• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Asam Lemak dan Identifikasi Posisi Asam Palmitat pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Hewani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komposisi Asam Lemak dan Identifikasi Posisi Asam Palmitat pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Hewani"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN IDENTIFIKASI POSISI

ASAM PALMITAT PADA BEBERAPA MINYAK NABATI

DAN LEMAK HEWANI

OLEH:

YOSY CINTHYA ERIWATY SILALAHI

NIM 087014014

(2)

KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN IDENTIFIKASI POSISI

ASAM PALMITAT PADA BEBERAPA MINYAK NABATI

DAN LEMAK HEWANI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

YOSY CINTHYA ERIWATY SILALAHI

NIM 087014014

PROGRAM STUDI MAGISTER DAN DOKTOR ILMU FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(3)

PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Yosy Cinthya Eriwaty Silalahi No. Induk Mahasiswa : 087014014

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Komposisi Asam Lemak dan Identifikasi Posisi Asam Palmitat pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Hewani

Tempat dan Tanggal Ujian Lisan Tesis: Medan, 29 Desember 2011

Menyetujui:

Ketua, Anggota,

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

NIP 195008281976032002 NIP 195807101986012001

Medan, Januari 2012

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.

(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Yosy Cinthya Eriwaty Silalahi No. Induk Mahasiswa : 087014014

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Komposisi Asam Lemak dan Identifikasi Posisi Asam Palmitat pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Hewani

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji Tesis pada hari Kamis, tanggal 29, bulan Desember, tahun 2011

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji : Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. Anggota Tim Penguji : Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

Prof. Dr. Jansen Silalahi., M.App.Sc., Apt.

(5)

KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN IDENTIFIKASI POSISI ASAM PALMITAT PADA BEBERAPA MINYAK NABATI DAN

LEMAK HEWANI Abstrak

Asupan lemak yang dianjurkan per hari adalah maksimum 30% atau lebih rendah dari total energi. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan komposisi asam lemak pada minyak atau lemak dan posisi asam lemak pada molekul triasilgliserol (TAG). Komposisi asam lemak yang ideal adalah berdasarkan rasio asam lemak jenuh (saturated fatty acid, SFA) : asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid, MUFA) : asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid, PUFA) yaitu 1:1:1 atau masing-masing 33,33%.

Minyak nabati diperoleh dari berbagai sumber minyak goreng yang beredar di pasaran Kota Medan, yaitu minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedele dan minyak campuran (minyak jagung, kedele dan jarak). Produk minyak kelapa murni serta lemak hewani yaitu lemak sapi, ayam, babi dan kambing diperoleh secara acak. Komposisi asam lemak total dianalisis dengan alat Kromatografi Gas. Penyimpangan golongan asam lemak adalah nilai mutlak dari selisih golongan asam lemak dengan harga ideal 33,33%. Untuk menentukan distribusi asam palmitat pada TAG dilakukan dengan menghidrolisis minyak/lemak dengan enzim lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan 2-monoasilgliserol. Kemudian asam lemak bebas dianalisis dengan alat Kromatografi Gas dan nilai distribusi asam palmitat pada posisi sn-2 adalah pengurangan total asam palmitat pada TAG dengan komposisi asam palmitat bebas dari posisi sn-1,3.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi komposisi minyak nabati dan lemak hewani berdasarkan komposisi SFA, MUFA dan PUFA; serta untuk mengkaji kandungan asam palmitat karena bersifat aterogenik pada posisi sn-2 dalam minyak nabati dan lemak hewani.

Hasil penelitian ini adalah nilai gizi yang mendekati komposisi yang ideal dari minyak nabati adalah minyak campuran, kelapa sawit, jagung, kedele, kelapa dan kelapa murni. Sedangkan pada lemak hewani adalah lemak ayam, babi, sapi dan kambing. Posisi asam palmitat pada sn-2 yang berkaitan dengan tingkat aterogenitas pada lemak hewani adalah lemak babi, kambing, sapi dan ayam. Urutan aterogenitas minyak nabati adalah minyak kelapa sawit, jagung, kedele, campuran, kelapa dan kelapa murni.

(6)

FATTY ACID COMPOSITION AND IDENTIFICATION OF PALMITIC ACID POSITION ON VEGETABLE OILS AND ANIMAL FATS

Abstract

Vegetable oils was from frying oils that commonly found in Medan City market, they are coconut oil, palm oil, corn oil, soya oil and blended oil

The recommended fat intake is maximum 30% or less of total energy per day. Nutritional value of oil or fat can be determined based on fatty acid composition in oil or fat and fatty acid positions on the triacylglycerol (TAG) molecule. Ideal composition of fatty acids is by a ratio of saturated fatty acid (SFA) : monounsaturated fatty acid (MUFA) : polyunsaturated fatty acid (PUFA) is 1:1:1 or 33.33% for each group. The purpose of this study was to evaluate the composition of vegetable oils and animal fats based on the composition of SFA, MUFA and PUFA; and to assess the content of palmitic acid in sn-2 position on vegetable oils and animal fats.

(corn oil, soya oil and castor oil). As for virgin coconut oil product and animal fats, such as tallow, chicken fat, lard and goat fat, was appointed randomly. Analysis of fatty acid total composition was by gas chromatography device. Deviation of fatty acid group was an absolute value from a difference between fatty acid group with an ideal value of fatty acid 33.33%. To determine the distribution of palmitic acid was by hydrolizing TAG from oil/fat with spesific lipase enzyme at position sn -1,3 resulting free fatty acids and 2-monoacylglycerol. Then the free fatty acids were analyzed by gas chromatography device and the distribution of palmitic acid at the sn-2 position was a difference between total palmitic acids in TAG with free palmitic acid composition of sn-1,3 position.

The result of the research indicated that nutritional value towards to the ideal composition of vegetable oils are blended oil, palm oil, corn oil, soya oil, coconut oil and virgin coconut oil. While in animal fat are chicken fat, lard, tallow and goat fat. The position of palmitic acid at sn-2 related to the atherogenic properties of animal fat are lard, goat fat, tallow and chicken fat. For vegetable oil category are palm oil, corn oil, soya oil, blended oil, coconut oil and virgin coconut oil.

(7)

KATA PENGANTAR

Ad Maiorem Dei Gloriam

Segala puji dan syukur atas kasih dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “Komposisi Asam Lemak dan Identifikasi Posisi Asam Palmitat pada Beberapa Minyak Nabati dan Lemak Hewani” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan maupun bimbingan dan dorongan serta nasehat dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswi Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

(8)

4. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., selaku Pembimbing I yang telah membimbing, mengarahkan, dan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini. 5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai Pembimbing II yang

memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Farmasi.

6. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., dan Bapak Prof. Dr.rer.nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan tantangan kepada penulis.

7. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fitokimia beserta staf.

Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua yaitu Prof. Dr. J. Silalahi, M.App.Sc., Apt., dan N. Naibaho serta abang dan adik yang telah memberikan dorongan moral dan materil kepada penulis. Ucapan terima kasih juga bagi semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Viat Voluntas Tua

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL I ... i

HALAMAN JUDUL II ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

(10)

2.3 Metabolisme Minyak dan Lemak ... 10

2.4 Nilai Gizi Lemak Berdasarkan Komposisi Asam Lemak ... 12

2.5 Sifat Aterogenik Lemak Berdasarkan Posisi sn-2 ... 14

2.6 Penentuan Komposisi Asam Lemak ... 17

2.7 Penentuan Jenis Asam Lemak pada Posisi sn-2 pada Triasilgliserol ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Sampel ... 22

3.2 Bahan-bahan ... 22

3.3 Alat-alat ... 22

3.4 Prosedur ... 23

3.4.1 Metode Pengambilan Sampel ... 23

3.4.2 Penentuan Lemak Hewani ... 23

3.4.3 Analisis Komposisi Asam Lemak pada Sampel ... 23

3.4.4 Cara Evaluasi Nilai Gizi ... 24

3.4.5 Penentuan Waktu Inkubasi dalam Proses Hidrolisis ... 25

3.4.6 Penentuan Distribusi Asam Palmitat pada Posisi sn-2 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Sampel ... 27

4.2 Komposisi Asam Lemak pada Sampel Minyak Nabati dan Lemak Hewani ... 28

4.3 Nilai Gizi Minyak Nabati dan Lemak Hewani ... 37

4.4 Waktu Inkubasi dalam Proses Hidrolisis ... 43

(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Asam lemak jenuh dan penyakit jantung koroner ... 16 Tabel 2.2 Komposisi asam lemak bersumber dari beberapa minyak

nabati dan lemak hewani yang pada umumnya ... 16 Tabel 2.3 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya ... 19 Tabel 2.4 Posisi asam lemak (%) pada triasilgliserol dari beberapa

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5 Gambar 2.1 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) ... 7 Gambar 2.2 Metabolisme dan transportasi triasilgliserol pada manusia 11 Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis enzimatik triasilgliserol ... 20 Gambar 4.1 Kromatogram standar asam lemak dengan minyak

kelapa sawit dan lemak babi ... 32 Gambar 4.2 Perbandingan komposisi asam lemak minyak nabati dan

lemak hewani dengan komposisi ideal berdasarkan persentase golongan asam lemak ... 38 Gambar 4.3 Nilai penyimpangan golongan asam lemak pada minyak

nabati dan lemak hewani dibandingkan dengan

komposisi ideal ... 39 Gambar 4.4 Kromatogram asam palmitat standar dan sampel minyak

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan alir proses perolehan lemak hewani ... 57

Lampiran 2. Baganalirpembuatan metil ester asam lemak sebelum hidrolisis ... 58

Lampiran 3. Kondisi alat Kromatografi Gas ... 59

Lampiran 4. Bagan alir hidrolisis minyak nabati dan lemak hewani .. 60

Lampiran 5. Bagan alir pembuatan metil ester asam lemak sesudah hidrolisis ... 61

Lampiran 6. Data minyak goreng yang beredar di pasaran Kota Medan ... 62

Lampiran 7. Daftar informasi sampel minyak goreng ... 65

Lampiran 8. Karakteristik kromatogram standar metil ester asam lemak sebelum hidrolisis ... 66

Lampiran 9. Kromatogram I minyak kelapa sebelum hidrolisis ... 67

Lampiran 10. Kromatogram II minyak kelapa sebelum hidrolisis ... 68

Lampiran 11. Kromatogram III minyak kelapa sebelum hidrolisis ... 69

Lampiran 12. Kromatogram I minyak kelapa murni sebelum hidrolisis ... 70

Lampiran 13. Kromatogram II minyak kelapa murni sebelum hidrolisis ... 71

(15)

Lampiran 18. Kromatogram I minyak kedele sebelum hidrolisis ... 76

Lampiran 19. Kromatogram II minyak kedele sebelum hidrolisis ... 77

Lampiran 20. Kromatogram III minyak kedele sebelum hidrolisis ... 78

Lampiran 21. Kromatogram I minyak jagung sebelum hidrolisis ... 79

Lampiran 22. Kromatogram II minyak jagung sebelum hidrolisis ... 80

Lampiran 23. Kromatogram III minyak jagung sebelum hidrolisis ... 81

Lampiran 24. Kromatogram I minyak campuran sebelum hidrolisis ... 82

Lampiran 25. Kromatogram II minyak campuran sebelum hidrolisis .. 83

Lampiran 26. Kromatogram III minyak campuran sebelum hidrolisis 84

Lampiran 27. Kromatogram I lemak sapi sebelum hidrolisis ... 85

Lampiran 28. Kromatogram II lemak sapi sebelum hidrolisis ... 86

Lampiran 29. Kromatogram III lemak sapi sebelum hidrolisis ... 87

Lampiran 30. Kromatogram I lemak ayam sebelum hidrolisis ... 88

Lampiran 31. Kromatogram II lemak ayam sebelum hidrolisis ... 89

Lampiran 32. Kromatogram III lemak ayam sebelum hidrolisis ... 90

Lampiran 33. Kromatogram I lemak babi sebelum hidrolisis ... 91

Lampiran 34. Kromatogram II lemak babi sebelum hidrolisis ... 92

Lampiran 35. Kromatogram III lemak babi sebelum hidrolisis ... 93

Lampiran 36. Kromatogram I lemak kambing sebelum hidrolisis ... 94

Lampiran 37. Kromatogram II lemak kambing sebelum hidrolisis ... 95

Lampiran 38. Kromatogram III lemak kambing sebelum hidrolisis .... 96

Lampiran 39. Standar deviasi sampel sebelum hidrolisis ... 97

(16)

Lampiran 42. Karakteristik kromatogram standar metil ester asam

lemak sesudah hidrolisis ... 102

Lampiran 43. Kromatogram I minyak kelapa sesudah hidrolisis ... 103

Lampiran 44. Kromatogram II minyak kelapa sesudah hidrolisis ... 104

Lampiran 45. Kromatogram III minyak kelapa sesudah hidrolisis ... 105

Lampiran 46. Kromatogram I minyak kelapa murni sesudah hidrolisis 106 Lampiran 47. Kromatogram II minyak kelapa murni sesudah hidrolisis ... 107

Lampiran 48. Kromatogram III minyak kelapa murni sesudah hidrolisis ... 108

Lampiran 49. Kromatogram I minyak kelapa sawit sesudah hidrolisis 109

Lampiran 50. Kromatogram II minyak kelapa sawit sesudah hidrolisis 110 Lampiran 51. Kromatogram III minyak kelapa sawit sesudah hidrolisis ... 111

Lampiran 52. Kromatogram I minyak kedele sesudah hidrolisis ... 112

Lampiran 53. Kromatogram II minyak kedele sesudah hidrolisis ... 113

Lampiran 54. Kromatogram III minyak kedele sesudah hidrolisis ... 114

Lampiran 55. Kromatogram I minyak jagung sesudah hidrolisis ... 115

Lampiran 56. Kromatogram II minyak jagung sesudah hidrolisis ... 116

Lampiran 57. Kromatogram III minyak jagung sesudah hidrolisis ... 117

Lampiran 58. Kromatogram I minyak campuran sesudah hidrolisis .... 118

Lampiran 59. Kromatogram II minyak campuran sesudah hidrolisis ... 119

Lampiran 60. Kromatogram III minyak campuran sesudah hidrolisis .. 120

Lampiran 61. Kromatogram I lemak sapi sesudah hidrolisis ... 121

Lampiran 62. Kromatogram II lemak sapi sesudah hidrolisis ... 122

(17)

Lampiran 64. Kromatogram I lemak ayam sesudah hidrolisis ... 124

Lampiran 65. Kromatogram II lemak ayam sesudah hidrolisis ... 125

Lampiran 66. Kromatogram III lemak ayam sesudah hidrolisis ... 126

Lampiran 67. Kromatogram I lemak babi sesudah hidrolisis ... 127

Lampiran 68. Kromatogram II lemak babi sesudah hidrolisis ... 128

Lampiran 69. Kromatogram III lemak babi sesudah hidrolisis ... 129

Lampiran 70. Kromatogram I lemak kambing sesudah hidrolisis ... 130

Lampiran 71. Kromatogram II lemak kambing sesudah hidrolisis ... 131

Lampiran 72. Kromatogram III lemak kambing sesudah hidrolisis ... 132

Lampiran 73. Standar deviasi sampel sesudah hidrolisis ... 133

(18)

KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN IDENTIFIKASI POSISI ASAM PALMITAT PADA BEBERAPA MINYAK NABATI DAN

LEMAK HEWANI Abstrak

Asupan lemak yang dianjurkan per hari adalah maksimum 30% atau lebih rendah dari total energi. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan komposisi asam lemak pada minyak atau lemak dan posisi asam lemak pada molekul triasilgliserol (TAG). Komposisi asam lemak yang ideal adalah berdasarkan rasio asam lemak jenuh (saturated fatty acid, SFA) : asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid, MUFA) : asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid, PUFA) yaitu 1:1:1 atau masing-masing 33,33%.

Minyak nabati diperoleh dari berbagai sumber minyak goreng yang beredar di pasaran Kota Medan, yaitu minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedele dan minyak campuran (minyak jagung, kedele dan jarak). Produk minyak kelapa murni serta lemak hewani yaitu lemak sapi, ayam, babi dan kambing diperoleh secara acak. Komposisi asam lemak total dianalisis dengan alat Kromatografi Gas. Penyimpangan golongan asam lemak adalah nilai mutlak dari selisih golongan asam lemak dengan harga ideal 33,33%. Untuk menentukan distribusi asam palmitat pada TAG dilakukan dengan menghidrolisis minyak/lemak dengan enzim lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan 2-monoasilgliserol. Kemudian asam lemak bebas dianalisis dengan alat Kromatografi Gas dan nilai distribusi asam palmitat pada posisi sn-2 adalah pengurangan total asam palmitat pada TAG dengan komposisi asam palmitat bebas dari posisi sn-1,3.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi komposisi minyak nabati dan lemak hewani berdasarkan komposisi SFA, MUFA dan PUFA; serta untuk mengkaji kandungan asam palmitat karena bersifat aterogenik pada posisi sn-2 dalam minyak nabati dan lemak hewani.

Hasil penelitian ini adalah nilai gizi yang mendekati komposisi yang ideal dari minyak nabati adalah minyak campuran, kelapa sawit, jagung, kedele, kelapa dan kelapa murni. Sedangkan pada lemak hewani adalah lemak ayam, babi, sapi dan kambing. Posisi asam palmitat pada sn-2 yang berkaitan dengan tingkat aterogenitas pada lemak hewani adalah lemak babi, kambing, sapi dan ayam. Urutan aterogenitas minyak nabati adalah minyak kelapa sawit, jagung, kedele, campuran, kelapa dan kelapa murni.

(19)

FATTY ACID COMPOSITION AND IDENTIFICATION OF PALMITIC ACID POSITION ON VEGETABLE OILS AND ANIMAL FATS

Abstract

Vegetable oils was from frying oils that commonly found in Medan City market, they are coconut oil, palm oil, corn oil, soya oil and blended oil

The recommended fat intake is maximum 30% or less of total energy per day. Nutritional value of oil or fat can be determined based on fatty acid composition in oil or fat and fatty acid positions on the triacylglycerol (TAG) molecule. Ideal composition of fatty acids is by a ratio of saturated fatty acid (SFA) : monounsaturated fatty acid (MUFA) : polyunsaturated fatty acid (PUFA) is 1:1:1 or 33.33% for each group. The purpose of this study was to evaluate the composition of vegetable oils and animal fats based on the composition of SFA, MUFA and PUFA; and to assess the content of palmitic acid in sn-2 position on vegetable oils and animal fats.

(corn oil, soya oil and castor oil). As for virgin coconut oil product and animal fats, such as tallow, chicken fat, lard and goat fat, was appointed randomly. Analysis of fatty acid total composition was by gas chromatography device. Deviation of fatty acid group was an absolute value from a difference between fatty acid group with an ideal value of fatty acid 33.33%. To determine the distribution of palmitic acid was by hydrolizing TAG from oil/fat with spesific lipase enzyme at position sn -1,3 resulting free fatty acids and 2-monoacylglycerol. Then the free fatty acids were analyzed by gas chromatography device and the distribution of palmitic acid at the sn-2 position was a difference between total palmitic acids in TAG with free palmitic acid composition of sn-1,3 position.

The result of the research indicated that nutritional value towards to the ideal composition of vegetable oils are blended oil, palm oil, corn oil, soya oil, coconut oil and virgin coconut oil. While in animal fat are chicken fat, lard, tallow and goat fat. The position of palmitic acid at sn-2 related to the atherogenic properties of animal fat are lard, goat fat, tallow and chicken fat. For vegetable oil category are palm oil, corn oil, soya oil, blended oil, coconut oil and virgin coconut oil.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu komposisi asam lemak pada minyak atau lemak dan posisi asam lemak pada molekulnya. Komposisi asam lemak yang ideal dari bahan pangan, sebaiknya mempunyai perbandingan asam lemak jenuh (saturated fatty acid = SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid = PUFA) adalah 1:1:1. Komposisi asam lemak seperti ini tidak dapat ditemukan di alam, sehingga untuk mendapatkan komposisi asam lemak pada minyak nabati yang mendekati ideal, produsen minyak mencampurkan dua atau lebih jenis minyak yang mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda yaitu metode blending (percampuran), fraksinasi, interesterifikasi atau kombinasi metode tersebut (Silalahi, 2006; Silalahi, dkk., 2011).

(21)

banyak terdapat dalam diet adalah asam palmitat (C 16:0) baik dalam produk nabati (minyak kelapa sawit) maupun hewani (keju, sosis, ham, daging kalengan, dll). Asam lemak ini juga mempunyai potensi yang kuat dalam meningkatkan LDL. Asam lemak jenuh lainnya, asam miristat (C 14:0), mempunyai potensi yang lebih kuat daripada asam palmitat dalam meningkatkan LDL tetapi jumlahnya lebih sedikit dalam diet. Asam lemak rantai pendek (< 10 rantai karbon) kurang mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah, sedangkan asam lemak rantai sedang seperti asam laurat (C 12:0) dapat manaikkan HDL. Asam stearat (C 18:0), tidak meningkatkan LDL. MUFA tidak mempengaruhi LDL, sedangkan PUFA dapat menurunkan LDL tetapi juga menurunkan HDL (Decker, 1996; Grundy, 1999;

Posisi asam lemak di dalam molekul lemak ditentukan dengan stereospecific numbering (sn) yaitu posisi sn-1,2 dan 3 pada molekul lemak (triasilgliserol = TAG) juga akan mempengaruhi nilai gizi, karena posisi tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh. Enzim lipase sangat berperan menghidrolisis asam lemak pada struktur molekul TAG pada saat metabolisme dalam tubuh. Ada tiga sumber lipase yang aktif menghidrolisis lemak didalam pencernaan sebelum diabsorpsi yaitu lipase air liur, lipase lambung dan lipase pankreas. Enzim lipase pada manusia bekerja secara spesifik pada posisi sn-1,3 dan tidak menghidrolisis asil pada posisi sn-2 (Decker, 1996; Willis, et al., 1998).

Uauy, 2009; White, 2009).

(22)

asam lemak bebas. Lipase air liur cenderung akan menghidrolisis asam lemak rantai pendek dan sedang saja (Willis, et al., 1998). Asam lemak rantai pendek dan sedang lebih mudah berinteraksi dengan medium berair sehingga dapat langsung diserap oleh lambung ke sirkulasi melalui vena porta ke hati dan akan segera terjadi oksidasi lalu menghasilkan energi (Willis, et al., 1998; Willis dan Marangoni, 1999).

(23)

Apabila asam miristat, palmitat dan asam lemak trans yang bersifat aterogenik (memicu terjadinya aterosklerosis) yang akan meningkatkan LDL dalam darah berada pada posisi sn-2 berarti menambah resiko terhadap penyakit jantung koroner (PJK). Pada minyak nabati, SFA sangat banyak ditemukan pada posisi sn-1,3 sedangkan untuk MUFA dan PUFA banyak ditemukan pada posisi sn-2. Sebaliknya pada lemak hewani, banyak ditemukan SFA pada posisi sn-2. Perbandingan posisi asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani ini membedakan pengaruhnya terhadap resiko PJK (Berry, 2009; Forsythe, et al., 2007).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi komposisi minyak nabati dan lemak hewani berdasarkan komposisi SFA, MUFA dan PUFA, serta untuk mengkaji kandungan asam palmitat pada posisi sn-2 dalam minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap minyak nabati dan lemak hewani. Minyak nabati diperoleh dari berbagai sumber minyak goreng yang beredar di pasaran Kota Medan. Produk minyak kelapa murni serta lemak hewani yaitu lemak sapi, ayam, babi dan kambing diperoleh secara acak. Minyak nabati dan lemak hewani diubah dalam bentuk metil ester lalu diinjeksikan ke alat Kromatografi Gas dan didapat total asam lemak palmitat yang terkandung dalam sampel, sehingga dapat dievaluasi nilai gizinya.

(24)

hidrolisis sempurna terhadap minyak nabati dan lemak hewani. Setelah diketahui waktu inkubasi, maka enzim lipase dapat dipakai untuk menghidrolisis triasilgliserol pada posisi sn-1,3, sehingga menghasilkan 2-MAG dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas kemudian diubah dalam bentuk metil ester dan diinjeksikan ke alat Kromatografi Gas sehingga dapat diketahui persentase asam palmitat pada posisi sn-2 dengan cara pengurangan asam lemak total palmitat di dalam TAG dan asam lemak bebas dari posisi sn-1,3. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Sampel

(Minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan)

Dihidrolisis dengan enzim lipase

Asam palmitat pada posisi sn-2

Aterogenitas minyak nabati dan lemak hewani berdasarkan persentase asam

palmitat pada posisi sn-2 lapisan bawah :

Diubah dalam metil ester Komposisi

asam lemak

Evaluasi nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani Diinjeksikan ke alat

Kromatografi Gas

(25)

1.3 Perumusan Masalah

1. Apakah minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan bernilai gizi yang baik berdasarkan komposisi SFA, MUFA dan PUFA? 2. Bagaimana distribusi asam palmitat pada posisi sn-2 dalam minyak

nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan? 1.4 Hipotesis

1. Minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan tidak memenuhi komposisi asam lemak SFA, MUFA dan PUFA yang bernilai gizi yang baik.

2. Pada lemak hewani lebih banyak terdistribusi asam palmitat pada posisi sn-2 daripada minyak nabati.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi komposisi minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan berdasarkan komposisi SFA, MUFA dan PUFA.

2. Mengkaji kandungan asam palmitat pada posisi sn-2 dalam minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang nilai gizi yang ideal dari minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan berdasarkan komposisi SFA, MUFA dan PUFA.

(26)

O O

O O

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak

Lipida adalah senyawa organik yang terdapat di dalam mahluk hidup yang tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam pelarut nonpolar seperti heksan, dietileter. Komponen utama lipida adalah lemak, lebih 95% lipida adalah lemak. Lemak adalah triester asam lemak dan gliserol. Nama kimia dari lemak adalah triasilgliserol (TAG) dan nama lain yang sering digunakan adalah trigliserida (McKee dan McKee, 2003). Struktur kimia lemak dapat dilihat pada Gambar 2.1.

H

H – C α – O – C – (CH2)14 – CH3 ...(α) palmitat atau posisi sn-1 H – C β – O – C – (CH2)16 – CH3 ...(β) stearat atau posisi sn-2 H – C α’– O – C – (CH2)14 – CH3 ...(α’) palmitat atau posisi sn-3

H

1,3 dipamitoil, 2 stearoil gliserol

Gambar 2.1 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) (sumber: O’Keefe, 2002; Berry, 2009)

Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, palmitat maka struktur kimia tersebut disebut 1,3-dipalmitoil-2-stearoil gliserol. sn : stereospesific numbering

(27)

yang mengandung asam lemak jenuh lebih dari 60%, sedangkan lemak tak jenuh mengandung asam lemak tak jenuh diatas 60%. Biasanya lemak nabati adalah lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak kecuali minyak kelapa dan minyak inti sawit karena banyak mengandung asam lemak rantai sedang. Sebaliknya, lemak hewani termasuk lemak jenuh dan berwujud padat pada suhu kamar dan disebut sebagai lemak kecuali minyak ikan karena mengandung banyak asam lemak tak jenuh (McKee dan McKee, 2003).

Sifat kimia, fisika dan biokimia (metabolisme dan sifat aterogenik) dari suatu lemak ditentukan oleh komposisi dan posisi (sn-1, 2 dan 3) asam lemak yang teresterkan di dalam molekul lemak (triasilgliserol). Walaupun 2 produk minyak nabati atau lemak hewani memiliki komposisi asam lemak yang sama belum tentu memiliki sifat aterogenik yang sama. Perbedaan sifat ini terjadi karena metabolismenya dan cara mempengaruhi kadar lipoprotein kolesterol dalam darah berbeda (Brucker, 2008a; Silalahi dan Nurbaya, 2011).

(28)

prostaglandin yang mengatur berbagai fungsi fisiologis. Lemak sangat vital untuk pertumbuhan dan perkembangan pada manusia (Silalahi, 2006).

2.2 Asam Lemak

Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus yang terdiri dari jumlah atom karbon genap (4,6,8 dan seterusnya) dan diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid = SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acid = MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acid = LCFA). Semakin banyak rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya semakin tinggi (Silalahi dan Nurbaya, 2011; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

(29)

akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

2.3 Metabolisme Minyak dan Lemak

(30)

menghidrolisis asam lemak pendek dan sedang pada posisi sn-3, sehingga menghasilkan 1,2-diasilgliserol dan asam lemak bebas (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

Gambar 2.2 Metabolisme dan transportasi triasilgliserol pada manusia (sumber: Willis, et al., 1998)

Keterangan :

TAG: Triasilgliserol; DAG: Diasilgliserol; MAG: Monoasilgliserol; MCFA: Medium chain fatty acid (asam lemak rantai sedang); LCFA: Long chain fatty acid (asam lemak rantai panjang); FFA: Free fatty acid (asam lemak bebas)

Pada lambung lemak dihidrolisis oleh lipase lambung yang spesifik menghidrolisis asam lemak sedang pada posisi sn-1,3 sehingga akan menghasilkan asam lemak bebas, monoasilgliserol dan diasilgliserol (bila asam lemak rantai panjang yang berada pada posisi sn-1 atau sn-3). Oleh karena lemak dapat bertahan dalam lambung selama 2–4 jam, maka sebagian triasilgliserol dapat dicerna dan menyerap asam lemak yang dibebaskan. Asam lemak rantai pendek dan sedang lebih mudah larut dalam media berair sehingga dapat diabsorbsi di lambung langsung memasuki sirkulasi darah melewati vena porta

Lipase air liur

Lipase lambung

(31)

dan sampai ke hati tempat asam dioksidasi menghasilkan energi dalam waktu singkat. Sebaliknya, asam lemak rantai panjang tidak terpengaruh oleh enzim lipase sampai memasuki usus halus (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

Lipase dari kelenjar pankreas dan asam empedu bercampur dalam saluran empedu; akhirnya keduanya sampai di usus halus. Lemak bersifat hidrofobik sehingga diperlukan media yang akan membawanya lewat saluran pencernaan dengan bantuan asam empedu melalui emulsifikasi dalam bentuk misel. Emulsifikasi memperbaiki pencernaan dan penyerapan karena butiran lemak besar dipecah menjadi butiran kecil, dengan demikian luas permukaan bertambah (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

Pada usus halus, lipase pankreas mencerna lemak menjadi monoasilgliserol dan asam lemak. Lipase pankreas yang aktif pada orang dewasa lebih spesifik menghidrolisis asam lemak pada posisi sn-1,3 dan sedikit lebih cenderung pada posisi sn-1. Lipase ini juga lebih cenderung menghidrolisis asam rantai pendek dan sedang walaupun dapat menghidrolisis asam lemak rantai panjang. Sesudah terjadi hidrolisis, asam lemak dan 2-monoasilgliserol membentuk suatu misel dengan garam-garam empedu dan diabsorbsi melalui lapisan mukosa usus. Pada sel diding usus 2-MAG dan asam lemak dibentuk kembali menjadi lemak dan selanjutnya diangkut dalam bentuk kilomikron ke aliran darah (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

2.4 Nilai Gizi Lemak Berdasarkan Komposisi Asam Lemak

(32)

energi dan sumber asam lemak esensial. Konsumsi seluruh lemak yang dianjurkan adalah tidak lebih 30% dari total energi jika konsumsi lebih dari 30% dapat memicu munculnya berbagai penyakit antara lain obesitas (kegemukan), peningkatan kolesterol (cholesterolemia) yang merupakan salah satu faktor resiko dari PJK dan stroke. Pengaruh negatif dari konsumsi lemak terutama yang berkaitan dengan sifat aterogenik (penyempitan pembuluh darah) dapat dicegah antara lain dengan mengurangi konsumsi lemak dibawah 30% dari total energi, tetapi akan lebih baik meningkatkan jumlah asam lemak tak jenuh supaya tercapai komposisi jenis asam lemak yang ideal. Asam lemak jenuh rantai panjang yang banyak akan meningkatkan kolesterol darah. Sebaliknya, PUFA dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (Griel dan Etherton, 2006; Wardlaw, 2003).

Untuk memenuhi jumlah lemak sebanyak 30%, maka golongan asam lemak SFA, MUFA dan PUFA masing-masing menyumbangkan 10% dari total energi. Jadi, komposisi asam lemak dalam diet yang bernilai gizi ideal adalah jika perbandingan SFA : MUFA : PUFA adalah 1:1:1 (Griel dan Etherton, 2006; Silalahi, 2000; Silalahi, 2006; Wardlaw, 2003). Perbandingan SFA, MUFA dan PUFA dapat juga dinyatakan dalam bentuk persentase sehingga perbandingannya adalah 33,33% : 33,33% : 33,33%. Nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani dapat ditentukan dengan menghitung nilai penyimpangan dari persentase yang ideal (33,33%) tiap golongan asam lemaknya. Rumus menghitung nilai penyimpangan adalah jumlah nilai mutlak [Δ] dari selisih antara persentase setiap

(33)

Asam lemak esensial linolenat (C 18:3), asam lemak eikosapentanoat (eicosapentaenoic acid = EPA, C 20:5) dan asam lemak dokosaheksaenoat (docosahexanoic acid = DHA, C 22:6) adalah golongan PUFA yang dikenal sebagai omega-3. Hasil metabolit EPA dan asam arakidonat (AA, C 20:4) mempunyai sifat fisiologis yang berlawanan. EPA yang dikonsumsi (yang berasal dari minyak ikan) akan menggantikan posisi AA dari membran semua sel dan menyebabkan keadaan fisiologis yang cenderung menghasilkan eikosanoida yang memiliki sifat-sifat antitromboktif dan antiinflamasi. Eikosanoida dari AA yang berasal dari kelompok omega-6 (linoleat, C 18:2) memiliki sifat yang sebaliknya. Berdasarkan sifat ini, resiko aterosklerosis dan PJK dapat dicegah oleh golongan omega-3 apabila perbandingan omega-6 dan omega-3 adalah 6:1 (Silalahi, 2006a; Wijendran dan Hayes, 2004). Disamping itu, pemberian EPA pada penderita diabetes bermanfaat untuk mengontrol kadar gula darah (Tallon, 2007).

Asam lemak tak jenuh bentuk trans sebaiknya tidak terdapat dalam minyak nabati dan lemak hewani karena tidak hanya meningkatkan LDL tetapi juga menurunkan HDL, sedangkan asam lemak jenuh rantai panjang hanya meningkatkan LDL tanpa mempengaruhi HDL. Oleh karena itu, pengaruh asam lemak trans jauh lebih buruk dibanding asam lemak jenuh rantai panjang (Silalahi, 2006; Silalahi dan Nurbaya, 2011).

2.5 Sifat Aterogenik Lemak Berdasarkan Posisi pada sn-2

(34)

disebabkan terutama oleh penyakit kanker, paru dan diabetes. Di Indonesia, PJK meningkat dari 18% menjadi 28% sebagai penyebab kematian antara tahun 1995 dan

Peranan gizi yang tepat dalam pencegahan PJK perlu diperhatikan terutama pada asupan diet. Beberapa faktor yang berkaitan dengan PJK adalah (1) total kalori yang dikonsumsi, (2) banyaknya konsumsi karbohidrat, (3) peminum alkohol, (4) jenis lemak dalam diet, (5) banyaknya oksidasi pada diet dan oxidative stress pada individu, (6) mineral, vitamin dan serat dalam diet, (7) jenis protein yang dikonsumsi. Akan tetapi yang paling dominan memberikan pengaruh terhadap PJK adalah lemak karena dapat menyebabkan hipertrigliseridemia atau tingginya kadar lemak dalam darah. Hipertrigliseridemia dapat membentuk plak pada pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Bruckner, 2008).

2002 (Dewi, et al., 2010).

(35)

Mengkonsumsi banyak asam lemak jenuh rantai panjang terutama yang mengandung asam palmitat dapat meningkatkan resiko terhadap PJK. Hal ini telah dibuktikan terhadap penderita PJK yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Asam lemak jenuh dan penyakit jantung koroner Penelitian Jumlah

5,10,15 Korelasi yang kuat antara kolesterol total terhadap persentase asupan energi dari SFA

Tak terdefenisi Adanya korelasi antara peningkatan konsumsi SFA dengan peningkatan serum kolesterol dan peningkatan kematian akibat PJK

Ireland-Boston Diet-Heart Study

1.001 pria 20 Kematian pasien akibat PJK akibat asupan tinggi terhadap SFA dan tingkat serum kolesterol yang tinggi Nurses Health

Study

80.082 wanita

14 Hubungan yang positif antara

persentase asupa energi dari SFA dan peningkatan resiko PJK Sumber : White (2009)

(36)

tidak meningkatkan kolesterol LDL karena asam stearat dengan cepat diubah menjadi asam oleat (C 18:1) setelah memasuki tubuh (Decker, 1996; Grundy, 1999;

Pada minyak nabati, SFA banyak ditemukan pada posisi sn-1,3 sedangkan untuk MUFA dan PUFA banyak ditemukan pada posisi sn-2. Sebaliknya pada lemak hewani, banyak ditemukan SFA pada posisi sn-2. Perbandingan posisi asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani ini membedakan pengaruhnya terhadap resiko PJK (Forsythe, et al., 2007; Berry, 2009).

Uauy, 2009, White, 2009).

2.6 Penentuan Komposisi Asam Lemak

Pemisahan dengan menggunakan alat kromatografi gas adalah proses pemisahan dimana fase geraknya berupa gas dan fase diamnya dapat berupa suatu cairan atau zat padat atau kombinasi zat padat dan cair (Ditjen POM, 1995; Silalahi, 1995). Komposisi asam lemak pada beberapa minyak nabati dan lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 2.2.

(37)

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak bersumber dari beberapa minyak nabati dan lemak hewani pada umumnya

Asam 16 : 0 7,09-8,00 44,30-49,77 10,90-27,21 10,60-26,89 25,00-29,40 13,05-27,24 20,06-25,00 47,17-53,16 17 : 0 << 1,74-2,00 <<

Sumber : Doyle (2004); Sardjono (1999); Silalahi (2007); Stolyhwo (2007) Keterangan :

2.7 Penentuan Jenis Asam Lemak pada Posisi sn-2 pada Triasilgliserol Enzim lipase sangat penting dalam metabolisme lemak dalam tubuh. Proses pemecahan lemak (fat splitting) melepaskan asam lemak dari struktur triasilgliserol yang dapat terjadi dengan enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu (Aehle, 2004). Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(38)

maka akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak yaitu akan menghidrolisis pada semua posisi sn dalam produk lemak.

Tabel 2.3 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya Klasifikasi

enzim lipase Spesifikasi Sumber

Lipase Komersil Spesifik pada

substrat

Monoasilgliserol Jaringan lemak pada tikus

Mono- dan Diasilgliserol Penicillium camembertii

Triasilgliserol Penicillium sp.

Regiospesifik Posisi sn-1,3

Pankreas babi

Mucor miehei

Aspergillus niger Lipase AP6® Thermomyces lanuginose Lipozym TL IM® Rhizomucor meihei Palatase M®

Posisi sn-2 Candida antartica A Novozym 435®

Nonspesifik -

Getah Carica papaya

Asam lemak jenuh cis-9 Geotrichum candidum

Asam lemak jenuh rantai

panjang Botrystis cinerea

Stereospesifik

Posisi sn-1 Humicola lanugunose

Pseudomonas aeruginose

Posisi sn-3 Fusarium solani cutinase

Lambung kelinci

Sumber : Aehle (2004); Villeneuve dan Foglia (1997)

(39)

Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis enzimatik triasilgliserol (sumber: Aehle, 2004) Berdasarkan reaksi hidrolisis pada Gambar 2.3, hidrolisis triasilgliserol secara enzimatik dengan enzim lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 adalah dengan menghidrolisis triasilgliserol pada posisi sn-1,3 sehingga akan menghasilkan produk 2-MAG dan asam lemak bebas dari asam lemak pada posisi sn-1,3. Kemudian dipisahkan dengan larutan polar yang mengikat 2-MAG, ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu untuk memisahkan 2-MAG dan asam lemak bebas dari asam lemak pada posisi sn-1,3. Setelah terpisah, asam lemak bebas pada posisi sn-1,3 dimetilesterkan untuk diinjeksikan dalam alat Kromatografi Gas. Hasil pengurangan total asam lemak dan asam lemak bebas adalah nilai produk 2-MAG (Satiawihardja, 2001; Silalahi, 1999a). Distribusi asam lemak pada triasilgliserol dari beberapa jenis minyak nabati dan lemak hewani dapat dilihat dari Tabel 2.4. Berdasarkan Tabel 2.4, pada minyak nabati (minyak coklat, kelapa sawit, kacang tanah) SFA sangat banyak ditemukan pada posisi sn-1,3 sedangkan untuk MUFA dan PUFA banyak ditemukan pada posisi sn-2. Sebaliknya pada lemak hewani (lemak babi), banyak ditemukan SFA pada posisi sn-2. Perbandingan posisi asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani ini membedakan pengaruhnya terhadap resiko PJK (Berry, 2009; Forsythe, et al., 2007).

Triasilgliserol 2-Monoasilgliserol Asam lemak bebas sn-1,3 + 3H2O

lipase + (CH 2)16 CH3CO2H + (CH2)12 CH3CO2H CH2OCO(CH2)12CH3

CH2OCO(CH2)16CH3 CHOCO(CH2)14CH3

CH2OH

(40)

Tabel 2.4 Posisi asam lemak (%) pada triasilgliserol dari beberapa jenis minyak nabati dan lemak hewani

Minyak nabati /

Sumber : Berry (2009) Keterangan :

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan yakni menentukan komposisi asam lemak dan menentukan persentase asam palmitat pada posisi sn-2 yang terkandung dalam minyak nabati dan lemak hewani di pasaran Kota Medan (Sevilla, et al., 1993).

3.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah minyak nabati dan lemak hewani yang diperoleh dari pasaran Kota Medan.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini jika tidak dinyatakan lain, berkualitas pro analis produksi E. Merck yaitu boron trifluorida, n-heksan, natrium hidroksida, metanol, etanol, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, tris-hidroksimetilaminometan, asam klorida, kalsium klorida, lipase spesifik pada posisi sn-1,3 (Lipozyme®

3.3 Alat-alat

TL IM). Standar asam lemak F.A.M.E. Mix C 6:0 – C 22:1 (Supelco).

(42)

3.4 Prosedur

3.4.1 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel adalah secara purposif dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas adanya suatu tujuan tertentu yaitu mengambil sampel minyak nabati yaitu produk minyak goreng paling banyak beredar di pasaran Kota Medan (Arikunto, 1993). Pengambilan sampel minyak kelapa murni dan lemak hewani dilakukan secara acak dari pasaran Kota Medan. Lemak hewani yang digunakan adalah lemak segar yang diambil dari bagian perut.

3.4.2 Penentuan Lemak Hewani

Minyak nabati dapat langsung dianalisis karena sudah dalam bentuk cairan, tetapi lemak hewani harus diekstraksi dahulu menjadi cairan sebelum dianalisis. Lemak hewani diperoleh dengan cara dry rendering. Sampel lemak dicuci bersih, dicincang sampai halus dan ditiriskan. Timbang 100 g sampel lemak dan dimasukkan ke dalam wadah, lalu dipanaskan. Pemanasan dilakukan pada suhu 150-160 o

3.4.3 Analisis Komposisi Asam Lemak pada Sampel

C sampai seluruh minyak terpisah dari ampasnya. Lalu disaring dengan kain kasa dan minyak dimasukkan dalam wadah bertutup (July, 2004). Bagan alir proses penentuan lemak hewani dapat dilihat pada Lampiran 1.

(43)

1 ml BF3 dan tutup rapat kembali tabung, lalu dipanaskan di dalam penangas air 100 oC selama 5 menit. Kemudian didinginkan hingga suhu 30-40 oC lalu ditambahkan 1 ml n-heksan dan dikocok kuat selama 30 detik. Ditambahkan 2 ml larutan NaCl jenuh sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan n-heksan. Lapisan n-heksan yang terbentuk dipisahkan sehingga yang tersisa hanya lapisan air. Lapisan air diekstraksi kembali dengan 1 ml heksan. Lapisan n-heksan yang terbentuk diambil dan disatukan dengan lapisan n-n-heksan yang pertama. Ekstrak n-heksan ditambahkan 50 mg Na2SO4

Analisis sampel dilakukan sebanyak tiga kali lalu penentuan asam lemak secara kualitatif dilihat dari waktu tambatnya (retention time) yang dibandingkan dengan penginjeksian baku standar asam lemak pada kondisi yang sama dengan sampel sedangkan penentuan kuantitatif dihitung dari peak area dari salah satu asam lemak tersebut dibagi total peak area dikali 100% sehingga dapat diperoleh komposisi asam lemak pada sampel.

anhidrat dan biarkan selama 15 menit. Fase cair bebas air diinjeksikan sebanyak 1 μL untuk dianalisis

dengan menggunakan alat kromatografi gas (Paquot dan Hautfenne, 1987; Kenneth, 1990; Silalahi, dkk., 2011). Bagan alir pembuatan metil ester asam lemak dan kondisi alat kromatografi gas dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

3.4.4 Cara Evaluasi Nilai Gizi

Rumus mencari nilai penyimpangan adalah jumlah nilai mutlak (Δ) dari

selisih antara persentase setiap golongan asam lemak dengan nilai ideal (33,33%).

(44)

Jika nilai Δ adalah 0 maka minyak nabati dan lemak hewani tersebut bernilai gizi

baik, makin besar penyimpangan makin jelek nilai gizinya (Silalahi, dkk., 2011). 3.4.5 Penentuan Waktu Inkubasi dalam Proses Hidrolisis

Sejumlah 6 g minyak ditimbang dalam erlenmeyer 125 ml. Tambahkan 10 ml aquades, 2,5 ml CaCl2 0,063 M, 5 ml larutan buffer Tris-HCl, 100 mg lipase, lalu diinkubasi pada suhu 37 ± 0,5 o

3.4.6 Penentuan Distribusi Asam Palmitat pada Posisi sn-2

C dengan variasi waktu inkubasi 2, 4, 6, 8 dan 10 jam dengan pengocokan yang dilakukan tiap selang 1 jam, selama 10 menit. Lalu diinaktifkan dengan etanol sebanyak 50 ml. Kemudian campuran dipindahkan ke corong pisah, dikocok dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas (asam lemak) diambil dan ditambahkan dengan etanol sebanyak 50 ml dan diambil lapisan atas. Lalu diuapkan diatas penangas air dalam cawan penguap yang sudah diketahui beratnya. Lapisan asam lemak yang diperoleh dari hasil penguapan ditimbang sampai berat konstan. Apabila berat akhir telah stabil maka reaksi hidrolisis telah sempurna (Satiawihardja, 2001; Silalahi, dkk., 1999a). Bagan alir proses hidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 4.

Prosedur hidrolisis dilakukan sesuai pada Sub Bab 3.4.5, dengan menggunakan waktu inkubasi yang telah ditentukan untuk mencapai proses hidrolisis sempurna.

(45)

n-heksan dan dikocok kuat selama 30 detik. Ditambahkan 2 ml larutan NaCl jenuh sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan heksan. Lapisan n-heksan yang terbentuk dipisahkan sehingga yang tersisa hanya lapisan air. Lapisan air diekstraksi kembali dengan 1 ml n-heksan. Lapisan n-heksan yang terbentuk diambil dan disatukan dengan lapisan n-heksan yang pertama. Ekstrak n-heksan ditambahkan 50 mg Na2SO4

Hasil analisis alat Kromatografi Gas pada asam palmitat sebelum (Sub Bab 3.4.4) dan sesudah hidrolisis kemudian dikonversikan dalam satuan berat. Bobot pengurangan sebelum dan sesudah hidrolisis adalah bobot asam palmitat pada posisi sn-2.

anhidrat dan biarkan selama 15 menit. Fase cair bebas air diinjeksikan sebanyak 1 μL untuk dianalisis dengan menggunakan

alat kromatografi gas (Kenneth, 1990; Paquot dan Hautfenne, 1987; Silalahi, dkk., 2011). Bagan alir pembuatan metil ester asam lemak dan kondisi alat kromatografi gas dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 5.

Bobot asam palmitat pada sampel dapat ditentukan dengan rumus :

Bobot asam palmitat (mg/mg sampel) = faktor koreksi × luas area asam palmitat

Keterangan :

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah minyak nabati dan lemak hewani. Minyak nabati yaitu minyak goreng yang banyak beredar berdasarkan survei yang dilakukan pada 16 supermarket di pasaran Kota Medan. Data minyak goreng yang beredar di pasaran Kota Medan dapat dilihat pada Lampiran 1. Produk minyak kelapa murni dan lemak hewani yang diperoleh secara acak dari pasaran Kota Medan. Sampel minyak nabati dan lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Sampel minyak nabati dan lemak hewani

No. Sampel

Minyak nabati

1. Kelapa

2. Kelapa Murni 3. Kelapa Sawit

4. Jagung

5. Kedele

6. Campuran

Lemak hewani

7. Sapi

8. Ayam

9. Babi

10. Kambing

(47)

kelapa murni dapat langsung dikonsumsi. Proses pembuatan minyak kelapa biasanya dengan memanaskan kopra (daging buah kelapa) dan juga dilakukan pemurnian dengan bahan kimia, maka penggunaannya hanya untuk proses penggorengan atau menumis makanan dan tidak untuk langsung dikonsumsi (Carandang, 2008; Gopala, et al., 2010). Sama seperti minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit, jagung dan campuran berwarna kuning jernih, sedangkan minyak kedele berwarna kuning putih jernih. Spesifikasi lemak hewani yaitu minyak ayam dan babi berwarna kuning jernih, sedangkan minyak kambing dan sapi berwarna putih. Daftar informasi sampel minyak goreng lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.2 Komposisi Asam Lemak pada Sampel Minyak Nabati dan Lemak Hewani

(48)
(49)

Kromatogram metil ester asam lemak standar sebelum dihidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 8. Kromatogram metil ester asam lemak minyak nabati dan lemak hewani sebelum dihidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 38.

Berdasarkan daftar informasi sampel minyak goreng, minyak kelapa memadat dan berwarna putih pada suhu 26 oC, sedangkan pada suhu 29 o

Sifat fisika asam lemak dipengaruhi panjang rantai; semakin panjang rantai atom C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi. Sebaliknya pada lemak nabati lainnya, yaitu minyak kelapa sawit, kedele, jagung dan campuran (jagung, kedele dan jarak), pada suhu kamar tetap mencair karena persentase komposisi MUFA dan PUFA yang tinggi. Pada minyak kedele, persentase asam oleat (C 18:1) 22,13 ± 0,06% dan asam linoleat (C 18:2) 57,13 ± 0,05%. Pada minyak jagung, persentase asam oleat (C 18:1) 30,77 ± 0,02% dan asam linoleat (C 18:2) 54,81 ± 0,10%. Pada minyak campuran, persentase asam oleat (C 18:1) 39,63 ± 0,07% dan asam linoleat (C 18:2) 41,72 ± 0,07%. Maka semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik leleh minyak tersebut (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

C minyak kembali cair dan jernih juga terjadi pada minyak kelapa murni. Hal ini disebabkan karena adanya persentase komposisi SFA sangat tinggi terutama pada asam lemak rantai panjang asam laurat (C 12:0) yaitu 49,18 ± 0,84% dan asam miristat (C 14:0) yaitu 18,97 ± 1,55%.

(50)

SFA pada lemak sapi sangat tinggi pada asam lemak rantai panjang asam palmitat (C 16:0) yaitu 28,88 ± 0,25% dan asam stearat (C 18:0) yaitu 23,18 ± 0,22%. Sedangkan pada lemak kambing persentase komposisi SFA pada asam lemak rantai panjang asam palmitat (C 16:0) yaitu 33,63 ± 0,06% dan asam stearat (C 18:0) yaitu 33,75 ± 1,61%. Pada lemak sapi dan kambing juga terdapat asam lemak trans yaitu pada sapi, asam oleat trans (C 18:1 t) 4,08 0,02% dan pada kambing 0,64 ± 0,08%. Persentasenya kecil tetapi asam lemak trans juga dapat mempengaruhi titik leleh dari lemak hewani selain dari panjangnya rantai C yang dimiliki asam lemak jenuh pada minyak nabati dan lemak hewani. Titik leleh asam lemak bentuk trans lebih tinggi dibandingkan asam lemak bentuk cis (Silalahi (2000); Silalahi dan Tampubolon (2002). Sebaliknya pada lemak ayam dan babi mencair pada suhu kamar, karena persentase komposisi MUFA dan PUFA lebih tinggi dibandingkan komposisi SFA. Pada lemak ayam, asam oleat (C 18:1) 41,61 ± 4,31% sedangkan asam linoleat (C 18:2) 16,19 ± 1,35%. Pada lemak babi, asam oleat (C 18:1) 35,99 ± 0,10% sedangkan asam linoleat (C 18:2) 9,81 ± 0,02%. Maka sama seperti minyak kelapa sawit, kedele, jagung dan campuran, semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya.

(51)

A.

B.

Gambar 4.1 Kromatogram standar asam lemak dengan minyak kelapa sawit dan lemak babi

Keterangan: Gambar A. Kromatogram standar dan minyak kelapa sawit, Gambar B. Kromatogram standar dan lemak babi

(52)

Komposisi asam lemak pada sampel minyak nabati yaitu minyak kelapa, kelapa murni, kelapa sawit, kedele, jagung, campuran dan lemak hewani yaitu lemak sapi, ayam, babi, kambing dari Tabel 4.2 dibandingkan dengan literatur yang terdapat pada Doyle (2004), Sardjono (1999), Silalahi (2007), Stolyhwo (2007) yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Komposisi asam lemak minyak nabati yaitu minyak kelapa dan kelapa murni hampir sama. Tetapi apabila dilihat secara organoleptis, minyak kelapa murni lebih jernih dibandingkan minyak kelapa yang berwarna putih kekuning-kuningan. Hal ini disebabkan karena proses pembuatannya yang berbeda, bahwa minyak kelapa murni dibuat dengan teknik proses dingin (Carandang, 2008; Gopala, et al., 2010). Apabila komposisi asam lemak minyak kelapa dan kelapa murni dibandingkan dengan Tabel 2.2, juga relatif sama. Tetapi pada kedua jenis minyak ini terdapat asam kaproat (C 6:0) yang seharusnya tidak ada, sedangkan asam palmitoleat tidak terdapat yang seharusnya ada walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit.

Pada minyak kelapa sawit, kandungan SFA yaitu asam palmitat (C 16:0) 39,33 ± 0,71% lebih kecil dari kisaran 44,30–49,77%. Kandungan MUFA yaitu asam oleat (C 18:1) 43,69 ± 0,36% lebih besar dari kisaran 32,14–38,70%. Asam gadoleat (C 20:1) 0,13 ± 0,02% biasanya tidak terdapat pada minyak kelapa sawit. Kandungan PUFA yaitu asam linolenat (C 18:3) 0,09 ± 0,02% lebih kecil dari kisaran 0,18–0,30%.

(53)

kandungan SFA yaitu asam laurat (C 12:0) 0,15 ± 0,01%, biasanya tidak terdapat pada minyak jagung. Asam stearat (C 18:0) 2,04 ± 0,00% lebih besar dari kisaran 1,41–2,00%. Kandungan MUFA yaitu asam oleat (C 18:1) 30,77 ± 0,02% lebih besar dari kisaran 21,61–25,40%. Kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:3) 0,70 ± 0,01% lebih besar dari kisaran 1,20–1,60%.

Pada kemasan minyak campuran, dicantumkan merupakan campuran minyak jagung, kedele dan jarak. Perbandingan pencampuran tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa perbandingan total SFA, MUFA dan PUFA minyak jagung dan kedele hampir sama. Pencampuran ini dapat diketahui dari kandungan MUFA yaitu asam lemak palmitoleat (C 16:1) yang tidak terdapat pada minyak kedele dan jarak. Tingginya asam oleat (C 18:1) 39,63 ± 0,07% dibandingkan asam oleat minyak jagung dan kedele karena berasal dari minyak jarak (62,00%). Pada kandungan PUFA, asam linolenat (C 18:3) 4,85 ± 0,07% berasal dari minyak jarak (10,00%) dan kedele (1,60–7,42%) yang diketahui dari literatur (Bell, 1997; Doyle, 2004; Sardjono, 1999; Silalahi, 2007; Stolyhwo, 2007).

(54)

Pada lemak ayam, kandungan SFA yaitu asam laurat (C 12:0) 0,09 ± 0,00%, seharusnya tidak terdapat pada lemak ayam. Kandungan MUFA yaitu asam palmitoleat (C 16:1) 6,56 ± 0,67% lebih kecil dari kisaran 7,01–7,17%. Asam oleat trans (C 18:1 t) 0,15 ± 0,01%, seharusnya tidak ada pada lemak ayam. Kandungan PUFA yaitu asam linolenat (C 18:3) 0,70 ± 0,06% seharusnya tidak terdapat pada lemak ayam.

Pada lemak babi, kandungan SFA yaitu asam kaprat (C 10:0) tidak terdapat pada lemak babi yang seharusnya berkisar 0,04–0,50%. Asam miristat (C 14:0) 5,42 ± 0,10% lebih besar dari kisaran 0,98–1,07%. Asam palmitat (C 16:0) 29,54 ± 0,19% lebih besar dari kisaran 20,06–25,00%. Asam arakidat (C 20:0) tidak terdapat pada lemak babi yang seharusnya berkisar 0,30–1,00%. Kandungan MUFA yaitu asam oleat (C 18:1) 35,99% lebih kecil dari kisaran 40,74–47,46%. Kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:2) 9,81 ± 0,02% lebih kecil dari kisaran 12,00–14,94%. Asam linolenat (C 18:3) 0,68 ± 0,03% lebih kecil dari kisaran 1,50–1,7%.

(55)

lemak kambing yang seharusnya berkisar 2,34–3,00%. Asam pamitoleat (C 16:1) 2,03 ± 0,46% seharusnya tidak ada pada lemak kambing. Asam oleat (C 18:1) 23,02 ± 1,81% lebih kecil dari kisaran 26,85–27,79%. Asam oleat trans (C 18:1 t) 0,64 ± 0,08%, seharusnya tidak ada pada lemak kambing. Kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:2) 0,95 ± 0,03% lebih kecil dari kisaran 4,07–5,00%.

Pada umumnya, perbedaan komposisi asam lemak dan hilang atau munculnya asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani dipengaruhi oleh proses pembuatannya. Misalnya pada produk minyak kelapa murni secara teknik dibuat dengan proses teknik dingin. Pada produk minyak kelapa sawit proses pembuatannya secara Pemurnian Multi Proses. Walaupun proses pembuatan minyak nabati tersebut berbeda-beda tetapi tidak menghasilkan komposisi asam lemak yang terlalu mencolok dibandingkan dengan Tabel 2.2. Dengan proses pembuatan yang sama pun, dapat menghasilkan komposisi yang berbeda dan muncul atau hilangnya asam lemak dari produk minyak nabati tersebut. Apabila dibandingkan dengan literatur (Silalahi, dkk., 2011), yaitu pada produk minyak kelapa, kelapa sawit, jagung dan kedele dengan nomor batch yang berbeda dengan produk minyak nabati yang diteliti pada penelitian ini. Walaupun adanya perbedaan, tetapi menghasilkan komposisi asam lemak yang relatif sama.

(56)

trans, kecuali produk pangan sumber minyak/lemak yang dihidrogenasi seperti margarin dan lemak hewan ruminansia. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan rumput seperti sapi dan kambing sehingga terdapat kandungan asam oleat trans. Beberapa jenis bakteri yang terdapat dalam rumen hewan tersebut menghidrogenasi sebagian dari asam lemak tidak jenuh cis yang berasal dari pakan, sehingga daging sapi dan kambing mengandung asam lemak trans. Kandungan asam lemak trans pada daging dalam makanan olahan biasanya lebih tinggi dibandingkan daging segar(Puspitasari, 1996).

4.3 Nilai Gizi Minyak Nabati dan Lemak Hewani

(57)

Tabel 4.3 Nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani

No. Sampel

Komposisi asam lemak (Penyimpangan) Total penyimpangan

Gambar 4.2 Perbandingan komposisi asam lemak minyak nabati dan lemak hewani dengan komposisi ideal berdasarkan persentase golongan asam lemak

0% 33% 67% 100% 133%

Kelapa K. Murni K. Sawit Kedele Jagung Campuran Sapi Ayam Babi Kambing

Ideal Minyak Nabati Lemak Hewani

(58)

Gambar 4.3 Nilai penyimpangan golongan asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani dibandingkan dengan komposisi ideal

Penentuan nilai gizi dari masing-masing minyak nabati dan lemak hewani adalah berdasarkan persentase penyimpangan golongan asam lemak. Nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani yang ideal adalah yang mempunyai total penyimpangan sebesar 0 (nol) (Silalahi, dkk., 2011; Uauy, 2009; White, 2009). Makin besar nilai penyimpangan maka nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani tersebut makin rendah. Berdasarkan data nilai penyimpangan pada Tabel 4.3, urutan nilai gizi dari yang paling baik adalah lemak ayam (32%), minyak campuran (41%), minyak kelapa sawit (43%), minyak jagung (44%), lemak babi (45%), minyak kedele (56%), lemak sapi (64%), lemak kambing (78%), minyak kelapa (119%), dan minyak kelapa murni (122%).

Komposisi asam lemak yang minyak/lemak yang ideal jarang ditemukan, tetapi dapat diperoleh komposisi yang mendekati ideal dengan mencampurkan

0 20 40 60 80 100 120 140

Kelapa K. Murni K. Sawit Kedele Jagung Campuran Sapi Ayam Babi Kambing

Ideal Minyak Nabati Lemak Hewani

(59)

dua jenis atau lebih minyak. Pada Gambar 4.3, persentase komposisi golongan asam lemak pada minyak campuran yaitu pencampuran minyak jagung, kedele dan jarak, yang bertujuan untuk mendapatkan nilai gizi minyak yang ideal, dibandingkan dengan minyak jagung dan kedele yang tidak dicampur.

Kombinasi dari beberapa minyak goreng yang mendekati ideal dapat dilakukan pada minyak kelapa dan jagung. Minyak kelapa mempunyai kandungan SFA yang tinggi dengan kandungan asam lemak yang dominan adalah asam laurat (C 12:0) yang menaikkan HDL dalam darah. Pada jagung mempunyai kadungan PUFA yang tinggi dengan kandungan asam lemak esensial seperti asam asam linoleat (C 18:2) dan asam linolenat (C 18:3) dengan perbandingan yang sesuai, dapat menurunkan LDL.

Kandungan asam palmitat (C 16:0) yang banyak terdapat pada lemak hewani yaitu lemak sapi, ayam, babi dan kambing terutama pada lemak kambing yaitu 33,63%. Lemak hewani ini berbahaya bagi kesehatan karena meningkatkan kadar kolesterol darah terutama pada LDL.

(60)

Sebaliknya, pada makanan yang mengandung omega-3 menimbulkan pengenceran darah yang baik bagi kesehatan jantung dan dapat menurunkan respon inflamasi pada tubuh (Lerman, 2006; Mayes, 1984). Namun baik omega-6 dan omega-3 keduanya tetap penting dan dianjurkan untuk dikonsumsi dengan perbandingan omega-6 : omega-3 yaitu 6:1 (Wijendran dan Hayes, 2004). Asam lemak esensial ini yaitu asam linoleat (C 18:2) dan asam linolenat (C 18:3) yang terdapat pada minyak kedele dan jagung. Sehingga pencampuran minyak ini lebih baik dari segi kesehatan dan dapat menghasilkan nilai gizi yang mendekati ideal yaitu mendekati perbandingan komposisi golongan asam lemak yang ideal (SFA, MUFA dan PUFA) adalah 1:1:1.

Berdasarkan Gambar 4.3,nilai penyimpangan terbesar adalah pada minyak nabati yaitu minyak kelapa dan kelapa murni, sebaliknya yang mempunyai nilai penyimpangan terkecil adalah pada minyak campuran yaitu pencampuran minyak jagung, kedele dan jarak karena perbandingan penyimpangannya terhadap minyak nabati yang bernilai gizi ideal lebih mendekati dari antara keenam minyak nabati tersebut. Apabila keenam minyak nabati diurutkan dari yang mendekati nilai gizi ideal adalah minyak campuran (41,04), kelapa sawit (43,65), jagung (44,36), kedele (56,82), kelapa (119,25) dan kelapa murni (122,24).

(61)

sedang pada sn-1,3, yang melewati sistem pencernaan yaitu dari mulut, lambung dan usus halus, dimetabolisme dengan bantuan enzim lipase langsung masuk ke hati dan menjadi energi. Jadi asam lemak rantai pendek, sedang dan asam laurat (C 12:0) yang paling dominan di minyak kelapa dan kelapa murni, tidak memasuki aliran darah sehingga tidak menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh darah menuju jantung. Jadi, walaupun minyak kelapa dan kelapa murni merupakan minyak yang mempunyai penyimpangan terbesar, karena tidak mengandung asam lemak esensial dan MUFA yang cukup, dari segi nilai gizi kurang baik. Akan tetapi minyak kelapa bukan pemicu penyakit jantung koroner. Sebaliknya, pada minyak kelapa sawit kandungan asam lemak jenuh yang paling dominan yaitu asam palmitat (C 16:0) 39,33% yang merupakan asam lemak yang dapat meningkatkan LDL dalam darah. Tetapi karena posisi asam lemak palmitat pada TAG kebanyakan terdistribusi pada sn-2, maka minyak kelapa sawit tidak bersifat aterogenik (Silalahi, 2011a; Wardlaw, 2003).

Berdasarkan Gambar 4.3, pada lemak hewani nilai penyimpangan terbesar adalah pada lemak kambing, sebaliknya yang mempunyai nilai penyimpangan terkecil adalah pada lemak ayam. Apabila keempat lemak hewani tersebut diurutkan dari yang mendekati nilai gizi ideal adalah lemak ayam (32,88), babi (45,67), sapi (64,01) dan kambing (78,88).

(62)

kecil adalah pada lemak ayam. Pada lemak sapi, ayam dan kambing terdapat asam oleat trans yang bersifat aterogenik. Pada lemak babi tidak terdapat asam oleat trans, karena babi bukan hewan ruminansia (Puspitasari, 1996).

Selain berdasarkan komposisi asam lemak, nilai gizi juga ditentukan oleh jenis asam lemak pada posisi TAG, karena berkaitan dengan mekanisme metabolisme di dalam tubuh. Misalnya, asam lemak jenuh rantai panjang terutama asam palmitat dan miristat yang berada pada posisi sn-2 lebih bersifat aterogenik dibandingkan dengan jika berada pada posisi sn-1,3. Sehingga untuk mengkaji nilai gizi suatu minyak nabati dan lemak hewani, terutama dari aspek aterogenisitas suatu lemak, penting juga dievaluasi distribusi jenis asam lemak pada posisi triasilgliserol pada minyak nabati dan lemak hewani.

4.4 Waktu Inkubasi dalam Proses Hidrolisis

(63)

Tabel 4.4 Variasi waktu inkubasi pada proses hidrolisis No. Waktu inkubasi

(jam)

Berat lapisan atas (g)

1. 0*) 6,00

2. 2 4,98

3. 4 3,79

4. 6 3,69

5. 8 3,66

6. 10 3,63

Keterangan: *) Belum terjadi hidrolisis, sehingga berat lemak adalah pada penimbangan awal yaitu 6 g.

Pada Tabel 4.4, terjadi penurunan berat sampel setelah selang waktu hidrolisis tiap 2 (dua) jam, maka lapisan atas terdiri dari campuran asam lemak dan lemak yang belum dihidroisis. Pada jam kedua sampai keenam terjadi penurunan yang sangat mencolok, sehingga hidrolisis minyak paling besar terjadi pada jam keenam. Pada jam kedelapan dan kesepuluh hampir tidak ada lagi minyak yang dapat dihidrolisis oleh lipase.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.2  Metabolisme dan transportasi triasilgliserol pada manusia
Tabel 2.1  Asam lemak jenuh dan penyakit jantung koroner
Tabel 2.2  Komposisi asam lemak bersumber dari beberapa minyak nabati dan lemak hewani pada umumnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun manfaat yang diperoleh dari analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada minyak nabati dengan metode titrasi asam-basa adalah untuk mengetahui perbandingan kadar ALB

Hasil rata – rata yang diperoleh dari penetapan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa murni adalah 0,2320% sedangkan kadar asam lemak bebas pada minyak inti sawit yang

Melalui hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari parameter prestasi, mesin diesel yang menggunakan bahan bakar minyak nabati murni (PPO) yaitu minyak kelapa murni (PCO)

Peningkatan asam lemak bebas pada suatu minyak akan menurunkan kualitas dari minyak tersebut, sehingga apabila jumlahnya telah melebihi batas normal, maka minyak

Untuk itu ingin diteliti kualitas dan karakteristik fisika kimia minyak nabati yaitu minyak jarak pagar (Crude Jatropha Oil), minyak kelapa sawit (Crude Palm

Minyak kelapa murni, atau lebih dikenal dengan virgin coconut oil (VCO) adalah modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehinggadihasilkan produk dengan kadar air dan kadar

Pengujian kadar asam lemak bebas pada minyak - minyak ini dilakukan adalah untuk mengetahui kualitas minyak kelapa murni yang didapat dari Apotik Century Pharma di SUN Plaza

Berdasarkan sumbernya, minyak dan lemak dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu yang bersumber dari hewani meliputi hewan-hewan seperti babi, sapi, domba dan