Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu DenganKelengkapan
ImunisasiDasar pada Bayi di Kelurahan Sayurmatinggi
Tapanuli Selatan Tahun 2011
Khoirul Insan Pulungan
Skripsi
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada
bayi di Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan tahun 2011” Skripsi ini dibuat
sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi
ini, sebagai berikut :
1. Bapak Dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun
saran serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku penguji I, dan Ibu Farida Linda Sari
Siregar, S.Kp, M.Kep selaku penguji II yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Seluruh Dosen dan staf pengajaran serta civitas akademika Program S1
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bimbingan
5. Kepala Puskesmas Sayurmatinggi yang telah memberikan izin penelitian,
dan kepada seluruh pagawai Puskesmas Sayurmatinggi yang telah banyak
membantu selama penelitian.
6. Teristimewa kepada kedua orang tua saya. Terima kasih atas segala
pengorbanan dan perjuangan ayahanda dan ibunda, setiap tetesan keringat
telah menjadi motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan
ananda, serta sentuhan kasih sayang dan doa menjadi inspirasi yang
mampu mengalirkan goresan-goresan indah setiap ananda melangkah.
7. Teman-teman S1 Keperawatan Ekstensi Sore Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara angkatan 2010/2011 yang telah bekerja sama
dalam membantu penulisan menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Hal ini bukanlah suatu kesengajaan melainkan karena keterbatasan
ilmu dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata kepada-Nya kita berserah diri semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya dibidang kesehatan. Terima kasih.
Medan, Februari 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar isi ... v
Daftar Tabel ... vii
Daftar Skema ... viii
Daftar Lampiran ... ix
abstrak ... x
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Umum ... 5
1.3. Tujuan Khusus ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Pengetahuan ... 7
2.1.1. Definisi pengetahuan ... 7
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 7
2.1.3. Cara memperoleh pengetahuan ... 9
2.1.4. Tingkat pengetahuan ... 11
2.2. Imunisasi ... 13
2.2.1 Defenisi imunisasi ... 13
2.2.3 Manfaat imunisasi. ... 14
2.2.4 Macam-macam imunisasi . ... 15
2.2.5 Jenis-jenis imunisasi dasar. ... 16
2.2.6 Jadwal imunisasi ... 27
2.2.7 Status imunisasi ... 28
2.2.8 Pengetahuan Ibu Terhadap Status Imunisasi ... 29
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 31
3.1. Kerangka Konseptual ... 31
3.2. Definisi Operasional... 32
3.3. Hipotesa penelitian ... 33
BAB 4. METODE PENELITIAN ... 34
4.1. Desain Penelitian ... 34
4.2. Populasi Dan Sampel ... 34
4.2.1. Populasi penelitian ... 34
4.2.2. Sampel penelitian ... 34
4.3. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 36
4.4. Pertimbangan Etik ... 36
4.5. Instrumen Penelitian ... 37
4.6. Uji Validitas ... 38
4.7. Uji Realibilitas ... 39
4.6. Pengumpulan Data ... 39
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
5.1. Hasil Penelitian ... 42
5.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden ... 42
5.1.2 Pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar ... 43
5.1.3 Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi ... 44
5.1.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi ... 44
5.2 Pembahasan ... 45
5.2.1 Pengetahuan Ibu dengan kelengkapan Imunisasi Dasar ... 45
5.2.2 Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 47
5.2.3 Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi ... 48
BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 51
6.1 Kesimpulan ... 51
6.2 Rekomendasi ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
2. Jadwal Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Instrumen Penelitian
5. Daftar Riwayat Hidup
6. Pengolahan Data
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden di Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan Tahun 2011 ... 43
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan ibu tentang
kelengkapan imunisasi dasar di Kelurahan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli Selatan ... 43
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase kelengkapan Imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi ... 44
DAFTAR SKEMA
Judul : Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayur matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.
Peneliti : Khoirul Insan Pulungan
Jurusan : Keperawatan
Tahun Akademik : 2011/2012
Abstrak
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat. Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. atau seandainya terkenapun, tidak memberikan akibat yang fatal bagi tubuh. Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan, satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.00 anak, satu akan menderita penyakit polio. Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak dikelurahan Sayurmatinggi menggunakan desain deskriftif korelatif. Sampel pada penelitian ini sebanyak 38 ibu yang mempunyai bayi usia 9 sampai 10 bulan di kelurahan Sayur matinggi. Penentuan jumlah sampel berdasarkan purposive sampling. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa 68,4% responden mempunyai pengetahuan kurang baik, 31,6% mempunyai npengetahuan baik. Pada kategori kelengkapan imunisasi 73,7% tidak lengkap dan 26,3% berada pada kategori lengkap. Pengetahuan memiliki hubungan positif yang memadai dengan status nutrisi bayi berdasarkan analisa statistik korelasi chi square diperoleh x2= 9, 272 dengan nilai signifikansi yang dapat diterima dimana p = 0,002. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan ibu dengan status imunisasi pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi kabupaten Tapanuli Selatan. Diharapkan untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan ibu dengan status imunisasi pada bayi di tempat yang berbeda dengan jumlah populasi yang lebih besar supaya dapat melengkapi penelitian ini.
Judul : Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayur matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.
Peneliti : Khoirul Insan Pulungan
Jurusan : Keperawatan
Tahun Akademik : 2011/2012
Abstrak
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat. Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. atau seandainya terkenapun, tidak memberikan akibat yang fatal bagi tubuh. Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan, satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.00 anak, satu akan menderita penyakit polio. Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak dikelurahan Sayurmatinggi menggunakan desain deskriftif korelatif. Sampel pada penelitian ini sebanyak 38 ibu yang mempunyai bayi usia 9 sampai 10 bulan di kelurahan Sayur matinggi. Penentuan jumlah sampel berdasarkan purposive sampling. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa 68,4% responden mempunyai pengetahuan kurang baik, 31,6% mempunyai npengetahuan baik. Pada kategori kelengkapan imunisasi 73,7% tidak lengkap dan 26,3% berada pada kategori lengkap. Pengetahuan memiliki hubungan positif yang memadai dengan status nutrisi bayi berdasarkan analisa statistik korelasi chi square diperoleh x2= 9, 272 dengan nilai signifikansi yang dapat diterima dimana p = 0,002. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan ibu dengan status imunisasi pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi kabupaten Tapanuli Selatan. Diharapkan untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan ibu dengan status imunisasi pada bayi di tempat yang berbeda dengan jumlah populasi yang lebih besar supaya dapat melengkapi penelitian ini.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk
intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka
kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif
merupakan prioritas utama. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak
atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga
berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang
meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2008).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap
berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat (Hidayat,
2008). Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak
terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak
(measles), polio dan tubercoluse. atau seandainya terkenapun, tidak memberikan
akibat yang fatal bagi tubuh (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah
dilaksanakannya imunisasi global yang disebeut dengan Extended Program on
Immunization (EPI) cakupan terus meningkat (Ranuh dkk, 2008). Tanpa
imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit
campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan,
setiap 200.00 anak, satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini,
2010).
Dari tahun 1977, World Health Organization (WHO) mulai menetapkan
program imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on
Immunization (EPI), yang diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA). Ini
menempatkan EPI sebagai komponen penting pelayanan kesehatan. Pada tahun
1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak, dan tahun
1997 imunisasi hepatitis mulai dilaksanakan. Pada akhir tahun 1988 diperkirakan
bahwa cakupan imunisasi di Indonesia cukup tinggi dibandingkan beberapa
Negara berkembang lainnya (Proverawati & Andhini, 2010).
Di Indonesia, cakupan bayi di imunisasi pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa dari jumlah sasaran 4.851.942 jiwa bayi, cakupan imunisasi Hepatitis B
(HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari (65,7%), imunisasi Bacillus Celmette
Guerin (BCG) (90,3%), imunisasi Polio 1 (97,7%), imunisasi Difteri, Pertusis dan
Tetanus /Hepatitis B (DPT/HB) 1 (96,1%), imunisasi Polio 2 (94,2%), imunisasi
DPT/HB 2 (93,0%), imunisasi Polio 3 (92,8%), imunisasi DPT/HB 3 (91,8%),
imunisasi Polio 4 (89,9%), dan imunisasi Campak (89,2%). Dari data tersebut
cakupan yang paling rendah yaitu pada imunisasi campak (89%) (Buletin data
surveilans PD3I & imunisasi, 2009).
Cakupan imunisasi pada bayi di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009
menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran bayi sebanyak 323.846 jiwa, cakupan
(68,3%), imunisasi Polio 1 (91,2%), imunisai DPT/HB 1 (88,4% ), imunisasi
Polio 2 (86,9%), imunisasi DPT/HB 2 (85,6%), imunisasi Polio 3 (85,0%),
imunisasi DPT/HB 3 (82,9%), imunisasi Polio 4 (82,0%), dan imunisasi campak
(81,6%). Terlihat bahwa cakupan imunisasi yang paling rendah yaitu imunisasi
hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari dan imunisasi BCG (68,3%),
dimana target cakupan untuk setiap imunisasi adalah 100% (Buletin data
surveilans PD3I & imunisasi Provinsi Sumut, 2009).
Data di Puskesmas Sayurmatinggi pada November 2010, berdasarkan hasil
survey peneliti bahwa sasaran imunisasi di daerah tersebut sebanyak 87 jiwa bayi,
cakupan imunisasi Bacillus celmette Guerin (BCG) sebanyak 40 jiwa bayi
(45,97%), imunisasi DPT 1 sebanyak 28 jiwa bayi (32,18%), imunisasi DPT 2
sebanyak 20 jiwa bayi (22,98%), imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%),
imunisasi Polio 1 sebanyak 50 jiwa bayi (57,47%), imunisasi polio 2 sebanyak 44
jiwa bayi (50,57%), imunisasi Polio 3 sebanyak 30 jiwa bayi (34,48%), imunisasi
Polio 4 sebanyak 15 jiwa bayi (17,28%), dan imunisasi campak sebanyak 33 jiwa
bayi (37,93%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa seluruh jenis imunisasi
belum mencapai target cakupan, dan cakupan yang paling rendah adalah pada
imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%) dan imunisasi polio 4 sebanyak 15
jiwa (17,24%) (Laporan Tahunan Puskesmas Sayurmatinggi, 2010).
Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI (Universal
Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara
Andhini, 2010). Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah. Hal tersebut
dikarenakan dengan berbagai alasan seperti pengetahuan ibu yang kurang tentang
imunisasi dan rendahnya kesadaran ibu membawa anaknya ke Posyandu atau
Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap karena takut anaknya
sakit, dan ada pula yang merasa bahwa imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya,
kurang informasi/ penjelasan dari petugas kesehatan tentang manfaat imunisasi
,serta hambatan lainnya (Ranuh dkk, 2008).
Data dan uraian diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan yang
berdampak pada penurunan angka kesehatan bayi di Puskesmas Sayurmatinggi
masih menunjukkan nilai yang masih rendah, salah satu penyebabnya adalah
pengetahuan ibu tentang imunisasi yang masih kurang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan ibu dengan Kelengkapan
Imunisasi Dasar Pada anak di Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan Tahun
2011.
1.2 Tujuan Umum
1.2.1. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan
imunisasi dasar pada anak dikelurahan Sayurmatinggi.
1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar
1.3.2 Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan
Sayurmatinggi.
1.4 Manfaat penelitian.
1.4.1 Pendidikan Keperawatan.
Diharapkan akan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi
pendidikan keperawatan dalam meningkatkan Ilmu pengetahuan dan
pendidikan khususnya yang berkaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar
pada anak.
1.4.2 Praktek Keperawatan.
Diharapkan akan dapat digunakan untuk praktek keperawatan dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga menjadi tambahan informasi
dalam memahami kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.3 Penelitian keperawatan.
Diharapkan akan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca
indra manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca indra (Mubarok, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
adalah hasil yang dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh seseorang melalui
alat indranya.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga
yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
3. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar
dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu : perubahan ukuran, perubahan
proporsi, hilangnya cirri-ciri lama, dan timbulnya cirri-ciri baru. Hal ini
terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental
tarap berpikirseseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang
pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan, maka secara
psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam
emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif
dalam kehidupannya.
6. kebudayaan lingkungan seseorang
Mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila
dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai
sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan
sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap
seseorang.
7. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.3. Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai cara yang telah digunakan untuk memperoleh pengetahuan
A. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan ini antara lain sebagai berikut :
1. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara coba salah ini di lakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
mencegah masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka di coba
kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan yang kedua tidak berhasil, maka
di coba kembali kemungkinan yang ketiga, dan apabila kemungkinan yang ketiga
juga tidak mendapatkan hasil maka dicoba kemungkinan yang ke empat dan
seterusnya, sampai masalah tersebut dapat diselesaikan.
2. Cara kekuasaan (otoriter)
Kebiasaan tersebut bukan hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,
melainkan juga terjadi pada masyarakat modern, kebiasaan ini seakan-akan
diterima dari sumbernya sebagai kebenaran mutlak. Sumber pengetahuan tersebut
dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli
agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan
tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritasnya atau kekuasaannya,
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang paling baik, demikian kata pepatah, pepatah
ini mengandung maksud bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
memperolah pegetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada
masa lalu.
4. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir
manusia pun ikut berkembang, dari sinilah manusia telah mampu menggunakan
penalaran dalam memperoleh pengetahuannya, dengan kata lain dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pemikirannya.
B. Cara Modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetauan pada dewasa ini
lebih sisitematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau
lebih popular disebut sebagai metodologi penelitian (research methodology)
(Notoatmodjo, 2005)
2.1.4. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan yaitu
sebagai berikut :
1. Tahu
Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali suatu hal yang spesifik
dari seluruh hal yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi secara benar.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,
dan dapat menyesuaikan.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian
2.2. Imunisasi
2.2.1. Defenisi Imunisasi
Imunisasi bersal dari kata imun. Kebal atau resisten. Anak diimunisasi,
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang
lain (Notoatmodjo, 2003).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin
adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan
Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2008).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2008).
2.2.2. Tujuan Imunisasi
Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :
1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu di dunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu.
4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat
eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti
campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar
air, TBC, dan lain sebagainya.
6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan menghilangkan
penyakit pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar
(Maryunani, 2010).
2.2.3. Manfaat imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan
kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan
kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan
anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa
penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik dan kakak dan
teman-teman disekitarnya. Dan manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat
kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
2.2.4. Macam-macam Imunisasi
Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif
adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan
pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya
menerimanya saja.
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri. Contonya : imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif ini
dilakukan dengan vaksin yang mengandung :
- Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera – typhoid / typhus abdomi
nalis – paratyphus ABC, vaksin vertusis batuk rejan).
- Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap
tuberkulosis).
- Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : bibit cacar, vaksin poliomyelitis)
- Toxoid (= toksin = racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid
difteri, toxoid tetanus).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui
mulut. maka pada pemberin vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti
terhadap penyakit yang bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif,
kadar zat-zat dapat diukur dengan pemeriksaan darah, dan oleh sebab itu menjadi
tubuh membentuk antibodi. Untuk itu dalam imunisasi aktif terdapat empat
macam kandungan yang terdapat dalam setiap vaksinnya, antara lain :
Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan, yang dapat berupa poli
sakarida, toxoid, atau virus yang dilemahkan atau bakteriyang dimatikan.
a. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
b. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah
tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
c. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk
imunogenitas antigen.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat
yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari
plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba
yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2008).
2.2.4. Jenis-jenis Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan
pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya
1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)
a. pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit
paru-paru yang sangat menular.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu
diulang (boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi
yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman
mati, hingga memerlukan pengulangan.
c. Usia pemberian imunisasi
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan.
Jika diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux
(tuberkulin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah
kemasukan kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum. Vaksinasi
dilakukan bila hasil tes-nya negative. Jika ada penderita TB yang tinggal
serumah atau sering bertandang kerumah, segera setelah lahir bayi di
imunisasi BCG.
d. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi
penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) atau
e. Tanda keberhasilan Imunisasi
Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas
suntikan setelah satu atau dua minggu kemudian,yang berubah menjadi
pustule, kemudian pecah menjadi ulkus (luka). Tidak menimbulkan nyeri
dan tidak diiringi panas (demam). Luka ini akan sembuh sendiri dan
meninggalkan tanda parut. Jikapun indurasi (benjolan) tidak timbul, hal ini
tidak perlu dikhawatirkan. Karena kemungkinan cara penyuntikan yang
salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena
vaksin harus masuk kedalam kulit. Jadi, meskipun benjolan tidak timbul,
antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunsasi tidak
perlu diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah akan selalu
ada. Dengan kata lain akan mendapat vaksinasi alamiah.
f. Efek samping Imunisasi
Umumnya tidak ada. Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkangan
bila penyuntikan dilakukan di paha). Dan biasanya akan sembuh sendiri.
g. Kontra Indikasi Imunisasi
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukan uji Mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyakit
2. Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)
a. Pengertian
Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:
- Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya
karena menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung
yang menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.
- Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga
batuk rejan atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100
hari atau 3 bulan lebih. Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang
bertahap, panjang dan lama disertai bunyi “whoop”/ berbunyi dan
diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak atau penderita dapat
meninggal karena kesulitan bernapas.
- Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan
mulut terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau
dibuka.
b. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2
bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi,
yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia
c. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muskuler (I.M atau i.m).
d. Efek Samping Imunisasi
Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam (sumeng) saja
dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau
pegal-pegal pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam
beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurun panas
bayi. Atau bisa juga dengan memberikan minum cairan lebih banyak dan
tidak memakaikan pakaian terlalu banyak.
e. Kontra Indikasi Imunisasi
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai
penyakit atau kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti
epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat
karena infeksi otak, anak-anak yang sedang demam / sakit keras dan yang
mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi, seperti eksim atau
asma.
3. Imunisasi Polio
a. Pengertian
- Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang
- Imunisasi Polio adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak. (Kandungan vaksin polio adalah virus yang
dilemahkan).
b. Pemberian Imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi
polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang
berlebihan tidak akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis
dalam imunisasi.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir
(0 bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.
Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin
DPT.
d. Cara Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi polio melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis
vaccine/OPV). Di luar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang
e. Efek Samping Imunuisasi
Hampir tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang
mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Dan kasusnya biasanya
jarang terjadi.
f. Kontra – indikasi Imunisasi
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah,
seperti demam tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang
menderita penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio.
Demikian juga anak dengan dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker
atau keganasan, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan
radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio.
g. Tingkat Kekebalan
Bisa mencekal penyakit polio hingga 90 %.
4. Imunisasi Campak
a. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan
vaksin campak ini adalah virus yang dilemahkan.
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak.
Penyakit campak mudah menular, dan anak yang daya tahan tubuhnya
lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili
ini. Namun, untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi
sekali terkena campak, setelah itu biasanya tidak akan terkena lagi.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan
pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak
usia balita. Jika sampai usia 12 bulan anak belum mendapatkan imunisasi
campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR
(Measles Mumps Rubella).
d. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui subkutan (s.c)
e. Efek Samping Imunisasi
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam
telinga pada hari ke 7 – 8 setelah penyuntikan. Kemungkinan juga terdapat
pembengkakan pada tempat penyuntikan.
f. Kontra Indikasi Imunisasi
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak :
- Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.
- Dengan penyakit gangguan kekebalan.
- Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.
- Dengan kekurangan gizi berat.
- Dengan penyakit keganasan.
- Dengan kerentanantinggi terhadap protein telur, kanamisin dan
eritromisin (antibiotik).
5. Imunisasi Hepatitis B
a. Pengertian
- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu
penyakit infeksi yang dapat merusak hati.
- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis, yang kandungannya adalah
HbsAg dalam bentuk cair.
b. Pemberian Imunisasi
c. Usia Pemberian Imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi
dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.
Kemudian dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6
bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain
imunisasi yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan
imunisasi tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu
sebelum usia 24 jam.
d. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler
(I.M atau i.m) di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero :
otot-otot dibagian depan, lateral : otot-otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak
dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
e. Efek Samping Imunisasi
Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan
nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
f. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat
dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau
kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun. Diatas 500 tahan
selama 5 tahun. Diatas 200 tahan selama 3 tahun. Tetapi bila angkanya
100 maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angka nol bayi harus
disuntik ulang 3 kali lagi.
g. Kontra – Indikasi Imunisasi
Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat.
h. Tingkat Kekebalan
Cukup tinggi,antara 94 – 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih dari
95 % bayi mengalami respon imun yang cukup (Maryunani, 2010).
2.2.5 Jadwal Imunisasi
Pemberian imunisasi pada bayi, tepat pada waktunya merupakan faktor
yang sangat penting untuk kesehatan bayi. Melakukan imunisasi pada bayi
merupakan bagian tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Imunisasi dapat
diberikan ketika ada kegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas
kesehatan atau pekan imunisasi. Jika bayi sedang sakit yang disertai panas,
menderita kejang-kejang sebelumnya, atau menderita penyakit system saraf,
pemberian imunisasi perlu dipertimbangkan. Kebanyakan dari imunisasi adalah
untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang
berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak.
Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan vaksinasi atau imunisasi tidak
rasa sakit sementara akibat suntikan bertujuan untuk kesehatan bayi atau anak
dalam jangka waktu yang panjang (Proverawati & Andhini, 2010).
JADWAL IMUNISASI 2010
(REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA 2010)
JENIS VAKSIN UMUR PEMBERIAN VAKSINASI
BULAN
LHR 1 2 3 4 5 6 9 12
BCG
HEPATITIS B 1 2 3
POLIO 0 1 2 3
DPT 1 2 3
CAMPAK 1
Keterangan Jadwal Imunisasi
- BCG
Imunisasi BCG ini diberikan sejak lahir. Apabila usia >3 bulan harus
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu, BCG diberikan apabila uji
tuberkulin negatif.
Imunisais hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada usia 1 dan 3 sampai 6 bulan. Interval dosis minimal 4
minggu.
- Polio
Imunisasi polio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang
lahir dirumah bersalin atau rumah sakit Oral Polio Vaccine (OPV)
diberikan pada saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus
vaksin kebayi lain)
- DPT
Imunisasi diberikan pada usia lebih ≥ 6 minggu, secara terpisah atau
secara kombinasi dengan hepatitis B.
- Campak
Imunisasi campak -1 diberikan pada usia 9 bulan (Proverawati & Andhini,
2010).
2.2.6 Status Imunisasi
Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan
Kesehatan Dunia), pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak,
yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI), dalam pemberian
imunisasi kondisi bayi atau anak harus dalam keadaan sehat. Imunisasi diberikan
dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri kedalam tubuh, dan
kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang
demam berdarah, badannya sedang memerangi penyakit jika dimasukkan kuman
atau virus lain dalam imunisasi maka tubuhnya akan bekerja sangat berat,
sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi
Bayi dikatakan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap jika bayi atau
anak telah mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap meliputi imunisasi BCG
(Bacillus Celmette Guerin), imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), imunisasi
polio, imunisasi campak, dan imunisasi hepatitis B (Ranuh dkk, 2008).
2.2.7 Pengetahuan ibu terhadap status imunisasi anak
Pengetahuan merupakan faktor pencetus yang kuat untuk mendorong
seseorang berperilaku. Ketidaktahuan ibu terhadap imunisasi disebabkan karena
minimnya informasi tentang imunisasi pada anak(Ali, 2002). Hasil penelitian
Ayubi (2009), menyatakan semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai imunisasi,
semakin tinggi peluang anak untuk memperoleh imunisasi lengkap.
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah
menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa
anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat
penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.
Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan
berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen
yang tinggi terhadap imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti
dan persoalan pada anak, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan
masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan (Ali,2002).
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Kelurahan
Sayurmatinggi Tapanuli Selatan Tahun 2011” adalah sebagai berikut :
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Kelengkapan imunisasi :
- BCG - DPT - Polio - Campak - Hepatitis B Tingkat pengetahuan ibu
tentang :
1. Pengertian imunisasi 2. Frekuensi Pemberian
imunisasi 3. Usia pemberian
imunisasi 4. Efek samping
3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
dasar pada anak di
Kelurahan
Sayurmatinggi
Tapanuli Selatan
yang meliputi :
-Pengertian
imunisasi
-Frekuensi
Pemberian
imunisasi
-Usia pemberian
imunisasi
secara lengkap dan
checklist jika
imunisasi
tidak
diberikan
semua
3.3 Hipotesa penelitian
Pernyataan yang merupakan hipotesa nol (Ho) adalah tidak ada hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di
Kelurahan Sayurmatinggi
Pernyataan yang merupakan hipotesa alternatif (Ha) adalah ada hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif korelasi
yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan Ibu dengan kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan tahun
2011.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi
pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 9 sampai 10 bulan dan
bertempat tinggal di Kelurahan Sayurmatinggi dengan populasi sebanyak 62 ibu
(Puskesmas Sayurmatinggi, Juni 2010).
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut :
N
n =
1+ N (d²)
Keterangan :
N= Besar populasi
n= Beesar sampel
Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel sebagai
berikut :
62
n =
1+ 62 (0,05 )2
62
n = = 53 orang
1,155
(Setiadi, 2007).
Pada penelitian ini cara pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan
teknik purposive sampling ,dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara
memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(Tujuan/masalah penelitian), sehingga sampel tersebut dapat memiliki
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. (Nursalam,2003)
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain :
1. Ibu yang tinggal di Kelurahan Sayurmatinggi dan memiliki bayi usia
9 - 10 bulan
2. Mengimunisasikan bayinya di Puskesmas atau Posyandu Sayurmatinggi
3. Sehat jasmani (dapat membaca, menulis)
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli
Selatan. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena imunisasi dasar di
Kelurahan Sayurmatinggi belum mencapai target cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% (universal coverage imunization) secara merata pada bayi di desa
atau Kelurahan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai
September 2011.
4.4 Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi
pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Selanjutnya peneliti meminta izin kepada kepala Puskesmas
Sayurmatinggi sebagai tempat penelitiannya.
Sebelum melakukan penyebaran kuesioner, peneliti terlebih dahulu
menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur kepada responden. Jika responden
bersedia, maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan
(informed consent) yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Bila responden tidak
bersedia menandatangani lembar persetujuan, maka responden dapat memberikan
persetujuan secara verbal (lisan). Responden berhak menolak ataupun
mengundurkan diri selama proses penelitian tanpa ada tekanan, dan peneliti tidak
akan memaksa dan tetap menghormati haknya sebagai responden.
Nama responden dijaga kerahasiaannya dengan tidak mencantumkan
memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi
yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data
tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (Nursalam, 2003).
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep.
Pada bagian pertama dari instrumen penelitian berisi data demografi responden
meliputi : usia ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan. Pengisian kuesioner dengan
cara memberi tanda checklist pada kolom jawaban yang telah disediakan.
Bagian instrumen kedua berisi tentang pertanyaan yang dapat digunakan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang imunisasi dasar pada bayi
sebanyak 20 pertanyaan. Pertanyaan no 1-5 mengenai pengertian imunisasi,
no 6-10 frekuensi pemberian imunisasi, no 11-15 usia pemberian imunisasi, no
16-20 efek samping pemberian imunisasi. Dengan jenis pertanyaan tertutup
sehingga responden hanya perlu memilih satu jawaban yang menurutnya benar
pada jawaban yang tersedia. Adapun nilai skor yang digunakan adalah jika
jawaban benar (skor 1), jika jawaban salah (skor 0) untuk jawaban benar skor
tertinggi adalah 20 dan jawaban salah terendah adalah 0. Dengan banyak kelas 2
yaitu: pengetahuan baik, dan kurang baik. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
R
P =
Banyak kategori
P = 20 = 10
2
Maka dapat dikategorikan tingkat pengetahuan ibu sebagai berikut :
1. Pengetahuan baik apabila mendapat skor 11-20,
2. Pengetahuan kurang baik apabila mendapat 0-10
Kuesioner pada bagian ketiga instrumen penelitian berisikan tentang
kelengkapan imunisasi sebanyak 12 pertanyaan dengan jawaban ”ya” dan ”tidak”
dengan memberi tanda checklist pada kolom jawaban yang telah disediakan
berdasarkan hasil wawancara atau berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang
dimuliki responden, dengan kategori :
1. Lengkap, jika bayi /anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar dari BCG 1
kali, DPT 3 kali, polio 4 kali, Hepatitis B 3 kali, dan Campak 1 kali.
2. Tidak lengkap, jika bayi mendapatkan sebagian atau kurang dari imunisasi
dasar lengkap.
4.6 Uji Validitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat,
dikumpulkan orang menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan validitas isi, dimana peneliti
mengkonsultasikan kuesioner yang telah disusun kepada salah satu dosen yang
ahli yaitu dosen bagian keperawatan anak, Setelah kuesioner divalidasi oleh dosen
yang ditunjuk, peneliti memperbaiki setiap komponen pertanyaan tersebut. Dan
uji validitas ini tidak menggunakan skor penilaian uji validitas.
4.7 Uji Realibilitas
Realibilitas instrumen pengukuran mengacu kepada kemampuannya untuk
mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang. Suatu instrumen dikatakan
realibel apabila koefisiennya bernilai lebih besar dari 0,70 (Polit and Hungler).
Instrumen diujikan kepada 30 orang responden di Desa Aek Garugur dengan
karakteristik responden yang sama dan dilakukan hanya sekali pemberian
instrumen. Penghitungan uji realibilitas dilakukan dengan tehnik komputerisasi
dengan menggunakan analisa Cronbach Alpha untuk item yang berskala
(Arikunto, 2002). hasil uji reabilitias yang didapat pada penelitian ini adalah
Alpha (a)=0,771. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini realibel.
4.8 Pengumpulan Data
Pengumpulan data di mulai setelah peneliti menerima surat izin
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu ibu yang datang ke Puskesmas
atau Posyandu yang mempunyai bayi usia 9-10 bulan sebanyak 53 responden.
tetapi karena keterbatasan waktu, maka jumlah sampel yang didapat oleh peneliti
hanya 38 orang responden., di kelurahan Sayurmatinggi terdiri dari empat
lingkungan yaitu lingkungan 1 sampai 4. lingkungan 1 peneliti mendapatkan 9
responden, di lingkungan 2 peneliti mendapatkan 11 responden, di lingkungan 3
peneliti mendapatkan 7 responden, dan di lingkungan 4 peneliti mendapatkan 11
responden. kemudian peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan,
manfaat dan proses pengisian kuisioner. Bagi responden yang bersedia diminta
untuk menandatangani inform consent. Responden diminta untuk menjawab
pertanyaan dengan mengisi sendiri dan memberikan kesempatan bertanya kepada
responden bila ada pernyataan yang tidak dimengerti. Selanjutnya data yang
terkumpul dianalisa.
4.9 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahapan. Pertama melakukan pengecekan terhadap kelengkapan identitas
data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan
petunjuk, dilanjutkan dengan mengklarifikasi data dengan mentabulasi data yang
telah dikumpulkan. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan
teknik komputerisasi.
Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data
imunisasi dasar dalam bentuk tabel distribusi frekuensi . Sedangkan bivariat untuk
mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi.
Pengukuran hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi dilakukan dengan
menggunakan Uji Chi Kuadrat yaitu untuk mengetahui hubungan dari dua
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan
tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan Imunisasi dasar pada bayi melalui
proses pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 15 Agustus – 08
September 2011 terhadap 38 orang responden di Kelurahan Sayurmatinggi
Tapanuli Selatan. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik
responden, Tingkat pengetahuan dan kelengkapan Imunisasi dasar serta hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan Imunisasi dasar pada bayi di
Kelurahan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli selatan tahun 2011.
5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Pada Tabel 5.1 dari 38 responden, sebesar 71,1% umur ibu yang memiliki
bayi usia 9-10 bulan di Kelurahan Sayurmatinggi adalah 20-30 tahun, dengan
mempunyai anak yang berusia 9 bulan sebesar 55,3%, berpendidikan SMP
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden di Kelurahan Sayurmatinggi
5.1.2. Pengetahuan Ibu tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar
Pada tabel 5.2 diperoleh data hasil penelitian bahwa mayoritas responden
sebesar 68,4% memiliki pengetahuan kurang baik, sedangkan sebesar 31,6%
responden memiliki pengetahuan baik.
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi dasar di Kelurahan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli Selatan (n=38)
Pengetahun Ibu tentang imunisasi dasar
Frekuensi Persentase (%)
5.1.3 Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di Kelurahan Sayurmatinggi
Pada tabel 5.3 dari 38 responden, hasil penelitian sebesar 73,7%,
dikategorikan imunisasi tidak lengkap dan sebesar 26,3% kategori imunisasi
lengkap.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase kelengkapan Imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi (n=38)
Pengetahun Ibu tentang imunisasi dasar
Frekuensi Persentase (%)
Lengkap
5.1.4 Hubungan pengetahuan ibu tentang Imunisasi dasar dengan Kelengkapan Imunisasi dasar pada bayi.
Table 5.4 Hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan Ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di kelurahan Sayurmatinggi tahun 2011.
Status imunisasi Lengkap Tidak lengkap
X2 p value
Pengetahuan F % F %
Baik 7 58,3 5 41,7 9,272 0,002
Kurang baik 3 11,5 23 88,5
Pada tabel 5.5 hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara pengetahuan ibu tentang imunissasi dasar dengan kelengkapan
imunisasi dasar dengan nilai p=0,002 (α) sebesar 0,05 (p<0,05) dengan nilai
korelasi X2 = 9,272 yang berarti bahwa semakin baik tingkat pengetahuan ibu
tentang imunisasi dasar maka semakin baik kelengkapan imunisasi dasar bayi di
5.2. Pembahasan
5.2.1 Pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu di Kelurahan
Sayurmatinggi sebesar 68,4 % berpengetahuan kurang baik. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Metawati (2010) yang menyatakan bahwa secara umum
didapatkan 50 % ibu berpengetahuan kurang baik tentang imunisasi pada balita.
Notoadmodjo (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
sesorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak
pengetahuan yang dimiliki. Hal tersebut mencerminkan bahwa ibu yang memiliki
bayi usia 9-10 bulan di Kelurahan Sayurmatinggi memiliki pengetahuan yang
kurang baik dengan mayoritas tingkat pendidikan ibu SMP sebesar 39,5%.
Hasil penelitian tentang pengetahuan ibu di kelurahan Sayurmatinggi
terkait imunisasi BCG sebesar 55,3% berpengetahuan baik, hal tersebut
dibuktikan dari hasil penelitian pengetahuan ibu tentang usia pemberian imunisasi
BCG 50,0% berpengetahuan baik. Notoadmodjo (2007) menyatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan
yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan. Proverawati (2010) mengatakan bahwa Imunisasi BCG
adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap
Hasil penelitian yang didapat tentang pengetahuan ibu di Kelurahan
Sayurmatinggi terkait imunisasi Imunisasi DPT sebesar 42,1% berpengetahuan
baik hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian pengetahuan ibu tentang Jadwal
imunisasi DPT 50,0%,berpengetahuan baik. Hasil tersebut mencerminkan bahwa
ibu yang memiliki bayi usia 9-10 bulan di Kelurahan Sayurmatinggi
berpengetahuan baik. Berdasarkan karakteristik demografi ibu di Kelurahan
Sayurmatinggi bahwa sebagian besar ibu berusia 20-30 tahun sebesar 71,1%.
Proverawati (2010) mengatakan bahwa Imunuisasi DPT merupakan imunisasi
yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit
Difteri, Pertusis dan Tetanus.
Hasil penelitian yang didapat tentang pengetahuan ibu dikelurahan
Sayurmatinggi terkait imunisasi polio sebesar 63,2% berpengetahuan baik, hal
tersebut dibuktikan hal tersebut dibuktikan dari usia pemberian imunisasi polio
44,7% berpengetahuan baik. Hasil tersebut mencerminkan bahwa ibu yang
memiliki bayi usia 9-10 bulan di Kelurahan Sayurmatinggi berpengetahuan baik.
Berdasarkan karakteristik data demografi ibu di Kelurahan Sayurmatinggi bahwa
sebagian besar ibu mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebesar
42,1%. Notoadmodjo (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Hasil penelitian yang didapat tentang pengetahuan ibu di Kelurahan
Sayurmatinggi terkait imunisasi campak sebesar 44,7% berpengetahuan baik, hal
berpengetahuan baik. Hasil tersebut mencerminkan bahwa ibu yang memiliki bayi
usia 9-10 bulan di Kelurahan Sayurmatinggi berpengetahuan baik. Berdasarkan
karakteristik data demografi ibu di Kelurahan Sayurmatinggi bahwa sebagian
besar ibu mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebesar 42,1%.
Hasil penelitian yang didapat tentang pengetahuan ibu terkait imunisasi
hepatitis B sebesar 55,3%, jadwal imunisasi Hepatitis B 42,1%,usia pemberian
imunisasi Hepatitis B 44,7%, efek samping imunisasi Hepatitis B 47,4%. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar usia responden 20-30 tahun sehingga masih
kurang berpengalaman terkait pemberian imunisasi campak terhadap bayinya,
Notoadmodjo (2007) mengatakan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah usia, Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi
perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Proverawati (2010) yang
menyatakan bahwa Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi
yang dapat merusak hati.
5.2.2. Kelengkapan Imunisasi bayi di Kelurahan Sayurmatinggi.
Hasil penelitian tentang kelengkapan imunisasi bayi di Kelurahan
Sayurmatinggi usia 9-10 bulan di dapat sebesar 73,7% tidak lengkap dan 26,3 %
imunisasi lengkap. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat tentang
manfaat imunisasi. Maryunani (2010) mengatakan bahwa manfaat imunisasi bagi
bayi dapat mencegah penyakit cacat dan kematian, sedangkan manfaat bagi
keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2008,
cakupan imunisasi BCG sebesar 86,9%, imunisasi campak sebesar 81,6%,
imunisasi Polio sebesar 71%, imunisasi DPT sebesar 67,7%, dan imunisasi
Hepatitis B sebesar 62,8%, sedangkan cakupan imunisasi lengkap sebesar 46,2%
(Depkes RI, 2008).
Sedangkan di Sumatera Utara pencapaian sasaran imunisasi pada bayi
diketahui bahwa yang mendapat imunisasi BCG sebesar 93,47%, imunisasi
DPT1+HB1 sebesar 96,50%, imunisasi DPT3+HB3 sebesar 90,54%, imunisasi
Polio3 93,51%, imunisasi campak sebesar 92,27%, dan imunisasi hepatitis B3
sebesar 46,45%. (Dinkes Sumut, 2009).
Berdasarkan cakupan imunisasi di Puskesmas Sayurmatinggi tahun 2011
didapatkan imunisasi Bacillus celmette Guerin (BCG) sebanyak 40 jiwa bayi
(45,97%), imunisasi DPT 1 sebanyak 28 jiwa bayi (32,18%), imunisasi DPT 2
sebanyak 20 jiwa bayi (22,98%), imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%),
imunisasi Polio 1 sebanyak 50 jiwa bayi (57,47%), imunisasi polio 2 sebanyak 44
jiwa bayi (50,57%), imunisasi Polio 3 sebanyak 30 jiwa bayi (34,48%), imunisasi
Polio 4 sebanyak 15 jiwa bayi (17,28%), dan imunisasi campak sebanyak 33 jiwa
bayi (37,93%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa seluruh jenis imunisasi
belum mencapai target cakupan, dan cakupan yang paling rendah adalah pada
imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%) dan imunisasi polio 4 sebanyak 15
jiwa (17,24%).
Banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tersebut, seperti
sakit setelah diberi vaksin, dan ibu juga belum paham pentingnya imunisasi bagi
kesehatan balita karena selama ini anak meraka dalam kondisi sehat dan
kurangnya berbagai informasi yang diperoleh ibu.
5.2.3. Hubungan pengetahuan ibu tentang Imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
Hasil uji chi square dengan nilai p=0,002 (α) sebesar 0,05 (p<0,05)
dengan nilai korelasi X2 = 9,272, artinya ada hubungan antara variabel
pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi dasar, berarti arah korelasi positif
dengan interprestasi sedang, yang berarti bahwa semakin baik tingkat
pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar maka semakin baik kelengkapan
imunisasi dasar bayi. Hal ini dapat dibuktikan dari responden yang
berpengetahuan baik memiliki kelengkapan imunisasi dasar bayinya sebesar
58,3% dan responden yang berpengetahuan kurang baik kelengkapan
imunisasinya 11.5%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Maryani
(2009) di Kabupaten Boyolali menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu
mempunyai pengaruh positif terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Sedangkan
menurut hasil penelitian Cahyono (2003), seorang anak memiliki kesempatan
lebih besar tidak di imunisasi lengkap terutama bagi yang tinggal di pedesaan,
dengan pendidikan rendah, dan kurang pengetahuan, serta tidak memiliki KMS
(Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa (surat kabar, majalah,
radio, tv). Semakin banyak jumlah anak, semakin besar kemungkinan seorang ibu
tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap. hal ini sesuai dengan pendapat
imunisasi, semakin tinggi peluang anak untuk memperoleh imunisasi lengkap. Hal
tersebut mencerminkan bahwa cakupan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi
masih perlu di optimalkan oleh tenaga kesehatan khususnya di Puskesmas
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan dari hasil penelitian yang tentang hubungan pengetahuan ibu
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di kelurahan Sayurmatinggi
Tapanuli Selatan tahun 2011.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berorientasi pada
tujuan penelitian maka dapat diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Dari 38 responden, tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar di
Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan, dengan hasil sebesar 68,4%
memiliki pengetahuan kurang baik dan sebesar 31,6% responden memiliki
pengetahuan baik.
2. Dari 38 responden, hasil penelitian sebesar 73,7%, dikategorikan imunisasi
tidak lengkap dan sebesar 26,3% kategori imunisasi lengkap di Puskesmas
atau Posyandu di Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan.
3. Hasil penelitian dengan chi squere menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara pengetahuan ibu tentang imunissasi dasar dengan
kelengkapan imunisasi dasar berdasarkan analisa statistic korelasi chi square
dengan nilai x2 = 9,272 dengan nilai signifikansi yang dapat diterima dimana
nilai p=0,002 (α) sebesar 0,05 (p<0,05) dengan nilai koefisien korelasi 0,443
semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar maka semakin
baik kelengkapan imunisasi dasar bayi.
6.2. Rekomendasi
1. Petugas Puskesmas
Diharapkan memperbanyak kegiatan – kegiatan penyuluhan kesehatan
tentang imunisasi dasar bayi pada masyarakat terutama pada ibu melalui
kegiatan-kegiatan program kesehatan maupun kegiatan – kegiatan
keagamaan seperti perwiritan.
2. Pendidikan
Diharapkan dalam pendidikan keperawatan perlu menekankan pemahaman
pada peserta didik bahwa kelengkapan imunisasi dasar pada bayi sangat
penting untuk kekebalan tubuh, dengan cara memberikan informasi yang
benar kepada ibu tentang kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3. Peneliti selanjutnya
Diharapkan untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan
ibu dengan status imunisasi pada bayi di tempat yang berbeda dengan