• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Gayo di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Gayo di Kota Medan"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI TAR! GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

0 L E H

DESI ARI NATALIA S. N1M. 010707001

UNIVERS1TAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

DESKRIPSI TARI GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

0 L E H

DESI AR! NATALIA S. NIM. 010707001

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Kumalo Tarigan, MA Dra. Rithaony Hutajulu, MA

NIP. 131 571 756 NIP. 131 882 281

Skripsi mi diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dibidang Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

Disetujul Oleh

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Jurusan Etnomusikologi Ketua,

(4)

DAFTAR IS!

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Dan Manfaat ... 4

1.3.1 Tujuan ... 4

1.3.2 Manfaat ... 5

1.4 Konsep Dan Teori ... 5

1.4.1 Konsep ... 5

1.4.2 Teori ... 8

1.5 Metode Penelitian ... 9

1.5.1 Kerja Laboratorium ... 10

1.5.1.1 Studi Kepustakaan ... 10

1.5.1.2 Kerja Lapangan ... 11

1.5.1.2.1 Observasi ... 11

1.5.1.2.2 Wawancara ... 12

(5)

BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO

2.1 Masyarakat Gayo . ... 13

2.2 Adat Istiadat ... 13

2.3 Agama Dan Kepercayaan ... 15

2.4 Bahasa ... 16

2.5 Kesenian ... 18

2.5.1 Seni Musik ... 18

2.5.2 Seni Tari ... 19

2.5.3 Seni Rupa ... 21

BAB III DESKRIPSI TARI GUEL 3.1 Sejarah Tari Guel ... 22

3.2 Bentuk Penyajian Dan Ragam Gerak Tari Guel 25 3.3 Perlengkapan Pertunjukan ... 52

3.3.1 Kostum ... 52

3.4 Pendukung Penyajian Tari Guel ... 53

3.4.1 Pemusik Dan Alat Musik ... 53

(6)

BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI TARI GUEL

4.1 Penggunaan Tan Guel ... 60

4.2 Fungsi Tan Guel ... 62

4.2.1 Fungsi Sosial ... 63

4.2.2 Fungsi Stimulan ... 63

4.2.3 Fungsi Komunikasi ... 64

4.2.4 Seni Sebagai Sarana Ritual ... 64

4.2.5 Seni Sebagai Sarana Hiburan Pribadi ... 65

4.2.6 Seni Sebagai Presentasi Estesis ... 65

BAR V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(7)

KATA PENGANTAR

Penu1is mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan atas kasih karunia-Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis hanyak mendapatkan bantuan dan dukungn dari berbagai pihak, karena itu dalam kesempatan ini penuliss ingin mengucapkan terimakasih kepada:

- Dekan Fakutas Sastra, Bapak Drs.Syaifuddin,M.A, Ph.D

- Ibu Dra.Frida Deliana, Msi selaku Kepala Dapertemen Etnomusikologi

- Ibu Dra.Heristina Dewi,M.Pd selaku Sekretanis Kepala Dapeteiiien Etriomusikologi

- Bapak Drs.Kumalu Tarigan,M.A sebagai dosen pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan, meluangkan waktu dan pemikiran kepada penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

- Ibu Dra.Rithaony Hutajulu,M.A sebagai pembimbing II, yang telah banyak :memberikan bimbingan, meluangkan waktu dan pemikiran, kepada penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

- Bapak Drs.Fadlin, sebagai dosen wali penulis.

- Kepada Seluruh Staf Pengajar Dapertemen Etnomusikologi yang telah mendidik penulis, tanpa mereka semua penulis tidak akan bisa mendapatkan ilmu seperti sekarang ini.

- Kepada seluruh informan. tanpa mereka penulis tidak bisa membuat tulisan ini menjadi sebuah skripsi yang sempurna dan layak untuk dijadikan tulisan.

- Kepada keluarga. terutama kedua orang tuaku tercinta K.Simangunsong dan Alm.M. Hutabarat, buat kedua kakak aku yang tercinta Iyut dan Rina yang telah mendukung penulis sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini.

- Kepada seluruh teman-teman stambuk 01, atas dukungan moral dan bantuanya. - Kepada keluarga besar Etnomusikologi ( IME ), terimakasih banyak atas

kekeluargaan selama ini, Edward Bangun, Rasmin, Karto, Rudi, yang selalu memberi masukan dan mendukung penulis.

(8)

- Kepada teman-teman yang tidak tersebut namanya, termakasih banyak.

Dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. itu semua tidak terlepas dari kesilapan dan kelemahan penulis sebagai manusia. Namun kiranya skrspsi ini dapat berguna dalam penambahan ilmu dimasa yang akan datang. Baik dalam hal pendidikan maupun dalam hal kebudayaan kepada masyarakat yang ada di Kota Medan.

Medan, Maret 2008

(9)

A B S T R A K S I

Dalam kegiatan adat-istiadat masyarakat Batak Toba, tortor merupakan satu hal yang memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu peranan tortor adalah memiliki makna perlambangan status sosial. Yakni, dengan penyajiannya maka seseorang dan orang lain dapat mengetahui posisinya dimata masyarakat. Disamping itu, tortor juga memiliki makna bentuk penghormatan terhadap orang lain.

Upacara-upacara adat biasanya tidak luput dari acara manortor/tortor. Sampai saat ini kegiatan manortor atau tortor masih tetap dipertahankan. Namun ada ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kegiatan manortor sudah tidak seperti dulu lagi. Orang Batak yang sekarang sudah jarang ditemukan dapat manortor dengan baik.

Secara sadar atau tidak sadar sejak masuknya agama Kristen ke Tanah Batak,cara berfikir masyarakatnya juga turut berubah.dalam memandang tortor. Mereka cenderung memandang manortor berkaitan dengan kepercayaan animisme. Tortor secara pelan-pelan mulai ditinggalkan dan kurang diperhatikan.

Apabila ada kegiatan yang menuntut penyajiaan tortor, maka dilaksanakan hanya sebagai simbolis demi kelancaran kegiatan tersebut.

(10)

Perubahan tortor pada masa sekarang ini cukup menarik untuk diteliti. Penelitian lebih jauh diharapkan agar dapat mengetahui faktor-faktor perubahan tersebut. Penulis berfikir dengan kegiatan penelitian yang lebih khusus akan dapat mengungkapkan kebenaran mengenai tortor.

Disini penulis ingin mengangkat tortor dalam kegiatan penelitian dengan tujuan menjadikan hasil penelitian kedalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi. Sekaligus mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Mengingat pembahasan tentang tortor ini sangat luas, maka disini penulis ingin memfokuskan penelitian kepada perubahan tortor yang ada sekarang dengan tortor pada masa lampau. Upacara yang melibatkan tortor juga dibatasi kepada

tortor yang digunakan pada upacara perkawinan. Judul penelitian ini penulis buat

“Perubahan Tortor Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Dulu Dan Sekarang”

Demikianlah abstraksi pengajuan judul penelitian ini penulis buat, besar harapan penulis atas dukungan dan motivasi dari dosen pembimbing dan rekan mahasiswa sekalian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Februari 2008

(11)

B A B I

P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang

terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Tylor mengatakan, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,

yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat1.

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan turut berkembang seiring dengan masyarakat pendukungnya. Kesenian yang telah berjalan secara turun temurun, dari generasi ke generasi dapat merupakan identitas pribadi sebuah

1

(12)

masyarakat. Demikian juga halnya dengan pada salah satu etnis yang terdapat didaerah Aceh yaitu etnis Gayo.

Masyarakat Gayo adalah salah satu etnis yang berasal dari daerah Aceh Tengah, sebagian Aceh Timur, Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues2. Daerah asal kediaman orang Gayo biasa dinamakan dataran tinggi Gayo, dan mereka biasanya menyebutnya dengan tanoh Gayo (Tanah Gayo). Kini daerah tersebut menjadi bagian dari wilayah beberapa kabupaten yakni (a) seluruh wilayah Kabupaten Aceh Tengah, (b) sebagian dari wilayah Kabupaten Aceh Tenggara (c) Sebagian kecil dari wilayah Kabupaen Aceh Timur dan (d) seluruh wilayah Kabupaten Gayo Lues. Dataran tinggi Gayo ini ditandai dengan sebuah danau, yaitu “Danau Laut Tawar” yang mempunyai luas kira-kira + 5 x 18 Km persegi yang menghampar diantara sela-sela bukit barisan di pinggiran ibu kota kabupaten Aceh Tengah, Takengon, yang juga di kelilingi oleh gunung-gunung, seperti gunung/ burni birah payang, burni Entem-entem, burni Perehen, burni Gentala, burni Pepanyi, Burni Telong, burni Gerunte, dan lain-lain.

Pada kesenian Gayo, dikenal salah satu bentuk tari yang disebut dengan tari guel. Tari guel biasanya disajikan pada upacara perkawinan. Tetapi bisa juga tari guel ini, dijadikan tarian pada upacara-upacara penyambutan. Misalnya pada saat upacara peresmian-peresmian, seminar atau HUT Kemerdekaan RI. Tari ini disajikan dengan tujuan menyambut undangan kehormatan.

2

(13)

Tari guel ini sudah menyebar seiring dengan penyebaran masyarakat Gayo di seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran tersebut, secara otomatis turut membawa adat kebiasaan mereka dari daerah asal. Sehingga ragam kesenian mereka dapat kita temukan di tempat mereka berdomisili3.

Kita dapat menemukan komunitas etnis Gayo di Kota Medan. Salah satunya adalah Gabungan Mahasiswa Gayo-Sumatera Utara (GMG-SU). Selain sebagai wadah silaturahmi khususnya mahasiswa dari etnis Gayo, GMG-SU ini juga menaungi salah satu wadah kesenian yang disebut dengan Sanggar Teganing. Sekretariat organisasi ini berada di belakang kompleks pekuburan

muslim dijalan Halat. Sekaligus merupakan tempat latihan rutin bagi Sanggar Teganing, setiap hari minggu sore sekitar pukul 16.00 WIB. Sanggar inilah yang

sering menyajikan tari Guel pada acara-acara yang berkaitan dengan adat-istiadat Gayo di Kota Medan.

Jumlah penari dalam pertunjukan tari guel biasanya berjumlah tujuh orang wanita dan seorang pria. Penari pria disebut dengan gajah. Bisa juga tari ini dikomposisikan dengan tujuh orang penari wanita dan dua orang penari pria. Penari pria pertama disebut dengan gajah dan penari pria kedua disebut dengan guru guel. Tarian ini disajikan dalam durasi sekitar 15 menit.

Tari ini diyakini oleh masyarakat Gayo lahir pada saat kepemimpinan Raja Linge ke 14. Pada saat itu Raja Linge ke 14 membunuh salah seorang saudara tirinya yang bernama Bener Meriah, berasal dari Johor Malaysia yang pada saat itu berkunjung ke Linge bersama dengan adiknya, Sengeda. Bener Meriah dan

3

(14)

Sengeda merupakan putra Raja Linge ke 13 dari istri kedua yang berasal dari Johor Malaysia4.

Musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang besar disebut dengan gong.

Setelah beberapa kali menyaksikan tari guel penulis merasa tertarik meneliti lebih jauh tentang tari guel pada masyarakat Gayo khususnya masyarakat Gayo yang berdomisili di Medan. Penulis melihat bahwa tari ini memiliki cirikhas tersendiri, baik dari gerak, bentuk penyajian dan sejarah keberadaannya.

Penulis ingin mengetahui bagaimana deskripsi penyajian serta penggunaan dan fungsi tari guel. Penulis merasa perlu kiranya mengadakan penelitian yang lebih khusus dan bersifat ilmiah. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian ini: Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Gayo di Kota Medan.

1.2Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang ingin dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

(15)

1. Mendeskripsikan penyajian tari guel pada upacara perkawinan pada masyarakat Gayo di Kota Medan.

2. Penggunaan dan fungsi tari guel pada pada upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.

1.3 Tujuan Dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejarah keberadaan tari guel.

2. Untuk mengetahui deskripsi penyajian tari guel pada upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui, penggunaan dan fungsi tari guel yang disajikan dalam upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.

4. Untuk mengetahui aspek-aspek aspek-aspek tari yang terdapat dalam tari guel, meliputi, gerak, pola lantai, busana, serta musik pengiring tari

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang kira dapat dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai salah satu bentuk tari tradisional yang terdapat di Indonesia.

(16)

3. Sebagai literatur tambahan mengenai bentuk-bentuk kesenian yang menjadi kekayaan budaya Indonesia.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1Konsep

Menurut Melly G Tan, dalam Koentjaraningrat (1991:21) “konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang akan kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris”. Untuk memahami penggunaan dan fungsi yang penulis maksud dalam penelitian ini, mengacu kepada pendapat Alan P Merriam (1964:210) mengenai fungsi dan penggunaan alat musik. Dimana diartikan bahwa use (penggunaan) menitik beratkan pada masalah situasi atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function menitik beratkan pada alasan penggunaan atau tujuan pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu dalam konteks penyajiannya.

Pendapat Alan P Merriam tersebut, memang ditujukan untuk memberikan pengertian mengenai penggunaan dan fungsi terhadap musik atau penyajian musik. Penulis melihat bahwa pendapat beliau dapat juga diterapkan untuk memberikan pengertian tentang penggunaan dan fungsi tari.

(17)

dianggap induk dari drama5. Elemen yang paling mendasar dari tari adalah gerak tubuh yang diselaraskan dengan ritme dan membutuhkan dimensi ruang dan waktu.

Menurut Soedarsono (1977:17) “tari adalah ekspresi jiwa yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah”. Corrie Hartong mengatakan “tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh dan ruang6”. Jhon Martin, mengatakan “substansi baku tari adalah gerak7”.

Tari guel merupakan salah satu bentuk kesenian yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat Gayo. Tari guel pada masyarakat Gayo biasanya disajikan dalam upacara perkawinan, pesta-pesta adat atau perayaan-perayaan lainnya. Tarian ini ditampilkan pada saat proses penyambutan tamu yang dihormati.

Jumlah penari dalam pertunjukan tari guel biasanya berjumlah tujuh orang wanita dan seorang pria. Penari pria disebut dengan gajah. Bisa juga tari ini dikomposisikan dengan tujuh orang penari wanita dan dua orang penari pria. Penari pria pertama disebut dengan gajah dan penari pria kedua disebut dengan guru guel. Biasanya tarian ini disajikan dalam durasi sekitar 15 menit.

Tari guel ini bercerita tentang, sejarah gajah putih pada masyarakat Gayo. Legenda tentang gajah putih pada masyarakat Gayo merupakan satu hal yang sangat istimewa. Dimana pada waktu itu gajah putih dapat dijinakkan dengan tarian ini. Gerakan-gerakan tari guel ini diyakini merupakan penggambaran dari gerakan gajah yang menari. Tari ini memiliki sejarah yang melegenda bagi masyarakat Gayo. Sehingga tari ini merupakan kesenian yang menonjol sekaligus juga sebagai wujud identitas budaya pada masyarakat Gayo.

5

Robby Hidajat M.Sn dalam Wawasan Seni Tari (2005:1)

6

Pengantar Pengetahuan Tari, Oleh Tuti Rahayu (2000:03)

7

(18)

Gayo adalah sebuah nama sebuah suku bangsa yang mendiami dataran tinggi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku Gayo mendiami tiga kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Suku Gayo juga mendiami kecamatan Kecamatan Serba Jadi di Kabupaten Aceh Timur.

Drs. Haji Mahmud Ibrahim dalam bukunya “Mujahid Dataran Tinggi Gayo” dan dalam buku “Aceh Tengah Daerah Pariwisata” menyatakan bahwa

orang Gayo berasal dari Hindia Belakang dan yang termasuk kedalam Melayu Tua. Mereka masuk kedaerah Perlak gelombang pertama, dan seterusnya membentuk sebuah kerajaan disana. Dalam buku tersebut selanjutnya dijelaskan tentang silsilah Sultan Abdul Kadir Syah berikutnya dengan sejarah berdirinya Kerajaan Perlak dan kemudian menurunkan keturunan yang memimpin Kerajaan Linge I.

1.4.2. Teori

Teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Sumantri (1993:143) mengatakan, teori juga merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Koentjaraningrat (1977:30) bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang teori-teori yang bersangkutan.

(19)

generasi ke generasi dan tetap hidup, walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti yang disebabkan kematian dan kelahiran. Pendapat ini sesuai dengan keberadaan tari guel pada masyarakat Gayo, yang tetap eksis sampai sekarang.

Fungsi adalah kegunaan atau tujuan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang di tulis oleh W.J.S Poerwadarminta (1984:283) fungsi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.

Menurut Soedarsono (1972:22) tari dapat berfungsi sebagai :

a. Sarana upacara-upacara keagamaan yang masih kuat unsur-unsur kepercayaan kuno.

b. Sarana untuk mengungkapkan kegembiraan dan pergaulan

c. Sarana pertunjukan yang timbul dari perasaan untuk memberikan hiburan atau kepuasan bathin manusia

Yuliani Parani (1953:28) mengatakan bahwa fungsi tari ada tiga hal yaitu: 1. Fungsi sosial, yakni sebagai penunjang, aspek kehidupan, masyarakat,

seperti dalam upacara kehidupan, siklus kepercayaan, hubungan manusia dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat

2. Fungsi stimulan, yakni memberi sebagai emosi baik secara individu maupun kelompok.

3. Fungsi komunikasi, yakni hubungan manusia dengan lingkungan dan masa lampau dengan kekuatan penguasaan yang dilaksanakan.

(20)

1.5 Metode Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah membutuhkan suatu metode penelitian agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan sistematis. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Koentjaraningrat (1985:7) yang mengatakan bahwa, metode adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. : yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Metode yang dapat penulis terapkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualiatif. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suaty gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin ada hipotesa-hipotesa, mungkin belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29)

Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176) penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atu informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan popolasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.

(21)

work).

1.5.1 Kerja Laboratorium (Desk Work)

Kerja laboratorium merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan tulisan-tulisan untuk dijadikan sebagai referensi. Bagian dari kerja laboratorium adalah pengolahan data-data dari hasil penelitian lapangan, dan data-data yang didapat dari studi kepustakaan.

1.5.1.1 Studi Kepustakaan

Kepustakaan merupakan suatu proses pencarian literatur dan sumber bacaan yang nantinya dapat memperlancar proses penelitian. Kegiatan ini merupakan teknik untuk melengkapi kekurangan-kekurangan data sekaligus sebagai media untuk melengkapi dan menganalisa data-data yang diperoleh dalam penelitian lapangan. Selain sumber bacaan berupa buku, makalah, jurnal, buletin dan artikel, penulis juga berusaha mencari referensi lain dari internet.

1.5.1.2Kerja Lapangan (Field Work)

(22)

1.5.1.2.1 Observasi

Salah satu teknik dalam dalam penelitian lapangan adalah dengan melakukan observasi terlebih dahulu terhadap objek yang hendak diteliti. Tujuannya adalah untuk melihat secara langsung sekaligus berada ditempat dan waktu keberadaan objek dengan segala unsur-unsur pendukung objek yang hendak diteliti. Disamping itu Akan lebih mudah bagi seorang peneliti untuk mengetahui langkah-langkah selanjutnya dalam kegiatan penelitian yang akan dilaksanakannya.

Soehartono (1995:69) mengatakan bahwa,. Observasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan, yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan. Kemudian pendapat ini diperkuat lagi dengan pendapat Muhammad Ali (1987:25) yang mengatakan bahwa : “observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap subyek, baik secara langsung maupun tidak menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan”.

1.5.1.2.2 Wawancara

(23)

Penulis juga mengacu pada pendapat Suhartono (1995:67) wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder)

1.5.1.2.3 Perekaman

(24)

BAB II

LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO

2.1 Masyarakat Gayo

Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan” (pongopygmeus).

2.2 Adat Isitiadat

(25)

BAB II

LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO

2.1 Masyarakat Gayo

Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan” (pongopygmeus).

2.2 Adat Isitiadat

(26)

kelompok satu rumah (sara umah), klan (belah), dan kelompok yang lebih besar lagi.Prinsip adat meliputi empat hal berikut ini :

1.Denie Terpancangi : Harga diri, menyangkut hak-hak atas wilayah

2. Nahma teraku : Harga diri yang menyangkut kedudukan yang sah.

3.Bela mutan : Harga diri yang terusik karena ada anggota kelompoknya yang disakiti atau dibunuh.

4.Malu tertawan :harga diri yang terusik karena kaum wanita dari anggota kelompoknya diganggu atau difitnah pihak lain.

Skema Sistem Nilai Budaya Gayo

Keterangan:

M : mukemel ( harga diri ) Tp : tertip (tertib)

St : setie (setia)

Sg : semayang Gemasih (kasih sayang ) Mt : mutentu (kerja keras)

(27)

Gm : genap mupakat (musyawarah) At : alang tulung (tolong menolong) Bs : bersikemelen ( kompetitif)

Skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem nilai budaya Gayo terbagi menjadi nilai “utama” yang disebut “harga diri” (mukemel=M). untuk mencapai harga diri itu, seorang harus mengamalkan atau mengacu pada sejumlah nilai lain, yang disebut nilai “penunjang”. Nilai – nilai penunjang itu adalah : “tertib” (Tp), setia (St), kasih sayang” (Sg), “kerja keras”(Mt), “amanah” (An), “musyawarah”(Gm), “tolong- menolong”(At). Untuk mewujudkan nilai – nilai ini dalam mencapai “harga diri” mereka harus berkompetisi. Kompetisi itu sendiri merupakan sebuah nilai, yaitu “nilai kompetitif” (Bs) yang merupakan nilai penggerak.

2.3 Agama Dan Kepercayaan

Masyarakat Aceh, adalah masyarakat teritorial keagamaan. Tesa ini lahir berdasarkan tiga hal: Pertama, kehidupan keluarga dalam masyarakat Aceh yang bersifat parental dan dalam hal-hal tertentu bersifat bilateral. Kedua, orang Aceh berkehidupan pada sebuah wilayah yang bernama gampong yang berada di bawah koordinasi mukim, dengan meunasah sebagai sentralnya. Ketiga, kepemimpinan gampong bersifat dwitunggal yang diibaratkan seorang ayah dan ibu, yakni

geusyik dan imuem meunasah8.

Terlepas bagaimana pemahaman keagamaan yang ada di Aceh, yang jelas, agama menjadi alat ukur utama budaya di Aceh. Sebuah budaya yang tidak sesuai

8

(28)

dengan agama (Islam), dengan sendirinya tidak dianggap sebagai budaya Aceh. Berbagai referensi tentang kebudayaan di Aceh tercatat seperti itu.

Demikian juga dengan masyarakat Gayo. Bagi mereka segala aspek kehidupan selalu ditinjau dari aspek agama. Sehingga setiap unsur kebudayaan dalam masyarakat Gayo selalu memiliki kaitan dengan unsur keagamaan. Salah satu unsur kebudayaan yang jelas terlihat berkaitan dengan agama yang dianut oleh masyarakat Gayo adalah bidang kesenian. Kesenian cenderung dijadikan sebagai elemen untuk menyiarkan agama sekaligus wadah dalam berdakwah.

Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh etnis Gayo merupakan pemeluk agama Islam. Bahkan masyarakat Gayo yang berdomisi di luar wilayah Aceh, merupakaan pemeluk agama Islam.

2.4 Bahasa

(29)

Dalam bahasa Gayo, kita juga mengenal tingkat kesopanan yang ditunjukan dengan tutur (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda. Hal tersebut menunjukan tata krama, sopan santun, rasa hormat, penghargaan dan kasih sayang. Kepada orang tua, misalnya, akan memiliki tutur yang berbeda dengan anak-anak. Dapat kita contohkan, pemakaian ko dan kam, yang keduanya berarti kamu (anda) Panggilan ko biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda, sebaliknya, terasa janggal atau tidak sopan bila yang muda menggunakan kata ini kepada orang yang lebih tua. Kata kam sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ko. Selain itu, kam ini menunjukan makna jamak dan panggilan intim antara suami istri.

Dalam pergaulan sehari-hari antar orang Gayo, bahasa ini berfungsi sebagai alat komunikasi. Meski terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata dalam bahasa Gayo seperti dialek Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Lokop dan Kalul, namun perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam proses komunikasi antar penutur bahasa Gayo. Perbedaan dialek dan kosakata tersebut menjadi cerminan kayanya kandungan bahasa Gayo.

Contoh Percakapan perkenalan dalan bahasa Gayo

(30)

2.5 Kesenian

Sebagai mana masyarakat lainnya di Indonesia, masyarakat Gayo merefleksikan cita rasa seninya melalui berbagai bentuk,yakni seni musik, seni tari dan seni rupa.

2.5.1. Seni Musik

Salah satu unsur seni musik yang cukup populer pada masyarakat Gayo adalah musik vokal, yang dikenal dengan sebutan didong. Seperangkat instrumen tradisional Gayo yang terdiri dari dua buah canang, sebuah memong, dua gegedem (sejenis rapa-i) dan sebuah gong. Mereka memainkan musik ini di dapur itu, hanya beberapa hasta dari perapian yang menyala."Udara" Takengon yang sejuk menjadi lebih hangat karenanya.

2.5.2. Seni Tari

Dalam kebudayaan masyarakat Gayo ada beberapa tarian yang cukup terkenal, yaitu tari guel, tari munalo dan tari saman. Tari guel dan tari munalo biasanya disajikan dalam upacara perkawinan. Begitu juga dengan tari saman yang begitu terkenal dan akrab dengan dunia seni pertunjukan.

(31)

Tari ini biasanya dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara laki-laki dan perempuan.

Saman bisa saja dimainkan oleh 10 - 12 penari, akan tetapi keutuhan Saman setidaknya didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai fungsi sebagai berikut :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

- Nomor 9 disebut Pengangkat, Pengangkat adalah tokoh utama, titik sentral dalam Saman, yang menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan)

- Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit, Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal

(32)

berperan menupang/ menahan keutuhan posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga penupang disebut penamat kerpe jejerun (pemegang rumput jejerun). Seakan-akan bertahan memperkokoh kedudukan dengan memgang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sukar di cabut).

Tari saman ditarikan dalam posisi duduk. Termasuk dalam jenis kesenian ratoh duk (tari duduk). Yang kelahirannya erat berkaitan dengan masuk dan berkembangnya agama islam. Dimana posisi penari duduk berlutut, berat badan tertekan kepada kedua telapak kaki. Pola ruang pada tari saman juga terbatas pada level, yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi diatas lutut (Gayo - berlembuku) yang merupakan level paling tinggi, sedang level yang paling rendah adalah apabila penari membungkuk badan kedepan sampai 450 (tungkuk) atau miring kebelakang sampai 600 (langat). Terkadang saat melakukan gerakan tersebut disertai gerakan miring ke kanan atau ke kiri yang disebut singkeh. Ada pula gerak badan dalam posisi duduk melenggang ke kanan-depan atau kiri-belakang (lingang).

2.5.3. Seni Rupa

Seni rupa yang berkembang dalam kebudayaan Gayo, banyak kita temukan dalam bentuk anyaman. Anyaman pada masyarakat Gayo memiliki motif-motif yang cukup terkenal yang disebut dengan istilah, leladu, lelintah, sesiput, pejet, keketol, kiding, lipen, serit mayang, kulis kuril, papan catur,

(33)
(34)

BAB III

DESKRIPSI TARI GUEL

3.1 Sejarah Tari Guel

Pada masa kepemimpinan Raja Linge XIII, beliau pernah menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang putri raja dari kerajaan Johor Malaysia. Dari perkawinan ini beliau memiliki dua orang putra yang bernama Bener Meriah dan Sengeda. Perkawinan ini berlangsung di Kerajaan Johor. Pada saat Raja Linge

XIII kembali ke Kerajaan Linge beliau tidak membawa istri dan anaknya. Setelah beberapa tahun kemudian, Raja Linge sudah tua dan mulai sakit-sakitan. Kabar ini sampai ke Kerajaan Johor di Malaysia dan didengar oleh kedua putra beliau.

Mendengar kabar tentang keadaan ayah kandung mereka, kedua putra Raja Linge yakni Bener Meriah dan Sengeda, berencana untuk menjenguk sekaligus bersilaturahmi mengobati kerinduan mereka terhadap kepada ayahnya. Karena perjalanan pada membutuhkan waktu yang lama, mereka tidak tahu bahwa Raja Linge XIII telah wafat, dan telah digantikan oleh putranya yaitu Raja Linge XIV.

Kedatangan mereka di kerajaan Linge, dicurigai oleh Raja Linge XIV sebagai suatu gerakan untuk menuntut hak mereka sebagai putra dari Raja Linge Ke XIII. Raja Linge Ke XIV takut mereka berniat untuk merebut kekuasaannya sebagai Raja yang sah. Sehingga Raja Linge Ke XIV memerintahkan untuk membunuh keduanya.

(35)

Sengeda diselamatkan oleh salah seorang kepercayaan Raja Linge XIV yaitu Cik Serule dan dipelihara oleh beliau.

Beberapa tahun kemudian, Sengeda hidup bersama Cik Serule tanpa sepengetahuan Raja Linge XIV. Suatu malam Sengeda bermimpi bertemu dengan abangnya (Bener Meriah). Dalam mimpi tersebut, Bener Meriah menceritakan suatu cara bagaimana menjinakkan Gajah Putih. Mimpi ini benar-benar di ingat oleh Sengeda.

Pada masa itu Kerajaan Linge berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh dan beribukota di Kutaraja (sekarang dikenal dengan Banda Aceh). Setiap tahun Sultan Aceh, selalu mengadakan sidang tahunan dan mengundang setiap raja-raja yang bernaung dibawah kekuasannya. Untuk memenuhi undangan dari Sultan Aceh, Raja Linge XIV meminta perdana menterinya untuk mendampinginya. Pada saat itu perdana menteri dari Kerajaan Linge adalah Cik Serule yang telah merawat dan membesarkan Sengeda.

Cik Serule kemudian mengajak serta Sengeda dengan tujuan Sengeda bisa berjalan-jalan dan melihat Kutaraja. Pada saat sidang berlangsung, Sengeda ditinggal di halaman istana. Pada saat itu Sengeda teringat kembali akan mimpinya tentang gajah putih, dan dia melukiskan bentuk seekor gajah ditanah. Putri Sultan melintas dan melihat Sengeda melukis. Sengeda menceritakan bahwa yang dia lukis adalah gajah yang berwarna putih. Sengeda juga mengatakan bahwa gajah putih ini benar-benar ada.

(36)

tahunan selesai Putri Sultan menemui Sultan dan meminta supaya di Istana dihadirkan gajah putih tersebut.

Karena rasa sayangnya terhadap putrinya Sultan memerintahkan kepada setiap Raja-raja untuk memenuhi permintaan putrinya. Pada saat itu semua rakyat ditugas untuk menangkap gajah putih, namun sampai beberapa lama belum ada satu orangpun yang pernah melihat adanya gajah putih.

Akhirnya Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari Guel berasal: Untuk menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan membakar kemenyan; diadakannya bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul batang kayu serta apa saja yang menghasilkan bunyi-bunyian. Sejumlah kerabat Sengeda pun melakukan gerak tari-tarian untuk memancing sang Gajah.

Setelah itu, sang Gajah yang bertubuh putih nampak keluar dari persembunyiaannya. Ketika berpapasan dengan rombongan Sengeda, sang Gajah tidak mau beranjak dari tempatnya. Bermacam cara ditempuh, sang Gajah masih juga tidak beranjak. Sengeda yang menjadi pawang pada waktu itu menjadi kehilangan ide untuk menggiring sang Gajah.

(37)

dapat dijinakkan sambil diiringi rombongan. Sepanjang perjalanan pawang dan rombongan, Gajah putih sesekali ditepung tawari dengan mungkur (jeruk purut) dan bedak hingga berhari-hari perjalanan sampailah rombongan ke hadapan Putri Sultan di Pusat Kerajaan Aceh Darussalam.

Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari Guel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.

3.2 Bentuk Penyajian dan Ragam Gerak Tari Guel

Bentuk penyajian tari Guel dapat dengan jelas kita perhatikan dari gambar-gambar di bawah ini.

(38)

Gambar Gerakan pembuka

Gambar kedua ini merupakan gerakan pembuka. Biasanya gerakan ini dilakukan dengan bebas, tidak terikat dan bisa divariasikan sesuai dengan kreatifitas penari. Setelah melakukan gerakan pembuka maka selanjut penari berjalan memasuki lokasi menari9 (pentas). Gerakan sambil berjalan memasuki pentas ini disebut dengan gerakan persembahan.

Gambar Gerakan persembahan penari guel sambil memasuki pentas.

9

(39)

Gerakan pada gambar tiga adalah gerak persembahan, dimana gerakan ini dilakukan oleh penari dan gajah sambil berjalan memasuki pentas. Pada bagian ini gajah ikut menari. Kemudian setelah menari beberapa gerakan maka gajah tertidur. Urutan gerak gajah dari menari sampai gerakan tertidur nyenyak. Istilah gerak gajah ini disebut dengan:

1. Kepur =artinya gerakan gajah yang terlihat mulai tertidur (gambar 1,2,3,4 dan 5)

2. Uwet = Gerakan gajah yang tertidur nyenyak (gambar 6)

1 2 3

(40)

Sampai pada gerakan ini gajah hanya tertidur. Para penari melanjutkan pertunjukan dengan gerakan salam.

Gambar Gerakan Salam Penari

Gerakan salam ini dilakukan bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat kepada para penonton dan undangan.

Usai melakukan gerakan salam, maka gerakan selanjut adalah gerakan runcang. Gerakan runcang terdiri dari dua bagian yaitu runcang kuen (kanan) dan

runcang kiri. Gerakan runcang adalah gerakan awal yang dilakukan sebelum

penari memasuki gerakan tari guel. Setelah gerakan maka bagian selanjutnya adalah gerakan geruduk. Gerakan geruduk melambangkan simbol ketakutan/kepanikan.

(41)

1 2

3 4

(42)

7 Gambar Urutan dari gerakan-gerakan geruduk

Gerakan selanjutnya adalah gerakan yang disebut dengan Natap/guel. Ini adalah gerakan inti dari pertunjukan tari guel.

1 2

(43)

5 6

7 8

(44)

11 12

13 14

15

(45)

Gambar gerakan kipes

Gerakan selanjutnya adalah gerakan emun beriring. Gerakan emun beriring ini melambang keteduhan dan kesejukan. Gerakan emun beriring dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

(46)

Setelah gerakan emun beriring, maka gerakan selanjutnya adalah gerakan puter tali. Gerakan puter tali dapat dilihat seperti gambar dibawah ini.

Gambar Gerakan puter tali..

Gerakan ini melambangkan sarak opat (sistem kemasyrakatan masyarakat Gayo/strata sosial) yaitu Reje (raja) Imem (ahli agama) Petue (ahli adat) Rayat (rakyat).

(47)

3.3 Pendukung Penyajian Tari Guel 3.3.1 Pemusik dan Alat Musik

Pertunjukan tari guel biasanya diiringi dengan musik yang dimainkan oleh pemusik. Instrumen musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup

yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang besar disebut dengan gong. Disamping iringan musik biasanya tari guel diiringi juga dengan vokal atau nyanyian.

3.3.2 Kostum

Kostum yang dipakai untuk gajah dan penari dalam penyajian tari guel terdiri dari:

Pakaian untuk gajah:

(48)

Pakaian Penari:

1. Hiasan kepala daun tepies 2. Ikat leher disebut bergong 3. Baju disebut dengan “kerawang” 4. Ikat Pinggang disebut dengan “tawak” 5. Kain panjang disebut dengan “pawak”

3.4 Pendukung Penyajian Tari Guel 3.4.1 Pemusik dan Alat Musik

Pertunjukan tari guel biasanya diiringi dengan musik yang dimainkan oleh pemusik. Instrumen musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup

yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu itu sendiri.

Ditambah dengan tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang besar disebut dengan gong. Disamping iringan musik

(49)

Foto 13 . Tiga buah gong yang dipakai pada penyajian tari guel.

Foto 14 . Pemusik dan Penyanyi pada penyajian tari guel.

(50)

pesan-pesan moral. Misalnya dalam upacara perkawinan nasehat, pesan dan amanat disampaikan terhadap pengantin agar perkawinannya dapat langgeng sampai ke anak cucu.

3.4.2 Syair tari Guel

Susunan syair nyanyian dalam mengiringi tari guel banyak memakai istilah atau sampiran. Gaya bahasanya dalam syair tersebut biasanya susah dimengerti apabila diartikan secara langsung. Meskipun demikian inti dari syair lagu tersebut adalah amanah dan nasehat. Agar rumah tangga yang baru menikah selalu rukun dan bahagia sampai di beranak cucu. Berikut ini adalah contoh syair yang biasa dinyanyikan untuk mengiringi tari guel pada upacara perkawinan masyarakat Gayo.

Item mo item …. e…e…em….. item……. Emasku ine …….e…..e…..e….ine…… Mulintes emun ilangit

Enge sengit mata mumanang Gere gintes kikku meserit Ate pekekit nunutu mayang

Sayang sayang ……… Item mo item …. e…e…em….. item……. Ee……e….e…..mas…..

Salamualaikum bayakku ine…..eee…eee… mulo ari kami

(51)

Ee……e….e…..mas…..

Jejari sepoloh bayakku ine..e…e…. kutatangan pumu

Monojongni lao…. Bayakku ine..e…e… tuah tom bahgie …….e….e…..e Eee…salammualaikum mulo ari kami

(52)

Agoduk goduk goduk Lengni kedenge ……..2x Agoduk goduk goduk Renah rembune ………

Beta sedenge bese ….ehe….ehe….ehe…. Beta sedenge bese….ehe…ehe…ehe…… Beta sedenge bese

Rang gedek-gedek rang 2x

Kami menepokke dele dele gure-gure 2x Teren nabangpe gelah lempuk

Pulelengek keramil bercucuk Atangni bulang

Rang gedek-gedek rang 2x

Kami menepokke dele dele gure-gure 2x Manat ari ama tengku berpantik

Ken duduk ni tenge entiko macik Ike mubalik mujadi atu

Ari batang ruang toron menoron kududuk ni tenge Sentong tenaso alas berayu kin nemah tengku Julen menenes inen mayakka berering naru Siterang tentu ku kelitu loyang ni atu Berangkat rap senye

(53)

Beta sedenge edet nge tentu

Inen mayak berupuh jerak bertangan ke sabah Tutue joyah sene berakah siro mangas kacu Julen menenes inen mayakka berireng naru Siterang tentu ku kelitu loyang ni atu

Ari duduk ni tenge entiko macik Ike mubalik mu jadi atu

Ee….. ulami kita ku sedenge Guru-gure kite muguel canang Eh ulakmi kite abang………….

Ulaken mien pinang ku tampuk Belo bercucuk santeren kurudang Wan pengemasen tawir bercucuk Boh kita seluk santeren kubulang ……..

Kuinimi kite abang Bertari bertepok runcang

Enang enang mersah ujong

(54)

Eee……itarin kope itarin kope…. Aman mayak……

(55)

BAB IV

PENGGUNAAN DAN FUNGSI TARI GUEL

4.1 Penggunaan Tari Guel

Berbicara tentang penggunaan yang terkait dengan unsur kebudayaan, penulis setuju dengan apa yang disampaikan oleh Alam. P Merriam (1964:209-226) yang mengatakan bahwa “penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik tersebut digunakan”. Pendapat ini memang dimaksudkan untuk melihat penggunaan musik, namun bisa saja kita terapkan untuk melihat penggunaan tari.

Pada masyarakat Gayo penggunaan tari Guel, adalah pada saat upacara perkawinan, upacara peresmian atau perayaan-perayaan. Penyajian tari ini merupakan wujud dari suka-cita atas kegiatan yang sedang dilaksanakan. Inti penyajian tari guel adalah untuk menyambut, pengantin sekaligus memeriahkan jalannya upacara perkawinan.

Apabila kita tinjau dengan pendapat Tuti Rahayu (2005:24-27), maka tari guel ini dapat digolongkan kedalam tari upacara sekaligus sebagai tari klasik. Tari

upacara menurut beliau adalah tarian yang erat hubungannya dengan kepentingan-kepentingan agama dan adat. Sedangkan ciri-ciri tari klasik adalah :

1.Gerakan tari telah diatur

2. Tari tari merupakan perbendaharaan tertentu 3. Tari mempunyai standarisasi tertentu

(56)

5. Kostum dengan pola tertentu

Gerakan tari guel telah teratur dari dulu hingga sekarang. Bahkan gerakan tari tersebut terkait dengan legenda yang pernah ada yaitu ”Legenda Gajah Putih”. Dimana gerakan tari terinspirasi atau lahir dari keberadaan legenda tersebut Tari merupakan perbendaharaan tertentu, artinya tari guel ini merupakan sebuah tari yang memiliki fungsi tersendiri dalam kebudayaan masyarakat Gayo.

Tari mempunyai standarisasi tersendiri tertentu, maksudnya adalah dari segi penyajiaannya dan standarisasi geraknya sudah baku. Tari ini hanya disajikan pada saat acara-acara tertentu dengan gerakan yang sudah baku. Musik pengiring yang khusus, yaitu tari ini diiringi oleh seperangkat alat musik tradisional Gayo, yaitu gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang besar disebut dengan gong.

4.2 Fungsi Tari Guel

Fungsi adalah kegunaan atau tujuan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang di tulis oleh W.J.S Poerwadarminta (1984:283) fungsi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.

(57)

4. Fungsi sosial, yakni sebagai penunjang, aspek kehidupan, masyarakat, seperti dalam upacara kehidupan, siklus kepercayaan, hubungan manusia dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat

5. Fungsi stimulan, yakni memberi sebagai emosi baik secara individu maupun kelompok.

6. Fungsi komunikasi, yakni hubungan manusia dengan lingkungan dan masa lampau dengan kekuatan penguasaan yang dilaksanakan.

Pendapat-pendapat dari Soedarsono dan Yuliani Parani diatas, dapat menjadi acuan untuk melihat fungsi penyajian tari guel pada masyarakat Gayo dikota Medan.

Pembahasan fungsi yang lebih luas menyangkut fungsi kesenian tari guel pada masyarakat Gayo dikota Medan, dapat kita lihat dari pendapat Soedarsono (2002:118) yang mengatakan bahwa “secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu”:

1. Seni sebagai sarana ritual.

2. Seni sebagai sarana hiburan pribadi. 3. Seni sebagai presentasi estetis.

Tari guel dapat kita lihat sebagai salah satu bentuk seni pertunjukan, sehingga pendapat dari Soedarsono diatas dapat kita terapkan dalam melihat fungsi tari guel.

4.2.1 Fungsi Sosial

(58)

kehidupan dimasyarakat. Siklus kehidupan yang dimaksudkan disini adalah, penyajian tari guel dalam upacara perkawinan. Dimana perkawinan merupakan sebuah siklus peralihan kehidupan manusia dalam memulai kehidupan yang baru.

Hubungan manusia dengan manusia dan masyarakat dengan masyarakat, maksudnya adalah penyajian tari ini dalam upacara atau perayaan menunjukkan bahwa tari mampu sebagai jembatan penghubung antara orang yang disambut dengan pihak yang menyambut (penari). Hal ini menunjukkan hubungan yang harmonis dan sudah teratur dengan baik dalam kebudayaan masyarakat Gayo.

4.2.2 Fungsi Stimulan

Tari guel dapat berfungsi sebagai fungsi stimulan emosi untuk meningkatkan rasa saling memiliki dan menghargai menghargai keberadaan tari guel sebagai salah satu warisan nenek moyang. Bagi seorang individu etnis Gayo,

penyajian tari ini merupakan perangsang untuk meningkatkan rasa cinta akan kebudayaan sendiri (suku sendiri).

(59)

4.2.3 Fungsi Komunikasi

Tari guel memiliki fungsi komunikasi maksudnya adalah, tari ini dapat disimbolkan untuk menyatakan bahwa penyajiannya merupakan sebuah peristiwa atau perayaan yang berkaitan dengan tradisi masyarakat Gayo. Secara tidak langsung tari ini menyampaikan kepada para penonton bahwa penyajiannya berkaitan dengan apa yang sedang disajikan pada saat itu.

Sebagai contoh, dalam upacara perkawinan. Tari guel disajikan untuk menyambut pengantin, sekaligus menghibur orang-orang yang hadir serta untuk memeriahkan jalannya upacara.

4.2.4 Seni Sebagai Sarana Ritual

Memang apabila kita bandingkan dengan bentuk-bentuk kesenian dari etnis-etnis lain di Indonesia (etnis Bali contohnya), yang menyajikan kesenian dalam kegiatan-kegiatan ritual, maka bentuk-bentuk kesenian suku Gayo tidaklah seperti itu. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk-bentuk ritual yang ada pada masyarakat Gayo sudah merupakan bentuk-bentuk ritual dalam agama Islam. Sehingga perkembangan agama dan kesenian merupakan dua hal yang saling berjalan di alurnya masing-masing.

(60)

4.2. 5 Seni Sebagai Sarana Hiburan Pribadi

Tari guel sebagai sarana hiburan pribadi berkaitan dengan nilai-nilai rasa dalam jiwa seseorang ketika sedang menyaksikan penyajian tari guel. Penyajian tari ini dapat menghibur perasaan sekaligus mengobati kerinduan akan kampung halaman khususnya bagi kaum perantau.

4.2.6 Seni Sebagai Presentasi Estetis

Dalam hal presentasi estetis keindahan gerak, kostum dan selaras dengan iringan musik merupakan satu perwujudan keindahan nilai-nilai seni. Dari gerakan-gerakan tari menggambarkan bagaimana etnis Gayo mengapresiasikan keindahan gerak dalam pandangan mereka.

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tari Guel pada masyarakat Gayo merupakan salah satu bentuk seni tari yang kaya akan nilai-nilai budaya. Tari ini merupakan suatu bukti sejarah dan menjadi pedoman kesenian pada masyarakat pendukungnya. Untuk saat ini bentuk tari ini sudah menyebar diluar wilayah kebudayaan masyarakat Gayo atau di luar tanah Gayo. Bahkan bisa dikatakan bahwa tari ini juga dikenal oleh orang yang diluar etnis Gayo.

Tari ini sudah dapat ditemukan di Kota Medan. Bahkan kita dapat menemukan sanggar yang mampu untuk menampilkan tari ini. Sanggar tersebut merupakan hasil pemikiran generasi muda etnis Gayo yang tergabung dalam wadah organisasi yang dikenal dengan GMG-SU.

Kesimpulan yang bisa penulis ambil dalam meneliti perkembangan dan keberadaan tari ini adalah :

1. Bahwa tari ini tercipta sejalan dengan sejarah yang terjadi pada masyarakat Gayo khususnya yang berkaitan dengan legenda Gajah Putih. 2. Tari Guel merupakan tari tradisional yang murni hasil kreatifitas nenek

moyang etnis Gayo.

3. Tari ini sudah menyebar dan berkembang sampai keluar wilayah Tanah Gayo dan dikenal oleh orang-orang diluar etnis Gayo

(62)

5. Tari ini juga berkembang di Kota Medan bahkan sering ditampilkan khususnya pada acara-acara yang bekaitan dengan upacara adat masyarakat Gayo, misalnya upacara perkawinan ataupun upacara penyambutan pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat Gayo.

6. Salah satu sanggar yang masih mempertahankan eksistensi tari Guel adalah sanggar Teganing dibawah Kepemimpinan Saukani Gayo dan juga tergabung di dalam GMG-SU (Gabungan Mahasiswa Gayo-Sumatera Utara)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian mengenai keberadaan dan perkembangan tari Guel di Kota Medan, penulis melihat beberapa hal yang perlu untuk jadi perhatian bagi kita semua. Khususnya bagi pemikiran tentang perkembangan dunia kesenian nasional.

Penulis melihat bahwa tari Guel ini memiliki nilai-nilai seni yang tinggi dan layak dimasukkan sebagai salah satu aset pariwisata dan dapat digolongkan dalam kategori seni pertunjukan. Sehingga dengan meluangkan sedikit waktu dan perhatian untuk memoles bentuk kesenian ini maka nantinya tari ini akan dapat dikenal luas di kancah nasional bahkan tidak menutup kemungkinan akan populer di dunia internasional.

(63)

Saran penulis untuk generasi muda, khususnya generasi muda etnis Gayo, agar turut melestarikan tari ini dengan cara meregenerasikan sehingga tari ini dapat tetap eksis. Begitu juga dengan peneliti-peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tari Guel, penulis bersedia untuk dijadikan mitra diskusi dan bertukar pikiran .

(64)

D A F T A R P U S T A K A

Affan Hasan DKK Kesenian Gayo dan Perkembangannya. Balai Pustaka

1980

Burhan Bungin Metodologi Penelitian Kualitatif . PT. Raja Grafindo

2007 Persada Jakarta

Dibya, I Wayan Dkk . Tari Komunal. Lembaga Pendidikan Seni Nusantara

2006 Jakarta

Edi Sedyawati Pertumbuhan Seni Pertunjukan

1981. Sinar Harapan, Jakarta

. Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.

2007 Raja Grafindo Perkasa

Koentjaraningrat Pengantar Antropologi 1990 Jakarta , PT Rineka Cipta

1991 Metode-metode Penelitian Masyarakat Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama

Malm, William P Traditional Music Of The Pasifik And The Near East

1976 New Jersey : Prentice Hall

Merriam, Alan P The Anthropology Of music

1964 Chicago : North Western University Press

(65)

W.J.S Poerwadarminta Kamus Umum Bahasa Indonesia

1982 PN Balai Pustaka

Rahayu Supanggah Etnomusikologi

1995 Yogyakarta MSPI

Suryabrata, S Metodologi Penelitian

1985 CV. Rajawali

A.R Hakim Aman Pinan Pesona Tanah Gayo 2003

Isma Tantawi,DRS Asal-Usul, Karakter dan Budaya Suku Gayo Lues Serta

Gambar

gambar di bawah ini.
Gambar   Gerakan persembahan penari guel sambil memasuki pentas.
Gambar  Gerakan Salam Penari
Gambar Urutan dari gerakan-gerakan gerudukGerakan selanjutnya adalah gerakan yang disebut dengan  Natap/guel
+3

Referensi

Dokumen terkait

Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula melayani hanya dua belas, Missionary of Charity berkembang hingga dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di

Tujuan dari analisis adalah untuk mendapatkan gambaran dari proses pengolahan data yang akan diterapkan pada aplikasi ini, sehingga perangkat lunak yang akan dibangun

Hasil penelitian teridentifikasi enam tema yaitu bagi ibu, anak adalah segalanya; gizi buruk bukan prioritas ibu untuk konsultasi kesehatan; mendapat perlakuan tidak

Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011 Nomor 1 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Nomor 40) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah

Evaluasi terhadap program pendidikan harus dilakukan secara sistematik, terstruktur, periodik dan berkesinambungan dengan menggunakan alat ukur yang dapat diterima

Modul Bimbel Kami selalu disesuikan dengan Kurikulum yang ada di sekolah, sehingga kegiatan Bimbingan tidak sia-sia karena soal-soal yang kita sediakan hampir sama dengan

MEDIA : KEDAULATAN RAKYAT TANGGAL : 27

Namun materi yang ada dalam pelajaran Pembiasaan Vinsensian mempunyai konteks bahasa yang tinggi, serta kurangnya media pembelajaran yang ada membuat guru