• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Anak Buah Kepal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising Di Kapal Tunda PT. Pelindo l Cabang Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Anak Buah Kepal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising Di Kapal Tunda PT. Pelindo l Cabang Belawan"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN ANAK BUAH KAPAL BAGIAN KAMAR MESIN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DI KAPAL TUNDA PT PELINDO I

CABANG BELAWAN

Oleh: SITI ALIMAH

090100308

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Anak Buah Kapal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan

Nama : Siti Alimah

Nim : 090100308

Pembimbing Penguji I

(dr. T. Siti Hajar Haryuna,Sp. THT-KL) (dr. Sarah Dina, Sp. OG(K))

NIP. 19790620 200212 2 003 NIP. 19680415 199703 2

001

Penguji II

(dr. RR. Sinta Irina, Sp. An) NIP. 19670927 201012 2 002

Medan, 8 Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(3)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan berbagai gangguan fisiologis. Gangguan pendengaran akibat bising (NIHL/ Noise Induced Hearing Loss) adalah gangguan pendengaran sensori-neural dan berkembang secara gradual akibat dari pajanan intensitas suara yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di bagian mesin dengan intensitas bunyi > 90 dB beresiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). Pencegahan yang sangat mudah dilakukan terhadap GPAB adalah dengan memakai Alat pelindung Pendengaran (APP). Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap gangguan pendengaran akibat bising memiliki peranan penting terhadap pemakaian alat pelindung pendengaran ataupun pengendalian GPAB.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK bagian kamar mesin terhadap gangguan pendengaran akibat bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study. Sampel ditarik dari populasi sebanyak 56 responden dengan cara total sampling. Teknik yang dilakukan adalah wawancara menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ABK memiliki pengetahuan yang baik (80,4%), sikap yang baik (82,1%), dan tindakan yang kurang sebesar (62,5%). mayoritas responden (41,3%) menyatakan tidak nyaman menggunakan APP saat bekerja sehingga membuat mereka malas menggunakannya.

Dapat ditarik kesimpulan rendahnya pemakaian alat pelindung pendengaran oleh ABK bukan karena pengetahuan dan sikapnya terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang kurang.

(4)

ABSTRACT

Noise is unwanted sound and can cause a variety of physiological disorders. Noise induced hearing loss (NIHL/Noise Induced Hearing Loss) is a sensory-neural hearing loss and growing way up as a result of exposure to excessive sound intensity and in a long period of time. Boat Crewman working on the machine with the intensity of the sound > 90 dB at risk occurrence of NIHL. One of the simple prevention of NIHL is to wear Hearing Protective Devices (HPD). Knowledge, attitudes, and practice against noise induced hearing loss has an important role with respect to the wearing of hearing protection devices or control of NIHL.

This study’s aims to know the description of the knowledge, attitudes, and practice Boat Crewman of engine room against Noise Induced Hearing Loss in the tugboat PT PELINDO I Belawan. This study uses descriptive research method with approach of cross sectional study. Samples were drawn from the population by as much as 56 respondents as in total sampling. The technique carried out in this study was interviews using questionnaires and data was analyzed with descriptive statistics.

The results of this study indicates that the majority of the crew has a good knowledge (80.4%), attitude (82.1%), but lack of practice (62.5%). Most respondents (41.3%) stated that they are not comfortable using HPD at work so as to make them lazy to use it.

Conclusions can be drawn low by the use of hearing protection devices crew not because of their knowledge attitudes towards hearing loss due to noise is less.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Anak Buah Kapal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan ”.

Dalam menyelesaikan penulisan laporan hasil Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, penulis banyak mendapat bantuan dari banyak pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak – pihak tersebut, yaitu :

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Sarah Dina, Sp. OG(K), selaku dosen penguji I dan dr. RR. Sinta Irina, Sp. An selaku dosen penguji II yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan arahan dalam perbaikan penulisan KTI.

4. Seluruh staf pengajar departemen komunitas yang telah banyak membimbing saya tentang metodologi penelitian kedokteran.

5. dr. Ismiralda, selaku dosen kesehatan kerja yang telah membantu saya dalam memberikan informasi serta bahan rujukan.

6. Ayahanda Zainal Chaniago dan Ibunda Chamsari yang telah memberikan dana dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

7. Jasmadi, selaku abang yang selalu membantu saya dalam menyusun dari proposal hingga hasil penelitian.

(6)

9. Pak Polmen, selaku kepala kamar mesin KT Sei Deli 3 serta seluruh ABK kapal Tunda Pelindo yang sangat berperan atas terselesainya pengambilan data penelitian.

10. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari dosen pembimbing serta dosen penguji agar dapat membangun kesempurnaan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 6 Desember 2012

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

2.5.2. Pengukuran Tingkat kebisingan ... 11

2.5.3. Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 11

2.5.4. Tingkat Kebisingan Maksimum di Kamar Mesin Kapal ... 13 2.5.5. Jenis Kebisingan ... 13

2.5.6. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja ... 14

2.6. Gangguan Pendengaran Akibat Bising ... 15

2.6.1. Defenisi ... 15

(8)

2.6.3. Patologi ... 17

2.6.4. Diagnosis ... 19

2.6.5. Penatalaksanaan ... 21

2.6.6. Pencegahan ... 22

2.7. Program Konservasi Pendengaran ... 22

2.7.1. Unsur Program Konservasi Pendengaran ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 26

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26 3.2. ... Definisi Operasional ... 26

3.2.1 Pengetahuan ... 26

4.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 33

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Hasil Penelitian ... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 36

(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Lama Kerja yang Diperkenankan Berdasarkan 12 Intensitas Bising dB (A) menurut ACGIH, OSHA dan ISO.

2.2 Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai 12

keputusan menteri tenaga kerja 1999.

2.3. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin 13

menurut ABS.

2.4. Jenis – jenis gangguan akibat kebisingan 15

3.1. Variabel penelitian, definisi operasional, alat ukur, cara ukur, 30 hasil ukur dan skala ukur

4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner 34

5.1 Distribusi Frekuensi Karekteristik Responden berdasarkan 36 usia

5.2. Distribusi Frekuensi Karekteristik Responden berdasarkan 36 lama kerja

5.3. Distribusi Frekuensi Karekteristik Responden berdasarkan 37 Tingkat Pendidikan

5.4. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Pengetahuan 37

5.5 Distribusi Frekuensi jawaban pada variabel pengetahuan 38

5.6. Distribusi Frekuensi pengetahuan berdasarkan 39 kelompok usia

5.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan 39

(11)

5.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan 40 Tingkat pendidikan

5.9. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Sikap 41

5.10. Distribusi frekuensi Jawaban Responden pada variabel sikap 43

5.11. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan usia 43

5.12. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan lama kerja 44

5.13. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pendidikan 45

5.14. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan pengetahuan 46

5.15. Distribusi frekuensi hasil uji tindakan 46

5.16. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel tindakan 47

5.17. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan kelompok usia 48

5.18. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan lama kerja 49

5.19. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan tingkat pendidikan 49

5.20. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan tingkat pengetahuan 50

5.21. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan tingkat sikap 51

5.22. Distribusi frekuensi alasan pekerja terkadang malas 52

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Proses terbentuknya sikap dan reaksi 8

2.2. Perubahan stereocilia dalam waktu 30 menit dan 110 dB 18

2.3. Perubahan stereocilia dalam waktu 30 menit dan 120 dB 18

2.4. Tanda Patognomik NIHL 20

2.5. Beberapa jenis alat pelindung pendengaran 24

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

Alternate Binaural Loudness Balance American Bureau of Shipping

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

dB : desibel

dB HL : desibel Hearing Level

dB SPL : desibel Sound Pressure Level

IHCs : Inner Hair Cells

NAB : Nilai Ambang Batas

MLB : Monoaural Loudness Balance

NIHL : Noise Induce Hearing Loss

NIOSH NOIHL

: :

National Institute for Occupational Safety and Healthy Noise Occupational Induced Hearing Loss

OSHA OHCs

: :

Occupational Safety and Health Administration Outer HairCells

PELs : Permissible Exposure Levels

PKP South East Asia RegionalOffice Short Increment Sensitivity Index Sound Pressure Level

(14)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan berbagai gangguan fisiologis. Gangguan pendengaran akibat bising (NIHL/ Noise Induced Hearing Loss) adalah gangguan pendengaran sensori-neural dan berkembang secara gradual akibat dari pajanan intensitas suara yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di bagian mesin dengan intensitas bunyi > 90 dB beresiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). Pencegahan yang sangat mudah dilakukan terhadap GPAB adalah dengan memakai Alat pelindung Pendengaran (APP). Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap gangguan pendengaran akibat bising memiliki peranan penting terhadap pemakaian alat pelindung pendengaran ataupun pengendalian GPAB.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK bagian kamar mesin terhadap gangguan pendengaran akibat bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study. Sampel ditarik dari populasi sebanyak 56 responden dengan cara total sampling. Teknik yang dilakukan adalah wawancara menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ABK memiliki pengetahuan yang baik (80,4%), sikap yang baik (82,1%), dan tindakan yang kurang sebesar (62,5%). mayoritas responden (41,3%) menyatakan tidak nyaman menggunakan APP saat bekerja sehingga membuat mereka malas menggunakannya.

Dapat ditarik kesimpulan rendahnya pemakaian alat pelindung pendengaran oleh ABK bukan karena pengetahuan dan sikapnya terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang kurang.

(15)

ABSTRACT

Noise is unwanted sound and can cause a variety of physiological disorders. Noise induced hearing loss (NIHL/Noise Induced Hearing Loss) is a sensory-neural hearing loss and growing way up as a result of exposure to excessive sound intensity and in a long period of time. Boat Crewman working on the machine with the intensity of the sound > 90 dB at risk occurrence of NIHL. One of the simple prevention of NIHL is to wear Hearing Protective Devices (HPD). Knowledge, attitudes, and practice against noise induced hearing loss has an important role with respect to the wearing of hearing protection devices or control of NIHL.

This study’s aims to know the description of the knowledge, attitudes, and practice Boat Crewman of engine room against Noise Induced Hearing Loss in the tugboat PT PELINDO I Belawan. This study uses descriptive research method with approach of cross sectional study. Samples were drawn from the population by as much as 56 respondents as in total sampling. The technique carried out in this study was interviews using questionnaires and data was analyzed with descriptive statistics.

The results of this study indicates that the majority of the crew has a good knowledge (80.4%), attitude (82.1%), but lack of practice (62.5%). Most respondents (41.3%) stated that they are not comfortable using HPD at work so as to make them lazy to use it.

Conclusions can be drawn low by the use of hearing protection devices crew not because of their knowledge attitudes towards hearing loss due to noise is less.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hingga saat ini kebisingan masih menjadi masalah utama di negara industri (Suma’mur, 1993). Kebisingan termasuk salah satu penyakit akibat kerja (Kepres No 22, 1993). Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan, dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketuliaan yang menetap (Mulia, 2005).

Pada pertemuan konsultasi WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (2002), menyebutkan bahwa kebisingan merupakan salah satu yang menjadi masalah utama dalam penyebab terjadinya gangguan pendengaran di Indonesia dan khususnya oleh kebisingan lingkungan kerja (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Berdasarkan survey multi center study di Asia Tenggara pada tahun 1998, bahwa Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (Suwento, 2007). WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) (2002), melaporkan bahwa kebisingan merupakan salah satu yang menjadi masalah utama dalam penyebab terjadinya gangguan pendengeran di Indonesia. Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) di lingkungan kerja menduduki proporsi terbanyak dibandingkan gangguan akibat bising lainnya (Bashiruddin dan Soetirto, 2007)

(17)

Husdiani (2008) pada penelitiannya di PT. X Medan diperoleh 40 % pekerja mengalami NIHL. Daulay dan Raudah (2006) melakukan penelitian pada tenaga kerja bagian pengolahan kelapa sawit. Ia memperoleh hasil dari 20 orang tenaga kerja ditemukan 11 orang tenaga kerja yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran ringan pada telinga kanan dan 10 orang pada telinga kiri, sedangkan yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran sedang ada 3 orang untuk telinga kanan dan 4 orang untuk telinga kiri.

Bagi tenaga kerja, ketulian atau kehilangan daya dengar yang disebabkan oleh bising mesin merupakan gangguan kesehatan yang tidak dapat diobati (Harmadji dan Kabulah, 2004). Dengan terjadinya ketulian berarti tenaga kerja kehilangan alat komunikasi yang dapat menyebabkan salah dalam menerima instruksi, di satu pihak dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan pelaksanaan kerja, dan dapat membahayakan keselamatannya. Kondisi demikian merupakan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan atau tenaga kerja itu sendiri (Meily, 1996).

(18)

Permasalahan kebisingan ini ditemukan di bagian kamar mesin kapal Tunda milik PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. Perusahaan ini adalah perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang penyandaran kapal. Dalam kapal, suara yang terbesar berasal dari kamar mesin. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi di kamar mesin kapal Tunda cukup tinggi yaitu sekitar 92-97 dB. Sedangkan tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan oleh Kepmenaker No. 51/MEN/1999 ialah 85 dB untuk waktu 8 jam perhari. Kebisingan dengan tingkat intensitas tinggi yang tidak disadari oleh Anak Buah Kapal (ABK) dapat menyebabkan dampak serius bagi mereka.

(19)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK di bagian kamar mesin kapal Tunda PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan terhadap gangguan pendengaran akibat bising?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK di bagian kamar mesin kapal Tunda PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan terhadap gangguan pendengaran akibat bising.

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Mengetahui karekteristik umum responden.

b. Mengetahui tabulasi silang antara usia dengan pengetahuan, usia dengan sikap dan usia dengan tindakan

c. Mengetahui tabulasi silang antara lama kerja dengan pengetahuan, lama kerja dengan sikap, dan lama kerja dengan tindakan

d. Mengetahui tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, tingkat pendidikan dengan sikap dan tingkat pendidikan denga tindakan. e. Mengetahui tabulasi silang antara pengetahuan dengan sikap,

pengetahuan-sikap dengan tindakan.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Untuk menambah pengetahuan kepada peneliti dan pembaca mengenai gambaran tingkat pengetahuan, sikap, tindakan ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising, serta sebagai wahana bagi peneliti untuk menerapkan metodologi penelitian yang telah didapatkan dalam perkuliahan. 2. Untuk memberikan informasi tambahan bagi pembaca sebagai bahan acuan

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Maka, perilaku manusia merupakan sesuatu aktivitas dari manusia itu sendiri pada dasarnya perilaku berorientasi pada tujuan. Terdapat 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsepsi dasar untuk perkembangan perilaku mahluk hidup itu. Lingkungan adalah kondisi untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010a).

Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2010a) mengemukakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses “Stimulus-Organisme-Respons”.

Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2010a).

Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku ke dalam 3 domain tetapi tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2.2. Pengetahuan

2.2.1. Pengertian pengetahuan

(22)

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010a).

2.2.2. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

b. Memahami (comprehension)

c. Aplikasi (application) d. Analisis (analysis) e. Sintesis (synthesis) f. Evaluasi (evaluation)

2.2.3. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Arikunto 2009).

Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Arikunto dalam Machfoedz (2009), kategori pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria :

(23)

2.3. Sikap

2.3.1. Pengertian sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010a).

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (dikutip dari Notoatmodjo, 2010a)

2.3.2. Komponen sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010a), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, artinya bagaimana keyakinan , pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Stimulus

Rangsangan Proses Stimulus

Reaksi

Tingkah laku (terbuka)

(24)

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

2.3.3. Tingkatan sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo 2010a), yakni:

a. Menerima (receiving) b. Menanggapi (responding) c. Menghargai (valuing)

d. Bertanggung jawab (responsible)

2.3.4. Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2010a).

Pendapat responden diukur dengan skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu responden diminta untuk menyatakan pendapatnya setuju, kurang setuju atau tidak setuju. Masing-masing skala diberi skor dengan ketentuan untuk pertanyaan yang favourable jawaban setuju diberi skor 3, jawaban kurang setuju diberi skor 2 dan jawaban tidak setuju diberi skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan yang

unfavourable jawaban setuju diberi skor 1, jawaban kurang setuju diberi skor 2 dan jawaban tidak setuju diberi skor 3.

Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut diubah kedalam data kualitatif berupa baik, cukup, atau kurang baik dengan kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2009):

(25)

2.4. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya orang tua, mertua, suami atau istri (Notoadmodjo, 2010a).

Notoadmodjo (2010a), menggolongkan tingkat praktek sebagai berikut : a. Praktik terpimpin (guided respon).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan tuntutan atau panduan. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism).

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek. Misalnya, seorang ibu selalu membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang, tanpa harus menunggu dari kader atau petugas kesehatan.

c. Adopsi (adoption)

(26)

2.5. Kebisingan

2.5.1. Definisi kebisingan

Sebagai definisi standar, tiap bunyi yang tak diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising (Silaban, 2008). Sensasi bising ini ditimbulkan oleh getaran yang bersifat tidak periodik dan tidak berulang (Ganong, 2008). Sedangkan secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan menyebutkan “kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan’’ (Mulia, 2005).

2.5.2. Pengukuran tingkat kebisingan

Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kebisingan adalah : Sound Level Meter, Octave Band Analyzer, Noise Dosimeter, Spectrum Analyzer dan

Oscilloscopes. Dari sekian banyak alat, alat yang biasanya digunakan untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja adalah Sound Level Meter (SLM). SLM dilengkapi alat yang dapat merinci frekuensi bunyi berbeda. SLM juga dapat mengukur gelombang suara dan dapat membedakan besar amplitudo suara dalam berbagai frekuensi. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk (Humess dan Bess, 2008).

2.5.3. Nilai ambang batas kebisingan

(27)

Tabel 2.2. Lama Kerja yang Diperkenankan Berdasarkan Intensitas Bising dB(A) menurut ACGIH, OSHA dan ISO.

Lama Kerja (Jam) ACGIH OSHA ISO Ketentuan Nilai Ambang Batas Kebisingan di Indonesia yang ditetapkan dalam Kepmenaker No. 51 tahun 1999 tentang NAB Faktor Fisik. Di tempat kerja mengadopsi berdasarkan rekomendasi ISO (tabel 2.2.). NAB Kebisingan di tempat kerja sebesar 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam per hari atau 40 jam seminggu

Tabel 2.3. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai keputusan menteri tenaga kerja 1999.

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan

(28)

0,88 0,44 0,22 0,11

130 133 136 139

Catatan : tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat.

2.5.4. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin kapal

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh American Bureau of Shipping

(ABS) dalam ABS Guide For American Bureau of Shipping – Guide for Passenger Comfort on Ships tentang tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan dalam ruangan kamar mesin adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin menurut ABS

Ruangan Intensitas Kebisingan (dB)

Kamar mesin dengan ABK berada terus

menerus di dalam kamar mesin 100

Kamar mesin dengan ABK yang tidak terus

menerus berada di dalam kamar mesin 110

Workshop (ruang yang biasa digunakan untuk

perbaikan, alat-alat bengkel) 100

Ruang control (ruangan yang digunakan

untuk mengontrol ruangan lain, permesinan) 100

Ruang kipas (ruangan yang terdapat kipas

untuk ventilasi udara) 100

(Yudo dan Jokosisworo, 2006)

2.5.5. Jenis kebisingan

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, maka Silaban (2008) membagi bising atas :

(29)

b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas. c. Bising terputus-putus ( Intermitten ). Bising disini tidak terjadi secara terus

menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

d. Bising Implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan mercon, meriam.

e. Bising Implusif berulang. Sama dengan bising implusif hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.

2.5.6. Pengaruh bising terhadap tenaga kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, ganguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stres (Buchari, 2007).

Hearing loss (berkurangnya kemampuan pendengaran) merupakan epidemi yang hening (the silent epidemic) pada tenaga kerja karena kejadian ini tidak ada sakit dan tidak dapat dilihat (Silaban, 2007).

Silaban (2007) membagi efek kebisingan berdasarkan kemampuan untuk dapat diukur atau tidak dapat dibedakan atas:

a. Quantifiable effects (efek bising dapat diukur), yaitu Temporary Threshold Shift/TTS; Permanent Threshold Shift/PTS; Noise-Induced Hearing Loss/NIHL .

(30)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat permanen atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli (Bashiruddin, 2009).

Buchari (2007) mengklasifikasikan manifestasi klinis akibat dari kebisingan yang dikelompokkan atas dua tipe yaitu badaniah dan fisiologis.

Tabel 2.5. Jenis-jenis gangguan akibat-akibat kebisingan (Buchari 2007).

Tipe Uraian

Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen Akibat-akibat

Fisiologis

Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi berdenging

Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb

2.6. Gangguan Pendengaran Akibat Bising

2.6.1. Defenisi

Gangguan pendengaran akibat bising / Noise Induced Hearing Loss

(31)

bising lingkungan pekerjaan (Noise Occupational Induced Hearing Loss/ NOIHL)

menurut Morris (2006) adalah gangguan pendengaran yang berasal dari kebisingan yang berlebihan dari lingkungan kerja.

2.6.2. Manifestasi klinis

Kurang pendengaran dapat disertai tinnitus (berdenging di telinga) atau tidak. Monley (1995) dalam Morris (2006) melaporkan bahwa prevalensi tinnitus 65% pada tenaga kerja yang mengalami GPAB. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Derajat GPAB ini dipengaruhi oleh intensitas bising, frekuensi bising, lamanya terpapar bising, sifat kebisingan, faktor individual yang mempermudah untuk terjadinya GPAB (usia yang tua, pemakaian obat ototoksik) (Mathur, 2012).

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (Temporary Threshold Shift/TTS) dan peningkatan ambang dengar menetap (Permanent Threshold Shift/ PTS) (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL (Sound Pressor Level) atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.

b. Peningkatan ambang dengar sementara (TTS), terjadi akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan menjadi normal kembali, dapat terjadi minimal dalam 16 jam pertama setelah pajanan bising dihilangkan sampai berhari-hari bahkan dapat sampai dalam hitungan bulan (Mathur, 2012).

(32)

GPAB berbeda dengan trauma akustik, GPAB disebabkan oleh pajanan bising yang intesitasnya berlebihan, durasinya lama dan berulang. Dimana GPAB didahului oleh TTS, kemudian pulih kembali menjadi normal jika pajanan bising dihentikan. Jika TTS dipaparkan terus dengan kebisingan maka berlanjut ke PTS. sedangkan trauma akustik pajananannya hanya sekali dari bising yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan terjadinya PTS tanpa didahului oleh TTS (Probst, Grevers dan Iro, 2006).

2.6.3. Patologi

Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Biasanya yang sering mengalami kerusakan adalah organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan terberat kerusakan organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Lesi kerusakan pada GPAB tidak hanya terjadi pada sel-sel rambut sensori (Outer HairCells/OHCs ataupun Inner Hair Cells/IHCs), tetapi juga terjadi pada sel-sel penunjang, stereocilia, sel ganglion, saraf, membrana tektorial, pembuluh darah dan stria vaskularis (Henderson, 1999). Alberti (2006) menjelaskan, ketika terpaparnya kebisingan pada tahap awal (TTS) maka Hair Cells danstereocilia yang terdapat dalamorgan Corti menjadi lelah karena terjadinya stress metabolik, tetapi hal ini hanya berlangsung sementara dan dapat kembali normal jika telinga diistirahatkan. OHC lebih cenderung mudah terganggu daripada IHC (Henderson, 1999).

Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan pada sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat aferen (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

(33)

lebih keras dengan waktu pajanan yang lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur organela sel rambut seperti: pada mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robekan di membrana Reissner. Pajanan bunyi dengan efek destruksi yang tidak begitu besar menyebakan terjadinya ‘floppy silia’ yang sebagian masih reversibel. Kerusakan silia menetap ditandai dengan fraktur ‘rootlet’ silia pada lamina retikularis (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Gambar 2.2. dikutip dari (Alberti, W.P., 2006)

a. Perubahan stereocilia pada marmut, pembesaran 1700X Mik. Elektron

setelah 30 menit terpajan kebisingan dengan intesitas 110 dB. Tanda panah putih menunjukkan adanya pembengkokan dan pemisahan pada ujung-ujung stereocilia b. Perubahan stereocilia marmut kelompok a, setelah 8 hari tidak dipaparkan dengan kebisingan. Pendengaran dan struktur stereocilia kembali normal.

Gambar 2.3. dikutip dari (Alberti, W.P., 2006)

a. Perubahan stereocilia marmut, pembesaran 1700X Mik. Elektron setelah 30 menit terpajan kebisingan dengan intesitas 120 dB. Tampak terjadinya kolaps pada basis stereocilia.

a

a

b

(34)

b. Perubahan stereocilia pada permukaan apex organ Corti marmut kelompok a., 8 hari setelah pajanan hampir tidak tampak stereocilia maupun Hair Cells.

2.6.4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perkejaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri (Bashiruddin dan Soetirto, 2007) .

Pada Anamnesis adanya riwayat pernah bekerja atau sedang berkerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Perlu ditanyakan juga tentang riwayat : penggunaan obat, penyakit telinga sebelumnya, trauma kepala, keluarga yang mengalami gangguan pendengaran, riwayat penyakit seperti diabetes ataupun yang lainnya supaya dapat menyingkirkan diagnosis banding GPAB (Irwin, 1997).

Pada pemeriksaan otoskopi tidak ditemukan adanya kelainan seperti serumen prop, adanya benda asing, adanya cairan, ataupun perforasi membran timpani. Jika ada serumen prop atau benda asing maka harus dikeluarkan terlebih dahulu dan liang telinga harus bebas dari cairan (discharge) (Irwin, 1997).

Pada pemeriksaan audiologi test penala didapatkan hasil Rinne (+), Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya yang lebih baik dan Schawabach memendek, kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Tetapi Irwin (1997) berpendapat pemeriksaan dengan menggunakan test garpu tala, dan test berbisik untuk untuk mendiagnosis kasus NIHL kurang akurat sehingga harus di konfirmasi pemeriksaan audiometri.

(35)

Gambar 2.4. Adanya takik/ notch pada frekuensi tinggi (4000 Hz) di Audiogram, merupakan tanda patognomik NIHL (dikutip dari Coles, Lutman dan Buffin, 2000)

Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance), MLB (Monoaural Loudness Balance), Audiometry Bekes, Audiometry Tutur (speech audiometry), hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang patognomik untuk tuli sensorineural koklea (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang (background noise), sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai cocktail party deafness (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

AM

BANG

P

END

ENG

ARA

N (

d

B)

(36)

Kirchner et.al., (2012) menyimpulkan bahwakarekteristik NIHL antara lain : a. Biasanya jenis gangguan pendengarannya ialah sensorineural, hal yang paling

utama dipengaruhi ialah hair cells di telinga dalam. b. Biasanya terjadi secara bilateral

c. Biasanya disertai gejala tinnitus

d. Satu dari tanda gangguan pendengaran akibat bising adanya “notching” pada audiogram di 3000, 4000, atau 6000Hz dengan pemulihan kembali di 8000 Hz.

e. Jika terjadi gangguan pada frekuensi tinggi jarang melebihi 75 dB, dan jika terjadi pada frekuensi rendah jarang melebihi 40 dB

f. Gangguan pendengaran akibat pajanan bising maksimum terjadi dalam 10-15 tahun pertama setelah pajanan.

g. Banyak ahli berpendapat berdasarkan bukti bahwa telinga yang telah mengalami NIHL sebelumnya tidak menjadi sensitve terhadap pajanan bising berikutnya.

h. Belum adanya bukti yang cukup kuat untuk menyimpulkan proses NIHL akan terus berlanjut walaupun seseorang sudah tidak terpajan dengan kebisingan. i. Resiko NIHL sangat rendah sekali jika terpajan <85 dB (dalam waktu 8

jam/hari) dan resiko ini akan meningkat secara signifikan jika melebihi intensitas tersebut

j. Adanya TTS dengan atau tanpa tinnitus merupakan indikator resiko menjadi Permanent NIHL

2.6.5. Penatalaksanaan

Penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan yang bising, bila tidak muungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet) (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

(37)

dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant) (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

2.6.6. Pencegahan

Pencegahan gangguan pendengaran akibat bising di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan cara pencegahan kebisingan di lingkungan kerja itu sendiri. Pada hakikatnya pencegahan ini dilakukan dengan cara mengurangi suara kebisingan tersebut seminimal mungkin terpapar pada telinga (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Pencegahan yang paling baik ialah diadakannya program konservasi pendengaran di tempat kerja tersebut.

2.7. Program Konservasi Pendengaran

Program konservasi pendengaran adalah program yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan atau kehilangan pendengaran tenaga kerja akibat kebisingan di tempat kerja (Bashiruddin, 2009).

(38)

2.7.1 Unsur program konservasi pendengaran

Unsur Program Konservasi Pendengaran yang efektif meliputi: a. Survei Bising/Analisis Kebisingan

Program Konservasi Pendengaran harus selalu dimulai dengan survei bising pendahuluan.

Tujuan dari survei bising pendahuluan adalah mengenal area pada tempat kerja dimana pekerja terpapar oleh bahaya pada tingkat kebisingan.

b. Pengendalian Teknik (Engineering Control)

Dalam hal ini dilakukan upaya mengurangi kebisingan pada sumber bising dan media perambatannya, dapat dilakukan dengan cara :

a) desain mesin yang kurang bising. b) isolasi mesin.

c) peredam (insulasi) bunyi mesin.

d) pembuatan barier (penempatan penghalang) transmisi bunyi. e) perawatan (maintenance) mesin

Pengendalian bising dengan pengendalian teknik merupakan ukuran pengendalian paling penting dalam PKP. Ukuran lainnya yang akan diimplementasikan jika pengendalian teknik tidak memungkinkan.

c. Administration (Scheduling Control)

Bila pengendalian teknik tidak memungkinkan, maka pengendalian administrasi dapat dilakukan dengan pengaturan waktu kerja secara bergilir atau dengan cara job rotation, changing job schedule sehingga durasi pemaparan bising dapat dikurangi.

d. Pemakaian Alat Pelindung Diri

(39)

Pre-molded ear - Semi-insert ear - Earmuffs Helmet -

plugs plugs mounted-

earmuffs

telinga, (ear muff) atau tutup telinga, dan berupa penutup kepala yang sekaligus juga melindungi telinga. Masing-masing alat pelindung tersebut memiliki keuntungan dan kerugian yang berbeda. Dalam menentukan jenis alat pelindung telinga yang akan dipakai perlu dipertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan alat untuk melindungi telinga, intensitas kebisingan, kenyamanan, harga dan sebagainya

Gambar 2.5. Beberapa jenis alat pelindung pendengaran (dikutip dari CCHSA, 2007)

e. Pemeriksaan Audiometri (sebelum bekerja, periodik dan pindah kerja/pensiun).

Untuk menilai pengaruh kebisingan terhadap pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan/ pengukuran pendengaran dengan menggunakan audiometer. Program ini merupakan bagian penting dalam upaya pemeliharaan pendengaran pekerja.

f. Evaluasi

Penilaian dari hasil pemeriksaan audiometeri dan rujukan penting dilakukan di sini adalah antara lain :

a) Mereview apakah program pemeliharaan pendengaran di atas sudah dilakukan secara menyeluruh dan juga kualitas pelaksanaan masing- masing komponennya.

b) Membandingkan baseline audiogram dengan audiogram lainnya untuk mengukur keberhasilan usaha pencegahan tersebut.

(40)

d) Buat check list yang spesifik untuk masing-masing daerah kerja untuk menyakinkan apakah semua komponen program telah ditinjak lanjuti sesuai standart yang berlaku.

g. Penyuluhan dan Pendidikan Kesehatan

Kegiatan ini hendaknya dilakukan semua orang di perusahaan, baik yang terlibat langsung maupun tidak dalam PKP, sehingga dapat dipahami manfaat program, cara pelaksanaannya, bahaya kebisingan di tempat kerja, cara pemakaian dan perawatan alat pelindung telinga dan aspek lain yang berkaitan.

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka konsep penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka ko

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising. Pengetahuan tersebut terhadap GPAB meliputi etiologi, faktor resiko, tanda dan gejala klinis, pengobatan, pencegahan aspek umum kebisingan dan aturan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan.

Penilaian terhadap pengetahuan Anak Buah Kapal (ABK) terhadap gangguan pendengaran akibat bising dilakukan melalui metode wawancara (interview) yang terstruktur dengan menggunakan kuesioner tertutup.

Pengetahuan responden diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan. Jumlah pertanyaan 11 , dengan total skor tertinggi 33 dimana setiap pertanyaan memiliki total skor tertinggi 3 jika, dengan ketentuan pemberian skor berdasarkan penilaian Notoatmodjo (2010b) :

PENGETAHUAN

SIKAP

TINDAKAN

GANGGUAN

PENDENGARAN

(42)

a. Skor 1 : diberikan jika responden menjawab salah ataupun tidak tahu b. Skor 2 : diberikan jika responden menjawab mendekati benar

c. Skor 3 : diberikan jika responden menjawab benar

Kategori pengetahuan yang dipakai adalah menurut Arikunto, yaitu ditentukan dengan kriteria:

1. Baik : jika skor yang diperoleh 76 – 100 % dari skor tertinggi 2. Cukup : jika skor yang diperoleh 56 – 75 % dari skor tertinggi 3. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ 55 % dari skor tertinggi

3.2.2. Sikap

Sikap adalah tanggapan atau respon ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising. Penilaian terhadap sikap ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising dilakukan dengan metode wawancara (interview) dengan menggunakan kuesioner skala bertingkat. Sikap ABK terhadap GPAB meliputi etiologi, gejala klinis, pengobatan, dan pemakaian alat pelindung pendengaran (APP)

Sikap ABK diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan dimana pilihan jawaban peneliti menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu responden diminta untuk menyatakan pendapatnya yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Arikunto 2009). Jumlah pertanyaan 12, dengan total skor tertinggi 48, dimana setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 4 dengan ketentuan pemberian skor:

a. Skor 1 : diberikan jika responden menjawab sangat tidak setuju b. Skor 2 : diberikan jika responden menjawab tidak setuju

(43)

Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Baik : jika skor yang diperoleh 76 – 100 % dari skor tertinggi b. Cukup : jika skor yang diperoleh 56 – 75 % dari skor tertinggi c. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ 55 % dari skor tertinggi

3.2.3. Tindakan

Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan ABK terhadap GPAB meliputi pencegahan, penatalaksanaan dan pemakaian APP. Penilaian terhadap tindakan anak buah kapal terhadap gangguan pendengaran akibat bising dilakukan dengan metode wawancara (interview) dengan menggunakan kuesioner skala bertingkat.

Tindakan anak buah kapal diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan. Jumlah pertanyaan 8, dengan total skor tertinggi 32 dimana setiap pertanyaan memiliki total skor tertinggi 4 dengan ketentuan pemberian skor berdasarkan penilaian Arikunto (2006) :

a. Skor 1 : diberikan jika responden menjawab tidak pernah b. Skor 2 : diberikan jika responden menjawab jarang c. Skor 3 : diberikan jika responden menjawab sering d. Skor 4 : diberikan jika responden menjawab sering sekali

Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang dengan ketentuan sebagai berikut:

(44)

3.2.4. Anak buah kapal

Anak buah kapal atau awak kapal adalah yaitu semua orang yang bekerja dikapal, yang bertugas mengoperasikan dan memelihara serta menjaga kapal dan muatannya (Salim, 2006) . ABK yang dijadikan objek penelitian adalah anak buah kapal yang berada di kamar mesin kapal tunda milik PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. ABK terpapar kebisingan langsng dengan mesin jika mereka masuk ke kamar mesin. ABK masuk ke kamar mesin apabila kapal mau jalan, kontrol mesin, dan kebutuhan tertentu lainnya, rata-rata ABK masuk ke kamar mesin 4-7 jam perhari. Terutama dipengaruhi oleh banyaknya kapal yang mau diderek oleh kapal Tunda.

3.2.5. Gangguan pendengaran akibat bising

(45)

Table 3.1. Variabel penelitian, definisi operasional, alat ukur, cara ukur, hasil ukur

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Hasil ukur:

Baik, apabila jawaban responden benar >75% Cukup, apabila jawaban responden benar 56 – 75% Kurang, apabila jawaban responden benar < 55% Skala ukur: ordinal faktor resiko, tanda dan gejala klinis, pengobatan,

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Hasil ukur:

Baik, apabila jawaban responden benar >75% Cukup, apabila jawaban responden benar 56 – 75% Kurang, apabila jawaban responden benar < 55% Skala ukur: ordinal

Tanggapan atau respon anak buah kapal terhadap gangguan pendengaran akibat bising meliputi etiologi, gejala, pengobatan, pencegahan,

dan pemakaian alat

pelindung pendengaran.

Tindakan

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Hasil ukur:

Baik, apabila jawaban responden benar >75% Cukup, apabila jawaban responden benar 56 – 75% Kurang, apabila jawaban responden benar < 55% Skala ukur : ordinal

(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan anak buah kapal (ABK) terhadap gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) di kapal tunda pada pelayanan jasa pandu PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada tiap responden, yaitu anak buah kapal.

2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kapal tunda pelayanan jasa pandu PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan, Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini direncanakan berlangsung lebih kurang selama 10 bulan, sejak peneliti menentukan judul, menyusun proposal, hingga seminar hasil yang berlangsung mulai bulan Maret hingga Desember 2012. Namun untuk pengambilan data primer dilakukan di bulan september hingga oktober 2012.

Lokasi ini dipilih peneliti karena : 1. Kebisingan yang sangat tinggi.

2. Rendahnya kesadaran ABK untuk mencegah gangguan pendengaran. 3. Belum pernah dilakukanya penelitian di daerah ini.

2.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

(47)

Yang menjadi kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1. ABK yang bekerja di bagian ruang mesin.

2. Bersedia menjadi subjek penelitian. 3. Kooperatif untuk diwawancarai.

Yang menjadi kriteria ekslusi penelitian ini adalah: 1. Kuesioner yang tidak terisi sempurna

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi terjangkau selama penelitian berlangsung. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan subjek penelitian.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti melalui metode wawancara dengan menggunakan kuesioner.

4.4.2. Instrumen penelitian

Pada penelitian ini digunakan kuesioner tertutup yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK terhadap GPAB. Dosen pembimbing melakukan uji validitas external terhadap kuesioner sehingga mencapai hasil butir pertanyaan pengetahuan yang awalnya 20 menjadi 11, butir pertanyaan sikap awalnya 30 menjadi 12, dan butir pertanyaan tindakan awalnya 12 menjadi 8. Sampel uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan peneliti sebanyak 20 orang. Kemudian hasil kuesioner dianalisis dengan program statistik komputerdan diuji validitas serta reliabilitasnya.

(48)

4.4.3. Uji validitas dan reliabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program komputer. Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data diperoleh dari penilaian jawaban kuesioner responden. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Pada penelitian ini, variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan merupakan data kuantitatif yaitu score

hasil pengisian kuesioner. Data ini kemudian akan diubah menjadi kualitatif yaitu, baik , sedang dan kurang melalui induktif.

(49)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

*Catatan: r tabel untuk taraf signifikansi 0,05dengan N = 20 adalah 0,444

Variabel No. Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.692 Valid 0.791 Reliabel

(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Pelabuhan Belawan berada di dalam wilayah Kotamadya Medan, Sumatera Utara dan merupakan pelabuhan terpenting di pulau Sumatera. pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di PT pelabuhan Indonesia I. Koordinat geografisnya adalah 03 47 00 LU dan 98 42 BT. Daerah belawan dilewati oleh dua sungai besar yang bermuara ke pelabuhan Belawan. Dua sungai tersebut adalah sungai Deli dan sungai Belawan. Bila ditinjau dari kegiatan pelabuhan dunia Belawan memiliki letak yang sangat strategis yaitu berada dijalur perdagangan dunia di selat Malaka. Topografi daerah Belawan merupakan daerah pesisir dengan sungai yang bermuara ke laut dan ditemukan banyak daerah rawa dengan hutan bakau.

Secara administrasi pemerintah Belawan merupakan sebuah kecamatan dengan luasnya adalah 26,25 km² dan mempunyai 6 kelurahan yang antara lain:

• Bagan Deli

• Belawan Bahagia

• Belawan bahari

• Belawan Sicanang

• Belawan I

• Belawan II

Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut:

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan

(51)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang terpilih sebanyak 56 orang. Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang diamati meliputi: umur, lama kerja, dan tingkat pendidikan. Beberapa gambaran karakteristik responden beserta data tabel distribusi frekuensinya:

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

21-30 13 23,2

31-40 13 23,2

41-50 17 30,4

51-60 13 23,2

Jumlah 56 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 17 orang (30,4%) dan pada 3 jenis kelompok usia lainnya memiliki persentase yang sama yaitu sebesar (23,2%).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kelompok lama kerja

Lamakerja Frekuensi Persentase (%)

0-4 tahun 23 41,1

Berdasarkan data pada tabel diatas ditinjau dari karekteristik kelompok lamanya bekerja, kelompok terbesar adalah lama kerja dengan nilai rentang antara 0-4 tahun (41,1%) dan terendah pada kelompok lama kerja dengan nilai rentang antara 15-19 tahun (1,8%)

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kategori tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SD 5 8,9

SMP 2 3,6

SMA 38 67,9

Perguruan Tinggi 11 19,6

(52)

Berdasarkan data pada tabel diatas, karekteristik responden ditinjau dari tingkat pendidikan. Sebagian besar tingkat pendidikan responden ialah tamat SMA yaitu dengan jumlah 38 orang (67,9 %) , jumlah responden yang tamat SD hanya 5 orang (8,9%), dan yang terendah ialah jumlah responden yang tamat smp yaitu berjumlah 2 orang (3,6%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.1. Pengetahuan

.Tabel 5.4. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan

2 Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan

15 26,8 9 16,1 32 57,1

3 Sumber sangat bising di kapal 3 5,4 4 7,1 49 87,5

4 Jenis alat pelindung pendengaran yang dapat digunakan

7 12,5 7 12,5 42 75,0

5 Alat pelindung pendengaran yang disediakan dari perusahaan

4 7,1 21 37,5 31 55,4

6 Kapan alat pelindung pendengaran digunakan

1 7,1 5 8,9 47 83,9

7 Tanda awal gangguan pendengaran akibat bising

11 19,6 26 46,4 19 33,9

8 Terapi gangguan pendengaran akibat bising

31 55,4 4 7,1 21 37,5

9 Pencegahan lebih penting daripada pengobatan

9 16,1 5 8,9 42 75,0

10 Pencegahan gangguan pendengaran akibat bising

5 8,9 11 19,6 40 71,4

11 Kewajiban perusahaan dalam menyediakan alat pelindung pendengaran

(53)

Tabel di atas merupakan data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan. Berdasarkan hasil pilihan jawaban responden seperti pada tabel di atas, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 3 adalah pertanyaan nomor 3 (Benar) dengan persentase 87,5%; pertanyaan paling banyak dijawab dengan skor 2 (mendekati benar) adalah pertanyaan nomor 7 dengan persentase 46,4%; pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 1 (salah atau tidak tahu) adalah pertanyaan nomor 8 dengan persentase 55,4%.

Hasil uji pengetahuan responden terhadap gangguan pendengaran akibat bising dengan menggunakan wawancara dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hasil uji pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 0 0

Cukup 11 19,6

Baik 45 80,4

Jumlah 56 100

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat pengetahuan responden terhadap gangguan pendengaran akibat bising paling banyak pada level baik yaitu sebesar 80,4%, diikuti kategori cukup sebesar 19,6%, dan tidak ada satupun responden berada pada kategori kurang 0%. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok usia

Keterangan : %KU: persentase terhadap total Kelompok Usia

(54)

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan baik pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 11 orang (24,4%), kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 10 orang (22,2%), kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 14 orang (31,1%), dan kelompok usia 51-60 sebanyak 10 orang (22,2%). Pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan cukup pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 2 orang (18,2%) dan pada kelompok usia 31-40 tahun; 41-50 tahun; 51-60 tahun masing-masing sebanyak 3 orang (27,3%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan lama kerja dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok lama kerja

Keterangan : %LK: persentase terhadap total Lama Kerja

%GP: persentase terhadap total Gambaran Pengetahuan

(55)

3 orang (27,3%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan lama kerja dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan pendidikan terakhir

Tingkat Pendidikan

Gambaran Pengetahuan

Total

Cukup Baik

n %TP %GP n %TP %GP

SD 2 40,0 18,2 3 60,0 6,7 5

SMP 2 100,0 18,2 0 0 0 2

SMA 6 15,8 54,5 32 84,2 71,1 32

Perguruan Tinggi

1 9,1 9,1 10 90,9 22,2 10

Jumlah 11 19,6 100 45 80,4 100 56

Keterangan : %TP: persentase terhadap total Tingkat Pendidikan %GP: persentase terhadap total Gambaran Pengetahuan

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan baik berdasarkan tingkat pendidikan, kelompok responden yang tamat SD sebanyak 3 orang (6,7%), pada kelompok yang tamat SMP tidak ada satu orang pun yang berpengetahuan baik, untuk kelompok yang tamat SMA memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 32 orang (71,1%), dan pada kelompok yang tamat perguruan tinggi sebanyak 10 orang (22,2%). Kelompok responden yang mempunyai pengetahuan cukup berdasarkan tingkat pendidikan ialah kelompok responden yang tamat SD dan SMP masing-masing sebanyak 2 orang (18,2%), pada kelompok yang tamat SMA sebanyak 6 orang (54,5%), dan pada kelompok yang tamat perguruan tinggi sebanyak 1 orang (9,1%)

5.1.3.2. Sikap

(56)

No Pertanyaan

1 Kewajiban tenaga kerja menggunakan alat pelindung pendengaran

0 0 4 7,1 28 50 20 42,9

2 Menggunakan alat pelindung pendengaran mencegah dari ganguan pendengaran

0 0 4 7,1 30 53,6 22 39,3

3 Memakai alat pelindung pendengaran tanpa harus ditegur

1 1,8 4 7,1 32 57,1 19 33,9

4 Gangguan pendengaran akibat bising dapat menetap

2 3,6 12 21,4 33 58,9 9 16,1

5 Kerugian akibat gangguan pendengaran 0 0 10 17,9 24 42,9 22 39,3

6 Ketuliaan akibat yang paling bahaya dari kebisingan

1 1,8 9 16,1 36 64,3 10 17,9

7 Pergi ke dokter jika merasa pendengaran agak berkurang

0 0 5 8,9 38 67,9 13 23,2

8 Menerima dan menggunakan alat pelindung pendengaran yang disediakan

1 1,8 2 3,6 38 67,9 15 28,8

9 Pihak perusahaan melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran

0 0 2 3,6 32 57,1 22 39,3

10 Memakai alat pelindung pendengaran mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja

0 0 5 8,9 37 66,1 14 25,0

11 Memakai alat pelindung pendengaran cermin tenaga kerja yang disiplin

0 0 5 8,9 34 60,7 17 30,4

12 Meminta ganti ke pihak perusahaan jika alat pelindung pendengaran rusak

(57)

Berdasarkan hasil pilihan jawaban responden seperti pada tabel di atas, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 4 (sangat sering) adalah pertanyaan nomor 2,5, dan 9, ketiga pertanyaan tersebut memiliki persentase yang sama yaitu 39,3% pertanyaan paling banyak dijawab dengan skor 3 (sering) adalah pertanyaan nomor 7 dan 8 dengan persentase 67,9% pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 2 (jarang) adalah pertanyaan nomor 4 dengan persentase 21,4%; dan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 1 (tidak pernah) adalah pertanyaan nomor 4 dengan persentase 3,6%. Hasil uji sikap responden terhadap gangguan pendengaran akibat bising dapat dilihat pada tabel 5.10. berikut:

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi hasil uji sikap

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Kurang 1 1.8

Cukup 9 16.1

Baik 46 82.1

Jumlah 56 100

Berdasarkan data pada tabel 5.10. di atas dapat dilihat sikap responden terhadap gangguan pendengaran paling banyak pada level baik yaitu sebesar 82,1%, diikuti oleh kategori cukup sebesar 16,1%, dan hanya sebesar 1,8% sikap responden pada kategori kurang. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan kelompok usia

(58)

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden yang mempunyai sikap baik berdasarkan kelompok usia, pada kelompok usia 21-30 tahun dan 31-40 tahun yaitu sebanyak 11 orang (24,4%), kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 12 orang pada kelompok inilah persentase yang tertinggi (32,6%), dan kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 9 orang (19,6%). Kelompok responden yang mempunyai sikap cukup, kelompok usia 21-30 tahun; 31-40 tahun; 41-50 tahun sebanyak 2 orang (22,2%), kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 3 orang (33,3%). Kelompok responden yang mempunyai sikap kurang, pada kelompok usia 21-30 tahun; 31-40 tahun; 41-50 tahun; tidak ada satupun responden yang mempunyai sikap cukup, dan pada kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 1 orang (100%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan lama kerja dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan Lama kerja

Keterangan : %LK: persentase terhadap total Lama Kerja %GS: persentase terhadap total Gambaran Sikap

(59)

responden yang memiliki sikap cukup. pada kelompok 15-19 tahun sebanyak 1 orang (11,1%), dan kelompok lama kerja >19 tahun sebanyak 4 orang (44,4%). Kelompok responden yang mempunyai sikap kurang, kelompok lama kerja 0-4 tahun; 5-9 tahun; 10-14 tahun; 15-19 tahun; tidak ada satupun responden yang mempunyai sikap kurang, dan kelompok lama kerja >19 tahun sebanyak 1 orang (100%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan tingkat pendidikan dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan Tingkat pendidikan

Keterangan : %TP: persentase terhadap total Tingkat Pendidikan %GS: persentase terhadap total Gambaran Sikap

(60)

memiliki sikap kurang. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan gambaran pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran sikap berdasarkan gambaran pengetahuan responden

Pengetahuan

Gambaran Sikap

Total

Kurang Cukup Baik

n %GP %GS n %GP %GS n %GP %GS

Cukup 1 9,1 100 4 36,4 44,4 6 54,5 13,0 11

Baik 0 0 0 5 11,1 55,6 40 88,9 87,0 45

Jumlah 1 1,8 100 9 16,1 100 46 82,1 100 56

Keterangan : %GP: persentase terhadap total Gambaran Pengetahuan %GS: persentase terhadap total Gambaran Sikap

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden dengan pengetahuan cukup yang mempunyai sikap yang baik sebanyak 6 orang (13,0%), sikap cukup sebanyak 4 orang (44,4%) dan sikap kurang sebanyak 1 orang (100%), dan pada kelompok responden dengan pengetahuan baik yang mempunyai sikap yang baik sebanyak 40 orang (87,0%), sikap cukup sebanyak 5 orang (55,6%) dan tidak ada satu responden pun yang memiliki sikap kurang.

5.1.3.3. Tindakan

(61)

Tabel 5.15. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel tindakan

2 Memperhatikan petunjuk pemakaian alat

pelindung pendengaran

22 39,3 15 26,8 15 26,8 4 7,1

3 Menyimpan dengan rapi setelah memakai alat pelindung pendengaran

11 9,6 6 10,7 31 55,4 8 14,3

4 Selalu mengikuti pemeriksaan kesehatan berkala dari pihak perusahaan

38 67,9 10 17,9 5 8,9 3 5,4

5 Menasehati teman anda yang tidak memakai alat pelindung pendengaran

20 35,7 14 25,0 20 35,7 2 3,6

6 Menghindari kebisingan ketika bekerja

10 17,9 15 26,8 23 41,1 8 14,3

Gambar

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (dikutip dari Notoatmodjo, 2010a)
Tabel 2.2. Lama Kerja yang Diperkenankan Berdasarkan Intensitas Bising dB(A)
Tabel 2.4. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin menurut ABS
Tabel 2.5. Jenis-jenis gangguan akibat-akibat kebisingan (Buchari 2007).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Audit Internal memiliki independensi dalam melakukan aktivitas Audit Internal, mengemukakan pandangan serta pemikiran sesuai dengan profesinya dan standar yang

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Untuk ketertiban pendaftaran short course, kami harap bantuan Saudara melakukan seleksi calon peserta, baik secara administrasi maupun kompetensi akademik sesuai

Terrset software based Land Change Modeller (LCM) was used for seasonal land use-land cover change detection of two LANDSAT images for 2014 during dry and rainy season

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN MODEL PENGAJARAN LANGSUNG. MODEL

Policy Research Working Paper, The World Bank Development Research Group 4703.. Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan

[r]