• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA

KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

SRI DEWI PUSPITASARI NIM: 111000216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE HIPERTENSI PADA USIA 18 – 40 TAHUN DI DESA JATI KESUMA

KECAMATAN NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SRI DEWI PUSPITASARI NIM: 111000216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Pre hipertensi adalah tekanan darah dengan angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg. Pre Hipertensi dan Hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 115 orang berumur 18-40 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, tensimeter digital, timbangan, meteran dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi-square dengan 95% Cl.

Dari hasil pengumpulan data diperoleh proporsi prevalens pre hipertensi pada usia 18-40 tahun adalah 53,9%. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,001), pekerjaan (p=0,042), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p=0,049), stress (p=0,009), asupan garam (p=0,001), kebiasaan merokok (p=0,007) dan konsumsi alkohol (p=0,030) dengan kejadian pre hipertensi.

Kepada para penderita pre hipertensi diharapkan agar menghindari faktor risiko terutama stress, asupan garam yang tinggi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kepada pihak Puskesmas diharapkan agar dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan pre hipertensi/ hipertensi bagi para pengunjung Puskesmas tentang pentingnya menjaga tekanan darah sedini mungkin dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre hipertensi/ hipertensi.

(5)

ABSTRACT

Pre hypertension was blood pressure with the systolic numbers between 120 to 139 mmHg or diastolic number was between 80 to 89 mmHg. Pre hypertension and hypertension were disease unit caused by any risk factors. The main purpose of this research was done to determine the factors associated with the incidence of pre-hypertension at age 18-40 years in village of Jati Kesuma, Namo Rambe district, Deli Serdang in 2015.

This research was analytic study using cross sectional study. The number of sample was 115 person in age of 18-40 years old and without hypertension that took by consecutive sampling. The research instrument was questionnaire, digital tension meter, balance, measurerand direct observation. The univarian data was analyzed by descriptive study and bivarian data was analyzed by Chi square test with 95% CI.

Based on data coleccting the proportion prevalence of pre hypertension was 53,9%. There was significanted correlation between gender (p = 0.001), employment (p = 0.042), genetic (p = 0.049), stress (p = 0.009), salt intake (p = 0.001), smoking (p =0.007) and consumption of alcohol (p = 0.030) with pre hypertension event.

To the patient of pre hypertension was suggted to avoided the risk factors, especially stress, high salt intake, smoking and consumption of alcohol. And to the health center was expected to provided direction and health extension of pre hypertension / hypertension for the health center visitors about the importance of keeping blood pressure as early as possible and avoided the risk factors that may cause pre hypertension / hypertension event.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus Sang

Juruselamat karena berkat dan kasih karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Hipertensi Pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Dengan penuh rasa hormat dan kebanggaan penulis mempersembahkan

skripsi ini dan mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada orang tua

terkasih Iptu Adil Ginting, SH yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kedisplinan, ketegasan dan kasih sayang juga kepada Ibu Cahaya Br. Bukit yang selalu memberikan dukungan, doa dan perhatian. Penulis yakin betul bahwa tidak ada orang tua lain yang sehebat Beliau.

Penulisan skripsi ini juga banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan

bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, oleh karena itu

pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin

mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(7)

Dosen Ketua Penguji Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan

memberi bimbingan, saran, dan kritikan demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak dr. Taufik Ashar, M.Kes selaku dosen pembimbing II dan dosen Penguji Skripsi I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan

saran, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Bapak dr. H. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji I dan dosen penguji II yang telah memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Ir. Indra chahaya, M. Kes selaku dosen pembimbing akademik. 6. Bapak dr. Mangapoh selaku Kepala Puskesmas Namo Rambe dan Bapak

Amron Ritonga selaku Ka.Sub.Bag. Tata Usaha Puskesmas Namo Rambe beserta staf/pegawai dan Bapak Hariadi selaku Kepala Desa Jati Kesuma beserta staf/pegawai yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu

selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Saudara penulis, kakanda Bharada Bangkit Garuda Putra dan kedua adinda penulis Ayu Sri Ngenana dan AC Sri Hagania, yang sudah menjadi abang dan adik terbaik dalam hidup penulis. Tidak lupa juga

kepada abangnda Thomson Siahaan, SKM, you give me strength, you give me hope, you give me someone to love someone to hold, thanks .

(8)

Jane, Janni, Medis dan Riros) yang sudah menjadi teman seperjuangan, melewati masa sulit dan menjadi saudara dalam membentuk karakter.

10.Saudara-saudara dalam Kristus, Ekklesia (Kak Erika, Kak Siska, Putri Yani, Putri Sihol, Renta, Agustina dan Nova) yang sudah menjadi saudara dan wadah bagi penulis untuk mengenal dan mencintai Kristus

secara lebih lagi.

11.Seluruh Civitas GMKI Koms. FKM USU (Kanda Gibeon,Daddy Fredy, Mommy Eci, bg Lafandi, Tommy, bg Aryo, Bg Dapot, bg Hotman, Bg Lucky, bg Philip, Erick dan masih banyak lagi) juga kepada The Gangstar Community (Daniel, Abdon, Doly dan Yiyis) yang sudah menjadi saudara penulis selama kuliah.

12.Teman teman seperjuangan di Departemen Epidemiologi USU,

terimakasih buat bantuan, masukan dan semangat kebersamaannya selama

ini terkhusus buat stambuk 2011.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

sehingga dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

2.6 Pencegahan Hipertensi... 38

2.6.1 Pencegahan Primordial ... 38

2.6.2 Pencegahan Primer ... 39

2.6.3 Pencegahan Sekunder ... 40

2.6.4 Pencegahan Tersier ... 42

2.8 Kerangka Konsep... 44

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 45

(10)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 45

3.6.8 Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ... 50

3.6.9 Status Gizi ... 50

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 54

4.1.1 Geografis... 54

4.1.2 Demografi ... 54

4.2 Analisis Univariat ... 55

4.2.1 Kejadian Pre Hipertensi ... 55

4.2.2 Deskripsi Karakteristik ... 55

4.2.3 Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ... 58

4.2.4 Status Gizi ... 59

4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 64

(11)

4.3.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 65

4.3.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 66

4.3.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 67

4.3.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 68

4.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 68

4.3.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 69

4.3.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 70

4.3.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi... 71

4.3.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 72

4.3.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 72

4.3.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 73

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Proporsi Prevalens Kejadian Pre Hipertensi ... 75

5.2 Analisis Bivariat ... 76

5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 76

5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 78

5.2.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 79

5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 81

5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 82

5.2.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 83

5.2.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 84

5.2.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 86

5.2.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 88

5.2.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi... 89

5.2.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 90

5.2.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 92

5.2.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi ... 94

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 95

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 96

6.2 Saran ... 97

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi ... 34

Tabel 2.2 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activity Level (PAL) ... 36

Tabel 2.3 Pengelompokkan Minuman Keras ... 38

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 55

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 56

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 58

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Status Gizi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Stres di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Asupan Garam di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 61

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Reponden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 62

(13)

Tabel 4.10 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 64

Tabel 4.11 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 65

Tabel 4.12 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 66

Tabel 4.13 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 67

Tabel 4.14 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 67

Tabel 4.15 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 68

Tabel 4.16 Hubungan Riwayat Keluarga Yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 69

Tabel 4.17 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 70

Tabel 4.18 Hubungan Stres dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015... 71

Tabel 4.19 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 72

(14)

Tabel 4.21 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi pada Usia 18-40 Tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 74

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 76

Gambar 5.2 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 77

Gambar 5.3 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 79

Gambar 5.4 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 81

Gambar 5.5 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 82

Gambar 5.6 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 84

Gambar 5.7 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 85

Gambar 5.8 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 87

Gambar 5.9 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 89

(16)

Gambar 5.11 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Auspan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 92

Gambar 5.12 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 94

Gambar 5.13 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 96

(17)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. KuesionerPenelitian

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 3. Surat Pemberian Izin Penelitian dari Puskesmas Namo Rambe

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kantor Desa Jati Kesuma

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Namo Rambe

Lampiran 6. Master Data

Lampiran 7. Analisa data univariat dan bivariat

(18)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Dewi Puspitasari

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 31 Oktober 1993

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Iptu Adil Ginting, SH

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Cahaya Br. Bukit

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal :

1. SD/Tamat Tahun : SD Negeri 107406/ 2005

2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 1 Namo Rambe/2008

3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Namo Rambe/2011

4. Akademi/Tamat tahun : -

5. Lama studi di FKM USU : 3 tahun 10 bulan

(19)

ABSTRAK

Pre hipertensi adalah tekanan darah dengan angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg. Pre Hipertensi dan Hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 115 orang berumur 18-40 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, tensimeter digital, timbangan, meteran dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi-square dengan 95% Cl.

Dari hasil pengumpulan data diperoleh proporsi prevalens pre hipertensi pada usia 18-40 tahun adalah 53,9%. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,001), pekerjaan (p=0,042), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p=0,049), stress (p=0,009), asupan garam (p=0,001), kebiasaan merokok (p=0,007) dan konsumsi alkohol (p=0,030) dengan kejadian pre hipertensi.

Kepada para penderita pre hipertensi diharapkan agar menghindari faktor risiko terutama stress, asupan garam yang tinggi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kepada pihak Puskesmas diharapkan agar dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan pre hipertensi/ hipertensi bagi para pengunjung Puskesmas tentang pentingnya menjaga tekanan darah sedini mungkin dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre hipertensi/ hipertensi.

(20)

ABSTRACT

Pre hypertension was blood pressure with the systolic numbers between 120 to 139 mmHg or diastolic number was between 80 to 89 mmHg. Pre hypertension and hypertension were disease unit caused by any risk factors. The main purpose of this research was done to determine the factors associated with the incidence of pre-hypertension at age 18-40 years in village of Jati Kesuma, Namo Rambe district, Deli Serdang in 2015.

This research was analytic study using cross sectional study. The number of sample was 115 person in age of 18-40 years old and without hypertension that took by consecutive sampling. The research instrument was questionnaire, digital tension meter, balance, measurerand direct observation. The univarian data was analyzed by descriptive study and bivarian data was analyzed by Chi square test with 95% CI.

Based on data coleccting the proportion prevalence of pre hypertension was 53,9%. There was significanted correlation between gender (p = 0.001), employment (p = 0.042), genetic (p = 0.049), stress (p = 0.009), salt intake (p = 0.001), smoking (p =0.007) and consumption of alcohol (p = 0.030) with pre hypertension event.

To the patient of pre hypertension was suggted to avoided the risk factors, especially stress, high salt intake, smoking and consumption of alcohol. And to the health center was expected to provided direction and health extension of pre hypertension / hypertension for the health center visitors about the importance of keeping blood pressure as early as possible and avoided the risk factors that may cause pre hypertension / hypertension event.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak

ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan

beberapa sebutan penyakit lainnya. Salah satunya adalah penyakit degeneratif

(Bustan, 2007). Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis dimana

kejadiannya berhubungan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga

penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin hari semakin meningkat

karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat di berbagai

negara (Bustan, 2007). Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian

terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, penyakit jantung, stroke, serta paru-paru

kronis adalah contoh penyakit tidak menular yang menjadi tren gaya hidup.

Menurut laporan badan kesehatan dunia (WHO), Penyakit Tidak Menular (PTM)

merupakan penyebab utama kematian secara menyeluruh. Berdasarkan data WHO

South East Asia 2008, sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh penyakit tidak

menular (WHO, 2008).

Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia sendiri juga semakin

meningkat. Hal ini dipicu oleh perubahan pola struktur masyarakat agraris ke

masyarakat industri banyak memberi efek terhadap perubahan pola fertilitas, gaya

hidup dan sosial ekonomi. Perubahan ini disebut sebagai transisi epidemiologi

(22)

infeksi, sedangkan penyakit non infeksi seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal

dan stroke meningkat (Bustan, 1997).

Transisi epidemiologi dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat

kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas

(kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang

tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan yang

beralih ke sajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan tinggi

garam tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor

berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Sugiharto, 2007).

Indonesia sendiri terdapat perubahan pola makan, yang mengarah pada makanan

cepat saji dan yang diawetkan, yang mengandung tinggi garam, lemak jenuh, dan

rendah serat mulai tersebar terutama di kota-kota besar di Indonesia (Kemenkes,

2014).

Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan

oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik, perkotaan/pedesaan,

geografis, jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya hidup, dan penggunaan alat

kontrasepsi hormonal. Istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa

pada dasarnya adalah sama karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre

hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO, 2013).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya

sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun

2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih

(23)

hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang (Triyanto, 2014).

Prevalensi hipertensi mengalami penurunan dari 32 % pada tahun 1980 menjadi

27% pada tahun 2008. Namun di sisi lain, terjadi peningkatan di negara-negara

berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 1999, National

Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan prevalensi

pre hipertensi adalah 31% di Amerika Serikat. Kemudian pada sebuah survei yang

diadakan di Taiwan melaporkan bahwa 34% orang dewasa memiliki pre

hipertensi (Widjaja dkk, 2013).

Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika tahun 2008,

tekanan darah tinggi ditemukan dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28%

atau 59 juta orang mengidap pre hipertensi. Semua orang yang mengidap

hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaannya dan hanya 61%

medikasi. Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu pertiga mencapai

target darah yang optimal atau normal (Artikel Kesehatan, 2009).

Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, Afrika Selatan justru menjadi

negara yang memiliki tingkat hipertensi paling tinggi di dunia yaitu sebanyak

78% pada orang dewasa yang usianya diatas 50 tahun. Hanya 1 dari 10 orang

penderita Hipertensi yang memperoleh perawatan layak atas penyakit hipertensi

yang dialaminya. Tim peneliti yang dibentuk oleh WHO yang bernama SAGE

atau Strategic Advisory Group of Expert menemukan prevalensi hipertensi pada

hampir 72% orang dewasa di negara Rusia. Angka prevalensi yang lebih rendah

terdapat di beberapa negara seperti 58% di Meksiko, 57% di Ghana, 53% di

(24)

Hipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Obat-obatan efektif

banyak tersedia, namun angka penderita tetap meningkat. Padahal hipertensi

merupakan faktor utama kerusakan otak, ginjal dan jantung jika tidak terdeteksi

sejak dini. Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH)

menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari

tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah

hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia

(InaSH, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sebagian

besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil

pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi

hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah

mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat

hipertensi. Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi pada masyarakat belum

terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita

hipertensi. Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan akan

menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Depkes,

2012).

Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di

Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia

25-34 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun

45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan

(25)

bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan komplikasi jumlahnya jauh

lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH, 2014). Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar 2007, prevalensi prehipertensi di Indonesia dewasa muda (18-29

tahun) adalah 48,4% (Widjaja dkk, 2013).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun

2013 menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan

wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6

% pada tahun 2007 menjadi 9,5 %. Prevalensi hipertensi pada penduduk umur >

18 tahun di Indonesia mencapai 25,8%. Berdasarkan provinsi, Prevalensi

hipertensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%) dan terendah di Papua (16,8%).

Berdasarkan penelitian Sigarlaki di Desa Bocor Kec. Bulus Pesantren, Kab.

Kebumen, Jawa Tengah tahun 2006 dari 102 orang responden, terdapat 12,7%

penderita pre hipertensi dan 87,3 % penderita hipertensi. Dalam penelitian ini

laki-laki lebih banyak menderita pre hipertensi (6,86%) sedangkan perempuan

lebih banyak menderita hipertensi (50,02%) (Sigarlaki, 2006).

Menurut penelitian Widjaja dkk di Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dari 111 dewasa muda

(18 - 25 tahun), terdapat 34,2% penderita prehipertensi dan 17,1% penderita

hipertensi. Dalam penelitian ini juga di dapat perempuan lebih banyak menderita

pre hipertensi yaitu 36%, sedangkan laki-laki lebih banyak menderita hipertensi

yaitu sebesar 25% (Widjaja dkk, 2013).

Menurut penelitian Suoth di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kab.

(26)

59,4% penderita hipertensi stadium 1 dan 9,4% penderita hipertensi stadium 2.

Dalam penelitian ini ditemukan laki-laki sebesar 31,3% dan perempuan sebesar

68,8% (Suoth, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar khusus penyakit tidak menular, prevalensi

hipertensi Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan keempat yaitu sebesar

5,80% setelah sakit persendian, jantung, dan gangguan mental emosional.

Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan 9,60% dan terendah di

Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,40% (Depkes, 2008). Kemudian hasil

pengamatan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang selama tahun

2005-2006 terjadi peningkatan jumlah kasus hipertensi dengan kasus terbanyak

tahun 2006 sebesar 7,88%.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Namo

Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang, penyakit hipertensi

berada pada urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2014. Dengan

proporsi tertinggi berada di Desa Jati Kesuma yaitu sebesar 18,5%. Wilayah Desa

Jati Kesuma Kec. Namo Rambe Kab. Deli Serdang sebelumnya belum pernah

dilakukan penelitian mengenai pre hipertensi maupun hipertensi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia

18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli

(27)

1.2 Perumusahan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Pre

Hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi

pada usia 18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Proporsi Prevalens pre hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang

tahun 2015

2. Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin,

suku, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan) dengan kejadian pre

hipertensi.

3. Mengetahui hubungan riwayat keluarga yang menderita hipertensi

dengan kejadian pre hipertensi.

4. Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian pre hipertensi

5. Mengetahui hubungan stress dengan kejadian pre hipertensi.

6. Mengetahui hubungan asupan garam dengan kejadian pre hipertensi.

(28)

8. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian pre

hipertensi.

9. Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian pre

hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli

Serdang khususnya bagian pengelola program penanggulangan

penyakit tidak menular (PTM).

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Namo Rambe Kecamatan

Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang dalam membuat kebijakan

penanggulangan penyakit tidak menular khususnya untuk pre hipertensi

dan hipertensi.

3. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan

Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara dan penelitian

selanjutnya.

4. Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuan responden

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian

2.1.1 Tekanan Darah

Tekanan darah ( BP= blood pressure ) yang dinyatakan dalam milimeter

(mm) merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah pada

dinding arteri (McGowan, 2001). Desakan darah tersebut dipompa dari jantung ke

jaringan. Tekanan darah mirip dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air

(arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari keran (Jantung) makin besar tekanan

dari air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya

(seperti pada aterosklerosis), maka tekanan akan sangat meningkat (Hull, 1993).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih

tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), dan angka yang lebih

rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik) (Ruhyanudin, 2007).

Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terjadi ketika otot jantung

berdenyut memompa darah sehingga darah terdorong ke luar dari jantung menuju

seluruh tubuh. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat darah

memasuki jantung (Widharto, 2009). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan

sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg dibaca seratus dua

puluh per delapan puluh (Ruhyanudin, 2007).

Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan. Tekanan darah

akan meningkat saat aktivitas fisik, emosi, dan stres (Gray dkk, 2003). Hal ini

(30)

akan kembali menjadi normal (Hull, 1993).Tekanan darah biasanya paling tinggi

pada waktu pagi hari dan berkurang pada waktu malam hari, mencapai titik

terendah saat dini hari dan selama tidur (Ruhyanudin, 2007; Semple, 1992).

Pengukuran tekanan darah biasanya dilakukan secara tidak langsung dengan

sphygmomanometer air raksa atau alat noninvasif lainnya pada posisi duduk atau

telentang (Joewono, 2003). Saat melakukan pengukuran tekanan darah, dokter

atau perawat menggunakan alat bantu berupa stetoskop. Alat ini digunakan untuk

mendengar detak jantung melalui denyut nadi, umumnya nadi daerah lengan atas

(Widharto, 2009). Pengukuran tekanan darah, dilakukan minimal 2 kali setiap

kesempatan dalam jarak waktu cukup lama yaitu 5-10 menit, dengan tidak ada

perbedaan hasil pada kedua lengan. Jika terdapat perbedaan, lengan yang

mempunyai angka yang lebih tinggi digunakan sebagai patokan untuk pengukuran

berikutnya (Gray dkk, 2003).

Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai

hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada

umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah

hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok

(Masud, 1989).

2.1.2 Pre Hipertensi

Menurut kriteria the seventh report of the joint national committe on

detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC VII), Tekanan

darah terdiri dari tekanan darah normal yaitu kurang dari 120/80 mmHg, pre

(31)

tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Depkes, 2013). Prehipertensi dan

hipertensi berhubungan dengan berbagai komplikasi pada hampir seluruh organ,

tetapi sering diabaikan oleh dewasa muda di daerah pedesaan (Widjaja dkk,

2013).

Pre hipertensi adalah tekanan darah jika angka sistolik antara 120 sampai

139 mmHg atau angka diastolik berada antara 80 sampai 89 mmHg (Sheps, 2005).

Pre hipertensi bukan kategori penyakit. Justru pre hipertensi adalah sebutan yang

dipilih untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi terkena hipertensi.

Penderita pre hipertensi beresiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya

orang yang masuk kategori pre hipertensi dengan tekanan darah antara 130/80

mmHg – 139/89 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah

(Kaplan dan Joseph, 2006).

Tekanan darah pada orang dewasa populasi Amerika Serikat, jumlah orang

dengan prehipertensi bahkan lebih besar dibandingkan dengan hipertensi. Dimana

jumlah orang dengan prehipertensi yaitu sebesar 31% (atau 63 juta) sedangkan

orang dengan hipertensi yaitu sebesar 29% dari populasi orang dewasa (Kaplan

dan Joseph, 2006).

Apabila seseorang termasuk dalam pre hipertensi, belum dianjurkan untuk

meminum obat melainkan dianjurkan untuk melakukan penyesuaian pola hidup

yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal atau

(32)

merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO,

2013).

Setiap peningkatan tekanan darah dengan 20/10 mmHg pada orang dewasa,

dapat meningkatkan 2 kali lipat risiko terkena serangan jantung dan stroke.

Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko terhadap serangan jantung, stroke,

coronary heart disease (Penyakit jantung koroner atau penyakit yang terjadi

apabila arteri koroner yang memberi suplai darah dan oksigen kepada otot jantung

mengalami pengerasan dan penyempitan akibat endapan lemak yang menumpuk

di dinding dalamnya), gagal jantung dan juga gagal ginjal (Kaplan dan Joseph,

2006).

2.1.3 Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan

(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014). Sedangkan

menurut Joint National Commite on Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure (JNC VII) hipertensi didefinisikan sebagai tekanan yang lebih

tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg dapat diklasifikasikan sesuai derajat

keparahannya (Ruhyanudin, 2007).

Menurut Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang

Pengendalian Hipertensi menjelaskan bahwa hipertensi merupakan gangguan

pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan

tantangan kesehatan utama masyarakat yang sedang mengalami perubahan

(33)

hipertensi merupakan salah satu faktor utama risiko kematian karena gangguan

kardiovaskuler yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian.

Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai

dalam praktek klinik sehari-hari (Simadibrata dkk, 2003). Penyakit hipertensi

salah satu faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit jantung dan

pembuluh darah. Namun sering sekali penyakit hipertensi ini tidak menunjukkan

gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti

gangguan fungsi jantung atau stroke. Hipertensi yang juga disebut sebagai silent

killer ini adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat

secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh

(Kemenkes, 2014; Triyanto, 2014).

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa

cara: (Ruhyanudin, 2007)

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan

pada setiap detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga

tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui

arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa

untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan

menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut,

dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena

(34)

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal

sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam

tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah

juga meningkat.

2.2. Klasifikasi Hipertensi 2.2.1 Berdasarkan Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2000), klasifikasi hipertensi berdasarkan

etiologi dibagi menjadi 2, yaitu : (Triyanto, 2014)

a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)

Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang

penyebabnya masih belum dapat diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita

hipertensi. Hipertensi esensial kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan

pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan

meningkatnya tekanan darah (Triyanto, 2014; Ruhyanudin, 2007).

Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya.

Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vascular sehingga

tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vascular perifer

bertambah, atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan

penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai

kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah

(35)

Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya sedikit meningkat

dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung

cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga

menyebabkan penebalan dinding arteri dan arteriol. Banyaknya faktor yang

mempengaruhi dan mungkin berbeda antar individu menyebabkan penelitian

etiologinya semakin sulit (Gray dkk, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi

tersebut seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor

lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan

sebagainya (Depkes, 2007).

b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)

Hipertensi sekunder adalah jika penyebab diketahui. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,

penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya

pil KB) (Kemenkes, 2014; Ruhyanudin, 2007). Sekitar 5% prevalensi hipertensi

telah diketahui penyebabnya, dan dapat dikelompokkan seperti di bawah ini :

(Gray dkk, 2003)

b.1 Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal

(glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan

menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan

hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan kerusakan

ginjal.

b.2. Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan

(36)

aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi sepertiga bagian

proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada pasien usia lanjut,

dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal.

b.3. Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn)

jika terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar

aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan

(overload) natrium dan air.

2.2.2 Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD

Berdasarkan tingginya diastolik, hipertensi dikategorikan ringan apabila

tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan

diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan

diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan

tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Padila,

2013; Irianto, 2014).

Sedangkan berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint

National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure ( JNC 7) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut :

a. Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80

mmHg,

b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan/atau diastolik 80 – 89 mmHg,

(37)

d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan

diastolik ≥ 100 mmHg.

Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai

contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi

ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi

ketika jantung berkontraksi memompakan darah (Irianto, 2014).

2.2.3 Berdasarkan Jenis Kelamin

Kaplan (1985) memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia

dan jenis kelamin sebagai berikut : (Udjianti, 2011)

a. Laki-laki, usia ≤ 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 130/90 mmHg,

b. Laki-laki, usia > 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 145/95 mmHg,

c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.

2.3 Gejala Klinis

Tekanan darah tinggi seringkali tidak menimbulkan keluhan-keluhan

langsung, tetapi lama-kelamaan dapat mengakibatkan berbagai penyakit. Tidak

ada tanda-tanda yang memperingatkan, namun lambat laun urat-urat nadi baik

besar maupun kecil dalam tubuh menjadi rusak (Dekker, 1996). Hanya kurang

dari sepersepuluh penderita tekanan darah tinggi yang menunjukkan adanya gejala

dan itu terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (Semple, 1992). Hal ini lah yang

(38)

penderita hipertensi bertahun-tahun tanpa merasakan sesuatu atau gejala

(Triyanto, 2014).

Menurut Edward K Cung (1995), tidak ada gejala spesifik yang dapat

dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri

oleh dokter yang memeriksa (Padila, 2013). Namun secara umum gejala yang

dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu kegelisahan, jantung berdebar-debar,

pening, nyeri dada, sakit kepala, depresi dan lesuh (Wolff, 1984).

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala

berikut yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,

pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak (Ruhyanudin,

2007).

2.4 Komplikasi

Dalam perjalanan penyakit hipertensi dapat timbul komplikasi somatik

berupa gangguan jantung, gangguan peredaran serebral dan perifer, dan gangguan

ginjal. Namun sering kali dianggap sebagai gejala awal penyakit pada saat pasien

pertama kali ke dokter, padahal sebenarnya merupakan gejala komplikasi

hipertensi (Sudoyo dkk, 2010).

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam

jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut,

(39)

a. Jantung

Pengaruh tekanan darah tinggi, proses penumpukan zat-zat lemak di dalam

urat-urat nadi besar makin cepat. Hal itu mengakibatkan pengapuran pembuluh

darah (arteriosclerosis) (Dekker, 1996).

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, otot jantung bekerja lebih

keras dari biasanya karena arteri menyempit akibat mengapurnya dinding

pembuluh darah. Ketika otot jantung bekerja lebih keras, otot jantung tidak

mendapat pasokan darah dan oksigen yang cukup. Keadaan ini membuat rasa

sakit di dada yang biasa disebut dengan angina atau miokardinal iskemia. Jika

arteri koronaria menyempit dan kemudian darah menggumpal, otot jantung yang

langsung berhubungan dengan arteri ini menjadi mati. Keadaan ini disebut

serangan jantung (Widharto, 2009).

b. Otak

Tekanan darah tinggi dapat membawa perubahan pada jaringan pembuluh

nadi yang ada pada otak sehingga mengakibatkan serangan pada orak (attack).

Serangan ini dapat menimbulkan kelumpuhan atau gangguan-gangguan organ

tubuh (stroke) (Dekker, 1996).

Penelitian yang dilakukan selama 35 tahun dalam Framingham Heart Study

menunjukkan bahwa 56% stroke pada pria dan 66% stroke pada wanita

berhubungan langsung dengan hipertensi. Namun, bila hipertensi tersebut diobati,

(40)

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke

iskemik dan stroke haemoragik. Stroke iskemik merupakan stroke yang paling

sering terjadi, meliputi 70-80% dari semua kejadian stroke. Stroke ini terjadi

karena penyumbatan pembuluh darah akibat menumpuknya plak dalam arteri.

Plak tersebut kemudian membentuk gumpalan dan lokasinya menetap dalam

arteri-arteri antara jantung dan otak. Stroke haemoragik, kejadiannya meliputi

20-30 % dari semua kejadian stroke. Stroke ini terjadi jika pembuluh darah bocor

atau pecah dalam otak. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang

persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara sel-sel otak.

Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya

dapat menjadi lebih serius (Sheps, 2005).

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah

menuju ginjal. Penyumbatan ini berakibat pada fungsi ginjal yaitu sebagai

penyaring darah terganggu. Ginjal berfungsi menyaring kotoran-kotoran yang

terbawa oleh aliran darah. Gangguan pada ginjal mengakibatkan kotoran-kotoran

ini tidak tersaring sehingga darah yang penuh kotoran ini beredar ke seluruh

tubuh. Lama kelamaan produk sisa akan menumpuk dalam darah, ginjal akan

mengecil dan berhenti fungsi, keadaan ini disebut gagal ginjal (Widharto, 2009;

Sheps, 2005).

d. Mata

Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,

(41)

banyak terkena resiko. Daya penglihatan terganggu karena kerusakan pada

pembuluh selaput mata (Dekker, 1996). Pada keadaan berat, saraf yang membawa

sinyal-sinyal dari mata ke otak (saraf optik) akan mulai membengkak. Hal ini

dapat menyebabkan kebutaan (Sheps, 2005).

2.5 Epidemiologi Hipertensi

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Hipertensi

a. Orang

Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara

merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah

terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita

meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak

ditemukan pada wanita daripada pria (Bustan, 2007).

Dalam Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi,

penderita hipertensi umumnya terjadi pada manusia yang berusia setengah umur

(Iebih dari 40 tahun). Namun banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya

menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium

awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya. Boedi

Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8% -28,6% penduduk

dewasa adalah penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia

diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini

lebih banyak menyerang pria daripada wanita (Depkes, 2006).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013

(42)

nasional mencapai 25,8%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi

terdapat pada kelompok umur diatas 75 tahun yaitu 63,8% dan pada kelompok

umur 65-74 tahun yaitu 57,6%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi

pada laki-laki sebesar 22,8% dan pada perempuan 28,8% (Depkes, 2013).

b. Tempat

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menurut provinsi, Prevalensi hipertensi di

Provinsi Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat

(29,4%), Gorontalo (29,0%), Sulawesi Tengah (28,7%), Kalimantan Barat

(28,3%), Sulawesi Selatan (28,1%), Sulawesi Utara (27,1%), Kalimantan Tengah

(26,7%), Jawa Tengah (26,4%), Jawa Timur (26,2%) dan Sumatera Selatan

(26,1%), merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi

dari angka nasional (25,8%) (Depkes, 2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, pada analisis hasil

pengukuran tekanan darah penduduk umur > 18 tahun menunjukkan penderita

hipertensi yang bertempat tinggal di Perkotaan (26,1%) dan di Pedesaan (25,%1).

Sedangkan pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC

VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan

perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%) (Depkes,

2013).

Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai lebih rentan terhadap

(43)

daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan

buah-buahan.

c. Waktu

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%

penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004

(Rahajeng dan Tuminah, 2009).Di Jawa Tengah, berdasarkan laporan rumah sakit

dan puskesmas, proporsi kasus hipertensi dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tidak menular secara

keseluruhan, pada tahun 2004 proporsi kasus hipertensi sebesar 17,34%,

meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami

peningkatan menjadi 39,47% (Sugiharto, 2007).

2.5.2 Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor Risiko Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah

1. Genetika

Faktor genetik berperan penting dalam tekanan darah tinggi. Karena

susunan saraf seseorang menentukan seberapa besar kecenderungannya

untuk menderita tekanan darah tinggi (Mervin, 1995).Pada kasus hipertensi

essensial, didapat sekitar 70-80% kasus hipertensi essensial, yang memiliki

riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan

pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.

Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu

(44)

menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya

hipertensi (Hayens et al, 1998).

Dalam laporan WHO, sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara

individu disebabkan oleh faktor genetik. Penelitian menunjukkan bahwa

tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah

orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak

adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya

faktor lingkungan (seperti makanan dan status sosial), berperan besar dalam

menentukan tekanan darah (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Kemungkinan seseorang menderita tekanan darah tinggi lebih kurang

satu berbanding tiga, jika salah satu orang tua menderita tekanan darah

tinggi atau pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun. Risiko ini

meningkat menjadi tiga berbanding lima jika kedua orang tua

mengalaminya (Semple, 1992).

2. Umur

Usia adalah faktor risiko nomor satu. Lebih dari 60% orang Amerika

yang berusia 65 hingga 74 tahun mengidap tekanan darah tinggi (Hoffman

dkk, 1996).Jumlah individu yang mengalami hipertensi meningkat sejalan

dengan meningkatnya usia (Tierney dkk, 2002).

Tekanan darah cenderung rendah pada bayi dan mulai meningkat pada

masa kanak-kanak. Kemudian akan meningkat lebih nyata selama masa

pertumbuhan dan pematangan fisik di usia remaja (Semple, 1992). Menurut

(45)

hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun (Pusat Pendidikan Tenaga

Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).

3. Jenis Kelamin

Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan

tekanan darah antara laki-laki dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa

remaja, pria cenderung menunjukkan aras rata-rata yang lebih tinggi.

Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya

(Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Perubahan normal dan pematangan fisik cenderung lebih nyata pada

laki-laki dari pada wanita terlebih sebelum wanita mengalami masa

menopause (Semple, 1992). Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

Departemen Kesehatan, komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki

(Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).

4. Ras atau Suku Bangsa

Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada

masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku

lain. Suku mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan

darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang

meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada

orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang orang Amerika

berkulit putih (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia. Di lembah

(46)

yang tertinggi terdapat di Jawa Barat pada suku Suku Sunda yaitu 28,6%

(Bustan, 2007).

5. Status sosioekonomi

Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan

ekonomi dan epidemiologi selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan

darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan

sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan

dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam

masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras

tinggi tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat pada

golongan sosioekonomi yang lebih tinggi (Laporan Komisi Pakar WHO,

2001).

Determinan sosial kesehatan, misalnya pendapatan, pendidikan dan

kondisi di rumah (status pernikahan) berdampak pada faktor-faktor risiko

perilaku sehingga mempengaruhi perkembangan hipertensi. Misalnya,

pengangguran atau takut pengangguran mungkin memiliki dampak pada

tingkat stres yang pada akhirnya akan membuat tekanan darah menjadi

tinggi. Kondisi di rumah dan kondisi di tempat kerja juga dapat

mempengaruhi tekanan darah misalnya pekerjaan yang berat akan

menguras pikiran lebih berat, pertengkaran yang terjadi di rumah atau

kebutuhan ekonomi dalam keluarga yang harus terpenuhi membuat individu

harus berpikir keras juga sehingga kemungkinan meningkatkan tekanan

(47)

menunda deteksi tepat waktu dan pengobatan karena kurangnya akses ke

diagnosa dan pengobatan. Ditambah lagi dengan urbanisasi yang cenderung

mendorong konsumsi cepat makanan, penggunaan tembakau dan

penggunaan alkohol akhirnya, meningkatkan risiko hipertensi (WHO,

2013).

b. Faktor Risiko Hipertensi Yang Dapat Diubah

1. Obesitas

Anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi

dan penambahan berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah.

Walaupun kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi kenaikan berat

badan, namun dapat menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium

tambahan (Kaplan dan Stamler, 1991).

Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO pada kebanyakan kajian,

kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat

hipertensi. Pada populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan

oleh kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%. Dari data pengamatan

WHO tahun 1996, regresi multivariat tekanan darah menunjukkan kenaikan

TDS 2-3 mmHg dan TDD 1-3 mmHg utuk setiap kenaikan 10 kg bobot

tubuh (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001). Indeks massa tubuh digunakan

untuk mengukur kadar kegemukan kombinasi atau perbandingan antara

berat badan dan tinggi badan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

(48)

Dimana dikatakan BB kurang bila IMT < 18,5 kg/m2, BB normal bila IMT

18,5-24,9 kg/m2, BB berlebih bila IMT 25-29,9 kg/m2, Obes Derajat I bila

30,0-34,9 IMT kg/m2, Obes Derajat II bila 35,0-39,9 kg/m2, dan Obes

Derajat III bila IMT > 40,0 kg/m2 ( MB, 2011).

2. Stres

Penelitian tentang faktor psikososial dan faktor sosiokultural hingga

saat ini telah mendapatkan hubungan yang lebih nyata bahwa perubahan

hemodinamik, peningkatan tekanan darah berhubungan dengan faktor

psikososial lain, seperti white coat hypertention. Penelitian di Amerika

Serikat pada orang Negro didapatkan angka hipertensi tinggi, yang

berhubungan dengan adanya rasa permusuhan (hostilitas), rasa tertekan

sebagai akibat diskriminasi dan kemiskinan serta masalah psikososial lain,

yang merupakan model psikosomatik agresi yang tertekan (Sudoyo dkk,

2010).

Stres memang tidak diragukan lagi dapat meningkatkan tekanan darah

dalam jangka pendek dengan cara mengaktifkan bagian otak dan sistem

saraf yang biasanya mengendalikan tekanan darah secara otomatis. Namun

stres sulit untuk diberi batasan atau diukur, karena pristiwa yang

menimbulkan stres pada seseorang belum tentu menimbulkan stres pada

orang lain (Semple, 1992).

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres

(49)

berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang

kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung

berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan

meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan

penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.

Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.

Berdasarkan hasil penelitian Hasurungan di Kota Depok (2002) dengan

menggunakan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa OR

hipertensi pada responden yang mengalami stres psikologis jika

dibandingkan dengan yang tidak stres psikologis adalah 2,99 (Hasurungan,

2002).

Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengukur tingkat stress

adalah dengan DASS 42. DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale 42)

adalah kuesioner yang terdiri dari 42-item pertanyaan yang mencakup tiga

laporan diri skala dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari

depresi, kecemasan dan stres. DASS mempunyai tingkatan discrimant

validity dan mempunyai reliabilitas sebesar 0,91 yang diolah berdasarkan

penilaian Cronbach’s Alpha. Tingkatan stress pada instrumen DASS 42

(lovibond, 1995) dikategorikan menjadi Normal : 0-14, Stres Ringan :

15-18, Stres Sedang : 19-25, Stres Berat : 26-33, dan Stres Sangat Berat : ≥ 34 (Lovibond & Lovibond, 2003 dalam S.Yessy, 2012)

(50)

3. Asupan Garam

Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang

berlebihan dengan tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan

natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang

meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam dapat

mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk

mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya

adalah hipertensi. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium

berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa

individu (Hull, 1993).

Pada hasil pengamatan di beberapa kelompok kecil yang tersebar di

seluruh dunia yang menjalani cara hidup tradisional, aktif dan suka berburu.

Kelompok-kelompok ini mempunyai tekanan darah yang rendah dan sangat

sedikit meningkat dengan bertambahnya usia. Mereka tidak menggunakan

garam dan makanannya mengandung kadar natrium yang sangat rendah.

Satu dari kelompok ini adalah orang Indian Yanomano di pedalaman hutan

brasilia (Semple, 1992).

Kebutuhan minimal tubuh manusia akan garam hanyalah 69 miligram

per hari. Petunjuk diet rendah garam dari Amerika menyarankan untuk

orang normal membatasi jumlah konsumsi garam per hari tidak melebihi

2.300 miligram per hari. Sedangkan untuk usia 51 tahun keatas atau

mempunyai penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, atau

Gambar

Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi
Tabel 2.3  Pengelompokkan minuman keras
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Stres di Desa Jati
Tabel 4.8 Distribusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

tabel penentuan jumlah sampel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael untuk tingkat kesalahan 5%, yaitu 36 orang. Analisis data yang digunakan ialah korelasi Product Moment dari

Untuk mendiskusikan problem-problem nyata di industri, maka seminar ini dilaksanakan dalam 2 sesi. Sesi I adalah sesl special lecture yang diisi oleh Prof. Hiroshi Takamatsu,

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, untuk memecahkan masalah tersebut dapat diadakan penelitian tindakan kelas dengan judul : “ Peningkatan Hasil Belajar

[2] Kijima K (2009), Service System Science, Presentation, Graduate School of Decision Science and Technology, Tokyo Institute of Technology. (2007), Service Science, IBM Research,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemilihan alat kontrasepsi pada wanita usia subur yang bersuami yang mempunyai dukungan rendah namun pemilihan alat kontrasepsinya yang

Representasi penyelesaian Soal nomor 1 , dari deskripsi data diperoleh bahwa terjadi hambatan semantik dan sintaksis, dimana pada ST 1. mengalami hambatan

In Petra Christian University’s Visual Communication Design Department, this studio learning method is not only applied to its core subject but also to its skill subject..

No individual manufacturing quota may be issued unless a completed application form has been received, 21 CFR 1303.22.. OMB Approval