FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KESEJAHTERAAN KARYAWAN
OUTSOURCING
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II
UNIT KEBUN SAWIT SEBERANG
SKRIPSI
OLEH :
DITA ANTANIA HANJANI
070309018
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KESEJAHTERAAN KARYAWAN
OUTSOURCING
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II
UNIT KEBUN SAWIT SEBERANG
SKRIPSI
OLEH :
DITA ANTANIA HANJANI
070309018
Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana
di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumtera Utara, Medan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Yusak Maryunianta, M.Si) (Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si NIP : 19620624 198603 1 001 NIP : 19650926 199303 1 002
)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Dzat yang senantiasa
memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Memperngaruhi Tingkat Kesejahteraan
Karyawan Outsourcing PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit
Seberang”. skripsi merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orangtua yang selalu
mendukung penulis untuk semangat dalam proses penulisan skripsi ini, terima
kasih kepada Dosen Pembimbing I, Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan
Dosen Pembimbing II, Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si yang telah
membimbing penulis sehingga penulis mencapai keberhasilan dalam
menyiapkan skripsi. Serta tidak lupa juga terima kasih kepada teman-teman
yang membantu dan memberi semangat kepada penulis agar secepatnya
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan. Amin.
Medan, Agustus 2012
DAFTAR ISI
Kegunaan Penelitian... 5
Hipotesis Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 6
Tinjauan Pustaka ... 6
Landasan Teori ... 15
Kerangka Pemikiran ... 22
METODE PENELITIAN... 25
Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25
Metode Penentuan Sampel ... 25
Metode Pengumpulan Data ... 27
Variabel Penelitian ... 27
Metode Analisis Data ... 27
Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS)... 31
Uji kesesuaian (test goodness of fit) model dan uji hipotesis ... 33
Definisi dan Batasan Operasional ... 36
Definisi ... 36
Batasan operasional ... 37
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN... 38
Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Unit Kebun Sawit Seberang ... 38
Letak geografis ... 39
Luas Areal ... 40
Struktur Organisasi ... 41
Karakteristik Sampel ... 52
Umur ... 55
Tingkat Pendidikan ... 56
Penghasilan/gaji ... 57
Lama Bekerja ... 58
Jabatan Kerja ... 59
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60
Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing PTPN II Kebun Sawit ... Seberang ... 60
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan ... Outsourcing PTPN II Kebun Sawit Seberang ... 62
Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 62
Uji kesesuaian (test goodness of fit) model dan uji hipotesis ... 64
Status Kemiskinan Karyawan Outsourcing Menurut Profesor Sajogyo di Daerah Penelitian ... 71
KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
Kesimpulan ... 74
Saran ... 74
Kepada Karyawan Outsourcing ... 74
Kepada Perusahaan ... 75
Kepada peneliti... 75
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Perbedaan Indikator Kesejahteraan dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan ... 18
2. Jumlah Populasi dan Sampel Karyawan Outsourcing di Kebun Sawit Seberang ... 26
3. Kriteria Penilaian Indikator Kesejahteraan Karyawan Outsourcing... 28
4. Perincian Luas Areal Kebun Sawit Seberang Tahun 2011 ... 42
5. Kebutuhan Karyawan PTPN II Unit Kebun Sawit Seberang 2011... 52
6. Produksi dan Produktivitas Selama Lima Tahun Terakhir ... 52
7. Jumlah Sampel Menurut Jenis Kelamin ... 53
8. Jumlah Sampel Menurut Kelompok Umur ... 54
9. Jumlah Sampel Menurut Tingkat Pendidikan ... 55
10. Jumlah Sampel Menurut Tingkat Penghasilan ... 56
11. Jumlah Sampel Menurut Lama Bekerja ... 58
12. Jumlah Sampel Menurut Jabatan Kerja ... 59
13. Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing PTPN II Kebun Sawit Seberang ... 60
14. Hasil Pengujian Multikolinearitas ... 63
15. Hasil Regresi Linear Berganda ... 65
16. Status kemiskina karyawan Outsourcing PTPN II Kebun Sawit Seberang ... 71
18. Harga Beras yang Dikonsumsi oleh Karyawan
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Skema Kerangka Pemikiran ... 24
2. Diagram Persentase Jumlah Sampel Menurut Jenis
Kelamin ... 53
3. Diagram Persentase Jumlah Sampel Menurut Kelompok
Umur ... 55
4. Diagram Persentase Jumlah Sampel Menurut Tingkat
Pendidikan ... 56
5. Diagram Persentase Jumlah Sampel Menurut Tingkat
Penghasilan/gaji ... 57
6. Diagram Persentase Jumlah Sampel Menurut Lama
Bekerja ... 58
7. Diagram Persentase Jumlah Sampel menurut Jabatan
Kerja ... 60
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Daftar Kuesioner Karyawan Outsourcing ... 79
2. Struktur Organisasi PTPN II Unit Kebun Sawit Seberang ... 83
3. Karakteristik Sampel ... 84
4. Skor Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing ... 86
5. Data Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing ... 87
6. Tingkat Kemiskinan Karyawan Outsourcing Menurut Profesor Sajogyo ... 88
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia
yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura,
peternakan dan perikanan. Sejara
tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor
ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian
besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan
perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di
negara kita (Subianto, 2011).
Industri perkebunan mulai berkembang di Nusantara dalam bentuk
usaha-usaha perkebunan berskala besar pada awal abad ke-19. Sejak awal itu hingga
menjelang kemerdekaan Indonesia, para pelaku usaha dari Belanda, Inggris,
Belgia, dan lain-lain, mulai membuka perkebunan-perkebunan karet, teh, kopi,
tebu, kakao, kina dan beberapa jenis rempah, lengkap dengan fasilitas
pengolahannya terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Berkembangnya usaha
perkebunan pada masa-masa itu telah mendorong terbukanya wilayah-wilayah
baru yang terpencil, berkembangnya sarana dan prasana umum, serta kolonisasi.
Sejalan dengan perkembangan waktu, perkebunan memodernisasi dirinya, dengan
diterapkannya sistem manajemen yang lebih baik serta diaplikasikannya berbagai
tekhnologi di bidang kultur teknis maupun pengolahan hasil
Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;
fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon,
penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu
sebagai perekat dan pemersatu bangsa (Junaidi, 2010).
Salah satu pendukung untuk mempercepat kemajuan dibidang pertanian
yaitu sektor perkebunan yang diintegrasikan ke sektor pertanian. Oleh sebab itu
PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara) tidak lari dari makna pasal
UUD 1945 dengan mencetuskan Tri Dharma perkebunan yaitu, pertama
peningkatan produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan,
baik untuk kepentingan konsumsi dalam dan luar negeri maupun peningkatan
ekspor non migas guna meningkatkan devisa Negara. Kedua, peningkatan
kesempatan kerja dengan cara memperluas lapangan kerja dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan
kesejahteraan petani dan karyawan pada khususnya. Ketiga, memelihara
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air dan kesuburan tanah menjamin
eksistensi usaha (Ananda, 2010).
Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah
masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD
1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia (Ananda,
2010).
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) merupakan Perusahaan Perkebunan
Milik Negara (BUMN). Perusahaan ini mempunyai produktivitas yang tinggi
dalam mengelola hasil-hasil perkebunan, hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
produktivitas kerja yang tinggi juga dari para karyawannya. Mustahil jika
perusahaan ini dapat maju tanpa etos kerja yang tinggi dari para karyawannya.
Targetan dan tujuan perusahaan dapat tercapai akibat kerja keras dari para
karyawan dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Oleh karena ujung tombak
perusahaan ini adalah karyawan, maka penting sekali perusahaan memperhatikan
kondisi karyawannya. Dalam hal ini kesejahteraan karyawan sangatlah
dibutuhkan untuk menunjang efektifitas pekerjaan dan juga agar tercapainya
target perusahaan.
Dalam penelitian Ananda (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan karyawan tetap di perkebunan adalah faktor gaji/penghasilan,
bonus, lembur, insentif, beras dan minyak, layanan kesehatan, dan pendidikan.
Berbeda halnya dengan karyawan tidak tetap (seperti karyawan outsourcing atau
biasa disebut karyawan harian lepas), yang tidak mendapatkan bonus, lembur,
insentif, beras, layanan kesehatan dan pendidikan dari perusahaan perkebunan.
Yang mereka dapatkan hanya gaji/penghasilan yang diberikan berdasarkan
prestasi kerja. Sehingga faktor-faktor tersebut tidak bisa digunakan untuk
mengukur kesejahteraan karyawan outsourcing.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan
kerja dengan pengusaha berdasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Bila merujuk kepada aturan yang berlaku, jenis hubungan kerja PKWT
hanya dapat diterapkan empat untuk jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan yang sekali
selesai, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan dari suatu usaha baru, produk
baru atau kegiatan baru, serta pekerjaan yang sifatnya tidak teratur (pekerja lepas)
(Budiadji, 2008).
Menurut penelitian terdahulu, dalam hal ini Ananda (2010), Iskandar
(2010), Lenny (2003), dan Hasibuan B. (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, umur,
tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal.
Dengan demikian, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan
outsourcing PT Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit Seberang.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah
yaitu sejauh mana tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah
penelitian?, bagaimana pengaruh jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji,
umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal terhadap
kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian?, dan bagaimana status
kemiskinan karyawan outsourcing di daerah penelitian menurut Profesor
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian; untuk mengetahui
pengaruh jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban
hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal tehadap kesejahteraan karyawan
outsourcing di daerah penelitian ; dan untuk mengetahui status kemiskinan
karyawan outsourcing menurut Profesor Sayogyo.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sebagai
masukan bagi pihak PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit Seberang
untuk lebih dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan outsourcing, serta
sebagai bahan informasi dalam bentuk penelitian kepada pihak-pihak yang
membutuhkan informasi mengenai kesejahteraan karyawan outsourcing di
perkebunan.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis penelitian
adalah, tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing adalah rendah; jumlah
tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban hutang keluarga,
dan lokasi tempat tinggal berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan karyawan
outsourcing; dan status kemiskinan karyawan outsourcing Profesor Sayogyo
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
Kesejahteraan kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang
luas dan mencakup berbagi segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang
suatu hal yang menjadi ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan bermula
dari kata sejahtera yang berarti aman, sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari
segala macam gangguan, kesukaran) tak kurang satu apapun. Sedangkan
kesejahteraan adalah keamanan atau keselamatan (kesenangan hidup);
kemakmuran (Basri, 1995).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kesejahteraan sosial dapat di
artikan, kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi atau keadaan sejahtera fisik,
mental, maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyakit
sosial tertentu saja. Kemudian pengertian tersebut disempurnakan, menjadi : suatu
kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik
antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai
secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar
supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun
komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan
masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola
masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi
Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang
ketentuan-ketentuan Pokok kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial ialah suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh
rasa keselamatan, kesusilaan, dan kententraman lahir dan batin, yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri, keluarga serta masyarakat dengan penunjang tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai pancasila (Suharto, 2005).
Dunkam (1999) mengemukakan yang dimaksud kesejahteraan sosial
adalah bagian kegiatan yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan dari segi sosial melalui pembangunan dan bantuan kepada orang
untuk memenuhi kebutuhan di dalam berbagai situasi seperti kehidupan keluarga
dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang dan hubungan sosial
(Ananda, 2010).
Jadi, dari pengertian kesejahteraan sosial diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kesejahteraan masyarakat adalah suatu cara dan penghidupan sosial
materiil dan spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir batin yang meningkat bagi setiap warga negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial bagi diri,
keluarga dan masyarakat (Ananda, 2010).
Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala
sesudah waktu kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Karyawan
Karyawan/pegawai adalah seseorang pekerja tetap yang bekerja dibawah
perintah orang lain dan mendapat kompensasi serta jaminan. Sedangkan
buruh/kuli adalah seorang pekerja harian atau honorer yang bekerja dibawah
perintah orang lain dan menerima balas jasa yang besarnya tertentu
(Hasibuan, 2000).
Ada 3 jenis perikatan kerja karyawan di perkebunan yaitu :
1. Perikatan permanen (kontrak tahunan, sistem dan beban kerja sama dengan
SKU (Syarat Kerja Umum), hanya saja hari kerja dibatasi dibawah 20 hari),
sistem kerja berdasarkan 1 HK (7 jam kerja) dan target kerja secara bersamaan
ditentukan sepihak oleh perusahan, upah antara Rp 29.000,- s/d Rp 31.500
tanpa jaminan sosial.
2. Perikatan semi permanen (kontrak borongan, model kerja sopir-kernet yang
kita sebut “paket hemat”, kepastian kerja tergantung pada fruktuasi panen, jam
kerja ada yang ½ HK (4 jam), ada yang 1 HK (8 jam) tergantung pada
fruktuasi panen tanpa jaminan sosial.
3. Outsourcing (buruh kontrak) baik resmi dan tidak resmi, kepastian kerja
ukuranya ½ HK (4 jam kerja), kompensasi upah sekitar Rp 8.000 s/d 15.000,-
Karyawan Outsourcing
Outsourcing adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain. Outsourcing diatur dalam UU 13/2003 dan Kepmenakertrans
220/MEN/X/2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain. Beberapa ketentuan pokok dalam outsourcing
adalah penyelenggara outsourcing harus berbadan hukum, hak-hak normatif harus
diberikan kepada karyawan outsourcing, bila hak-hak normatif tidak diberikan
maka demi hukum karyawan outsourcing itu menjadi karyawan dari perusahaan
pemberi pekerjaan. Karyawan outsourcing bisa merupakan karyawan tetap
ataupun kontrak, hal itu bergantung kepada sifat pekerjaannya (apakah memenuhi
syarat untuk kontrak) dan juga bergantung kepada kebijakan pengelola
outsourcing itu (Budiadji, 2008).
Ir. R. Malau, Asisten Kepala Unit Kebun Sawit Seberang (2011)
mengatakan, bahwa outsourcing di perkebunan berbeda dengan outsourcing di
perusahaan pada umumnya. Outsourcing yang terjadi di perkebunan terdiri dari
dua jenis, yang pertama yaitu tenaga kerja yang berasal dari masyarakat
perkebunan, yang kedua, perusahaan menyerahkan tanggung jawab kepada pihak
ketiga, yaitu CV atau pemborong untuk mencari orang yang digunakan sebagai
tenaga lepas yang dahulu disebut Karyawan Harian Lepas (KHL).
Karyawan outsourcing dulunya bernama KHL,dan masyarakat di daerah
perkebunan sampai sekarang masih menggunakan nama KHL untuk
pekerjaannya. Alasan perubahan nama ini karena perusahaan memberatkan
adanya peraturan Tenaga Kerja, dimana KHL yang merupakan buruh tidak tetap
Sehingga dengan adanya peraturan tersebut, perusahaan mengganti nama menjadi
karyawan outsourcing, karena sangat memberatkan pihak perusahaan perkebunan
apabila harus mengangkat banyaknya KHL yang telah bekerja selama 3 tahun
atau lebih sebagai karyawan tetap. Penggantian nama ini dimulai sejak awal tahun
2007. Besarnya pemberian upah kepada karyawan outsourcing dinilai berdasarkan
prestasi kerja, dimana prestasi kerja ini berdasarkan pekerjaannya. Sistem kerja
outsourcing adalah borongan. Contohnya, bagi karyawan outsourcing yang
bertanggung jawab dalam membersihkan piringan pohon kelapa sawit, diberikan
upah sesuai berapa banyak pohon atau berapa hektar yang telah dikerjakannya.
Begitu juga dengan karyawan outsourcing lainnya.
Untuk memperjelas status karyawan outsourcing di perkebunan khususnya
di PTPN II yaitu, karyawan outsourcing merupakan karyawan/buruh tidak tetap,
yaitu buruh kontrak yang hanya bekerja dalam jangka waktu tertentu, dan hanya
mendapatkan upah tanpa menerima bonus ataupun insentif seperti karyawan tetap.
Mereka dibayar berdasarkan prestasi kerja.
Bagi karyawan tetap yang telah mendapatkan SKU (Syarat Kerja Umum)
nasibnya sedikit lebih baik dibandingkan karyawan outsourcing. Ini karena
karyawan tetap memperoleh pelayanan Jamsostek dan mendapatkan catu beras.
Sedangkan karyawan outsourcing tidak mendapatkan proteksi apa-apa. Meskipun
beban dan resiko kerjanya sama dengan buruh tetap. Upah karyawan outsourcing
diberikan harian, Status legal karyawan outsourcing juga tidak menentu, karena
Kesejahteraan Karyawan
Hasibuan (2003) menyatakan bahwa pada hakekatnya konteks
kesejahteraan sosial juga meliputi kesejahteraan karyawan, meskipun dalam hal
ini pengertian kesejahteraan karyawan berbeda dari pengertian kesejahteraan
sosial. Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap (material dan
nonmaterial) yang ditentukan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar
produktifitas kerjanya meningkat.
Menurut Suharto (2005) tujuan pemberian kesejahteraan karyawan antara
lain sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan keterikatan karyawan pada perusahaan
2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta
keluarganya
3. Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan
4. Menurunkan tingkat absensi dan turnover karyawan
5. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman
6. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan
7. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas kerja karyawan
8. Mengefektifkan pengadaaan karyawan
9. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia
10.Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan
Memberikan kesejahteraan karyawan misalnya dengan kenaikan upah
kerja karyawan, memberikan santunan atau bahkan bantuan-bantuan sosial
lainnya agar si karyawan dapat hidup dengan layak serta dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Agar beban tidak terlalu berat maka diberikan
upah yang layak memenuhi kebutuhannya dan juga berupa santunan lainnya guna
menunjang kesejahteraannya (Hasibuan B, 2008).
Perusahaan Perkebunan
Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan, yang
dimaksud dengan perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan
tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk
mewujudkana kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia
atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Skala tertentu
adalah skala usaha perkebunan yang didasarkan pada luas lahan usaha, jenis
tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal, dan kapasitas pabrik yang diwajibkan
memiliki izin usaha (Junaidi, 2010).
Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan pendapatan
masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan devisa penerimaan
negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah,
negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan
(Junaidi, 2010).
Salah satu hasil kekayaan alam yang diharapkan mampu memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan pendapatan
asli daerah adalah pembangunan dan perkembangan perkebunan. Lebih jauh lagi,
perkebunan merupakan suatu andalan komoditas unggulan dalam menopang
pembangunan perekonomian nasional Indonesia, baik dari sudut pandang
pemasukan devisa Negara maupun dari sudut pandang peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan, dengan cara membuka lapangan kerja yang sangat
terbuka luas.
Komoditas perkebunan yang sangat mengalami perkembangan pesat,
yakni perkebunan kelapa sawit, yang saat ini menggeser kedudukan perkebunan
rakyat. Pergantian minat membuka perkebunan karet ke perkebunan sawit
dilatarbelakangi suatu pertimbangan dari sektor perekonomian. Pengelolaan
perkebunan karet, hasil panennya membutuhkan waktu yang panjang. Sementara
perkebunan, kelapa sawit membutuhkan waktu yang pendek. Secara proporsional,
pada umumnya sawit baru menghasilkan pada tahun ke-4, sehingga disebut TM
(tanaman menghasilkan). Umur ekonomisnya mencapai 25 tahun dengan total
produksi TBS (tandan buah segar) 553 ton atau rata-rata 24 ton TBS/Ha/tahun
atau setara dengan 6 ton Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit
mentah/Ha/tahun (tendemannya 25%). Dengan harga TBS Rp. 600/Kg, nilainya
Rp. 14,4 juta/Ha/tahun. Kalau dalam bentuk CPO, dengan harga Rp. 4.300/Kg,
maka nilainya sekitar Rp. 28,5 juta/Ha/tahun. Selain itu pendapatan yang
banyak dibandingkan dengan mengelola dan memanfaatkan kebun karet. Dengan
mengacu pada kondisi ini, pemerintah berusaha mendorong para pengusaha atau
pemilik modal untuk menanamkan investasi modalnya di bidang kelapa sawit
tersebut (Supriadi, 2010 : 544).
Kemiskinan
Prof. Sayogyo (IPB Bogor, 1971) mendefinisikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar,
khususnya beras.
BPS dan Departemen Sosial (2002) telah membuat definisi lengkap dari
kemiskinan dan garis kemiskinan, yaitu kemiskinan merupakan sebuah kondisi
yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk
makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau
batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah
yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan
setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri
dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang
dan jasa lainnya (Suharto, 2005).
SMERU dalam Suharto (2005 : 132) menunjukkan bahwa kemiskinan
memiliki beberapa ciri :
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang,
dan papan).
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan
dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita
korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan
terpencil).
Penyebab Kemiskinan menurut Lubis (2006) dalam Iskandar dkk (2010)
adalah :
1. Faktor alamiah, yaitu kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang
tidak memadai, adanya bencana alam, dan lain-lain.
2. Faktor non-alamiah, yaitu kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi
politik, dan kesalahan dalam mengelola sumber daya alam.
Landasan Teori
Hasil penelitian Ananda (2010) “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan DI PTPN IV Kebun Air Batu”, melalui
alat uji regresi linier berganda, ada empat faktor yang berpengaruh nyata dan
positif terhadap kesejahteraan karyawan, yaitu faktor gaji, bonus, insentif, dan
Hasil penelitian Iskandar dkk (2010) “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesejahteraan Keluarga”, mengatakan bahwa kesejahteraan keluarga banyak
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi :
pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, umur, kepemilikan
aset, dan tabungan. Sedangkan faktor eksternal meliputi : kemudahan akses
finansial pada lembaga keuangan, akses bantuan pemerintah, akses dalam kredit
barang/peralatan, dan lokasi tempat tinggal. Berdasarkan 4 indikator digunakan
untuk dibandingkan yaitu BKKBN; BPS; Pengeluaran Pangan; dan Persepsi
Keluarga, maka faktor internal yang memberikan pengaruh positif pada
kesejahteraan keluarga adalah pendapatan dan kepemilikan aset. Sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh positif adalah tempat tinggal dan kredit uang/barang.
Dalam penelitian Lenny (2003) “Analisis Tingkat Upah dan Kesejahteraan
Karyawan pada Beberapa Perusahaan Industri di Kota Medan” mengatakan
bahwa tingkat kesejahteraan dinilai dalam konsep kemiskinan mutlak dimana
garis kemiskinan merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin.
Upah secara langsung sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan, yang dihitung
berdasarkan tingkat upah yang disetarakan beras untuk menggambarkan taraf
kehidupan karyawan menurut klasifikasi Prof. Sayogyo.
Penelitian Hasibuan B. (2008) “Upaya PT. Perkebunan Nusantara IV
(Persero) di Kebun Marihat untuk Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan”,
mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan secara
positif adalah upah yang dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang, pangan dan
fasilitas rumah tangga; penyediaan fasilitas penerangan; pemberian jaminan
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif atau faktor penyebab tidak
sejahtera seorang karyawan adalah tidak tersedia transportasi untuk karyawan
rendahan, kecuali mandor afdeling; jaminan sosial tenaga kerja yang tidak
memenuhi; pelayanan rumah sakit yang kurang baik; fasilitas peribadatan yang
kurang memadai; penyedian fasilitas tempat olahraga yang kurang memadai; dan
fasilitas MCK (mandi cuci kakus) yang kurang memadai.
Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah
masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD
1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan
mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.
Indikator kesejahteraan rakyat menurut BPS (2008) adalah : (1)
kependudukan; (2) kesehatan dan gizi; (3) pendidikan; (4) ketenagakerjaan; (5)
taraf dan pola konsumsi; (6) perumahan dan lingkungan; dan (7) sosial lainnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan adalah jumlah
tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, umur, tabungan, beban hutang
keluarga, dan lokasi tempat tinggal. Perbedaan indikator kesejahteraan dengan
Tabel 1. Perbedaan Indikator Kesejahteraan dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan
INDIKATOR KESEJAHTERAAN MENURUT BPS (2008)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEJAHTERAAN KARYAWAN • Kependudukan
• Kesehatan dan Gizi • Pendidikan
• Ketenagakerjaan • Taraf Pola Konsumsi • Perumahan dan Lingkungan • Kegiatan Sosial
• Jumlah tanggungan keluarga • Penghasilan/gaji
• Umur • Tabungan
• Beban hutang keluarga
• Jarak rata-rata lokasi tempat tinggal dari pusat layanan pendidikan, kesehatan dan perdagangan terdekat
Pratiwi (2009) menyatakan, yang menjadi variabel independent dalam
faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan karyawan antara lain :
1. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang hidupnya ditanggung oleh
kepala keluarga yang tinggal dalam satu rumah tangga, termasuk kepala rumah
tangga itu sendiri. Karena semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka
kebutuhan keluarga dapat semakin tidak terpenuhi, maka semakin rendah tingkat
kesejahteraan keluarga.
2. Penghasilan/gaji
Pada penjelasan pasal 88 UU No. 13/2003, yang dimaksud dengan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan
atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu
memenuhi kebutuhan hidup pekerja/ buruh dan keluarganya secara wajar yang
meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan,
Pendapatan adalah jumlah uang yang dihasilkan rumah tangga selama satu
bulan bekerja. Pendapatan dapat berupa bantuan dari orang yang tinggal bersama
dalam satu rumah tangga. Cara pengukuran tinggi rendahnya tingkat pendapatan
total keluarga ini berdasarkan jumlah kecukupan pemenuhan kebutuhan keluarga
dalam sebulan, yaitu lebih besar dari satu juta ( > Rp. 1.000.000,-). Semakin
tinggi pendapatan keluarga maka kebutuhan keluarga semakin terpenuhi, maka
semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan keluarga.
3. Umur
Menurut Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan
menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
4. Tabungan
Tabungan adalah menyimpan sebagian pendapatan seseorang yang tidak
dibelanjakan sebagai cadangan yang dapat digunakan sewaktu-waktu bila
diperlukan. Semakin tinggi pendapatan keluarga, kesempatan untuk menabung
akan semakin besar. Dan akhirnya semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga.
5. Beban Hutang Keluarga
Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik
pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari
sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Semakin banyak beban hutang
pendapatan yang telah diterima. Oleh karena itu, semakin sedikit hutang
seseorang, maka tingkat kesejahteraan seseorang akan semakin tinggi.
6. Jarak rata-rata lokasi tempat tinggal dari pusat layanan pendidikan, kesehatan
dan perdagangan terdekat
Dalam pengertian sehari-hari, jarak merupakan estimasi jarak fisik dari
dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu (misalnya jarak tempat tinggal
dengan lokasi kerja). Semakin jauh jarak antara lokasi tempat tinggal seseorang
dengan pusat layanan pendidikan, kesehatan dan perdangan terdekat, maka
semakin rendah tingkat kesejahteraan. Karena kesempatan untuk mendapat
pelayanan pendidikan, kesehatan, dan perdagangan jauh lebih kecil yang
disebabkan oleh jarak.
Pelaksanaan pembangunan tidak semata-mata diarahkan hanya untuk
mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga ditekankan pada
peningkatan pemerataan pendapatan, yang pada gilirannya diharapkan dapat
mengurangi kesenjangan pendapatan yang juga nantinya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan penanggulangan kemiskinan,
pemerintah telah melaksanakan berbagai penanggulangan kemiskinan. Secara
teoritis, semakin banyaknya program penanggulangan kemiskinan menjadikan
jumlah kemiskinan dapat ditekan serendah mungkin. Sistem desentralisasi juga
memungkinkan pelayanan kepada masyarakat miskin semakin cepat dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Sayangnya, dari sejumlah hasil penelitian tentang
program-program pengentasan kemiskinan, ternyata hasilnya sama dengan
Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup secara layak.
Jika tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum maka orang
atau keluarga itu disebut miskin. Tingkat pendapatan minimum merupakan
pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin, ini sering disebut garis
kemiskinan (poverty line), dan dikenal sebagai garis kemiskinan mutlak
(absolute).
Ada pula yang disebut kemiskinan relatif, kemiskinan ini tidak ada garis
kemiskinannya. Seseorang yang tinggal di kawasan elit, yang sebenarnya
memiliki pendapatan sudah cukup mencapai kebutuhan minimum, tetapi
pendapatannya masih jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan masyarakat
sekitarnya. Orang atau keluarga tersebut merasakan dia masih miskin, karena
kemiskinan relatif ini lebih banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan
(Tarigan dan Lily, 2006).
Menurut Tarigan dan Lily (2006), garis kemiskinan ditentukan oleh
kebutuhan minimum, kebutuhan minimum ini dipengaruhi oleh :
1. Adat/kebiasaan/selera
2. Tingkat pembangunan
3. Iklim/lingkungan/daerah
4. Umur/jenis kelamin/suku
5. Status sosial (Tarigan dan Lily, 2006).
Patokan atau garis kemiskinan yang digunakan untuk menentukan taraf
yang pendekatannya memakai data pengeluaran rumah tangga. Besar pengeluaran
rumah tangga ini disetarakan nilainya dalam bentuk ekuivalen beras perkapita
sebagai indikator kemiskinan. Beliau membedakan tingkat ekuivalen konsumsi
beras di daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan, apabila
seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen beras kurang dari 240 Kg/Kapita
/Orang/Tahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin, sedangkan
untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar ekuivalen beras 360 Kg/Kapita
/Orang/Tahun.
Kerangka Pemikiran
Dalam setiap perusahaan, karyawan secara tidak langsung mempengaruhi
peningkatan produksi. Maka dari itu perusahaan berhak untuk memberikan
kompensasi yang sesuai, baik itu kompensasi langsung maupun tidak langsung
kepada karyawannya. Kompensasi langsung yang berupa upah/gaji dan
kompensasi tidak langsung berupa kesejahteraan karyawan.
Dalam aspek kesejahteraan sosial, dampak kehadiran perkebunan tidak
mengalami perbaikan yang berarti. Padahal dalam berbagai kesempatan
pemerintah sering mengatasnamakan perbaikan kesejahteraan, mengentaskan
kemiskinan dan pengangguran untuk pengembangan dan perluasan perkebunan
dengan cara mengundang investasi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kehidupan buruh, terutama
karyawan outsourcing tidak mengalami kesejahteraan yang baik. Akses untuk
mendapat kesehatan di lingkungan pekerjaan dan pelayanan kesehatan dari
buruh. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kesejahteraan mereka adalah
jumlah tanggungan, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan
lokasi tempat tinggal.
Kemiskinan juga berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan. Oleh
karena itu, peneliti juga merasa perlu untuk meneliti tingkat kemiskinan dilihat
dari pengeluaran/konsumsi rumah tangga berdasarkan ukuran yang telah
ditentukan.
PTPN II memiliki sejumlah karyawan, yang akan mempengaruhi
produktivitas perusahaan tersebut. Maka perusahaan dalam hal ini seharusnya
dapat memberikan kesejahteraan yang sesuai dengan pekerjaan karyawan baik itu
karyawan tetap maupun tidak tetap (outsourcing). Tapi dalam kenyataan,
karyawan outsourcing tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak.
Kesejahteraan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang apabila faktor-faktor
tersebut dapat dipenuhi maka karyawan outsourcing termasuk dalam kategori
tinggi tingkat kesejahteraannya. Tapi dengan mengetahui keadaan di lapangan,
bahwa karyawan outsourcing hanya mendapatkan upah atau gaji tanpa bonus,
insentif, ataupun jamsostek yang biasa diperoleh karyawan tetap, peneliti
mempunyai dugaan bahwa tingkat kesejahteraan mereka rendah. Karena tidak
semua faktor-faktor kesejahteraan dapat dipenuhi. Apabila tingkat kesejahteraan
Keterangan :
= menyatakan pengaruh
= menyatakan faktor yang mempengaruhi
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit Seberang
PTPN II
Karyawan Outsourching
Kesejahteraan
rendah
tinggi sedang
Jumlah tanggungan keluarga
Penghasilan/gaji
umur
tabungan
beban hutang
keluarga
lokasi tempat tinggal
Kemiskinan
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yaitu dengan
pertimbangan bahwa daerah dipilih secara cermat agar sesuai dengan kondisi yang
diharapkan, yaitu tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing adalah rendah.
Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit
Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat. Alasan penulis
memilih perusahaan ini adalah karena PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Sawit
Seberang merupakan salah satu perusahaan perkebunan agribisnis yang besar,
yang memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak khususnya karyawan
outsourcing.
Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah para karyawan
outsourcing yang tersebar di sembilan Afdeling Unit Kebun Sawit Seberang yang
berjumlah 360 orang. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penentuan
sampel Stratified Random Sampling. Menurut Arikunto (2006), metode
pengambilan sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling) adalah
metode pemilihan sampel denga cara membagi populasi ke dalam
kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil
secara acak dari tiap strata tersebut. Apabila anggota-anggota populasi tidak
homogen, maka proses pengambilan sampel dengan metode acak sederhana akan
menimbulkan bias, karena keheterogenan yang ada pada anggota populasi akan
berpengaruh terhadap informasi yang diperoleh dari variabel yang diobservasi.
Pada kondisi tersebut perlu dilakukan pembagian anggota-anggota populasi ke
dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen tersebut. Agar standar deviasi
yang diperoleh tetap kecil, maka satuan sampel yang relatif homogen dalam
karakteristik yang diteliti dijadikan satu kelompok yang dinamakan strata. Dengan
demikian variasi yang ada antar strata mengggambarkan variasi dalam tiap strata
(Arikunto, 2006).
Tabel 2. Jumlah Populasi dan Sampel Karyawan Outsourcing di Kebun Sawit Seberang
No Afdeling Populasi (x) Jumlah Sampel (n)
n = x Y
Sumber : PTPN II Kebun Sawit Seberang, 2011
Keterangan :
=
Jumlah populasi karyawan outsourcing (360 orang) Y = Total sampel yang akan diambil (30 KK)Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari karyawan
outsourcing melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu (kuisioner). Data sekunder adalah data
yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari buku yang bisa dijadikan
sebagai referensi dan berbagai instansi atau lembaga terkait.
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel dependent (terikat) adalah tingkat kesejahteraan karyawan
outsourcing, dinyatakan dalam Y.
2. Variabel independent (bebas), terdiri dari enam variabel, dinyatakan dalam x,
yaitu jumlah tanggungan keluarga (X1), penghasilan/gaji (X2), umur (X3),
tabungan (X4), beban hutang keluarga (X5), dan lokasi tempat tinggal (X6).
Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah (1), bagaimana tingkat kesejahteraan karyawan
outsourching di daerah penelitian? Dianalisis secara deskriptif dengan menskor
Tabel 3. Tabel Kriteria Penilaian Indikator Kesejahteraan Karyawan Outsourcing
Indikator Tingkat Kesejahteraan Kategori Skor
1. Angka kesakitan (sering sakitnya karyawan dan keluarga dalam 1 tahun)
≥ 6 kali
2. Jenis pengobatan Medis (Dokter, puskesmas) Mantri atau bidan
Non Medis (dukun, pengobatan alternatif, beli obat di warung)
3 2 1
3. Frekuensi makan dalam satu hari ≥ 3 kali 2 kali 1 kali
3 2 1
4. Jenis makanan yang dikonsumsi Karbohidrat, protein, lemak, vitamin
5. Pendidikan anak Perguruan Tinggi
SMA – SMP SD
3 2 1
6. Banyaknya anak pada usia sekolah yang masih sekolah dan tidak sekolah
≥ 4 orang
7. Kemampuan menyekolahkan anak Mampu Kurang mampu Tidak mampu
3 2 1
8. Tingkat alokasi pengeluaran/bulan Biaya konsumsi pangan lebih rendah dari biaya konsumsi non pangan
Biaya konsumsi pangan sama dengan biaya konsumsi non pangan Biaya konsumsi pangan lebih tinggi daripada biaya konsumsi non pangan
3
2
1
9. Pemenuhan kebutuhan pangan Mencukupi Kurang mencukupi Tidak mencukupi
3 2 1 10. Frekuensi membeli pakaian Sering (1 – 4 bulan sekali)
Kadang-kadang (2x dalam 1 tahun) Jarang (1 tahun sekali)
3 2
1
11. Pemenuhan kebutuhan sandang Mencukupi Kurang mencukupi Tidak mencukupi
3 2 1
12. Status kepemilikan rumah Milik pribadi Sewa / kontrak Milik perusahaan
13. Kualitas bangunan rumah Dinding batu
Dinding setengah batu Dinding papan / tepas
3 2 1
14. Alat penerangan Listrik > 450 Watt Listrik 450 Watt Tidak ada listrik
3 2 1
15. Kelayakan tempat tinggal antara luas bangunan dengan anggota keluarga
Memadai
16. Perabotan rumah yang dimiliki Memadai Kurang memadai Tidak memadai
3 2 1
17. Fasilitas MCK (Mandi, cuci, kakus) Baik Kurang baik Tidak baik
3 2 1
18. Rekreasi Sering (setiap bulan/tahun)
Kadang-kadang (3-5 kali / tahun) Jarang (1-2 kali/tahun)
3 2 1
19. Kegiatan sosial (pesta, acara keagamaan, pemakaman, dll)
Setiap minggu dalam sebulan 2 kali sebulan
1 kali selama 2 bulan
3 2 1
20. Kendaraan yang dimiliki Sepeda motor dan sepeda Sepeda
Tidak memiliki kendaraan
3 2 1
Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing
adalah antara 20 - 60. Menurut Irianto (2004), mengukur range dari dua variabel
digunakan rumus:
Range =
Range = = 13
Jumlah skor tingkat kesejahteraan karyawan adalah 21 – 63 dengan range 14,
sehingga dapat dikategorikan sebagai berikut :
20 - 32 = Tingkat kesejahteraan rendah
33 - 46 = Tingkat kesejahteraan sedang
47 - 60 = Tingkat kesejahteraan tinggi
terhadap kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian (X6) dianalisis
dengan menggunakan Regresi Linier Berganda, untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas menggunakan
model ekonometrika dengan meregresi variabel-variabel yang ada dengan
menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Fungsi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6)
Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi
linear berganda (multiple regression) dengan spesifikasi model sebagai berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + μ
Dimana :
Y = tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing (dalam pengeluaran rumah
tangga, dalam satuan Rp)
X1 = jumlah tanggungan keluarga (Orang)
X2 = Penghasilan/gaji (Rp)
X3 = umur (tahun)
X4 = tabungan (Rp)
X5 = beban hutang keluarga (Rp)
X6 = jarak rata-rata lokasi tempat tinggal dari pusat layanan pendidikan,
kesehatan dan perdagangan terdekat (Km)
α = Intercept/ konstanta
β1- β6 = Koefisien regresi
Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS)
Sebelum dilakukan uji kesesuaian (goodness of fit) model, perlu dilakukan
uji asumsi untuk mendeteksi terpenuhinya asumsi-asumsi dalam model regresi
linier tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing yang dispesifikasi. Hasil
pengujian asumsi klasik diuraikan pada bagian berikut.
1. Uji asumsi multikolinieritas
Salah satu dari asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa tidak
terdapat multikolineritas di antara variabel yang menjelaskan yang termasuk
dalam model (Gujarati, 1988). Uji asumsi multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah ditemukan adanya korelasi atau hubungan antar variabel eksogen
dalam model regresi. Korelasi di antara variabel eksogen seharusnya tidak terjadi
dalam model regresi yang baik. Cara mendeteksi terjadinya multikolinieritas
dalam model regresi adalah sebagai berikut.
a. Jika nilai koefisien determinasi (R2) tinggi; dalam uji secara serempak (F-test),
variabel-variabel eksogen secara serempak berpengaruh nyata terhadap
variabel endogen; tetapi dalam uji secara parsial (t-test), variabel-variabel
eksogen secara parsial banyak yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen, maka hal ini mengindikasikan terjadinya multikolinieritas.
b. Menganalisis matriks korelasi antar variabel-variabel eksogen. Jika antar
variabel eksogen ada korelasi yang cukup tinggi, umumnya di atas 0,90, maka
hal ini mengindikasikan terjadinya multikolinieritas.
c. Melihat nilai standard error. Nilai standard error yang besar mengindikasikan
terjadinya multikolinieritas.
Jika toleransi < 0,10 dan VIF > 10 : terjadi multikolinieritas.
Jika toleransi > 0,10 dan VIF < 10 : tidak terjadi multikolinieritas.
2. Uji asumsi heteroskedastisitas
Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah
bahwa gangguan (disturbance) atau residual yang muncul dalam fungsi regresi
populasi adalah homoskedastik, yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians
yang sama (Gujarati, 1988). Uji asumsi heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain dalam model regresi. Jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara mendeteksi
terjadinya heteroskedastisitas dalam model regresi dengan Program SPSS adalah
sebagai berikut.
Analisis grafik
Analisis grafik dilakukan dengan cara melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel endogen, yaitu Y: ZPRED dengan residualnya X: SRESID.
Dengan kriteria uji sebagai berikut.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit): terjadi
heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
Uji kesesuaian (test goodness of fit) model dan uji hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik
disebut signifikan secara sratistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila
nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006).
Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang
dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat siginifikansi tiap-tiap
variabel yang diteliti.
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel endogen. Koefisien
determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel eksogen
dalam menjelaskan variabel endogen.
1. Uji pengaruh variabel secara serempak
Uji pengaruh variabel secara serempak pada dasarnya menunjukkan
apakah secara serempak semua variabel eksogen yang dimasukkan dalam model
berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Uji pengaruh variabel secara
serempak dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi
secara serempak.
Untuk menguji hipotesis 2, yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing, digunakan Uji F (F-test). Dengan
kriteria uji sebagai berikut.
Jika Fhitung > Ftabel atau jika signifikansi F < α : tolak Ho atau terima H1.
Di mana :
Ho : secara serempak, variabel penggunaan jumlah tanggungan,
penghasilan/gaji, umur, tabungan, hutang, dan jarak lokasi tempat tinggal
ke pusat layanan terdekat tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing;
H1 : secara serempak, variabel penggunaan jumlah tanggungan,
penghasilan/gaji, umur, tabungan, hutang, dan jarak lokasi tempat tinggal
ke pusat layanan terdekat berpengaruh nyata terhadap variabel tingkat
kesejahteraan karyawan outsourcing.
2. Uji pengaruh variabel secara parsial
Uji pengaruh variabel secara parsial pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel eksogen secara parsial dalam menerangkan variasi
variabel endogen. Uji pengaruh variabel secara parsial dimaksudkan untuk
mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial.
Untuk menguji hipotesis 2, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kesejahteraan karywan outsourcing, digunakan Uji t (t-test). Dengan kriteria uji
sebagai berikut.
Jika thitung < ttabel atau jika signifikansi t > α : terima Ho atau tolak H1.
Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : tolak Ho atau terima H1.
Di mana :
Ho : secara parsial, variabel penggunaan jumlah tanggungan, penghasilan/gaji,
terdekat tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tingkat kesejahteraan
karyawan outsourcing;
H1 : secara parsial, variabel penggunaan jumlah tanggungan, penghasilan/gaji,
umur, tabungan, hutang, dan jarak lokasi tempat tinggal ke pusat layanan
terdekat berpengaruh nyata terhadap variabel tingkat kesejahteraan
karyawan outsourcing.
Untuk identifikasi masalah (3), bagaimana status pendapatan karyawan
outsourcing di daerah penelitian dilihat dari garis kemiskinan menurut Profesor
Sajogyo? untuk menentukan taraf hidup golongan masyarakat tertentu
mendasarkan pada kriteria Sajogyo (1982), yang pendekatannya memakai data
pengeluaran rumah tangga. Besar pengeluaran rumah tangga ini disetarakan
nilainya dalam bentuk ekuivalen beras perkapita sebagai indikator kemiskinan.
Beliau membedakan tingkat ekuivalen konsumsi beras di daerah pedesaan dan
perkotaan. Untuk daerah pedesaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi
ekuivalen beras kurang dari 240 Kg/Kapita/Orang/Tahun, maka yang
bersangkutan digolongkan sangat miskin, sedangkan untuk daerah perkotaan
ditentukan sebesar ekuivalen beras 360 Kg/Kapita /Orang/Tahun.
Sebagai contoh, apabila si A merupakan warga Desa X. Konsumsi atau
pengeluaran keluarga per bulan adalah Rp. 1.500.000, dan beras yang ia konsumsi
adalah beras dengan harga Rp. 8.000/kg. Untuk mengetahui status kemiskinan si
A, maka dapat dilihat dengan kriteria berikut :
Y < P1 x P2 , maka dikategorikan tidak miskin
Y > P1 x P2 , maka dikategorikan miskin
Y = konsumsi/pengeluaran (Rp)
P1 = harga beras yang dikonsumsi (Rp/Kg)
P2 = ekuivalen beras daerah pedesaan, 240 Kg/Kapita/Orang/Tahun.
Jadi, untuk mengetahui status kemiskinan si A, dapat kita hitung :
Y = Rp. 8.000 x 240
= Rp. 1.920.000
Maka, Y merupakan konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 1.500.000, dan nilainya
lebih kecil daripada hasil perkalian P1 dengan P2, yang diketahui dengan kriteria
sebagai berikut :
Y < P1 x P2
Sehingga dapat disimpulkan bahwa si A termasuk dalam kriteria tidak miskin.
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat
beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
Definisi
1. Kesejahteraan adalah suatu cara dan penghidupan sosial materil dan spiritual
yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin
yang meningkat bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha
pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial bagi diri, keluarga dan
masyarakat.
2. Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap (material dan
nonmaterial) yang berisikan berdasarkan kebijaksanaan.
3. Karyawan/pegawai adalah seseorang pekerja tetap yang bekerja dibawah
4. Buruh/kuli adalah seorang pekerja harian atau honorer yang bekerja dibawah
perintah orang lain dan menerima balas jasa yang besarnya tertentu.
5. Karyawan outsourching adalah karyawan tetap ataupun kontrak, hal itu
bergantung kepada sifat pekerjaannya (apakah memenuhi syarat untuk
kontrak) dan juga bergantung kepada kebijakan pengelola outsourcing itu.
6. Kemiskinan adalah sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar
kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut
garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (proverty threshold).
Batasan Operasional
1. Lokasi penelitian adalah di PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit
Seberang.
2. Sampel penelitian adalah karyawan outsourcing yang bekerja di Kebun Sawit
Seberang.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Unit Kebun Sawit Seberang
Kebun Sawit Seberang adalah salah satu unit kebun milik PT. Perkebunan
Nusantara II (PTPN II) yang berlokasi di Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara, berjarak ± 78 Km dari Kota Medan.
Dahulunya Kebun Sawit Seberang berasal dari eks perusahaan Belanda dengan
nama Verenigde Deli Mastgchappij (VDM) yang dibuka dan ditanami kelapa
sawit sejak tahun 1923. Areal Kebun Sawit Seberang adalah konsesi Kebun
Batang Serangan (eks Perusahaan Belanda), tanggal 10 Desember 1936 No.
LXV/R atas nama Deli Mastgchappij yang kemudian diberi Hak Guna Usaha
(HGU) kepada Kebun Sawit Seberang berdasarkan SK Menteri Agraria
No.5K/35/HGU-66 tertanggal 10 Oktber 1966.
Sejak berdirinya, Perusahaan Perkebunan Sawit Seberang telah mengalami
beberapa kali perubahan nama, yaitu :
- Tahun 1927 : NV. VDM
- Tahun 1962 : PPN Sumut II
- Tahun 1963 : PPN Antan II
- Tahun 1968 : PPN Antan II / PNP II (Penggabungan)
- Tahun 1969 : PNP II
- Tahun 1976 : PTP II
- Tahun 1996 : PTPN II (Penggabungan PTP II dengan PTP IX, 11 Maret
Setelah pendirian Perkebunan Kelapa Sawit, pihak Verenigde Deli
Mastgchappij (VDM) membangun Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) pada
tahun 1927. Sejak berada dibawah pengawasan PT. Perkebunan Nusantara, PKS
Sawit Seberang telah beberapa kali mengalami perbaikan dan penambahan
kapasitas, yaitu dari 15 Ton Tandan Buah Segar (TBS) diolah per jam menjadi 60
Ton TBS per jam yang menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit.
Dalam rangka peningkatan nilai tambah, maka pada tahun 1984
Perusahaan mendirikan Pabrik Fraksionasi yang berkapasitas 200 Ton per hari
mengolah CPO menjadi RBDPO ( Refined Bleached Dedorced Palm Oil ) 95%
dan Fatty Acid 4%.
Mengingat perkembangan ekonomi dan tingginya biaya produksi
pengolahan CPO tersebut, maka pada tahun 2000 Pabrik Fraksionasi tidak
beroperasi lagi.
Visi dan Misi
Visi : Menjadikan Kebun Sawit Seberang sebagai kebun yang eksis produksi,
profit, dan kompetitif
Misi :
- Mengoptimalkan seluruh sumber daya
- Memberikan kontribusi yang optimal bagi perusahaan
- Menjaga kelestarian lingkungan
Letak Geografis
Dalam peta topografi, Kebun Sawit Seberang terletak pada garis 3º 20
Lintang Utara dan 98º 20 Bujur Timur. Dalam garis besarnya, topografi areal
1. Daerah datar
Meliputi dataran rendah yang terletak di sebelah timur sepanjang sei Batang
Serangan. Tinggi daerah berkisar antara 5 – 20 m diatas permukaan laut. Jenis
tanahnya adalah Alluvial Coklat Hidromorfik kelabu yang berasal dari bahan
alluvium serta bertekstur liat sampi liat berpasir.
2. Daerah Bergelombang
Meliputi dataran yang terletak di sebelah barat sei Batang Serangan, tinggi
daerah berkisar antara 20 – 50 m diatas permukaan laut. Jenis tanah di daerah
ini pada umumnya Podsolik kuning dan merah kekuningan yang berasal dari
batuan liat dan batuan pasir, serta bertekstu liat sampai liat berpasir.
Temperatur udara rata-rata berkisar antara 28º – 30º Celciusdengan curah
hujan rata-rata seetahun sekitar 250 mm dan 150 hari hujan. Bulan-bulan kering
(< 100 mm/bulan). Pada umumnya berlangsung selama 4 bulan yaitu dari bulan
Januari sampai bulan April.
Luas Areal
Luas areal konsesi Kebun Sawit Seberang keadaan Tahun 2010 seluas
14.896,11 Ha dengan rincian sebagai berikut :
a. Luas areal HGU (Hak Guna Usaha) semula = 8.236,98 Ha
b. Luas areal HGU yang telah terbit sertifikat = 8.236,98 Ha
c. Luas areal HGU yang masih dalam proses perpanjangan = 6.659,13 Ha
d. Luas areal HGU yang tidak diperpanjang = - Ha
e. Luas areal HGU dan HGU yang tidak diperpanjang yang diduduki dan digarap
oleh masyarakat dalam bentuk tanaman, bangunan serta termasuk ke dalam
Berikut disediakan tabel perincian luas areal kebun Sawit Seberang tahun 2011
Tabel 4. Perincian Luas Areal Kebun Sawit Seberang Tahun 2011
Uraian Tahun
Tanam
Luas (Ha) Jumlah Pohon
Pohon/Ha TM Kelapa Sawit
Jumlah TM
Jumlah Seluruhnya 8.236,98 956.036 123
Sumber : PTPN II Kebun Sawit Seberang, 2011
Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Sawit
Seberang dikepalai oleh seorang Administratur mempunyai 2 Rayon yang
dipimpin oleh seorang Asisten Kepala yang membawahi beberapa asisten.
Sedangkan Asisten Teknik langsung dibawah Administratur yang mengepalai
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS). Sedangkan di kantor Administratur
mempunyai 3 bagian yang terdiri dari Kantor Tata Usaha (KTU), Hubungan
Masyarakat (Humas), dan Papam.
Berikut ini diuraikan fungsi masing-masing bagian dalam struktur
1. Administratur (ADM)
1.1. Kewajiban :
- Membantu Direksi melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah digariskan
oleh Perusahaan
- Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan
di Kebun, guna menunjang usaha pokok secara efektif dan efisien
- Menyediakan informasi yang akurat untuk kepentingan Direksi dalam
mengambil keputusan
- Membantu Direksi dalam mencapai sasaran yang sudah diterapkan oleh
Perusahaan
- Mentaati semua peraturan Perusahaan (sistem operasional dan prosedur baku)
1.2. Wewenang :
- Membantu dan mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Kebun
(RKAP)
- Menyusun Program Kerja di Kebun yang berkaitan dengan upaya peningkatan
produksi tanaman dan kinerja Kebun
- Melakukan pengendalian biaya, fisik, dan mutu agar tetap sesuai dengan
standar
- Melakukan pengawasan, menganalisa dan melakukan tindakan perbaikan di
bidang tanaman, administrasi, dan keuangan
- Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait (Muspika,
Kepolisian, Militer, dan Pramuka Masyarakat) dalam pembinaan wilayah untuk
pengamanan aset kebun
- Menilai kondisi staff dan melakukan mutasi serta mengusulkan demosi atau
promosi karyawan staff di Kebun
1.3. Tugas :
- Dalam menjalankan tugasnya, Administratur dibantu oleh Asisten Kepala dari
para Asisten (Tanaman, KTU, Papaim, Teknik, dan lain-lain)
- Mengendalikan kegiatan harian operasional Kebun
- Menyediakan bahan-bahan untuk diolah di pabrik sesuai dengan kapasitas
optimum dan persyaratan mutu
- Menjaga keutuhan areal perkebuan dari gangguan yang datang dari luar
maupun dari dalam.
1.4. Tanggungjawab :
Administratur bertanggungjawab kepada Direksi.
1.5. Hubungan kerja :
Melakssanakan koordinasi dan kerjasama dengan bagian unit usaha dan
Dinas di PTPN II serta dengan pihak luar Perkebunan.
2. Asisten Kepala (Askep) Rayon
2.1. Kewajiban :
- Membantu Administratur daalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang
telah digariskan dari Perusahaan
- Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan
di tingkat rayon dan afdelinguntuk menunjang pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan oleh Administratur
- Membantu Manajer (Administratur)