• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan kinerja unit penanam dan pemupuk pada mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan kinerja unit penanam dan pemupuk pada mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KINERJA UNIT PENANAM DAN PEMUPUK

PADA MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG

TERINTEGRASI

SKRIPSI

PRAHANA MAHAWAN PUTRA

F14063269

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PERFORMANCE IMPROVEMENT OF PLANTER AND FERTILIZER

APPLICATOR UNITS OF AN INTEGRATED MACHINE FOR TILLAGE, CORN

PLANTING AND FERTILIZING

Prahana Mahawan Putra and Wawan Hermawan

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor West Java, Indonesia

Phone 62 856 1930 255, e-mail: prahanaputra@gmail.com

ABSTRACT

A prototype of integrated machine for tillage, planting and fertilizer application for corn cultivation has been developed. Its fertilizer applicator unit had a single fertilizer hopper for urea, TSP and KCl, and equipped with a rotor type metering device which could not be set for varying the fertilizer application rate. Its driving wheel was too heavy and had a low driving force to drive the metering devices. The objective of this research was to improve planting and fertilizing performances of the first prototype by modifying the planter and fertilizer applicator units. The fertilizer hopper was redesigned and separated to be two hoppers for urea, and for a mixture of TSP and KCl. The hoppers which had a bigger capacity were placed on left and right sides of the machine. For a better arrangement, the seed hopper was set on the middle part between the fertilizer hoppers. Materials of the driving wheel were changed by thinner and lighter materials. To improve its driving force, the wheel was equipped by radial lugs and side rims which were set on the main rim. The modified prototype has been tested in a stationer test and in a field test. The stationer test result showed that the fertilizer application rate could be varied by setting the rotor opening of the metering device. The application of urea, TSP and KCl could be carried out well, in proper dosage. The field test result showed that corn seed planting performance could be improved to have 1-2 seeds per planting hole. The seed spacing was in the range of 22-32 cm which was longer than the theoretical seed spacing (20 cm). The fertilizer application rate was lower than the stationer test result. The longer seed spacing and lower fertilizer application rate were caused by a weak driving force resulted by the driving wheel. The theoretical field capacity of the modified prototype was 0.16 ha/hour, and the effective field capacity was 0.13 ha/hour.

(3)

Prahana Mahawan Putra. F14063269. Peningkatan Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk Pada Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi. Di bawah bimbingan Wawan Hermawan. 2011

RINGKASAN

Konsumsi jagung oleh masyarakat Indonesia cukup besar. Sebagian besar kebutuhan jagung masih berasal dari impor karena produksi dalam negeri masih belum memenuhinya. Produksi dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki sistem budidaya jagung. Sebagian besar petani jagung masih menggunakan tugal untuk menanam jagung dan menaburkan pupuk secara manual di samping alur benih. Dengan menggabungkan beberapa proses dalam satu mesin diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan cara manual.

Salah satu mesin yang telah dikembangkan adalah mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi. Mesin ini adalah mesin penanam sekaligus pemupuk jagung yang diintegrasikan dengan

alat pembuat guludan dan rotary dengan tenaga penggerak traktor roda dua. Prototipe pertama (prototipe-1) mesin ini masih memiliki beberapa kekurangan di antaranya adalah hanya terdapat satu

hopper untuk tiga jenis pupuk, dosis pupuk yang tidak bisa diatur, serta besarnya tingkat kemacetan roda penggerak metering device.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja mesin penanam dan pemupuk terintegrasi untuk budidaya jagung. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan cara modifikasi unit penanam dan pemupuk. Modifikasi yang dilakukan meliputi: 1) tiap-tiap komponen unit pemupuk dibuat dua buah, yaitu untuk pupuk urea dan untuk campuran pupuk TSP dan KCl, 2) posisi hopper benih ditempatkan di bagian tengah rangka utama, 3) hopper pupuk terletak di samping kiri dan kanan hopper benih, 5) memperbesar daya cengkeram permukaan roda penggerak dengan permukaan guludan.

Unit penanam dirancang untuk menghasilkan jarak tanam antar benih dalam satu baris 20 cm dan 75 cm antarbaris tanaman. Jumlah benih tiap lubang tanam sebanyak 1 sampai 2 benih dengan kedalaman tanam 1-2 cm. Unit pemupuk dirancang untuk dapat memupuk urea 150 kg/ha, TSP 200 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Sehingga dibagi menjadi dua, yaitu unit pupuk urea dan unit campuran pupuk TSP dan KCl. Pembagian tersebut dimaksudkan agar pupuk tidak mudah menggumpal seperti yang terjadi pada prototipe sebelumnya.

Hasil perancangan telah diimplementasikan dengan membuat mesin hasil modifikasi (prototipe-2). Prototipe ini telah diuji secara stasioner dan di lapangan. Hasil pengujian prototipe-2 menunjukkan bahwa: 1) jarak penanaman berkisar antara 22-32 cm dengan jumlah benih sebanyak 1-2 benih per lubang pada kedalaman 1-3 cm, 1-2) dosis pemupukan pada bukaan rotor 100% adalah 168.70 kg/ha urea serta 451.32 kg/ha TSP dan KCl. Hasil pengujian menunjukkan bahwa: 1) pemupukan sesuai dosis yang diharapkan 2) dosis pemupukan dapat diatur secara langsung, 3) penggumpalan karena pencampuran pupuk dapat dihindari, 4) kemacetan roda penggerak masih cukup besar.

Kemacetan roda penggerak masih belum dapat diatasi pada mesin hasil modifikasi, yaitu sebesar 31%. Akibatnya hasil pengujian jarak tanam dan dosis pupuk belum sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun jarak tanam lebih besar dari yang diharapkan, akan tetapi karena adanya pengatur dosis pemupuk, pemupukan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan dosis yang diharapkan.

(4)

PENINGKATAN KINERJA UNIT PENANAM DAN PEMUPUK

PADA MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG

TERINTEGRASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PRAHANA MAHAWAN PUTRA

F14063269

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Peningkatan Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk Pada Mesin

Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi

Nama

: Prahana Mahawan Putra

NIM

: F14063269

Menyetujui

Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S.

NIP. 19630329 198703 1002

Mengetahui

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

Peningkatan Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk Pada Mesin Penanam dan

Pemupuk Jagung Terintegrasi

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan

Dosen Pembimbing Akademik, dan belum disajikan dalam bentuk apapun pada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Yang membuat pernyataan

(7)

© Hak Cipta milik Prahana Mahawan Putra, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari

(8)

BIODATA PENULIS

Prahana Mahawan Putra. Lahir di Banyuwangi, 17 Januari 1988

dari ayah Eriyanto dan ibu Dwi Dharmawati, sebagai putra

pertama dari lima bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada

tahun 2006 dari SMA Negeri 1 Banyuwangi dan pada tahun yang

sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis memilh program studi Teknik Mesin dan

Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama perkuliahan,

penulis juga aktif sebagai Staf Keteknikan Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin dan

Biosistem (HIMATETA) IPB pada tahun 2007-2008. Pada tahun 2009, penulis

menjadi asisten mata kuliah Gambar Teknik

Tahun 2008 penulis menjadi juara II PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa

Nasional) di UNISSULA, Semarang. Pada tahun 2009 penulis melakukan praktek

lapangan di PT PG Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat dengan judul

Aplikasi Mesin Pada Proses Budidaya Tebu dan Produksi Gula di PT. PG.

Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat Jawa Barat".

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan

karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul

Peningkatan Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk Pada Mesin Penanam dan

Pemupuk Jagung Terintegrasi

dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik

Mesin dan Biosistem sejak bulan Mei sampai Desember 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan

penelitian dan skripsi ini.

2.

Dr. Ir. Desrial, M.Eng dan Ir. Agus Sutejo, M. Si sebagai dosen penguji

skripsi atas masukannya dalam penyusunan laporan penelitian ini.

3.

Ayahanda, Ibunda, adik-adik tercinta, dan keluarga Soeyono yang selalu

memberikan dorongan motivasi dan do’a selama ini

.

4.

Bapak Abas, Bapak Wana, serta seluruh teknisi yang telah membantu selama

penilitian ini.

5.

Teman-teman yang telah banyak membantu selama ini: Hanief, Sholeh, Imam,

Niko, Lutfi, Aprileni, Habib, Farida, Amel, serta seluruh warga Teknik Mesin

dan Biosistem angkatan 43.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan

kontribusi yang yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang

teknologi pertanian.

Bogor, Maret 2011

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Budidaya Jagung ... 4

2.2. Mesin Penanam dan Pemupuk ... 4

2.3. Pembuka Alur ... 5

2.4. Penutup Alur ... 5

2.5. Penjatah (Metering device) Benih ... 6

2.6. Penjatah (Metering device) Pupuk... 7

2.7. Kotak (hopper) pupuk ... 8

2.8. Sistem Transmisi Rantai Rol dan Sproket ... 8

2.9. Sistem Transmisi Roda Gigi Kerucut Lurus (Bevel Gear) ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 10

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 10

3.2. Alat dan Bahan ... 10

3.3. Tahapan Penelitian... 10

3.4. Metode Pengujian Kinerja ... 13

IV. ANALISA PERANCANGAN... 14

4.1. Dasar Modifikasi ... 14

4.2. Rancangan Struktural Modifikasi ... 14

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Pembuatan Prototipe ... 32

5.2. Hasil Modifikasi Prototipe Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung ... 38

5.3. Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk ... 41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran. ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pertumbuhan luas lahan dan produksi jagung ... 1

Tabel 2. Data bulk density pupuk ... 4

Tabel 3. Dasar dan konsep modifikasi ... 14

Tabel 4. Data hasil perhitungan jarak tanam benih jagung ... 17

Tabel 5. Hasil perhitungan dosis pupuk per putaran ... 18

Tabel 6. Hasil perhitungan panjang metering device ... 19

Tabel 7. Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk ... 21

Tabel 8. Parameter pengukuran tanah ... 27

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Volume ekspor dan impor jagung di Indonesia ... 1

Gambar 2. Prototipe-1 mesin penanam dan pemupuk terintegrasi ... 2

Gambar 3. Tipe pembuka alur ... 5

Gambar 4. Mekanisme pembuka alur dan penutup alur ... 6

Gambar 5. Mekanisme penjatahan benih ... 6

Gambar 6. Piringan penjatah benih jagung ... 7

Gambar 7. Penjatah pupuk ... 7

Gambar 8. Penjatah pupuk ... 8

Gambar 9. Sistem transmisi rantai dan sproket ... 9

Gambar 10. Sistem transmisi roda gigi kerucut lurus ... 9

Gambar 11. Tahapan Penelitian ... 11

Gambar 12. Sketsa rencana modifikasi ... 12

Gambar 13. Bentuk rangka dan posisi metering device sebelumdan setelah modifikasi ... 15

Gambar 14. Penjatah benih ... 16

Gambar 15. Rancangan sistem transmisi yang digunakan ... 16

Gambar 16. Metering device pupuk prototipe-1 ... 17

Gambar 17. Sketsa rancangan metering device pupuk prototipe-2 ... 18

Gambar 18. Rancangan metering device dan pengatur dosis pupuk prototipe-2 ... 19

Gambar 19. Posisi hopper benih sebelum dan sesudah modifikasi ... 20

Gambar 20. Desain hopper pupuk prototipe-1 ... 21

Gambar 21. Rancangan hopper pupuk prototipe-2 ... 22

Gambar 22. Pengukuran kebutuhan gaya pada metering device ... 22

Gambar 23. Mekanisme penggunaan pegas ... 23

Gambar 24. Gaya-gaya yang bekerja pada roda penggerak ... 23

Gambar 25. Rancangan modifikasi roda penggerak ... 24

Gambar 26. Gaya-gaya yang bekerja pada poros roda penggerak ... 25

Gambar 27. Desain pembuka alur benih ... 26

Gambar 28. Desain pembuka alur pupuk ... 27

Gambar 29. Mekanisme pembuka alur ... 28

Gambar 30. Gaya yang bekerja pada rangkai pembuka alur benih ... 28

Gambar 31. Gaya yang bekerja pada saluran pupuk. ... 29

Gambar 32. Rangka utama setelah pemotongan ... 32

Gambar 33. Besi plat penyambung rangka utama ... 32

Gambar 34. Rangka setelah disambung ... 33

Gambar 35. Poros dan plat stainless steel ... 33

(13)

Gambar 37. Selubung rotor metering device pupuk ... 34

Gambar 38. Potongan-potongan plat ... 35

Gambar 39. Hopper pupuk ... 35

Gambar 40. Penggunaan karet (seal) pada metering device pupuk ... 35

Gambar 41. Roda penggerak hasil modifikasi ... 36

Gambar 42. Pembuka alur benih ... 36

Gambar 43. Pembuka alur pupuk ... 37

Gambar 44. Sproket metering device dan roda penggerak ... 37

Gambar 45. Penggunaan bevel gear untuk penjatah benih ... 38

Gambar 46. Perbandingan prototipe-1 dan prototipe-2 ... 39

Gambar 47. Hopper pupuk dan hopper benih prototipe-1 ... 39

Gambar 48. Hopper pupuk dan hopper benih prototipe-2 ... 39

Gambar 49.Perbandingan saluran benih dan pembuka alur benih prototipe-1 dan prototipe-2... 40

Gambar 50. Perbandingan saluran dan pembuka alur pupuk prototipe-1 dan prototipe-2 ... 40

Gambar 51. Perbandinagan roda penggerak sebelum dan sesudah modifikasi ... 40

Gambar 52. Kemacetan metering device pupuk ... 41

Gambar 53. Alternatif penempatan roda penggerak metering device ... 41

Gambar 54. Hasil penanaman dan pemupukan ... 42

Gambar 55. Pengujian dosis di lahan ... 43

Gambar 56. Penempatan pupuk di lapangan ... 43

Gambar 57. Dosis pengeluaran pupuk urea ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Teknik ... 49

Lampiran 2. Data teknis spesifikasi traktor ... 64

Lampiran 3. Data hasil pengujian stasioner metering device pupuk ... 65

Lampiran 4. Data hasil pengujian kinerja pemupukan di lapangan... 66

Lampiran 5. Data hasil pengujian penanaman di lapangan ... 67

Lampiran 6. Pengukuran kemacetan roda penggerakPengukuran kemacetan roda penggerak ... 68

Lampiran 7. Kapasitas lapangan ... 69

(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Kebutuhan jagung di Indonesia semakin meningkat. Akan tetapi lebih dari setengah kebutuhan tersebut didapatkan dari impor. Seperti yang terlihat pada data-data yang disajikan dalam Gambar 1, volume ekspor lebih kecil dari volume impor dari tahun ke tahun. Padahal produksi jagung mengalami peningkatan setiap tahunnya pada luas lahan yang relatif tetap (Tabel 1). Produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan untuk mencapai swasembada pangan khususnya jagung. Salah satu upaya dalam peningkatan produksi jagung adalah memperbaiki sistem budidaya jagung.

Tabel 1. Pertumbuhan luas lahan dan produksi jagung Tahun Luas (juta ha) Produksi (juta ton)

2000 3.50 9.68 2001 3.29 9.35 2002 3.11 9.59 2003 3.36 10.89 2004 3.36 11.23 2005 3.63 12.52 2006 3.35 11.61 2007 3.63 13.29 2008 4.00 16.32

Sumber: Deptan, 2010

Gambar 1. Volume ekspor dan impor jagung di Indonesia (Deptan, 2010)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

2004 2005 2006 2007 2008

(16)

Penanaman merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam budidaya palawija khususnya jagung. Selain itu tanaman jagung membutuhkan pupuk untuk memenuhi kebutuhan unsur hara agar diperoleh hasil baik. Sampai saat ini pada umumnya penanaman masih dikerjakan secara tradisional dengan menggunakan alat seadanya, yaitu tugal. Sebagian besar cara pemupukan juga masih dilakukan dengan manual dengan cara membuat goresan di samping tanaman sepanjang barisan kemudian menaburkan pupuk di atasnya.

Proses penanaman dan pemupukan tersebut membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi sehingga kurang produktif. Untuk mengefektifkan waktu dan biaya, kedua proses tersebut dapat dilakukan secara bersamaan. Teknologi mesin penanam dan pemupuk telah berkembang terutama di negara-negara maju. Di negara berkembang seperti di Indonesia, teknologi ini masih dipertimbangkan karena biayanya masih mahal sehingga tidak terjangkau oleh petani.

Mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi adalah salah satu mesin untuk meningkatkan efektivitas pada proses budidaya tanaman jagung. Mesin ini (prototipe-1) merupakan gabungan dari tiga kegiatan sekaligus, yaitu pengolahan tanah, penanaman, dan pemupukan yang ditarik oleh traktor roda dua. Mesin ini diimplementasikan bersamaan dengan alat pembuat guludan dan ratary tiller. Penjatahan benih dan pupuk digerakkan oleh roda penggerak yang bersinggungan dengan peuncak guludan yang terbentuk.

Prototipe-1 dirancang untuk menanam benih jagung pada jarak tanam jagung 75 × 20 cm dengan penanaman benih sebanyak 1-2 benih per lubang pada kedalaman 2.5-5 cm, serta memupuk dengan dosis 150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha KCl. Prototipe (Gambar 2) yang telah dikembangkan memiliki beberapa kekurangan. Hasil dari pengujian kinerja penanaman prototipe pertama yaitu kedalaman lubang tanam 6-8 cm dengan 1-2 benih tiap lubang tanam, dan jarak antarbenih tiap barisan tanam 18-31 cm, dan kemacetan roda penggerak sebesar 38%. Beberapa kendala pada prototipe-1 yaitu : 1) jarak tanam benih yang tidak seragam, 2) hanya memiliki satu

hopper pupuk untuk tiga jenis pupuk, 3) dosis pupuk tidak dapat diatur, 4) aplikasi pupuk hanya dalam satu alur untuk ketiga jenis pupuk (mengakibatkan penggumpalan pupuk), 5) roda penggerak tidak mampu memutar metering device dengan baik.

(17)

1.2.

Tujuan

(18)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Budidaya Jagung

Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara 2.5-5 cm. Untuk tanah yang cukup lembab, kedalaman tanam lubang cukup 2.5 cm. Sedangkan untuk tanah yang agak kering, kedalaman lubang tanam adalah 5 cm (Martodireso dan Suryanto, 2002).

Dosis pupuk buatan untuk jagung hibrida adalah urea sebanyak 250 kg/ha, SP-36 sebanyak 100 kg/ha, ZA sebanyak 100 kg/ha, dan KCl sebanyak 100 kg/ha. Sedangkan pupuk buatan untuk jagung non-hibrida adalah urea sebanyak 250 kg/ha, SP-36 sebanyak 75-100 kg/ha, dan KCl sebanyak 50 kg/ha (Sudadi dan Suryanto, 2002). Bulk density masing-masing jenis pupuk dan campurannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data bulk density pupuk

Jenis Pupuk Bulk Density (g/cm3)

Urea 0.715

KCl 0.987

TSP 1.130

TSP+KCl (2:1) 1.076 TSP+Urea (2 : 1.5) 0.800 TSP+Urea +KCl (2 : 1.5 : 1) 0.863

Sumber: Syafri, 2010

2.2.

Mesin Penanam dan Pemupuk

Mesin penanam adalah peralatan tanam yang menempatkan benih dalam tanah pada suatu pekerjaan yang sama akan menghasilkan barisan yang teratur (Bainer et al., 1960). Sedangkan Smith dan Wilkes (1977) mengartikan alat penanam sebagai alat yang dioperasikan dengan daya yang digunakan untuk menempatkan biji atau bagian tanaman ke dalam atau di atas tanah untuk perkembangbiakan, produksi pangan, serat, dan pakan. Kinerja alat penanam jagung dipengaruhi oleh keseragaman benih, bentuk hopper bagian bawah, kecepatan piringan penjatah, bentuk dan ukuran lubang penyalur, serta volume hopper. Smith dan Wilkes (1977) mengklasifikasikan alat-alat tanam sebagai berikut:

1. Alat tanam larikan (barisan)

(19)

Terpasang di belakang traktor. Alat tanam jenis ini dibagi menjadi tiga, yaitu alat tanam dengan benih dijatuhkan ke dalam lubang (drill), benih dijatuhkan di guludan (hill drop), dan penanaman bibit (transplanter).

2. Alat tanam tabur

Alat tanam tabur juga dibagi menjadi tiga, antara lain endgate seeder, narrow and wide-track dan weeder-mulcher, serta pesawat terbang.

3. Grain drill

Alat tanam dan pemupuk memiliki beberapa bagian utama yaitu: pembuka alur, penjatah, penutup alur dan hopper.

2.3.

Pembuka Alur

Pembuka alur berfungsi untuk membuka alur tanah dengan bentuk dan ukuran tertentu sehingga benih atau pupuk dapat jatuh ke dalam alur tersebut. Menurut Bainer et al. (1960) ada empat tipe pembuka alur yang biasa digunakan pada alat tanam, yaitu pembuka alur lengkung ( curve-runner), pembuka alur lurus (stub-runner), piringan tunggal (single-disk) dan piringan ganda ( double-disk). Pada Gambar 3 ditunjukan keempat tipe pembuka alur tersebut. Dari keempat tipe pembuka alur, tipe pembuka alur lengkung merupakan tipe yang paling umum. Sedangkan tipe pembuka alur lurus cocok digunakan untuk tanah yang kasar. Pembukaan alur seperti pada Gambar 4.a dan Gambar 4.b digunakan untuk menghasilkan alur tanaman agar benih tidak terlempar ke luar.

Gambar 3. Tipe pembuka alur (Bainer et al., 1960)

2.4.

Penutup Alur

(20)

Gambar 4. Mekanisme pembuka alur dan penutup alur (Srivastava et al., 1996)

2.5.

Penjatah (

Metering device

) Benih

Alat penjatah benih merupakan unit alat penanam yang menentukan hasil dari penanaman. Mekanisme penjatahan menurut Richey et al. (1961) seperti pada Gambar 5. Sedangkan tipe-tipe piringan penjatah benih jagung ada tiga jenis, yaitu edge drop, flat frop, dan full drop (Smith dan Wilkes, 1977). Bentuk dari ketiga jenis piringan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Mekanisme penjatahan benih: fluted (a), vertical plate (b), inclined plate (c),

(21)

Gambar 6. Piringan penjatah benih jagung: edge drop (atas),

flat frop (tengah), dan full drop (bawah)

2.6.

Penjatah (

Metering device

) Pupuk

Berbagai jenis penjatah telah dikembangkan untuk menghasilkan penjatahan bahan yang konsisten dan seragam. Srivastava et al.(1996) membagi jenis-jenis penjatah pupuk seperti pada Gambar 6 dan Gambar 7.

(22)

Gambar 8. Penjatah pupuk: rotor bercelah (a), ulir rapat (b), dan rol berputar (c)

2.7.

Kotak (

hopper

) Pupuk

Mehring dan Cummings dalam Bainer et al., (1960) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi besarnya keluaran pupuk adalah kemudahan pupuk untuk mengalir yang dipengaruhi oleh higroskopisitas, bentuk dan ukuran partikel, penggumpalan, berat spesifik pupuk, kelembaban relatif tempat menyimpan, dan kerapatan benda.

Sehubungan dengan hal di atas, yang perlu diperhatikan pada pembuatan hopper pupuk adalah sudut repose (sudut curah) pupuk. Hopper pupuk sebaiknya memiliki sudut curah 40, pupuk campuran yang lolos pada ayakan 20 mesh akan lebih cocok beradaptasi dengan hopper pupuk (Mehring dan Cummings dalam Bainer et al., 1960).

Mehring dan Cummings dalam Bainer et al. (1960) juga menemukan bahwa kedalaman pupuk pada hopper pupuk memiliki pengaruh kecil terhadap keluaran dosis pada penjatah tipe sabuk dan auger (kedalaman anara 2-14 inci). Sedangkan pada penjatah tipe star wheel revolving bottom

terdapat sedikit variasi pada kedalaman 3 atau 4 inci, sedangkan pada kedalaman 2 inci dosis berkurang sebanyak 8-14%.

Satu hal lagi yang penting pada pembuatan hopper pupuk adalah bahan pembuatannya, mengingat pupuk memiliki fase yang korosif. Sebaiknya hopper pupuk terbuat dari bahan plastik, karet, stainless steel, atau fiberglass (Champbell, 1990).

2.8.

Sistem Transmisi

Rantai Rol dan Sproket

(23)

memerlukan tegangan awal, keausan kecil pada bantalan, dan mudah memasangnya. Karena keuntungan-keuntungan tersebut, rantai mempunyai pemakaian yang luas seperti roda gigi dan sabuk.

Gambar 9. Sistem transmisi rantai dan sproket

Di pihak lain, transmisi rantai mempunyai kekurangan, yaitu variasi kecepatan yang tak dapat dihindari karenan lintasan busur pada sproket yang mengait mata rantai (Gambar 12), suara dan getaran karenan tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket, dan perpanjangan rantai karena keausan pena dan bus yang diakibatkan oleh gesekan dengan sproket. Karena kekurangan-kekurangan ini maka rantai tidak dapat dipakai untuk kecepatan tinggi, sampai ditemukan dan dikembangkannya rantai gigi (Sularso dan Suga, 1987).

Rantai rol dipakai bila diperlukan transmisi positif (tanpa slip) dengan kecepatan sampai 600 m/min, tanpa pembatasan bunyi, dan murah harganya (Sularso dan Suga, 1987).

2.9.

Sistem Transmisi Roda Gigi Kerucut Lurus (

Bevel Gear

)

Sistem roda gigi kerucut memungkinkan transmisi daya pada arah poros yang berbeda. Sumbu poros tersebut biasanya berpotongan 90.

Roda gigi kerucut lurus (Gambar 13) adalah roda gigi kerucut yang paling mudah dibuat dan paling sering dipakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil. Juga konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung poros-porosnya (Sularso dan Suga, 1987)

(24)

III.

METODE PENELITIAN

3.1.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Desember 2010. Pembuatan prototipe dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pengujian kinerja prototipe mesin hasil modifikasi dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.

3.2.

Alat dan Bahan

Alat-alat dan perlengkapan utama yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini meliputi peralatan perancangan dan pembuatan konstruksi mesin serta peralatan instrumen untuk pengujian kinerja lapangan.

Peralatan analisis perancangan dan pembuatan gambar teknik yang terdiri dari: Komputer dan

Software Computer Aided Design. Peralatan pembuatan prototipe mesin antara lain: mesin las listrik, las LPG, gerinda tangan, gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, mesin bubut, penggaris, meteran, busur, gunting, tang, obeng, kunci pas, dan kunci ring.

Bahan pembuatan prototipe terdiri dari:

a. Plat stainless steel tebal 1 mm untuk hopper benih dan pupuk. b. Plat stainless steel tebal 2 mm untuk sirip metering device pupuk.

c. Poros stainless steel diameter 12 mm untuk poros penjatah benih dan pupuk. d. Poros stainless steel diameter 22 mm untuk silinder metering device pupuk. e. Poros polietilen diameter 35 mm untuk pengetur penjatahan pupuk.

f. Mur dan baut, digunakan untuk merangkai komponen yang memiliki hubungan tidak permanen.

g. Dempul dan cat.

Bahan untuk pengujian kinerja mesin hasil modifikasi terdiri dari: benih jagung, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk TSP, kantong plastik, bahan bakar solar, dan oli mesin. Peralatan dan instrumen untuk pengujian kinerja adalah:

a. Traktor roda dua dengan implemen rotary tiller.

b. Prototipe mesin penanam dan pemupuk hasil modifikasi. c. Stopwatch, timbangan, penggaris, dan meteran.

3.3.

Tahapan Penelitian

(25)

Gambar 11. Tahapan Penelitian

Identifikasi Masalah. Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah-masalah yang muncul pada prototipe-1 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi. Prototipe ini memiliki beberapa kendala yaitu : 1) jarak tanam benih yang tidak seragam, 2) hanya memiliki satu hopper pupuk untuk tiga jenis pupuk, 3) dosis pupuk tidak dapat diatur, 4) aplikasi pupuk hanya dalam satu alur untuk ketiga jenis pupuk, 5) roda penggerak tidak mampu memutar metering device dengan baik.

(26)

selanjutnya akan diterapkan dalam memodifikasi prototipe-1 mesin penanam dan pemupuk yang sebelumnya.

Konsep Desain dan Modifikasi. Setelah dilakukan analisis permasalahan yang ada dan pengumpulan ide-ide pemecahan masalah yang mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait, dilakukan perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep modifikasi pada komponen-komponen utama yang dilengkapi dengan gambar sketsa, analisis teknik, perkiraan kapasitas lapangan teoritis, prasarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional alat di lapangan.

Untuk menyelesaikan masalah pada prototipe-1 mesin penanam dan pemupuk sebelumnya, maka disusun konsep desain dan modifikasi pada bagian-bagian: 1) hopper pupuk, 2) metering device

pupuk, 3) saluran dan pembuka alur pupuk, 4) hopper dan pembuka alur benih, 5) roda penggerak

metering device (Gambar 17). Hopper pupuk yang semula satu buah dibuat menjadi dua buah. Satu

hopper untuk pupuk urea dan satu lagi hopper untuk campuran pupuk TSP dan KCl terletak di samping kiri dan kanan hopper benih. Metering device pupuk dilengakapi dengan mekanisme pengatur dosis. Saluran dan pembuka alur benih dan pupuk disesuaikan dengan posisi hopper. Posisi

hopper benih dipindahkan ke bagian tengah rangka utama. Permukaan sentuh roda penggerak dengan permukaan guludan diperbaiki agar menghasilkan torsi yang dapat memutar metering device.

Gambar 12. Sketsa rencana modifikasi

Analisis Desain dan Pembuatan Gambar Kerja. Analisis desain untuk modifikasi mesin dilakukan untuk menentukan bahan, ukuran, serta mekanisme bagian-bagian mesin yang dimodifikasi. Analisis teknik yang dilakukan meliputi:1) perhitungan volume hopper dan sudut kemiringan dinding

hopper, 2) perhitungan ukuran celah dan panjang rotor metering device pupuk, 3) analisis kekuatan bahan untu bagian tangkai pembuka alur benih dan pupuk, 4) perhitungan torsi yang dihasilkan roda penggerak, 5) perhitungan gaya pegas yang dibutuhkan untuk menekan roda penggerak, 6) analisis kekuatan poros metering device dan poros roda penggerak, dan 7) perhitungan panjang rantai transmisi. Hasil analisis digunakan sebagai acuan pembuatan gambar kerja. Detail pembuatan komponen-komponen mesin dijelaskan pada gambar tersebut.

Pembuatan Prototipe. Setelah desain modifikasi mesin selesai, kemudian dibuatlah prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung hasil modifikasi yang telah dilakukan. Pembuatan prototipe ini dilakukan di Bengkel Departemen Teknik Mesin dan Budidaya, Institut Pertanian Bogor.

(27)

hopper, penjatah pupuk dan benih, penyalur, pembuka alur dan mekanisme pengaturnya, penutup alur, mekanisme roda penggerak, dan sistem transmisi yang digunakan.

Pengujian Kinerja. Tahap terakhir dari penelitian ini adalah pengujian kinerja prototipe mesin hasil modifikasi (prototipe-2).

3.4.

Metode Pengujian Kinerja

Pengujian yang dilakukan meliputi: 1) pengujian hasil penjatahan pupuk pada kondisi mesin stasioner, dan 2) pengujian kinerja lapangan. Pengujian pada kondisi mesin stasioner dilakukan dengan cara mengukur jumlah pupuk yang keluar pada 10 putaran metering device. Pupuk urea berada di dalam hopper sebelah kanan, sedangkan campuran pupuk TSP dan KCl berada di dalam

hopper sebelah kiri. Pengukuran dilakukan dengan cara: 1) mesin dikondisikan dalam posisi horizontal dan roda penggerak tidak bersentuhan dengan permukaan landasan, 2) mengatur panjang bukaan rotor metering device, 3) roda penggerak diputar secara manual , 4) selama roda penggerak diputar (10 putaran) pupuk yang keluar dari hopper ditampung menggunakan kantong plastik kemudian ditimbang. Pengaturan bukaan rotor dilakukan dengan cara menggeser selubung rotor

metering device. Bukaan rotor diatur pada 50%, 75%, dan 100% dari panjang metering device pupuk yang dibuat serta pada bukaan rotor untuk dosis yang diharapkan. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan untuk setiap tingkat bukaan rotor metering device.

Untuk pengujian kinerja di lapangan, disiapkan lahan yang telah dibajak dan digaru dengan ukuran 8 m × 25 m. Dalam pengujian kinerja lapangan, prototipe-2 dipasangkan dengan traktor roda dua dengan kelengkapan unit pengolah tanah rotary bersamaan dengan unit pembuatan guludan. Pada saat pengujian, kecepatan traktor pada posisi gigi-1, putaran mesin 1600 rpm, dan kecapatan rotary

pada posisi gigi-2. Adapun pengukuran yang dilakukaan meliputi: 1) kapasitas lapangan, 2) slip roda penggerak, 3) kinerja penanaman, dan 4) kinerja pemupukan.

Pengukuran kapasitas lapangan yang terdiri kapasiatas lapangan teoritis (KLT), kapasitas

lapangan efektif (KLE), dan efisiensi lapangan. Pengukuran KLT dilakukan dengan cara mengukur

waktu pada jarak tempuh 20 m. Pengukuran KLE dilakuan dengan cara mengukur waktu yang

diperlukan pada luas lahan 45 m2. Efisiensi lapangan dihitung dengan membandingkan KLE dengan

KLT.

Pengukuran kinerja penanaman meliputi: 1) jumlah benih per lubang, 2) jarak antar benih dalam barisan tanam, dan 3) kedalaman penempatan benih. Pengukuran dilakukan terhadap lima sampel setiap barisan tanam pada tiga barisan tanaman dengan cara menggali alur tanaman yang terisi benih.

(28)

IV.

ANALISA PERANCANGAN

Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller). Dalam perancangan bagian-bagian mesin perlu diperhatikan ruang yang tersedia agar tidak mengganggu pengoperasian traktor atau mesin tersebut.

Mesin ini direncanakan menggunakan jarak tanam jagung 75 × 20 cm dengan penanaman benih sebanyak 1-2 benih per lubang pada kedalaman 2.5-5 cm. Pupuk urea, TSP, dan KCl dengan dosis 150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha KCl ditempatkan pada alur sedalam 7-10 cm dengan jarak 10 cm dari alur taman.

4.1.

Dasar Modifikasi

Dasar-dasar dan konsep yang digunakan dalam modifikasi prototipe-1 dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Dasar dan konsep modifikasi

Kelemahan prototipe-1 Komponen Yang Harus

Diperbaiki Konsep Modifikasi

1. Posisi poros metering device terlalu tinggi

Rangka utama Rangka utama dimodifikasi sehingga posisi bearing poros

metering device turun 5 cm 2. Dosis pupuk tidak dapat

diatur

Metering device pupuk Pembuatan metering device yang dilengkapi dengan pengatur dosis 3. Aplikasi pupuk hanya

dalam satu alur untuk ketiga jenis pupuk

Hopper, metering device, saluran, pembuka alur pupuk

Tiap-tiap komponen unit pemupuk dibuat dua buah, yaitu untuk pupuk urea dan untuk campuran pupuk TSP dan KCl 4. Roda penggerak tidak

mampu memutar

metering device dengan baik

Roda penggerak Memperbesar luas permukaan dan jumlah sirip, menambahkan pegas penekan roda penggerak

4.2.

Rancangan Struktural Modifikasi

(29)

4.2.1.

Rangka Utama

Rangka utama terbuat dari besi plat setebal 6 mm. Modifikasi rangka dilakukan untuk mengubah posisi poros metering device. Posisi metering device akan diturunkan 5 cm agar hopper

benih dan pupuk tidak mengganggu penggunaan tuas-tuas pada traktor. Bentuk rangka disesesuikan dengan posisi unit penanam yang berada di bagian tengah. Perubahan posisi lubang poros juga mempertimbangkan posisi alat pembuat guludan yang nantinya juga akan dipasang bersamaan. Rancangan modifikasi rangka utama dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Bentuk rangka dan posisi metering device sebelum (a) dan setelah modifikasi (b)

4.2.2.

Penjatah Benih

Prototipe mesin sebelumnya menggunakan penjatah tipe lempeng bercelah yang dipasang pada posisi miring. Penjatah ini memiliki kinerja yang cukup baik pada rancangan mesin sebelumnya. Masalah pada saat pengujian adalah benih tersangkut pada celah sehingga benih tidak dapat jatuh. Ukuran celah bagian bawah metering device dapat diperbesar agar benih yang masuk dapat jatuh dengan lancar. Jadi penjatah benih seperti pada Gambar 14 tetap dipakai pada perancangan mesin ini. Sistem transmisi digunakan untuk meneruskan daya putar dari roda penggerak menuju poros

(30)
[image:30.595.164.474.86.231.2]

Gambar 14. Penjatah benih

Gambar 15. Rancangan sistem transmisi yang digunakan

(1)

Keterangan:

Jtanam = jarak tanam benih (cm)

G1 = jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak (buah) G2 = jumlah gigi sproket pada poros metering device (buah)

b1 = jumlah gigi bevel gear pada poros utama metering device (buah) b2 = jumlah gigi bevel gear pada poros metering device benih (buah) jc = jumlah celah metering device benih (buah).

 = asumsi kemacetan roda penggerak.

(31)

Tabel 4. Data hasil perhitungan jarak tanam benih jagung

No Droda Macet Roda G1 G2 b1 b2 Cb Jtanam (cm) (%) (buah) (buah) (buah) (buah) (buah) (cm)

1 30 5 14 16 14 14 6 18.85 2 30 5 14 18 14 14 6 21.21 3 30 5 16 18 14 14 6 18.56 4 30 5 16 20 14 14 6 20.62 5 30 5 18 20 14 14 6 18.33

Untuk menghasilkan jarak tanam benih 20 cm, maka dipilih kombinasi sproket nomor 2, yaitu

G1 = 14, G2= 18, b1 = 14, dan b1 = 14.

4.2.3.

Penjatah dan Pengatur Dosis Pupuk

Pada prototipe-1, penjatah pupuk berbentuk rotor yang memiliki enam celah seperti terlihat pada Gambar 16. Sistem penjatahan pupuk ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu dosis pupuk tidak bisa diatur secara langsung. Bentuk metering device seperti ini juga sulit untuk membuat pengaturnya. Untuk memudahkan pembuatan metering device dan pengaturnya, maka bentuk

metering device pupuk dimodifikasi seperti Gambar 17.

Gambar 16. Metering device pupuk prototipe-1

(32)

Gambar 17. Sketsa rancangan metering device pupuk prototipe-2

(2)

(3)

Keterangan:

Pp = dosis pupuk per meter alur tanaman (g/m)

P1put = dosis pupuk per satu putaran metering device (g/putaran) Dp = dosis pupuk per hektar (kg/ha)

a = jarak antar baris tanaman (m)

G1 = jumlah gigi sproket pada poros metering device (buah) G2 = jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak (buah)

[image:32.595.199.439.82.359.2]

Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Hasil perhitungan dosis pupuk per putaran

Pupuk Dp (kg/ha)

A

(m)

Pp

(g/m)

P1put

(33)

Penjatah pupuk merupakan poros stainless steel dengan diameter 22 mm dan panjang sirip 6 mm sebanyak 4 buah. Volume pupuk yang harus ditampung oleh metering device dihitung menggunakan persamaan (4) (Syafri, 2010). Panjang metering device ditentukan oleh dosis dan jenis pupuk menggunakan persamaan (5).

(4)

( ) (5)

Keterangan:

V1put = volume pupuk per satu putaran metering device (cm3)

p = massa jenis pupuk (g/cm3) L = panjang metering device (mm)

r1 = jari-jari pupuk yang mengisi metering device (mm) r2 = jari-jari poros metering device (mm)

l = tebal sirip metering device (mm)

t = tinggi sirip metering device (mm)

n = jumlah sirip metering device (mm)

Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil perhitungan panjang metering device

Pupuk P1put (g/putaran)

V1put

(cm3)

L

(mm) Urea 14.31 20.02 41.73 TSP + KCl (2:1) 28.63 26.61 55.45

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6, panjang bukaan metering device yang dibuatadalah 60 mm.

(34)

Selubung rotor metering device dirancang berdasarkan bentuk metering device pupuk dan dibusat dari bahan polietilen agar mudah dalam pembuatnnya (Gambar 18). Pengatur dosis ini akan mengatur panjang metering device yang terisi pupuk dengan cara menggesernya.

4.2.4.

Kotak (

hopper

) Benih dan Pupuk

Selain posisinya (Gambar 19) yang dipindahkan di tengah dan posisi lubang pengeluaran berada di depan, tidak ada modifikasi pada bagian hopper pupuk. Bagian ini terdiri dari penutup

hopper, dinding hopper benih, dan katup ruang penjatah. Kebutuhan volume hopper benih dan pupuk dihitung menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7) (Syafri, 2010).

Gambar 19. Posisi hopper benih sebelum (a) dan sesudah (b) modifikasi

(6)

Keterangan:

Vhb = volume hopper benih (cm3)

A = luas penanaman sekali mengisi hopper benih (1000 m2)

J = jumlah benih jagung setiap lubang tanam (1 biji)

b = massa per butir benih jagung rata-rata (0.3 g)

µ = jumlah unit mesin penanam dalam satu lintasan operasi (1 unit)

b = kerapatan isi benih (0.676 g/cm3) p = jarak antar barisan tanam (75 cm)

l = jarak antar lubang tanam dalam barisan (20 cm)

= 2958 cm3

Jadi kebutuhan volume hopper benih adalah 2958 cm3

(35)

Keterangan:

Vhp = volume hopper pupuk (cm3)

A = luas lahan pemupukan sekali mengisi hopper pupuk (1000 m2)

D = dosis pemupukan (kg/ha)

µ = jumlah unit mesin pemupuk dalam satu lintasan operasi (1 unit)

p = kerapatan isi pupuk (g/cm3)

[image:35.595.244.392.535.682.2]

Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk

Pupuk Dosis (kg/ha)

p

(g/cm3)

Vhp

(cm3) Urea 150 0.715 20979.02 TSP + KCl (2:1) 300 1.076 27881.04

Jadi kebutuhan volume hopper pupuk urea 20979.02 cm3, sedangkan campuran pupuk TSP dan KCl adalah 27881.04 cm3.

Fungsi hopper pupuk pada prototipe sebelumnya adalah untuk menampung tiga jenis pupuk sekaligus. Bagian dalam hopper (Gambar 20) terdapat sekat untuk memisahkan dua jenis pupuk. Pembuatan sekat tersebut dimaksudkan untuk memisahkan pupuk urea dengan TSP dicampur dengan KCL. Pada saat beroperasi pencampuran pupuk tidak dapat dihindari karena pupuk tercampur saat berada pada metering device. Sekat hanya memisahkan kedua pupuk tersebut pada hopper pupuk. Selain itu getaran yang terjadi saat beroperasi mengakibatkan kebocoran pada sekat tersebut.

Modifikasi yang dilakukan pada bagian ini adalah membuat dua hopper untuk pupuk urea dan untuk campuran pupuk TSP dan KCl. Selain untuk menghindari pengumpalan pupuk, pembuatan dua

hopper ini akan menambah volume pupuk yang bisa ditampung. Pupuk KCl memiliki sudut curah yang paling besar, yaitu 41.82 (Syafri, 2010). Sehingga sudut kemiringan hopper yang direncanakan adalah 45. Rancangan dan posisi hopper pupuk diperlihatkan pada Gambar 21.

(36)
[image:36.595.247.390.448.607.2]

Gambar 21. Rancangan hopper pupuk prototipe-2

4.2.5.

Roda Penggerak

Agar poros metering device dapat berputar dengan baik, roda penggerak harus mampu memberikan torsi yang diperlukan. Untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk memutar poros tersebut diukur kebutuhan torsi untuk memutar poros metering device setelah unit penanam dan pemupuk selesai dibuat. Kebutuhan torsi yang diperlukan untuk memutar metering device dapat diukur seperti yang diilustrasikan pada Gambar 22. Pada saat pengukuran, hopper pupuk dan benih dalam keadaan terisi. Dari hasil pengukuran, kebutuhan gaya paling besar adalah 4.15 kg dengan panjang lengan pengukuran 50 mm.

Gambar 22. Pengukuran kebutuhan gaya pada metering device

Setelah nilai W diketahui, dengan faktor koreksi (fc) sebesar 1.5 kemudian dihitung besar torsi

yang dibutuhkan pada poros metering device (T1) dan roda penggerak (T2) menggunakan persamaan

(8) dan (9) berikut ini:

(8)

(37)

(9)

Kebutuhan torsi pada roda penggerak tersebut dihasilkan dari tahanan gelinding (rolling resistance) yang besar nilainya dapat diduga berdasarkan Persamaan (10) (Gill dan Berg, 1967). Pada persamaan tersebut d adalah diameter roda penggerak (inci), b adalah lebar roda (inci), W adalah bobot roda (lb) dan K adalah proporsionalitas yang nilainya tergantung dari kondisi tanah. Tahanan gelinding (FRR) yang dihasilkan tergantung pada berat roda penggerak. Untuk menambah gaya yang

[image:37.595.123.496.307.734.2]

dihasilkan oleh berat roda penggerak maka ditambahkan gaya pegas (Fp). Besarnya tahanan gelinding yang dibutuhkan dihitung menggunakan persamaan (11). Mekanisme penggunaan pegas dapat dilihat pada Gambar 23 dan gaya-gaya yang bekerja pada roda penggerak dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 23. Mekanisme penggunaan pegas

Gambar 24. Gaya-gaya yang bekerja pada roda penggerak

[image:37.595.200.438.462.677.2]
(38)

(11)

Nilai d = 30 cm, b = 10 cm, W = 5 kg, dan K = 1.3 (Gill dan Berg, 1967). Massa roda akan ditambahkan gaya vertikal (Fy) dari gaya pegas, maka:

( )

= 3.66 lb = 1.66 kg = 16.28 N

Besar sudut  maksimal adalah 35, maka besar Fp yang dihitung menggunakan persamaan (12).

(12)

= 5.87 kg = 57.57 N

[image:38.595.248.395.565.718.2]

Gaya pegas yang dibutuhkan roda penggerak sebesar 57.57 N. Jadi pegas pada prototipe sebelumnya bisa digunakan, yaitu pegas yang memiliki koefisien pegas 0.5 kg/mm yang ditekan sejauh 12 mm. Untuk meningkatkan cengkeraman dengan permukaan tanah pada puncak guludan dengan permukaan tanah pada puncak guludan dilakukan modifikasi sirip roda seperti pada Gambar 25. Roda penggerak ditambahkan sirip radial dan luas permukaan sirip rodadiperbesar. Sirip radial pada tepi silinder roda berfungsi agar guludan tidak rusak akibat tekanan roda.

(39)

4.2.6.

Poros

Metering device

Besarnya torsi pada poros metering device adalah 311.25 kgmm. Bahan poros adalah stainless steel dengan kekuatan tarik (B) 85 kg/mm2. Dengan menggunakan safety factor (Sf) 6 dan 2 maka

tegangan geser yang diijinkan (a) dapat dihitung dengan persamaan (13) dan diameter minimal poros

dihitung menggunakn persamaan (14) (Sularso dan Suga, 1987).

a = B /( Sf1 × Sf1) (13)

= 85 / (6 × 2) = 7.08 kg/mm2

Kt = 1 Cb = 1.5

(14)

= 6.95 mm

Jadi diameter poros yang dipilih adalah 12 mm.

4.2.7.

Poros Roda Penggerak

Poros roda penggerak mengalami pembebebanan yang berasal dari pegas. Dengan digunakannya pegas dengan nilai koefisien pegas (k) 0.5 kg/mm dan besar lendutan maksimum 54 (x) mm, gaya maksimum yang diberikan pegas (Fp) dihitung menggunakan persamaan (15).

 (15)

= 0.5 × 54

= 27 kg = 264.78 N

Jadi gaya maksimum yang diberikan pegas adalah 27 kg. Seperti yang terlihat pada Gambar 26, beban yang direncanakan terbagi dua di ujung-ujungnya masing-masing 13.5 kg. Momen pada titik A dan B sama besar dan arahnya berlawanan. Jadi besar momen (M) pada titik A dan B adalah 243 kg∙mm.

(40)

Bahan poros mempunyai kekuatan tarik maksimum 48 kg/mm2, beban dianggap statis, dan faktor keamanan 6, maka menurut Sularso dan Suga (1987) diameter minimum poros dapat dihitung dengan persamaan (16).

(16)

[ ]

Poros yang digunakan adalah poros berulir dengan diameter dalam 9 mm disesuikan dengan diameter lubang bearing.

4.2.8.

Saluran Penempatan dan Pembuka Alur Benih dan Pupuk

Dari hopper, benih menuju tanah melalui selang yang terbuat dari plastik. Selang tersebut cukup lentur, sehingga mudah dibengkokkan mengikuti posisi pembuka alur. Bersama dengan pembuka alur, ujung saluran diletakkan 10 cm di depan alat pembuat guludan (Gambar 27).

Pembuka alur terbuat dari plat stainless steel setebal 1 mm dan tangkai pembuka alur terbuat dari poros berulir. Kedalaman pembuka alur adalah 5 cm dengan lebar 4.7 cm. Poros tersebut disatukan dengan bagian rangka menggunakan mur, sehingga kedalaman penanaman dapat diatur. Panjang tangkai maksimum adalah 17 cm.

Gambar 27. Desain pembuka alur benih

(41)

Gambar 28. Desain pembuka alur pupuk

Gaya yang bekerja pada alur pupuk dan benih dapat diduga menggunakan persamaan (17) (McKyes, 1985).

( ) (17)

Keterangan:

 = densitas tanah (kg/m3)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

q = tekanan vertikal pada permukaan tanah (Pa)

c = kohesi tanah (Pa)

d = kedalaman impleman (m)

w = lebar implemen (m)

N, Nc, Nq adalah faktor gesekan tanah, geometri tanah ,dan gesekan tanah dengan alat, q = 0

jika tidak ada tekanan yang bekerja pada permukaan tanah. Nilai N dan Nc didapatkan dari grafik

pada Lampiran 8. Parameter pengukuran kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Parameter pengukuran tanah

d

(cm)

W

(cm) d/W NNc

c

(Pa)a

(kg/m3)a G

(m/s2)

()a

()a

()

5 4.7 1.06 3.1 10.5 3231.8 991 9.81 17.9 11.1 90

a

(42)
[image:42.595.172.462.81.298.2]

Gambar 29. Mekanisme pembuka alur

Gaya untuk pembuka alur benih dan pupuk:

P

Gambar 30. Gaya yang bekerja pada rangkai pembuka alur benih

Gaya yang bekerja pada tangkai pembuka alur benih dapat dilihat pada Gambar 30.Tangkai pembuka alur dirancang agar mampu menerima beban lentur dari tahanan tanah. Diameter minimum tangkai pembuka alur benih dapat ditentukan menggunakan persamaan (18).

(18)

[image:42.595.265.364.426.592.2]
(43)

Tangkai pembuka alur benih menggunakan besi poros dengan kekuatan tarik maksimum sebesar 470.88 Mpa. Dengan memimilih faktor keamanan 2, maka besar diameter minimum tangkai pembuka alur benih (d):

= 8×10-3 m = 8 mm

[image:43.595.238.399.266.422.2]

Jadi tangkai pembuka alur benih yang digunakan adalah poros berulir dengan diameter dalam 9 mm dan diameter luar 12 mm

Gambar 31. Gaya yang bekerja pada saluran pupuk.

Kekuatan tarik besi pipa yang digunakan untuk tangkai pembuka alur dapat dihitung menggunakan persamaan (19).

(19)

Gaya yang bekerja pada tangkai pembuka alur pupuk dapat dilihat pada Gambar 31. Tangkai pembuka alur pupuk menggunakan besi pipa dengan kekuatan tarik maksimum sebesar 100 Mpa. Jika dipakai besi pipa dengan diameter luar (d2) 26 mm dan dipilih faktor keamanan 2, maka besar

diameter dalam (d1) maksimum tangkai pembuka alur benih adalah:

√[ ]

√[

]

m =

25

mm

(44)

4.2.9.

Rantai

Sproket dan rantai yang digunakan adalah yang umum dipakai untuk sepeda, yaitu menggunakan rantai nomor 40. Rantai ini memiliki jarak bagi (p) 12.7 mm, batas kekuatan tarik rata-rata () 1950 kg, dan beban maksimum yang diijinkan (Fu) sebesar 300 kg. Jarak sumbu seproket (C)

390 mm dan sproket yang digunakan adalah sproket dengan jumlah gigi 14 dan 18. Dengan asumsi kecepatan maju sebesar 6 m/s, maka poros roda penggerak (n2) akan berputar 190.96 rpm dan poros

metering device metering device (n1) akan berputar 148.54 rpm. Daya (Pd) pada poros metering device dapat dihitung menggunakanpersamaan (20) (Sularso dan Suga, 1987).

(20)

Rantai dapat digunakan jika memenuhi syarat daerah kecepatan rantai (v) kurang dari 10 m/s, beban (F) kurang dari beban maksimum yang diijinkan, dan faktor keamanan (Sf) lebih dari 6.

Berdasarkan Sularso dan Suga (1987) nilai tersebut dihitung menggunakan persamaan (21), persamaan (22) dan persamaan (23).

(45)

Dengan nilai v = 0.47 m/s, F = 8.55 kg, dan Sf = 227.94 maka rantai nomor 40 dengan satu

rangkaian dapat digunakan. Untuk menghitung panjang rantai (Lp) yang digunakan, dapat menggunakan persamaan (24) (Sularso dan Suga, 1987).

[ ]

(24)

[ ]

= 77.43

(46)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

Pembuatan Prototipe

5.1.1.

Modifikasi Rangka Utama

Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka utama dipotong sehingga tampak seperti pada Gambar 31. Kemudian dibuat sambungan yang terbuat dari bahan yang sama yaitu plat besi dengan tebal 6 mm. Bentuknya disesuaikan dengan potongan rangka dan posisi poros metering device

(Gambar 32). Plat tersebut ditempelkan pada kedua sisi potongan rangka utama dengan cara pengelasan (Gambar 33). Rangka utama dipasang di atas tutup rotary pada bagian ujungnya dipasang pada titik gandeng traktor menggunakan baut dan mur.

[image:46.595.250.387.528.708.2]

Gambar 32. Rangka utama setelah pemotongan

(47)

Gambar 34. Rangka setelah disambung

5.1.2.

Penjatah Pupuk

Penjatah pupuk dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat dan mudah dalam pembuatannya. Penjatah ini dibuat dari bahan poros stainless steel dengan diameter 22 mm dan plat stainless steel

dengan tebal 2 mm (Gambar 34). Poros sepanjang 70 mm dilubangi agar poros penggerak dengan diameter 12 mm dapat masuk. Untuk bagian lubang pengunci metering device, 10 mm dari bagian poros dibubut sehingga diameternya menjadi 18 mm. Kemudian bagian tersebut dibuat lubang dan ulir untuk baut M5 (diameter 5 mm). Dudukan sirip dibuat sepanjang metering device sedalam 2 mm. Plat dengan tinggi 8 mm di pasang pada celah-celah tersebut kemudian di las pada ujung-ujungnya seperti pada Gambar 35.

(a) (b)

Gambar 35. Poros (a) dan plat (b) stainless steel

Selubung rotor metering device pupuk (tipe geser) dibuat dari silinder polietilen berdiameter 35 mm yang dibentuk sesuai dengan bentuk metering device. Poros polietilen diberi lubang sesuai dengan ukuran diameter poros rotor metering device pupuk, kemudiaan dibuat celah agar sirip

(48)

Gambar 36. Metering device pupuk

Gambar 37. Selubung rotor metering device pupuk

5.1.3.

Hopper

Pupuk

Sebelum dilakukan pemotongan plat, dibuat dahulu polanya untuk mengetahui pola yang paling mudah dan efisien pada saat perangkaian hopper. Pola tersebut kemudian dipakai sebagai acuan. Pembuatan model bertujuan untuk mendapatkan gambaran sebenarnya dari desain yang telah dibuat. Model dibuat dari kertas karton dengan perbandingan dimensi 1:1.

Hopper pupuk dibuat dari bahan plat stainless steel agar tidak mudah berkarat. Tebal plat yang digunakan adalah 1 mm dengan sudut kemiringan dinding hopper 45. Proses pengerjaan plat dilakukan dengan cara dipotong, ditekuk dan dilas. Pemotongan plat dilakukan berdasarkan pola dan model yang telah dibuat menggunakan alat pemotong plat dan gerinda potong. Beberapa potongan-potongan plat dapat dilihat pada Gambar 37.

Setelah potongan-potongan plat disatukan menggunakan las listrik, dilakukan penghalusan dan pendempulan. Penghalusan dilakukan untuk merapikan bagian yang disambung menggunakan las listrik menjadi lebih rapi. Sedangkan pendempulan dilakukan untuk menutup lubang-lubang kecil pada sambungan-sambungan plat tersebut. Bentuk hopper pupuk dapat dilihat pada Gambar 38.

Pada bagian bawah, tempat masuknya metering device dan pengatur dosis ditambahkan karet (seal). Seperti tampak pada Gambar 39, hal ini untuk mencegah pupuk keluar dari celah antara

(49)

[image:49.595.234.404.288.513.2]

Gambar 38. Potongan-potongan plat

Gambar 39. Hopper pupuk

(50)

5.1.4.

Modifikasi Roda Penggerak

[image:50.595.172.465.215.433.2]

Silinder roda penggerak pada prototipe-2 dibuat dari plat baja dengan ketebalan 3 mm dengan diameter 300 mm dan lebar 100 mm. Agar roda dapat berputar pada poros roda dengan gesekan kecil ditambahkan bearing yang terbuat dari modifikasi nap sepeda. Pada ujung nap dipasang sproket dengan jumlah gigi 14 buah. Ditambahkan plat besi pada tepi roda (sirip radial) seperti tampak pada Gambar 40 dan 12 sirip pada roda diganti dengan plat yang lebih lebar sebanyak 16 buah. Sirip berbentuk trapesium menyesuaikan tambahan plat pada tepi roda penggerak.

Gambar 41. Roda penggerak hasil modifikasi

5.1.5.

Saluran Penempatan dan Pembuka Alur Benih

[image:50.595.233.405.510.741.2]
(51)

Bagian-bagian penanam yang lain perlu disesuaikan karena posisi hopper benih berada di tengah. Bagian-bagian tersebut adalah saluran penempatan dan pembuka alur benih. Saluran dan penempatan benih masih terbuat dari bahan yang sama dengan prototipe-1. Saluran benih menggunakan selang plastik diameter 19 mm dan pembuka alur menggunakan plat baja setebal 1 mm (Gambar 41). Posisi pembuka alur terletak 10 cm di depan alat pembuat guludan.

Kedalaman pembuka alur dapat diatur karena besi penahan pembuka alur terbuat dari poros berulir. Cara pengaturannya adalah dengan memutar mur pengencang yang ada pada ujung poros.

5.1.6.

Saluran Penempatan dan Pembuka Alur Pupuk

Dari hopper, pupuk disalurkan menggunakan pipa baja menuju pembuka alur. Pembuka alur pupuk menggunakan plat stainless steel dengan tebal 1 mm. Pipa baja digunakan sebagai saluran pupuk sekaligus sebagai tangkai pembuka alur. Pipa baja yang digunakan adalah pipa dengan diameter dalam 22 mm dan tebal 2 mm. Saluran pupuk (Gambar 42) disesuaikan dengan posisi alat pembuat guludan yang terletak tepat di bawah hopper pupuk.

Gambar 43. Pembuka alur pupuk

5.1.7.

Sistem Transmisi

(a) (b)

(52)

Jenis transmisi yang digunakan adalah rantai, sproket dan bevel gear. Sesuai dengan rancangan, sistem transmisi yang digunakan adalah rantai nomor 40, seproket dengan jumlah gigi 14 buah untuk poros roda penggerak dan 18 buah untuk poros metering device. Jumlah rantai yang digunakan adalah 78 mata rantai. Untuk memutar metering device benih digunakan sepasang bevel gear dengan jumlah gigi 14 buah. Sistem transmisi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 43 dan Gambar 44.

Gambar 45. Penggunaan bevel gear untuk penjatah benih

5.2.

Hasil Modifikasi Prototipe Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung

Prototipe-2 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi merupakan penyempurnaan desain dari prototipe sebelumnya. Unit penanam, pemupuk, dan pembuat guludan, semua unit tersebut terintegrasi pada traktor roda dua dan unit pengolah tanah rotary. Modifikasi yang dilakukan adalah merubah beberapa bagian pada unit penanam dan pemupuk. Secra keseluruhan, hasil modifikasi mesin ini dapat dilihat pada Gambar 45. Hopper benih terletak di bagian tengah rangka utama dan hopper pupuk terletak di samping kiri dan kanan hopper benih Bentuk dan posisi hopper

(53)

(a) (b)

Gambar 46. Perbandingan prototipe-1 (a) dan prototipe-2 (b)

[image:53.595.120.522.277.426.2]

Gambar 47. Hopper pupuk dan hopper benih prototipe-1

(54)

[image:54.595.160.484.85.267.2]

(a) (b)

Gambar 49.Perbandingan saluran benih dan pembuka alur benih prototipe-1 (a) dan prototipe-2 (b)

[image:54.595.174.464.306.461.2]

(a) (b)

Gambar 50. Perbandingan saluran dan pembuka alur pupuk prototipe-1 (a) dan prototipe-2 (b)

(a) (b)

[image:54.595.160.479.494.676.2]
(55)

5.3.

Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk

5.3.1.

Kemacetan Roda Penggerak

Besar kemacetan roda penggerak rata-rata adalah 31% dalam kondisi hopper terisi dan 15% dalam keadaan kosong. Besarnya kemacetan roda penggerak tersebut disebabkan oleh gesekan pupuk dengan metering device dan kurangnya torsi yang dihasilkan roda penggerak. Dari hasil pengamatan, pupuk TSP yang menyebabkan kemacetan pada rotor metering device karena ukuran butiran pupuk yang besar dan keras. Kemacetan pada metering device ini diilustrasikan pada Gambar 52. Untuk mengatasinya, pupuk TSP dihaluskan sebelum diaplikasikan, memasangkan karet pada dinding

[image:55.595.214.426.274.445.2]

hopper supaya butiran pupuk tidak tersangkut, atau menggunakan tipe penjatahan lain yang memiliki tingkat gesekan dengan butiran pupuk dan dinding hopper lebih kecil.

Gambar 52. Kemacetan metering device pupuk

Guludan yang terbentuk adalah tanah gembur hasil dari rotary tiller yang memiliki tahanan geser yang rendah sehingga cengkeraman dengan permukaan roda penggerak kurang. Untuk mengatasinya, roda penggerak dapat ditempatkan di permukaan tanah dasar (lembah) guludan seperti pada Gambar 53. Pada bagian ini, besar tahanan geser lebih besar dan tanah lebih padat sehingga torsi yang yang dihasilkan lebih besar.

[image:55.595.209.431.584.699.2]
(56)

5.3.2.

Kinerja Penanaman

Jarak tanam benih diukur dari tempat jatuhnya benih-benih jagung setelah penanaman. Jarak tanam benih yang dihasilkan masih bervariasi yaitu 22 cm sampai 32 cm dengankoefisien keseragaman 10.35%. Jarak tanam yang bervariasi tersebut karena slip roda penggerak yang cukup besar. Kedalaman penanaman benih berkisar antara 1 sampai 3 cm, sedangkan kedalaman benih yang diharapkan adalah 5 cm. Hasil penanaman ini dilakukan pada panjang tangkai pembuka alur maksimum. Agar tercapai kedalamn yang diharapkan, tangkai pembuka alur dapat diganti dengan ukuran yang lebih panjang.

Pengujian prototipe di lapangan menghasilkan jumlah benih tiap lubang berkisar antara 1 sampai 2 benih dengan rata-rata 1.53 butir benih. Banyaknya benih tiap lubang tanam dipengaruhi oleh ukuran benih dan tingkat keseragaman benih. Celah metering device akan terisi oleh satu benih yang berukuran besar. Sedangkan benih yang berukuran kecil dapat mengisi celah metering device

[image:56.595.205.432.314.484.2]

lebih dari satu butir benih. Hasil lahan setelah pengujian kinerja mesin dapat dilihat pada Gambar 54.

Gambar 54. Hasil penanaman dan pemupukan

5.3.3.

Kinerja Pemupukan

(57)
[image:57.595.194.445.83.310.2]

[image:57.595.197.439.341.507.2]

Gambar 55. Pengujian dosis di lahan

Gambar 56. Penempatan pupuk di lapangan

Gambar 57. Dosis pengeluaran pupuk urea

0 5 10 15 20

30 42 45 60

Do

sis

(g/

m

)

Bukaan Metering Device (cm)

[image:57.595.132.494.537.655.2]
(58)

Perbandingan jumlah pupuk urea yang dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 57. Hasil dari pengujian stasioner pupuk urea sudah mendekati perhitungan teoritis. Tetapi hasil dari pengujian lapangan menunjukkan jumlah yang lebih rendah. Pada pengujian unit pemupuk di lapangan terjadi kemacetan roda penggerak, sehingga metering device tidak berputar seperti seharusnya. Sifat pupuk yang higroskopis membuat pupuk cepat menggumpal serta melekat pada dinding hopper dan metering device. Dosis pupuk urea yang direncanakan adalah 150 kg/ha atau 8.09 g/m alur dengan bukaan

metering device 42 mm. Dilihat dari data pengujian pada Lampiran 4, panjang alur terbuka rotor

metering device yang paling mendekati kebutuhan pemupukan urea adalah 60 mm, yaitu dengan dosis 168.70 kg/ha atau 12.65 g/m alur.

[image:58.595.138.494.337.450.2]

Walaupun terjadi kemacetan roda penggerak, dosis pupuk pada pengujian stasioner, pengujian lapangan dan perhitungan teoritis campuran pupuk TSP dan KCl tidak jauh berbeda (Gambar 58). Misalnya pada bukaan metering device 45 mm, dosis pupuk pada pengujian stasioner 19.91 g/m, pengujian lapangan 21.58 g/m, dan perhitungan teoritis 18.26 g/

Gambar

Gambar  14.  Penjatah benih
Tabel 5.  Hasil perhitungan dosis pupuk per putaran
Tabel 7.  Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk
Gambar  21.  Rancangan hopper pupuk prototipe-2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya tidak ada masalah dalam keluarga, namun ketika transjender menunjukkan sikap dan perilaku yang merupakan deviasi dari normalitas, maka mereka mulai tidak disenangi.

Pantai Mutun yang setiap tahun nya selalu ramai pengunjung dari berbagai daerah provinsi lampung dan dari luar kota lampung,pantai mutun yang sudah berdiri cukup lama

Data hasil pengamatan dan sidik ragam diperoleh bahwa waktu aplikasi dan konsentrasi paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bunga matahari dan

- Bab III, yaitu penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa mengenai jual beli hak milik atas tanah di Yogyakarta dengan pembelinya adalah WNI keturunan

Dalam menjalankan perannya di Sudan Selatan WFP bersifat sebagai organisasi Internasional yang memiliki peran sebagai motivator dalam memberikan motivasi kepada

bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan Pemerintah Pusat untuk optimalisasi pelaksanaan penerapan protokol kesehatan penanganan Coronavirus Disease

Sebelum menghasilkan teks-teks tersebut, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui

Dibandingkan dengan perlakuan donor PGC- sirkulasi segar, donor PGC-sirkulasi beku mendapatkan hasil yang kurang memuaskan karena Sampai dengan pengamatan