• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Padat dengan Struktur ITO/CdS/Elektrolit/ITO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Padat dengan Struktur ITO/CdS/Elektrolit/ITO"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN SEL FOTOELEKTROKIMIA PADAT DENGAN

STRUKTUR ITO/CdS/ELEKTROLIT/ITO

HAQQI GUSRA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

HAQQI GUSRA.

Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Padat dengan Struktur

ITO/CdS/Elektrolit/ITO. Dibimbing oleh

Dr.

AKHIRUDDIN MADDU

dan

Drs. M. NUR INDRO, M.Sc.

Pada penelitian ini, telah dibuat sel fotoelektrokimia padat dengan susunan

ITO/CdS/Elektrolit/ITO. Material sel fotoelektrokimia yang digunakan ialah lapisan

cadmium sulfida di atas substrat kaca ITO. Lapisan CdS berperan sebagai elektroda kerja

pada sel. Elektrolit padat yang digunakan ialah campuran kitosan-PEG-KI/I

2

. Konsentrasi

KI/I

2

divariasikan dari 0.1/0.01 M hingga 0.5/0.05 M. Arus

tegangan keluaran sel

diukur di bawah penyinaran cahaya dari lampu tungsten dan sinar matahari. Tegangan

output didapatkan meningkat sekitar 50 % saat konsentrasi KI/I

2

ditingkatkan dari

0.1/0.01 M hingga 0.5/0.05 M. Saat intensitas penyinaran ditingkatkan dari 1,074 mW/m

2

ke 4,147 mW/m

2

, tegangan Voc meningkat dua kali lipat, arus Isc meningkat tiga kali,

dan efisiensi meningkat dua kalinya pada konsentrasi tetap. Efisiensi sel surya tertinggi

pada pengukuran sel tunggal diperoleh pada konsentrasi KI/I

2

0.5/0.05 M. Pada rangkaian

yang terdiri dari 4 sel surya, efisiensi dan FF tertinggi dihasilkan pada rangkaian seri.

Kata kunci :

Sel fotoelektrokimia padat, CdS, kitosan, KI-I

2

, efisiensi

ABSTRACT

HAQQI GUSRA.

Fabrication of The Photoelectrochemical Solid Cell with

ITO/CdS/Electrolyte/ITO structure. Under direction of

Dr. AKHIRUDDIN MADDU

and

Drs. M. NUR INDRO, M.Sc.

A photoelectrochemical solid cell in ITO/CdS/Electrolyte/ITO structure has been

succesfully composed through this research. The photoelectrochemical cell material is a

layer of cadmium sulfide deposited onto an ITO-covering glass substrate. The CdS layer

is used as a working electrode of the cell. The solid electrolyte used is a combination of

chitosan-PEG-KI/I

2

. The concentration of KI/I

2

was varied from 0.1/0.01 M to

0.5/0.05 M. The current-voltage output of the cell was measured under a light

illumination of a tungsten lamp and the sun. The output voltage found increases around

50% when the KI/I

2

consentration was raised from 0.1/0.01 M to 0.5/0.05 M. When the

radiation intensity increased from 1.074 mW/m

2

to 4.147 mW/m

2

, V

oc

voltage increased

around threefold, I

sc

current increased around twice, and power efficiency increased

around twice at a fixed concentration. The highest efficiency of the solar cells (on

single-cell measurements) obtained at the concentrations of 0.5/0.05 M KI/I

2

. In a circuit consist

of 4 solar cells, the highest power eficiency and FF produced by the serial circuit.

(3)

PEMBUATAN SEL FOTOELEKTROKIMIA PADAT DENGAN

STRUKTUR ITO/CdS/ELEKTROLIT/ITO

HAQQI GUSRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

: Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Padat dengan Struktur

ITO/CdS/Elektrolit/ITO

Nama

: Haqqi Gusra

NIM

: G74070065

Disetujui,

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si

NIP. 19660907 199802 1 006

Drs. M. Nur Indro, M.Sc

NIP.

19561015 198703 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Fisika

Institut Pertanian Bogor

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si

NIP. 19660907 199802 1 006

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang hingga saat ini

selalu memberikan nikmat bimbingan-Nya. Dengan izin-Nya pula, penulis dapat

menyelesaikan

penulisan

skripsi

ini

dengan

judul

Pembuatan

Sel

Fotoelektrokimia Padat dengan Struktur ITO/CdS/Elektrolit/ITO

”.

Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di

Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

Bapak Akhiruddin Maddu, selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini serta motivasi

kepada penulis.

Bapak Nur Indro, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus

pembimbing dalam penelitian, yang selalu memberikan motivasi kepada

penulis selama kuliah dan penyusunan skripsi ini.

Teman-teman fisika 43, 44, dan 45 yang selalu bersedia untuk berdiskusi

dan membantu memberikan dukungan.

Bapak dan Mama, Kak Dyan, Anci, Wela, Nisa, Kris dan Nidal, cinta

kalian mengalir menjadi kekuatan untuk menyelesaikan tugas ini.

Akang, dan semua saudara saudari yang tidak pernah berhenti memberikan

doa, semangat dan dukungan serta mengajarkan arti sebuah kesabaran dan

keikhlasan kepada penulis.

Untuknya, syukurku untuk sebuah pandangan yang indah dan sederhana.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk hasil

yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para

pembaca.

Bogor, Februari 2013

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Hipotesis ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Semikonduktor... 1

Kadmium Sulfida (CdS) ... 3

Elektrolit Polimer Padat ... 4

Kitosan ... 4

Sel Surya Fotoelektrokimia... 5

Mekanisme Konversi Sel Fotoelektrokimia... 6

Karakteristik I-V Sel Surya... 7

METODE PENELITIAN... 8

Tempat dan Waktu... 8

Alat dan Bahan... 8

Tahapan Penelitian... 8

Pembuatan Film CdS ... 8

Karakterisasi Film CdS ... 8

Pembuatan Elektrolit Polimer Kitosan dan Karakterisasi ... 9

Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Padat ... 9

Karakterisasi Arus-Tegangan (I-V) Sel surya... 9

Model Rangkaian Sel Surya... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN... 10

Deposisi Film CdS ... 10

Karakterisasi XRD film CdS ... 11

Karakteristik Optik CdS... 11

Konduktivitas Elektrolit Polimer ... 12

Karakteristik Fotovoltaik Sel CdS/Kitosan+KI/I2 ... 13

Karakteristik Respon Dinamik... 13

Karakteristik Arus-Tegangan (I-V)... 13

KESIMPULAN DAN SARAN... 16

Kesimpulan ... 16

Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kode gel kitosan dengan variasi konsentrasi elektrolit... 9

Tabel 2 Variasi susunan rangkaian pengujian I-V sel surya ... 10

Tabel 3 Karakteristik sel surya pada uji respon dinamik ... 13

Tabel 4 Sampel sel surya pada kondisi tanpa dan dengan penambahan elektrolit... 14

Tabel 5 Nilai karakteristik I-V sel surya untuk kondisi penyinaran yang berbeda ... 15

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Perpindahan elektron dari pita valensi (PV) ke pita konduksi (PK) ... 2

Gambar 2 (a) Struktur kristal silikon (b) Lepasnya elektron dari ikatan kovalen

pada silikon ... 2

Gambar 3 Perubahan keadaan energi gap pada silikon... 2

Gambar 4 (a) Atom pengotor valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom

silikon (b) Pita energi semikonduktor tipe-p... 3

Gambar 5 (a) Atom pengotor valensi lima menggantikan posisi salah satu atom

silikon (b) Pita energi semikonduktor tipe-n... 3

Gambar 6 (a) Struktur kristal kubik CdS (b) Struktur kristal hexagonal CdS ... 4

Gambar 7 Struktur kimia dari kitosan... 4

Gambar 8 Sel fotoelektrokimia ... 5

Gambar 9 Tingkat energi pada semikonduktor dan potensial elektrokimia pada

elektrolit ... 6

Gambar 10 (a) Level energi pada persambungan semikonduktor tipe-n dan elektrolit

saat sebelum kontak, dan (b) Sesudah kontak dan setimbang tanpa

disinari ... 6

Gambar 11 Mekanisme aliran elektron pada ... 6

Gambar 12 Kurva karakteristik I-V sel... 7

Gambar 13 Metode

CBD

pada deposisi CdS. ... 8

Gambar 14 Susunan sel fotoelektrokimia padat... 9

Gambar 15 Rangkaian pengujian I-V sel surya. ... 9

Gambar 16 Hasil deposisi CdS di atas substrat kaca ITO... 10

Gambar 17 Pola XRD untuk film CdS... 11

Gambar 18 Kurva absorbansi sampel CdS ... 12

Gambar 19 Gambar 19 Kurva Konduktansi dengan berbagai molaritas KI/I

2

... 12

Gambar 20 Grafik respon dinamik untuk sel S1, S2, dan S3... 13

Gambar 21 Kurva I-V sel surya pada 2 kondisi elektrolit polimer yang berbeda... 14

Gambar 22 Kurva I-V dengan intensitas sumber cahaya yang berbeda ... 15

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan energi dunia yang semakin meningkat diiringi dengan ketersediaan sumber energi minyak bumi yang semakin menipis menjadikan manusia tertuntut untuk mencari energi baru demi mengatasi terjadinya krisis energi. Sebagian besar energi yang terpakai selama ini bersumber dari minyak bumi. Dalam pemanfaatannya, sumber-sumber energi tersebut menimbulkan beberapa masalah, seperti pencemaran dari zat sisa pembakaran yang dapat membahayakan kelangsungan makhluk hidup. Selain itu, sumber energi minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang pada akhirnya akan habis.1

Energi radiasi matahari merupakan sumber energi alternatif yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Salah satu cara pemanfaatan energi radiasi matahari dilakukan berdasarkan sistem konversi fotovoltaik melalui suatu piranti optoelektronik yang disebut sel surya (Solar Cell).2 Penelitian tentang efek fotovoltaik pertama kali dilakukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan listrik ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit.3 Kemudian pada tahun 1954, para peneliti dari Bell Laboratories melakukan pengembangan efek fotovoltaik menjadi sel surya dengan menggunakan material silikon kristal terdifusi, efisiensi konversi sel surya yang diperoleh sekitar 4,5%.4

Piranti sel surya menggunakan bahan semikonduktor sebagai komponen utama. Semikonduktor yang banyak digunakan dalam sel surya saat ini adalah silikon. Pada sel surya terjadi dua proses yang berkelanjutan, yaitu absorbsi cahaya dan pemisahan muatan listrik.5

Sel fotoelektrokimia adalah sistem sel surya yang menggunakan elektroda semikonduktor di dalam sistem elektrokimia. Salah satu semikonduktor yang dapat digunakan sebagai fotoelektroda pada sistem fotoelektrokimia adalah CdS.1

Sel surya fotoelektrokimia merupakan sel surya dengan struktur persambungan semikonduktor-elektrolit.5 Dibandingkan dengan struktur sel surya lainnya, seperti persambungan p-n dan persambungan Schottky, sel surya fotoelektrokimia memiliki kelebihan diantaranya: peralatan yang digunakan lebih sederhana, mudah dalam

pembuatannya, dan biaya produksi yang relatif murah. Sel surya fotoelektrokimia menggunakan elektrolit dalam bentuk cair. Sel surya ini dapat menghasilkan efisiensi hingga 12,4%, tetapi keberadaannya kurang stabil karena elektrolit berupa cairan atau larutan dapat menguap sehingga mengalami degradasi dan menjadi tidak stabil.3

Pada penelitian ini digunakan elektrolit padat dan film semikonduktor CdS sebagai fotoelektroda pada sistem sel fotoelektrokimia. Elektrolit yang digunakan adalah campuran polimer PEG-Kitosan dan elektrolit KI/I2. Jika dibandingkan dengan sel

surya dengan elektrolit cair, sel surya dengan elektrolit padat akan lebih stabil.3Saat ini sel surya fotoelektrokimia padat mencapai tingkat efisiensi konversi energi sekitar 19,6%.6

Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah:

1) Apakah peningkatan konsentrasi elektrolit dari 0,1/0,01 M hingga 0,5/0,05 M pada gel kitosan dapat meningkatkan nilai I-V pada sel surya fotoelektrokimia?

2) Apakah sel fotoelektrokimia padat dengan struktur ITO/CdS/Kitosan/ITO dapat menghasilkan nilai efisiensi tinggi?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah membuat sel fotoelektrokimia ITO/CdS/Kitosan/ITO untuk aplikasi konversi energi cahaya menjadi energi listrik.

Hipotesis

Pada sel surya fotoelektrokimia, variasi komposisi KI dan I2 di dalam larutan

elektrolit dengan kitosan menghasilkan karakteristik I-V yang bervariasi. Efisiensi sel fotoelektrokimia ITO/CdS/Kitosan/ITO dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi elektrolit pada polimer kitosan.

TINJAUAN PUSTAKA

Semikonduktor

(11)

2

energi yang memperbolehkan keberadaan elektron, yaitu pita valensi berenergi rendah yang terisi penuh oleh elektron dan pita konduksi berenergi tinggi yang kosong.8 Celah energi yang memisahkan kedua pita tersebut disebut sebagai pita terlarang atau disebut juga energi gap (Eg). Celah energi

pada material semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 1.

Salah satu sifat penting semikonduktor adalah memiliki celah energi 0,2 – 2,5 eV. Nilai celah energi tersebut lebih kecil dari nilai celah energi isolator.7 Sifat ini memungkinkan suatu elektron memasuki level energi yang lebih tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi elektron untuk berpindah dari pita valensi ke pita konduksi ialah suhu dan penyinaran.8 Perpindahan elektron terjadi apabila elektron pada pita valensi menyerap energi sama dengan atau lebih besar dari nilai celah energi antara pita valensi dan pita konduksi seperti terlihat pada Gambar 1. Elektron dan hole inilah yang menjadi pembawa muatan listrik pada material semikonduktor.7

Sifat listrik kristal semikonduktor yang mempunyai ikatan kovalen dapat juga diterangkan dengan memperhatikan keadaan ikatannya. Kristal semikonduktor yang murni atau tidak ditambahkan bahan pengotor dalam pembuatannya disebut semikonduktor intrinsik, sedangkan yang ditambahkan bahan pengotor disebut semikonduktor ekstrinsik.9

Semikonduktor intrinsik, pada suhu 0 K semua elektron berada pada ikatan kovalen. Pada suhu tersebut, tidak ada elektron bebas atau tidak ada pembawa muatan sehingga bersifat isolator. Struktur ikatan pada semikonduktor dapat dilihat pada Gambar 2. Saat semikonduktor intrinsik berada pada suhu 300 K, celah energi antara pita valensi dan pita konduksi berkurang sehingga beberapa elektron valensi dapat keluar dari ikatan kovalen menjadi elektron bebas sebagai pembawa muatan negatif.

Gambar 1 Perpindahan elektron dari pita valensi (PV) ke pita konduksi (PK)8

(a)

(b)

Gambar 29(a) Struktur kristal silikon (b) Lepasnya elektron dari ikatan

kovalen pada silikon

Berkurangnya celah energi pada semikonduktor dapat dilihat pada Gambar 3. Munculnya elektron bebas diikuti dengan terbentuknya hole sebagai pembawa muatan positif.10

Semikonduktor ekstrinsik dapat diperoleh dengan menambahkan (doping) atom-atom asing dalam pembuatannya. Tujuan dari pemberian doping ini ialah untuk memperoleh elektron valensi bebas dalam jumlah yang lebih banyak dan permanen dan diharapkan dapat menghantarkan listrik.8 Semikonduktor ekstrinsik terdiri dari dua tipe yaitu semikonduktor tipe-p dan semiknduktor tipe-n.

(12)

3

Semikonduktor tipe-p diperoleh dengan menambahkan sejumlah kecil atom pengotor dari golongan IIIA (atom trivalen seperti Aluminium (Al), Boron (B), Galium (G) atau Indium (In)) pada semikonduktor murni, misalnya silikon murni.11 Atom – atom pengotor ini memiliki tiga elektron valensi sehingga dapat membentuk tiga ikatan kovalen. Saat sebuah atom trivalen menempati posisi atom silikon dalam kristal maka hanya ada tiga elektron yang dapat membentuk ikatan kovalen dan tersisa sebuah muatan positif (hole) dari atom silikon yang tidak berpasangan.11 Struktur semikonduktor tipe-p dapat dilihat pada Gambar 4 (a) . Material yang dihasilkan dari proses pengotoran ini dinamakan semikonduktor tipe-p karena menghasilkan pembawa muatan positif pada kristal yang netral. Karena atom pengotor menerima elektron, maka atom pengotor ini disebut atom aseptor.11 Penambahan atom aseptor ini akan menimbulkan tambahan tingkat energi sedikit di atas pita valensi. Peningkatan energi pada semikonduktor tipe-p dapat dilihat pada Gambar 4 (b).10

Semikonduktor tipe-n dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti semikonduktor tipe-p, dengan menambahkan atom pengotor pentavalen (golongan VA, seperti arsenik (As), fosfor (P), atau antimon (Sb)) pada silikon murni.

(a)

(b)

Gambar 4 (a) Atom pengotor valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon.11

(b) Pita energi semikonduktor tipe-p.12

(a)

(b)

Gambar 5 (a) Atom pengotor valensi lima menggantikan posisi salah satu atom silikon.9

(b) Pita energi semikonduktor tipe-n.12

Atom pentavalen yang menempati posisi atom silikon dalam kristal, lima elektron valensi dari atom pengotor akan membentuk empat ikatan kovalen lengkap dan tersisa satu elektron yang tidak berpasangan. Sisa elektron ini akan menjadi elektron bebas dan menjadi pembawa muatan dalam proses hantaran listirk. Struktur semikonduktor tipe-n dapat dilihat pada Gambar 5 (a).8

Material dari proses pengotoran ini disebut semikonduktor tipe-n karena menghasilkan pembawa muatan negatif. Karena atom pengotor memberikan elektron, maka atom pengotor ini disebut atom donor.11 Penambahan atom donor ini akan menambah satu tingkat energi baru di bawah pita konduksi.10 Penambahan energi pada semikonduktor tipe-n dapat dilihat pada Gambar 5 (b).

Kadmium Sulfida (CdS)

(13)

4

(a)

(b)

Gambar 6 (a) Struktur kristal kubik CdS19 (b) Struktur kristal hexagonal

CdS20

Semikonduktor CdS memiliki sifat optik dan listrik yang sesuai untuk aplikasi sel surya. CdS memiliki koefisien penyerapan (absorbansi) yang tinggi sehingga sebagian besar cahaya dapat diserap olehnya. Lapisan tipis CdS sangat efektif untuk sel surya lapisan tipis.13

Semikonduktor CdS banyak diaplikasikan sebagai bahan optoelektronik seperti pada pembuatan sel surya, filter optik, dan fotodetektor.14,15,16 CdS merupakan bahan yang sifat kelistrikannya dapat merespon cahaya sehingga CdS disebut sebagai bahan yang memiliki efek optoelektronik (listrik-optik).17 Efek fotovoltaik pada CdS pertama kali diperkenalkan oleh D. C. Reynolds pada tahun 1954.18

Salah satu teknik deposisi untuk menumbuhkan sifat optik, listrik, dan struktur yang diinginkan dari film CdS ialahchemical deposition.15Pada pembuatan deposisi kimia CdS, ada beberapa jenis garam kadmium yang digunakan sebagai sumber kadmium seperti kadmium asetat, kadmium klorida, dan kadmium sulfat.13,21,22, 23

Elektrolit Polimer Padat

Elektrolit berbasis polimer memiliki potensi untuk aplikasi di bidang teknologi, khususnya dalam sistem elektrokimia karena memiliki sifat mekanis yang baik, dapat membentuk film, kontak yang baik dengan bahan elektroda.

Secara umum, elektrolit polimer dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: elektrolit polimer kering padatan, elektrolit polimer komposit dan elektrolit polimer-plasticized.24

Elektrolit polimer padat sering digunakan dalam pembuatan sel fotoelektrokimia (PEC) padat. Konfigurasi sel-sel tersebut secara umum adalah elektroda fotoaktif, elektrolit polimer, dan elektroda lawan (counter electrode). Elektrolit polimer pada dasarnya terdiri dari polimer dan garam yang bersama membentuk pasangan redoks. Contohnya polietilen oksida (PEO)-KI-I2,

kitosan-PEO-NH4I-I2, I2-PEONH4I, polyvinylchloride

(PVC)-LiClO4, dan kitosan-PVA-KOH.25,26

Elektrolit polimer padat dapat dikelompokkan sebagai bahan padat yang memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik dengan cara pergerakan ion dan memiliki fungsi yang sama seperti larutan elektrolit. Sistem polimer yang memiliki konduktivitas ionik tinggi dapat disiasati dengan memberikan bahan tambahan seperti bahan anorganik ke dalam matriks polimer tersebut.26Konduktivitas ionik suatu polimer bergantung pada kerapatan dan mobilitas ion. Secara fisik, elektrolit polimer terlihat seperti bahan yang berfase padat tetapi di dalamnya memiliki struktur seperti fase cair yang berpengaruh pada perubahan konduktivitas.26

Beberapa ciri yang harus dimiliki oleh suatu polimer agar dapat berfungsi sebagai hostdalam elektrolit polimer adalah:26 i. Memiliki atom atau kumpulan atom yang

cukup untuk mendonorkan elektron sehingga dapat membentuk ikatan koordinasi dengan kation.

ii. Memiliki hambatan yang kecil terhadap pemutaran ikatan sehingga memungkinkan pergerakan ion pada ikatan polimer.

Kitosan

Kitosan merupakan bahan dasar suatu polielektrolit yang mengandung gugus amina dan gugus hidroksil, yang banyak digunakan sebagai bahan molekul transport aktif suatu

(14)

5

anion dalam kitosan.8 Kitosan berbentuk padatan amorf dan dapat larut dalam asam organik seperti asam asetat.27 Kitosan merupakan polimer alam yang memiliki sifat mudah terdegradasi, tidak beracun, dan biokompatibel.8,27Struktur kimia dari kitosan dapat dilihat pada Gambar 7. Sifat – sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus amina dan kardoksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia yang baik dan penyumbang sifat elektrolit kation.8

Sel Surya Fotoelektrokimia

Sel surya fotoelektrokimia bekerja berdasarkan proses yang diakibatkan adanya persambungan antara semikonduktor dan elektrolit untuk mengkonversi energi cahaya menjadi listrik. Komponen utama pada sel fotoelektrokimia ialah elektroda semikonduktor dan elektrolit cairan maupun padatan. Sel fotoelektrokimia dengan elektrolit cair dirancang sangat sederhana menggunakan dua elektroda yang terdiri dari bahan logam dan semikonduktor. Kedua elektroda tersebut dicelupkan ke dalam larutan elektrolit yang mengandung kopel redoks. Sel fotoelektrokimia dapat dilihat pada Gambar 8. Larutan yang digunakan mengandung kompleks-kompleks redoks seperti Sulfida, Selenida, Iodida, Tellurida dan sebagainya.1

Elektroda kerja (working electrode) dari bahan semikonduktor berperan sebagai fotoelektroda atau fotoanoda yang berfungsi menyerap energi foton sedangkan elektroda lawan (counter electrode) dari bahan logam, misalnya ITO, sebagai katoda. Kedua elektroda tersebut dihubungkan dengan rangkaian luar. Elektroda kerja dapat berupa bahan bulk semikonduktor atau bentuk lapisan tipis yang dideposisikan pada substrat gelas konduktif transparan (ITO).1

Sifat antarmuka semikonduktor-elektrolit berkaitan dengan tingkat energi semikonduktor dan potensial elektrokimia dalam elektrolit. Pada semikonduktor, potensial elektrokimia ditunjukkan oleh

Gambar 8 Sel fotoelektrokimia28

level Fermi yang mengacu pada energi referensi. Pada elektrolit yang mengandung kopel redoks, potensial elektrokimia (Eredoks)

dari elektrolit ditentukan oleh potensial redoks. Hal ini diberikan oleh persamaan Nerst:1

E

redoks

= E

0 redoks

+

(aox

ared) (1)

Biasanya konsentrasi dinyatakan sebagai pengganti aktivitas ditunjukkan oleh a=γc dimana γ adalah koefisien aktivitas. Potensial elektrokimia dari sistem redoks mengacu pada NHE (Normal Hydrogen Electrode) sebagai referensi. Proses yang terjadi pada sel fotoelektrokimia secara kuantitatif adalah level Fermi dari semikonduktor dan elektrolit ditempatkan pada skala energi. Penggunaan skala energi absolut, energi dari kopel redoks (EF, redoks) diberikan oleh Persamaan (2):

1

E

F, redoks

=

E

ref

E

redoks (2)

Nilai dari Erefuntuk NHE biasanya adalah

-4,5 eV dimana interval pengukurannya (-4,54,7) eV, sehingga Persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut:

E

F, redoks

=

-4,5 - E

redoks (3)

dengan mengacu pada level vakum. Perbandingan tingkat energi pada semikonduktor dan potensial elektrokimia dalam elektrolit diperlihatkan pada Gambar 9.1

Prinsip dasar sel fotoelektrokimia ialah (a) Ketika foton diserap oleh elektroda semikonduktor, elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.3 (b) Akibat gaya tolak dari ruang muatan negatif di antarmuka elektrolit-semikonduktor, elektron tersebut bergerak meninggalkan semikonduktor melalui rangkaian luar dan kemudian diinjeksikan pada elektroda lawan untuk menghasilkan reaksi reduksi.3,28(d) Akseptor A direduksi menjadi donor A-yang kemudian bergerak menuju elektroda semikonduktor untuk mendonasikan elektron kepada hole melalui proses oksidasi.3,28(e) Pada saat yang sama, pita valensi terbentuk hole yang berdifusi ke daerah deplesi, kemudian berekombinasi dengan elektron yang didonasikan oleh ion donor dari elektrolit. Karena elektron dan hole bergerak dalam arah yang berlawanan, arus akan mengalir secara berkelanjutan selama sel disinari dan tersambung dengan rangkaian luar.3,28

(15)

6

Gambar 9 Tingkat energi pada

semikonduktor dan potensial elektrokimia pada elektrolit.1

melalui pembangkitan elektron oleh cahaya dalam kisaran cahaya tampak. Cahaya yang dibutuhkan untuk transisi tersebut harus memiliki energi foton yang lebih besar atau sama dengan selisih energi antara dua keadaan (hv ≥ Eg).1 Jika foton yang diserap memiliki energi lebih besar dari celah pita energi maka foton mampu membuat elektron berpindah dari pita valensi ke pita konduksi.1

Mekanisme Konversi Sel

Fotoelektrokimia

Mekanisme konversi sel surya fotoelektrokimia memanfaatkan efek fotovoltaik yang dihasilkan dari persambungan semikonduktor-elektrolit. Persambungan semikonduktor-elektrolit identik dengan persambungan logam-semikonduktor atau dioda Schottky.1

Ketika terjadi kontak antara semikonduktor tipe-n dengan elektrolit, maka terjadi pertukaran elektron denga cepat antara jenis redoks dan elektroda yang disebabkan oleh perbedaan potensial elektrokimia.28Jika level Fermi awal (potensial elektrokimia) pada semikonduktor diatas level Fermi awal pada elektrolit maka akan terjadi pertukaran elektron dari semikonduktor ke elektrolit.1 Proses ini berhenti ketika potensial elektrokimia kedua fase sama pada saat mencapai kondisi kesetimbangan.28Pada kondisi kesetimbangan tersebut dihasilkan daerah lapisan muatan positif pada semikonduktor yang dinamakan daerah deplesi, dan daerah muatan negatif pada elektrolit yang disebut daerah Helmholtz.1,28

Sebagai hasilnya, pita konduksi dan pita valensi meningkat untuk menghasilkan potensial barrier yang melawan pertukaran elektron ke dalam elektrolit.28Kondisi energi pada persambungan semikonduktor tipe-n dan elektrolit saat sebelum dan sesudah kontak dapat dilihat pada Gambar 10 (a) dan (b).

Ketika elektroda semikonduktor disiniari, elektron-elektron pada pita valensi tereksitasi ke pita konduksi. Pada pita konduksi, elektron tersebut akan bebas bergerak sehingga jika disambungkan dengan rangkaian luar sebagian elektron tersebut mengalir melewati rangkaian luar

(a)

(b)

Gambar 101(a) Level energi pada persambungan

semikonduktor tipe-n dan elektrolit saat sebelum kontak, dan

(b) Sesudah kontak dan setimbang tanpa disinari.

Gambar 11 Mekanisme aliran elektron pada sel fotoelektrokimia

(16)

7

menuju katoda dan melintasi elektrolit yang mengandung kompleks-kompleks redoks menuju pita valensi semikonduktor dan berekombinasi dengan hole. Arah aliran elektron bebas danhole pada semikonduktor tipe-n terlihat seperti pada Gambar 11.1

Karakteristik I-V Sel Surya

Karakterisasi arus tegangan sel surya pada persambungan semikonduktor-elektrolit identik dengan persambungan logam-semikonduktor (dioda Schottky). Pada kondisi tidak disinari (dark condition), hubungan arus-tegangan sebuah dioda ideal dinyatakan dalalam Persamaan (4) sebagai berikut:29

=

I

0

1

(4)

Ketika sel surya disinari, akan dihasilkan arus yang disebut dengan arus foto (photocurrent) akibat pembangkitan arus oleh cahaya, sehingga persamaan (4) dapat ditulis menjadi:1

=

I

ph

I

0

1

(5)

dengan Iph adalah arus foto, I0 adalah arus saturasi pada kesetimbangan, dan V adalah tegangan bias. UntukIph>I0maka Persamaan (5) dapat ditulis menjadi:1

I

ph

I

0 (6)

Pada rangkaian terbuka (open circuit),I = 0, sehingga diperoleh

V

oc

=

Iph

I0

(7)

sedangkan pada rangkaian pendek (short circuit), V = 0, sehingga diperoleh Iph = I0 dengan I0 disebut arus rangkaian pendek (I0= Isc).1,29

Berdasarkan pengukuran-pengukuran yang dilakukan maka karakteristik sel surya dapat digambarkan seperti pada Gambar 12, dimana VOC adalah tegangan rangkaian

terbuka sel surya dan ISC adalah arus

rangkaian pendek pada sel surya. Pada kurva I-V sel surya, ISC merupakan perpotongan

kurva dengan sumbu arus (V=0) dan VOC

adalah perpotongan kurva dengan sumbu tegangan (I=0).4

Dari gambar kurva di bawah terlihat titik pengoperasian terletak di sepanjang kurva. Terdapat titik khusus yang merupakan daya output sel surya maksimum, yaitu pada titik (Vmax, Imax). Daya output akan maksimum

jika letak (Vmax, Imax) pada kurva mempunyai

luasan yang lebih besar pada persegi panjang yang diarsir tersebut. Titik (Vmax, Imax) akan

dipergunakan untuk mendefinisikan parameter sel surya yaitu pengisian (Fill Factor).4 Fill Factor merupakan perbandingan antara daya maksimum dengan hasil kali tegangan terbuka dan arus rangkaian singkat pada sel surya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:4,29

=

V

max

I

max

V

oc

I

sc

(8)

Efisiensi konversi merupakan ukuran kemampuan sel surya mengkonversi energi cahaya menjadi listrik yang ditentukan melalui hubungan arus-tegangan keluaran yang dihasilkan sebuah sel surya saat disinari dengan energi foton yang sesuai. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:29

=

P

out

P

in

(9)

dengan Pout adalah daya output sel surya (watt) dan Pin adalah daya input sel surya (watt).

Efisiensi maksimum sel surya adalah:

=

Pmax

Pin

× 100%

(10)

Pmaxadalah daya maksimum yang dihasilkan.

Pmaxdihasilkan dari Persamaan (11):

P

max =

V

max

x I

max

= V

oc

x I

sc

x FF

(11)

Pinadalah daya energi cahaya yang menyinari permukaan sel surya. Pin ditentukan dengan menggunakan Persamaan (12):

P

in =

I

in

x A

(12)

dengan Iin adalah intensitas sumber cahaya danAadalah luas sel surya yang disinari.29

(17)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biofisika Material dan Membran Departemen Fisika FMIPA-IPB, LIPI BATAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan September 2012.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaca ITO (Indium Tin Oxide), cadmium klorida (CdCl2), thiourea (CN2H4S),

trietanolamina (TEA), ammonium hidroksida (NH4OH), kitosan padat, asam asetat

(CH3COOH) 1%, padatan KI, padatan kristal

I2, polietilen glikol (PEG), dan aquades.

Alat yang digunakan adalah statip, hotplate, pengaduk magnetik, gelas kimia, neraca analitik, multimeter, furnace, LCR-meter, Spektrofotometer UV-Vis GenesysTM 10 Series, X-Ray Diffractometer, Lampu Tungsten 160 Watt, Potensiometer 100 k dan 500 k, sensor tegangan.

Tahapan Penelitian

Pembuatan Film CdS

Pembuatan film CdS menggunakan metode Chemical Bath Deposition (CBD). Melalui metode ini, film terdeposisi di atas substrat kaca ITO dengan cara mencelupkan substrat ke dalam larutan prekursor CdS sambil dipanaskan dan diaduk. Metode deposisi CdS diperlihatkan pada Gambar 13. Sebelum digunakan, kaca ITO dicuci menggunakan sabun, dibilas dengan aquades, di rendam dengan ethanol lalu dikeringkan di suhu ruang.

Larutan prekursor CdS dibuat dengan mencampurkan larutan CdCl2sebagai sumber

ion Cd2+(20 ml; 0,1 M) dan Thiourea sebagai ion S2-(20 ml; 1 M). Selain itu, ditambahkan pula NH4OH (10 ml; 96%), dan TEA (5 ml)

ke dalam gelas kimia yang dinding gelas bagian dalamnya telah ditempeli kaca ITO. Gelas tersebut direndam di dalam gelas kimia yang berukuran lebih besar yang berisi air. Larutan diputar di atas hotpalte dengan kecepetan 300 rpm selama 2 jam pada suhu 70oC. Hasil deposisi yang terbentuk diatas substrat ITO diangkat dan dibersihkan.

Penambahan NH4OH di dalam larutan

berperan sebagai larutan buffer untuk mempertahankan pH larutan selama deposisi

berlangsung dan pengontrol kelajuan reaksi. Sedangkan TEA berperan sebagai penghambat terjadinya pengendapan selama deposisi berlangsung. Pembentukan CdS mengggunakan metode CBD dibuat dalam bentuk larutan yanng bersifat basa. Sumber basa yang digunakan adalah NH4OH yang

juga berperan sebagai agen pengkompleks ion cadmium.8,

Pembentukan ion kompleks diawali dengan terbentuknya Cd(OH)2 berupa

endapan dengan reaksi kimianya sebagai berikut.8,30

CdCl2+ NH4OHCd(OH)2+ 2NH4Cl

Selanjutnya endapan ini bereaksi dengan larutan amonium hingga terbentuk ion kompleks [Cd(NH3)4]2+.

Cd(OH)2+ 4NH4OH[Cd(NH3)4](OH)2+

4H2O

[Cd(NH3)4](OH)2[Cd(NH3)4] 2+

+ 2OH

-Ion kompleks yang terurai kembali menjadi [Cd(NH3)4]2+ selanjutnya terdekomposisi di

dalam larutan

[Cd(NH3)4] 2+

Cd2++ 4NH3

Di sisi lain, terjadi hidrolisis thiourea di dalam larutan basa membentuk ion S2-,

(NH2)2CS + 2OH-CH2N2+H2O + S

2-Ion Cd2+ dan S2- yang dihasilkan kemudian bereaksi membentuk CdS.

Cd2++ S2-CdS

Karakterisasi Film CdS

Film CdS yang berhasil terdeposisi selanjutnya dikarakterisasi menggunakan XRD dan spektroskopi UV-Vis. Karakterisasi XRD dilakukan pada sampel untuk memastikan kristal yang tumbuh pada substrat adalah mayoritas CdS dengan cara membandingan sudut difraksi yang

(18)

9

dihasilkan sampel dengan literatur berdasarkan rujukan jurnal dan JCPDS.

Uji spektroskopi UV-Vis dilakukan untuk mengetahui sifat optik film CdS. Karakterisasi optik diukur menggunakan alat spektrofotometer dengan kisaran panjang gelombang yang digunakan ialah 300 – 900 nm. Melalui uji optik, dapat ditentukan daerah panjang gelombang serapan maksimum film CdS dari kurva absorbansi yang terbentuk. Dari data panjang gelombang tersebut dapat diperkirakan nilai celah energinya.

Pembuatan Elektrolit Polimer Kitosan

dan Karakterisasi

Polimer kitosan dibuat dengan cara melarutkan 0,15 gram kitosan ke dalam 6 mL asam asetat 1%. Larutan ditambahkan PEG sebanyak 0,15 gram. Proses pencampuran dilakukan di atas hotplate stirrer pada suhu 60oC hingga larutan homogen. Sebelumnya, telah dibuat beberapa larutan KI/I2dengan 5

konsentrasi molar yang berbeda yaitu 0,1/0,01 M; 0,2/0,02 M; 0,3/0,03 M; 0,4/0,04 M; dan 0,5/0,05 M.

Polimer kitosan yang telah homogen ditambahkan 1mL larutan elektrolit KI/I2dan

sambil diaduk hingga homogen dan membentuk gel. Gel yang telah dibuat, diteteskan di atas kaca konduktif dan ditindih dengan kaca konduktif pula lalu didiamkan pada suhu ruang. Dengan cara yang sama, dibuat 5 sampel gel kitosan lainnya dengan konsentrasi elektrolit yang berbeda. Tabel 1 menunjukkan kode gel kitosan yang akan dilakukan pengukuran konduktivitas menggunakan LCR-meter.

Sampel yang telah siap, diuji sifat listriknya menggunakan LCR meter untuk mengetahui nilai konduktivitas dari masing – masing sampel. Selanjutnya, akan dibuat sel surya dengan dua perbandingan keadaan yaitu sel dengan struktur ITO/CdS/Kitosan+PEG dan ITO/CdS/Kitosan+PEG+KI/I2 dengan nilai

konduktivitas yang tertinggi.

Tabel 1 Kode gel kitosan dengan variasi konsentrasi elektrolit

Kode gel Konsentrasi elektrolit KI/I2 pada polimer kitosan (M) 1 2 3 4 5 6 (tanpa elektrolit) 0,1/0,01 0,2/0,02 0,3/0,03 0,4/0,04 0,5/0,05

Pembuatan

Sel

Fotoelektrokimia

Padat

Lapisan CdS pada substrat kaca ITO ditetesi dengan elektrolit gel polimer hingga menutupi permukaan film CdS. Selanjutnya ditutupi dengan kaca ITO sebagai elektroda lawan menyerupai bentuk sandwich, seperti yang terlihat pada Gambar 14, lalu didiamkan selama sehari hingga mengering dan kedua elektroda saling merekat dengan kuat.

Karakterisasi Arus-Tegangan (I-V) Sel

surya

Sel surya yang telah terbentuk selanjutnya dilakukan pengukuran I-V untuk mengetahui performa sel surya yang dihasilkan. Karakterisasi ini diujikan pada dua jenis sel berbeda. Salah satu sel menggunakan elektrolit KI/I2 pada konsentrasi maksimum,

dan lainnya hanya menggunakan kitosan-PEG tanpa penambahan elektrolit KI/I2.

Kedua sel ini diuji pada sumber cahaya matahari. Selanjutnya untuk sel dengan konsentrasi elektrolit KI/I2 0,5/0,05 M diuji

karasteristik I-V dengan perbandingan cahaya matahari dan lampu.

Sel surya dihubungkan dengan amperemeter dan voltmeter seperti yang terlihat pada Gambar 15. Dari pengukuran ini, diperoleh data yang menghasilkan kurva hubungan arus-tegangan (I-V).

Gambar 14 Susunan sel fotoelektrokimia padat.

(19)

Dari kurva dapat ditentukan parameter-parameter sel surya yaitu tegangan open-circuit(Voc), arusshort-circuit(Isc), tegangan

maksimum (Vmax), arus maksimum (Imax), dan

daya maksimum (Pmax).

Model Rangkaian Sel Surya

Hasil pengukuran I-V pada salah satu sel dengan nilai efisiensi dan FF tertinggi selanjutnya dibuat beberapa variasi rangkaian. Sel surya PEC sebanyak empat buah sel dihubungkan satu dengan yang lain menggnakan kabel penghubung dan penjepit hingga terbentuk rangkaian seri empat sel surya PEC. Dengan prosedur yang sama, dibentuk pula 2 macam rangkaian sel surya yang berbeda. Model rangkaian yang akan diuji digambarkan pada Tabel 2.

Ketiga jenis rangkaian ini diuji hubungan arus dan tegangannya untuk membandingkan parameter-parameter sel surya yang dihasilkan. Dari data yang diperoleh, dapat ditentukan nilai efisiensi tertinggi dari ketiga jenis rangkaian sel surya.

Tabel 2 Model susunan rangkaian pengujian I-V sel surya

Kode

Rangkaian Gambaran

R1

R2

R3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deposisi Film CdS

Pada penelitian ini, semikonduktor CdS dibentuk dari 20 mL CdCl20,1 M dan 10 mL

NH4OH 96%. Pada pencampuran tersebut

selanjutnya ditambahkan 20 mL Thiourea (NH2)2CS dan diaduk selama 30 menit pada

temperatur 30oC. Proses deposisi dilakukan dengan mencelupkan substrat ke dalam larutan (CdCl2+ NH4OH+(NH2)2CS) pada

temperatur 70oC selama 120 menit diatas hotplateyang diaduk pada 300 rpm.

Melalui metode CBD ini, dihasilkan lapisan CdS berwarna kuning diatas substrat ITO dengan ukuran 1 x 1,5 cm2. Selain itu, terbentuk pula koloid CdS yang mengendap pada larutan bath. Hasil deposisi film CdS dapat dilihat pada Gambar 16.

Terdapat 3 fase pembentukan CdS, yaitu fase awal disebut proses nucleation center, fase pembentukan ion per ion (mekanisme heterogen), dan pembentukan kluster per kluster (mekanisme homogen).8 Proses nucleation center merupakan proses pembentukan ion cadmium dan ion sulfur baik pada permukaan substrat maupun pada larutanbath.8Pada pembentukan CdS ion per ion dapat menghasilkan CdS dengan morfologi yang lebih baik dibandingkan jika yang terjadi adalah kluster per kluster

Dalam penelitian ini, terlihat pembentukan CdS terjadi pada mekanisme homogen yang ditandai dengan banyak terbentuknya koloid berwarna kuning di dalam larutan bath sehingga mempengaruhi struktur kristal CdS yang terbentuk.

Waktu deposisi mempengaruhi karakteristik fisik CdS yang dihasilkan. Jika deposisi dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan menghasilkan film yang tebal. Selain itu, jika waktu deposisi cukup lama maka akan semakin banyak kluster CdS yang menempel pada permukaan sampel sehingga menghasilkan morfologi film yang kurang baik. Sebaliknya, jika jangka waktu deposisi terlalu singkat maka film yang dihasilkan sangat tipis.

Gambar 16 Hasil deposisi CdS di atas substrat kaca ITO

(20)

11

Temperatur deposisi juga mempengaruhi karakteristik fisik film. Jika deposisi dilakukan pada temperatur yang rendah maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk menumbuhkan film pada substrat ITO. Jika temperatur deposisi dinaikkan hingga melebihi 100oC maka film yang dihasilkan tidak merata, hal ini karena lebih banyak koloid yang terbentuk pada larutanbathyang menempel pada permukaan film CdS.8 Pada penelitian ini digunakan waktu deposisi selama 120 menit pada temperatur 70oC.

Karakterisasi XRD film CdS

Karakterisasi XRD sampel CdS dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Material, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Serpong. Tangerang. Gambar 17 merupakan hasil karakterisasi XRD sampel CdS yang dideposisi selama 2 jam pada suhu 70oC. Pada Gambar 17 memperlihatkan puncak-puncak CdS berada pada 2= 24,88o; 28,48o; 36,18o; 43,86o; dan 52,92o. Menurut Yani yang mengacu pada data JCPDS No. 80-006 diketahui bahwa pada 2 = 24,929o (100); 28,328o(101); 36,821o(102); 43,905o(110); 53,077o(201) merupakan puncak CdS dengan struktur kristal Wurtzite (hexagonal).8

Berdasarkan data XRD yang dihasilkan menunjukkan bahwa CdS telah tumbuh pada permukaan ITO. Selain puncak CdS, kurva XRD juga menunjukkan puncak 2 pada 30,06o dan 35,02o yang merupakan sudut

difraksi untuk ITO. Munculnya permukaan ITO pada pola XRD disebabkan karena film CdS yang terdeposisi terlalu tipis dan tidak merata. Terbentuknya lapisan film yang tidak merata dapat disebabkan oleh suhu deposisi yang rendah sehingga mengurangi dispersi ion di dalam larutan. Kondisi ini mengakibatkan permukaan film yang terbentuk kasar dan dapat menurunkan kristalinitas film yang dihasilkan.

Puncak-puncak CdS yang teramati pada pola XRD menunjukkan bahwa struktur kristal CdS yang terbentuk adalah polikristal heksagonal pada 2= 15ohingga 80o. Hal ini dapat diamati dengan adanya puncak-puncak yang tidak terindentifikasi yang diakibatkan oleh impuritas-impuritas yang muncul dari bahan-bahan yang digunakan selama proses pembuatan sampel.

Karakteristik Optik CdS

Karakteristik optik film CdS diukur menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Gambar 18 memperlihatkan spektrum serapan dari film CdS yang dideposisi pada suhu 70oC. Dari gambar terlihat bahwa film CdS menyerap cahaya pada panjang gelombang 300-500 nm. Hasil ini sesuai dengan beberapa literatur yang menunjukkan bahwa pita serapan CdS terjadi pada panjang gelombang 350-500 nm.8,32

(21)

12

Gambar 18 Kurva absorbansi sampel CdS

Celah energi pada semikonduktor berpengaruh pada sifat konduktivitasnya. Semakin besar nilai celah energy maka konduktivitasnya semakin menurun.33 Pola absorbansi dapat digunakan untuk memperkirakan nilai celah energi (Eg) yang

dimiliki oleh sampel CdS melalui Persamaan (13):

=

λ (13)

dimana h adalah konstanta Planck, c adalah kecepatan cahaya, dan e adalah panjang

gelombang tepi absorbsi sampel CdS. Berdasarkan kurva absorbansi CdS diketahui nilai e = 506,31 nm dan diperoleh nilai

celah energi (Eg) dari CdS sebesar 2,449 eV.

Nilai Eg ini sesuai dengan beberapa literatur

dengan nilai celah energi CdS sekitar 2,3 – 2,5 eV.13 Pita absorbsi yang landai menunjukkan tingkat kristalinitas film yang rendah.8,33

Konduktivitas Elektrolit Polimer

Gel kitosan pada penelitian ini dibuat dengan melarutkan 0,15 gram kitosan dan 0,15 gram PEG di dalam pelarut asam asetat 1% sebanyak 6 mL. Proses pelarutan dilakukan di atashotplatedengan temperatur 60OC hingga homogen. Pada larutan tersebut

selanjutnya ditambahkan larutan KI/I2

sebanyak 1 mL. Penambahan KI/I2dilakukan

sedikit demi sedikit untuk memudahkan pelarutan hingga larutan membentuk gel. Hasil akhir pelarutan ini adalah berupa gel tak berwarna (bening) untuk semua sampel

Gel yang telah terbentuk kemudian diteteskan pada kaca konduktif (ITO) untuk diukur nilai konduktansiya. Pada penelitian ini, pengukuran konduktansi dan impedansi dilakukan dengan memvariasikan nilai frekuensi dari 100 Hz hingga 5 kHz. Dari hasil pengukuran diketahui nilai konduktivitas kitosan-PEG tanpa penambahan KI/I2 (sampel 1) berkisar

antara 2,0703 sampai 21,9541 x 10-8 S/cm pada fungsi frekuensi. Nilai ini menjelaskan bahwa kitosan mampu berfungsi sebagai matriks konduktif bagi larutan elektrolit sehingga dapat melewatkan ion-ion redoks yang dihasilkan pada elektrolit saat sel bekerja.

Nilai konduktivitas meningkat ketika ditambahkan KI/I2ke dalam polimer tersebut.

Peningkatan konduktivitas polimer semakin bertambah ketika molaritas dari elektrolit KI/I2 diperbesar. Konduktivitas tertinggi

diperoleh pada sampel 6 yaitu saat konsentrasi KI/I2 sebesar 0,5/0,05 M yang

berkisar antara 1,46876 x 10-5 hingga 1,20728 x 10-3 S/cm. Secara rinci nilai konduktivitas masing-masing sampel dari hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel B).

Peningkatan nilai konduktivitas disebabkan adanya penambahan molaritas KI/I2 yang berkaitan dengan meningkatnya

jumlah ion I-/I3- sebagai pembawa muatan

dan reaksi ion tersebut di dalam rantai polimer.

Gambar 19 memperlihatkan nilai konduktivitas meningkat ketika konsentrasi KI/I2meningkat pada frekuensi 1 kHz. Hasil

(22)

13

Ini berlaku juga ketika gel diuji pada frekuensi 100 Hz, 500 Hz, dan 5 kHz. Peningkatan ini akan berpengaruh pada kinerja sel surya ketika disinari. Artinya saat sel surya dengan konduktivitas tinggi mendapat penyinaran, tegangan keluaran yang dihasilkan akan besar pula.

Karakteristik Fotovoltaik Sel

CdS/Kitosan+KI/I2

Karakteristik Respon Dinamik

Pada sampel S1 hingga S3, dengan karakteristik sel dijelaskan pada Tabel 3, dilakukan uji respon dinamik menggunakan sensor tegangan. Sumber cahaya yang digunakan memiliki intensitas sebesar 24,7 W/m2. Pada Gambar 20 memperlihatkan hasil respon dinamik dari masing-masing sel surya saat kondisi terang dan gelap. Dari grafik terlihat bahwa semua sel surya fotoelektrokimia CdS/Kitosan+KI/I2

merespon cahaya dengan baik. Artinya saat sel dikenai cahaya dengan intensitas tinggi, sel surya menghasilkan tegangan tinggi dan tegangan akan berkurang ketika intensitas cahaya dikurangi.

Pada Gambar 20, setiap sel menunjukkan sensitivitas yang berbeda terhadap cahaya. Perbedaan ini dilihat dari nilai tegangan keluaran yang dihasilkan oleh masing-masing sel. Pada ketiga sampel terlihat bahwa ketika konsentrasi elektrolit KI/I2 dinaikkan,

tegangan rangkaian terbuka (Voc) yang

dihasilkan juga meningkat. Keadaan ini sebanding dengan konduktivitas masing-masing sel. Jika konduktivitas sel tinggi berarti sel memiliki kemampuan yang tinggi

Tabel 3 Penamaan sel surya pada uji respon dinamik

Sampel Variasi elektrolit

S1 S2 S3

KI 0,1 M + I20,01 M

KI 0,3 M + I20,03 M

KI 0,4 M + I20,04 M

pula dalam mobilitas hole-elektron. Selain berfungsi sebagai penyedia level energi bagi elektron, CdS juga memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengalirkan elektron-hole di dalam bahan. Keadaan ini berlaku sama untuk setiap sel (S1S3).

Perbedaan nilai Voc tergantung pada molaritas larutan elektrolit. Konsentrasi molar larutan elektrolit mempengaruhi konsentrasi pasangan reduktor-oksidator (kopel redoks) dalam larutan. Kopel redoks sangat berperan dalam proses mobilitas muatan, sehingga sangat mempengaruhi aliran elektron-hole dalam sel secara keseluruhan. Artinya, ketika molaritas elektrolit dinaikkan jumlah kopel redoks di dalam larutan juga meningkat sehingga nilai konduktivitas sel pun meningkat.

Pada penelitian ini, ketebalan polimer saat diteteskan ke tiap sel tidak dapat dipastikan sama. Karena polimer yang digunakan bersifat gel, maka kemungkinan terjadi kebocoran pada tepi lapisan sel. Kebocoran ini menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah polimer sehingga jumlah pasangan elektron-hole yang dihasilkan menurun.

Karakteristik Arus-Tegangan (I-V)

a) Pada konsentrasi elektrolit yang berbeda

Karakteristik arus–tegangan dilakukan pada prototipe sel surya fotoelektrokimia (PEC) yang dibuat dalam bentuk padat dengan susunan: 1) lapisan CdS yang dideposisi pada substrat kaca ITO. 2) Elektrolit polimer dengan penambahan elektrolit yang mengandung kopel redoks. 3) Kaca ITO yang berperan sebagai kaca konduktif.

. Tabel 4 menunjukkan penamaan polimer yang digunakan pada sel untuk karakterisasi I-V. Kedua sampel diuji pada kondisi penyinaran secara langsung oleh sumber cahaya matahari. Luas permukaan sel surya adalah 0,5625 cm2 untuk sampel S0 dan 0,6 cm2untuk sampel S5.

(23)

14

Tabel 4 Sampel sel surya pada kondisi tanpa dan dengan penambahan elektrolit

Sampel Konsentrasi

elektrolit (M) Pin (Watt)

S0 - 33,01 x 10-4

S5 KI 0,5 M + I2

0,05 M 41,47 x 10

-4

Gambar 21 Kurva I-V sel surya pada 2 kondisi elektrolit polimer yang berbeda

Gambar 21 memperlihatkan perbandingan hasil pengujian sel surya antara sampel S0 yang tidak menggunakan elektrolit dan sampel S5 dengan penambahan elektrolit KI/I2 pada konsentrasi (0,5/0,05) M.

Kurva I-V menunjukkan bahwa pada sampel S5 mengalami peningkatan arus dan tegangan dibandingkan sampel S0 ketika sel surya disinari. Nilai VOC, ISC, efisiensi konversi,

dan FF yang dihasilkan oleh sel S0 sebesar 47,8 mV, 0,61 A, 0,4x10-3 %, dan 0,48 secara berturut-turut. Sedangkan pada sampel S5 menghasilkan Nilai VOC, ISC, efisiensi

konversi, dan FF sebesar 225 mV, 5,9 A, 11,7x10-3%, dan 0,368 secara berturut-turut.

Kehadiran elektrolit KI/I2 yang

mengandung kopel redoks di dalam sel surya fotoelektrokimia mempengaruhi nilai arus dan tegangan keluaran yang dihasilkan. Pada sampel S0, pembuatan gel kitosan dilakukan tanpa penambahan elektrolit KI/I2.

Kitosan merupakan biopolimer yang bersifat konduktif sehingga mampu menghantarkan arus melalui pergerakan ion-ion dalam matriks polimernya. Akan tetapi, kemampuan kitosan terbatas pada konduktivitas ionnya yang rendah sehingga arus-tegangan keluaran yang terukur masih rendah.

Peningkatan nilai tegangan yang dihasilkan sampel S5 dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit yang ditambahkan ke dalam gel kitosan. Pada penelitian ini,

prototipe sel surya fotoelektrolit merupakan persambungan semikonduktor dan elektrolit polimer sehingga nilai tegangan yang terukur terjadi karena adanya perbedaan tingkat energi antara semikonduktor (Efermi) dengan

energi dari kopel redoks (EF,redoks). Semakin

besar perbedaan antara Efermi dan EF,redoks

semakin besar pula nilai tegangan yang dihasilkan. Perubahan tingkat energi dapat terjadi baik pada Efermimaupun EF,redoks.

Posisi level Fermi pada semikonduktor CdS saat memperoleh intensitas penyinaran yang lebih tinggi akan meningkat mendekati level pita konduksi. Sedangkan perubahan tingkat Eredoksternyata tidak dipengaruhioleh

intensitas penyinaran, melainkan oleh variasi konsentrasi elektrolit.28,35 Untuk elektrolit KI/I2, konsentrasi KI menghasilkan ion I

-yang kemudian bereaksi dengan I2

membentuk I3-. Ion I-berperan sebagai donor

elektron (oksidator) sedangkan ion I3

-berperan sebagai akseptor elektron (reduktor).

Karena konsentrasi KI lebih besar daripada I2, tidak semua ion I

-yang dihasilkan akan bereaksi dengan I2. Keadaan

ini menyebabkan konsentrasi I- lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi I3

-sehingga potensial elektrokimia elektrolit (Eredoks)

menjadi lebih negatif. Berdasarkan persamaan Nerts (persamaan 1, 2, & 3), potensial elektrokimia yang lebih negative akan menghasilkan energi dari kopel redoks (EF,redoks) menjadi lebih positif. Artinya, level

redoks akan turun menjauhi level Fermi. Perubahan level energi ini mengakibatkan jarak antara tingkat energi fermi semikonduktor dengan tingkat energi redoks menjadi lebih besar.

b) Pada intensitas yang berbeda

Daya masukan (Pin) yang diterima oleh sel

bergantung pada besarnya intensitas penyinaran dan luas permukaan sel yang disinari.35 Semakin luas permukaan sel dan intensitas penyinaran yang semakin tinggi maka semakin besar pula nilai Pin yang

(24)

15

Tabel 5 Nilai karakteristik I-V sel surya untuk kondisi penyinaran yang berbeda

Parameter Sampel S5

Sumber Cahaya Lampu Tungsten (Ruang tertutup) Cahaya Matahari

Pin(W) 1074 4147

Imax(A) 1,06 3

Vmax(mV) 59,1 163

Pmax(W) 0,06265 0,489

Isc(A) 1,93 5,9

Voc(mV) 89,7 225

Fill Factor 0,361862 0,368361 Efisiensi (%) 0,0058287 0,011791

Gambar 22 Kurva I-V dengan intensitas sumber cahaya yang berbeda

Dari kurva I-V, diperoleh nilai daya keluaran maksimum (Pmax) pada

masing-masing kondisi penyinaran. Seperti yang tertera pada Tabel 5. nilai Pmax sangat

berpengaruh terhadap nilai efisiensi sel surya. Besarnya efisiensi konversi menunjukkan kemampuan sel surya dalam mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik ketika sel disinari dengan daya masukan tertentu.

Dari Gambar 22, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi intensitas penyinaran maka jumlah foton yang masuk ke dalam sel juga semakin banyak. Jumlah foton yang tinggi saat mengenai permukaan sel sebanding dengan jumlah elektron yang lepas menuju pita konduksi. Hal ini sebanding pula dengan arus keluaran yang dihasilkan. Akan tetapi, energi kinetik elektron tidak bergantung pada intensitas cahaya melainkan pada besarnya frekuensi dari sumber cahaya yang digunakan. Perbandingan hasil pada sampel S5 yang menggunakan sumber cahaya berbeda menunjukkan bahwa semua parameter yang terukur mengalami perubahan yang cukup linier terhadap intensitas penyinaran.

c) Karakteristik Rangkaian Sel

Kurva arus-tegangan yang dihasilkan dari variasi rangkaian sel surya fotoelektrokimia diperlihatkan pada Gambar 23 Kurva arus-tegangan yang dihasilkan dipengaruhi oleh susunan sel pada rangkaian tersebut. Untuk meningkatkan nilai tegangan keluaran maka sel surya PEC dihubungkan secara seri, sedangkan untuk meningkatkan nilai arus keluaran maka sel PEC disusun secara paralel.

Sebanyak empat buah sel surya PEC disusun menjadi tiga macam bentuk rangkaian. Dari ketiga macam rangkaian, diperoleh nilai Voc yang paling tinggi dari

rangkaian R1. Pada rangkaian R1, empat sel PEC disusun secara seri sehingga tegangan keluaran totalnya merupakan jumlah semua tegangan dari masing-masing sel surya. Hal ini sesuai dengan sifat rangkaian seri sumber ggl (gaya gerak listrik) yang mana tegangan total rangkaian seri sumber ggl merupakan jumlah tegangan (ggl) dari masing-masing sumber.34 Arus rangkaian pendek terendah (Isc) juga dihasilkan oleh rangkaian R1.

Keadaan ini memenuhi Persamaan (14) yang berlaku untuk rangkaian seri.

= + + = ( + + )(14)

Nilai Isc tertinggi dan Voc terendah diperoleh

dari rangkaian R2. Pada rangkaian R2, sel disusun secara paralel sehingga tegangan pada setiap cabang sel adalah sama. Hal ini sesuai dengan sifat rangkaian paralel sumber ggl, yaitu jumlah total arus di dalam rangkaian merupakan jumlah masing-masing arus yang dihasilkan oleh sumber, seperti yang dituliskan melalui Persamaan (15).34

= + + (15)

Pada rangkaian R3 merupakan kombinasi rangkaian seri dan paralel. Untuk rangkaian R2, saat setiap sel dianggap memiliki hambatan yang sama dan dengan menerapkan Persamaan (14) dan (15) akan diperoleh arus dan tegangan yang nilainya diantara kedua rangkaian. Penerapan kondisi ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada rangkaian R3 yang mana nilai Isc dan Voc-nya berada

diantara nilai R1 dan R2.

(25)

16

Gambar 23 Kurva I-V untuk 4 sel surya dengan susunan rangkaian berbeda

Tabel 6 Nilai karakteristik I-V untuk variasi susunan rangkaian sel surya

Parameter Rangkaian Uji (4 sel)

R1 R2 R3

Pin(W) 6560,8 6815 6455,8

Imax(A) 1 2,21 0,66

Vmax(mV) 782 189 380

Pmax(W) 0,782 0,418 0,251

Isc(A) 1,58 3,21 2,31

Voc(mV) 1089 404 450

Fill Factor 0,45449 0,32208 0,24127

Efisiensi (%) 0,01192 0,00613 0,00389

dengan prinsip dioda Schottky. Akan tetapi, nilai efisiensi yang dihasilkan masih sangat rendah. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai efisiensi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya impuritas dan cacat kristal. Faktor ini dapat menghambat pembangkitan pasangan elektron-hole karena terjadinya rekombinasi prematur.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Deposisi CdS yang dibuat dengan metode CBD pada suhu 70oC menghasilkan lapisan berwarna kuning di atas subtrat ITO. Pemilihan waktu dan temperatur saat deposisi sangat mempengaruhi sifat morfologi dari film yang dihasilkan. Daerah serapan cahaya dari film CdS berada pada kisaran panjang gelombang 300-500 nm dengan nilai celah energi sebesar 2,449 eV.

Pola XRD menunjukkan bahwa telah terbentuk polikristal CdS dengan struktur hexagonal. Selain itu, terbentuk pula puncak kristal lainnya seperti ITO. Kemunculan

puncak selain CdS dapat dipengaruhi oleh impuritas dan ketebalan film.

Konduktivitas elektrolit polimer tertinggi ialah pada konsentrasi KI/I2 tertinggi

(0,5-0,05 M) sebesar 1,46876 x 10-5  1,20728 x 10-3 S/cm. Konduktivitas polimer meningkat dengan semakin meningkatnya frekuensi dan molaritas elektrolit.

Sel fotoelektrokimia dengan konsentrasi elektrolit yang semakin meningkat menunjukkan sifat sensitivitas yang semakin baik dengan menghasilkan nilai tegangan keluaran yang semakin tinggi. Efisiensi konversi tertinggi dihasilkan oleh sel surya pada konsentrasi (0,5/0,05) M sebesar 0,11791%. Peningkatan nilai karakteristik sel surya terhadap molaritas elektrolitnya berbuhungan dengan peningkatan jumlah pasangan redoks (I-/I3-) yang bekerja pada sel.

Perbedaan nilai intensitas penyinaran menghasilkan nilai arus-tegangan yang berbeda pula.

Dari variasi susunan rangkaian sel surya fotoelektrokimia, diperoleh VOCdan efisiensi

tertinggi pada rangkaian sel surya yang disusun secara seri. Sedangkan ISC tertinggi

diperoleh pada susunan rangkaian paralel.

Saran

Efisiensi sel surya dipengaruhi oleh larutan elektrolit. Untuk mencapai sel yang lebih optimal pada semikonduktor tipe-n, maka disarankan untuk mencoba variasi konsentrasi I2 yang lebih tinggi dibanding

konsentrasi KI. Selain itu, dapat dicoba pula untuk menggunakan larutan elektrolit lainnya. Tidak terkontrolnya kebocoran polimer saat pelapisan mempengaruhi karakteristik persambungan CdS/polimer, maka perlu dilakukan teknik lainnya untuk mencegah hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hutauruk, P. T. P. (2000). Efek Fotovoltaik Lapisan Tipis CdS (Cadmium Sulfide) pada Sistem Sel Surya Fotoelektrokimia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

2. Wenas, W. W. “Teknologi Sel Surya: Perkembangan Dewasa Ini dan yang Akan Datang”. 1994. Web. 25

November 2010.

(26)

17

3. Strandwitz, N. C., J. Good, J. & Lewis, N. S. Photoelectrochemistry of Semiconductors”. Electrochemistry Encyclopedia. November 2011. Web.

23 Februari 2012.

<http://electrochem.cwru.edu/encycl/art -p06-photoel.htm>

4. Anonim. 2010. Web. 20 Juli 2011. <http://repository.upi.edu/operator/uplo ad/s_d515_043461_chapter2.pdf> 5. Restuanita, D.P. (2004).Pembuatan dan

Karakterisasi Prototipe Sel Surya Nanokristal TiO2 Tersensitisasi Dye

Menggunakan CuI Sebagai Elektrolit (TiO2/Dye/CuI) [skripsi]. Bogor: Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor

6. Singh, P. K. et al. “Present status of solid state photoelectrochemical solar cells and dye sensitized solar cells using PEO-based polymer electrolytes”. Natural Science. 8 April 2011. Web. 23

Februari 2012.

<http://iopscience.iop.org/2043-6262> 7. Lestari, S. I. (2006). Sintesis dan

Optimalisasi Gel Kitosan-Gom Guar [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor

8. Yani, S. (2011). Efek Fotovoltaik pada Persambungan CdS/P3HT-Kitosan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Boifisika. Institut Pertanian Bogor 9. Rio, S. R. & Iida, M. (1999).Fisika dan

Teknologi Semikonduktor. Jakarta: Pradnya Paramita

10. Anonim. “Semikonduktor”. 25 April 2010. Web. 12 Oktober 2011. <http://jonioke.blogspot.com/2010/04/se mikonduktor.html>

11. Hamonanga, A. “Prinsip Dasar Semikonduktor”. 18 Januari 2009. Web.

12 Oktober 2011.

<http://www.electroniclab.com/index.ph p?option=com_content&view=article&i d=13:prinsip-dasar-semikonduktor> 12. Iswanto, A. “Prinsip Kerja Sel Surya

P-N”. 22 Juni 2008. Web. 17 Februari 2012. <http://102fm- itb.org/2008/06/22/prinsip-kerja-sel-surya-sambungan-p-n/>

13. Çetinörgü, E., Gümüs, C. & Esen, R. (2006). Effects of Deposition Time and Temperature on the Optical Properties of Air-Annealed Chemical Bath Deposited CdS Films.Thin Solid Films, 515, 1688–1693.

14. Tiwari, S. & Tiwari, S. (2006). Development of CdS Based Stable Thin

Film Photo Electrochemical Solar Cells. Solar Energy Materials & Solar Cells, 90, 1621-1628.

15. Patidar, D. et al. (2006). Optical Properties of CdS Sintered Film. Bull. Mater. Sci., 29, 21–24.

16. Jinxia, XU. (2008). Fabrication and Photoluminescence Property of CdS Nanowire Array by Template Electrodeposition. Jurnal of Wuhan University of Technology-Mater. Sci., 23, 188-120.

17. Tjakrawadi, I. K. (2003). Sifat Optik dan istrik Lapisan Tipis CdS Hasil Deposisi CBD (Chemical Bath Deposition) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

18. Hill, E.R. & Keramidas, B.G. (1966). A Model for The CdS Solar Cell. Pyhs.Rev., (3), 189-193.

19. Robinson, P. “Spotlight on Colour:Vermillion and Cadmium Red”. Winsor&Newton. 2003-2011. Web. 28

Januari 2012.

<http://www.winsornewton.com/resourc e-centre/product-articles/vermilion-cadmium-red>

20. Steele, R. B. “Electron-Doped Antifluorites as Superconductors”. Chemexplore. 2004. Web. 23 Februari 2012.

<http://www.chemexplore.net/antifluorit es.htm>

21. Aguilar, J. H.et al. (2006). Influence of the S/Cd Ratio on the Luminescent Properties of Chemical Bath Deposition CdS Films. Solar Energy Materials & Solar Cells, 90, 2305-2306.

22. Altosaar, M. et al. (2005). Comparison of CdS Films Deposited from Chemical Bath Containing Different Doping Impurities. Thin Solid Films,(480–481), 147–150.

23. Oladeji, I. O. & Lee, C. (1997). Optimization of Chemical Bath Deposited Cadmium Sulfide Thin Films. J. Electrochemical Soc., 144, 2342-2346.

24. Muhammad, F. H. et al. (2010). Conductivity and Dielectric Studies on Filler-Doped Hexanoyl Chitosan based Polymer Electrolytes. Solid State Science and Technology,18, 44-52. 25. Buraidah, M. H. et al. (2010).

(27)

18

International Journal of Photoenergy, 2010(805836).

26. Putri, R. (2010). Studi Konduktivitas Elektrolit Polimer Kitosan/PVA+KOH . [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Biofisika. Institut Pertanian Bogor. 27. Romawarni, A. (2011).Sintesis dan Uji

In Vitro Hidroksiapatit Berporogen Kitosan dengan Metode Sol Gel. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.

28. Herdianto, N. (2002). Pembuatan dan Karakterisasi Sifat-Sifat Fotoelektrokimia Lapisan Semiknduktor Nanokristal TiO2. [skripsi]. Bogor: Jurusan Fisika, Institut Pertanian Bogor. 29. Maddu, A. (2010).Penuntun Praktikum

Eksperimen Fisika II. Laboratorium Fisika Lanjut, Jurusan Fisika, IPB. Bogor.

30. Zhou, X. et al. (2008). Preparation and Formation Mechanism of CdS Nano-Films via Chemical Bath Deposition. Journal of Jilin University (Science Edition), 3, 18-22.

31. Yani, S., Maddu, A. & Irmansyah. (2011). Pengaruh Doping Boron Terhadap Struktur, Morfologi, dan Karakteristik Optik Film CdS Hasil Deposisi dengan Metode CBD. Bogor 32. Devi R, P. Purkayashta, P. K. Kalita, B.

K. Sarma. (2007). Synthesis of Nanocrystalline CdS Thin Film in PVA Matrix.Bull. Mater. Sci.30(2): 123-128 33. Lesmana, T. J. (2009). Pembuatan dan

Karakterisasi Sel Surya Hibrid ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Boifisika. Institut Pertanian Bogor

(28)
(29)

20

Lampiran 1 Data perhitungan konduktivitas polimer kitosan

Tabel A.

Data konduktansi elektrolit polimer kitosan dengan variasi [elektrolit]

Konsentrasi [M] f (Hz) luas (A) tebal (l) Z (kΩ) G (µS) Z (Ω) G (S)

0

100

7,48E-05 0,00004

258,473 3,8688761 258473 3,86888E-06

500 79,8108 12,529633 79810,8 1,25296E-05

1000 64,908222 15,406369 64908,222 1,54064E-05

5000 24,3744 41,026651 24374,4 4,10267E-05

0,1-0,01

100

7,48E-05 0,00004

146,253 6,8374666 146253 6,83747E-06

500 60,1708 16,619357 60170,8 1,66194E-05

1000 44,086889 22,682481 44086,889 2,26825E-05

5000 7,90744 126,46318 7907,44 0,000126463

0,2-0,02

100

6,83E-05 0,00004

67,1327 14,89587 67132,7 1,48959E-05

500 20,7724 48,140802 20772,4 4,81408E-05

1000 5,5156667 181,30175 5515,6667 0,000181302

5000 2,94795 339,21878 2947,95 0,000339219

0,3-0,03

100

0,000063 0,00004

40,2097 24,869621 40209,7 2,48696E-05

500 10,67887 93,642867 10678,87 9,36429E-05

1000 4,2349111 236,13247 4234,9111 0,000236132

5000 1,67537 596,88308 1675,37 0,000596883

G (mS) Z () G (S)

0,4-0,04

100

0,000063 0,00004

2,0833507 479,996 0,002083351

500 3,0171219 331,4417 0,003017122

1000 5,2541245 190,32667 0,005254124

5000 9,0884387 110,0299 0,009088439

0,5-0,05

100

0,000063 0,00004

2,3132994 432,283 0,002313299

500 60,38064 16,5616 0,06038064

1000 96,910702 10,318778 0,096910702

5000 190,1466 5,2591 0,190146603

Z

: Impedansi (

)

G

: Koduktansi (S)

A

: Luas penampang bahan (m

2

)

l

: tebal bahan (m)

σ

: konduktivitas (S/m)

ρ

: resistivitas (

m)

(30)
[image:30.595.103.543.75.816.2]

21

Tabel B.

Data Perhitungan Konduktivitas elektrolit polimer kitosan

Konsentrasi KI-I2[M]

f (Hz) luas (m2) tebal (m) ρ

(m) σ(S/m) σ(S/cm)

0

100

7,48E-05 0,00004

483021,42 2,0703E-06 2,0703E-08

500 149146,43 6,70482E-06 6,70482E-08

1000 121297,24 8,24421E-06 8,24421E-08

5000 45549,66 2,19541E-05 2,19541E-07

0,1-0,01

100

7,48E-05 0,00004

273310,29 3,65884E-06 3,65884E-08

500 112444,18 8,8933E-06 8,8933E-08

1000 82387,374 1,21378E-05 1,21378E-07

5000 14777,029 6,76726E-05 6,76726E-07

0,2-0,02

100

6,83E-05 0,00004

125454,23 7,97103E-06 7,97103E-08

500 38818,423 2,5761E-05 2,5761E-07

1000 10307,402 9,70177E-05 9,70177E-07

5000 5508,9816 0,000181522 1,81522E-06

0,3-0,03

100

0,000063 0,00004

75141,877 1,33082E-05 1,33082E-07

500 19956,138 5,01099E-05 5,01099E-07

1000 7913,9901 0,000126359 1,26359E-06

5000 3130,8477 0,000319402 3,19402E-06

0,4-0,04

100

0,000063 0,00004

755,9937 0,001322762 1,32276E-05

500 522,02068 0,001915633 1,91563E-05

1000 299,7645 0,003335952 3,33595E-05

5000 173,29709 0,005770437 5,77044E-05

Konsentrasi [M] f (Hz) luas (A) tebal (l) ρ(m) σ(S/m) σ(S/cm)

0,5-0,05

100

0,000063 0,00004

680,84573 0,00

Gambar

Tabel 1 Kode gel kitosan dengan variasi konsentrasi elektrolit.........................................
Gambar 1 Perpindahan elektron dari pita
Gambar 5 (a) Atom pengotor valensi lima
Gambar 7 Struktur kimia dari kitosan23
+7

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

MAKNA DENOTATIF, KONOTATIF, DAN UNSUR PEMAKNAAN TINGKAT KEDUA (MITOS) PADA SIMBOL SATANISME OLEH BAND BLACK METAL dipengaruhi oleh kebudayaan yang mengikat dalam masyarakat

Tujuan dilakukan pengujian antar variabel adalah untuk mengetahui apakah terdapat masalah antara hubungan setiap variabel sehingga dilakukan uji korelasi Syarat

Bahwa Tersangkut Nakhoda telah melakukan prosedur persiapan bergerak dengan mengendurkan tali tros, namun kejadiannya sangat cepat dimana lingkungan perairan saat

Hasil pengujian yang telah dilakukan diLaboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik antara lain : Uji untuk mengetahui sifat fisik dan sifat mekanis dari masing-masing jenis tanah

Pada Gambar 1 dapat dilihat rata-rata jumlah koloni bakteri Coliform yang diambil pada sampel es kelapa muda di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, pada sampel yang langsung

Untuk orang tua tentunya hal ini harus sangat diperhatikan karena kita tidak tahu apakah makanan yang berada di kantin atau jajanan lainnya yang berada

Tesis dengan judul “ Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Perawat dengan Motivasi sebagai Variabel Moderasi (studi pada RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)” adalah hasil karya saya