KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES
PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
FAHRUL MUHARRAM
060401003
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulilah saya ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat kesehatan, dan kesempatan sehingga tugas sarjana ini dapat
selesai. Tugas sarjana yang berjudul “Kajian Pembentukan Geram AISI 4140
pada Proses Pemesinan Keras, Kering, dan Laju Tinggi” ini dimaksudkan
sebagai satu diantara syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik
Mesin Program Reguler di Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
Tugas sarjana ini berisikan penelitian yang berhubungan dengan
pembahasan gaya pembentukan geram menggunakan teori Merchant dan
temperatur dari pemotongan AISI 4140 - pahat Cubic Boron Nitride (CBN) pada
proses pembubutan keras, kering dan laju tinggi .
Selama Pembuatan tugas sarjana ini dimulai dari penelitian sampai
penulisan, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Kedua orangtuaku, ayahanda Anwar dan ibunda Syamsidar yang telah memberikan perhatia , do’a, asehat da duku ga baik oril aupu ateril, juga kakaka da Fauziatul Halim dan Fauzan Ahmad yang terus menerus memberikan masukan selama pembuatan tugas sarjana ini.
2. Bapak Prof. DR. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing Tugas sarjana yang telah banyak membantu menyumbang pikiran dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas sarjana ini. 3. Bapak DR. Ing-Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin, Kak Ismawati, Kak Sonta, Bang Syawal, Bang Sarjana, dan Bang Lilik yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu selama perkuliahan.
kesempatan yang sangat berharga bagi saya untuk dapat meningkatkan ilmu, dan kualitas, serta pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan.
6. Pak Sunaryanto, ST selaku staf pengajar di Politeknik Medan yang telah banyak memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan penelitian yang telah dilakukan.
7. Seluruh teman – teman stambuk 2006, M. Alfian, M. Wirza, Yasser Arafat, Fajar Hidayat, T. Fahri, Julius Putra, Syahreza Tamba, Wendy Aditya, dan lainnya yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik selama perkuliahan maupun dalam pembuatan tugas sarjana ini.
Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik dari pembaca sekalian sangat diharapkan demi
kesempurnaan skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi
semua pihak.
Medan, Juni 2011
Fahrul Muharram
ABSTRAK
Pada penelitian ini, bahan AISI 4140 dengan kekerasan 55 HRC akan dipotong menggunakan pahat CBN pada proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering dengan tujuan mempelajari morfologi geram yang terbentuk dan hubungan antara geometri geram dengan nilai parameter orthogonal Merchant (teoritik). Geram yang dihasilkan dari seluruh kondisi pemotongan diamati morfologinya serta diukur geometrinya terutama tebal geram yang terjadi untuk menghitung gaya dan suhu pemotongan menggunakan teori orthogonal Merchant. Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi geram yang terbentuk memiliki geometri seperti mata gergaji (saw-tooth). Untuk gaya pemotongan yang mengalami trend yang meningkat akan menyebabkan geram semakin tebal dengan jarak antara mata puncak gergaji semakin renggang yang diikuti dengan penurunan jumlah mata gergaji dan rasio geram. Sedangkan untuk suhu pemotongan dengan trend yang meningkat akan menyebabkan geram semakin tebal dengan jarak antara mata puncak gergaji semakin rapat yang mengakibatkan peningkatan jumlah mata gergaji dan rasio geram.
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ... i
SPESIFIKASI TUGAS ... ii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30
3.1.1 Bahan Benda Kerja ... 30
3.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 36
3.4 Tempat dan Waktu ... 37
3.5 Metode ... 38
3.6 Rancangan Kegiatan ... 38
3.6.1 Proses Pemesinan ... 38
3.6.2 Proses Pengambilan Gambar Morfologi Geram ... 39
3.6.3 Pengukuran Geometri Geram ... 39
4.1.3 Morfologi Geram Kondisi Pemotongan III... 46
4.1.4 Morfologi Geram Kondisi Pemotongan IV ... 46
4.1.5 Morfologi Geram Kondisi Pemotongan V ... 46
4.1.6 Data Pemesinan Parameter Orthogonal Merchant ... 49
4.1.7 Komponen Kecepatan dan Gaya Pembentukan Geram ... 53
4.1.8 Suhu Pemotongan ... 64
4.2 Pembahasan ... 71
4.2.1 Hubungan Gaya Pemotongan dengan Geometri Geram ... 71
4.2.2 Hubungan Suhu Pemotongan dengan Geometri Geram ... 73
BAB V KESIMPULAN dan SARAN... 75
5.2 Saran ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bentuk geram dari pemesinan kering dan basah 20
Tabel 3.1 Komposisi Kimia AISI 4140 30
Tabel 3.2 Sifat Termal AISI 4140 30
Tabel 3.3 Sifat Mekanik AISI 4140 31
Tabel 3.4 Sifat Mekanik dan Thermal dari CBN 32 Tabel 3.5 Spesifikasi mesin bubut konvensional Emco Maximat V13 33
Tabel 3.6 Tempat dan waktu penelitian 37
Tabel 3.7 Kondisi Pemesinan 37
Tabel 3.8 Format tabel untuk pengumpulan data
yang dihasilkan dari proses pemesinan 40 Tabel 3.9 Format tabel untuk pengumpulan data
yang diperoleh dari hasil pengukuran geometri geram
dengan parameter Orthogonal Merchant 40
Tabel 4.1 Geometri Geram untuk setiap kondisi pemotongan 45 Tabel 4.2 Data Pemesinan kondisi I
(Vc=200 m/min; a=0,3mm; f=0,1 mm/rev) 47 Tabel 4.3 Data Pemesinan Kondisi II
(Vc=200 m/min; a=1 mm; f=0,1 mm/rev) 48
Tabel 4.4 Data Pemesinan Kondisi III
(Vc = 200 m/min; a = 0,3 mm; f = 0,15 mm/rev) 49 Tabel 4.5 Data Pemesinan Kondisi IV
(Vc = 225 m/min; a = 0,7 mm; f = 0,1 mm/rev) 50 Tabel 4.6 Data Pemesinan Kondisi V
(Vc = 225 m/min; a = 0,7 mm; f = 0,125 mm/rev) 51 Tabel 4.7 Komponen Gaya pada kondisi I
(Vc=200 m/min; a=0,3mm; f=0,1 mm/rev) 55 Tabel 4.8 Komponen Gaya pada kondisi II
(Vc=200 m/min; a=1 mm; f=0,1 mm/rev) 56
Tabel 4.9 Komponen Gaya pada kondisi III
(Vc=200 m/min; a=0,3 mm; f=0,15 mm/rev) 58 Tabel 4.10 Komponen Gaya pada kondisi IV
(Vc = 225 m/min; a = 0,7 mm; f = 0,1 mm/rev) 59 Tabel 4.11 Komponen Gaya pada kondisi V
(Vc = 225 m/min; a = 0,7 mm; f = 0,125 mm/rev) 60 Tabel 4.12 Suhu Pemotongan pada kondisi I
(Vc=200 m/min; a=0,3mm; f=0,1 mm/rev) 64
Tabel 4.13 Suhu Pemotongan pada kondisi II
(Vc = 200 m/min; a = 1 mm; f = 0,1 mm/rev) 65 Tabel 4.14 Suhu Pemotongan pada kondisi III
(Vc = 200 m/min; a = 0,3 mm; f = 0,15 mm/rev) 66 Tabel 4.15 Suhu Pemotongan pada kondisi IV
Tabel 4.16 Suhu Pemotongan pada kondisi V
(Vc = 225 m/min; a = 0,7 mm; f = 0,125 mm/rev) 67 Tabel 4.17 Hasil perhitungan Gaya pemotongan dan pengukuran
geometri geram untuk setiap kondisi pemotongan 68 Tabel 4.18 Suhu Pemotongan Teoritik dengan geometri geram 70
untuk setiap kondisi pemotongan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Bubut 5
Gambar 2.2 Penamaan (nomenclature) pahat kanan 6
Gambar 2.3 Proses Bubut 7
Gambar 2.4 Lingkaran Gaya Pemotongan (Lingkaran Merchant) 10 Gambar 2.5 Sudut geser sebagai fungsi dari rasio pemampatan
tebal geram h 13
Gambar 2.6 Arah kecepatan geser (vs),
kecepatan aliran geram (vc) dan kecepatan potong (v) 14
Gambar 2.7 Formasi Geram pada Proses Bubut menurut Analogi Kartu 16
Gambar 2.8 Geram Kontinu (continuous / Flow chips) 17
Gambar 2.9 Geram Bersegmen atau Seperti Mata Gergaji
(Segmented or Saw-Tooth chips) 17
Gambar 2.10 Geram Tidak Kontinu (Discontinuous chips) 18 Gambar 2.11 Kecepatan Potong pada Proses Laju Tinggi 21
Gambar 2.12 vs R tan 28
Gambar 2.13 Grafik hubungan antara dengan wo 29
Gambar 3.1 Geometri Benda Kerja 31
Gambar 3.2 (a) Pahat CBN dan (b) Geometri Pahat CBN 31
Gambar 3.3 Mesin Bubut Konvensional Emco 33
Gambar 3.4 Fixed Steady 34
Gambar 3.5 Tool Holder Sandvick Coromant 34
Gambar 3.6 Mikroskop USB digital Rax Vision 35
Gambar 3.7 Mistar Ingsut Digital 35
Gambar 3.8 Diagram Alir Konsep Penelitian 36
Gambar 3.9 Set up Peralatan 38
Gambar 4.1 Morfologi geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 200 m/s; f = 0,1 mm/rev; a = 0,3 mm 41 Gambar 4.2 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan
Vc = 200 m/s; f = 0,1 mm/rev; a = 1 mm 42 Gambar 4.3 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan
Vc = 200 m/s; f = 0,15 mm/rev; a = 0,3 mm 43 Gambar 4.4 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan
Vc = 225 m/s; f = 0,1 mm/rev; a = 0,7 mm 44 Gambar 4.5 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan
DAFTAR NOTASI
Ps laju panas yang dibangkitkan di zona deformasi utama (J/s)
R Thermal Number
tergenerasi rata-rata pada daerah deformasi utama
sudut geser (o)
massa jenis material benda kerja kg/m3
jarak antar mata puncak mm
o sudut geram (o)
u kekuatan tarik N/mm2
Penampang bidang geser mm2
suhu rata-rata geram yang dihasilkan
dari deformasi kedua K
kenaikan suhu material
yang melalui zona deformasi kedua oC suhu maksimum saat geram lepas dari benda kerja oC
suhu lingkungan (nilainya berkisar 27oC) oC
kenaikan suhu material yang
melalui zona deformasi pertama oC
Rasio pemampatan tebal geram
ABSTRAK
Pada penelitian ini, bahan AISI 4140 dengan kekerasan 55 HRC akan dipotong menggunakan pahat CBN pada proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering dengan tujuan mempelajari morfologi geram yang terbentuk dan hubungan antara geometri geram dengan nilai parameter orthogonal Merchant (teoritik). Geram yang dihasilkan dari seluruh kondisi pemotongan diamati morfologinya serta diukur geometrinya terutama tebal geram yang terjadi untuk menghitung gaya dan suhu pemotongan menggunakan teori orthogonal Merchant. Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi geram yang terbentuk memiliki geometri seperti mata gergaji (saw-tooth). Untuk gaya pemotongan yang mengalami trend yang meningkat akan menyebabkan geram semakin tebal dengan jarak antara mata puncak gergaji semakin renggang yang diikuti dengan penurunan jumlah mata gergaji dan rasio geram. Sedangkan untuk suhu pemotongan dengan trend yang meningkat akan menyebabkan geram semakin tebal dengan jarak antara mata puncak gergaji semakin rapat yang mengakibatkan peningkatan jumlah mata gergaji dan rasio geram.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan industri manufaktur menjadi suatu alasan utama
dilakukan proses pemesinan yang berbeda dari sebelumnya. Tiga isu penting yang
berkembang saat ini yaitu proses yang cepat, biaya yang murah dan ramah
lingkungan menjadikan tantangan sendiri bagi industri manufaktur untuk dapat
melakukan inovasi dibidang pemesinan. Untuk menjawab tantangan ini, inovasi
pertama dilakukan dengan proses pemesinan laju tinggi (high speed machining),
dengan menggunakan proses ini diharapkan waktu untuk memproduksi dapat
berkurang sehingga biaya yang diperlukan dapat menurun, namun hal ini juga
masih menjadi kendala manakala proses ini juga memerlukan biaya yang cukup
tinggi karena dalam prosesnya masih digunakan media pendingin (coolant).
Selain itu, proses ini masih mencemari lingkungan. Hal lainnya yang menjadi
masalah adalah adanya pengaruh buruk untuk kesehatan dari cairan pemotongan.
Kendala ini menjadi suatu hal yang harus diselesaikan, beberapa pakar
pemesinan mulai merekomendasikan inovasi selanjutnya, dimulai dengan
melakukan proses pemesinan kering (dry machining). Konsep pemesinan kering
ini sebenarnya biasa dilakukan oleh industri manufaktur. Pemotongan logam pada
saat memotong besi tuang. Namun demikian untuk bahan-bahan yang lain tidak
lazim dilakukan. Dari aspek proses pemesinan, pemesinan kering berarti
pemotongan logam dilakukan pada suhu dan gesekan yang relative tinggi.
Sejak akhir tahun 1970 penggunaan proses pembubutan keras (hard
turning) dijadikan inovasi berikutnya untuk mengatasi permasalahan yang ada, hal
ini terbukti melalui proses pembubutan keras dapat mereduksi waktu pemesinan
hingga 60 % (Thonsoff, et.al, 1995). Literatur menyebutkan bahwa penelitian
yang telah dilakukan dikonsentrasikan pada mekanisme pembentukan geram
dalam rangka mencari hubungan karakteristik proses dan stabilitas pemotongan
pada proses proses bubut keras. Penelitian lainnya difokuskan pada suhu
material, geometri pahat dan kondisi pemotongan terhadap integritas permukaan
benda kerja. Selain itu, menurut Nouari dan Ginting (2007) bahwa pahat karbida
dengan multi lapisan mampu memotong dengan kecepatan yang tinggi dan
pemotongan yang kering, tetapi bahan yang digunakan masih dalam di bawah 55
HRC. Hal ini membuktikan bahwa hanya pahat intan yang mampu melakukan
pemotongan untuk kekerasan 55 HRC. Namun dikarenakan biaya untuk produksi
menggunakan pahat intan relatif tinggi, sebagai alternatif untuk mengatasi
masalah ini digunakan pahat CBN.
Ketiga Inovasi di atas merupakan suatu hal yang berbeda jika dilakukan
dengan bersamaan. Dan ini menjadi sesuatu hal baru yang disebut proses
pemesinan laju tinggi, keras, dan kering. Untuk menambah informasi mengenai
penggabungan proses pemesinan tersebut serta memastikan apakah penggabungan
proses pemesinan laju tinggi, pembubutan keras dan pemesinan kering untuk satu
bahan tertentu dengan kekerasan 55 HRC yang dalam hal ini dipilih AISI 4140
perlu dilakukan suatu penelitian. Pemilihan bahan AISI 4140 sebagai benda kerja
pada penelitian ini disebabkan selama ini bahan tersebut diproduksi untuk suku
cadang transportasi dalam kondisi basah dan memiliki stabilitas dimensi pada saat
dikeraskan. Belum adanya laporan tentang gaya dan suhu pemotongan (teoritik)
yang dilakukan dengan proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering terhadap
bahan AISI 4140 dengan kekerasan 55 HRC menggunakan pahat Cubic Boron
Nitride (CBN) maka dalam penelitian ini pembahasan hanya difokuskan pada
gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan geram serta suhu pemotongan dimana
untuk menghitung gaya dan suhu pemotongan dibutuhkan suatu parameter dari
geometri geram yaitu tebal geram setelah terpotong (deformed chips thickness).
1.2Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini diantaranya:
1) Mempelajari morfologi geram yang terbentuk pada proses pembubutan
keras dan kering AISI 4140 dengan menggunakan pahat CBN (Cubic
Boron Nitride) pada laju pemotongan tinggi.
2) Menghitung nilai parameter Orthogonal Merchant (teoritik) dalam
3) Mempelajari hubungan antara morfologi geram dengan nilai
parameter Orthogonal Merchant.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah
1. Untuk Akademis
Dapat memberikan informasi mengenai morfologi geram yang terbentuk
serta parameter teori Merchant lainnya untuk proses pembubutan keras dan
kering AISI 4140 dengan pahat CBN pada laju pemotongan tinggi.
2. Untuk Bidang Industri
Dijadikan pertimbangan dalam menghasilkan suatu produk agar dapat
meningkatkan kualitas serta ramah lingkungan.
1.4 Batasan Masalah
Permasalahan dalam tugas sarjana ini dibatasi pada geometri geram yang
terbentuk serta menganalisisnya dengan teori Orthogonal Merchant. Benda
kerja yang digunakan adalah AISI 4140 dengan Pahat yang dipilih yaitu CBN.
Proses Pembubutan dilakukan pada kondisi kering dan keras dengan laju
pemotongan tinggi.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas sarjana ini disajikan dalam beberapa bab dengan tujuan
membentuk pemaparan masalah dan hasil analisa yang mudah dipahami.
BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuan,
manfaat, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II menjelaskan tinjauan pustaka mengenai pemesinan laju tinggi,
keras, dan kering, proses pembubutan, AISI 4140, pahat CBN, serta geram
BAB III berisikan penjelasan tentang metode penelitian berupa bahan dan
peralatan yang digunakan, waktu dan tempat penelitian, kerangka konsep
penelitian, kondisi pemesinan, dan rancangan kegiatan yang akan dilakukan
BAB IV berisikan hasil penelitian yang dilakukan berupa morfologi geram
dan data proses pemesinan dihasilkan melalui proses pembubutan kering dan
keras dengan laju pemotongan tinggi. Dalam bab ini juga dipaparkan
mengenai perhitungan dari data yang diperoleh dengan menggunakan teori
Orthogonal Merchant. Untuk bagian pembahasan, dalam bab ini tidak semua
parameter orthogonal Merchant akan dibahas sebab dari seluruh parameter
orthogonal Merchant tersebut gaya dan suhu pemotongan dapat mewakili nilai
tersebut. Dan dalam subbab ini akan dibahas hubungan antara gaya dan suhu
pemotongan dengan geometri geram.
BAB V merupakan kesimpulan dari hasil analisa serta permasalahan yang
ada pada tugas sarjana ini dan sebagai penutup dari bab ini akan ada saran
yang diharapkan dapat dibahas pada tugas sarjana selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pembubutan
Proses pemotongan dengan logam merupakan suatu proses yang digunakan
untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara
memotong. Prinsip pemotongan logam dapat didefenisikan sebagai sebuah aksi
dari alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang
permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram (Yuliarman, 2008).
Proses bubut merupakan satu diantara 7 (tujuh) jenis proses pemesinan yang
digunakan pada pemotongan logam. Dalam prosesnya digunakan mesin bubut
yang memiliki chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu, alat potong
bergerak arah aksial terhadap benda kerja sehingga terjadi pemotongan dan
menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu putar benda kerja.
Proses pembubutan biasanya digunakan untuk memproses benda kerja dengan
hasil atau bentuk penampang lingkaran atau benda kerja berbentuk silinder (Fajar
Kurniawan, 2008). Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dengan
N adalah putaran poros utama, f adalah pemakanan, dan a adalah kedalaman
potong.
Gambar 2.1 Proses Bubut
(Sumber : T. Gutowski, 2009)
Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang
digunakan pada proses bubut dijelaskan pada gambar 2.2. Radius pahat potong
menghubungkan sisi dengan ujung pootong (cutting edge) dan berpengaruh
terhadap umur pahat, gaya radial, dan permukaan akhir
(a) (b)
Gambar 2.2 Penamaan (nomenclature) pahat kanan
Ada tiga parameter utama yang mempengaruhi gaya potong, peningkatan
panas, keausan, dan integritas permukaan benda yang dihasilkan. Ketiga
parameter itu adalah kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan kedalaman potong
(a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan
(m/min). Pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu
putaran benda kerja (mm/rev). Kedalaman potong merupakan tebal material
terbuang pada arah radial (mm) (Bobby Umroh, 2010).
Menurut Rochim (1993), kecepatan pembuangan geram dapat dipilih agar
waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini dimaksudkan agar
produktivitas permesinan dapat optimal. Untuk itu perlu dipahami lima elemen
dasar proses permesinan, yaitu:
1) kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)
2) kecepatan makan (feeding speed) : vf (mm/min)
3) kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)
4) waktu pemotongan (cutting time) : tc (min), dan
Kelima elemen proses permesinan di atas dihitung berdasarkan dimensi
benda kerja dan/atau pahat serta besaran dari mesin yang digunakan. Dikarenakan
besaran mesin pemotongan logam yang dapat diatur ada bermacam-macam dan
bergantung pada jenis mesin pemotong, maka rumus yang digunakan untuk
menghitung setiap elemen proses permesinan dapat berlainan.
Untuk proses bubut elemen dasarnya dapat diketahui dengan
memperhatikan gambar di bawah ini
Gambar 2.3 proses bubut
(Sumber : Rochim, 1993)
Geometri benda kerja ;
do = diameter mula (mm)
dm= diameter akhir (mm)
lt = panjang permesinan
Pahat :
Kr = sudut potong utama
o = sudut geram
Mesin bubut :
a = kedalaman potong
a = (mm)
f = pemakanan (mm/putaran)
Berdasarkan besaran-besaran di atas, maka kondisi pemotongan dapat ditentukan
sebagai berikut:
laju pemotongan (velocity of cut)
(2.1)
dengan, v = laju pemotongan (m/min)
n = putaran spindle (benda kerja) (rpm)
d = diameter rata-rata (mm)
yaitu (2.2)
dimana: do = diameter mula benda kerja (mm)
dm = diameter akhir benda kerja (mm)
laju pemakanan (feeding velocity)
(2.3)
Dimana : Vf = laju pemakanan (mm/min)
f = pemakanan (rev/min)
n = putaran spindle / benda kerja (rpm)
Waktu pemotongan (cutting time)
(2.4)
Dimana : tc = waktu pemotongan (min)
lt = panjang permesinan (mm)
Vf = laju pemakanan (mm/min)
laju pembuangan geram (metal removal rate)
Z = A.v (2.5)
dengan, Z = laju pembuangan geram (cm3/min)
v = laju pemotongan (m/min)
A = Penampang geram sebelum terpotong (mm2)
A = f.a (2.6)
Z = f.a.v (2.7)
Sudut potong utama (principal cutting edge angle/Kr) adalah sudut antara
mata potong utama dengan laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut
Tebal geram sebelum terpotong (h)
h =
(
mm) (2.9)Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah :
A = f.a = b.h (mm) (2.10)
2.2 Teori Orthogonal Merchant
Suatu analisis mekanisme pembentukan geram yang dikemukakan oleh
Merchant mendasarkan teorinya atas model pemotongan sistem tegak (Orthogonal
Sistem). Sistem pemotongan tegak merupakan penyederhanaan dari sistem
pemotongan miring (Oblique System) dimana gaya diuraikan menjadi
komponennya pada suatu bidang. Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis
model tersebut adalah:
a) Mata potong pahat sangat tajam sehingga tidak menggosok atau menggaruk
benda kerja
b) Deformasi terjadi hanya dua dimensi,
c) Distribusi tegangan yang merata pada bidang geser, dan
d) Gaya aksi dan reaksi pahat terhadap bidang geram adalah sama besar dan
segaris (tidak menimbulkan momen kopel)
Karena berasal dari satu gaya yang sama mereka dapat dilukiskan pada
suatu lingkaran dengan diameter yang sama dengan gaya total (F), lihat gambar
Gambar 2.4 Lingkaran Gaya Pemotongan (Lingkaran Merchant)
(Sumber : Rochim 1993)
Lingkaran tersebut digambarkan persis diujung pahat sedemikian rupa sehingga
semua komponen menempati lokasi seperti yang dimaksud. Gambar ini
merupakan sistem gaya pada pemotongan orthogonal dan dalam prakteknya dapat
didekati dengan menggunakan pahat dengan sudut kr = 90o dan sudut s = 0o
dengan kecepatan potong jauh lebih tinggi daripada kecepatan makan.
Berdasarkan analisis geometric dari lingkaran gaya (Merchant) dapat
diturunkan rumus dasar gaya potong (Fv) :
(2.11)
dan
(2.12)
Dari kedua rumus di atas, maka :
(2.13)
Gaya geser Fs dapat digantikan dengan penampang bidang geser dan tegangan
geser yang terjadi padanya yaitu:
(2.14)
= Penampang bidang geser,
= A/sin ; mm2
A = penampang geram sebelum terpotong,
= b.h ; mm2
Dengan demikian rumus gaya potong adalah,
(2.15)
Rumus teoritik di atas diturunkan dalam analisa proses pemotongan
Orthogonal yang berarti Kr = 90o dan s = 0o. Pada kondisi di atas, hanya faktor
sudut potong utama Kr dan kondisi bahan yang diperhatikan sedangkan faktor –
faktor koreksi untuk kondisi pemotongan , seperti kecepatan potong, kecepatan
makan dan lain – lain belum dipertimbangkan. Dari pernyataan diatas, dapat
digunakan rumus empiris yang lebih kompleks, yaitu:
(2.16)
dimana: Ks = gaya potong spesifik (N/mm2)
A = penampang geram sebelum terpotong (mm2)
=h.b = f.a
Gaya potong spesifik Ks akan dipengaruhi oleh pahat (jenis dan geometri),
benda kerja (jenis dan kondisi pengerjaan), dan kondisi pemotongan serta jenis
permesinan yang dapat berciri spesifik.
(2.17)
Ks1.1 = gaya potong spesifik referensi (N/mm2)
Z = pangkat tebal geram = 0.2
Ck = faktor sudut potong utama (Kr)
C = faktor koreksi sudut geram (o)
CVB = faktor koreksi keausan (VB)
Nilai Ks1.1 dapat diperoleh dari persamaan gaya potong spesifik referensi
dengan kekuatan tarik.
(2.18)
Dimana: u = kekuatan tarik (N/mm2)
Untuk menentukan besar gaya gesek dan gaya normal pada bidang geram
(Fγ dan Fγn) dapat diturunkan dari gaya potong dan gaya makan (Fv dan Ff), yaitu :
(2.19)
dan
(2.20)
Maka kombinasi dari dua formula di atas diperoleh formula koefisien gaya gesek
adalah:
(2.21)
Dari formula diatas dapat dinyatakan bahwa koefisien gesek dipengaruhi
oleh sudut geram. Tetapi rumus tersebut tidak menyatakan bahwa dengan
mengubah sudut geram gaya potong dan gaya makan tidak berubah. Dalam
kenyataan, gaya potong dan gaya makan berubah dengan berubahnya sudut geram
dan hal ini disebabkan oleh perubahan sudut geser Ф.
Dari persamaan (2.15), dikarenakan gaya potong (Fv) merupakan fungsi
dari sudut geser (Ф) maka sudut geser maksimum dapat dicari dengan cara
deferensiasi dan hasilnya disamakan dengan nol, dengan menyederhanakan
persamaan tersebut diperoleh
(2.22)
Rasio Pemampatan Tebal Geram yang merupakan perbandingan antara tebal
(2.24)
Dari rumus diatas maka sudut geser ( ) berdasarkan pengukuran dapat
diturunkan sebagai berikut:
(2.24)
Adapun hubungan antara sudut geram sebagai fungsi dari rasio
pemampatan tebal geram h untuk sudut o = 20o, 0o, dan -20o.
Gambar 2.5 Sudut geser sebagai fungsi dari rasio pemampatan tebal geram h
(Sumber : Rochim, 1993)
Jika sudut geram telah ditetapkan, maka sudut geser dapat dihitung dengan
mengukur rasio pemampatan tebal geram. Akan tetapi tebal geram tak dapat
diukur secara langsung tanpa mengakibatkan kesalahan pengukuran sebab,
a. Permukaan geram relatif kasar, dan
b. Geram tidak lurus karena dalam kenyataan bidang geser tidak lurus melainkan
melengkung yang diakibatkan oleh distribusi tegangan geser yang tidak merata.
Rasio pemampatan tebal geram merupakan karakteristik dari proses
permesinan berarti dipengaruhi oleh material benda kerja, jenis pahat, sudut pahat,
Dikarenakan adanya pemampatan tebal geram, maka kecepatan aliran geram
selalu lebih rendah daripada kecepatan potong. Gambar 2.6 menunjukkan
kecepatan aliran geram (vc) dan kecepatan potong (v).
Gambar 2.6 Arah kecepatan geser (vs), kecepatan aliran geram (vc) dan kecepatan
potong (v). Sumber : Rochim, (1993)
Dari Gambar 2.6 diatas, arah kecepatan geser (vs) ditentukan oleh
kecepatan aliran geram (vc) dan kecepatan potong (v). Berdasarkan aturan/kaidah
tangan kanan, dari Gambar 2.6 arah pergerakan mata pahat (vf) searah pada
sumbu x, dan kecepatan potong (v) yang terbentuk terletak pada sumbu z.
Kecepatan geser (vs) akan lebih tinggi daripada kecepatan potong (v) untuk sudut
geram γ0 negatif (Rochim, 1993).
Sehingga berdasarkan polygon kecepatan tersebut maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
(2.25)
dengan :
vc= kecepatan aliran geram
v = kecepatan potong
karena,
(2.26)
Karena λh > 1 maka kecepatan geram selalu lebih rendah daripada kecepatan
potong. Selanjutnya kecepatan geser dapat diketahui dari poligon yaitu ;
(2.28)
atau
(2.29)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa kecepatan geser vs akan lebih tinggi
daripada kecepatan potong v untuk sudut geram negatif atau nol.
2.3 Geram
Geram merupakan bagian dari material yang terbuang yang dihasilkan dari
proses pemesinan. Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat
perputaran benda kerja sebagai suatu geram tunggal, tergantung pada parameter
kerja mesin.
2.3.1 Proses Pembentukan Geram
Geram yang dihasilkan berupa suatu tali berkelanjutan atau berupa
potongan-potongan, dalam banyak kasus formasi geram yang terjadi adalah
seperti pada gambar 2.7. Dari gambar 2.7 menunjukkan bahwa pemotongan
adalah proses diskontinu dan gaya antara geram dan alat potong tidak konstan
(Kalpakjian, et.al, 2002)
Formasi geram yang dihasilkan juga dapat dilakukan dengan pendekatan
model pemesinan Orthogonal sebagaimana yang dikemukakan oleh Merchant,
Gambar 2.7 Formasi geram pada proses bubut menurut analogi kartu
(Sumber : Rochim, 1993)
Dari gambar di atas terlihat bahwa terbentuknya geram dapat dianalogikan
sebagai tumpukan kartu dengan posisi sedikit miring kemudian didorong dengan
papan (penggaris) yang membuat sudut terhadap garis vertical (sesuai dengan
sudut geram) maka kartu bergeser ke atas relatif terhadap kartu di belakangnya.
Pergeseran tersebut berlangsung secara berurutan dan kartu terdorong melewati
bidang atas papan. Analogi kartu tersebut menerangkan keadaan sesungguhnya
dari kristal logam (struktur butir metalografis) yang terdeformasi sehingga
merupakan lapisan tipis yang bergeser pada bidang geser.
2.3.2 Morfologi Geram
Geram yang dihasilkan dari proses pemesinan untuk logam dan paduan
logam pada umumnya dapat diklasifikan menjadi tiga kategori berdasarkan
perbedaan geometri bentuk geram. Beberapa morfologi geram tersebut
diantaranya:
1. Geram Kontinu (continuous / Flow chips)
Geram kontinu dihasilkan pada pemesinan untuk bahan yang liat (dutile) dan geram
ini dikelompokkan dengan jenis penampang lintang yang seragam (uniform
Gambar 2.8 Geram kontinu (continuous / Flow chips)
(Sumber : Sutter et. al, 1997)
2. Geram Bersegmen atau Seperti Mata Gergaji (Segmented or Saw-Tooth chips)
Geram seperti mata gergaji biasanya dinamakan geram bersegmen adalah
geram semikontinu dan memiliki kawasan regangan geser yang kecil (untuk
geram kontinu) dan regangan geser yang tinggi (untuk geram tidak kontinu).
Gambar 2.9 Geram Bersegmen atau Seperti Mata Gergaji
(Segmented or Saw-Tooth chips)
(Sumber : Sutter et. al, 1997)
3. Geram Tidak Kontinu (Discontinuous chips)
Geram tidak kontinu biasanya terbentuk pada pemesinan untuk bahan yang
getas (brittle) pada kecepatan pemotongan yang rendah, pemakanan dan
kedalaman pemotongan yang tinggi dan gesekan antar pahat dan geram yang
Gambar 2.10 Geram Tidak Kontinu (Discontinuous chips)
(Sumber : Matthew et. al, 2001)
2.4 Pemesinan Keras
Proses Pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses
pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap benda kerja dengan kekerasan
lebih besar dari 40 HRC. Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya
diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan
karakteristik sebagai akibat tingginya kekerasan material yang akan dipotong.
Material yang keras memiliki sifat abrasive, dan nilai kekerasan atau young
modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras
dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasive
dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap
berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan
(bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan baja
tuang yang dikeraskan (Baggio,1996).
Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi
melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk
inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat
digunakan dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda.
Bagaimanapun mesin untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang
lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil
untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi.
Keuntungan yang sangat signifikan dari pahat potong bermata tunggal (single
digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak demikian
halnya dengan proses gerinda.
Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras
adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan
terhadap umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui
sebagai material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk
pemesinan logam ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat
dengan mudah mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat
mahal dan memiliki umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang
khusus digunakan untuk proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN),
Keramik, dan cermet (Dawson, 1999).CBN adalah material yang paling keras
selain intan, dan sangat cocok digunakan pada proses bubut keras. Insert CBN
mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi
CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur pahat
menjadi lima kali (Baggio, 1996).
2.5 Pemesinan Kering
Pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponen–komponen
mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining )(Sreejith dan
Ngoi ,2000). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan
pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu
pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan
permukaan pemesinan memiliki suatu integritas permukaan (surface integrity)
yang baik . Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan
merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian
dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil
pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur
pahat (Ginting A, 2003).
Graham (2000) juga melaporkan bahwa perubahan dari pemesinan yang
menggunakan cairan pemotongan ke pemesinan kering dapat dilakukan untuk
beberapa logam seperti baja, besi tuang dan aluminium. Namun harus dipahami
pada pemesinan basah tidak terjadi pada proses pemesinan kering. Pemesinan
basah merupakan pemesinan yang pada prosesnya dilakukan dengan cairan
pendingin. Fungsi utama dari cairan pendingin adalah untuk menurunkan suhu
pemotongan dengan mengurangi gaya gesek dan sebagai media pembawa panas
dari daerah pemotongan juga berfungsi sebagai pembawa geram. Dengan
turunnya suhu pemotongan tersebut maka umur pahat akan meningkat. Hal
tersebut akan berbeda dengan pemesinan kering dimana pada prosesnya
pemesinan kering dapat menyebabkan gaya gesek yang besar pada proses
pemesinan sehingga suhu pemotongan menjadi tinggi dan pada akhirnya akan
menurunkan umur pahat. Dari pemaparan di atas dapat dinyatakan hubungan
geometri geram yang terbentuk dari pemesinan basah dan kering, bahwa pada
pemesinan basah suhu pemotongan cenderung lebih rendah sehingga
dimungkinkan geometri geram yang terbentuk memiliki tebal geram yang lebih
tipis dengan jarak antar puncak gergaji yang renggang dibanding pada pemesinan
kering.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Varadarajan et. al (2001).
Perbandingan bentuk geram yang dihasilkan dari pemesinan kering dan basah
dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Bentuk geram yang dihasilkan dari proses pemesinan kering dan basah
Kecepatan Pemotongan (m/min)
40 53 80 91 120
Pemesinan
Kering
Pemesinan
Basah
(Sumber : Varadarajan et. al, 2001)
2.6 Pemesinan Laju Tinggi
Meningkatnya permintaan untuk memperbesar produktivitas dengan biaya
produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka
dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi
pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan produktivitas. Dengan kecepatan potong yang tinggi, maka
volume pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan
diperoleh penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu
pemesinan kecepatan tinggi mampu menghasilkan produk yang halus
permukaannya serta ukuran yang lebih presisi.
Gambar 2.11 Kecepatan Potong pada Proses Laju Tinggi
Sumber : Schultz dan Moriwaki 1992
Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed
machining) yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat
perbedaan namun sebagian besar menyatakan bahwa kecepatan potong
merupakan variable penentu terhadap pendefenisian tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa Proses
pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan kecepatan potong
sebesar 5 – 10 kali lebih besar daripada proses konvensional (Schulz. 1999), dan
(Schulz et.al. 1992) mengatakan bahwa Proses pemesinan kecepatan tinggi
ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
2.7 AISI 4140
Material logam umumnya digolongkan menjadi dua yaitu Ferrous Metal dan
Non-Ferrous Metal. Ferrous metal atau bahan logam ferro merupakan suatu logam
yang memiliki dasar paduan besi (ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai
unsur tambahan untuk mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam
penggunaannya. Bahan logam non ferro adalah bahan yang memiliki unsur logam
tetapi tidak ada unsur besi (ferrous).
Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low
alloy steel. Penamaan AISI 4140 berdasarkan pada standard yang ditetapkan oleh
American Iron Steel Institute (AISI). Angka pertama yaitu 4 menunjukkan jenis
dari baja tersebut yaitu baja chrom, angka kedua menujukkan modifikasi jenis
baja paduan untuk baja paduan yang kompleks, untuk jenis AISI 4140 angka 1
menandakan bahwa jenis tersebut merupakan baja chrom – molybdenum,
sedangkan dua angka terakhir menunjukkan kadar karbon perseratus persen yaitu
0,40 % C.
AISI 4140 memiliki kemampuan mesin, stabilitas dimensi saat mengalami
perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan permukaan yang tinggi. Pada
proses perlakuan panas temperatur adalah variabel utama yang sangat
berpengaruh terhadap perubahan sifat mekanik bahan, dimana masing-masing
bahan memiliki level temperatur dan menggunakan media pendingin spesifik saat
dilakukan proses perlakuan panas. Kekerasan pada AISI 4140 dapat ditingkatkan
melalui proses quenching (dipanaskan sampai pada suhu austenit kemudian
didinginkan secara cepat akan terbentuk struktur martensit yang memiliki
kekerasan yang lebih tinggi dari struktur perlit maupun ferit) dengan metode air
tersirkulasi (Gunawan Dwi Haryadi, 2006).
Baja AISI 4140 merupakan material yang banyak dipakai sebagai bahan
dasar dari crankshaft, shaft, gear, gandar, dan berbagai part mesin dimana bagian
– bagian tersebut membutuhkan sifat tahan aus, kekerasan yang tinggi dan tangguh, disamping itu pada industri perminyakan digunakan untuk pump liner
(Parker.ER, 1967). Selain itu, AISI 4140 juga digunakan sebagai bahan landing
peralatan pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas. Kekerasan
komponen ini basanya berkisar antara 54 s/d 62 HRC.
2.8 Pahat CBN
Dalam industri manufaktur, ada tujuh bahan pahat yang dapat digunakan
untuk proses pemotongan logam diantaranya: karbon tinggi (High Carbon Steel,
Carbon Tool Steels, CTS), HSS (High Speed Steels, tool Steels), Paduan Cor
Nonfero (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides), Karbida (Cermented Carbides,
Harmetals), Keramik (Ceramic), CBN (Cubic Boron Nitride), Intan (Sintered
Diamonds and Natural Diamonds).
Diantara ketujuh bahan pahat potong tersebut, CBN merupakan satu
diantara bahan pahat yang dapat digunakan untuk proses permesinan dengan tiga
kondisi yang berbeda yaitu permesinan laju tinggi, keras dan kering. CBN
termasuk jenis keramik dan mulai diperkenalkan oleh GE di USA pada tahun
1957 (Borazon). CBN dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500oC)
sehingga serbuk graphit putih nitride Boron dengan struktur heksagonal berubah
menjadi struktur kubik. Hot Hardness CBN ini sangat tinggi dibandingkan dengan
jenis pahat yang lain. CBN dapat digunakan untuk permesinan berbagai jenis baja
dalam keadaan dikeraskan, besi cor, HSS maupun karbida semen. Afinitas
terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai
dengan temperatur pemotongan 1300oC (Rochim, 1993).
Cubic Boron Nitride adalah material pahat untuk pembubutan keras. Mulai
diperkenalkan pada tahun 1970 CBN dalam bentuk padatan. Pahat ini dibuat
dengan lapisan 0.5 – 1 mm policristal cubic boron nitride menjadi kobalt melalui
substrasi karbida pada suhu dan tekanan yang tinggi. Pahat CBN merupakan pahat
yang tahan terhadap kekerasan yang tinggi dan ketangguhan patah pada
permesinan kecepatan tinggi. CBN menunjukkan performa yang sangat baik
dalam proses gerinda untuk material dengan sifat kekerasan tinggi dan kuat.
Perbedaan kekerasan, ketangguhan, komposisi kimia dan stabilitas panas dan
ketahanan aus berperan penting untuk perkembangan pahat potong CBN termasuk
untuk menghasilkan kekasaran permukaan yang sangat baik. (Advanced Cutting
Tool Materials: IIT Kharagpur)
Dalam permesinan untuk baja keras pahat potong CBN merupakan pilihan
yang tepat karena pahat ini memiliki sifat tahan untuk temperatur pemotongan
yang tinggi, keras, daya larut yang rendah dalam pembuatan, dan ketangguhan
patah yang baik (Kalpakjian, 20010). Pahat ini memberikan kemungkinan proses
permesinan fleksibel yang sangat baik, mengurangi waktu permesinan, hemat
energi, dan memungkinkan untuk didaur ulang.
Pada umumnya, ada dua kategori dari pahat CBN.
1). memiliki sekitar 90% butir CBN dengan bahan pengikat logam (seperti
kobalt, yang digunakan untuk memberikan peningkatan ketangguhan patah
agar CBN menjadi keras dan getas), biasanya disebut pahat CBN tingkat
tinggi.
2). memiliki konsentrasi CBN yang rendah sekitar 50% sampai 70%, dengan
bahan pengikat keramik (seperti : TiN atau TiC), biasanya disebut sebagai
pahat CBN tingkat rendah.
Ada beberapa studi yang mempelajari karakteristik aus pahat untuk pahat
CBN tingkat tinggi dan CBN tingkat rendah. Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri
bahwa CBN tingkat rendah memiliki umur pahat yang lebih lama dan
memberikan kekasaran yang lebih baik daripada CBN tingkat tinggi dalam
penyelesaian pembubutan keras walaupun pada akhirnya memiliki kekerasan dan
ketangguhan patah yang sangat tinggi (Chou, 1999). Pahat potong CBN
digunakan untuk permesinan yang materialnya terbuat dari ferrous paduan dengan
kecepatan potong yang tinggi (Ibrahim A. Al-Zkeri, M.S, 2007).
Kekhusunan Pahat CBN ialah memiliki manfaat dan efektivitas untuk
digunakan dipermesinan dengan bermacam-macam material berlapiskan baja
karbon tinggi dan baja paduan, logam non-ferrous dan logam paduan, logam
exotic seperti nikel yang dikeraskan, inconel, Nimonic lainnya dan material
non-logam lainnya yang begitu sulit untuk dimesin dengan pahat konvensional. Pahat
Adapun range kecepatan yang dapat diporasikan untuk CBN jika
permesinan menggunakan baja cor abu-abu adalah 300 – 400 m/min. berikut ini
merupakan range kecepatan untuk material lainnya
• besi cor yang dikeraskan (> 400 BHN) : 80 – 300 m/min
honed or chamfered edge preparation, especially for interrupted cuts. Like
ceramics, CBN tools are also available only in the form of indexable inserts. The
only limitation of it is its high cost (Advanced Cutting Tool Materials: IIT
Kharagpur).
Dalam kasus baja paduan, beberapa peneliti melaporkan bahwa karbida
berlapis keramik, CBN dan PCD sangat sangat potensial digunakan (Che Haron et
al 2001, Grzesik and Nieslony 2003). Selain itu, CBN dan PCD telah banyak
digunakan untuk permesinan kering kecepatan tinggi 1000 m/menit.
2.9 Temperatur Pemotogan
Selama pemotongan logam, temperatur panas dibangkitkan pada bagian sisi
pahat potong, dan temperatur ini timbul akibat pengaruh dari laju aus pahat
potong, dan gesekan antara geram dan pahat potong. Dikarenakan efek dari aus
pahat, penelitian yang cukup panjang telah dilakukan di masa lalu untuk
menentukan suhu dari pahat, geram dan benda kerja dalam pemotongan logam.
Menurut Boothroyd, energi yang dikonsumsi selama permesinan
berlangsung adalah:
(2.30)
dengan: Pm = energi yang dikonsumsi (watt)
Fc = gaya pemotongan (newton)
Ketika material berubah menjadi elastis, energy yang dibutuhkan untuk
operasi disimpan dalam material dalam energi regangan, dan tidak ada panas yang
terjadi. Akan tetapi, jika material berubah menjadi plastis, energi yang digunakan
diubah menjadi panas. Dalam pemotongan logam, material mengalami regangan
sangat tinggi, dan deformasi elastis yang sangat kecil dari total deformasi, untuk
itu dapat diasumsikan bahwa seluruh energi diubah menjadi panas.
Perubahan energi menjadi panas terjadi di dua zona utama deformasi plastis,
yaitu zona regangan atau zona deformasi utama dan zona deformasi kedua. Jika
dalam suatu keadaan dimana pahat potong tidak terlalu tajam, sumber panas
ketiga akan dihasilkan oleh gesekan antara pahat dan permukaan benda kerja
lainnya. Namun, jika pahat aus, sumber panas yang dihasilkan akan menjadi kecil
dan dapat diabaikan dalam analisis seperti ini.
Maka:
(2.31)
Dengan: Pm= total laju panas yang dibangkitkan pada pemotongan logam (watt)
Ps = laju panas yang dibangkitkan di zona deformasi utama (laju panas
akibat gaya geser) (watt)
Pf = laju panas uang dibangkitkan di zona defromasi kedua (laju panas
akibat gaya gesek) (watt)
Laju panas akibat gaya gesek dapat diperoleh dari
(2.32)
Karena : (2.33)
Maka:
(2.34)
Ff = Gaya gesek yang terjadi pada pemotongan logam (N)
v = laju pemotongan logam (m/s)
rc = rasio pemotongan
rc=
Menurut Boothryod, jumlah panas (R) yang terjadi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
(2.35)
dengan: = massa jenis material benda kerja
k = konduktivitas panas
c = kapasitas panas spesifik
v = kecepatan potong
ac = tebal geram setelah terpotong
2.9.1 Temperatur Pada Zona Deformasi Pertama
Menurut Boothryod, kenaikan temperatur rata-rata ( ) material yang
melalui zona deformasi utama dapat dirumuskan :
(2.36)
dengan : = Perbandingan konduksi panas pada benda kerja
Ps = laju panas yang dibangkitkan di zona deformasi utama (J/s)
= massa jenis material benda kerja (kg/m3)
c = kapasitas panas spesifik
v = kecepatan potong (m/min)
ac = tebal geram setelah terpotong (mm)
Untuk menentukan nilai perbandingan konduksi panas pada benda kerja ( )
terlebih dahulu ditentukan nilai R tan . Kemudian nilai ( ) dapat dilihat pada
grafik di bawah ini.
Gambar 2.12 Perbandingan konduksi panas pada benda kerja ( ) vs R tan
(Sumber : Boothryod: The Fundamental of Metal Cutting)
2.9.2 Temperatur pada zona Deformasi kedua
Temperatur maksimum pada geram terjadi pada saat material melewati zona
deformasi kedua. Temperatur ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
(2.37)
dengan : = kenaikan temperatur material yang melalui zona deformasi kedua
= kenaikan temperatur material yang melalui zona deformasi pertama
= temperatur benda kerja
Dalam sebuah analisis temperatur geram oleh Rapier, diasumsikan bahwa
sumber panas dihasilkan dari gesekan antara geram dan pahat dengan sumber
Nilai juga dapat diperoleh dari hubungan antara dengan wo, dengan nilai
= 20, 40, 90, 160 dan
Gambar 2.13 Grafik hubungan antara dengan wo
(Sumber : Boothryod: The Fundamental of Metal Cutting)
Kenaikan suhu rata-rata geram dihasilkan dari deformasi kedua ( ),
berdasarkan hal ini dapat diperoleh persamaan:
(2.39)
dimana:
= suhu pada deformasi kedua
Pf = laju panas akibat gaya gesek (watt)
= massa jenis material benda kerja (kg/m3)
c = kapasitas panas spesifik
v = kecepatan potong (m/min)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
3.1.1 Bahan Benda Kerja
Bahan benda kerja yang digunakan adalah AISI 4140. Baja tersebut
merupakan baja paduan rendah yang telah dikeraskan hingga 55 – 60 HRC. Bahan
AISI 4140 yang dikeraskan tersebut dipilih sebagai spesimen pada penelitian ini
disebabkan oleh keinginan mengetahui pula bagaimana ketermesinan bahan yang
lazim digunakan sebagai landing gear pesawat terbang. Pada tabel berikut
diberikan komposisi kimia, sifat Mekanik, dan geometri dari AISI 4140 yang
digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.1 Komposisi Kimia AISI 4140
Sumber : http//www. matweb.com
Tabel 3.2 Sifat Termal AISI 4140
Sifat Termal Nilai
Massa Jenis (g/cc) 7,85
Konduktivitas Panas (W/mK) 42,6
Kapasitas Panas Spesifik (J/kg.oK) 561
Sumber : http//www.matweb.com Element Weight (%) C 0,38 – 0,43
Fe 96,78 – 97,77
Mn 0,75 – 1,00
P 0,035 (maks)
S 0,04 (maks)
Si 0,15 – 0,30
Cr 0,80 – 1,10
Tabel 3.3 Sifat Mekanik AISI 4140
Sifat Nilai
Rasio Poisson 0,29
Modulus Elastis (Gpa) 205
Kekuatan Tarik Maksimum (Mpa) 1965
Kekuatan Luluh (Mpa) 1735
Elongation (%) 11
Reduction in Area (%) 42,0
Kekerasan (HRC) 55
Kekuatan Impak (J) (Izod) 15 Sumber : http//www.matweb.com
Gambar 3.1 Geometri Benda Kerja
3.1.2 Bahan Pahat Potong
Adapun jenis pahat CBN yang digunakan adalah Sandvik Coromant yang
direkomendasikan untuk pemotongan baja dengan kekerasan dan ketangguhan
yang tinggi melalui proses bubut. Bentuk dan ukuran sesuai standard ISO yaitu
TNGA 16 04 08 S 0 1030 A dengan Geometri sebagai berikut
(a) (b)
Keterangan : l = 16 mm
lc = 9,52 mm
ød = 3.81 mm
Radius pojok (rε) = 0,8 mm
Tebal mata pahat (s) = 4.76 mm
Sudut Potong utama = 91o
Sudut Geram = -6o
Tabel 3.4 Sifat Mekanik dan Thermal dari CBN.
Sifat Nilai
Berat jenis (g/cm3) 3,48
Titik Lebur (oC) 2700
Kekuatan Patah(MPam0,5) 5
Kekerasan knop (GPa) 43 – 47
Modulus Young (GPa) 600 – 800
Ekspansi Termal (10-6 K-1) 4,9
Konduktivitas Panas 150 – 700
(Sumber : Karthick, 2009)
Menurut Sandvik (2010) bahwa kondisi pemesinan yang dianjurkan untuk
membubut bahan baja yang memiliki kekerasan ekstra seperti 59 HRc
menggunakan pahat CBN Sandvik Coromant tipe: TNGA160408S01030 A adalah
sebagai berikut:
kecepatan potong (Vc) = 200 m/min
kecepatan pemakanan (f) = 0,05 – 0,30 mm
kedalaman potong (a) = 0,07 – 0,80 mm
3.2 Peralatan
3.2.1 Mesin Bubut Konvensional
Pemesinan dilakukan di mesin bubut konvensional Emco Type : Maximat
V13. Berikut ini merupakan gambar dari mesin bubut yang digunakan dalam
penelitian ini.
Gambar 3.3 Mesin Bubut Konvensional Emco
Tabel 3.5 Spesifikasi Mesin Bubut Konvensional Emco Maximat V13:
Daya 1,7/2,2 kW (2,3/3,0 hp)
Voltase (v) 220 380 440
Putaran (rpm) 1230 1500
Panjang pemesinan maksimum (mm) 850
Diameter Penjepit maksimum (mm) 158
Jumlah Putaran 16
Frekuensi (Hz) 50 60
3.2.2 Fixed Steady
Fixed Steady merupakan peralatan yang berfungsi untuk membuat lubang
dudukan kepala lepas (tail stock) yang digunakan sebagai sumbu putar ketika
benda kerja berputar untuk melakukan pemesinan
Gambar 3.4 Fixed Steady
3.2.3 Tool Holder
Tool Holder merupakan peralatan yang digunakan sebagai pemegang
pahat potong. Jenis Tool Holder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Sandvick dengan kode Tool holder Sandvick Coromant tipe DTGNR/L2020 K 16.
Gambar 3.5 Tool Holder Sandvick Coromant
3.2.4 Mikroskop USB Digital
Untuk mengetahui dan mengamati morfologi geram yang terjadi
digunakan mikroskop USB digital Rax Vision. Mikroskop ini dapat memperbesar
Gambar 3.6 Mikroskop USB digital Rax Vision
3.2.5 Digital Caliper (Mistar Ingsut Digital)
Digital Caliper atau dalam bahasa sehari – hari disebut jangka sorong
digital digunakan untuk mengukur tebal geram setelah pemotongan (undeformed
chipness), diameter benda kerja sebelum dan sesudah pemesinan dilakukan.
Mistar ingsut digital yang digunakan memiliki ketelitian hingga 10-2 mm, dengan
ketelitian seperti ini maka diharapkan hasil pengukuran lebih presisi.
Variabel bebas : v (m/min) f (mm/rev) a (mm)
kekerasan = 55 HRC, cairan pendingin = tidak ada
3.3 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.8 Diagram Alir Konsep Penelitian Isu penting perkembangan
teknologi Pemesinan
Produktivitas tinggi Hemat waktu dan Biaya Ramah lingkungan
Pemesinan laju tinggi, keras, dan kering AISI 4140 + CBN
Pemesinan kecepatan tinggi Pembubutan keras ( > 45 HRc) Pemesinan kering
2. Hubungan antara geometri geram dengan
Gaya pemotongan
3. Hubungan antara geometri geram dengan
suhu pemotongan
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tempat dan waktu yang berbeda. Tabel 3.4 akan
memberikan informasi tempat dan waktu dari penelitian ini.
Tabel 3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
No Kegiatan Tempat Waktu
1 Persiapan bahan uji untuk di heat treatment Bengkel Merbabu 1 bulan
2 Heat treatment Bengkel Merbabu 1 bulan
3 Pengujian kekerasan Bengkel Merbabu 2 minggu
4 Proses pemesinan dan pengukuran geram Politeknik Medan 4 bulan
5 Pembuatan Laporan dan Analisa Medan 2 bulan
3.5 Metode
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan
menggunakan mesin bubut konvensional. Variabel kondisi pemesinan seperti
kecepatan potong (v), dan gerak makan (f) disesuaikan dengan kondisi dari
putaran, gerak makan yang ada pada mesin bubut. Selain itu, diameter dari benda
kerja juga harus disesuaikan untuk mendapatkan kecepatan potong yang nilainya
mendekati dari kondisi pada tabel di bawah.
Tabel 3.7 Kondisi Pemesinan
kondisi V (m/min) f (mm/rev) a (mm)
1 200 0,1 0,3
2 200 0,1 1
3 200 0,15 0,3
4 225 0,1 0,7
5 225 0,125 0,7
Dalam prosesnya setiap kondisi pemotongan akan dihentikan jika aus
pahat (VB) sudah diperoleh 0,3 mm atau nilai kekasaran permukaan dari benda
3.6 Rancangan Kegiatan
3.6.1 Proses Pemesinan
Proses Pemesinan dilakukan dengan mesin bubut konvensional Emco type
Maximat V13 dengan set up peralatan seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3.9 Set up Peralatan
Keterangan gambar:
1 Pencekam benda kerja (Chuck)
2. Benda kerja (AISI 4140 @ 55 HRC)
3. Dudukan pemegang pahat (Tool Post)
4. Pahat CBN
5. Pemegang Pahat (Tool Holder)
Adapun prosedur pelaksanaan proses pemesinan ialah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan peralatan dan bahan
2. Memasang benda kerja di pencekam benda kerja (chuck) dan pahat CBN di
pemegang pahat (tool holder)
3. Melakukan uji jalan mesin bubut Emco Maximat V 13 sekaligus menguji
kemampumesinan dengan parameter pemotongan pada kondisi laju tinggi,
keras, dan kering.
4. Mengatur arah dan besar putaran, pemakanan, dan kedalaman pemotongan
untuk proses awal yang bertujuan menentukan diameter awal benda kerja
agar sesuai dengan kecepatan pemotongan yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Setelah point 4 selesai, selanjutnya dibuat entry path (masukan pahat) di
benda kerja yang betujuan mengurangi beban kejut pada pahat. 1
2
3
4
6. Mengatur kondisi pemotongan (putaran, pemakanan, dan kedalaman
pemotongan) sesuai dengan data yang telah ditentukan.
7. Proses pemesinan laju tinggi, keras, dan kering dilakukan
8. Setelah proses pemesinan selesai, tebal geram (hc) dan diameter akhir diukur.
9. Kembali ke point 4, jika setelah proses pemesinan aus pahat (VB) belum
mencapai 0,3 mm atau kekasaran permukaan pada benda kerja (Ra) belum
menujukkan nilai 1,6 m.
10. Proses pemesinan dihentikan jika satu diantara syarat pada point 9 telah
dicapai, kemudian geram dikumpulkan.
3.6.2 Proses Pengambilan Gambar Morfologi Geram
Morfologi geram dapat diketahui dengan langkah – langkah sebagai
berikut:
1. Geram yang telah dikumpulkan pada proses pemesinan dimounting
menggunakan resin epoxy dan pengeras.
2. Geram yang sudah selesai dimounting kemudian di-polish dengan kertas pasir
dan dietsa menggunakan alkohol dan asam nitrat.
3. Proses selanjutnya ialah mengambil gambar morfologi geram dengan bantuan
mikroskop USB digital Rax Vision dengan pembesaran 200 kali.
4. Setelah pengambilan morfologi geram selesai, langkah selanjutnya mengukur
geometri geram menggunakan bantuan Ms. Word, Ms. Picture Manager, dan
Adobe Photoshop.
3.6.3 Pengukuran Geometri Geram
1. Sebelum pengukuran geometri geram dilakukan, terlebih dahulu hasil
pengukuran tebal geram setelah terpotong (hc) dengan mistar ingsut digital
untuk seluruh proses pemotongan pada setiap kondisi pemesinan dirata –
ratakan.
2. Satu diantara gambar morfologi geram untuk satu kondisi pemesinan yang
telah diperoleh dari mikroskop kemudian di-copy dari folder dan di-paste di
ms Word. Di ms Word lebar gambar morfologi geram dibuat menjadi 7,33
3. Gambar double arrow diletakkan di tinggi gigi (tinggi gigi yang dimaksud
merupakan tebal geram setelah terpotong (hc)) pada gambar morfologi geram,
panjang double arrow yang ada pada format width dibagi 200 (nilai 200 ini
merupakan nilai pembesaran dari mikroskop) dan karena satuan panjang
double arrow dalam cm maka hasil pembagian dikalikan 10 mm (1 cm = 10
mm), untuk lebih jelasnya perhatikan formula di bawah:
hc
kemudian dilihat apakah sudah sama dengan tebal geram setelah pemotongan
(hc) rata – rata dari hasil pengukuran langsung.
Gambar 3.10 Cara Pengukuran Tebal Geram (hc)
Jika belum sama, pindahkan gambar double arrow ke tinggi gigi lainnya dan
sesuaikan panjangnya dengan tinggi gigi tersebut. Langkah ini dilanjutkan
hingga nilai panjang double arrow sama dengan tinggi gigi dan tebal geram
setelah pemotongan (hc) rata – rata dari hasil pengukuran langsung.
4. Selanjutnya jarak antar mata gergaji () diukur dengan cara yang sama
dengan point 3 yaitu menggunakan gambar double arrow. Pada gambar
morfologi geram, gambar double arrow diletakkan di setiap jarak antar mata
gergaji kemudian setiap panjang double arrow dijumlahkan dan dibagi
dengan jumlah jarak antar mata gergaji yang ada pada gambar morfologi
geram (hal ini berarti bahwa jarak antar mata gergaji yang diukur merupakan
jarak rata-rata mata gergaji yang dihasilkan melalui hasil bagi antara jumlah
panjang mata gergaji yang diukur dengan bantuan double arrow dengan
berapa jumlah jarak antar mata gergaji yang ada pada gambar morfologi
geram).
Gambar 3.11 Cara Pengukuran jarak antar mata gergaji ()
5. Kemudian dihitung berapa jumlah mata gergaji (np) yang ada pada setiap
gambar morfologi geram (perhatikan gambar 3.12).
Gambar 3.12 Cara Penghitungan Jumlah Mata Gergaji (np)
6. Setelah jumlah mata gergaji (np) dihitung maka dilanjutkan dengan
Dimana: rp = rasio geram
np = jumlah mata gergaji
0,36 = lebar morfologi geram/skala pembesaran
0,36 = 7,33/200
7. Tulisan “hc” untuk tebal geram setelah terpotong dan “” untuk jarak antar
mata gergaji dibuat dengan cara sebagai berikut:
a) Setelah point 5 selesai, seluruh display ms word dengan gambar morfologi
geram di-print screen dan di-paste-kan di ms picture manager, melalui ms
picture manager gambar yang di-paste-kan tersebut di-crop dengan
menyisakan gambar morfologinya saja, hal ini juga dilakukan untuk
gambar morfologi geram pada kondisi lainnya. Kemudian gambar tersebut
disimpan berdasarkan kondisi pemesinan di satu folder.
b) Gambar morfologi geram yang telah disimpan tersebut dibuka
menggunakan bantuan software adobe photoshop cs 4 dengan bantuan
software ini tulisan “hc” dan “” dibuat dengan menu Text. Setelah selesai,
gambar morfologi geram kembali disimpan.
8. Proses ini diulangi untuk setiap kondisi pemesinan lainnya, setelah itu data
yang telah diukur dan dihitung dikumpulkan di tabel pengumpulan data.
3.6.4 Perhitungan Gaya dan Suhu Pemotongan
Dalam menghitung gaya pemotongan dapat digunakan persamaan yang
ada pada bab dua yang dihasilkan dari pemodelan dua dimensi oleh Merchant.
Untuk langkah – langkah perhitungan gaya dapat langsung dilihat pada bab
empat. Tidak berbeda dengan gaya pemotongan, suhu pemotongan juga dapat
dihitung menggunakan formula yang terdapat pada bab dua dimana formula ini
diperoleh melalui buku fundamental of metal cutting karangan Boothryod. Urutan
perhitungan suhu pemotongan juga dapat dilihat pada bab empat. Setelah kedua
perhitungan ini selesai keseluruhan nilai dapat dilihat pada lampiran B.
Untuk menghindari kesalahan dalam tabulasi data, dibutuhkan format tabel
untuk mengumpulkan data yang dihasilkan dari proses pemesinan dan data hasil
pengukuran geometri geram dengan parameter Orthogonal Merchant (teoritik).
Agar lebih mudah dalam menganalisa, format tabel pengumpulan data dibagi
menjadi dua format. Pertama, tabel untuk data yang dihasilkan dari proses
pemesinan dan kedua, tabel untuk data yang diperoleh dari hasil pengukuran
geometri geram dengan parameter Orthogonal Merchant (teoritik). Berikut ini
merupakan format kedua tabel.
Tabel 3.8 Format tabel untuk pengumpulan data
yang dihasilkan dari proses pemesinan
Tabel 3.9 Format tabel untuk pengumpulan data yang diperoleh dari hasil
pengukuran geometri geram dengan parameter Orthogonal Merchant