• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Ninjõ Dalam Novel“Totto-Chan’schildren” Karya Tetsuko Kuroyanagi Tetsuko Kuroyanagi No Sakuhin No “Totto-Chan’s Children” No Shosetsu Ni Okeru Ninjõ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konsep Ninjõ Dalam Novel“Totto-Chan’schildren” Karya Tetsuko Kuroyanagi Tetsuko Kuroyanagi No Sakuhin No “Totto-Chan’s Children” No Shosetsu Ni Okeru Ninjõ"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL“TOTTO-CHAN’SCHILDREN”

KARYA TETSUKO KUROYANAGI

TETSUKO KUROYANAGI NO SAKUHIN NO “TOTTO-CHAN’S

CHILDREN” NO SHOSETSU NI OKERU NINJÕ

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu

Sastra Jepang

Disusun Oleh :

WIKA SEVANIKA GINTING NIM : 070708005

DEPATEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan kasih-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Cukup banyak hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Karena itulah usaha diiringi doa merupakan dua hal yang memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Namun kesulitan-kesulitan yang dihadapi diharapkan juga bisa dijadikan motivasi. Selain itu, bantuan dari berbagai pihak sangat mendukung dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL“TOTTO-CHAN’S CHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Univeritas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis akan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Univeritas SumateraUtara Medan.

(3)

3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan banyak waktu, tenaga, pengarahan, masukan, dukungan dan semangat untuk penulis sehingga skripsi ini cepat selesai.

4. Ibu Rani Arfianti, S.S. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak membantu dalam Akademik penulis.

5. Semua Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang S-1 Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis.

6. Kepada kedua Orang Tua tercinta penulis, Bapak Timotius Ginting dan Ibunda Kristaloni br Sembiring, yang selalu mendukung dan mendoakan agar penulis selalu semangat, dan pantang menyerah terutama mamak sebagai ibu penulis dan sekaligus teman yang bijaksana dan juga selalu mendengarkan keluh kesah penulis dann juga selalu memberikan suatu semangat yang luar biasa serta memberikan dukungan moral dan material yang tidak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dan menyelesaikan perkuliahan dan mendapat gelar sarjana seperti yang telah dicita-citakan. Dan tanpa kedua Orang Tua penulis, penulis tidak akan mampu untuk menjadi seperti sekarang ini. Skripsi ini kupersembahkan untuk kalian. Mungkin seumur hidupku aku takkan bisa membalas semua kasih sayang yang kalian berikan kepadaku. Smoga Tuhan membalas semua jasa-jasa mamak ras bapak. Melala bujur, Tuhan Simasu-masu.

(4)

8. Kepada keluarga besar Ginting dan Pelawi Bapak tua,tengah,uda, dan juga mamak semua. Kila-kila semua terutama B.Surbakti dan bibik yang telah memberikan support yang begitu besar kepada penulis. Dat erdahin erjabu aku killla . Kepada mama-mami semua terutama I.Pelawi ras mami. Banyak bantuan dan kasih sayang yang penulis dapat dari beliau, melala bujur mama ras pe mami. Kepada sepupun semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, banyak terima kasih karena selalu mendukungku dalam proses perkuliahanku. Tuhan si masu-masu kita kerina.

9. Kepada teman-teman penulis di Departemen Sastra Jepang terutama Stambuk 2007, Remi, Eka, Rani, X-tine, Tria, Yuni, Adjie, Ade, Geo, yang tak dapat disebutkan satu-persatu dan juga senpai dan kohai がんばって。 Kepada Evi sembiring yang selalu membantu dalam proses pengerjan skripsi ini, kepada bik capung, fika, Irma, dan juga kawan-kawan di Kost bidab vina. Kepada Hera sensei, Sri sensei yang selalu sabar membuka perpustakaan Jurusan dalam mencari data untuk skripsi ini.

10.Kepada teman-teman Permata Rg Lingga, yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalaha pada masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan khususnya pada pembaca.

(5)

Penulis

Wika Sevanika Ginting

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… iv

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Perumusan Masalah………... 6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan……….. 7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Pembahasan………. 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 11

1.6 Metodologi Penelitian ………... 12

BAB II. DEFENISI NINJÕ, NOVEL DAN SEMIOTIK……… 15

2.1 Defenisi Ninõ………... 15

2.1.1 Pengertian Ninjõ……….. 15

2.1.2 Konsep Ninjõ……….. 17

2.2. Konsep Novel………... 18

(6)

2.2.2 Unsur-Unsur Dalam Novel………... 21

1. Tema……….…... 22

2 Alur………..…… 22

3 Penokohan………... 22

4. Latar (Setting)………. ….. 23

5. Gaya Bercerita………... 23

6. Sudut Pandang………... 23

7. Amanat……….. 24

2.3. Setting Novel “Totto-Chan Children” Karya Tetsuko Kuroyanagi……… 24

2.4. Defenisi Semiotik……… 31

2.4.1. Pengertian Semiotik……….. 31

2.4.1 Semiotika Sastra……… 33

2.5. Biografi Tetsuko Kuroyanagi……… 35

BAB III. KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL “ TOTTO-CHAN’S CHILDREN.. 38

3.1. Sinopsis……… 38

3.2. Konsep Ninjo Yang Diperankan Oleh Totto-chan……… 50

3.21. Cuplikan ketika di Tanzania……… 51

3.2.2. Cuplikan ketika di Nigeria……….. 57

3.2.3. Cuplikan ketika di India……….. 58

3.2.4. Cuplikan ketika di Mozambik………. 61

3.2.5. Cuplikan ketika di Kamboja dan Vietnam……….. 62

3.2.6. Cuplikan ketika di Angola………... 65

(7)

3.2.8. Cuplikan ketika di Irak……….. 70

3.2.9. Cuplikan ketika di Etiopia………. 72

3.2.10. Cuplikan ketika di Sudan………. 76

3.2.11. Cuplikan ketika di Rwanda……… 77

3.2.12. Cuplikan ketika di Haiti………. 80

3.2.13. Cuplikan ketika di Bosnia-Herzegovania……… 84

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN……… 87

4.1. Kesimpulan……….. 87

4.2. Saran ……… 88

(8)

ABSRAK

KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL“TOTTO-CHAN’SCHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI

(9)

ada dalam kehidupan keseharian masyarakat Jepang. Dalam novel ini banyak konsep-konsep Ninjõ yang di ekspresikan oleh Tetsuko Kuroyanagi kepada anak-anak atau orang–orang yang

ditemuinya dalam misinya menjalankan tugas kemanusiaannya bersama UNICEF, oleh sebab itu menarik untuk diteliti. Sehingga saya meneliti “KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL“TOTTO-CHAN’SCHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI”, maka skripsi ini membahas Konsep Ninjõ yang direalisasikan oleh Tetsuko Kuroyanagi melalui tokoh Totto-Chan yang terdapat dalam novel ini.

(10)

Untuk melihat bagaimana Tetsuko Kuroyanagi dalam mengekspresikan Ninjõ direalisasikan oleh Tetsuko Kuroyunag melalui tokoh Totto Chan penulis menggunakan metode deskriptif. Deskriptif adalah tulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan atau melukiskan perasaan. Di dalam novel tersebut ada mengungkapkan konsep Ninjõ melalui sikap maupun perbuatan tokoh Totto chan terhadap orang-orang terutama anak-anak yang ditemuinya dalam tugas kemanusiaanya bersama UNICEF di negara berkembang yang merupakan korban dari kemiskinan, kondisi kesehatan yang buruk dan juga perang.

Ninjõ merupakan sifat alamiah manusia dan identik dengan perasaan mansusia. Ninjõ dapat muncul dengan adanya perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati kepada orang lain. Ninjõ dilakukan oleh seseorang terutama bila ia melihat orang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan. Perasaan manusiawi sebenarnya dimiliki oleh setiap manusia hanya saja bagi bangsa Jepang dikenal dengan istilah Ninjõ. Ninjõ adalah budaya yang ada dalam kehidupan masyatakat Jepang dan masih ada pada diri orang Jepang sampai saat ini. Sehingga saat inipun masih banyak karya Sastra novel yang mengungkapkan tentang Ninjõ. Salah satunya adalah novel Totto-Chan’s Children karya Tetsuko Kuroyanagi.

(11)

Ninjõ yang direalisasikan oleh Tetsuko Kuroyanagi melalui tokoh Totto chan. Perlakuan yang

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata sas- yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan akhiran –tra berarti alat atau sarana. Pengertian ini kemudian ditambah dengan kata su- yang berarti indah atau baik. Jadilah kata susastra yang bermakna tulisan yang indah (Theew,1984:23).

Menurut Rene Wellek dalam Melani Budianto (1997:109) berpendapat bahwa sastra adalah lembaga sosial yang memakai bahasa sebagai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Menurut Boulton dalam Aminuddin (2000:37) mengungkapakan bahwa cipta sastra selain menyajikan nilai-nilai

keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun berbagai macam problem yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.

Pada umumnya sastra terbagi menjadi dua jenis yaitu, karya sastra yang bersifat fiksi dan karya sastra yang berupa nonfiksi. Karya sastra fiksi antara lain berupa novel, cerpen, roman, essei, dan cerita rakyat. Karya sastra non fiksi meliputi puisi, drama, dan sebagainya.

Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Menurut Suharso (2005:338) dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indoneia) novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya. Sedangkan menurut Jacob Sumardjo (1991:11-12), novel adalah genere sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan

(13)

Menurut Henry Guntur dalam “The American Collage Dictionary” dalam Liza (2009:2), bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang responsif, dalam suatu alur atau keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal ini berarti di dalam suatu novel bercerita kisah nyata tentang keadaan yang terjadi dalam masyarakat. Karya sastra juga bersifat sosial karena mencerminkan masyarakat itu sendiri.

Pada umumnya, setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur–unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau unsur–unsur yang secara langsung membangun cerita. Unsur–unsur yang dimaksud misalnya, tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain–lain. Sedangkan yang dimaksud ekstrinsik adalah unsur–unsur yang berada didalam karya sastra itu, tapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut atau dapat dikatakan sebagai unsur–unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Unsur–unsur ekstrinsik tersebut adalah kebudayaan, sosial, psikologis, ekonomi, politik, agama dan lain – lain yang mempengaruhi pengarang dalam karya yang ditulisnya. Berbicara tentang Ninjõ dalam suatu karya sastra berarti kita berbicara unsur ekstrinsik dari karya sastra tersebut.

Tokoh cerita menempati posisi yang strategis sebagai pembawa pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja disampaikan pengarang kepada pembaca. Seperti yang di ungapkan Abram dalam Nurgiantoro (1994:165) bahwa tokoh cerita adalah orang yang di tampilkan dalam

(14)

Di Jepang sendiri, sebagai salah satu negara yang memiliki karya-karya sastra yang terkenal di dunia juga mengenal novel sebagai salah satu karya sastranya. Dalam bahasa Jepang novel disebut dengan shosetsu. Dalam novel ini ada novel Jepang yang berjudul ‘‘Totto-chan’s Children’’ Karya Tetsuko Kuroyanagi. Dalam novel Tetsuko Kuroyanagi ini adalah satu novel yang dalam ranggka mengekspresikan mengenai pengalaman dia ketika mengunjungi Negara yang akan ditujunya dalam misi tugas kemanusiaan. Novel ‘‘Totto-chan’s Children’’ Karya Tetsuko Kuroyanagi bercerita tentang kisah perjalanan Tetsuko Kuroyanagi melalui seorang tokoh Totto-chan keberbagai Negara yang dikunjunginya dalam misi perjalanan kemanusiaan untuk anak-anak dunia melalui UNICEF ( United Nations Children’s Fund ). Kisah ini adalah kisah tentang cinta dan belas kasih, simpati untuk anak-anak di seluruh dunia, untuk setiap anak dan setiap yang ditemuinya dalam tugas kemanusiannya bersama UNICEF. Dalam novel ini juga ia berbagi perasaan dan pemahamanya yang mendalam, dalam konteks global, tentang kesengsaraan anak-anak di sebagian negara berkembang seperti Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja, Vietnam, Anggola, Banglades, Irak, Eitopia, Sudan, Rwanda, Haiti, Bosnia-Herzegovina. Anak-anak yang menjadi korban kemiskinan, kondisi kesehatan yang buruk, dan juga perang, sehingga muncul perasaan iba, belas kasihan terhadap manusia khususnya kepada anak-anak yang di temuinya di Negara itu. Dalam novel ini banyak yang mendominasi pengungkapan mengenai pengekspresian Ninjõ terhadap anak-anak dan juga orang-oarang yang ditemuinya melalui pengalaman pribadi Tetsuko Kuroyanagi dalam bentuk novel. Tindakan pengekspresian Tetsuko Kuroyanagi dalam karyanya ini adalah mengungkapkan Ninjõ.

Dilihat dari kanjinya ( 人情 ) Ninjõ terdiri dari dua karakter kanji yaitu ( 人 ) yang

(15)

“perasaan hati”. Ninjõ ini timbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan. Ninjõ merupakan kasih sayang manusia yang dicurahkan kepada sesamanya. Perasaan ini adalah perasaan murni dari hati yang paling dalam dan dipunyai oleh setiap manusia di dunia ini.

Ninjõ adalah rasa keinginan dan rasa kasih sayang yang dipunyai manusia secara alami

dan tidak dibuat-buat. Sedangkan menurut Befu, dalam Suyana (1994:27), Ninjõ merujuk kepada kecendrungan, perasaan dan keinginan-keinginan alamiah manusia.

Menurut Yamamoto Ikuo dalam Wahyuliana (2005:10) Ninjõ secara umum merupakan perasaan kemanusian yang merupakan perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati, yang dirasakan terhadap orang lain sepeerti hubungan orang dengan anaknya atau antara kekasihnya.

Menurut Nobuyaki Honna dalam Wahyuliana (2005:10) bahwa Ninjõ merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan, dan simpati adalah perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan. Orang orang jepang sangat memperhatikan dan menjaga perasaan orang lain. Selain itu, orang jepang sangat berhati-hati dalam mengambil sikap dan bertindak, agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, begitu juga dengan Tetsuko Kuroyunagai melalui tokoh Totto chan ini dia merealisasikannya kepada orang orang terutama anak-anak yang ditemuinya.

(16)

untuk dijadikan bahan atau objek pembahasan dalam skripsi ini. Karena budaya ini sangat menarik serta kondisi perilaku manusia yang mencerminkan budaya Ninjõ yang dilihat dalam kehidupan nyata, dapat diekspresikan atau diungkapkan dalam bentuk karya sastra yaitu novel. Salah satu diantaranya adalah dalam novel berjudul Totto-chan’s Children Karya Tetsuko Kuroyanagi . Dengan demikian penulis akan mencoba membahas tentang konsep Ninjõ dalam

novel Tetsuko Kuroyanagi melalui skripsi yang berjudul “KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL “TOTTO-CHAN’S CHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI”.

1.2. Perumusan Masalah

Tetsuko Kuroyanagi adalah Sastrawan wanita yang terkenal di Jepang dewasa ini. Selain mengarang Panda and I, ia juga menjabat sebagai anggota dewan di Worldwide Fund for Nature Jepang. Salah satu karyanya adalah novel Totto-Chan’s Children. Novel Totto-Chan’s Children ini syarat akan konsep-konsep Ninjo yang selalu ada dalam kehidupan keseharian masyarakat Jepang. Dalam novel ini banyak konsep-konsep Ninjõ yang di ekspresikan oleh Tetsuko Kuroyanagi kepada anak-anak atau orang–orang yang ditemuinya dalam misinya menjalankan tugas kemanusiaannya bersama UNICEF, oleh sebab itu menarik untuk diteliti. Sehingga penulis akan meneliti “KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL“TOTTO-CHAN’SCHILDREN” KARYA TETSUKO KUROYANAGI”, maka skripsi ini akan membahas Konsep Ninjõ yang direalisasikan oleh Tetsuko Kuroyanagi melalui tokoh Totto Chan yang terdapat dalam novel ini. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep dan arti Ninjõ dalam masyarakat Jepang ?

(17)

melalui tokoh Totto Chan dalam novel “Totto-chan’s Children” karya Tetsuko Kuroyanagi ?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup bahasanya yaitu pada hal yang berkaitan dengan penerapan konsep Ninjõ saja. Untuk membahas konsep Ninjõ ini penulis menggunakan novel “Totto-chan’s Children” karya Tetsuko Kuroyanagi.

Dalam analisisnya penulis memfokuskan pada perilaku Ninjõ yang dilakukan oleh tokoh Totto chan dalam novel Tetsuko Kuroyanagi. Untuk lebih akurat dalam menunjukkan sikap perilaku berlandaskan Ninjõ dari tokoh cerita, penulis sebelumnya juga menjelaskan tentang konsep Ninjõ, konsep novel, setting novel Totto-Chan Children, dan biografi Tetsuko Kuroyanagi.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1. Tinjauan Pustaka

(18)

masyarakat Jepang (Suryohadiprojo,1982:192). Hal ini dapat terlihat jelas pada budaya Ninjõ yang merupakan Konsep moral bangsa Jepang yang telah tertanam dalam diri orang Jepang.

Hasil karya sastra Bangsa Jepang banyak sekali yang mencerminkan konsep budaya Ninjõ sebagai tema karyanya atau membuat cerita yang didalamnya terdapat konsep Ninjõ.

Seperti Sastrawan terkenal Jepang yaitu Yasunari Kawabata yang pernah mendapat nobel bidang kesusasteraan. Beberapa karyanya yang terkenal didunia antara lain : Yuki Guni, Sembazuru, Yama no Oto, Meijin, dan Mizumi. Novel Yuki Guni itu dibuat pada tahun 1948. Kesedihan merupakan tema yang utama dalam karya-karya Yasunari Kawabata dikarenakan bagi Yasunari Kawabata dalam novel Yuki Guni ini bercerita tentang berbagai persoalan manusia, percintaan oarng dewasa dan keadaan serta keindahan alam Jepang yang menarik untuk dibaca. Setelah Novel Yuki Guni beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1952 Yasunari Kawabata membuat Sembazuru. Bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda yang sangat kompleks, dengan berbagai permasalahannya sampai kepada cinta segitiga. Dengan bertemakan permasalahan manusia dalam kehidupanya, yang menitikberatkan kepada masalah percintaan dan hubungan manusia, di dalam novel Sembazuru dapat dilihat situasi-situasi yang mencerminkan adanya Ninjõ yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel tersebut.

1.4.2. Kerangka Teori

(19)

dan menjernihkan penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan sehingga dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari karya sastra itu sendiri.

Menurut Rene Wellek dalam Melani Budianto (1997:109) bahwa Sastra merupakan lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan suatu bentuk kebudayaan. Jan Van Luxembrug (1986:46) menyatakan bahwa sastra mempunyai hubungan non sastra kepada riwayat hidup pengarang, kondisi zaman ketika karya terebut ditulis, dan dengan kenyataan yang dicerminkan dalam karya sastra tersebut. Dalam sebuah karya sastra banyak mengandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Suatu kebudayaan dapat diungkapkan melalui sebuah karya sastra, dengan menginterprestasikan makna yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Sebagi suatu bentuk karya sastra, novel merupakan jenis sastra yang dapat mengungkapkan nilai-nilai budaya.

Menurut Henry Guntur dalam “The American Collage Dictionary” dalam Liza (2009:2), bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang responsif, dalam suatu alur atau keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal ini berarti sebuah karya sastra biasanya mengungkapkan masalah-masalah manusia dan kemanusiaan, selain itu tentang makna hidup dan kehidupan. Sastra juga dapat mengungkapkan berbagi hal, termasuk kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.

Ninjõ timbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri

(20)

Menurut Nobuyaki Honna dalam Wahyuliana (2005:10) menyatakan bahwa Ninjõ merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan dan simpati merupakan perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan. Orang Jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.

Menurut Yamamoto Ikuo dalam Wahyuliana (2005:10) Ninjõ secara umum merupakan perasaan kemanusiaan yang merupakan perasaan cinta, perasaan kasih sayang, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan anaknya atau antara kekasihnya. Ninjõ merupakan perasaan kasih sayang manusia yang dicurahkan kepada sesamanya (Salecha, 1981:1).

Pembuktian untuk melihat budaya yang terdapat dalam novel ini yaitu dengan melihat perilaku tokoh yang mana saja dapat dikatakan mencerminkan konsep Ninjõ, akan menggunakan teori Semiotika.

Menurut Pradopo dkk (2001:71) mengatakan bahwa Semiotik itu ilmu yang mempelajari sistem-sitem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda dan maknanya, dan konveksi tanda, maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Menurut Jan Van Luxemburg (1986:46) semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan. Tanda-tanda yang terdapat di dalam novel ini akan diinterpretasikan dan kemusian akan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan maupun perbuatan tokoh yang mencerminkan konsep Ninjõ.

(21)

1.5.1. Tujuan Penelitian

Konsep budaya Ninjõ pada diri orang Jepang masih melekat sampai saat ini, khususnya dalam interaksi antara sesama manusia. Atas dasar itu penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan tentang konsep dan pengertian budaya Ninjõ dalam masyarakat Jepang.

2. Mendeskripsikan konsep Ninjõ dalam Novel Totto-chan’s Children karya Tetsuko Kuroyanagi.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitaian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai konsep Ninjõ dalam masyarakat Jepang.

2. Memberikan tambahan refrensi tentang budaya Jepang

3. Dapat memahami lebih dalam lagi bagaimana karakter orang Jepang itu sesungguhnya.

1.6. Metode Penelitian

(22)

sebuah penelitian, tentulah dibutuhkan metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode adalah salah satu cara untuk melakukan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Deskriptif adalah tulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan atau melukiskan perasaan ( Mulyadi, 2004 : 59 ).

Menurut Koentjaraningrat (1976: 30 ) bahwa penelitian bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterprestasikan data. Deangan metode tersebut peneliti akan menjelaskan sejauh mana konsep Ninjõ yang terkandung dalam novel “Totto-chan’s Children” karya Tetsuko Kuroyanagi. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik untuk menunjukkan adanya perilaku yang mecerminkan Ninjõ di dalam novel.

Teknik penelitian yang digunakan adalah meneliti data berupa buku-buku yang berhubungan dengan kebudayaan dan sastra. Buku-buku ini akan dibaca dan dicari hubungan yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Objek penelitian adalah novel yang berjudul Totto-chan’s Children karya Tetsuko Kuroyanagi. Dalam novel inilah akan dicari dan dianalisa secara menyeluruh tentang konsep budaya Ninjo. Jadi penelitian ini bersifat studi kepustakaan atau liberary research.

(23)
(24)

BAB II

DEFENISI NINJÕ, NOVEL, DAN SEMIOTIK

2.1. Defenisi Ninjõ

2.1.1 Pengertian Ninjõ

Dilihat dari kanjinya ( 人 情 ) Ninjõ terdiri dari dua karakter kanji yaitu ( 人) yang

memiliki arti “orang”, atau “ manusia”, dan jõ ( 情 ) yang memiliki arti “emosi”, “perasaan”,

atau “ perasaan hati”.

Menurut 新村移出 dalam kamus広辞苑 (60:1654) 人情:1。自然に備わる人情の愛

情 。 つ く し み 。 な さ け 。 2 。 人 心 の 自 然 の 情 状 。Menyatakan bahwa Ninjõ merupakan

perasaan mahluk hidup yang dimiliki secara alami. Kasih sayang, simpati, belas kasihan dan kebaikan budi. Keadaan perasaan manusia yang alami.

Menurut Nobuyaki Honna dalam Wahyuliana (2005:10) menyatakan bahwa Ninjõ merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan dan simpati merupakan perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan. Orang Jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.

(25)

Ninjõ merupakan perasaan kasih sayang manusia yang dicurahkan kepada sesamanya

(Salecha, 1981:1).

Menurut Katoichiro dalam Habibullah (2004:26) mengatakan bahwa Ninjõ secara luas berhubungan dengan perasaan manusia yang universal tentang cinta, kasih sayang, simpati, duka cita/penyesalan, dan perasaan suka. Sebagaimana sifat alamiah yang ditujukan kepada orang lain, misalnya hubungan antara ayah dan anak, sepasang kekasih, antara sesama manusia.

Menurut Takie Sugiama ( 1978:46 ) mengatakan dengan Ninjõ adalah keinginan diri sendiri kelihatannya menyatu dengan rasa simpati kepada orang lain.

Menurut Ryonen, dalam Salecha ( 1981:6 ), Ninjõ adalah rasa keinginan dan rasa kasih sayang yang dipunyai manusia secara alami dan tidak dibuat-buat.

Menurut Befu dalam, Suyana ( 1994:27 ) Ninjõ merajuk kepada kecendrungan perasaan dan keinginan-keinginan alamiah manusia.

Menurut kasih sayang.

Menurut berbagai emosi manusia seperti simpati, kasih sayang, cinta, persahabatan, dll.

Dari beberapa defenisi diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan Ninjõ yaitu :

- Ninjõ adalah sifat alamiah manusia. - Ninjõ identik dengan perasaan manusia.

(26)

- Ninjõ juga muncul ketika ada cinta.

- Ninjõ berhubungan dengan perasaan suka kepada orang lain.

- Ninjõ muncul tanpa tendesi apapun, tulus berasal dari hati tanpa di buat-buat.

2.1.2 Konsep Ninjõ

Dari paparan sebelumnya maka Ninjõ secara umum merupakan perasaan kemanusiaan yang merupakan perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati yang dirasakan terhadap orang lain. Ninjõ timbul dari hati yang paling dalam dan tidak dibuat-buat karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan. Seperti yang dikatakan oleh Befu dalam Suyana ( 1994 : 27 ) Ninjõ adalah rasa keinginan dan rasa kasih sayang yang dipunyai manusia secara alami dan tidak dibuat-buat. Perasaan ini timbul dari hati yang paling dalam karena rasa iba atau kasihan sehingga ia mengeluarkan kebaikan dan kasih sayang. Menurut Salecha ( 1981:13) bahwa Ninjõ dilakukan oleh seseorang terutama bila ia melihat orang lain sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan.

Menurut Takie Sugiama ( 1978:46 ) mengatakan dengan Ninjõ, oraang Jepang mengartikannya menjadi dua sikap tanpa membedakanya secara sadar yaitu :

a. Kecendrungan dalam menunjukkan Ego dan keinginan secara natural dalam hal Giri (kewajiban sosial).

(27)

Menurut Wahyuliana (2005:24) mengatakan orang Jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi. Hal itu disebabkan manusia mempunyai kecendrungan sifat lahirilah berupa perasaan yang muncul dari hati setiap individu dalam hubungan sosial maupun kehidupan bermasyarakat.

Ninjõ merupakan perasaan yang muncul tanpa adanya maksud tertentu dan

memperhatikan adanya ketulusan dari hati manusia itu sendiri. Semua orang di belahan bumi manapun mempunyai perasaan tersebut, hanya istilahnya saja yang berbeda. Di Jepang perasaan manusiawi tersebut disebut dengan Ninjõ.

Ninjõ ini berlaku bagi setiap orang dalam semua hubungan di berbagai lingkup

kehidupan, baik antara ayah dan anaknya, hubungan sepasang kekasih, maupun hubungan antar sesama manusia.

2.2 Konsep Novel

2.2.1 Novel Sebagai Salah Satu Genre Sastra

Dalam kesusatraan dikenal bermacam-macam jenis sastra. Genre sastra dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan, karena itu teori sastra selalu berusaha untuk mencari perubahan sesuai dengan perkembangan sastra. Menurut Waren dan Welek dalam Budianto (1994:298) mengatakan Genre sastra ini terjadi karena adanya konvensi sastra yang berlaku pada sebuah karya sastra sehingga membentuk ciri tertentu .

Genre sastra menurut Aristoteles dalam Nurgiantoro (1995:108) ada dua jenis, yaitu yang

(28)

beberapa kriteria. Ada kriteria dipandang dari segi perwujudanya. Pertama teks naratif (epik) yaitu novel, roman,dan cerpen. Kedua yang berpusat pada pencerita (lirik) yaitu, syair dan puisi. Secara umum Genre sastra yang dikenal adalah puisi, prosa, dan drama. Drama kesusatraan mengenal prosa sebagai salah satu Genre sastra disamping genere-genere yang lain. Prosa sering pula disebut fiksi (fiction) yang berasal dari bahasa latin fictio atau fictum yang berarti membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Henry Guntur,1998:120).

Menurut Aminuddin (2000:6) prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang di emban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeran, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.

Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Bentuk karya fiksi yang terkenal saat ini adalah novel. Novel adalah karya sastra yang mengandung nilai-nilai keindahan dan kehidupan. Nilai-nilai keindahan yang terdapat didalamya memberikan kenikmatan bagi pembacanya dan nilai-nilai kehidupan yang terkadang didalamya memberikan manfaat bagi pembacanya.

Menurut Suharso (2005:338) dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indoneia) novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya. Sedangkan menurut Jacob Sumardjo (1991:11-12), novel adalah genere sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna.

(29)

yang terjadi dalam masyarakat. Karya sastra juga bersifat sosial karena mencerminkan masyarakat itu sendiri. Selain itu novel juga merupakan cerita yang panjang cakupan, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.

Novel sebagai salah satu Genre sastra memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Dari segi jumlah kata, novel mengandung kata-kata lebih dari 35.000 kata.

2. Dari segi halaman, novel minimal terdiri dari 100 halaman kuarto. 3. Dari segi jumlah pelaku, novel terdapat lebih dari satu pelaku. 4. Novel menyajikan lebih dari satu efek, impresiasi dan emosi. 5. Novel menyajikan sesuatu secara lebih rinci dan lebih detail.

Dapat disimpulkan bahwa novel sebagai salah satu Genre sastra sangat berbeda dengan jenis sastra lainya.

2.2.2 Unsur-Unsur Dalam Novel

Novel sebagai salah satu karya fiksi, dibentuk oleh satu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang merupakan sebuah keseluruhan. Novel dibangun dari segi sejumlah unsur, dan unsur-unsur itu akan saling berkaitan dan saling menentukan yang kesemuanya akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna.

(30)

Unsur-unsur yang membentuk novel terdiri dari unsur ekstrinsik dan intrinsik. Unsur ekstrinsik (unsur luar) adalah segala macam unsur yang berbeda diluar karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran sebuah karya sastra (Atar Semi, 1993:35), misalnya biografi pengarang, psikologi keadaan, dilingkungan pengarang (faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosiopolitik, keagamaan dan tata nilai yang dianut masyarakat), pandangan hidup suatu bangsa, berbagai gaya seni yang lain dan lain sebagainya. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri yang menyebabkan karya itu hadir (Nurgiantoro, 1994:23). Unsur-unsur intrinsik terdiri dari tema, alur, penokohan, gaya penceritaan, sudut pandang, amanat dan lain-lain.

1. Tema

Atar Semi (1993:84) mengemukakan bahwa tema adalah ide, gagasan, padangan hidup

pengarang yang melatar belakangi ciptaan karya sastra. Kedudukan tema dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang mengikat keseluruhan unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur lainya adalah sebagai pendukung dari tema. Dapat disimpulkan tema adalah ide cerita yang merupakan dasar untuk pengemban cerita yang menjiwaiseluruh bagian cerita.

2. Alur

Alur dikenal juga dengan istilah plot. Alur (plot) merupakan unsur terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi seperti novel. Menurut Stantom dalam Nurgiantoro (1994:165) mengemukakan bahwa penokohan adalah gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerira. Tokoh dalam novel bisa lebih dari satu. Tokoh cerita merupakan pembawa dan penyampai pesan, amanat moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

(31)

Menurut Jones dalam Nurgiantoro (1994:165) mengemukakan bahwa penokohan adalah gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh dalam cerita lebih dari satu. Tokoh cerita merupakan pembawa dan penyampai pesan, amanat moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

4. Latar (Setting)

Menurut Abram dalam Nurgiantoro (1994:216), latar (setting) mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Dalam karya sastra, latar merupakan lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar bukan hanya menunjukkan tempat saja tetapi juga ada hal-hal lainya, seperti waktu, keadaan,sekitar dan lain sebagainya. Latar dan unsur-unsur lain saling melengkapi agar bisa menampilkan cerita yang utuh. Fungsi latar adalah memberikan informasi tentang situasi umum sebuah karya sastra.

5. Gaya Bercerita

Gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam menyampaikan cerita. Gaya penceritaan yang dimaksudkan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini merupakan suatu sarana sastra yang amat penting dalam menentukan bagaimana bentuk novel yang dibuat.

6. Sudut Pandang

(32)

merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasanya dalam bentuk cerita.

7. Amanat

Amanat adalah pesan moral atau hikmah uang ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan penyampaian tak langsung. Kedua bentuk penyampaian tersebut itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penyampaian langsung adalah pengarang secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”.

b. Penyampaian tak langsung adalah pengarang menyampaikan pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, pepatah dan keteladenan melalui teks yang dibaca.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah novel atau cerita memiliki kepaduan yang utuh diantara semua unsur penyusunya agar dapat menghibur, memberikan kenikmatan emosional dan intelektual kepada pembacanya.

2.3. Setting Novel “Totto-Chan’s Children” Karya Tetsuko Kuroyanagi.

(33)

segala keterangan mengenai ruang, waktu, dan suasana terjadinya lakon dalam karya sastra ataupun novel secara lengkap, pembaca tentu harus memahami bagaimana setting dari karya sastra tersebut. Misalnya, dimana tempat berlangsungnya suatu peristiwa yang terdapat dalam novel atau disebut juga ruang, kapan peristiwa itu terjadi dan bagaimana situasi saat berlangsungnya peristiwa tersebut dalam suatu novel.

Setting juga berhubungan erat dengan unsur-unsur lainya seperti tokoh, alur, tema, dan lain-lain. Mursal Esten dalam Dick Hartono (1984:88) mengatakan latar sebagai salah satu unsur yang terpenting dari struktur novel yang memperlihatkan suatu hubungan yang kait berkait dengan unsur-unsur struktur lainya, tidak saja erat hubunganya dengan penokohan tetapi juga amat erat hubungannya dengan tema dan amanat yang diungkpakan sebuah novel. Fungsi setting adalah memberikan informasi tentang situasi umum sebuah karya sastra.

Novel “Totto-Chan’s Children” adalah novel yang di tulis oleh Tetsuko Kuroyanagi pada tahun 1997 dan mengambil setting di beberapa negara seperti Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja, Vietnam, Anggola, Banglades, Irak, Eitopia, Sudan, Rwanda, Haiti, Bosnia-Herzegovina. Setiap Negara mempunyai waktu yang berbeda-beda .

1. Tanzania ( 1984 )

(34)

saudara adalah masalah berat Negara ini sehingga berakibat dampak buruk terhadap masyarakat Negara Tanzania ini.

2. Nigeria ( 1985 )

Nigeria terletak di tengah-tengah Afrika utara, di ujung selatan Sahara. Tidak jauh berbeda dengan Tanzania, di Negara ini hampir setengah wilayahnya adalah padang pasir, karena hujan jarang sekali turun di Negara yang berada di ujung selatan Sahara. Masalah terberat Negara ini adalah kekeringan yang luar biasa sehingga mengakibatkan kelaparan, karena tumbuhan tidak bisa tumbuh subur di Negara ini.

3. India ( 1986 )

India sangat berbeda dengan Tanzania dan Nigeria. Begitu banyak tumbuhan hijau di mana-mana. India merupakan Negara berpenduduk kedua terbanyak di Dunia setelah Cina. Madras adalah kota yang berda di bagian selatan india yang berpenduduk padat, tetapi merupakan daerah yang sangat indah untuk wisatawan namun kerena beberapa alasan 92 persen anak-anak Madras menderita kekurangan gizi. Bukan hanya di Madras namun di seluruh India menderita kekurangan gizi, banyak ibu-ibu yang kekurangan gizi saat mengandung dan sesudah melahirkan, sehingga anak-anak pun pasti akan kekurangan gizi. Selain kekurangan gizi, wabah penyakit tetanus juga salah satu masalah penyakit yang terbanyak di India. Tetanus disebabkan oleh bakteri beracun yang berdampak pada sistem saraf pusat. Sehingga banyak anak-anak meninggal dan sekarat.

(35)

Mozambik mempunyai luas wilayah sekitar 776.996 kilometer persegi. Wilayahnya sangat luas dan subur dan Negara wisata, namun karena perang gerilya yeng terjadi di Negara ini membuat ancaman kematian merupakan dampak dari perang ini. Tentara gerilya selalu menanam ranjau atau bom di dalam tanah, gedung-gedung, menjarah hasil panen, membakar ladang, dan semua yang mereka lihat pun dihancurkan. Para lelaki dibunuh tanpa sebab, wanita diperkosa dan anak-anak yang cukup umur diculik dan dijadikan pakasa menjadi tentara gerilya. Perang ini membuat trauma kepada anak-anak, karena mereka tidak tahu mengapa perang terjadi.

5. Kamboza dan Vietnam (1988 )

Perang yang menjadi masalah terberat Negara ini. Akibat perang dan perebutan kekuasaan, banyak manuisa yang meninggal. Salah satunya adalah rezim Pol Pot. Rezim itu mengakibatkan sekitar tiga ribu anak menjadi yatim piatu karena dibunuh secara sadis. Dari jumlah tersebut tidak ada satu persen pun anak-anak tersebut tinggal di panti asuhan karena hanya 33 panti asuhan yang ada di seluruh negeri ini. Selain rezim Pol Pot serangan Negara Amerika yang menjatuhkan lima belas juta ton bahan peledak mendarat di Negara ini. Banyak anak –anak cacat dan menderita kelaparan.

6.Anggola ( 1989 )

(36)

sampai-sampai dilaporkan bahwa dari seribu anak, 375 di antaranya akan meninggal sebelum mencapai usia lima tahun, sungguh sangat tragis.

7. Banglades ( 1990 )

Banglades terletek di perbatasan timur laut India, di Teluk Bengali. Luas wilayahnya kira-kira 144.000 kilometer persegi. Negara ini sangat subur namun sering terjadi banjir yang sangat parah sekali. Akibat banjir memicu banyaknya penyakit sehingga banyak masyarakat mengidap penyakit diare. Selain banjir sebelumya juga terjadi perang yang mengakibatkan banyak manusia yang meninggal dunia. Tidak heran jika rumah-rumah yang di dekat sungai hanyut setiap kali banjir dan air langgsung menuju ke tengah kota. Menurut laporan UNICEF tentang banjir tersebut, angin bertiup begitu cepat dan kencang hingga para ibu mengikat anaknya di pohon agar anak-anaknya tidak diterbangkan oleh angin. Badai juga tidak hanya mengambil nyawa manusia, namun juga merusak panen Bangladesh. Bencana alam seperti itu merupakan penyebab utama terjadinya kelaparan, penyakit, dan kemiskinan di Negara tersebut. Penyebab kematian anak-anak kebanyakan meninggal karena diare, karena anak-anak tidak meminum air yang higienis. Sepertiga kematian anak dibawah umur lima tahun disebabkan penyakit yang berhubungan dengan diare. Penularan penyakit terjadi pada waktu banjir, dan meminum air yang belum direbus.

8. Irak ( 1991)

(37)

sangat mengejutkan. Bahan makanan sangat mahal, maupun kebutuhan pokok lainya. Karena sebab itu rakyat pun jatuh miskin dan ancaman lingkungan yang sangat megerikan karena jorok dan tidak terurus. Anak-anak pun banyak terserang penyakit diare dan kekurangan gizi.

9. Etiopia ( 1992 )

Perang saudara yang berlangsung selama tiga puluh tahun dan bencana kekeringan yang terjadi sesudahnya membuat eitopia menjadi begitu miskin. Etiopia dipenuhi pengungsi. Orang-orang tak punya rumah, tak punya pekerjaan, tak punya makanan dan sangat memerihantinkan. Banyak terlihat gundukan-gundukan tanah tidak begitu besar, ironisnya itu adalah kuburan anak-anak yang meninggal karena kekurangan makanan dan gizi. Makanan sangat jarang mereka peroleh, lebih parah lagi dari Somalia sehingga mereka banyak yang tidak tahan dan menggungsi ke Etiopia.

10. Sudan ( 1993 )

Luas wilayah Sudan kurang lebih 2,5 juta kilometer persegi. Pada tahun 1993, Sudan merupakan Negara yang dibebani berbagai persolan serius yaitu perang saudara intens, kekeringan, dan 60 persen populasinya berjumlah 25 juta orang harus bergantung pada berbagai program bantuan luar negri untuk memperoleh makanan dan kebutuhan dasar lain. 30 persen wilayah Sudan kira-kira sepertiganya berupa gurun pasir yang tak bisa dihuni. Dapat dobayangkan betapa sulitnya bisa tinggal dan hidup di Negara ini.

(38)

Negara Rwanda merupakan Negara yang subur namun perang saudara untuk mendapatkan wilayah kekuasaan sehinga merusak Negara subur ini. Tak tanggung-tanggung perang membuat rakyat menderita dan kelaparan. Masing-masing kubu mempertahankan kelompoknya masing-masing dengan cara melatih dan mendidik anak-anak yang masih kecil untuk menjadi tentara mereka. Sehingga anak-anak merasa trauma berat atas situasi pada saat itu. 12. Haiti ( 1995 )

Haiti adalah negara kecil yang terletak di Laut Karbia. Anak-anak yang menjadi korban kemiskinan, kondisi kesehatan yang buruk, dan juga perang, sehingga muncul perasaan iba, belas kasihan terhadap manusia khususnya kepada anak-anak yang di temuinya di Negara itu. Lokasi atau tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel ‘‘Totto-chan’s Children’’ tidak berlangsung di satu tempat saja, melainkan terjadi di beberapa tempat.

2.4. Defenisi Semiotik

2.4.1. Pengertian Semiotik

(39)

Segala sesuatu dapat menjadi tanda. Tanda terdapat dimana-mana misalnya, kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya Sastra, struktur film, bangunan atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda.

Dua ribu tahun yang lalu para ahli filsafat Yunani sekali-sekali sudah memikirkan fungsi tanda dan didalam filsafat Yunani abad pertengahan pengertian serta pengguna tanda telah disinggung, namun istilah semiotika baru digunakan pada abad XVIII oleh Lambert seorang ahli filsafat Jerman. Masyarakat baru memikirkan secara sistematis tentang pengguna tanda dan banyak yang membahasnya dalam abad XX ini. Pakar tentang semiotika modern yang sangat terkenal yaitu Charles Sanders Pierce dan Ferdinand de Saussure.

Charles Sanders Pierce, mengatakan bahwa manusia dapat berpikir dengan sarana tanda

dan manusia tanpa tanda tidak akan dapat berkomunikasi. Tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu Signifiant (penanda) dan Segnifie (petanda) . Signifiant adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu dan Signifie adalah aspek makna atau

konseptual, contohnya kata ‘ibu’ merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti yaitu ‘orang yang melahirkan kita’.

Dalam menginterprestasikan tanda, Pierce membedakan tanda berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya sebanyak 3 jenis tanda antara lain :

(40)

Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan ini disebut juga hubungan persamaan, misalnya gambar pohon sebagai penanda yang menandai pohon sebagai artinya.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan kausual atau hubungan sebab akibat antara penanda dan petandanya. Hubungan ini dapat terjadi dikarenakan adanya kedekatan eksistensi antara penanda dan petandanya. Sebagai contoh, ada asap menandai api, asap merupakan tandanya karena dengan adanya api baru muncul asap.

Simbol adalah tanda yang menunjukkan tidak adanya hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan ini merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Misalnya, berbagai gerakan anggota badan menandakan maksud-maksud tertentu, atau warna tertentu seperti warna putih menandai sesuatu pula. Dalam sesuatu penelitian atau penelaahan sastra dengan pendekatan semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab akibat, misalnya dalam hal penokohan.

2.4.2 Semiotika Sastra

Sastra sebagai kreatif menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupanya, maka sastra tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir manusia, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, dan sistem berpikir manusia.

(41)

Dalam sastra banyak bentuk-bentuk karya sastra, misalnya prosa, puisi dan drama. Karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri, untuk itu dalam menganalisis karya sastra harus memahami arti bahasa dan sistem tanda. Pada dasarnya konvensi-konvensi yang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa merupakan prinsip penandaan.

Pemahaman makna sebuah karya sastra dapat diinterprestasikan melalui tanda. Hal tersebut didasarkan kenyataan bahwa bahasa adalah sistem tanda atau sign. Dikarenakan bahasa adalah sistem tanda untuk memahami konsep makna dalam karya sastra, seorang penelaah atau pembaca harus menguasai tanda-tanda, lambang-lambang, sistem lambang dan proses perlambangan yang ada pada bahasa tersebut.

Dalam hal ini bukan berarti bahasa saja yang dapat diartikan sebagai tanda, melainkan berbagai hal yang melengkupi kehidupan ini. Jadi tanda itu dapat diinterpersentasikan keberbagai hal, seperti pengalaman, pikiran, perasaan maupun konsep-konsep khusus tentang budaya, seni dan sastra.

Bahasa adalah tanda, dikarenakan dalam bahasa terdapat kata, kalimat, dan teks yang merupakan tanda-tanda bahasa. Oleh karena itu sastra identik dengan teks. Teks sastra secara keseluruhan merupakan legisn (tanda atas dasar sebuah konvensi atau sebuah kode), dikarenakan teks berdasarkan kumpulan peraturan atau kode, sehingga banyak kesalahan dalam memahami teks sebuah karya sastra (Aart Van Zoest, 1993:67)

(42)

aliran dan bukan suatu ilmu yang hanya mempelajari bahasa-bahasa alami yang dipakai dalam sastra, tetapi juga sistem-sistem tanda lainya untuk menemukan kode-kode dalam teks sebuah karya sastra (Jan Van Luxemburg,1986:44-45).

Semiotika sastra lebih mengarah pada cara-cara untuk membedakan tanda-tanda sastra dengan tanda tipe-tipe wacana yang lain yang mengandung kesusastraan sebagai kegiatan yang mempersoalkan tipe-tipe tanda yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa dalam menginterprestasikan sebuah teks karya sastra dapat dilakukan melalui tanda-tanda yang tepat dalam teks sastra tersebut. Hal ini berarti, apabila ingin melihat budaya yang berdapat di dalam sebuah teks karya sastra, dapat diinterprestasikan dengan cara memahami konsep dasar tentang budaya yang ingin diambil, kemudian menghubungkan konsep tersebut dengan bagian-bagian teks yang menjadi tanda yang memiliki sifat indeksikal. Jadi, unsur budaya yang terdapat dalam sebuah karya sastra dapat dijadikan sebagai tanda untuk diinterprestasikan dengan mengambil bagian-bagian teks dalam karya sastra tersebut.

2.5 Biografi Tetsuko Kuroyanagi

Lahir di Tokyo, Tetsuko Kuroyanagi merupakan putri dari pemain biola terkenal dan salah satu tokoh pertelevisian populer di Jepang.

(43)

Lettice and Lovage karya Pater Shaffer serta Marlene karya Pam Gem. Pada tahun 1972 Tetsuko

mempelajari seni peran panggung di Marry Tarcai Studio, New York.

Tetsuko Kuroyanagi telah menerima berbagai penghargaan yang diberikan kepada tokoh pertelevisian di Jepang. Talk Show hariannya, “Tetsuko’s Room”, masih terus diminati meskipun telah disiarkan lebih dari 25 tahun.

Tetsuko juga seorang penulis dan ahli panda. Selain mengarang Panda and I, ia juga menjabat sebagai anggota dewan di Worldwide Fund for Nature Jepang. Memoir masa kecilnya, edisi bahasa Jepang Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela telah terjual lebih dari tujuh juta eksemplar dan masih menjadi buku terlaris di Jepang. Buku tersebut telah diterjemahkan dan diterbitkan di 33 negara lain. Totto foundation yang dibiayai dari royalti bukunya mendukung Japan Theater of the Deaf yang memberikan pelatihan-pelatihan professional kepada actor-aktor tuli.

(44)

BAB III

KONSEP NINJÕ DALAM NOVEL “TOTTO-CHAN’ S CHILDREN’’

3.1 Sinopsis

Totto chan kini sudah menjadi dewasa. Tapi Totto chan tak pernah melupakan masa kecilnya. Karena itulah Totto chan langsung setuju ketika UNICEF menawarinya untuk jadi Duta Kemanusiaan. Sejak itu Totto Chan berkunjung ke banyak Negara dan menemui berbagai macam anak. Di Negara-negara yang mengalami kekeringan hebat atau terkena dampak perang, anak- anak yang sebenaranya polos dan tak berdosa selalu jadi korban. Ternyata masih banyak sekali anak-anak dunia yang tidak bisa makan, tidak bisa sekolah, tidak bisa dirawat ketika sakit, bahkan mengalami trauma hebat akibat perang. Kisah ini adalah kisah tentang cinta dan belas kasih, simpati untuk anak-anak di seluruh dunia, untuk setiap anak dan setiap yang ditemuinya dalam tugas kemanusiannya bersama UNICEF. Dalam novel ini juga ia berbagi perasaan dan pemahamanya yang mendalam, dalam konteks global, tentang kesengsaraan anak-anak di sebagian Negara berkembang seperti Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja Vietnam, Anggola, Banglades, Irak, Eitopia, Sudan, Rwanda, Haiti, Bosnia-Herzegovina.

1. Tanzania ( 1984 )

(45)

yang tumbuh yang tubuhnya hanya tulang berbalut kulit, tulang rusuk mereka menonjol jelas. Kelaparan di Negara ini sangat mengerikan. Totto chan bertemu dengan seorang anak laki-laki yang kecil dan hampir tidak dapat berdiri, berjalan dan berbicara. Nama anak itu bernama Rogati, yang hanya bisa dia lakukan hanya meranggkak di tanah yang dingin, itu merupakan dampak dari kelaparan dinegara ini. Saat itu dia tak tahu bahwa kelaparan bisa begitu mengerikan, Totto chan benar –benar shock setelah melihat Fenomena itu dan merasa begitu sedih dengan apa yang terjadi dengan anak yang di lihatnya di tanah yang dingin itu. Yang hanya bisa dia lakukan untuk anak itu hanya mengenggam tanganya dan berusaha menggangatkanya, hatinya seakan memandang hatiku dengan mata lebar tuturnya. Kegiatannya di Tanzania lebih banyak dalam hal meliput kunjunganya yang akan di siarkan di televisi cenderung lebih konsentrasi kepada anak-anak yang kelaparan dan kekeringan untuk mendapatkan simpati publik, tetapi dalam kapasitasnya sebagai Duta Kemanusian UNICEF.

2. Nigeria ( 1985 )

(46)

membuang-buang air tanpa rasa bersalah. Banyak orang menggungsi ke Tanout karena sebagian wilayahnya masih terdapat banyak asupan air dari bawah tanah. Disana ada sebuah kamp pengungsian, anak-anak di kamp pengungsi begitu kecil dan kurus dan sering kali kulit mereka dipenuhi koreng, beberapa ribu anak meninggal akibat penyakit tersebut. Tak jauh dari Tanout ada sebuah desa kecil, di desa itu sudah dibangun sebuah sumur yang dibuat oleh UNICEF. Airnya tidak begitu deras namun sangat jernih. Orang-orang bersukaria karena telah memberikan sumber berkah kepada mereka karena sumur itu dianggap sebagai sumur pemberi kehidupan. Karena mereka sangat senang dengan yang dilakukan UNICEF, mereka memberikan sebuah hadiah kepada Totto chan. Hadianya adalah tiga ayam berbulu coklat, walupun Totto chan suka dengan hewan tapi takut kepada ayam, Karena ketika dia kecil pernah dikejar-kejar ayam. Mereka akan sakit hati bila Totto chan tidak menerima hadiah itu. Sambil Totto chan berkonsentrasi dengan niat baik masyarakat itu, dia tersenyum dan berkata “Terima kasih banyak” ucapnya dengan senang hati walupun dia takut menerima ayam-ayam itu. Totto chan sangat terharu ketika menerima ayam-ayam yang sangat berharga itu. Apalagi dengan memberikan air bersih kepada mereka layaknya seperti memberikan kehidupan kepada anak-anak itu.

3. India ( 1986 )

(47)

kekurangan gizi, banyak ibu-ibu yang kekurangan gizi saat mengandung dan sesudah melahirkan, sehingga anak-anak pun pasti akan kekurangan gizi. Selain kekurangan gizi, tetanus juga salah satu masalah penyakit yang terbanyak di India. Tetanus disebabkan oleh bakteri beracun yang berdampak pada sistem saraf pusat. Spora tetanus hidup di tanah dan mengakibatkan infeksi ketika bersentuhan dengan luka. Otot-otot penderita akan kejang hebat. Kekakuan otot akan semakin parah hingga akhirnya mengganggu pernafasan. Sering sekali pasien menderita radang paru-paru dan akhirnya meninggal, sungguh sangat memilukan sekali. Totto chan bertemu dengan seorang pasien yang masih anak-anak yang berbaring kaku di sebuah kasur yang kumuh. Dia seorang penderita tetanus. Dia menyentuh kaki anak itu yang sangat kurus itu, tulangnya sangat terlihat jelas dan sangat keras. Itu merupakan cirri-ciri penyakit tetanus. Anak itu berkata terbata-bata karena suaranya sangat halus sekali dan berucap “aku berdoa untuk kebahagianmu” katanya dengan lembut. Totto chan kehabisan kata-kata, karena dia merasa sangat kasihan kepada anak itu walaupun dirinya dalam ambang kematian namun masih memikirkan orang lain dan berkata aku berdoa untuk kebahagianmu. Totto chan merasa sedih sekali, dan hanya yang bisa dia katakanya kepada anak itu “ kumohon maafkanlah aku, aku benar-benar menyesal tidak bisa memberimu Vaksin. Karena dalam melawan penyakit ini cara satu-satunya adalah memberikan vaksin kepada penderitanya agar kumanya mati. Kata-kata anak itu benar-benar tidak terduga, dia begitu terharu karena harus cepat-cepat meninggalkan tempat itu.

4. Mozambik ( 1987 )

(48)

pun dihancurkan. Para lelaki dibunuh tanpa sebab, wanita diperkosa dan anak-anak yang cukup umur diculik dan dijadikan pakasa menjadi tentara gerilya. Perang ini membuat trauma kepada anak-anak, karena mereka tidak tahu mengapa perang terjadi. Totto chan merasa sangat tidak adil kerana mengapa harus anak-anak yang menanggung beban perang ini padahal anak-anak merupakan generasi penerus mereka yang akan datang. Di Mozambik ada sebuah sekolah dasar namun, sekolahnya tidak punya ruangan seperti pada umumnya namun berruangan gerbong kereta api yang tidak layak di pakai lagi. Gerbong sekolah itu mengingatkan Totto chan pada sekolahnya dulu yang juga sama mempunyai seolah yang ruanganya berada di sebuah gerbong kereta api. Anak-anak disana sangat bersemangat sekolah karena mereka menganggap ilmu itu akan mengubah kehidupan mereka. Namun kondisi keamanan sekolah mereka jauh berbeda dengan sekolah Totto chan karena adanya perang yang sangat memcengkam, karena itu Totto chan dengan tak sadar menatap anak-anak dan meneteskan air mata di pipinya itu.

5. Kamboza dan Vietnam ( 1988 )

(49)

Racun yang dipakai oleh tentara Amerika selama Perang Vietnam, bom yang belum meledak saat perang dan tiba-tiba meledak sekarang, juga hal-hal seperti kekurangan gizi, dan anak yang tuna netra. Ada pula anak perempuan yang dilahirkan tanpa memiliki bola mata, ini efek samping mengerikan racun perang. Usianya kira-kira sama dengan anak sekolah menengah, dengn poni rambut yang menutupi keningnya. Wajahnya seperti topeng mati, kosong dan tanpa ekspresi. Dia tak sanggup melihat wajah anak itu dan berkata kepadanya “teruslah tersenyum”.

6. Angola ( 1989 )

(50)

tak sengaja permainan itu menjadi sebuah tarian dan mereka bersama-sama mengatakan “Kebebasan”. Mendengar itu Totto chan ingin memberikan harapan kepada mereka.

7. Banglades ( 1990 )

Negara ini sangat subur namun sering terjadi banjir yang sangat parah sekali. Akibat banjir memicu banyaknya penyakit sehingga banyak masyarakat mengidap penyakit diare. Selain banjir sebelumya juga terjadi perang yang mengakibatkan banyak manusia yang meninggal dunia. Tidak heran jika rumah-rumah yang di dekat sungai hanyut setiap kali banjir dan air langgsung menuju ke tengah kota. Menurut laporan UNICEF tentang banjir tersebut, angin bertiup begitu cepat dan kencang hingga para ibu mengikat anaknya di pohon agar anak-anaknya tidak diterbangkan oleh angin. Badai juga tidak hanya mengambil nyawa manusia, namun juga merusak panen Bangladesh. Bencana alam seperti itu merupakan penyebab utama terjadinya kelaparan, penyakit, dan kemiskinan di Negara tersebut. Penyebab kematian anak-anak kebanyakan meninggal karena diare, karena anak-anak tidak meminum air yang higienis. Sepertiga kematian anak dibawah umur lima tahun disebabkan penyakit yang berhubungan dengan diare. Penularan penyakit terjadi pada waktu banjir, dan meminum air yang belum direbus. Rumah sakit yang dibangun untuk Pusat Penelitian Internasional untuk Diare. Ada seorang anak yang sangat memperinhatinkan. Dia terlihat sangat menderita dan sengsara, sehingga dia tak sanggup lagi untuk menangis, seakan merintih dan memohon “aku hanya ingin hidup lebih lama” seketika Totto chan bergumam Maafkanlah aku katanya perlahan namun dia menyemangatinya dengan jangan menyerah katanya.

(51)

Perang merupakan penyebab utama banyaknya kematian di Irak. Perang ini berawal dari Amerika dan sekutu meluncurkan serangan udara besar-besaran atas iarak, yang dikenal dengan Perang Teluk Persia. Akibat perang perekonomian irak menurun dan terjadinya inflasi yang sangat mengejutkan. Bahan makanan sangat mahal, maupun kebutuhan pokok lainya. Karena sebab itu rakyat pun jatuh miskin dan ancaman lingkungan yang sangat megerikan karena jorok dan tidak terurus. Anak-anak pun banyak terserang penyakit diare dan kekurangan gizi. Ada seorang bayi yang sangat memperihantinkan, tubunya sangat keriput dan hanya terlihat tulang, pipinya keriput dan tampak seperti wanita tua. Ibunya begitu kekurangan gizi hingga tidak bisa memproduksi ASI. Tragisnya yang hanya bisa diberikan sang ibu adalah air gula. Pandangan matanya sangat tajam dan penuh arti seakan berkata Mengapa ini terjadi kepadaku?. Menurut Totto chan mungkin karena ditakdirkan untuk tidak hidup lama. Semakin lama dia menatap anak itu semakain sedih hatinya melihatnya.

9. Etiopia (1992 )

(52)

chan sangat hancur ketika makanan yang dibagikan kurang dan tidak cukup. Namun bantuan lain pun berdatangan lagi, ada sebagian yang tak sanggup lagi berdiri dan berlari untuk mengambil makanan sehingga diberi dengan cara menyuntik ke mulut mereka.Karena jarangnya curah hujan di Negara ini hutan-hutan pun gersang, bahkan sungai yang menjadi sumber air mereka pun ikut mengering.

10. Sudan ( 1993 )

Masalah kekeringan dan gizi buruk merupakan dasar permasalahan Negara ini. UNICEF begitu merasa sangat perihatin sekali dengan Negara terbesar di Afrika ini. Negara ini juga padat penduduk sehingga membuat pasokan makanan sangat berkurang dan hampir tidak ada. Hanya menggharapkan bantuan dari luar. UNICEF memberikan kebijakan pada Negara ini dengan membuat sumur-sumur baru untuk menyediakan air. Ada sebuah lembah yang agak jauh dari kota terdapat air yang mengalir namun airnya sangat keruh, banyak anak-anak yang datang untunk minum dan berendam dalamya hampir sepinggang anak-anak. Mereka dengan nikmatnya meminum air itu. Hati Totto chan sangat iba dan kasihan melihat anak-anak yang polos meminum air sungai kotor itu, nalurinya berkata keliru sekali jika meremehkan ketidaktahuan mereka. Anak-anak kecil bisa terjangkit diare karena meminum air sungai itu, kemudian penyakit-penyakit lainya , sungguh sangat tragis.

11. Rwanda ( 1994 )

(53)

tidak bertanggung jawab karena kepala tenggkorak tidak ada. Banyak anak-anak selamat dari pembantaian pembunuhan tersebut namun mereka harus menjadi yatim piatu, sehingga anak menjadi trauma terhadap apa yang terjadi di sekeliling mereka. Apalagi ada sebgian anak-anak di culik dan dijadikan sebagai tentara mereka, mereka dilatih dan dipaksa sungguh ironis sekali. Dengan adanya pendekatan UNICEF dengan pihak pembantai mereka akhirnya melepasakan sebagian anak-anak dan memulangkanya ke panti asuhan, betapa senangnya mereka dengan hal itu.

12. Haiti ( 1995 )

(54)

sakit yang tidak mempunyai pasien banyak karena percuma untuk kerumah sakit karena obat-obatannya tidak ada, kebanyakan orang sakit hanya singgah untuk beristirahat sejenak. Di sana ada anak yang kepalanya di tututpi kain putih dan kakinya sngat kecil, memang benar-benar tidak ada yang bisa dilakukan untuknya. Benar-benar sangat menyedihkan dan orang tuanya tidak ada, melihat itu Totto chan tak kuasa menahan haru dan dia menangis.

13.Bosnia-Herzegovania ( 1996 )

Perselisihan perang merupakan masalah terbesar di Negara ini. Inti perang ini adalah pembunuhan sebuah etnis. Gagasan dasarnya adalah membunuh semua orang dan ras yang berbeda. Salah satu strategi mereka adalah membunuh anak-anak dan ras yang berbeda. Ada sebuah media mengatakan bahwa Duta Kemanusiaan Tetsuko adalah mata-mata, sehingga pihak UNICEF melapor ke pihak Interpol. Karena itu pihak yang mengatakan hal tersebut meminta maaf kepada pihak UNICEF, karena tuduhan mereka tidak benar dan mengghambat kinerja Duta Kemanusian. Anak-anak di Negara ini cukup baik bila dibandingkan dengan anak-anak Afrika yang menjadi korban keganasan perang. Namu perang haruslah di hentikan kerena sudah banyak menelan banyak nyawa dan tenaga. Sehingga keinginan UNICEF dalam melindungi dan membantu anak-anak harus didukung oleh semua pihak khususnya Negara-negara yang ada di dunia ini.

(55)

Dalam novel Tetsuko Kuroyanagi ini adalah satu novel yang dalam ranggka mengekspresikan mengenai pengalaman dia ketika mengunjungi Negara yang akan ditujunya dalam misi tugas kemanusiaan. Novel ‘‘Totto-chan’s Children’’ Karya Tetsuko Kuroyanagi bercerita tentang kisah perjalanan Tetsuko Kuroyanagi melalui seorang tokoh Totto-chan keberbagai Negara yang dikunjunginya dalam misi perjalanan kemanusiaan untuk anak-anak dunia melalui UNICEF ( United Nations Children’s Fund). Negara yang di kunjunginya seperti Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja, Vietnam, Anggola, Banglades, Irak, Eitopia, Sudan, Rwanda, Haiti, Bosnia-Herzegovina. Anak-anak yang menjadi korban kemiskinan, kondisi kesehatan yang buruk, dan juga perang, sehingga muncul perasaan alamiah Totto chan seperti rasa iba, belas kasih, rasa simpati, terhadap manusia khususnya kepada anak-anak yang di temuinya di Negara itu yang mencerminkan Ninjõ. Konsep Ninjõ ini dapat dilihat pada beberapa cuplikan dari novel “Totto-Chan’s Childrean” berikut ini :

3.2.1. Cuplikan Ketika di Tanzania.

Cuplikan :

(56)

Karena rogati tidak memakai celana dan merangkak di tanah dengan kaki telanjang, tangan dan kakinya sedingin es. Orang mungkin mengira Afrika Negara yang panas, tetapi di sini, di dekat gunung Kilimanjoro yang berada kira-kira 5.750 meter di atas permukaan laut, udara sangatlah dingin. Yang bisa kulakukan untuk anak itu hanyalah menggenggam tanganya dan berusaha menghangatkanya. Rogati seakan memandang tepat ke hatiku dengan matanya yang besar. Ia terus mengulangi “giyon-giyon” hanya itu yang bisa ia katakan.

( Tetsuko Kuroyanagi : 27 )

Analisis :

Cuplikan diatas menceritakan Aku (Totto chan) berjumpa dengan seorang anak kecil bernama rogati tubuhnya sangat kecil dan lemah yang hanya dia bisa lakukan adalah merangkak di tanah. Otaknya rusak karena kelaparan. Karena anak itu sangat menyedihkan sekali keadaanya sehimgga Totto chan merasa kasihan dan iba melihat rogati yang duduk ditanah yang sangat dingin itu, kemudian Totto chan menghampri rogati dengan menggengam anak itu dan berusaha menggangatkanya. Ini merupakan indeksikal adanya konsep Ninjõ yang direalisasikan oleh Totto chan kepada anak tersebut.

Cuplikan :

(57)

Ketika lalat-lalat pergi dan aku bisa melihat wajah anak-anak itu dengan jelas, sulit rasanya melihat mata-mata yang indah dan besar itu menatapku, tahu bahwa tak ada yang bisa kulakukan untuk membantu. Oh, seandainya saja ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk kalian, pikirku saat memeluk mereka. Tapi bahkan ketika aku menimang mereka, mereka tidak tersenyum. Butuh nutrisi agar kau bisa tersenyum. Yang bisa dilakukan bayi-bayi itulah hanyalah menatapku dalam diam. Meskupun begitu, setiap anak yang kupeluk pasti memegangi bajuku. Seolah mereka berusaha memberitahuku bahwa mereka suka dipeluk. Anak-anak itu tidak hanya kelaparan makanan, tapi juga lapar akan cinta.

( Tetsuko Kuroyanagi 31-32)

Analisis :

(58)

Cuplikan :

Saat mengunjungi berbagai jenis tempata di Tanzania, sebagian besar pemandangan

yang kulihat begitu memilukan, tetapi aku tak penah megizinkan diriku menangis. Panti asuhan itu menampung kira-kira lima puluh anak, dari bayi sampai anak umur enam tahun. Beberapa anak berkondisi sehat. Yang lain, misanya anak-anak yang ditelantarkan karena buta akibat demam malaria, tidak sehat .

Aku betul-betul iba kepada anak-anak yatim piatu itu dan bermain dengan anak-anak yang masih kecil, bercakap-cakap dengan anak-anak yang lebih besar dalam bahasa yang tak dapat mereka pahami, dan bergabung dengan mereka semua pada waktu makan .

( Tetsuko Kuroyanagi : 33 )

Analisis :

Peristiwa yang terjadi di atas adalah peristiwa dimana Aku (Totto chan) sedang mengunjungi sebuah panti asuhan. Di panti asuhan tersebut banyak anak-anak yang sangat menyedihkan, misalnya anak-anak yang ditelantarkan karena buta karena akibat demam malaria dan tidak sehat. Ada yang kelaparan dan ada juga anak-anak yang hidup tanpa keluarga dari mereka lahir kedunia ini . Aku betul-betul iba kepada anak-anak yatim piatu itu dan bermain dengan anak-anak yang masih kecil, bercakap-cakap dengan anak-anak yang lebih besar dalam

bahasa yang tak dapat mereka pahami, dan bergabung dengan mereka semua pada waktu

makan . Dari cuplikan ini merupakan indeksikal konsep Ninjõ yang direlasasikan oleh Totto chan

(59)

Cuplikan :

Aku memperhatikan seseorang gadis kecil yang umurnya kira-kira dua setengah tahun, memakai baju hijau,berdiri sendirian di sudut, memandangiku.

“Ayo kemari dan bergabunglah dengan kami” kataku dalam bahasa jepang sambil mengulurkan tangan. Tapi dia tidak bergerak.

Saat itu, anak-anak yang lain sudah menarik-narik bajuku dan memanjat ke punggungku. Tak perduli betapa besarnya aku mengajak gadis kecil berbaju hijau itu untuk bergabung dengan kami, dia tetap tak mau menghampiri.

Benedicta sangat nyaman di pangkuanku dalam berbaring di situ lama sekali, seperti kucing kecil. Kemudian tangan-tangannya memeluk leherku dan kakinya melingkari tubuhku. Ia tak mau melepaskan peganganya, jadi aku menggendongnya dalam pelukanku saat melanjutkan berkeliling panti asuhan.

(Tetsuko Kuroyanagi : 34)

Analisis :

(60)

kami” kataku dalam bahasa jepang sambil mengulurkan tangan. Tapi dia tidak bergerak.

Terlihat di cuplikan ini adanya rasa kasih sayang yang di tunjukkan oleh Totto chan kepada anak tersebut dengan cara membujuk Benedicta untuk bermain bersama mereka. Ini merupakan indeksikal adanya konsep Ninjõ. Setelah beberapa lama kemudian Totto chan akhirnya berhasil membujuk anak tersebut dan langgsung menghampiri Totto chan Kemudian tangan-tangannya memeluk leherku dan kakinya melingkari tubuhku. Ia tak mau melepaskan peganganya, jadi aku

menggendongnya dalam pelukanku saat melanjutkan berkeliling panti asuhan. Terlihatlah

konsep Ninjõ yang direalisasikan oleh Totto chan dengan adanya perlakuan baik kepada anak tersebut melalui pelukannya terhadap anak itu.

3.2.2. Cuplikan Ketika di Nigeria.

Cuplikan :

Di Mozambik, banyak ibu yang mengalami depresi berat karena kehilangan anak-anak dengann cara yang sama. Dan banyak anak, sambil menahan air mata, tiba-tiba harus terpisahdari ibu mereka yang di tinggalkan. Seorang anak perempuan yatim piatu memakai kalung yang terbuat dari biji-bijian, yang katanya merupakan hadiah dari ibunya.

“Ini sangat berharga,”kataku

Referensi

Dokumen terkait

KAJIAN BANDINGAN STRUKTUR DAN NILAI-NILAI BUDAYA NOVEL TOTTO-CHAN GADIS CILIK DI JENDELA KARYA TETSUKO KUROYANAGI DAN GURU FAVORIT XENIA KARYA ARINI HIDAJATI SERTA

Anto Gultom : Etika Bushido Dalam Novel Shiosai Karya Yukio Mishima (Yukio Mishima No Sakuhin No “Shiosai” No Shosetsu Ni Okeru Bushido No Doutoku), 2009. USU Repository ©

Sebagai salah satu aspek bahasa, kuantifikator sering dijumpai penggunaannya dalam percakapan sehari-hari atau dalam bahasa tulisan seperti dalam karya sastra novel

Salah satu karya sastra yang penulis anggap banyak mengandung pesan moral, yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Saga.. No

Ungkapan tegang dan tegas mengindikasikan bahwa karya sastra novel akan merupakan sebuah kehidupan yang tegang dimana didalamnya memunculkan suatu masalah/persoalan sebagai

Dalam hal ini, penulis menganalisa nilai pragmatic yang terkait dengan moral Bushido tokoh utama Toru Watanabe pada novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami yang terdiri

masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam..

Berdasarkan analisis menggunakan pendekatan struktural, novel “Dear Yurichika” karya Akiko Terenin ini dapat diambil kesimpulan bahwa novel dari segi struktural kurang begitu