• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)Pada Kecambah (Tauge)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)Pada Kecambah (Tauge)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek)

UNTUK KECAMBAH (TAUGE)

SKRIPSI

AHMAD SYAH PUTRA

050307034/BDP-P.TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EVALUASI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek)

UNTUK KECAMBAH (TAUGE)

SKRIPSI

AHMAD SYAH PUTRA 050307034/BDP-P.TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) Pada Kecambah (Tauge)

Nama : Ahmad Syah Putra

Nim : 050307034

Departemen : Budidaya Tanaman Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh,

Komisi pembimbing

(Ir. Hot Setiado, MS.) (Ir. Eva Sartini Bayu, MP.) Ketua Dosen Pembimbing Anggota Dosen Pembimbing NIP : 19591217 198601 1 001 NIP: 19610506 199303 2 001

Mengetahui :

(Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc. Ph.D) Ketua Departemen Budidaya Pertanian

NIP : 19640620 198903 2 001

(4)

ABSTRACT

The research was conducted on the experimental garden of the Faculty of

Agriculture, North Sumatera University with altitude 25 metres form the sea level.

The objective of the research was to identify the growth and the production of the

best mungbean sprout (Vigna radiata (L.) Wilczek) The Randomized Block

Design was used with three replications.

The results showed that the Sampeong variety signifantly affected the

plant height at 8 – 10 weeks, the number of primary branches, the number of

secondary branches, the time of flowering, the time of harvested, the pods length,

the number of seed per pod, the weight of 100 seed. Whereas the Sriti variety

showed the best in the radicle lengthbefore planted and the radical length after

planted, the weight of 100 fresh sprouts, and the weight of 100 fresh sprout after

planted.

(5)

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakults Pertanian USU dengan

ketinggian 25 meter tiatas permukaan laut. Peenelitian bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.)

Wilczek) dalam produksi kecambah tauge) yang berkualitas tinggi.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial tiga

ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwavarietas berbeda nyata terhadapa

parameter : tinggi tanaman 8 – 10 mst, jumlah cabang primer, jumlah cabang

sekunder, umur berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji per polong,

bobot 100 biji,. Varietas yang terbaik adalah varietas Sampeong. Sedangkan untuk

panjang radikula kecambah segar sebelum tanam, panjang radikula kecambah

segar sesudah tanam, bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, dan boot 100

kecambah segar sesudah tanam diperoleh varietas terbaik yaitu Sriti

(6)

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Syah Putra, dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1984 di Tanjung Balai yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, putra dari

ayahanda Saleh Umar dan ibunda Syarifah Banun.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah tahun 1997

penulis tamat dari SD Negeri 1 Tanjung Balai, tahun 2000 penulis tamat dari MTs

Negeri Tanjung Balai, tahun 2003 penulis tamat dari MA Negeri Tanjung Balai.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara, Medan tahun 2005 melalui jalur SPMB, pada jurusan Budidaya Pertanian

dengan Program Studi Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi

Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA) sebagai anggota, BKM

Al Mukhlisin sebagai anggota Departemen Kesejahteraan Ummat 2007 – 2008.

Pengalaman dibidang kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengkuti

praktek kerja lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

(7)

KATA PENAGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur saya ucapkan kepada

Allah Swt. Atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan sebaik-baiknya.

Judul skripsi ini adalah “Evaluasi Beberapa Varietas Kacang HIjau

(Vigna radiate (L.) Wilczek) Untuk Kecambah (Tauge)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing, yaitu Bpk. Ir. Hot Setiado, MS dan Ibu Eva Sartini Bayu, MP yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak Persian

judul, pelaksanaan sampai penyelesaian skripsi ini.

Ungkapan do’a fsn terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orangtua

saya Ayahanda Saleh Umar dan Ibunda Syarifah Banun yang memberikan cinta

dan kasih sayangnya, kakanda Nurhani, SE dan Vida Mardiana, AMd.Keb.,

adinda M. Tri Irfan dan anggota keluarga lainnya yang telah memberikan

dukungan moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

Dirgantara Training Center, Wahyu Saputri, S.Pd.I, Elli Asnawati, S.Man.,

peteman-teman yang tergabung dalam Kost 30, kawan-kawan BDP ‘05.

Penulisan menyadari bahwa skripsi ini masih dari sempurna, oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca untuk

(8)

Akhirnya semoga apa yang telah tertuang dapam skripsi ini dapat

memberikan menjadi manfaat bagi penulis, pembaca, semua pihak yang

membutuhkannya.

Medan, Desember 2011

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan tinggi tanaman 8 – 10 mst ... 26

2. Rataan umur berbunga ... 27

3. Rataan jumlah cabang primer ... 28

4. Rataan jumlah cabang sekunder ... 29

5. Rataan umur panen ... 29

6. Rataan jumlah polong per tanamn ... 30

7. Rataan panjang polong ... 31

8. Rataan jumlah biji per polong ... 31

9. Rataan bobot biji per tanaman ... 32

10. Rataan bobot 100 biji ... 33

11. Rataan panjang radikula kecambah segar sebelum tanam ... 34

12. Rataan panjang radikula kecambah segar sesudah tanam ... 34

13. Rataan panjang diameter kecambah segar sebelum tanam ... 35

14. Rataan panjang diameter kecambah segar sesudah tanam ... 35

15. Rataan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 36

16. Rataan bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 36

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bagan kegiatan penelitian ... 50

2. Bagan plot penelitian ... 51

3. Bagan lahan penelitian ... 52

4. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas sampeong ... 53

5. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas gelatik ... 54

6. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas pakit ... 55

7. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas pekutut ... 56

8. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas sriti ... 57

9. Data pengamatan tinggi tanaman 5 mst... 58

10.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 5 mst ... 58

11.Data pengamatan tinggi tanaman 6 mst... 58

12.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 6 mst ... 58

13.Data pengamatan tinggi tanaman 7 mst... 59

14.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 7 mst ... 59

15.Data pengamatan tinggi tanaman 8 mst... 59

16.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 8 mst ... 59

17.Data pengamatan tinggi tanaman 9 mst... 60

18.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 9 mst ... 60

19.Data pengamatan tinggi tanaman 10 mst ... 60

20.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 10 mst ... 60

21.Data pengamatan umur berbunga... 61

(12)

23.Data pengamatan jumlah cabang primer ... 61

24.Analisis Sidik ragam jumlah cabang primer ... 61

25.Data pengamatan jumlah cabang sekunder... 62

26.Analisis Sidik ragam jumlah cabang sekunder ... 62

27.Data pengamatan umur panen ... 62

28.Analisis Sidik ragam umur panen ... 62

29.Data pengamatan jumlah polong per tanaman ... 63

30.Analisis Sidik ragam jumlah polong per tanaman ... 63

31.Data pengamatan panjang polong ... 63

32.Analisis Sidik ragam panjang polong ... 63

33.Data pengamatan jumlah biji per polong ... 64

34.Analisis Sidik ragam jumlah biji per polong ... 64

35.Data pengamatan bobot biji per tanaman ... 64

36.Analisis Sidik ragam bobot biji per tanaman ... 64

37.Data pengamatan bobot 100 biji ... 65

38.Analisis Sidik ragam bobot 100 biji ... 65

39.Data pengamatan panajang radikula kecambah segar sebelum tanam ... 65

40.Analisis sidik ragam panajang radikula kecambah segar sebelum tanam .. 65

41.Data pengamatan panajang radikula kecambah segar sesudah tanam ... 66

42.Analisis Sidik ragam panajang radikula kecambah segar sesudah tanam .. 66

43.Data pengamatan diameter kecambah segar sebelum tanam ... 66

44.Analisis Sidik ragam diameter kecambah segar sebelum tanam ... 66

45.Data pengamatan diameter kecambah segar sesudah tanam ... 67

(13)

47.Data pengamatan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 67

48.Analisis Sidik ragam bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 67

49.Data pengamatan bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 68

50.Analisis Sidik ragam bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 68

51.Nilai duga heritabilitas ... 68

52.Rangkuman hasil rataan pengujian varietas kacang hijau ... 69

53.Foto Lahan Penelitian ... 70

54.Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Sampeong ... 71

55.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Gelatik ... 71

56.Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Parkit ... 72

57.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Perkutut... 72

58.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Sriti ... 73

(14)

DAFTAR ISI

Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau ... 21

Persiapan Lahan ... 21

Persiapan Benih ... 21

Penanaman ... 21

(15)

Pemeliharaan ... 22

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 22

Pemanenan ... 23

Parameter Pengamatan ... 23

Tinggi Tanaman (cm) ... 23

Umum Berbunga (hst) ... 23

Jumlah Cabang Primer (cabang) ... 23

Jumlah Cabang Sekunder (cabang) ... 23

Umur Panen (hst) ... 24

Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 24

Panjang Polong (cm) ... 24

Jumlah Biji per Polong ... 24

Bobot Biji per Tanaman (g) ... 24

Bobot 100 biji ... 24

Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah (Tauge) ... 24

Bahan dan Alat Pengujian ... 24

Pelaksnaan Pengujian ... 25

Parameter Pengamatan ... 25

Panjang radikula kecambah (cm) ... 25

Diameter Kecambah (cm) ... 25

Jumlah cabang sekunder (cabang) ... 28

Umur panen (hst)... 29

Jumlah polong per tanaman (polong) ... 30

Panjang polong (cm) ... 30

Jumlah biji per polong (biji) ... 31

Bobot biji per tanaman (g) ... 32

Bobot 100 biji (g) ... 32

Panjang Radikula Kecambah (cm) ... 33

Diameter Kecambah (cm) ... 35

Bobot 100 Kecambah Segar (g) ... 36

Heritabilitas ... 37

(16)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 47 Saran ... 47

(17)

ABSTRACT

The research was conducted on the experimental garden of the Faculty of

Agriculture, North Sumatera University with altitude 25 metres form the sea level.

The objective of the research was to identify the growth and the production of the

best mungbean sprout (Vigna radiata (L.) Wilczek) The Randomized Block

Design was used with three replications.

The results showed that the Sampeong variety signifantly affected the

plant height at 8 – 10 weeks, the number of primary branches, the number of

secondary branches, the time of flowering, the time of harvested, the pods length,

the number of seed per pod, the weight of 100 seed. Whereas the Sriti variety

showed the best in the radicle lengthbefore planted and the radical length after

planted, the weight of 100 fresh sprouts, and the weight of 100 fresh sprout after

planted.

(18)

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakults Pertanian USU dengan

ketinggian 25 meter tiatas permukaan laut. Peenelitian bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.)

Wilczek) dalam produksi kecambah tauge) yang berkualitas tinggi.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial tiga

ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwavarietas berbeda nyata terhadapa

parameter : tinggi tanaman 8 – 10 mst, jumlah cabang primer, jumlah cabang

sekunder, umur berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji per polong,

bobot 100 biji,. Varietas yang terbaik adalah varietas Sampeong. Sedangkan untuk

panjang radikula kecambah segar sebelum tanam, panjang radikula kecambah

segar sesudah tanam, bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, dan boot 100

kecambah segar sesudah tanam diperoleh varietas terbaik yaitu Sriti

(19)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman

kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur

kacang hijau dan isi onde-onde. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman

ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium,

minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain

dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah

semangat hidup, juga digunakan untuk pengobatan (Atman, 2007).

Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena

memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran

daerah produksi kacang hijau di Indonesia adalah: NAD, Sumatera Barat dan

Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan

Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90%

terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70% berasal dari lahan sawah.

Tantangan pengembangan kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan

produktivitas dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut.

Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah

tersebut. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan

petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang

kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat

pengembangan kacang hijau di lahan kering (Kasno, 2007).

Tanaman kacang hijau masih kurang mendapat perhatian petani, meskipun

(20)

Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain, kacang hijau memiliki

kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun ekonomis, seperti: lebih tahan

kekeringan, serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur

55 – 60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara budidayanya

yang mudah. Dengan demikian kacang hijau mempunyai potensi yang tinggi

untuk dikembangkan (Sunantara, 2000).

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kacang hijau adalah masih

rendahnya produksi yang dicapai petani. Rendahnya hasil disebabkan oleh

budidaya yang kurang baik (tanpa pemupukan dan penyiangan), persediaan air

tidak cukup, adanya serangan penyakit terutama seperti bercak daun Cercospora,

karat daun, embun tepung, kudis (scab) dan virus (Rukmana, 1997).

Kecambah kacang hijau (tauge) merupakan sayuran tradisional yang

terkenal diseluruh dunia. Nama itu jadi bersih sejak pelarangan pestisida dalam

proses produksinya. Untuk itu, sumber vitamin yang baik perlu dipikirkan,

khususnya kaya akan vitamin C. Enam puluh jam proses perkecambahan

meningkatkan kadar vitamin C hingga 132 mg/100 g, sebuah pertimbangan

keuntungan yang nyata. Perkecambahan itu juga meningkatkan kadar niasin dan

riboflavin secara signifikan. Jika tauge diproduksi berbasis komersial, diperlukan

suatu varietas baik yang memiliki sifat diinginkan seperti hasil yang tinggi, dapat

beradaptasi pada kondisi iklim yang berbeda dan toleran terhadap hama-penyakit

selain untuk produksi tauge yang baik. Kacang hijau kualitas tinggi untuk

kecambah, harus sedikit akar, berdiameter besar dan renyah. Permasalahan utama

(21)

ramping, sulit berkecambah, perakaran pendek dan besar tauge dikatakan hal yang

paling sulit untuk dicapai (Heettiarachchi, 1985).

Dalam perdagangan kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam

mutu, yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar

digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk

pembuatan tauge. Di Indonesia, tauge sangat populer karena proses pembuatannya

sangat sederhana (Astawan, 2004).

Varietas unggul merupakan komponen teknologi produksi yang murah,

mudah diadopsi petani serta aman terhadap lingkungan. Tersedianya varietas yang

memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap penyakit embun tepung, memegang

peranan penting dalam menekan kehilangan hasil dan meningkatkan pendapatan

petani. Selain itu tersedianya varietas tersebut memiliki dampak positif terhadap

efisiensi usaha tani dan aman terhadap lingkungan (Anwari, et al, 2006).

Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan pada kecambah (tauge),

mereka mengutamakan pada penemuan cara untuk meningkatkan kualitas tauge.

Juga banyak usaha telah dilakukan pada analisa kualitas nutrisinya. Hanya

literatur yang terbatas menyediakan berbagai komponen produksi tauge. Ada

hubungan terbalik antara hari dan indeks panen dari awal pembungaan sampai

awal pematangan polong pada kacang hijau. Ini menjadi tahap dalam kelebihan

dari strategi yang diperlukan dari kerapatan kanopi dalam kondisi agronomi yang

berbeda, hasil, dalam produksi kering berikutnya, sebagian lagi pada batang dan

daun tanpa peningkatan produksi (Heettiarachchi, 1985).

Dalam sebuah studi pada berbagai karakter populasi kacang hijau

(22)

cepat matang dengan jumlah polong/tanaman, tinggi tanaman dan biji/polong

menjadi komponen produksi utama dimana dalam kelompok kematangan terakhir

jumlah polong/tanaman, ruas/tanaman, cabang sekunder, cabang primer, biji/

polong, tinggi tanaman dan hari berbunga. Selebihnya, mereka pernah meneliti

suatu hubungan negatif diantara berat dan hasil 100 galur. Jumlah polong

/tanaman sebagai komponen hasil utama (Heettiarachchi, 1985).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau

(Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah (tauge) yang berkualitas

tinggi.

Hipotesa Penelitian

1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari varietas kacang hijau

(Vigna radiata (L.) Wilczek) yang diuji.

2. Ada pengaruh perbedaan varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)

terhadap produksi kecambah (tauge).

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

(23)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika tanaman kacang hijau adalah:

Kingdom: Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Class: Magnoliopsida

Ordo: Fabales

Family: Fabaceae

Genus: Vigna

Species: Vigna radiata (L.) Wilczek

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang_hijau, 2010).

Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil

akar (nodul, nodula). Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen

(N) sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997).

Jumin (2002) dalam Ojimorinews (2011)

http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/

bahwa pada tanaman legume, pembentukan bintil akar yang efektif disamping di

tentukan oleh sifat genotip, juga ditentukan oleh galur Rhizobium yang berperan.

Bintil akar diklasifikasikan dalam dua kelompok yaiu kelompok efektif dan

kelompok tidak efektif. Sifat tidak berbintil dan berbintil akar sangat berguna

untuk mengukur fiksasi nitrogen dan residunya di dalam tanah terutama dalam

mengatur sistem pola tanam, agar konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi

pertumbuhan dan produksi konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi pertumbuhan

(24)

dalam akar banyak spesies yang telah teridentifikasi pada beberapa pohon tropika

adalah Chyanobakteri, tetapi pada sebagian besar spesies yang melaksanakan

proses ini adalah organisme seperti Actionomycetes (bakteri berfilamen). Pada

polong–polongan yang berperan adalah spesies bakteri dari genus Rhizobium

tertentu biasanya efektif hanya pada satu spesies polong–polongan. Rhizobium

memperoleh energi karbohidrat ini mula–mula dibentuk di daun selama proses

fotosintesis dan kemudian diangkut melalui floem ke bintil akar. Sukrosa

merupakan karbohidrat yang paling umum dan banyak diangkut, seperti pada

polong–polongan beberapa elektron dan ATP yang diperoleh selama oksidasi

dalam bakteroid digunakan untuk mereduksi N2 menjadi NH4+. Faktor – faktor

yang mempengaruhi proses fiksasi nitrogen adalah jumlah NH4+ didalam tanah

yang terbentuk, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi, kelembaban

tanah, dan suhu. Jumlah NH4+ di dalam tanah lebih disukai organisme yang

mengikat N2 dibanding bentuk – bentuk lain. Ada tiga hal penting dalam proses

nitrifikasi yaitu:

 Reaksi ini membutuhkan oksigen, oleh sebab itu proses ini berlangsung di

tanah – tanah yang aerasinya baik,

 Reaksi ini membebaskan H+ yang merupakan penyebab terjadinya

pengasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk NH4,

 Kecepatan perubahan dipengaruhi oleh lingkungan.

(http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/, 2011).

Kacang hijau merupakan tumbuhan semusim yang tegak, percabangannya

bermula dari buku terbawah. Pasangan daun pertama berhadapan dan berupa daun

(25)

bundar telur sampai berbentuk delta. Bunganya besar, berdiameter 1 – 2 cm

kehijauan sampai kuning cerah, terletak pada tandan ketiak yang tersusun atas 5 –

25 kuntum bunga, panjang tandan bunga 2 – 20 cm. Polongnya menyebar dan

menggantung berbentuk silinder, panjangnya mencapai 15 cm, sering lurus

berbulu atau tanpa bulu dan berwarna hitam atau coklat soga (towny brown) berisi

sampai 20 butir biji yang bundar. Biji berwarna hijau, memiliki warna yang

kusam atau berkilap. Perkecambahannya secara epigeal (Somaatmadja, 1993).

Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bevariasi

antara 30 – 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat

dan berbulu, berwarna hijau dan ada yang ungu (Suprapto, 2007).

Daun tanaman kacang hijau termasuk trifoliat (dalam satu tangkai terdapat

3 helai daun), letaknya berselingan dan berbentuk oval berwarna hijau muda

sampai hijau tua (Fachruddin, 2000).

Bunga kacang hijau termasuk bunga sempurna (hermaprodite), dapat

menyerbuk sendiri, berbentuk kupu-kupu dan berwarna kuning. Biasanya

berbunga 30 – 70 hari, dan polongnya menjadi tua 60 – 120 hari setelah tanam.

Perontokan bunga banyak terjadi, mencapai 90%. Persilangan masih juga terjadi

sampai 5%. Bunga biasanya diserbuki pada malam hari, sebelum mekar pagi hari

berikutnya. Polong berbentuk silindris dengan panjang antara 6 – 15 cm dan

biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua

berwarna hitam atau coklat. Setiap polong berisi 10 – 15 biji (Somaatmadja, 1993

(26)

Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir

0.5 mg – 0.8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g dan berwarna hijau

(Rukmana, 1997).

Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan

beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau

fitohormon. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik

dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya

hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,

sejumlah gen yang semula tidak aktif akan memulai ekspresi dan merupakan

bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pemahaman terhadap fitohormon

telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai

macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami,

mencakup hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk, atau

menyeragamkan waktu berbunga tanaman buah musiman

(27)

Syarat Tumbuh Iklim

Faktor iklim seperti curah hujan, suhu, radiasi surya, dan kelembaban

sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman

kacang-kacangan membutuhkan air yang cukup selama pertumbuhannya (kondisi tanah

yang lembab). Kondisi air yang berlebihan (tergenang) tidak baik bagi

pertumbuhan tanaman. Apabila air irigasi tidak tersedia, maka curah hujan

100 – 200 mm /bulan dinilai cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2003).

Kacang hijau dapat ditanam di daerah iklim hangat dan di daerah

subtropik. Sebagian besar genotipnya memperlihatkan tanggapan terhadap hari

pendek. Kacang hijau adalah tanaman musim hangat dan tumbuh dibawah suhu

rata-rata yang berkisar 20 – 40 oC dengan suhu optimumnya 20 – 30 oC

(Somaatmadja, 1993).

Pertumbuhan yang optimum yang tercapai pada suhu 20 – 25 oC. Suhu

12 – 20 oC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan

tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji.

Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 oC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil

fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pada banyak jenis tanaman, khususnya pada jenis tanaman semusim suhu

memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan

(28)

Tanah

Jenis tanah yang dikehendaki tanaman kacang hijau adalah liat

berlempung atau tanah lempung yang banyak mengandung bahan organik, seperti

tanah podsolik merah kuning (pmk) dan latosol. Kacang hijau dapat tumbuh pada

ketinggian < 2000 m dpl, dan tumbuh subur pada tanah liat atau liat berpasir yang

cukup kering, dengan pH 5.5 – 7.0 (Rukmana, 1997).

Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang

banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian,

tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung

atau tanah lempung, misalnya podsolik merah kuning (PMK) dan latosol

(Fachruddin, 2000).

Tanah yang mempunyai pH 5.8 paling ideal untuk pertumbuhan kacang

hijau, sedangkan tanah yang sangat asam tidak baik karena penyediaan makanan

terhambat. Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara fosfor,

kalium, kalsium, magnesium, dan belerang. Unsur hara ini cukup penting untuk

meningkatkan produksinya (Suprapto, 2007).

Suplai nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting

dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan

N terhadap pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam

tanaman pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan

bahan lainnya yang menyalurkan energi (Buckman dan Brady, 1982).

Pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar dan

kemampuan akar menyerap air dan unsur hara yang pada akhirnya dapat

(29)

Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah beririgasi,

lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak.

Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi) mempunyai keuntungan

lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah

(karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran

pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik

(Andrianto dan Indarto, 2004).

Keberadaan air di alam dapat menjadi pembatas pertumbuhan tanaman,

apabila jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan

cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman

kekeringan. Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung

pada fase tumbuhan. Fase yang peka genangan : fase perkecambahan, fase

pembungaan dan pengisian. pada tingkat yang berlebihan menyebabkan genangan

pada tanaman (Manik, dkk , 2008).

Varietas

Varietas tanaman yang selanjutnya disebut dengan varietas adalah

sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk

tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi

karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama

oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak

tidak mengalami perubahan (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau

lebih tetua yang mempunyai sifat unggul. Dengan demikian biji varietas ini selalu

(30)

hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan menghasilkan

tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2

(Poespodarsono, 1988).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu

lingkungan untuk mendapatkan genotif ungul pada lingkungan tersebut. Pada

umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap

genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam

penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).

Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul

menerima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek

budidaya lainnya. Semua kondisi input ini penting dalam mencapai produktivitas

tinggi (Nasir, 2002).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase

pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang

mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman

pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan

susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan

berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Gen-gen dari tanaman tidak akan dapat menyebabkan perkembangan suatu

karakter terkecuali apabila gen-gen tersebut berada dalam lingkungan yang sesuai

dan sebaliknya tidak akan ada pengaruh gen-gen terhadap perkembangan

karakteristik dan merubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang

(31)

sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan keadaan lingkungan atau

kedua-duanya dan apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan

tanaman dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis

tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, hal ini berarti cara yang

diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau

keadaan lingkungan atau kedua-duanya (Allard, 2005).

Biji

Biji merupakan alat untuk melanjutkan hidup species suatu tumbuhan

yaitu dengan cara mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embryonic

axis. Didalam biji terdapat embryo serta cadangan makanan yang menunjang

embryo muda untuk berkecambah sampai berfotosintesis. Penyimpanan cadangan

makanan merupakan salah satu fungsi utama biji. Penyimpanan cadangan

berhubungan erat dengan proses pemasakan dan pengisian biji. Didalam proses

pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

optimumnya proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan

keberagaman gen antar varietas dalam species, faktor ekternal yang berorientasi

pada lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik

budidaya (Ma’rufah, 2008).

Varietas kacang hijau yang berdaya hasil tinggi belum tentu memberikan

keuntungan yang tinggi kepada petani. Selera konsumen atau permintaan pasar

terhadap kualitas tertentu, seperti ukuran dan warna biji, turut menentukan harga

jual. Kriteria mutu biji kacang hijau yang baik adalah biji berukuran besar (65–70

(32)

bentuk biji bundar, dan warna biji hijau kusam. Varietas unggul yang sudah

dilepas mempunyai kandungan protein berkisar antara 18−26% (Suhartina 2005).

Sifat lain yang turut menentukan mutu biji kacang hijau adalah ukuran dan

warna biji. Ukuran biji berhubungan erat dengan kandungan biji keras. Varietas

kacang hijau yang berbiji kecil mengandung biji keras lebih tinggi daripada

varietas berbiji besar, makin besar ukuran biji maka kandungan biji keras makin

rendah. Oleh karena itu, kacang hijau yang berbiji besar dan biji berwarna hijau

kusam lebih disenangi petani karena rasanya lebih enak (pulen) serta harga

jualnya lebih tinggi daripada yang berbiji kecil. Karakterisasi terhadap kacang

hijau berbiji besar 70−73 g/1.000 biji (Hakim, 2008).

Warna biji merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu biji

kacang hijau. Kacang hijau yang berwarna hijau kusam mempunyai mutu lebih

baik karena rasanya lebih enak (pulen) dan bila dibuat bubur lebih tahan basi

daripada yang berwarna hijau mengkilat (Hakim, 2008).

Perkecambahan

Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan

berkecambah), pengujian awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan

seperti: air, suhu, media, cahaya dan terbebas dari hama dan penyakit. Cahaya,

suhu, dan kelembaban merupakan tiga faktor utama (Utomo, 2006).

Para ahli fisiologi menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya

radikula menembus kulit benih. Para agronomis menyatakan bahwa

perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari

dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah

(33)

Proses perkecambahan merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Tahap pertama

perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih diikuti

melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Setelah biji menyerap air

maka biji akan menghasilkan hormon tumbuh seperti giberellic acid (GA) yang

menstimulir kegiatan enzim-enzim di dalam biji. Tahap kedua dimulai dengan

kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap ketiga merupakan

terjadinya penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein

menjadi bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat

merupakan assimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik

untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan

pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari

perkecambahan mulai dari proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel

pada titik-titik tumbuh. Proses pertumbuhan dan perkembangan embrio diawali

dari ujung-ujung titik tumbuh akar yang diikuti oleh titik tumbuh tunas. Daun

yang terbentuk belum dapat berfungsi optimal sebagai organ fotosintesis,

pertumbuhan kecambah sangat bergantung pada persediaan makanan yang ada

dalam biji (Utomo, 2006).

Heritabilitas

Untuk dapat menaksir peranan genotip dan lingkungan dapat dihitung

melalui keragaman fenotip pada suatu populasi. Keragaman fenotip merupakan

jumlah dari keragaman yang disebabkan genotip dan keragaman yang disebabkan

oleh pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, yang terutama ingin diketahui tentang

(34)

terhadap keragaman fenotip. Ratio ini merupakan konsep heritabilitas.

Heritabilitas dapat diartikan proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh

sifat menurun. Heritabilitas dapat dinyatakan dengan :

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan 0 dan 1. Heritabilitas dengan

nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan lingkungan, sedangkan

keragaman dengan 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin

mendekati 0 heritabilitasnya makin rendah (Poespodarsono, 1988).

Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh

suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan

demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan

respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki

respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki

heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990).

Ragam fenotip merupakan total ragam biologis yang terdiri dari ragam

genetik, ragam lingkungan dan interaksi antara keduanya. Variasi lingkungan

ditimbulkan oleh lingkungan, diukur dengan rata-rata tangggapan tetua homozigot

dan keturunan F1 terhadap lingkungan tertentu. Variasi genetik timbul dari

(35)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Pelaksanaan penelitian dimulai pada Nopember 2010 sampai Pebruari

2011 di lahan percobaan Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian

tempat ± 25 m di atas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau

dengan 5 varietas yaitu: varietas Sampeong, varietas Gelatik, varietas Parkit,

varietas Perkutut, dan varietas Sriti sebagai bahan yang diamati, pupuk Urea, TSP,

dan KCl sebagai pupuk dasar, kompos sebagai media tanam, air sebagai

kebutuhan air tanaman, tanah dan kebutuhan perkecambahan, insektisida sebagai

bahan pengendali serangan hama dan penyakit.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat

pengolah tanah, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida, gembor sebagai alat

untuk menyiram tanaman, timbangan analitik sebagai alat pengukur bobot kacang

hijau dan kecambah (tauge), tali plastik, pacak sampel, jangka sorong untuk

(36)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non

Faktorial. Varietas Kacang Hijau yang diuji dengan 5 varietas (V):

V1 : Varietas Sampeong

V2 : Varietas Gelatik

V3 : Varietas Parkit

V4 : Varietas Perkutut

V5 : Varietas Sriti

Jenis Kebutuhan

Ukuran Plot : 60 x 100 (cm)

Jarak Antar Plot : 25 cm

Jumlah Plot /Blok: 15

Jarak Antar Blok : 50 cm

Jumlah Blok : 3

Jarak Antar Tanaman per Plot : 20 x 20 (cm)

Jumlah Tanaman per Plot : 15

Jumlah Sampel per Plot : 3

Jumlah Sampel Seluruhnya : 45

(37)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier

RAK sebagai berikut :

i : 1, 2, 3 j : 1, 2, 3

Dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas ke-j

µ : Nilai tengah

αi : Efek blok ke-i

βj : Efek varietas ke-j

εij : Efek galat pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas pada taraf ke-j

Jika hasil perhitungan sidik ragam yang diperoleh nyata, maka perhitungan

dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf 5 %

(Steel and Torrie, 1995).

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus :

(38)

heritabilitas dinyatakan :

tinggi --- jika nilai h2 > 50 % ; 0.5 – 1

sedang --- jika nilai h2 <= 50 % ; 0.2 – 0.5

rendah --- jika nilai h2 < 20% ; 0 – 0.2

(39)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan

dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Persiapan Lahan

Lahan terlebih dahulu dibersihkan dari sampah dan gulma, kemudian

dilakukan pengukuran luas lahan 320 cm x 640 cm, plot yang akan dipergunakan

yaitu: 60 cm x 100 cm, jarak antar blok 50 cm, serta jarak antar plot 25 cm. Tanah

digemburkan dengan menggunakan cangkul.

Persiapan Benih

Benih F1 dipersiapkan dari 5 varietas yang akan ditanam sesuai kebutuhan

sebagai bahan penelitian.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam ± 2 cm dengan jarak

tanam 20 cm x 20 cm, dan ditanam 1 benih per lubang tanam.

Aplikasi Pupuk

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran pemupukan kacang

hijau 50 kg/ha Urea (0.2 g/tanaman), 100 kg/ha TSP (0.4 g/tanaman), dan

50 kg/ha KCl (0.2 g/tanaman) sebagai pupuk dasar. Pemupukan dilakukan 2 tahap

yakni pada saat tanam sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi

(40)

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan, dan dilakukan

pada pagi atau sore hari.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman abnormal dan yang

mati dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan hingga 2 MST.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara menimbunkan tanah disekitar

tanaman sampai batas tajuk tanaman.

Penyiangan

Penyiangan bermanfaat untuk mengurangi persaingan hara antara tanaman

budidaya dengan gulma, dilakukan secara manual pada sekitar tanaman.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan meninggalkan satu tanaman yang

pertumbuhannya paling baik pada tiap lubang tanam.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan Decis

2.5 EC dengan dosis 2 cc/l air, aplikasi disemprot pada bagian tanaman yang

terkena serangan dan Dithane M-45 dengan dosis 2 g/l air, aplikasi dengan

perendaman benih sebelum tanam dan disemprot pada bagian tanaman yang

(41)

Pemanenan

Adapun yang menjadi kriteria polong yang dipanen adalah polong yang

ditandai dengan warna kulit polong kecoklatan sampai hitam, kulit keras dan

kriteria waktu yang dideskripsikan. Pemanenan dilakukan dengan cara manual

yaitu tiap polong dipetik dengan tangan.

Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman menggunakan meteran, dilakukan dari pangkal

batang sampai titik tumbuh. Waktu pengukuran dimulai umur tanaman 2 minggu

setelah tanam sampai memasuki masa generatif yang ditandai dengan keluarnya

bunga.

Umur Berbunga (hst)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat

tanaman memasuki stadia reproduktif yaitu membukanya bunga pertama kali pada

salah satu buku utama.

Jumlah Cabang per Tanaman (cabang)

Jumlah cabang dihitung dengan dua bagian, yaitu :

Jumlah Cabang Primer (cabang)

Jumlah cabang primer dicirikan dengan pertumbuhan dari pangkal batang

utama, dihitung dari pangkal batang.

Jumlah Cabang Sekunder (cabang)

Jumlah cabang sekunder dicirikan dengan pertumbuhan cabang dari pangkal

(42)

Umur Panen (hst)

Umur panen dihitung pada saat tanaman menunjukkan kriteria panen yang

ditandai dengan warna polong yang coklat sampai hitam.

Jumlah Polong per Tanaman (polong)

Jumlah polong dihitung pada tanaman menghasilkan polong, yaitu saat

pemanenan.

Panjang Polong (cm)

Panjang polong diukur dari pangkal sampai ujung polong dengan

menggunakan mistar.

Jumlah Biji per Polong (biji)

Panjang polong yang sama digunakan untuk menghitung jumlah biji per

polong dari tanaman sampel kemudian dirata-ratakan.

Bobot Biji per Tanaman (g)

Penghitungan bobot biji dilakukan dengan mengumpulkan seluruh biji dari

masing-masing tanaman dan ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot 100 biji (g)

Bobot 100 biji dihitung dengan cara menimbang 100 biji dari tiap varietas

pada tanaman sampel.

Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) Bahan dan Alat Pengujian

Bahan yang digunakan dalam pengujian produksi kecambah adalah :

 100 biji tiap varietas dari tanaman sampel sebagai bahan untuk pengujian  Bak plastik yang berlubang dan kertas tisu sebagai wadah perkecambahan dan

(43)

 Air sebagai bahan katalisator

Pelaksanaan Pengujian

 Biji dibersihkan untuk membuang sisa-sisa kontaminasi biji dengan sisa

polong, agar diperoleh biji murni yang bersih sebagai bahan kecambah

(tauge).

 Biji direndam selama 6 jam dalam air dan disimpan dalam lemari tertutup

pada suhu ruang untuk proses imbibisi.

 Biji ditiriskan dan ditebarkan diatas bak plastik berlubang yang telah dilapisi

dengan kain.

 Biji disiram dengan frekuensi 4 – 5 kali per hari (tergantung cuaca).  Pengukuran parameter dilakukan setelah 80 jam (± 3 hari penyiraman).

Parameter Pengamatan

Panjang Radikula Kecambah (cm)

Panjang radikula diukur dari pangkal sampai ujung radikula kecambah.

Diameter Kecambah (cm)

Diameter kecambah diukur pada bagian tengah batang kecambah.

Bobot 100 Kecambah Segar (g)

Bobot 100 batang kecambah dihitung dengan cara diambil 100 batang dari

masing-msing pengujian, yaitu pengujian kecambah dari biji sebelum tanam dan

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Tinggi Tanaman

Data hasil pengamatan tinggi tanaman umur 5 – 10 mst serta analisis sidik

ragam dapat dilihat pada Lampiran 9 – 20.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda

nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 5 – 10 mst dan berbeda nyata terhadap

karakter tinggi tanaman pada umur 8 – 10 mst.

Rataan tinggi tanaman (8 – 10 mst) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) 8 – 10 mst

Varietas Minggu (mst)

8 9 10

V1 (Sampeong) 77.4 a 84.1 a 89.6 a

V2 (Gelatik) 49.0 b 51.0 b 51.6 b

V3 (Parkit) 57.0 b 59.1 b 59.8 b

V4 (Perkutut) 45.3 b 47.8 b 48.6 b

V5 (Sampeong) 59.3 b 62.7 b 64.0 b

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman tertinggi terdapat pada

pengujian V1 (89.6) yang berbeda nyata dengan V2, V3, V4, dan V5. Sedangkan

antar varietas V2, V3, V4, V5 tidak berbeda nyata.

(45)

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Umur berbunga (hst)

Data hasil pengamatan umur berbunga dan analisis sidik ragam dapat

dilihat pada Lampiran 21 – 22.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap umur berbunga tanaman yang diamati. Rataan umur berbunga dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan umur berbunga (hst)

Varietas Blok Total Rataan

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(46)

-Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa umur berbunga tercepat terdapat pada V3

(39.6). Pengujian V3 berbeda nyata dengan pengujian V1 dan V5; tetapi tidak

berbeda nyata dengan pengujian V2 dan V4.

Jumlah cabang primer (cabang)

Data hasil pengamatan jumlah cabang primer dan analisis sidik ragam

dapat dilihat pada Lampiran 23 – 24.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap jumlah cabang primer yang diamati. Rataan jumlah cabang primer dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah cabang primer (cabang)

Varietas Blok Total Rataan tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cabang primer tertinggi terdapat

pada V2 (7.6). Pengujian V4 berbeda nyata dengan V1 dan V3.

Jumlah cabang sekunder (cabang)

Data hasil pengamatan jumlah cabang sekunder dan analisis sidik ragam

dapat dilihat pada Lampiran 25 – 26.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap jumlah cabang sekunder yang diamati. Rataan jumlah cabang sekunder

(47)

Tabel 4. Rataan jumlah cabang sekunder (cabang) tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah cabang sekunder tertinggi

terdapat pada pengujian V1 (3.2). Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian

V2 dan V4.

Umur panen (hst)

Data hasil pengamatan umur panen dan analisis sidik ragam dapat dilihat

pada Lampiran 27 – 28.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap umur panen yang diamati. Rataan umur panen dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan umur panen (hst)

(48)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa umur panen tercepat terdapat pada V3

(63.6). Pengujian V3 berbeda nyata dengan pengujian V1, V2 dan V4 tetapi tidak

berbeda nyata dengan pengujian V5.

Jumlah polong per tanaman (polong)

Data hasil pengamatan jumlah polong per tanaman dan analisis sidik

ragam dapat dilihat pada Lampiran 29 – 30.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak

nyata terhadap jumlah polong per tanaman yang diamati. Rataan jumlah polong

per tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah polong per tanaman (polong)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 49.7 32.7 48.7 131.0 43.7

V2 (Gelatik) 29.3 31.7 23.7 84.7 28.2

V3 (Parkit) 26.0 28.7 48.3 100.0 33.3

V4 (Perkutut) 22.0 34.7 38.7 95.3 31.8

V5 (Sampeong) 28.7 24.0 26.3 79.0 26.3

Total 155.7 151.8 185.7 490.0 163.3

Rataan 31.1 30.4 37.1 98.0 32.9

Panjang polong (cm)

Data hasil pengamatan panjang polong dan analisis sidik ragam dapat

dilihat pada Lampiran 31 – 32.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap panjang polong yang diamati. Rataan panjang polong dapat dilihat pada

(49)

Tabel 7. Rataan panjang polong (cm)

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa varietas yang menghasilkan polong

terpanjang terdapat pada pengujian V5 (9.4) yang berbeda nyata dengan V1 dan

V4. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan pengujian V3, V4 dan V5.

Jumlah biji per polong (biji)

Data hasil pengamatan jumlah biji per polong dan analisis sidik ragam

dapat dilihat pada Lampiran 33 – 34.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap jumlah biji per polong yang diamati. Rataan jumlah biji per polong dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan jumlah biji per polong (biji)

Varietas Blok Total Rataan

(50)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah biji per polong yang paling

banyak terdapat pada V1 (12.1) yang berbeda nyata dengan V4 dan V5 tetapi

berbeda tidak nyata dengan V2 dan V3. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan

pengujian V3, V4 dan V5.

Bobot biji per tanaman (g)

Data hasil pengamatan bobot biji per tanaman dan analisis sidik ragam

dapat dilihat pada Lampiran 35 – 36.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda

nyata terhadap bobot biji per tanaman yang diamati. Rataan bobot biji per

tanaman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot biji per tanaman (g)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 16.0 12.7 19.3 48.0 16.0

V2 (Gelatik) 20.2 20.3 16.4 56.9 19.0

V3 (Parkit) 21.4 27.3 42.0 90.7 30.2

V4 (Perkutut) 13.6 19.6 25.1 58.3 19.4

V5 (Sampeong) 18.6 16.1 19.5 54.2 18.1

Total 89.8 96.0 122.3 308.1 102.7

Rataan 18.0 19.2 24.5 61.6 20.5

Bobot 100 biji (g)

Data hasil pengamatan bobot 100 biji dan analisis sidik ragam dapat

dilihat pada Lampiran 37 – 38.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap

(51)

Tabel 10. Rataan bobot 100 biji (g)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 2.7 3.2 3.1 9.0 3.0 c

V2 (Gelatik) 6.0 6.1 6.0 18.1 6.0 b

V3 (Parkit) 7.1 7.6 7.9 22.6 7.5 a

V4 (Perkutut) 6.2 5.4 5.8 17.4 5.8 b

V5 (Sriti) 5.7 6.0 5.8 17.5 5.8 b

Total 27.7 28.3 28.6 84.6 28.2

Rataan 5.5 5.7 5.7 16.9 5.6

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa bobot 100 biji tertinggi terdapat pada

Pengujian V3 (7.5) yang berbeda nyata dengan pengujian V1, V2, V4 dan V5.

Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian V2, V3, V4 dan V5. Pengujian V2

berbeda tidak nyata dengan pengujian V4 dan V5.

Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) Panjang Radikula Kecambah (cm)

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 39 – 42.

a. Sebelum tanam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap

panjang radikula kecambah yang diamati. Rataan panjang radikula kecambah

(52)

Tabel 11. Rataan panjang radikula kecambah sebelum tanam (cm) tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pengujian V4 menghasilkan panjang

radikula kecambah terpanjang 1.4 cm. Pengujian V4 berbeda nyata dengan

pengujian V1, V2, V3 dan V5.

b. Sesudah tanam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap

panjang radikula kecambah yang diamati. Rataan panjang radikula kecambah

sesudah tanam dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Panjang radikula kecambah sesudah sesudah tanam (cm)

Varietas Blok Total Rataan

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pengujian V2 menghasilkan panjang

radikula kecambah terpendek 1.1 cm. Pengujian V1 berbeda nyata dengan

(53)

Diameter Kecambah (cm)

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam diameter kecambah

sebelum dan sesudah tanam dapat dilihat pada Lampiran 43 – 46.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda

tidak nyata terhadap diameter kecambah yang diamati.

Tabel. 13. Rataan diameter kecambah sebelum tanam

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 0.15 0.15 0.15 0.5 0.15

V2 (gelatik) 0.20 0.30 0.20 0.7 0.23

V3 (Parkit) 0.20 0.25 0.25 0.7 0.23

V4 (Perkutut) 0.30 0.20 0.30 0.8 0.27

V5 (Sriti) 0.20 0.20 0.30 0.7 0.23

Total 1.1 1.1 1.2 3.4 1.1

Rataan 0.2 0.2 0.2 0.7 0.2

Tabel. 14. Rataan diameter kecambah sesudah tanam

Varietas Pasca Tanam Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 0.15 0.15 0.15 0.5 0.15

V2 (gelatik) 0.20 0.30 0.20 0.7 0.23

V3 (Parkit) 0.20 0.20 0.30 0.7 0.23

V4 (Perkutut) 0.30 0.25 0.25 0.8 0.27

V5 (Sriti) 0.20 0.30 0.30 0.8 0.27

Total 1.1 1.2 1.2 3.5 1.2

(54)

Bobot 100 Kecambah Segar (g)

Data hasil pengamatan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam dan

sesudah tanam serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 47 – 50.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata

terhadap bobot 100 kecambah segar sebelum tanam yang diamati. Rataan bobot

100 kecambah segar sebelum tanam dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Bobot 100 kecambah segar biji sebelum tanam (g)

Varietas Blok Total Rataan tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bobot 100 kecambah segar sebelum

tanam yang paling berat terdapat pada pengujian V3 (53.6) yang berbeda nyata

dengan pengujian V1, V2, V4 dan V5.

Tabel 16. Bobot 100 kecambah segar sesudah tanam (g)

(55)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa bobot 100 kecambah sesudah tanam

segar yang paling berat terdapat pada pengujian V5 (66.6) yang berbeda nyata

dengan V1, V2, V3 dan V4.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter pada tanaman

dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan kriteria heritabilitas yang didapatkan

dari tanaman yang ditanam diperoleh 5 (lima) komponen hasil yang mempunyai

heritabilitas sedang dan 11 (sebelas) komponen hasil yang mempunyai

heritabilitas tinggi.

Tabel 17. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil pada tanaman

Jumlah Polong per Tanaman 23.81 90.99 0.26 sedang

Panjang Polong 0.24 0.35 0.69 tinggi

Jumlah Biji per Polong 0.60 1.24 0.49 sedang

Bobot Biji per Tanaman 24.81 55.28 0.45 sedang

Bobot 100 Biji 2.7 2.8 1.0 tinggi

Sebelum Tanam

Panjang Radikula Kecambah 0.03 0.03 0.8 tinggi

Diameter kecambah 0.0011 0.004 0.31 sedang

Bobot 100 Kecambah Segar 23.4 23.4 1.0 tinggi

Sesudah Tanam

Panjang Radikula Kecambah 0.01 0.02 0.5 tinggi

Diameter kecambah 0.002 0.004 0.39 sedang

(56)

Pembahasan

Pengamatan terhadap tinggi tanaman pada umur 5 – 7 mst pengujian

varietas menunjukkan perbedaan tidak nyata (Lampiran 9 – 14). Pada pengamatan

umur 8 – 10 mst (Lampiran 15 – 20) menunjukkan perbedaan yang nyata dan

diperoleh tanaman yang paling tinggi pada pengujian V1 (Sampeong; 89.6 cm).

Jika dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 4) ternyata varietas ini

menunjukkan hasil yang lebih tinggi, diduga hal ini disebabkan oleh perbedaan

genetik, yang menyebabkan perbedaan penampilan fenotip tanaman dengan

penampilan ciri dan sifat yang khusus yang berbeda antara satu sama lain dengan

pengaruh lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darliah, dkk (2001)

bahwa pada suatu daerah yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda

terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat

dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan dan salah satunya dapat

dilihat dari pertumbuhannya.

Berdasarkan data pengamatan umur berbunga dan hasil analisis sidik

ragam diperoleh hasil bahwa pengujian varietas berbeda nyata (Lampiran 21 – 22)

yang paling cepat berbunga terdapat pada pengujian V3 (Parkit; 39.6 hst). Jika

dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 6) ternyata varietas ini

menunjukkan umur berbunga yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan pengaruh

faktor berbunga tanaman, yang dipengaruhi oleh jenis tanah dan cuaca, curah

hujan yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar

serta kemampuan akar tanaman untuk menyerap unsur hara. Pertumbuhan sistem

perakaran yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman yang

(57)

hijau umumnya dibudidayakan pada akhir musim hujan, pada penelitian ini

penanaman dilakukan pada saat musim hujan. Akibatnya keadaan cuaca ini lebih

memacu pertumbuhan vegetatif. Dengan perkataan lain umur berbunga lebih

lambat. Keseragaman tanaman dapat terlihat pada fase vegetatif tanaman.

Kebanyakan tanaman tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan

vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk

berbunga. Buckman dan Brady (1982) berpendapat bahwa pori tanah yang besar

akan meningkatkan perkembangan akar dan dan kemampuan akar menyerap air

serta unsur hara yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan hasil

tanaman. Hal ini juga didukung pernyataan Nyakpa (1988) bahwa, suplai nitrogen

di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan

pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan N terhadap

pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam tanaman

pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan bahan

lainnya yang menyalurkan energi.

Berdasarkan data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam pada jumlah

cabang primer dan cabang sekunder (Lampiran 23 – 26) diperoleh hasil bahwa

pengujian varietas menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari Tabel 3 dapat dilihat

bahwa rataan tertinggi terdapat pada pengujian V2 (Gelatik) sebesar 7.6 cabang

primer yang menunjukkan jumlah cabang yang paling banyak dan rataan terendah

terdapat pada pengujian V4 (Perkutut) sebesar 3.5 cabang yang menunjukkan jumlah

cabang primer yang paling sedikit. Pembentukan cabang tanaman merupakan bagian

dari pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman juga

(58)

budidaya, dan secara faktor endogen berupa rangsangan genetis yang menandakan

varietas tanaman dan hormon yang saling terintegrasi. Dalam literatur

Mangoendidjojo (2003) varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau

spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,

buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis

atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan

apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Berdasrkan data pengamatan dan analisis sidik ragam (lampiran 25 – 26)

menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan diperoleh varietas yang

memiliki jumlah cabang sekunder terbanyak terdapat pada V1 (Sampeong; 3.2

cabang). Jumlah cabang sekunder yang terbentuk merupakan pertumbuhan

vegetatif yang diawali dari pertumbuhan cabang primer. Hal ini sesuai dengan

literatur yang termuat dalam http://plantshormon.blogspot.com (2008) bahwa

pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa

golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon, hormon tumbuhan

merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor.

Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila

konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula

tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan

merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.

Berdasarkan data pengamatan umur panen dan hasil analisis sidik ragam

(Lampiran 27 – 28) menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) 8 – 10 mst
Tabel 2. Rataan umur berbunga (hst)
Tabel 3. Rataan jumlah cabang primer (cabang) Blok
Tabel 4. Rataan jumlah cabang sekunder (cabang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (lampiran 36 dan 37), diketahui bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap terhadap bobot umbi per plot, pemberian

Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g) Beberapa Varietas Kacang Buncis pada Umur 14 Hari Setelah Tanam pada Perlakuan Dosis K yang Berbeda... Daftar Sidik Ragam Bobot Kering

menghasilkan parameter tinggi tanaman, bobot 100 biji dan hasil per hektar yang lebih tinggi dibandingkan kompos sampah organik, sedangkan penggunaan varietas

Data ini memberikan petunjuk bahwa di antara karakter agronomi yang diamati yaitu jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan bobot 100 biji (ukuran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap peubah luas daun, jumlah polong per tanaman, bobot biji kering per tanaman,

Sidik ragam stabilitas sembilan galur mutan harapan kacang hijau pada 16 lokasi diperoleh interaksi antara galur dengan lokasi (linier) nyata untuk hasil biji mengindikasikan

Jumlah polong per tanaman, Jumlah polong berisi per tanaman, Bobot biji per tanaman (g), Bobot 1000 biji (g). Data diolah dengan analisis varians yang dilanjutkan dengan uji

Sedangkan untuk sifat-sifat komponen hasil, galur alami V5 memiliki jumlah polong per tanaman yang lebih baik dari varietas penguji; galur alami V2 memiliki jumlah biji