PERBANDINGAN EFIKASI KOMBINASI ARTESUNAT-AMODIAKUIN DENGAN KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA
KOMPLIKASI PADA ANAK
Oleh PURNAMA FITRI
T E S I S
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Dokter Spesialis Anak
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBANDINGAN EFIKASI KOMBINASI ARTESUNAT-AMODIAKUIN DENGAN KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA
FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
Telah disetujui dan disyahkan
Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) Pembimbing I
Dr. Wisman Dalimunthe, SpA Pembimbing II
Medan, Januari 2008 Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU
Dengan ini diterangkan
Dr. PURNAMA FITRI
Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Tesis ini dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Rabu, 6 Januari 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Tim Penguji Penguji I
Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K) ...
Penguji II
Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) ...
Penguji III
Dr. H. Hakimi, SpA(K) ...
Medan, Januari 2008
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RINGKASAN
Resistensi malaria P. falciparum terhadap berbagai macam obat merupakan aspek utama yang menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada malaria. Amodiakuin-artesunat dapat menghambat resistensi obat dan menurunkan transmisi malaria. Kombinasi kinin-klindamisin merupakan pengobatan yang aman dan efektif untuk malaria P.
falciparum yang resisten.
Penelitian uji klinis acak terbuka dilakukan terhadap 232 anak usia 1 bulan hingga 18 tahun yang dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal, propinsi Sumatera Utara, pada bulan Agustus hingga September 2006. Grup Pertama mendapat artesunat 4 mg/kgbb dikombinasi dengan amodiakuin 10 mg/kgbb peroral selama 3 hari, grup yang lain mendapat klindamisin 5 mg/kgb dua kali sehari selama 3 hari dikombinasi dengan kinin 10 mg/kgbb selama 4 hari pertama dan dilanjutkan dengan 5 mg/kgbb untuk tiga hari berikutnya.
SUMMARY
Drug-resistant Plasmodium falciparum malaria is a major contributor to the increasing malaria related morbidity and mortality. Amodiaquine-artesunate is a potential combination and shows improved treatment efficacy. Clindamycin in combination with quinine is a safe and effective treatment for multidrug-resistant P. falciparum malaria.
We conducted a randomized open label clinical trial in 232 children, an age of a month until 18 years old, in Mandailing Natal, North Sumatera Province, from August to September 2006. One group ( AA group ) received a 3-day oral artesunate ( 4 mg of body weight once a day ) plus amodiaquine ( 10 mg of bodyweight once a day ), the other group ( QC group ) received a 3-day clindamycin ( 5 mg of base/kg of body weight twice a 3-day ) plus a 7-3-day quinine ( 10 mg of salt/kg of body weight orally for the first four days and then continued 5 mg of salt/kg of body weight orally for three days ).
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap :Purnama Fitri
Tanggal lahir :7 Oktober 1976 Tempat lahir :Binjai
Alamat :Jl. M. Basyir 27 A Medan Nama suami :Sabaruddin, SS Nama anak :Haris Aydin Avicenna Pendidikan
1. Sekolah Dasar di Binjai , tamat tahun 1988
2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 26 Medan, tamat tahun 1991
3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1994
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2001
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU :01-06-2003 s/d 30-06-2003 2. Pendidikan Tahap I :01-07-2003 s/d 30-06-2004 3. Pendidikan Tahap II :01-07-2004 s/d 30-06-2005 4. Pendidikan Tahap III :01-07-2005 s/d 30-06-2006 5. Penelitian dan tesis :Agustus 2006 – Agustus 2007
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan dr. Wisman Dalimunthe, SpA, yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesain tesis ini.
3. dr. H. Dachrul Aldy, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2000-2003, Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 s/d sekarang, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
6. Pimpinan beserta karyawan PT.ABBOT Indonesia dan PT. Novell Indonesia yang telah membantu menyediakan obat-obatan yang dipergunakan dalam penelitian ini serta Joint Board Nestle Research Program yang telah memberikan bantuan dana untuk pemeriksaan laboratorium
yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
8. Hendy Zulkarnain, Irma Laila, Masytah, Nurzahara Siddik, Fitri Arianty Lubis dan Fatimah yang selama empat tahun bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk suami tercinta Sabaruddin, SS dan ananda tersayang Haris Aydin Avicenna, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada yang tercinta orangtua, M. Sitepu, dan Ir. Herlina Bangun serta mertua Ismail Hasnan (Alm) dan Nilam serta semua abang, kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Januari 2008
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan Pembimbing... i
Kata Pengantar ……….. ii
Daftar Isi ……….. iii
Daftar Tabel ……… vii
Daftar Gambar ………... viii
Daftar Singkatan ……… ix
Daftar Lambang ………. xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 3
1.3. Tujuan Penelitian ……… 4
1.4. Hipotesis Nol………... 4
1.5. Manfaat Penelitian ………. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria Falsiparum.……... 5
2.2. Daur Hidup Plasmodium……….…………... 5
2.3. Diagnosis Malaria Falsiparum ….……….. 7
2.4. Gambaran Klinis... 7
2.5. Pemeriksaan Mikroskopik... 7
2.6. Diagnosis Banding... 8
2.8. Pencegahan... 8
2.9. Pengobatan Malaria... 9
2.9.1. Artesunat... 9
2.9.2. Amodiakuin... 11
2.9.3. Kombinasi Artesunat – Amodiakuin... 12
2.9.4. Kinin... 13
2.9.5. Klindamisin... 14
2.9.6. Kombinasi Kinin – Klindamisin... 15
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian……….……….. 17
3.2. Tempat dan Waktu………... 17
3.3. Kerangka Konsep……… 17
3.4. Populasi dan Sampel Penelittian………. 17
3.5. Perkiraan Besar Sampel……… 18
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……… 18
3.7. Bahan dan Cara Kerja………. 19
3.8. Analisis Data ………..…….. 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian…..……… 21
4.2. Pembahasan ……… 25
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….. 31
LAMPIRAN
1. Surat Pernyataan Kesediaan ………. 37
2. Lembar Kuesioner ……… 38
3. Master Tabel Penelitian ……….. 41
RINGKASAN……… 47
SUMMARY………... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian ………... 22
Tabel 2. Pemeriksaan Klinis Sebelum Terapi Dimulai... 23
Tabel 3. Efek Samping Pemberian Obat... 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Kabupaten Mandailing Natal……… 2
Gambar 2. Daur Hidup Plasmodium………... 6
Gambar 3. Aksi Obat-Obat Antimalaria………. 9
Gambar 4. Rumus Bangun Artesunat ……….. 10
Gambar 5. Rumus Bangun Amodiakuin ………. 12
Gambar 6. Rumus Bangun Kinin... 14
Gambar 7. Rumus Bangun Klindamisin... 15
Gambar 8. Kerangka Konsep... 17
Gambar 9. Skema Penelitian……… 21
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Helath Organization
dkk : dan kawan-kawan mg : milligram kg : kilogram IFN : Interferon
CDC : Center for Disease Control and Prevention
NCHS : National Center for Health Statistics BB : Berat badan
TB : Tinggi Badan
SPSS : Statistical Package for Social Science H0 : Hari ke-0
H2 : Hari ke-2 H7 : Hari ke-7 H28 : Hari ke-28
RES : Reticulo Endothelial System
CSF : Cerebro Spinal Fluid
G6PD : Glucosa 6-Phosphat Dehydrogenase CI : Confidence Interval
DAFTAR LAMBANG
n : Besar sampel α : kesalahan tipe 1 β : kesalahan tipe 2
x2 : Kai-kuadrat % : persen ± : lebih-kurang
zα : deviat baku normal untuk α zβ : deviat baku normal untuk β
n1 : jumlah subjek yang masuk dalam kelompok 1 n2 : jumlah subjek yang masuk dalam kelompok 2 P1 : proporsi sembuh untuk kelompok 1 (kontrol) P2 : proporsi sembuh untuk kelompok 2 (diuji) P : proporsi = ½ ( P1 + P2 )
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang telah lama dikenal yang membuat penderitaan terhadap manusia1, hal ini disebabkan makin meningkatnya insidens malaria dan faktor resistensi dalam pengobatan.2 Seperti namanya (mala = buruk dan aria = udara)3, bersifat akut dan kronik yang ditandai dengan adanya demam rekurens, menggigil, berkeringat, lemas, anemia dan splenomegali.4
Malaria merupakan penyakit utama di daerah tropis dan subtropis. Menyebabkan lebih dari satu juta orang meninggal setiap tahunnya5 dan merupakan masalah yang harus ditangani segera.6 Penyakit ini menyerang hampir diseluruh negara tropis tetapi insidensinya lebih sedikit pada daerah yang kering dengan tingkat kelembaban yang tinggi.7
Gambar 1. Peta Kabupaten Mandailing Natal9 Sumber : Dinas kesehatan Mandailing Natal, 2001-2005
Pada duapuluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya resisten P.
falciparum terhadap klorokuin.10 Resistensi P. falciparum terhadap klorokuin dilaporkan terjadi dibanyak daerah didunia.11 Resistensi terhadap klorokuin ini pertama kali dijumpai pada akhir tahun limapuluhan di Kolumbia dan selanjutnya menyebar keberbagai negara endemis malaria termasuk Indonesia.10
dipakai sebagai obat tunggal karena hal tersebut berhubungan dengan terjadinya rekrudensi.11
Di Asia Tenggara, tetrasiklin sering dikombinasikan dengan kinin dalam pengobatan malaria falsiparum. Oleh karena efek sampingnya, kombinasi kedua obat diatas tidak dapat digunakan pada anak ( dibawah usia 8 tahun ) dan wanita hamil. Klindamisin merupakan lincosamide yang mempunyai efek antiplasmodium dan dapat diberikan pada anak. Kombinasi klindamisin dengan kinin pertama kali diuji pada 2 dekade lalu terhadap para relawan yang resisten terhadap klorokuin.12 Sejak saat itu, klindamisin dikenal sebagai obat antimalaria yang baru dan banyak penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi klindamisin, baik sebagai terapi tunggal maupun kombinasi pada pengobatan malaria.13
Artemisinin atau qinghausu merupakan obat antimalaria dari ekstrak daun artemisia annua. Artemeter dan artesunat adalah derivat-derivatnya yang tersedia. Artemisinin bekerja dengan cepat dan relatif lebih aman,1 efektif sebagai skizontisida dalam darah untuk melawan semua tipe malaria.14 Sekarang ini, telah direkomendasikan bahwa obat-obat anti malaria haruslah dikombinasikan dengan artemisinin atau derivatnya untuk mencegah resistensi berbagai macam obat.3
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk membandingkan efikasi gabungan artesunat – amodiakuin dengan kinin– klindamisin sebagai pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
1.4. Hipotesis Nol
Tidak ada perbedaan efikasi gabungan artesunat – amodiakuin dengan kinin – klindamisin pada anak dengan malaria falsiparum tanpa komplikasi.
1.5. Manfaat penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria Falsiparum
Malaria adalah salah satu penyebab utama angka kesakitan dan kematian.15 Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum
merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian.10 2.2. Daur Hidup Plasmodium
Setelah proses pembelahan eritrosit akan hancur, merozoit, pigmen serta sel sisa akan keluar dan berada didalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh RES. Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali kedalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit ( stadium seksual ). Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik. Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.10
3
3
2.3. Diagnosis Malaria Falsiparum
Diagnosis malaria falsiparum malaria ditegakkan dengan ditemukannya satu atau lebih dari 4 jenis plasmodium pada pemeriksaan darah tepi.6
2.4. Gambaran Klinis
Masa inkubasi malaria bervariasi antara 9 hingga 30 hari, dimana paling cepat adalah Plasmodium falciparum dan yang paling lama adalah
Plasmodium malariae. Onset penyakit tiba-tiba dimana dijumpai demam, nyeri
kepala, hilang nafsu makan dan nyeri pada sendi. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan 3 stadium yaitu: stadium dingin ( mulai menggigil dengan nyeri kepala, mual dan muntah ); stadium panas ( muka penderita merah, pernafasan yang cepat ); dan stadium berkeringat.1
2.5. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis.2
a. Preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sekaligus juga untuk identifikasi jenis plasmodium. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa yang merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
b. Preparat darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit dilakukan.2
Teknik alternatif lainnya yang juga memiliki tingkat akurasi diagnostik yang lebih tinggi untuk Plasmodium falciparum antara lain adalah
2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari malaria adalah demam typhoid, hepatitis, sepsis,1 pneumonia, meningitis, ensefalitis, dan abses hati.4
2.7. Cara Penularan
Penularan malaria dapat melalui berbagai cara yaitu : 1. Penularan secara alamiah
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles yang menularkan malaria.
2. Penularan yang tidak alamiah8 2.8. Pencegahan
Pencegahan malaria adalah menurunkan paparan terhadap nyamuk yang telah terinfeksi dan menggunakan kemoprofilaksis. Para pendatang yang memasuki daerah endemis harus tetap tinggal pada daerah yang telah diskrining dengan baik dari menjelang malam hingga datang fajar. Mereka sebaiknya tidur dengan memakai permethrin, kelambu dan spray insektisida didalam ruangan pada saat matahari terbenam. Jika siang hari sebaiknya mereka memakai pakaian yang menutupi lengan dan kaki. Repellent haruslah dipakai pada kulit dan diulangi tiap 1 atau 2 jam. Anak sebaiknya tidak berada diluar sejak malam hingga datang fajar, tetapi jika itu tidak mungkin, dietiltoluamid 10-15% haruslah dipakai kecuali pada mata, mulut atau tangan. Jika anak telah masuk kedalam ruangan, dietiltoluamid haruslah segera dicuci.4
digunakan 1-2 hari sebelum memasuki daerah endemis tersebut ) dan dilanjutkan kembali setidaknya empat minggu setelah keluar dari daerah endemis tersebut.4
2.9. Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi dan pengobatan untuk mencegah transmisi / penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah.10
17
17
2.9.1. Artesunat
Artesunat adalah garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik dalam air tetapi tidak stabil dalam larutan.18 Obat ini diabsorbsi dengan cepat dengan kadar puncak dalam waktu 1 jam dan memiliki waktu paruh 4 jam. Dikarenakan waktu paruhnya yang singkat, obat ini tidak digunakan untuk profilaksis.14
Gambar 4. Rumus bangun artesunat19 Sumber: postgrad. Med. J. 2005; 81:71-8
Artesunat tidak mempunyai efek pada stadium hati dari parasit dan tidak dapat mengobati relaps dari malaria. Dosis artesunat adalah 4 mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari berturut-turut. 20 Obat ini mempunyai efek gametositosid yaitu membunuh gametosit yang berada dalam eritrositt sehingga transmisinya ke nyamuk dihambat.18 Adapun efek sampingnya dapat berupa nyeri perut, diare, namun obat ini tidak boleh digunakan pada ibu hamil. Sampai saat ini belum ada laporan tentang resistensi plasmodium terhadap obat ini.14
Beberapa negara seperti Banglades dan Philipina, mereka tidak memiliki masalah dalam hal resistensi malaria, sehingga negara itu tidak mendaftarkan obat ini dan juga belum tersedia dipasaran.20
Myanmar dan Vietnam menghadapi masalah tentang resistensi obat dan ada beberapa populasi masyarakatnya yang tidak bisa mengunjungi para ahli medis atau tempat pelayanan kesehatan. Sehingga artemisinin dapat diperoleh secara bebas. Thailand adalah negara pertama disamping Cina dan Vietnam yang menggunakan obat ini. Thailand menghadapi masalah resistensi obat awal tahun 1990an terhadap klorokuin, sulfadoksin / pirimetamin. Selain itu monoterapi kinin juga tidak efektif lagi serta angka kegagalan meflokuin dilaporkan mencapai 50% dibeberapa daerah.20
Penelitian di Ghana ( Ehrhardt dkk. 2002; Koram 2002 ) dimana sejak dilaporkannya Plasmodium falciparum telah resisten terhadap klorokuin pada akhir tahun 1980an ( Neequaye 1986 ), mereka merubah pengobatan lini pertama untuk malaria dari monoterapi klorokuin menjadi kombinasi artesunat.21
2.9.2. Amodiakuin
memiliki respon terapeutik sebesar 97,2%. Jika dibandingkan dengan penambahan artesunat terhadap amodiakuin, maka efikasi terapeutiknya mencapai 100%.22
Gambar 5. Rumus bangun amodiakuin14 Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850 2.9.3. Kombinasi Artesunat – Amodiakuin
Sebagai respon terhadap adanya peningkatan derajat resistensi terhadap obat antimalaria, WHO merekomendasikan pemakaian terapi kombinasi, lebih diutamakan derivat artemisinin untuk malaria falsiparum.23 Kombinasi derivat artemisinin sekarang ini telah digunakan di Asia Tenggara dikarenakan adanya laporan tentang resistensi obat.5
Derivat artemisinin yang dikombinasikan adalah : : 1. Artesunat – kloroproguanil - dapson
2. Artesunat - sulfadoksin – pirimetamin 3. Artesunat – amodiakuin
3. Artesunat – pironaridin
4. Artesunat / dihidroartemisinin-piperakuin 24
meningkatkan angka penyembuhan, memperlambat resistensi dan menurunkan resistensi,26 namun data klinis yang mendukung data ini masih terbatas.27
Oyakhirome (2007) mendapatkan bahwa pengobatan kombinasi artesunat dan amodiakuin pada anak di Gabon berusia kurang dari 30 bulan yang menderita malaria falsiparum tanpa komplikasi didapatkan terjadinya penurunan risiko gagal pengobatan. Didapatkan dari hasil penelitian ini cure
rate sebesar 86%. Kombinasi artesunat-amodiakuin juga ditoleransi dengan
baik, tidak didapatkan adanya efek samping yang serius selama masa studi.28 Penelitian lain (2006) di Kongo, didapatkan hasil pada hari ke-28, kombinasi artesunat-amodiakuin didapatkan memiliki efikasi yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi artesunat- sulfadoksin-pirimetamin. Sehingga dengan adanya penelitian ini, maka kombinasi artesunat-amodiakuin dijadikan sebagai lini pertama dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di Kongo.29
2.9.4. Kinin
diberikan dengan penambahan obat lain.30 Obat ini juga murah tetapi sekarang ini kinin kurang popular dibandingkan obat-obat artemisinin.31
Gambar 6. Rumus bangun kinin14 Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850
Dosis terapi kinin sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salisismus yaitu tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual. 18
Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan susunan saraf pusat seperti bingung, gelisah dan delirium.18
2.9.5. Klindamisin
Klindamisin ( 7-chloro-lincomycin ) merupakan derivat semisintetik dari lincomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik.13 Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit ( fase eritrosit ). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik.18
aksi yang lambat, klindamisin baik jika dikombinasikan dengan obat antimalaria yang bekerja cepat.33
Gambar 7. Rumus bangun klindamisin14 Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850
2.9.6. Kombinasi Kinin – Klindamisin
Kombinasi obat antimalaria telah diteliti dan diterapkan lebih dari tiga puluh tahun. Sekarang ini telah direkomendasikan perlunya terapi kombinasi yang berisikan artemisinin. Ada beberapa alasan mengapa obat artemisinin tidak seharusnya diberikan sebagai monoterapi. Sejak diperkenalkannya artemisinin, didapatkan bahwa rekrudensi dapat terjadi jika artemisinin diberikan secara monoterapi. Hal ini mungkin bisa disebabkan karena setelah pemakaian dosis ulangan, konsentrasi artemisinin dalam plasma akan menurun, dimana hal ini dapat membatasi efikasi penggunaan monoterapi artemisinin itu sendiri.31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Merupakan penelitian uji klinis acak terbuka yang membandingkan
kombinasi artesunat-amodiakuin dengan kinin-klindamisin pada anak dengan
malaria falsiparum tanpa komplikasi. Anak diobservasi selama 28 hari.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan terhadap anak usia 1 bulan hingga 18 tahun di
Kabupaten Mandailing Natal pada bulan Agustus hingga September 2006.
3.3. Kerangka Konsep
Gambar 7. Kerangka Konsep
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah penderita malaria falciparum yang berusia antara 1
3.5 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus.
n1 = n2 = (z √2PQ + zβ√P1Q1 + P2Q2) 2 (P1 – P2)2
zα = deviat baku normal untuk α
zβ = deviat baku normal untuk β
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok 1
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok 2
P1 = proporsi sembuh untuk kelompok 1 (kontrol)
P2 = proporsi sembuh untuk kelompok 2 (diuji)
P = proporsi = ½ ( P1 + P2 )
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 ( tingkat kepercayan 95% ) dan β =
0,2 ( power 80% ). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,08 maka :
P1 = 0,91 dan P2 = 0,99
P = ½ (0,91 + 0,99 ) = 0,95
Q = 1 – 0,95 = 0,005
Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh jumlah sampel untuk
masing-masing kelompok adalah 116 orang.
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.6.1. Kriteria inklusi
1. penderita malaria berusia antara 1 bulan hingga 18 tahun yang
bersedia mengikuti penelitian, dibuktikan dengan mengisi surat
pertujuan dari orang tua
3. Tidak mendapat obat antimalaria dalam 1 bulan terakhir
4. Subjek penelitian tinggal dilokasi penelitian
5. Disetujui komite medik.
3.6.2. Kriteria eksklusi
1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir
2. Penderita dengan gejala malaria berat
3. Tidak teratur / menolak minum obat
3.7. Bahan dan Cara Kerja
Peneliti melakukan pemeriksaan fisik dan memperoleh riwayat
penyakit. Pasien ditimbang dan dinilai berat badan dengan menggunakan
timbangan merek Camry ( sensitivitas 0.1kg ), dan tinggi badan diukur
dengan pengukur tinggi merek stature metre 2M ( sensitivitas 0,5 cm ).
Semua pasien diperiksa ulang setiap kali kunjungan termasuk pemeriksaan
klinis tentang efek samping obat.
Pengambilan dan pemeriksaan apusan darah tepi baik tipis maupun
tebal dilakukan pada hari ke-0, 2, 7 dan 28 dan dilakukan pewarnaan dengan
giemsa. Semua apusan darah dibaca oleh para ahli yang telah
berpengalaman ( tenaga laboran bagian parasitologi FK USU / RSHAM ) dan
tidak mengetahui tentang obat yang telah diberikan maupun status klinis
pasien. Pada apusan darah tepi dapat dijumpai trophozoit bentuk cincin pada
sitoplasma, pada suatu sel yang membesar yang berisikan Schuffner’s
stippling.
Para pasien kemudian diacak dan dikelompokkan menjadi dua grup.
Grup pertama ( Grup AA ) mendapat kombinasi artesunat ( 4 mg/kgbb ) dan
KK ) mendapat klindamisin 5 mg/kgbb dua kali sehari ) selama 3 hari
dikombinasikan dengan kinin 10 mg/kgbb ) selama empat hari pertama
dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgbb untuk tiga hari berikutnya.
Pada semua pasien, pemberian obat diawasi oleh tim peneliti.
Pemberian obat dilakukan kembali jika anak muntah. Jika temperatur axilla
lebih dari 380C, maka parasetamol diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb.
Proporsi subjek sembuh pada hari 2, 7 dan 28. Seseorang dikatakan
terinfeksi malaria falsiparum jika pada pemeriksaan darah tepi dengan
pewarnaan giemsa dijumpai adanya Plasmodium falciparum. Dikatakan
sembuh jika didalam darah penderita tidak ditemukan lagi parasit malaria.
3.8. Analisis Data
Data diolah dengan uji kai-kuadrat. Pengolahan data dilakukan
dengan perangkat lunak SPSS versi 13.0 dengan tingkat kemaknaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Selama periode penelitian dari 232 anak yang mengikuti penelitian sejak awal, kemudian diacak menjadi grup AA dan grup KK. Lima orang anak ( 2 orang grup AA dan 3 orang grup KK ) dieksklusikan dikarenakan pasien tidak mau mengikuti penelitian sampai akhir. ( Gambar 1 )
232 anak memenuhi kriteria inklusi
Randomisasi
116 anak mendapat artesunat-amodiakuin 116 anak mendapat kinin-klindamisin
( grup AA ) ( grup KK )
1 anak eksklusi hari ke-2
3 anak eksklusi hari ke-7
1 anak eksklusi hari ke-7
114 anak menyelesaikan studi dan dianalisa
113 anak menyelesaikan studi dan dianalisa
Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Grup AA Grup KK
n (%) n (%)
Umur (tahun)
< 12 79 (69.3) 109 (96.5)
12- 14 13 (11.4) 4 (3.5)
> 14-18 22 (19.3) 0 (0.0) Jenis Kelamin
Laki-laki 46 (40.4) 54 (47.8)
Perempuan 68 (59.6) 59 (52.2)
Status gizi
Gizi kurang 7 (6.3) 0 (0.0)
Gizi sedang 28 (25.0) 24 (21.2)
Gizi normal 58 (51.8) 89 (78.8)
Gizi lebih 19 (17.0) 0 (0.0)
Parasitemia
< 200/µl 32 (28.1) 45 (39.8)
200 - 400/µl 67 (58.8) 50 (44.2) > 400 - 600/µl 14 (12.3) 15 (13.3) > 600 - 800/µl 1 (0.9) 3 (2.7)
pada kedua grup. Mengenai karakteristik status gizi, pada grup AA distribusi terbesar pada kelompok gizi normal sebanyak 51.8%, dimana juga didapati anak dengan status gizi lebih maupun kurang, sedangkan pada grup KK distribusi terbesar pada gizi normal namun tidak dijumpai gizi kurang maupun lebih. Tentang parasitemia, didapatkan distribusi parasitemia terbanyak pada rentang 200-400/µl pada kedua grup.
Tabel 2. Pemeriksaan klinis sebelum terapi dimulai Gejala awal Grup AA Grup KK
n (%) n (%)
Demam 8 (7.0) 1 (0.9%)
Pucat 8 (7.0) 2 (1.8)
Hepar teraba 0 (0.0) 0 (0.0) Limpa teraba 0 (0.0) 0 (0.0)
Tabel 3. Efek samping pemberian obat
Efek samping Grup AA Grup KK p
n (%) n (%)
Sakit kepala
Sakit kepala 17 (14.9) 4 (3.5) 0.001* Tidak sakit kepala 97 (85.1) 109 (96.5)
Tinitus
Tinitus 1 (0.9) 1 (0.9) 0.321 Tidak tinitus 113 (99.1) 112 (99.1)
Muntah
Muntah 8 (7.0) 0 (0.0) 0.019* Tidak muntah 106 (93.0) 113 (100)
Persentase parasitemia
Grafik 1: persentase parasitemia pada H0, H2, H7 dan H28 dengan uji kai kuadrat (x2)
Grafik 1 menunjukkan persentase parasitemia pada pemeriksaan apusan darah. Tidak didapatkan rekrudensi pada kedua grup. Pada kedua grup didapatkan parasitemia yang negatif pada hari ke-2 setelah pengobatan. Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa angka kesembuhan pada kedua grup terapi adalah 100%.
4.2 Pembahasan
Keefektifan obat antimalaria bervariasi pada semua spesies parasit dan bekerja diantara stadium-stadium dari siklus hidup malaria. Adanya resistensi parasit terhadap obat-obatan, merupakan masalah penting dalam hal pengobatan malaria. Beberapa obat antimalaria bekerja efektif sesuai dengan bahan kimianya. Obat antimalaria juga ada yang diklasifikasikan dikarenakan efek obat tersebut pada beberapa fase dari siklus hidup parasit tersebut.14
malaria. Obat ini juga merupakan obat gametosidal tetapi tidak sangat efektif melawan gametosit dari Plasmodium falciparum. Kinin digunakan dengan obat-obat lainnya untuk pengobatan malaria, walaupun kinin efektif dalam menurunkan angka parasitemia, namun terapi kombinasi dengan obat lainnya dibutuhkan sebab monoterapi kinin tidak bisa secara sempurna untuk mengeliminasi infeksi.14
Monoterapi klindamisin untuk pengobatan malaria falsiparum tidak direkomendasikan.13 Obat ini juga tidak seharusnya digunakan secara bebas pada orang-orang yang menderita malaria dikarenakan dapat mengacu kepada resistensi klindamisin itu sendiri terhadap Plasmodium falciparum.35 Onset aksinya yang lambat menjadikan klindamisin sebagai obat yang berbahaya jika digunakan sebagai monoterapi dimana dibutuhkan parasit
clearance yang cepat, seperti pada anak-anak dan orang dewasa yang
non-imun. Sejak diketahuinya bahwa clinical cure obat ini lambat, maka obat ini
juga tidak seharusnya diberikan pada orang-orang yang semi-immune jika masih ada pilihan-pilihan obat yang lain.13
Di Prancis, antara Juni 1996 hingga Desember 1998 , kombinasi kinin-klindamisin selama tiga hari dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dapat ditoleransi dengan baik dan dapat disejajarkan dengan monoterapi kinin selama tujuh hari, yang merupakan salah satu regimen pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di Prancis. Keuntungan dari kombinasi obat ini adalah didapatkannya penurunan lama pengobatan dan juga kecilnya efek samping. Adapun pendeknya masa pemberian kinin mungkin disebabkan oleh penambahan dari klindamisin.37
Pada studi yang lain, yang dilakukan pada bulan Februari 1995 hingga Maret 1996, efikasi dari regimen kombinasi kinin-klindamisin selama tiga hari untuk mengobati malaria diteliti pada 256 anak sekolah dasar di Dienga, Western Gabon. Hasil penelitian didapatkan bahwasanya pengobatan ditoleransi dengan baik dan keefektifan obat mencapai 97% pada hari keduapuluh.38
artesunat-amodiakuin lebih mahal dibandingkan dengan klindamisin, jadi kinin-klindamisin dapat dijadikan terapi alternatif pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi.
Tabel 4. Daftar harga dan efektifitas obat
Nama obat Harga obat/tablet Efektifitas Arsucam
(artesunat-amodiakuin)
Rp. 9.000,00 Cure rate 100%
Kinin - klindamisin Rp. 650,00 Cure rate 100%
Klindamisin dengan dosis 5mg/kgbb digabung dengan kinin dosis 10mg/kgbb selama tiga hari merupakan pilihan yang sangat bagus untuk terapi malaria tanpa komplikasi di Afrika. Loading dose selama 4 hari dilanjutkan setiap 8 jam merupakan terapi yang cukup kuat pada daerah dengan derajat parasitemia yang tinggi dan malaria berat. Daerah dimana banyak terdapat resistensi obat antimalaria, seperti Thailand, maka lama terapi haruslah lima hingga tujuh hari, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk hal ini.13 Pada penelitian ini kami menggunakan klindamisin dengan dosis 5 mg/kgbb dua kali sehari, digabung dengan kinin dengan dosis 10mg/kgbb untuk 4 hari pertama kemudian dilanjutkan dengan 5mg/kgbb untuk 3 hari berikutnya.
waktu yang pendek, pemberian obat yang sempurna dan tepat adalah merupakan hal yang utama. Adanya kepastian tentang dosis dan juga masa pemakaian yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam pemakaian kombinasi obat diatas.13
Sowunmi dkk (2005) mendapakan artesunat-amodiakuin memiliki tingkat terapeutik yang tinggi dibandingkan klorokuin-pirimetamin-sulfadoksin dan didapati penurunan gametositemia yang bermakna pada malaria falsiparum.39 Abacassamo dkk (2004) membandingkan klorokuin, amodiakuin, pirimetamin dan kombinasi amodiakuin- sulfadoksin-pirimetamin, artesunat–sulfadoksin-pirimetamin dan amodiakuin-artesunat, dimana didapatkan penurunan gametositemia pada artesunat-amodiakuin.40 Pada studi lain, di Rwanda (2004), didapatkan juga bahwa kombinasi artesunat-amodiakuin dapat meningkatkan efikasi pengobatan.41
Penelitian lain (2006) yang juga membandingkan kombinasi artesunat-amodiakuin adalah penelitian yang dilakukan oleh Meremikwu dkk. Penelitian ini membandingkan kombinasi obat diatas dengan artemeter-lumefantrin pada anak usia 6-59 bulan yang menderita malaria falsiparum tanpa komplikasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kedua kombinasi obat diatas memilki tingkat cure rate yang tinggi dan ditoleransi dengan baik pada anak-anak usia dibawah 5 tahun.42
Gabon. 43 Penelitian ini menunjukkan bahwasanya kombinasi artesunat-amodiakuin dan kinin-klindamisin efektif dan ditoleransi dengan baik. Tidak didapatkan adanya gagal pengobatan pada semua anak (cure rate = 100%).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pengobatan kombinasi kinin-klindamisin dibandingkan dengan artesunate-amodiakuin dalam mengobati malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak didapatkan efikasi yang sama, namun dari segi financial, kombinasi kinin-klindamisin akan lebih menguntungkan daripada artesunate-amodiakuin, tetapi perlu diingat kepastian tentang dosis dan juga masa pemakaian yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam pemakaian kombinasi kinin-klindamisin.
Hal ini disebabkan oleh karena administrasi obat klindamisin dalam dua kali pemberian setiap harinya sehingga menjadi halangan pada daerah-daerah yang endemis malaria. Kombinasi artesunate-amodiakuin lebih bagus karena kombinasi obat ini telah tersedia dalam satu obat dan pemberiannya satu kali sehari, namun obat ini lebih mahal. Pemilihan kedua kombinasi obat diatas haruslah diperhatikan dari setiap aspeknya termasuk efek samping pemakaian obat mengingat efikasi kedua kombinasi diatas adalah sama. 5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghay OP. Common Protozoal and Helminthic Infections. Dalam: Ghay OP, Gupta P, Paul VK. Essential Pediatrics. Edisi ke-5. New Delhi; 2000.h.212 – 9.
2. Harianto PN. Manifestasi Klinik, Komplikasi dan Diagnosis Malaria. Medika 19 September 1993; no 9.h.31-8.
3. Gupte S. Pediatric Parasitosis. Dalam: Gupte S. The Short Textbook of Pediatrics. Edisi ke -9. New Delhi: 2001.h.204-19.
4. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatricts. Edisi ke – 17, Saunders 2004.h.1139-43.
5. Meek S, Rowland M, Connoly M. WHO: Outline Strategy for Malaria Control in Complex Emergencies; 2000.h.1-18.
6. Weinberg A, Levin MJ. Infections: Paracitic and Mycotic. Dalam: Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis and Treatment. Edisi ke- 16. Boston. Mc Graw Hill Company 2003.h.1213-23.
7. Jolly H. Diseases due to Parasites. Dalam : Jolly H, Levene ML. Disease of Children.Edisi ke – 5.Oxford.1988.h.299-305.
8. Siregar M. Epidemiologi Malaria. Disampaikan pada Simposium Recent Advances on Malaria, Bagian Patologi Klinik FK USU/RSHAM. Medan; 6 Desember 1994.
10. Poorwo SS. Malaria. Dalam: Poorwo SS, Gama H, Hadinegore SR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak infeksi dan penyakit tropis. Edisi ke-1.Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002.h. 442 – 8.
11. Rudolph AM. Antimicrobial Therapy. Dalam : Rudolph AM, Hoffman JIE. Pediatrics. California: Appleton and Lange; 1987.h. 464 – 85.
12. Kremsner PG dkk. Quinine plus clindamycin improves chemotherapy of severe malaria in children. Antimicrob. Agents Chemother 1995; 39:1603-5.
13. Lell B, Kremsner PG. Clindamycin as an antimalarial drug: review of clinical trials. Antimicrob. Agents Chemother 2002; 46:2315-20.
14. Chambers HF. Cholrampenicol, Tetracylines, Macrolides, Clindamycin and Streptogramins. Dalam: Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi ke – 7. New York: Mc Graw Hill; 1998.h.743-850. 15. Whitty CJ, Rowland M, Sanderson F, Theonest KM. Malaria. bmj 2002;
325:1221-3.
16. Suh KN. Malaria.CMAJ 2004; 170:1693-702.
17. Baird JK. Effectiveness of antimalarial drugs. N Engl J Med 2005; 352:1565-77.
18. Sukarban S, Zunilda SB. Obat malaria. Dalam: Ganiswara SG, Setiabudy R. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI;1995.h.545-59.
19. Woodrow CJ, Haynes RK, Krishna S. Artemisinin. Postgrad. Med. J. 2005; 81:71-8.
21. Oduro AR dkk. A randomized comparative study of chloroquine, amodiaquine and sulphadoxine-pyrimethamine for the treatment of uncomplicated malaria in Ghana. Trop Med Int Health 2005; 10:279-84. 22. Osorio L, Gonzalez I, Olliaro P, Taylor WR. Artemisinin-based
combination therapy for uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in Colombia. J Malaria 2007; 6:1-9.
23. WHO: Facts on acts ( artemisinin based combination therapies ); January;2006.h.1-4.
24. Silachamroon U, Krudsood S, Phophak N, Looareesuwan S Management of malaria in Thailand. The Korean J of Parasitol 2002; 40:1-7.
25. Philips RS. Current status of malaria and potential for control. Clinical microbiology reviews 2001; 14:208-26.
26. Tjitra E, Suprianto S, Currie HJ, Morris PS, Saunders JR, Anstfy NM. Therapy of uncomplicated falciparum malaria: a randomized trial comparing artesunate plus sulphadoxine-pyrimethamine versus sulphadoxine-pyrimethamine alone in Irian Jaya, Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg 2001; 65:309-17.
27. Dorsey G, Vlahos J, Kanya MR, Staedke SG, Rosenthal PJ. Prevention of increasing rates of treatment failure by combining sulfadoxine-pyrimethamine with artesunate or amodiaquine for the sequential treatment of malaria. J. Infect Dis. 2003; 188:1231-8.
29. Swarthout TD, Broek VD. Artesunate + amodiaquine and artesunate + sulphadoxine-pyrimethamine for treatment of uncomplicated malaria in democratic Republic of Congo: a clinical trial with determination of sulphadoxine and pyrimethamine-resistant haplotypes. Trop Med Int Health 2006; 11:1503-11.
30. Lallo DG dkk. UK malaria treatment guidelines. J. Infect 2007; 54:111-21.
31. Vries PJ dkk. Combinations of artemisinin and quinine for uncomplicated falciparum malaria: efficacy and pharmacodynamics. J. Antimicrob. Chemother 2000;1302-8.
32. Setiabudy R. Anti mikroba lain. Dalam: Ganiswara SG, Setiabudy R, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI; 1995.h.675-85.
33. Metzger W, Mordmiller B, Graninger W, Blenzle U, Kremsner PG. Sulphadoxine/pyrimethamine or chloroquine/clindamycin treatment of Gabonese school children infected with chloroquine resistant malaria. J. Antimicrob. Chemother 1995; 36:723-8.
34. Ramharter M, Noedl H. In vitro activity and interaction of clindamycin combined with dihydroartemisinin against plasmodium falciparum. J. Antimicrob. Chemother 2003:3494-9.
35. Kremsner PG. Clindamycin in malaria treatment. J. Antimicrob. Chemother 1990; 25:9-14.
multidrug-resistant falciparum malaria. Antimicrob. Agents Chemother 2000; 44:2395-8.
37. Parola P dkk. Controlled trial of 3-day quinine-clindamycin treatment versus 7-day quinine treatment for adults travelers with uncomplicated falciparum malaria imported from the tropics. Antimicrob. Agents Chemother 2001; 45:932-5.
38. Vallant M dkk. Therapeutic efficacy of clindamycin in combination with quinine for treating uncomplicated malaria in a village dispensary in Gabon. Trop Med Int Health 1997; 2:917-9.
39. Sowunmi dkk. Open randomized study of artesunate-amodiaquine versus chloroquine-pyrimethamine-sulfadoxine for the treatment of uncomplicated plasmodium falciparum malaria in nigerian children. Trop Med Int Health 2005; 10:1161-70.
40. Abacassamo F dkk. Efficacy of
Chloroquine,Amodiaquine,Sulphadoxine-pyrithamine and combination therapy with Artesunate in Mozambican children with non-complicated Malaria. Trop Med Int Health 2004; 9:200-8.
41. Rwagacondo CE dkk, Is Amodiaquine failing in Rwanda? Efficacy of Amodiaquine alone and combined with Artesunate in Children with uncomplicated Malaria. Trop Med Int Health 2004; 9:1091-8.
Lampiran 1
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ‘Perbandingan efikasi kombinasi Artesunat-Amodiakuin dengan Kinin-Klindamisin pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak’
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER
PERBANDINGAN EFIKASI KOMBINASI ARTESUNAT-AMODIAKUIN DENGAN KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA
FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
Nomor urut pemeriksaan : ... Alamat : Desa ...Kecamatan
... Pekerjaan orang tua ( ) Petani
( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain ... Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU
Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir? ( ) Ya
KELUHAN PENDERITA
NO KELUHAN H0 H2 H7 H28
1 Demam 2 Sakit Kepala 3 Menggigil 4 Pusing 5 Mual 6 Nyeri
epigastrium 7 Muntah 8 Mencret
9 Pucat