• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbedaan Pendapatan Pada Berbagai Jenis Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.) Studi Kasus: Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perbedaan Pendapatan Pada Berbagai Jenis Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.) Studi Kasus: Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PADA

BERBAGAI JENIS PENGELOLAAN

USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

( Studi Kasus: Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

WIRDHA RIANDIKA 050304037

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PADA

BERBAGAI JENIS PENGELOLAAN

USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

( Studi Kasus: Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

WIRDHA RIANDIKA 050304037

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

JUDUL : ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PADA BERBAGAI JENIS PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

Studi Kasus: Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo

NAMA : Wirdha Riandika

NIM : 050304037

DEPARTEMEN : Agribisnis JURUSAN : Agribisnis

Diketahui oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Iskandarini, M.M.

NIP : 1964 0505 1994 032002

Ir. Luhut Sihombing, M.P. NIP : 1965 1008 1992 031001

Mengetahui :

Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Salmiah, M.S.

NIP : 1957 0217 1986 032001

(4)
(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperhatikan di Depan Dewan Penguji Departemen Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian.

Pada Tanggal : 2011

Mengesahkan Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(Ketua)

(6)
(7)

ABSTRAK

Wirdha Riandika (050304037) dengan judul skripsi ”Analisis Perbedaan

Pendapatan pada Berbagai Jenis Pengelolaan Usahatani Cabai merah

(Capsicum annum L.)” di Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe,

Kabupaten Karo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 dan di bimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, M.M. dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P.

Penelitian dilakukan secara Proposive (sengaja), dikarenakan Kecamatan Kabanjahe merupakan pusat dari Pemerintahan Kabupaten Karo dan salah satu daerah penghasil cabai terbesar. Metode pengambilan sampel menggunakan metode

Sample Random Sampling (sampling acak sederhana) yaitu dengan menggunakan

rumus Slovin.

Metode penelitian menggunakan metode uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji dua arah (Independent Sample T-Test) dengan menggunakan rumus

Pooled dan metode regresi logistik. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

1) Berdasarkan hasil estimasi independent t-test dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara biaya produksi pada perlakuan biasa dan perlakuan intensif.

2) Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara penerimaan pada perlakuan biasa dan perlakuan intensif.

3) Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara pendapatan pada perlakuan biasa dan perlakuan intensif.

4) Menurut hasil estimasi dengan menggunakan binary logit harga jual, modal, luas lahan, tenaga kerja luar keluarga dan serangan HPT tidak dapat dimasukkan kedalam persamaan logit. Variabel yang mempengaruhi sampel secara serempak dalam pemilihan perlakuan intensif dibandingkan perlakuan biasa adalah tenaga kerja dalam keluarga (X1) dan tingkat pendidikan (X2),

(8)

RIWAYAT HIDUP

Wirdha Riandika, di lahir pada tanggal 12 Desember 1986 di Langsa, Aceh

Timur. Penulis merupakan anak satu-satunya dari pasangan Bapak Sudarto dan Ibu Mariana.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Islam Fajar Meutia Batuphat

Barat Lhokseumawe Tahun 1993, SD Negeri 1 Cunda Lhokseumawe Tahun1999, SLTP Kartika I-2 Medan Tahun 2002, SMA Kartika I-2 Medan tamat Tahun 2005.

Pada Tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Agribisnis Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada Bulan Juni 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Lau Njuhar I, Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera

Utara. Kemudian pada bulan Juni 2010 melakukan penelitian di Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Adapun kegiatan organisasi yang pernah diikuti adalah Wakil Ketua Paskibra

(Pasukan Pengibar Bendera) di SMA Kartika I-2 Tahun 2003-2004, Koordinator Lapangan PKM (Paskibra Kota Medan) tahun 2007-2009 dan anggota Ikatan

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,

hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul Analisis Perbedaan Pendapatan pada Berbagai Jenis

Pengelolaan Usahatani Cabai merah (Capsicum annum L.). Adapun tujuan dari

penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pada Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Iskandarini, M.M. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S. selaku Ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(10)

6. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini yang telah

membantu penulisan dalam memperoleh data-data yang diperlukan..

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis haturkan kepada

ayahanda Sudarto dan ibunda Mariana, atas kasih sayang serta dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di Departemen Agribisnis Stambuk 2005 khususnya Dedy Setiawan Sembiring SP,

Susanti, Bayu Syahputra, Intan Purbosari, Amd, Fenytha Bangun, SP, Johannes Kapri, SP, Helova Leonard Panjaitan, SP, dan Binsar Situmorang, SP, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Medan, Juli 2011

(11)

DAFTAR ISI

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Jenis Pengelolaan... 8

2.2.2. Pendapatan ... 10

2.2.3. Uji Beda ... 12

2.2.4. Regresi Logistik ... 14

2.3. Kerangka Pemikiran ... 15

2.4. Hipotesis Peneliatian ... 17

III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian... 18

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 18

3.3. Metode Pengambilan Data ... 20

3.4. Metode Analisis Data ... 20

3.5. Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi ... 24

(12)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

4.1. Deskriptif Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis ... 26

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 27

4.1.3. Perekonomian Desa ... 27

4.1.4. Sarana dan Prasarana ... 28

4.2. Karakteristik Petani Responden ... 29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perbedaan Biaya Produksi Antara Perlakuan Intensif dan Biasa... 33

5.2. Perbedaan Penerimaan Antara Perlakuan Intensif dan Biasa ... 35

5.3. Perbedaan Pendapatan Antara Perlakuan Intensif dan Biasa ... 37

5.4. Analisis Regresi Logit ... 39

5.4.1. Menguji Kelayakan Model Regresi ... 41

5.4.2. Estimasi Logit ... 42

5.4.3. Uji Model Secara Parsial ... 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 46

6.2.Saran 6.2.1. Kepada Petani ... 47

6.2.2. Kepada Pemerintah ... 47

6.2.3. Peneliti Selanjutnya ... 48

(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Luas tanam, Luas panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman

Komoditi Cabai Merah Tahun 2008 Kabupaten Karo. ... 3

2. Luas Tanam Komoditi Cabai Merah Tahun 2010 Kecamatan Kabanjahe... 4

3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Penddikan Formal di Desa Kaban Tahun 2009 ... 27

4. Distribusi Penduduk Menurut Sumber Mata Pencaharian di Desa Kaban Tahun 2009 ... 28

5. Sarana dan Prasarana di Desa Kaban Tahun 2009 ... 29

6. Karakteristik Petani Cabai Menurut Sistem Pengelolaannya ... 30

7. Rata-rata Biaya Produksi Cabai Merah Per Ha di Desa Kaban ... 33

8. Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi ... 34

9. Rata-rata Hasil Produksi dan Penerimaan Cabai Merah Per Ha di Desa Kaban ... 35

10.Uji Beda Rata-rata Penerimaan ... 36

11.Rata-rata Pendapatan Cabai Merah Per Ha di Desa Kaban ... 37

12.Uji Beda Rata-rata Pendapatan ... 38

13.Hosmer and Lemeshow ... 41

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian Tahun 2010 ... 51

2. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Cabai Merah Dalam 1 Musim Tanam 52 3. Biaya Pemupukan Usahatani Cabai Merah Dalam 1 Musim Tanam ... 53

4. Biaya Obat-Obatan Usahatani Cabai Merah Dalam 1 Musim Tanam ... 55

5. Biaya ZPT Usahatani Cabai Merah Dalam 1 Musim Tanam ... 56

6. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah Dalam 1 Musim Tanam ... 57

7. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Cabai Merah per Ha Dalam 1 Musim Tanam ... 58

8. Biaya Pemupukan Usahatani Cabai Merah per Ha Dalam 1 Musim Tanam ... 59

9. Biaya Obat-Obatan Usahatani Cabai Merah per Ha Dalam 1 Musim Tanam . 61 10.Biaya ZPT Usahatani Cabai Merah per Ha Dalam 1 Musim Tanam ... 62

11.Biaya Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah per Ha Dalam 1 Musim Tanam 63 12.Total Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah dalam 1 Musim Tanam ... 64

13.Total Penerimaan Usahatani Cabai Merah dalam 1 Musim Tanam ... 65

14.Total Pendapatan Usahatani Cabai Merah dalam 1 Musim Tanam... 66

15.Total Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah Per Ha dalam 1 Musim Tanam ... 67

16.Total Penerimaan Usahatani Cabai Merah Per Ha dalam 1 Musim Tanam ... 68

17.Total Pendapatan Usahatani Cabai Merah Per Ha dalam 1 Musim Tanam ... 69

18.Hasil Uji-t Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah ... 70

19.Hasil Uji-t Penerimaan Usahatani Cabai Merah ... 71

20.Hasil Uji-t PendapatanUsahatani Cabai Merah ... 72

(16)

ABSTRAK

Wirdha Riandika (050304037) dengan judul skripsi ”Analisis Perbedaan

Pendapatan pada Berbagai Jenis Pengelolaan Usahatani Cabai merah

(Capsicum annum L.)” di Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe,

Kabupaten Karo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 dan di bimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, M.M. dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P.

Penelitian dilakukan secara Proposive (sengaja), dikarenakan Kecamatan Kabanjahe merupakan pusat dari Pemerintahan Kabupaten Karo dan salah satu daerah penghasil cabai terbesar. Metode pengambilan sampel menggunakan metode

Sample Random Sampling (sampling acak sederhana) yaitu dengan menggunakan

rumus Slovin.

Metode penelitian menggunakan metode uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji dua arah (Independent Sample T-Test) dengan menggunakan rumus

Pooled dan metode regresi logistik. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

1) Berdasarkan hasil estimasi independent t-test dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara biaya produksi pada perlakuan biasa dan perlakuan intensif.

2) Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara penerimaan pada perlakuan biasa dan perlakuan intensif.

3) Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara pendapatan pada perlakuan biasa dan perlakuan intensif.

4) Menurut hasil estimasi dengan menggunakan binary logit harga jual, modal, luas lahan, tenaga kerja luar keluarga dan serangan HPT tidak dapat dimasukkan kedalam persamaan logit. Variabel yang mempengaruhi sampel secara serempak dalam pemilihan perlakuan intensif dibandingkan perlakuan biasa adalah tenaga kerja dalam keluarga (X1) dan tingkat pendidikan (X2),

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hortikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran. Hal ini disebabkan sayuran dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai lapisan masyarakat. Sehingga

tidak heran jika volume peredarannya di pasar dalam skala besar.

Kendala usahatani hortikultura di beberapa negara berkembang, adalah

rendahnya nilai pendapatan petani, keterbatasan pengetahuan petani, keterbatasan lahan yang dimiliki petani, dan posisi tawar pada pihak petani yang kurang kuat. Hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai keuntungan yang diperoleh petani

(Ashari, 1995).

Menurut Hanani dkk (2003), pemilihan jenis sayuran yang akan

diusahakan serta penentuan besarnya skala jenis usaha merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan pengusaha. Jenis sayuran yang dipilih untuk diusahakan adalah sayuran yang memiliki nilai ekonomi atau prospek (peluang)

cukup besar dalam pemasaran dan tidak sulit untuk dibudidayakan. Sayuran jenis tersebut biasanya mempunyai banyak peminat. Kalaupun peminatnya tidak

banyak, harganya relatif tinggi dan dapat dijadikan sebagai komoditas ekspor. Cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai ekonomi cukup besar.

(18)

rasa pada masakan, bahan campuran industri pengolahan makanan dan minuman,

serta digunakan untuk pembuatan obat-obatan dan kosmetik.

Namun biasanya usahatani cabai merah dilakukan dalam skala kecil. Hal

ini dikarenakan adanya ketergantungan terhadap harga jual yang selalu berfluktuasi setiap waktu yang akan mempengaruhi hasil usahatani serta pendapatan petani. Dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,

sering dihadapkan pada permasalahan pengetahuan petani yang masih relatif rendah, keterbatasan modal, lahan garapan yang sempit serta kurangnya

keterampilan petani yang nantinya akan berpengaruh pada penerimaan petani. Untuk menghasilkan sayuran segar bermutu tinggi dengan harga dan keuntungan yang layak, diperlukan penanganan yang baik mulai dari perencanaan

tanam hingga pemasarannya ke konsumen (Redaksi Agromedia a, 2008). Sehingga dibutuhkan penanganan khusus dalam pengelolaan cabai merah dari

penyemaian bibit hingga pasca panen sehingga petani mendapatkan produksi dan pendapatan yang lebih baik.

Dari kendala-kendala usahatani tersebut, sistem pengelolaan sangat

mempengaruhi hasil produksi dan pendapatan dari petani. Oleh karena itu, penulis menganggap perlu dilakukan penelitian mengenai semua jenis sistem pengelolaan

serta jumlah pendapatan pada setiap sistem pengelolaan.

(19)

Tabel 1. Luas tanam, Luas panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Komoditi Cabai Merah Tahun 2008 Kabupaten Karo.

No Kecamatan Luas tanam

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Tahun 2009

Dari tabel 1. di atas, terdapat jumlah luas tanam dan luas panen yang

berbeda. Ini dikarenakan data yang diambil hanya pada awal tahun hingga akhir tahun. Sehingga jika ada penanaman cabai pada akhir tahun 2008 sedangkan

panennya pada awal tahun 2009, maka data luas panen akan masuk data pada tahun 2008 dan luas panen akan masuk pada data pada tahun 2009.

(20)

Kabupaten Karo. Sehingga dianggap daerah penelitian lebih memiliki kelebihan

dari sektor informasi pasar dan kemudahan akses dari sarana produksi pertanian dibandingkan daerah lain.

Pada tahun 2008 produksi cabai di Kecamatan Kabanjahe tercatat luas areal pertanaman cabai hanya mencapai 199 hektar dengan hasil mencapai 2.758 ton atau rata-rata hasil perhektar mencapai 14,00 ton/ha. Hasil tersebut

masih rendah karena menurut Pracaya (2000), jika dibudidayakan dengan intensif tanaman cabai bisa mencapai 15 sampai 20 ton/ha. Penyebab rendahnya produksi

cabai bisa diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit pada buah cabai, selain itu diduga akibat sistem pengelolaan yang kurang baik.

Adapun desa yang dijadikan daerah penelitian adalah Desa Kaban. Ini

dikarenakan desa tersebut memiliki luas tanam yang lebih besar dibandingkan dengan desa lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini.

Tabel 2. Luas Tanam Komoditi Cabai Merah Tahun 2010 Kecamatan Kabanjahe

No Kelurahan / Desa Luas Tanam Cabai Merah (Ha/Tahun)

1 Gungleto -

(21)

1.2. Identifikasi Masalah

1) Apakah terdapat perbedaan biaya produksi pada setiap jenis pengelolaan cabai merah?

2) Apakah terdapat perbedaan penerimaan pada setiap jenis pengelolaan cabai merah?

3) Apakah terdapat perbedaan pendapatan pada setiap jenis pengelolaan cabai

merah?

4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam pemilihan sistem

pengelolaan dengan perlakuan biasa dan perlakuan intensif usahatani cabai merah?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengidentifikasikan perbedaan biaya produksi pada setiap jenis pengelolaan tanaman cabai merah.

2) Untuk mengidentifikasikan perbedaan penerimaan pada setiap jenis pengelolaan cabai merah.

3) Untuk mengidentifikasikan perbedaan pendapatan pada setiap jenis

pengelolaan cabai merah.

4) Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam

(22)

1.4. Kegunaan Penelitian

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi para pihak-pihak terkait dalam mengambil kebijakan pengembangan usahatani cabai merah.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Hingga saat ini, cabai masih tergolong primadona hortikultura. Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak

cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietas. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai

tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya. Bunga cabai keluar

dari ketiak daun dan berbentuk seperti terompet. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri atas kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik. Bunga cabai juga berkelamin dua, karena benang sari dan putik terdapat dalam

satu tangkai. Bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil

tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya (Redaksi AgroMedia, 2008 b).

Dalam pembangunan usahatani kegiatan utama yang harus dilakukan

untuk peningkatkan produksi barang pertanian yang dihasilkan petani, meningkatkan produktifitas pertanian serta mendorong perkembangan komoditas

(24)

pertanian yang dihasilkan petani sangat mempengaruhi pendapatan petani

(Hanani, Jabal, dan Mangku. 2003)

Untuk menutup keran impor cabai perlu diupayakan usaha perluasan

lahan penanaman serta inovasi baru dalam teknologi budidaya cabai. Salah satu cara yang memungkinkan adalah dengan terobosan teknologi budidaya cabai yang mampu menghasilkan produksi tinggi pada luasan lahan yang terbatas. Teknologi

tersebut berupa penggunaan benih hibrida, mulsa, pemeliharaan secara intensif, serta ditunjang oleh pengelolaan yang profesional (Prajnanta, 1999).

2.2 Landasan Teori 2.2.1. Jenis pengelolaan

Dalam sebuah usahatani, faktor produksi merupakan sesuatu hal yang

sangat penting. Menurut Mubyarto (1991), faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah atau lahan, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen pengelolaan. Keberadaan dari sistem pengelolaan tidak akan menyebabkan proses

produksi tidak berjalan atau batal. Namun pengelolaan hanya menekankan pada usahatani yang maju dan berorientasi pasar (keuntungan).

Kemampuan pengelolaan sangat penting, karena usahatani bukanlah semata-mata hanya sebagai cara hidup. Jatuh-bangunnya suatu usaha salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengelola faktor-faktor produksi

(Rahardi dkk, 2007).

Menurut Tohir dalam Suratiyah (2009), dalam usahatani sering ditemukan

(25)

dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per

satuan luas, dan sebaliknya.

Pertanian intensif dan ekstensif berkonotasi terhadap jumlah input

perhektar, seperti penggunaan teknologi dan penggunaan mesin atau tenaga manual. Intensif dan ekstensif berlaku antara waktu, antar daerah dan antar tanaman/usaha. Indikatornya adalah jumlah pengunaan input persatuan luas

(Tarigan, 2001).

Menurut PPL (penyuluh pertanian lapangan) Kecamatan Kabanjahe,

sistem pengelolaan dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu dari perlakuan biasa hingga perlakuan yang sangat intenif. Namun untuk tanaman cabai merah hanya dibagi atas dua perlakuan, yaitu perlakuan intensif dan perlakuan biasa

(tradisional/ekstensif).

Istilah intensifikasi banyak sekali digunakan di negara kita dan menjadi

sangat populer terutama dalam hubungan usaha peningkatan produksi. Intensifikasi dimaksudkan penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih

besar. Dengan program intensifikasi, yaitu dengan penggunaan bibit unggul yang akan meningkatkan hasil produksi. Program intensifikasi besar-besaran dalam

produksi juga ditempuh melalui sarana produksi (seperti : pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama dan penyakit, kredit dan air irigasi) yang digunakan secara efektif dan efisien (Mubyarto, 1991).

Dalam sistem pertanian yang pada umumnya dapat digolongkan dalam tingkat pengelolaan yang kurang intensif, maka kualitas dan kuantitas hasil

(26)

input yang digunakan dan keterampilan dari petani. Dan biasanya pengelolaan

dengan perlakuan biasa dilakukan oleh petani hanya sebagai sambilan atau untuk konsumsi sendiri.

Penanaman tanaman hortikultura dalam stadium primitif tidak memerlukan perhahatian khusus, seperti jarak tanam, pemupukan atau pemberantasan hama dan penyakit. Dengan demikian modal usahatani juga masih

relatif rendah, sehingga produk yang dipasarkan pun tidak memberikan keuntungan yang besar (Ashari, 1995).

Menurut Barus dan Syukri (2008), pertanian tradisional (perlakuan biasa) memiliki ciri antra lain :

1) Kultivar lokal dan umumnya dari bibit sembarangan.

2) Jarak tanam kurang diperhatikan.

3) Lokasi sering kurang sesuai dengan agroklimat varietas yang ditanam.

4) Perawatan belum memadai seperti: pemupukan, pemangkasan, dan sebagainya.

2.2.2. `Pendapatan

Usahatani hortikultura memerlukan biaya dan tenaga kerja terampil serta sarana yang lebih mahal dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan. Tanaman hortikultura perlu lebih intensif, sehingga memerlukan modal yang lebih

besar. Namun dengan demikian, nilai jual tanaman hortikultura pun lebih tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang lebih memadai (Ashari, 1995).

(27)

menanam suatu komoditi, petani memperhitungkan penerimaan dan biaya

produksi. Sehingga pada akhirnya akan diketahui pendapatan yang akan diterima oleh petani.

Pendapatan berupa uang merupakan penghasilan yang bersifat reguler yang diterima sebagai balas jasa. Sedangkan pendapatan petani adalah total penerimaan yang diperoleh petani dari usahatani yang diusahakannya dikurangi

dengan total pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan. Jumlah pendapatan yang besar menunujukkan besarnya modal yang dimiliki petani untuk mengelola

usahataninya sedangkan jumlah pendapatan yang kecil menunjukkan investasi yang menurun sehingga berdampak buruk terhadap usahataninya (Soekartawi, 1995).

Biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh petani, baik bersumber dari modal sendiri maupun dari luar.

Menurut Soekartawi (2003), biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi yang digunakan terdiri dari sewa tanah,

bunga modal, biaya sarana produksi untuk bibit, pupuk dan obat-obatan serta sejumlah tenaga kerja.

Dalam pertanian yang ada di lapangan, biaya yang dianggap ada oleh petani hanya meliputi biaya yang dikeluarkan secara nyata. Sedangkan biaya yang dimiliki oleh petani sajak lama, tidak dimasukkan kedalam pembiayaan usahatani.

Menurut Sukirno (2005), biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada dua jenis : biaya eksplesit dan biaya tersembunyi. Biaya

(28)

dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang

dibutuhkan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri.

Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap (FC = Fixed Cost) dan biaya variabel (VC = Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi, misalnya biaya sewa/pajak lahan, dan biaya

penyusutan. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi, misalnya sarana produksi, dan tenaga kerja luar keluarga

(Suratiyah, 2009).

Penerimaan petani adalah akumulasi dari perkalian dari produksi yang dihasilkan petani dengan harga jual cabai merah pada saat pemanenan.

Pemanenan biasanya dilakukan satu hingga dua hari dalam seminggu, dan dapat dilakukan kira-kira selama enam bulan masa panen. Sedangkan harganya sangat

berfruktuasi dengan keadaan pasar.

2.2.3. Uji beda

Uji-t dua sampel independen (Independen Sampel t-Test) digunakan untuk

membandingkan selisih dua purata (mean) dari dua sampel yang idenpenden dengan asumsi data terdistribusi normal. Menurut Sugiyono (2005), untuk melakukan uji beda terdapat beberapa rumus t-test yang digunakan untuk

pengujian, dan berikut ini memberikan pedoman penggunaannya :

1) Bila jumlah sampel n1 = n2, dan varians homogen (б12 = б22) maka dapat

(29)

2) Bila n1 ≠ n2, varians homogen (б12 = б22), dapat digunakan dengan Pooled

test dengan Separated varians. Harga t sebagai pengganti t-tabel dihitung dari selisih harga t-tabel dengan dk (n1 – 1) dan dk (n2 – 1) dibagi dua, dan

kemudian ditambahkan dengan harga t yang terkecil.

1

t-hitung ... Separated varians.

2

t-hitung .. Pooled varians.

2

x =Rata-rata nilai variabel I

2

x =Rata-rata nilai variabel II

S1=Rata-rata standar deviasi variabel I

S2=Rata-rata standar deviasi variabel I

n1=Jumlah sampel variabel I

(30)

2.2.4. Regresi Logistik

Regresi logistik lebih dikenal dengan regresi logit, digunakan saat variabel respon (terikat) memiliki dua variabel (misalnya binari atau 0 – 1). Variabel

prediktor mungkin jumlah, kategori atau campuran keduanya. Regresi dua variabel umumnya banyak digunakan pada situasi ini. Ketika ini terjadi, model ini disebut model probabilitas linier (Rusdin, 2004).

Menurut Chairullah (2004), Regresi logistik dirancang untuk melakukan prediksi keanggotaan group. Artinya tujuan dari analisis regresi logistik adalah

untuk mengetahui seberapa jauh model yang digunakan mampu memprediksi secara benar kategori group dari sejumlah individu.

Syarat-syarat regresi logistik :

1) Variabel independent merupakan campuran antara variabel diskrit dan kontinyu;

2) Distribusi data yang digunakan tidak normal.

Kelebihan regresi logistik disbanding regresi yang lain :

1) Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki

distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap group.

2) Variabel bebas dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinyu,

diskrit dan dikotomis;

3) Regresi logistik amat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon atas

(31)

Karena model yang dihasilkan dengan regresi logistik bersifat non linier,

persamaan yang digunakan untuk mendiskripsikan hasil sedikit lebih komplek di banding regresi berganda. Variabel hasil Y adalah probabilitas

mendapatkan 2 hasil atau lebih berdasarkan fungsi non linier dari kombinasi linier sejumlah variabel bebas.

Menurut Hosmer and Lemeshow dalam Handayani (2005) Regresi logistic

bertatar (stepwise logistic regression) digunakan untuk menentukan peubah-peubah penjelas yang bisa membedakan respon yang diamati. Prosedur ini

memilih atau menghilangkan peubah-peubah satu persatu dari model sampai ditemukan peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap model.

2.3. Kerangka Pemikiran

Proses produksi usahatani dilihat dari sistem pengolahannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu perlakuan biasa dan perlakuan intensif. Pada kedua perlakuan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yaitu lahan, modal dan tenaga kerja.

Petani dalam hal ini memilih diantara kedua perlakuan tersebut. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem pengelolaan, yaitu : tenaga kerja dalam keluarga,

tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani cabai merah.

Dari kedua perlakuan ini, faktor produksi akan mengakibatkan biaya produksi yang berbeda sesuai dengan perlakuan yang dipilih petani. Perlakuan ini

akan menghasilkan jumlah produksi yang berbeda. Cabai yang diproduksi akan dijual. Penjualan cabai akan memberikan penerimaan bagi petani.

(32)

perlakuan biasa dan perlakuan intensif. Secara umum dapat digambarkan dalam

skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Uji Beda Pendapatan Pada Berbagai Pengelolaan Cabai Merah.

Usaha Tani Cabai

Jumlah Produksi

Harga jual Penerimaan

Pendapatan Bersih

Keterangan :

= Menyatakan adanya hubungan = Menyatakan mempengaruhi

Sistem Pengelolaan

Perlakuan Biasa Faktor Produksi Perlakuan Intensif - Lahan

- Modal

- Tenaga Kerja

Biaya Produksi

Faktor pemilihan sistem pengelolaan - Tenaga kerja

(33)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1) Perbedaan pengelolaan usahatani memberikan pengaruh yang nyata terhadap biaya produksi.

2) Perbedaan pengelolaan usahatani memberikan pengaruh yang nyata

terhadap penerimaan.

3) Perbedaan pengelolaan usahatani memberikan pengaruh yang nyata

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kaban, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara Proposive

(sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian merupakan salah satu daerah penghasil cabai terbesar di Kecamatan Kabanjahe.

Dari Tabel 1.1. juga dapat ditemukan bahwa Kecamatan Kabanjahe pada

tahun 2008 menghasilkan cabai dengan rata-rata produksi terbesar yaitu 14 Ton/Ha. Kecamatan Kabanjahe memiliki rata-rata produksi terbanyak setelah

Kecamatan Tiga Panah yang memiliki rata-rata produksi sebesar 15,36 Ton/Ha. Peneliti memilih Kecamatan Kabanjahe sebagai tempat penelitian selain dikarenakan Kecamatan Kabanjahe memiliki rata-rata produksi terbesar kedua di

Kabupaten Karo, selain itu juga Kecamatan Kabanjahe merupakan pusat pemerintahan dari Kabupaten Karo. Sehingga dianggap informasi dan akses faktor

produksi yang didapatkan oleh petani untuk meningkatkan produksi cabai lebih mudah didapatkan dibandingkan petani dari kecamatan lain.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Simple

Random Sampling (Sampling Acak Sederhana), dimana sampel lebih dari 30 dan

(35)

2

e = Persentase kelonggaran ketidakpastian pengambilan sampel (%)

Dimana, e = 15%. Ini dikarenakan sulitnya peneliti untuk mewawancarai petani sampel. Kebanyakan sampel memilih untuk tidak bekerjasama.

Desa Kaban memiliki petani sebanyak 164 KK dengan luas lahan untuk tanaman hortikultura seluas 364 Ha dan luas lahan tanaman tahunan (umumnya jeruk) seluas 45 Ha. Jumlah petani yang menanam tanaman cabai merah sebanyak

80 KK, dimana petani yang memilih pengelolaan biasa sebanyak 56 KK dan yang memilih pengelolaan secara intensif sebanyak 24 KK.

Jumlah sampel yang memilih pengelolaan secara intensif :

KK

Dengan demikian, jumlah sampel yang akan diambil untuk pengelolaan intensif

adalah sebanyak 15 KK.

Petani yang melakukan Jumlah sampel yang memilih pengelolaan biasa :

KK

Dengan demikian, jumlah sampel yang akan diambil untuk pengelolaan biasa adalah sebanyak 25 KK.

Adapun sampel yang ingin diteliti (ni) sebanyak 40 KK, ini dikarenakan

(36)

metode Sloving didapatkan jumlah sampel untuk pengelolaan intensif sebanyak 15

KK dan pengelolaan biasa sebanyak 25 KK.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani atau responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah

dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang terkait dengan penelitian ini seperti : Dinas Pertanian Kabupaten

Karo, Kantor Kecamatan Kabanjahe dan Kantor Kepala Desa Kaban.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan 1 , 2, dan 3 dapat dilakukan dengan analisis

statistik uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji 2 arah (Independent Sample

T-Test). Dimana jumlah sampel berbeda (n1 ≠ n2) dan varians homogen (б12= б22),

n1 = Banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama.

(37)

Dengan kriteria uji :

Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Dimana :

H0 : tidak terdapat perbedaan antara pengelolaan biasa dengan pengeloaan

intensif.

H1 : ada perbedaan antara pengelolaan biasa dengan pengeloaan intensif.

Dimana untuk mengetahui besar biaya produksi maka digunakan rumus : TC = FC + VC

Dimana :

TC = Total biaya (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp)

VC = Biaya variabel (Rp)

Adapun untuk mengetahui besarnya penerimaan usahatani digunakan rumus : TR = Y . Py

Dimana :

TR = Total penerimaan / Total Reveneu (Rp)

(38)

Dan untuk mengetahui pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus :

Pd = TR – TC Dimana :

Pd = Pendapatan usahatani cabai merah (Rp) TR = Total penerimaan / Total Reveneu (Rp) TC = Total biaya / Total Cost (Rp)

(Suratiyah, 2009).

Untuk menjelaskan tujuan 4, yaitu untuk melihat pengaruh tenaga kerja

dalam keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman terhadap pemilihan sistem pengelolaan biasa dan pengelolaan intensif pada tanaman cabai digunakan model Logit. Menurut Nachrowi dan Usman. (2008), Model Logit dipergunakan untuk

variabel terikat dummy atau kategorik. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :

1 ; sistem pengelolaan dengan perlakuan intensif

(39)

Kriteria uji :

1) Secara serempak dari Omnibus Test dan Hosmer and Lemeshow Test :

Omnibus Test : Sig. > 0,1 ; H1 ditolah, H0 diterima

Sig. ≤ 0,1 ; H1 diterima, H0 ditolah

H0 : β0 = β1 = β2 = β3 = 0, dimana tidak ada variabel bebas yang

berpengaruh terhadap variabel terikat.

H1 : setidaknya salah satu variabel bebas berpengaruh terhadap

variabel terikat.

Hosmer and Lemeshow Test : Sig. > 0,1 ; H1 ditolah, H0 diterima Sig. ≤ 0,1 ; H1 diterima, H0 ditolah

H0 : (1-B) = 0, distribusi frekuensi estimasi = 1 > 0,01, sehingga

tidak bisa menolak adanya hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

H1 : bisa menolak adanya hubungan antara variabel bebas terhadap

variabel terikat.

2) Secara parsial : Wj ≤ χ2α,1 atau Sig. > 0,1 ; H1 ditolah, H0 diterima

Wj > χ2

α,1 atau Sig. ≤ 0,1 ; H1 diterima, H0 ditolah

H0 : tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

(40)

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi

1) Usahatani adalah suatu jenis kegiatan pertanian rakyat yang diusahakan

oleh petani dengan mengkombinasikan faktor alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan pada peningkatan produksi.

2) Sistem pengelolaan adalah sikap petani dalam melakukan usahataninya

untuk menghasilkan suatu produksi.

3) Perlakuan biasa merupakan suatu sistem pengelolaan secara tradisional

yang dapat dikatakan sebagai usaha sampingan dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

4) Perlakuan intensif adalah perlakuan yang dilakukan secara rutin

penggunaan input produksi dalam jangka waktu tertentu.

5) Harga jual adalah harga yang berlaku pada saat pemanenan, dimana setiap

saat dapat berubah-ubah.

6) Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani pada akhir produksi dengan biaya riil (tunai).

7) Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi. Dalam hal ini biaya diklasifikasikan ke dalam biaya tunai

(biaya riil yang dikeluarkan) dan biaya tidak tunai (diperhitungkan).

8) Penerimaan adalah jumlah yang diterima petani dengan menjual hasil produksinya (yang benar-benar dapat dijual dan tidak termasuk yang

(41)

3.5.2 Batasan Operasional

1) Lokasi penelitian dilakukan di Desa Kaban Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

2) Penelitian dilaksanakan pada tahun 2010.

3) Sampel adalah petani yang mengusahakan usahatani cabai merah selama kurung waktu penelitian.

4) Berdasarkan kreteria sampel intensif dan ekstensif dibedakan oleh PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan), atas :

(42)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK PETANI CABAI

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Desa Kaban dapat ditempuh melalui dua jalan, yaitu dari Kec. Kabanjahe

(5,2 Km) serta dari Jalan Jamin Ginting (4.3 Km). Desa Kaban terletak 69.3 Km dari Medan Ibukota Provinsi Sumatera Utara, dan berada pada ketinggian 1.100 - 1.300 m dpl, dengan suhu rata-rata berkisar 16-22 oC, dan kelembapan

85 %. Keadaan lahan pertanian dari datar sampai bergelombang dimana jenis tanah adalah Andosol. Desa Kaban memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Desa Guru Singa

- Sebelah Selatan : Desa Rumah Kabanjahe - Sebelah Barat : Desa Lingga Julu

- Sebelah Timur : Desa Sumbul (Sumber Mufakat)

Luas Desa Kaban secara keseluruhan adalah 49,5 Ha. yang sebagian besar

diantaranya diusahakan sebagai usahatani tanaman hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, kubis, wortel, padi ladang, buncis, kentang, ubi rambat, jeruk, dan ada juga yang menanam tanaman kopi.

Pemeliharaan tanaman cabai yang banyak diusahakan di Desa Kaban adalah secara polikultur, yaitu dengan menanam tanaman pelindung seperti

(43)

Kemudian sisa dari jerami padi juga dijadikan penutup tanah (mulsa alami)

sekaligus sebagai pupuk alami oleh petani.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Kaban sampai akhir tahun 2009 tercatat sebanyak

996 jiwa atau 238 Kepala Keluarga (KK), yang terdiri dari 501 jiwa laki-laki dan 495 jiwa perempuan. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikannya dapat di

lihat pada tabel 3. di bawah ini :

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Penddikan Formal di Desa Kaban Tahun 2009

No Tingkat Penddikan Formal Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1

Sumber : Kantor Kepala Desa Kaban, Tahun 2010

Dari Tabel 3. menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk sudah

menamatkan pendidikan SMP dan SMA yaitu sebanyak 258 jiwa (25,9 %) dan 482 jiwa (48,39 %). Sedangkan tamat Akademi dan Perguruan tinggi masih sangat sedikit, yaitu 31 jiwa (3,11 %) dan 17 jiwa (1,71 %).

4.1.3. Perekonomian Desa

Sebagai daerah penelitian pada umumnya, sumber mata pencaharian penduduk di Desa Kaban adalah sektor pertanian. Komposisi penduduk Desa

(44)

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Sumber Mata Pencaharian di Desa Kaban Tahun 2009

No Mata Pencaharian Jumlah Kepala Keluarga

(KK) Persentase (%)

Sumber : Kantor Kepala Desa Kaban, Tahun 2010

Dari tabel 4. menunjukkan bahwa kebanyakan penduduk Desa Kaban mempunyai mata pencaharian dari sektor pertanian sebanyak 223 Kepala

Keluarga (KK) atau 81.68 %. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian didominasi oleh sektor pertanian.

4.1.4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Desa Kaban saat ini dinilai masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis sarana yang tersedia masih sangat minim. Seperti sarana transportasi, di Desa Kaban hanya ada 1 jenis angkutan umum saja.

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin lengkap sarana dan prasarana maka akan mempercepat laju

pembangunan. Dari tabel 5. dapat dilihat sarana dan prasarana di Desa Kaban masih jauh dari memadai, khususnya pada sekolah. Akibatnya, untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP, SMA maupun kejenjang yang lebih tinggi harus

(45)

Tabel 5. Sarana dan Prasarana di Desa Kaban Tahun 2009

No Mata Pencaharian Jumlah unit

1

Sumber : Kantor Kepala Desa Kaban, Tahun 2010

4.2. Karakteristik Petani Responden

Adapun karakteristik petani responden dalam penelitian ini meliputi luas lahan, umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, pengalaman bertani

cabai merah dan jumlah tanggungan. Karakter petani responden dapat dilihat pada tabel 6.

Dari tabel 6. dapat diketahui bahwa rata-rata luas lahan yang ditanami tanaman cabai oleh petani di Desa Kaban adalah 0,16 Ha dari range 0,04-0,50 Ha. Dimana rata-rata luas lahan sampel yang memilih perlakuan ekstensif lebih sedikit

dari pada perlakuan intensif yaitu 0,16 Ha dan 0,26 Ha.

Rata-rata umur petani adalah 44,9 tahun dengan range 25-65 tahun. Hal ini

(46)

Tabel 6. Karakteristik Petani Cabai Menurut Sistem Pengelolaannya

No Uraian Satu

an

Intensif Biasa Total

Range Rataan Range Rataan Range Rataan

Sumber : Data diolah dari Lampiran 1.

Tingkat pendidikan yang dijalani oleh petani responden memiliki rata-rata

9,6 tahun dengan range 0-16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan petani responden masih setingkat SLTP (Sekolah Lamjutan Tingkat Pertama). Sedangkan untuk rata-rata lama bertani petani responden adalah 22,65

tahun dengan range 3-46 tahun. Hal ini menunjukkan pengalaman petani sudah cukup tinggi untuk berbagai jenis komoditi.

Pengalaman menanam cabai untuk setiap petani responden sangatlah berbeda-beda. Sehingga perlakuan yang diterapkan juga berbeda. Rata-rata pengalaman bertani cabai petani responden adalah 7,05 tahun bila dianggap setiap

tanaman cabai hanya dapat bertahan setahun, dengan range 1-20 kali penanaman. Jumlah tanggungan keluarga petani rata-rata 2,7 atau 3 jiwa dengan range

(47)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap petani yang ada di Desa Kaban, Kecamatan

Kabanjahe Kabupaten Karo. Adapun yang diteliti adalah bagaimana tingkat perbedaan biaya produksi, penerimaan dan pendapatan petani dengan pada

berbagai jenis pengelolaan usahatani cabai merah di daerah penelitian. Serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani untuk memilih sistem pengelolaan dengan perlakuan biasa (ekstensif) dan pengelolaan intensif

pada usahatani cabai merah.

Dalam penelitian ini, jenis pengelolaan dibedakan menjadi dua jenis yaitu

dengan perlakuan intensif dan perlakuan biasa. Dalam penentuan sampel menggunakan metode Simple Ramdom Sampling pada setiap jenis pengelolaan, sehingga didapatkan 15 sampel yang memilih perlakuan intensif dan perlakuan

biasa sebanyak 25 sampel dalam penelitian.

Adapun kriteria utama yang membedakan antara pengelolaan intensif dan

perlakuan biasa menurut penyuluh pertanian lapangan (PPL), yaitu:

1) Sampel yang memilih perlakuan biasa memiliki luas lahan ≤ 0,15 Ha, sedangkan perlakuan intensif > 0,15 Ha.

2) Banyaknya panen untuk perlakuan biasa kurang dari 24 kali (6 bulan), sedangkan untuk perlakuan intensif lebih dari 24 kali dalam satu kali

musim tanam.

(48)

penerimaan dan pendapatan pada perlakuan intensif dan biasa dilakukan uji beda

Independent t-test dengan melihat nilai t-hitung. Sedangkan untuk melihat faktor

apa saja yang mempengaruhi pemilihan perlakuan intensif dan ekstensif dengan

menggunakan regresi logistik. Dalam pengolahan uji beda Independent t-test dan regresi logistik digunakan program komputer SPSS 16.

Setelah dilakukan pengolahan data, ternyata terdapat 5 variabel bebas yang

dianggap sebagai outlier (dibuang) yaitu harga jual, modal, luas lahan, tenaga kerja luar keluarga, dan serangan HPT. Sedangkan variabel bebas yang dapat

(49)

5.1. Perbedaan biaya produksi antara perlakuan intensif dan biasa.

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani cabai merah yang meliputi input produksi (bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga

kerja), dan biaya penyusutan peralatan. Setiap kegiatan usahatani membutuhkan biaya produksi untuk menjalankan proses usahataninya dengan baik. Biaya yang dikeluarkan mulai dari proses pengolahan tanah sampai dengan proses kegiatan

pemasaran yang dilakukan petani.

Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap

(variable cost). Yang masuk dalam biaya tetap adalah biaya penyusutan peralatan dan biaya sewa lahan atau PBB. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya variabel adalah biaya bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja. Adapun perincian

biaya produksi dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 7. Rata-rata Biaya Produksi Cabai Merah Per Ha di Desa Kaban

Intensif biasa Total Rata-rata

Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata

Penyusutan 149.524.850,62 9.968.323,37 558.475.072,84 22.339.002,91 707.999.923,46 17.699.998,09

Saprodi 736.607.000,99 49.107.133,40 385.031.385,69 15.401.267,43 1.121.638.686,68 28.040.967,17

Tenaga Kerja 772.555.242,63 51.503.682,84 709.693.931,62 28.387.757,26 1.482.249.174,25 37.056.229,36

Lahan/PBB 2.157.857,14 143.857,14 4.564.798,53 182.591,94 6.722.655,68 168.066,39

Total Biaya 1.660.844.951,38 110.722.996,76 1.657.765.488,69 66.310.619,55 3.318.610.440,07 82.965.261,00

Sumber : Data diolah dari lampiran 15

Dari Tabel 7. dapat diketahui bahwa rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sampel yang memilih perlakuan intensif sebesar Rp 110.722.996,76,-, sedangkan petani yang memilih perlakuan biasa sebesar Rp 66.310.619,55,-.

(50)

Untuk rata-rata perbedaan biaya produksi antara kedua pola perlakuan

adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi

Group N Mean Std. Deviation Sig.

Sig.

(2-tailed) Mean Difference

Biaya Intensif 15

110722988.7600 24089262.34371

.690 .000 44369748.87880

biasa 25

66353239.8812 23322820.21669

Sumber : Data diolah dari lampiran 18

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata (Mean) biaya produksi untuk perlakuan intensif adalah sebesar Rp 110.722.988,76,- dengan standar deviasi Rp 24.089.262,34,-. Sedangkan pada perlakuan biasa (ekstensif) sebesar

Rp 66.353.239,88,- dengan standar deviasi Rp 23.322.820,21,-. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan intensif memiliki biaya produksi yang lebih

banyak dibandingkan dengan perlakuan biasa.

Dari tabel 8. juga terlihat hasil Levene’s Test terdapat p-value = 0,690 lebih besar dari α = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kedua varians sama besar

(Equal variances assumed). Terlihat juga nilai tingkat signifikansi (sig. 2-tailed) rata-rata biaya produksi pada perlakuan intensif dan ekstensif adalah 0,000.

Karena tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata pada biaya produksi dengan perlakuan intensif dan perlakuan biasa.

Tabel tersebut juga diketahui bahwa perbedaan rata-rata biaya produksi keduanya (Mean Difference) adalah sebesar Rp 44.369.748.87,-. Hal ini

(51)

5. 2. Perbedaan penerimaan antara perlakuan intensif dan biasa.

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Harga jual cabai merah sangat tidak stabil, yaitu berkisar antara Rp 8.000,-

hingga Rp 37.000,- pada tingkat petani. Hal ini dikarenakan harga cabai akan melonjak tajam saat mendekati hari-hari besar keagamaan, tahun baru, maupun pada saat jumlahnya sedikit di pasar (biasanya terjadi pada musim hujan). Tetapi

akan sangat murah saat produksi cabai sudah terlalu banyak di pasaran.

Tabel 9. Rata-rata Hasil Produksi dan Penerimaan Cabai Merah Per Ha di Desa Kaban

Intensif Biasa

Total Rata-rata

Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata

Produksi 170.141,81 11.342,79 141.536,41 5.661,46 311.678,22 7.791,96

Pnerimaan 4.622.416.767,86 308.161.117,86 3.820.324.935,90 152.812.997,44 8.442.741.703,75 211.068.542,59

Sumber : Data diolah dari lampiran 16

Dari tabel 9. diketahui bahwa jumlah produksi yang dihasilkan oleh

sampel yang memilih perlakuan intensif 170.141,81 Kg dengan penerimaan sebesar Rp 4.622.416.767,86,-. Dan rata-rata produksi 11.342,79 Kg dengan

penerimaan rata-rata sebesar Rp 308.161.117,86,-. Sedangkan sampel yang memilih perlakuan biasa (ekstensif) 141.536,41 Kg dengan penerimaan sebesar Rp 3.820.324.935,90,-. Dan rata-rata produksinya 5.661,46 Kg dengan

penerimaan rata-rata sebesar Rp 152.812.997,44,-.

Rata-rata perbedaan penerimaan antara kedua pola perlakuan adalah

(52)

Tabel 10. Uji Beda Rata-rata Penerimaan

Group N Mean Std. Deviation Sig.

Sig.

(2-tailed) Mean Difference

Penerimaan Intensif

15 308161117.8573 70295153.18220

.316 .000 155348120.42173

biasa

25 152812997.4356 52167478.15219

Sumber : Data diolah dari lampiran 19

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata (Mean) penerimaan untuk perlakuan intensif adalah sebesar Rp 308.161.117,85,- dengan standar

deviasi Rp 70.295.153,18,- sedangkan pada perlakuan (ekstensif) biasa sebesar Rp 152.812.997,43,- dengan standar deviasi Rp 52.167.478,15,-. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan intensif mendapatkan penerimaan yang lebih

banyak dibandingkan dengan perlakuan biasa.

Dari tabel 10. juga terlihat hasil Levene’s Test terdapat p-value = 0,316

lebih besar dari α = 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua varians sama

besar (Equal variances assumed). Terlihat juga nilai tingkat signifikansi (sig.

2-tailed) rata-rata biaya produksi pada perlakuan intensif dan perlakuan biasa adalah

0,000. Karena tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada

penerimaan antara perlakuan intensif dan perlakuan biasa.

Tabel tersebut juga diketahui bahwa perbedaan rata-rata penerimaan keduanya (Mean Difference) adalah sebesar Rp 155.348.120.42,-. Hal ini

(53)

5. 3. Perbedaan pendapatan antara perlakuan intensif dan biasa.

Pendapatan dalam suatu usahatani merupakan hasil pengurangan penerimaan dengan biaya produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan selama

proses usahatani meliputi biaya input produksi (bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja), dan biaya penyusutan peralatan. Sedangkan penerimaan adalah hasil kali dari jumlah produksi dengan harga satuan hasil produksi.

Tabel 11. Rata-rata Pendapatan Cabai Merah Per Ha di Desa Kaban

Intensif Biasa

Total Rata-rata

Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata

Penerimaan 4.622.416.767,86 308.161.117,86 3.820.324.935,90 152.812.997,44 8.442.741.703,75 211.068.542,59

Total biaya 1.660.844.851,38 110.722.996,76 1.657.765.488,69 66.310.619,55 3.318.610.440,07 82.965.261,00

Pendapatan 2.961.571.816,48 197.438.121,10 2.162.559.447,21 86.502.377,89 5.124.131.263,68 128.103.281,59

Sumber : Data diolah dari lampiran 17

Dari tabel 11. di atas diketahui bahwa jumlah pendapatan rata-rata yang diterima oleh sampel penelitian yang memilih perlakuan intensif sebesar

Rp. 197.438.121,10,- sedangkan sampel yang memilih perlakuan biasa memperoleh Rp 86.502.377,89,-. Ini menunjukkan bahwa pendapatan sampel yang memilih perlakuan intensif lebih banyak dibandingkan sampel yang memilih

perlakuan biasa.

Untuk rata-rata perbedaan biaya produksi antara kedua pola perlakuan

(54)

Tabel 12. Uji Beda Rata-rata Pendapatan

Group N Mean Std. Deviation Sig.

Sig.

(2-tailed) Mean Difference

Pendapatan Intensif

15 197438129.0973 72643200.14447

.261 .000 110978371.54213

Biasa

25 86459757.5552 47785832.90402

Sumber : Data diolah dari lampiran 20

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata (Mean) pendapatan untuk perlakuan intensif adalah sebesar Rp 197.438.129,09,- dengan standar

deviasi Rp 72.643.200,14,- sedangkan pada perlakuan biasa sebesar Rp 86.459.757,55,- dengan standar deviasi Rp 47.785.832,90,-. Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan intensif memperoleh pendapatan yang lebih

banyak dibandingkan dengan perlakuan biasa.

Dari tabel 12. juga terlihat hasil Levene’s Test terdapat p-value = 0,261

lebih besar dari α = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kedua varians sama besar

(Equal variances assumed). Terlihat juga nilai tingkat signifikansi (sig. 2-tailed) rata-rata biaya produksi pada perlakuan intensif dan perlakuan biasa adalah 0,000.

Karena tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada

pendapatan antara perlakuan intensif dan perlakuan biasa.

Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata pendapatan keduanya (Mean Difference) adalah sebesar Rp 110.978.371.54,-. Hal ini

(55)

5.4. Analisis Regresi Logistik

Metode yang digunakan adalah metode Enter Method. Regresi logistic yang digunakan dalam penelitian ini karena variabel bebas adalah variabel boneka

(dummy variable). Menurut hasil estimasi dengan menggunakan metode

binary logit harga jual, modal, luas lahan, tenaga kerja luar keluarga dan serangan

HPT tidak dimasukkan ke dalam persamaan logit karena tidak berpengaruh nyata

terhadap pemilihan perlakuan secara intensif dan biasa. Ini disebabkan karena : 1) Harga jual

Di daerah penelitian, kebanyakan dari sampel tidak dapat memprediksikan kapan waktu harga cabai akan tinggi atau rendah. Bahkan sampel lebih mengutamakan waktu penanaman cabai pada saat musim

kemarau (tingkat curah hujan rendah). Hal ini disebabkan karena tanaman cabai rentan pada genangan air yang berlebihan.

Apa lagi petani tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga dari hasil produksinya. Sehingga pada saat harga cabai melambung tinggi pada hari-hari besar nasional seperti hari raya keagamaan dan tahun baru,

bukan produsen yang menentukan harga jual melainkan pedagang. Dan kebijakan pemerintah daerah melakukan upaya untuk menstabilkan harga

cabai dengan memasok cabai dari luar daerah. Sehingga dianggap harga jual tidak merefleksikan pemilihan perlakuan secara intensif dan biasa. 2) Modal

Modal tidak merefleksikan pemilihan perlakuan secara intensif maupun biasa. Hal ini dikarenakan modal dapat diperoleh dari dana sendiri

(56)

penelitian memiliki kerabat (saudara) yang masih tinggal di daerah

tersebut. Sehingga dianggap sampel tidak akan kekurangan modal dalam melakukan usahatani.

3) Luas lahan

Luas lahan tidak merefleksikan pemilihan perlakuan secara intensif dan biasa. Ini dikarenakan penenaman cabai merah dapat dilakukan

dengan lahan yang kecil asalkan penerapan jaraknya sesuai dengan kebutuhan perakaran dan lebarnya ranting. Menurut Harpenas dan

Dermawan (2011), cabai termasuk komoditas sayuran yang hemat lahan karena untuk meningkatkan produksinya lebih mengutamakan perbaikan teknik budidaya.

4) Tenaga kerja luar keluarga

Tenaga kerja luar keluarga tidak merefleksikan pemilihan

perlakuan secara intensif dan biasa. Hal ini disebabkan petani menganggap memakai tenaga kerja luar keluarga hanya menambah pengeluaran. Akan tetapi pada saat panen, petani baru memakai tenaga kerja luar keluarga. Ini

dikarenakan pemanenan hanya dilakukan satu hingga dua hari setiap minggu. Dalam pemanenan setiap orang hanya dapat memetik 15 Kg per

hari, sehingga petani sangat membutuhkan bantuan tenaga kerja dari luar. 5) Serangan Hama Penyakit

Serangan HPT tidak merefleksikan pemilihan perlakuan secara

(57)

pada saat tanaman sudah mengalami kerusakan, akan sangat terlambat

untuk memperbaikinya.

Variabel-variabel yang dapat dimasukkan ke dalam persamaan logit antara lain :

1) Tenaga kerja dalam keluarga 2) Pendidikan

3) Pengalaman bertani cabai

Dimana variabel respon tersebut adalah :

0 ; sistem pengelolaan dengan perlakuan biasa .

1 ; sistem pengelolaan dengan perlakuan intensif

5.4.1. Menguji Kelayakan Model Regresi

Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu diuji kelayakan

dari model regresi logistik yang digunakan. Analisis ini didasarkan pada uji

Hosmer Lemeshow Test. Hasil uji Hosmer Lemeshow Test dapat ditunjukkan pada

tabel berikut:

Tabel 13. Hosmer and Lemeshow Step Chi-square Df Sig.

1 1.020 8 .998

Sumber : Data diolah dari lampiran 21

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Sig) sebesar

0,998 > 0,10, yang menyatakan bahwa model tidak bisa menolak adanya hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Menurut Ghozali

(2005), apabila nilai signifikansi diatas 0,10, maka hipotesis nol yang ada pada penelitian tidak dapat ditolak, artinya model penelitian mampu memprediksikan nilai observasi atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan

(58)

5.4.2. Estimasi logit

Hasil secara simultan ditunjukkan dengan uji Chi Square sebesar 42,261 dan p-value sebesar 0,000 < 0,10. Hal ini berarti secara simultan variable

independent yang terdiri dari harga jual, tenaga kerja dalam keluarga, tingkat

pendidikan dan pengalaman bertani cabai berpengaruh signifikan terhadap sistem perlakuan. Secara lengkap hasil uji regresi logit disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 14. Hasil Regresi Logistik

Variabel B S.E. Wald Sig Exp(B) Keterangan

Sumber : Data diolah dari lampiran 21

Hasil perhitungan koefisien dari model regresi logistik ini dapat dilihat pada tabel 14. maka diperoleh model persamaan regresi logistik sebagai berikut :

L1 = ln

= -22,984+ 0,118 TKDK + 0,994 Pendidikan + 0,403 Pengalaman

Dari Hasil Cox and Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba

meniru ukuran R2 pada multiple Regression yang didasarkan pada teknik estimasi

likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit

diinterpretasikan. Nagelkerke’s R-Square merupakan modifikasi dari koefisien

Cox and Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox and Snell’s R

Square dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s R-Square dapat

(59)

Dari tabel 14. juga diketahui nilai Cox Snell’s R-Square sebesar 0,652 dan

Nilai Nagelkerke’s R-Square adalah 0,889 yang berarti variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas sebesar 88,9%.

Sedangkan sisanya 11,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

5.4.3. Uji model secara parsial

Dari uji secara parsial dari tiga variabel bebas yang digunakan terdapat dua

variabel yang signifikan yaitu variabel tenaga kerja dalam keluarga (X1), variabel

tingkat pendidikan (X2). Sedangkan untuk variabel pengalaman bertani cabai (X3)

tidak signifikan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Tenaga kerja dalam keluarga.

Dari hasil analisis secara parsial seperti pada tabel 14. nilai Wald

untuk variabel tenaga kerja dalam keluarga sebesar 4,424 dengan nilai probabilitas sebesar 0,035 yang nilainya di bawah 0,10. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara tenaga kerja dalam keluarga

terhadap pemilihan perlakuan secara intensif dan biasa. Hal ini berarti pemilihan perlakuan sangat ditentukan oleh jumlah tenaga kerja dalam

keluarga.

Dan untuk variabel tenaga kerja dalam keluarga ini juga diperoleh nilai Exp(B) 1,126, ini berarti setiap sampel yang mencurahkan 1 (satu)

tenaga kerja dalam keluarga memiliki peluang 1,126 kali lebih besar untuk memilih perlakuan intensif daripada perlakuan biasa.

(60)

HPT, dan pemanenan maka akan semakin lama masa hidup cabai serta

produksinya akan semakin baik pula. 2) Tingkat pendidikan.

Sedangkan untuk variabel tingkat pendidikan (X2) nilai Wald

sebesar 3,035 dan probabilitas sebesar 0,081 yang nilainya lebih kecil dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada

tingkat pendidikan terhadap pemilihan perlakuan intensif dan perlakuan biasa.

Dan variabel ini juga memperoleh koefisien variabel sebesar 0,994. Nilai Exp(B) tingkat pendidikan 2,702, ini berarti sampel yang memiliki pendidikan 1 (satu) tahun lebih lama memiliki peluang 2,702 kali lebih

besar untuk memilih perlakuan intensif daripada perlakuan biasa.

Hal ini dikarenakan kebanyakan dari sampel yang memilih

perlakuan intensif merupakan orang yang memilih bersekolah di luar daerah penelitian. Walaupun jarak daerah penelitian dari Kecamatan Kabanjahe hanya sekitar 9 Km, namun harus menempuh jalan setapak

melewati jurang yang sangat berbahaya sehingga harus melakukan perantauan. Ini disebabkan daerah tersebut sebelum tahun 1994 dapat

(61)

3) Pengalaman bertani cabai

Untuk variabel pengalaman bertani cabai merah (X3) diketahui

koefisien variabel sebesar 0,403. Sedangkan nilai Wald Test sebesar 2,235

dan probabilitas sebesar 0,135 yang nilainya diatas 0,10. Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada pengalaman bertani cabai terhadap pemilihan perlakuan secara intensif dan perlakuan biasa.

Dapat dikatakan bahwa lamanya bertani cabai untuk sampel sangatlah kurang. ini disebabkan kebanyakan dari sampel penelitian hanya

(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1) Berdasarkan hasil analisis indenpendent t-test dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

yang sangat signifikan antara biaya produksi pada perlakuan intensif dan perlakuan biasa (ekstensif).

2) Dari Hasil pengamatan variabel penerimaan, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang

sangat nyata antara penerimaan pada perlakuan intensif dengan perlakuan biasa.

3) Didapatkan bahwa terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara pendapatan pada

perlakuan intensif dan perlakuan biasa.

4) Menurut hasil estimasi dengan metode binary logit harga jual, modal, luas lahan, tenaga kerja luar keluarga dan serangan HPT tidak dapat dimasukan ke dalam

persamaan logit. Berdasarkan analisis regresi logistik yang dilakukan secara serempak diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi sampel dalam memilih perlakuan

intensif daripada perlakuan ekstensif adalah tenaga kerja dalam keluarga (X1) dan

tingkat pendidikan (X2). Sedangkan variabel yang tidak mempengaruhi pemilihan

(63)

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada:

6.2.1. Petani

1) Sebaiknya para petani melakukan sistem pengelolaan dengan perlakuan secara intenisf. Sehingga pendapatan para petani dapat meningkat, karena tanaman cabai merupakan tanaman yang sangat potensial untuk diusahakan. Walaupun biaya yang

dikeluarkan sangat besar, namun hasilnya juga sangat menjanjikan.

2) Diharapkan kepada petani untuk memperhatikan sumber bibit, sehingga kualitasnya

produksi akan lebih baik.

3) Pada saat harga sangat murah petani tidak seharusnya membiarkan tanaman sehingga buah cabai membusuk di pohonnya. Akan tetapi petani diharapkan untuk membuat

hasil olahan lain, seperti membuat cabai kering.

6.2.2. Pemerintah

1) Memperhatikan pendistribusian pupuk bersubsidi pada daerah penelitian, ini dikarenakan tanaman cabai merupakan tanaman yang sangat rakus akan unsur hara yang tinggi.

2) Adanya penyuluhan yang khusus untuk membantu petani melakukan pengelolaan dengan perlakuan intensif, karena sebelumnya belum pernah ada dilakukan.

3) Adapun permohonan kepada pemerintah daerah untuk dapat membangun saran dan prasarana yang memadai, seperti jalan. Karena jalan murupakan hal yang paling utama dalam menyalurkan hasil pertanian di pedesaan.

(64)

6.2.3. Penelitian Selanjutnya

Gambar

Tabel 1. Luas tanam, Luas panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Komoditi Cabai Merah Tahun 2008 Kabupaten Karo
Tabel 2. Luas Tanam Komoditi Cabai Merah Tahun 2010 Kecamatan Kabanjahe
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Uji Beda Pendapatan Pada Berbagai Pengelolaan Cabai Merah
Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Penddikan Formal di Desa Kaban Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu petani harus jeli dalam sistem mengelola usahatani cabai merah, karena sistem pengelolaan sangat mempengaruhi hasil produksi dan pendapatan petani.Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga

periode yang sama, Kabupaten Karo bukanlah daerah dengan produksi rata-rata terbesar melainkan Kabupaten Simalungun yang meskipun produksi dan luas panen di daerah

Biaya tetap yang telah dihitung dalam penelitian ini meliputi biaya penyusutan alat, bunga modal (4,5 persen per satu kali musim tanam) dan biaya sewa lahan. Besarnya

Perbedaan perlakuan terhadap tanaman cabai tersebut , memberikan perbedaan dalam tingkat pendapatan petani cabai merah di desa Gajah , kemudian adanya perbedaan

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dirumuskan adalahbagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan) mempengaruhi produksi