ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR
EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP
PRODUKTIVITAS EKONOMI
DI INDONESIA
OLEH
KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia (dibimbing oleh
WIDYASTUTIK).
Pembangunan telah mengalami perluasan makna, namun di dalamnya tetap menganggap pertumbuhan sebagai hal yang penting. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional, yang menentukan tingkat standar hidup negara tersebut. Berdasarkan perbedaan pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB provinsi yang bervariasi dan angka IPM yang masih beragam, pembangunan di Indonesia masih belum merata, yang mencerminkan adanya ketimpangan. Upaya mempercepat pembangunan regional dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara berkesinambungan. Pertumbuhan potensi daerah akan mendorong proses pertukaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memungkinkan bergeraknya perekonomian daerah sesuai dengan potensinya serta secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat sesuai dengan kemampuannya yang optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh serta besarnya kontribusi infrastruktur sosial dan ekonomi terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Produktivitas ekonomi diperoleh koefisien dari output per tenaga kerja yang diadopsi dari bentuk model pertumbuhan Solow, yang menghubungkan output dengan input faktor produksi. Kapital yang diteliti adalah investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial.
ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR
EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP
PRODUKTIVITAS EKONOMI
DI INDONESIA
OLEH
KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Nama : Krismanti Tri Wahyuni NRP : H14094021
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
W i d y a s t u t i k, M. S i. NIP. 19751105 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
1981 di Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta). Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Kasman Nugroho dan Ibu Suyanti Magdalena. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 1 Pengasih pada tahun 1994, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 1 Pengasih pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Wates, Kulon Progo dan lulus pada tahun 2000.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia” dengan baik. Infrastruktur merupakan investasi yang dilakukan pemerintah dan masih sangat penting ditingkatkan karena berdampak positif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini terutama kepada Ibu Widyastutik, M.Si., yang memberikan bimbingan baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni sebagai dosen penguji yang memberikan perbaikan-perbaikan skripsi ini. Namun kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang memberikan dorongan sepenuhnya, juga kepada orang tua, kakak adik dan sahabat yang sudah penulis anggap sebagai keluarga serta teman-teman yang memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2009
I.
II.
III.
ii 3.3 Model Penelitian Pengaruh Infrastruktur terhadap
Produktivitas Ekonomi ... 3.4 Definisi Operasional ……… GAMBARAN UMUM ……… 4.1 Pertumbuhan Ekonomi ………. 4.2 Tenaga Kerja ……… 4.3 Pembangunan Infrastruktur Jalan ... 4.4 Pembangunan Infrastruktur Listrik ... 4.5 Pembangunan Infrastruktur Air Bersih ... 4.6 Pembangunan Infrastruktur Kesehatan ... PEMBAHASAN ... 5.1 Pemilihan Metode Pendekatan dalam Analisis Pengaruh
Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi ... 5.2 Pendugaan Model Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap
Produktivitas Ekonomi di Indonesia ... 5.3 Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas
1.1
3.1
4.1
5.1
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007……….
Data yang Digunakan dalam Penelitian Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi Indonesia, Tahun 1995 – 2007………...
Persentase Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Provinsi, Tahun 1996 – 2007 (%) ...
Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia ……….
3
40
60
ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR
EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP
PRODUKTIVITAS EKONOMI
DI INDONESIA
OLEH
KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia (dibimbing oleh
WIDYASTUTIK).
Pembangunan telah mengalami perluasan makna, namun di dalamnya tetap menganggap pertumbuhan sebagai hal yang penting. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional, yang menentukan tingkat standar hidup negara tersebut. Berdasarkan perbedaan pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB provinsi yang bervariasi dan angka IPM yang masih beragam, pembangunan di Indonesia masih belum merata, yang mencerminkan adanya ketimpangan. Upaya mempercepat pembangunan regional dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara berkesinambungan. Pertumbuhan potensi daerah akan mendorong proses pertukaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memungkinkan bergeraknya perekonomian daerah sesuai dengan potensinya serta secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat sesuai dengan kemampuannya yang optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh serta besarnya kontribusi infrastruktur sosial dan ekonomi terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Produktivitas ekonomi diperoleh koefisien dari output per tenaga kerja yang diadopsi dari bentuk model pertumbuhan Solow, yang menghubungkan output dengan input faktor produksi. Kapital yang diteliti adalah investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial.
ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR
EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP
PRODUKTIVITAS EKONOMI
DI INDONESIA
OLEH
KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Nama : Krismanti Tri Wahyuni NRP : H14094021
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
W i d y a s t u t i k, M. S i. NIP. 19751105 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
1981 di Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta). Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Kasman Nugroho dan Ibu Suyanti Magdalena. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 1 Pengasih pada tahun 1994, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 1 Pengasih pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Wates, Kulon Progo dan lulus pada tahun 2000.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia” dengan baik. Infrastruktur merupakan investasi yang dilakukan pemerintah dan masih sangat penting ditingkatkan karena berdampak positif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini terutama kepada Ibu Widyastutik, M.Si., yang memberikan bimbingan baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni sebagai dosen penguji yang memberikan perbaikan-perbaikan skripsi ini. Namun kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang memberikan dorongan sepenuhnya, juga kepada orang tua, kakak adik dan sahabat yang sudah penulis anggap sebagai keluarga serta teman-teman yang memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2009
I.
II.
III.
ii 3.3 Model Penelitian Pengaruh Infrastruktur terhadap
Produktivitas Ekonomi ... 3.4 Definisi Operasional ……… GAMBARAN UMUM ……… 4.1 Pertumbuhan Ekonomi ………. 4.2 Tenaga Kerja ……… 4.3 Pembangunan Infrastruktur Jalan ... 4.4 Pembangunan Infrastruktur Listrik ... 4.5 Pembangunan Infrastruktur Air Bersih ... 4.6 Pembangunan Infrastruktur Kesehatan ... PEMBAHASAN ... 5.1 Pemilihan Metode Pendekatan dalam Analisis Pengaruh
Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi ... 5.2 Pendugaan Model Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap
Produktivitas Ekonomi di Indonesia ... 5.3 Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas
1.1
3.1
4.1
5.1
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007……….
Data yang Digunakan dalam Penelitian Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi Indonesia, Tahun 1995 – 2007………...
Persentase Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Provinsi, Tahun 1996 – 2007 (%) ...
Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia ……….
3
40
60
DAFTAR GAMBAR
Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi.………
Kerangka Pemikiran Operasional …………...
Persentase Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 1996 – 2007 (%)
Bagan Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Menurut Konsep Labour Force Approach ...
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia, Tahun 1995 – 2007 (Juta Jiwa) ...
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (Juta Jiwa) ...
Persentase Panjang Jalan Menurut Kualitasnya di Indonesia, Tahun 2007 (%) ...
Panjang Jalan Baik dan Sedang Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (Km) ...
Energi Listrik yang Terjual di Indonesia, Tahun 1995 – 2007 (GWh) ...
Energi Listrik yang Terjual di Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (GWh) ...
Persentase Pertumbuhan Jumlah Air Bersih yang Disalurkan PDAM di Indonesia, Tahun 1996 – 2007 ...
Jumlah Air Bersih yang Disalurkan PDAM di Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (m3) ...
Persentase Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia, Tahun 2007 (%) ...
Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (Unit) ...
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1
2
3
4
5
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi dan Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007 ……….
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Peringkat Menurut Provinsi Serta Reduksi Shortfall-nya, Tahun 2006 – 2007 ………….
Uji Chow pada Model Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia, Tahun 1995 – 2007 ...
Uji Hausman pada Model Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia, Tahun 1995 – 2007 ...
Hasil Pengolahan Eviews dengan Metode Fixed Effect ... 89
90
91
94
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Walaupun banyak kritik terhadap pembangunan Indonesia, harus diakui
bahwa perjalanan bangsa Indonesia selama 64 tahun dalam mengisi kemerdekaan
telah memberikan nilai tambah yang sangat signifikan dalam seluruh aspek
kehidupan masyarakat baik fisik maupun non fisik. Kapasitas dari sebuah
perekonomian nasional Indonesia diukur dengan GDP (Gross Domestic Product)
telah mampu dinaikkan menjadi 4.954,03 trilyun rupiah dan dengan pertumbuhan
mencapai 6,06 persen pada tahun 2008. Demikian juga indeks ekonomi lainnya
yang juga sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan
yaitu tingkat pertumbuhan GDP per kapita pada tahun yang sama telah mencapai
21,70 juta rupiah. Angka ini mengukur kemampuan suatu negara untuk
memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat
pertumbuhan penduduknya (BPS, 2009).
Pembangunan telah mengalami perluasan makna, namun di dalamnya tetap
menganggap pertumbuhan sebagai point yang penting. Menurut Samuelson dan
Nordhaus (2004), pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial
atau output nasional negara, yang menentukan tingkat standar hidup negara
tersebut. Pembangunan secara luas dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,
sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar
pengentasan kemiskinan. Guna mencapai sasaran yang diinginkan dalam
pembangunan, maka pembangunan suatu negara dapat diarahkan pada tiga hal
pokok, yaitu: meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok bagi
masyarakat, meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, dan meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi dan kegiatan
sosial dalam kehidupannya (Todaro dan Smith, 2006).
Pembangunan Indonesia memang telah mencapai pertumbuhan yang
meningkat, namun jika dilihat dari tingkat pemerataannya, masih menunjukkan
ketimpangan. Beberapa provinsi yang pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto-nya masih di bawah 5 persen, menjadi salah satu realitas terciptanya
kesenjangan/disparitas antar daerah dan antar kawasan (Lampiran 1). Hal tersebut
salah satunya disebabkan oleh perbedaan faktor endowment dari masing-masing
daerah. Fakta adanya disparitas tersebut tercermin dalam kesenjangan kinerja
pembangunan perekonomian dan kesenjangan kinerja pembangunan antar
provinsi di Indonesia.
Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat adanya fenomena disparitas perekonomian
di Indonesia, dimana terjadi pemusatan produksi barang dan jasa di Pulau Jawa.
Pulau yang luasnya hanya mencapai 6,95 persen dari luas Indonesia ini
mendominasi pendapatan nasional sebesar 60,25 persen pada tahun 2006 dan
meningkat menjadi 60,57 persen pada tahun 2007. Sementara itu wilayah-wilayah
di luar Pulau Jawa yang terbagi menjadi 27 provinsi pada tahun 2007 (setelah
3
Dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan luar Pulau Jawa,
ketimpangan pembangunan akan semakin melebar.
Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No Uraian
2006 2007
Pertumbuhan (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Pulau Jawa 1.071.135.143 1.137.224.181 6,17
2 Luar Pulau Jawa 706.800.621 740.409.944 4,76 Sumber: BPS, 2006 dan 2007 (diolah)
Seperti halnya jika pembangunan dilihat secara ekonomi, pembangunan
manusia secara keseluruhan menunjukkan indikasi masih terdapat disparitas antar
wilayah, yaitu dengan membandingkan nilai IPM provinsi di Indonesia. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) digunakan untuk menganalisis perbandingan status
pembangunan sosial ekonomi secara sistematis dan komprehensif dalam ukuran
indeks. Luasnya cakupan pembangunan manusia menjadikan peningkatan IPM
sebagai manifestasi dari pembangunan manusia dapat ditafsirkan sebagai
keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan dalam memperluas pilihan-pilihan
(enlarging the choices of the people). Dalam ukuran ini diungkapkan bahwa suatu
wilayah dapat berbuat jauh lebih baik dalam pembangunan manusia sekalipun
mempunyai pendapatan (kondisi ekonomi) yang rendah, karena pengukuran
indeks ini juga menekankan pada aspek pendidikan dan kesehatan (BPS,
Perkembangan IPM di Indonesia menunjukkan suatu peningkatan, yang
berarti memberikan indikasi bahwa terjadi peningkatan kinerja pembangunan
manusia. Capaian angka IPM akan menentukan urutan (ranking) antar daerah.
Namun keberhasilan pembangunan manusia di suatu daerah tidak mutlak dilihat
dari posisi (ranking), tetapi juga dilihat berdasarkan besaran nilai reduksi
shortfall. Rata-rata nilai IPM untuk nasional mencapai 70,59 pada tahun 2007,
meningkat dari tahun 2006 sebesar 70,10. Angka ini menutupi variasi nilai IPM
antar provinsi yang beragam dan tidak merata (Lampiran 2). Perbedaan capaian
antara IPM yang tertinggi dan terendah sebesar 13,2 poin, dengan rentang 63,41
untuk Papua dan 76,59 untuk DKI Jakarta. Dibandingkan dengan perbedaan
pencapaian IPM provinsi tahun 2006 yang mencapai 13,6 poin, maka perbedaan
tahun 2007 relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan
IPM provinsi cenderung melambat. Kecepatan pembangunan manusia dilihat
dengan ukuran reduksi shortfall (BPS, 2008).
Ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan ini bila dibiarkan
berlangsung bisa memperlebar tingkat kesenjangan dalam masyarakat sehingga
tujuan pembangunan yang adil dan merata terancam tidak tercapai. Ketimpangan
juga menimbulkan kerawanan ekonomi dan beban sosial yang tinggi karena orang
miskin terlilit dalam lingkaran setan kemiskinan sehingga menurunkan generasi
yang miskin pula. Sementara itu orang kaya akan menjadi semakin kaya jika
ketimpangan yang berkelanjutan ini tidak diantisipasi. Menurut Todaro dan Smith
(2006), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu
5
semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan antar daerah
tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima
pendapatan dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima
itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda.
Menurut Nurkse dalam Jhingan (2008), faktor utama dalam pembangunan
ekonomi adalah pembentukan atau pengumpulan modal. Tujuan pokok
pembangunan ekonomi ialah untuk membangun peralatan modal dalam skala
yang cukup untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian, pertambangan,
perkebunan dan industri. Modal juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah
sakit, jalan raya, kereta api, dan sebagainya. Singkatnya, hakikat pembangunan
ekonomi adalah penciptaan overhead sosial dan ekonomi. Hal ini hanya mungkin
jika laju pembentukan modal di dalam negeri cukup cepat, yaitu jika bagian dari
pendapatan atau output masyarakat yang ada, hanya sedikit saja yang
dipergunakan untuk konsumsi dan sisanya ditabung dan diinvestasikan dalam
peralatan modal. Pembentukan modal dalam prakteknya dilaksanakan oleh pihak
swasta dan juga pemerintah. Investasi sarana dan prasarana infrastruktur biasanya
dilakukan oleh pemerintah, hanya sebagaian yang sangat kecil saja yang
dilakukan oleh pihak swasta. Peningkatan prasarana infrastruktur diharapkan
dapat membawa kesejahteraan dan mempercepat pembangunan ekonomi karena
kegiatan perekonomian akan lebih efisien. Oleh karena itu, dalam upaya
dicapai dan peranan infrastruktur yang mendukung keberhasilan pembangunan
tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Ketimpangan dalam pembangunan ekonomi masih terjadi di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari perbedaan pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB provinsi
yang bervariasi dan angka IPM yang masih beragam. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan Indonesia masih belum merata. Fakta dan indikasi ini perlu
mendapat perhatian agar upaya pembangunan ekonomi di Indonesia terus
mengalami peningkatan yang signifikan dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Upaya mempercepat pembangunan regional dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Efisensi
dalam kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai
sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara
berkesinambungan. Pertumbuhan potensi daerah akan mendorong proses
pertukaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memungkinkan
bergeraknya perekonomian daerah sesuai dengan potensinya serta secara
bersama-sama menuju proses pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat
sesuai dengan kemampuannya yang optimal.
Walaupun kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah
berlangsung cukup lama dengan biaya yang cukup besar dan kontribusinya dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup signifikan, namun masih banyak
7
yang lemah, kuantitas yang belum mencukupi dan kualitas yang masih rendah
(Ikhsan, 2004).
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan pokok yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap produktivitas
ekonomi di Indonesia?
2. Seberapa besar pengaruh infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap
produktivitas ekonomi di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di
Indonesia.
2. Menganalisis besarnya pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi
di Indonesia dilihat menurut jenis infrastruktur yang diteliti.
1.4. Kegunaan Penelitian
Secara umum penelitian ini berguna untuk: pertama, memberikan informasi
dan gambaran mengenai dinamika pembangunan ekonomi di Indonesia baik
dilihat dari nilai PDRB-nya maupun pertumbuhan ekonominya; kedua,
memberikan masukan bagi kebijakan pemerintah yang terkait dengan
pembangunan infrastruktur di Indonesia guna peningkatan pembangunan ekonomi
informasi seberapa besar pengaruh setiap jenis infrastruktur yang perlu disediakan
dalam meningkatkan produktivitas ekonomi di Indonesia, dan keempat, dapat
menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian yang akan
datang, khususnya penelitian yang terkait dengan produktivitas ekonomi dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Kuznets dalam Jhingan (2008) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya,
yang tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan
ideologis yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga komponen, yaitu: pertama,
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara
terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam
pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam
penyediaan aneka macam barang kepada penduduknya; ketiga, penggunaan
teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang
kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
secara tepat.
Sementara itu Todaro dan Smith (2006) mendefinisikan pertumbuhan
ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu
perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu
sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin
lama semakin besar. Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru
yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya
manusia.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan
memperbanyak jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang
diterima oleh masyarakat tersebut ditabung dan diinvestasikan kembali dengan
tujuan meningkatkan output dan pendapatan di masa depan. Akumulasi modal ini
dapat dilakukan dengan investasi langsung terhadap stok modal secara fisik
(pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku) dan dapat juga
dilakukan dengan investasi terhadap fasilitas-fasilitas penunjang seperti investasi
infrastruktur, ekonomi dan sosial (pembangunan jalan raya, penyediaan listrik, air
bersih, dan sebagainya).
Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, secara tradisional dianggap
sebagai sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah
tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif,
walaupun hal ini tergantung kepada kemampuan sistem perekonomian untuk
menyerap dan memekerjakan secara produktif tambahan tenaga kerja tersebut.
Selanjutnya, pertumbuhan penduduk yang besar berarti menambah ukuran pasar
domestik menjadi lebih besar.
Komponen kemajuan teknologi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi
11
bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Dalam
bentuk yang paling sederhana, kemajuan teknologi dihasilkan dari pengembangan
cara-cara lama atau penemuan metode baru dalam menyelesaikan tugas-tugas
tradisional.
Sukirno (2004) menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah
perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan
pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan
persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu
dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya. Oleh
karena itu faktor perting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi disebutkan
sebagai beriktut:
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan
iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan
jenis kekayaan barang tambang yang terdapat di dalamnya.
2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja.
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong
maupun penghambat perkembangan ekonomi.
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern
memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.
4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
Selanjutnya Jhingan (2008) menyebutkan bahwa proses pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan
nonekonomi. Faktor ekonomi terdiri dari faktor produksi yang dipandang sebagai
kekuatan utama yang memengaruhi pertumbuhan. Diantaranya adalah:
1. Sumber alam, yang mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya,
kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya.
2. Akumulasi modal, yang berarti mengadakan persediaan faktor produksi
yang secara fisik dapat direproduksi. Proses pembentukan modal bersifat
kumulatif dan membiayai diri sendiri serta mencakup tiga tahap yang saling
berkaitan, yaitu:
(a) Keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya,
(b) Keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan
tabungan dan menyalurkannya ke jalur yang dikehendaki,
(c) Menggunakan tabungan untuk investasi barang modal.
3. Organisasi, yang terdiri dari para wiraswastawan (pengusaha) dan
pemerintah, yang melengkapi (komplemen) modal, buruh dan yang
membantu produktivitasnya, termasuk dalam menyelenggarakan overhead
sosial dan ekonomi.
4. Kemajuan teknologi, yang berkaitan dengan perubahan di dalam metode
produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik
penelitian baru sehingga menaikkan produktivitas buruh, modal dan faktor
13
5. Pembagian kerja dan skala produksi, yang menimbulkan peningkatan
produktivitas.
Sedangkan faktor nonekonomi yang memengaruhi kemajuan perekonomian antara
lain:
1. Faktor sosial dan budaya, yang menghasilkan perubahan pandangan,
harapan, struktur dan nilai-nilai sosial.
2. Faktor sumber daya manusia, yang disebut sebagai “pembentukan modal
insani” yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan seluruh penduduk, termasuk di dalamnya aspek kesehatan,
pendidikan dan pelayanan sosial lainnya.
3. Faktor politik dan administratif, termasuk pemerintahan yang baik dengan
menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa dengan berbagai pendapat,
pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan faktor terpenting dalam
pembangunan. Keberhasilan pembangunan suatu negara diukur berdasarkan tinggi
rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya. Pengukuran
pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung
peningkatan persentase dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam
suatu negara/wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu. Oleh karena
itu, tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara/wilayah dapat diperoleh melalui
pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula
sebagai berikut :
%
LP = laju pertumbuhan ekonomi
i = sektor 1,2,…9
t = tahun t
2.1.2. Model Neoklasik Solow
Model pertumbuhan Solow merupakan pilar yang sangat memberi
kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Model ini memungkinkan
analisis pertumbuhan ekonomi secara dinamis, menjelaskan mengapa pendapatan
nasional tumbuh dan mengapa sebagian perekonomian tumbuh lebih cepat
dibandingkan yang lainnya serta menjelaskan perubahan-perubahan dalam
perekonomian sepanjang waktu. Secara ekonomi, model pertumbuhan Solow
dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal,
pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam
perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa
suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007).
Pada intinya model ini merupakan pengembangan dari model
pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan
teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Dalam model
15
terus berkurang (diminishing returns) jika keduanya dianalisis secara terpisah,
sedangkan jika keduanya dianalisis secara bersamaan memakai asumsi skala hasil
tetap (constant returns to scale). Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor
residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan tinggi
rendahnya pertumbuhan itu diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain (Todaro dan Smith, 2006).
Jhingan (2008) mengemukakan asumsi-asumsi dalam model Solow
sebagai berikut:
1. Ada satu komoditi gabungan yang diproduksi.
2. Yang dimaksud output ialah output netto yaitu sesudah dikurangi biaya
penyusutan modal.
3. Return to scale bersifat konstan (fungsi produksi homogen pada derajat
pertama).
4. Dua faktor produksi tenaga kerja dan modal dibayar sesuai dengan
produktivitas fisik marjinalnya.
5. Harga dan upah fleksibel.
6. Tenaga kerja terpekerjakan secara penuh.
7. Stok modal yang ada juga terpekerjakan secara penuh.
8. Tenaga kerja dan modal dapat disubstitusikan satu sama lain.
9. Kemajuan teknologi bersifat netral.
Dengan menganggap bahwa fungsi produksi adalah dalam bentuk
Cobb-Douglas, maka model pertumbuhan neoklasik Solow dapat ditulis:
α α −
= 1
L AK
dimana:
Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
A : tingkat kemajuan teknologi, yang menentukan produktivitas tenaga
kerja dan pertumbuhannya ditentukan oleh variabel eksogen,
K : stok modal fisik dan modal manusia,
L : tenaga kerja,
α : elastisitas output terhadap modal (persentase kenaikan PDRB yang
bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal
manusia).
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan
daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Berdasarkan model
pertumbuhan ini, disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah
ditentukan oleh kemajuan teknologi, penambahan modal atau investasi dan
tenaga kerja.
2.1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Seperti dikemukakan di atas, PDRB merupakan dasar pengukuran atas
nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul
akibat adanya aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah tertentu. Penghitungan
angka-angka PDRB dapat menggunakan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu
17
2. Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun).
3. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun), yang dirinci sebagai berikut:
(a) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba,
(b) konsumsi pemerintah,
(c) pembentukan modal tetap domestik bruto,
(d) perubahan stok, dan
(e) ekspor neto.
Penghitungan PDRB dibedakan menjadi dua yaitu PDRB Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB) dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan pendapatan yang
memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
pada tahun yang bersangkutan. Angka ini digunakan untuk menganalisis pola atau
struktur ekonomi di wilayah tersebut. Sedangkan PDRB Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) menggambarkan perkembangan produksi riil barang dan jasa
yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi daerah tersebut. Angka ini digunakan
Tingkat pertumbuhan PDRB dapat digunakan sebagai salah satu indikator
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi karena:
1. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas
produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDRB juga
mencerminkan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam
aktivitas produksi tersebut.
2. PDRB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya
perhitungan PDRB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada
satu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang
dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna
menghitung PDRB yakni untuk membandingkan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.
3. Batas wilayah perhitungan PDRB adalah wilayah domestik. Hal ini
memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijakan ekonomi
yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian
domestik.
2.1.4. Produktivitas Ekonomi
Menurut Kuznets dalam Jhingan (2008), laju kenaikan produktivitas dapat
menjelaskan hampir keseluruhan pertumbuhan produk per kapita di negara maju.
Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk per
kapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan
efisiensi atau produktivitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari semakin
19
efisiensi.
Untuk melihat produktivitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari konsep
fungsi produksi yang merupakan konsep sistematis yang menghubungkan output
dengan berbagai kombinasi input faktor produksi (sementara tingkat kemajuan
teknologi dianggap sebagai faktor yang konstan) untuk menjelaskan cara penduduk
menyediakan kebutuhannya (Todaro dan Smith, 2006). Jumlah ouput/produk
barang dan jasa dalam perekonomian di suatu wilayah telah diuraikan dengan
menghitung besarnya PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Selanjutnya
tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi yang berperan dalam proses
produksi, merupakan populasi orang yang bekerja dalam angkatan kerja pada
periode tertentu.
2.1.5. Infrastruktur
Menurut Setyaningrum (1997), infrastruktur adalah bagian dari capital stock
dari suatu negara, yaitu biaya tetap sosial yang langsung mendukung produksi.
Stone dalam Kodoatie (2003) mendefinisikan infrastruktur sebagai
fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk
fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan
limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi
tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.
Infrastruktur merupakan input penting bagi kegiatan produksi dan dapat
memengaruhi kegiatan ekonomi dalam berbagai cara baik secara langsung maupun
tidak langsung. Infrastruktur tidak hanya merupakan kegiatan produksi yang akan
memengaruhi efisiensi dan kelancaran kegiatan ekonomi di sektor-sektor lainnya.
Pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dinyatakan oleh Cicilia
dalam Sibarani (2002) seperti pada Gambar 2.2.
Infrastruktur
Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan Dunia Usaha
Peningkatan Kesejahteraan
Pengembangan Pasar
Penurunan Biaya
Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Cicilia dalam Sibarani (2002)
Gambar 2.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sementara itu The World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi
tiga, yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk
menunjang aktivitas ekonomi baik dalam produksi maupun konsumsi
final, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air minum, sanitasi
21
drainase) serta sektor transportasi (jalan, rel kereta api, angkutan
pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).
2. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan
keahlian masyarakat, meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan),
kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan), perumahan dan rekreasi
(taman, museum dan lain-lain).
3. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol
administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.
Infrastruktur juga dapat digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan
pelengkap. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang
mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk
perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat
dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya, rel
kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan, dan sebagainya. Sedangkan
infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) misalnya gas, listrik,
telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar biasanya diselenggarakan
oleh pemerintah karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Namun
dalam penyediaannya pemerintah dapat bekerja sama dengan badan usaha sesuai
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Perbedaan antara infrastruktur dasar dan pelengkap tidaklah selalu sama dan dapat
berubah menurut waktu. Misalnya pengadaan air minum yang dulunya
infrastruktur dasar.
Fasilitas infrastruktur bukan hanya berfungsi melayani berbagai kepentingan
umum tetapi juga memegang peranan penting pada kegiatan-kegiatan swasta di
bidang ekonomi. Kebutuhan prasarana merupakan pilihan (preference), dimana
tidak ada standar umum untuk menentukan berapa besarnya fasilitas yang tepat di
suatu daerah atau populasi. Edwin (1998) menguraikan prasarana umum yang
diambil dari Catanese (1992), terdiri dari kategori-kategori dalam fasilitas
pelayanan dan fasilitas produksi. Fasilitas pelayanan meliputi kategori-kategori
sebagai berikut:
1. Pendidikan, berupa Sekolah Dasar, SMP, SMA dan perpustakaan umum.
2. Kesehatan, berupa rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas pemeriksaan
oleh dokter keliling, fasilitas perawatan gigi dengan mobil keliling,
fasilitas kesehatan mental dengan mobil keliling, rumah yatim piatu,
perawatan penderita gangguan emosi, perawatan pecandu alkohol dan obat
bius, perawatan penderita cacat fisik dan mental, rumah buta dan tuli, serta
mobil ambulans.
3. Transportasi, berupa jaringan rel kereta api, bandar udara dan fasilitas
yang berkaitan, jalan raya dan jembatan di dalam kota dan antar kota serta
terminal penumpang.
4. Kehakiman, berupa fasilitas penegakan hukum dan penjara.
5. Rekreasi, berupa fasilitas rekreasi masyarakat dan olahraga.
Sedangkan fasilitas produksi meliputi kategori-kategori:
23
2. Pemadam kebakaran, berupa stasiun pemadam kebakaran, mobil pemadam
kebakaran, sistem komunikasi, suplai air dan penyimpanan air.
3. Sampah padat, berupa fasilitas pengumpulan dan peralatan sampah padat
dan lokasi pembuangannya.
4. Telekomunikasi, berupa televisi kabel, televisi udara, telepon kabel dan
kesiagaan menghadapi bencana alam.
5. Air limbah, berupa waduk dan sistem saluran air limbah, sistem
pengolahan dan pembuangannya.
6. Air bersih, berupa sistem suplai untuk masyarakat, fasilitas penyimpanan,
pengolahan dan penyalurannya, lokasi sumur dan tangki air di bawah
tanah.
Dengan melihat jenis-jenis infrastruktur yang banyak berhubungan dengan
masyarakat, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaannya. Walaupun
pengadaan infrastruktur bisa dilakukan dengan kerja sama dengan badan usaha
yang telah ditunjuk, tidak semua layanan infrastruktur bisa dilaksanakan oleh pihak
swasta karena ada layanan infrastruktur yang memerlukan modal yang besar dengan
waktu pengembalian yang lama dan resiko investasi yang besar.
Pemerintah sebagai pemain utama dalam penyediaan infrastruktur
selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan
memrioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan nasional, sehingga
infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas. Selain itu perlu
pendekatan yang lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur guna menjamin
2.1.5.1.Infrastruktur Jalan
Infrastruktur jalan sebagai salah satu infrastruktur pengangkutan berperan
dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan
meminimalkan modal komplementer sehingga proses produksi dan distribusi akan
lebih efisien. Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan
wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya
prasarana jalan yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya,
pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada
akhirnya akan memengaruhi pendapatan.
Ikhsan (2004) mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya
variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus dibangun sendiri oleh sektor
swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of
entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat mahal sehingga
kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan
komparatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena ketiadaan infrastruktur. Lebih
jauh lagi infrastruktur sangat berpengaruh terhadap biaya marketing. Sebagai
contoh adanya pembukaan dan peningkatan jalan di Sulawesi tidak hanya
menurunkan biaya transportasi, namun juga menjadi faktor penting dalam
memperkuat bargaining power dari petani coklat. Akibatnya, margin yang diterima
petani coklat meningkat dari sekitar 62 persen pada tahun 1980-an menjadi sekitar
90 persen setelah tersedianya Jalan Trans Sulawesi.
Queiroz dalam Sibarani (2002) juga menunjukkan adanya hubungan yang
25
berpenghasilan lebih dari US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ±
10.110 km/1 juta penduduk, sedangkan negara berpenghasilan US$ 545 - US$
6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 1.660 km/1 juta penduduk dan
negara berpenghasilan kurang dari US$ 545/kapita mempunyai rasio panjang jalan
± 170 km/1 juta penduduk. Jika data tersebut dibandingkan, negara yang
berpenghasilan tinggi mempunyai panjang jalan 59 kali lipat dibandingkan dengan
negara berpenghasilan rendah.
2.1.5.2.Infrastruktur Listrik
Dengan semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi
tuntutan primer yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun juga
untuk kegiatan ekonomi terutama industri. Dalam kehidupan masyarakat yang
semakin modern, semakin banyak peralatan rumah tangga, peralatan kantor serta
aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber energi dari listrik.
Peningkatan kegiatan ekonomi dalam produksi dan investasi juga membutuhkan
listrik yang memadai. Oleh karena itu permintaan listrik meningkat dari tahun ke
tahun baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya.
Sebagian besar kebutuhan listrik di Indonesia dipenuhi oleh PT. Perusahaan
Listrik Negara (Persero). Sementara sebagian lagi masih disuplai oleh
perusahaan-perusahaan non PLN. Sampai dengan tahun 2007, belum semua wilayah di
Indonesia telah tersambung dalam jaringan PLN. Oleh karena itu, sebagian
masyarakat mengusahakannya secara swasembada yaitu melalui perusahaan non
2.1.5.3.Infrastruktur Air Bersih
Air bersih merupakan kebutuhan vital yang mutlak diperlukan dalam
kehidupan manusia sehingga pengadaan sumber daya ini termasuk dalam prioritas
pembangunan. Pengalokasian air bersih yang efisien harus didasarkan pada sifat zat
cair yang mudah mengalir, menguap, meresap dan keluar melalui suatu media
tertentu. Karakteristik sumber daya air dikemukakan oleh Anwar dalam Oktavianus
(2003), yaitu:
1. Mobilitas air, menyebabkan sulitnya penegasan hak-hak (property right)
atas sumber daya air secara ekslusif agar dapat menjadi komoditas ekonomi
yang dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.
2. Sifat skala ekonomi yang melekat, menyebabkan penawaran air bersifat
monopoli alami (natural monopoly), dimana semakin besar jumlah air yang
ditawarkan, maka biaya per satuan yang ditanggung produsennya semakin
murah.
3. Sifat penawaran air dapat berubah-ubah menurut waktu, ruang dan
kualitasnya sehingga penyaluran air dalam keadaan kekeringan hebat dan
banjir biasanya hanya dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan
umum.
4. Kapasitas daya asimilasi dari badan air (water bodies) yang dapat
melarutkan dan menyerap zat-zat tertentu selama daya dukungnya tidak
melampaui, sehingga komoditas air dapat dimasukkan dalam barang umum
(public good) dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan atas air
27
5. Penggunaan air bisa dilakukan secara beruntun ketika air mengalir dari
suatu daerah aliran sungai (DAS) sampai ke laut, yang dapat menyebabkan
perubahan kuantitas dan kualitasnya.
6. Penggunaan yang serba guna (multiple use).
7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness) sehingga biaya
transportasinya menjadi mahal.
8. Nilai kultur masyarakat yang menganggap bahwa sumber daya air sebagai
anugerah dari Tuhan, dapat menjadi kendala dalam pendistribusiannya
secara komersial.
Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok besar yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri.
Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan
pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan. Air untuk keperluan
irigasi pertanian juga terus meningkat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan
penduduk yang terus bertambah. Demikian juga dalam bidang industri, yang kian
mengalami peningkatan karena struktur perekonomian yang mengarah pada
industrialisasi.
Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk
mendapatkannya memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya.
Sebagaimana barang ekonomi lainnya, air mempunyai nilai bagi penggunanya,
yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan untuk penggunaan sumber
daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama manfaat dari
(Briscoe dalam Oktavianus, 2003).
Industrialisasi yang meluas membutuhkan investasi yang besar untuk
menjaga tingkat penyediaan air dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Di
Indonesia, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan air bersih secara
kontinyu terus meningkat dari tahun ke tahun. Infrastruktur air bersih merupakan
salah satu bagian penting dalam infrastruktur dasar yang dapat memberi pengaruh
bagi pertumbuhan output (Bulohlabna, 2008).
2.1.5.4.Infrastruktur Kesehatan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar bebas
penyakit dan kelemahan fisik. Dalam prakteknya, pengukuran tingkat kesehatan
yang digunakan antara lain tingkat harapan hidup. Ukuran ini merupakan salah satu
dari tiga komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan
nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan
manusia secara berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Pembangunan ini
merupakan upaya untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Melalui
pembangunan kesehatan diharapkan setiap penduduk memiliki kemampuan hidup
sehat sehingga di masa mendatang tercipta generasi penerus yang bermutu sebagai
29
Secara ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja
yang sehat dan merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi.
Negara-negara yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah
menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan
dibandingkan dengan negara yang lebih baik tingkat kesehatan dan pendidikannya.
Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk
lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang lebih besar, memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output ekonomi yang lebih besar
juga.
Tujuan pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Rencana Strategi
Pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya program atau kegiatan
pembangunan kesehatan yang memberi jaminan tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sesuai dengan visi “Indonesia Sehat 2010”.
Arah kebijakan pembangunan kesehatan menurut Depkes (2004) adalah:
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling
mendukung, dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan
prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai
usia lanjut.
2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan
melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan
sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang
Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan
kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau
seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata.
Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan
mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor
input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
2.1.6. Hubungan Antara Investasi Publik dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sturm dalam Sibarani (2002) ada beberapa cara untuk mencari
hubungan antara investasi publik dengan pertumbuhan ekonomi, diantaranya
adalah:
a. Fungsi Produksi
Modal publik masuk dalam fungsi produksi melalui produktivitas
multifaktor (multifactor productivity) atau sebagai input dalam fungsi
produksi. Kelemahan model ini adalah variabel tenaga kerja dan modal
merupakan variabel eksogen. Beberapa peneliti menggunakan data
regional dalam analisisnya untuk memberikan hasil yang penting terhadap
desain kebijakan pemerintah lokal. Keuntungan penggunaan data regional
adalah teknologi produksi yang sama antar daerah karena adanya
kebebasan teknologi untuk ke luar masuk antar wilayah, hukum dan
institusi politik yang tidak bervariasi terlalu besar antar daerah, serta data
yang ada cukup besar dan dikumpulkan dengan basis yang konsisten.
Kelemahannya adalah faktor mobilitas yang relatif tinggi akibat adanya
31
mengabaikan efek spesifik regional akan memberikan hasil yang bias dan
tidak konsisten. Contohnya wilayah yang lebih makmur akan melakukan
investasi yang lebih banyak, sehingga ada korelasi positif antara efek
spesifik daerah dan modal sektor publik.
Studi dengan data agregat nasional umumnya mendapatkan elastisitas
yang lebih besar daripada data disagregat. Hal ini disebabkan adanya
spillover effects dari investasi infrastruktur pada area geografi yang kecil
tidak terlihat dengan baik.
b. Fungsi Biaya/Profit
Stok modal publik diestimasi dengan pendekatan perilaku (behavioural
approach) baik dengan maksimisasi profit atau minimisasi biaya. Dua
perbedaan antara pendekatan ini dengan fungsi produksi yaitu:
1) Penggunaan bentuk fungsional yang fleksibel menghilangkan batasan
pada struktur produksi, sehingga dampak langsung maupun tidak
langsung dari modal publik melalui input swasta dapat ditentukan.
2) Estimasi dengan fungsi produksi dapat menghasilkan persamaan
simultan yang bias sedangkan pada behavioural approach tidak terjadi
bias karena biaya atau keuntungan secara langsung diwakili.
Kekurangan model ini adalah banyaknya parameter yang harus diestimasi
sehingga dapat menimbulkan masalah multikolinearitas dan membutuhkan
data yang banyak. Kelemahan lainnya adalah masalah nonstasioner,
bentuk fungsional yang fleksibel tidak menjamin global concavity dari
c. Vector Auto Regression (VAR)
VAR menggunakan sesedikit mungkin batasan dan teori ekonomi. VAR
berorientasi pada data dan juga memperhitungkan dampak tidak langsung
dari modal publik. Keuntungan dari VAR adalah tidak dibutuhkan arah
kausalitas dan tidak perlu mengidentifikasi kondisi yang diturunkan dari
teori ekonomi. Namun pendekatan VAR tidak secara sempurna
menjelaskan proses produksi sehingga sukar untuk mencari nilai
elastisitas.
2.2. Penelitian Terdahulu
Ketersediaan infrastruktur yang memadai sangat penting dalam
perekonomian karena mampu mengefisienkan proses produksi dalam
perekonomian. Semakin tinggi tingkat output perkapita, semakin tinggi pula
produktivitas ekonominya. Dengan demikian, penyediaaan infrastruktur
berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan distribusi
pendapatan antar wilayah.
Sibarani (2002) dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menganalisis bahwa kebijakan
pembangunan infrastruktur yang terpusat di Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat
menimbulkan disparitas pendapatan per kapita di masing-masing daerah Indonesia,
terutama antara Pulau Jawa dengan luar Jawa dan Indonesia Bagian Barat dengan
Indonesia Bagian Timur, meskipun pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi
33
infrastruktur sebagai input dalam produksi agregat. Asumsi yang digunakan Barro
adalah total faktor produksi mempunyai bentuk log Ait = ai + bt. Pendekatan yang
dipilih dalam analisis ini adalah fixed effects dari masing-masing provinsi dengan
indeks i dan pertumbuhan produktivitas Indonesia secara keseluruhan dengan
indeks t. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa setiap jenis infrastruktur yang
diteliti yaitu jalan, listrik dan telepon, memberikan kontribusi positif dengan
elastisitas yang berbeda.
Prasetyo (2008) yang meneliti pengaruh infrastruktur terhadap
pembangunan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia dengan menggunakan data
panel tahun 1995 – 2006, membagi modelnya dengan variabel dependen yang
berbeda yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Pengaruh
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan pendekatan fixed
effects, yang menyimpulkan bahwa variabel bebas jalan, listrik, investasi dan
dummy otonomi daerah berhubungan secara positif dengan pertumbuhan
ekonomi. Sedangkan variabel air bersih tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena data yang digunakan adalah
kapasitas air bersih yang disalurkan oleh perusahaan air bersih untuk pelanggan,
yang umumnya adalah pelanggan rumah tangga. Sedangkan pengaruh
infrastruktur terhadap pendapatan per kapita dianalisis dengan pendekatan
random effects, dengan hasil yang sama dengan hasil dari estimasi pengaruh
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu semua variabel bebas jalan,
listrik, investasi dan dummy otonomi daerah berhubungan secara positif dengan
signifikan terhadap pendapatan per kapita. Yang membedakan kedua model
tersebut adalah nilai elastisitas masing-masing infrastruktur yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita.
Sedangkan Bulohlabna (2008) meneliti tipologi dan pengaruh infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI). Metode
penelitian yang digunakan adalah data panel dengan pendekatan fixed effects untuk
provinsi KTI yang termasuk dalam klasifikasi daerah tertinggal dengan referensi
data tahun 1995 – 2006. Hasil penelitian ini dibagi menjadi empat model yang
perbedaaannya pada variabel dependennya, yaitu output total, output di sektor
primer, output di sektor sekunder dan output di sektor tersier. Analisis data panel
menunjukkan bahwa untuk wilayah KTI yang digolongkan sebagai daerah
tertinggal, kontribusi positif infrastruktur yang paling besar terhadap pertumbuhan
output adalah berasal dari infrastruktur jalan, kemudian listrik dan pendidikan.
Sementara itu, variabel kesehatan dan otonomi daerah memberikan pengaruh
negatif terhadap pertumbuhan output. Hal ini didasarkan pada teori bahwa
kebutuhan akan infrastruktur akan meningkat seiring dengan peningkatan
kemakmurannya. Sehingga infrastruktur dasar akan memberikan produktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan infrastruktur lanjutan. Selain itu, dapat
diduga juga bahwa penyebab nilai negatif pada pengaruh infrastruktur ini lebih
disebabkan karena kualitas dan kuantitas layanan yang rendah, sedangkan nilai
negatif pada otonomi daerah lebih disebabkan karena kemampuan pemerintah
daerah untuk menerapkan kebijakan. Kontribusi dari setiap layanan infrastruktur
35
berbeda. Besarnya kontribusi tersebut menentukan infrastrutur apa yang tepat
dilakukan dalam mengembangkan tiap sektor perekonomian.
Sementara itu Yanuar (2006) menganalisis kaitan infrastruktur terhadap
pertumbuhan output baik dari sektor pertanian maupun industri dengan
menggunakan analisis data panel pendekatan fixed effects. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa modal fisik, infrastruktur jalan, telepon, kesehatan dan
pendidikan memberikan pengaruh terhadap output. Infrastruktur kesehatan dan
pendidikan memberikan kontribusi terbesar pada sektor pertanian sementara
infrastruktur jalan merupakan kontributor terbesar pada sektor industri. Kesenjangan
yang terjadi antar daerah dan wilayah menurut Yanuar dapat disebabkan oleh
kesenjangan stok infrastruktur dan besaran produktivitas infrastruktur terhadap
output.
Walaupun penelitian yang menganalisis mengenai pengaruh
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi sudah dilakukan oleh beberapa
peneliti, namun penelitian ini masih dirasakan perlu dengan pemikiran bahwa
ada hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lainnya, antara
lain:
1. Cakupan wilayah yang dianalisis meliputi seluruh Indonesia (sebanyak
26 provinsi). Untuk menjamin data seriesnya, data provinsi-provinsi
pemekaran digabungkan dengan provinsi induknya.
2. Tahun data yaitu dari tahun 1995 sampai dengan 2007 (data series
selama 13 tahun).
• Variabel variabel dependen yang digunakan adalah PDRB riil per
tenaga kerja.
• Variabel independen terdiri dari infrastruktur dan investasi swasta.
Infrastruktur yang dikaji meliputi infrastruktur ekonomi yang
meliputi variabel jalan, listrik dan air bersih serta infrastruktur sosial
yang diwakili oleh variabel kesehatan.
2.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Keberhasilan pembangunan di Indonesia masih meninggalkan masalah
berupa disparitas wilayah dan pendapatan. Sumber daya yang ada masih belum
merata dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga masih ada daerah
yang termasuk kategori miskin dan yang kaya. Disparitas pembangunan ini bila
dibiarkan berlangsung bisa memperlebar ketimpangan dan tingkat kesenjangan
sehingga peningkatan kegiatan perekonomian tidak dapat mencukupi kebutuhan
seluruh lapisan masyarakat. Ketimpangan juga dapat menimbulkan beban
ekonomi dan sosial yang tinggi. Hal ini disebabkan kemampuan masing-masing
daerah untuk tumbuh dan berkembang yang bervariasi dan sangat ditentukan
oleh berbagai faktor ekonomi yang dimiliki oleh suatu wilayah.
Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis melalui tingkat
pertumbuhan ekonominya, dimana perkembangannya ditentukan oleh kapasitas
output produksi yang dihasilkan wilayah tersebut. Sementara itu kapasitas output
produksi sangat ditentukan oleh akumulasi modal atau investasi yang dilakukan,
37
Salah satu bentuk pemanfaatan investasi publik adalah pembangunan
pelayanan infrastruktur yang menunjang kegiatan ekonomi baik infrastruktur
ekonomi, infrastruktur sosial, maupun infrastruktur administrasi. Pembangunan
infrastruktur yang beragam dan bervariasi baik kuantitas maupun kualitasnya di
setiap provinsi di Indonesia membawa pengaruh terhadap produktivitas
ekonomi di masing-masing wilayah, yang bisa digunakan untuk menganalisis
masalah ketimpangan yang terjadi. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap
pembangunan ekonomi di Indonesia dan melihat besarnya pengaruh
pembangunan infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia.
Infrastruktur yang diteliti terdiri dari infrastruktur yang menunjang kegiatan
ekonomi yaitu: panjang jalan, energi listrik, sumber daya air bersih dan fasilitas
kesehatan.
Tingkat produktivitas tiap infrastruktur dicerminkan oleh nilai elastisitas
dari ketersediaan infrastruktur terhadap perekonomian. Semakin besar nilai
elastisitas menunjukkan infrastruktur tersebut semakin produktif meningkatkan
perekonomian. Layanan infrastruktur yang buruk, dilihat dari kualitas dan
kuantitasnya, berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, sebaliknya
semakin efektif (optimal) layanan infrastruktur tersebut dimanfaatkan maka
akan memberikan rate of return yang tinggi (Yanuar, 2006). Mengingat layanan
infrastruktur memerlukan modal yang besar dengan waktu pengembalian yang
lama dan beresiko tinggi, maka pembangunan infrastruktur lebih banyak
dilakukan oleh pemerintah.
tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Model yang digunakan adalah
model pertumbuhan neoklasik Solow yang didasarkan pada fungsi produksi
Cobb-Douglas, dimana infrastruktur merupakan bagian dari stok modal yang
dilakukan pemerintah sebagai investasi publik. Produktivitas ekonomi yang
dihasilkan di suatu daerah dianalisis sebagai variabel eksogen yang diteliti dari
input dalam fungsi produksi tersebut. Variabel eksogen diperoleh dari output
per tenaga kerja, sedangkan produktivitas ekonomi merupakan nilai koefisien
dari variabel eksogen yang dianalisis dalam model operasional. Nilai koefisien
dalam model menunjukkan tingkat elastisistas variabel endogen terhadap
variabel eksogen, yang artinya setiap kenaikan satu persen variabel endogen
akan meningkatkan variabel eksogen sebesar nilai koefisien dari model hasil
penelitian.
Alur pemikiran dalam kerangka operasional ini secara sistematis dapat
39
Teknologi Pertumbuhan
Ekonomi
Produktivitas Output Ekonomi
Tenaga Kerja Kapital
Infrastruktur
Infrastruktur Ekonomi Infrastruktur Sosial
Kesehatan Jalan
Listrik
Air Bersih
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan:
: variabel yang diteliti.
: variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian karena