• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Pejabat Diplomatik Terhadap Penyalahgunaan Wewenang Menurut Prespektif Hukum Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Pejabat Diplomatik Terhadap Penyalahgunaan Wewenang Menurut Prespektif Hukum Internasional"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PEJABAT DIPLOMATIK

TERHADAP PENYALAHGUNAAN WEWENANG MENURUT PRESPEKTIF HUKUM

M INTERNASIONAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

NAMA : BILLY MANIK NIM :070200200

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TANGGUNG JAWAB PEJABAT DIPLOMATIK

TERHADAP PENYALAHGUNAAN WEWENANG MENURUT PRESPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

BILLY MANIK NIM : 070200200

DISETUJUI OLEH

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

(ARIF, SH, MH) NIP: 196403301993031002

DOSEN PEMBIMBING 1 DOSEN PEMBIMBING II

(SUTIARNOTO, SH, M.Hum) (ARIF, SH, MH) NIP. 195610101986031003 NIP. 196403301993031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur, kemuliaan dan hormat kepada Tuhan Yesus Kristus yang adalah Juruselamat atas penyertaan dan pertolonganNya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sungguh terbukti perbuatan dan pemeliharaanNya didalam pengerjaan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab Pejabat Diplomatik Terhadap Penyalahgunaan Wewenang Menurut Prespektif Hukum Internasional”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Dalam proses pengerjaan skripsi ini penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat memberikan yang terbaik, walaupun demikian tidak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan dari skripsi ini.

Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Bapak Sutiarnoto, SH.M.hum, selaku Dosen Pembimbing I yang bersedia membantu dan meluangkan waktu di dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Khusus kepada orang tua yang saya cintai Hotden Manik, S.E. dan Tan Kim Hek, S.T., S,Pd. M.Si. yang sudah mendoakan dan memberikan dukungan dana kepada saya.

5. Teristimewa buat wanita istimewa yang sudah memberikan perhatian dan dukungan kasih baik suka dan duka kepada Juli Theresia Anggreini Siahaan.

6. Teman-teman 1stambuk 2007 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan motivasinya.

7. Teman-teman Youth Cell 009 yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi kepada saya.

8. Teman-teman Pemuda GBI Medan Plaza yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi kepada saya.

Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa pun yang membaca dan memerlukannya. Sekian dan terimakasih. Tuhan Memberkati.

Medan, 2 November 2011

(5)

ABSTRAKSI

Adanya sejumlah besar negara di dunia ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi,dan jelas bagi setiap orang memperhatikan kehidupan sehari-hari. Di dalam dunia modern hubungan antar bangsa tersebar keseluruh pelosok dunia ini. Tidak ada suatu bangsapun di dunia ini yang dapat membebaskan diri dari merupakan warga dunia. Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa di pelbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa-bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan

Hubungan diplomatik telah lama sekali terjadi di antara negara-negara di dunia ini dan tetap berkembang dari masa ke masa. Seiring dengan perkembangan hukum Internasional maka pada saat itu juga hubungan diplomatik mengalami proses kemajuan tahap demi tahap. Dimana pada awalnya diorganisasi manusia itu dimulai dengan asumsi tentang dunia secara alami yakni alam asli dari peradaban manusia.

Dalam hubungan diplomatik tersebut maka seorang pejabat diplomatik tersebut harus dilindungi dan diajmin kekebalannya oleh hukum internasional sehingga tugas dan fungsi dari pejabat diplomatik tesebut dapat terlaksana dengan baik, namun dalam pelaksanaanya si pejabat diplomatik tersebut menyalahgunakan wewenang tersebut karena terdapat kesempatan dari perlindungan internasional tersebut

Oleh hukum Internasional banyak terdapat konfensi-konfensi Internasional yang melindungi para pejabat diplomatik, bukan berarti adanya perlindungan tersebut maka seorang pejabat diplomatik yang melakukan penyalahgunaan wewenang tidak dimintai tanggung jawabnya

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ABSTRAKSI ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Metode Penulisan ... 5

E. Keaslian Penulisan ... 5

F. Tinjauan Kepustakaan ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. TINJAUAN SECARA UMUM MENGENAI PEJABAT DIPLOMATIK A. Sejarah Perkembangan Pejabat Diplomatik... 9

B. Pengertian Pejabat Diplomatik Secara Luas ... 13

C. Kebebasan Dalam Berdiplomatik... 18

D. Tugas dan Fungsi dari Pejabat Diplomatik ... 22

BAB III KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN PEJABAT DIPLOMATIK A. Latar Belakang Timbulnya Kekebalan dan Keistimewa Diplomatik ... 29

B. Dasar Teoritas dan Yuridis dari Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik ... 34

(7)

D. Mulai dan Berakhirnya Kekebalan Diplomatik ... 47

BAB IV. TANGGUNG JAWAB PEJABAT DIPLOMATIK TERHADAP KEKEBALAN YANG DIBERIKAN DAN PERLINDUNGAN YANG DIBERIKAN HUKUM INTERNASIONAL

A. Penyalahgunaan Wewenang dari Pejabat tersebut dan faktornya ... 56 B. Bentuk Pertanggungjawaban dari Pejabat Diplomatik ke

negara Penerima dan pengirim ... 62 C. Perlindungan yang Diberikan Hukum Internasional

Terhadap Pejabat Diplomatik yang Melakukan

Penyalahgunaan Wewenang ... 68 D. Hubungan Hukum antara Negara Penerima dan Pengirim

Akibat dari Penyalahgunaan Wewenang dari Pejabat .. 72 BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 81

(8)

ABSTRAKSI

Adanya sejumlah besar negara di dunia ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi,dan jelas bagi setiap orang memperhatikan kehidupan sehari-hari. Di dalam dunia modern hubungan antar bangsa tersebar keseluruh pelosok dunia ini. Tidak ada suatu bangsapun di dunia ini yang dapat membebaskan diri dari merupakan warga dunia. Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa di pelbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa-bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan

Hubungan diplomatik telah lama sekali terjadi di antara negara-negara di dunia ini dan tetap berkembang dari masa ke masa. Seiring dengan perkembangan hukum Internasional maka pada saat itu juga hubungan diplomatik mengalami proses kemajuan tahap demi tahap. Dimana pada awalnya diorganisasi manusia itu dimulai dengan asumsi tentang dunia secara alami yakni alam asli dari peradaban manusia.

Dalam hubungan diplomatik tersebut maka seorang pejabat diplomatik tersebut harus dilindungi dan diajmin kekebalannya oleh hukum internasional sehingga tugas dan fungsi dari pejabat diplomatik tesebut dapat terlaksana dengan baik, namun dalam pelaksanaanya si pejabat diplomatik tersebut menyalahgunakan wewenang tersebut karena terdapat kesempatan dari perlindungan internasional tersebut

Oleh hukum Internasional banyak terdapat konfensi-konfensi Internasional yang melindungi para pejabat diplomatik, bukan berarti adanya perlindungan tersebut maka seorang pejabat diplomatik yang melakukan penyalahgunaan wewenang tidak dimintai tanggung jawabnya

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya sejumlah besar negara di dunia ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi,dan jelas bagi setiap orang memperhatikan kehidupan sehari-hari. Di dalam dunia modern hubungan antar bangsa tersebar keseluruh pelosok dunia ini. Tidak ada suatu bangsapun di dunia ini yang dapat membebaskan diri dari merupakan warga dunia.

Hubungan antar bangsa atau hubungan internasional dapat berwujud dalam berbagai bentuk yaitu:

1. Hubungan individual, misalnya turis,mahasiswa,sarjana,pedagang dan sebagainya,mempunyain kepentingan yang tersebar di dunia ini. Mereka mengadakan kontak-kontak pribadi sehingga timbul kepentingan timbal balik diantara mereka.

2. Hubungan antar kelompok (inter group relation) misalnya, lembaga lembaga social, keagamaan, atau perdagangan dan sebagainya, dapat pula mengadakan hubungan baik yang bersifat insidential,priodik ataupun permanent

(10)

a) Pribadi-pribadi yang menjadikan sebagai salah satu unsur negara terkait karena adanya rasa solidaritas dan didasarkan kepada bahasa yang sama, keturunan yang sama (suku bangsa), disamping itu karena kesamaan latar belakang sejarah, tradisi kebudayaan dan tanah air.

b) Individu-individu yang bersatu dalam suatu negara mendiami suatu territorial yang sama, yaitu wilayah negara yang batas-batasnya dijamin oleh semua warga negaranya.

c) Suatu organisasi di bentuk untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mengatur setiap individu yang berada di suatu negara, yang pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh kekuasaan lain.

Banyak sekali terdapat perbedaan-perbedaan di antara negara yang ada.Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan bangsa, falsafah hidup, struktur pemerintahan, tata masyrakat, kekuatan militer, ekonomi, keuangan dan lain sebagainya. Hubungan dapat terjadi diantara mereka yang bertindak untuk dan atas nama suatu negara, ,misalnya berunding atau membuat perjanjian dalam berbagai bidang baik untuk kepentingan individu maupun seluruh masyarakat. Hubungan yang beraneka ragam antara pribadi-pribadi, kelompok- kelompok dan negara-negara itu menciptakan hubungan yang menyerap seluruh kegiatan manusia di seluruh bumi ini,sehingga dengan demikian menciptakan masyrakat internasional1

1

(11)

Adanya hubungan yang tetap dan terus menerus, ,merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi. Hubungan demikian timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan kekayaan alam dan perkembangan indrustri yang tidak merata di dunia. Perniagaan yang bertujuan mempertukarkan hasil bumi dengan hasil indrustri misalnya merupakan salah satu hubungan terpenting yang terdapat antar bangsa.bangsa didunia ini.

Disamping hubungan perniagaan terdapat pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagaaman, social dan olahraga.

Hubungan internasional ini dipermudah lagi dengan bertambah sempurnanya berbagai alat perhubungan sebagai akibat kemajuan teknik. Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa di pelbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa-bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan yang bermanfaat demikian merupakan suatu kepentingan bersama.

(12)

Jelaslah bahwa masyarakat internasional itu merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi bahwa di dalamnya negara memiliki tempat yang terkemuka.2

1. Apa yang menjadi tugas dan fungsi dari pejabat diplomatik itu? B. Permasalahan

Perwakilan diplomatik, memiliki suatu peranan yang penting dalam pelaksanaan misi politik luar negeri suatu negara, mereka mempunyai berbagai fungsi dalam pelaksanaan misinya.

Terjadinya pengiriman perwakilan diplomatik antara satu negara dengan negara lain merupakan wujud nyata adanya kerjasama antar negara. Yang menjadi permasalahan disini adalah :

2. Bagaimana pengaturan konfensi Internasional melindungi pejabat diplomatik?

3. Bentuk pertanggung jawaban pejabat diplomatik terhadap penyalahgunaan wewenang dan faktornya?

C. Tujuan Penulisan

Secara teoritis telah diketahui bahwa hukum diplomatik merupakan bahagian dari hukum internasioanal.

Sebagai utusan yang formal dari suatu negara ke negara lain atau yang memiliki tugas dan fungsi untuk mewakili negaranya di negara lain maka

2

(13)

keadaaan hubungan suatu negara dengan negara lain merupakan wujud nyata dari adanya hubungan antar bangsa.

Adapun yang merupakan tujuan dari penulisan ini yaitu :

1. Untuk mengetahui secara teoritis dan secara faktual bagaimanakah suatu negara melakukan hubungan dengan negara lain dalam hal hubungan diplomatik.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan maupun kesulitan yang dialami oleh suatu negara dalam hal mengadakan pengiriman misinya ke negara 3. Meningkatkan pengetahuan dalam bidang kerja sama antar bangsa khususnya dalam hubungan diplomatik bagi seluruh lapisan masyarakat.

D. Metode Penulis

(14)

E. Keaslian Penulisan

Dalam penulisan skripsi,penulis tidak ada sama sekali meyontek atau melihat pembuatan skripsi dari skripsi pihak-pihak lain dalam artian skripsi adalah murni dari hasil pemikiran sang penulis dan dalam penulisan skripsi ini telah diperiksa di perpustakaan Universitas bahwa benar skripsi yang ditulis oleh pihak penulis tidak ada sama sekali atau belum ada yang pernah menulis skripsi tentang judul ini.Dengan demikian skripsi ini memang benar dapat dipertanggungjawabkan oleh si penulis.

F. Tinjauan Kepustakaan

Ditinjau dari judulnya, “Tanggung Jawab Pejabat Diplomatik Terhadap Kekebalan Yang Diberikan Dan Perlindungan Yang Diberikan Hukum Internasional” ,maka mengandung makna sebagai berikut.

1.Tanggung Jawab artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.

2. Pejabat Diplomatik artinya pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting dari negara nya berkenaan dengan hubungan resmi antara negara dan negara contoh ambrasaddor, anggota staf diplomatic dan Kepala staf Perwakilan PBB.

(15)

atau terhadap kewajiban tertentu seperti membayar pajak, memeriksa bawaan karena berstatus sebagai diplomat atau staf kedubes suatu negara.

4. Perlindungan artinya tempat berlindung dan hal yang memperlindungi.

5. Hukum Internasional artinya hukum yang mengatur berbagai aktifitas dan kegiatan peristiwa internasional.

G. Sistematika Penulisan

Untuk melihat lebih jelas dan terarah maksud penulisan ini, maka penulisan dibagi dalam beberapa bab yang masing-masing diuraikan dalam rangkaian sub babnya yang terdiri dari yaitu :

BAB I : Yang berisi Pendahuluan, dimulai dengan Latar belakang Pemilihan Judul, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan.

(16)

BAB III : Dalam bab ini diuraikan mengenai kekebalan dan keistimewaan pejabat diplomatik, yang terdiri dari latar belakang timbulnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik, dasar teoritis dan yuridis dari kekebalan dan keistemewaan diplomatik, konfrensi-konfrensi Internasional yang mengatur perlindungan pejabat diplomatik, mulai dan berakhirnya kekebalan diplomatik.

BAB IV : Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tanggung jawab pejabat diplomatik terhadap kekebalan yang diberikan dan perlindungan yang diberikan, yang terdiri dari cara penyalahgunaan wewenang dari pejabat tersebut dan faktornya, bentuk pertanggungjawaban dari pejabat diplomatik ke negara penerima dan pengirim, perlindungan yang diberikan hukum Internasional terhadap pejabat yang melakukan penyalahgunaan wewenang, hubungan hukum negara penerima dan pengirim akibat penyalahgunaan wewenang.

(17)

BAB II

TINJAUAN SECARA UMUM MENGENAI PEJABAT

DIPLOMATIK

A. Sejarah Perkembangan Pejabat Diplomatik

Hubungan diplomatik telah lama sekali terjadi di antara negara-negara di dunia ini dan tetap berkembang dari masa ke masa. Seiring dengan perkembangan hukum Internasional maka pada saat itu juga hubungan diplomatik mengalami proses kemajuan tahap demi tahap. Dimana pada awalnya diorganisasi manusia itu dimulai dengan asumsi tentang dunia secara alami yakni alam asli dari peradaban manusia, dengan melukiskannya sebagai keadaan yang alam murni.

Thucydides, seorang sarjana Yunani mengatakan bahwa sebenarnya hubungan diplomatik tersebut telah lama ada. Negara Yunani telah mengenal hubungan ini pada zaman romawi, terbukti dengan ucapan-ucapan yang diadakan setiap tahun dalam rangka menerima misi-misi negara tetangga. Disamping itu telah dikenal pula beberapa perjanjian atau traktat yang mengatur pola hubungan diplomatik tersebut3

Sebagaimana halnya Yunani,Romawi juga memelihara dan mematuhi traktat-traktat mengenai hubungan diplomatik dengan negara tetangganya.

3

(18)

Bahwa duta-duta negara asing juga memperlakukan hal yang sama terhadap duta-duta yang dikirimkan Romawi ketika itu.

Pada permulaan sejarah documenter yaitu sekitar 4000 tahun sebelum Masehi telah tercatat bahwa traktat-traktat yang tercipta diantara bangsa-bangsa telah memperlihatkan bahwa hukum Internasional sudah lama sekali dikenal dalam pergaulan antar bangsa. Data selanjutnya terlihat dari traktat yang diperbuat oleh raja Eannatum dari negara kota Laqash (Mesopotamia) dengan Umma, negara Mesopotamia lain yang dikalahkannya. Perjanjian tersebut diatas berumur 1000tahun dihitung sejak perjanjian selanjutnya yang diketahui orang yang tertulis dalam bahasa Somaria. Demikianlah seterusnya bahwa data-data diatas diperkuat lagi dari perjanjian-perjanjian atau traktat-traktat yang dijumpai dipahatkan dibatu-batu atau monument-monumen yaitu perjanjian antara raja-raja Mesir dengan Kheta pada 2000 tahun sebelum Masehi. Perjanjian ini mengatur masalah perbatasan, perdamaian, perniagaan dan lain-lain.4

4

M.Sanwani Nasution, S.H., Ibid, hal. 7

(19)

Bilamana kita lanjut pandangan ke bahagian pertengahan abad ke-12 yang lebih dikenal dengan perkembangan pemerintahan negara kota terutama sekali di Italia lahirlah suatu bentuk Konsul perniagaan (Consules Mercatorium) yang memimpin persektuan perniagaan, terutama sekali di kota Italia seperti Milan dan Pisa yang kemudian meluas ke daerah lain di sekitar Laut Tengah yaitu Norbonne dan Barcelona.5

1. Duta-duta Besar dan para Utusan (Ambassadors and Legates) Kongres Wina 1815 telah dapat meletakkan dasar dalam diplomasi modern seperti penggolongan Kepala Perwakilan Diplomatik . Penggolongan tersebut telah ditetapkan menurut kedudukan dan fungsinya. Dalam Kongres Wina 1815 penggolongan Kepala Perwakilan Diplomatik tersebut telah ditetapkan sebagai berikut:

2. Menteri Berkuasa Penuh dan Duta Luar Biasa (Minister Pleipotentiary and Envoys Extraordinary)

3. Kuasa Usaha (Charge the affaires)

Pengiriman duta-duta ke neara asing sudah dikenal di Indonesia, dan negara-negara Asia serta Arab sejak sebelum negara-negara-negara-negara Barat mengetahuinya. Di benua Eropa pada abad ke 16 soal pengiriman di penempatan duta-duta itu diatur menurut hukum kebiasaan.Perkembangan pejabat diplomatik terjadi ketika tahun 1485, Raja Ricard III mengangkat seorang Konsul Florence yang merupakan konsulat kerajaan yang pertama. Sejalan dengan hal itu, maka

5

(20)

semua rakyat Inggris yang ada di pisa harus tunduk pada peradilan yang dijalankan konsulat ini.

Sementara dalam konferensi di Havana yang diadakan oleh negara-negara Amerika pada tahun 1928 tidak mengganggap masalah ini penting, tetapi juga membahas secara terperinci mengenai penetapan dua konvensi dimana salah satu konvensi pejabat konsuler. Kedua konsuler ini telah diratifikasi oleh 12 negara kecuali Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh adanya pencantuman tentang suaka diplomatik. Namun konvensi ini juga merintis usaha untuk mengadakan kodifikasi ini berhasil. Kemudian setelah terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1945 dua tahun kemudian dibentuklah komisi hukum internasional.6

Dengan perkembangan dari negara-negara Italia yang merdeka di abad 14, kedutaan-kedutaan besar (Embassies) menjadi lebih bersifat resmi, tetapi dalam hubungan-hubungan mereka yang dilakukan bukan masalah-masalah

Walaupun pada zaman dahulu belum dikenal adanya Hukum Internasional yang modern, namun duta-duta besar (Ambasaadors), dimana-mana diberikan perlindungan khusus dan hak-hak istimewa tertentu, meskipun oleh hukum hal ini tidak diberikan, tetapi oleh agama hal ini diberikan, sehingga sebagai duta-duta besar dianggap orang yang amat suci (Sacrasanct). Hal ini diperjelas dengan pengamatan, Openhaim:

6

(21)

internasional hanya mengenai gereja semata-mata, khususnya di dalam masalah perwakilan Paus yang dikirim dari tahta suci (Holysee).7

Dengan adanya pasca perdamaian Westphalen tahun 1984, mulailah dikirimkan serta diangkat duta-duta tetap. Pengiriman duta-duta tetap ini merupakan suatu keadaan baru sebab biasanya, yang dilakukan adalah pengiriman duta-duta tidak tetap. Sesuai dengan perkembangan negara-negara dan bertambahnya jumlah negara-negara baru yang merdeka maka diperlukan perwakilan diplomatik yang permanen dan merupaka suatu hal yang biasa dalam hubungan Internasional 8

7

L.Oppeinheim, MA. LLD, International Low (Peace) A.Treatise, Volume 1, Grean and Co, London -New York-Toronto, 1984,hal 687--688

8

Edy Suryono, S.H., Hukum Diplomatik Kekebalan dan Keistimewaan, Angkasa, Bandung 1986, hal.8.

B. Pengertian Pejabat Diplomatik

Sejarah membuktikan bahwa sifat hubungan antar negara

dengan negara lain senantiasa berubah-ubah menurut perubahan

masa dan keadaan, tetapi cara memelihara dan menghidupkan

perhubungan itu adalah salah satu yaitu dengan mempergunakan

cara diplomasi. Dan dengan adanya perwakilan-perwakilan

diplomatik ataupun legasi-legasi, pos-pos yang tetap, menimbulkan

kebutuhan untuk menciptakan kelas atau golongan pegawai baru

(22)

Diplomasi berarti menggunakan segala kebikjasanaan dan kecedikiawanan dalam melaksanakan dan memelihara perhubungan-perhubungan resmi antara pemerintah-pemerintah dan negara-negara yang merdeka.9

a. Ada yang menyamakan kata itu dengan “politik luar negeri” misalnya jika dikatakan “Diplomasi Republik Indonesia di Afrika perlu ditingkatkan”.

Mengenai pemakaian kata “diplomacy”, dalam berbagai istilah menurut penggunaanya antara lain :

b. Diplomasi dapat pula diartikan sebagai “perundingan”, seperti sering dinyatakan bahwa “Masalah Timur Tengah hanya dapat diselesaikan melalui Diplomasi”. Perkataan diplomasi disini merupakan satu-satunya mekanisme yaitu perundingan.

c. Dapat pula diplomasi diartikan sebagai “Dinas Luar Negeri” seperti dalam ungkapan “selama ini ia bekerja untuk diplomasi”. d. Ada juga yang menggunakan secara kiasan dalam “Ia pandai

berdiplomasi”, yang berarti bersilat lidah.

e. Yang menarik pula adalah istilah yang dikemukakan oleh Perdana Menteri Kanada “Pierre Elliott Trudeau”, megaphone diplomacy (diplomasi pengeras suara). Istilah ini berarti diplomasi saling meneriakkan sikap keras, tuduh menuduh, ancam mengancam dan tentang menentang. Maka Trudeau pun

9

(23)

menyatakan perlunya diplomasi jenis itu direndahkan, diganti “dialoque of confidience”, dialog berdasarkan saling percaya.

f. Diplomasi perjuangan, istilah ini dicetuskan dan merupakan isi pokok pidato Presiden Suharto dalam rapat kerja kepala-kepala perwakilan Republik Indonesia bulan Maret 1977 10

Para sarjana hukum internasional masih belum banyak menuliskan secara khusus, karena pada hakekatnya diplomatik merupakan bagian dari hukum internasional yang mempunyai sebagaian sumber hukum yang sama seperti konvensi-konvensi internasional yang ada.

Walaupun demikian sebagai acuan dalam memberikan batasan tentang pengertian ini ada beberapa pendapat, seperti yang diberikan oleh para sarjana antara lain :

Ellen Denza mengenai Diplomatik pada hakekatnya hanya menyangkut komentar terhadap konvensi Wina mengenai hubungan Diplomatik.11

(diplomasi adalah penggunaan kecendiakawan dan kebijaksanaan dalam melaksakan dan memelihara perhubungan-perhubungan resmi antara pemerintah-pemerintah dari negara-negara yang merdeka, kadang-kadang juga memperluas hubungan mereka dengan negara-negara vassal ataupun lebih Sedangkan menurut Sir Ernest Satow memberikan batasan sebagai berikut :

10

Syahmin Ak., S.H., Op. Cit, hal. 1-2

11

(24)

jelasnya adalah untuk melakukan urusan-urusan dengan maksud damai di antara negara-negara).12

“ Diplomasi itu berisikan maksud dimana negara-negara ingin menimbulkan ataupun membina hubungan antara bangsa-bangsa dan berhubungan dengan satu sama lain, ataupun melaksanakan politik maupun transaksi-transaksi yang sah dengan perantaraan dari pada agen-agen diplomatik yang berwenang atau diakui. Atau dengan kata lain diplomasi itu adalah perhubungan antara sesama negara dengan pertukaran misi-misi diplomatik yang diakui dalam hal mengurusi kerja sama antara negara-negara tersebut.”

Sedangkan Ian Brown Lie memberikan batasan yaitu :

13

Diplomasi adalah pengendalian serta pemeliharaan hubungan-hubungan internasional, cara daripada pengendalian serta pemeliharaan hubungan-hubungan internasional itu oleh para duta-duta besar dan duta-duta, pekerjaan ataupun pengetahuan serta kebijaksanaan seorang diplomat.

Menurut Oxford English Dictionary menyebutkan :

14

Diplomasi adalah pembinaan urusan-urusan luar negeri. Menurut Encyclopedia Britannica, menyebutkan :

15

12

E.Satow, A.Guideto Diplomatic Practise, Long Means Green and com, London 4th ed. 1957, hal. 3.

13

Ian Brownlie, Principle of Public Internasional Law, ford University Press, 1979 3 rd, ed, hal. 345.

14

J. Badri, Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, Tintamas, 1960, Jakarta, hal.19.

15

(25)

Pengertian pejabat diplomatik itu sendiri terdiri dari :

a. Kepala perwakilan diplomatik yaitu Duta besar; duta dan kuasa usaha

b. Anggota staf diplomatik yaitu Minister; minister counselor;sekretaris-sekretaris; counselor dan atase-atase dibidang ekonomi,perdagangan, pers, kebudayaan, dan militer

c. Kepala dan anggota staf Perwakilan PBB yang berdasarkan hukum internasional dan kebiasaan-kebiasaan internasional mendapatkan perlakuan seperti pejabat-pejabat diplomatik.

d. Kepala dan anggota-anggota staf perwakilan asing lain yang berdasarkan perjanjian dengan Pemerintah RI mendapatkan perlakuan seperti pejabat-pejabat diplomatik.16

Dari batasan itu maka dapat diartikan bahwa :

a. Ambassador atau Duta Besar adalah Duta Besar yang berkuasa Penuh yang dianngkat oleh Kepala Negara dan merupakan seorang Kepala Perwakilan diplomatik.

b. Counselor adalah Pangkat atau gelar diplomatik sesudah Sekretaris I dan sebelum Minister Counsellor, struktur kepangkatan atau gelar diplomatik dalam suatu system yang diterapkan dalam perwakilan diplomatik.

c. Atase adalah Pangkat diplomatik terendah dalam struktur kepangkatan Dinas Diplomatik dalam dalam hal ini atase menangani

16

(26)

berbagai masalah seperti : atase pertahanan, atase perekonomian, atase perdagangan dan lain sebagainya.17

Hubungan tersebut dilandasi oleh rasa ingin memelihara perdamaian dunia dengan mewujudkan suatu kerja sama baik dalam bidang kebudayaan maupun ekonomi serta lain sebagainya yang bertujuan meningkatkan/mempererat hubungan kedua negara tersebut. Perwujudan maksud-maksud ini dibuatlah suatu cara dengan mengirimkan misi diplomatik yang mewakili.

B.Kebebasan dalam Berdiplomatik

Di dalam tahun-tahun delapan puluhan dimana lajunya kegiatan tindakan terorisme cukup menonjol khususnya yang dilakukan terhadap para diplomat merupakan tindakan yang sangat meresahkan dan membahayakan fungsi mereka dalam melaksanakan tugas sehari-hari sebagai diplomat18

17

Prof. Dr. Sumaryo Suyokusumo, S.H., Op.Cit. 162-163.

18

M. Sanwani, S.H. Hukum Internasional (Suatu Pengaaturan), Fakultas Hukum USU 1992, hal 82-88

(27)

Maka dalam hal ini kebebasan dalam berdiplonmatik terhadap negara-negara tidak dapat berjalan secara lancar dan kegiatan diplomasi menjadi terbengkalai sehingga pelindungan, pengamanan dan keselamatan bagi perwakilan dan para pejabat diplomatik serta konsuler menjadi terancam sehingga PBB melalui sekretarisnya menghimbau untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran kebebasan diplomatik itu dan dilaporkan ke Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa sehingga hal itu tidak terjadi lagi dan dapat mengambil langkah-langkah dan mengadili para tertuduh dan usaha-usaha dalam menghindari terulangnya pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud dari resolusi majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No.36/165 yang dikeluarkan pada tanggal 29 Januari 1980, telah nyata dilihat semata-mata adalah untuk melindungi keselamatan para diplomat dan kebebasan diplomatik dapat berjalan dengan baik sehingga kewajiban negara-negara anggota organisasi dunia (PBB) sesuai resolusi tersebut, sebagai berikut :

1. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa minta pada negara-negara anggota untuk memberitahukan kepada Sekretaris Jendral PBB mengenai terjadinya tindakan terorisme terhadap Misi Diplomatik;

(28)

3. Negara-negara anggota diminta untuk memberikan pandangan mereka tentang tindakan ataupun langkah-langkah yang akan diambil dimasa mendatang, untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler.

Apabila disimak secara terus teliti terhadap ketentuan-ketentuan yang dimaksud oleh resolusi ini maka dapat pula diartikan sebagai berikut :

a. Memperluas tugas-tugas Sekretaris Jenderal PBB untuk memberikan jasa-jasa baiknya (good offices) untuk melindungi Misi Diplomatik.

b. Prosedur pemberitahuan itu pada hakekatnya dapat merupakan langkah utama dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

c. Secara tidak langsung memperluas wewenang perserikatan bangsa-bangsa dalam menangani masalah-masalah yang peka, hal ini menyangkut persoalan-persoalan negara-negara anggota perserikatan bangsa-bangsa.

Usaha-usaha melalui badan dunia ini merupakan lembaga baru dalam proses pelaksanaan dari hukum diplomatik modern dimana telah dilakukan usaha-usaha untuk memperlengkapi dan memperinci secara jelas prinsip-prinsip maupun aturan-aturan didalamnya, khususnya telah dapat dibentuk suatu lingkup kerja sama antara pemerintahan negara anggota di dalam mengatasi masalah-masalah sekarang ini benar-benar menjadi perhatian masyarakat internasional secara keselurahan.

(29)

1980,telah memajukan masalah-masalah yang didalamnya mencari cara-cara untuk meningkatkan dipatuhinya aturan-aturan internasional mengenai hubungan diplomatik dan konsuler, disamping mempertimbangkan adanya peningkatan aksi-aksi terror yang dilakukan terhadap para pejabat diplomatik dan konsuler termasuk perwakilan masing-masing dimana mereka menjalankan fungsi dan tugasnya.

Dari pembicaraan-pembicaraan di Majelis Perserikatan Bangsa-bangsa tersebut khususnya mengenai adanya peningkatan dari tindakan terorisme dilakukan terhadap para pejabat diplomatik dan konsuler termasuk perwakilannya, terdapat kecenderungan timbulnya dua prinsip yang dianggap sangat fundamental dalam mengatasi dan mencegah tindakan-tindakan tersebut yaitu :

a. Semua negara harus melaksanakan kewajiban internasional masing-masing dengan mentaati ketentuan-ketentuan dalam konvensi termasuk peningkatannya.

(30)

Kewajiban internasional dalam memberikan kebebasan diplomatik bagi pejabat diplomat dan konsuler merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan oleh semua negara anggota,apabila telah diberlakukannya beberapa instrument internasionl untuk memberikan kebebasan dalam berdiplomatik antara lain adalah konvensi Wina 1961 dan 1963.

Lebih dari itu ketentuan-ketentuan yang bersifat protektif tersebut telah pula dilengkapi dengan dengan konvensi-konvensi lainnya seperti konvensi 1973 mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang secara internasional perlu dilindungi termasuk diplomat dan Konvensi 1979 untuk memerangi tindakan penyanderaan.

D. Tugas dan Fungsi dari Pejabat Diplomatik

Tugas perwakilan diplomatik secara umum adalah menjamin efisiensi daripada perwakilan asing di suatu negara.

(31)

Dalam hubungan internasional modern, komunikasi tidak menjadi masalah lagi, tetapi di abad-abad yang lalu wewenang duta sangat besar dan mutlak.

Tugas seorang pejabat dinas luar negeri, dalam hal ini perwakilan diplomatik adalah memelihara dan melindungi kepentingan negara dan warga negaranya : mengadakan perjanjian (negotiation) dengan kemantapan, disertai penilaian dan pengetahuan yang tepat mengenai kondisi-kondisi di negaranya sendiri dan diluar negeri, menyelenggarakan upacara protocol, konvensi dan persetujuan (treaties) khususnya mengenai hubungan internasional secara timbal balik. Disamping itu harus diketehui hal-hal mengenai tarif, daftar bea, perkapalan, perdagangan, pemeliharaan perdamaian dan lain-lain dalam batas-batas yang tegas sesuai dengan instruksi dari pemerintahnya.

Menyelenggarakan dan mengakrabkan secara efektif hubungan secara pribadi (perorangan) dengan pandangan jauh ke depan untuk kepentingan pmerintah dan warga negara. Memberikan laporan dan analisis tentang kondisi politik,ekonomi dan memberikan bahan-bahan yang penting untuk negaranya. Menjalankan prosedur rutin dengan keahlian sesuai dengan ketentuan yang harus diikuti, sepanjang dimungkinkan.

(32)

, kondisi setempat, dan lain sebagainya. Menyelenggarakan administrasi dengan cara yang efisien 19

Menurut Holsti, “ umumnya selama proses komunikasi, mereka yang merumuskan politik luar negeri menghitung kembali tujuan-tujuannya mengingat keadaan dan berbagai respon dari luar”

Seorang diplomat yang ditempatkan ke negara lain menjalani berbagai fungsi. Bila pada satu sisi merupakan tugasnyalah untuk tetap memberi informasi kepada pemerintahnya tentang peristiwa-peristiwa uptodate negeri dimana ia ditempatkan, maka disisi lain juga merupakan tugasnyalah untuk menjelaskan kebijaksanaan pemerintahnya kepada pemerintah lain untuk memenuhi tujuan itu.

Holsti mendefenisikan segi keberhasilan diplomat dalam kaitan ini dengan istilah berikut : “Seorang diplomat memperoleh sukses sebagian bilamana ia bisa membuat pemerintah negara dimana ia ditempatkan melihat suatu keadaan tertentu seperti persepsi pemerintahnya; ia berhasil sepenuhnya bila mana ia bias mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain dalam sifat yang menguntungkan kepentingan pemerintahnya sendiri.”

20

1) Perwakilan (Representation)

Fungsi dan tugas kewajiban dari seorang pejabat diplomat dapat dibagi dalam 4fase yaitu :

Seorang diplomat merupakan wakil formal sekaligus simbolis negaranya denegara lain/negara asing

19

Sumarsono Mestoko, opcit, hal 41-42

20

(33)

Dia merupakan agen/pejabat komunikasi yang normal antara departemen luar negeri dari negara dimana dia ditempatkan.

Umumnya, pengiriman diplomatik oleh suatu negara dan penerimaannya oleh negara lain menunjukkan bahwa keduanya negara berdaulat.

Seorang duta besar, yang sebagai seorang diplomat mewakili negaranya, pergi ke negara lain sebagai wakil sah negaranya.

Ia harus terus menerus menghadiri fungsi-fungsi simbolis, dan pesta-pesta yang diadakan oleh negara yang ia tempati, para diplomat negara lain, atau negara-negara sahabat.

Sebagai wakil sah ia harus membuat mencari tahu tentang berbagai masalah atau pengajuan protes, seperti kapan kejadian itu muncul, atas nama negaranya. Ia menyampaikan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahnya kepada negara tuan rumah.

2) Negosiasi (Perundingan)

Dalam praktek, perundingan (negotiation) adalah sinonim dengan diplomasi. Perundingan adalah usaha par excellence (yang utama) untuk mencapai persetujuan dengan (jalan) kompromi dan kontak pribadi secara langsung.

Seorang diplomat menurut defenisinya adalah orang yang melakukan perundingan atau yang berunding.

(34)

Untuk merencanakan pelbagai macam persetujuan bilateral dan mulitilateral yang dituangkan kedalam perjanjian-perjanjian (treaties convention) yang mempunyai sifat-sifat politik, ekonomi, sosial.

Disebabkan perkembangan dan komunikasi dan makin meningkatnya penggunaan cara diplomasi multilateral dan kecenderungan mengganti pertemuan tingkat duta besar, dan sebagainya dengan pertemuan menteri atau pertemuan puncak, maka utusan diplomatik tidak lagi memainkan peranan yang penting dan menentukan didalam perundingan-perundingan internasional, sebagaimana yang telah mereka punyai. Mayoritas perjanjian internasional dengan karakter mulitelateral umumnya dirundingkan oleh para menteri luar negeri atau wakil khusus yang semakin mengurangi pentingnya duta besar yang ditempatkan diluar negeri.

Para diplomat juga semakin kurang mempunyai kebebasan bergerak daripada yang pernah mereka nikmati. Departemen-departemen luar negeri sekarang menjaga hubungan dengan para diplomat agar mereka lebih dekat dengan instruksi-instruksi mereka melalui radiogram, telegram, kantung diplomatik, telepon antar benua dan sebagainya.

3. Pelaporan

(35)

Laporan ini mencakup hampir semua masalah yang bias diperkirakan, dan ilmu-ilmu teknik sampai pada penilaian psikologi suatu bangsa.

Seorang diplomat harus merupakan seorang pelapor yang baik. Ada beberapa hal yang sangat dihargai :

- Kemampuan untuk menaksir trends/ kecenderungan secara teliti.

- Memasang mata yang tajam untuk menangkap semua informasi yang berguna, dan kemudian menyusun fakta yang penting dalam suatu bentuk laporan yang tepat, tegas dan mudah dimengerti.

4. Perlindungan

Diplomat mempunyai tugas ganda perlindungan :

a. Perlindungan atas kepentingan nasionalnya dan mengedepankannya melalui berbagai cara adalah tugas primer seorang diplomat. Betapapun tampaknya pendekatan ini mementingkan diri sendiri, ini merupakan dasar praktek diplomatik. Meskipun ada anggapan bahwa dalam sebuah masyarakat internasional yang ideal masing-masing negara akan berusaha untuk membuat kerangka dan menginterpretasikan kebijakan-kebijakannya agar harmonis dengan negara lain, bukanlah tugas diplomat untuk berusaha untuk membuat suatu interpretasi semacam itu. Tugasnya adalah untuk melindungi kepentingan negaranya agar tetap sesuai dengan interpretasi yang dibuat oleh para pembuat keputusan.

(36)

melindungi kepentingan usahawan, pelaut dan semua warga negara lainnya yang sedang berada atau melakukan perjalanan di negara dimana ia ditempatkan.

Merupakan tugas seorang diplomat juga untuk membantu mereka dengan pengadilan setempat apabila mereka dipenjara, dan melindungi harta milik mereka atau kepentingan lainnya apabila pemerintah setempat tidak menyediakan pelayanan-pelayanan semacam itu. 21

a) Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.

Fungsi dan perwakilan diplomatik menurut konvensi Wina 1961 pasal 3 ayat 1 adalah :

b) Melindungi kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima di dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.

c) Mengadakan persetujuan dengan pemerintah dari negara penerima.

d) Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima dengan cara yang diizinkan Undang-Undang dan melaporkannya kepada pemerintah negara pengirim.

e) Memelihara hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima dan memperkembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.22

21

Drs. Suwardi Wiraatmaja M.A., Pengantar Hubungan Internasional, Alumni, Bandung, 1970, hal 136-140.

22

(37)

BAB III

KEKEBALAN DAN KEISTEMEWAAN PEJABAT DIPLOMATIK

A. Latar Belakang Timbulnya Kekebalan dan Keistemewaan Diplomatik Dalam abad ke 16 dan 17 pada waktu pertukaran Duta-duta Besar secara permanen antar negara-negara di Eropa, sudah mulai umum, kekebalan dan keistemewaan diplomatik telah diterima sebagai praktik-praktik negara dan bahkan telah diterima oleh para ahli hukum internasional meskipun jika terbukti bahwa seorang Duta Besar dapat diusir, tetapi tidak dapat dapat ditangkap dan diadili. Prinsip untuk memberikan kekebalan dan keistemewaan yang khusus semacam itu telah dilakukan oleh negara atas dasar timbal balik, hal itu diperlukan guna menjamin agar perwakilan atau misi asing di suatu negara dapat menjalankan tugas misinya secara bebas dan aman.23

23

Prof. Dr. Sumaryo Suryokusomo, S.H.,Op.Cit, hal. 50-56

Di samping itu, Undang-undang juga memuat ketentuan bahwa para diplomat asing dibebaskan dari juridiksi perdata dan pidana.

(38)

Para pejabat diplomatik yang dikirimkan oleh sesuatu negara ke negara lainnya telah dianggap memiliki suatu sifat suci yang khusus. Sebagai konsekuensinya, mereka telah diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik. Pada masa Yunani Kuno, misalnya gangguan terhadap seorang Duta Besar dianggap merupakan pelanggaran yang paling berat. Demikian pula di zaman Romawi, para penulis telah sepakat mengenai anggapan bahwa terjadinya cidera terhadap seseorang wakil dari negara pada hakikatnya merupakan pelanggaran secara sengaja terhadap ius gentium.

Kemudian pada pertengahan abad ke 18, aturan-aturan kebiasaan hukum internasional mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan, termasuk harta milik, gedung dan komunikasi para diplomat. Untuk menunjukkan totalitas kekebalan dan keistemewaan diplomatik tersebut, sering digunakan istilah exterritoriality atau extra-territoriality. Istilah ini mencerminkan kenyataan bahwa para diplomat dalam segala hal harus diperlukan sebagaimana mereka tidak berada di dalam wilayah negara penerima. Sifat exterritoriality itu diberikan kepada para diplomat oleh hukum nasional negara penerima, didasarkan adanya keperluan bagi mereka untuk menjalankan tugasnya, bebas dari juridiksi, pengawasan negara setempat.

(39)

dan sejenisnya dianggapm tidak dapat diganggu gugat (seperti korespondensi diplomatik, setidak-tidaknya jika dibawa oleh kurir diplomatik). Namun demikian, kuranglah tepat bahwa gedung-gedung perwakilan dianggap sebagai exterritorial atau sebagai ‘bagian wilayah dari suatu negara pengirim”. Hugo Grotius juga memberikan tanggapan bahwa para Duta Besar, menurut khayalan hukum, dianggap berada diluar wilayah negara tempat mereka tinggal, tetapi apabila khayalan ini sudah mengambil sifat sebagai aturan, hal itu dilihat sebagai sesuatu yang menyesatkan dan membahayakan.

Meskipun aturan-aturan yang luas mengenai kekebalan dan keistemewaan para diplomat tetap tidak diubah, pada abad ke-18, aturan-aturan itu telah berkembang secara terperinci menurut variasi masing-masing yang dilakukan oleh beberapa negara. Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-20, kekebalan dan keistemewaan diplomatik cenderung ke arahh bentuk-bentuk baru dalam komunikasi diplomatik, seperti wireless transimiters dalam perwakilan diplomatik, pengangkutan kantong diplomatik oleh kurir ad hoc, dibawa sendiri oleh pilot pesawat terbang, dan tidak terdapat persetujuan secara jelas apakah cara-cara baru itu diizinkan atau diperbolehkan dengan perlindungan yang sama sebagaimana dalam pengangkutan kantong diplomatik tradisional. Ada beberapa kodifikasi dari aturan-aturan dalam hukum diplomatik. Ada beberapa kodifikasi dari aturan-aturan dalam hukum diplomatik, dua diantaranya yang paling penting adalah Havana Convention on

(40)

Research Draft Convention on Diplomatic Privileges and Immunities, yang

diterbitkan dalam tahun 1932.

Adapun yang menjadi landasan (dasar) daripada adanya pemberian kekebalan dan keistimewaan bagi para pejabat diplomatik dan hakikatnya merupakan hasil sejarah diplomatik yang sudah lama sekali dimana pemberian semacam itu dianggap sebagai kebiasaan internasional.

Sesuai dengan aturan-aturan kebiasaan hukum Internasional, para diplomat yang mewakili negara-negara asing memiliki kekebalan yang kuat dari juridiksi negara pengirim.

Pemberian hak-hak tersebut didasarkan didasarkan prinsip-prinsip resiprositas antar negara dan prinsip mutlak diperlukan dalam rangka :

1. Mengembangkan hubungan persahabatan antar negara,tanpa mempertimbangkan sistem ketatanegaraan dan sistem sosial mereka yang berbeda.

2. Bukan untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik secara efisien terutama dalam tugas dari negara yang diwakilinya.

(41)

Alasan-alasan untuk meberikan hak-hak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Para diplomat adalah wakil-wakil negara

2. Mereka tidak dapat menjalankan tugas secara bebas kecuali jika mereka diberikan kekebalan-kekebalan tertentu.

3. Jelaslah pula bahwa jika terjadi gangguan pada komunikasi mereka dengan negaranya tugas mereka tidak dapat berhasil.24

Kekebalan diplomatik pada hakekatnya mencakup pula kekebalan terhadap juridiksi perdata maupun pidana dan bebas pula dari perbagai bentuk pajak, termasuk bea pabean.

Maka pemberian kekebalan dan keistemewaan diplomatik bagi para diplomat ini, yang tadinya pada hukum kebiasaan internasional yang tercermin dalam praktek negara di dalam hubungan internasional, khususnya Undang-Undang negara setempat, dan pada perkembangannya hukum kebiasaan internasional kini telah berhasil dituangkan didalam suatu konvensi internasional yang tertulis, yaitu Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik, sehingga ketentuan-ketentuan pemberian kekebalan-kekebalan dan keistemewaan para diplomat ini, telah diakui secara internasional sebagai suatu Hukum Internasional. Indonesia saat ini telah meratifikasi Konvensi Wina 1961 dan Konvensi Wina 1963 pada tanggal 25 Januari 1982.25

24

Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo.S.H., Op.cit. hal 55-56

25

(42)

B. Dasar Teoritis dan Yuridis dari Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

1. Dasar-Dasar Teoritis

Semenjak dahulu didalam perhubungan pertukaran perutusan maupun wakil negara yang lazimnya sekarang disebut diplomat, telah diberikan hak kekebalan dan hak istimewa. Dengan adanya praktek kebiasaan di dalam pergaulan internasional ini, maka para sarjana hukum mulai mencari dasar-dasar teoriris dari pemberian hak-hak kekebalan Diplomatik dan hak-hak istimewa ini.

` Pencarian dasar-dasar teoritis ini tidak hanya berguna bagi pembentukan suatu konstruksi bagi para sarjana hukum, melainkan jika telah diketemukan suatu dasar hukum, akan dapat berguna didalam kepentingan praktis. Dengan adanya dasar hukum ini, maka perkembangan suatu pemberian kekebalan-kekebalan dan hak-hak istemewa secara timbal balik antara negara-negara dapat mempunyai patokan-patokan yang dapat diterima secara baik oleh semua negara didalam pergaulan antar negara pada masyrakat internasional ini. Suatu negara yang mengirimkan wakilnya diberi perlakuan yang istemewa oleh negara penerima, oleh karena itu negara pengirim akan memperlakukan wakil-wakil diplomatik dengan istemewa pula.

(43)

Didalam pasal 27 Konvensi Wina 1961 tersebutt dalam ayat 2 dijelaskan bahwa semua korespondensi untuk berhubungan dengan seluas-luasnya ini adalah mengirim telegram, surat menyurat dengan perwakilan diplomatik lainnya.

Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikan kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa kepada pejabat-pejabat Diplomatik, didalam hukum Internasional ada tiga teori yaitu :

a. Teori Exterrioriality atau Exterritorialiteit

Dasar dari teori ini adalah Exterritorialiteit. Artinya ialah bahwa seseorang wakil diplomatik itu karena Exterriorialiteit dianggap tidak berada diwilayah negara penerima, tetapi berada diwilayah negara pengirim, meskipun kenyataannya diwilayah negara penerima. Oleh karena itu, maka dengan sendirinya seorang wakil diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara penerima. Begitu pula ia tidak dapat dikuasai oleh hukum negara penerima dan tidak takluk pada segala peraturan negara penerima.

Seorang wakil diplomatik tersebut menurut teori Exterritorialiteit adalah hanya dikuasai oleh hukum negara pengirim. Adapun mengenai tempat kediaman atau gedung perwakilan dengan teori Exteritorialiteit ini dianggap sebagai bagian dari wilayah negara pengirim.

(44)

Misalnya dalam praktek sudah diterima secara umum bahwa seorang pejabat diplomatik harus tunduk pada peraturan lalu lintas negara penerima. Jadi jelaslah bahwa teori Exteritorialiteit ini adalah tidak dapat disesuaikan dengan praktek kekebalan yang ada, dengan demikian seorang wakil diplomatik diharapkan untuk bertindak sesuai dengan hukum-hukum negara penerima.26

Grotius mengemukakan bahwa seorang duta adalah kebal sama sekali terhadap juridiksi negara penerima, namun demikian dalam tindakan kejahatan yang berat seorang duta dapat dipulangkan dengan paksa ke negaranya untuk melaksanakan hukuman.

Sebagai sumbangan pikiran kepada praktek hukum internasional, Grotius menyampaikan suatu fiksi yang telah diketahui lebih dulu, bahwa secara juridis duta harus dianggap berada diluar wilayah kekuasaan negara penerima, dimana ia ditempatkan.

27

b. Teori sifat seorang diplomat sebagai wakil negara berdaulat atau wakil kepala negara (Representative Character)

Dengan melihat adanya ketidaksesuaian teori Exterritorialiteit dengan praktek kebiasaan pemberian hak kekebalan dan hak-hak istimewa dalam pergaulan antar negara, maka teori Exterriorialiteit di dalam bentuk asalnya ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan-kekebalan diplomatik dan hak-hak istimewa kepada sifat perwakilan dari seorang diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau negaranya di luar negeri.

26

Edy Suryono, S.H.,M.H., Ibid hal. 31

27

(45)

Teori ini dapat ditafsirkan bermacam-macam bentuk antara lain, adalah :

1. Apabila seorang pejabat diplomatik dianggap sebagai wakil negara, atau terutama kepala negara, maka perbuatan dan tindakannya haruslah dianggap seolah-olah merupakan perbuatan dan tindakannya dari kepala negara itu sendiri, atau setidak-tidaknya perbuatan negara pengirim. Hal ini disebabkan didalam hukum Internasional ditentukan bahwa semua negara adalah sederajat, sehingga suatu negara adalah kebal terhadap kekuasaan negara berdaulat lainnya.

Atau dalam pepatah latinnya “ Par im parem non habet imperium “, artinya negara yang berdaulat tidak dapat menjalankan juridiksi terhadap negara berdaulat lainnya.28

28

Ibid hal. 31

Maka kepada pejabat diplomatiknya haruslah diberi hak kekebalan dan hak-hak istimewa. Tetapi dalam kenyataannya wakil diplomatik juga diberikan kekebalan dan hak-hak istimewa mengenai perbuatan pribadinya dan sukar untuk menafsirkan perbuatan pribadi sebagai perbuatan negara atau kepala negara pengirim.

(46)

Menurut Sir Gerald Fitzmaurice, seorang wakil diplomatik sebagai perwakilan dari negara yang berdaulat, memperlihatkan ketidaksetiaan kepada negara tempat ia diakreditir dan dengan demikian ia tidak tunduk pada hukum-hukum dan juridiksi dari negara penerima. Penghinaan terhadap seorang duta besar dianggap sebagai tidak mengindahkan atau mengabaikan “persoalan dignity” dari kepala negara sebagaimana dipunyai oleh seorang diplomat.

c. Teori kebutuhan Fungsional (Functional Necessity)

Menurut teori ini, dasar kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil diplomatik adalah bahwa seorang wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan tugasnya dengan sempurna. Rupanya teori ini merupakan dasar hukum yang paling banyak dianut bagi hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik.

Kita melihat bahwa hak untuk memberikan kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa kepada para wakil diplomatik agar mereka dapat melakukan fungsinya secara seluas-luasnya dengan sempurna.

2. Dasar-dasar Yuridis

(47)

Kecenderungan ini akhirnya mengahasilkan Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik, yang merupakan pengakuan Hukum Internasional akan adanya pemberian hak-hak kekebalan diplomatik ini.

Pemberian kekebalan-kekebalan diplomatik ini tadinya bersumber pada Hukum kebiasaan Internasional yang tercermin di dalam praktek negara di dalam praktek negara setempat, dan pada perkembangannya kebiasaan ini telah dituangkan didalam suatu Konvensi Internasional yang tertulis Indonesia saat ini telah meratifikasi Konvensi Wina 1961, sehingga pemberian hak-hak kekebalan diplomatik di Indonesia secara Yuridis adalah bersumber pada ketentuan Konvensi Wina 1961.29

a. Perwakilan Asing

Disamping Konvensi Wina 1961 yang merupakn Yuridis pemberian dan pengakuan hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik yang merupakan perjanjian-perjanjian Multilateral bagi negara-negara pesertanya, juga dibutuhkan Perjanjian Bilateral antar negara yang melaksanakan pertukaran diplomatik tersebut, sebagai dasar pelaksanaan hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik.

Di dalam Peraturan-peraturan Pelaksanaan PP No.8 tahun 1957, (L.N. 17/ 1957) tentang pembebasan bea masuk atas barang-barang yang dimaksudkan untuk keperluan perwakilan asing di Indonesia, yang dimaksudkan dengan Perwakilan asing dalam Peraturan Pelaksanaan PP No.8 tahun 1957 tersebut ialah :

29

(48)

b. Perwakilan Konsuler

c. Perwakilan perdagangan yang berdasarkan perjanjian dengan pemerintah Repubilk Indonesia mendapat perlakuan seperti Perwakilan Diplomatik dan sebagainya.30

Di dalam Konvensi Wina terdapat ketentuan sebagai berikut: “Setiap orang berhak akan keistimewaan dan kekebalan yang akan diperoleh pada saat mereka memasuki wilayah negara penerima dalam proses untuk menduduki posnya, atau hak itu sudah diperoleh di wilayah tersebut sejak saat persetujuannya telah diberitahukan kepada Menteri lain yang disetujuinya. 31

Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang banyak mempunyai dampak terhadap peri hubungan antarnegara dan perkembangan anggota masyarakat internasional dengan laju pertumbuhan negara-negara yang baru merdeka maka diarasakan adanya mengembangkan lagi konvensi-konvensi Hukum Diplomatik secara luas. Pengembangan itu Dengan melihat kutipan diatas, berarti seorang duta besar atau wakil diplomat memperoleh kekebalan dan keistemewaan tersebut diperoleh secara resmi pada saat persetujuan atas pengangkatan dirinya menjadi duta diberitahukan kepada Menteri Luar Negeri penerima atau Menteri lain yang telah disetujui untuk itu.

C. Konvensi-Konvensi Internasional yang Mengatur Perlindungan Pejabat Diplomatik

30

DEPLU , Ibid, hal. 51.

31

(49)

bukan saja tidak ditujukan untuk memperbaharui tetapi juga dalam rangka melengkapi prinsip-prinsip dan ketentuan Hukum Diplomatik yang ada. Memang sebelum didirikannya badan Perserikatan Bangsa-Bangsa konvensi Internasional dalam hukum diplomatik tidak begitu pesat.

Pada abad ke 16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat, negara sudah dikenal semacam misi –misi konsuler dan diplomatik dalam arti yang sangat umum seperti yang dikenal sekarang. Sejak kongres 1815, para anggota diplomatik telah diberikan penggolongan dan beberapa tata cara sementara telah pula dibicarakan, namun tidak ada suatu usaha untuk merumuskan prinsip-prinsip hukum diplomatik dalam suatu konvensi Internasional yang dapat diterima secara luas oleh masyrakat internasional32

32

Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo,S.H., Ibid, hal 6-7

(50)

Konvensi-Konvensi yang dibentuk PBB untuk melindungi Pejabat Diplomatik

1.Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik

Setelah berdirinya PBB dalam tahun 1945, untuk pertama kalinya pengembangan konvensi Internasional telah dimulai tahun 1949 secara intensif oleh Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai perlindungan pejabat diplomatik baik kekebalan dan kekhususan dalam pergaualan diplomatik. Akhirnya setelah melalui perjalanan panjang selama 12 tahun, konferensi berkuasa penuh (Plenipotentiary Conference) telah diadakan di Wina, Austria pada tanggal 2 Maret-14 April 1961 dan telah mengesahkan suatu konvensi dengan judul “Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik” pada tanggal 18 April 1961.

Kovensi Wina 1961 ini terdiri dari 53 pasal yang meliputi hampir semua aspek penting dari hubungan diplomatik secara permanen antarnegara.

(51)

48-53 berisi berbagai ketentuan mengenai penandatanganan, aksesi, ratifikasi dan mulai berlakunya Konvensi tersebut.

2.Konvensi Wina 1963 megenai Hubungan Konsuler

Untuk pertama kalinya usaha guna mengadakan konvensi peraturan-peraturan tentang lembaga konsul telah dilakukan dalam Konferensi Negara-negara Amerika tahun 1928 di Havana, Cuba, di mana dalam tahun itu telah disetujui Convention on Consular Agents ( Konvensi mengenai Pejabat Konsuler). Sesudah itu dirasakan belum ada peraturan tentang hubungan konsuler dan perlindungan terhadap mereka.

Berbagai persoalan yang menyangkut Konsul termasuk peranannya telah dirumuskan dalam Konvensi secara teliti dan rinci dan bahkan dianggap lebih panjang dibandingkan dengan Konvensi Wina 1961. Ada sejumlah 117 negara yang sudah meratifikasinya.

(52)

Adapun Bab Keempat (pasal 69-73) berisi ketentuan-ketentuan umum antara lain mengenai pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik, Bab Kelima adalah mengenai ketentuan-ketentuan final seperti penandatanganan, ratifikasi dan aksesi, mulai berlakunya dan lain-lain.

3.Konvensi mengenai Misi khusus

Konvensi ini juga disebut Konvensi New York 1969 mengenai misi khusus. Pada waktu Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik dapat diselesaikan, Komisi Hukum Internasional menyadari bahwa hubungan diplomatik bukanlah hanya terdiri dari masalah-masalah yang berkaitan dengan pertukaran misi yang bersifat permanen tetapi juga melibatkan pada pengiriman utusan atau misi dengan tujuan terbatas, seperti apa yang dikenal sebagai “Diplomasi ad hoc”. Dalam mempertimbangkan hal itu, Komisi Hukum Internasional telah menyetujui satu rancangan tiga pasal mengenai “Misi Khusus” yang harus dimasukkan dalam Konvensi mengenai Hubungan Diplomatik. Majelis Umum PBB kemudian menyetujui pasal-pasal tambahan tersebut diserahkan kepada konferensi yang akan dating dan menekankan bahwa hasil tersebut hanya sebagai studi pendahuluan.

(53)

4.Konvensi New York mengenai Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan terhadap Orang-Orang yang menurut Hukum Internasional dilindungi termasuk Para Diplomat

Hukum diplomatik telah mencatat kemajuan lebih lanjut dengan secara khusus mengharuskan melalui sebuah konvensi, suatu kewajiban yang penting bagi negara penerima untuk mencegah setiap serangan yang ditujukan kepada seseorang, kebebasan dan kehormatan dari para diplomat serta untuk melindungi gedung perwakilan diplomatik. Dalam tahun 1971, Organisasi Negara-negara Amerika telah menyetujui suatu Konvensi tentang masalah tersebut. Dalam sidangnya yang ke-24 dalam tahun 1971, berhubung meningkatnya kejahatan yang dilakukan terhadap misi diplomatik termasuk juga para diplomatnya, dan perlunya untuk menghukum para pelanggar, Majelis Umum PBB telah meminta Komisi Hukum Internasional mempersiapkan rancangan pasal-pasal mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang dilindungi secara hukum internasional. Konvensi mengenai masalah ini akhirnya telah disetujui oleh Majelis Umum PBB di New York pada tanggal 14 Desember 1973. Konvensi ini diberlakukan tanggal 2 Febuari 1977 dan sudah 70 negara yang sudah menjadi anggotanya.

(54)

hukum internasional perlu dilindungi” itu termasuk Kepala-kepala Negara dan Pemerintahan, Menteri atau Wakil Diplomatik serta pejabat-pejabat negara maupun dari organisasi internasional lainnya yang berhak memperoleh perlindungan secara khusus. Konvensi ini juga merinci apa yang dimaksud dengan tindakan kejahatan yang disengaja seperti tindakan kejahatan yang disengaja seperti pembunuhan, penculikan serta tindakan kekerasan lainnya termasuk ancaman, yang ditujukan baik terhadap mereka maupun gedung atau tempat tinggal mereka. Di samping itu, konvensi juga mengatur tentang kerja sama negara-negara guna mengatasi tindakan-tindakan kejahatan tersebut dengan mengadakan tukar-menukar informasi dan tindakan-tindakan lainnya yang perlu dikoordinasikan.

5.Konvensi mengenai Keterwakilan Negara dalam hubungannya dengan Organisasi Internasional yang bersifat Universal

(55)

Selama tahun 1969 dan 1970 setelah melanjutkan pembahasan mengenai topik tersebut, Komisi Hukum Internasional telah menyetujui beberapa rancangan pasal-pasal lagi tentang kekebalan, keistimewaan dan kemudahan bagi Perwakilan Tetap suatu organisasi Internasional serta delegasi badan perwakilan pejabat diplomatik dari suatu organisasi Internasional.33

33

Prof. DR. Sumaryo Suryokusumo, S.H., Ibid, hal 14-24

D. Mulai dan Berakhirnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

Pengertian mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah berkembang dari masa ke masa.

Pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang diberikan secara timbal balik memang mutlak perlu dalam rangka mengembangkan hubungan persahabatan antar negara, tidak pandang sistem ketatanegaraan maupun sosial mereka yang berbeda.

Disamping itu, pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik semacam itu bukanlah untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik secara efisien, terutama tugas dari negara yang diwakilinya.

Ketentuan yang terdapat dalam pasal 22 Konvensi Havana 1928, tentang

Diplomatic Officers, yang mana ditentukan bahwa diplomatic officers mulai

(56)

1. Mulainya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

Berlakunya hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik berlaku atau dapat dinikmati oleh seorang wakil diplomatik, seperti disebutkan oleh Graham H Stuart dalam American Diplomatic and Consular Practice disebutkan ada tiga pendapat yaitu :

1. Beberapa sarjana berpendapat bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik mulai be

2. Berlaku sejak orang yang dicalonkan itu mendapat persetujuan atau agreement dari pada negara penerima.

3. Sarjana lainnya berpendapat hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik mulai berlaku semenjak diadakannya formal reception oleh negara penerima.

4. Masih ada Sarjana lainnya yang berpendapat bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan Diplomatik mulai berlaku sejak diplomatik itu memasuki wilayah negara penerima.34

Mengenai pendapat yang pertama, ternyata bahwa pendapat yang menyatakan hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik mulai berlaku sejak diberikannya persetujuan atau agreement atas pencalonan wakil diplomatik itu oleh negara penerima tidaklah oleh Konvensi Wina 1961 ataupun Konvensi Havana 1928 dan Asean African Legal Cosultative Committee dalam final Report of Committee on Functions, Privileges and Immunity of Diplomatic Envoy Agent tidaklah menentukan demikian.

34

(57)

Memang jika pendapat ini dianut secara konsekuen, maka akibatnya ialah seorang wakil diplomatik itu telah mendapatkan hak-hak istimewa dan kekebalan pada waktu ia masih berada di negaranya sendiri. Padahal tidaklah mungkin sesuatu negara memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan kepada warga negaranya baik ia berada di negaranya sendiri maupun di luar negeri. Pendapat ini hanya dapat diterapkan jika orang yang dicalonkan itu sudah berada dan berdiam di negara tempat ia akan ditugaskan seperti telah disinggung dalam pasal 39 Konvensi Wina 1961.

(58)

sudah berada di negara penerima dan tentunya ia mendapat hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa sebagaimana lazimnya dinikmati oleh seorang diplomat.

Mengenai pendapat, bahwa hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik mulai berlaku semenjak diadakannya formal reception oleh negara penerima. Hal ini ditentang oleh oppenheim yang menyatakan sebagai berikut :

Jadi, hak-hak kekebalan dari seorang diplomatik itu tidak mulai berlaku sejak diadakannya formal reception, tetapi sejak ketika surat-surat kepercayaannya diserahkan pada waktu meninggalkan negaranya dan pasportnya cukup membuktikan diplomatik characternya.

Dari uraian tersebut di atas dapat kami simpulkan bahwa hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik mulai berlaku semenjak seorang wakil diplomatik memasuki wilayah negara penerima didalam perjalanannya untuk memangku jabatan atau jika ia sudah berada di wilayah negara penerima, mulai berlaku sejak pengangkatannya diberitahukan kepada kementerian luar nergeri.35

35

Edy Suryono, S.H., Op.Cit hal. 44-45

(59)

Kekebalan tidak berhenti dalam hal tugas-tugas resmi yang dilakukan dalam hal tugas resmi yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas mereka.

Kekebalan dan keistimewaan diplomatik akan tetap berlangsung sampai diplomat mempunyai waktu sepantasnya menjelang keberangkatannya setelah menyelesaikan tugasnya di sesuatu negara penerima.36

Di dalam konvensi Wina 1961, telah diambil pendekatan fungsional secara tegas dalam memberikan hak kekebalan dan keistimewaan bagi para diplomat yang bepergian melalui atau berada di wilayah negara ketiga yang telah

Dalam hal pemberian kekebalan dan keistimewaan bagi pejabat diplomatik di negara ketiga, dalam perjalanan menuju atau dari posnya atau tinggal di sesuatu negara dimana mereka mempunyai wilayah akreditasi kurang ditetapkan secara jelas, tidak sebagaimana jika berada di negara penerima. Memang sudah merupakan praktik yang umum bahwa negara ketiga memberikan kekebalan dan keistimewaan atau hak melintasi secara bebas terhadap para diplomat pada waktu melakukan transit, dikecualikan mereka yang bepergian secara incognito atau kehadiran mereka di wilayah negara ketiga itu dianggap tidak diingini.

Bagi orang-orang yang berhak menikmatik kekebalan dan keistimewaan pada umumnya diizinkan pula untuk menikmatik hak-hak yang sama di negara ketiga termasuk kebebasan dan perlindungan seperlunya bagi komunikasi dan koresponden resmi.

36

(60)

memberikan kepadanya hak tidak diganggu gugat atau kekebalan-kekebalan lainnya yang diperlukan dalam rangka melakukan perjalanan diplomat itu dalam transit atau kembali.37

37

Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo, Ibid, hal 53 dan 66

Dalam pasal 29 Konvensi Wina 1961 disebutkan :

Kekebalan diri pribadi wakil diplomatik yaitu perlindungan dari penangkapan atau suatu tindakan yang dapat menyinggung kehormatan dan kebebasan dirinya.

Pasal 37 (1) yang terjemahan bebasnya sebagai berikut :

Bahwa agen diplomatik beserta keluarganya memperoleh kekebalan dan keistimewaan diplomatik.

Pasal 31 (1,2 ) jo pasal 41 (1) jo pasal 9 yang kalau diterjemahkan akan mempunyai arti sebagai berikut :

Seorang diplomat kebal terhadap juridiksi negara penerima. Juga tidak dapat untuk diminta menjadi saksi di hadapan pengadilan. Dan sebagai akibat dari hal tersebut maka negara penerima dapat memberitahukan negara pengirim untuk menarik secara diplomat yang dikirimnya karena tidak disukai atau Pesona Non Grata akibat telah melakukan tindakan yang merugikan negara penerima.

Pasal 34 dan Pasal 36 yang kira-kira berisi sebagai berikut :

(61)

Pemberian hak-hak tersebut diatas didasarkan atas prinsip Reprociteit antar negara dan prinsip ini mutlak diperlukan dalam rangka :

a. Mengembangkan hubungan persahabatan antar negara tanpa mempertimbangkan sistem ketatangeraan dan sistem budaya yang berbeda.

b. Bukan untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik yang efisien terutama tugas negara yang diwakilinya.

2.Berakhirnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

Bagi negara pengirim sudah jelas bahwa kekebalan-kekebalan diplomatik dan hak-hak istimewa dari wakil-wakil diplomatiknya berakhir atau tidak berlaku lagi pada saat mereka sudah berada kembali di negara mereka sendiri. Karena tidaklah mungkin negara itu memberikan hak kekebalan dan hak-hak istimewa kepada warga negaranya sendiri.

Sedangkan bagi negara penerima hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa dari seorang wakil diplomatik asing yang masa jabatannya atau tugas-tugasnya telah berakhir, biasanya pada saat ia meninggalkan negara itu, atau pada saat berakhirnya suatu waktu yang layak (reasonable period) reasonale opportunity yang diberikan kepadanya untuk meninggalkan negara penerima.

(62)

diplomat yang masa kerjanya atau tugas-tugasnya telah berkhir ia tetap menikmati perlakuan yang sedemikan itu, dalam hal bentrokan senjata. Tetapi beberarapa lama yang dimaksud dengan waktu yang layak itu baik dalam Konvensi Wina 1961 maupun Konvensi yang lain tidak diberikan penjelasan-penjelasan yang selanjutnya

Dalam pasal 39 ayat 3 Konvensi Wina 1961 ditetapkan bahwa :

“Di dalam berakhirnya tugas maupun fungsi seorang wakil diplomatik atau anggota perwakilan yang menikmati kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa yang disebabkan karena meninggalnya seorang wakil diplomatik/ anggota perwakilan lainnya, maka keluarga almarhum tetap tidak bisa menikmati kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa sampai waktu berakhir dalam waktu yang layak, dimana ia dapat meninggalkan wilayah negara penerima.”38

Dengan demikan jelaslah bahwa baik anggota keluarga yang hidup serumah ataupun pengikut-pengikut seorang wakil diplomatik, tetap mempunyai hak untuk menikmati kekebalan-kekebalan dan hak istimewa sampai berakhirnya tugas dan fungsi diplomat karena kematiannya.39

Selain itu seorang diplomat dapat mengakhiri kekebalan diplomatik karena pemanggialn kembali wakil itu oleh negaranya diakibatkan hubungan kedua negara memburuk, selain itu permintaan negara penerima agar pejabat diplomatik dipanggil kembali karena sudah mencapai puncak ketegangannya sedemikian rupa. Dan apabila seorang diplomatik diminta untuk menanggalkan

38

Vienna Convention on Diplomatik and Consular, Op.Cit, hal.46

39

(63)

kekebalannya akibat dari perbuatan yang melanggar peraturan yang ada di negara tersebut sehingga negara pengirim memintanya untuk melepaskan kekebalan tersebut demi kebaikan kedua negara.40

40

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, dapat diketahui bahwa Australia sebagai negara pantai yang memberikan izin kepada PTTEP untuk melakukan kegiatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan private servant terhadap tindakan Pejabat Diplomatik diluar fungsi diplomatiknya terkait

Pencemaran laut menimbulkan kewajiban bagi pencemar baik itu negara, individu dan badan hukum lainnya yang masing-masing mempunyai peran dan bertanggung jawab

Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Tentang Pemusnahannya). Dilihat dari penjelasan-penjelasan yang telah di paparkan diatas, dapat

Adanya kelalaian negara dari suatu kewajiban internasional akan melahirkan tanggung jawab bagi negara tersebut, dalam hukum internasional belum ada aturan-aturan

Oleh sebab itu, diperlukan adanya tanggung jawab dari pihak maskapai penerbangan dalam mengatasi kerugian yang telah timbul tersebut dengan berdasarkan pada

Salah satu tugas Kepolisian Negara RI selaku alat negara dan penegak hukum dalam menegakkan hukum secara represif dalam membantu tugas Departemen Kehakiman khususnya di

Sudah kita ketahui bahwa hukum internasional belum mengatur tentang tanggung jawab negara secara khusus, untuk itu perlunya dilakukan gebrakan untuk membuat aturan