• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba dari Disuperovulasi sebelum Perkawinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba dari Disuperovulasi sebelum Perkawinan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANDI NILLA WAJUANNA. Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum Perkawinan. Dibimbing oleh ANDRIYANTO dan WASMEN MANALU.

Penelitian ini bertujuan mempelajari gambaran darah merah anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlah eritrosit (RBC), nilai hematokrit (PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb) pada hari pertama kelahiran. Penelitian ini menggunakan hewan percobaan sebanyak 18 ekor anak domba, yaitu sembilan ekor anak domba kontrol dan sembilan ekor anak domba hasil superovulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin anak domba hasil superovulasi memberikan pengaruh yang sama dengan anak domba kontrol dan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa superovulasi pada anak domba tidak mempengaruhi gambaran sel darah merah berdasarkan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin.

Kata kunci: anak domba, eritrosit, hematokrit, hemoglobin, superovulasi

ABSTRACT

ANDI NILLA WAJUANNA. The effect of superovulation of ewes prior to mating on lambs erytrocytes . Supersived by ANDRIYANTO and WASMEN MANALU.

This research was conducted to study the effect of superovulation of ewes prior to mating on lambs erythrocytes, such as erythrocytes count (RBC), hematrocit percentage (PCV), and haemoglobin concentration (Hb) on the first day after borned. This research used eighteen lambs, which nine superovulation lambs and nine control lambs. The result showed that erythrocytes count, hematocrit percentage, and haemoglobin concentration were not affected by treatment (P>0.05). It was concluded that superovulation of ewes prior to mating did not affected on erythrocytes count, hematocrit percentage, and haemoglobin concetration.

(2)

GAMBARAN DARAH MERAH ANAK DOMBA YANG

DILAHIRKAN OLEH INDUK DOMBA YANG

DISUPEROVULASI SEBELUM PERKAWINAN

ANDI NILLA WAJUANNA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum Perkawinan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

(5)

ANDI NILLA WAJUANNA. Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum Perkawinan. Dibimbing oleh ANDRIYANTO dan WASMEN MANALU.

Penelitian ini bertujuan mempelajari gambaran darah merah anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlah eritrosit (RBC), nilai hematokrit (PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb) pada hari pertama kelahiran. Penelitian ini menggunakan hewan percobaan sebanyak 18 ekor anak domba, yaitu sembilan ekor anak domba kontrol dan sembilan ekor anak domba hasil superovulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin anak domba hasil superovulasi memberikan pengaruh yang sama dengan anak domba kontrol dan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa superovulasi pada anak domba tidak mempengaruhi gambaran sel darah merah berdasarkan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin.

Kata kunci: anak domba, eritrosit, hematokrit, hemoglobin, superovulasi

ABSTRACT

ANDI NILLA WAJUANNA. The effect of superovulation of ewes prior to mating on lambs erytrocytes . Supersived by ANDRIYANTO and WASMEN MANALU.

This research was conducted to study the effect of superovulation of ewes prior to mating on lambs erythrocytes, such as erythrocytes count (RBC), hematrocit percentage (PCV), and haemoglobin concentration (Hb) on the first day after borned. This research used eighteen lambs, which nine superovulation lambs and nine control lambs. The result showed that erythrocytes count, hematocrit percentage, and haemoglobin concentration were not affected by treatment (P>0.05). It was concluded that superovulation of ewes prior to mating did not affected on erythrocytes count, hematocrit percentage, and haemoglobin concetration.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN DARAH MERAH ANAK DOMBA YANG

DILAHIRKAN OLEH INDUK DOMBA YANG

DISUPEROVULASI SEBELUM PERKAWINAN

ANDI NILLA WAJUANNA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

NIM : B04070060

Disetujui oleh

Drh. Andriyanto, M.Si Pembimbing I

Prof. Dr. Ir Wasmen Manalu Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D ,APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ialah “Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum Perkawinan”.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak drh. Andriyanto, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, selaku pembimbing skripsi atas diskusi, dukungan, dan masukannya selama ini.

2. Ibu drh. Susi Soviana, M.Si selaku pembimbing akademik.

3. Keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan, semua dosen dan staff, sahabat FKH 44

dan 45 Terima kasih atas segala bentuk dukungan, semangat, dan do’a yang selalu

kalian berikan.

4. Ayahanda Andi Lubis Wajuanna, Ibunda Andi Nurhaedah Tahir, dan semua kakakku Andi Sidi Gazalba Wajuanna, Andi Muh. Roem Wajuanna, Andi Amila Wajuanna, Andi Rompe Gading Wajuanna, Andi Besse Wajuanna. Selain itu, saya ucapkan kepada adikku Andi Wecudai Wajuanna, Andi Auliah Wajuanna, Andi Yuyun Pinrapati Wajuanna dan anakku Teuku Iskandar Wajuanna yang penulis sayangi, terima kasih atas segala dukungan, do’a, cinta, dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

5. Sahabat-sahabatku 395 asrama A3 TPB 2007 dan teman-teman kosan, terima kasih atas bantuan, nasihat, dan atas kebersamaannya di Wisma Candy dan Wisma Ayu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membaca.

Bogor, Maret 2013

(10)

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Domba 2

Superovulasi 3

Darah 3

Eritrosit 4

Hematokrit 4

Hemoglobin 5

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Bahan 6

Tahap Persiapan 7

Hewan Percobaan 7

Aklimatisasi Domba 7

Kandang, Pakan, dan Minum 7

Tahap Pelaksanaan 7

Rancangan Percobaan 7

Superovulasi 8

Pengambilan dan Analisis Sampel 8

Parameter yang Diamati 9

Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

(11)
(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi protein hewani yang rendah. Rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi pangan asal hewan mencapai 81.9 g/orang/hari, sedangkan standar konsumsi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ialah 150 g/orang/hari (Westra 2009). Pada masa yang akan datang, prospek pengembangan ternak domba cukup baik, yaitu untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri dan memiliki peluang ekspor yang akan membuka kesempatan kerja. Dengan demikian, secara tidak langsung, usaha ternak domba akan meningkatkan pendapatan petani (Ramada 2008). Permintaan domba semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, terutama pada saat Idul Adha (Harianto 2010). Saat ini, aspek reproduksi, usaha produktivitas, dan reproduktivitas peternakan domba dimasyarakat masih perlu ditingkatkan. Hal-hal lain dalam usaha ternak domba yang perlu ditingkatkan ialah faktor genetik, probabilitas jantan dan betina, jumlah anak yang dilahirkan, dan bobot lahir anak (Soeharsono dan Musofie 2007). Salah satu upaya peningkatan populasi domba ialah teknologi superovulasi.

Superovulasi merupakan suatu teknik untuk merangsang pembentukan folikel dalam ovarium melebihi kemampuan alamiahnya. Domba, kambing, dan sapi rata-rata mengovulasikan 12 sel telur setelah induksi superovulasi (Solihati 2005). Pemberian superovulasi sangat diperlukan untuk memperoleh anak domba yang mempunyai kualitas dan produktivitas yang baik. Superovulasi dapat meningkatkan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan, terutama progesteron dan estrogen,yang disertai dengan peningkatan jumlah anak dan ekspresi genotipe pertumbuhan yang digambarkan oleh fenotipe bobot lahir, panjang badan, dan tinggi badan saat lahir (Manalu dan Adriani 2002). Teknik superovulasi dapat dilakukan dengan pemberian hormon gonadotropin, seperti

Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone

(FSH). Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan perkembangan folikel ovarium sehingga meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan (Andriyanto dan Manalu 2010).

Pada trimester akhir masa kebuntingan, terdapat perubahan-perubahan nyata pada bobot fetus yang mencerminkan variasi faktor-faktor genetik, besar litter, status nutrisi, dan kesehatan induk (Andriyanto dan Manalu 2011). Induk yang memiliki littersize(jumlah anak) lebih dari dari tiga ekor biasanya melahirkan anak dengan bobot lahir yang lebih kecil dan tingkat kematian yang tinggi (Andriyanto dan Manalu 2011).

(13)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk memperolehgambaran darah merah anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlahRBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang status fisiologis anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan dan mengoptimalkan teknologi reproduksi dengan menggunakan teknik superovulasi pada domba.

TINJAUAN PUSTAKA

Domba

Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara untuk memproduksi daging, susu, wol, kulit, dan hasil limbah yang dapat digunakan sebagai pupuk (Gatenby 1991). Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Domba lokal adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis, mampu memakan pakan dengan kualitas rendah, dan memiliki sifat seasonal polyestrus sehingga dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang beragamdengan bentuk ekor yang kecil dan tidak terlalu panjang.

Klasifikasi ilmiah domba menurut Damron (2006) ialah kerajaan Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae. Selanjutnya, domba masuk ke dalam subfamili Caprinae, genus Ovis, dan memiliki nama ilmiah Ovis aries.

(14)

Superovulasi

Superovulasi berasal dari kata super berarti luar biasa dan ovulasi berarti pelepasan sel telur atau ovarium dari folikel de Graaf. Superovulasi adalah suatu teknik untuk merangsang pembentukan sejumlah besar folikel di dalam ovarium dan mematangkannya lebih cepat dari kemampuan alamiahnya. Pada domba, seperti hewan menyusui lainnya, laju ovulasi dapat ditingkatkan apabila ovarium sebagai produsen sel telur dirangsang dengan cara pemberian hormongonadotropin, seperti PMSG/hCG pada hewan tersebut. Hormon PMSG memiliki aktivitas ganda yang mirip dengan FSH dan LH yang dapat merangsang pertumbuhan folikel, menunjang sintesis estradiol, merangsang proses ovulasi, dan luteinisasi (Armstrong et al. 1982; Bidon dan Paper 1984; Gonzalez et al. 1994)

Keberhasilan penggunaan hormon PMSG/hCG dalam meningkatkan folikel dan korpus luteum dapat dilihat dari peningkatan sekresi hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio, dan fetus, peningkatan bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi pada domba (Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b).

Teori gelombang folikuler diperkirakan terjadi pada pertengahan siklus estrus yang sekaligus pertengahan fase luteal, yaitu berkisar antara hari kesembilan sampai ke-12 mengacu pada lamanya siklus estrus domba yang rata-rata 21 hari (18−24 hari) (Lopez et. al. 2005). Pada domba yang disuperovulasi, aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan ovarium kanan berdasarkan jumlah korpus luteum (Manalu dan Sumaryadi 1997).

Darah

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri (Ganong 2003). Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani, haima yang berarti darah. Jumlah total volume darah berkisar antara 6−7% dari total bobot badan pada hewan ruminansia. Total volume darah pada hewan muda pada masa pertumbuhan sering lebih dari 10% bobot badan (Meyer dan Harvey 2004).

Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung 90% air dan berbagai zat terlarut/tersuspensi di dalamnya. Zat tersuspensi tersebut mencakup beberapa jenis bahan, seperti protein plasma (albumin, globulin, dan fibrinogen), sari makanan (glukosa, asam amino, lipid, dan monosakarida), berbagai ion (kalium, klorida, dan senyawa bikarbonat), dan bahan lainnya (hormon, gas respiratori, vitamin, dan enzim) (Isnaeni 2006).

(15)

1996). Persentase sel darah adalah sekitar 40% (30−55%) dari total volume darah, bergantung pada spesies (Samuelson 2007).

Hitungan darah menyajikan suatu prosedur laboratorium yang berguna untuk memperkirakan jumlah dan jenis sel-sel dalam darah yang bersirkulasi pada seekor hewan pada suatu waktu tertentu. Hitungan sel total dinyatakan dalam jumlah sel dalam millimeter kubik darah. Hitungan ini berlaku baik untuk sel darah merah atau sel darah putih, meski teknik dan peralatannya agak berbeda (Frandson 1996).

Eritrosit

Sel-sel darah merah atau eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter rata-ratanya sebesar 7.8 mikrometer, dan ketebalan pada bagian yang tebal 2.5 mikrometer dan pada bagian tengah satu mikrometer (Samuelson 2007). Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru-paru kejaringan, mengangkut karbon dioksida ke paru-paru, dan sebagai penyangga atau buffer ion hidrogen. Menurut Frandson (1996), jumlah sel darah merah pada domba ialah11 juta/mm3.

Eritrosit mempunyai bentuk yang mirip piringan pipih yang menyerupai donat. Sekitar 45% darah tersusun atas sel darah merah yang dihasilkan di sumsum tulang. Setiap 1 cm3 darah terdapat 5.5 juta sel. Jumlah sel darah merah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 juta, rata-rata umurnya hanya 120 hari (Guyton dan Hall 2006). Semakin tua umur eritrosit semakin rapuh, kehilangan bentuk, dan ukurannya menyusut menjadi sepertiga ukuran mula-mula. Eritrosit mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi. Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida.

Eritrosit akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa setelah tua. Sebagian besar sel yang tua dihancurkan oleh limpa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk eritrosit yang baru.Persediaan eritrosit di dalam tubuh diperbarui setiap empat bulan sekali. Proses pembentukan sel darah merah di dalam tubuh disebut dengan eritropoiesis. Faktor laju eritropoiesis dipengaruhi oleh eritropoietin yang dirangsang oleh anemia dan hipoksia. Eritropoietin adalah hormon yang secara langsung mempengaruhi aktivitas sumsum tulang. Eritropoietin ini sangat peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan (Kahn 2005).

Hematokrit

(16)

centrifugesehingga terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas butir-butir eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan darah. Prinsip pemeriksaan hematokrit cara manual ialah darah yang mengandung antikoagulan dan total sel darah merah dapat dinyatakan sebagai persen atau pecahan desimal (Simmons, 1989). Secara normal, nilai hematokrit pada hewan bervariasi pada sapi 43% (0.43 L/L), sapi bali 39−40%, kuda 34%, anjing 46%, domba 43%, babi 42%, kucing 40%, dan manusia (laki) 42%, perempuan 33% (Dharmawan 2002).

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan hematokrit adalah tabung mikrokapiler. Tabung ini dibuat khusus untuk mikrohematokrit dengan panjang 75mm dan diameter 1.2−1.5mm. Selain itu, ada pula tabung lain yang dilapisi heparin dan tabung tersebut dapat dipakai untukdarah dari venadan terdapat juga tabung kapiler tanpa heparin yang dipergunakan untuk darah dari vena (Gandsoebrata 1992).

Pemeriksaan hematokrit digunakan untuk mengukur derajat anemia dan polisitemia juga untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari warna plasma, yaitu warna yang terbentuk kuning atau kuning tua dan untuk menentukan rata-rata volume eritrosit yang merupakan tes screening dalam mendeteksi adanya hiperbilirubinemia (Meyer dan Harvey 2004). Warna plasma yang diperoleh dalam sentrifuge adalah warna kuning atau kuning tua, baik dalam keadaan fisiologis atau patologis yang merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam darah, misalnya pada kasus infeksi hepatitis. Naiknya kolesterol juga dapat diketahui dari warna plasma yang berwarna seperti susu, misalnya pada penderita diabetes melitus. Plasma yang berwarna merah merupakan indikasi adanya hemolisis dari eritrosit, seperti penggunaan spuid yang belum kering pada pengambilan darah atau hemolisis intravaskuler dan untuk mengetahui volume rata-rata eritrosit dan konsentrasi hemoglobin rata-rata di dalam eritrosit (Jain 1993).

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan salah satu protein khusus yang ada dalam sel darah merah dengan fungsi khusus untuk mengangkut O2 ke jaringan dan

mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru (Samauelson 2007). Hemoglobin

adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya ikat) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri atas 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Ganong 2003).

(17)

sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen, yaitu menerima, menyimpan, dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% zat besi tubuh berada di dalam hemoglobin Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana untuk mengukur hemoglobin adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin (Bachyar 2002)

Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Heme merupakan suatu molekul organik yang mengikat satu atom besi. Adanya kandungan besi (Fe) dalam hemoglobin di sel darah merah menyebabkan darah berwarna merah (Guyton dan Hall 2006).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai dengan November 2011, bertempat di kandang Mitra Tani Farm Jalan Manunggal Baru No. 1, Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Sampel dianalisis di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah seperangkat alat ultrasoundography (USG), spuid 5 mL, 13 buah tabung reaksi 5 mL, kapas steril, rak tabung, pipet eritrosit, gelas objek, kamar hitung Neubauer, selotip, marker, kertas label, hemositometer, tabung kapiler, alat penghitung, Adam mikrohematokrit reader, penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuge, tambang, dan mikroskop cahaya.

Bahan

(18)

prostaglandin (PGF2α), hormon pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG),

antikoagulan ethilen diamine tetra asetate (EDTA), alkohol 70%, kertas saring, dan larutan Hayem.

Tahap Persiapan

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah sebanyak 12 ekor domba betina dan 18 ekor anak domba yang berumur satu hari yang dilahirkan oleh induk tersebut, anak domba memiliki bobot badan antara 3−4 kg. Domba percobaan merupakan domba lokal yang berasal dari Jawa Timur.

Aklimatisasi Domba

Tahap awal dalam penelitian ini ialah aklimatisasi induk domba selama dua minggu. Pada tahap ini, domba penelitian ditimbang bobot badannya dan diperiksa menggunakan USG, diberikan obat cacing (albendazole®), vitamin B kompleks, dan antibiotik. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot badan domba dan USG dilakukan untuk mengetahui domba coba belum bunting. Pemberian albendazole® pada domba penelitian agar terbebas dari parasit cacing dan antibiotik agar tidak terinfeksi bakteri. Hal ini dilaksanakan, untuk meminimalisir kejadian infeksi parasit dan bakteri. Pemberian vitamin B kompleks berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengoptimalkan kondisi tubuh domba.

Kandang, Pakan, dan Minum

Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok tipe panggung yang berukuran 3 4 m per sekat yang cukup menampung 8 sampai dengan10 ekor domba. Kandang tersebut memiliki ketinggian 50 cm dari permukaan tanah. Kandang panggung bertujuan agar feses dan urin tidak bercampur dalam kandangsehingga domba penelitian terhindar dari amonia. Pakan diberikan tiga kali sehari tiap pagi, siang, dan sore hari. Pakan yang diberikan adalah rumput dan konsentrat untuk pagi dan sore, serta umbi singkong pada siang. Sementara itu, air minum tersedia secara ad libitum.

Tahap Pelaksanaan

Rancangan Percobaan

(19)

Superovulasi

Tahap superovulasi diawali dengan pemeriksaan USG untuk mengetahui bahwa domba penelitian tidak sedang bunting sebelum pemberian PGF agar tidak terjadi abortus. Pemberian PGF dengan dosis berkisar 5−15 mg/ekor secara intramuskuler berguna untuk menyinkronisasi estrus. Proses sinkronisasi estrus dilakukan dengan menggunakan PGFuntuk merangsang lisis korpus luteum.Secara alami, PGF dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai ke-18 siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL.

Pemberian PGF dilakukan dua kali dengan interval 11 hari setelah pemberian pertama. Pemberian kedua PGF disertai dengan pemberian PMSG secara intramuskuler dengan dosis 75−125 IU/ekor untuk menampakkan gejala

induksi superovulasi. Pada 24−36 jam setelah pemberian PMSG, domba akan

menampakkan gejala estrus yang ditandai vulva merah, vulva membengkak, dan meningkatnya jumlah lendir pada vulva. Setelah menampakkan gejala estrus, pejantan dimasukkan ke dalam kandang untuk mengawini domba estrus secara alami. Pada hari ke-30 setelah perkawinan, domba diUSG untuk pemeriksaan kebuntingan untuk memastikan litter size penelitian.

Pengambilan dan Analisis Sampel

Pengambilan darah anak domba umur satu hari setelah dilahirkan tanpa diberikan susu dari induk domba tersebut. Pengambilan darah melalui vena jugularis dilakukan dengan menggunakan syringe 5 mL. Setelah itu, darah ditampung di tabung yang telah diberi antikoagulan EDTA. Perhitungan jumlah RBC dilakukan dengan metode kamar hitung (hemositometer) dengan menggunakan larutan Hayem dengan menggunakan pipet eritrosit sampai batas angka 0.5 dan kemudian diencerkan dengan larutan Hayem sampai batas angka 101. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dengan membolak-balikan seperti angka delapan. Campuran diteteskan di kamar hitung Neubauer dan ditutup dengan cover glass. Kamar hitung diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 40 , jumlah RBC dengan mengamati lima kotak, yaitu pojok kanan atas dan bawah, pojok kiri atas dan bawah, serta satu kotak yang tepat berada ditengah.

Perhitungan nilai PCV dilakukan dengan menggunakan Adam

mikrohematokrit reader. Tabung mikro yang digunakan adalah tabung

mikrokapiler dengan panjang 7 cm dan diameter 0.1 mm. Sampel darah diambil dengan menempelkan bagian ujung dari tabung mikro tersebut ke dalam darah. Posisi ujung tabung mikro hampir mendatar dan bagian ujung tabung yang lain dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung tabung disumbat. Setelah itu, tabung mikro yang berisi sampel darah tersebut disentrifugasi kemudian dibaca menggunakan Adam mikrohematokrit reader.

Pengukuran konsentrasi Hb dilakukan dengan metode

Cyanmethaemoglobin. Metode ini dilakukan dengan mencampurkan reagen Hb

2.5 mL dengan sampel darah 10 µl di dalam tabung. Campuran reagen Hb dan

darah dibaca pada fotometer λ mm, sehingga didapatkan absorban. Konsentrasi

(20)

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini ialah jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji General Linear Model (GLM) multivariat untuk melihat interaksi dari masing-masing faktor perlakuan yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pemeriksaan darah merah (jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb) yang dilakukan pada anak domba, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah RBC (106/mm3), nilai PCV (%), dan konsentrasi Hb (g%) pada anak domba

Parameter Kontrol SO LS SO LS*SO

LS1 (n=3) LS2 (n=6) LS1 (n=3) LS2 (n=6)

RBC 10.46±0.74a 9.66±0.66a 10.72±0.50a 9.40±0.48a - * -

PCV 28.20±1.26a 24.40±1.80a 26.05±1.65a 23.09±2.51a - * -

Hb 8.40±0.28a 7.25±0.25a 9.16±0.09a 7.65±0.63a * * -

Keterangan: LS: Litter size; SO: Superovulasi; LS*SO: Litter size sekaligus Superovulasi; Tanda (*): signifikan (P<0.05); Tanda (-): Tidak signifikan (P>0.05); Huruf superskrip (a) yang sama pada baris yang sama tidak berbeda

nyata (P>0.05).

Berdasarkan Tabel 1, hasil perhitungan jumlah RBC dan nilai PCV tidak ada interaksi sedangkan konsentrasi Hb menunjukkan interaksi pada anak domba litter size (LS). Selanjutnya, jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb memberikan pengaruh yang signifikan pada anak domba superovulasi (SO). Terakhir, jumlah RBC, nilai PCV, dan kadar Hb menunjukkan tidak ada interaksi antara litter size dan superovulasi (LS*SO). Berdasarkan perhitungan statistika, faktor litter size dan faktor superovulasi tidak berbeda nyata dari jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb setiap kelompok perlakuan.

Pembahasan

(21)

106/mm3,dilanjutkan dengan anak domba kontrol (LS 1, n=3) sebesar 10.46±0.74 106/mm3 dan anak domba kontrol (LS 2, n=6) sebesar 9.66±0.66 106/mm3. Jumlah terendah ditemukan pada anak domba SO (LS 2, n=6) sebesar 9.40±0.48 106/mm3. Satu-satunya faktor yang secara signifikan mempengaruhi jumlah RBC ialah faktor superovulasi (SO). Faktor litter size (LS) dan kombinasi superovulasi (LS*SO) tidak mempengaruhi perbedaan jumlah RBC dari setiap kelompok perlakuan.

RBC mempunyai tiga fungsi penting, yaitu transportasi oksigen ke jaringan, transportasi karbon dioksida ke paru-paru, dan sebagai penyangga atau buffer ion hidrogen (Meyer dan Harvey 2004). Jumlah RBC dalam sistem sirkulasi tubuh diatur terbatas sehingga memadai untuk selalu menyediakan oksigen bagi jaringan (Guyton dan Hall 2006). Jumlah RBC dari setiap kelompok perlakuan memiliki nilai yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Schalm et al.(1975). Pada penelitian Schalm et al. (1975) didapatkan jumlah RBC anak domba yang

Hasil perhitungan nilai PCV dari setiap kelompok perlakuan memberikan gambaran nilai yang berbeda meskipun dengan nilai yang tidak berbeda nyata secara statistika, seperti terlihat pada Tabel 1.Faktor yang memberikan pengaruh pada nilai PCV ialah faktor superovulasi (SO). Faktor litter size (LS) dan kombinasi antara superovulasi (LS*SO) tidak memberikan nilai yang signifikan pada perbedaan nilai PCV dari setiap perlakuan. Nilai PCV yang paling tinggi adalah pada anak domba kontrol (LS 1, n=3) sebesar 28.20±1.26%, dilanjutkan dengan anak domba SO (LS 1, n=3) sebesar 26.05±1.65%, dan anak domba kontrol (LS 2, n=6) sebesar 24.40±1.80%. Nilai terendah ditemukan pada anak domba SO (LS 2, n=6) sebesar 23.09±2.51%.

Nilai PCV memperlihatkan secara langsung viskositas darah dan secara tidak langsung jumlah sel darah merah (Frandson 1996). Nilai PCV dari setiap kelompok perlakuan memiliki nilai yang rendah dengan hasil penelitian yang dilakukan Schalm et al. (1975). Nilai PCV yang dilaporkan Schalm et al. (1975) pada anak domba yang berumur 60−80 hari ialahsebesar 35.7%. Nilai tersebut juga berbeda jauh dari hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Weiss dan Wardrop pada tahun 2010 yang melaporkan bahwa nilai PCV normal domba adalah sebesar 27−45%.

Secara fisiologis, nilai PCV pada anak domba yang berumur satu hari akan selalu lebih rendah dengan kondisi ketika dewasa. Hal tersebut dikarenakan nilai PCV menggambarkan perbandingan jumlah RBC dengan kompenen darah lain dalam volume tertentu. Pada hewan yang baru lahir,sela darah merah atau RBC hanya diproduksi di sumsum tulang, sedangkan pada hewan dewasa diproduksi dalam sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum, rusuk, dan ilium (Guyton dan Hall 2006).

(22)

(SO) dan faktor litter size (LS). Kombinasi antara Litter sizedan superovulasi (LS*SO) tidak memberikan konsentrasi yang signifikan pada perbedaan kadar Hb dari setiap perlakuan. Konsentrasi Hb yang paling tinggi ialah pada anak domba SO (LS 1, n=3), yaitu sebesar 9.16±0.09 g%, dilanjutkan dengan anak domba kontrol (LS 1, n=3) sebesar 8.40±0.28 g%, dan anak domba SO (LS 2, n=6) sebesar 7.65±0.63 g%. Konsentrasi Hb terendah ditemukan pada anak domba kontrol (LS 2, n=6) sebesar 7.25±0.25 g%.

Fungsi utama Hb ialah untuk pengangkutan oksigen dan karbondioksida di dalam darah (Cunningham 2002). Konsentrasi Hb pada setiap kelompok perlakuan lebih rendah dengan hasil penelitian yang dilakukan Schalm et al. (1975). Konsentrasi Hb yang dilaporkan Schalm et al. (1975) pada anak domba yang berumur 60−80 hari ialah sebesar 12.9 g%. Secara normal, menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Weiss dan Wardrop pada tahun 2010 konsentrasi Hb normal domba adalah sebesar 9−15 g%.

Secara fisiologis, konsentrasi Hb pada anak domba yang berumur satu hari akan selalu lebih rendah dengan kondisi ketika dewasa. Hal tersebut dikarenakan pembentukan Hb tidak tinggi karena masih kurangnya asupan bahan pembentukan Hb, seperti zat besi. Sekitar80% zat besi dibutuhkan dalam pembentukan kadar Hb (Ganong 2003).

Pola penurunan nilai PCV dan konsentrasi Hb yang terjadi pada anak domba yang berumur satu hari terkait dengan metabolisme yang terjadi. Pola perubahan gambaran darah tersebut dapat disebabkan oleh faktor instrinsik, diantaranya umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, siklus reproduksi, dan kebuntingan (Jain 1993). Kondisi umur menyebabkan perubahan pada proses metabolisme yang terlihat dari gambaran darahnya. Proses perubahan gambaran darah tersebut merupakan mekanisme fisiologi yang berbeda yang merupakan proses adaptasi tubuh anak yang baru lahir (Ganong 2003).

Perlakuan superovulasi dengan litter size secara nyata tidak mempengaruhi gambaran sel darah merah anak domba berdasarkan jumlah eritrosit (RBC), nilai hematokrit (PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(23)

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai profil biokimiawi darah anak domba oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, Manalu W. 2010. Prospek penerapan teknologi perbaikan sekresi endogen hormon kebuntingan pada domba skala peternakan rakyat. Prosiding Seminar Nasional Peranan Teknologi Reproduksi Hewan dalam Rangka Swasembada Pangan nasional. Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi,dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 125−127.

Andriyanto, Manalu W. 2011. Potency of ethanol extract Curcuma xanthoriza as natural growth promotor in pregnant ewes with superovulation. Globalization of Jamu Brand Indonesia. The 2nd International symposium on Temulawak. The 40th Meeting of National Working Group on Indonesian Medical Plant. IICC. Bogor. Hlm. 134.

Armstrong DT, Miller BG, Walton EA, Pfitzner AP, Warnes GM. 1982. Ovarian responses of anoestrusgoats to stimulation with pregnant mare serumgonadotrophin.Anim Repro Sci.5:15−23.

Bachyar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders Company.

Damron WS. 2006. Introduction to Animal Science Global, Biological, Social and Industry Perspectives. 3rd Ed. Oklahoma State University, Ohio.

Dharmawan S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner. Hematologi Klinik. Cetakan II. Penerbit Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. Denpasar. Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan

Srigandono dan K. Praseno. Gajah Mada University Press. Yokyakarta. Grandasoebrata R. 1992. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Bandung. Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-20.

Widjajakusumah D, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah D, editor. Jakarta; ECG. Terjemah dari: Review of Medical Physiology.

Gatenby RM. 1991. Sheep. First edition. Macmillan Education Ltd., London. Gonzalez A, Wang H, Carruthers TD, Murphy BD, Mafletoft RJ. 1994.

Superovulation in the cow with pregnant mare serum gonadotrophin serum. Canad Veterin J. 35:158−162.

Guyton AC, Hall EJ. 2006. Buku ajar fisiologi Kedokteran. Editor Irawati. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Harianto B, Tim Penulis MT Farm, 2010. Buku Pintar Berternak dan Bisnis

Domba. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

(24)

Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Jain NC.1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea dan

Febiger.

Khan CM. 2005. The Merck Veterinary Manual Ed9. Philadephia, Nutrional Publishing.

Lopez V, Bulnes G, Gracia G, Dominguez, Cocero. 2005. The effect of previous ovarian status on rate and early embryo deveploment in response to superovulatory FSH treatments in sheep. Theriogenol.63(7): 1973−1983. Maheshwari H, Isdoni B, Satyaningtijas AS, Ekastuti DR, Kusumorini N. 2001.

Gambaran darah kambing yang bunting tunggal dan kembar. Med. Pet. 24(3):77−82.

Manalu W, Adriani. 2002. Peningkatan ekspresi gen pertumbuhan selama fase diferensiasi embrio melalui peningkatan sekresi estrogen dan progesteron pada kambing. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX/2000. Lembaga Penelitian IPB.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1997. Pengaruh superovulasi terhadap aktivitas sisi ovarium pada domba ekor tipis. Biosfera. 6:1−5.

Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, AS. 1998. Effect of superovulation on maternal serum progesterone conceration, uterine and fetal weight at weeks 7 and 15 of pregnancy in Javanese thin-tail ewes. Small Rumin Res. 30: 171−176. Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 1999. Mammary gland differential growth during pregnancy in superovulated Javanese thin-tail ewes. Small Rumin Res. 33: 279−284.

Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 2000a. Effect of superovulaion prior to mating on milk production performance during lactation in ewes. J Dairy Sci. 83: 477−483.

Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 2000b. The effect of superovulation of Javanese thin-tail ewes prior to mating on lamb birth weight and preweaning growth. Asian-Aust J Anim Sci. 13: 292−299.

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine. Interpretation and Diagnosis. Ed ke-3. Philadhelpia, USA: Saunders. 251−159.

Ramada A. 2008. Domba Garut, Peluang usaha membidik pasar lokal dan dunia.

http://www.langit-langit.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2012.

Samoelson DA. 2007. Veterinary Histology. St. Louis: Saunders Elsevier.

Schalm OW, Jain NC, Carroll EJ. 1975. Veterinary Hematology. Edisi ke-3. Philadelphia: Lea dan Febiger.

Soeharsono, Musofie A. 2007. Penampilan Cempe Hasil Persilangan Domba Lokal Dengan Domba Ekor Gemuk yang Dipelihara Secara Tradisional. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Yogyakarta. Hlm. 447−451. Solihati, N. 2005. Pengaruh metode pemberian PGF2α dalam sinkronisai estrus

terhadap angka kebuntingan sapi perah anestrus. [Skripsi]. Bandung. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Weist DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. State Avenue: Blackwell Publising.

(25)
(26)
(27)

2 7.6467 .63399 6

Hotelling's Trace 757.269 3.029E3a 3.000 12.000 .000

(28)

f1 * f2 Pcv .715 1 .715 .178 .680

Rbc .255 1 .255 .733 .406

Hb .134 1 .134 .757 .399

Error Pcv 56.413 14 4.029

Rbc 4.869 14 .348

Hb 2.486 14 .178

Total Pcv 11248.231 18

Rbc 1767.704 18

Hb 1131.461 18

Corrected Total Pcv 114.180 17

Rbc 9.657 17

Hb 10.923 17

a. R Squared = .506 (Adjusted R Squared = .400) b. R Squared = .496 (Adjusted R Squared = .388) c. R Squared = .772 (Adjusted R Squared = .724)

Estimated Marginal Means

Grand Mean

Depend ent

Variable Mean Std. Error

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Pcv 25.434 .502 24.358 26.511

Rbc 10.060 .147 9.743 10.376

(29)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Januari 1989, dengan nama lengkap Andi Nilla Wajuanna dari ayahanda Andi Lubis Wajuanna dan Ibunda Andi Nurhaedah Tahir. Penulis merupakan putri keenam dari sembilan bersaudara.

Tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 25 Radda, pendidikan menengah pertama diselesaikan tahun 2004 di SMP Negeri 1 Belopa, tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Belopa dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi protein hewani yang rendah. Rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi pangan asal hewan mencapai 81.9 g/orang/hari, sedangkan standar konsumsi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ialah 150 g/orang/hari (Westra 2009). Pada masa yang akan datang, prospek pengembangan ternak domba cukup baik, yaitu untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri dan memiliki peluang ekspor yang akan membuka kesempatan kerja. Dengan demikian, secara tidak langsung, usaha ternak domba akan meningkatkan pendapatan petani (Ramada 2008). Permintaan domba semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, terutama pada saat Idul Adha (Harianto 2010). Saat ini, aspek reproduksi, usaha produktivitas, dan reproduktivitas peternakan domba dimasyarakat masih perlu ditingkatkan. Hal-hal lain dalam usaha ternak domba yang perlu ditingkatkan ialah faktor genetik, probabilitas jantan dan betina, jumlah anak yang dilahirkan, dan bobot lahir anak (Soeharsono dan Musofie 2007). Salah satu upaya peningkatan populasi domba ialah teknologi superovulasi.

Superovulasi merupakan suatu teknik untuk merangsang pembentukan folikel dalam ovarium melebihi kemampuan alamiahnya. Domba, kambing, dan sapi rata-rata mengovulasikan 12 sel telur setelah induksi superovulasi (Solihati 2005). Pemberian superovulasi sangat diperlukan untuk memperoleh anak domba yang mempunyai kualitas dan produktivitas yang baik. Superovulasi dapat meningkatkan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan, terutama progesteron dan estrogen,yang disertai dengan peningkatan jumlah anak dan ekspresi genotipe pertumbuhan yang digambarkan oleh fenotipe bobot lahir, panjang badan, dan tinggi badan saat lahir (Manalu dan Adriani 2002). Teknik superovulasi dapat dilakukan dengan pemberian hormon gonadotropin, seperti

Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone

(FSH). Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan perkembangan folikel ovarium sehingga meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan (Andriyanto dan Manalu 2010).

Pada trimester akhir masa kebuntingan, terdapat perubahan-perubahan nyata pada bobot fetus yang mencerminkan variasi faktor-faktor genetik, besar litter, status nutrisi, dan kesehatan induk (Andriyanto dan Manalu 2011). Induk yang memiliki littersize(jumlah anak) lebih dari dari tiga ekor biasanya melahirkan anak dengan bobot lahir yang lebih kecil dan tingkat kematian yang tinggi (Andriyanto dan Manalu 2011).

(31)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk memperolehgambaran darah merah anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlahRBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang status fisiologis anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan dan mengoptimalkan teknologi reproduksi dengan menggunakan teknik superovulasi pada domba.

TINJAUAN PUSTAKA

Domba

Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara untuk memproduksi daging, susu, wol, kulit, dan hasil limbah yang dapat digunakan sebagai pupuk (Gatenby 1991). Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Domba lokal adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis, mampu memakan pakan dengan kualitas rendah, dan memiliki sifat seasonal polyestrus sehingga dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang beragamdengan bentuk ekor yang kecil dan tidak terlalu panjang.

Klasifikasi ilmiah domba menurut Damron (2006) ialah kerajaan Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae. Selanjutnya, domba masuk ke dalam subfamili Caprinae, genus Ovis, dan memiliki nama ilmiah Ovis aries.

(32)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk memperolehgambaran darah merah anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlahRBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang status fisiologis anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan dan mengoptimalkan teknologi reproduksi dengan menggunakan teknik superovulasi pada domba.

TINJAUAN PUSTAKA

Domba

Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara untuk memproduksi daging, susu, wol, kulit, dan hasil limbah yang dapat digunakan sebagai pupuk (Gatenby 1991). Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Domba lokal adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis, mampu memakan pakan dengan kualitas rendah, dan memiliki sifat seasonal polyestrus sehingga dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang beragamdengan bentuk ekor yang kecil dan tidak terlalu panjang.

Klasifikasi ilmiah domba menurut Damron (2006) ialah kerajaan Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae. Selanjutnya, domba masuk ke dalam subfamili Caprinae, genus Ovis, dan memiliki nama ilmiah Ovis aries.

(33)

Superovulasi

Superovulasi berasal dari kata super berarti luar biasa dan ovulasi berarti pelepasan sel telur atau ovarium dari folikel de Graaf. Superovulasi adalah suatu teknik untuk merangsang pembentukan sejumlah besar folikel di dalam ovarium dan mematangkannya lebih cepat dari kemampuan alamiahnya. Pada domba, seperti hewan menyusui lainnya, laju ovulasi dapat ditingkatkan apabila ovarium sebagai produsen sel telur dirangsang dengan cara pemberian hormongonadotropin, seperti PMSG/hCG pada hewan tersebut. Hormon PMSG memiliki aktivitas ganda yang mirip dengan FSH dan LH yang dapat merangsang pertumbuhan folikel, menunjang sintesis estradiol, merangsang proses ovulasi, dan luteinisasi (Armstrong et al. 1982; Bidon dan Paper 1984; Gonzalez et al. 1994)

Keberhasilan penggunaan hormon PMSG/hCG dalam meningkatkan folikel dan korpus luteum dapat dilihat dari peningkatan sekresi hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio, dan fetus, peningkatan bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi pada domba (Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b).

Teori gelombang folikuler diperkirakan terjadi pada pertengahan siklus estrus yang sekaligus pertengahan fase luteal, yaitu berkisar antara hari kesembilan sampai ke-12 mengacu pada lamanya siklus estrus domba yang rata-rata 21 hari (18−24 hari) (Lopez et. al. 2005). Pada domba yang disuperovulasi, aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan ovarium kanan berdasarkan jumlah korpus luteum (Manalu dan Sumaryadi 1997).

Darah

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri (Ganong 2003). Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani, haima yang berarti darah. Jumlah total volume darah berkisar antara 6−7% dari total bobot badan pada hewan ruminansia. Total volume darah pada hewan muda pada masa pertumbuhan sering lebih dari 10% bobot badan (Meyer dan Harvey 2004).

Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung 90% air dan berbagai zat terlarut/tersuspensi di dalamnya. Zat tersuspensi tersebut mencakup beberapa jenis bahan, seperti protein plasma (albumin, globulin, dan fibrinogen), sari makanan (glukosa, asam amino, lipid, dan monosakarida), berbagai ion (kalium, klorida, dan senyawa bikarbonat), dan bahan lainnya (hormon, gas respiratori, vitamin, dan enzim) (Isnaeni 2006).

(34)

1996). Persentase sel darah adalah sekitar 40% (30−55%) dari total volume darah, bergantung pada spesies (Samuelson 2007).

Hitungan darah menyajikan suatu prosedur laboratorium yang berguna untuk memperkirakan jumlah dan jenis sel-sel dalam darah yang bersirkulasi pada seekor hewan pada suatu waktu tertentu. Hitungan sel total dinyatakan dalam jumlah sel dalam millimeter kubik darah. Hitungan ini berlaku baik untuk sel darah merah atau sel darah putih, meski teknik dan peralatannya agak berbeda (Frandson 1996).

Eritrosit

Sel-sel darah merah atau eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter rata-ratanya sebesar 7.8 mikrometer, dan ketebalan pada bagian yang tebal 2.5 mikrometer dan pada bagian tengah satu mikrometer (Samuelson 2007). Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru-paru kejaringan, mengangkut karbon dioksida ke paru-paru, dan sebagai penyangga atau buffer ion hidrogen. Menurut Frandson (1996), jumlah sel darah merah pada domba ialah11 juta/mm3.

Eritrosit mempunyai bentuk yang mirip piringan pipih yang menyerupai donat. Sekitar 45% darah tersusun atas sel darah merah yang dihasilkan di sumsum tulang. Setiap 1 cm3 darah terdapat 5.5 juta sel. Jumlah sel darah merah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 juta, rata-rata umurnya hanya 120 hari (Guyton dan Hall 2006). Semakin tua umur eritrosit semakin rapuh, kehilangan bentuk, dan ukurannya menyusut menjadi sepertiga ukuran mula-mula. Eritrosit mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi. Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida.

Eritrosit akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa setelah tua. Sebagian besar sel yang tua dihancurkan oleh limpa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk eritrosit yang baru.Persediaan eritrosit di dalam tubuh diperbarui setiap empat bulan sekali. Proses pembentukan sel darah merah di dalam tubuh disebut dengan eritropoiesis. Faktor laju eritropoiesis dipengaruhi oleh eritropoietin yang dirangsang oleh anemia dan hipoksia. Eritropoietin adalah hormon yang secara langsung mempengaruhi aktivitas sumsum tulang. Eritropoietin ini sangat peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan (Kahn 2005).

Hematokrit

(35)

centrifugesehingga terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas butir-butir eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan darah. Prinsip pemeriksaan hematokrit cara manual ialah darah yang mengandung antikoagulan dan total sel darah merah dapat dinyatakan sebagai persen atau pecahan desimal (Simmons, 1989). Secara normal, nilai hematokrit pada hewan bervariasi pada sapi 43% (0.43 L/L), sapi bali 39−40%, kuda 34%, anjing 46%, domba 43%, babi 42%, kucing 40%, dan manusia (laki) 42%, perempuan 33% (Dharmawan 2002).

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan hematokrit adalah tabung mikrokapiler. Tabung ini dibuat khusus untuk mikrohematokrit dengan panjang 75mm dan diameter 1.2−1.5mm. Selain itu, ada pula tabung lain yang dilapisi heparin dan tabung tersebut dapat dipakai untukdarah dari venadan terdapat juga tabung kapiler tanpa heparin yang dipergunakan untuk darah dari vena (Gandsoebrata 1992).

Pemeriksaan hematokrit digunakan untuk mengukur derajat anemia dan polisitemia juga untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari warna plasma, yaitu warna yang terbentuk kuning atau kuning tua dan untuk menentukan rata-rata volume eritrosit yang merupakan tes screening dalam mendeteksi adanya hiperbilirubinemia (Meyer dan Harvey 2004). Warna plasma yang diperoleh dalam sentrifuge adalah warna kuning atau kuning tua, baik dalam keadaan fisiologis atau patologis yang merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam darah, misalnya pada kasus infeksi hepatitis. Naiknya kolesterol juga dapat diketahui dari warna plasma yang berwarna seperti susu, misalnya pada penderita diabetes melitus. Plasma yang berwarna merah merupakan indikasi adanya hemolisis dari eritrosit, seperti penggunaan spuid yang belum kering pada pengambilan darah atau hemolisis intravaskuler dan untuk mengetahui volume rata-rata eritrosit dan konsentrasi hemoglobin rata-rata di dalam eritrosit (Jain 1993).

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan salah satu protein khusus yang ada dalam sel darah merah dengan fungsi khusus untuk mengangkut O2 ke jaringan dan

mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru (Samauelson 2007). Hemoglobin

adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya ikat) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri atas 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Ganong 2003).

(36)

sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen, yaitu menerima, menyimpan, dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% zat besi tubuh berada di dalam hemoglobin Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana untuk mengukur hemoglobin adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin (Bachyar 2002)

Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Heme merupakan suatu molekul organik yang mengikat satu atom besi. Adanya kandungan besi (Fe) dalam hemoglobin di sel darah merah menyebabkan darah berwarna merah (Guyton dan Hall 2006).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai dengan November 2011, bertempat di kandang Mitra Tani Farm Jalan Manunggal Baru No. 1, Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Sampel dianalisis di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah seperangkat alat ultrasoundography (USG), spuid 5 mL, 13 buah tabung reaksi 5 mL, kapas steril, rak tabung, pipet eritrosit, gelas objek, kamar hitung Neubauer, selotip, marker, kertas label, hemositometer, tabung kapiler, alat penghitung, Adam mikrohematokrit reader, penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuge, tambang, dan mikroskop cahaya.

Bahan

(37)

sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen, yaitu menerima, menyimpan, dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% zat besi tubuh berada di dalam hemoglobin Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana untuk mengukur hemoglobin adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin (Bachyar 2002)

Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Heme merupakan suatu molekul organik yang mengikat satu atom besi. Adanya kandungan besi (Fe) dalam hemoglobin di sel darah merah menyebabkan darah berwarna merah (Guyton dan Hall 2006).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai dengan November 2011, bertempat di kandang Mitra Tani Farm Jalan Manunggal Baru No. 1, Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Sampel dianalisis di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah seperangkat alat ultrasoundography (USG), spuid 5 mL, 13 buah tabung reaksi 5 mL, kapas steril, rak tabung, pipet eritrosit, gelas objek, kamar hitung Neubauer, selotip, marker, kertas label, hemositometer, tabung kapiler, alat penghitung, Adam mikrohematokrit reader, penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuge, tambang, dan mikroskop cahaya.

Bahan

(38)

prostaglandin (PGF2α), hormon pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG),

antikoagulan ethilen diamine tetra asetate (EDTA), alkohol 70%, kertas saring, dan larutan Hayem.

Tahap Persiapan

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah sebanyak 12 ekor domba betina dan 18 ekor anak domba yang berumur satu hari yang dilahirkan oleh induk tersebut, anak domba memiliki bobot badan antara 3−4 kg. Domba percobaan merupakan domba lokal yang berasal dari Jawa Timur.

Aklimatisasi Domba

Tahap awal dalam penelitian ini ialah aklimatisasi induk domba selama dua minggu. Pada tahap ini, domba penelitian ditimbang bobot badannya dan diperiksa menggunakan USG, diberikan obat cacing (albendazole®), vitamin B kompleks, dan antibiotik. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot badan domba dan USG dilakukan untuk mengetahui domba coba belum bunting. Pemberian albendazole® pada domba penelitian agar terbebas dari parasit cacing dan antibiotik agar tidak terinfeksi bakteri. Hal ini dilaksanakan, untuk meminimalisir kejadian infeksi parasit dan bakteri. Pemberian vitamin B kompleks berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengoptimalkan kondisi tubuh domba.

Kandang, Pakan, dan Minum

Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok tipe panggung yang berukuran 3 4 m per sekat yang cukup menampung 8 sampai dengan10 ekor domba. Kandang tersebut memiliki ketinggian 50 cm dari permukaan tanah. Kandang panggung bertujuan agar feses dan urin tidak bercampur dalam kandangsehingga domba penelitian terhindar dari amonia. Pakan diberikan tiga kali sehari tiap pagi, siang, dan sore hari. Pakan yang diberikan adalah rumput dan konsentrat untuk pagi dan sore, serta umbi singkong pada siang. Sementara itu, air minum tersedia secara ad libitum.

Tahap Pelaksanaan

Rancangan Percobaan

(39)

Superovulasi

Tahap superovulasi diawali dengan pemeriksaan USG untuk mengetahui bahwa domba penelitian tidak sedang bunting sebelum pemberian PGF agar tidak terjadi abortus. Pemberian PGF dengan dosis berkisar 5−15 mg/ekor secara intramuskuler berguna untuk menyinkronisasi estrus. Proses sinkronisasi estrus dilakukan dengan menggunakan PGFuntuk merangsang lisis korpus luteum.Secara alami, PGF dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai ke-18 siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL.

Pemberian PGF dilakukan dua kali dengan interval 11 hari setelah pemberian pertama. Pemberian kedua PGF disertai dengan pemberian PMSG secara intramuskuler dengan dosis 75−125 IU/ekor untuk menampakkan gejala

induksi superovulasi. Pada 24−36 jam setelah pemberian PMSG, domba akan

menampakkan gejala estrus yang ditandai vulva merah, vulva membengkak, dan meningkatnya jumlah lendir pada vulva. Setelah menampakkan gejala estrus, pejantan dimasukkan ke dalam kandang untuk mengawini domba estrus secara alami. Pada hari ke-30 setelah perkawinan, domba diUSG untuk pemeriksaan kebuntingan untuk memastikan litter size penelitian.

Pengambilan dan Analisis Sampel

Pengambilan darah anak domba umur satu hari setelah dilahirkan tanpa diberikan susu dari induk domba tersebut. Pengambilan darah melalui vena jugularis dilakukan dengan menggunakan syringe 5 mL. Setelah itu, darah ditampung di tabung yang telah diberi antikoagulan EDTA. Perhitungan jumlah RBC dilakukan dengan metode kamar hitung (hemositometer) dengan menggunakan larutan Hayem dengan menggunakan pipet eritrosit sampai batas angka 0.5 dan kemudian diencerkan dengan larutan Hayem sampai batas angka 101. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dengan membolak-balikan seperti angka delapan. Campuran diteteskan di kamar hitung Neubauer dan ditutup dengan cover glass. Kamar hitung diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 40 , jumlah RBC dengan mengamati lima kotak, yaitu pojok kanan atas dan bawah, pojok kiri atas dan bawah, serta satu kotak yang tepat berada ditengah.

Perhitungan nilai PCV dilakukan dengan menggunakan Adam

mikrohematokrit reader. Tabung mikro yang digunakan adalah tabung

mikrokapiler dengan panjang 7 cm dan diameter 0.1 mm. Sampel darah diambil dengan menempelkan bagian ujung dari tabung mikro tersebut ke dalam darah. Posisi ujung tabung mikro hampir mendatar dan bagian ujung tabung yang lain dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung tabung disumbat. Setelah itu, tabung mikro yang berisi sampel darah tersebut disentrifugasi kemudian dibaca menggunakan Adam mikrohematokrit reader.

Pengukuran konsentrasi Hb dilakukan dengan metode

Cyanmethaemoglobin. Metode ini dilakukan dengan mencampurkan reagen Hb

2.5 mL dengan sampel darah 10 µl di dalam tabung. Campuran reagen Hb dan

darah dibaca pada fotometer λ mm, sehingga didapatkan absorban. Konsentrasi

(40)

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini ialah jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji General Linear Model (GLM) multivariat untuk melihat interaksi dari masing-masing faktor perlakuan yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pemeriksaan darah merah (jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb) yang dilakukan pada anak domba, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah RBC (106/mm3), nilai PCV (%), dan konsentrasi Hb (g%) pada anak domba

Parameter Kontrol SO LS SO LS*SO

LS1 (n=3) LS2 (n=6) LS1 (n=3) LS2 (n=6)

RBC 10.46±0.74a 9.66±0.66a 10.72±0.50a 9.40±0.48a - * -

PCV 28.20±1.26a 24.40±1.80a 26.05±1.65a 23.09±2.51a - * -

Hb 8.40±0.28a 7.25±0.25a 9.16±0.09a 7.65±0.63a * * -

Keterangan: LS: Litter size; SO: Superovulasi; LS*SO: Litter size sekaligus Superovulasi; Tanda (*): signifikan (P<0.05); Tanda (-): Tidak signifikan (P>0.05); Huruf superskrip (a) yang sama pada baris yang sama tidak berbeda

nyata (P>0.05).

Berdasarkan Tabel 1, hasil perhitungan jumlah RBC dan nilai PCV tidak ada interaksi sedangkan konsentrasi Hb menunjukkan interaksi pada anak domba litter size (LS). Selanjutnya, jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb memberikan pengaruh yang signifikan pada anak domba superovulasi (SO). Terakhir, jumlah RBC, nilai PCV, dan kadar Hb menunjukkan tidak ada interaksi antara litter size dan superovulasi (LS*SO). Berdasarkan perhitungan statistika, faktor litter size dan faktor superovulasi tidak berbeda nyata dari jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb setiap kelompok perlakuan.

Pembahasan

(41)

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini ialah jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji General Linear Model (GLM) multivariat untuk melihat interaksi dari masing-masing faktor perlakuan yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pemeriksaan darah merah (jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb) yang dilakukan pada anak domba, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah RBC (106/mm3), nilai PCV (%), dan konsentrasi Hb (g%) pada anak domba

Parameter Kontrol SO LS SO LS*SO

LS1 (n=3) LS2 (n=6) LS1 (n=3) LS2 (n=6)

RBC 10.46±0.74a 9.66±0.66a 10.72±0.50a 9.40±0.48a - * -

PCV 28.20±1.26a 24.40±1.80a 26.05±1.65a 23.09±2.51a - * -

Hb 8.40±0.28a 7.25±0.25a 9.16±0.09a 7.65±0.63a * * -

Keterangan: LS: Litter size; SO: Superovulasi; LS*SO: Litter size sekaligus Superovulasi; Tanda (*): signifikan (P<0.05); Tanda (-): Tidak signifikan (P>0.05); Huruf superskrip (a) yang sama pada baris yang sama tidak berbeda

nyata (P>0.05).

Berdasarkan Tabel 1, hasil perhitungan jumlah RBC dan nilai PCV tidak ada interaksi sedangkan konsentrasi Hb menunjukkan interaksi pada anak domba litter size (LS). Selanjutnya, jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb memberikan pengaruh yang signifikan pada anak domba superovulasi (SO). Terakhir, jumlah RBC, nilai PCV, dan kadar Hb menunjukkan tidak ada interaksi antara litter size dan superovulasi (LS*SO). Berdasarkan perhitungan statistika, faktor litter size dan faktor superovulasi tidak berbeda nyata dari jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb setiap kelompok perlakuan.

Pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang semakin meningkat, teknologi pembuatan sebutret sudah ada, sedangkan faktor yang menjadi

Mengacu pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor 181/BL/2009 tentang Penerbitan Efek Syariah, sukuk didefinisikan sebagai efek syariah

Siswa dapat menentukan koordinat tiga obyek pada suatu peta terhadap obyek lain yang dipilih sebagai titik asal, dan arah utara diwakili oleh sumbu

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi)

Kegiatan penutup  Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran dan memberikan kesempatan pada siswa yang ingin bertanya...  Guru menyampaikan pembelajaran yang akan

Dibawah ini adalah tabel yang memuat macam – macam dari produk charcoal, juga standar dan spesifikasi produk Charcoal di Korea Selatan, baik itu untuk produk wood

Oleh sebab itulah akhirnya mendorong terjadinya peningkatan harga karena buah ciplukan memang merupakan herba yang dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan

Menurut Oloan, dalam rapat MPO tersebut Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) dan APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) juga sepakat untuk menciptakan bisnis