• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditinjau Dari Sudut Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Pada Bandara Embarkasi Polonia Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Proses Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditinjau Dari Sudut Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Pada Bandara Embarkasi Polonia Medan)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Risyad akar Lubis : Proses Penyelenggaraan Ibadah Haj Ditinjau Dari Sudut Hukum Administrasi Negara (Studi

N EGARA (STUDI KASUS PADA BANDARA EMBARKASI

POLONIA MEDAN)

SKRIPSI

Diaj ukan unt uk Melengkapi Tugas-t ugas dan Memenuhi Syarat -syarat unt uk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

OLEH

RISYAD FAKAR LUBIS

NIM. : 022. 222. 115

Depart emen : Hukum Administ rasi Negara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

(2)

PROSES PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

DITINJAU DARI SUDUT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(Studi Kasus pada Bandara Embarkasi Polonia Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diaj ukan unt uk Melengkapi Persyarat an Memperoleh Gelar Sarj ana Hukum Pada Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara

OLEH

RISYAD FAKAR LUBIS

NIM : 020222115

Depart emen : Hukum Administ rasi Negara

Diset uj ui oleh

Ket ua Depart emen Hukum Administ rasi Negara

DR. Pendast aren Tarigan, SH, MS. Nip. 131 410 462

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Pendast aren Tarigan, SH, MS. Suria Ningsih, SH, M. Hum.

(3)

KATA PENGANTAR

Puj i dan syukur penulis panj at kan ke hadirat Allah SWT. yang t elah

mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis hingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat t eriring salam penulis panj at kan kepada

j unj unga Nabi Besar Muhammad SAW. yang merupakan suri t auladan unt uk

meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat .

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi t ugas-t ugas dan

melengkapi syarat -syarat unt uk mencapai gelar Sarj ana Hukum pada

Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara, Medan. Adapun j udul yang

penulis angkat adalah:

PROSES PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

DITINJAU DARI SUDUT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA:

STUDI KASUS PADA PELABUHAN EMBARKASI POLONIA MEDAN

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih j auh dari

kesempurnaan. Salah sat u sebab ut amanya adalah karena ket erbat asan

penget ahuan yang penulis miliki, sedikit nya pengalaman dan t erbat asnya

lit erat ur yang menunj ang j udul yang penulis maj ukan dalam skripsi ini.

Dalam kesempat an ini penulis mengucapkan t erima kasih yang

sebesar-besarnya kepada sel uruh pihak yang secara langsung at au t idak

langsung t elah membant u penulis menyusun skripsi ini, maupun selama

menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

(1). Bapak Prof . Dr. Runt ung, SH., M. Hum, selaku Dekan Fakult as Hukum

Universit as Sumat era Ut ara, Medan.

(2). Bapak Dr. Pendast aren Tarigan, SH. , MS, selaku Ket ua Depart emen

Hukum Administ rasi Negara dan sebagai Dosen Pembimbing I penulis

(4)

(3). Ibu Suria Ningsih, SH, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis

yang t elah meluangkan wakt u unt uk membimbing dan membant u

penulis menyelesaikan skripsi ini.

Dalam menempuh perj alanan hidup yang penuh perj uangan, penulis

ingin mengat urkan banyak t erima kasih kepada:

(1). Ayah Prof. H. Nur A. Fadhil Lubis, MA., Ph. D. dan (almarhumah) Umi

Dra. Mekar Sari Dewi, dan Umi Nurhayat i, M. Ag. , yang t elah

membimbing dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis.

(2). Adik-adik t ercint a Nauf al Dzaki Lubis, Fikri Mahir Lubis dan Maurit s

Arif Fat honi Lubis.

Terima kasih j uga penulis hat urkan kepada seluruh pihak yang t urut

mendukung penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi sederhana ini memberi

manfaat bagi yang membaca dan membut uhkannya.

Medan, Februari 2008

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

Daft ar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Lat ar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tuj uan dan Manfaat Penulisan

D. Keaslian Penulisan

E. Tinj auan Kepust akaan

F. Met ode Penelit ian

G. Sist emat ika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH HAJI

A. Pengert ian Haj i

B. Hukum Haj i

C. Syarat dan Rukun Haj i

D. Macam-macam Haj i

E. Pedoman Manasik Haj i

F. Dam dan Macam-macamnya

G. Hikmah dan Tuj uan Ibadah Haj i

BAB III PENYELENGGARAAN IBADAH DI DAERAH

EMBARKASI-DEBARKASI POLONIA MEDAN

A. Bandar Udara Polonia Medan

B. Dasar Hukum

C. Penyelenggara dan Kepanit iaan

(6)

E. Embarkasi (Pemberangkat an)

F. Debarkasi (Pemulangan)

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

A. Lat ar Belakang Pengat uran Penyelenggaraan Haj i

B. Asas dan Tuj uan Undang-undang

C. Kesesuaian dan Kesenj angan

D. Kendala dan Rint angan yang Dihadapi

E. Upaya Penanggulangan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR BAHAN HUKUM

(7)

ABSTRAKSI

Ibadah haj i merupakan rukun Islam kelima yang waj ib dilaksanakan oleh umat Islam yang mampu. Bagi bangsa Indonesia yang mayorit as beragama Islam dan Pancasila merupakan dasar negara, penyelenggaraan ibadah haj i menj adi t ugas nasional karena di samping menyangkut kesej aht eraan lahir-bat in j amaah haj i, j uga menyangkut nama baik dan mart abat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Saudi Arabia. Mengingat pelaksanaannya yang bersifat massal dan berlangsung dalam j angka wakt u yang t erbat as, maka penyelenggaraan ibadah haj i memerlukan manaj emen yang baik dan administ rasi yang fungsional.

Skripsi ini dit uj ukan unt uk menget ahui t at a at uran penyelenggaraan ibadah haj i dalam hukum administ rasi negara Indonesia dan bagaimana t at a at uran it u dilaksanakan dalam lingkup embarkasi Polonia Medan pada musim haj i 1427 Hij riyah yang lalu. Selanj ut nya penelit ian ini mengungkap fakt or-fakt or yang mendukung dan menghambat t ercapainya t uj uan penyelenggaraan ibadah haj i sert a upaya-upaya apa yang dilakukan unt uk menanggulanginya.

Penyelenggaraan ibadah haj i t elah memiliki dasar hukum yang kuat dan landasan operasional yang baik, hingga dalam bent uk prosedur t et ap dan panduan pelaksanaan yang relat if rinci dan j elas. Meskipun PPIH (panit ia penyelenggara ibadah haj i) merupakan kepanit iaan yang lint as inst ansi, bahkan melibat kan pihak swast a, namun proses pembent ukan, pembinaan, penerapan dan pengawasan t elah berj alan dengan cukup baik. Terdapat kesepadanan yang f ungsional ant ara uraian t ugas yang dit et apkan dengan kegiat an yang dij alankan masing-masing unsur kepanit iaan, mulai dari peringkat pengarah, pimpinan, pembant u pimpinan, hingga ke t araf pelaksana dan pembant u pelaksana.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pancasila adalah dasar filsafah Negara Republik Indonesia. Sila

pert ama dari Pancasila adalah Ket uhanan Yang Maha Esa. Ini berart i bahwa

Negara Republik Indonesia berkewaj iban menj amin kemerdekaan warga

negaranya unt uk beragama dan beribadah menurut agamanya

masing-masing.1

Beberapa abad kemudian, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad

SAW ini t elah menyebar ke seluruh dunia, t ermasuk ke wilayah Nusant ara.

Pada abad ke13, t elah t ercat at beberapa kesult anan Islam t umbuh

berkembang di berbagai pelosok t anah air, diawali di uj ung Ut ara, pulau

Hampir semua agama besar dunia memiliki pengikut di Indonesia,

namun Islam merupakan agama yang paling besar penganut nya di negeri

yang berdasarkan Pancasila ini. Indonesia bahkan t ercat at sebagai negara

berpenduduk Muslim t erbesar di dunia saat ini. Agama Islam pada awalnya

lahir dan berkembang pada abad ke-7 di Mekkah, kemudian menyebar ke

seluruh j azirah Arab dan wilayah Timur Tengah.

1

(9)

Sumat era, kemudian meluas hingga ke seluruh wilayah kepulauan

Nusant ara.

Agama Islam mengaj arkan bahwa agama ini didasarkan kepada lima

dasar ut ama, at au yang dikenal dengan rukun Islam. Rukun Islam ada lima,

yait u syahadat , shalat , puasa, zakat dan haj i. Jadi haj i merupakan rukun

Islam yang kelima, melaksanakan ibadah haj i merupakan kewaj iban bagi

set iap orang Islam yang memiliki kemampuan.2

Sej ak zaman kesult anan Islam dahulu sudah t ercat at adanya j ama’ ah

haj i dari wilayah Nusant ara ini, meskipun masih dalam j umlah yang masih

kecil. Perj alanan haj i pada wakt u it u t erkait dengan t elah cukup meluasnya

t ransport asi laut berupa kapal layar yang menghandalkan perput aran angin

dan perubahan musim. Beberapa kot a pelabuhan di pesisir kepulauan

Tidak semua umat Islam waj ib melaksanakan ibadah haj i, karena

ibadah haj i memang merupakan kewaj iban yang menunt ut kesehat an

j asmani yang baik dan memerlukan kemampuan f inansial yang memadai.

Proses perj alanan haj i, apalagi dari negeri Indonesia, yang j auh dari t empat

pelaksanaan haj i t ersebut , yait u kot a suci Makkah, memang menunt ut

pengorbanan yang cukup besar. Namun demikian, hal ini t idak menyurut kan

semangat orang Islam unt uk berusaha sedapat mungkin melengkapi

pelaksanaan rukun Islam, paling t idak sekali seumur hidupnya.

2

(10)

Nusant ara memang dikenal sebagai bandar perdagangan, bukan hanya

unt uk kepent ingan penduduk pulau t ersebut , t et api j uga unt uk keperluan

ant ar pulau, bahkan ant ar benua. Bandar-bandar Nusant ara memang

merupakan mat a-rant ai penghubung bagi para pedagang Cina, India, Arab

dan Persia.

Keberangkat an umat Islam Indonesia ke t anah suci Makkah t idak

t erhent i dengan dij aj ahnya negeri ini oleh kolonialis Belanda. Bahkan,

j umlah j ama’ ah haj i Indonesia t ernyat a bert ambah, t erut ama dengan

digunakannya kapal laut yang menggunakan mesin uap, hingga masa

t empuh perj alanan menj adi lebih nyaman dan singkat .

Kenyat aan ini menunt ut pemerint ahan kol onial Belanda membuat

perat uran perundang-undangan unt uk mengat ur berbagai aspek

pelaksanaan ibadah haj i, baik ket ika masih di t anah air, lebih t erut ama

ket ika mereka berada di luar negeri. Unt uk mengurus segala urusan t ent ang

j ama’ ah haj i pribumi ini, pemerint ah kolonial Belanda mendirikan Konsul di

Jeddah.3

Upaya unt uk t erus memperbaiki dan menyempurnakan sist em dan

manaj emen penyelenggaraan ibadah haj i ini semakin digiat kan ket ika

Indonesia mencapai kemerdekaannya. Berbagai perat uran

3

(11)

undangan disahkan dan seperangkat perat uran organik dirumuskan unt uk

menj adi panduan bagi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haj i t ersebut .

Akhirnya, set elah reformasi bergulir, sebuah undang-undang baru yang

lebih int egral dan komprehensif mengat ur t ent ang penyelenggaraan ibadah

haj i disahkan, yait u Undang-undang No. 17 Tahun 1999 t ent ang

Penyelenggaraan Ibadah Haj i.

Undang-undang No. 17/ 1999 ini menet apkan bahwa pemerint ah

berkewaj iban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan

menyediakan fasilit as, kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang

diperlukan oleh set iap warga negara yang menunaikan ibadah haj i.4

Selanj ut nya dit egaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haj i

merupakan t ugas nasional dan menj adi t anggungj awab pemerint ah di

bawah koordinasi ment eri.5 Ment eri di sini dimaksudkan adalah ment eri yang ruang lingkup t ugas dan t anggung-j awabnya meliput i bidang agama,

yakni Ment eri Agama.6

Mengingat bahwa penyelenggaraan ibadah haj i merupakan t ugas

nasional dan menj adi t anggung j awab pemerint ah, maka ini t ermasuk

dalam lingkup hukum administ rasi negara. Administ rasi negara adalah

keseluruhan daripada badan-badan (aparat ur) yang menyelenggarakan

4

Pasal 3 UU No. 17 Tahun 1999.

5

Ayat (1) Pasal 6 Bab III UU No. 17 Tahun 1999.

6

(12)

t ugas at au kegiat an penyelenggaraan t ugas at au kegiat an kenegaraan di

bawah pimpinan pemerint ah.7

Namun demikian, penyelenggaraan haj i set iap t ahunnya masih t erus

menimbulkan kekisruhan dan menyisakan kekesalan banyak j ama’ ah haj i.

Penyelenggaraan ibadah haj i pada t ahun 2006 t ernyat a menimbulkan

kekacauan, bahkan memalukan bagi negara-bangsa Indonesia, t erut ama

ket ika sebagian besar j ama’ ah haj i Indonesia selama beberapa hari

menderit a kelaparan.8

B. Perumusan Masalah

Mengingat berbagai hal di at as, maka sangat lah pent ing dan t epat

unt uk membahas permasalahan penyelenggaraan ibadah haj i ini dari sudut

Hukum Administ rasi Negara Indonesia.

Yang menj adi permasalahan ut ama dalam skripsi ini adalah apakah

penyelenggaraan ibadah haj i, khususnya yang difasilit asi melalui pelabuhan

embarkasi Polonia Medan, t elah sej alan dengan ket ent uan Hukum

Administ rasi Negara yang berlaku di Indonesia.

Selanj ut nya permasalahan ut ama dij abarkan menj adi beberapa

permasalahan rincian, sebagai berikut :

7

Prof. Dr. Mr. Prayudi Admosudirjo. Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 30.

8

(13)

1. Bagaimanakah proses rangkaian penyelenggaraan ibadah haj i

menurut aj aran agama Islam hingga ibadah haj i t ersebut dianggap

sah dan memenuhi kewaj iban;

2. Bagaimanakah t at a at uran penyelenggaraan ibadah haj i menurut

perat uran perundang-undangan yang berlaku;

3. Bagaimanakah pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haj i yang secara

empiris berj alan dan diberlakukan t erut ama dalam pelaksanaan

musim haj i t ahun 1427 Hij riyah yang lalu;

4. Kendala dan rint angan apa saj akah yang dihadapi para

penyelenggara dalam rangka menyelenggarakan ibadah haj i;

5. Upaya-upaya apa saj akah yang t elah dilaksanakan oleh aparat

penyelenggara ibadah haj i unt uk menyelesaikan kendala dan

menj awab rint angan dalam rangkaian penyelenggaraan ibadah haj i;

Hipot esa adalah kesimpulan sement ara dan sebuah pernyat aan

t ent at if. Sebuah hipot esa harus masih diuj i kebenarannya dalam sebuah

penelit ian, sehingga dapat menguj i apakah hipot esa t ersebut dit erima dan

benar adanya, at au dit olak dan t idak t erbukt i kebenarannya. Oleh karena

it u, hipot esa merupakan landasan berpij ak dan t it ik t olak penelit ian bagi

langkah dan uraian selanj ut nya.9

9

Amiruddin, SH., M. Hum. Dan H. Zainal Asikin, SH., SU. Pengantar Metode

Penelitian Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 58.

(14)

Dengan demikian sebagai kesimpulan sement ara, yang nant inya akan

dibukt ikan kebenarannya dalam penelit ian ini, adalah sebagai berikut .

Unt uk permasalahan ut ama, hipot esa yang diperpegangi adalah bahwa

penyelenggaraan ibadah haj i embarkasi Polonia Medan pada dasarnya t elah

memenuhi ket ent uan-ket ent uan minimum yang t ermakt ub dalam perat uran

perundang-undangan yang berlaku.

Selanj ut nya, unt uk permasalahan berikut nya, skripsi dilandasi oleh

hipot esa kerj a (zero hypot hesis) bahwa semua it u memang ada dan dapat

dit elit i, t ermasuk perangkat at uran t ent ang rangkaian peribadat an haj i

menurut aj aran agama Islam, t at a at uran menurut perat uran

perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia, demikian j uga

kendala dan rint angan, sert a upaya-upaya unt uk menanggulanginya.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Di samping unt uk memenuhi t ugas dan melengkapi syarat unt uk

memperoleh gelar Sarj ana Hukum pada Fakult as Hukum Universit as

Sumat era Ut ara, penulisan skripsi ini dit uj ukan unt uk menambah ilmu

penget ahuan penulis dalam t opik yang dibahas, yait u t ent ang proses

penyelenggaraan ibadah haj i. Ini t ent u t erkait erat dengan keimanan

penulis sebagai bagian dari umat Islam.

Ibadah haj i merupakan bagian kewaj iban keagamaan yang begit u

(15)

sudi berj uang sekeras mungkin, mencari rezeki dengan giat , dan

bersungguh-sungguh menabung unt uk wakt u lama. Perj uangan dan

keikhlasan umat Islam ini t ent u harus dilindungi dan difasilit asi oleh negara

dan pemerint ah. Sangat ironis dan menyedihkan kalau keikhlasan dan

keluguan umat Islam disalahgunakan unt uk mencari keunt ungan at au

memenuhi kepent ingan t ert ent u. Upaya unt uk mencapai hal ini merupakan

t uj uan dari penulisan skripsi ini.

Sesuai dengan ket ent uan undang-undang bahwa pemerint ah

berkewaj iban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan

menyediakan fasilit as, kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang

diperlukan oleh set iap warga negara yang menunaikan ibadah haj i, maka

skripsi ini dit uj ukan unt uk mengevaluasi apakah kewaj iban pemerint ah

t ersebut t elah dilaksanakan dengan baik.

Selanj ut nya, skripsi ini bert uj uan j uga unt uk melakukan evaluasi

apakah t uj uan penyelenggaraan ibadah haj i sebagaimana dit et apkan oleh

undang-undang t elah t erpenuhi, dan j ika belum, apa yang belum t ersebut ,

dan berupaya mengungkapkan mengapa hal it u belum t erpenuhi, sert a apa

usaha unt uk mencapainya di masa mendat ang. Penyelenggaraan ibadah

haj i, sesuai dengan ket ent uan undang-undang yang berlaku, bert uj uan

unt uk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang

sebaik-baiknya melalui sist em dan manaj emen penyelenggaraan yang baik agar

(16)

nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j ema’ ah haj i dapat

melaksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini pada awalnya didasarkan pada ide, gagasan,

pemikiran dan yang ut ama ialah ket ert arikan penulis t erhadap ibadah haj i

yang merupakan rukun Islam yang kelima yang waj ib dilaksanakan oleh

set iap Muslim yang mampu sekali dalam hidupnya. Berbeda dengan

beberapa negara lain, di Indonesia, yang penduduknya mayorit as beragama

Islam, ket erlibat an pemerint ah dalam penyelenggaraan ibadah haj i begit u

t inggi.

Penulisan skripsi ini asli diangkat dari pemikiran dan penelaahan

penulis sendiri, art inya bukanlah merupakan hasil cipt aan at au

penggandaan dari karya t ulis orang lain dan sudah diperbandingkan

j udulnya di kampus di mana penulis menimba ilmu di Fakult as Hukum

Universit as Sumat era Ut ara.

E. Tinjauan Kepustakaan

Mengingat permasalahan haj i merupakan bagian pent ing dari

keberagamaan umat Islam, lit erat ur yang banyak berkembang di kalangan

masyarakat umumnya membahasnya dari sudut agama dan hukum Islam.

Hampir semua kit ab fiqh Islam umumnya berisikan sat u bab khusus

(17)

dalam membahas penyelenggaraan ibadah haj i dari perspekt if hukum Islam

adalah buku yang dit ulis oleh H. Sulaiman Rasyid yang berj udul ‘ Al Fiqh al

-Isl ami Fiqh -Isl am yang banyak menj adi pegangan umat -Islam sert a dicet ak

ulang.10 Penelit ian ini j uga meruj uk beberapa referensi lain, t ermasuk kit ab yang dit ulis oleh Muhammad Jawad Mughniyah yang berj udul Fiqh Lima

Mazhab: Ja’ f ari, Hanaf i , Mal iki , Syaf i ’ i dan Hambal i11

F. Metode Penelitian

yang menj adi kit ab

ruj ukan di kalangan umat Islam.

Met ode penelit ian pada dasarnya meliput i t iga j enis met ode, yait u

met ode mengumpulkan dat a/ bahan hukum, met ode menganalisis dat a yang

t elah t erkumpul, dan akhirnya met ode present asi hasil.

Mengingat permasalahan yang ingin dij awab, skripsi ini merupakan

gabungan dari penelit ian normat if -dokt rinair dan penelit ian

empiris-sosiologis. Ini berart i skripsi ini harus menghimpun seperangkat bahan

hukum (l egal mat erial s), di samping j uga banyak dat a empiris-sosiologis.

Oleh karenanya, dat a empiris dan bahan hukum t erdiri dari bahan

kepust akaan dan dat a lapangan.

10

H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit Attahiriyah, 1954), dan penelitian ini merujuk edisi cetakan ulang yang ke-17 tahun 1971.

11

(18)

Bahan kepust akaan dan mat eri hukum t erut ama akan dihimpun

melalui met ode penelit ian kepust akaan (l ibrary research) yait u

mengumpulkan semua bahan hukum t erkait dengan t opik yang

diperbincangkan yait u t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i. Bahan hukum

t erdiri dari bahan hukum primer, t erut ama undang-undang, bahan hukum

sekunder, t ermasuk perat uran pemerint ah, perat uran ment eri dan

sej enisnya, di samping j uga bahan hukum t ert ier yang membant u

memahami dan menj elaskan bahan hukum primer dan sekunder t ersebut .

Dat a lapangan akan dihimpun ut amanya dengan met ode wawancara

t erhadap beberapa informan kunci yang t erlibat langsung dalam

penyelenggaraan ibadah haj i embarkasi Polonia Medan. Unt uk melengkapi

dat a, wawancara t erhadap sej umlah j ama’ ah haj i akan dilakukan.

Semua bahan kepust akaan dan bahan hukum yang t erhimpun akan

dianalisis t erut ama dengan met ode analisis deskript if -kualit at if , sedang

beberapa bahan lit erat ur akan mempergunakan analisis isi (cont ent

anal ysis). Sedangkan dat a lapangan akan dianalisis secara kualit at if ,

meskipun beberapa analisis dasar akan j uga menggunakan analisis

kuant it at if sederhana, t erut ama dalam bent uk inferensi persent ase dan

t abulasi silang.

(19)

Dalam rangka mensist emat iskan pembahasan sert a memudahkan

penguraian, skripsi ini akan t erdiri dari lima bab. Masing-masing bab akan

dibagi lagi kepada beberapa pasal sesuai dengan keperluan pembahasan

dan t unt ut an penguraian.

Bab sat u t erdiri dari uraian lat ar belakang permasalahan, diikut i

dengan pembahasan t ent ang t uj uan penulisan dan pokok permasalahan

sert a hipot esa yang diaj ukan. Pada bab ini, penulis j uga menguraikan

met odologi penelit ian yang akan dit erapkan, mulai dari met ode

pengumpulan dat a, met ode analisis dat a hingga met ode present asi hasil.

Bab ini diakhiri dengan uraian t ent ang sist emat ika penulisan.

Bab dua membahas t ent ang ket ent uan haj i menurut aj aran agama

Islam. Ini didahului dengan ulasan t ent ang hukum dan syarat haj i,

kemudian dilanj ut kan dengan rangkaian rukun dan akt ivit as yang waj ib,

yang sunat , yang makruh dan yang haram sel ama menunaikan ibadah haj i.

Bab t iga menguraikan bahwa perat uran perundang-undangan

mengat ur t ent ang proses perj alanan dan penyelenggaraan ibadah haj i,

mulai dari proses pendaft aran, persiapan, pemberangkat an, pelaksanaan,

dan pemulangan j ama’ ah haj i. Bab ini j uga berisikan uraian bagaimana

berbagai perat uran perundang-undangan ini t elah dilaksanakan, t erut ama

(20)

Bab empat merupakan pembahasan t ent ang kesenj angan yang

t erj adi ant ara ket ent uan yang t erdapat dalam ‘ l aw-in-books’ (perat uran

hukum perundang-undangan yang t erdapat dalam buku, dengan yang

kenyat aannnya t erj adi, at au apa yang sering disebut ‘ l aw-i n-act ions’

(hukum yang kenyat aannya t erj adi). Oleh karenanya, bab ini

mengident if ikasi kendala dan rint angan yang dihadapi, sert a mengulas

mengapa hal-hal t ersebut bisa t erj adi, sert a diakhiri dengan perbincangan

t ent ang upaya-upaya yang dilakukan para pihak unt uk menanggulanginya.

Bab lima, merupakan bab penut up, yang berisikan ringkasan dari

uraian sebelumnya, kesimpulan yang dapat dit arik sert a saran yang bisa

direkomendasikan unt uk memperbaiki pirant i perundang-undangan, proses

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH HAJI

Penyelenggaraan ibadah haj i yang merupakan ‘ t ugas nasional ’ dan

menj adi 't anggungj awab pemerint ah’12

Pernyat aan ‘ sesuai dengan t unt unan agama’ t ent u dimaksudkan

bahwa seluruh rangkaian kegiat an ibadah haj i ini harus dilaksanakan

sebagaimana dit ent ukan dalam aj aran agama Islam. Agama Islam berasal

dari dua sumber pokok, yait u al-Qur’ an, kumpulan wahyu Allah SWT.

kepada Nabi Muhammad SAW. dan al-Sunnah, semua perkat aan, perbuat an

dan pengakuan Nabi Muhammad SAW. Di samping it u, ada dua sumber

ut ama lain, yait u Ij ma’ , kesepakat an para ulama, dan al -Qiyas, perluasan

cakupan pet unj uk al-Qur’ an at au al-Sunnah berdasarkan analogi. Masih ada

lagi sumber-sumber hukum Islam yang lain, t et api lebih merupakan sumber

sekunder.

dit uj ukan agar pelaksanaan ibadah

haj i dapat berj alan dengan aman, t ert ib, lancar, dan nyaman sesuai dengan

t unt unan agama sert a j ama’ ah haj i dapat melaksanakan ibadah haj i secara

mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur.

13

12

Pernyataan bahwa ‘ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggungjawab pemerintah’ tercantum pada ayat (1) pasal 6 Undang-Undang No. 17 tahun 1999.

13

Prof. Dr. Daud Ali. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam

(22)

Bab ini akan menguraikan berbagai hal pent ing t erkait dengan

ibadah haj i dalam t unt unan agama Islam, dengan meruj uk ke

sumber-sumber di at as.

A. Pengertian Haji

Kat a ‘ haj i’ berasal dari bahasa Arab yang awalnya berart i ’ maksud’

at au ’ keinginan’ dan sinonim dengan kat a ‘ al -qashd’ . Dalam bent uk kat a

kerj a (verb/ fi’ il), kat a ’ haj j a’ , mengandung art i menyengaj a sesuat u,

memaknai, melaksanakan, dan berdoa.14

Dari sinilah t imbul makna t urunannya, yait u bermaksud unt uk

mengunj ungi t empat t ert ent u unt uk melaksanakan rit ual di dalamnya. Di samping it u kat a ini

mengandung makna berkunj ung dan berziarah yang memiliki makna, nilai

dan signifikansi t ert ent u.

15 Syari’ at Islam kemudian mempergunakan kat a ini unt uk ibadah

mengunj ungi t empat suci di wilayah Makkah dan melaksanakan serangkaian

ibadah di dalamnya pada wakt u-wakt u t ert ent u.16

Undang-undang nomor 17 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan

Ibadah Haj i mendefinisikan ’ ibadah haj i’ sebagai ’ rukun Islam kelima yang

14

H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit At-Tahiriyah, 1954), hal. 240.

15

H. S. Sutar dkk. Tuntutan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Penerbit Indah, 2006), hal. 66.

16

(23)

merupakan kewaj iban bagi set iap orang Islam yang mampu

menunaikannya.’17

Di samping ist ilah haj i, umat Islam j uga mengenal kat a ’ umrah’ yang

sering j uga dij uluki ’ haj i kecil’ . Disebut demikian, karena ibadah ini

memang lebih ringan di banding haj i. ’ Umrah bisa dikerj akan kapan saj a,

t idak harus pada musim haj i. Rukun ’ umrah j uga lebih sedikit dibanding

haj i, hanya meliput i ihram, t awaf , sa’ i dan t ahallul, t idak ada wukuf at au

melempar j umrah. Dengan demikian, seseorang melaksanakan ’ umrah,

t idak berart i ia t elah melaksanakan haj i. Sebaliknya pelaksanaan haj i selalu

disert ai dengan ’ umrah, baik dilakukan secara bersamaan at aupun

t erpisah.18

Secara resmi para sej arawan Muslim menyepakat i bahwa kewaj iban

unt uk melaksanakan ibadah haj i barulah secara formal dit egaskan oleh Nabi

Tradisi mengunj ungi t empat suci dan melakukan ibadah di t empat

suci t ersebut t elah menj adi bagian dari keberagamaan umat -umat

t erdahulu sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Bahkan sej arah

mencat at bahwa ibadah haj i yang disyari’ at kan dalam agama Islam

merupakan lanj ut an dan penyempurnaan dari apa yang t elah dirint is dan

dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS.

17

Lihat Ayat 3 Pasal 1 Bab I Undang-Undang nomor 17 tahun 1999.

18

(24)

Muhammad SAW. pada periode Madinah, art inya set elah beliau pindah dan

bermukim di Madinah. Namun para ahli sej arah berbeda pendapat t ent ang

t ahun persisnya kewaj iban haj i t ersebut diawali. Sebagian besar mencat at

haj i secara resmi diwaj ibkan pada t ahun ke-6. Namun sebagian ada yang

menyat akan bahwa kewaj iban haj i baru diwaj ibkan Nabi Muhammad SAW.

pada t ahun ke-9 set elah Hij rah. Perint ah melaksanakan ibadah haj i

t ercant um di dalam al-Qur’ an:

’ Padanya t erdapat t anda-t anda yang nyat a, (diant aranya) maqam Ibrahim; barangsi apa memasukinya (bait ul l ah) menj adi amanl ah dia; mengerj akan haj i adal ah kewaj iban manusi a t erhadap Al l ah, yait u (bagi) orang yang sanggup mel akukan perj al anan ke Bait ul l ah. Barangsiapa mengi ngkari (kewaj iban haj i), maka sesungguhnya Al l ah Maha Kaya (t idak memerl ukan sesuat u apapun) dari semest a al am’ (Ali ’ Imran, 3:97). 19

B. Hukum Haji

Haj i adalah ibadah yang diwaj ibkan hanya kepada muslim yang

mampu sekali dalam seumur hidupnya. Seorang muslim yang t idak mampu

t idak akan dikenakan sanksi at au t unt ut an apapun apabila ia t idak

melaksanakan ibadah haj i t ersebut . Adalah t idak fair, kalau seorang at au

sekelompok orang diberikan fasilit as-fasilit as khusus dan ist imewa melebihi

dari haknya, lebih t idak fair lagi kal au f asilit as-f asilit as t ersebut

dibebankan dari dana j amaah haj i.

19

(25)

Ibadah haj i merupakan salah sat u rukun Islam. Ini berart i bahwa haj i

adalah salah sat u t iang ut ama t egaknya keislaman seseorang. Meskipun

t elah melaksanakan rukun Islam yang lain, yait u syahadat , shalat , puasa

dan zakat , seorang Muslim baru merasa melengkapi rukun Islam set elah

menunaikan ibadah haj i, mengunj ungi t anah suci dan mengerj akan

rangkaian ibadah haj i. Oleh karenanya ibadah haj i hukumnya waj ib bagi

seluruh umat Islam yang sudah memenuhi persyarat an yang dit et apkan.

Waj ib dalam pengert ian hukum Islam adal ah sesuat u yang mest i

dilaksanakan dan t idak boleh dit inggalkan, dan yang melaksanakan

mendapat pahala dan yang meninggalkan menerima dosa.

Waj ib dan pent ingnya menunaikan ibadah haj i didasarkan at as

firman Allah SWT. dalam al-Qur’ an dan sabda Nabi Muhammad SAW. yang

t erhimpun dalam kit ab-kit ab hadit s. Salah sat u hadit s Nabi Muhammad

SAW yang mewaj ibkan ibadah haj i adalah yang diriwayat kan oleh Muslim,

Ahmad dan Nasa’ i sebagai berikut :

’ .Dari Abu Hurairah: Rasul ul ul l ah SAW t el ah berkat a dal am pidat o bel iau: ’ Hai manusia! Sesungguhnya Al l ah t el ah mewaj ibkan at as kamu mengerj akan ibadat haj i, maka hendakl ah kamu kerj akan. Seorang sahabat bert anya: ’ Apakah t iap t ahun, ya Rasul ul l ah?’ Bel iau diam t idak menj awab dan yang ber t anya mendesak sampai t iga kal i . Kemudian Rasul ul l ah SAW berkat a: ’ Kal au saya j awab ’ ya’ , sudah t ent u menj adi waj ib t iap t ahun, sedang kamu t idak akan kuasa mengerj akannya. ’ 20

20

(26)

Selanj ut nya Nabi Muhammad SAW. dalam sebuah hadit snya sahih

yang lain menyat akan bahwa ibadah haj i merupakan salah sat u dari lima

rukun at au t iang ut ama agama Islam, sebagaimana sabdanya:

Isl am dibangun di at as l ima dasar: Bersaksi bahwa t iada Tuhan sel ain Al l ah dan bahwa Muhammad adal ah Ut usan Al l ah, mendirikan shal at , menunaikan zakat , mel aksanakan haj i ke Rumah Tuhan dan menj al ankan puasa Ramadhan.21

(Kewaj iban) haj i it u sat u kal i dan orang yang mel akukannya l ebih dari sat u kal i maka it u adal ah sunnah.

Kewaj iban melaksanakan ibadah haj i it u hanya sekali dalam hidup

seorang Muslim. Melakukan perj alanan haj i unt uk kedua dan set erusnya

t idak lagi merupakan kewaj iban, hukumnya bisa sunnah, dalam art ian j ika

dilakukan berpahala dan j ika t idak dilakukan t idak apa-apa. Ini sesuai

dengan sabda Nabi Muhammad SAW. yang art inya:

22

Namun demikian, ada ulama yang berpendapat bahwa melakukan

ibadah haj i unt uk yang kedua kali dan set erusnya bisa saj a hukumnya

menj adi makruh j ika kepergiannya it u membuat ada orang lain yang

menj adi t erhalang melaksanakan ibadah haj i dan orang t ersebut masih

memiliki kewaj iban-kewaj iban lain yang belum dilaksanakan, t ermasuk

21

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan dikutip dari Syaikh Abu Bakar Jabir Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 475.

22

(27)

kewaj ibannya menolong warga masyarakat yang membut uhkan

pert olongannya.

Terkait dengan permasalahan ini, Maj elis Ulama Indonesia (MUI)

t elah pernah mengeluarkan f at wa bahwa ibadah haj i hanya sekali seumur

hidup. Dalam fat wa t ersebut , Komisi Fat wa MUI menyat akan:

Umat Islam hendaknya memahami bet apa besar dan luas masalah yang dihadapi pemerint ah Arab Saudi dan Pemerint ah RI dalam usaha melayani dan menyediakan kemudahan bagi kepent ingan j emaah haj i yang j umlahnya t iap t ahun semakin besar yang harus dij alani dalam wakt u yang bersamaan dan dalam lingkup alimah yang sangat t erbat as.23

Selanj ut nya adalah sunnah haj i. Dalam perspekt if hukum Islam,

sunnah (t erkadang j uga disebut sunat ) adal ah perbuat an yang dianj urkan

dan j ika dilaksanakan akan berpahala, namun j ika dit inggalkan t idak

berdosa. Di ant ara sunnah haj i adalah:

Sej alan dengan konsideran di at as, Komisi Fat wa Maj elis Ulama

berkesimpulan bahwa ’ memberi kesempat an pada mereka yang belum

menunaikan ibadah haj i’ menj adi sesuat u yang sangat dianj urkan (sunat ).

Selanj ut nya fat wa t ersebut menghimbau kepada umat Islam yang sudah

beberapa kali melaksanakan ibadah haj i akan lebih bermanfaat bila dana

yang t ersedia it u, disalurkan unt uk amal j ariyah yang dapat dirasakan

manfaat nya oleh umum, sehingga mendapat pahala yang t erus mengalir

bagi yang melaksanakannya.

23

(28)

(1). Melaksanakan haj i ifrad, yait u ihram unt uk haj i saj a. Kemudian set elah

pekerj aan haj i selesai semuanya, ia berihram lagi unt uk ’ umrah dan

t erus mengerj akan rangkaian pekerj aan ’ umrah sampai selesai.

(2). Membaca t albiyah dengan suara yang keras bagi laki-l aki, dan bagi

perempuan hendaklah dibacanya sekedar t erdengar oleh t elinganya

sendiri. Masa membaca t albiyah selama dal am ihram smapai selesai

melont ar j umrah ’ aqabah pada hari raya Qurban.

(3). Berdoa set elah membaca t albiyah.

(4). Berdzikir at au berdoa sewakt u melakukan t hawaf .

(5). Sholat dua raka’ at set elah t hawaf di maqam Ibrahim.

(6). Masuk ke Ka’ bah dan shalat di dalamnya.

(7). Meminum air Zamzam.

(8). Berdoa di Mult azam.

(9). Berj alan cepat t iga kali put aran pert ama, dan berj alan biasa pada

empat put aran t erakhir ket ika melaksanakan t hawaf. Namun bagi

perempuan dianj urkan unt uk berj alan biasa saj a seluruhnya.

(10). Berlari-lari kecil di ant ara dua t iang yang berwarna hij au di wakt u sa’ i

dan berj alan biasa pada lainnya.

(11). Naik ke bukit Saf a dan Marwah sert a berdoa di sana sambil menghadap

(29)

(12). Berdoa di ant ara Saf a dan Marwah.

(13). Wukuf dan berdoa set elah melempar j umrah kecuali j umrah ’ Aqabah

pada hari-hari t asyrik. Hari-hari t asyrik adalah t anggal 11, 12 dan 13

Dzulhij j ah, j adi t iga hari set elah ’ Idul Adha at au hari raya Haj i.

(14). Berdoa dan membaca t akbir set iap melempar j umrah.24

C. Syarat dan Rukun Haji

Meskipun haj i merupakan rukun Islam yang kelima, hingga berart i

bagian dari t iang pokok dari keislaman seorang Muslim, namun t idak semua

orang Islam diwaj ibkan unt uk melaksanakan ibadah haj i t ersebut . Seorang

muslim baru berkewaj iban melaksanakan ibadah haj i j ika ia memenuhi

seperangkat syarat berikut ini, yait u: (a). Beragama Islam, (b) ‘ Aqil dalam

art ian berakal dan cerdas, (c) Bal igh, t elah cukup umur, mat ang secara

fisik-j asmani, (d) Merdeka, dalam art ian bukan hamba, budak (sl ave) dan

(e). Mampu (ist it ha’ ah). Yang dimaksud dengan ’ mampu’ adalah

kesanggupan unt uk memenuhi semua perongkosan dan pembiayaan sert a

kesanggupan dari segi fisik-j asmani unt uk melaksanakan perj alanan dan

peribadat an haj i t ersebut .

Buku ’ Tunt ut an Prakt is Ibadah Haj i dan Umroh’ menguraikan bahwa

kesanggupan di sini mempunyai dua pengert ian: (1) mampu mengerj akan

24

(30)

haj i oleh diri sendiri yang syarat -syarat sebagai berikut : (a) hendaklah

sehat badannya, (b) j alan yang akan dilalui aman, dengan art i t erj amin

keamanan j iwa dan hart a. Seandainya seseorang khawat ir t erhadap

keselamat an dirinya, misalnya adanya peperangan, wabah penyakit

menular, maka ia berart i t idak sanggup, (c) mempunyai bekal yang cukup

pergi dan pulangnya. (2) Kuasa mengerj akan haj i yang bukan dikerj akan

oleh yang bersangkut an, yait u dengan j alan menyuruh orang lain. Ini

cont ohnya adalah orang yang t elah meninggal dunia, sedangkan ia di wakt u

hidupnya t elah mencukupi syarat waj ib haj i, maka haj inya waj ib dikerj akan

oleh orang lain. Biaya mengerj akannya diambilkan dari hart a

peninggalannya.

Terkait dengan hukumhukum dalam ibadah haj i, selain dari syarat

-syarat waj ib haj i yang t elah diuraikan di at as, beberapa pembedaan dan

penj elasan pat ut dicermat i. Unt uk it u ada beberapa ist ilah yang dikenal ,

yait u rukun haj i, waj ib haj i, sunnah haj i, sert a hal-hal yang diharamkan

dalam haj i.

Adapun yang dimaksud dengan rukun haj i adalah ibadah dan amalan

haj i yang apabila t idak dilaksanakan, at au dit inggalkan, haj inya menj adi

t idak sah. Ini berart i kewaj iban haj inya t idak t erpenuhi, hingga ia harus

melaksanakan ibadah haj i kembali pada masa berikut nya. Yang t ermasuk

(31)

(1). Ihram (berniat mulai mengerj akan ibadah haj i (at au ’ umrah) dengan

memakai pakaian ’ ihram’ . Segera set elah berihram, ia waj ib t idak

melakukan hal-hal yang dilarang selama dalam ’ ihram’ , t ermasuk

memakai pakaian yang berj ahit bagi laki-laki, t ut up kepala, memot ong

rambut , bermesra-mesraan (meskipun dengan ist eri sendiri), memakai

kaus t angan dan menut up muka bagi wanit a.

(2). Wukuf di Padang Arafah pada wakt u yang dit ent ukan, yait u mulai dari

wakt u Zhuhur t anggal 9 Dzulhij j ah sampai t erbit faj ar pada 10

Dzulhij j ah.

(3). Tawaf Ifadhah, yait u mengelilingi ka’ bah sebanyak t uj uh kali, dengan

syarat menut up aurat , Ka’ bah di sebelah kiri dan memulainya dari

arah Haj ar al-Aswad (Bat u Hit am).

(4). Sa’ i, yait u berlari-lari kecil at au berj alan cepat ant ara bukit Shaf a dan

Marwah.

(5). Mencukur at au menggunt ing rambut , sedikit nya t iga helai rambut ,

(6). Tert ib, maksudnya rangkaian rukun ini dilakukan secara berurut an.

Selanj ut nya adalah ’ waj ib haj i’ , yait u segala sesuat u yang mest i

dikerj akan dan t idak boleh dit inggalkan dan apabila t ert inggal waj ib digant i

dengan menyembelih binat ang t ernak. Dengan kat a lain, waj ib haj i adalah

(32)

bisa digant i dengan membayar dam (denda), yait u dengan menyembelih

binat ang. Adapun yang t ermasuk waj ib haj i ada t uj uh macam:

(1) Ihram dari Miqat . Miqat at au t apalbat as ini ada dua macam, yait u

miqat zamani yait u bat asan dari segi wakt u yait u dari awal bulan

Syawal hingga t erbit faj ar Hari Raya Haj i, t anggal 10 Dzulhij j ah. Yang

kedua adalah miqat makani, t apalbat as dari segi t empat , yait u di

mana j ama’ ah haj i waj ib memulai niat dan mengenakan pakaian

ihram. Bagi j ama’ ah haj i dari Asia Tenggara, t ermasuk Indonesia,

miqat makaninya adalah Yalamlam, yait u nama sebuah bukit di

wilayah Tuhamah, namun unt uk prakt isnya, para j ama’ ah haj i

umumnya memulai berihram di bandara int ernasional Jeddah.

(2) Bermalam (mabit ) di Muzdalifah. Set elah selesai dari Padang Arafah

menuj u Mina, singgah di Muzdalif ah, t erut ama unt uk berdoa sert a

mengumpulkan bat u-bat u kerikil yang nant inya digunakan unt uk

melempar j umrah.

(3) Melont ar Jamrah ’ Aqabah, wakt unya set elah lewat t engah malam 10

Dzulhij j ah hingga subuh 11 Dzulhij j ah.

(4) Melont ar Tiga Jamrah, yait u Jamrah Ula, Jamrah Wust ha dan Jamrah

’ Aqabah yang boleh dilakukan dalam rent ang wakt u t iga hari sej ak 11

hingga 13 Dzulhij j ah.

(33)

(6) Tawaf Wada’ , yait u mengelilingi ka’ bah t uj uh kali sebelum

meninggalkan kot a suci Makkah.

(7) Menj auhkan diri dari semua larangan at au yang diharamkan. Adapun

yang diharamkan selama mengerj akan ibadah haj i, adalah (a) ’ Raf at s’ ,

segala perbuat an yang menimbulkan nafsu birahi, (b) ’ Fasiq’

melakukan dosa besar sepert i mencuri, meminum minuman keras,

at au mengulang-ulang melakukan dosa kecil, sepert i bergunj ing, (c)

’ Jidal’ bert engkar, berselisih at au berdebat yang t idak berpaedah. (d)

memakai pakaian yang berj ahit , (e) memot ong dan meminyaki

rambut , (f) melakukan akad nikah, (g) berburu dan membunuh

binat ang,

D. Macam-macam Haji

Di lihat dari segi cara pelaksanaan rangkaian ibadah, haj i dapat

dibedakan kepada t iga macam:

(a). Haj i Tamat t u’ , yait u yang melakukan ’ umrah di bulan haj i dan set elah

it u melakukan ibadah haj i pada t ahun it u j uga. Disebut ’ t amat t u’ ,

(bersenang-senang) karena ibadah haj i dan umrah dilakukan pada

bulan haj i t anpa kembali ke negeri asalnya.

(b). Haj i If rad, yait u mengerj akan haj i dan ’ umrah sat u per sat u, t idak

(34)

set elah selesai dari amalan-amalan haj i, ia baru melakukan ihram

unt uk ’ umrah, dan melakukan amalan-amalan ’ umrah.

(c). Haj i Qiran, adalah berihram unt uk haj i dan ’ umrah secara bersamaan.

Para j ama’ ah haj i boleh saj a unt uk memilih salah sat u dari ket iga

bent uk haj i t ersebut , dan t idak ada yang dimakruhkan. Namun para ulama

berbeda pendapat t ent ang bent uk haj i mana yang paling ut ama dari ket iga

macam haj i t ersebut . Mazhab Syafi’ i, yang paling banyak dianut oleh umat

Islam Indonesia, berpendapat bahwa haj i if rad dan t amat t u’ lebih ut ama

dari haj i qiran.25

Sebagai bagian dari t ugas penyelenggaraan ibadah haj i,

undang-undang menugaskan Ment eri Agama unt uk menerbit kan pedoman manasik

haj i.

Inilah sebabnya mungkin mengapa bent uk haj i ini yang

umumnya dipilih oleh kebanyakan j amaah haj i Indonesia.

E. PEDOMAN MANASIK HAJI

26

Di samping dit erbit kan dalam bent uk buku, kumpulan manasik haj i

ini dapat diakses dalam websit e informasi haj i, miliki Depart emen Agama

Republik Indonesia.27

25

Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki,

Syafi’i, Hambali (Jakarta: Lentera, 1996), hal. 222-3.

26

Lihat ayat (2) pasal 15, Undang-Undang No. 17 tahun 1999 yang berbunyi: ‘Menteri berkewajiban menerbitkan pedoman manasik dan panduan perjalanan ibadah haji.’

27

Informasi ‘Manasik Haji’ ini diakses dari [http://www.informasihaji.com/ pokok_haji/].

(35)

disaj ikan dalam bent uk t anya-j awab. Panduan manasik haj i ini dibagi ke

dalam delapan masalah, yait u:

(1). Mabit di Mina dan Naf ar

Mabit di Mina ial ah bermalam di Mina pada hari-hari t asyriq. Mabit ini

hukumnya waj ib, meskipun ada yang mengat akannya sunat . Sedangkan

Nafar adalah keberangkat an j amaah haj i meninggalkan Mina. Jika

dilakukan set elah bermalam di Mina t iga malam, j adi t anggal 13

Dzulhij j ah, disebut ’ Nafar Tsani’ , sedangkan j ika dilakukan lebih awal,

disebut ’ Naf ar Awal’ . Namun yang t erakhir ini harus membayar dam

(denda) sat u ekor kambing.

(2). Tahallul

Tahallul adalah keadaan seseorang yang sudah bebas (halal) dari

ihramnya karena t elah menyelesaikan amalan-amalan haj inya. Ini

dit andai dengan mencukur sebagian rambut nya. Tahalul t erbagi dalam

dua bagian t ahallul awal dan t ahallul t sani. Yang pert ama dilakukan

set elah selesai dua dari t iga ibadah (melont ar j amrah aqabah dan

bercukur, melot nar j amrah ’ aqabah, t awaf ifadah besert a sa’ i, t awaf

ifadah besert a sa’ i dan bercukur).

(3). Dam

Dam, dari segi bahasa berart i darah. Dalam t radisi Arab, mereka yang

(36)

at au malah kemat ian, set idaknya mengakibat kan kerugian pada pihak

lain, harus membayar gant i rugi. Gant i rugi at au denda ini umumnya

dengan menyerahkan binat ang t ernak. Dari sinilah t imbul pengert ian

mengalirkan darah dengan menyembelih hewan t ernak dalam rangka

memenuhi ket ent uan manasik haj i. Dam harus dilakukan di t anah suci,

t idak boleh dit unda hingga t iba di t anah air. Jika t idak sanggup

membayar dam, kewaj iban ini dapat digant i dengan ibadah puasa,

at au memberi makan bagi f akir-miskin.

(4). Haj i Wanit a

Selain persyarat an lain, wanit a yang berhaj i harus ada suami at au

mahram yang menyert ainya. Mahram ialah pria lain yang dilarang

menikah dengan wanit a t ersebut . Namun dalam keadaan aman,

wanit a boleh pergi haj i dengan t eman wanit a lainnya yang dapat

dipercaya. Dalam rangkaian ibadah haj i, ada beberapa ket ent uan

khusus bagi wanit a, ant ara lain t idak boleh mengeraskan suaranya

ket ika membaca t albiyah dan berdoa dan t idak perlu berlari-lari kecil

ket ika melaksanakan sa’ i.

(5). Jama’ ah Sakit / Uzur

Jamaah haj i yang sakit dan uzur mendapat kan beberapa perlakuan

dan keringanan t ert ent u dalam melaksanakan ibadah haj i. Namun

(37)

mobil ambulans. Mereka j uga harus melakukan t awaf ifadah meskipun

dengan cara dit andu. Beberapa ibadah haj i lain dapat diwakilkan.

(6). Shalat Jamaah di Masj id Haram dan Masj id Nabawi

Meskipun bukan bagian int egral dari ibadah haj i, hampir semua

j amaah haj i Indonesia menyempat kan diri unt uk berziarah ke Madinah

dan j ika bisa menunaikan ’ arba’ in’ , yait u shalat j amaah lima wakt u di

Masj id Nabawai sebanyak 40 kali wakt u shalat .

(7). Tayammum dan Shalat di Pesawat Terbang

Sebenarnya para ulama berbeda pendapat t ent ang sah-t idaknya

bert ayammum di pesawat t erbang, namun karena kondisi darurat

umumnya menerima bolehnya bert ayammum di pesawat ini. Demikian

j uga dengan keabsahan shalat di pesawat t erbang. Tat acara shalat di

pesawat t erbang t ent u disesuaikan denga kondisi yang t erbat as ini.

(8). Munaj at di Mult azam dan Shalat di Hij ir Ismail

Munaj at adalah mencurahkan isi hat i, berserah diri dan mendekat kan

kalbu kepada Allah Sang Maha Pencipt a. Munaj at ini sunat dilakukan di

beberapa t empat yang memiliki nilai hist oris dalam sej arah agama

Islam, t ermasuk Mult azam dan Hij ir Ismail. Mult azaman adalah t empat

yang t erlet ak ant ar Haj ar Aswad dan pint u Ka’ bah. Sedangkan Hij ir

Ismail adalah bagian bangunan dari Ka’ bah yang t erlet ak ant ara Rukun

(38)

set engah lingkaran. Bent uk munaj at ini sel ain berdzikir dan berdoa,

sebaiknya j uga diawali dengan shalat sunat

E. Dam dan Macam-macamnya

Ibadah haj i t elah memiliki at uran yang lengkap dan prosedur yang

j elas. Ada yang berupa waj ib haj i, yang kalau t idak dikerj akan maka ibadah

haj i t ersebut menj adi t idak sah dan bat al sama sekali. Ada yang merupakan

rukun haj i yang menj adi bagian pent ing dari ibadah haj i, namun j ika t idak

t erlaksanakan karena sat u dan lain hal, t idak membat alkan ibadah haj i

secara menyeluruh, namun hal t ersebut harus digant i dengan membayar

’ dam’ (denda at au penggant i). Yang dimaksud dengan ’ dam’ di sini ialah

menyembelih kurban sebagai penggant i pekerj aan waj ib haj i yang

dit inggalkan at au sebagai denda karena melanggar hal-hal yang t erlarang

mengerj akannya di dalam ibadah haj i. Memang ada beberapa perbuat an

yang dilarang unt uk dilakukan selama beribadah haj i, dan j ika dilakukan

maka yang bersangkut an harus membayar denda.

Berikut ini dij elaskan beberapa prilaku dan keadaan yang

mengakibat kan waj ibnya mengeluarkan ’ dam’ , sebagai berikut :

(a). Meninggalkan Rukun Haj i

Orang yang meninggalkan salah sat u rukun haj i selain dari wukuf di

’ Arafah, ihramnya t et api t idak bisa halal (selesai) sehingga rukun yang

(39)

wakt u yang cukup luas. Mengenai j umlah dam bagi orang yang ket inggalan

hadir di Padang ’ Arafah ialah dengan menyembelih seekor kambing. Ini

berdasarkan ayat 196 surah al-Baqarah dari al-Qur’ an yang art inya: ’ maka

j ika kamu t erkepung (t erhalang oleh musuh at au karena sakit ), maka

sembelihlah kurban yang mudah didapat . ’

(b). Mengerj akan ihram t amat t u’ at au qiran

Ini maksudnya orang yang mengerj akan umrah dan haj i secara

bersamaan, at au secara berurut an dalam musim yang sama, maka ia waj ib

membayar denda, dalam bent uk menyembelih seekor kambing. Kalau yang

bersangkut an t idak sanggup, maka ia waj ib berpuasa t iga hari di wakt u

ihram, dan t uj uh hari lagi sesudah pulang ke negerinya.

a) Meninggalkan ihram dari miqat b) Meninggalkan melont ar j umrah

c) Meninggalkan bermalam di Muzdalifah

d) Meninggalkan t awaf wada’ (t awaf perpisahan), dan e) Meninggalkan bermalam di Mina.

f) Bercukur at au menghilangkan t iga helai rambut at au lebih, g) Memot ong kuku,

h) Meminyaki rambut ,

i) Memakai pakaian yang berj ahit ,

j ) Memakai harum-haruman, baik di badan maupun pakaian, k) Bercumbu dan berset ubuh sesudah t ahalul pert ama. 28

Unt uk poin (h) dan berikut nya denda at au penggant i yang harus

dipenuhi bersifat opsional, dalam art ian boleh memilih dari opsi-opsi yang

ada. Pilihan t ersebut adalah (1) menyembelih seekor kambing, (2) puasa

28

(40)

t iga hari, at au (3) bersedekah t iga gant ang (9, 3 lit er) makanan kepada

enam orang miskin. Hal ini didasarkan kepada ayat al-Qur’ an:

... Ji ka ada di ant aramu yang sakit at au ada gangguan di kepal anya (l al u i a bercukur), maka waj ibl ah at asnya berf idyah, yait u berpuasa, at au bersedekah, at au berkurban.29

l). Berset ubuh sebelum t ahallul awal .

30 n). Terkepung (t erhambat , t erhalang).

m). Membunuh buruan (binat ang liar).

31 F. Hikmah dan Tujuan Ibadah Haji

Ibadah haj i merupakan bagian t erpent ing, bahkan puncak, dari

peribadat an seorang Muslim unt uk mendekat kan diri dan mengabdi kepada

Allah Yang Maha Kuasa. Ibadah haj i memiliki hikmah dan t uj uan yang

banyak dan t inggi, sebagian besar malah t idak dinyat akan secara eksplisit

oleh Allah dan rasul-Nya. Masing-masing j ama’ ah haj i biasanya

mendapat kan hikmah yang sering berbeda-beda namun hampir semuanya

menyat akan bahwa mereka memperoleh hikmah yang luar biasa.

Di ant ara hikmah disyari’ at kannya ibadah haj i yang dinyat akan yang

dij elaskan oleh Nabi Muhammad SAW. adalah unt uk membersihkan j iwa

29

Surah al-Baqarah ayat 196. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia.

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Gema Risalah, reprint, 1992), hal. 47.

30

Dam untuk pelanggaraan ini lebih berat dibanding setelah tahallul awal, yaitu dalam bentuk wajib menyembelih seekor unta, atau sapi, atau tujuh ekor kambing. Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.

31

(41)

dari pengaruh dosa dan kesalahan sehingga mampu dan layak menerima

kemuliaan Allah di akhirat kelak, sebagaimana sabdanya:

Orang yang mel aksanakan haj i ke Bait ul l ah ini, dan t idak berkat a kot or dan t idak pul a f asiq, maka ia t erbebas dari dosa-dosanya sepert i pada hari ia dil ahirkan ibunya.32

Penyel enggaraan ibadah haj i bert uj uan unt uk memberikan pembinaan, pel ayanan dan perl indungan yang sebaik-baiknya mel al ui sist em dan manaj emen penyel enggaraan yang baik at ar pel aksanaan ibadah haj i dapt berj al an dengan aman, t ert ib, l ancar, dan nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j amaah haj i dapat mel aksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperol eh haj i mabrur.

Undang-undang nomor 17 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan

Ibadah Haj i menyebut kan secara eksplisit bahwa seluruh rangkaian

penyelengaraan ibadah haj i bert uj uan agar j ama’ ah haj i dapat

melaksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur.

Selengkapnya ayat ini berbunyi:

33

Tidak ada bal asan unt uk haj i mabrur kecual i surga.

Memang ’ haj i mabrur’ langsung dinyat akan Nabi sebagai t uj uan

ut ama pelaksanaan ibadah haj i dan akan mendapat kan imbalan menj adi

bagian dari manusia yang akan masuk surga, sebagaimana sabdanya:

34

32

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta dikutip dari dari Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 476.

33

Pasal 5 Undang-Undang no. 17 tahun 1999.

34

(42)

Apakah yang dimaksud dengan ’ haj i mabrur’ ? Kat a ’ mabrur’ berasal

dari bahasa Arab, yang mempunyai dua makna. Pert ama, berart i baik, suci

dan bersih. Kedua, berart i dit erima dan mendapat ridha Allah SWT. Dengan

demikian ’ haj i mabrur’ dapat diart ikan sebagai haj i yang baik dan

mendat angkan kebaikan bagi pelaku dan orang-orang di sekelilingnya.

Menurut para ulama haj i mabrur adalah haj i yang t idak dicampuri

dosa-dosa. Ini berart i bahwa kebaj ikan haj i yang diperoleh mereka yang

melakukannya t elah membent engi diri mereka dari dosa dan kemaksiat an,

baik kecil apalagi besar. Orang yang mendapat kan haj i mabrur akan

semakin kuat imannya sert a semakin meningkat ibadah dan amalannya.35 Hikmah pelaksanaan ibadah haj i bukan saj a dirasakan secara pribadi

dan perorangan oleh yang melaksanakan rukun Islam kelima ini, namun

ibadah haj i bisa mendorong t erj adinya perubahan dalam suat u masyarakat .

Pada zaman kolonial Belanda, pemerint ahan penj aj ahan pada wakt u it u

pernah berusaha menghal angi umat Islam Indonesia unt uk pergi

melaksanakan ibadah haj i ke t anah suci dengan berbagai cara dan alasan.

Salah sat u alasan kebij akan t ersebut adalah kenyat aan sej arah bahwa

gerakan kemerdekaan dan ant i penj aj ahan pada umumnya dilakukan oleh

mereka yang t elah melaksanakan ibadah haj i dan yang menyerap semangat

35

(43)

kebebasan dan gerakan kemerdekaan di t anah suci selanj ut nya

menyebarluaskan dan memperj uangkannya set elah kembali ke t anah air.36

Semua (ibadat )it u unt uk menguat kan rasa persat uan ant ara beberapa gol ongan yang berdekat an. Semua it u bl eum cukupunt uk permusyawarat an bagi sedunia Isl am, diadakan permusyawarat an ’ al am Isl ami seumumnya, agar dihadiri ol eh segal a ut usan baik dari Barat at au dar i Timur, dari Sel at an dan dari Ut ara, dengan t idak memandang bangsa dan warna. Mereka hendakl ah berpakai an sama, berkumpul dal am sat u saat pada sat u t empat , yait u di padang ’ Araf ah dan di Mina, dengan t idak membedakan kaya dan miski n, mul ia dan hina, raj a dan hamba. Dal am pert emuan yang amat besar it u dapat l ah mereka berkenal -kenal an sat u sama l ai n, dan bert ambah t eguhl ah persat uan dan persaan percaya mempercayai. Mengenai hikmah haj i ini, H. Sulaiman Rasyid menguraikannya

dengan sangat menarik dan menganggapnya sebagai ’ kongres akbar umat

Islam sedunia’ . Unt uk j elasnya dikut ipkan berikut ini pernyat aan beliau

secara lebih lengkap:

37

Semangat keislaman universal, at au apa yang dulunya dikenal

sebagai ’ Pan-Islamisme’ , sepert i yang ingin dicapai dengan rangkaian

ibadah haj i t ersebut , inilah yang dit akut i oleh kaum penj aj ah dan mereka

yang membenci keberhasilan sert a mengkhawat irkan kekuat an umat Islam

global. Dalam kait an menent ang menyebarnya Pan-Islamisme inilah

36

Ulasan yang kritis dan komprehensif dapat dilihat dalam H. Aqib Suminto.

Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche zaken (Jakarta: LP3ES, 1986),

terutama hal. 92-98.

37

(44)

pengawasan bahkan pembat asan, dilakukan kepada para haj i, t erut ama

yang bermukim dan menunt ut ilmu di t anah suci.38

Memang haj i t elah menj adi st at us sosial. It u karena, ant ara lain,

orang yang berhaj i dianggap orang Islam yang t elah menunaikan rukun

Islam secara lengkap kelima-limanya. Selain it u, karena melaksanakan

ibadah haj i memerlukan biaya yang t idak sedikit , mereka yang mampu

berhaj i, dianggap mereka yang berada dan berhasil dari segi ekonomi. Oleh

karenanya, mereka t ermasuk manusia yang menerima anugerah lebih dari

Tuhan Yang Maha Kuasa. Adalah ironis mengingat haj i ingin menanamkan

nilai luhur ke dalam sukma manusia yang berhasil menunaikannya, t ernyat a

Meskipun demikian, banyak pengamat yang menyesalkan ada dan

berkembangnya berbagai persepsi yang keliru dan sikap yang kurang t epat

t erhadap ibadah haj i. ’ Haj i’ menj adi st at us sosial yang dilembagakan,

bahkan menj adi gelar at au t it el yang disegani dalam masyarakat dan

memperoleh pra-anggapan sebagai orang sal eh dan t akwa, oleh karenanya

harus diist imewakan. Salah sat u dari sifat haj i ’ mabrur’ adalah kerendahan

hat i dan keset iakawanan sosial, namun t idak sedikit orang yang

menunaikan ibadah haj i dengan t uj uan unt uk meningkat kan st at us sosial

sert a agar lebih t erpandang dalam lingkup komunit asnya.

38

(45)

bagi sebagian malah menj erumuskannya menj adi lebih berbangga dan

sombong, sert a berj arak dengan kelompok awam masyarakat nya.39

39

Lihat, antara lain, tulisan dan hasil wawancara Masdar Farid Mas’udi yang berjudul ‘Ironis, Haji menjadi Status Sosial yang Dilembagakan.’ yang dapat diakses dari http://islamlib.com/id/index.

(46)

BAB III

PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Penyelenggaraan ibadah haj i adalah rangkaian kegiat an yang

meliput i pembinaan, pelayanan, dan perl indungan pelaksanaan ibadah

haj i.40

40

Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 1999.

Pembinaan ibadah haj i adalah rangkaian kegiat an yang mencakup

penerangan, penyuluhan, dan pembimbingan t ent ang ibadah haj i.

Sedangkan pelayanan meliput i seluruh akt ivit as unt uk memberikan layanan

kepada calon j emaah haj i dan j emaah haj i mulai dari saat pendaft aran

hingga kembali lagi ke t anah air, t ermasuk pelayanan t ransport asi dan

akomodasi sert a kesehat an.

Bagi bangsa Indonesia yang mayorit as beragama Islam dan Pancasila

merupakan dasar negara, penyelenggaraan ibadah haj i menj adi t ugas

nasional karena di samping menyangkut kesej aht eraan lahir dan bat in

j amaah haj i, j uga menyangkut nama baik dan mart abat bangsa Indonesia di

luar negeri, khususnya di Saudi Arabia. Mengingat pelaksanaannya yang

bersifat massal dan berlangsung dalam j angka wakt u yang t erbat as, maka

penyelenggaraan ibadah haj i mut lak memerlukan manaj emen yang baik

(47)

Oleh karenanya, ini merupakan bagian dari administ rasi negara yang

memerlukan seperangkat perat uran yang mengat ur hubungan ant ara

administ rasi negara dengan warga masyarakat , dalam hal ini t erut ama

dengan j amaah haj i. Ini j uga t ermasuk bagaimana masyarakat , persisnya

j amaah haj i, mendapat perlindungan t erhadap keput usan-keput usan

administ rasi negara t ersebut .41

A. Latar Belakang Pengaturan Penyelenggaraan Haji

Pada zaman penj aj ahan Belanda, penyelenggaraan ibadah haj i diat ur

dalam Pel grims Ordonant ie t ahun 1922, yang kemudian dirubah dan

dit ambah dalam bent uk Pel grims Verordening t ahun 1938.

Meskipun Republik Indonesia t elah diproklamasikan pada 17 Agust us

1945, pengat uran t ent ang ibadah haj i masih t et ap meruj uk

perundang-undangan warisan kolonial . Barulah pada 1960, pemerint ah mengeluarkan

Perat uran Presiden Nomor 3 t ent ang penyelenggaraan haj i. Perat uran

Presiden ini masih merobah kebij akan sebel umnya yang mempert ahankan

pemerint ah lebih bert indak sebagai pembuat kebij akan, at uran sert a

pengawasan, dan t idak langsung ikut melaksanakan proses perj alanan dan

peribadat an haj i.

41

(48)

Kebij akan ini mengalami perubahan dengan dikeluarkannya

Keput usan Presiden No. 112 t ahun 1964 t ent ang Penyelenggaraan Bidang

Haj i secara Int er-depart ement al. Pengat uran ini kemudian dirubah dan

disempurnakan secara bert urut -t urut oleh Keput usan Presiden No. 6 t ahun

1969 t ent ang Penyelenggaraan Bidang Haj i oleh Pemerint ah, Keput usan

Presiden No. 53 t ahun 1981 t ent ang Penyelenggaraan Bidang Haj i, dan

Keput usan Presiden No. 62 t ahun 1995 t ent ang Penyelenggaraan Bidang

Haj i.

Uraian di at as mempert egas bahwa hingga 1960, ibadah haj i

dilaksanakan secara mandiri t anpa ket erlibat an pemerint ah.

Penyelenggaraan ibadah haj i secara bersama-sama yang dikoordinasikan

oleh pemerint ah sebagai penanggung-j awab mulai dilaksanakan sej ak 1960

dengan dikeluarkannya Perat uran Presiden No. 3/ 1960 t ersebut . Hal ini

kemudian diperkuat lagi dengan Keput usan Presiden No. 112/ 1964 t ent ang

Penyelenggaraan Bidang Haj i secara Int erdepart ement al.42

Dengan bergulirnya roda reformasi pada 1997, upaya unt uk

melakukan reformasi di berbagai bidang kehidupan menj adi dimungkinkan

dan usaha merombak t at a pemerint ahan dan merespons aspirasi

masyarakat menj adi lebih t erbuka. Di kal angan umat Islam t elah lama

berkembang keinginan agar pengat uran t ent ang penyelenggaraan ibadah

42

(49)

haj i ini diat ur dalam bent uk undang-undang, bukannya Keput usan Presiden

at au yang set ara dengannya.

Rancangan Undang-undang (RUU) t ent ang penyelenggaraan ibadah

haj i merupakan usul inisiat if DPR. Ada t iga puluh enam orang anggot a DPR

dari berbagai f raksi yang ada, yait u 18 orang FKP (Fraksi Karya

Pembangunan), 8 orang FPP (Fraksi Persat uan Pembangunan), 6 orang

FABRI (Fraksi Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia) dan 4 orang FPDI

(Fraksi Part ai Demokrasi Indonesia). Ini berart i RUU ini mendapat dukungan

yang kuat dan luas dari berbagai kalangan polit ik yang ada.43

Pada 7 Januari 1999, para pengusul RUU memberikan penj elasan

dalam rapat Badan Musyawarah. Dalam penj elasan it u dikat akan ant ara lain

bahwa DPR mengalami krisis cit ra karena dianggap kurang peka t erhadap

aspirasi rakyat sehingga muncul, ant ara lain, krit ik t erhadap t idak adanya

RUU usul inisiat if selama hampir 25 t ahun t erakhir. Salah sat u upaya unt uk

memperbaiki cit ra lembaga legislat if ini adalah mengopt imalkan

penggunaan haknya di bidang perundang-undangan, t erut ama hak inisiat if

RUU t ersebut diaj ukan dengan surat nomor: 08/ LEGNAS/ KESRA/ XII/

1988 pada 17 Desember 1988 kepada pimpinan DPR-RI. Selanj ut nya RUU

t ersebut disebarluaskan kepada seluruh anggot a DPR dalam rapat paripurna

pada 5 Januari 1999.

43

(50)

mengaj ukan RUU yang hampir t idak pernah digunakan sel ama rej im Orde

Baru. Dengan pert imbangan it ulah serangkaian RUU diaj ukan oleh kalangan

DPR, dan RUU t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i merupakan salah sat u

di ant aranya.

DPR menyet uj ui RUU t ent ang Penyelenggaraan ibadah haj i yang

berisi t iga puluh pasal it u unt uk disahkan menj adi undang-undang pada

t anggal 15 April 1999. Selanj ut nya, ia disahkan pada t anggal 3 Mei 1999 dan

diundangkan pada hari yang sama menj adi Undang-undang Nomor 17 t ahun

1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah Haj i dan t ercant um dalam LN

(Lembaran Negara) No. 53 t ahun 1999 TLN (Tambahan Lembaran Negara)

No. 3832.

B. Dasar Hukum

Adapun yang menj adi dasar hukum dalam pembent ukan Panit ia

Penyelenggara Ibadah Haj i (PPIH) Bandara Polonia Medan adalah:

a. Undang-undang No. 17 Tahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah

Haj i;

b. Keput usan Ment eri Agama Republik Indonesia Nomor 396 t ent ang

Penyelenggaraan Ibadah Haj i dan Umrah;

c. Keput usan Direkt ur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

Penyelenggaraan Haj i Nomor D/ 348 Tahun 2003 t ent ang Pet unj uk

(51)

d. Keput usan Direkt ur Jenderal Penyelenggaraan Haj i dan Umrah

Nomor D/ 499 Tahun 2006 t ent ang Pembent ukan Panit ia

Penyelenggara Ibadah Haj i (PPIH) Embarkasi Medan Tahun 1427

H/ 2006 M;

e. Keput usan Ket ua Panit ia Penyelenggara Ibadah Haj i (PPIH) Embarkasi

Medan Tahun 1427 H/ 2006 M Nomor 06/ KEPT.PPIH/ 2006 t anggal 20

Nopember 2006 t ent ang Pengangkat an Pembant u Penait ia

Penyelenggara Ibadah Haj i (P3IH) Embarkasi Medan.

Rangkaian perat uran perundang-undangan di at as merupakan bagian

dari Hukum Administ rasi Negara karena Hukum Administ rasi Negara adalah

sekumpulan perat uran yang mengat ur hubungan ant ara administ rasi negara

dengan warga masyarakat , di mana administ rasi negara diberi wewenang

unt uk melakukan t indakan hukumnya sebagai implement asi dari pol icy

suat u pemerint ahan.44

... hukum yang mengat ur kewenangan badan-badan dengan lembaga-lembaga pemerint ahan baik dalam bent uk t ert ulis maupun

Dengan kat a lain, Hukum Administ rasi Negara adalah

sekumpulan perat uran yang memberi wewenang kepada administ rasi

negara unt uk mengat ur masyarakat .

Dalam buku salah sat u buku kamus hukum, Hukum Administ rasi

Negara ini didefinisikan sebagai berikut :

44

(52)

t idak t ert ulis yang berbent uk keseluruhan ket ent uan-ket ent uan hukum.45

1) t iap-t iap badan pemerint ahan t idak boleh menyalah-gunakan kekuasaan (misbruik van macht ) unt uk t uj uan lain;

Selanj ut nya dij elaskan bahwa Hukum Administ rasi Negara memiliki

t iga prinsip ket ent uan hukum yang berlaku, yait u:

2) set iap anggot a warganegara t idak boleh menghalang-halangi, mengganggu at au merint angi t indakan-t indakan t iap badan pemerint ahan dengan menyalahgunakan fungsinya/ j aminan-j aminan yang ada padanya;

3) masing-masing badan pemerint ahan dalam menj alankan fungsinya t idak dibenarkan saling melanggar kedaulat an badan pemerint ahan lainnya.46

Pelanggaran t erhadap prinsip pert ama di at as disebut det ournement

de pouvoir. Jika yang dilanggar prinsip yang kedua, maka pelanggaran it u

dinamakan abus d’ assurances. Sedangkan pelanggaran t erhadap prinsip

ket iga umumnya dikenal sebagai usurpat ie kekuasaan.

47

C. Asas dan Tujuan Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Konsideran menimbang huruf a dari Undang-undang No. 17/ 1999

menyat akan: ’ Bahwa Negara Republik Indonesia menj amin kemerdekaan

warga negaranya unt uk beribadah menurut agamanya masing-masing.’ Dari

konsideran ini dapat dipahami bahwa undang-undang t ent ang

45

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 36.

46

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 24.

47

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul (Lembaran

Universitas Negeri

proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas, meliputi:. proses pembelajaran (pembukaan, penyajian materi, teknik bertanya

JENIS KONTRAK : GABUNGAN LUMPSUM DAN HARGA SATUAN PENGUMUMAN HASIL KOREKSI ARITMATIK. NOMOR

Apabila pada hari dan tanggal yang telah kami tentukan saudara tidak hadir atau tidak dapat memperlihatkan data - data tersebut diatas, maka perusahaan saudara dinyatakan

software atau server robot untuk melakukan aksinya, tujuanya adalah sama dengan para cracker namun para hijacker melakukan lebih dari para cracker, selain mengambil

pada ibu karena produksi hormon oksitosin yang lebih, menurut Manuaba (2009) hormon oksitosin ditingkatkan oleh stimulasi puting susu (pengeluaran ASI), kadar estrogen

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa laporan keuangan Bank BUMN. Obyek penelitian yang dianalisis dalam penelitian ini adalah seluruh Bank BUMN