• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN DAN FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN

PELEPASLIARAN JALAK PUTIH DI KAWASAN

HUTAN PONGKOR, BOGOR

FITRI APRIL HOSIANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

(4)

ABSTRAK

FITRI APRIL HOSIANA. Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor. Dibimbing oleh JARWADI B HERNOWO dan BURHANUDDIN MASYUD.

Jalak putih (Sturnus melanopterus Daudin, 1800) dikategorikan sebagai satwa yang sangat terancam punah (IUCN 2012). Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Agustus 2013 untuk menentukan manajemen dan faktor penentu keberhasilan pelepasliaran jalak putih. Metodenya adalah wawancara, dokumen studbook dan obeservasi lapang. Manajemen pelepasliaran terdiri atas pemeliharaan di penangkaran, habituasi dan adaptasi pelaksanaan pelepasliaran dan pemantauan jalak putih pascapelepasliaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penentu keberhasilan pelepasliaran jalak putih adalah pengelolaan dan perawatan kandang, ketersediaan pakan dan air, rutinitas pemeriksaan kesehatan, kegiatan pemasangan dan pengeraman telur, kesiapan jalak putih untuk dilepasliarkan, keamanan dan kenyamanan jalak putih selama pengangkutan, ketersediaan pakan dan air, lama proses habituasi, ketersediaan habitat, aspek sosial masyarakat, metode pelepasliaran, komponen utama pertama (tutupan lahan, jenis pakan dan gangguan) dan komponen utama kedua (sumber air).

Kata kunci : faktor penentu, jalak putih, manajemen, pelepasliaran.

ABSTRACT

FITRI APRIL HOSIANA. Management and Determinant Factors of Black-winged Starling Successful Release at Forest Area at Pongkor, Bogor. Supervised by JARWADI B HERNOWO and BURHANUDDIN MASYUD.

Black-winged starling (Sturnus melanopterus Daudin, 1800 ) was classified as critically endangered species (IUCN 2012). This research was conducted in April-August 2013 to determine management and deteminant factors in relation to successful release of black-winged starling. The methods are used by interview method, studbook document and field observation. Release management consisted of maintenance in captivity, habituation and adaptation, implementation of bird release and post release monitoring. The results of research showed that the determinant factors of black-winged starling successful release consisted of management and maintenance of cages, food and water availability, health check routine, pairing activities and eggs incubation, the successfully of black-winged starling release process, save and comfort during transportation, food and water availability, habituation time process, habitat availability, social aspect, release method, the first principal component has significant to the release (land cover, food kinds and disturbance) and the second (water source).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

MANAJEMEN DAN FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN

PELEPASLIARAN JALAK PUTIH DI KAWASAN

HUTAN PONGKOR, BOGOR

FITRI APRIL HOSIANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor

Nama : Fitri April Hosiana

NIM : E34090110

Disetujui oleh

Dr Ir Jarwadi B Hernowo, MScF Pembimbing I

Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan kasihNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-Agustus 2013 ini adalah Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, terutama kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Tonny Hutajulu dan Ibu Dosma Simangunsong) dan adik tercinta (Sandy Yudha Hutajulu) yang telah memberikan doa dan dukungan dan kasih sayang, Bapak Dr Ir Jarwadi B Hernowo, MScF dan Bapak Dr Ir Burhanuddin

Masy’ud, MS selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan

arahan, saran serta kritik selama penelitian dan penulisan skripsi, Rocky Evander L Tobing yang sabar memberikan dukungan dan membantu selama penelitian dan penulisan skripsi, teman-teman terbaik (Haditya Pradana, Adytia Pamungkas dan Garry Ginandjar) yang telah membantu dalam pengumpulan data selama penelitian, tim Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) dan tim PT Rimbawan Bangun Lestari (RBL), yang telah membantu dalam pengumpulan data selama penelitian dan rekan-rekan Anggrek Hitam dan segenap keluarga besar Civitas Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta Fakultas Kehutanan atas segala bantuannya.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8

Manajemen Pelepasliaran Jalak Putih 8

Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih 25

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 29

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data pemeliharan di penangkaran 3

2 Jenis data habituasi dan adaptasi di kandang habituasi 4

3 Jenis data pelepasliaran 5

4 Jenis data pemantauan pascapelepasliaran 5

5 Kategori keberhasilan riwayat hidup 7

6 Ukuran, jumlah dan perlengkapan kandang jalak putih di penangkaran

PPSC 9

7 Manajemen pakan jalak putih di penangkaran 11

8 Kriteria pemilihan jalak putih yang siap dilepasliarkan 12

9 Pemberian pakan di kandang habituasi 14

10 Jumlah jalak putih berdasarkan riwayat hidup 18

11 Daftar jenis tumbuhan bawah 19

12 Daftar jenis tumbuhan di tempat istirahat jalak putih 20

13 Aktivitas jalak putih di alam 21

14 Kategorti aktivitas jalak putih 22

15 Serangga yang disukai jalak putih di alam 22

16 Analisis faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak putih di

PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor 26

17 Komponen utama faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak

putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor 26

DAFTAR GAMBAR

1 Desain titik pengamatan jalak putih 6

2 Petak contoh analisis vegetasi 6

3 Skema manajemen pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE

Pongkor oleh PPSC 9

4 Kandang breeding (a), kandang anakan (b), kandang pasangan (c) dan

kandang prapelepasliaran (d) di PPSC 10

5 Kandang habituasi (a) dengan paranet (b) 13

6 Nest box jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor 15 7 Jumlah jalak putih yang ditemukan per pengamatan 17

8 Persentase tingkat keberhasilan umum 17

9 Rerumputan tempat jalak putih mencari makan 18

10 Genangan air pada cekungan tanah (a), bak air (b) dan genangan air dari pipa yang bocor (c) di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor 19 11 Pohon puspa sebagai tempat tidur jalak putih 19 12 Jalak putih sedang memakan ngengat (a) dan pucuk bunga kaliandra (b)

di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor 23

13 Serpihan telur jalak putih di lokasi pelepasliaran 23 14 Pelepasan jaring untuk menangkap burung (a) dan pemantauan nest box

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jalak putih (Sturnus melanopterus Daudin, 1800) merupakan burung yang dilindungi karena keberadaannya di alam liar semakin sulit ditemukan. Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), status populasi burung ini semakin memprihatinkan yaitu Endangared (terancam punah) pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan pada tahun 2010 menjadi Critically Endangered (sangat terancam punah). Pemerintah Indonesia memasukkan jalak putih ke dalam daftar burung langka yang dilindungi melalui Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan laju kepunahannya.

Kurangnya penelitian ilmiah menyebabkan informasi mengenai perkembangbiakan dan populasi jalak putih di habitat alaminya sangat sedikit dan terbatas. Survei BirdLife International pada tahun 2001 menunjukkan bahwa populasi jalak putih yang hidup di alam liar diperkirakan berkisar antara 1.000-2.499 individu. Penurunan populasi dari satwa ini terjadi karena penurunan kualitas habitat yang berupa pohon dan kawasan hutan mengalami perusakan seperti pembangunan dengan membuka lahan tertutup hijau. Masyarakat di sekitar hutan menebang pohon untuk kebutuhan kayu bakar, perkakas rumah tangga, bahkan dikomersialkan untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Hal ini menyebabkan jalak putih berpindah dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari wilayah yang sesuai dengan karakteristik habitatnya.

Aktivitas manusia lainnya yang mengganggu kestabilan populasi jalak putih adalah kegitan perburuan liar yang dilakukan dengan sewenang-wenang. Kegiatan ini terus dilakukan tanpa mempertimbangkan status populasi jalak putih yang semakin memprihatinkan. Hukum dan undang-undang yang berlaku pun menjadi terabaikan. Oleh karena itu, peningkatan pengamanan, pengawasan dan penerapan sanksi hukum terhadap perburuan liar serta kesadaran masyarakat tentang konservasi harus segera dilakukan secara maksimal agar populasi burung ini tetap terjaga sehingga kepunahan tidak terjadi.

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) merupakan salah satu lembaga konservasi yang mendukung keberadaan jalak putih melalui kegiatan penangkaran dan pelepasliaran. Pada tanggal 15 Maret 2012 sebanyak 209 individu jalak putih dilepasliarkan di desa sekitar kawasan PPSC. Pelepasliaran juga telah dilakukan di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor pada tanggal 23 April 2013 dengan jumlah jalak putih sebanyak 40 individu.

(13)

2

Kegiatan pelepasliaran merupakan upaya tepat yang dilakukan dalam menanggulangi masalah populasi jalak putih yang jumlahnya semakin kritis. Manajemen yang baik akan mendukung keberhasilan kegiatan pelepapasliaran, namun masih terdapat kendala yang dialami pada saat pelaksanaannya. Beberapa kendala masih dialami oleh pihak PPSC dalam kegiatan pengembangbiakan dan pelepasliaran jalak putih ke habitat alaminya. Hal ini mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui manajemen dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan manajemen pelepasliaran jalak putih, yaitu pemeliharan di penangkaran, habituasi dan adaptasi di kandang habituasi, pelaksanaan pelepasliaran dan pemantauan pascapelepasliaran.

2. Menentukan faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih.

Manfaat Penelitian

Data dan hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menjadi informasi dan data dasar mengenai pengelolaan jalak putih dalam kegiatan penangkaran dan pelepasliarannya.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2013 di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) dan pada bulan April - Agustus 2013 di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor.

Bahan

Objek yang dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini adalah jalak putih yang telah dilepasliarkan.

Alat

Alat yang digunakan adalah :

1. Perlengkapan analisis vegetasi : pita meter, kompas, pita ukur, hagameter, tambang dan kompas, pH meter.

2. Perlengkapan dokumentasi : kamera

(14)

3

Metode Pengumpulan Data

Jenis data pemeliharaan jalak putih di penangkaran yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi kandang, pakan dan air, kesehatan, pengembangbiakan dan pemilihan individu yang siap dilepasliarkan (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis data pemeliharan di penangkaran Komponen yang

diukur Parameter Metode Sumber

Kandang Jenis, jumlah, fungsi, bahan, ukuran (panjang,

Pakan dan air Jenis pakan, jumlah, waktu pemberian, cara

Kesehatan Jenis penyakit yang pernah, sedang dan

(15)

4

Jenis data habituasi dan adaptasi jalak putih di kandang habituasi pada lokasi pelepasliaran yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu pengangkutan ke kandang habituasi, kandang habituasi, pakan dan air, kesehatan, perlakuan dan proses adaptasi. Komponen-komponen yang diukur pada jenis data ini dijelaskan dalan Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data habituasi dan adaptasi di kandang habituasi Komponen yang

diukur Parameter Metode Sumber

Pengangkutan ke

Pakan dan air Jenis pakan, jumlah, waktu pemberian, cara Kesehatan Tingkat stres yang

timbul dan jenis

Perlakuan Jenis perlakuan yang diberikan dan lama

Proses adaptasi Lama waktu adaptasi Wawancara dan

penelusuran dokumen

Pihak PPSC dan dokumen

(16)

5 masyarakat dan pelaksanaan pelepasliaran. Komponen-komponen dari jenis data tersebut dijelaskan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data pelepasliaran Komponen yang

diukur Parameter Metode Sumber

Persiapan habitat Pakan, air, sarang, predator, kompetitor,

Persiapan sosial Informasi mengenai kegiatan pelepasliaran

Jenis data pemantauan pascapelepasliaran jalak putih yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu penemuan di alam, tingkat adaptasi dan pengamatan pada gangguan. Jenis data tersebut dijelaskan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jenis data pemantauan pascapelepasliaran Komponen yang

diukur Parameter Metode Sumber

Penemuan di alam Umur, jenis kelamin, riwayat hidup dan

(17)

6

1. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada informan kunci (key informan) yang mengetahui manajemen pelepasliaran jalak putih. Informan kunci ini meliputi pihak PPSC, PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor dan masyarakat di desa sekitar lokasi pelepasliaran.

2. Penelusuran Dokumen

Penelusuran dokumen dilakukan untuk memperoleh data mengenai manajemen penangkaran dan pelepasliaran jalak putih yang berasal dari dokumen PPSC dan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor, skripsi, tesis, jurnal, website dan pustaka lainnya.

3. Observasi Lapang

Obeservasi lapang dilakukan untuk mengetahui manajemen pemeliharaan, pelepasliaran dan pemantauan jalak putih. Data pemantauan jalak putih yang diamati meliputi habitat dan aktivitas yang dilakukan. Metode yang digunakan adalah metode Point Count dengan penempatan titik berdasarkan penemuan jalak putih (Sutherland 1996). Metode titik hitung dilakukan dengan berjalan ke suatu tempat tertentu, memberi tanda, dan selanjutnya mencatat semua burung yang ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit) sebelum bergerak ke titik selanjutnya (Gambar 1). Pengamatan burung dilakukan dengan mencatat jenis kelamin, tipe habitat berdasarkan tipe vegetasi, genangan air (water sources), sarang, serta akivitas yang sedang dilakukan. Burung yang sedang terbang dicatat arahnya dengan alat bantu kompas.

Gambar 1 Desain titik pengamatan jalak putih

Analisis vegetasi dilakukan dalam menganalisis habitat untuk menentukan karakteristik habitat jalaka putih di alam. Penentuan plot analisis habitat dilakukan berdasarkan keterangan pengelola terkait lokasi pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor berupa hutan tanaman. Petak contoh analisis vegetasi dijelaskan pada Gambar 2.

(18)

7 Keterangan : A = Petak pengukuran tumbuhan bawah (1m x 1m)

B = Petak pengukuran semai (2m x 2m) C = Petak pengukuran pancang (5m x 5m) D = Petak pengukuran tiang (10m x 10m) E = Petak pengukuran pohon (20m x 20m)

Analisis Data

Analisis Data Deskriptif Kualitatif

Data yang diperoleh dianalisis dengan penjelasan secara detail yang dilengkapi dengan bagan, tabel dan gambar untuk mempermudah pemahaman hasil analisis data. Data-data tersebut adalah :

1. Data pemeliharan jalak putih di penangkaran 2. Data habituasi dan adaptasi jalak putih 3. Data pelaksanaan pelepasliaran jalak putih 4. Data pemantauan pascapelepasliaran jalak putih

Analisis Data Kuantitatif

Karakteristik vegetasi habitat diukur dengan besaran-besaran berikut (Soerianegara dan Indrawan 2008):

INP tumbuhan bawah, semai dan pancang = KR + FR

INP tiang dan pohon = KR + FR + DR

Persentase keberhasilan umum diukur dengan besaran berikut : % Tingkat keberhasilan umum (%Kbu) =

Jalak putih yang dilepasliarkan di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor berasal dari penangkaran PPSC dan masyarakat. Persentase keberhasilan riwayat hidup diukur dengan besaran berikut :

% Tingkat keberhasilan riwayat hidup (%Kbrh) =

di mana : % Kb = Persentase keberhasilan

Nl = Jumlah individu yang sudah liar Nt = Jumlah individu total

Tabel 5 Kategori keberhasilan riwayat hidup

Kriteria Persentase keberhasilan

Baik 50

Cukup baik

Kurang baik

(19)

8

melihat pengaruh antara riwayat hidup dengan keberhasilan pelepasliaran jalak putih. Persamaan yang digunakan adalah :

χ 2

; Ei =

di mana : χ 2 = Nilai frekuensi harapan

Oi = Frekuensi hasil pengamatan faktor penentu

Ei = Frekuensi harapan faktor penentu

dengan kriteria uji :

1. Jika χ2hitung > χ2tabel, maka terima H1 (faktor penentu memepengaruhi

keberhasilan pelepasliaran).

2. Jika χ2hitung < χ2tabel, maka terima H0 (faktor penentu tidak memepengaruhi

keberhasilan pelepasliaran).

Analisis faktor penentu dilakukan untuk mengetahui faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh PPSC di kawasan hutan PT AANTAM Tbk UBPE Pongkor. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Principle Component Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama (AKU) yang menggunakan software Minitab 16. Model yang dibangun terdiri dari varibel terikat (Y) dan variabel bebas (X). Varibel terikat yang diukur adalah keberhasilan pelepasliaran jalak putih melalui jumlah jalak putih yang bertahan hidup setelah dilepasliarkan di lokasi pelepasliaran, sedangkan varibel bebas yang diukur terdiri dari tutupan lahan (X1), jenis pakan

(X2), sumber air (X3) dan gangguan (X4).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor adalah sebuah perusahaan pertambangan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi mineral logam di Indonesia. Lokasi ini terletak di Gunung Pongkor Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penelitian dilakukan di sekitar lokasi Persemaian P4TA dengan tipe hutan berupa hutan tanaman.

Manajemen Pelepasliaran Jalak Putih

(20)

9

Gambar 3 Skema manajemen pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor oleh PPSC

Tahap Pemeliharaan Jalak Putih di Penangkaran

Tahap pemeliharaan jalak putih di penangkaran merupakan tahap awal dalam proses pelepasliaran yang dilakukan pada manajemen pelepasliaran. Aspek pemeliharaan yang dikelola oleh PPSC meliputi kandang, pakan dan air, pemeriksaan kesehatan serta reproduksi dan perkembangbiakan.

1. Kandang

Kandang jalak putih di penangkaran PPPC terdiri atas 4 jenis, yaitu kandang breeding, kandang anakan, kandang pasangan dan kandang prapelepasliaran. Kandang breeding, kandang anakan dan kandang pasangan terbuat dari kayu, bambu, kawat, dan atap plastik, sedangkan kandang prapelepasliaran terbuat dari besi. Keempat kandang tersebut mempunyai ukuran, jumlah dan perlengkapan yang berbeda (Tabel 6).

Tabel 6 Ukuran, jumlah dan perlengkapan kandang jalak putih di penangkaran PPSC

Jenis kandang Ukuran Jumlah Perlengkapan Kandang breeding 2m x bak air dan kayu bertengger Kandang pasangan 5m x 10m

x 2,5m

1 Tempat pakan, tempat minum, bak air dan kayu bertengger Kandang

prapelepasliaran

17,8m x 6m x 6m

(21)

10

Pengelola meletakkan daun pinus kering di tanah untuk digunakan jalak putih sebagai sarang di dalam kotak sarang (nest box) pada kandang breeding. Blok kandang anakan memiliki klinik yang digunakan sebagai kandang karantina bagi jalak putih yang terjangkit penyakit dengan kelengkapan kandang berupa kandang besi kecil dan peralatan medis. Kandang prapelepasliaran terhubung dengan kandang yang ukurannya lebih kecil bagi jalak putih untuk berteduh, mengambil makan dan minum.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4 Kandang breeding (a), kandang anakan (b), kandang pasangan (c) dan kandang prapelepasliaran (d) di PPSC

Pengelolaan dan perawatan kandang yang dilakukan oleh PPSC untuk menjaga kondisi kandang terdiri atas dua kategori kegiatan, yaitu kegiatan rutin dan tidak rutin. Kedua kategori kegiatan tersebut dilakukan untuk menjaga kondisi kandang tetap bersih dan mencegah timbulnya berbagai jenis penyakit sehingga jalak putih tetap merasa nyaman selama di dalam kandang.

2. Pakan dan Air

(22)

11 pakan lain berupa belalang, jangkrik, ulat hongkong dan telur semut berfungsi sebagai sumber protein. Kandungan protein diperlukan bagi burung sebagai zat pembangun tubuh, dapat menggantikan jaringan tubuh yang rusak, sebagai bahan baku pembentukan enzim, hormon, dan zat-zat antibodi serta mengatur peredaran cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya ke dalam dan ke luar sel (Hermawan 2012 diacu dalamAzis 2013).

Manajemen pakan jalak putih selama di penangkaran PPSC dijelaskan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Manajemen pakan jalak putih di penangkaran Jenis Pakan Waktu

pemberian Individu Letak (dari tanah)

Frekuensi

Pakan diberikan sesuai dengan kemampuan pengelola dalam mendapatkan pakan. Apabila salah satu jenis pakan tidak cukup untuk diberikan pada jalak putih, pengelola menggantinya dengan jenis pakan lain. Buah yang diberikan merupakan buah yang sudah matang dan lunak agar pencernaan jalak putih tidak terganggu. Tabel 7 menunjukkan bahwa telur semut dan belalang diberikan khusus untuk anakan, sedangkan jangkrik dan ulat hongkong sangat baik untuk indukan breeding. Menurut Yunanti (2012) diacu dalam Azis (2013), jangkrik dan ulat hongkong membantu proses birahi agar indukan segera bertelur. Jangkrik dan ulat hongkong belum cocok untuk pencernaan anakan karena akan menimbulkan reaksi panas yang berlebihan.

Ketersediaan air di penangkaran harus diperhatikan dalam menunjang kehidupan jalak putih selama masa pemeliharaan. Setiap hari pengelola mengisi air ke dalam bak mandi sehingga air tersebut selalu ada. Air tersebut juga disediakan dan diletakkan ke dalam tempat air minum untuk diminum oleh jalak putih.

3. Pemeriksaan Kesehatan

(23)

12

4. Pengembangbiakan

Jalak putih pada usia produktif (1 tahun) segera dimasukkan ke dalam kandang pasangan dipasangkan dengan jalak putih lainnya. Perbandingan jumlah jantan dan betina adalah 2:3. Pasangan yang sudah terbentuk dipindahkan ke kandang breeding untuk melakukan breeding. Masa kawin jalak putih di penangkaran adalah sepanjang tahun dengan pertimbangan cuaca. Kotak sarang akan ditutup pada musim penghujan agar tidak terjadi proses breeding. Proses pengeraman telur tidak efektif dilakukan pada kondisi cuaca dingin. Jumlah telur yang dihasilkan jalak putih di penangkaran PPSC paling banyak adalah 4 butir.

Telur yang dihasilkan tersebut kemudian dierami induk selama ±14 hari dengan pemantauan secara manual oleh pengelola. Pemantauan tidak dilakukan setiap hari agar induk tidak mengalami stres karena jalak putih yang mengalami stres tidak akan mengerami telurnya secara maksimal sehingga menyebabkan telur tidak menetas sampai busuk, bahkan telur dibuang oleh induknya.

Anakan yang sudah lahir dipelihara induk di dalam nest box selama 23 hari karena belum dapat makan sendiri dan membutuhkan bantuan indukannya. Jalak putih yang sudah mandiri kemudian dipindahkan ke kandang anakan. Pengelola memasangkan cincin (ring) pada setiap anakan untuk memudahkan pemantauan selama masa pemeliharaan. Selain itu, papan identitas diletakkan pada masing-masing kandang sehingga pengelola tidak menggabungkan jalak putih yang berasal dari indukan yang sama untuk mencegah terjadinya inbreeding.

5. Pemilihan Individu untuk Dilepasliarkan

Kriteria pemilihan jalak putih yang siap dilepasliarkan dijelaskan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Kriteria pemilihan jalak putih yang siap dilepasliarkan

Kriteria Penjelasan Tujuan

Umur > 1 tahun Proses perkembangbiakan di

alam dapat berlangsung efektif Asal-usul Jalak putih tidak berasal dari

indukan yang sama

Mencegah terjadinya

inbreeding dengan memeriksa studbook dan memasangkan cincin (ring) berwarna Kesehatan Burung yang akan dilepasliarkan

harus bebas dari penyakit (bulu bersih dan tidak rontok) dan pergerakannya aktif

Jalak putih diberikan penandaan berupa cincin (ring) berwarna pada kedua kakinya setelah kriteria pada Tabel 8 terpenuhi. Cincin tersebut berwarna mencolok sehingga memudahkan pembacaan identitas pada saat pemantauan pascapelepasliaran.

Tahap habituasi dan adaptasi jalak putih

(24)

13 pengangkutan ke kandang habituasi, kandang habituasi, pakan dan air serta proses adaptasi jalak putih.

1. Pengangkutan ke Kandang Habituasi

Jalak putih diletakkan secara konvensional ke dalam kandang berbentuk besek anyaman bambu yang dilengkapi dengan daun pinus kering. Setiap kandang berisi 1 jalak putih yang kemudian ditata dan diikat agar tidak terguncang selama pengangkutan. Faktor kenyamanan sangat diperhatikan dalam proses pengangkutan jalak putih. Oleh karena itu, alat transportasi yang digunakan adalah mobil dengan pendingin yang berfungsi meminimalisir panas selama perjalanan. Pengangkutan dilakukan pada pagi hari dari melalui jalur darat dari Cikananga menuju Pongkor.

2. Kandang Habituasi

Kandang habituasi merupakan kandang adaptasi bagi jalak putih terhadap lingkungan baru (Gambar 5a). Kandang ini terbuat dari besi dengan ukuran 17,8m x 6m x 6m dan dilengkapi dengan bak air, tempat pakan dan minum pada sisi-sisi kandang, kayu bertengger di setiap sudut kandang, dan shelter buatan dengan atap plastik untuk berteduh. Kandang habituasi memiliki 2 pintu, yaitu pintu besar pada bagian depan sebagai akses keluar masuknya penjaga dan pintu kecil pada bagian belakang sebagai akses keluar jalak putih pada saat pelepasliaran.

(a) (b)

Gambar 5 Kandang habituasi (a) dengan paranet (b)

Letak kandang habituasi yang berada berdekatan dengan lokasi Persemaian P4TA dan jalan setapak bagi masyarakat desa sekitar lokasi pelepasliaran menyebabkan aktivitas manusia cukup tinggi. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan jalak putih selama proses adaptasi terhadap lingkungan baru di dalam kandang habituasi karena masyarakat yang ingin melihat burung ini. Oleh karena itu, pengelola memasang paranet di sekitar kandang agar jalak putih tidak terganggu dengan aktivitas manusia dan masih dapat dipantau oleh pengawas (Gambar 5b).

3. Pakan dan Air

(25)

14

yang diberikan berupa pepaya dan pisang yang dipotong-potong dan diletakkan pada kayu bertengger, sedangkan voer, jangkrik dan belalang diletakkan pada tempat pakan. Jalak putih di kandang habituasi tidak diberi pakan berupa telur semut dan ulat hongkong. Hal ini dilakukan agar insting liar jalak putih terbentuk dalam mencari alternatif pakan lain di lingkungan baru melalui pengurangan pakan. Pemberian pakan jalak putih selama di dalam kandang habituasi dijelaskan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Pemberian pakan di kandang habituasi

Jenis Pakan Waktu pemberian Letak (dari tanah) Frekuensi pemberian (kali)

Pisang Pagi hari 1,5m 1

Pepaya Pagi hari 1,5m 1

Voer Pagi hari 1,2m 1

Jangkrik Pagi hari 1,2m 1

Belalang Pagi hari 1,2m 1

Air diletakkan pada tempat minum dan bak air. Ketersediaannya terus diperhatikan karena jalak putih sering bermain dan mandi di dalam bak air. Oleh karena itu, pengawas selalu mengisi air pada kedua tempat tersebut setiap harinya. 4. Proses Adaptasi

Adaptasi bertujuan memperkenalkan lingkungan baru bagi jalak putih sebelum dilepasliarkan. Lama proses habituasi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama adaptasi. Proses adaptasi idealnya dilakukan minimal selama 3-4 minggu, namun pada pelaksanaannya jalak putih di dalam kandang habituasi selama lima bulan. Hal ini disebabkan pelaksanaan pelepasliaran yang mengalami penundaan karena harus menunggu kedatangan pihak Kementrian Kehutanan.

Pada awalnya, pakan diberikan dengan jumlah yang banyak, kemudian jumlahnya dikurangi tiap harinya. Selain itu, ulat hongkong dan telur semut tidak diberikan selama proses adaptasi. Hal ini bertujuan membentuk insting liar dari jalak putih di dalam kandang dalam mencari alternatif pakan, seperti belalang dan serangga lainnya. Satu individu mati setelah dimasukkan ke kandang habituasi selama 2 hari. Pihak PPSC segera mengganti jalak putih tersebut dengan jalak putih baru agar jumlah populasi di kandang habituasi tetap stabil.

Pasangan yang awalnya telah terbentuk di kandang prapelepasliaran beradaptasi terhadap lingkungan dan berinteraksi dengan jalak putih lain. Hal ini menyebabkan terbentuknya kelompok dan pasangan baru. Oleh karena itu, pengelola juga melihat pasangan dan kelompok yang terbentuk sehingga memudahkan pemantauan pascapelepasliaran.

Tahap Pelepasliaran

(26)

15 pelepasiaran ini. Tujuan lain dari kegiatan ini adalah menjadikan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor sebagai Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Aspek yang dikelola adalah kondisi habitat dan sosial masyarakat.

1. Persiapan Habitat

Area pelepasliaran jalak putih merupakan faktor yang harus dikaji sebelum pelepasliaran dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan habitat, penyebaran dan daerah jelajah satwa tersebut. Area ini harus memenuhi ketersedian pakan, air dan tempat berlindung dari berbagai ancaman. Selain itu, keberadaan manusia, predator, kompetitor dan potensi gangguan dari dalam maupun luar lokasi juga menjadi pertimbangan yang dikaji. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat kesesuaian PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor sebagai lokasi pelepasliaran jalak putih. PPSC melakukan persiapan habitat dengan melakukan evaluasi habitat. Menurut Van Mannen (1990) kemungkinan kesuksesan pelepasliaran akan kecil jika dilakukan pada habitat dan lokasi yang kurang mendukung sehingga kondisi habitat harus dievaluasi terlebih dahulu.

Pihak PPSC bersama PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor kemudian membuat kandang habituasi untuk proses habituasi dan adaptasi jalak putih terhadap lingkungan baru. Pengelola juga membuat kotak sarang (nest box) dan diletakkan di pohon-pohon yang ada pada lokasi pelepasliaran (Gambar 6).

Gambar 6 Nest box jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor

Kotak sarang (nest box) ini berukuran 40cm x 20cm x 20cm. Terdapat lubang kecil pada bagian depan di depan yang digunakan sebagai pintu masuk jalak putih dan penutup pada bagian belakang yang digunakan untuk mempermudah pengecekan oleh pengawas. Jumlah kotak sarang yang dibuat sebanyak 20 agar pasangan jalak putih yang akan terbentuk dapat mengisinya setelah dilepasliarkan.

2. Persiapan Sosial Budaya Masyarakat

(27)

16

kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian jalak putih agar tidak memburu jalak putih yang akan dilepasliarkan.

Kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat desa di sekitar kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor dilakukan melalui pemasangan poster dan penyuluhan di lokasi yang sering menjadi tempat berkumpulnya masyarakat (warung, pos ronda dan balai desa). Sosialisasi dilakukan kepada masyarakat mengenai informasi jalak putih baik dari segi manfaat dan peraturan atau undang-undang mengenai satwa tersebut.

3. Pelaksanaan Pelepasliaran

Metode pelepasliaran satwa liar terdiri atas dua macam, yaitu hard release dan soft release. Hard release adalah pelepasliaran yang tidak diikuti oleh program pendukung sehingga metode ini juga dikenal dengan pelelasliaran langsung, sedangkan soft release adalah pelepasliaran yang dilakukan secara bertahap. Menurut Hall (2005) metode hard release dilakukan pada satwa yang tidak terlalu lama berada di dalam kandang sehingga dapat segera dikembalikan ke habitat alaminya. Satwa yang berada di dalam kandang dalam jangka waktu yang lama sebaiknya dilepasliarkan dengan metode soft release untuk mendukung kesuksesan adaptasinya. PPSC melepasliarkan jalak putih dengan metode soft release. Jalak putih dimasukkan ke dalam kandangkan habituasi dan diberi makan hingga terbiasa dengan kondisi lingkungannya. Pakan tersebut juga masih diberikan setelah dilepasliarkan namun dikurangi secara bertahap.

Kegiatan pelepasliaran dilakukan pada tanggal 23 April 2013 pukul 09.56-11.25 WIB. Upacara pelapasliaran dilakukan oleh Menteri Kehutanan bersama Direktur Utama ANTAM, Komisaris Utama ANTAM dan Direktur Operasi ANTAM. Pintu kecil di belakang kandang dibuka sehingga jalak putih dapat terbang keluar. Jalak putih yang langsung keluar dari kandang sebanyak 38 individu, sedangkan 2 individu lainnya masih berada di dalam kandang selama lebih dari 80 menit.

Tahap Pemantauan Pascapelepasliaran

Pemantauan pascapelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh PPSC dilakukan untuk mengetahui penggunaan habitat, penyebaran, aktivitas dan perkembangbiakan jalak putih di lokasi pelepasliaran yang dilakukan menggunakan metode soft release. Menurut Hall (2005), metode soft release memerlukan pemantauan dan studi kondisi habitat serta aspek perilaku setelah pelepasliaran.

Satwa yang dilepasliarkan dengan menggunakan metode soft release masih dijaga dalam lokasi pelepasliaran hingga terbiasa (teraklimatisasi) dengan lingkungan barunya. Aspek-aspek yang perlu diamati dalam pemantauan adalah pemantauan demografi, ekologi dan perilaku satwa yang dilepasliarkan, pemantauan proses adaptasi dalam jangka waktu yang lama dari individu yang dilepasliarkan dan populasinya dan investigasi serta pengumpulan data tentang angka kematian (mortalitas) (IUCN 1995).

1. Penemuan Jalak Putih di Alam

(28)

17 dilakukan untuk melihat perkembangan jalak putih yang telah dilepasliarkan melalui aktivitas hariannya. Proses habituasi dan adaptasi yang cukup lama (5 bulan) menyebabkan jalak putih sering terpantau di daerah Persemaian P4TA (sekitar kandang habituasi) pada minggu pertama pemantauan. Jumlah jalak putih yang ditemukan pada tiap pemantauan dijelaskan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Jumlah jalak putih yang ditemukan per pengamatan

Gambar 7 menunjukkan bahwa jumlah jalak putih cenderung menurun dan semakin berkurang. Penemuan paling banyak pada pengamatan ke-3 sebanyak 37 individu dan paling sedikit pada pengamatan ke-8 sebanyak 7 individu. Pada pengamatan ke-1 sampai ke-7 jalak putih masih beradaptasi dengan habitat baru dan keluar jauh dari lokasi pelepasliaran. Jalak putih ditemukan lebih banyak pada pengamatan ke-9 dan seterusnya karena sudah beradaptasi terhadap lingkungan dan kembali ke lokasi pelepasliaran.

Jalak putih yang masih hidup dan terpantau selama pengamatan merupakan individu yang berhasil dilepasliarkan, sedangkan individu yang mati dan tidak terpantau dikatakan gagal dilepasliarkan. Persentase tingkat keberhasilan umum dijelaskan dalam Gambar 8.

Gambar 8 Persentase tingkat keberhasilan umum

Jumlah jalak putih yang terpantau pada akhir pemantauan sebanyak 15 individu, sedangkan 1 individu ditemukan mati oleh predator dan 24 individu lainnya tidak ditemukan. Gambar 8 menunjukkan bahwa secara umum jalak putih yang terpantau hidup merupakan individu yang berhasil dilepasliarkan di Pongkor dengan persentase sebesar 37,5%.

(29)

18

Tabel 10 Jumlah jalak putih berdasarkan riwayat hidup

Riwayat hidup Tingkat keberhasilan Jumlah

Berhasil Gagal

Dipelihara PPSC 14 20 34

Dipelihara masyarakat 1 5 6

Jumlah 15 25 40

Tabel 10 menunjukkan jumlah jalak putih yang bertahan hidup yang berasal dari penangkaran PPSC lebih banyak daripada jalak putih yang berasal dari penangkaran manusia dengan jumlah masing-masing sebesar 14 dari 20 individu dan 1 dari 5 individu. Pengujian statistik ini menghasilkan keputusan untuk menerima H0 dan menolak H1 karena χ2hitung (0,253) lebih besar dari χ2tabel (1,307).

Hasil pengujian statistik ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat hidup dan keberhasilan pelepasliaran jalak putih di Pongkor. Hal ini disebabkan oleh teknik penangkaran yang sama yang digunakan PPSC dan masyarakat sehingga kemampuan adaptasi jalak putih dengan lingkungan baru di lokasi pelepasliaran sama.

2. Kondisi Habitat Jalak Putih

Habitat merupakan suatu kesatuan dari tempat berlindung, makanan, air, dan berkembang biak serta ruang lingkup hidup (Storer dan Usinger 1957). Jalak putih membutuhkan tempat hidup dan berkembangbiak yang digunakan untuk mencari makan, minum, beristirahat dan berlindung. Habitat jalak putih di alam adalah daerah peralihan antara padang terbuka dan formasi hutan lainnya yang mempunyai berbagai tingkat vegetasi mulai dari rumput sampai pohon yang digunakan sebagai sumber kehidupannya (Indrajaya 1997).

Gambar 9 Rerumputan tempat jalak putih mencari makan

(30)

19 Tabel 11 Daftar jenis tumbuhan bawah

Jenis Nama ilmiah Suku INP (%)

Putri malu Mimosa pudica Fabaceae 20,16

Rumput malela Brachiaria mutica Poaceae 20,10

Rumput teki Cyperus rotundus Poaceae 28,35

Tabel 11 menunjukkan bahwa tumbuhan bawah yang mendominasi daerah rerumputan adalah rumput teki (Cyperus rotundus). Jenis tumbuhan bawah ini merupakan spesies yang paling banyak tumbuh dan daerah penyebarannya yang luas. Hal ini mendukung ketersediaan serangga yang merupakan pakan dari jalak putih.

Ketersediaan air di Pongkor dapat mencukupi kebutuhan hidup jalak putih. Jalak putih memanfaatkan aliran air yang tidak pernah mengering seperti sungai dan kolam (Indrajaya 1997). Sumber air yang digunakan untuk aktivitas minum jalak putih adalah genangan air pada cekungan tanah, bak air yang disediakan pengelola (Gambar 10a) dan genangan air dari pipa saluran air yang bocor (Gambar 10b).

(a) (b) (c)

Gambar 10 Genangan air pada cekungan tanah (a), bak air (b) dan genangan air dari pipa yang bocor (c) di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor

Lokasi yang disukai jalak putih untuk tidur adalah pohon puspa (Schima wallichii) di lokasi Persemaian P4TA (Gambar 11).

(31)

20

Jalak putih setelah selesai beraktivitas akan terbang ke pohon puspa pada lokasi Persemaian P4TA ketika matahari sudah tenggelam. Jalak putih tersebut akan terbang secara secara berkelompok. Selama pengamatan, kelompok jalak putih tersebut tidak langsung tidur melainkan terbang mengelilingi pohon telebih dahulu selama beberapa menit. Perilaku tersebut diduga berkaitan dengan faktor keamanan dan kenyaman yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang melewati lokasi tersebut.

Terdapat 4 lokasi yang digunakan jalak putih untuk beristirahat, yaitu Semen Silo, DAM Fatmawati dan Geomin. Keempat lokasi penemuan jalak putih ini merupakan hutan dengan tipe hutan tanaman. Satwa ini menggunakan vegetasi pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon sebagai tempat untuk beristirahat (Tabel 12).

Tabel 12 Daftar jenis tumbuhan di tempat istirahat jalak putih

Jenis Nama Ilmiah Suku INP (%)

Semai

Ganitri Elaeocarpus angustifolius Elaeocarpaceae 30,17 Kaliandra Calliandra calothyrsus Fabaceae 117,80 Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae 26,78 Pancang

Ganitri Elaeocarpus angustifolius Elaeocarpaceae 21,54 Kaliandra Calliandra calothyrsus Fabaceae 94,31

Kopi arabika Coffea arabica Rubiaceae 26,63

Tiang

Gmelina Gmelina arborea Verbenaceae 41,19

Kaliandra Calliandra calothyrsus Fabaceae 124,45

Kopi arabika Coffea arabica Rubiaceae 54,56

Pohon

Gmelina Gmelina arborea Verbenaceae 112,14

Kayu afrika Maesopsis eminii Rhamnaceae 72,14

Nangka Artocarpus heterphyllus Moraceae 52,83

Tabel 12 menunjukkan bahwa jenis tumbuhan yang mendominasi tipe vegetasi semai, pancang dan tiang adalah kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan tipe vegetasi pohon didominasi oleh tumbuhan gmelina (Gmelina arborea). Jalak putih yang ditemukan pada saat pemantauan sering beristirahat pada kedua jenis tumbuhan tersebut. Keempat tipe vegetasi tersebut juga dimanfaatkan oleh jalak putih untuk berjemur, bertengger dan memelihara tubuh.

3. Aktivitas Jalak Putih di Alam

(32)

21 Tabel 13 Aktivitas jalak putih di alam

Jenis Aktivitas Definisi Tujuan

Menelisik bulu Menguraikan bulu-bulu menggunakan paruh

Mandi Membasahi tubuh dengan air Membersihkan dan menjaga suhu tubuh agar tetap dingin (pada siang hari)

Berjemur Bertengger pada dahan atau pohon dengan menghadap

Bertengger Berdiri pada dahan atau ranting dengan kaki

Berdiri pada dahan atau ranting tanpa melakukan hal lain Melihat ke kiri

dan kanan

Menggerakkan kepala ke kiri dan kanan di dahan atau dahan

Memantau

Terbang Membentangkan dan mengepakkan sayap dengan meluncur (gliding) dan terbang diam (hovering)

Berpindah tempat dengan melayang di udara

Makan Mematuk, meletakkan makanan di paruh dan memelan makanan

Metabolisme

Berjalan Melangkahkan kaki di dahan atau ranting dan tanah

Berpindah tempat pada jarak yang dekat

Bersuara Mengeluarkan bunyi atau suara (berkicau)

Komunikasi Menari sambil

bersuara

Bermain

(33)

22

Tabel 14 Kategorti aktivitas jalak putih

Jenis perilaku Kategori Jenis Aktivitas

Perilaku individu

Pemeliharaan tubuh Menelisik bulu Membersihkan paruh

Menggaruk kepala (stretching) Mandi

Melihat ke kiri dan kanan Terbang

Perilaku sosial Agonistik Kompetisi sarang Kompetisi makanan

Tabel 14 menunjukkan bahwa kategori pemilihan tempat berlindung (shelter) dan mencari makan serta makan pada perilaku indivdu dan kategori pertahanan dan reproduksi pada perilaku sosial merupakan indikator keberhasilan jalak putih dalam beradaptasi dengan lingkungan.

4. Kriteria Jalak Putih yang Berhasil Dilepasliarkan

Jalak putih yang mampu beradaptasi dengan lingkungan setelah dilepasliarkan harus mampu mengenal banyak jenis pakan alaminya dan memiliki aktivitas makan yang tinggi, menghindari manusia dan membentuk pasangan dan mampu berkembangbiak. Kriteria tersebut terbentuk pada jalak putih setelah beradaptasi terhadap lokasi pelepasliaran sebagai lingkungan barunya.

Pakan yang tersedia di alam mendukung jalak putih dalam mendapatkan setiap zat makanan yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuhnya. Keberadaan serangga pada vegetasi tumbuhan bawah merupakan faktor pendukung ketersediaan pakan jalak putih. Jenis serangga yang ditemukan pada saat pengamatan disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15 Serangga yang disukai jalak putih di alam

Nama lokal Nama latin

Belalang kayu Valanga nigricornis

Belalang daun Phyllium fulchrifolium

Ngengat Emperor Gum Opodiphthera eucalypti

(34)

23 Serangga merupakan jenis pakan yang paling disukai jalak putih di alam. Akan tetapi, pada saat pengamatan ditemukan alternatif pakan lain yang disukai jalak putih, yaitu cacing tanah, buah dari pohon kayu afrika dan pucuk bunga kaliandra (Gambar 12).

(a)

(b)

Gambar 12 Jalak putih sedang memakan ngengat (a) dan pucuk bunga kaliandra (b) di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor

Jalak putih yang menunjukkan aktivitas makan yang tinggi juga telah berhasil beradaptasi dengan lingkungan setelah dilepasliarkan. Selama pengamatan, aktivitas makan jalak putih dilakukan hampir di sepanjang hari pada rerumputan, tanah dan pohon untuk menemukan pakan yang disukainya.

Satwa yang dapat hidup di lingkungan baru tanpa bantuan manusia dikatakan berhasil beradaptasi. Jalak putih yang sudah liar akan cepat merespon untuk menghindari bahkan terbang jauh ketika ada manusia yang mendekatinya. Berbeda dengan jalak putih di penangkaran yang masih sangat tergantung dengan bantuan manusia (animal keeper).

Jalak putih yang telah dilepasliarkan membentuk pasangan dan kelompok baru yang kemudian menempati nest box. Berkembangbiak merupakan salah satu strategi makhuk hidup untuk dapat terus melestarikan keberadaan keturunannya di alam. Menurut MacKinnon (1993), jalak putih berkembangbiak tercatat pada bulan Januari dan Juni dengan bersarang dalam lubang pohon.

(35)

24

Jalak putih yang telah dilepasliarkan di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor sudah dapat menghasilkan telur, namun telur tersebut tidak menetas menjadi anakan. Hal ini terlihat pada saat pengamatan ditemukan serpihan telur jalak putih di lokasi persemaian (Gambar 13). Telur tersebut diduga telah dimakan oleh predator berupa musang luwak karena ditemukan berupa serpihan-serpihan kecil. Selain itu, tidak ditemukan adanya jalak putih baru atau anakan jalak putih yang tidak bercincin di alam selama pengamatan.

5. Pengamatan pada Gangguan

IUCN (2000) menyebutkan bahwa selain pemantauan setelah pelepasliaran, aktivitas sosialisasi dan pendekatan masyarakat juga perlu dilakukan. Banyak dari kalangan masyarakat yang belum mengetahui jenis burung yang dilindungi dan tidak dilindungi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sarana yang sesuai dalam penyebaran informasi tersebut. Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan perundangan yang bertujuan melindungi dam melestarikan satwa liar, namun pelaksanaannya belum terlaksana secara tepat dan banyak terjadi penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Lokasi pelepasliaran di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor yang berdekatan dengan beberapa desa menyebabkan intensitas aktivitas manusia cukup tinggi. Hal ini menimbulkan berbagai macam gangguan terhadap habitat dan populasi jalak putih lokasi tersebut. Sebagian besar masyarakat desa sekitar loaksi pelepasliaran bekerja menjadi penambang liar sehingga mereka harus masuk ke dalam kawasan hutan yang juga dijadikan lokasi pelepasliaran jalak putih.

(a) (b)

Gambar 14 Pelepasan jaring untuk menangkap burung (a) dan pemantauan nest box (b) oleh pihak PT Rimbawan Bangun Lestari

Usaha penangkapan jalak putih juga dilakukan oleh penangkap burung liar yang tidak bertanggung jawab. Mereka menangkap dengan memasang jaring panjang pada bambu yang kemudian ditancapkan ke tanah di daerah jelajah jalak putih (Gambar 14a). Hal ini menyebabkan jalak putih berpindah atau berkurang sehingga populasinya semakin menurun.

(36)

25 perundangan yang terkait dengan jalak putih. Pemantauan juga dilakukan terhadap nest box yang telah dibuat untuk mengetahui dan menjaga telur agar tidak dimakan oleh predator atau diambil oleh pemburu liar (Gambar 14b).

Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih

Faktor penentu keberhasilan pelepasliarkan jalak putih yang dilakukan oleh PPSC di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor berasal dari setiap aspek pengelolaan pada pemeliharaan di penangkaran, habituasi dan adaptasi di kandang habituasi, pelaksanaan pelepasliaran dan pemantauan pasca pelepasliaran. Faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran pada kegiatan pemeliharaan meliputi pengelolaan dan perawatan kandang, ketersediaan air, rutinitas pemeriksaan kesehatan, kegiatan pemasangan dan pengeraman telur, serta kriteria jalak putih yang siap dilepasliarkan. Faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran pada kegiatan habituasi dan adaptasi meliputi kenyamanan jalak putih selama pengangkutan, ketersediaan pakan dan air, serta lama proses habituasi. Faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran pada kegiatan pelepasliaran adalah aspek habitat, aspek sosial masyarakat dan metode pelepasliaran yang digunakan.

Pengelolaan dan perawatan kandang harus diperhatikan agar kondisi kandang tetap baik dan bersih sehingga jalak putih tetap nyaman dan mencegah timbulnya berbagai penyakit. Jalak putih gemar suka mandi dan membersihkan bulunya sambil menari (Sudradjat 1996). Oleh karena itu, ketersediaan air pada bak air dan tempat minum harus diperhatikan. Rutinitas pengecekan kesehatan harus diperhatikan agar jalak putih tetap sehat dan tidak terjadi penyebaran penyakit. Kegiatan pemasangan dan pengeraman telur harus diperhatikan agar jalak putih yang dihasilkan sesuai dengan kriteria jalak putih yang siap dilepasliarkan sehingga perkembangbiakan di alam setelah dilepasliarkan dapat berjalan dengan efektif.

Kenyamanan jalak putih selama pengangkutan harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya stres dan kematian. Pakan yang diberikan selama habituasi dikurangi secara bertahap agar jalak putih beradaptasi dengan mencari alternatif pakan. Hal ini berguna untuk membangun insting liar jalak putih pada aktivitas makan. Ketersediaan air harus diperhatikan dalam menjaga suhu tubuh jalak putih di lingkungan baru. Lama proses habituasi yang ideal harus diperhatikan sampai jalak putih dapat beradaptasi dengan lingkungan secara efektif.

(37)

26

dikandangkan terlebih dahulu. Oleh karena itu jalak putih harus dilepasliarkan secara bertahap.

Hasil analisis faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak putih di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor menunjukkan bahwa empat faktor peubah dikelompokkan ke dalam dua komponen utama berdasarkan akar cirinya (Tabel 16).

Tabel 16 Analisis faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor

Peubah komponen utama

Akar ciri

Total Proporsi Kumulatif

X1 2,0025 0,501 0,501

X2 0,8877 0,222 0,723

X3 0,6186 0,155 0,877

X4 0,4912 0,123 1,000

Tutupan lahan (X1), jenis pakan (X2) dan gangguan (X4) termasuk ke dalam

komponen utama pertama, sedangkan sumber air (X3) termasuk ke dalam

komponen utama kedua (Tabel 17).

Tabel 17 Komponen utama faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor

Faktor peubah Komponen Utama (KU)

1 2

Tutupan lahan 0,532 -0,148

Jenis pakan 0,549 0,010

Sumber air 0,373 0,867

Gangguan 0,525 -0,476

Berdasarkan hasil analisis komponen utama terhadap keberhasilan pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor dengan menggunakan PCA, keempat faktor peubah yang digunakan berkaitan satu sama lain. Tutupan lahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih. Terdapat 4 lokasi yang menjadi lokasi pengamatan, yaitu Persemaian P4TA, Geomin, Semen Silo dan DAM Fatmawati. Lokasi persemaian P4TA didominasi dengan tumbuhan bawah yang digunakan sebagai tempat mencari makan. Lokasi Geomin didominasi oleh gmelina dan kopi, sedangkan lokasi Semen Silo dan DAM Fatmawati didominnasi oleh kaliandra yang digunakan sebagai tempat istirahat. Keempat lokasi tersebut memiliki kriteria habitat yang disukai oleh jalak putih dalam mendapat pakan, air, shelter, cover dan tempat berkembangbiak.

(38)

27 Faktor gangguan berupa kompetitor, predator dan aktivitas manusia sangat mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih. Jalak putih yang merasa tidak nyaman terhadap gangguan tersebut keluar dari lokasi pelepasliaran untuk mencari wilayah yang lebih aman. Jalak putih dengan gangguan lebih banyak memiliki peluang hidup lebih kecil dibandingkan dengan jalak putih dengan gangguan lebih sedikit.

Faktor air sangat mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih. Cuaca cukup kering pada beberapa pengamatan terakhir karena tidak terjadi hujan. Oleh karena itu, jalak putih mencari alternatif sumber air ke luar lokasi pelepasliaran dan meningkatkan tingkat adaptasi terhadap lokasi tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Manajemen pelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh PPSC terdiri dari 4 tahapan kegiatan, yaitu pemeliharan di penangkaran, habituasi dan adaptasi di kandang habituasi, pelaksanaan pelepasliaran dan pemantauan pascapelepasliaran. PPSC telah berhasil mengembangbiakkan dan melepasliarkan jalak putih di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor sebanyak 40 ekor dengan tingkat keberhasilan sebesar 37,5%. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh PPSC termasuk ke dalam kriteria cukup baik.. Faktor utama penentu keberhasilan pelepasliaran jalak putih adalah kecukupan umur (1-3 tahun), penanganan selama pengangkutan dan habituasi, kondisi habitat pelepasliaran (pakan, air dan gangguan) dan partisipasi masyarakat (aspek sosial)

Saran

1. Jalak putih yang dilepasliarkan harus memenuhi kriteria yang telah sesuai dengan kriteria pelepasliaran.

2. Evaluasi habitat harus dilakukan lebih baik agar kebutuhan hidup yang dibutuhkan jalak putih dapat terpenuhi.

3. Pihak PPSC, PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor dan TNGHS harus bekerja sama dalam memantau perkembangan jalak putih yang telah dilepasliarkan. 4. Masyarakat desa di sekitar lokasi pelepasliaran harus ikut berperan aktif dalam

menjaga keberlangsungan hidup jalak putih yang telah dilepasliarkan.

5. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan dalam memantau perkembangan kemampuan beradaptasi jalak putih di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor sehingga kegiatan pelepasliaran dapat dilakukan di lokasi lainnya. 6. Pihak PPSC dapat mengikutsertakan masyarakat dalam mengembangbiakkan

(39)

28

DAFTAR PUSTAKA

Aziz AS. 2013. Teknik Penangkaran dan Aktivitas Harian Jalak Bali (Leucopsar ritschildii Stresemann 1912) di Penangkaran UD Anugrah, Kediri Jawa Timur. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Birdlife International 2001. Birdlife Species Champion [terhubung berkala] http:// birdlife.org/datazone/speciesfactsheet.php?id=6821 [1 Juni 2013].

Hall E. 2005. Release Consideration For Rehabilitated Wildlife. National Wildlife Rehabitation Conference.

Huber.D. 2005. Why not to Re-introduce "Rehabilitated" Brown Bears to the Wild? Koln Germany.

Indrajaya A. 1997. Studi populasi dan penyebaran jalak putih (Sturnus melanopterus Daudin 1800) di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

IUCN . 1995. Guidelines for introductions With courtesy of the IUCN/SSC Re-introduction Specialist Group. Switzerland.

IUCN. 2000. Guidelines for the Placement of Confiscated Animals. Prepared by the IUCN/SSC Reintroduction Specialist Group, IUCN, Gland. Switzerland. IUCN. 2012. IUCN Red List of Threatened Species [terhubung berkala]

http://iucnredlist.org/details/106006821/0 [1 Juni 2013].

MacKinnon J. 1993. A Field Guide to The Birds of Borneo, Sumatra, Java, and Bali. Oxford University Press. New York.

Purnamasari I. 2013. Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Bali (Leucopsar ritschildii Stresemann, 1912). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Rahmat A. 2007. Penggunaan Formas Vegetasi oleh Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) di Cagar Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Propinsi Banten. [Tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran.

Shuterland WJ. 1996. Ecological Cencus Techniques : A Handbook. Cambridge University Press. New York.

Soerianegara I, Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID). Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Storer TI, Usinger RL. 1957. General Zoology. Mc. Grand Hill. New York.

Sudradjat. 1996. Petunjuk Memilih Burung Ocehan Bakalan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Jakarta.

(40)

29 Lampiran 1 Hasil analisis vegetasi untuk tingkat tumbuhan bawah

Jenis Nama Ilmiah Suku KR

Selaginellaceae 12,07 4,44 16,51

Harendong Clidemia candidum D. Don.

Melastomataceae 3,88 8,89 12,77

Harendong bulu

Clidemia hirta L. Melastomataceae 6,90 8,89 15,79 Jukut pait Axonopus

(41)

30

Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi untuk tingkat semai

Jenis Nama Ilmiah Suku KR

Elaeocarpaceae 10,17 20 30,17

Kaliandra Calliandra

Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi untuk tingkat pancang

Jenis Nama Ilmiah Suku KR

Elaeocarpaceae 4,88 16,67 21,54

Kaliandra Calliandra

(42)

31 Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi untuk tingkat tiang

Jenis Nama Ilmiah Suku KR

Lampiran 5 Hasil analisis vegetasi untuk tingkat pohon

(43)

32

Lampiran 6 Analisis korelasi faktor penentu keberhasilan pelepasliaran Tutupan lahan Jenis pakan Sumber air

Jenis pakan 0,380

0,038

Sumber air 0,255 0,308

0,173 0,098

Gangguan 0,438 0,445 0,131

0,016 0,014 0,489

Lampiran 7 Analisis akar ciri dari matriks korelasi

Peubah Akar ciri

Total Proporsi Kumulatif

X1 2,0025 0,501 0,501

X2 0,8877 0,222 0,723

X3 0,6186 0,155 0,877

X4 0,4912 0,123 1,000

Lampiran 8 Analisis komponen utama terhadap faktor penentu keberhasilan pelepasliaran

Peubah Komponen utama

KU 1 KU 2

Tutupan lahan 0,532 -0,148

Jenis pakan 0,549 0,010

Sumber air 0,373 0,867

Gangguan 0,525 -0,476

Lampiran 9 Analisis regresi peubah respon keberhasilan pelepasliaran terhadap skor komponen utama

Koefisien Koefisien

SE T P VIF

Jumlah 17,1667 0,9067 18,93 0,000

W1 -3,9362 0,6548 -6,01 0,000 1,005

(44)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1991 dari ayah Tonny Hutajulu dan ibu Dosma Simangunsong. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciputat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA). Penulis telah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran Sawal, Jawa Barat pada tahun 2011, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Jawa Barat pada tahun 2012 dan Praktik Kerja Lapang profesi (PKLP) di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) pada tahun 2013. Penulis juga melakukan kegiatan magang mandiri di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC), Jawa Barat pada tahun 2012.

Gambar

Tabel 1  Jenis data pemeliharan di penangkaran
Tabel 2  Jenis data habituasi dan adaptasi di kandang habituasi
Tabel 4  Jenis data pemantauan pascapelepasliaran
Gambar 1 Desain titik pengamatan jalak putih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Sistem Informasi Posyandu berbasis Web (e-Posyandu) dilakukan oleh kader Posyandu dengan melakukan pencatatan dan pelaporan menggunakan instrumen Sistem

[r]

Kampus diharapakan mampu mengembangkan sistem belajar mengajar, kurikulum yang berlaku serta sikap mental yang harus dimiliki oleh mahasiswa sesuai dengan kebutuhan

Tujuan dari PMK adalah: (a) mem- berikan penugasan kepada PT SMI untuk menyediakan pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur daerah dalam bentuk pinjaman daerah sebagai

 CPP dikawal orang tua CPP dan CPW menuju lokasi Akad, rombongan keluarga mengikuti di belakangnya  CPP: Bapak Sunardi  CPW: Bapak Sumarno &amp; Ibu Minar  Ibu Mary/

Pengambilan data primer dilakukan untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai dampak gejolak harga komoditas pangan internasional, tingkat produktivitas, serta penggunaan

seimbang dalam hal jumlah kursi yang diambil dalam setiap kategori. Diakui bahwa beberapa organisasi pemangkukepentingan dapat masuk ke dalam lebih dari satu

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, psikomotorik dengan