LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
PENELITIAN FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGHINDARI PENYALAHGUNAAN DALAM PEMBERIAN RESTITUSI PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
MEDAN POLONIA O
L E H
NAMA : IKA PETRESIA HUTABARAT NIM : 082600046
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :
NAMA : IKA PETRESIA HUTABARAT
NIM : 082600046
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN
JUDUL : PENELITIAN FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK
MENGHINDARI PENYALAHGUNAAN DALAM PEMBERIAN RESTITUSI PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN POLONIA
Ketua Program Diploma III Dosen Pembimbing Supervisor
Administrasi Perpajakan an. Ka. Sub Bag. Umum
(Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si) (Drs. Bastari M, MM, BKP) (Drs. Korpen Damanik) NIP: 19560831 198601 1 001 NIP: 19551120 197603 1 002
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini yang berjudul PENELITIAN FAKTUR
PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGHINDARI
PENYALAHGUNAAN DALAM PEMBERIAN RESTITUSI PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA. Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan studi Program Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini penulis
banyak menerima bantuan, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan
pikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala
keikhlasan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang banyak membantu sehingga terwujudnya penulisan Laporan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri ini, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
3. Bapak Drs. Bastari M., MM, BKP, selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan saran kepada
penulis dalam menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.
4. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Administrasi Perpajakan FISIP USU
yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi.
5. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia Bapak Korpen Damanik
beserta Staf Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia antara lain
Bapak Rahmanto, Bapak Joko, Bang Anthony Sidabutar, Bang Yani Lapian
Siregar, dan Bang Saepuddin Zuhri yang telah meluangkan waktu sebagai
narasumber dalam pemberian data-data yang diperlukan selama masa
pengambilan data PKLM.
6. Teristimewa rasa hormat dan terima kasih kepada yang tercinta orang tua
penulis, Marolop Hutabarat dan Hetty Lilis Sitanggang dan adik-adikku
Vanesia, Rully, dan Nadya yang telah banyak memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan
penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.
7. Sahabat-sahabat yang kukasihi Yossi, Dewanti, Agustina, Lusiana, Lestari, dan
Martha yang telah memotivasi, membantu dalam menyelesaikan Laporan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, serta memberikan dukungan doa dan
kebersamaan yang telah kita lalui selama ini.
8. Teman-teman yang sama-sama berjuang selama pengambilan data PKLM pada
Nainggolan, dan Putri yang saling memberikan semangat dalam penyusunan
laporan PKLM ini.
9. Teman-teman seangkatan Administrasi Perpajakan stambuk 08 yang telah
menemani penulis hingga selesai perkuliahan.
10. Serta semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya
yang telah banyak membantu dan mendukung penulisan Laporan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri selama ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, wawasan, serta
pengalaman yang dimiliki oleh penulis yang menyebabkan penulisan Laporan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini masih jauh dari kesempurnaan dan
mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi
manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan terutama untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perpajakan.
Medan, Juni 2011
Penulis
Ika Petresia Hutabarat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4
C. Uraian Teoritis ... 6
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9
F. Metode Pengumpulan Data ... 11
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri 12 BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 14
B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 22
C. Tugas dan Fungsi Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 25
BAB III. GAMBARAN DATA PRAKTIK A. Objek Pajak Pertambahan Nilai ... 29
B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai ... 30
D. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ... 33
E. Saat terutang Pajak dan Tempat Terutang Pajak ... 34
F. Faktur Pajak... 35
G. Mekanisme Pengadaan Faktur Pajak ... 36
H. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ... 38
I. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan ... 39
BAB IV. ANALISA DAN EVALUASI A. Proses Pemberian Restitusi PPN Sampai Penerbitan SKPLB Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 41
1. Proses Pemberian Restitusi PPN ... 41
2. Pelaksanaan Pemberian PPN di KPP Pratama Medan Polonia .. 48
B. Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN……….. 52
1. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak ………….. 52
2. Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN………. 57
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Dalam Melakukan Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Restitusi……….. 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang pemungutannya
didasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A. Mengumpulkan dana
pembangunan melalui pajak sebagai penerimaan dalam negeri akan
mencerminkan kemandirian negara Indonesia untuk melaksanakan pembangunan
yang lebih terjamin. Usaha untuk mencapai target penerimaan pajak bukanlah
pekerjaan yang mudah. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerja keras,
kesadaran akan hak dan kewajiban, serta kedisiplinan dari seluruh aparatur
perpajakan di bawah Direktorat Jenderal Pajak. Namun untuk tercapainya target
tersebut juga tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan wajib pajak. Untuk itu
perlu diusahakan peningkatan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajibannya. Masyarakat harus menyadari bahwa pemenuhan kewajiban
perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban negara yang merupakan
sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Kita mengenal beberapa jenis pajak yang salah satunya adalah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu
jenis pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 4, Pengusaha adalah
orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean. Adapun pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) menurut
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal
1 Ayat 5 adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Penyerahan BKP atau JKP dilakukan oleh setiap PKP. Sebagaimana kita
ketahui bahwa keunggulan sistem PPN adalah adanya mekanisme pengkreditan
antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Atas penyerahan barang atau jasa yang
terutang pajak tersebut wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi. Faktur
Pajak ini berfungsi sebagai bukti pemungutan yang bagi pengusaha yang dipungut
dapat diperhitungkan (dikreditkan) dengan jumlah pajak terutang. Tujuan dari
adanya pengkreditan ini adalah untuk menghilangkan adanya efek berganda dari
pungutan pajak.
Dalam pelaksanaan mekanisme pengkreditan PPN yaitu antara pajak
yang dipungut dengan yang tidak dibayar dapat timbul selisih pajak kurang bayar
atau lebih bayar. Selisih pajak kurang bayar adalah dimana Pajak Masukan (pajak
yang dibayar) lebih kecil dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut). Sebaliknya,
dikatakan lebih bayar berarti Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih besar dari
kelebihan bayar tersebut, PPN dapat dikembalikan atau yang disebut dengan
restitusi. Pemberian restitusi PPN kepada PKP harus dilakukan dengan cepat
sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Peningkatan pelayanan
tersebut sudah selayaknya tidak mengurangi bahkan meninggalkan kewaspadaan
sebagai upaya untuk mengamankan dan juga menghindari penyalahgunaan dalam
pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sejalan dengan pemberian keputusan restitusi maka penulisan Faktur
Pajak juga sangat penting dan harus diperhatikan karena berguna untuk
menentukan apakah jumlah pajak terutang dapat diberikan atau tidak sebagai
restitusi. Selain itu juga untuk mencegah bahkan menghindari seminimal mungkin
adanya penyalahgunaan Faktur Pajak dalam pemberian restitusi. Dengan
demikian diharapkan pemberian restitusi hanyalah diberikan kepada mereka yang
dalam hal ini adalah PKP yang benar-benar telah menyetorkan PPN-nya ke Kas
Negara sehingga nantinya dapat menghindari banyaknya ketidaktelitian atas
pelaksanaan restitusi PPN dalam melaksanakan penelitian Faktur Pajak baik
formal maupun materil serta jawaban atas permintaan konfirmasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas maka penulis tertarik
untuk memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia sebagai tempat
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dan membuat laporan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “Penelitian Faktur Pajak Sebagai
B.TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) oleh mahasiswa
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) diharapkan dapat
dilaksanakan sesuai dengan tujuan PKLM, yaitu :
1. Untuk mengetahui proses pemberian restitusi PPN sampai penerbitan SKPLB
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
2. Untuk mengetahui pentingnya penelitian terhadap Faktur Pajak dalam
pemberian restitusi PPN
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan penelitian terhadap Faktur
Pajak dalam restitusi
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1.Bagi Mahasiswa
a. Menganalisis pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dalam perkuliahan
dalam bentuk teori khususnya tentang pengetahuan perpajakan dan
mengaplikasikan ke dalam permasalahan kehidupan yang nyata
b. Menambah pengalaman kerja dan mengetahui cara praktik kerja yang
sesungguhnya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
c. Melatih mahasiswa berkomunikasi dan berinteraksi dalam lingkungan
d. Membentuk mahasiswa menjadi pekerja yang mempunyai integritas yang
tinggi terhadap instansi tempat dimana mahasiswa tersebut bekerja, baik
terhadap sesama rekan kerja maupun kepada atasan didalam pekerjaan
e. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyebab
penyalahgunaan Faktur Pajak dalam pemberian restitusi PPN
f. Untuk mengetahui tata cara pemberian restitusi PPN pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
g. Memahami dan mengetahui upaya pemecahan masalah terhadap masalah
yang timbul dalam pemberian restitusi
2.2.Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
a. Menambah hubungan kerja sama antara Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan instansi pemerintah
khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam
memberikan uji nyata praktik kerja
b. Menyediakan tes dunia kerja nyata bagi para lulusan
c. Menambah aplikasi yang nyata bagi kurikulum sebagai persyaratan
akademis dalam memenuhi kelulusan bagi mahasiswa Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU Medan
d. Mendorong kemajuan alumni di masa mendatang dalam tingkatan sumber
daya manusia, profesionalisme, wawasan, dan keterampilan dalam
e. Mempertinggi pandangan masyarakat terhadap sumber daya manusia yang
dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional khususnya Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan persepsi umum
2.3.Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
a. Mempererat hubungan kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia dengan lembaga pendidikan Universitas Sumatera Utara
khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
b. Membantu pemerintah dalam mensosialisasikan pajak dengan efektif dan
efisien
c. Memberi masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang khususnya
ditujukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam upaya
menghindari penyalahgunaan dalam pemberian restitusi pajak
C.URAIAN TEORITIS
Dalam suatu penelitian diperlukan adanya suatu teori-teori yang
mendukung objek kajian yang akan didalami dalam pelaksanaan PKLM. Oleh
karena itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir dari sudut
mana masalah itu disoroti.
1. Pajak Pertambahan Nilai Sebagai Pengganti Pajak Penjualan
Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali
diperkenalkan oleh Carl Friedrich von Siemens, seorang industrialis dan konsultan
pemerintah Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru pemerintah Perancis
1954, sedangkan Jerman baru menerapkannya pada awal tahun 1968. Indonesia
baru mengadopsi PPN pada tanggal 1 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan
(PPn) yang sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1951. (Sukardji, 2001:1)
Pajak Penjualan yang pemungutannya berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 19 tahun 1951 yang kemudian ditetapkan sebagai
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1953, sejak tanggal 1 April 1985 telah diganti oleh
Pajak Pertambahan Nilai yang pemungutannya didasarkan pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983. Dalam kurun waktu lebih dari tiga dasawarsa,
Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 telah menunjukkan dedikasinya dalam pemungutan
pajak atas konsumsi di Indonesia. Namun demikian, dalam rangka melaksanakan
program reformasi (pembaharuan) Sistem Perpajakan Nasional tahun 1983,
Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 akhirnya dinyatakan tidak berlaku dan
diganti oleh Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Proses penggantian
ini merupakan salah satu rangkaian perombakan sistem perpajakan nasional yang
dikenal sebagai “Tax Reform 1983”. PPN menggantikan peranan PPn di
Indonesia karena PPN memiliki beberapa karakter positif yang tidak dimiliki oleh
PPn. Dalam perkembangan selanjutnya setelah dinilai dengan seksama,
masyarakat Wajib Pajak dan administrasi pajak dipandang sudah siap untuk
melaksanakan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Maka dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1985, UU Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan
2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak
Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan
masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain
untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan
pembebanan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut secara tidak
langsung atas konsumsi dalam negeri atas penyerahan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
3. Dasar Hukum
Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
antara lain dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009.
4. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai antara lain :
a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung
c. Multi Stage Tax
d. Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan Faktur Pajak
e. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri
f. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral
g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda
D.RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Adapun yang menjadi ruang lingkup PKLM adalah peranan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan upaya untuk
menghindari penyalahgunaan dalam pemberian restitusi pajak.
Dalam hal ini mahasiswa mengharapkan mengetahui:
1. Proses pemberian restitusi PPN
2. Pentingnya penelitian terhadap Faktur Pajak dalam pemberian restitusi PPN
3. Pelaksanaan pemberian restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan penelitian terhadap Faktur
Pajak dalam restitusi
E.METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Adapun yang menjadi metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
antara lain :
1. Tahap Persiapan
Hal ini berkaitan dengan kegiatan pemilihan judul PKLM, pemilihan
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara, pengajuan proposal PKLM, dan surat pengantar PKLM dari
fakultas.
2. Studi Literatur
Hal ini berkaitan dengan kegiatan mencari data informasi dengan
membaca landasan teori, menelaah buku-buku literatur, peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan, artikel ilmiah baik dari majalah, surat kabar,
internet, catatan-catatan, maupun bahasa tertulis yang ada hubungannya dengan
laporan PKLM.
3. Observasi Lapangan
Hal ini merupakan kegiatan mencari data dan informasi dengan
mengikuti PKLM di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia secara
langsung untuk dapat mengetahui kondisi serta keadaan yang sebenarnya serta
mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang akan
dibahas.
4. Pengumpulan Data
Hal ini merupakan kegiatan mengumpulkan data, keterangan, dan
informasi mengenai penelitian Faktur Pajak sebagai upaya terhadap
penyalahgunaan restitusi pajak yang berhubungan dengan penyusunan laporan
Ada 2 jenis data dalam pengumpulkan data, yaitu :
a. Data Sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku perpajakan, diktat
perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, modul Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
b. Data Primer yaitu data yang bersumber dari orang yang berkompeten dan
menguasai sebagai pengambil kebijakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia.
5. Analisa dan Evaluasi Data
Hal ini merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara menganalisa dan
mengevaluasi data serta mengelompokkan data tersebut yang kemudian akan
diinterpretasikan secara objektif, jelas, dan sistematis sehingga lebih mudah untuk
menarik kesimpulan dari data tersebut.
F. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam melakukan pengumpulan data digunakan tiga metode,
yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumen dengan menggunakan alat
pengumpul data sebagai berikut:
1. Daftar Pertanyaan (Interview Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan melakukan
wawancara dan mengajukan pertanyaan kepada pegawai instansi yang
berkompeten dan menambah objek yang berkaitan dengan kebutuhan untuk
2. Daftar Observasi (Observation Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan cara langsung
maupun tidak langsung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan
mengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang
diberikan oleh pihak instansi dengan pemberian arahan terlebih dahulu dengan
berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi dan tidak boleh
melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia dan memiliki resiko yang tinggi.
3. Daftar Dokumentasi (Optional Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan membuat daftar
dokumentasi yang telah diperoleh dari instansi seperti Undang-Undang
Perpajakan, lampiran formulir-formulir, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
Keuangan, dan data-data lain yang berhubungan dengan PKLM.
G.SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PRAKTIK KERJA
LAPANGAN MANDIRI
Adapun yang menjadi sistematika penulisan laporan PKLM :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang PKLM,
tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM,
metode PKLM, metode pengumpulan data, dan sistematika
penulisan laporan PKLM.
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Dalam bab ini akan diberikan keterangan tentang sejarah singkat
organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, uraian
tugas pokok dan fungsi serta gambaran pegawai Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Polonia.
BAB III GAMBARAN DATA PKLM
Dalam bab ini diuraikan tentang hal-hal yang menjadi dasar dari
gambaran data yang berhubungan dengan penelitian terhadap
Faktur Pajak untuk menghindari penyalahgunaan dalam pemberian
restitusi PPN pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Polonia.
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA
Dalam bab ini diuraikan mengenai penganalisaan data yang
diperoleh dan kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan
interpretasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi rangkuman dari objek yang telah diteliti serta
saran-saran yang membangun berdasarkan data dan informasi yang telah
diperoleh.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
A.Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17 A
2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 30
A
Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Inspeksi
Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.
Pada tanggal 1 April 1979 Kantor Inspeksi Pajak di seluruh Indonesia
diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Untuk wilayah Medan, Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17
A
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.
30 A
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
443/KMK 01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, maka Kantor Pelayanan Pajak di
Medan dibagi menjadi enam Kantor Pelayanan Pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan yang berlokasi di Jl. Asrama No. 7
Medan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No.
17 A Medan
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 30
Medan
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai yang berlokasi di Jl. Asrama No. 7 A
Medan
5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 17
A Medan
6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.
17 A Medan
Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berdiri pada awal tahun 2002
yang mana merupakan pemecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
yang terletak di Jl. Suka Mulia dengan tujuan untuk mengembangkan kantor
wilayah kerja.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia ini mencakup 5 kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Medan Maimun
2. Kecamatan Medan Polonia
3. Kecamatan Medan Baru
5. Kecamatan Medan Tuntungan
Sesuai dengan Surat Edaran No. SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Sistem
Administrasi Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) dan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia tahun
2007-2008. Kantor Pelayanaan Pajak Pratama adalah jenis Kantor Pelayanan
Pajak sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
132/PMK/2006. Kantor Pelayanan Pajak Pratama terbagi menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pecahan.
Pada 19 Mei 2008 keluar Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.
KEP-95/PJ/2008 tentang Penerapan Organisasi, Tata Cara Kerja, dan Saat Mulai
Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nanggroe Aceh
Darussalam dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kantor Wilayah I Direktorat
Jenderal Pajak Sumatera Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Kalimantan Timur, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi
Selatan, Barat, dan Tenggara. Berdasarkan surat-surat tersebut maka Kantor
Pelayanan Pajak Medan Polonia berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia.
Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas pada bidang pelayanan,
pengawasan administratif dan pemeriksaan sederhana Wajib Pajak untuk Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPn BM) dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah
Sistem Administatif Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak dan Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia
2007-2008, sehubungan dengan rencana Penerapan Sistem Administrasi Modern
(modernisasi) pada beberapa Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak
Pratama dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
di seluruh Indonesia tahun 2007-2008, menyampaikan hal-hal yang perlu
mendapat perhatian sebagai berikut:
a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sejenis Kantor Pelayanan Pajak
sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama dibagi menjadi dua bagian yaitu Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pecahan.
b. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) adalah unit
vertikal sebagaimana terdapat pada peraturan Menteri Keuangan No.
132/PMK/2006 yang berada dibawah dan tanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
c. Aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) yang
menggabungkan seluruh aplikasi perpajakan yang ada di DJP, yaitu Sistem
Informasi Perpajakan (SIP), Sistem Informasi Objek Pajak (SISMIOP), Sistem
Informasi Pajak Modifikasi (SIPMOD), dan SIDJP dalam versi sekarang.
d. Konversi Data adalah kegiatan yang meliputi antara lain back up data dan
melengkapi kode KLU dan kode wilayah.
e. Migrasi Data adalah kegiatan menyesuaikan basis data yang ada dengan
1. Visi, Misi, dan Tujuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia a. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah
mewujudkan pelayanan pajak yang profesional dengan kinerja yang baik dan
yang dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di
lingkungan Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menetapkan visi sebagai
berikut :
1. Meningkatkan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan dalam wilayah
wewenang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
2. Tercapainya pelayanan yang prima kepada Wajib Pajak
3. Optimalisasi kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi Wajib Pajak
4. Tercapainya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berpengalaman, berkepribadian, dan berbudi pekerti yang baik
5. Tercapainya pelayanan yang prima
b. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah untuk
meningkatkan penerimaan dan pendapatan negara melalui Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn
BM), dan pajak informasi yang baik dan senantiasa memperbaharui diri sesuai
perkembangan aspirasi masyarakat dan tata tertib administrasi.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut, maka diperoleh
1. Tercapainya penerimaan pajak
2. Terlaksananya Peraturan Perundang-undangan Perpajakan
3. Melakukan pemberkasan berkas-berkas Wajib Pajak dengan baik
4. Melakukan himbauan kepada Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban
perpajakan
5. Peningkatan sarana dan prasarana di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Polonia
6. Intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap subjek dan objek pajak
7. Melakukan update terhadap perubahan data Wajib Pajak
8. Melakukan in house training dan rapat pembinaan secara rutin
c. Tujuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan
merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu
yaitu satu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun ke depan.
Dalam melaksanakan tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,
pengamatan potensi perpajakan, dan ekstensifikasi perpajakan
2. Penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa berkas Wajib Pajak
3. Pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dan pajak tidak
4. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penghasilan, penagihan,
penyelesaian keberatan, penatausahaan banding dan penyelesaian restitusi
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPn BM), dan pajak tidak langsung lainnya
5. Terwujudnya pelayanan prima
6. Meningkatnya kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi
7. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan
pelatihan yang intensif
8. Terselenggaranya sistem administrasi perpajakan yang modern
9. Terkoordinasinya kegiatan pengamatan penerimaan negara
10. Pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan
11. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
12. Pembetulan Surat Ketetapan Pajak
13. Pengurangan sanksi pajak
14. Penyuluhan dan konsultasi perpajakan
15. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
2. Logo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dan Arti Logo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menggunakan logo
Direktorat Jenderal Pajak sebagai logo perusahaan, dikarenakan seluruh Kantor
Adapun logo dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai
berikut:
Arti dari lambang tersebut adalah:
a. Keterangan Umum
Motto : Nagara Dana Rakca
Bentuk : Segilima dengan ukuran 5cm dan tinggi 7 cm
Tata warna : Biru kehitam-hitaman, kuning emas, putih, dan hijau
b. Makna
1. Padi sebanyak 17 bulir berwarna kuning emas dan kapas sebanyak 8 butir
dengan susunan 4 buah berlengkung 4 dan 4 buah berlengkung 5, dan
berwarna putih dengan kelopak berwana hijau. Keduanya melambangkan
cita-cita Indonesia sekaligus diberi arti tanggal lahirnya negara Republik
Indonesia.
2. Sayap berwarna kuning emas melambangkan ketangkasan dalam
menjalankan tugas.
3. Gada berwarna kuning emas melambangkan daya upaya menghimpun,
4. Ruangan segilima berwarna biru kehitam-hitaman melambangkan dasar
negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
c. Arti Keseluruhan
Makna dari keseluruhan lambang tersebut sesuai dengan motto “Nagara
Dana Rakca” adalah ungkapan suatu daya yang mempersatukan dengan
menyerasikan dalam gerak kerja untuk melaksanakan tugas Departemen
Keuangan.
B.Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan secara
sistematis mengenai penetapan tugas-tugas , fungsi dan wewenang serta
tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Tujuannya adalah untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan
secara maksimal.
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
55/PMK/01/2007, struktur organisasi dan penjabaran tugas Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Ekstensifikasi
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
7. Unit Fiskal Luar Negeri
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
9. Kelompok Fungsional (Fungsional Penilaian dan Fungsional Pemeriksa Pajak)
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
terdiri dari:
1. Kepala Kantor : 1 orang
2. Kepala Seksi : 6 orang
3. Supervisor : 2 orang
4. Account Representative : 16 orang
5. Pemeriksa Pajak : 6 orang
6. Pelaksana : 59 orang
C.Tugas dan Fungsi Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
1. Sub Bagian Umum
Memiliki tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal
pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta
perlengkapan.
Sub bagian umum terdiri dari :
1. Koordinator Pelaksana Tata Usaha dan Kepegawaian yang bertugas
membantu urusan tata usaha, kepegawaian, dan laporan.
2. Koordinator Pelaksana Keuangan yang bertugas membantu keuangan.
3. Koordinator Pelaksana Rumah Tangga yang bertugas membantu urusan
rumah tangga dan perlengkapan.
2. Seksi Ekstensifikasi
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan
potensi perpajakan, pendataan Objek dan Subjek Pajak, penilaian Objek Pajak,
dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian
informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha
penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), pelayanan dukungan tekhnis komputer, pemantauan
pengumpulan dan pengolahan data adalah ekstensifikasi pajak, pengalihan
informasi, dan pengalihan potensi pajak.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :
1. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi I yang bertugas
membantu melaksanakan urusan pengolahan data dan penyajian informasi serta
pembuatan monografi pajak.
2. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi II yang bertugas
membantu melakukan pelaksanaan pemberian dukungan teknis komputer.
3. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi III yang bertugas
membantu melakukan urusan penggalian potensi perpajakan dan ekstensifikasi
Wajib Pajak.
4. Seksi Penagihan
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan penagihan
aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan
penghapusan piutang pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Seksi Penagihan terdiri dari:
1. Koordinator Pelaksana Pemeriksaan Tata Usaha Piutang Pajak yang bertugas
membantu urusan penatausahaan piutang pajak, usulan penghapusan piutang
pajak, penundaan, dan angsuran.
2. Koordinator Pelaksanaan Penagihan Aktif yang bertugas membantu penyiapan
Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah melaksanakan penyitaan, Usulan
5. Seksi Pemeriksaan
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
6. Seksi Fungsional
Kelompok fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan
Pejabat Fungsional Penilai PBB yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan
pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi
Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai PBB berkoordinasi dengan
Seksi Ekstensifikasi.
7. Unit Fiskal Luar Negeri
Unit fiskal luar negeri bertugas memberi layanan fiskal luar negeri
kepada warga negara yang berhak bepergian ke luar negeri. Unit ini berada di
bandara Internasional Polonia Medan dan bertugas setiap hari.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Melakukan tugas pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak (PPh, PPN, PPn BM, dan PBB), memberikan bimbingan kepada Wajib
Pajak dan konsultasi tekhnis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis
kerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu Kantor
Pelayanan Pajak Pratama terdapat empat Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang
9. Fungsional Penilaian
Bagian fungsional pemeriksa PBB memiliki tugas sebagai berikut:
1. Menginventarisasi dan mengadministrasikan berkas permohonan
keberatan/peninjauan kembali yang akan dipindahkan ke Kantor Wilayah
dengan mempertimbangkan saat jatuh tempo penyelesaiannya.
2. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pemindahan berkas
permohonan dan penyelesaian keberatan/peninjauan kembali ke Kantor
Wilayah.
10. Fungsional Pemeriksa Pajak
Tugasnya hampir sama dengan fungsional penilai PBB yaitu:
1. Menginventarisasi dan mengadministrasikan pemeriksa bukti permulaan dan
penyidikan yang akan dikirim ke Kantor Wilayah
2. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pemindahan berkas
BAB III
GAMBARAN DATA PRAKTIK
A.Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Impor BKP
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean
oleh Pengusaha Kena Pajak
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain
8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula
aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada
saat perolehannya dapat dikreditkan.
B.Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Dari ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam Pasal 4, 16 C
dan 16 D UU PPN 1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu:
1. Pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, dan Bukan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Bukan Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya (Pasal 16 C UU PPN 1984).
2. Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan
jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari
C.Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak 1. Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-Undang menetapkan
sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
a. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil
langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, panas bumi,
pasir dan kerikil, batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara,
biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, biji perak, dan biji
bauksit.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang
beryodium maupun tidak beryodium.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau catering.
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan
2. Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang
PPN 1984. Pada dasarnya semua jenis jasa dikenakan pajak, kecuali yang
ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN.
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik
b. Jasa di bidang pelayanan sosial
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan prangko
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi
e. Jasa di bidang keagamaan
f. Jasa di bidang pendidikan
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan
termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air
j. Jasa di bidang tenaga kerja
l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum, seperti Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha
Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu
Tanda Penduduk
D.Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak 1. Tarif PPN
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen).
Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif
0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak
Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan
kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN
dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15%
(lima belas persen).(Suandy,2008:81)
2. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Untuk menghitung besarnya pajak PPN yang terutang perlu adanya Dasar
Pengenaan Pajak.
Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah:
a. Harga Jual (DPP untuk penyerahan BKP)
b. Penggantian (DPP untuk penyerahan JKP)
c. Nilai Impor (harga Impor (CIF+Bea Masuk)
d. Nilai Ekspor
E.Saat Terutang Pajak dan Tempat Terutang Pajak 1. Saat Terutang Pajak
Pajak terutang pada saat:
a. Penyerahan BKP atau JKP
b. Impor BKP
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
d. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
e. Ekspor BKP
f. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP
atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
2. Tempat Terutang Pajak Tempat terutang pajak:
a. Untuk penyerahan BKP/JKP:
1. Tempat tinggal
2. Tempat kedudukan
3. Tempat kegiatan usaha
Jika mempunyai kegiatan usaha lebih dari satu tempat usaha, atas
permohonan Pengusaha Kena Pajak dapat ditetapkan salah satu tempat usaha
sebagai tempat pajak terutang. Yang menentukan adalah tempat administrasi
penjualan.
c. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah
Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib
Pajak
d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP di tempat
bangunan tersebut didirikan.
e. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
F. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti
pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai. Setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP wajib membuat Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur
Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materil. Faktur Pajak harus
diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian
keterangan mengenai PPn BM hanya diisi apabila atas penyerahan BKP terutang
PPn BM. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan tersebut dapat
Faktur pajak dapat berupa :
a. Faktur Pajak Standar
b. Faktur Pajak Gabungan
c. Faktur Pajak Sederhana
d. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh
Dirjen Pajak (Mardiasmo,2006:274)
Saat pembuatan Faktur Pajak:
a. Selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP, dalam hal pembayaran
diterima setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, kecuali
pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar
harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran.
b. Selambat-lambatnya pada saat pembayaran diterima dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan
JKP.
c. Selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran per-termijn dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Selambat-lambatnya pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan menyampaikan
tagihan kepada Pemungut Pajak PPN.
G.Mekanisme Pengadaan Faktur Pajak
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP,
dan/atau JKP
b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga
d. PPN yang dipungut
e. PPn BM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Faktur Pajak harus dibuat paling lambat :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau
penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan
penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran
terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak harus dibuat paling
lambat pada saat penerimaan pembayaran ; atau
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP ; atau
c. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan
d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan menyampaikan tagihan kepada
H.Mekanisme Pengenaan PPN
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menganut Metode Kredit
Pajak (Credit Method) dan Metode Faktur Pajak (Invoice Method). Dalam metode
ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN
dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur
pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari
dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (Metode Kredit
Pajak). Untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan, sarana yang digunakan
adalah Faktur Pajak (Metode Faktur Pajak).
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pada saat pembeli memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP
penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut
merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan.
Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa Faktur Pajak.
b. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut
PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti
telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat Faktur Pajak.
c. Apabila dalam suatu Masa Pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak
d. Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada
jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
e. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap Masa Pajak dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa
PPN).
I. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
Pembeli BKP, penerima JKP, pengimpor BKP, pihak yang
memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang
memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean wajib membayar PPN dan berhak
menerima bukti pungutan pajak berupa Faktur Pajak. PPN yang sudah dibayar
tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP, atau
pengimpor BKP, atau pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean yang berstatus PKP. Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam
Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat tiga bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai
biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran
dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak
Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP dikreditkan dengan
Pajak Keluaran dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang
harus disetorkan oleh PKP ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
B.Proses Pemberian Restitusi PPN Sampai Penerbitan SKPLB di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
1. Proses Pemberian Restitusi PPN
a. Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Kelebihan pembayaran pajak yang dimaksud adalah:
1. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa
Pajak Tertentu.
2. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak Tertentu terhadap
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor.
Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
PKP menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
melalui :
1. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan
tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan
cara mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)”; atau
2. Surat permohonan tersendiri apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)”
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi
atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
b. Pengecekan kelengkapan berkas-berkas Wajib Pajak
Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Surat Permintaan
Bukti atau Dokumen yang kemudian harus segera dilengkapi oleh Pengusaha
Kena Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan. PKP
diwajibkan melampirkan bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus
disampaikan dalam rangka permohonan pengembalian. Apabila sampai dengan
jangka waktu yang ditentukan dalam melengkapi bukti-bukti atau dokumen
berakhir PKP tidak melengkapi seluruh dokumen atau bukti yang dipersyaratkan,
maka permohonan pengembalian tetap diproses sesuai dengan data yang ada tanpa
memperhitungkan kembali bukti-bukti atau dokumen yang disusulkan setelah
jangka waktu berakhir.
Bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan adalah:
1. Dalam hal penyerahan/perolehan/penerimaan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak serta pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan atau Barang
Kena Pajak tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah
Pabean, yaitu Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan yang
berkaitan dengan kelebihan pembayaran pajak yang dimintakan
pengembalian, termasuk: Faktur Penjualan/Faktur Pembelian apabila
Faktur Pajak dibuat berbeda dengan Faktur Penjualan/Faktur Pembelian,
bukti penerimaan atau pengiriman barang, dan bukti
2. Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan:
a. Pemberitahuan Impor barang (PIB) dan Surat Setoran Pajak atau
bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
b. Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), kecuali yang tidak wajib LPS
c. Surat kuasa kepada atau dokumen lain dari Perusahaan Pengurusan
Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk pengurusan barang impor yang
dikuasakan kepada PPJK
3. Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan:
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan
persetujuan ekspor oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dan dilampiri dengan faktur penjualan.
b. Instruksi pengangkutan Bill Of Lading (melalui darat, udara atau laut)
yang dilegalisasi oleh pihak yang menerbitkan dan packing list.
c. Fotokopi wesel ekspor atau bukti penerimaan uang lainnya dari bank
yang telah dilegalisasi oleh bank yang bersangkutan.
d. Asli atau fotokopi yang dilegalisasi polis asuransi Barang Kena Pajak
(BKP) yang diekspor, dalam hal BKP diasuransikan.
e. Sertifikasi dari instansi tertentu seperti Departemen Perindustrian,
Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, atau badan lain
sepanjang diwajibkan adanya sertifikasi.
4. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kepada
a. Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat pesanan atau
dokumen sejenis lainnya
b. Surat Setoran Pajak
c. Pemeriksaan bukti-bukti/dokumen-dokumen Wajib Pajak
Apabila permohonan dan bukti-bukti serta dokumen-dokumen sesuai
yang dipersyaratkan telah dilengkapi, maka akan dilakukan pemeriksaan baik
tentang administrasi/ berkas Pengusaha Kena Pajak maupun terhadap
dokumen-dokumen yang disyaratkan. Adapun pemeriksaan yang dimaksud adalah
Pemeriksaan Sederhana Kantor atau Pemeriksaan Sederhana Lapangan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan administrasi/
berkas PKP meliputi: kapan pengukuhan dilakukan, apa jenis usahanya,
bagaimana kepatuhan PKP tersebut, sehingga didapatkan kepastian bahwa PKP
yang bersangkutan benar-benar ada dan telah dikukuhkan serta telah
mempertanggungjawabkan PPN yang dipungut sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menyelesaikan restitusi tersebut. Sedangkan pemeriksaan
terhadap dokumen yang disyaratkan tidak kalah pentingnya dengan pemeriksaan
administrasi/ berkas PKP karena jika pemeriksaan tidak dilakukan terhadap
dokumen yang disyaratkan maka dimungkinkan dapat terjadi manipulasi restitusi
Untuk kepentingan pemeriksaan, pemeriksa dapat meminjam buku-buku,
catatan-catatan, atau dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan permohonan
pengembalian. Adapun dokumen yang diperiksa dapat berupa: Faktur Pajak, Surat
Setoran Pajak, Bill Of Lading (B/L), Pemberitahuan Impor Barang Untuk dipakai
(PIUD), dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Dokumen-dokumen tersebut
akan diperiksa baik secara formal maupun material. Secara formal akan diperiksa
tentang kelengkapan, kejelasan, dan kebenaran dokumen tersebut dengan tidak
mempermasalahkan transaksi penyerahan yang tertera pada dokumen tersebut
apakah sudah benar secara materi dan apakah transaksinya benar-benar terjadi.
Jika data atau keterangan yang harus dicantumkan tidak lengkap, tidak jelas dan
tidak benar, maka tidak dapat dibenarkan sebagai bukti permohonan restitusi.
Secara materi maka terhadap dokumen-dokumen tersebut akan diteliti
tentang kelainan angka-angka yang tertera pada dokumen tersebut.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk
penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. Sehubungan dengan
penelitian terhadap dokumen yang berupa Faktur Pajak maka dapat diterangkan
bahwa terhadap Faktur Pajak, baik itu Faktur Pajak Masukan maupun Faktur
Pajak Keluaran akan dilakukan penelitian secara formal maupun material dengan
tata cara yang berlaku.
d. Konfirmasi
Salah satu penelitian terhadap Faktur Pajak adalah konfirmasi. Tata cara
Sistem “Konfirmasi PK-PM” dilakukan dengan menggunakan sarana yang ada
pada Intranet Direktorat Jenderal Pajak.
Hasil konfirmasi dalam aplikasi SIP dapat berupa:
a. Faktur Pajak (Pajak Masukan) yang dilaporkan oleh PKP Pembeli sesuai
dengan Pajak Keluaran yang dilaporkan PKP Penjual.
b. Faktur Pajak (Pajak Masukan) yang dilaporkan PKP Pembeli tidak sesuai
dengan Pajak Keluaran yang dilaporkan oleh PKP Penjual. Ketidaksesuaian
tersebut disebabkan antara lain karena kode seri dan nomor Faktur Pajak,
tanggal Faktur Pajak dan atau jumlah pajak yang dipungut pada rekaman data
Faktur Pajak PKP Pembeli berbeda dengan yang dilaporkan PKP Penjual.
c. Tidak ada data pembanding yang mungkin disebabkan PKP Penjual belum/
tidak melaporkan Pajak Keluarannya atau KPP tempat PKP Penjual
diadministrasikan belum melakukan perekaman.
d. PKP Pembeli belum melaporkan sebagai Pajak Masukan tetapi PKP Penjual
telah melaporkan Pajak Keluarannya.
Adapun dari konfirmasi ini akan terjadi dua macam kemungkinan:
1. Sampai batas waktu penyelesaian restitusi, KPP yang bersangkutan belum
menerima jawaban konfirmasi
2. Jawaban konfirmasi diterima yang menyatakan bahwa :
a. PKP telah melaporkan Faktur Pajak yang dibuatnya
b. PKP yang membuat Faktur Pajak belum melaporkan dalam SPT Masa
c. Pengusaha yang membuat Faktur Pajak ternyata belum dikukuhkan
sebagai PKP
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ/2001
tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan,
bahwa bagi unit/kantor/yang melakukan/meminta konfirmasi, apabila dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman permintaan konfirmasi
klarifikasi dikirimkan melalui faksimile jawaban klarifikasi belum/ tidak diterima
dan berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan
bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan
klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
Sedangkan bagi kantor yang dimintakan konfirmasi, dalam hal Faktur
Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran atau PKP
Penjual maka segera diterbitkan Surat Teguran kepada PKP Penjual agar dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal Surat Teguran PKP segera
melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Penerbitan Surat Ketetapan Bayar Lebih Pajak (SKPLB)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus
menerbitkan Surat Ketapan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya
permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila
sampai batas waktu penyelesaian restitusi belum ada jawaban konfirmasi, maka
permohonan pengembalian yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat
2. Pelaksanaan Pemberian Restitusi PPN di KPP Pratama Medan Polonia Berdasarkan data yang ada pada KPP Pratama Medan Polonia, berikut ini
adalah data jumlah Wajib Pajak yang melakukan restitusi selama tahun 2010:
Pada bulan Januari ada 6 (enam) WP yang merestitusi PPN-nya atau
sebesar 13,3% (6/45x100%). Lalu pada bulan Februari mengalami penurunan
menjadi 2 (dua) WP yaitu sebesar 4,4% (2/45x100%). Di bulan Maret tidak ada
WP yang mengajukan permohonan restitusi. Pada bulan April ada 5 (lima) WP Bulan/2010 Jumlah Wajib Pajak (WP)
Januari 6 (enam) WP
Februari 4 (empat) WP
Maret -
April 5 (lima) WP
Mei 7 (tujuh) WP
Juni 4 (empat) WP
Juli 5 (lima) WP
Agustus 4 (empat) WP
September 4 (empat) WP
Oktober 1 (satu) WP
November 3 (tiga) WP
Desember 2 (dua) WP
yaitu sebesar 11,1% (5/45x100%). Jumlah WP yang paling banyak mengajukan
restitusi adalah pada bulan Mei ada 7 (tujuh) WP yaitu sebanyak 15,5%
(7/45x100%). Kemudian pada bulan Juni mengalami penurunan menjadi 4
(empat) WP atau sebesar 8,8% (4/45x100%).
Berikutnya pada bulan Juli menjadi 5 (lima) WP lagi atau sebesar 11,1%
(5/45x100%). Pada bulan Agustus jumlah WP menurun kembali menjadi 4
(empat) WP atau sebesar 8,8% (4/45x100%). Pada bulan September jumlah WP
adalah tetap sebanyak 4 (empat) WP atau sebesar 8,8% (4/45x100%). Pada bulan
Oktober drastis menurun menjadi 1 (satu) WP atau sebesar 2,2% (1/45x100%).
Bulan November meningkat menjadi 3 (tiga) WP atau sebesar 6,6% (3/45x100%).
Sedangkan jumlah WP pada bulan Desember adalah 2 (dua) WP dengan
persentase 4,4% (2/45x100%).
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pemberian restitusi dari
bulan Januari sampai Desember tahun 2010 tidak dapat diprediksi. Ketentuan
tentang cara pemberian restitusi PPN pada dasarnya berlaku bagi seluruh Kantor
Pelayanan Pajak Pratama di Indonesia. Pada KPP Pratama Medan Polonia tidak
ada masalah material atau pun konfirmasi tidak dijawab atau pun Faktur Pajak
fiktif. Jika jangka waktu jawaban konfirmasi terlambat, maka sudah dapat kita
pastikan bahwa jangka waktu penyelesaian pemberian restitusi pun akan bergeser
dari waktu yang telah ditentukan. Dan tentunya hal ini akan merugikan negara
atau PKP pemohon restitusi PPN. Masing-masing jumlah WP yang mengajukan
restitusi setiap bulannya adalah berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang
C.Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN
1. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak
Jika dibandingkan antara ketentuan pemberian restitusi PPN dengan
pelaksanaan pemberian restitusi PPN di KPP Pratama Medan Polonia ternyata
sejauh ini tidak ada masalah yang mengarah ke tindak pidana dalam hal
pemberian restitusi, masih sama dengan kasus-kasus umum yang sering dihadapi.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pegawai di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia pada saat pengambilan data PKLM,
adapun tindakan-tindakan yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran
pajak secara umum antara lain:
1. Jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah Pajak
Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak yang disebabkan oleh:
a. Pembelian B