Disediakan stoples sebanyak 4 buah. Diambil imago dari lapangan
dan dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 10 ekor/stoples. Diberi
makanan bunga jantan (spikelet yang masih segar) lalu ditutup dengan
kain kassa menggunakan karet gelang. Dibagian luar stoples ditempelkan
label nama.
Pembuatan PDA
Kentang dikupas dan dicuci bersih lalu ditimbang sebanyak 250 g,
lalu kentang tersebut dipotong dadu kecil. Kemudian kentang dimasak
dengan aqudest steril 500 ml pada api kecil selama 30 menit. Kemudian
disaring ekstraknya dengan kain muslin sampai volume 500 ml. Pada
waktu yang bersamaan, aquadest steril dididihkan sebanyak 500 ml
bersama dengan agar sebanyak 20 g, lalu ditambahkan lagi kedalamnya
dextrose 20 g. Setelah itu ekstrak kentang dan agar dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 1 liter, lalu ditambahkan kedalamnya sedikit streptomycin
sebagai antibiotik, setelah itu erlenmeyer ditutup dengan kapas steril lalu
ditutup kembali dengan aluminium foil, lalu dimasukkan ke dalam autoklaf
untuk disterilkan selama 15 menit dengan suhu 121-124 0C pada tekanan 1,25 atm. Setelah di autoklaf, PDA dibiarkan dahulu dalam udara terbuka
Isolasi Serangga
Diambil imago yang telah mati dari dalam stoples dengan ciri-ciri di
permukaan tubuh imago terdapat miselium jamur. Kemudian disterilkan
permukaan tubuh iamgo dengan menggunakan klorox 0.1%. Setelah itu
dibiakkan dalam media PDA dan dibiarkan sampai tumbuh miselium
jamurnya.
Identifikasi Jamur
Inokulum jamur yang tumbuh pada media biakan, diisolasi dan
diletakkan diatas objek glass yang telah steril lalu ditutup dengan selotif
kemudian diamati di bawah mikroskop. Untuk identifikasi patogen dapat
menggunakan buku acuan identifikasi jamur seperti buku Illustrated
Genera of Fungi oleh Barnett (1960).
Peubah Amatan
Jenis dan Jumlah Musuh Alami (Parasitoid dan Entomopatogen)
Dengan cara dipelihara di dalam stoples yang dilakukan di
Laboratorium hama dan diamati. Dilakukan pengamatan terhadap
serangga untuk mengetahui jenis dan jumlah musuh alami (parasitoid dan
entomopatogen) dari E. kamerunicus. Penghitungan jenis dan musuh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis dan Jumlah Musuh Alami
Parasitoid
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan parasitoid yang terdapat
pada larva dan pupa E. kamerunicus adalah serangga yang berasal dari
ordo diptera dengan famili tachinidae.
Parasitoid yang ditemukan berupa imago, parasitoid ini lebih sering
disebut dengan lalat tachinid. Lalat tachinid yang ditemukan memiliki
ciri-ciri antara lain sepasang sayap, ukuran tubuh yang relatif kecil, diseluruh
permukaan tubuh imago ditumbuhi bulu-bulu berwarna hitam, pada bagian
caput berwarna kecoklatan, bagian mata berwarna merah, permukaan
tubuh berwarna kehitaman dan disisi kiri tubuh ada bercak berwarna
coklat muda. Hal ini sesuai dengan Anonim (2007c) yang menyatakan
bahwa Larva lalat tachinid berukuran 10-12, adanya rambut halus di
permukaan tubuh dan mata berwarna merah.
Daur hidup lalat tachinid relatif singkat, dari mulai meletakkan telur
hingga menjadi imago hanya membutuhkan ± satu minggu. Tetapi hal ini
juga harus sesuai dengan lingkungan atau habitatnya.
Dari pemeliharaan yang dilakukan di Laboratorium, ditemukan
jumlah larva E. kamerunicus yang terparasit sebanyak 2 ekor, sedangkan
jumlah pupa E. kamerunicus yang terparasit sebanyak 1 ekor (Data
lampiran 3). Adapun populasi parasitoid famili tachinidae yang ditemukan
pada larva E. kamerunicus yaitu sekitar 0,5% (dari 400 ekor larva terdapat
2 ekor parasitoid). Sedangkan populasi parasitoid famili tachinidae yang
ditemukan pada pupa E. kamerunicus yaitu sekitar 0,25% (dari 400 ekor
pupa terdapat 1 ekor parasitoid).
Entomopatogen
Dari pemeliharaan imago yang dilakukan, ditemukan
entomopatogen pada imago E. kamerunicus. Spesies jamur yang menjadi
entomopatogen pada imago E. kamerunicus adalah jamur Metarrhizium
anisopliae. Adanya M. anisopliae pada imago E. kamerunicus dapat
ditandai dengan adanya miselium-miselium berwarna putih pada
permukaan tubuh imago E. kamerunicus, yang kemudian menempel dan
tumbuh pada integumen imago tersebut. dengan terus bertambahnya
miselium pada tubuh imago maka akan terjadi penetrasi yang
menyebabkan jamur semaikn mudah berkembang dan menyebar. Ini
serangga yang disebabkan oleh jamur, yaitu inokulasi, penenmpelan,
penetrasi dan destruksi.
E. kamerunicus yang ditumbuhi miselium-miselium berwarna putih dibiakkan pada media PDA yang telah dipersiapkan. Dua hari kemudian
media ditumbuhi koloni-koloni miselium berwarna putih yang akan
berubah warna menjadi hijau hingga hijau gelap. Dalam waktu lebih
kurang dari satu minggu media akan penuh ditumbuhi oleh
miselium-miselium berwarna hijau gelap. Diambil sebagian kecil miselium-miselium-miselium-miselium
[image:41.595.153.445.315.466.2]tersebut untuk diamati di bawah miksoskop.
Gambar 8. Bentuk dan koloni M. anisopliae
Dari pengamatan yang dilakukan, M. anisopliae memiliki konidofor
yang panjang dan bersekat, konidia yang berbentuk silinder, tegak dan
hialin. Ini dapat juga dilihat pada gambar di bawah ini :
a b
Dari pemeliharaan imago yang dilakukan, diperoleh jumlah imago
yang ditumbuhi entomopatogen M. anisopliae sebanyak 3 ekor. Adapun
populasi entomopatogen M. anisopliae pada imago E. kamerunicus yaitu
sekitar 0,75% (dari 400 ekor imago terdapat 3 ekor imago yang ditumbuhi
entomopatogen).
Entomopatogen yang ditemukan kemungkinan besar terbawa dari
lapangan. Adanya pengendalian yang menggunakan biokinsektisida di
lapangan dapat mempengaruhi keberadaan E. kamerunicus itu sendiri di
pertanaman kelapa sawit. Seperti halnya pengendalian O. rhynoceros
yang menggunakan M. anisopliae . Hal ini sangat memungkinkan dapat
menginfeksi E. kamerunicus secara langsung maupun tidak langsung. Ini
juga dikatakan oleh Susanto, dkk (2005) yang menyatakan O. rhinoceros
berperan dalam menyebarkan jamur M. anisopliae, hal ini disebabkan
kumbang ini sangat aktif berpindah tempat. Kumbang meletakkan telur di
derah terinokulasi M. anisopliae kemudian berpindah dan meletakkan telur
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis parasitoid yang ditemukan pada pemeliharaan larva dan pupa
E. kamerunicus berasal dari ordo diptera dengan famili tachinidae.
2. M. anisopliae m]erupakan entomopatogen yang terdapat pada imago
E. kamerunicus.
3. Populasi parasitoid famili tachinidae yang ditemukan pada
pemeliharaan larva E. kamerunicus yaitu sebanyak 2 ekor.
Sedangkan pada pupa ditemukan 1 ekor.
4. Populasi entomopatogen M. anisopliae yang terdapat pada imago
E. kamerunicus yaitu 3 ekor imago.
Saran
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan pada musim hujan
(pengambilan sampel) untuk membuktikan bahwa benar M. anisopliae
DAFTAR PUSTAKA
Ali, J. H., N. H. Lajis and M. Y. Husein, 2006. Biological and Chemical Factors Associated with the Successful Introduction of Elaeidobius kamerunicus Faust, the Oilpalm Pollinator in Malaysia. Available at
Anonim, 1982. Rata-rata Perkembangan E. kamerunicus dalam Syed R. A.,1982. Insect Pollination of Oil Palm: Feasibility of
Introducing Elaeidobius spp. into Malaysia. Commonwealth Institute of Biological Control, Marihat Research Station, Sumatera Utara.
______, 1996. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 61.
______, 2003. Arthropods of Hawaii. Available at :
(Diakses tanggal 20 Maret 2007).
______, 2004a. Sumut Kehabisan Bibit Kelapa Sawit. Harian Ekonomi Medan Bisnis. Balai Penelitian Tanaman Perkebunan Sumatera Utara, Medan. (Diakses tanggal 08 Mei 2004). Hlm. 1.
______, 2004b. Insektisida Biologis yang Ramah Lingkungan. Available
a
______, 2006a. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Available at : http://www.warintek.progressio.or.id/-by rans. (Diakses tanggal 30 Januari 2006).
______, 2006b. Biological and Chemical Factors Associated with The Succesfull Introduction of Elaeidobius Kamerunicus Faust. The Oil
Palm Pollinator in Malaysia. Available at : http:// ww.actahort.org/html. (Diakses tanggal 30 Januari 2006).
______, 2007a. Family Tachinidae. Insect of Cedar Creek. Available at :
Diakses tanggal 09 Juni 2007).
______, 2007b. Family Tachinidae. Available at :
(Diakses
_______, 2007c. Available at :
. (Diakses tanggal 29 Februari 2008).
______, 2007d. Available at :
(Diakses tanggal 09 Juli 2007).
Barnett, H. I., 1960. Illustrated Genera of Fungi. Second Edition. Burgess Publishing Company, Minneapolish.
Buana dan Siahaan, 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 21. Hlm. 56-77.
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007. Mengenal Dan Memanfaatkan Agens Hayati. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Jakarta.
De chenon, R. D., C. U. Ginting and Sipayung, 1997. Integrated Control Method of O. rhinoceros in Oilpalm Plantations with the Use of Pheromones. Proceding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. P. 1-25.
Ferron, P., 1985. Fundamental of Plan Pathology. John Willey and Sons Published, New York. P. 54.
Ferdinandus, F. F., 1998. Tinjauan Industri Kelapa Sawit. Kantor Pemasaran Bersama P.T. Perkebunan I – IX, Medan.
Hutauruk, C. H., Sipayung, A. dan P. S. Soedarto, 1982. Elaeidobius kamerunicus F. Hasil Uji Kekhususan Inang dan Peranannya Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit. dalam Buletin Pusat Penelitian Marihat 1982 vol. 3 No. 2. Pusat Penelitian Marihat, Sumatera Utara.
Jumar, 2000. Entomolgy Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta. Hlm. 190-191.
Kalshoven, L. G. E., 1980. Pest of Crops In Indonesia. P. A. Van Der Laan. P. T. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. Hlm. 560.
Lubis, A. U. dkk., 1983. Budi Daya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Pusat Penelitian Marihat, Pematang Siantar, Medan. Hlm. 263-266.
Mohan, C., 2006. Oryctes rhinoceros. Available at :
tanggal 29 Maret 2006).
Poinar, G. O., T. A. Jackson, N. L. Bell, and M. B. A. Wahid, 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g. n. sp. (Nematoda : Sphaerularioidea : Anandranematidae n. fam.) Parasitic in the Oilpalm Pollinating Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a Phylogenetic of the Sphaerularioidea Lubbock. Kluwer Academic Publishers, Netherlands. P. 219-225.
Pracaya, 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 102-417.
Prayogo, Y. Wedanimbi T. dan Marwoto, 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat
Grayak Spodoptera litura pada Kedelai. Available at http:/www.pustaka_deptan.co.id/.
(Diakses tanggal 30 Desember 2005).
__________, 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian,
Malang. Available at
(Diakses tanggal 05 Desember 2007).
Semangun, H., dan S. Mangoensoekarjo, 2003. Manajemen Agrobisnis
Kelapa sawit. Gadjah Mada University-Press, Yogyakarta. Hlm. 263-269.
Sembiring, E. R., 2006. Uji Efektifitas Beberapa Insektisida Terhadap Ulat Api (Setothosea asigna Van Ecke) dan Pengaruhnya Pada Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. di Laboratorium. FP-USU, Medan. Hlm. 31.
Setyamidjaja, D., 1991. Budidaya Pertanian Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 35.
Susanto, A., A . P. Dongoran, A. Yanti, F. Lubis, dan A. E. Prasetyo, 2005. Pengurangan Populasi Larva O. rhinoceros pada Sistem Lubang tanam Besar. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 13(1), PPKS-Marihat. Hlm. 1-9.
Syed, R. A., 1979. Insect Pollination of Oilpalm, Feasibility of Introducing Elaeidobius spp into Malaysia. In E. Pusparajah and New Poh Soon (eds). The oilpalm in Agriculture in Eighties, ISP. P. 263-289.
____, R. A., 1982. Insect Pollination of Oil Palm: Feasibility of Introducing Elaeidobius spp. into Malaysia. Commonwealth Institute of Biological Control, Marihat Research Station, Sumatera Utara.
____, dan Saleh, 1987. Fluktuasi Populasi dalam Lubis, U., dan A. Sipayung, 1987. Dampak Pelepasn Elaeidobius kamerunicus Faust. di Indonesia dan Malaysia. Dipublikasikan dalam Buletin PPM volume & No. 2.
Vandaveer, C., 2004. What is Lethal-Male Delivery system. Available at :
(Diakses tanggal 13 Februari 2006).
Lampiran 1.
Pemeliharaan Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus di
[image:48.595.114.513.182.481.2]Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
Lampiran 2.
[image:49.595.114.501.163.640.2]Bagian Tubuh Lalat Tachinidae
Lampiran 3.
Jumlah Lalat Tachinidae pada Pemeliharaan Larva dan Pupa
E. kamerunicus Faust.
Pemeliharaan
Ulangan
Larva Pupa
I II III IV I II III IV
1 - - - -
2 - - 1 - - - - -
3 - - - -
4 - - - -
5 - - - -
6 1 - - - -
7 - - - -
8 - - - -
9 - - - 1 -
10 - - - -
Jumlah Entomopatogen M. anisopliae pada Pemeliharaan Imago
E. kamerunicus Faust.
Pemeliharaan
Ulangan (Imago)
I II III IV
1 - - - -
2 - 2 - -
3 - - - -
4 - - - -
5 - - 1 -
6 - - - -
7 - - - -
8 - - - -
9 - - - -
10 - - - -