LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI TENTANG
PROSES PERMOHONAN KEBERATAN ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB) PAJAK PENGHASILAN (PPh) WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SAMPAI KELUARNYA SURAT KEPUTUSAN DI
KPP PRATAMA MEDAN KOTA
O L E H
NAMA : ISABRINA SABELLA SEBAYANG NIM : 072600068
Untuk Memenuhi Syarat
Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih dan pertolonganNya, Sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan untuk memenuhi persyaratan agar dapat lulus dari Program
Diploma III Addministrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)
Universitas Sumatera Utara (USU).
Dalam kesempatan ini juga penulis secara istimewa menyampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga dan hormat setulus-tulusnya kepada Orang Tuaku
tersayang Ayahanda B. Sebayang dan Ibunda L. Surbakti atas doa, penuh kasih
sayang dan kesabaran membimbing, mendorong, memberikan bantuan material dan
segala pengorbanan yang telah kalian berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
Laporan Tugas Akhir ini berjudul “Proses Permohonan Keberatan Atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan (PPh) Sampai Keluarnya Surat Keputusan”. Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung
sehingga terselesaikan laporan ini. Dengan segala ketulusan hati, izinkan penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA, selaku Dekan FISIP USU
2. Bapak Drs.H.M.Husni Thamrin Nasution, Msi, selaku Ketua Program Studi
3. Bapak Prof.Dr. Marlon Sihombing, MA, selaku Dosen Wali yang telah
membimbing penulis selama studi di Diploma III Administrasi Perpajakan ini.
4. Bapak Drs. Rasyudin Ginting, Msi. Selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing penulis dengan meluangkan waktu dan pikiran demi
kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini.
5. Seluruh Staf Pengajar di Diploma III Administrasi Perpajakan
6. Bapak R.Benny Kisworo selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Kota yang telah member izin untuk melakukan riset di KPP Pratama
Medan Kota
7. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi KPP Pratama Medan Kota yang
telah memberikan izin untuk melakukan riset di Seksi Pengawasan dan
Konsultasi.
8. Bang Rudy yang telah banyak memberikan data yang diperlukan
9. Kasubag umum dan seluruh staf pegawai yang ada di KPP Pratama Medan
Kota.
10.Buat Saudara-saudariku Willem dan Tina terima kasih atas dukungan dan
persaudaraan yang kalian berikan.
11.Buat Ribuku tersayang terimakasih atas doa dan kasih sayangnya. Dan Buat
Bi uwa cerewet, Bi uda yang bawel dan kila beserta kedua buah hatinya
Denzel & Diva yang super duper nakal, menggemaskan dan sedikit
material maupun doa dan kasih sayangnya. Serta seluruh keluarga besarku
yang tidak dapat kusebutkan satu persatu.
12.Sahabatku Daon, Ivo, Fery, Bang io, Rober serta teman-temanku di Diploma
III Administrasi Perpajakan stambuk ’07 khususnya Erni, Nita, Raskel dan
yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk
kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam Laporan Tugas Akhir ini
masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Laporan Tugas Akhir
ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf dan
mudah-mudahan Laporan Tugas ini dapat bermakna bagi penulis dan bermanfaat bagi semua
pihak.
Medan, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………. i
DAFTAR ISI………... iv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang PKLM………... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM……….. 4
C.Ruang Lingkup PKLM………..6
D.Metode PKLM………..6
E.Metode Pengumpulan Data………... 7
F. Sistematika Penulisan Laporan PKLM………. 8
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A.Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota………1 0 B.Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota……... 15
C.Kode Etik Pegawai KPP Pratama Medan Kota………. 20
BAB III URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA A.Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak……….22
2. Subjek dan Objek Pajak……….23
4. Fungsi Pajak……….. 26
5. Pengelompokan Pajak………... 26
6. Asas-asas Pemungutan Pajak……… 27
7. Pengertian dan Persiapan Pengajuan Surat Keberatan………. 28
B. Gambaran Data 1. Data Tentang Wajib Pajak yang Mengajukan Surat Permohonan Keberatan Atas PPh WP OP Pada Triwulan 1 sampai Triwulan IV Tahun 2007,2008 dan 2009………32
2. Data Tentang Penyelesaian Surat Keberatan Atas PPh WP OP pada Triwulan I sampai Triwulan IV Tahun 2007………33
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA A. Prosedur Pengajuan Surat Keberatan Terhadap SKPKB PPh OP Di KPP Pratama Medan Kota 1. Analisa Data Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Mengajukan Keberatan serta Jumlah Keberatan yang Diselesaikan………39
2. Evaluasi Data Penyelesaian Surat Permohonan Keberatan…………....40
B. Proses Keluarnya Surat Keputusan Atas Keberatan SKPKB PPh Wajib Pajak Orang Pribadi………... .41 C. Proses Keluarnya Surat Keputusan Atas Keberatan SKPKB PPh Wajib
Pajak Orang Pribadi………... 44 D. Faktor – Faktor Penghambat Pengajuan Permohonan Keberatan atas
SKPKB PPh OP………... 46 E. Strategi Dalam Mengatasi Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam
Mengajukan Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh OP…………... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN……….49
B. SARAN……….50
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang saat ini membawa
dampak yang luas. Perguruan Tinggi sebagai sebuah wadah pendidikan tertinggi
dalam suatu jenjang pendidikan formal berperan serta dalam meningkatkan mutu
pendidikan sehingga mahasiswa tidak hanya dituntut untuk lulus dari program
pendidikannya tetapi juga harus mampu mengembangkan dan menambah ilmu
pengetahuan dari ilmu yang diperolehnya, untuk itu maka mahasiswa diwajibkan
mengikuti PKLM. Dalam melaksanakan PKLM ini, maka mahasiswa memerlukan
sebuah wadah atau tempat untuk mengaplikasikan teori perkuliahannya tersebut.
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara
terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik material maupun spiritual. Pembangunan yang sedang berjalan di
Indonesia ini sangat memerlukan partisipasi dari rakyat. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan
pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa
pajak, kemudian hasil dari pemungutan pajak akan digunakan untuk membiayai
pembangunan yang berguna bagi kepentingan kesejahteraan bersama. Potensi sumber
sektor perpajakan. Pajak sangat erat hubungannya dengan pembangunan nasional dan
merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam membiayai pembangunan.
Dengan adanya ketetapan peraturan perpajakan, maka pajak telah memberikan
prestasi yang cukup baik dalam pembangunan bangsa indonesia. Sistem dan prosedur
perpajakan meningkatkan pendapatan negara yang terus disempurnakan dan
disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan, manfaat dan kemampuan
masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin
dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi serta melalui
penyempurnaan sistem administrasi. Kesadaran masyarakat dalam membayar pajak
secara jujur dan bertanggung jawab terus ditingkatkan melalui peningkatan motivasi,
penerangan dan penyuluhan, pendidikan secara dini serta langkah keteladanan.
Peningkatan kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak perlu diimbangi
dengan peningkatan pelayanan dari aparatur negara yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan Undang-undang ini dibuat adalah untuk lebih menjamin Hak-Hak dan
Kewajiban-Kewajiban Wajib Pajak (WP). Hal ini diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 tahun 2007 mengatur mengenai
semua Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menjadi acuan wajib pajak
dalam Undang-Undang ini adalah Hak untuk mengajukan Keberatan. Berdasarkan
pasal 25 ayat (1), setiap Wajib Pajak mempunyai Hak untuk mengajukan keberatan
kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Tetapi dalam pengajuan permohonan keberatan masih banyak Wajib Pajak
yang belum memahami proses pengajuan permohonan keberatan dan setiap
permohonan keberatan masih lambat pengeluaran surat keputusannya.
Dengan dasar inilah penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Kota sebagai tempat penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam skripsi minor
yang diberi judul: “ PROSES PERMOHONAN KEBERATAN ATAS SURAT
B Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
1.1 Untuk mengetahui proses pengajuan permohonan keberatan atas
SKPKB PPh wajib pajak orang pribadi.
1.2 Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
mengajukan permohonan keberatan atas SKPKB PPh orang pribadi
tersebut.
1.3 Strategi dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
mengajukan permohonan keberatan atas SKPKB PPh orang pribadi
tersebut.
2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Hasil PKLM ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait:
2.1 Bagi mahasiswa
a. PKLM ini diharapkan dapat membantu menerapkan hasil yang
diperoleh selama studi.
b. Agar dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa. Dalam
melaksanakan kegiatan PKLM mahasiswa dapat menuangkan
tugas-tugas yang berhubungan dengan pengetahuan dan teknologi
dalam menghadapi masalah yang timbul
c. Dengan melaksanakan PKLM ini dapat menjadi wadah bagi
mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya menjadi mahasiswa yang
siap memasuki dunia kerja yang semakin sulit, karena telah dibekali
keterampilan, pengalaman-pengalaman dunia kerja dalam
melaksanakan PKLM tersebut.
2.2 Bagi Universitas
a. Dapat meningkatkan kerja sama antara Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan Kantor Pelayanan Pajak
b. Dapat memperkenalkan sumber daya Universitas Sumatera Utara
khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
2.3 Bagi Kantor / Instansi
Sebagai sarana yang mempererat hubungan yang positif antara Kantor
Pelayanan Pajak dengan Program Studi Diploma III Administrasi
2.4 Bagi Masyarakat
a. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat
b. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian pada masyarakat umum
dalam bidang perpajakan.
C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini, penulis melakukan
pengumpulan data yang menyangkut proses permohonan keberatan atas SKPKB PPh
wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, kendala
yang dihadapi serta strategi penaggulangannya.
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
metode yang digunakan dalam pelaksanaan PKLM adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut
PKLM ini, mulai dari penentuan judul tempat praktik kerja lapangan
mandiri, mencari bahan untuk membuat proposal, konsultasi dengan dosen.
2. Studi Literatur
Penulis mengumpulkan data-data yang menyangkut masalah yang akan
dibahas melalui sumber bacaan seperti : Buku Perpajakan, Undang-Undang,
3. Observasi Lapangan
Dalam tahap ini penulis melakukan peninjauan/pengamatan secara langsung
pada objek praktik kerja lapangan dan meninjau secara langsung kondisi
serta keadaan objek tempat pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui system
kerja yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
4. Pengumpulan Data
Dalam tahap ini penulis mengumpulkan data melalui 2 cara yaitu data
primer dan sekunder yang bertujuan untuk pengumpulan berbagai data yang
berhubungan dengan penyusunan laporan PKLM.
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan
menganalisa dan mengevaluasi data secara kualitatif yang kemudian akan
diinpretasikan secara objektif, jelas dan sistematis.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi (Pengamatan)
PKLM ini dilakukan langsung terhadap subyek atau obyek yang akan
diteliti. Subyek penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi sedangkan
2. Wawancara
Dalam metode ini penulis mengajukan pertanyaan secara langsung kepada
para pegawai yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
3. Dokumentasi
Dalam tahap ini penulis meminta dokumen atau data-data pendukung yang
berhubungan dengan data objek PKLM.
F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Llingkup Penelitian,
Metodologi Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Sistematika
Penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
Bab ini berisikan tentang Gambaran Umum Kantor Pelayanan
Pajak Medan Kota, Sejarah Singkat Berdirinya, Struktur
BAB III : GAMBARAN DATA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian pajak,
fungsi pajak, subjek dan objek pajak, hak-hak Wajib Pajak, fungsi
pajak, pembagian pajak, asas pemungutan pajak dan hal-hal yang
menyangkut Prosedur Pengajuan Surat Keberatan oleh Wajib
Pajak terhadap SKPKB PPh OP
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI
Bab ini berisikan uraian bahasan tentang Prosedur Pengajuan
Surat Keberatan oleh Wajib Pajak terhadap SKPKB PPh OP di
KPP Pratama Medan Kota serta membahas masalah-masalah yang
yang menghambat pengajuan keberatan tersebut.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan disimpulkan uraian-uraian dari bab sebelumnya
dan saran-saran yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi
masalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota
Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan
belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah
kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi
menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak
Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri tiga Kantor
Inspeksi Pajak yaitu :
a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang siantar
Ditahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu
Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk
memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan
ekonomi yang semakin cepat maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur
(sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan
Kota). Dan untuk semakin memantapkan pelayananya kepada masyarakat didalam
pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan
Republik No.267/PMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989,diadakanlah perubahan secara
Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak, yang sekaligus
dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Adapun ruang lingkup
wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota meliput i:
1) Kecamatan Medan Kota
2) Kecamatan Medan Denai
3) Kecamatan Medan Johor
4) Kecamatan Medan Amplas
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan . Karena Pajak
merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya untuk laporan rakyat.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota berada di Gedung Keuangan
Negara I lantai IV dan beralamatkan dijalan Diponegoro No.30 A Medan. Adapun
sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah Kantor
Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak
Medan Timur yang berdasarkan kepada Keputusan Mentri Keuangan Republik
Indonesia No. 443/KMK/.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001, Keputusan Mentri
Keuangan Republik Indonesia No. 58/KMK.01/2002 tanggal 26 Februari 2002,
Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia No. 58/KMK/.01/2002 tanggal
26 Februari 2002.Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berganti nama menjadi Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan No.131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan No.54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan No.132/PMK/.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan No.67/PMK.01/2008.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.132/PMK/.01/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari
3(tiga) jenis, yaitu :
1). KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri dari KPP wajib Pajak Besar satu, KPP Wajib
Pajak Besar dua, dan KPP Badan Usaha Milik Negara.
2). KPP Madya yang terdiri dari KPP Penanaman Modal Asing, KPP Perusahaan
Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya Medan, KPP Madya
Palembang, KPP Madya Pekan Baru, KPP Madya Batam, KPP Madya Tangerang,
KPP Madya Bekasi, KPP Madya Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP
Madya Jakarta Selatan, KPP Madya Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP
Madya Bandung, KPP Madya Semarang, KPP Madya Surabaya, KPP Madya
Sidoarjo, KPP Madya Malang, KPP Madya Balik Papan, KPP Madya Denpasar,
3). KPP Pratama
Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, diantaranya dapat dijelaskan dalam
tabel berikut :
PPh,PPN dan PPTL PPh,PPN,PTLL
,PBB dan BPHTB
5 PPN Sentralisasi Sebtralisasi Desentralisasi
6 P2PPh Desentralisasi Desentralisasi Deseantralisasi
7 AR Fungsi Sektor Industri Sektor Industri Wilayah
8 Esktensifikasi Jumlah
Tidak Ada Tidak Ada Jumlah
9 Eselon IV 9 (Sembilan) 9 (Sembilan) 10(Sepuluh)
10 Wilayah Kerja Nasional Regional Lokal
Pembentukan KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya telah diselesaikan
pada akhir tahun 2006, sedangkan KPP Pratama yang ada saat ini baru berjumlah 15
KPP Pratama, yaitu KPP Pratama dilingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat dan
pembentukan KPP Pratama untuk seluruh Indonesia direncanakan akan
Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan system administrasi
perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-karakteristik :
Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem Informasi yang terintegrasi, Sumber Daya
Manusia yang kompeten, sarana kantor yang memadai, tata kerja yang
transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, Prinsip Utama Penggabungan KPP, KPP
PBB dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang
sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh
tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan
fungsinya . Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung
menjadi seksi yang ada di KPP Pratama.
Fungsi Keberatan (Psl.25 UU KUP dan Psl.16 UU PBB), Pengurangan /
penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan ketetapan pajak (Psl.36 UU
KUP) dan penghapusan PBB (Psl. 19 UU PBB) yang sebelumnya ada di KPP dan
KPPBB, seluruhnya dialihkan ke Kanwil.
Fungsi Pemeriksaan yang sebelumnya dilaksanakan oleh KPP, Karikpa dan
Kanwil, dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksaan, sedangkan fungsi
bukti permulaan dan penyidikan yang semula dilaksanakan oleh Karikpa dan
B. Struktur Organisasi Dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota 1. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota
Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap
dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan
kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam system kerjasama.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian
Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang
kepala seksi.
Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala
kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara , dimana seluruh pegawai
adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara
Replubik Indonesia.
2. Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1(satu)
bagian dan 6 ( enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun
bidang-bidang yang ada di KPP Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut:
1). Sub Bagian Umum
3). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4). Seksi Pelayanan
5). Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV )
6). Seksi Pemeriksaan
7). Seksi Penagihan
8). Kelompok Jabatan Fungsional
1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan
Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi
Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan
tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan
tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.
3. Seksi Ekstensifikasi
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,
pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn,
urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi
hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan,
pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling
dan penyiapan laporan kinerja.
5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan
sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib
pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbinganatau himbawan
kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb
Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan
KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang
pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertentu).
7. Seksi Pemeriksaan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan
perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,
penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan
pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat
Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP
Pratama.Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan
berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi
Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi
C. Kode Etik Pegawai KPP Pratama Medan Kota
Kode Etik Pegawai adalah aturan atau ketentuan yang mengikat Pegawai
sebagai landasan ukuran tingkah laku dalam melaksanakan tugasnya. Adapun yang
menjadi kode etik pegawai tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Pegawai maksudnya adalah pegawai harus memenuhi semua kewajiban-kewajibannya sebagai pegawai sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan KPP tersebut yaitu :
a. Menghormati agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat orang lain.
b. Bekerja secara profesioanal, transparan dan akunrabel.
c. Mengamankan data atau informasi yang dimiliki Direktur Jenderal Pajak.
d. Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama pegawai, atau pihak
lain dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya.
e. Mentaati perintah kedinasan.
f. Bertanggungjawab dalam penggunaan barang inventaris milik DJP.
g. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor.
h. Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakan.
2. Larangan bagi Pegawai yaitu pegawai diberi batasan dalam melakukan atau
melaksanakan tugas-tugasnya. Adapun larangan-larangan bagi setiap pegawai
tersebut yaitu :
a. Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas
b. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik
c. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak
langsung
d. Menyalahgunakan fasilitas kantor
e. Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun
tidak langsung dari wajib pajak sesama pegawai, atau pihak lain, yang
menyebabkan pegawai yang menerima patut di duga memiliki kewajiban
BAB III
URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA
A. URAIAN TEORITIS 1. Pengertian Pajak
Banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian
pajak yang dikemukakan oleh Prof.Dr.P.J.A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh
R. Santoso Brotodiharjo, S.H dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak
(Waluyo,2005:2). Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara
yang menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof.Dr.Rochmat,SH menyatakan pajak adalah iuran kepada kas
Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo,2003:1)
Sedangkan pajak itu sendiri adalah kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
2. Subjek dan Objek Pajak
Subjek pajak adalah orang yang ditujukan oleh undang-undang untuk
dikenakan pajak. Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri terdiri dari :
a. Orang Pribadi yang betempat tinggal di Indonesia
b. Badan yang didirikan atau bertempat tinggal di Indonesia
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri terdiri dari :
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya, dipersamakan
dengan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi subjek pajak dalam negeri.
b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap. Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha
tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar
Yang menjadi Objek Pajak menurut Undang-undang Perpajakan tahun 2000
pasal 4 adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang
berasal dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
3. Hak-Hak Wajib Pajak (WP)
Yang menjadi hak-hak wajib pajak yaitu :
a. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
b. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT Tahunan
c. Pembetulan sendiri SPT
d. Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak
e. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
danfkepastian keputusan atas permohonan tersebut
f. Megperoleh imbalan bunga apabila pengembalian lewat waktu
g. Mengajukan permohonan pembetulan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau
kekeliruan dalam penerapan peraturan perundangan perpajakan yang terdapat
dalam surat ketetapan pajak
h. Memperoleh Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
(SKPPKP)
i. Mengajukan gugatan atas penagihan, keputusan pembetulan dan peninjauan
j. Meminta keterangan tertulis dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terutang
dasar pengenaan pemungutan atau pemotongan pajak Mengajukan
permohonan keberatan dan kepastian terbitnya Surat Keputusan Keberatan
k. Memperoleh tanda penerimaan surat keberatan
l. Menyampaikan alasan keberatan tambahan atau penjelasan tertulis
m. Mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan
n. Memperoleh imbalan bunga dari putusan keberatan dan banding atas Surat
Keputusan Keberatan
o. Memperoleh imbalan bunga dari putusan keberatan dan banding yang
menyebabkan lebih bayar
p. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan atau menyelenggarakan
pencatatan
q. Menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa asing
r. Mengubah metode pembukuan
s. Menggunakan bahasa asing tertentu dan mata uang selain rupiah dalam
pembukuan
t. Melihat surat perintah pemeriksaan
4. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu :
a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Yang dimaksudkan dengan fungsi budgeter ialah pajak sebagai alat untuk
memasukkan uang ke kas Negara untuk digunakan sebagai dana pembiayaan
pengeluaran Negara.
b. Fungsi Mengatur (Regulered)
Yang dimaksudkan dengan fungsi regular ialah pajak digunakan sebagai alat untu
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
5. Pengelompokan Pajak
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok :
a. Menurut Golongan
1. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebananya tidak dapat dilimpahkan pada
pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b. Menurut Sifat
1. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan subjek pajaknya
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya
tanpa memerhatikan keadaan dari Wajib Pajaknya.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)
c. Menurut Pemungutan
1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai Negara. Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB dan Bea Materai
2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai daerah. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Hiburan,
dan lain-lain.
6. Asas-Asas Pemungutan Pajak a. Equality (Adil dan Merata)
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membyar pajak dan
sesuai dengan manfaat yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang
c. Certainty (Kepastian)
Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib
Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang,
kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
d. Convenience (Kesenangan)
Kapan Wajib Pajak harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat
yang tidak menyulitkan Wajib Pajak; sebagai contoh: pada saat Wajib Pajak
memperoleh penghasilan.
e. Economy (Ekonomi)
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban
pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula
beban yang dipikul Wajib Pajak.
7. Pengertian dan Persiapan Pengajuan Surat Keberatan a. Pengertian Surat Keberatan
Surat keberatan adalah surat yang diajukan oleh wajib pajak, (yang harus
memenuhi syarat-syarat tertentu) kepada Direktur Jenderal Pajak yang mengandung
suatu keberatan terhadap suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Nihil, Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
b. Persiapan Pengajuan Surat Keberatan
Surat keberatan disampaikan oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan
yaitu melalui cara berikut ini :
1. Penyampaian secara langsung yaitu penyampaian Surat Keberatan melalui
Kantor Pelayanan, Penyuluh dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dalam
wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/ atau tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan dan penyampain ini diikuti bukti.
2. Pos dengan bukti pengiriman surat.
3. Cara lain, yaitu :
a. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang
berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman Surat Keberatan
ke Direktorat Jenderal Pajak.
b. Cara lainnya dilakukan dengan e-filling melalui ASP. Penyampaian Surat
Keberatan secara elektronik yang selanjutnya disebut e-filling adalah suatu
cara penyampaian Surat Keberatan yang dilakukan secara online yang
Tata cara pengajuan keberatan yaitu Wajib Pajak mengajukan surat dalam
bentuk Surat Keberatan yang harus memenuhi syarat :
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar perhitungan.
3. 1 (satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan
Pajak, untuk (satu) pemotongan pajak atau untuk 1 (satu) pemungutan
pajak.
4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan.
5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat
Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak (force majeur)
6. Surat Keberatan yang ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan bukan oleh
Wajib Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Apabila persyaratan tersebut di atas belum terpenuhi, Wajib Pajak masih dapat
menyampaikan perbaikan Surat Keberatan dengan melengkapi persyaratan yang
Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemingutan pajak oleh pihak
ketiga ( perhatikan syarat no 5) tanggal penyampaian perbaikan Surat Keberatan
itulah yang merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.
Untuk kepentingan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi. Dalam hal keterangan ini,
Direktur Jenderal Pajak wajib member keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak
dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan
Wajib Pajak diterima. Namun, jangka waktu pemberian keterangan ini tidak menunda
jangka waktu pengajuan keberatan.
Bila jangka waktu penyelesaian keberatan terlampaui dan Direktur Jenderal
Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, maka keberatan yang diajukan
Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan
B. GAMBARAN DATA
1. Data Tentang Wajib Pajak yang Mengajukan Surat Permohonan Keberatan Atas PPh WP OP Pada Triwulan 1 sampai Triwulan IV Tahun 2007,2008 dan 2009
Adapun jumlah Wajib Pajak yang mengajukan surat permohonan keberatan
atas PPh pada triwulan I S/D IV selama 3 (Tiga) tahun berturut-turut yaitu dari
taahun 2007 s/d 2009 dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 1
Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengajukan keberatan di KPP Pratama
Medan Kota padaa Triwulan I s/d IV Tahun 2007 s/d 2009
WP Tahun Triwulan I
Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah Wajib Pajak Orang
Pribadi yang mengajukan keberatan PPh OP di KPP Pratama Medan Kota tahun
2007 berjumlah 7 surat. Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 tidak ada surat
2. Data Tentang Penyelesaian Surat Keberatan Atas PPh WP OP pada Triwulan I sampai IV Tahun 2007
Adapun jumlah yang surat permohonan yang telah diselesaikan oleh KPP
Pratama Medan Kota dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 2
Jumlah Surat Permohonan Keberatan Wajib Pajak (WP) PPh OP yang Telah
Diselesaikan di KPP Pratama Medan Kota.
WP Tahun Triwulan I (Jan-Mar)
Triwulan II (Apr-Jun)
Triwulan III (Jul-Sept)
Triwulan IV (Okt-Des)
Jumlah
OP 2007 3 0 1 1 5
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah surat permohonan keberatan
yang diselesaikan oleh KPP Pratama Medan Kota untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi pada tahun 2007 berjumlah 5 surat. Untuk keberhasilan KPP Pratama
Medan Kota dalam menyelesaikan 5 surat keberatan ini menunjukkan kinerja KPP
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI DATA
A. Prosedur Pengajuan Surat Keberatan Terhadap SKPKB PPh OP Di KPP Pratama Medan Kota
Salah satu dari hak Wajib Pajak adalah dapat mengajukan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atas suatu SKP yang salah satunya adalah Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB). SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih
harus dibayar.
Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menerbitkan SKPKB yang
pada hakekatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu saja. SKPKB tersebut dapat
diterbitkan dalam hal sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang atau kurang dibayar
2. Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana telah
ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran.
3. Hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
4. Kewajiban pembukuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan baru diterbitkan
bilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya peraturan
perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak mengajukan surat keberatan kepada
Dirjen Pajak bila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan
pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya. Keberatan Wajib
Pajak atas suatu surat ketetapan atau suatu pungutan pajak pada dasarny yaitu
keberatan terhadap materi yang mendasari suatu SKP, keberatan atas kesalahan tulis
atau kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan undang-undang, Kebertan terhadap
sanksi administrasi dan ketetapan pajak yang tidak benar.
Keberatan yang diajukan yaitu mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak,
meliputi antara lain jumlah rugi berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak.
Kebertan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) masa pajak atau
Tahun Pajak. Sebagai contoh, keberatan atas ketetapan PPh Tahun Pajak 2008 dan
Tahun Pajak 2009 harus diajukan masing-masing dalam 1 (satu) Surat Keberatan
tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak tersebut harus diajukan 2 (dua) buah Surat
Keberatan.
Adapun prosedur pengajuan surat keberatan terhadap SKPKB PPh OP pada
1. Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak
melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima surat permohonan kemudian
meneliti kelengkapan persyaratannya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal surat
permohonan beserta persyaratannya belum lengkap, dihimbau kepada Wajib
Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya
sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak Bukti Penerimaan
Surat (BPS) dan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD). BPS diserahkan
kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan surat permohonan
beserta kelengkapannya. Selain BPS, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu juga
memberikan Lembar Isian Surat Keberatan. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu
kemudian merekam surat permohonan dan dilanjutkan dengan meneruskan surat
permohonan beserta kelengkapannya ke Account Representative.
3. Account Representative meneliti persyaratan formal keberatan. Dalam hal berkas
keberatan tidak memenuhi persyaratan, Account Representative membuat konsep
Surat Pemberitahuan Surat Keberatan Tidak Memenuhi Persyaratan Formal dan
meneruskannya kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
4. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan memaraf konsep Surat
Pemberitahuan Surat Keberatan Tidak Memenuhi Persyaratan Formal kemudian
meneruskannya ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat
6. Surat Pemberitahuan Surat Keberatan Tidak Memenuhi Persyaratan Formal
ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen
Wajib Pajak) dan disampaikan kepada Wajib Pajak melalui Subbagian Umum
(SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
7. Dalam hal permohonan dapat diproses lebih lanjut, Account Representative
membuat konsep Surat Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan
Formal dan meneruskannya kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
8. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan memaraf konsep Surat
Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal dan
meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
9. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat
Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal.
10. Surat Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal
ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen
Wajib Pajak) dan disampaikan kepada Wajib Pajak melalui Subbagian Umum
(SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
11. Atas permohonan keberatan yang memenuhi persyaratan formal, Account
Representative meneruskan permohonan keberatan ke Seksi Pelayanan untuk
dibuatkan Surat Pengantar ke Kantor Wilayah/KPDJP.
12. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak Lembar Penelitian Kelengkapan Berkas,
Pengantar dan meneruskannya kepada Kepala Seksi Pelayanan beserta berkas
permohonan dari Wajib Pajak.
13. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf konsep Surat Pengantar dan
meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak beserta berkas
permohonan dari Wajib Pajak.
14. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menandatangani Surat Pengantar dan
meneruskannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
15. Kepala Seksi Pelayanan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk
menatausahakan dan mengirim Surat Pengantar, Surat Keberatan Wajib Pajak,
Lembar Pengawasan Arus Dokumen, Lembar Isian Surat Keberatan,
Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal, Lembar
Penelitian Kelengkapan Berkas, Lembar Pengawasan Penelitian Berkas
Keberatan, Salinan Laporan Pemeriksaan Pajak Lengkap yang sudah dilegalisasi
oleh Kepala Seksi Pelayanan.
16. Pelaksana Seksi Pelayanan menatausahakan Surat Pengantar beserta berkas
permohonan, dan berkas terkait lainnya dan menyampaikannya ke Kantor
Wilayah atau Direktorat Keberatan dan Banding melalui Subba gian Umum
17. Proses selanjutnya dilaksanakan di Kantor Wilayah (SOP Tata Cara Penyelesaian
Permohonan Keberatan di Kanwil) atau di Direktorat Keberatan dan Banding
18. Proses selesai. Surat keberatan dikatakan selesai jika surat keberatan tersebut
Kantor Wilayah tersebut. Jangka waktu penyelesaian paling lama 5 hari kerja
sejak tanggal diterima permohonan lengkap.
Jangka waktu penyelesaian keberatan secara keseluruhan mengacu pada
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER 01/P107/2007 tanggal 8 oktober
2007 tentang prosedur pengajuan dan penyelesaian permohonan pembetulan
ketetapan pajak, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yaitu 12
(Dua belas) bulan sejak tangal diterimanya surat keberatan.
1. Analisa Data Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Mengajukan Keberatan serta Jumlah Keberatan yang Diselesaikan
Berdasarkan data yang telah diungkapkan sebelumnya atau berdasarkan
tabel 2 (Dua) dan tabel 3 (Tiga) dapat dianalisa dengan membandingkan jumlah
atau banyaknya Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terhadap Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi selama 3 (Tiga) tahun berturut-turut dari tahun
2007 s/d 2009 hanya 7 surat permohoan keberatan yang diterima di KPP Pratama
Medan Kota. Dan 7 surat tersebut diterima pada tahun 2007 dan tahun 2008 s/d
2009 tidak ada surat keberatan yang diterima karena tidak ada sengketa antara
Wajib Pajak dengan fiskus dalam pemeriksaan.
Surat permohonan keberatan yang diterima pada tahun 2007 yaitu yang
tahun 2007 sebanyak 5 (Lima) surat. Dan 2 (satu) surat tidak dapat diselesaikan
karena data Wajib Pajak tersebut tidak lengkap atau adanya hal-hal yang
menghambat dalam pengajuan permohonan keberatan tersebut.
2. Evaluasi Data Penyelesaian Surat Permohonan Keberatan
Dari hasil data berdasarkan tabel 2 dan tabel 3 dapat kita evaluasi bahwa :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi tidak banyak mengajukan keberatan atas pajak
karena jarang terjadi sengketa antara Wajib Pajak dan Fiskus (Petugas
Pajak) dalam pemeriksaan. Ini menunjukkan Wajib Pajak telah bersikap
kooperatif dengan memberikan data yang diminta oleh pihak fiskus/
pemeriksa. Untuk keberhasilan KPP dalam menyelesaikan 5 surat
keberatan ini menunjukkan kinerja KPP sudah baik dalam proses
penyelesaian keberatan dan sesuai dengan prosedur dan masih dalam
jangka waktu (12 bulan) serta didukung oleh Wajib Pajak yang
kooperatif.
2. Pada Triwulan I sampai Triwulan IV surat keberatan yang diselesaikan
sebanyak 5 surat. Surat keberatan yang telah memenuhi persyaratan akan
diproses lebih lanjut oleh Kantor Wilayah dan Jangka waktu penyelesaian
keberatan ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima dan surat keberatan tersebut
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak seluruhnya, atau
menambah keterangan yang belum lengkap.
B. Proses Keluarnya Surat Keputusan Atas Keberatan SKPKB PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No.28 tahun 2007 (UU KUP) pasal 26 ayat 1 berbunyi :
“Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan
sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan
yang diajukan”
Terhadap surat keberatan yang diajukan oleh wajib pajak, kewenangan penyelesaian
dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan
batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan wajib pajak ditetapkan paling
lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima.
Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan
tersebut, berarti akan diperoleh suatu keputusan hukum bagi wajib pajak selain
Proses Penyelesaian Keberatan Terhadap SKPKB PPh OP
Pada pokoknya gambaran mengenai proses penyelesaian keberatan adalah
demikian: oleh Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan ke KPP Pratama,
melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) maupun lewat pos dengan surat tercatat
atau cara lain yaitu jasa ekspedisi dan e-filling melalui ASP. Dan melalui
kesekretariatan Kepala Kantor akan menerima surat keberatan tersebut dan
mendiposisikannya ke Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON) sesuai dengan
wilayah kerjanya (cakupan teritorialnya). Kepala Seksi (kasi) dari WASKON tersebut
menerimanya dan mendiposisikan ke Account Representative (AR) yang telah
memiliki pembagian wilayah kerja masing-masing maksudnya yaitu sesuai dengan
alamat wajib pajak yang bersangkutan. AR tersebut akan
memproses/meneliti/menindaklanjuti permohonan keberatan.
Setelah diteliti maka AR akan meneruskan berkas permohonan keberatan
Wajib Pajak ke Kantor Wilayah (Kanwil) dengan melampirkan uraian pemandangan
keberatan untuk diproses di kanwil serta melampirkan berkas-berkasnya (misalnya :
KKP, LLP, Foto copy Nothit, dan lain-lain.)
Setelah diproses dari Kanwil akan keluar Surat Keputusan (SK) atas nama
Direktur Jenderal Pajak yaitu :
a. Menerima Seluruhnya atau Sebagian
Dalam hal menerima seluruhnya yaitu apabila keberatan-keberatan yang
akan dikurangkan sesuai itu. DJP mengaggap surat keberatan yang diajukan dengan
alasan-alasan yang jelas maka DJP akan menerma seluruhnya surat kebertan tersebut.
Dan apabila alasan yang diajukan tidak diterima seluruhnya sehingga diterima
sebagian dan surat keberatan tersebut yang diterima sebagian harus dengan tegas
menetukan hal-hal mana yang diterima yang tidak perlu diberi alasan dan hal-hal
mana yang ditolak dengan memberikan alasan-alasan penolakan.
b. Menolak Keberatan
Surat Keberatan akan ditolak seluruhnya jika Wajib Pajak tidak dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak sebagaimana yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
c. Menambah Besarnya Jumlah Pajak yang Terutang
Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No.28 tahun 2007 (UU KUP) mengamanatkan bahwa peneliti keberatan dapat
menambah jumlah pajak yang terutang dan tidak membatasi atau melarang peneliti
keberatan untuk membuat koreksi baru yang sebelumnya tidak atau belum dilakukan
meskipun masalah tersebut tidak diajukan oleh Wajib Pajak.
Dengan demikian apabila terdapat temuan baru yang belum terungkap dalam
penetapan sebelumnya, peneliti keberatan dapat menambah jumlah pajak yang
C. Proses Keluarnya Surat Keputusan Atas Keberatan SKPKB PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No.28 tahun 2007 (UU KUP) pasal 26 ayat 1 berbunyi :
“Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan
sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan
yang diajukan”
Terhadap surat keberatan yang diajukan oleh wajib pajak, kewenangan penyelesaian
dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan
batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan wajib pajak ditetapkan paling
lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima.
Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan
tersebut, berarti akan diperoleh suatu keputusan hukum bagi wajib pajak selain
terlaksanakanya administrasi perpajakan.
Keputusan atas Surat Keberatan
Adapun yang menjadi keputusan atas keberatan antara lain :
a. Keputusan atas keberatan harus diambil berdasarkan pertimbangan yang
diteliti, tepat dan cermat serta bersifat menyeluruh, baik mengenai penilaian
terhadap syarat-syarat pengajuan keberatan, kebenaran materi dan penentuan
berkenaan. Oleh sebab itu dalam memutus suatu keberatan dapat mencakup
masalah-masalah yang tidak diungkapkan oleh WP atau bila ada juga
menyangkut pembetulan salah tulis atau salah hitung dalam ketetapan pajak
yang disengketakan sehingga keputusan keberatan dapat berupa: menerima
seluruh atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang
terutang yang ditetapkan dalam SKP atau yang dipotong atau dipungut oeh
pemotong atau pemungut.
b. Penyelesaian keberatan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima maka Direktur Jenderal Pajak harus memberikan
keputusan, apabila jangka waktu 12 bulan sudah dilewati dan keputusan
belum diterbitkan, maka hak untuk mengambil keputusan hapus, oleh karena
itu permohonan Wajib Pajak dianggap diterima, artinya demi hokum
keberatan Wajib Pajak diterima.
c. Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka keberatan Wajib Pajak
tidak memenuhi syarat dan oleh karena itu keberatan Wajib Pajak dinyatakan
D.Faktor – Faktor Penghambat Pengajuan Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh OP
Adapun yang menjadi faktor penghambat dalam mengajukan permohonan keberatan
yakni,
a. Kurangnya pengetahuan dan wawasan WP tentang perpajakan khususnya
dalam tata cara pengajuan permohonan keberatan tersebut.
b. Syarat-syarat dalam pengajuan permohonan keberatan tidak dapat dipenuhi
oleh WP tersebut.
c. Dalam mengajukan keberatan WP tidak mempunyai alasan-alasan yang kuat
sehingga besar kemungkinannya bahwa surat keberatan sedemikian akan
ditolak.
d. Surat keberatan atau permohonan keberatan tidak dimasukkan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang maka surat keberatan itu
akan dinyatakan tidak dapat diterima artinya sama sekali tidak akan diperiksa.
e. Tidak lengkapnya data atau unsur-unsur WP atas sasaran surat keberatan yang
akan diajukan (atas Pajak Penghasilan.)
f. WP yang masih dalam proses atau sedang mengajukan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan SKP yang
E.Strategi Dalam Mengatasi Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Mengajukan Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh OP
Adapun strategi atau penanggulangan mengatasi hambatan-hambatan dalam
mengajukan permohonan keberatan tersebut yaitu,
a. Agar KPP Pratama mengadakan sosialisasi dalam bidang perpajakan
khususnya tentang keberatan dan Wajib Pajak seharusnya menghadiri acara
tersebut sehingga pengetahuan dan wawasan Wajib Pajak bertambah. Serta
menerbitkan atau memperbanyak buku-buku/brosur mengenai perpajakan
khususnya tentang keberatan. Dimana selama ini buku mengenai keberatan
PPh OP sangat minim kalaupun ada pembahasannya sangat sederhana, supaya
pembahasan mengenai keberatan dapat ditingkatkan dan mudah dimengerti.
b. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum
memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 25 ayat 1, 2,
dan 3 dalam Undang-undang KUP, WP dapat menyampaikan perbaikan surat
keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.
c. WP harus mengemukakan alasan mengapa WP tidak dapat menerima atau
menyanggah materi atau dasar pengenaan SKP atau pemotongan/pemungutan
pajak. Agar WP dapat menyusun keberatan dengan alasan yang kuat, WP
diberi hak untuk meminta Dasar Pengenaan Pajak, penghitungan rugi, atau
pemotongan/pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
d. Jika dapat ditunjukkan atau dibuktikan bahwa terlambatnya pemasukan surat
keberatan itu disebabkan karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak
(force mejure) maka permohonan keberatan atau surat keberatan tersebut
masih dapat dipertimbangkan.
e. Wajib Pajak harus terlebih dahulu memahami besarnya penghasilan yang
telah ditetapkan oleh KPP dan terdiri dari unsur-unsur apa saja. Untuk
mengetahui hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada kepala
KPP Pratama yang bersangkutan untuk mendapatkan perhitungan dan susunan
penghasilan, yang dijadikan dasar pengenaan Pajak Penghasilan bila sudah
diperoleh maka WP dapat melengkapi data atau unsur-unsur untuk
memperkuat surat keberatan yang akan diajukannya
f. Wajib Pajak yang ingin mengajukan permohonan keberatan tetapi masih
dalam proses mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
atau pengurangan/pembatalan SKP yang tidak benar harus terlebih dahulu
menyelesaikan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atau pengurangan/pembatalan SKP yang sedang dalam proses.
Wajib Pajak dapat mengajukan pencabutan keberatan sebelum tanggal
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi tidak banyak mengajukan keberatan atas pajak
karena jarang terjadi sengketa antara Wajib Pajak dan Fiskus (Petugas Pajak)
dalam pemeriksaan. Ini menunjukkan Wajib Pajak telah bersikap kooperatif
dengan memberikan data yang diminta oleh pihak fiskus/ pemeriksa.
2. Salah satu hak yang dimiliki Wajib Pajak adalah hak untuk mengajukan
permohonan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Surat keberatan diajukan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT)
4. Surat keberatan yang penyelesaiannya oleh Kanwil/kantor pusat akan
dibuatkan pemandangan keberatan serta berkas WP oleh KPP akan dikirimkan
ke kanwil/kantor pusat.
5. Permohonan keberatan atau surat keberatan dikatakan selesai jika surat
B. SARAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyampaikan beberapa
saran yaitu sebagai berikut :
a. Untuk mempelancar penetapan pajak terutang dan proses pemeriksaan pada
wajib pajak OP disarankan agar membuat pembukuan atau pencatatan dengan
baik agar tidak mengakibatkan kesalahan dalam penetapan pajak terutang.
b. Agar dapat menerbitkan atau memperbanyak buku-buku/brosur mengenai
perpajakan khusus tentang keberatan. Dimana selama ini buku mengenai PPh
OP sangat minim kalaupun ada pembahasannya sangat sederhana, supaya
pembahasan mengenai keberatan dapat ditingkatkan dan mudah dimengerti.
Atau mengadakan sosialisasi/seminar perpajakan.
c. Syarat-syarat pengajuan permohonan keberatan sebaiknya tidak memberatkan
WP sehingga WP dapat mengajukan permohonan keberatan tepat pada waktu
yang sudh ditentukan yaitu berakhir 3 bulan sejak tanggal dikeluarkannya
SKPKB.
d. Jangka waktu 12 bulan yang telah ditetapkan dalam UU perpajakan dapat
digunakan sebaik mungkin oleh fiskus agar keberatan yang diajukan oleh WP
dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
e. Hak wajib pajak dalam hal pengajuan keberatan, lebih dihargai lagi dan
member motivasi atau pengertian yang belum Wajib Pajak mengerti supaya
Wajib Pajak semakin sadar akan kewajibannya mematuhi dan membayar
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo, Santoso, 2008, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung, PT. Refika
Diana, Anastasia; Setiawati, Lilies 2004, Perpajakan Indonesia, Yogyakarta,
Andi
Mardiasmo 2003, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta, Andi
Soemitro, Rochmat 1998, Asas dan Dasar Perpajakan 2, Bandung, PT. Refika
Waluyo 2008, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Salemba Empat
Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan.