• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Autistik Pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Autistik Pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KOSA KATA BENDA BAHASA INDONESIA

DALAM BAHASA LISAN ANAK AUTISTIK

PADA YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI)

SKRIPSI OLEH

LISA PRASTIKA

070701019

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KOSA KATA BENDA BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK AUTISTIK

PADA YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI)

OLEH: LISA PRASTIKA

070701019

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Gustianingsih, M.Hum. Drs.T.Aiyub Sulaiman NIP. 19640828 19890 2001 NIP.19500101 198003 1003

Departemen Sastra Indonesia Ketua

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Mei 2010

(4)

Menjadi autistik tidak berarti menjadi bukan manusia. Tapi, ini

memang berarti menjadi makhluk asing. Ini berarti bahwa apa yang

normal bagi orang lain tidak normal bagi saya, dan apa yang normal

bagi saya tidak normal bagi orang lain. Dalam beberapa hal saya

benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk bertahan dalam dunia

ini, seperti makhluk asing yang terdampar tanpa suatu buku pedoman

orientasi.

Tapi diri saya tetap utuh. Diri saya tidak rusak. Saya

menemukan nilai dan makna dalam kehidupan, dan saya tidak punya

keinginan untuk disembuhkan menjadi diri saya sendiri... Hargai aku

apa adanya... Akui bahwa kita sama-sama makhluk asing bagi satu

sama lainnya, bahwa cara saya menjadi diri saya bukanlah

semata-mata versi yang rusak dari cara Anda menjadi diri Anda. Pertanyakan

asumsi-asumsi Anda. Tentukan diri Anda sendiri. Bekerjalah bersama

saya untuk membangun jembatan di antara kita.

(5)

KOSA KATA BENDA BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK AUTISTIK

PADA YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI)

Lisa Prastika ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kosa kata benda bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun pada Yayasan Ananda Karsa mandiri (YAKARI). Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana kosa kata benda konkret dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun dan untuk mengetahui kosa kata benda konkret apa yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun.

Pengumpulan data dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan observasi. Hal ini dilakukan untuk mengamati pemahaman kosa kata benda yang diucapkan anak autistik. Kemudian, metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode simak. Adapun teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode simak adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik simak libat cakap yang bersifat reseptif, teknik rekam dan teknik gambar. Setelah semua data terkumpul, kemudian digunakan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat semua data yang sudah terkumpul. Data yang sudah terkumpul itu akan dianalisis dan diklasifikasikan sesuai dengan bentuk kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dan jumlah kosa kata yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik.

Dalam menganalisis data, metode yang digunakan adalah metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode padan tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik hubung banding membedakan, yaitu membandingkan bahasa yang digunakan anak autistik dengan bahasa yang digunakan oleh orang dewasa.

Setelah data dianalisis, maka diperoleh hasil penelitian bahwa kosa kata benda konkret bahasa Indonesia yang dikuasai anak autistik usia 3-4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pemberian imbalan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata benda yang dapat dikuasai anak autistik usia 3-4 tahun.

Jenis kosa kata benda konkret yang dikuasai anak autistik adalah, kosa kata benda orang, kosa kata bagian tubuh manusia, kosa kata benda buah-buahan, kosa kata benda hewan, dan kosa kata benda makanan. Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa kosa kata benda bagian tubuh manusia adalah kosa kata benda konkret yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik di YAKARI.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas berkat rahmat dan karuniaNya

penulis diberi kesehatan dan kekuatan untuk senantiasa bersemangat dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia dalam

Bahasa Lisan Anak Autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) tepat

pada waktunya. Penyusunan skripsi ini merupakan persyaratan akademik dalam

mencapai gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) di Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini telah mengalami berbagai kesulitan, tetapi atas

bantuan dan dorongan berbagai pihak, baik berupa bantuan spiritual seperti doa,

dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis, maupun materi, penulis pada akhirnya

berhasil menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, dengan segala ketulusan hati

dan keikhlasan penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara, serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan

Pembantu Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai Ketua Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti

(7)

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp. sebagai Sekretaris Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan.

4. Dr. Gustianingsih, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang menerima

penulis dengan tangan terbuka saat proses bimbingan skripsi. Tak lupa pula

Beliau memberikan motivasi dengan setulus hati kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Tengku Aiyub Sulaiman, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan saran dan masukannya selama proses pengerjaan skripsi ini.

6. Drs. Hariadi Susilo, M.Si. selaku dosen penguji meja hijau yang telah banyak

memberikan masukan dan saran yang sangat bermanfaat bagi skripsi ini.

7. Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. selaku dosen Penasehat Akademik yang

telah memberikan masukan dan saran kepada penulis selama perkuliahan.

8. Seluruh Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya

USU yang telah membimbing dan memberi ilmu kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan.

9. Sang pelita kehidupan, orang tua tercinta, Mhd. Saleh dan Aslinda, S.Pd. yang

begitu berarti dalam hidup ini. Kasih sayangnya bak mentari yang tanpa lelah

menyinari alam ini. Begitu juga tutur katanya adalah petuah yang penuh doa

dan harapan indah bagi penulis.

10.Foot ball lovers adik tercinta Danu Yudha Satria dan Fajar Arif Pamuji. Doa

(8)

Semoga apa yang kalian harapkan dari penulis, dapat terwujud di kemudian

hari.

11.Keluarga besar kakek Sangadi (Alm.) dan nenek terkasih Siti Aisyah yang

seperti embun pagi menyejukkan hati lewat nasihat dan dorongan semangat

yang diberikan kepada penulis. Serta Keluarga Besar kakek Wakiran (Alm.)

dan nenek Sumeneng (Alm.).

12.Om dan Tante, Rulianto, SE. dan Asmidah yang selalu menjadi sandaran dan

senantiasa menjadi curahan hati penulis, serta terima kasih untuk segala

kebaikan hati yang tak ternilai.

13.Pakde Aswandi dan bukde Agustina yang telah banyak membantu penulis

selama menempuh pendidikan SMA hingga perkuliahan. Terima kasih atas

segala keikhlasannya.

14.Para sepupu tercinta, Bang Randi, Tari, Rika, Lia, Agung, Badri, Abid,

Khusnul, Vira, dan Avivah, yang selalu menjadi tempat curahan canda tawa

dalam kebersamaan keluarga yang indah.

15. Seluruh Staf dan Guru Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI), Ibu

Heny, Pak Maringan, Ibu Juli, Ibu Martha, Ibu Siti, Pak Andi, dan lainnya

yang telah sudi menerima penulis, serta terima kasih atas kerja sama yang baik

selama proses penelitian penulis.

16.Adik-adikku tersayang Lia, Arion, Izha, Jupe, dan Fazhri. Semangat kalian

selalu memberikan harapan masa depan yang indah. Keterbatasan bukanlah

penghalang dan kalian pasti bisa tersenyum indah seperti anak-anak lainnya.

17.Kakak asuh penulis, Putri Sari Murni, S.S yang telah banyak membantu

(9)

terutama buku-bukunya yang sangat bermanfaat bagi penulis selama menuntut

ilmu di bangku perkuliahan.

18.Teman-teman seperjuangan stambuk ’07, Mira, Ovel, Cinaga, Yuni, Ticka,

Hendra, Luthfi, Widhi, Vivi dan teman-teman lainnya yang tak disebutkan

seluruhnya. Canda tawa kita mengiringi perjalanan kebersamaan yang telah

terukir indah dan tak akan hilang ditelan masa.

19.Teman-teman seperjuangan selama proses penyusunan skripsi, Ulfah, Eva,

Nurlela, Irma, Tika, Yuni, Hase, Astrid, Rina, Pesta, Kak Rahmi, Eny, dan

Bunga yang senantiasa saling memberikan motivasi dan informasi yang

berguna bagi penulis.

20.Keluarga besar kost tercinta, ongku Nazrul Putra (Alm.) , nenek, Kak Rina,

Bang Budi, uak Syahrul (Alm.), uak Pon, Zia, Eny, Mira, Nisa, Tika, Nazwa,

Zaskia yang mengiringi langkah perjalanan penulis selama menempuh

perkuliahan.

21.Teman-teman fans fanatik Chelsea FC, Chelsea Lucky, Chelsea Darmin, dan

Bang Ridwan Amri. Terima kasih atas motivasi dan masukan yang diberikan.

Serta terima kasih untuk segala informasi update berita Chelsea. Tetap satu

hati untuk Chelsea apapun yang terjadi, KTBFFH (Keep The Blues Flag

(10)

Penulis menyadari bahwa dengan segala kelemahan dan keterbatasan ilmu

yang penulis miliki, skripsi ini masih jauh dari sempurna meskipun penulis telah

berusaha menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan. Akhirulkalam, penulis

berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan penetahuan pembaca.

Medan, Mei 2011

Penulis,

Lisa Prastika

NIM 070701019

(11)

DAFTAR ISI PERNYATAAN

ABSTRAK

PRAKATA ...

i

DAFTAR ISI ………...

vi

BAB I PENDAHULUAN ………...

1

1.1 Latar Belakang ………...

1

1.2 Rumusan Masalah ………

6

1.3 Pembatasan Masalah ………

7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………

7

1.4.1 TujuanPenelitian………...…

7

1.4.2 Manfaat Penelitian ………....

8

1. Manfaat Teoretis ...

(12)

2. Manfaat Praktis ...

8

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ...

9

2.1 Konsep………...

9

2.1.1 Kosa Kata Bahasa Indonesia ………...

9

2.1.2 Bahasa Lisan dan Tulis ………...

10

2.1.3 Autistik ………...

11

2.2 Landasan Teori ………

13

2.2.1 Psikolinguistik ………...

13

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme ...

14

2.2.3 Pemerolehan Bahasa ………...

(13)

2.2.4 Keuniversalan dan Pemerolehan Bahasa ...

17

2.2.5 Keuniversalan dan Pemerolehan Kosa Kata Benda Anak

Usia 3-4 Tahun ...

18

2.2.6 Komprehensibilitas ...

19

2.3 Tinjauan Pustaka ………...

21

BAB III METODE PENELITIAN ………

24

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….

24

3.1.1 Lokasi Penelitian ………...

24

3.1.2 Waktu Penelitian ………...

24

3.2 Sumber Data ...

24

(14)

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data ………...

27

BAB IV PEMBAHASAN ...

35

4.1 Kosa Kata Benda Konkret Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak

Autistik

Usia 3-4 Tahun ...

35

4.1.1 Kosa Kata Benda Orang (Kekerabatan) dalam Bahasa Lisan Anak

Autistik Usia 3-4 Tahun

... 38

4.1.2 Kosa Kata Benda Bagian Tubuh Manusia dalam Bahasa Lisan Anak

Autistik Usia 3-4 Tahun

... 40

4.1.3 Kosa Kata Benda Buah-Buahan dalam Bahasa Lisan Anak Autistik Usia

3-4 Tahun ...

47

4.1.4 Kosa Kata Benda Hewan dalam Bahasa Lisan Anak Autistik Usia

3-4 Tahun ...

(15)

4.1.5 Kosa Kata Benda Makanan dalam Bahasa Lisan Anak Autistik Usia

3-4 Tahun ...

56

4.2 Kosa Kata Benda Konkret yang Paling Banyak Muncul dalam Bahasa Lisan

Anak Autistik Usia 3-4 Tahun ...

61

4.2.1 Jumlah Kemunculan Kosa Kata Benda Konkret Orang (Kekerabatan) dalam

Bahasa Lisan Anak Utistik Usia 3-4 Tahun ...

62

4.2.2 Jumlah Kemunculan Kosa Kata Benda Konkret Bagian Tubuh Manusia

dalam Bahasa Lisan Anak Utistik Usia 3-4 Tahun

... 66

4.2.3 Jumlah Kemunculan Kosa Kata Benda Konkret Buah-Buahan dalam

Bahasa Lisan Anak Utistik Usia 3-4 Tahun

... 73

4.2.4 Jumlah Kemunculan Kosa Kata Benda Konkret Hewan dalam Bahasa Lisan

Anak Utistik Usia 3-4 Tahun ...

78

4.2.5 Jumlah Kemunculan Kosa Kata Benda Konkret Makanan dalam Bahasa

Lisan Anak Utistik Usia 3-4 Tahun

(16)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... ...

86

5.1 Simpulan ...

86

5.2 Saran ...

87

LAMPIRAN

(17)

KOSA KATA BENDA BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK AUTISTIK

PADA YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI)

Lisa Prastika ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kosa kata benda bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun pada Yayasan Ananda Karsa mandiri (YAKARI). Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana kosa kata benda konkret dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun dan untuk mengetahui kosa kata benda konkret apa yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun.

Pengumpulan data dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan observasi. Hal ini dilakukan untuk mengamati pemahaman kosa kata benda yang diucapkan anak autistik. Kemudian, metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode simak. Adapun teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode simak adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik simak libat cakap yang bersifat reseptif, teknik rekam dan teknik gambar. Setelah semua data terkumpul, kemudian digunakan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat semua data yang sudah terkumpul. Data yang sudah terkumpul itu akan dianalisis dan diklasifikasikan sesuai dengan bentuk kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dan jumlah kosa kata yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik.

Dalam menganalisis data, metode yang digunakan adalah metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode padan tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik hubung banding membedakan, yaitu membandingkan bahasa yang digunakan anak autistik dengan bahasa yang digunakan oleh orang dewasa.

Setelah data dianalisis, maka diperoleh hasil penelitian bahwa kosa kata benda konkret bahasa Indonesia yang dikuasai anak autistik usia 3-4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pemberian imbalan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata benda yang dapat dikuasai anak autistik usia 3-4 tahun.

Jenis kosa kata benda konkret yang dikuasai anak autistik adalah, kosa kata benda orang, kosa kata bagian tubuh manusia, kosa kata benda buah-buahan, kosa kata benda hewan, dan kosa kata benda makanan. Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa kosa kata benda bagian tubuh manusia adalah kosa kata benda konkret yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik di YAKARI.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di muka bumi.

Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah dianugerahi oleh Tuhan dengan

pancaindera yang berfungsi untuk menerima kejadian yang terjadi di sekitarnya.

Kejadian itu kemudian ditanggapi dan akhirnya diwujudkan dalam bentuk bahasa.

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi

yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1980:1). Bahasa pada hakekatnya

merupakan salah satu milik manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, karena

hanya dapat diucapkan oleh alat ucap manusia.

Dalam berkomunikasi, bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Dengan bahasa inilah manusia dapat menyampaikan informasi sehingga

mampu dipahami oleh sesamanya. Bahasa tidak penah lepas dari kehidupan

manusia karena senantiasa mengikuti dalam setiap aktivitas kehidupan manusia.

Mulai dari bangun pagi sampai jauh malam waktu ia beristirahat, bahkan waktu

tidur pun manusia tidak jarang memakai bahasa. Pada waktu manusia kelihatan

tidak berbicara pada hakekatnya ia masih juga memakai bahasa, karena bahasa

adalah alat yang digunakannya untuk membentuk pikiran dan perasaannnya.

Pada umumnya, orang tidak merasakan bahwa menggunakan bahasa

merupakan suatu keterampilan yang luar biasa rumitnya. Pemakaian bahasa terasa

(19)

bersama dengan bahasanya. Dardjowidjojo (2005:1) menerangkan bahwa dari

umur satu sampai satu setengah tahun seorang bayi akan mengeluarkan

bentuk-bentuk bahasa yang telah dapat kita identifikasikan sebagai kata. Kata inilah yang

kemudian berkembang menjadi kosa kata seiring bertambahnya usia anak.

Tahap perkembangan bahasa anak dimulai dari usia (0.0-0.5) tahun, usia

ini telah mencapai tahap meraban (pralinguistik) pertama; usia (0.5-1.0) = tahap

meraban (pralinguistik) kedua = kata nonsens; usia (1.0- 2.0) = tahap linguistik I =

Holofrastik, kalimat satu kata; usia (2.0-3.0) = tahap linguistik II = kalimat dua

kata; usia (3.0-4.0) = tahap linguistik III = pengembangan tata bahasa; usia

(4.0-5.0) = tahap linguistik IV = tata bahasa pra-dewasa; dan (5.0- ) = tahap linguistik

V = kompetensi penuh (Piaget, 1959:59; Cairns & Cairns, 1976:16; Tarigan,

1985a:7). Jadi, penelitian ini akan membahas pemerolehan bahasa pada anak usia

3-4 tahun (tahap linguistik III = tahap pengembangan tata bahasa). Pada usia 3-4

tahun, seorang anak memasuki tahap pengembangan tata bahasa (tahap linguistik

III) . Kalimat-kalimat yang dihasilkan anak-anak pada peringkat ini sudah

termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’

(Simanjuntak, 2009: 122).

Dalam proses pemerolehan bahasa, khususnya kosa kata biasanya terjadi

karena adanya komunikasi antara anak dengan orang dewasa. Komunikasi ini

awalnya terjadi dalam bentuk bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, anak akan dapat

langsung menangkap bunyi ujaran yang diucapkan oleh orang dewasa melalui

indra pendengarannya. Kemudian bunyi itu direpresentasikan dalam bentuk

(20)

oleh orang dewasa, namun pada dasarnya anak sudah dapat mengucapkan kata itu

sesuai dengan usia dan kematangan alat sensomotoriknya.

Pemerolehan kosa kata terjadi pada semua anak di dunia, tidak terkecuali

dengan anak berkebutuhan khusus atau yang lebih dikenal dengan istilah anak

autistik. Autistik adalah istilah Psikologi Medis yang digunakan untuk

menggambarkan gangguan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial pada

anak (Hanifah dan Sofwan, 2009:15). Autistik juga merupakan gangguan mental

karena kelainan neurobiologis, yaitu ada gangguan di otak atau sistem syarafnya

(Soekandar, 2007 dalam Sarwono, 2004). Selain itu, Simanjuntak memberikan

defenisi autistik sebagai sebuah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor dan

faktor genetik memegang kemungkinan yang sangat besar dan faktor-faktor

nongenetik memberikan sumbangan ke dalam rantaian penyebab autisme ini

(Simanjuntak, 2009:251). Jadi, dapat disimpulkan bahwa autistik itu sebenarnya

adalah sebuah keadaan dimana penderitanya mengalami gangguan dari segi

komunikasi dan perilaku yang disebabkan oleh kerusakan pada bagian psikis dan

didukung dengan adanya banyak faktor, baik genetik maupun non genetik di

dalamnya.

Walaupun anak autistik ini berbeda dari anak pada umumnya, bukan

berarti mereka tidak berbahasa. Hanya saja dalam berbahasa mereka mengalami

keterlambatan dan jumlah kosa kata yang dikuasainya lebih terbatas dari anak

seusianya. Namun demikian, mereka tetap dapat menggunakan bahasa untuk

mengutarakan isi hatinya. Mereka mengungkapkannya melalui bahasa lisan yang

umumnya dimengerti oleh orang-orang yang memiliki kedekatan secara

(21)

berkomunikasi dengan mereka biasanya membutuhkan waktu dan pengertian dari

orang terdekatnya untuk mendapat perhatian mereka karena mereka cenderung

canggung dengan orang baru.

Dardjowidjojo (2003:36) menjelaskan bahwa, dalam pemerolehan kosa

kata, kata-kata yang konkrit dan yang ada di sekitar anak adalah yang paling awal

dikuasai. Demikian juga kata untuk perbuatan dan keadaan dikuasai secara dini.

Dalam hal kategori kata, sebagian besar peneliti berpandangan bahwa kata utama

selalu dikuasai lebih awal dari pada kata fungsi. Kata utama ini merupakan kosa

kata dasar atau basic vocabulary, yaitu kata-kata yang tidak mudah berubah dan

sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain (Tarigan,1993:3). Kosa

kata dasar ini termasuk:

1. Istilah kekerabatan; misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek,

paman, bibi, menantu, mertua,

2. Nama-nama bagian tubuh; misalnya kepala, rambut, mata, telinga, hidung,

mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, dsb,

3. Benda-benda universal; misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan,

bintang, matahari, binatang, tumbuh-tumbuhan, makanan

(Tarigan,1983:9-10).

Sesuai dengan teori yang dikemukakan Tarigan di atas, maka dalam

penelitian longitudinal Dardjowidjojo terhadap cucunya mengenai kosa kata,

dapat pula digolongkan ke dalam kosa kata dasar ini. Untuk istilah kekerabatan

Echa telah menguasai beberapa kosa kata seperti, mama, papa, teteh, aak, mbak,

(22)

orang-orang di rumahnya yang dipanggil dengan istilah tersebut sehingga muncul

kosa kata kekerabatan itu.

Echa juga telah menguasai kosa kata bagian tubuh seperti pada kalimat

kakina mbak etsa lepas ‘kakinya mbak Echa lepas’ (Dardjowidjojo, 2000:252).

Selain itu Echa juga menguasai kosa kata benda universal seperti kata makhluk

setelah ia menetahui bahwa semua entitas yang bernyawa itu tercakup dalam satu

kata ini (Dardjowidjojo, 2000:256).

Dari semua kata utama, kebanyakan ahli (seperti Gentner dan

Dardjowidjojo) berpandangan bahwa kata utama yang dikuasai anak adalah

nomina atau kata benda. Menurut Gentner (1982), pada anak nomina itu secara

tipikal merujuk pada benda konkret dan yang dapat dipegang atau kasat mata.

Nomina orang (kekerabatan), nomina pakaian, nomina buah-buahan,

nomina bagian tubuh, nomina tempat , dan nomina hewan termasuk nomina (kata

benda) konkret. Namun, penguasaan terhadap kosa kata benda konkret ini

mengalami perbedaan perbendaharaan dari segi jumlah pada setiap jenisnya. Hal

ini berlaku untuk anak normal pada pemerolehan kosa kata usia 1-5 tahun. Namun

hal ini masih belum dapat dipastikan untuk anak autistik. Karena keterbatasan

kemampuan yang mereka miliki, maka hal inilah yang melatarbelakangi penulis

untuk melakukan penelitian dengan judul Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia

(23)

Penelitian ini hanya terbatas pada anak autistik usia 3-4 tahun. Untuk anak

normal usia 3-4, tahun tata bahasa mereka sudah memasuki peringkat tata bahasa

orang dewasa. Kalimat yang dihasilkan anak-anak pada usia ini sudah termasuk

rumit dan anak-anak ini dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak,

2009:122). Namun, peneliti ingin melihat sejauh mana perbendaharaan kosa kata

anak autistik pada usia 3-4 tahun sebelum akhirnya ia sudah dapat membentuk

kosa kata itu ke dalam kalimat yang lebih kompleks.

Selain itu, penelitian ini bersifat observasi bukan eksperimen, yaitu tidak

membandingkan antara kosa kata benda konkret anak normal dengan kosa kata

benda konkret anak autistik. Dengan kata lain, penelitian ini termasuk observasi

deskriptif, yaitu hanya mendeskripsikan kosa kata benda konkret yang dikuasai

anak autistik saja dengan didukung oleh teori-teori dan pendapat para ahli.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang

menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dalam bahasa lisan

anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa mandiri (YAKARI)?

2. Bentuk kosa kata benda konkret apa yang paling banyak muncul dalam

bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa mandiri

(24)

1.3 Pembatasan Masalah

Suatu penelitian harus dibatasi agar terarah dan tujuan penelitian tercapai

dengan baik. Penelitian ini membahas tentang kosa kata benda konkret dalam

bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI).

Anak autistik yang menjadi subjek penelitian adalah usia 3-4 tahun. Penelitian

kata benda (nomina) terdiri atas dua bagian, yaitu kata benda konkret dan kata

benda abstrak. Kata benda konkret adalah mempunyai ciri-ciri fisik yang nampak

(tentang nomina), (Kridalaksana, 2008:132). Sedangkan kata benda abstrak adalah

yang secara fisik tidak berwujud (Kridalaksana, 2008:1),

Data yang diperoleh dalam penelitian ini hanya berupa kosa kata benda

konkret bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun pada

Yayasan Ananda Karsa Mandiri.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan, adapun tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dalam bahasa

lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI).

2. Mendeskripsikan bentuk kosa kata benda konkret apa yang paling banyak

muncul dalam bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa

(25)

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.Manfaat Teoretis

Secara teoretis, manfaaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kosa kata benda

konkret yang dikuasai serta bentuk kosa kata yang paling banyak muncul

dalam bahasa lisan anak autistik.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam memahami hasil

penelitian .

3. Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian di bidang Psikolinguistik dan anak autistik.

2.Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai:

1. Masukan dalam bentuk referensi bagi lembaga-lembaga yang khusus

menangani masalah anak autistik, seperti Sekolah Luar Biasa (SLB),

Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC), serta lembaga lain yang

menangani masalah anak berkebutuhan khusus ini. Penelitian ini akan

disumbangkan ke perpustakaan Yayasan Ananda Karsa Mandiri

(YAKARI).

2. Bahan bacaan serta masukan bagi para orang tua, khususnya para orang

tua yang memiliki anak penyandang autistik ini agar lebih memahami lagi

tentang kondisi kemampuan berbahasa anak mereka, khususnya kosa kata

(26)

3. Pengetahuan baru bagi program studi di luar Sastra Indonesia mengenai

(27)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam penyusunan karya ilmiah akan lebih mudah apabila ada konsep

yang dijadikan sebagai dasar pengembangan penulisan selanjutnya. Konsep

adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa,

yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( KBBI, 2007:588).

Paparan konsep ini dapat bersumber dari para ahli, pengalaman peneliti,

dokumentasi, dan nalar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dengan

adanya konsep, peneliti akan semakin mudah mengembangkan ide dan

gagasannya untuk memperjelas hasil penelitian.

2.1.1 Kosa Kata Bahasa Indonesia

Setiap bahasa di dunia memiliki kosa kata sebagai perbendaharaan untuk

mengembangkan bahasanya dalam bentuk yang lebih kompleks sehingga

membentuk serangkaian bunyi yang memiliki arti dan dapat dipahami. Bahasa

Indonesia, seperti bahasa dunia lainnya juga memiliki kosa kata dalam

perbendaharaannya. Secara umum, kosa kata bahasa Indonesia ini dibagi dalam

kelas-kelas kata seperti kelas kata kerja (verba), kelas kata sifat (adjektiva), dan

kelas kata benda (nomina). Verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau

perbuatan (Chaer,1994:166). Contohnya, makan, minum, menari, dan lainnya.

(28)

bergabung dengan kata lebih dan sangat (KBBI, 2007:8). Misalnya, lebih cantik,

sangat tinggi, lebih baik, dan sangat pintar.

Chaer juga menjelaskan nomina adalah kelas kata benda atau yang

dibendakan (1994:166), seperti ayah, ibu, ikan ,pohon, dan lainnya. Kata benda

(nomina) ini terdiri atas dua bagian, yaitu kata benda abstrak dan kata benda

konkret. Kata benda abstrak adalah yang secara fisik tidak berwujud

(Kridalaksana, 2008:1), sedangkan kata benda konkret adalah mempunyai ciri-ciri

fisik yang nampak (tentang nomina), (Kridalaksana, 2008:132). Kata benda

konkret inilah yang sekaligus menjadi pembahasan dalam penelitian ini.

2.1.2 Bahasa Lisan dan Tulis

Bahasa adalah alat komunikasi yang merupakan serangkaian bunyi

yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Samsuri, 1994:4). Berdasarkan

penjelasan ini maka dapat disimpulkan bahwa bahasa itu merupakan bahasa lisan,

karena diproduksi oleh alat ucap manusia sehingga menghasilkan serangkaian

bunyi yang mampu didengar dan dipahami oleh lawan bicara. Bahasa lisan inilah

yang selanjutnya akan menjadi bahasan dalam penelitian.

Selain bahasa lisan, terdapat pula bahasa tulis. Bahasa tulis adalah ragam

bahasa baku yang digunakan sebagai sarana komunikasi secara tertulis; ragam

(29)

2.1.3 Autistik

Kata autistik berasal dari bahasa Yunani auto yang berarti sendiri. Jika kita

perhatikan maka kita akan mendapat kesan bahwa penyandang autistik itu

seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Pemakaian istilah autisik diperkenalkan pertama

kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic

Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943. Sekalipun kelainan ini sudah

ada sejak berabad-abad sebelumnya.

Autistik adalah istilah Psikologi Medis yang digunakan untuk

menggambarkan gangguan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial pada

anak (Hanifah dan Sofwan, 2009:15). Anak autistik mengalami kesulitan

melakukan komunikasi dengan orang lain di sekitarnya. Mereka lebih tertarik

dengan diri mereka sendiri daripada harus berkomunikasi dengan orang lain.

Inilah yang memberikan kesan bahwa anak autistik cenderung penyendiri dan

tidak mau berbagi. Namun demikian, mereka tidak lantas dikucilkan dan

dibiarkan sendirian. Mereka tetap harus diperlakukan selayaknya anak normal

dengan kasih sayang dan perhatian yang seutuhnya.

Autistik juga merupakan gangguan mental karena kelainan neurobiologis,

yaitu ada gangguan di otak atau sistem syarafnya (Soekandar,2007 dalam

Sarwono,2004). Adanya gangguan mental sangat berpengaruh terhadap proses

penguasaan bahasa serta kemampuan lainnya. Bagaimana pun juga keadaan

mental yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula dan begitu juga

sebaliknya. Gangguan mental inilah yang menjadi penghambat bagi anak autistik,

salah satunya dalam proses penguasaan bahasa (kosa kata) jika dibandingkan

(30)

Selain itu, Simanjuntak memberikan defenisi autistik

sebagai sebuah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor dan faktor genetik

memegang kemungkinan yang sangat besar dan faktor-faktor nongenetik

memberikan sumbangan ke dalam rantaian penyebab autistik ini (Simanjuntak,

2009:251). Jadi, dapat disimpulkan bahwa autistik itu sebenarnya adalah sebuah

keadaan dimana penderitanya mengalami gangguan dari segi komunikasi dan

perilaku karena terdapat kerusakan pada bagian psikis yang disebabkan oleh

banyak faktor, baik genetik maupun non genetik.

Handojo (2008:13) menjelaskan bahwa anak penyandang autistik

mempunyai karakteristik antara lain:

1. Selektif berlebihan terhadap rangsangan,

2. Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru,

3. Respon stimulasi diri sehingga mengganggu interaksi sosial,

4. Respon unik terhadap imbalan (reinforcement), khususnya imbalan dari

stimulasi diri. Anak merasa mendapat imbalan berupa hasil penginderaan

terhadap perilaku stimulus dirinya, baik berupa gerakan maupun berupa

suara. Hal inilah yang menyebabkan anak autistik mengulang perilakunya

secara khusus.

Handojo juga menjelaskan bahwa perilaku autistik digolongkan dalam dua

jenis, yaitu perilaku eksesif (berlebihan) dan perilaku defisit (berkekurangan).

Yang termasuk perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa

menjerit, menyepak, menggigit, menyakar, memukul, dsb. Di sini juga sering

(31)

gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensoris sehingga dikira

tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa

sebab, menangis tanpa sebab dan melamun (Handojo,2008:13). Anak autistik

yang memiliki perilaku defisit yang lebih cenderung dipilih dalam penelitian ini.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik

Psikolinguistik merupakan kajian interdisipliner antara kedua disiplin ilmu

psikologi dan linguistik. Psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui

psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa atau hal-hal

yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati

melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri

(Lacho, dalam Tarigan,1984:3). Selain itu, psikolinguistik juga merupakan sebuah

studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa (Harley, dalam

Darjowidjojo, 2003:7). Jadi, psikolinguistik itu adalah sebuah disiplin ilmu yang

terikat dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengkaji proses mental dalam

pemakaian bahasa.

Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang

berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada

waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh

manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973 dalam Chaer, 2002:5).

Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori

(32)

menerangkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain,

psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana

struktur ini diperoleh, digunakan waktu bertutur, dan pada waktu memahami

kalimat dalam pertuturan itu.

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme

Psikolinguistik behaviorisme berusaha menjelaskan bahwa proses

pemerolehan bahasa pertama sebenarnya dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu

rangsangan yang diberikan melalui lingkungan (Chaer, 2002:222). Pelopor

modern dalam pandangan ini adalah seorang psikolog dari Universitas Harvard,

B.F Skinner (1957). Ia menjelaskan bahwa perhatian dalam pemerolehan bahasa

anak (B1) ditujukan pada ramalan (prakiraan), dan unit-unit fungsional perilaku

manusia yang hanya dapat terjadi melalui efek yang terlihat pada orang lain saja

(Nababan, 1992:99).

Penerapan teori behaviorisme ini didasarkan oleh adanya rangsangan

(stimulus) kemudian diikuti oleh reaksi (respon). Bila rangsangan menghasilkan

reaksi yang benar, maka akan diberi hadiah atau imbalan (reinforcement) yang

menyenangkan dan kemungkinan rangsangan itu akan dilakukan berulang-ulang.

Namun, jika reaksi yang dihasilkan salah akan dihukum, yaitu penghentian

imbalan. Bagi anak autistik, imbalan ini sangat diperlukan agar mereka mau

mematuhi perintah yang diberikan. Perlu sekali diperhatikan bahwa imbalan harus

(33)

Sifat upah adalah selalu konsisten setelah suatu perintah selesai

dilaksanakan atau instruksi yang diberikan dilakukan dengan benar. Imbalan tidak

boleh diberikan sebagai suap untuk menghentikan suatu reaksi yang salah.

Apabila imbalan diberikan untuk merayu agar mereka menghentikan reaksi yang

salah, maka mereka akan menjadikan imbalan tersebut sebagai pembenaran dari

reaksi yang salah itu. Akibatnya anak tidak paham mana reaksi yang benar dan

mana yang salah akibat pemberian imbalan dari dua reaksi yang saling

bertentangan. Contohnya, ketika guru memerintahkan menyebutkan benda yang

dipegangnya ‘apel’, anak autistik meresponnya dengan baik dengan menyebutkan

ape ‘apel’. Maka sebagai imbalan, guru memberinya dengan hadiah sepotong kue.

Pemberian hadiah semacam ini juga dapat digunakan sebagai pancingan agar anak

autistik mau berbicara sehingga kosa katanya muncul. Sebaliknya, apabila anak

autistik tidak mau mengucapkan kata tersebut, tetapi ia tetap memaksa ingin

mendapatkan sepotong kue, maka imbalan tersebut tidak akan diberikan sampai

anak mau melaksanakan perintah yang diberikan dengan benar.

Handojo (2008:56-57) menjelaskan bahwa imbalan semacam ini dapat

diberikan dalam bentuk pemberian makanan atau minuman dalam porsi kecil

karena harus diberikan secara berulang-ulang. Selain itu dalam bentuk

memberikan mainan kepada anak, namun hanya terbatas sekitar 5-10 menit saja,

kemudian diambil kembali. Imbalan lain adalah imbalan taktil yaitu, pelukan,

ciuman, tepukan, dan elusan. Imbalan verbal juga perlu diberikan seperti

“bagus”,”pandai”, “pintar”, sebagai pujian karena telah melaksanakan instruksi

(34)

2.2.3 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (languge acquisition) adalah proses yang berlangsung

pada seorang anak ketika memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.

Pemerolehan bahasa ini berlangsung di dalam otak, kemudian diproses

sedemikian rupa sehingga muncul dalam wujud bahasa. Menurut Dardjowidjojo

(2005:225), Pemerolehan bahasa ini dilalui oleh anak secara natural pada waktu ia

belajar bahasa ibunya (native language). Proses alami ini nantinya akan

berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin baik sejalan dengan

pertambahan usia serta kematangan sensomotorik anak untuk merepresentasikan

bahasa itu dalam bentuk ujaran yang dapat dipahami dan memiliki arti.

Istilah pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa

(language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang

terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua setelah ia memperoleh

bahasa pertamanya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa ini

berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan

dengan bahasa kedua. Namun, tidak jarang juga beberapa ahli menggunakan

istilah pemerolehan bahasa dengan bahasa kedua, seperti Nurhadi dan Rokhan

(dalam Chaer, 2003:167).

Menurut Chomsky dan Miller (dalam Chaer 2003:169) sejak lahir, setiap

anak sejatinya telah dibekali oleh alat kusus untuk dapat berbahasa, yaitu

language acquisition Device (LAD) atau yang lebih dikenal dengan istilah piranti

pemerolehan bahasa. LAD ini berfungsi untuk memungkinkan seorang anak

(35)

masukan-masukan yang berupa ucapan-ucapan penuh dengan kalimat-kalimat yang salah,

tidak lengkap, dengan struktur yang tidak gramatikal, namun ternyata anak dapat

juga menguasai bahasa ibunya itu.

Setiap anak normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam

tahun-tahun pertamanya dan proses itu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun-tahun

(Nababan, 1992:72). Menurutya, dalam proses perkembangan semua anak

manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan

kata lain, setiap anak normal dan mengalami pertumbuhan yang wajar,

memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama

kehidupannya, kecuali ada gangguan psikologis seperti tuli ataupun alasan-alasan

sosial, tetapi biasanya anak telah berkomunikasi secara bebas pada saat dia mulai

masuk sekolah (Nababan, 1987:83).

1.2.4 Keuniversalan dan Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa secara universal, untuk anak pada umunya ditentukan

oleh berbagai faktor, seperti budaya, latar belakang keluarga, taraf hidup keluarga,

tingkat pendidikan keluarga dan lokasi keluarga (desa atau kota besar),

(Dardjowidjojo, 2004:34). Dalam pemerolehan kosa kata, kata-kata konkrit yang

ada di sekitar anak akan dikuasai paling awal. Pada anak usia di bawah lima

tahun, secara tipikal nomina itu merujuk pada benda konkrit yang dapat dipegang

atau yang kasat mata.

Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi pemerolehan kosa kata

benda adalah faktor tingkat pendidikan keluarga dan lokasi keluarga. Faktor inilah

(36)

lain seperti latar belakang keluarga dan lokasi keluarga yang berada di kota besar.

Anak dari suatu keluarga yang terdidik, yang di rumahnya terdapat buku bacaan

pastilah kosa katanya akan berbeda dengan anak dari pembantu di rumah yang

sama. Demikian juga anak-anak yang tinggal di desa dan terpencil, kemungkinan

besar tidak akan memperoleh kosa kata seperti mouse, laptop, apalagi flask disk.

Anak-anak yang tinggal di desa akan menguasai kosa kata tentang daerah di

sekelilingnya, seperti sawah, padi, cangkul, arit, dan sebagainya.

1.2.5 Keuniversalan Pemerolehan Kosa Kata Benda Anak Usia 3-4 Tahun

Orang pada umumnya merasa bahwa penguasaan bahasa adalah

penguasaan kosa kata. Ahli seperti E. Clark (1993:1 dalam Dardjowidjojo

2000:241) mengatakan bahwa words make a language ‘kosa kata membuat

bahasa’. Artinya bahwa bahasa itu pada dasarnya dibentuk dan disusun atas

serangkaian kosa kata sehingga membentuk kesatuan makna. Dalam hal

penentuan kosa kata yang dapat dikatakan sebagai pemerolehan bahasa,

Dardjowidjojo sependapat dengan Dromi yang berpandangan bahwa untuk suatu

bentuk bisa dianggap kata, maka bentuk tadi harus memenuhi paling tidak dua

kriteria:

1. Bentuk fonetik yang sama atau mirip dengan bentuk fonetik orang dewasa,

2. Korelasi yang ajeg antara bentuk dengan referen, (Dardjowidjojo,

2000:242).

Pada usia 3-4 tahun, Echa sudah menguasai kosa kata benda seperti,

pangeran, putri duyung, nenek sihir, racun , dan makhluk. Semua kata ini telah ia

(37)

pula. Jenis ikan secara spesifik telah ia kuasai pula seperti lele karena ikan jenis

ini terdapat di kolam di halaman rumah (Dardjowidjojo, 2000:254). Dengan

demikian, kosa kata benda yang diperolehnya telah ia kuasai dengan baik dari segi

pengucapan yang mirip dengan orang dewasa dan maknanya. Selain itu, masukan

kosa kata ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kosa kata ikan lele

yang kebetulan dipelihara di kolam rumahnya. Hal ini tidak menutup

kemungkinan bahwa untuk kosa kata ikan ini akan berkembang apa bila

seandainya ada jenis-jenis ikan lain yang dipelihara, seperti gurame, nila, mas

koki, dan sebagainya.

1.2.6 Komprehensibilitas

Dalam pemerolehan kosa kata, masukan merupakan faktor yang sangat

penting. Manusia tidak akan dapat menguasai bahasa bila tidak ada masukan

kebahasaan padanya. Untuk itu, masukan memberikan rangsangan kepada

seseorang untuk selajutnya dapat berbahasa.

Komprehensibilitas merupakan elemen bahasa yang dikuasai terlebih

dahulu oleh anak sebelum anak bisa memproduksi apa pun yang bermakna telah

banyak dinyatakan oleh para ahli. Altman (dalam Dardjowidjojo, 2000:75)

menyatakan bahwa sejak tujuh bulan dalam kandungan, janin memiliki sistem

pendengaran yang telah berfungsi. Setelah bayi lahir akan mendapatkan masukan

dari orang-orang sekitar, dia mengembangkan komprehensinya terlebih dahulu.

Bahkan komprehensi ini dikatakan lima kali lipat daripada produksinya

(38)

Para ahli seperti Hirsk-Pasek dan Golinkoff (dalam Dardjowidjojo,

2000:76) menjelaskan alasan komprehensi dikuasai anak lebih awal, yaitu:

1. Dalam komprehensi, anak hanya perlu mengenali (recognise) masukan

yang datang dan tidak perlu memanggil ulang (recall) apa pun yang telah

masuk,

2. Komprehensi memerlukan hanya pengudaraan paket informasi yang

masuk,

3. Pada komprehensi memerlukan pengaktifan pilihan-pilihan leksikal tetapi

bentuk leksikal itu telah dipilih oleh pembicara.

Kemampuan anak untuk memberikan respon terhadap bunyi ujaran yang

didengarnya menunjukkan adanya komprehensi yang dipahami anak. Hal ini juga

terjadi pada penelitian longitudinal Dardjowidjojo terhadap cucunya Echa dalam

memberikan respon waktu diajak main “ciluup baa” dan mengerti kalau dipanggil

namanya.

Selaras dengan bertambahnya kemampuan ujaran,

komprehensi anak pun berjalan cepat. Sejak umur 1;4 tahun Echa sudah dapat

memahami (boleh dikatakan) semua yang diucapkan kepadanya. Dia sudah dapat

membedakan bahwa sesuatu adalah berbeda dari sesuatu yang lain. Misalnya, jika

di tunjuk gambar anjing, dan orang tuanya mengatakan ikan, dia akan berkata

utan ‘bukan’. Hal ini menunjukkan bahwa selain komprehensinya berkembang

dengan pesat, ia juga telah memahami bentuk itu berbeda dari yang dimaksudkan,

atau dengan kata lain ada korelasi yang ajeg antara bentuk dan referen walaupun

ia hanya sebatas memberikan penyangkalan (Dardjowidjojo, 2000:89).

(39)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki

atau mempelajari (KBBI, 2007:1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon

(KBBI, 2003:912). Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang

berhubungan dengan penelitian itu sebagai bahan referensi yang mendukung

penelitian. Selain itu, tinjauan pustaka juga menjelaskan hasil-hasil penelitian

sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti agar semakin jelas

permasalahan penelitian yang akan dijawab.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, sumber relevan yang

menjadi bahan referensi dalam penelitian ini adalah :

Handojo (2003) dalam bukunya Autisma: petunjuk Praktis

dan Pedoman Materi untuk Mengajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain.

Beliau menjelaskan tentang jenis kelainan perilaku pada anak dan cara

penanganannya melalui petunjuk serta metode praktis yang beliau kembangkan

selama memberikan terapi kepada anak kandungnya yang menyandang autistik.

Beliau menerapkan metode ABA (Applied Behavior Analysis) atau yang lebih

dikenal dengan teori Lovaas. Selain metode, beliau juga menyusun materi-materi

yang harus diajarkan kepada anak autistik sehingga mereka dipersiapkan untuk

masuk ke sekolah reguler atau normal.

Peeters (2004) dalam bukunya Autisme: Hubungan Pengetahuan Teoritis

dan Intervensi Pendidikan bagi Penyandang Autisme. Peeters berusaha

menjelaskan hubungan antara suatu pemahaman teoretis tentang autistik dan

konsekuensi-konsekuensinya terhadap pendidikan. Dalam bukunya, ia juga

(40)

sehingga anak penyandang autistik ini mengalami kesulitan dalam masalah

makna, komunikasi, interaksi sosial, serta masalah imajinasi. Buku ini ia

maksudkan untuk lebih besrsifat informatif daripada akademik. Oleh sebab itu

dicantumkan berbagai referensi yang bersifat bibliografik untuk mendapatkan

informasi lebih lanjut.

Gustianingsih (2009) dalam disertasinya yang berjudul “Produksi dan

Komprehensi Bunyi Ujaran Bahasa Indonesia Anak Autistik: Kajian

Neuropsikolinguistik”. Dalam disertasinya Beliau menjelaskan bahwa anak

autistik sering melakukan penyimpangan ujaran pada awal dan akhir kata. Hal ini

menjelaskan bahwa anak autistik mengalami gangguan inisiasi dan mengalami

kesulitan untuk menuntaskan ujarannya. Anak autistik ini sering mengulang-ulang

ujarannya sehingga ia tidak tuntas mengucapkan ujaran yang seharusnya.

Dardjowidjojo (2000) dalam penelitian longitudinalnya selama lima tahun

terhadap cucunya Echa mendeskripsikan bahwa pemerolehan bahasa itu pada

hakikatnya sama di seluruh dunia, yaitu mulai dari pemerolehan fonologi,

sintaksis, semantik, dan pragmatik. Hanya saja perkembangan pemerolehan

bahasa itu tidak sama bagi setiap anak di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan

bahwa pemerolehan bahasa itu tidak dapat terjadi hanya karena bekal kodrati

(innate properties) semata, melainkan selaras dengan faktor lingkungan.

Rismawaty Sitorus (2010) dalam skripsinya yang berjudul ‘Kalimat Lisan

Bahasa Indonesia Anak Autistik pada Yayasan Tali Kasih Medan”. Ia

menyimpulkan bahwa dalam mengujarkan kalimat lisan,anak autistik sering kali

mengalami pengulangan pada bagian awal kata dan akhir kata, yaitu pada kalimat

(41)

muncul dalam kalimat lisan anak autistik. Dalam berbahasa Indonesia, anak

autistik perlu diberi stimulus berulang-ulang agar merek dapat mengujerkan

kalimat lisan, walaupun kalimat yang diujarkan tidak sempurna seperti ujaran

orang dewasa. Selain itu, perkembangan kognitif anak autistik sangat lambat

sehingga sulit untuk mengujarkan bahasa secara mandiri.

Aswira Rastika (1992) dalam skripsinya dengan judul “Kemampuan

Berbahasa Lisan Siswa-Siswa Tunarungu di SLB Bagian B YPPLB Padang”.

Dalam penelitiannya dijelaskan mengenai bagaimana kemampuan siswa-siswa

tunarungu itu dalam mengucapankan bunyi vokal, konsonan, diftong, suku kata,

serta pengucapan kalimat sederhana berdasarkan pola penjenjangan pendidikan

siswa tunarungu.

Latifah Ummi Nadrah Nasution (2000) dalam penelitiannya yang berjudul

“Verbal Repertoar Murid-Murid Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC)”.

Dalam peneliannya dijelaskan mengenai perbendaharaan kata, dan

perbendaharaan kalimat murid-murid di YPAC. Selain itu, dipaparkan juga

masalah kemampuan berbahasa serta kemampuan menulis murid-murid tersebut.

Berdasarkan penelitian terdahulu, maka peneliti mencoba

meneliti masalah Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak

Autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri. Penelitian ini berbeda dari

penelitian yang telah dilakukan sebelumya oleh Rismawaty Sitorus, Aswira

Rastika dan Latifah Ummi Nadrah Nasution karena pada kesempatan ini peneliti

mencoba mengkaji masalah kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dan bentuk

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi

Lokasi adalah letak atau tempat (KBBI, 2007:680). Lokasi penelitian ini

adalah Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang berada di Jalan

Abdullah Lubis/Sei Putih No.30 Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan April– Mei 2011, tepatnya pada tanggal 1 April- 31 Mei 2011.

3.2 Sumber Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah tuturan berupa kosa kata

benda konkret bahasa Indonesia pada anak autistik usia 3-4 tahun. Sebagai sumber

data dalam penelitian ini adalah anak autistik di YAKARI, yang berjumlah lima

orang anak. Kelima anak tersebut kemudian disebut sebagai subjek penelitian.

Penelitian ini sendiri termasuk dalam penelitian studi kasus. Studi kasus yang

akan dilakukan dalam pemerolehan data ini adalah studi kasus yang bersifat

eksploratif (Verdenberg, 1983 dalam Gustianingsih, 2009:67). Eksploratif

maksudnya penelitian lapangan dengan maksud menambah pengetahuan lebih

(43)

analitis intensif (berulang-ulang) terhadap subjek individual (Shanghnessy dan

Zechmeister,1994:297-298 dalam Gustianingsih, 2009:67), yakni terdiri dari

beberapa subjek. Dipilihnya mereka sebagai subjek penelitian karena usia mereka

yang sesuai dengan teori yang dipakai peneliti dalam pembuktian hasil penelitian

yaitu usia 3-4 tahun.

Adapun subjek dalam penelitian ini terdiri dari lima orang anak yang

terdiri dari empat orang anak laki-laki, yaitu Jupaiman (Jp, 3;3 tahun), Arion

Goldy Manik (AM, 3;8 tahun), Rahmat Fazhri (RF, 3;1 tahun), dan Faiza (Fa, 3;9

tahun), serta satu orang anak perempuan yaitu Yonatalia Situmorang (YS, 3;4

tahun).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan

penelitian, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,

1993:9). Sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan

observasi. Hal ini dilakukan untuk mengamati tuturan kosa kata benda konkret

bahasa Indonesia yang diucapkan oleh anak autisik. Kemudian, untuk

pengumpulan datanya dilakukan dengan metode simak atau “penyimakan” yaitu

menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode simak ini

diaplikasikan pada tuturan para siswa mengenai kosa kata benda konkret pada

saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, terutama perbendaharaan kosa

kata. Peneliti melakukan penyimakan terhadap tuturan mereka ketika guru sedang

mendemonstrasikan jenis-jenis kata benda di depan kelas dengan cara

(44)

dengan teknik sadap yang merupakan teknik dasar dari metode simak ini. Cara

kerja teknik sadap yaitu si peneliti dalam mendapatkan data-data, pertama-tama

dengan menyadap pembicaraan guru terhadap anak autistik ketika guru

mendemonstrasikan tentang kata benda ketika proses belajar mengajar sedang

berlangsung (Sudaryanto,1993:133).

Selain itu, peneliti juga berpartisipasi sambil menyimak pembicaraan

mereka. Dengan kata lain peneliti telah menerapka teknik simak libat cakap yang

merupakan teknik lanjutan dari metode simak (Sudaryanto, 1993:133). Namun,

peneliti hanya bersifat reseptif. Dikatakan reseptif karena peneliti hanya

mendengarkan apa yang dikatakan oleh mitra wicaranya , dalam hal ini adalah

guru dan anak autistik itu tanpa terlibat langsung dalam pembicaraan mereka

(Sudaryanto, 1993:133). Peneliti hanya menyimak tuturan mereka di dalam kelas

selama proses belajar mengajar berlangsung. Apabila teknik sadap dan teknik

libat cakap telah selesai dilakukan, maka peneliti selanjutnya melanjutkan dengan

teknik rekam dan teknik gambar. Teknik rekam, yaitu merekam semua tuturan

kosa kata benda konkret bahasa Indonesia anak autistik (Sudaryanto,1994:33).

Teknik gambar (tebak gambar) ini dilakukan untuk meluaskan perhatian anak

autistik tentang kata benda yang ada di alam sekitarnya (Gustianingsih, 2009:72).

Terakhir peneliti menggunakan teknik catat dalam pengumpulan data. Teknik

catat ini digunakan untuk mencatat data-data yang telah terkumpul untuk

selanjutnya di klasifikasikan sesuai dengan jenis-jenis kata benda konkret dan

menganalisis bentuk kata benda konkret yang paling banyak muncul berdasarkan

(45)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode

padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak

menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryato, 1993:13). Metode ini

digunakan untuk menyeleksi serangkaian kosa kata benda konkret bahasa

Indonesia dalam tuturan anak autistik.

Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur

penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh

peneliti (Sudaryanto, 1993:21). Contohnya, anak autistik tersebut merupakan

siswa dari Yayasan Ananda Karsa Mandiri. Mereka mengikuti kegiatan belajar di

dalam kelas. Di dalam kelas tersebut terdapat contoh-contoh kata benda yang

dapat menjadi masukan bagi kosa kata mereka. Biasanya guru memberikan

stimulus kepada mereka dengan menggunakan alat peraga yang dapat disentuh

dan dilihat langsung oleh anak, seperti ape ‘apel’, jeuk ‘jeruk’, jiji ‘gigi’, mbut

‘rambut’, boa ‘bola’,dan lain sebagainya.

Pada usia 3-4 tahun anak autistik sudah dapat mengucapkan kosa kata

orang (kekerabatan) seperti kata, ama ‘mama’, papak ‘bapak’, ebam ‘abang’,

aden ‘adik’, tata ‘kakak’.

Contoh dalam percakapan :

(1) Bu Guru: AM lihat kemari

(46)

siapa ini?

Kosa kata tata ‘kakak’ diucapkan AM pada waktu kegiatan belajar

mengajar sedang berlangsung. Saat itu peneliti yang berada di dalam kelas

mengamati kosa kata AM dijadikan contoh oleh guru agar AM mau menyebutkan

apa yang diperintahkannya. Kosa kata ini tidak langsung diucapkan AM ketika

guru menyuruhnya, melainkan ia sempat diam dan guru mengulang pertanyaan itu

lagi. Setelah ditanya kembali barulah AM menjawab pertanyaan itu dengan benar.

Sebagai imbalan karena telah melakukan perintah dengan benar, maka guru

memberinya imbalan berupa pujian.

Pada kosa kata bagian tubuh manusia anak autistik menyebutkan pipi

‘pipi’, jiji ‘gigi’, matta ‘mata’, hitu ‘hidung’, mbut ‘rambut’, ngenganga ‘telinga’,

tutu ‘kuku’, peut ‘perut’, dan tana ‘tangan’.

Dalam percakapan diperoleh contoh sebagai berikut :

(2) Jp : ahhhhh...

Bu Guru: kenapa marah?

Nyanyi kita yuk.

dua...

apa ini?

(47)

Jp : mattata ‘mata’

Bu Guru: ma-ta

JP : matta ‘mata’

Anak autistik memiliki sifat jenuh ketika sedang menerima materi

pelajaran. Apabila ia telah merasa bosan, ia akan menunjukkan sikap sulit untuk

diarahkan. Untuk menyiasati hal ini, biasanya guru mengajak mereka untuk

bernyanyi. Hal ini dapat membuat perasaan anak autistik menjadi senang kembali.

Dari lagu yang mereka nyanyikan, biasanya lagu yang dipilih adalah lagu

anak-anak yang bersifat edukatif seperti lagu Dua Mata Saya yang digunakan dalam

percakapan di atas. Ketika sedang menyanyikan lagu itu, guru bertanya kepada JP

tentang bagian tubuh apa yang dimaksudkan. Nyanyian yang diikuti gerakan serta

pertanyaan kepada JP ternyata efektif untuk menambah kosa kata anak autistik.

Contoh percakapan lain:

(3) Bu Guru: ayo masuk kelas

AM : (menolak masuk kelas dan berlari ke luar kelas)

Bu Guru: jangan keluar

oh, bandel ini yah

(berlari keluar kelas menjemput AM)

ayo masuk AM

(memegang tangan AM dan mengajaknya masuk kelas)

Ibu cubit nanti pipinya kalau bandel yah

AM : pipi ‘pipi’

Bu Guru: ia pipi

(48)

AM : (menunjuk pipinya)

Bu Guru: pintar

AM anak pintar

Pada percakapan di atas, kosa kata bagian tubuh manusia yang diucapkan

anak autis adalah pipi ‘pipi’. Kosa kata itu muncul karena guru mengatakan akan

memcubit pipi AM karena tidak mau masuk kelas. Kemudian ketika ditanya

”mana pipi?”, AM bisa menjawabnya dengan menunjuk pipinya. Karena bisa

menjawab dengan benar, maka guru memberikan imbalan berupa pujian kepada

AM.

Untuk kosa kata buah-buahan anak autistik menyebutkan apε ‘apel’, jεuk

‘jeruk’, pi ’pir’, nana ‘nanas’, mana ‘mangga’, dan agu ’anggur’.

Contoh dalam percakapan :

(4) Bu Guru: Fa ambil apel, berikan pada Ibu

(menyuruh Fa mengambil apel yang ada di meja dan

memberikannya pada guru)

Fa : (melakukan perintah Ibu Guru)

Bu Guru: bagus

buah apa ini?

Fa : apε ‘apel’

Bu Guru: ya bagus

Untuk kosa kata buah-buahan, anak autistik biasanya menyebutkan jenis

buah-buahan sesuai dengan apa yang mereka lihat sehari-hari di dalam kelas.

(49)

untuk mengidentifikasi jenias buah yang dimaksudkan. Dari contoh percakapan di

atas, biasanya sebelum menyakan buah apa yang dimaksud, guru menyuruh Fa

untuk mengambil apel terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar anak autistik

mematuhi perintah guru serta melatih fokus kontak mata mereka ke benda yang

dituju. Setelah itu barulah guru menanyakan buah yang dimaksud dan Fa

menjawab apε ‘apel’ dengan benar walaupun ujarannya belum fasih seperti orang

dewasa.

Kosa kata hewan juga diperoleh anak autistik, seperti tatah ‘gajah’, jεba

‘zebra’, εm ‘ayam’, giga ‘cicak’.

Berikut contoh dalam percakapan :

(5) Bu Guru: udah ya nyanyinya

sekarang kita belajar nulis

RF : Ahhhhh...

(marah sambil menghentak-hentakkan meja)

Bu Guru: kenapa?

apa Bang, bilang?

RF : (masih tetap marah dan melihat ke atas)

Bu Guru: oh, takut cicak ya Bang?

RF : giga ‘cicak’

Untuk kosa kata hewan, anak autistik juga memperolehnya melalui alat

peraga berupa mainan plastik yang berbentuk persis seperti hewan. Namun, dari

percakapan di atas secara tidak sengaja kosa kata giga ‘cicak’ di ucapkan RF

(50)

sudah mengenal kosa kata cicak karena terbiasa dilatih menggunakan alat peraga

yang berbentuk hewan tersebut. Maka, ketika melihat cicak ia langsung dapat

menyebutkan kata cicak itu.

Pada kosa kata makanan, anak autistik menyebutkan wε ‘kue’, bistu

‘biskuit’, dan pεmεn ‘permen’.

Contoh dalam percakapan :

(6) Bu Guru: apa ini?

Ibu buka ya

mau?

katakan ‘ya’

YS : ‘ya’

Bu Guru : apa ini YS?

‘kue’

YS : e...

Bu guru : ku-e

katakan ku-e

YS : ‘kue’

Bu Guru: bagus

(memberikan YS kue)

Untuk memancing agar anak autistik mau merespon stimulus yang

diberikan, yaitu dengan memberikan imbalan kepada mereka apabila mereka

merespon stimulus itu denga benar. Dalam contoh kasus di atas, stimulus pertama

(51)

YS meresponnya dengan benar denga ucapan yang sama yaitu ya. Stimulus kedua

adalah guru menyuruh YS untuk mengucapkan kata kue, namun YS meresponnya

dengan bunyi e saja. Untuk itu, guru mencoba mengajarinya kembali dengan

mengucapkan kata itu perlahan dalam bentuk suku kata menjadi ku-e. Bukan

hanya itu saja, guru juga meletakkan sebuah cermin besar di hadapan YS

mengingat ketertarikannya pada cermin begitu besar. Tujuannya adalah agar ia

merasa senang dan mau melakukan perintah yang diberikan. Hal ini terbukti dan

YS merespon dengan mengucapkan kata ‘kue’. Sebagai imbalan dari respon

yang benar itu, guru memberinya hadiah dalam hal ini adalah kue kepada YS.

Dari hasil pengamatan dan percakapan antara guru dan anak autistik

diperoleh kosa kata benda konkret yaitu, kosa kata orang (kekerabatan), kosa kata

bagian tubuh, kosa kata buah-buahan, kosa kata hewan, dan kosa kata makanan.

Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan nomor 1 dan didukung oleh teori

Psikolinguistik Behaviorisme serta teori Handojo tentang pemberian imbalan.

Pemerolehan kosa kata tidak serta merta dilihat dari segi macam dan

jenisnya saja, melainkan dapat dilihat pula dari jumlah yang paling banyak

dikuasai. Dari percakapan sederhana serta pertanyaan-pertanyaan antara guru dan

anak autistik di atas, kesimpulan sementara diperoleh bahwa kosa kata benda

konkret bagian tubuh manusia lebih banyak muncul dibandingkan dengan bagian

lain. Kosa kata bagian tubuh manusia itu antara lain, pipi ‘pipi’, jiji ‘gigi’, matta

‘mata’, hitu ‘hidung’, mbut ‘rambut’, ngenganga ‘telinga’, tutu ‘kuku’, pεut

‘perut’, dan tana ‘tangan’ sebanyak sembilan kosa kata. Kemunculan kosa kata

ini secara konsisten diucapkan oleh anak autistik ketika guru memberikan

(52)

kosa kata. Selain itu, ketika guru menyuruh mereka untuk mengambil dan

menunjuk benda-benda di sekitarnya anak autistik telah dapat memahaminya

dengan benar walaupun butuh proses pengulangan. Dengan demikian, kesimpulan

sementara ini telah menjawab pertanyaan nomor 2 dengan didukung teori

Dardjowidjojo tentang keuniversalan pemerolehan kosa kata benda anak usia 3-4

tahun serta teori komprehensibilitasnya.

Setelah teknik dasar selesai dilakukan, maka dalam menganalisis data

selanjutnya digunakan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding membedakan,

maksudnya membedakan bahasa yang digunakan anak-anak dengan bahasa yang

digunakan orang dewasa (Sudaryanto, 1993:27). Misalnya, anak autistik

menyebutkan kata jiji yang berarti ‘gigi’, sedangkan orang dewasa menyebutkan

‘gigi’. Untuk itu fonem /g/ berubah menjadi fonem /j/ pada kata yang diucapkan

oleh anak autistik tersebut. Contoh lain, anak autistik menyebutkan ama ‘mama’,

sedangkan orang dewasa menyebutkan ‘mama’. Pada kata tersebut mengalami

penghilangan fonem /m/ yang jika dibandingkan dengan pengucapan orang

(53)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Kosa Kata Benda Konkret Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Autistik Usia 3-4 Tahun

Sejatinya, manusia dilahirkan di dunia bukan dengan piringan kosong

(teori tabula rasa), melainkan sudah dibekali dengan apa yang dinamakan faculties

of mind (kapling minda) yang salah satu bagiannya khusus diciptakan untuk

pemerolehan bahasa. Menurut Chomsky, manusia memiliki bekal kodrati (innate

properties) waktu lahir dan bekal inilah yang kemudian membuatnya mampu

untuk mengembangkan bahasa (Dardjowidjojo, 2005:5).

Sebelum mengembangkan bahasanya, anak-anak pastilah memperoleh

kosa kata terlebih dahulu sebelum ia akhirnya mampu menggunakan kalimat yang

lebih kompleks dalam berbahasa. Dardjowidjojo (2003:36) menjelaskan bahwa,

dalam pemerolehan kosa kata, kata-kata yang konkrit dan yang ada di sekitar anak

adalah yang paling awal dikuasai. Dari semua kata utama, kebanyakan ahli

(seperti Gentner dan Dardjowidjojo) berpandangan bahwa kata utama yang

dikuasai anak adalah nomina atau kata benda. Menurut Gentner (1982), pada anak

nomina itu secara tipikal merujuk pada benda konkret dan yang dapat dipegang

atau kasat mata.

Anak autistik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya memang

mengalami keterlambatan berbahasa, khususnya kosa kata benda jika

Gambar

 gambar)   Bu Guru: bukan hidungnya
gambar siapa ini YS?
gambar siapa ini, RF?
gambar apa ini Am?
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan merujuk pada pemahaman di atas, maka benda lingga yoni yang semula sebagai bagian dari kepercayaan Hindu menjadi berpeluang dapat dimaknai sebagai keunggulan

It was found in that trial that mothers who received breastfeeding counselling were 6.3 times more likely to continue to breastfeed exclusively and 3.7 times more likely to

Pengaturan Bukti kepemilikan tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 16 Undang Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960, yaitu berupa sertifikat Hak milik, hak

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak air buah tomat (Lycopersicum esculentum M.) dapat diformulasikan menjadi sediaan masker wajah dalam

Menurut Syaiful (2000: 197) dalam jurnal [ CITATION Wir \l 1033 ]bahwa pendekatan eksperimen mempunyai kelebihan yaitu 1) Menjadikan siswa lebih percaya diri

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

kepemimpinan kepala bidang perencanaan di Perum Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah ?”. 1.3

Hasil pemodelan karakteristik gelombang menggunakan bantuan software SMS 10.0 modul STWAVE didapatkan bahwa tinggi gelombang signifikan pada musim Barat sebesar