EVALUASI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek)
UNTUK KECAMBAH (TAUGE)
SKRIPSI
AHMAD SYAH PUTRA
050307034/BDP-P.TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EVALUASI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek)
UNTUK KECAMBAH (TAUGE)
SKRIPSI
AHMAD SYAH PUTRA 050307034/BDP-P.TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) Pada Kecambah (Tauge)
Nama : Ahmad Syah Putra
Nim : 050307034
Departemen : Budidaya Tanaman Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh,
Komisi pembimbing
(Ir. Hot Setiado, MS.) (Ir. Eva Sartini Bayu, MP.) Ketua Dosen Pembimbing Anggota Dosen Pembimbing NIP : 19591217 198601 1 001 NIP: 19610506 199303 2 001
Mengetahui :
(Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc. Ph.D) Ketua Departemen Budidaya Pertanian
NIP : 19640620 198903 2 001
ABSTRACT
The research was conducted on the experimental garden of the Faculty of
Agriculture, North Sumatera University with altitude 25 metres form the sea level.
The objective of the research was to identify the growth and the production of the
best mungbean sprout (Vigna radiata (L.) Wilczek) The Randomized Block
Design was used with three replications.
The results showed that the Sampeong variety signifantly affected the
plant height at 8 – 10 weeks, the number of primary branches, the number of
secondary branches, the time of flowering, the time of harvested, the pods length,
the number of seed per pod, the weight of 100 seed. Whereas the Sriti variety
showed the best in the radicle lengthbefore planted and the radical length after
planted, the weight of 100 fresh sprouts, and the weight of 100 fresh sprout after
planted.
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakults Pertanian USU dengan
ketinggian 25 meter tiatas permukaan laut. Peenelitian bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.)
Wilczek) dalam produksi kecambah tauge) yang berkualitas tinggi.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial tiga
ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwavarietas berbeda nyata terhadapa
parameter : tinggi tanaman 8 – 10 mst, jumlah cabang primer, jumlah cabang
sekunder, umur berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji per polong,
bobot 100 biji,. Varietas yang terbaik adalah varietas Sampeong. Sedangkan untuk
panjang radikula kecambah segar sebelum tanam, panjang radikula kecambah
segar sesudah tanam, bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, dan boot 100
kecambah segar sesudah tanam diperoleh varietas terbaik yaitu Sriti
RIWAYAT HIDUP
Ahmad Syah Putra, dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1984 di Tanjung Balai yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, putra dari
ayahanda Saleh Umar dan ibunda Syarifah Banun.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah tahun 1997
penulis tamat dari SD Negeri 1 Tanjung Balai, tahun 2000 penulis tamat dari MTs
Negeri Tanjung Balai, tahun 2003 penulis tamat dari MA Negeri Tanjung Balai.
Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan tahun 2005 melalui jalur SPMB, pada jurusan Budidaya Pertanian
dengan Program Studi Pemuliaan Tanaman.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi
Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA) sebagai anggota, BKM
Al Mukhlisin sebagai anggota Departemen Kesejahteraan Ummat 2007 – 2008.
Pengalaman dibidang kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengkuti
praktek kerja lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan
KATA PENAGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur saya ucapkan kepada
Allah Swt. Atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya.
Judul skripsi ini adalah “Evaluasi Beberapa Varietas Kacang HIjau
(Vigna radiate (L.) Wilczek) Untuk Kecambah (Tauge)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, yaitu Bpk. Ir. Hot Setiado, MS dan Ibu Eva Sartini Bayu, MP yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak Persian
judul, pelaksanaan sampai penyelesaian skripsi ini.
Ungkapan do’a fsn terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orangtua
saya Ayahanda Saleh Umar dan Ibunda Syarifah Banun yang memberikan cinta
dan kasih sayangnya, kakanda Nurhani, SE dan Vida Mardiana, AMd.Keb.,
adinda M. Tri Irfan dan anggota keluarga lainnya yang telah memberikan
dukungan moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Dirgantara Training Center, Wahyu Saputri, S.Pd.I, Elli Asnawati, S.Man.,
peteman-teman yang tergabung dalam Kost 30, kawan-kawan BDP ‘05.
Penulisan menyadari bahwa skripsi ini masih dari sempurna, oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca untuk
Akhirnya semoga apa yang telah tertuang dapam skripsi ini dapat
memberikan menjadi manfaat bagi penulis, pembaca, semua pihak yang
membutuhkannya.
Medan, Desember 2011
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan tinggi tanaman 8 – 10 mst ... 26
2. Rataan umur berbunga ... 27
3. Rataan jumlah cabang primer ... 28
4. Rataan jumlah cabang sekunder ... 29
5. Rataan umur panen ... 29
6. Rataan jumlah polong per tanamn ... 30
7. Rataan panjang polong ... 31
8. Rataan jumlah biji per polong ... 31
9. Rataan bobot biji per tanaman ... 32
10. Rataan bobot 100 biji ... 33
11. Rataan panjang radikula kecambah segar sebelum tanam ... 34
12. Rataan panjang radikula kecambah segar sesudah tanam ... 34
13. Rataan panjang diameter kecambah segar sebelum tanam ... 35
14. Rataan panjang diameter kecambah segar sesudah tanam ... 35
15. Rataan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 36
16. Rataan bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan kegiatan penelitian ... 50
2. Bagan plot penelitian ... 51
3. Bagan lahan penelitian ... 52
4. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas sampeong ... 53
5. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas gelatik ... 54
6. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas pakit ... 55
7. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas pekutut ... 56
8. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas sriti ... 57
9. Data pengamatan tinggi tanaman 5 mst... 58
10.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 5 mst ... 58
11.Data pengamatan tinggi tanaman 6 mst... 58
12.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 6 mst ... 58
13.Data pengamatan tinggi tanaman 7 mst... 59
14.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 7 mst ... 59
15.Data pengamatan tinggi tanaman 8 mst... 59
16.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 8 mst ... 59
17.Data pengamatan tinggi tanaman 9 mst... 60
18.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 9 mst ... 60
19.Data pengamatan tinggi tanaman 10 mst ... 60
20.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 10 mst ... 60
21.Data pengamatan umur berbunga... 61
23.Data pengamatan jumlah cabang primer ... 61
24.Analisis Sidik ragam jumlah cabang primer ... 61
25.Data pengamatan jumlah cabang sekunder... 62
26.Analisis Sidik ragam jumlah cabang sekunder ... 62
27.Data pengamatan umur panen ... 62
28.Analisis Sidik ragam umur panen ... 62
29.Data pengamatan jumlah polong per tanaman ... 63
30.Analisis Sidik ragam jumlah polong per tanaman ... 63
31.Data pengamatan panjang polong ... 63
32.Analisis Sidik ragam panjang polong ... 63
33.Data pengamatan jumlah biji per polong ... 64
34.Analisis Sidik ragam jumlah biji per polong ... 64
35.Data pengamatan bobot biji per tanaman ... 64
36.Analisis Sidik ragam bobot biji per tanaman ... 64
37.Data pengamatan bobot 100 biji ... 65
38.Analisis Sidik ragam bobot 100 biji ... 65
39.Data pengamatan panajang radikula kecambah segar sebelum tanam ... 65
40.Analisis sidik ragam panajang radikula kecambah segar sebelum tanam .. 65
41.Data pengamatan panajang radikula kecambah segar sesudah tanam ... 66
42.Analisis Sidik ragam panajang radikula kecambah segar sesudah tanam .. 66
43.Data pengamatan diameter kecambah segar sebelum tanam ... 66
44.Analisis Sidik ragam diameter kecambah segar sebelum tanam ... 66
45.Data pengamatan diameter kecambah segar sesudah tanam ... 67
47.Data pengamatan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 67
48.Analisis Sidik ragam bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 67
49.Data pengamatan bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 68
50.Analisis Sidik ragam bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 68
51.Nilai duga heritabilitas ... 68
52.Rangkuman hasil rataan pengujian varietas kacang hijau ... 69
53.Foto Lahan Penelitian ... 70
54.Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Sampeong ... 71
55.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Gelatik ... 71
56.Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Parkit ... 72
57.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Perkutut... 72
58.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Sriti ... 73
DAFTAR ISI
Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau ... 21Persiapan Lahan ... 21
Persiapan Benih ... 21
Penanaman ... 21
Pemeliharaan ... 22
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 22
Pemanenan ... 23
Parameter Pengamatan ... 23
Tinggi Tanaman (cm) ... 23
Umum Berbunga (hst) ... 23
Jumlah Cabang Primer (cabang) ... 23
Jumlah Cabang Sekunder (cabang) ... 23
Umur Panen (hst) ... 24
Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 24
Panjang Polong (cm) ... 24
Jumlah Biji per Polong ... 24
Bobot Biji per Tanaman (g) ... 24
Bobot 100 biji ... 24
Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah (Tauge) ... 24
Bahan dan Alat Pengujian ... 24
Pelaksnaan Pengujian ... 25
Parameter Pengamatan ... 25
Panjang radikula kecambah (cm) ... 25
Diameter Kecambah (cm) ... 25
Jumlah cabang sekunder (cabang) ... 28
Umur panen (hst)... 29
Jumlah polong per tanaman (polong) ... 30
Panjang polong (cm) ... 30
Jumlah biji per polong (biji) ... 31
Bobot biji per tanaman (g) ... 32
Bobot 100 biji (g) ... 32
Panjang Radikula Kecambah (cm) ... 33
Diameter Kecambah (cm) ... 35
Bobot 100 Kecambah Segar (g) ... 36
Heritabilitas ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 47 Saran ... 47
ABSTRACT
The research was conducted on the experimental garden of the Faculty of
Agriculture, North Sumatera University with altitude 25 metres form the sea level.
The objective of the research was to identify the growth and the production of the
best mungbean sprout (Vigna radiata (L.) Wilczek) The Randomized Block
Design was used with three replications.
The results showed that the Sampeong variety signifantly affected the
plant height at 8 – 10 weeks, the number of primary branches, the number of
secondary branches, the time of flowering, the time of harvested, the pods length,
the number of seed per pod, the weight of 100 seed. Whereas the Sriti variety
showed the best in the radicle lengthbefore planted and the radical length after
planted, the weight of 100 fresh sprouts, and the weight of 100 fresh sprout after
planted.
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakults Pertanian USU dengan
ketinggian 25 meter tiatas permukaan laut. Peenelitian bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.)
Wilczek) dalam produksi kecambah tauge) yang berkualitas tinggi.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial tiga
ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwavarietas berbeda nyata terhadapa
parameter : tinggi tanaman 8 – 10 mst, jumlah cabang primer, jumlah cabang
sekunder, umur berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji per polong,
bobot 100 biji,. Varietas yang terbaik adalah varietas Sampeong. Sedangkan untuk
panjang radikula kecambah segar sebelum tanam, panjang radikula kecambah
segar sesudah tanam, bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, dan boot 100
kecambah segar sesudah tanam diperoleh varietas terbaik yaitu Sriti
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur
kacang hijau dan isi onde-onde. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman
ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium,
minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain
dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah
semangat hidup, juga digunakan untuk pengobatan (Atman, 2007).
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena
memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran
daerah produksi kacang hijau di Indonesia adalah: NAD, Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan
Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90%
terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70% berasal dari lahan sawah.
Tantangan pengembangan kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan
produktivitas dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut.
Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah
tersebut. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan
petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang
kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat
pengembangan kacang hijau di lahan kering (Kasno, 2007).
Tanaman kacang hijau masih kurang mendapat perhatian petani, meskipun
Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain, kacang hijau memiliki
kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun ekonomis, seperti: lebih tahan
kekeringan, serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur
55 – 60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara budidayanya
yang mudah. Dengan demikian kacang hijau mempunyai potensi yang tinggi
untuk dikembangkan (Sunantara, 2000).
Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kacang hijau adalah masih
rendahnya produksi yang dicapai petani. Rendahnya hasil disebabkan oleh
budidaya yang kurang baik (tanpa pemupukan dan penyiangan), persediaan air
tidak cukup, adanya serangan penyakit terutama seperti bercak daun Cercospora,
karat daun, embun tepung, kudis (scab) dan virus (Rukmana, 1997).
Kecambah kacang hijau (tauge) merupakan sayuran tradisional yang
terkenal diseluruh dunia. Nama itu jadi bersih sejak pelarangan pestisida dalam
proses produksinya. Untuk itu, sumber vitamin yang baik perlu dipikirkan,
khususnya kaya akan vitamin C. Enam puluh jam proses perkecambahan
meningkatkan kadar vitamin C hingga 132 mg/100 g, sebuah pertimbangan
keuntungan yang nyata. Perkecambahan itu juga meningkatkan kadar niasin dan
riboflavin secara signifikan. Jika tauge diproduksi berbasis komersial, diperlukan
suatu varietas baik yang memiliki sifat diinginkan seperti hasil yang tinggi, dapat
beradaptasi pada kondisi iklim yang berbeda dan toleran terhadap hama-penyakit
selain untuk produksi tauge yang baik. Kacang hijau kualitas tinggi untuk
kecambah, harus sedikit akar, berdiameter besar dan renyah. Permasalahan utama
ramping, sulit berkecambah, perakaran pendek dan besar tauge dikatakan hal yang
paling sulit untuk dicapai (Heettiarachchi, 1985).
Dalam perdagangan kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam
mutu, yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar
digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk
pembuatan tauge. Di Indonesia, tauge sangat populer karena proses pembuatannya
sangat sederhana (Astawan, 2004).
Varietas unggul merupakan komponen teknologi produksi yang murah,
mudah diadopsi petani serta aman terhadap lingkungan. Tersedianya varietas yang
memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap penyakit embun tepung, memegang
peranan penting dalam menekan kehilangan hasil dan meningkatkan pendapatan
petani. Selain itu tersedianya varietas tersebut memiliki dampak positif terhadap
efisiensi usaha tani dan aman terhadap lingkungan (Anwari, et al, 2006).
Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan pada kecambah (tauge),
mereka mengutamakan pada penemuan cara untuk meningkatkan kualitas tauge.
Juga banyak usaha telah dilakukan pada analisa kualitas nutrisinya. Hanya
literatur yang terbatas menyediakan berbagai komponen produksi tauge. Ada
hubungan terbalik antara hari dan indeks panen dari awal pembungaan sampai
awal pematangan polong pada kacang hijau. Ini menjadi tahap dalam kelebihan
dari strategi yang diperlukan dari kerapatan kanopi dalam kondisi agronomi yang
berbeda, hasil, dalam produksi kering berikutnya, sebagian lagi pada batang dan
daun tanpa peningkatan produksi (Heettiarachchi, 1985).
Dalam sebuah studi pada berbagai karakter populasi kacang hijau
cepat matang dengan jumlah polong/tanaman, tinggi tanaman dan biji/polong
menjadi komponen produksi utama dimana dalam kelompok kematangan terakhir
jumlah polong/tanaman, ruas/tanaman, cabang sekunder, cabang primer, biji/
polong, tinggi tanaman dan hari berbunga. Selebihnya, mereka pernah meneliti
suatu hubungan negatif diantara berat dan hasil 100 galur. Jumlah polong
/tanaman sebagai komponen hasil utama (Heettiarachchi, 1985).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau
(Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah (tauge) yang berkualitas
tinggi.
Hipotesa Penelitian
1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari varietas kacang hijau
(Vigna radiata (L.) Wilczek) yang diuji.
2. Ada pengaruh perbedaan varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)
terhadap produksi kecambah (tauge).
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Sistematika tanaman kacang hijau adalah:
Kingdom: Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Family: Fabaceae
Genus: Vigna
Species: Vigna radiata (L.) Wilczek
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang_hijau, 2010).
Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil
akar (nodul, nodula). Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen
(N) sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997).
Jumin (2002) dalam Ojimorinews (2011)
http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/
bahwa pada tanaman legume, pembentukan bintil akar yang efektif disamping di
tentukan oleh sifat genotip, juga ditentukan oleh galur Rhizobium yang berperan.
Bintil akar diklasifikasikan dalam dua kelompok yaiu kelompok efektif dan
kelompok tidak efektif. Sifat tidak berbintil dan berbintil akar sangat berguna
untuk mengukur fiksasi nitrogen dan residunya di dalam tanah terutama dalam
mengatur sistem pola tanam, agar konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi
pertumbuhan dan produksi konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi pertumbuhan
dalam akar banyak spesies yang telah teridentifikasi pada beberapa pohon tropika
adalah Chyanobakteri, tetapi pada sebagian besar spesies yang melaksanakan
proses ini adalah organisme seperti Actionomycetes (bakteri berfilamen). Pada
polong–polongan yang berperan adalah spesies bakteri dari genus Rhizobium
tertentu biasanya efektif hanya pada satu spesies polong–polongan. Rhizobium
memperoleh energi karbohidrat ini mula–mula dibentuk di daun selama proses
fotosintesis dan kemudian diangkut melalui floem ke bintil akar. Sukrosa
merupakan karbohidrat yang paling umum dan banyak diangkut, seperti pada
polong–polongan beberapa elektron dan ATP yang diperoleh selama oksidasi
dalam bakteroid digunakan untuk mereduksi N2 menjadi NH4+. Faktor – faktor
yang mempengaruhi proses fiksasi nitrogen adalah jumlah NH4+ didalam tanah
yang terbentuk, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi, kelembaban
tanah, dan suhu. Jumlah NH4+ di dalam tanah lebih disukai organisme yang
mengikat N2 dibanding bentuk – bentuk lain. Ada tiga hal penting dalam proses
nitrifikasi yaitu:
Reaksi ini membutuhkan oksigen, oleh sebab itu proses ini berlangsung di
tanah – tanah yang aerasinya baik,
Reaksi ini membebaskan H+ yang merupakan penyebab terjadinya
pengasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk NH4,
Kecepatan perubahan dipengaruhi oleh lingkungan.
(http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/, 2011).
Kacang hijau merupakan tumbuhan semusim yang tegak, percabangannya
bermula dari buku terbawah. Pasangan daun pertama berhadapan dan berupa daun
bundar telur sampai berbentuk delta. Bunganya besar, berdiameter 1 – 2 cm
kehijauan sampai kuning cerah, terletak pada tandan ketiak yang tersusun atas 5 –
25 kuntum bunga, panjang tandan bunga 2 – 20 cm. Polongnya menyebar dan
menggantung berbentuk silinder, panjangnya mencapai 15 cm, sering lurus
berbulu atau tanpa bulu dan berwarna hitam atau coklat soga (towny brown) berisi
sampai 20 butir biji yang bundar. Biji berwarna hijau, memiliki warna yang
kusam atau berkilap. Perkecambahannya secara epigeal (Somaatmadja, 1993).
Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bevariasi
antara 30 – 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat
dan berbulu, berwarna hijau dan ada yang ungu (Suprapto, 2007).
Daun tanaman kacang hijau termasuk trifoliat (dalam satu tangkai terdapat
3 helai daun), letaknya berselingan dan berbentuk oval berwarna hijau muda
sampai hijau tua (Fachruddin, 2000).
Bunga kacang hijau termasuk bunga sempurna (hermaprodite), dapat
menyerbuk sendiri, berbentuk kupu-kupu dan berwarna kuning. Biasanya
berbunga 30 – 70 hari, dan polongnya menjadi tua 60 – 120 hari setelah tanam.
Perontokan bunga banyak terjadi, mencapai 90%. Persilangan masih juga terjadi
sampai 5%. Bunga biasanya diserbuki pada malam hari, sebelum mekar pagi hari
berikutnya. Polong berbentuk silindris dengan panjang antara 6 – 15 cm dan
biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua
berwarna hitam atau coklat. Setiap polong berisi 10 – 15 biji (Somaatmadja, 1993
Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir
0.5 mg – 0.8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g dan berwarna hijau
(Rukmana, 1997).
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik
dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan memulai ekspresi dan merupakan
bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pemahaman terhadap fitohormon
telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai
macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami,
mencakup hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk, atau
menyeragamkan waktu berbunga tanaman buah musiman
Syarat Tumbuh Iklim
Faktor iklim seperti curah hujan, suhu, radiasi surya, dan kelembaban
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman
kacang-kacangan membutuhkan air yang cukup selama pertumbuhannya (kondisi tanah
yang lembab). Kondisi air yang berlebihan (tergenang) tidak baik bagi
pertumbuhan tanaman. Apabila air irigasi tidak tersedia, maka curah hujan
100 – 200 mm /bulan dinilai cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2003).
Kacang hijau dapat ditanam di daerah iklim hangat dan di daerah
subtropik. Sebagian besar genotipnya memperlihatkan tanggapan terhadap hari
pendek. Kacang hijau adalah tanaman musim hangat dan tumbuh dibawah suhu
rata-rata yang berkisar 20 – 40 oC dengan suhu optimumnya 20 – 30 oC
(Somaatmadja, 1993).
Pertumbuhan yang optimum yang tercapai pada suhu 20 – 25 oC. Suhu
12 – 20 oC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan
tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji.
Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 oC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil
fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Pada banyak jenis tanaman, khususnya pada jenis tanaman semusim suhu
memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan
Tanah
Jenis tanah yang dikehendaki tanaman kacang hijau adalah liat
berlempung atau tanah lempung yang banyak mengandung bahan organik, seperti
tanah podsolik merah kuning (pmk) dan latosol. Kacang hijau dapat tumbuh pada
ketinggian < 2000 m dpl, dan tumbuh subur pada tanah liat atau liat berpasir yang
cukup kering, dengan pH 5.5 – 7.0 (Rukmana, 1997).
Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang
banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian,
tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung
atau tanah lempung, misalnya podsolik merah kuning (PMK) dan latosol
(Fachruddin, 2000).
Tanah yang mempunyai pH 5.8 paling ideal untuk pertumbuhan kacang
hijau, sedangkan tanah yang sangat asam tidak baik karena penyediaan makanan
terhambat. Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, dan belerang. Unsur hara ini cukup penting untuk
meningkatkan produksinya (Suprapto, 2007).
Suplai nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting
dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan
N terhadap pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam
tanaman pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan
bahan lainnya yang menyalurkan energi (Buckman dan Brady, 1982).
Pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar dan
kemampuan akar menyerap air dan unsur hara yang pada akhirnya dapat
Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah beririgasi,
lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak.
Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi) mempunyai keuntungan
lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah
(karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran
pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik
(Andrianto dan Indarto, 2004).
Keberadaan air di alam dapat menjadi pembatas pertumbuhan tanaman,
apabila jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan
cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman
kekeringan. Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung
pada fase tumbuhan. Fase yang peka genangan : fase perkecambahan, fase
pembungaan dan pengisian. pada tingkat yang berlebihan menyebabkan genangan
pada tanaman (Manik, dkk , 2008).
Varietas
Varietas tanaman yang selanjutnya disebut dengan varietas adalah
sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk
tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi
karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama
oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak
tidak mengalami perubahan (Mangoendidjojo, 2003).
Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau
lebih tetua yang mempunyai sifat unggul. Dengan demikian biji varietas ini selalu
hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan menghasilkan
tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2
(Poespodarsono, 1988).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu
lingkungan untuk mendapatkan genotif ungul pada lingkungan tersebut. Pada
umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap
genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam
penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).
Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul
menerima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek
budidaya lainnya. Semua kondisi input ini penting dalam mencapai produktivitas
tinggi (Nasir, 2002).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase
pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang
mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman
pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan
susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan
berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Gen-gen dari tanaman tidak akan dapat menyebabkan perkembangan suatu
karakter terkecuali apabila gen-gen tersebut berada dalam lingkungan yang sesuai
dan sebaliknya tidak akan ada pengaruh gen-gen terhadap perkembangan
karakteristik dan merubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang
sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan keadaan lingkungan atau
kedua-duanya dan apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan
tanaman dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis
tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, hal ini berarti cara yang
diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau
keadaan lingkungan atau kedua-duanya (Allard, 2005).
Biji
Biji merupakan alat untuk melanjutkan hidup species suatu tumbuhan
yaitu dengan cara mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embryonic
axis. Didalam biji terdapat embryo serta cadangan makanan yang menunjang
embryo muda untuk berkecambah sampai berfotosintesis. Penyimpanan cadangan
makanan merupakan salah satu fungsi utama biji. Penyimpanan cadangan
berhubungan erat dengan proses pemasakan dan pengisian biji. Didalam proses
pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
optimumnya proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan
keberagaman gen antar varietas dalam species, faktor ekternal yang berorientasi
pada lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik
budidaya (Ma’rufah, 2008).
Varietas kacang hijau yang berdaya hasil tinggi belum tentu memberikan
keuntungan yang tinggi kepada petani. Selera konsumen atau permintaan pasar
terhadap kualitas tertentu, seperti ukuran dan warna biji, turut menentukan harga
jual. Kriteria mutu biji kacang hijau yang baik adalah biji berukuran besar (65–70
bentuk biji bundar, dan warna biji hijau kusam. Varietas unggul yang sudah
dilepas mempunyai kandungan protein berkisar antara 18−26% (Suhartina 2005).
Sifat lain yang turut menentukan mutu biji kacang hijau adalah ukuran dan
warna biji. Ukuran biji berhubungan erat dengan kandungan biji keras. Varietas
kacang hijau yang berbiji kecil mengandung biji keras lebih tinggi daripada
varietas berbiji besar, makin besar ukuran biji maka kandungan biji keras makin
rendah. Oleh karena itu, kacang hijau yang berbiji besar dan biji berwarna hijau
kusam lebih disenangi petani karena rasanya lebih enak (pulen) serta harga
jualnya lebih tinggi daripada yang berbiji kecil. Karakterisasi terhadap kacang
hijau berbiji besar 70−73 g/1.000 biji (Hakim, 2008).
Warna biji merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu biji
kacang hijau. Kacang hijau yang berwarna hijau kusam mempunyai mutu lebih
baik karena rasanya lebih enak (pulen) dan bila dibuat bubur lebih tahan basi
daripada yang berwarna hijau mengkilat (Hakim, 2008).
Perkecambahan
Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan
berkecambah), pengujian awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan
seperti: air, suhu, media, cahaya dan terbebas dari hama dan penyakit. Cahaya,
suhu, dan kelembaban merupakan tiga faktor utama (Utomo, 2006).
Para ahli fisiologi menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya
radikula menembus kulit benih. Para agronomis menyatakan bahwa
perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari
dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah
Proses perkecambahan merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Tahap pertama
perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih diikuti
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Setelah biji menyerap air
maka biji akan menghasilkan hormon tumbuh seperti giberellic acid (GA) yang
menstimulir kegiatan enzim-enzim di dalam biji. Tahap kedua dimulai dengan
kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap ketiga merupakan
terjadinya penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat
merupakan assimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik
untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan
pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari
perkecambahan mulai dari proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel
pada titik-titik tumbuh. Proses pertumbuhan dan perkembangan embrio diawali
dari ujung-ujung titik tumbuh akar yang diikuti oleh titik tumbuh tunas. Daun
yang terbentuk belum dapat berfungsi optimal sebagai organ fotosintesis,
pertumbuhan kecambah sangat bergantung pada persediaan makanan yang ada
dalam biji (Utomo, 2006).
Heritabilitas
Untuk dapat menaksir peranan genotip dan lingkungan dapat dihitung
melalui keragaman fenotip pada suatu populasi. Keragaman fenotip merupakan
jumlah dari keragaman yang disebabkan genotip dan keragaman yang disebabkan
oleh pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, yang terutama ingin diketahui tentang
terhadap keragaman fenotip. Ratio ini merupakan konsep heritabilitas.
Heritabilitas dapat diartikan proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh
sifat menurun. Heritabilitas dapat dinyatakan dengan :
Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan 0 dan 1. Heritabilitas dengan
nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan lingkungan, sedangkan
keragaman dengan 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin
mendekati 0 heritabilitasnya makin rendah (Poespodarsono, 1988).
Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh
suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan
demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan
respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki
respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki
heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990).
Ragam fenotip merupakan total ragam biologis yang terdiri dari ragam
genetik, ragam lingkungan dan interaksi antara keduanya. Variasi lingkungan
ditimbulkan oleh lingkungan, diukur dengan rata-rata tangggapan tetua homozigot
dan keturunan F1 terhadap lingkungan tertentu. Variasi genetik timbul dari
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dimulai pada Nopember 2010 sampai Pebruari
2011 di lahan percobaan Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian
tempat ± 25 m di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau
dengan 5 varietas yaitu: varietas Sampeong, varietas Gelatik, varietas Parkit,
varietas Perkutut, dan varietas Sriti sebagai bahan yang diamati, pupuk Urea, TSP,
dan KCl sebagai pupuk dasar, kompos sebagai media tanam, air sebagai
kebutuhan air tanaman, tanah dan kebutuhan perkecambahan, insektisida sebagai
bahan pengendali serangan hama dan penyakit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat
pengolah tanah, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida, gembor sebagai alat
untuk menyiram tanaman, timbangan analitik sebagai alat pengukur bobot kacang
hijau dan kecambah (tauge), tali plastik, pacak sampel, jangka sorong untuk
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non
Faktorial. Varietas Kacang Hijau yang diuji dengan 5 varietas (V):
V1 : Varietas Sampeong
V2 : Varietas Gelatik
V3 : Varietas Parkit
V4 : Varietas Perkutut
V5 : Varietas Sriti
Jenis Kebutuhan
Ukuran Plot : 60 x 100 (cm)
Jarak Antar Plot : 25 cm
Jumlah Plot /Blok: 15
Jarak Antar Blok : 50 cm
Jumlah Blok : 3
Jarak Antar Tanaman per Plot : 20 x 20 (cm)
Jumlah Tanaman per Plot : 15
Jumlah Sampel per Plot : 3
Jumlah Sampel Seluruhnya : 45
Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
RAK sebagai berikut :
i : 1, 2, 3 j : 1, 2, 3
Dimana :
Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas ke-j
µ : Nilai tengah
αi : Efek blok ke-i
βj : Efek varietas ke-j
εij : Efek galat pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas pada taraf ke-j
Jika hasil perhitungan sidik ragam yang diperoleh nyata, maka perhitungan
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf 5 %
(Steel and Torrie, 1995).
Heritabilitas
Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus :
heritabilitas dinyatakan :
tinggi --- jika nilai h2 > 50 % ; 0.5 – 1
sedang --- jika nilai h2 <= 50 % ; 0.2 – 0.5
rendah --- jika nilai h2 < 20% ; 0 – 0.2
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan
dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.
Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu dibersihkan dari sampah dan gulma, kemudian
dilakukan pengukuran luas lahan 320 cm x 640 cm, plot yang akan dipergunakan
yaitu: 60 cm x 100 cm, jarak antar blok 50 cm, serta jarak antar plot 25 cm. Tanah
digemburkan dengan menggunakan cangkul.
Persiapan Benih
Benih F1 dipersiapkan dari 5 varietas yang akan ditanam sesuai kebutuhan
sebagai bahan penelitian.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam ± 2 cm dengan jarak
tanam 20 cm x 20 cm, dan ditanam 1 benih per lubang tanam.
Aplikasi Pupuk
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran pemupukan kacang
hijau 50 kg/ha Urea (0.2 g/tanaman), 100 kg/ha TSP (0.4 g/tanaman), dan
50 kg/ha KCl (0.2 g/tanaman) sebagai pupuk dasar. Pemupukan dilakukan 2 tahap
yakni pada saat tanam sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi
Pemeliharaan Penyiraman
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan, dan dilakukan
pada pagi atau sore hari.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman abnormal dan yang
mati dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan hingga 2 MST.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan dengan cara menimbunkan tanah disekitar
tanaman sampai batas tajuk tanaman.
Penyiangan
Penyiangan bermanfaat untuk mengurangi persaingan hara antara tanaman
budidaya dengan gulma, dilakukan secara manual pada sekitar tanaman.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan meninggalkan satu tanaman yang
pertumbuhannya paling baik pada tiap lubang tanam.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan Decis
2.5 EC dengan dosis 2 cc/l air, aplikasi disemprot pada bagian tanaman yang
terkena serangan dan Dithane M-45 dengan dosis 2 g/l air, aplikasi dengan
perendaman benih sebelum tanam dan disemprot pada bagian tanaman yang
Pemanenan
Adapun yang menjadi kriteria polong yang dipanen adalah polong yang
ditandai dengan warna kulit polong kecoklatan sampai hitam, kulit keras dan
kriteria waktu yang dideskripsikan. Pemanenan dilakukan dengan cara manual
yaitu tiap polong dipetik dengan tangan.
Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman menggunakan meteran, dilakukan dari pangkal
batang sampai titik tumbuh. Waktu pengukuran dimulai umur tanaman 2 minggu
setelah tanam sampai memasuki masa generatif yang ditandai dengan keluarnya
bunga.
Umur Berbunga (hst)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat
tanaman memasuki stadia reproduktif yaitu membukanya bunga pertama kali pada
salah satu buku utama.
Jumlah Cabang per Tanaman (cabang)
Jumlah cabang dihitung dengan dua bagian, yaitu :
Jumlah Cabang Primer (cabang)
Jumlah cabang primer dicirikan dengan pertumbuhan dari pangkal batang
utama, dihitung dari pangkal batang.
Jumlah Cabang Sekunder (cabang)
Jumlah cabang sekunder dicirikan dengan pertumbuhan cabang dari pangkal
Umur Panen (hst)
Umur panen dihitung pada saat tanaman menunjukkan kriteria panen yang
ditandai dengan warna polong yang coklat sampai hitam.
Jumlah Polong per Tanaman (polong)
Jumlah polong dihitung pada tanaman menghasilkan polong, yaitu saat
pemanenan.
Panjang Polong (cm)
Panjang polong diukur dari pangkal sampai ujung polong dengan
menggunakan mistar.
Jumlah Biji per Polong (biji)
Panjang polong yang sama digunakan untuk menghitung jumlah biji per
polong dari tanaman sampel kemudian dirata-ratakan.
Bobot Biji per Tanaman (g)
Penghitungan bobot biji dilakukan dengan mengumpulkan seluruh biji dari
masing-masing tanaman dan ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot 100 biji (g)
Bobot 100 biji dihitung dengan cara menimbang 100 biji dari tiap varietas
pada tanaman sampel.
Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) Bahan dan Alat Pengujian
Bahan yang digunakan dalam pengujian produksi kecambah adalah :
100 biji tiap varietas dari tanaman sampel sebagai bahan untuk pengujian Bak plastik yang berlubang dan kertas tisu sebagai wadah perkecambahan dan
Air sebagai bahan katalisator
Pelaksanaan Pengujian
Biji dibersihkan untuk membuang sisa-sisa kontaminasi biji dengan sisa
polong, agar diperoleh biji murni yang bersih sebagai bahan kecambah
(tauge).
Biji direndam selama 6 jam dalam air dan disimpan dalam lemari tertutup
pada suhu ruang untuk proses imbibisi.
Biji ditiriskan dan ditebarkan diatas bak plastik berlubang yang telah dilapisi
dengan kain.
Biji disiram dengan frekuensi 4 – 5 kali per hari (tergantung cuaca). Pengukuran parameter dilakukan setelah 80 jam (± 3 hari penyiraman).
Parameter Pengamatan
Panjang Radikula Kecambah (cm)
Panjang radikula diukur dari pangkal sampai ujung radikula kecambah.
Diameter Kecambah (cm)
Diameter kecambah diukur pada bagian tengah batang kecambah.
Bobot 100 Kecambah Segar (g)
Bobot 100 batang kecambah dihitung dengan cara diambil 100 batang dari
masing-msing pengujian, yaitu pengujian kecambah dari biji sebelum tanam dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Tinggi Tanaman
Data hasil pengamatan tinggi tanaman umur 5 – 10 mst serta analisis sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 9 – 20.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda
nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 5 – 10 mst dan berbeda nyata terhadap
karakter tinggi tanaman pada umur 8 – 10 mst.
Rataan tinggi tanaman (8 – 10 mst) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) 8 – 10 mst
Varietas Minggu (mst)
8 9 10
V1 (Sampeong) 77.4 a 84.1 a 89.6 a
V2 (Gelatik) 49.0 b 51.0 b 51.6 b
V3 (Parkit) 57.0 b 59.1 b 59.8 b
V4 (Perkutut) 45.3 b 47.8 b 48.6 b
V5 (Sampeong) 59.3 b 62.7 b 64.0 b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman tertinggi terdapat pada
pengujian V1 (89.6) yang berbeda nyata dengan V2, V3, V4, dan V5. Sedangkan
antar varietas V2, V3, V4, V5 tidak berbeda nyata.
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Umur berbunga (hst)
Data hasil pengamatan umur berbunga dan analisis sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 21 – 22.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap umur berbunga tanaman yang diamati. Rataan umur berbunga dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan umur berbunga (hst)
Varietas Blok Total Rataan
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
-Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa umur berbunga tercepat terdapat pada V3
(39.6). Pengujian V3 berbeda nyata dengan pengujian V1 dan V5; tetapi tidak
berbeda nyata dengan pengujian V2 dan V4.
Jumlah cabang primer (cabang)
Data hasil pengamatan jumlah cabang primer dan analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 23 – 24.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap jumlah cabang primer yang diamati. Rataan jumlah cabang primer dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah cabang primer (cabang)
Varietas Blok Total Rataan tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cabang primer tertinggi terdapat
pada V2 (7.6). Pengujian V4 berbeda nyata dengan V1 dan V3.
Jumlah cabang sekunder (cabang)
Data hasil pengamatan jumlah cabang sekunder dan analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 25 – 26.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap jumlah cabang sekunder yang diamati. Rataan jumlah cabang sekunder
Tabel 4. Rataan jumlah cabang sekunder (cabang) tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah cabang sekunder tertinggi
terdapat pada pengujian V1 (3.2). Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian
V2 dan V4.
Umur panen (hst)
Data hasil pengamatan umur panen dan analisis sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 27 – 28.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap umur panen yang diamati. Rataan umur panen dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan umur panen (hst)
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa umur panen tercepat terdapat pada V3
(63.6). Pengujian V3 berbeda nyata dengan pengujian V1, V2 dan V4 tetapi tidak
berbeda nyata dengan pengujian V5.
Jumlah polong per tanaman (polong)
Data hasil pengamatan jumlah polong per tanaman dan analisis sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 29 – 30.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak
nyata terhadap jumlah polong per tanaman yang diamati. Rataan jumlah polong
per tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan jumlah polong per tanaman (polong)
Varietas Blok Total Rataan
I II III
V1 (Sampeong) 49.7 32.7 48.7 131.0 43.7
V2 (Gelatik) 29.3 31.7 23.7 84.7 28.2
V3 (Parkit) 26.0 28.7 48.3 100.0 33.3
V4 (Perkutut) 22.0 34.7 38.7 95.3 31.8
V5 (Sampeong) 28.7 24.0 26.3 79.0 26.3
Total 155.7 151.8 185.7 490.0 163.3
Rataan 31.1 30.4 37.1 98.0 32.9
Panjang polong (cm)
Data hasil pengamatan panjang polong dan analisis sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 31 – 32.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap panjang polong yang diamati. Rataan panjang polong dapat dilihat pada
Tabel 7. Rataan panjang polong (cm)
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa varietas yang menghasilkan polong
terpanjang terdapat pada pengujian V5 (9.4) yang berbeda nyata dengan V1 dan
V4. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan pengujian V3, V4 dan V5.
Jumlah biji per polong (biji)
Data hasil pengamatan jumlah biji per polong dan analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 33 – 34.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap jumlah biji per polong yang diamati. Rataan jumlah biji per polong dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan jumlah biji per polong (biji)
Varietas Blok Total Rataan
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah biji per polong yang paling
banyak terdapat pada V1 (12.1) yang berbeda nyata dengan V4 dan V5 tetapi
berbeda tidak nyata dengan V2 dan V3. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan
pengujian V3, V4 dan V5.
Bobot biji per tanaman (g)
Data hasil pengamatan bobot biji per tanaman dan analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 35 – 36.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda
nyata terhadap bobot biji per tanaman yang diamati. Rataan bobot biji per
tanaman dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan bobot biji per tanaman (g)
Varietas Blok Total Rataan
I II III
V1 (Sampeong) 16.0 12.7 19.3 48.0 16.0
V2 (Gelatik) 20.2 20.3 16.4 56.9 19.0
V3 (Parkit) 21.4 27.3 42.0 90.7 30.2
V4 (Perkutut) 13.6 19.6 25.1 58.3 19.4
V5 (Sampeong) 18.6 16.1 19.5 54.2 18.1
Total 89.8 96.0 122.3 308.1 102.7
Rataan 18.0 19.2 24.5 61.6 20.5
Bobot 100 biji (g)
Data hasil pengamatan bobot 100 biji dan analisis sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 37 – 38.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
Tabel 10. Rataan bobot 100 biji (g)
Varietas Blok Total Rataan
I II III
V1 (Sampeong) 2.7 3.2 3.1 9.0 3.0 c
V2 (Gelatik) 6.0 6.1 6.0 18.1 6.0 b
V3 (Parkit) 7.1 7.6 7.9 22.6 7.5 a
V4 (Perkutut) 6.2 5.4 5.8 17.4 5.8 b
V5 (Sriti) 5.7 6.0 5.8 17.5 5.8 b
Total 27.7 28.3 28.6 84.6 28.2
Rataan 5.5 5.7 5.7 16.9 5.6
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa bobot 100 biji tertinggi terdapat pada
Pengujian V3 (7.5) yang berbeda nyata dengan pengujian V1, V2, V4 dan V5.
Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian V2, V3, V4 dan V5. Pengujian V2
berbeda tidak nyata dengan pengujian V4 dan V5.
Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) Panjang Radikula Kecambah (cm)
Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 39 – 42.
a. Sebelum tanam
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
panjang radikula kecambah yang diamati. Rataan panjang radikula kecambah
Tabel 11. Rataan panjang radikula kecambah sebelum tanam (cm) tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pengujian V4 menghasilkan panjang
radikula kecambah terpanjang 1.4 cm. Pengujian V4 berbeda nyata dengan
pengujian V1, V2, V3 dan V5.
b. Sesudah tanam
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
panjang radikula kecambah yang diamati. Rataan panjang radikula kecambah
sesudah tanam dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Panjang radikula kecambah sesudah sesudah tanam (cm)
Varietas Blok Total Rataan
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pengujian V2 menghasilkan panjang
radikula kecambah terpendek 1.1 cm. Pengujian V1 berbeda nyata dengan
Diameter Kecambah (cm)
Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam diameter kecambah
sebelum dan sesudah tanam dapat dilihat pada Lampiran 43 – 46.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda
tidak nyata terhadap diameter kecambah yang diamati.
Tabel. 13. Rataan diameter kecambah sebelum tanam
Varietas Blok Total Rataan
I II III
V1 (Sampeong) 0.15 0.15 0.15 0.5 0.15
V2 (gelatik) 0.20 0.30 0.20 0.7 0.23
V3 (Parkit) 0.20 0.25 0.25 0.7 0.23
V4 (Perkutut) 0.30 0.20 0.30 0.8 0.27
V5 (Sriti) 0.20 0.20 0.30 0.7 0.23
Total 1.1 1.1 1.2 3.4 1.1
Rataan 0.2 0.2 0.2 0.7 0.2
Tabel. 14. Rataan diameter kecambah sesudah tanam
Varietas Pasca Tanam Total Rataan
I II III
V1 (Sampeong) 0.15 0.15 0.15 0.5 0.15
V2 (gelatik) 0.20 0.30 0.20 0.7 0.23
V3 (Parkit) 0.20 0.20 0.30 0.7 0.23
V4 (Perkutut) 0.30 0.25 0.25 0.8 0.27
V5 (Sriti) 0.20 0.30 0.30 0.8 0.27
Total 1.1 1.2 1.2 3.5 1.2
Bobot 100 Kecambah Segar (g)
Data hasil pengamatan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam dan
sesudah tanam serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 47 – 50.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap bobot 100 kecambah segar sebelum tanam yang diamati. Rataan bobot
100 kecambah segar sebelum tanam dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Bobot 100 kecambah segar biji sebelum tanam (g)
Varietas Blok Total Rataan tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bobot 100 kecambah segar sebelum
tanam yang paling berat terdapat pada pengujian V3 (53.6) yang berbeda nyata
dengan pengujian V1, V2, V4 dan V5.
Tabel 16. Bobot 100 kecambah segar sesudah tanam (g)
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa bobot 100 kecambah sesudah tanam
segar yang paling berat terdapat pada pengujian V5 (66.6) yang berbeda nyata
dengan V1, V2, V3 dan V4.
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter pada tanaman
dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan kriteria heritabilitas yang didapatkan
dari tanaman yang ditanam diperoleh 5 (lima) komponen hasil yang mempunyai
heritabilitas sedang dan 11 (sebelas) komponen hasil yang mempunyai
heritabilitas tinggi.
Tabel 17. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil pada tanaman
Jumlah Polong per Tanaman 23.81 90.99 0.26 sedang
Panjang Polong 0.24 0.35 0.69 tinggi
Jumlah Biji per Polong 0.60 1.24 0.49 sedang
Bobot Biji per Tanaman 24.81 55.28 0.45 sedang
Bobot 100 Biji 2.7 2.8 1.0 tinggi
Sebelum Tanam
Panjang Radikula Kecambah 0.03 0.03 0.8 tinggi
Diameter kecambah 0.0011 0.004 0.31 sedang
Bobot 100 Kecambah Segar 23.4 23.4 1.0 tinggi
Sesudah Tanam
Panjang Radikula Kecambah 0.01 0.02 0.5 tinggi
Diameter kecambah 0.002 0.004 0.39 sedang
Pembahasan
Pengamatan terhadap tinggi tanaman pada umur 5 – 7 mst pengujian
varietas menunjukkan perbedaan tidak nyata (Lampiran 9 – 14). Pada pengamatan
umur 8 – 10 mst (Lampiran 15 – 20) menunjukkan perbedaan yang nyata dan
diperoleh tanaman yang paling tinggi pada pengujian V1 (Sampeong; 89.6 cm).
Jika dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 4) ternyata varietas ini
menunjukkan hasil yang lebih tinggi, diduga hal ini disebabkan oleh perbedaan
genetik, yang menyebabkan perbedaan penampilan fenotip tanaman dengan
penampilan ciri dan sifat yang khusus yang berbeda antara satu sama lain dengan
pengaruh lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darliah, dkk (2001)
bahwa pada suatu daerah yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda
terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat
dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan dan salah satunya dapat
dilihat dari pertumbuhannya.
Berdasarkan data pengamatan umur berbunga dan hasil analisis sidik
ragam diperoleh hasil bahwa pengujian varietas berbeda nyata (Lampiran 21 – 22)
yang paling cepat berbunga terdapat pada pengujian V3 (Parkit; 39.6 hst). Jika
dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 6) ternyata varietas ini
menunjukkan umur berbunga yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan pengaruh
faktor berbunga tanaman, yang dipengaruhi oleh jenis tanah dan cuaca, curah
hujan yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar
serta kemampuan akar tanaman untuk menyerap unsur hara. Pertumbuhan sistem
perakaran yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman yang
hijau umumnya dibudidayakan pada akhir musim hujan, pada penelitian ini
penanaman dilakukan pada saat musim hujan. Akibatnya keadaan cuaca ini lebih
memacu pertumbuhan vegetatif. Dengan perkataan lain umur berbunga lebih
lambat. Keseragaman tanaman dapat terlihat pada fase vegetatif tanaman.
Kebanyakan tanaman tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan
vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk
berbunga. Buckman dan Brady (1982) berpendapat bahwa pori tanah yang besar
akan meningkatkan perkembangan akar dan dan kemampuan akar menyerap air
serta unsur hara yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
tanaman. Hal ini juga didukung pernyataan Nyakpa (1988) bahwa, suplai nitrogen
di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan
pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan N terhadap
pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam tanaman
pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan bahan
lainnya yang menyalurkan energi.
Berdasarkan data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam pada jumlah
cabang primer dan cabang sekunder (Lampiran 23 – 26) diperoleh hasil bahwa
pengujian varietas menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari Tabel 3 dapat dilihat
bahwa rataan tertinggi terdapat pada pengujian V2 (Gelatik) sebesar 7.6 cabang
primer yang menunjukkan jumlah cabang yang paling banyak dan rataan terendah
terdapat pada pengujian V4 (Perkutut) sebesar 3.5 cabang yang menunjukkan jumlah
cabang primer yang paling sedikit. Pembentukan cabang tanaman merupakan bagian
dari pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman juga
budidaya, dan secara faktor endogen berupa rangsangan genetis yang menandakan
varietas tanaman dan hormon yang saling terintegrasi. Dalam literatur
Mangoendidjojo (2003) varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau
spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,
buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis
atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan
apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
Berdasrkan data pengamatan dan analisis sidik ragam (lampiran 25 – 26)
menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan diperoleh varietas yang
memiliki jumlah cabang sekunder terbanyak terdapat pada V1 (Sampeong; 3.2
cabang). Jumlah cabang sekunder yang terbentuk merupakan pertumbuhan
vegetatif yang diawali dari pertumbuhan cabang primer. Hal ini sesuai dengan
literatur yang termuat dalam http://plantshormon.blogspot.com (2008) bahwa
pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa
golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon, hormon tumbuhan
merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor.
Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula
tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan
merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Berdasarkan data pengamatan umur panen dan hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 27 – 28) menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan