FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA
KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
SRI DEWI PUSPITASARI NIM: 111000216
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA
KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
SRI DEWI PUSPITASARI NIM: 111000216
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pre hipertensi adalah tekanan darah dengan angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg. Pre Hipertensi dan Hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 115 orang berumur 18-40 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, tensimeter digital, timbangan, meteran dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi-square dengan 95% Cl.
Dari hasil pengumpulan data diperoleh proporsi prevalens pre hipertensi pada usia 18-40 tahun adalah 53,9%. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,001), pekerjaan (p=0,042), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p=0,049), stress (p=0,009), asupan garam (p=0,001), kebiasaan merokok (p=0,007) dan konsumsi alkohol (p=0,030) dengan kejadian pre hipertensi.
Kepada para penderita pre hipertensi diharapkan agar menghindari faktor risiko terutama stress, asupan garam yang tinggi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kepada pihak Puskesmas diharapkan agar dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan pre hipertensi/ hipertensi bagi para pengunjung Puskesmas tentang pentingnya menjaga tekanan darah sedini mungkin dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre hipertensi/ hipertensi.
ABSTRACT
Pre hypertension was blood pressure with the systolic numbers between 120 to 139 mmHg or diastolic number was between 80 to 89 mmHg. Pre hypertension and hypertension were disease unit caused by any risk factors. The main purpose of this research was done to determine the factors associated with the incidence of pre-hypertension at age 18-40 years in village of Jati Kesuma, Namo Rambe district, Deli Serdang in 2015.
This research was analytic study using cross sectional study. The number of sample was 115 person in age of 18-40 years old and without hypertension that took by consecutive sampling. The research instrument was questionnaire, digital tension meter, balance, measurerand direct observation. The univarian data was analyzed by descriptive study and bivarian data was analyzed by Chi square test with 95% CI.
Based on data coleccting the proportion prevalence of pre hypertension was 53,9%. There was significanted correlation between gender (p = 0.001), employment (p = 0.042), genetic (p = 0.049), stress (p = 0.009), salt intake (p = 0.001), smoking (p =0.007) and consumption of alcohol (p = 0.030) with pre hypertension event.
To the patient of pre hypertension was suggted to avoided the risk factors, especially stress, high salt intake, smoking and consumption of alcohol. And to the health center was expected to provided direction and health extension of pre hypertension / hypertension for the health center visitors about the importance of keeping blood pressure as early as possible and avoided the risk factors that may cause pre hypertension / hypertension event.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus Sang
Juruselamat karena berkat dan kasih karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
Dengan penuh rasa hormat dan kebanggaan penulis mempersembahkan
skripsi ini dan mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada orang tua
terkasih Iptu Adil Ginting, SH yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kedisplinan, ketegasan dan kasih sayang juga kepada Ibu Cahaya Br. Bukit yang selalu memberikan dukungan, doa dan perhatian. Penulis yakin betul bahwa tidak ada orang tua lain yang sehebat Beliau.
Penulisan skripsi ini juga banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, oleh karena itu
pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dosen Ketua Penguji Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan
memberi bimbingan, saran, dan kritikan demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dr. Taufik Ashar, M.Kes selaku dosen pembimbing II dan dosen Penguji Skripsi I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan
saran, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Bapak dr. H. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji I dan dosen penguji II yang telah memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Ir. Indra chahaya, M. Kes selaku dosen pembimbing akademik. 6. Bapak dr. Mangapoh selaku Kepala Puskesmas Namo Rambe dan Bapak
Amron Ritonga selaku Ka.Sub.Bag. Tata Usaha Puskesmas Namo Rambe beserta staf/pegawai dan Bapak Hariadi selaku Kepala Desa Jati Kesuma beserta staf/pegawai yang telah membantu penulis selama penelitian.
7. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu
selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Saudara penulis, kakanda Bharada Bangkit Garuda Putra dan kedua adinda penulis Ayu Sri Ngenana dan AC Sri Hagania, yang sudah menjadi abang dan adik terbaik dalam hidup penulis. Tidak lupa juga
kepada abangnda Thomson Siahaan, SKM, you give me strength, you give me hope, you give me someone to love someone to hold, thanks .
Jane, Janni, Medis dan Riros) yang sudah menjadi teman seperjuangan, melewati masa sulit dan menjadi saudara dalam membentuk karakter.
10.Saudara-saudara dalam Kristus, Ekklesia (Kak Erika, Kak Siska, Putri Yani, Putri Sihol, Renta, Agustina dan Nova) yang sudah menjadi saudara dan wadah bagi penulis untuk mengenal dan mencintai Kristus
secara lebih lagi.
11.Seluruh Civitas GMKI Koms. FKM USU (Kanda Gibeon,Daddy Fredy, Mommy Eci, bg Lafandi, Tommy, bg Aryo, Bg Dapot, bg Hotman, Bg Lucky, bg Philip, Erick dan masih banyak lagi) juga kepada The Gangstar Community (Daniel, Abdon, Doly dan Yiyis) yang sudah menjadi saudara penulis selama kuliah.
12.Teman teman seperjuangan di Departemen Epidemiologi USU,
terimakasih buat bantuan, masukan dan semangat kebersamaannya selama
ini terkhusus buat stambuk 2011.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
sehingga dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juli 2015
DAFTAR ISI
2.6 Pencegahan Hipertensi... 38
2.6.1 Pencegahan Primordial ... 38
2.6.2 Pencegahan Primer ... 39
2.6.3 Pencegahan Sekunder ... 40
2.6.4 Pencegahan Tersier ... 42
2.8 Kerangka Konsep... 44
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 45
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 45
3.6.8 Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ... 50
3.6.9 Status Gizi ... 50
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 54
4.1.1 Geografis... 54
4.1.2 Demografi ... 54
4.2 Analisis Univariat ... 55
4.2.1 Kejadian Pre Hipertensi ... 55
4.2.2 Deskripsi Karakteristik ... 55
4.2.3 Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ... 58
4.2.4 Status Gizi ... 59
4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 64
4.3.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 65
4.3.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 66
4.3.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 67
4.3.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 68
4.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 68
4.3.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 69
4.3.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 70
4.3.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi... 71
4.3.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 72
4.3.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 72
4.3.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 73
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Proporsi Prevalens Kejadian Pre Hipertensi ... 75
5.2 Analisis Bivariat ... 76
5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 76
5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 78
5.2.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 79
5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 81
5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 82
5.2.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 83
5.2.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 84
5.2.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 86
5.2.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 88
5.2.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi... 89
5.2.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 90
5.2.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 92
5.2.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 94
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 95
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 96
6.2 Saran ... 97
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi ... 34
Tabel 2.2 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activity Level (PAL) ... 36
Tabel 2.3 Pengelompokkan Minuman Keras ... 38
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 55
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 56
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 58
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Status Gizi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 59
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Stres di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 60
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Asupan Garam di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 60
Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 61
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 62
Tabel 4.10 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 64
Tabel 4.11 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 65
Tabel 4.12 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 66
Tabel 4.13 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 67
Tabel 4.14 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 67
Tabel 4.15 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 68
Tabel 4.16 Hubungan Riwayat Keluarga Yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 69
Tabel 4.17 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 70
Tabel 4.18 Hubungan Stres dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 71
Tabel 4.19 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 72
Tabel 4.21 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 76
Gambar 5.2 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 77
Gambar 5.3 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 79
Gambar 5.4 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 81
Gambar 5.5 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 82
Gambar 5.6 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 84
Gambar 5.7 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 85
Gambar 5.8 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 87
Gambar 5.9 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 89
Gambar 5.11 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Auspan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 92
Gambar 5.12 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 94
Gambar 5.13 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 96
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. KuesionerPenelitian
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU
Lampiran 3. Surat Pemberian Izin Penelitian dari Puskesmas Namo Rambe
Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kantor Desa Jati Kesuma
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Namo Rambe
Lampiran 6. Master Data
Lampiran 7. Analisa data univariat dan bivariat
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Dewi Puspitasari
Tempat Lahir : Medan
Tanggal Lahir : 31 Oktober 1993
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Iptu Adil Ginting, SH
Suku Bangsa Ayah : Indonesia
Nama Ibu : Cahaya Br. Bukit
Suku Bangsa Ibu : Indonesia
Pendidikan Formal :
1. SD/Tamat Tahun : SD Negeri 107406/ 2005
2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 1 Namo Rambe/2008
3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Namo Rambe/2011
4. Akademi/Tamat tahun : -
5. Lama studi di FKM USU : 3 tahun 10 bulan
ABSTRAK
Pre hipertensi adalah tekanan darah dengan angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg. Pre Hipertensi dan Hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 115 orang berumur 18-40 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, tensimeter digital, timbangan, meteran dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi-square dengan 95% Cl.
Dari hasil pengumpulan data diperoleh proporsi prevalens pre hipertensi pada usia 18-40 tahun adalah 53,9%. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,001), pekerjaan (p=0,042), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p=0,049), stress (p=0,009), asupan garam (p=0,001), kebiasaan merokok (p=0,007) dan konsumsi alkohol (p=0,030) dengan kejadian pre hipertensi.
Kepada para penderita pre hipertensi diharapkan agar menghindari faktor risiko terutama stress, asupan garam yang tinggi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kepada pihak Puskesmas diharapkan agar dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan pre hipertensi/ hipertensi bagi para pengunjung Puskesmas tentang pentingnya menjaga tekanan darah sedini mungkin dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre hipertensi/ hipertensi.
ABSTRACT
Pre hypertension was blood pressure with the systolic numbers between 120 to 139 mmHg or diastolic number was between 80 to 89 mmHg. Pre hypertension and hypertension were disease unit caused by any risk factors. The main purpose of this research was done to determine the factors associated with the incidence of pre-hypertension at age 18-40 years in village of Jati Kesuma, Namo Rambe district, Deli Serdang in 2015.
This research was analytic study using cross sectional study. The number of sample was 115 person in age of 18-40 years old and without hypertension that took by consecutive sampling. The research instrument was questionnaire, digital tension meter, balance, measurerand direct observation. The univarian data was analyzed by descriptive study and bivarian data was analyzed by Chi square test with 95% CI.
Based on data coleccting the proportion prevalence of pre hypertension was 53,9%. There was significanted correlation between gender (p = 0.001), employment (p = 0.042), genetic (p = 0.049), stress (p = 0.009), salt intake (p = 0.001), smoking (p =0.007) and consumption of alcohol (p = 0.030) with pre hypertension event.
To the patient of pre hypertension was suggted to avoided the risk factors, especially stress, high salt intake, smoking and consumption of alcohol. And to the health center was expected to provided direction and health extension of pre hypertension / hypertension for the health center visitors about the importance of keeping blood pressure as early as possible and avoided the risk factors that may cause pre hypertension / hypertension event.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak
ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan
beberapa sebutan penyakit lainnya. Salah satunya adalah penyakit degeneratif
(Bustan, 2007). Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis dimana
kejadiannya berhubungan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga
penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).
Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin hari semakin meningkat
karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat di berbagai
negara (Bustan, 2007). Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian
terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, penyakit jantung, stroke, serta paru-paru
kronis adalah contoh penyakit tidak menular yang menjadi tren gaya hidup.
Menurut laporan badan kesehatan dunia (WHO), Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan penyebab utama kematian secara menyeluruh. Berdasarkan data WHO
South East Asia 2008, sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh penyakit tidak
menular (WHO, 2008).
Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia sendiri juga semakin
meningkat. Hal ini dipicu oleh perubahan pola struktur masyarakat agraris ke
masyarakat industri banyak memberi efek terhadap perubahan pola fertilitas, gaya
hidup dan sosial ekonomi. Perubahan ini disebut sebagai transisi epidemiologi
infeksi, sedangkan penyakit non infeksi seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal
dan stroke meningkat (Bustan, 1997).
Transisi epidemiologi dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat
kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas
(kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang
tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan yang
beralih ke sajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan tinggi
garam tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor
berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Sugiharto, 2007).
Indonesia sendiri terdapat perubahan pola makan, yang mengarah pada makanan
cepat saji dan yang diawetkan, yang mengandung tinggi garam, lemak jenuh, dan
rendah serat mulai tersebar terutama di kota-kota besar di Indonesia (Kemenkes,
2014).
Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan
oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik, perkotaan/pedesaan,
geografis, jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya hidup, dan penggunaan alat
kontrasepsi hormonal. Istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa
pada dasarnya adalah sama karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre
hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO, 2013).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya
sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun
2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih
hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang (Triyanto, 2014).
Prevalensi hipertensi mengalami penurunan dari 32 % pada tahun 1980 menjadi
27% pada tahun 2008. Namun di sisi lain, terjadi peningkatan di negara-negara
berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 1999, National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan prevalensi
pre hipertensi adalah 31% di Amerika Serikat. Kemudian pada sebuah survei yang
diadakan di Taiwan melaporkan bahwa 34% orang dewasa memiliki pre
hipertensi (Widjaja dkk, 2013).
Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika tahun 2008,
tekanan darah tinggi ditemukan dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28%
atau 59 juta orang mengidap pre hipertensi. Semua orang yang mengidap
hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaannya dan hanya 61%
medikasi. Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu pertiga mencapai
target darah yang optimal atau normal (Artikel Kesehatan, 2009).
Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, Afrika Selatan justru menjadi
negara yang memiliki tingkat hipertensi paling tinggi di dunia yaitu sebanyak
78% pada orang dewasa yang usianya diatas 50 tahun. Hanya 1 dari 10 orang
penderita Hipertensi yang memperoleh perawatan layak atas penyakit hipertensi
yang dialaminya. Tim peneliti yang dibentuk oleh WHO yang bernama SAGE
atau Strategic Advisory Group of Expert menemukan prevalensi hipertensi pada
hampir 72% orang dewasa di negara Rusia. Angka prevalensi yang lebih rendah
terdapat di beberapa negara seperti 58% di Meksiko, 57% di Ghana, 53% di
Hipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Obat-obatan efektif
banyak tersedia, namun angka penderita tetap meningkat. Padahal hipertensi
merupakan faktor utama kerusakan otak, ginjal dan jantung jika tidak terdeteksi
sejak dini. Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH)
menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari
tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah
hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia
(InaSH, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sebagian
besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah
mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat
hipertensi. Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi pada masyarakat belum
terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita
hipertensi. Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan akan
menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Depkes,
2012).
Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia
25-34 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun
45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan
bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan komplikasi jumlahnya jauh
lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH, 2014). Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar 2007, prevalensi prehipertensi di Indonesia dewasa muda (18-29
tahun) adalah 48,4% (Widjaja dkk, 2013).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun
2013 menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan
wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6
% pada tahun 2007 menjadi 9,5 %. Prevalensi hipertensi pada penduduk umur >
18 tahun di Indonesia mencapai 25,8%. Berdasarkan provinsi, Prevalensi
hipertensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%) dan terendah di Papua (16,8%).
Berdasarkan penelitian Sigarlaki di Desa Bocor Kec. Bulus Pesantren, Kab.
Kebumen, Jawa Tengah tahun 2006 dari 102 orang responden, terdapat 12,7%
penderita pre hipertensi dan 87,3 % penderita hipertensi. Dalam penelitian ini
laki-laki lebih banyak menderita pre hipertensi (6,86%) sedangkan perempuan
lebih banyak menderita hipertensi (50,02%) (Sigarlaki, 2006).
Menurut penelitian Widjaja dkk di Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dari 111 dewasa muda
(18 - 25 tahun), terdapat 34,2% penderita prehipertensi dan 17,1% penderita
hipertensi. Dalam penelitian ini juga di dapat perempuan lebih banyak menderita
pre hipertensi yaitu 36%, sedangkan laki-laki lebih banyak menderita hipertensi
yaitu sebesar 25% (Widjaja dkk, 2013).
Menurut penelitian Suoth di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kab.
59,4% penderita hipertensi stadium 1 dan 9,4% penderita hipertensi stadium 2.
Dalam penelitian ini ditemukan laki-laki sebesar 31,3% dan perempuan sebesar
68,8% (Suoth, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar khusus penyakit tidak menular, prevalensi
hipertensi Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan keempat yaitu sebesar
5,80% setelah sakit persendian, jantung, dan gangguan mental emosional.
Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan 9,60% dan terendah di
Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,40% (Depkes, 2008). Kemudian hasil
pengamatan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang selama tahun
2005-2006 terjadi peningkatan jumlah kasus hipertensi dengan kasus terbanyak
tahun 2006 sebesar 7,88%.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Namo
Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang, penyakit hipertensi
berada pada urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2014. Dengan
proporsi tertinggi berada di Desa Jati Kesuma yaitu sebesar 18,5%. Wilayah Desa
Jati Kesuma Kec. Namo Rambe Kab. Deli Serdang sebelumnya belum pernah
dilakukan penelitian mengenai pre hipertensi maupun hipertensi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia
18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli
1.2 Perumusahan Masalah
Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Pre
Hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi
pada usia 18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Proporsi Prevalens pre hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang
tahun 2015
2. Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin,
suku, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan) dengan kejadian pre
hipertensi.
3. Mengetahui hubungan riwayat keluarga yang menderita hipertensi
dengan kejadian pre hipertensi.
4. Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian pre hipertensi
5. Mengetahui hubungan stress dengan kejadian pre hipertensi.
6. Mengetahui hubungan asupan garam dengan kejadian pre hipertensi.
8. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian pre
hipertensi.
9. Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian pre
hipertensi.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang khususnya bagian pengelola program penanggulangan
penyakit tidak menular (PTM).
2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Namo Rambe Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang dalam membuat kebijakan
penanggulangan penyakit tidak menular khususnya untuk pre hipertensi
dan hipertensi.
3. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara dan penelitian
selanjutnya.
4. Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuan responden
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian
2.1.1 Tekanan Darah
Tekanan darah ( BP= blood pressure ) yang dinyatakan dalam milimeter
(mm) merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah pada
dinding arteri (McGowan, 2001). Desakan darah tersebut dipompa dari jantung ke
jaringan. Tekanan darah mirip dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air
(arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari keran (Jantung) makin besar tekanan
dari air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya
(seperti pada aterosklerosis), maka tekanan akan sangat meningkat (Hull, 1993).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), dan angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik) (Ruhyanudin, 2007).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terjadi ketika otot jantung
berdenyut memompa darah sehingga darah terdorong ke luar dari jantung menuju
seluruh tubuh. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat darah
memasuki jantung (Widharto, 2009). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan
sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg dibaca seratus dua
puluh per delapan puluh (Ruhyanudin, 2007).
Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan. Tekanan darah
akan meningkat saat aktivitas fisik, emosi, dan stres (Gray dkk, 2003). Hal ini
akan kembali menjadi normal (Hull, 1993).Tekanan darah biasanya paling tinggi
pada waktu pagi hari dan berkurang pada waktu malam hari, mencapai titik
terendah saat dini hari dan selama tidur (Ruhyanudin, 2007; Semple, 1992).
Pengukuran tekanan darah biasanya dilakukan secara tidak langsung dengan
sphygmomanometer air raksa atau alat noninvasif lainnya pada posisi duduk atau
telentang (Joewono, 2003). Saat melakukan pengukuran tekanan darah, dokter
atau perawat menggunakan alat bantu berupa stetoskop. Alat ini digunakan untuk
mendengar detak jantung melalui denyut nadi, umumnya nadi daerah lengan atas
(Widharto, 2009). Pengukuran tekanan darah, dilakukan minimal 2 kali setiap
kesempatan dalam jarak waktu cukup lama yaitu 5-10 menit, dengan tidak ada
perbedaan hasil pada kedua lengan. Jika terdapat perbedaan, lengan yang
mempunyai angka yang lebih tinggi digunakan sebagai patokan untuk pengukuran
berikutnya (Gray dkk, 2003).
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai
hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada
umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah
hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok
(Masud, 1989).
2.1.2 Pre Hipertensi
Menurut kriteria the seventh report of the joint national committe on
detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC VII), Tekanan
darah terdiri dari tekanan darah normal yaitu kurang dari 120/80 mmHg, pre
tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Depkes, 2013). Prehipertensi dan
hipertensi berhubungan dengan berbagai komplikasi pada hampir seluruh organ,
tetapi sering diabaikan oleh dewasa muda di daerah pedesaan (Widjaja dkk,
2013).
Pre hipertensi adalah tekanan darah jika angka sistolik antara 120 sampai
139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg (Sheps, 2005).
Pre hipertensi bukan kategori penyakit. Justru pre hipertensi adalah sebutan yang
dipilih untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi terkena hipertensi.
Penderita pre hipertensi beresiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya
orang yang masuk kategori pre hipertensi dengan tekanan darah antara 130/80
mmHg – 139/89 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah
(Kaplan dan Joseph, 2006).
Tekanan darah pada orang dewasa populasi Amerika Serikat, jumlah orang
dengan prehipertensi bahkan lebih besar dibandingkan dengan hipertensi. Dimana
jumlah orang dengan prehipertensi yaitu sebesar 31% (atau 63 juta) sedangkan
orang dengan hipertensi yaitu sebesar 29% dari populasi orang dewasa (Kaplan
dan Joseph, 2006).
Apabila seseorang termasuk dalam pre hipertensi, belum dianjurkan untuk
meminum obat melainkan dianjurkan untuk melakukan penyesuaian pola hidup
yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal atau
merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO,
2013).
Setiap peningkatan tekanan darah dengan 20/10 mmHg pada orang dewasa,
dapat meningkatkan 2 kali lipat risiko terkena serangan jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko terhadap serangan jantung, stroke,
coronary heart disease (Penyakit jantung koroner atau penyakit yang terjadi
apabila arteri koroner yang memberi suplai darah dan oksigen kepada otot jantung
mengalami pengerasan dan penyempitan akibat endapan lemak yang menumpuk
di dinding dalamnya), gagal jantung dan juga gagal ginjal (Kaplan dan Joseph,
2006).
2.1.3 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014). Sedangkan
menurut Joint National Commite on Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VII) hipertensi didefinisikan sebagai tekanan yang lebih
tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg dapat diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya (Ruhyanudin, 2007).
Menurut Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang
Pengendalian Hipertensi menjelaskan bahwa hipertensi merupakan gangguan
pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan
tantangan kesehatan utama masyarakat yang sedang mengalami perubahan
hipertensi merupakan salah satu faktor utama risiko kematian karena gangguan
kardiovaskuler yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian.
Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai
dalam praktek klinik sehari-hari (Simadibrata dkk, 2003). Penyakit hipertensi
salah satu faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit jantung dan
pembuluh darah. Namun sering sekali penyakit hipertensi ini tidak menunjukkan
gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti
gangguan fungsi jantung atau stroke. Hipertensi yang juga disebut sebagai silent
killer ini adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat
secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh
(Kemenkes, 2014; Triyanto, 2014).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara: (Ruhyanudin, 2007)
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui
arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa
untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut,
dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah
juga meningkat.
2.2. Klasifikasi Hipertensi 2.2.1 Berdasarkan Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000), klasifikasi hipertensi berdasarkan
etiologi dibagi menjadi 2, yaitu : (Triyanto, 2014)
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang
penyebabnya masih belum dapat diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi. Hipertensi esensial kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah (Triyanto, 2014; Ruhyanudin, 2007).
Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya.
Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vascular sehingga
tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vascular perifer
bertambah, atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan
penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai
kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah
Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya sedikit meningkat
dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung
cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga
menyebabkan penebalan dinding arteri dan arteriol. Banyaknya faktor yang
mempengaruhi dan mungkin berbeda antar individu menyebabkan penelitian
etiologinya semakin sulit (Gray dkk, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tersebut seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor
lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan
sebagainya (Depkes, 2007).
b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)
Hipertensi sekunder adalah jika penyebab diketahui. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya
pil KB) (Kemenkes, 2014; Ruhyanudin, 2007). Sekitar 5% prevalensi hipertensi
telah diketahui penyebabnya, dan dapat dikelompokkan seperti di bawah ini :
(Gray dkk, 2003)
b.1 Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal
(glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan
menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan
hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan kerusakan
ginjal.
b.2. Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan
aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi sepertiga bagian
proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada pasien usia lanjut,
dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal.
b.3. Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn)
jika terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar
aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan
(overload) natrium dan air.
2.2.2 Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD
Berdasarkan tingginya diastolik, hipertensi dikategorikan ringan apabila
tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan
tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Padila,
2013; Irianto, 2014).
Sedangkan berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint
National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure ( JNC 7) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut :
a. Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80
mmHg,
b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan/atau diastolik 80 – 89 mmHg,
d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
diastolik ≥ 100 mmHg.
Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai
contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi
ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi
ketika jantung berkontraksi memompakan darah (Irianto, 2014).
2.2.3 Berdasarkan Jenis Kelamin
Kaplan (1985) memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia
dan jenis kelamin sebagai berikut : (Udjianti, 2011)
a. Laki-laki, usia ≤ 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 130/90 mmHg,
b. Laki-laki, usia > 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 145/95 mmHg,
c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.
2.3 Gejala Klinis
Tekanan darah tinggi seringkali tidak menimbulkan keluhan-keluhan
langsung, tetapi lama-kelamaan dapat mengakibatkan berbagai penyakit. Tidak
ada tanda-tanda yang memperingatkan, namun lambat laun urat-urat nadi baik
besar maupun kecil dalam tubuh menjadi rusak (Dekker, 1996). Hanya kurang
dari sepersepuluh penderita tekanan darah tinggi yang menunjukkan adanya gejala
dan itu terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (Semple, 1992). Hal ini lah yang
penderita hipertensi bertahun-tahun tanpa merasakan sesuatu atau gejala
(Triyanto, 2014).
Menurut Edward K Cung (1995), tidak ada gejala spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri
oleh dokter yang memeriksa (Padila, 2013). Namun secara umum gejala yang
dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu kegelisahan, jantung berdebar-debar,
pening, nyeri dada, sakit kepala, depresi dan lesuh (Wolff, 1984).
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak (Ruhyanudin,
2007).
2.4 Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit hipertensi dapat timbul komplikasi somatik
berupa gangguan jantung, gangguan peredaran serebral dan perifer, dan gangguan
ginjal. Namun sering kali dianggap sebagai gejala awal penyakit pada saat pasien
pertama kali ke dokter, padahal sebenarnya merupakan gejala komplikasi
hipertensi (Sudoyo dkk, 2010).
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut,
a. Jantung
Pengaruh tekanan darah tinggi, proses penumpukan zat-zat lemak di dalam
urat-urat nadi besar makin cepat. Hal itu mengakibatkan pengapuran pembuluh
darah (arteriosclerosis) (Dekker, 1996).
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, otot jantung bekerja lebih
keras dari biasanya karena arteri menyempit akibat mengapurnya dinding
pembuluh darah. Ketika otot jantung bekerja lebih keras, otot jantung tidak
mendapat pasokan darah dan oksigen yang cukup. Keadaan ini membuat rasa
sakit di dada yang biasa disebut dengan angina atau miokardinal iskemia. Jika
arteri koronaria menyempit dan kemudian darah menggumpal, otot jantung yang
langsung berhubungan dengan arteri ini menjadi mati. Keadaan ini disebut
serangan jantung (Widharto, 2009).
b. Otak
Tekanan darah tinggi dapat membawa perubahan pada jaringan pembuluh
nadi yang ada pada otak sehingga mengakibatkan serangan pada orak (attack).
Serangan ini dapat menimbulkan kelumpuhan atau gangguan-gangguan organ
tubuh (stroke) (Dekker, 1996).
Penelitian yang dilakukan selama 35 tahun dalam Framingham Heart Study
menunjukkan bahwa 56% stroke pada pria dan 66% stroke pada wanita
berhubungan langsung dengan hipertensi. Namun, bila hipertensi tersebut diobati,
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke
iskemik dan stroke haemoragik. Stroke iskemik merupakan stroke yang paling
sering terjadi, meliputi 70-80% dari semua kejadian stroke. Stroke ini terjadi
karena penyumbatan pembuluh darah akibat menumpuknya plak dalam arteri.
Plak tersebut kemudian membentuk gumpalan dan lokasinya menetap dalam
arteri-arteri antara jantung dan otak. Stroke haemoragik, kejadiannya meliputi
20-30 % dari semua kejadian stroke. Stroke ini terjadi jika pembuluh darah bocor
atau pecah dalam otak. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang
persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara sel-sel otak.
Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya
dapat menjadi lebih serius (Sheps, 2005).
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
menuju ginjal. Penyumbatan ini berakibat pada fungsi ginjal yaitu sebagai
penyaring darah terganggu. Ginjal berfungsi menyaring kotoran-kotoran yang
terbawa oleh aliran darah. Gangguan pada ginjal mengakibatkan kotoran-kotoran
ini tidak tersaring sehingga darah yang penuh kotoran ini beredar ke seluruh
tubuh. Lama kelamaan produk sisa akan menumpuk dalam darah, ginjal akan
mengecil dan berhenti fungsi, keadaan ini disebut gagal ginjal (Widharto, 2009;
Sheps, 2005).
d. Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,
banyak terkena resiko. Daya penglihatan terganggu karena kerusakan pada
pembuluh selaput mata (Dekker, 1996). Pada keadaan berat, saraf yang membawa
sinyal-sinyal dari mata ke otak (saraf optik) akan mulai membengkak. Hal ini
dapat menyebabkan kebutaan (Sheps, 2005).
2.5 Epidemiologi Hipertensi
2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Hipertensi
a. Orang
Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara
merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah
terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita
meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak
ditemukan pada wanita daripada pria (Bustan, 2007).
Dalam Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi,
penderita hipertensi umumnya terjadi pada manusia yang berusia setengah umur
(Iebih dari 40 tahun). Namun banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya
menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium
awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya. Boedi
Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8% -28,6% penduduk
dewasa adalah penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia
diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini
lebih banyak menyerang pria daripada wanita (Depkes, 2006).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013
nasional mencapai 25,8%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi
terdapat pada kelompok umur diatas 75 tahun yaitu 63,8% dan pada kelompok
umur 65-74 tahun yaitu 57,6%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi
pada laki-laki sebesar 22,8% dan pada perempuan 28,8% (Depkes, 2013).
b. Tempat
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menurut provinsi, Prevalensi hipertensi di
Provinsi Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat
(29,4%), Gorontalo (29,0%), Sulawesi Tengah (28,7%), Kalimantan Barat
(28,3%), Sulawesi Selatan (28,1%), Sulawesi Utara (27,1%), Kalimantan Tengah
(26,7%), Jawa Tengah (26,4%), Jawa Timur (26,2%) dan Sumatera Selatan
(26,1%), merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi
dari angka nasional (25,8%) (Depkes, 2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, pada analisis hasil
pengukuran tekanan darah penduduk umur > 18 tahun menunjukkan penderita
hipertensi yang bertempat tinggal di Perkotaan (26,1%) dan di Pedesaan (25,%1).
Sedangkan pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC
VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan
perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%) (Depkes,
2013).
Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai lebih rentan terhadap
daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan
buah-buahan.
c. Waktu
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004
(Rahajeng dan Tuminah, 2009).Di Jawa Tengah, berdasarkan laporan rumah sakit
dan puskesmas, proporsi kasus hipertensi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tidak menular secara
keseluruhan, pada tahun 2004 proporsi kasus hipertensi sebesar 17,34%,
meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami
peningkatan menjadi 39,47% (Sugiharto, 2007).
2.5.2 Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor Risiko Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah
1. Genetika
Faktor genetik berperan penting dalam tekanan darah tinggi. Karena
susunan saraf seseorang menentukan seberapa besar kecenderungannya
untuk menderita tekanan darah tinggi (Mervin, 1995).Pada kasus hipertensi
essensial, didapat sekitar 70-80% kasus hipertensi essensial, yang memiliki
riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan
pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya
hipertensi (Hayens et al, 1998).
Dalam laporan WHO, sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara
individu disebabkan oleh faktor genetik. Penelitian menunjukkan bahwa
tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah
orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak
adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya
faktor lingkungan (seperti makanan dan status sosial), berperan besar dalam
menentukan tekanan darah (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).
Kemungkinan seseorang menderita tekanan darah tinggi lebih kurang
satu berbanding tiga, jika salah satu orang tua menderita tekanan darah
tinggi atau pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun. Risiko ini
meningkat menjadi tiga berbanding lima jika kedua orang tua
mengalaminya (Semple, 1992).
2. Umur
Usia adalah faktor risiko nomor satu. Lebih dari 60% orang Amerika
yang berusia 65 hingga 74 tahun mengidap tekanan darah tinggi (Hoffman
dkk, 1996).Jumlah individu yang mengalami hipertensi meningkat sejalan
dengan meningkatnya usia (Tierney dkk, 2002).
Tekanan darah cenderung rendah pada bayi dan mulai meningkat pada
masa kanak-kanak. Kemudian akan meningkat lebih nyata selama masa
pertumbuhan dan pematangan fisik di usia remaja (Semple, 1992). Menurut
hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun (Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).
3. Jenis Kelamin
Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan
tekanan darah antara laki-laki dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa
remaja, pria cenderung menunjukkan aras rata-rata yang lebih tinggi.
Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya
(Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).
Perubahan normal dan pematangan fisik cenderung lebih nyata pada
laki-laki dari pada wanita terlebih sebelum wanita mengalami masa
menopause (Semple, 1992). Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Departemen Kesehatan, komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki
(Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).
4. Ras atau Suku Bangsa
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada
masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku
lain. Suku mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan
darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang
meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada
orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang orang Amerika
berkulit putih (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).
Sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia. Di lembah
yang tertinggi terdapat di Jawa Barat pada suku Suku Sunda yaitu 28,6%
(Bustan, 2007).
5. Status sosioekonomi
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan
ekonomi dan epidemiologi selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan
darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan
sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan
dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam
masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras
tinggi tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat pada
golongan sosioekonomi yang lebih tinggi (Laporan Komisi Pakar WHO,
2001).
Determinan sosial kesehatan, misalnya pendapatan, pendidikan dan
kondisi di rumah (status pernikahan) berdampak pada faktor-faktor risiko
perilaku sehingga mempengaruhi perkembangan hipertensi. Misalnya,
pengangguran atau takut pengangguran mungkin memiliki dampak pada
tingkat stres yang pada akhirnya akan membuat tekanan darah menjadi
tinggi. Kondisi di rumah dan kondisi di tempat kerja juga dapat
mempengaruhi tekanan darah misalnya pekerjaan yang berat akan
menguras pikiran lebih berat, pertengkaran yang terjadi di rumah atau
kebutuhan ekonomi dalam keluarga yang harus terpenuhi membuat individu
harus berpikir keras juga sehingga kemungkinan meningkatkan tekanan
menunda deteksi tepat waktu dan pengobatan karena kurangnya akses ke
diagnosa dan pengobatan. Ditambah lagi dengan urbanisasi yang cenderung
mendorong konsumsi cepat makanan, penggunaan tembakau dan
penggunaan alkohol akhirnya, meningkatkan risiko hipertensi (WHO,
2013).
b. Faktor Risiko Hipertensi Yang Dapat Diubah
1. Obesitas
Anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi
dan penambahan berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah.
Walaupun kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi kenaikan berat
badan, namun dapat menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium
tambahan (Kaplan dan Stamler, 1991).
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO pada kebanyakan kajian,
kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat
hipertensi. Pada populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan
oleh kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%. Dari data pengamatan
WHO tahun 1996, regresi multivariat tekanan darah menunjukkan kenaikan
TDS 2-3 mmHg dan TDD 1-3 mmHg utuk setiap kenaikan 10 kg bobot
tubuh (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001). Indeks massa tubuh digunakan
untuk mengukur kadar kegemukan kombinasi atau perbandingan antara
berat badan dan tinggi badan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Dimana dikatakan BB kurang bila IMT < 18,5 kg/m2, BB normal bila IMT
18,5-24,9 kg/m2, BB berlebih bila IMT 25-29,9 kg/m2, Obes Derajat I bila
30,0-34,9 IMT kg/m2, Obes Derajat II bila 35,0-39,9 kg/m2, dan Obes
Derajat III bila IMT > 40,0 kg/m2 ( MB, 2011).
2. Stres
Penelitian tentang faktor psikososial dan faktor sosiokultural hingga
saat ini telah mendapatkan hubungan yang lebih nyata bahwa perubahan
hemodinamik, peningkatan tekanan darah berhubungan dengan faktor
psikososial lain, seperti white coat hypertention. Penelitian di Amerika
Serikat pada orang Negro didapatkan angka hipertensi tinggi, yang
berhubungan dengan adanya rasa permusuhan (hostilitas), rasa tertekan
sebagai akibat diskriminasi dan kemiskinan serta masalah psikososial lain,
yang merupakan model psikosomatik agresi yang tertekan (Sudoyo dkk,
2010).
Stres memang tidak diragukan lagi dapat meningkatkan tekanan darah
dalam jangka pendek dengan cara mengaktifkan bagian otak dan sistem
saraf yang biasanya mengendalikan tekanan darah secara otomatis. Namun
stres sulit untuk diberi batasan atau diukur, karena pristiwa yang
menimbulkan stres pada seseorang belum tentu menimbulkan stres pada
orang lain (Semple, 1992).
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres
berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan
meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.
Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
Berdasarkan hasil penelitian Hasurungan di Kota Depok (2002) dengan
menggunakan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa OR
hipertensi pada responden yang mengalami stres psikologis jika
dibandingkan dengan yang tidak stres psikologis adalah 2,99 (Hasurungan,
2002).
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengukur tingkat stress
adalah dengan DASS 42. DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale 42)
adalah kuesioner yang terdiri dari 42-item pertanyaan yang mencakup tiga
laporan diri skala dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari
depresi, kecemasan dan stres. DASS mempunyai tingkatan discrimant
validity dan mempunyai reliabilitas sebesar 0,91 yang diolah berdasarkan
penilaian Cronbach’s Alpha. Tingkatan stress pada instrumen DASS 42
(lovibond, 1995) dikategorikan menjadi Normal : 0-14, Stres Ringan :
15-18, Stres Sedang : 19-25, Stres Berat : 26-33, dan Stres Sangat Berat : ≥ 34 (Lovibond & Lovibond, 2003 dalam S.Yessy, 2012)
3. Asupan Garam
Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang
berlebihan dengan tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan
natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang
meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam dapat
mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk
mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya
adalah hipertensi. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium
berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa
individu (Hull, 1993).
Pada hasil pengamatan di beberapa kelompok kecil yang tersebar di
seluruh dunia yang menjalani cara hidup tradisional, aktif dan suka berburu.
Kelompok-kelompok ini mempunyai tekanan darah yang rendah dan sangat
sedikit meningkat dengan bertambahnya usia. Mereka tidak menggunakan
garam dan makanannya mengandung kadar natrium yang sangat rendah.
Satu dari kelompok ini adalah orang Indian Yanomano di pedalaman hutan
brasilia (Semple, 1992).
Kebutuhan minimal tubuh manusia akan garam hanyalah 69 miligram
per hari. Petunjuk diet rendah garam dari Amerika menyarankan untuk
orang normal membatasi jumlah konsumsi garam per hari tidak melebihi
2.300 miligram per hari. Sedangkan untuk usia 51 tahun keatas atau
mempunyai penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, atau