• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN

KONSEP DIRI

(Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida

Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh JAYANTI PUTRI

090922027

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini mengambil tema Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Pengurus Panti Asuhan Dalam Pembentukan Konsep Diri Anak-anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas komunikasi antarpribadi pihak pengurus terhadap anak-anak panti, untuk mengetahui tingkat kecakapan komunikasi antarpribadi pihak pengurus terhadap anak-anak panti dan untuk mengetahui pengaruh dan peranan komunikasi antarpribadi terhadap konsep diri anak-anak di Panti Asuhan Yayasan Elida Medan yang ditinjau dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan lama waktu tinggal di yayasan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Korelasional, yaitu metode yang mencari dan menjelaskan hubungan serta menguji hipotesa dan membuat prediksi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah self discloser atau sering disebut juga teori Jendela Johari, yang terdiri dari empat bingkai dan masing-masing bingkai menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami diri sendiridalam kaitannya dengan orang lain.

Objek penelitian ini adalah anak-anak panti asuhan Elida Medan yang berusia 11 – 19 tahun dan masih aktif serta tinggal dipanti asuhan Elida tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara yakni data sekunder yang diperoleh dari pengisian kuesioner sebanyak 54 buah sesuai dengan jumlah responden dan sumber bacaan yang dianggap relevan dan mendukung penelitian ini.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa table tunggal, analisa table silang dan uji hipotesa dengan menggunakan rumus Product Moment Corelations. Dari hasil penelitian ini diperoleh rxy = 0,52 dan untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel digunakan skala Guilford yang menunjukkan hubungan cukup berarti antara Komunikasi Antarpribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan. Untuk menguji tingkat signifikan pengaruh variabel x dan variabel y digunakan uji Z. Sementara untuk mengetahui besar kekuatan pengaruh variabel x dan variabel y digunakan uji determinasi kerelasi.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang atas segala berkat, anugrah dan kasih-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Study Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Dalam Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak, diantaranya kepada Ibunda tercinta Farida iriani Bsc.Teks dan Ayahanda Herison Ginting Bsc.Teks yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayangnya kepada penulis. Kepada kedua saudara laki-lakiku, kakanda Ansah Wijaya dan Adinda Imannuel Kevin yang memberikan dukungan, motivasi dan doa juga kepada Ervina Mayasari yang selalu menemani dan memberi saran hingga selsainya skripsi ini. Segalanya akan terasa lebih mudah dengan bantuan dan dukungan dari orang-orang yang sangat menyayangi penulis.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini peneliti tidak hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri, tetapi banyak pihak yang memberikan kontribusi, baik berupa materi, pikiran, dorongan dan motivasi. Toleh karena itu tidak lupa penulis melalui kata pengantar ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku PUDEK I FISIP USU.

(4)

5. Bapak Drs. Humaizi, MA selaku dosen Metodologi Penelitian yang banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran kepada penulis. 6. Haris Wijaya S.sos, M.comm dan Para dosen Ilmu Komunikasi FISIP

USU yang selalu memberikan pengetahuan serta teladan yang patut ditiru oleh penulis untuk terus belajar dan meraih cita-cita.

7. Kak Ross di kantor Pendidikan dan Kak Maya di kantor Departemen untuk semua bantuan yang dengan ikhlas diberikan kepada penulis.

8. Kak Rotua Nuraini S.sos atas waktu dan kebersediaannya membimbing, memberi arahan dan sumbangan pemikiran hingga selsainya skripsi penulis.

9. Teman-teman seperjuangan Ekstensi 2009, Amy Purba, Erma Nainggolan, Hardman Marbun, July Erianto, Boby Ardiansyah, Fitri Dwinanda, Maroloan Hendra, Iksan Perdana, Frengky Pangaribuan, Maria Monica, Erlyanti Simanjuntak, Riris Desi Ujung dan Roventa Pasaribu serta masih banyak lagi yang telah mendukung dan memberikan masukan untuk skripisi ini.

10.Pihak Pengurus Panti Asuhan Yayasan Elida Medan, Ibu Hanna, Oma dan Opa serta Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan selaku responden dalam penelitian skripsi ini yang sudah banyak membantu dan memberi dukungan terhadap skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan pihak-pihak selanjutnya mampu menutupi ketidak sempurnaan tersebut. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.

Medan, Juni 2011

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 7

I.3 Perumusan Masalah ... 7

I.4 Tujuan Penelitian ... 8

I.5 Manfaat Penelitian ... 8

I.6 Kerangka Teori ... 9

I.7 Kerangka Konsep ... 17

I.8 Model Teoritis ... 19

I.9 Oprasional Variabel ... 19

I.10 Definisi oprasional ... 21

I.11 Hipotesis Penelitian ... 24

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Pengertian Komunikasi ... 25

II.2 Komunikasi Antarpribadi ... 28

II.3 Konsep Diri ... 33

II.4 Teori Self Discosure... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metode Penelitian ... 42

(6)

III.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

III.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 43

III.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43

III.6 Teknik Analisis Data ... 44

III.7 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 46

III.8 Proses Pengolahan Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Deskripsi PantiAsuhan Elida Medan ... 50

IV.2 Analisis Tabel Tunggal ... 52

IV.3 Analisi Table Silang ... 79

IV.4 Uji Hipotesis ... 86

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 96

V.2 Saran ... 98

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden... 53 Tabel 4.2 Usia Responden ... 54 Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 54 Tabel 4.4 Lama Responden Menempati Panti Asuhan Yayasan

Elida... 55 Tabel 4.5 Keterbukaan Pengurus/Pengasuh Dalam Berkomunikasi Kepada

Anak- anak Panti Asuhan... 56 Tabel 4.6 Kebersediaan Pengurus/ Pengasuh Mengungkapkan Keinginan

dan Pemikirannya... 57 Tabel 4.7 Memahami Perasaan Anak – anak Panti Ketika Berbagi Masalah

Kepada Pengurus/Pengasuh... 58 Tabel 4.8 Keperduliaan Pengurus/Pengasuh Terhadap Perasaan dan

Masalah Anak-anak Panti... 59 Tabel 4.9 Kebersediaan Pengurus/Pengasuh Mendengar dan Memberi

Tanggapan Terhadap Masalah Anak-anak Panti... 60 Tabel 4.10 Dukungan Pengurus/Pengasuh Untuk Terbuka Terhadap

Mereka... 61 Tabel 4.11 Menerima dan Menghargai Pendapat Anak-anak Panti... 62 Tabel 4.12 Kebersediaan Pengurus/Pengasuh Mengkoreksi/Meninjau

(8)

Tabel 4.16 Mengenali Diri Sendiri ... 66

Tabel 4.17 Menggambarkan Diri Sendiri dan Identitas Anak-anak Panti... 67

Tabel 4.18 Peran dan Fungsi Diri di Panti Asuhan Elida ... 67

Tabel 4.19 Menerima Keadaan Diri Saat Ini Dengan Apa Adanya ... 68

Tabel 4.20 Pandangan Tentang Tingkah Laku Diri ... 69

Tabel 4.21 Kesesuaian Peranan dan Identitas Anak-anak Panti ... 70

Tabel 4.22 Kesadaran Anak-anak Panti Dalam Mengerjakan Segala Tugas.. 71

Tabel 4.23 Keaktifan Anak-anak Panti Bergaul Dengan Teman-temannya .. 72

Tabel 4.24 Rasa Minder Anak-anak Panti Akan Keadaannya Secara Fisik... 73

Tabel 4.25 Penilaian Secara Moral Anak-anak Panti Baik dan Rajin Beribadah Kepda Tuhan ... 74

Tabel 4.26 Penilaian Penampilan Diri Anak-anak Panti ... 74

Tabel 4.27 Kepuasan Anak-anak Panti Terhadap Dirinya Sendiri ... 75

Tabel 4.28 Merasa Diterima dan Dicintai ... 76

Tabel 4.29 Kedekatan Anak-anak Panti Dengan Pengurus/Pengasuh dan Lingkungannya ... 77

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini mengambil tema Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Pengurus Panti Asuhan Dalam Pembentukan Konsep Diri Anak-anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas komunikasi antarpribadi pihak pengurus terhadap anak-anak panti, untuk mengetahui tingkat kecakapan komunikasi antarpribadi pihak pengurus terhadap anak-anak panti dan untuk mengetahui pengaruh dan peranan komunikasi antarpribadi terhadap konsep diri anak-anak di Panti Asuhan Yayasan Elida Medan yang ditinjau dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan lama waktu tinggal di yayasan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Korelasional, yaitu metode yang mencari dan menjelaskan hubungan serta menguji hipotesa dan membuat prediksi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah self discloser atau sering disebut juga teori Jendela Johari, yang terdiri dari empat bingkai dan masing-masing bingkai menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami diri sendiridalam kaitannya dengan orang lain.

Objek penelitian ini adalah anak-anak panti asuhan Elida Medan yang berusia 11 – 19 tahun dan masih aktif serta tinggal dipanti asuhan Elida tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara yakni data sekunder yang diperoleh dari pengisian kuesioner sebanyak 54 buah sesuai dengan jumlah responden dan sumber bacaan yang dianggap relevan dan mendukung penelitian ini.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa table tunggal, analisa table silang dan uji hipotesa dengan menggunakan rumus Product Moment Corelations. Dari hasil penelitian ini diperoleh rxy = 0,52 dan untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel digunakan skala Guilford yang menunjukkan hubungan cukup berarti antara Komunikasi Antarpribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan. Untuk menguji tingkat signifikan pengaruh variabel x dan variabel y digunakan uji Z. Sementara untuk mengetahui besar kekuatan pengaruh variabel x dan variabel y digunakan uji determinasi kerelasi.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat, menanggapi dan mengambil kesimpulan tentang penyebab perilaku orang lain. Sejalan dengan itu kita juga menanggapi dan mempersepsikan diri kita sendiri. Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita yang disebut juga konsep diri (Rahmat, 2007 :99).

Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. (http://www.scribd.com/doc/22318053/konsep-diri).

Melalui konsep diri kita belajar memahami diri sendiri dan orang lain karena hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. akan tampak jelas dari seluruh perilakunya, dengan kata lain perilaku seseorang akan sesuai dengan cara individu memandang dan menilai dirinya sendiri.

(11)

individu memandang dirinya sebagai seorang yang kurang memiliki kemampuan melaksanakan tugas, maka individu itu akan menunjukkan ketidakmampuan dalam perilakunya (http : belajarpsikologi.com/2011/peran-konsep-diri-dalam-menentukan-prilaku/).

Meski konsep diri tidak langsung ada begitu individu dilahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungannya.Dalam pembentukan konsep diri komunikasi merupakan salah satu sarana penting. Dimana komunikasi merupakan sarana memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkann solusi alternatif atas masalah dan mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan. Melalui komunikasi kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan iri hati dan kebencian.

(12)

Banyak pendapat lain yang dapat menyimpulkan pengertian komunikasi, yakni komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang dan di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu dan definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan. Komunikasi juga menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama-sama terhadap topik pesan yang disampaikan.

(13)

komunikasi dan kesadaran akan apa yang kita dan orang lain lakukan ketika kita sedang berkomunikasi.

Jadi secara sederhana, komunikasi dikatakan efektif apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya dan secara umum komunikasi tersebut bisa dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksud oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

Ada beberapa bentuk komunikasi yang saat ini kita kenal, salah satunya adalah komunikasi antar pribadi. Dalam kehidupan manusia komunikasi bentuk ini sering kali digunakan. Komunikasi antar pribadi ini bisa kita temui dalam konteks komunikasi dua orang, dalam keluarga, kelompok maupun organisasi.

Komunikasi antar pribadi sebaga dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. pada dasarnya komunikasi antar pribadi merupakan jalinan hubungan interaktif antara seseorang individu dengan individu lainnya dimana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang komunikasi verbal, terutama yang bersifat lisan dan dalam kenyataan kerap kali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti senyum tertawa, dan menggeleng atau menganggukan kepala.

(14)

keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi

Komunikasi antar pribadi adalah salah satu faktor yang dapat menumbuhkan dan mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana individu tersebut terlibat didalamnya.

Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi individu terletak dalam diri individu dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam komunikasi antarpribadi pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persepsi si pengamat.

Komunikasi antar pribadi dapat dilihat dari dua sisi sebaga dar derajat komunikasi antarpribadi berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman komuniksi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat ata

Dalam diri setiap anak sudah melekat harkat dan martabat sebagai seorang manusia yang harus dijunjung tinggi, dijaga, dan dipelihara. Anak-anak berhak atas kelangsungan hidupnya. Berhak atas perlindungan dari setiap bentuk kekerasan mental, fisik, sosial, dan tindakan diskriminatif lainnya. Berbagai upaya perlindungan anak telah diatur lewat peraturan perundangan maupun konvensi. Aturan hukum dan konvensi itu mengatur tentang kesejahteraan anak, tentang usaha menyejahterakan dan melindungi mereka, tentang pengadilan anak, sampai pada mengatur tentang batas usia minimum seorang anak diperbolehkan bekerja.

(15)

hak-hak anak. Adanya ketentuan perundangan yang mengatur tentang anak patut disambut dengan baik sebab hal itu menandakan adanya perhatian pemerintah terhadap eksistensi, masa depan anak, dan pemenuhan hak anak. Hak anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia seperti tercantum dalam UUD 1945 dan Konvensi Hak-hak Anak (KHA) atau Convention on the Rights of Child (CRC) yang disetujui oleh majelis Umum PBB tanggal 20 November 1989 dan sudah diratifikasi dengan Kepres No 36 Tahun 1990

Maka dalam hal ini anak-anak panti asuhan yang memiliki latar belakang kurang beruntung dan berbeda-beda, maka sejak dini diperlukan pembentukan konsep diri yang positif baik dari pihak pengurus panti maupun dari lingkungannya. Sedini mungkin anak-anak panti asuhan ditanamkan konsep diri yang positif agar dapat berkembang dan tercermin perilaku-perilaku yang positif. Hal tersebut tidak terlepas dari peranan atau pengaruh komunikasi antarpribadi antara pengurus atau pengasuh anak-anak panti asuhan terhadap konsep diri yang ditanamkan kepada anak-anak panti asuhan tersebut. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya.

(16)

Melalui survei yang dilakukan bahwa seringnya pengurus panti asuhan melakukan komunikasi antarpribadi kepada anak-anak panti asuhan tersebut yang dilakukan secara bergantian, rutin dan terus menerus. Biasanya pihak pengurus panti mendatangi atau memanggil anak-anak tersebut pada saat istirahat santai, belajar, ataupun pada waktu luang tertentu baik pagi, siang dan malam hari.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Komunikasi Antarpribadi Pengurus Panti Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan di Panti Asuhan Elida Medan.”

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

”Sejauhmana Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan.”

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi dibatasi pada : Keterbuka, Empati, Dukungan, Sikap Positif dan Kesamaan.

(17)

dan Dimensi eksternal seperti : Diri fisik, Diri etik moral, Diri pribadi, Diri keluarga, Diri sosial.

3. Objek penelitian ini terbatas pada anak-anak panti asuhan yayasan Elida Medan yang berumur 11 – 19 tahun

4. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011.

I.4 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui efektifitas komunikasi antarpribadi pihak pengurus panti asuhan terhadap anak-anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan. 2. Untuk mengetahui tingkat kecakapan komunikasi antarpribadi pihak

pengurus terhadap anak-anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan. 3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarpribadi pengurus panti

terhadap konsep diri anak-anak di Panti Asuhan Yayasan Elida Medan.

I.5 Manfaat penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti dan sumbangan pikiran dalam ilmu komunikasi khususnya komunikasi komunikasi antarpribadi dan konsep diri.

2. Secara akademis, peneliti ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

(18)

I.6 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001 : 40).

Kerlinger menyatakan teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruk, sefinisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis, dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1995 : 37). Kerangka teori juga membantu penelitian dalam menentukan tujuan serta arah penelitian dan menjadi dasar pijakan agar langkah yang ditempuh selanjutnya dapat jelas dan konsisten. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah :

I.6.1 Komunikasi

Istilah komunikasi sudah tidak asing lagi dan sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya communis yang bermakna umum atau bersama-sama Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip (Fajar 2009:31)

(19)

atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, 2005 :41). Jika didalam komunikasi mampu menumbuhkan saling pengertian maka relasi itu akan amat produktif dan efektif.

Devito mendefinisikan komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan suatu efek dan kesempatan untuk arus balik (Fajar 2009:29).

Menurut Everett M. Rogers & Lawrence Kincaid (Fajar 2009:32), menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.

Menurut Berelson dan Steiner (1964), komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan symbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lainnya (Fajar 2009:32).

Rumusan Harold Laswell merupakan cara yang baik menggambarkan komunikasi adalah “who, says what, in which chanell, to whom, with what effect” atau “siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh bagaimana”. Sedangkan komunikasi menurut Carl I. Hovland adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate) (Mulyana, 2005 : 62).

(20)

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (communicate). Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pengertian oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

I.6.2 Komunikasi Antar Pribadi

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari komunikasi, salah satu komunikasi yang sering dilakukan oleh manusia adalah komunikasi antarpribadi.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang menmungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal

ataupun non verbal

Pada kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya karena komunikasi ini dinilai lebih ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan prilaku komunikan. Menurut Evert M. Rogers (Liliweri, 1991:13) ada beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu :

1. arus pesan dua arah

(21)

5. kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6. efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk saling mempengaruhi. Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989 :4) sebagai : proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Adapun ciri-ciri komunikasi antarpribadi menurut Devito (1976) dalam Liliweri (1997:13) adalah sebagai berikut :

1. keterbukaan (openness) :

Kesediaan untuk membuka diri dan mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan.

2. empati (empathy) :

Kesediaan seseorang untuk “mengetahui” apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain tersebut.

3. dukungan (suportiveness ) :

(22)

4. sikap positif (positiveness) :

Sikap positif terhadap diri sendiri dengan tetap menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain.

5. kesamaan (equality) :

Menerima pihak lain dan memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain.

I.6.3 Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita (Rakhmat 2005:99).

Konsep diri kita yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga dan orang-orang dekat lainnya disekitar kita, termasuk kerabat akan tetapi yang paling mempengaruhi adalah ketika kita berinteraksi dengan orang lain yakni pengharapan, kesan dan citra orang lain tentang kita. George Herbert Mead mengatakan setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakatan hal itu dilakukan lewat komunikasi (Mulyana 2005 : 8).

William Fitts membagi konsep diri dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut :

a. Dimensi Internal.

(23)

1. Diri Identitas (Identity Self)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar dan mengacu pada “pertanyaan siapakah saya ?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

2. Diri Pelaku (Behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”

3. Diri Penerima/Penilai (Judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standard, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan identitas pelaku.

b. Dimensi Eksternal

(24)

1. Diri Fisik (Physical Self)

Diri fisik yang menyangkut persepsi seorang terhadap keadaaan dirinya secara fisik. (cantik,, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus, dan sebagainya).

2. Diri Etik-Moral (Moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri keluarga (family self)

(25)

5. Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.

I.6.4 Teori Self Disclosure

Teori Self Disclosure sering juga disebut teori Johari Window atau Jendela Jauhari. Garis besar model teoritis Jendela Johari dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Terbuka

Diketahui diri sendiri dan orang lain

Buta

Tidak diketahui diri sendiri tetapi orang lain mengetahui

Tersembunyi

Diketahui diri sendiri tetapi tidak diketahui orang lain

Tidak Dikenal

Tidak diketahui diri sendir dan orang lain

(Mulyana 1996:13-15)

(26)

bahasa lain komunikasi antarpribadi tidak akan berjalan dengan baik bila masing-masing orang yang terlibat saling menutup diri.

I.7 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat menghantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 2001 : 40).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak, kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 57).

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumus hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannnya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioprasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel Bebas (X)

(27)

komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh pengurus panti terhadap anak-anak asuhannya di Panti Asuhan Elida.

b. Variabel Terkait (Y)

Variabel terkait adalah suatu variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rahmat, 2004 : 12). Variabel terkait dalam penelitian ini adalah pembentukan konsep diri anak-anak di panti asuhan Elida.

c. Variabel Antara (Z)

Variabel antara yang berada diantara variabel terikat, berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden (Nawawi 2001 : 58).

I.8 Model Teoritis

(28)

I.9 Oprasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka dibuat oprasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini, yaitu :

Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antarpribadi

Variabel Terikat (Y)

Konsep Diri Remaja

Variabel Antara (Z)

(29)

Variabel Teoritis Variabel Oprasional Komunikasi Antarpribadi (X) 1. Keterbukaan

2. Empati 3. Dukungan 4. Rasa Positif 5. Kesamaan

Konsep Diri (Y) 1. Dimensi Internal

a. Diri identitas (Identity Self)

b. Diri pelaku (Behavior Self) c. Diri penilai (Judging Self)

2. Dimensi Eksternal

a. Diri fisik (Physical Self) b. Diri etik-moral

(Moral-Ethical Self)

c. Diri pribadi (Personal Self) d. Diri keluarga (Family Self) e. Diri sosial (Social Self)

Karakteristik Responden (Z) a. Jenis Kelamin b. Usia

c. Pendidikan

(30)

I.10 Definisi Oprasional Variabel

Definisi oprasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi oprasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi oprasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46).

Definisi oprasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini

adalah :

a. Variabel bebas / X (komunikasi antarpribadi) terdiri atas :

1. Keterbukan : Sikap Terbuka pengurus dalam menyampaikan pesan kepada anak-anak panti asuhan Elida.

2. Empati : Kemampuan pengurus dalam memahami dan perduli terhadap perasaan anak-anak panti asuhan Elida.

3. Dukungan : Sikap pengurus yang mendukung keterbukaan dan empatik anak-anak panti asuhan Elida.

(31)

5. Kesamaan : Sikap pengurus dalam menerima dan memperlakukan anak-anak panti asuhan Elida secara adil.

b. Variabel Terikat / Y (Konsep Diri) terdiri atas :

1. Dimensi Internal : Penilaian yang dilakukan oleh anak-anak panti asuhan Elida terhadap diri pribadi.

a. Diri Identitas (Identity self) : Penilaian anak-anak panti asuhan Elida untuk menggambarkan diri dan identitasnya.

b. Diri Pelaku (Behavoiral Self) : Pandangan anak-anak panti asuhan Elida tentang tingkah lakunya dengan penuh kesadaran.

c. Diri Penilai (Judging Self) : Penerimaan anak-anak panti asuhan terhadap terhadap dirinya sendiri.

2. Dimensi eksternal : Penilaian anak-anak panti asuhan terhadap aktivitas yang dilakukannya.

a. Diri Fisik (Physical Self) : Pandangan anak-anak panti asuhan Elida tentang dirinya sendiri secara fisik.

(32)

c. Diri Pribadi (Personal Self) : Penilaan anak-anak panti asuhan Elida terhadap kepuasan diri pribadi.

d. Diri Keluarga (Family Self) : Pandangan anak-anak panti asuhan Elida mengenai peranan atau fungsi dirinya sendiri dalam keluarga.

e. Diri Sosial (Social Self) : Penilaian anak-anak panti asuhan Elida mengenai interaksi dan hubungannya dengan orang lain.

c. Variabel Antara / Z (Karakteristik Responden)

Karakteristik responden merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu yang berbeda satu dengan yang lain.

a. Usia : Umur responden saat mengisi kuisioner anak-anak panti asuhan Elida (11 – 19 tahun).

b. Jenis Kelamin : Penggolongan jenis kelamin responden, yakni laki-laki dan perempuan.

(33)

I.11 Hipotesis Penelitian

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu : hypo dan thesis. Hypo berarti : kurang dan thesis berarti : pendapat. Jadi hipotesis merupakan

kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis yaitu : dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Bungin, 2001:90).

Hipotesis adalah : suatu pernyataan sementara mengenai sesuatu yang menjadi kendala biasanya tidak diketahui. Dengan hipotesis penelitian menjadi tidak mengambang, karena dibimbing hipotesis tersebut.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan

konsep diri di Panti Asuhan Yayasan Elida Medan.

(34)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan individu, yang berhubungan erat dengan perilaku individu itu sendiri. Komunikasi merupakan proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dimengerti. Dalam penyampaian atau penerimaan informasi ada dua pihak yang terlibat yaitu : Komunikator : Orang atau kelompok orang yang menyampaikan informasi atau pesan dan Komunikan : orang atau kelompok orang yang menerima pesan

Komunikasi adalah medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran dan/atau pendapat

Banyak pendapat yang menyimpulkan pengertian komunikasi itu sendiri, diantaranya menurut Hovland, Janis & Kelley:1953 komunikasi adalah suatu proses seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain/khalayak

(35)

Menurut Weaver komunikasi adalah seluruh prosedur melalui pikiran seseorang yang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya. Sejalan dengan hal tersebut Barnlund mngatakan, komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego (Fajar 2009:28).

Devito (Effendy 2006:5) menjabarkan definisi komunikasi sebagai : ”kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan efek dan kesempatan untuk arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen, yaitu : Konteks, Sumber, Penerima, Pesan, Saluran , Gangguan, Proses penyampaian atau proses ecoding, Penerima atau proses decoding, Arus balik dan Efek”.

Sejalan dengan itu, Dance dan Larson (Vardiansyah 2004:9) mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan dan mengidentifikasikannya ke dalam tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaaan dari 126 definisi temuannya itu yaitu :

1. Tingkat observasi atau derajat keabstrakannya.

- Bersifat umum, Definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian yang lainnya dalam kehidupan.

- Bersifat khusus, Definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah alat untuk mengirimkan pesan militer, printah dan sebagainya melalui telepon, telegraf, radio, kurir dan sebagainya.

2. Tingkat Kesengajaan.

- Mensyaratkan kesengajaan, Definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan didasari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

- Mengabaikan kesengajaan, Definisi Gode (1959) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah sebagai proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang atau monopoli seseorang menjadi dimiliki dua orang atau lebih.

3. Tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan.

- Menekankan keberhasilan dan diterimanya pesan, Definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi untuk mendapatkan saling pengertian.

- Tidak menekankan keberhasilan, Definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses transmisi informasi.

(36)

Dictionary menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistim lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku (Fajar 2009:27).

yang dibicarakan untuk memudahkan

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaianpikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikaan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lainyang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Effendy 2006:11).

Halloran (1980) dalam Liliweri (1991), mengemukakan bahwa manusia melakukan komunikasi dikarenakan beberapa faktor, yakni : perbedaan antar pribadi , manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan., adanya perbedaan motivasi antar manusia dan kebutuhan akan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain.

Adapun tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan dan fungsi dari komunikasi adalah :

- Membangun konsep diri (establishing self – concept) - Eksitensi diri (self existence)

- Kelangsungan hidup (live continuity)

- Memperoleh kebahagiaan (obtaining happiness)

- Terhindar dari tekanan dan ketegangan (free from pressure and stress) (Fajar 2009:30).

Bentuk-bentuk komunikasi dalam kehidupan sehari-hari yang sering dilakukan dan dijumpai adalah :

- Komunikasi persona (personal communication)

1. Komunikasi intrapersona (intrapersonal comunication) 2. Komunikasi antarpersona (interpersonal comunication) - Komunikasi kelompok (group communication)

1. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) 2. Komunikasi kelompok besar (large group communication) - Komunikasi massa(mass communication)

(37)

II.2 Komunikasi Antarpribadi

Dalam kehidupanya, manusia selalu melakukan kegiatan komunikasi. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melaui komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai manfaat. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain, kita dapat mengetahui dunia luar, bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna, bisa memperoleh hiburan dan menghibur orang lain dan sebagainya (Fajar 2009:77).

Komunikasi antarpribadi (interpersonal) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal

Komunikasi antarpribadi dapat terjadi dalam kontek satu komunikator dengan satu komunikan (komunikasi diadik : dua orang) atau satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik : tiga orang). Lebih tiga orang biasanya dianggap komunikasi kelompok. Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media antarpribadi (non media massa), seperti telepon. Dalam tataran antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relatif setara. Efek dari komunikasi antarpribadi paling kuat diantara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (efek konatif) dari komunikannya, karena dapat memanfaatkan pesan verbal dan non verbal serta segera merubah atau menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif (Vardiansyah 2004: 30-31)

Barnlund 1968 mengemukakan, komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Rogers dalam Depari (1988) komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antar beberapa pribadi. Menurut Tan (1981), komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antar dua orang atau lebih (dalam Liliweri 1991:12)

Bochner, 1978; Cappella, 1987: Miler, 1990 (Devito 1997:231) mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam tiga ancangan utama yaitu :

- Berdasarkan komponen (Componential)

Maksudnya kita mengidentifikasi komponen-komponen atau elemen-elemen dalam tindak komunikasi antarpribadi

(38)

Maksudnya komunikasi berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang matap dan jelas.

- Berdasarkan pengembangan (Developmental)

Maksudnya suatu perkembangan atau kemajuan dari komunikasi tak pribadi pada satu ekstrim ke komunikasi pribadi di ekstrim yang lain. Secara umum Devito menyimpulkan komunikasi antarpribadi tersebut merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung dan dapat dilihat bahwa yang menjadi komunikator dalam penyampaian pesan hanya satu orang. Sedangkan yang bertindak sebagai komunikan, tidak terbatas. Karena definisi ‘orang lain’ disini bisa diartikan lebih dari satu orang

Tujuan – tujuan komunikasi antarpribadi yang dapat dilihat dari dua perspektif (Fajar 2009:80), yaitu :

- Tujuan – tujuan yang dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan – alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi antarpribadi bias mengubah sikap dan prilaku seseorang.

- Tujuan – tujuan yang dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi antarpribadi. Dengan demikian sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpribadi adalah kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih baik, bermakna dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar.

Efektivitas komunikasi antarpribadi menurut Devito (Devito 1997:259 – 264) mengandung lima ciri yaitu :

1. Keterbukaan (Opennes)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dalam komunikasi antarpribadi, yakni :

(39)

ada kesediaan untuk membuka diri dan mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan.

- Kedua, mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

- Ketiga, menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Sikap Positif (Positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi antarpribadi.

(40)

- Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi

3. Kesamaan (Equality)

(41)

4. Empati (Empathy)

Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, melalui sudut pandang dan kacamata orang tersebut. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain baik perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

5. Dukungan (Supportiveness)

Komunikasi antarpribadi akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku supportif. Maksudnya satu dengan yang lainnya saling memberikan dukungan terhadap pesan yang disampaikan. Jack R. Gibb (Fajar 2009:84), menyebutkan tiga perilaku menimbulkan sikap suportif, yakni :

- Deskriptif, suasana yang deskriptif akan menimbulkan sikap suportif dibanding dengan suasana yang evaluatif.

(42)

- Provisionalisme, seseorang yang memiliki sifat ini adalah orang yang memiliki sikap berfikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain bila memang pendapatnya keliru.

II.3 Konsep Diri

Setiap orang mempunyai gambaran dan pengertian tentang dirinya sendiri. Gambaran ini didapat dari pendapat diri sendiri dan orang-orang yang berpengaruh dalam hidup seseorang, yaitu orang tua, anggota keluarga dan lingkungan sekelilingnya.

Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri/ sifat) yang dimilikinya (Dayakisni, 2003:65).

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Konsep diri adalah faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya (Rakhmat 2005:104).

(43)

yang sangat banyak dan bervariasi mengenai dirinya. Fitts membagi konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu :

1. Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah bila seorang individu melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri atau dunia dalam dirinya sendiri terhadap identitas dirinya, perilaku dirinya, dan penerimaan dirinya. Dimensi internal terdiri dari :

a. Diri sebagai obyek/identitas (identity self)

Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling mendasar. Konsep ini mengacu pada pertanyaan "siapakah saya ?", dimana di dalamnya tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Identitas diri akan mempengaruhi cara individu mempersepsikan dunia fenomenalnya, mengobservasinya, dan menilai dirinya sendiri sebagaimana ia berfungsi. Identitas diri sangat mempengaruhi tingkah laku seorang individu, dan sebaliknya identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku.

b. Diri sebagai pelaku (behavior self)

(44)

identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

c. Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self)

Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standart serta pengevaluasi. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri, identitas dengan diri pelaku. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang individu akan dirinya atau seberapa jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang miskin dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar kepada dirinya, sehingga menjadi senantiasa penuh kewaspadaan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya akan lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan lebih memfokukan energi serta perhatiannya ke luar diri, yang pada akhirnya dapat berfungsi secara lebih konstruktif. Diri sebagai penilai erat kaitannya dengan harga diri (self esteem), karena sesungguhnya kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja hanya merupakan komponen utama dari persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama pembentukan harga diri.

(45)

2. Dimensi Eksternal, yang terdiri dari :

Pada dimensi eksternal individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktifitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berasal dari dunia di luar diri individu. Sebenarnya, dimensi eksternal merupakan suatu bagian yang sangat luas, namun yang dikemukakan oleh Fitts adalah bagian dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang. Bagian-bagian dimensi eksternal ini, dibedakan Fitts atas 5 (lima) bentuk, yaitu : a. Diri fisik (physical self)

Diri fisik, menyangkut persepsi seorang individu terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini, terlihat persepsi seorang individu mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, dan kurus).

b. Diri moral-etik (moral-ethical self)

Diri moral, merupakan persepsi seseorang individu terhadap dirinya sendiri, yang dilihat dari standart pertimbangan nilai-moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seorang individu mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seorang individu akan kehidupan agamanya, dan nilai-nilai moral yang dipegang seorang individu yang meliputi batasan baik dan buruk.

c. Diri pribadi (personal self)

(46)

seorang individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauhmana seorang individu merasakan dirinya sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan pada perasaan dan harga diri seorang individu dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian diri ini menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa kuat terhadap dirinya sendiri sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota dari suatu keluarga.

e. Diri sosial (social self)

Diri sosial merupakan penilaian seorang individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.

(47)

II.4 Teori Self Disclosure

Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang sama berkomunikasi dengan orang lain dapat meningkatkan pengetahuaan tentang diri kita. Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Teori self disclosure (Rakhmat 2005:107).

Teori self disclosure diperkenalkan oleh Joseph luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Teori ini dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam suatu gambar yang disebutnya Johari Window atau Jendela Johari. Berikut ini gambar Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain :

Terbuka

Diketahui diri sendiri dan orang lain

Buta

Tidak diketahui diri sendiri tetapi orang lain mengetahui

Tersembunyi

Diketahui diri sendiri tetapi tidak diketahui orang lain

Tidak Dikenal

[image:47.595.113.513.392.589.2]

Tidak diketahui diri sendir dan orang lain

(48)

1. Bidang I (Daerah Terbuka)

Daerah terbuka (open self) berisikan semua informasi, prilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan dan sebagainya yang diketahui oleah diri sendiri dan orang lain. Informasi yang dimaksud beragam mulai dari warna kulit, jenis kelamin, usia dan keyakinan. Daerah terbuka masing-masing individu akan berbeda-beda besarnya tergantung pada dengan siapa orang ini berkomunikasi. Ada orang yang membuat merasa nyaman dan mendukung. Komunikasi bergantung pada sejauhmana orang membuka diri kepada orang lain dan kepada diri sendiri. Jika tidak mengenal orang lain, maka komunikasi akan sangat sukar, demikian juga sebaliknya. Komunikasi akan bermakna jika saling mengenal. Untuk meningkatkan komunikasi, terlebih dahulu memperbesar daerah terbuka ini. Melukiskan suatu kondisi dimana antar pengurus atau pengasuh panti asuhan dengan anak-anak panti asuhan dalam mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga kedua belah pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka. 2. Bidang II (Daerah Buta)

(49)

antara kedua belah pihak baik pengurus dan anak-anak panti asuhan hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

3. Bidang III (Daerah Tersembunyi)

Daerah tersembunyi (hidden self) mengandung semua hal yang kita ketahui tentang diri sendiri dan tentang orang lain tetapi disimpannya hanya untuk diri sendiri. Ini adalah suatu daerah untuk merahasiakan segala sesuatu tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Dimana masalah hubungan antara kedua belah pihak baik pengurus maupun anak-anak panti asuhan yang diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

4. Bidang IV (Daerah Tidak Dikenal)

Daerah tidak dikenal (unknown self) adalah bagian dari diri kita yang tidak diketahui baik oleh kita sendiri maupun orang lain. Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian. Dimana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara pengurus dan siswa.

(50)

Luft (dalam Dedy Mulyana, 1996:19) menggambarkan beberapa ciri penyingkapan diri (self disclousure) yang tepat. Lima ciri penting tersebut adalah sebagai berikut :

1. Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung 2. Dilakukan oleh kedua belah pihak

3. Disesuaikan oleh keadaan yang berlangsung

4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-orang yang terlibat.

5. Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit.

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yaitu suatu metode yang menjelaskan hubungan diantara dua variabel atau lebih (Rakhmat,2007:27). Kelebihan metode korelasional adalah dapat mengukur hubungan diantara berbagai variabel, meramalkan variabel tidak bebas, dan memudahkan untuk membuat pandangan eksperimen. Sedangkan kelemahan metode ini adalah korelasi yang tinggi dapat menunjukkan hubungan sebab akibat.

III. 2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan Panti Asuhan Yayasan Elida Jl.Flamboyan Raya IV-A No.2 Tanjung Selamat Medan.

III.3 Populasi dan Sampel Penelitian

III.3.1 Populasi

(52)

ditarik kesimpulannya. Dari 70 orang populasi anak-anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan yang memenuhi kriteria adalah berjumlah 54 orang anak.

III.3.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat menggambarkan serta mewakili karakteristik dan sifat – sifat tertentu yang terdapat pada populasi. Dalam penelitian ini sampel yang diambil tidak secara keseluruhan yakni berjumlah 54 orang.

III.4 Teknik Pengambilan Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel (nonprobabilitas sampling) dengan cara sampling saturasi. Sampling saturasi sama sekali bukan

sampling, karena metode tersebut didefinisikan sebagai perolehan semua unsur sampel dalam populasi tertentu yang mempunyai karakteristik yang diinginkan penelliti (Kriyantono 2006 : 159). Adapun karakterisitik sampel yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu:

1. Anak-anak Panti Asuhan Elida yang masih berstatus aktif dan tinggal di Panti Asuhan Elida

2. Jenjang pendidikan antara : SD, SMP,SMA/SMK 3. Berumur 11 – 19 Tahun

III.5 Teknik Pengumpulan Data

(53)

1. Penelitian Lapangan (Field research)

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan survey di lokasi penelitian dengan menggunakan metode:

1. Observasi yaitu: pengumpulan data melalui pengamatan peneliti dengan menggunakan panca indera (Bungin, 2006:142)

2. Wawancara yaitu: pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan jawaban-jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam (Soehartono, 2004:67).

3. Kuesioner yaitu: dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang telah dibuat (Soehartono, 2004:64).

2. Penelitian Kepustakaan (Library research)

Penelitian ini merupakan data sekunder yakni data yang didapat melalui kepustakaan, dengan mempelajari buku-buku, majalah-majalah, bahan perkuliahan yang relevan dengan penelitian ini.

III.6 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 2006:263). Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dalam beberapa tahap analisa yaitu:

a. Analisa Tabel Tunggal

(54)

Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari 2 kolom yaitu frekuensi dan kolom persentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 2006:266).

b. Analisa Tabel Silang

Merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisa dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel yang lainnya, sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut positif atau negatif (Singarimbun, 2006:273).

c. Uji Hipotesa

Adalah pengujian dan statistik untuk mengetahui data hipotesa yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk mengetahui korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam rangka pembuktian benar atau tidaknya

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

1) Rumus Korelasi produk Moment

Untuk menguji tingkat hubungan antara variable X dan variable Y, menggunakan rumus korelasi produk moment (Pearson Product Moment Correlation), yang menurut Arikunto (1995:63-69) dalam Riduwan

(2006:110) adalah sebagai berikut:

(55)

n = banyaknya sampel

x = skor pengaruh komunikasi antarpribadi y = skor pembentukan konsep diri

Selanjutnya untuk melihat tinggi rendahnya korelasi yang digunakan skala Guilford (Rakhmat, 2007:29) sebagai berikut:

< 0,20 : hubungan rendah sekali, lemah sekali 0,20 – 0,40 : hubungan rendah tapi pasti

0,41 – 0,70 : hubungan yang cukup berarti 0,71 – 0,90 : hubungan yang tinggi, kuat

> 0,90 : hubungan Sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan

Kemudian untuk menguji tingkat signifikasi, karena N lebih besar dari 50 yaitu sebanyak 54 orang maka uji dengan uji Z (Rakhmat, 2007:29)

z =

1 1

n r

Dan tahap terakhir adalah besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y dihitung melalui koefisien determinasi yaitu :

D = r² x 100% Keterangan :

(56)

III.7 Pelaksanaan Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan melalui beberapa tahap proses pengumpulan data, yaitu :

III.7.1 Tahap Awal

Pada tahap awal peneliti terlebih dahulu meminta surat izin peneliti kepada bagian pendidikan FISIP USU untuk mengadakan kegiatan penelitian di lingkungan Yayasan Panti Asuhan Elida Medan. Surat izin ini kemudian ditujukan kepada pimpinan Yayasan Panti Asuhan Elida Medan, untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian.

III.7.2 Pengumpulan Data

Bagian ini merupakan bagian dari penelitian yang akan dilakukan, mengenai ”Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan”, dimana perolehan semua unsur sampel dalam populasi ini yang mempunyai karakteristik yang diinginkan penelliti berjumlah 54 orang. Adapun karakterisitik tersebut adalah berumur 11 – 19 tahun dan tinggal di dalam panti asuhan Elida Medan.

(57)

Kuesioner ini dibagikan kepada seluruh anak-anak panti asuhan yang menjadi responden di Yayasan Panti Asuhan Elida Medan.

Pada saat pengisian kuesioner peneliti akan membimbing para responden dalam pengisian data. Ini dilakukan agar para responden dapat mengisi data-data yang ada dikuesioner dengan baik.

III.8 Proses Pengolahan Data

Setelah nantinya peneliti berhasil mengumpulkan data dari 54 orang anak yang dijadikan responden, maka peneliti akan memulai pengolahan data. Adapun tahap pengolahan data yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut :

III.8.1 Penomoran Kuesioner

Penomoran kuesioner, yaitu kuesioner-kuesioner yang telah diisi oleh para responden dikumpulkan, lalu diberi nomor urut sebagai tanda pengenal (01 – 54).

III.8.2 Editing

(58)

III.8.3 Coding

Coding merupakan proses pemindahan jawaban-jawaban dari para responden ke kotak-kotak kode yang telah tersedia dalam kuesioner berupa bentuk angka (skor).

III.8.4 Inventaris Tabel

Inventaris tabel merupakan data mentah yang diperoleh dan dimasukkan ke dalam lembar Foltron Cobol (FC), sehingga memuat keseluruhan data dalam suatu kesatuan.

III.8.5 Tabulasi Data

Tabulasi data merupakan proses pemasukan data dari Foltron Cobol (FC) ke dalam tabel. Tabulasi ini terbagi atas tabulasi tunggal dan tabulasi silang. Sebaran data dalam tabel secara rinci meliputi kategori frekuensi, persentase dan selanjutnya dianalisa menggunakan rumus korelasi produk moment (Pearson Product Moment Correlation), menguji tingkat signifikasi dengan uji Z dan

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Deskripsi Panti Asuhan Elida Medan

Panti asuhan Yayasan Elida Medan merupakan salah satu panti asuhan yang ada di kota Medan. Panti asuhan Elida didirikan dengan basis kepercayaan umat Kristen Protestan yakni Alkitabiah. Panti asuhan Elida beralamat di Jl.Flamboyan Raya IV-A No.2 Tanjung Selamat Medan dan telah merawat / mengasuh anak-anak yatim piatu serta anak-anak kurang mampu hingga mereka selesai bersekolah ataupun dianggap sudah layak bekerja. Bagi anak-anak yang berprestasi pihak panti juga bersedia melanjutkan sekolah ke jenjang universitas atau sekolah tinggi Theologia.

IV.1.a Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Elida Medan

(60)

seseorang yang berbeda membawa anak-anak dari berbagai daerah di seluruh Indonesia kepada mereka dan dalam tiga bulan pernikahan mereka sudah diberikan 15 anak dari berbagai latar belakang untuk dirawat. Meskipun pada saat itu keadaan sangat sulit tetapi dengan senang hati mereka merawat dan memberi kasih sayang kepada anak-anak tersebut, karena mereka percaya Tuhan selalu menyediakan semua kebutuhan anak-anak dan keluarga mereka. Rev. Domianus dan Dewi akhirnya menyadari bahwa merawat anak-anak adalah panggilan bagi mereka dan rumah bagi anak-anak tersebut telah didirikan dan terdaftar oleh pemerintah kota Medan dengan lisensi resmi pada 6 Oktober 1990.

IV.1.b Visi dan Misi Panti Asuhan Elida Medan

Panti Elida merupakan rumah bagi anak-anak yang memiliki visi dan misi untuk memperkenalkan kasih Tuhan kepada anak-anak yang belum menerima cinta dan kasih sayang serta untuk membesarkan anak-anak dengan standar moral yang tinggi, yang mengasihi satu sama lain. Panti asuhan Elida juga memiliki visi dan misi untuk membesarkan anak-anak yang tidak lagi dipandang sebagai anak yatim piatu dari latar belakang buruk tetapi sebagai anak-anak yang memiliki tempat, kasih sayang dan moral yang baik bagi masyarakat kedepannya.

IV.1.c Kegiatan Anak-Anak Panti Asuhan Elida Medan

A. Kegiatan Harian

Pagi 05 : 00 WIB : Doa, Sarapan dan Sekolah

(61)

Sore 06 : WIB : Minum Teh dan Pertemuan Doa

Malam : Belajar dan Mengerjakan PR, Makan Malam, Tidur

B. Doa : Setiap anak-anak wajib diajarkan dan dilatih untuk berdoa puasa setiap hari Sabtu

C. Rapat Pertemuan : Dalam setiap rapat pertemuan selalu membahas perkembangan anak-anak

D. Disiplin Ilmu : Panti asuhan Elida Medan hanya memiliki sekolah tingkat dasar saja maka selanjutnya pihak pengurus mengirim anak-anak ke sekolah umum. Hingga sekarang banyak anak-anak yang sudah selesai bersekolah dan kembali ke masyarakat mendapat pekerjaan dan hidup berhasil.

E. Pendidikan : Anak- anak panti asuhan Elida mendidik anak-anak-anak mulai dari pra sekolah sampai ke universitas.

IV.2 Analisis Tabel Tunggal

(62)

IV.2.1 Karakteristik Responden

[image:62.595.143.466.309.426.2]

Karakteristik responden disajikan untuk mengetahui latar belakang responden. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah jenis kelamin responden, usia, tingkat pendidikan dan lama tinggal di Panti Asuhan Yayasan Elida Medan.

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

No Jenis Kelamin Frekuensi Percent (%)

1 Laki-laki 28 51,9

2 Perempuan 26 48,1

Total 54 100

P.1 / FC.03

(63)
[image:63.595.141.459.138.256.2]

Tabel 4.2 Usia Responden

No Usia Frekuensi Percent (%)

1 11 – 14 Tahun 31 57,4

2 15 – 19 Tahun 23 42,6

Total 54 100

P.02 / FC.04

Tabel 4.2 tersebut menunjukkan data tentang usia responden yang dijadikan objek penelitian ini. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden yang berada pada usia 11 – 14 tahun berjumlah 31 orang (57,4 %) dan usia 15 – 19 tahun adalah berjumlah 23 orang (42,6 %). Maka dari penjabaran tersebut dapat dilihat yang berusia 11 – 14 tahun lebih banyak dari pada yang berusia 15 – 19 tahun.

Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Percent (%)

1 SD 25 46,3

2 SMP 22 40,7

3 SMA/SMK 7 13,0

Total 54 100

[image:63.595.137.477.526.672.2]
(64)
[image:64.595.130.504.387.532.2]

Tabel 4.3 menunjukkan data tentang tingkat pendidikan responden. Berdasarkan tabel tersebut jumlah responden yang berada pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) adalah sebanyak 25 orang (46,3 %), responden yang berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama adalah sebanyak 22 orang (40,7 %) dan responden yang berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas adalah sebanyak 7 orang (13,0 %). Jumlah ini sesuai dengan usia responden yang lebih banyak berada pada 11 – 14 tahun. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas responden berada pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).

Tabel 4.4 Lama Responden Menempati Panti Asuhan Yayasan Elida

No Lama Menempati Yayasan Frekuensi Percent (%)

1 0 – 2 tahun (baru) 5 9,3

2 3 – 5 tahun (sedang) 12 22,2

3 Lebih dari 5 tahun (lama) 37 68,5

Total 54 100

P.04 / FC.06

[image:64.595.131.502.389.532.2]
(65)

37 orang (68,5 %). Dari penjabaran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas anak-anak Panti Asuhan Yayasan Elida medan sudah tergolong lama tinggal di lingkungan Yayasan tersebut, hal ini di karenakan kebanyakkan anak-anak berlatar belakang yatim piatu dan tidak mampu sehingga para wali atau orang tua yang kurang mampu menyerahkan anak-anak tersebut ke pihak Panti Asuhan Elida Medan.

[image:65.595.122.504.397.594.2]

IV.2.2 Komunikasi Antarpribadi / Variabel Bebas (X)

Tabel 4.5 Keterbukaan Pengurus/Pengasuh Dalam Berkomunikasi Kepada

Anak-anak Panti Asuhan

Gambar

Gambar tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4.4 diatas menunjukkan data tentang rentang waktu lamanya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mencoba untuk meihat peran komunikasi antar pribadi pada permainan siulasi peran atau role playing dalam menciptakan kepribadian pada anak di panti