KONDISI FISIK RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR PENDERITA MALARIA DI DESA BAGAN DALAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM
KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 101000352 TEGUH RAHARDJO
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul
KONDISI FISIK RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR PENDERITA MALARIA DI DESA BAGAN DALAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM
KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2012
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM 101000352 TEGUH RAHARDJO
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 17 Juli 2012 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
NIP. 19580404 198702 1001 NIP. 19681101 199003 2005 dr. Surya Dharma, MPHIr. Indra Chahaya S, MSi
Penguji II Penguji III
NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19491119 198701 1 001 Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MSDr.dr. Wirsal Hasan, MPH
Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
ABSTRAK
Desa Bagan Dalam yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Propinsi Sumatera Utara, merupakan daerah endemis malaria, dan Annual Parasit Index (API) tahun 2011 Desa Bagan Dalam adalah sebesar 30 per 1.000 penduduk. Rumah di Desa Bagan Dalam masih banyak yang belum memenuhi persyaratan kesehatan dan ekosistem Desa Bagan Dalam yang terdiri dari semak-semak, pertambakan, rawa-rawa dan parit yang tergenang yang merupakan faktor resiko kejadian malaria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah penduduk sekitar penderita malaria di desa Bagan dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif. Populasi penderita malaria yang tercatat dalam laporan tahunan Puskesmas Tanjung Tiram tahun 2011, sebesar 271 orang. Sampel yang diambil 73 rumah penderita malaria dengan menggunakan metode proporsional random sampling.
Berdasarkan hasil penelitian dari 73 rumah yang diobservasi 67 rumah (91,8%) dindingnya tidak rapat, 73 rumah (100%) tidak memakai kawat kasa, 69 rumah (94,5%) tidak memasang lanit-langit, 73 (100%) rumah suhu ruangan rumah antara 25-27˚C, dan 73 rumah (100%) pada kelembaban diatas 60%. Lingkungan sekitar 73 rumah penderita malaria yang diobservasi yang berdekatan dengan semak-semak 38 rumah (52,1%), rumah berdekatan dengan tambak 38 rumah (52,1%), yang berdekatan dengan rawa-rawa 73 rumah (100%) dan yang berdekatan dengan parit sebanyak 73 rumah (100%). pH pada tambak 8,1, rawa-rawa antara 7,8-8,4 dan parit antara 7,8-8,3.
Dianjurkan agar dinding rumah tidak memiliki lubang kurang dari 1,5 mm², ventilasi harus dipasang kawat kasa, dan rumah harus dilengkapi dengan langit-langit untuk mengindari nyamuk masuk ke rumah dan masyarakat harus memperhatikan kebersihan lingkungan. Sebaiknya di Desa bagan Dalam di bangun rumah susun dan rawa-rawa dijadikan kolam untuk tempat rekreasi.
ABSTACT
Bagan Dalam village located in Sub District of Tanjung Tiram, District of Batu Bara North Sumatera Povince is a malaria-endemic areas, and Annual Parasite Index (API) in 2011 in the village of Bagan Dalam was 30 per 1.000 population. Houses in village Bagan Dalam still many who do not meet health requirenments and ecosystem Bagan Dalam village consists of shrubs, ponds, swamps and many of the flooded trenches which was risk factors for the incidence of malaria.
This study aims to know the description of the physical condition of the house and environment surrounding people with malaria in village of Bagan dalam, Sub Distrisc of Tanjung Tiram, Distric of Batu Bara. This type of research is a descriptive survey. Population malaria patients recorded in the annual report Tanjung Tiram Health Center in 2011, was amounting to 271 people. Samples wre taken 73 patients house of malaria using proporsional random sampling method. Based on the results of study of observed 73 houses, 67 haouses (91,8%) have unclosed wall, 73 houses (100%) with unscreened, 69 houses (94,5%) without plafond, 73 houses (100%) have temperature between 25-27˚C, and 73 houses (100%) near the swmp are, and 73 houses (100%) near the ditches. The average pH on the sample point as the habitat of mosquito at Desa Bagan Dalam, i.e on fish pond area with pH 8,1, on swamp area with pH between 7,8-8,4 and on ditch area with pH between 7,8-8,3.
It is suggested to build the wall of the houses closely, and ventilation with sreened and the houses must hav plafond to avoid the mosquitoes fly into the houses and the local people must pay attention to the environment sanitation.Bagan Dalam village should be built flats and marshes to pool used for recreation.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Teguh Rahardjo
Tempat/Tanggal Lahir : Dayeuhkolot/22 Oktober 1975
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 2 (Dua) Orang
Alamat Rumah : Perumnas Limah Puluh. Lingkungan I,
Kelurahan Lima Puluh, Kecamatan Lima Puluh,
Kabupaten Batu Bara
Alamat kantor : Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara
Jln Perintis Kemerdekaan No 78 Kec. Lima Puluh
Kabupaten Batu Bara
Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Dayeuhkolot XI Bandung Jawa Barat Lulus Tahun 1988
2. SMP Negeri 1 Purworejo Jawa Tengah Lulus Tahun 1991
3. SMA Negeri 2 Purworejo Jawa Tengah Lulus Tahun 1994
4. AKL Depkes RI Yogyakarta Lulus Tahun 1997
5. Tugas Belajar FKM USU Medan Tahun 2010-2012
Riwayat Pekerjaan
1. PT. Pharos Indonesia Cabang Bandung , Jawa Barat Tahun 1998-2001
2. PT. Kalbe Farma Tbk Cabang Pematang Siantar , Tahun 2001-2008
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang tidak
pernah berhenti mencurahkan cinta dan kasih sayang-Nya dan shalawat kepada
Rasullullah SAW. Ungkapan cinta kepada kedua orang tua, kakak dan adik penulis
yang telah memberikan keindahan dalam hidup penulis, yang dapat menyiapkan
skripsi yang berjudul “ Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita
Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara
Tahun 2012”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari jauh dari kesempurnaan. Hal
ini tidak lepas dari keterbatasan pengetahuan penulis sebagai manusia dengan segala
kekurangan dan kekhilafan.
Selama penulisan skripsi telah banyak mendapat bantuan moril dan materi
dari berbagai pihak. Pada kesempatam ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Surya Dharma, MPH. dan Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku dosen
pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya dengan
keikhlasan hati untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan di
FKM USU beserta staf bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan
Mayarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku dosen penguji
5. Dr.dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen penguji
6. dr. H. Muhammad Kubri selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batu
Bara
7. drg. Muhammad Husni Tarigan selaku Kepala Puskesmas Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara
8. Muhammad Nashir Yuhanan selaku Camat Tanjung Tiram Kabupaten Batu
Bara
9. Amiruddin selaku Kepala Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang begitu besar dan tidak terhingga
kepada ayahanda tercinta Karjono dan ibunda tercinta Sri Suratmi yang telah
memberi semangat kepada penulis untuk terus mengejar cita-cita.Istri yang tercinta
Santi Mustika Sirait dan buat anakku tersayang Rangga Sahasika dan Arya
Rashendriya serta saudaraku Wuri Handayani ,Ratna Pujihartani, Pramudita serta
sahabatku satu kost Abang Anas seta Rekan-rekan stambuk 2010, Jenny, Netti,
Sriana, Jose,Hengky, Erianto, Indra, Dolianto dan mahasiswa stambuk 2010 yang
Akhir kata Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua dan penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi kita semua
Amin.
Medan, 2012
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abastrak ... ii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... x
Daffar lampiran ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Malaria ... 5
2.1.1. Epidemiologi Malaria ... 5
2.1.2. Etiologi ... 6
2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium ... 7
2.1.4. Patogenesis ... 9
2.1.5. Cara Penularan Penyakit Malaria ... 10
2.2. Hubungan Host, Lingkungan, dan Agent ... 11
2.2.1. Host ... 11
2.2.2. Lingkungan ... 16
2.2.3. Agent ... 21
2.3. Gejala Malaria ... 22
2.4. Indikator Penyakit Malaria dan Stratifikasi Daerah Malaria ... 24
2.4.1. Indikator Pengukuran Malaria ... 24
2.4.2. Stratifikasi Daerah Malaria ... 25
2.5. Pengendalian dan Pencegahan Malaria ... 26
2.5.1. Pengendalian Penyakit Malaria ... 26
2.5.2. Pencegahan Penyakit Malaria ... 27
2.6. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Malaria ... 30
2.6.1. Faktor Fisik Rumah ... 30
2.6.2. Faktor Lingkungan Sekitar ... 33
2.7. Kerangka Konsep ... 37
BAB III METODE PENELITAN 3.1. Jenis Penelitian ... 38
3.2.1. Lokasi ... 38
3.2.2. Waktu Penelitian ... 38
3.3. Populasi dan Sampel ... 38
3.3.1. Populasi ... 38
3.3.2. Sampel ... 39
3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 39
3.5. Definisi Operasional ... 40
3.6. Teknik Pengulan Data ... 42
3.4.1. Data Primer ... 42
3.4.2. Data Sekunder ... 42
3.7. Aspek Pengukuran ... 43
3.8. Teknik Analisa Data ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 45
4.2 Hasil Penelitian ... 46
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Kondisi Fisik Rumah Penderita Malaria ... 49
5.1.1. Kerapatan dinding ... 49
5.1.2. Kawat kasa ... 50
5.1.3. Langit-langit ... 51
5.1.4. Suhu ... 51
5.1.5. Kelembaban ... 52
5.2. Gambaran Kondisi Lingkungan Penderita ... 53
5.2.1. Semak-semak ... 53
5.2.2. Tambak ... 54
5.2.3. Rawa-rawa ... 55
5.2.3. Parit ... 55
5.2.4. pHTambak, rawa-rawa dan parit ... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58
6.2. Saran ... 59
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria ... 9 Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Data ... 43 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah Penderita MalariaDi
Desa Bagan Dalam Kec. Tajung Tiram Kabupaten Batu BaraTahun 2012 ... 46 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Penderita MalariaDi
Desa Bagan Dalam Kec. Tajung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012 ... 47 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Kimia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Observasi……… 64 Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU……… 65 Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Ka. Dinas Kesehatan Kab. Batu Bara… 66 Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Kepala Puskesmas Tanjung Tiram …… 67 Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Camat Tanjung Tiram……….. 68 Lampiran 6 Surat Keterangan Kepala Desa Bagan Dalam……… 69 Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan pH pada Tambak, rawa-rawa dan Parit di
Lingkungan Sekitar Penderita malaria di Desa Bagan Dalam
ABSTRAK
Desa Bagan Dalam yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Propinsi Sumatera Utara, merupakan daerah endemis malaria, dan Annual Parasit Index (API) tahun 2011 Desa Bagan Dalam adalah sebesar 30 per 1.000 penduduk. Rumah di Desa Bagan Dalam masih banyak yang belum memenuhi persyaratan kesehatan dan ekosistem Desa Bagan Dalam yang terdiri dari semak-semak, pertambakan, rawa-rawa dan parit yang tergenang yang merupakan faktor resiko kejadian malaria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah penduduk sekitar penderita malaria di desa Bagan dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif. Populasi penderita malaria yang tercatat dalam laporan tahunan Puskesmas Tanjung Tiram tahun 2011, sebesar 271 orang. Sampel yang diambil 73 rumah penderita malaria dengan menggunakan metode proporsional random sampling.
Berdasarkan hasil penelitian dari 73 rumah yang diobservasi 67 rumah (91,8%) dindingnya tidak rapat, 73 rumah (100%) tidak memakai kawat kasa, 69 rumah (94,5%) tidak memasang lanit-langit, 73 (100%) rumah suhu ruangan rumah antara 25-27˚C, dan 73 rumah (100%) pada kelembaban diatas 60%. Lingkungan sekitar 73 rumah penderita malaria yang diobservasi yang berdekatan dengan semak-semak 38 rumah (52,1%), rumah berdekatan dengan tambak 38 rumah (52,1%), yang berdekatan dengan rawa-rawa 73 rumah (100%) dan yang berdekatan dengan parit sebanyak 73 rumah (100%). pH pada tambak 8,1, rawa-rawa antara 7,8-8,4 dan parit antara 7,8-8,3.
Dianjurkan agar dinding rumah tidak memiliki lubang kurang dari 1,5 mm², ventilasi harus dipasang kawat kasa, dan rumah harus dilengkapi dengan langit-langit untuk mengindari nyamuk masuk ke rumah dan masyarakat harus memperhatikan kebersihan lingkungan. Sebaiknya di Desa bagan Dalam di bangun rumah susun dan rawa-rawa dijadikan kolam untuk tempat rekreasi.
ABSTACT
Bagan Dalam village located in Sub District of Tanjung Tiram, District of Batu Bara North Sumatera Povince is a malaria-endemic areas, and Annual Parasite Index (API) in 2011 in the village of Bagan Dalam was 30 per 1.000 population. Houses in village Bagan Dalam still many who do not meet health requirenments and ecosystem Bagan Dalam village consists of shrubs, ponds, swamps and many of the flooded trenches which was risk factors for the incidence of malaria.
This study aims to know the description of the physical condition of the house and environment surrounding people with malaria in village of Bagan dalam, Sub Distrisc of Tanjung Tiram, Distric of Batu Bara. This type of research is a descriptive survey. Population malaria patients recorded in the annual report Tanjung Tiram Health Center in 2011, was amounting to 271 people. Samples wre taken 73 patients house of malaria using proporsional random sampling method. Based on the results of study of observed 73 houses, 67 haouses (91,8%) have unclosed wall, 73 houses (100%) with unscreened, 69 houses (94,5%) without plafond, 73 houses (100%) have temperature between 25-27˚C, and 73 houses (100%) near the swmp are, and 73 houses (100%) near the ditches. The average pH on the sample point as the habitat of mosquito at Desa Bagan Dalam, i.e on fish pond area with pH 8,1, on swamp area with pH between 7,8-8,4 and on ditch area with pH between 7,8-8,3.
It is suggested to build the wall of the houses closely, and ventilation with sreened and the houses must hav plafond to avoid the mosquitoes fly into the houses and the local people must pay attention to the environment sanitation.Bagan Dalam village should be built flats and marshes to pool used for recreation.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keberhasilanpembangunan Indonesia sangat ditentukan olehketersediaan
sumber daya manusia yang berkualitas, dimanapembangunan sektor kesehatan
merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas,masyarakat harus bebas dari berbagai penyakit, termasuk penyakit malaria
(Kemenkes RI, 2010).
Penyakit malaria sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat dunia yang utama, khususnya pada negara-negara yang
tersebar di antara 64 derajat garis lintang utara dan 32 derajat lintang selatan,
terutama di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin (Achmadi, 2008).
Di dunia diperkirakan kurang lebih ada 300 juta hingga 500 juta kasus
malaria dengan kematian antara 750.000 hingga 2 juta meninggal setiap tahunnya.
Selain masalah kesehatan malaria juga menjadi masalah sosial ekonomi seperti
kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan (Achmadi, 2008).
Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan World Health Assembly
(WHA) tanggal 18- 23 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi
malaria bagi setiap negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah di
rumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Program (KemenkesRI, 2010).
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001, terdapat 15 juta
kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk
yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/kota mempunyai wilayah endemis malaria
(Depkes RI, 2008).
Memburuknya kondisi lingkungan merupakan penyebab penting bagi
langgengnya kehadiran penyakit ini di permukaan bumi. Tambak udang atau ikan
yang tidak terawat baik, penebangan pohon bakau, dan muara sungai yang tersumbat
merupakan kondisi lingkungan yang cenderung dihuni oleh vektor Anopheles. Meski
nyamuk Anopheles tidak memiliki kesempatan yang luas untuk menghampiri
manusia, namun penularan antarmanusia baru bisa terjadi jikalau dalam air ludah
nyamuk Anopheles mengandung sporozoit parasit malaria dalam kadar yang
signifikan (Suryadjaja, 2011).
Berdasarkan penelitianTheresa Nkuo-Akenji (2006) di Desa Bolifamba,.
Selatan-Barat Kamerun Masyarakat yamg tinggal dirumah dikelilingi oleh
semak-semak atau sampah tumpukan dan rawa-rawa atau air tergenang menunjukkan
prevalensi parasit malaria yang lebih tinggi dan kepadatan dibandingkan dengan
mereka dari lingkungan bersih. Anophelesgambiae (63,8%) dan Anopheles funestus
(32,8%). dikaitkan dengan transmisi malaria. Data ini menunjukkan bahwa sanitasi
lingkungan yang buruk dan kondisi perumahan mungkin menjadi faktor risiko yang
signifikan untuk parasit malaria.
Kondisi lingkungan di Wilayah Puskesmas Tanjung Tiram berada di dataran
rendah yang umumnya berdekatan dengan pantai dan sering terjadi pasang laut yang
mencapai daratan sehingga menimbulkan genangan-genangan air dan adanya
sampah-sampah yang berserakan di parit/selokan serta adanya pertambakan udang
Di Wilayah Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara angka Annual
Parasit Index (API) tahun 2011 adalah 16 per 1.000 penduduk dan terdapat tiga desa
endemis yaitu Desa Bagan Dalam, Desa Suka Maju dan Desa Bogak. Angka
Annual Parasit Index (API) dari ketiga desa tersebut adalah Desa Bagan Dalam
sebesar 30 per 1.000 penduduk, Desa Suka Maju 9,3 Per 1.000 penduduk dan Desa
Bogak 8 per 1.000 penduduk. Desa Bagan Dalam dengan Angka Annual Parasit
Index (API) tertinggi, angka ini menunjukan Desa Bagan Dalam merupakan daerah
endemis tinggi (Dinkes Kabupaten Batu Bara, 2012).
1.2.Perumusan Masalah
Tingginya kasus malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara sebagai salah satu desa yang berpotensial terhadap terjadinya
malaria bila dibandingkan dengan desa lain karena kondisi fisik perumahan
penduduk yang belum memenuhi persyaratan, adanya semak-semak, pertambakan
yang tidak terpelihara, rawa-rawa, dan parit. Hal inilah yang menjadi kontribusi
peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat dibuat gambaran
kondisi fisik rumah rumah dan lingkungan sekitar penderita Malaria di Desa Bagan
Dalam Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah dan lingkungan sekitar
penderita malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui kondisi fisik rumah penduduk seperti kerapatan dinding, kawat kasa
pada ventilasi, langit-langit , suhu, dan kelembaban pada penderita malaria di
Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
2. Mengetahui kondisi lingkungan sekitar penderita malaria seperti semak-semak,
pertambakan, rawa rawa, dan parit sekitar lingkungan penderita malaria di Desa
Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Berguna bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara dalam melaksanakan
Program penurunan kasus malaria.
2. Hasil penelitian berguna bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Batu
Bara Kecamatan Tanjung Tiram Desa Bagan Dalam untuk mengetahui lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (DepkesRI, 2008)
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan)
serangga nyamuk Anopheles spp(Achmadi, 2008).
Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk Anopheles betina. Dan
sebenarnya di dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, dan 60 spesies
diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis
Anopheles, dan 24 spesies diantaranya telah terbukti sebagai penular malaria
(Anies, 2006)
2.1.1. Epidemiologi Penyakit Malaria
Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang
menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan
tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut( Harijanto, 2000).
Dalam epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu diperhatikan dan
diselidiki hubungannya yaitu: Host (manusia), Agent (penyebab penyakit), dan
environment (lingkungan). Manusia disebut host intermedia, dimana siklus aseksual
parasit malaria terjadi, dan nyamuk malaria disebut host definitif, dimana siklus
2.1.2. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium yang merupakan protozoa obligat intraseluler. Ada empat spesies pada
manusia adalah Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax ,dan Plasmodium ovale,
serta Plasmodium malariae. Pada manusia malaria dapat ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina, melalui transpusi darah, jarum suntik yang tercemar dan dari ibu
hamil kepada janinnya (Harijanto, 2000)
Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi, 2008):
1. Plasmodium vivax,memiliki distribusi geografis terluas termasuk wilayah beriklim
dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap
hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivax antara
12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau
splenomegali.
2. Plasmodium falcifarum,Plamodium ini merupakan penyebab malaria tropika,
secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria cerebral
dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari dengan gejala nyeri
kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan
gagal ginjal.
3. Plasmodium ovale . Masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale
adalah 12 hingga 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan
dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan
gunung dataran rendah pada daerah tropik. Biasanya berlangsung tanpa gejala, dan
ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering mengalami
kekambuhan.
2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium
Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam
siklus aseksual dalam manusia dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
1 . Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia
Awal siklus ini ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia dan
memasukkan sporozoit yang ada pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia.
Dan dalam waktu 30 – 60 menit memasuki sel parenkim hati dan berkembang
biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Parasit belum
masuk ke sel-sel darah merah. Setelah akhir fase, skizon hati pecah , merozoit
keluar, kemudian masuk ke aliran darah, yang dikenal sporulasi. Pada Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit “tidur” untuk jangka waktu
tertentu, sehingga menyebabkan relaps jangka panjang. Penyakit ini muncul
kembali, setelah tampak mereda beberapa lama. Pada penderita yang mengandung
hipnozoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun, misalnya
akibat terlalu lelah, sibuk stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit
dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke
eritrosit. Kemudian eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala
penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumya pernah menderita P. vivax/ovale dan
sembuh setelah diobati, bila kemudian mengalami kelelahan atau stress, gejala
nyamuk Anophesles. Fase eritrosit dimulai pada saat merozoit dalam darah
menyerang sel-sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut manjadi
trofozoit merozoit. Setelah 2 – 3 generasi, merozoit terbentuk , kemudian sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual.
2. Siklus Seksual Dalam Tubuh Nyamuk
Nyamuk Anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit
malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini
mengalami pematangan menjadi mikrogametosit serta makrogametosit, dan
terjadilah zigot(ookinet). Dan ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan
menjadi ookista. Dan apabila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan
mencapai kelenjar liur nyamuk. Saat ini telah siap ditularkan jika nyamuk
menggigit tubuh manusia (Prabowo, 2004).
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervarisi tergantung
spsies Plasmodium. Masa preparatan adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk
sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikrokopis
Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria
Plasmodium Masa Inkubasi (hari)
Plasmodium falcifarum 9 - 14 (12)
Plasmodium vivax 12 – 17 (15)
Plasmodium ovale 16 – 18 (17)
Plasmodium malariae 18 – 40 (28)
Sumber : DepkesRI, 2008
2.1.4. Patogenesis
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit, atau limfosit yang mengeluarkan berbagi macam sitokin, antara
lain TNF (Tumor Nekrosis Factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus
yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizon pada
empat plasmodium memerlukan waktu 30 – 48 jam. Plasmodium vivax/Plasmodium
ovale 48 jam, dan Plasmodium malariae 72 jam. Demam Plasmodium falcifarum
dapat terjadi setiap hari, Plasmodium vivax/malariae selang waktu satu hari, dan
Plasmodium malariae demam timbul selang waktu 2 hari (Depkes RI, 2008).
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. Plasmodium falcifarum menginfeksi semua sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivaxdan
Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2
darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis (Depkes RI ,
2008).
Splemomegali, limpa merupakan organ retikuloendothetial, dimana
plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel
radang ini akan menyebabkan limpa membesar. Malaria berat akibat plasmodium
falcifarum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi
Plasmodium falcifarum akan mengalami proses skustrai yaitu tersebarnya eritrosit
tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob
yang berisi berbagai antigen Plasmodium falcifarum. Pada saat terjadi proses
siadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler, akibat
dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh darah kapiler
yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbat ini juga didukung
oleh proses terbentuknya rosette yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berpusat
dengan sel darah merah lainnya (DepkesRI, 2008).
Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imonologik yaitu
terbentuknya mediator mediator antara lain sitokin (TNF,Interkulin), dimana
mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu
(DepkesRI, 2008).
2.1.5. Cara Penularan Penyakit Malaria
Penularan penyakit malaria dapat terjadi secara alamiah dan tidak alamiah
Parasit sporozoa plasmodium yang menyebabkan malaria ditularkan melalui gigitan
waktu malam hari atau senja, dan ada beberapa nyamuk yang menggigit pada tengah
malam sampai fajar.
Penularan penyakit malaria (Iskandar, 1985)
1. Penularan secara alamiah
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif.
2. Penularan yang tidak alamiah .
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan, karena ibunya menderita malaria dan
penularan ini terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan
melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan
jarum suntik yang tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Penularan ini pernah dilakukan pada burung , ayam (Plasmodium gallinasium),
burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).
Sumber infeksi penyakit malaria pada manusia pada umumnya adalah
manusia yag sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.
2.2. Hubungan Host, Lingkungan, dan Agent 2.2.1 Host
1. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitif)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, dan di Indonesia terdapat 80
penular penyakit malaria (Anis, 2006). Nyamuk Anophelesterutama hidup didaerah
tropik dan subtropik, namun juga bisa hidup didaerah yang beriklim sedang dan
bahkan didaerah Afrika. Anopheles jarang ditemukan didaratan lebih dari
2000-2500 meter, sebagian besar nyamuk Anopheles ditemukan didaratan rendah.
Pemahaman terhadap bionomik nyamuk penular malaria sangat penting, bionomik
adalah nyamuk dengan lingkungannya termasuk di dalamnya bagaimana
berhubungan dengan manusia (sebagai lingkungan nyamuk). Bionomik nyamuk
meliputi perilaku bertelur, larva, pupa, dan dewasa. Misalnya perilaku menggigit,
tempat dan kapan bertelur, serta perilaku perkawinan (Achmadi, 2008) Peran
nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung kepada beberapa faktor antara
lain (Achmadi, 2008) :
a. Umur nyamuk
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk
untuk menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia
sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni
replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 sampai 10 hari), maka dapat
dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.
b. Peluang kontak dengan manusia
Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak dengan manusia,
apalagi nyamuk hutan. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang memiliki
sifat zoofilik, meskipun lebih suka menghisap darah binatang, bila tidak
c. Frekuensi menggigit nyamuk
Semakin sering nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya,
semakin besar kemungkinan berperan sebagai vektor penular penyakit
malaria.
d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri
Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi
kapasitas perut nyamuk itu sendiri yang menyebabkan nyamuk menjadi mati.
e. Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk
Nyamuk yang memiliki bionomik atau kebiasaan menggigit di luar rumah
pada malam hari, maka akan mencoba mencari manusia dan masuk ke dalam
rumah dan setelah menggigit beristirahat di dalam rumah maupun di luar
rumah.
f. Kepadatan nyamuk
Kalau populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan
misalnya populasi binatang dan manusia di sekitar tidak ada maka, kepadatan
nyamuk akan merugikan kepadatan nyamuk itu sendiri, sebaliknya bila satu
wilayah cukup padat, maka akan meningkatkan kapasitas vektor yakni
kemungkinan tertular akan lebih besar. Nyamuk Anopheles menggigit antara
waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut
spesiesnya.
Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan sebagai
berikut (Iskandar, 1985) :
1) Eksofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah.
2) Endofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.
b. Tempat menggigit
1) Eksofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di luar rumah.
2) Endofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah.
c. Obyek yang digigit
1) Antrofofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit manusia.
2) Zoofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit hewan.
3) Indiscriminate biters/indiscriminate feeders, yaitu nyamuk tanpakesukaan
tertentu terhadap hospes;
d.Frekuensi menggigit manusia
Frekuensi membutuhkan darah tergantung spesiesnya dandipengaruhi oleh
temperatur dan kelembaban, yang disebut siklusgonotrofik. Untuk iklim tropis
biasanya siklus ini berlangsung sekitar48-96 jam.
Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km
dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa
terbawa sampai 30 km, nyamuk Anopheles bisa terbawa pesawat terbang atau
kapal laut dan menyebarkan malaria kedaerah yang non-Endemik.
2. Manusia
Faktor yang berpengaruh pada manusia adalah (Iskandar,1985) :
a. Polvalensi dari haemoglobin S (HbS) cukup tinggi penduduknya ternyata
lebih tahan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum. HbS terdapat pada
b. Kurangnya enzim tertentu, yaitu enzim glukosa 6 fosfat dehidrogemase
(G6PD) ternyata memberi perlindungan terhadap infeksi Plasmodium
falcifarum yang berat.
c. Kekebalan/imunitas
Kekebalan bersifat humoral dengan seluruh kekebalan humoral disebabkan
oleh adanya antibody yang timbul dalam darah yang terdiri dari operonim
presipitin dan aglutinin, sedangkan kekebalan ditimbulkan oleh makrofag dan
sel-sel yang dihasilkan oleh sistem retikulo-endotrelial dalam limpa, hati, dan
sumsum tulang.
Sifat-sifat dari kekebalan malaria adalah (Iskandar, 1985):
1) Darah yang mengandung parasit malaria.
2) Hanya aktif terhadap bentuk ekso eritrocositer dari parasit.
3) Spesifik terhadap spesies tertentu tidak ada cross community.
4) Segera menurun/hilang setelah adanya infeksi berulang-ulang.
5) Umumnya lebih efektif, lebih cepat, bertahan lebih lama pada
Plasmodium vivax dapat Plasmodium falcifarum.
d. Umur dan jenis kelamin
Ini sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, pendidikan,
perumahan, imigrasi dan lain-lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada
umumnya setiap orang bisa terkena malaria. Perbedaan prevelensi menurut
umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat
kebutuhan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.Beberapa
kondisi imun yang lemah, berat badan lahir yang rendah, abortus, partus
prematur dan kematian janin intrauterin (Depkes RI, 1983).
Faktor-faktor genetik pada manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya malaria
dengan pencegahan invasi parasit kedalam sel, mengubah respon imunologik atau
mengurangi keterpaparan terhadap vektor.
2.2.2. Lingkungan
Faktor geografi dan meterorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi
malaria di Indonesia : 1. Lingkungan Fisik
a.
Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan
siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur
suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya.
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya
menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang
lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum
untuk pertumbuhan nyamuk 25º – 27ºC. Toleransi suhu tergantung pada
species nyamuknya, species nyamuk tidak tahan pada suhu 5º – 6ºC (Depkes
RI, 2007). Pengaruh suhu
Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme
yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan
pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi
mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum
berkisar antara 20 dan 30º C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik (siklus sporogoni dalam tubuh nyamuk) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Pengaruh suhu berbeda dari setiap spesies pada suhu 26,7°C masa inkubasi
ekstrinsik untuk setiap spesies sebagai berikut (Iskandar,1985) :
1) Plasmodiun falcifarum : 10 – 12 hari
2) Plasmodium vivax : 8 – 11 hari
3) Plasmodium malariae : 14 hari
4) Plasmodium ovale : 15 hari
Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara
yang biasanya dinyatakan dalam persen (%) (DepkesRI, 2007). Rendahnya
kelembaban akan memperpendek umur nyamuk, walaupun tidak berpengaruh
pada parasit. Pada Kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi
pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh
nyamuk (DepkesRI, 2007). Kelembaban juga berpengaruh terhadap
kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai
permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada
waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea
terbuka, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih
besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka
mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang
tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
Hujan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan meningkatkan
jumlah tempat perkembangbiakan ( c. Pengaruh hujan
breeding places
d.
) dan terjadinya epidemi
malaria. Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada jenis dan derasnya
hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Curah hujan yang cukup
dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk
berkembang biak secara optimal (DepkesRI, 2007).
Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula
0,5 ºC. Apabila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara
juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk
penyebaran nyamuk , siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk dan musim
penularan (DepkesRI, 2007). Malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah pada ketinggiandi atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal
ini bisa berubah bila terjadi pemanasan global dan pengaruh El-Nino. Pengaruh ketinggian
Kecepatan angin mempengaruhi pada penerbangan nyamuk (flight range) dan
11 – 14 m/det atau 25 – 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk
(Depkes RI. 2007).
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles f. Pengaruh sinar matahari
hyrcanus dan
Anophelespunctulatus lebihmenyukai tempat yang terbuka. Anopheles
barbirostris
g.
dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.
Pengaruh arus air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir
lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan
Anopheles letifer menyukai air tergenang, arus air mempengaruhi kerusakan
tempat peridukan (Iskandar,1985).
Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau,
lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia dapat
menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya.
Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah , gambusia,
nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi kehidupan larva.
Tempat-tempatyang banyak ditemukan binatang air sebagai predator maka kepadatan
jentik nyamuk tidak tinggi (Depkes RI, 2007). Adanya hewan piaraan seperti sapi,
kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila
hewan lain yang disenangi, maka meskipun nyamuk itu zoofilik terpaksa
menggigit manusia (Depkes RI, 2007).
Kejadian malaria dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial budaya seperti:
kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik
dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran
masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat
untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan
kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk.
Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering
mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria
(Harijanto, 2000). Konflik antar penduduk yang menimbulkan peperangan dan
perpindahan penduduk, serta peningkatan pariwisata dan perjalanan dari daerah
endemik dapat menjadi faktor meningkatnya kasus malaria (Harijanto, 2000). 3. Lingkungan Sosial Budaya
4. Lingkungan kimia
a. Kadar garam
Nyamuk ada yang suka berkembang biak di air tawar seperti nyamuk
An.aconitus, An. balabacensis, An. maculatus dan ada juga yang suka
berkembang biak di air payau seperti An. sundaicus dan An. subpictus. Kadar
garam yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan jentik mati.
tawar. Kadar garam yang kondusif bagi perkembangbiakan nyamuk An.
sundaicus adalah antara 12-18‰ (Achmadi, 2008).
b. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mempunyai peranan penting dalam pengaturan
respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka pH
cendrung menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO2
2.2.3. Agent
.
Klasifikasi pH air yaitu; pH 6,5-9 tingkat yang dibutuhkan oleh hewan air
untuk bereproduksi, pH 4-6,5 perkembangan hewan air lambat, pH 4-5 hewan
air tidak bereproduksi, pH 4 merupakan titik kematian asam dan pH 11
merupakan titik kematian basa. Larva Anopheles memiliki toleransi terhadap
pH antara 7,91-8,09, namun pada musim kemarau berkisar antara 6,8 -8,6
sehingga pH merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran
populasi jentik nyamuk. Aspek kimia yang mempengaruhi larva nyamuk
adalah derajat keasaman (pH) (DepkesRI, 2007).
Agentfaktor essensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa
benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, yang dalam jumlah yag
berlebih atau kurang merupakan sebab utama/essensial dalam terjadinya penyakit
(Soemirat, 1999).Agent penyebab penyakit malaria adalah protozoa, yaitu
Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax ,dan Plasmodium ovale, serta
Karakteristik agent hidup antara lain (Soemirat, 1999) :
1. Infektifitas
Kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembang biak di
dalamnya.
2. Patogenesis
Daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
3. Virulensi
Keganasan suatu mikroba bagi host. Mikroba apabila berada di dalam lingkungan
yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya, maka kuaitasnya berubah dan
seiring dengan itu, virulensinya berkurang.
4. Reservoir
Agent dapat terus berada di dalam lingkungan Karena ada reservoinya. Reservoir
agent hidup merupakan suatu mekanisme yang komplek dalam mempertahankan
spesiesnya dan membantu bertahan di dalam lingkungan.
5. Spesifisitas
Setiap agent hanya dapat menyebabkan satu jenis penyakit.
2.3. Gejala Malaria
Secara umum seorang yang mengalami penyakit malaria akan merasakan
gejala penyakit seperti demam pening, lemas, pucat (karena kurang darah), nyeri otot,
chest pain, menggigil, suhu bias mencapai 40 °C terutama pada infeksi Plasmodium
falcifarum. Pada infeksi Plasmodium falcifarum bahkan sering mengalami koma,
mual, muntah. Komplikasi yang sering kali timbul adalah ‘splenomegali” pembesaran
Gejala klasik malaria ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis
atau yang belum mempunyai kekebalan (imunitas). Penderita demikian baru pertama
kali menderita malaria, terdiri atas tiga stadium yang berurutan yaitu :
1. Menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya skizon dalam eritrosit
dan keluar zat-zat antigenik, demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita
menggigil.
2. Demam dengan suhu badan sekitar 37,5 – 40°C, sedangkan pada penderita
hiperparasitemia (lebih dari 5%) suhu meningkat sampai lebh dari 40°C.
3. Berkeringat (selama 2 – 4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan
metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam
keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya
setelah berkeringat, penderita sehat kembali (Anies, 2006).
Sedangkan di daerah endemis malaria, dalam hal ini penderita telah mempunyai
imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas timbul tidak berurutan, bahkan bias
jadi tidak ditemukan atau kadang-kadang muncul gejala lain (Anies, 2006) .
Malaria yang disertai komplikasi, gejalanya seperti gejala malaria ringan
tersebut, disertai dengan salah satu gejala di bawah ini( Anies, 2006):
1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)
2. Kejang
3. Panas tinggi diikuti gangguan kesehatan
4. Mata kuning dan tubuh kuning
5. Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan
7. Warna air kencing seperti the
8. Kelemahan umum
9. Napas sesak
2.4.Indikator Pengukuran Malaria dan Stratifikasi Daerah Malaria 2.4.1. Indikator Pengukuran Malaria
Penyakit malaria di masyarakat terkenal denga berbagai indikator, yang
menunjukkan besaran permasalahan atau potensi penyebaran malaria
(Achmadi, 2008) :
1. MOMI (monthly Malaria Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan hanya
berdasar gejala klinis dalam waktu satu bulan saja. Apabila dalam satu wilayah
tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa parasit, yang disebabkan karena
belum ada tenaga terlatih, dan atau tidak ada mikroskop untuk memeriksanya.
2. MOPI (Monthly Malaria Parasite Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan
berdasarkan pemeriksaan sediaan darah yang menunjukkan adanya plasmodium
dalam sediaan darahnya tersebut dalam kurun waktu satu bulan. Angka ini
menunjukan fluktuasi kasus, untuk menunjukkan bulan-bulan aktif penularan,
serta memprediksi adanya kejadian luar biasa ( bila angka dua kali dari angka
pola maksimum).
3. Proporsi Plasmodium falciparum, untuk mengetahui dan mengamati adanya
dominasi Plasmodiumfalcifarum yang berbahya.
4. Parasite rate (PR), diperoleh dari Malariometrik Survei Evaluasi, yaitu memeriksa
sediaan darah yang menunjukkan positif parasit dibanding jumlah SD yang
dikumpulkan x 100%.
5. API (Annual Parasit Incidence) adalah jumlah penderita positif plasmodium
selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%.
6. AMI (Annual Malaria Incidence) adalah jumlah penderita malaria klinis selama
satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%.
2.4.2. Stratifikasi Daerah Malaria
Stratifikasi daerah malaria dalam kegiatan pemberantasan malaria di luar Jawa
– Bali maka dapat dibuat sebagai berikut :
1. Daerah Bebas
Adalah desa yang terletak di wilayah Dati II tidak reseptif, tidak ada penularan
selama 3 tahun terakhir (tidak ada potensial penularan).
2. Derah Malaria
Adalah desa reseptif sehingga masih terjadi penularan atau kondisi lingkungan
masih memungkinkan terjadinya penularan.
Stratifikasi endemisitas malaria, didasarkan pada Annual Parasite Incidence
(API). Berdasarkan API, suatu daerah diklasifikasikan menjadi 3 tingkat endemisitas,
yaitu (KemenkesRI, 2010) :
1. High Case Incidence (HCI), kalau API > 5 per 1.000 penduduk.
2. Moderate Case Incidence (MCI), kalau API antara 1-5 1.000 penduduk.
2.5. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria 2.5.1. Pengendalian Penyakit Malaria
Kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit malaria adalah
sebagai berikut:
1. Penemuan Kasus
Menurut Achmadi (2008) penemuan penderita malaria dapat dilakukan dengan
cara :
a. Aktif atau lazim dikenal dengan istilah Pencarian Kasus Secara Aktif (PKSA)
atau Active Case Detection (ACD) , yaitu upaya rutin untuk mencari penderita
dengan riwayat demam, baik penduduk setempat maupun yang baru kembali
dari perjalanan dari daerah endemik malaria. Dan kunjungan ini dilakukan
dari rumah ke rumah oleh Juru Malaria Desa.
b. Pasif atau Pencarian Kasus Secara Pasif (PKSP) atau Pasif Case Detction
(PCD), yaitu kassu diperoleh dari penderita yang datang ketempat-tempat
pelayanan seperti Pos Malaria Desa (Posmaldes) atau puskesmas, dan Unit
Pelayanan Kesehatan Swasta yang mempunyai sarana pemeriksaan sediaan
darah malaria diharuskan mengambil sediaan darah dari setiap penderita
malaria klinis.
c. Survei demam secara massal atau Mass Fever Survey (MFS). Selama ada KLB,
diperlukan ACD dengan mencari semua penderita denga riwayat demam, serta
mengambil sediaan darah untuk dilakukan pemeriksaan parasitologis, serta
pengobatan sampai sembuh, sedangkan MFS memiliki filosofi mengobati
2. Pengendalian Vektor
Pelaksanaan pengendalian vektor malaria didasarkan pertimbangan : Rational,
Effective, Sustainable, dan Acceptable yang biasa disingkat dengan RESSA yaitu :
a. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vector yang diusulkan memang terjadi
penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi keriteria yang
ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan desa dan ditemukan penderita
indegenius dan wilayah pemberantasan Parasite rate > 3%
b. Effective : Dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau
kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap
paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung
oleh data epidemiologi dan laporan masyarakat.
c. Sustainable: Kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan
secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil
yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang
biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.
d. Accepteble: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat (Depkes,2005).
2.5.2. Pencegahan Penyakit Malaria
Pencegahan terhadap malaria lebih utama daripada mengobati, upaya
pencegahan dilakukan dengan cara (Anies, 2006) :
1. Mengurangi pembawa gametosit
Dengan pengobatan yang efektif diharapkan gametosit tidak sempat terbentuk di
telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat membunuh
gametosit.
2. Menghindari gigitan nyamuk
Upaya untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting bagi daerah yang
penderitanya banyak, khususnya di pedesaan atau pinggiran kota yang banyak
sawah, tambak ikan maupun rawa, sangat dianjurkan untuk memakai baju lengan
panjang. Celana panjang saat keluar rumah, terutama malam hari. Menggunakan
kelambu saat tidur, memasang kawat kassa di jendela dan ventilasi rumah serta
pengunaan minyak anti nyamuk merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindari gigitan nyamuk.
3. Membunuh jentik dan nyamuk dewasa
Beberapa langkah untuk membunuh jentik dan nyamuk yang dapat dilakukan
dewasa yaitu :
a. Penyemprotan rumah
Penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dapat dilakukan dengan
menggunakan insektisida yang sesuai, dua kali setahun, dengan interval enam
bulan.
b. Larvaciding
Larvciding adalah kegiatan penyemprotan rawa-rawa, yang potensial sebagai
tempat peridukan nyamuk malaria.
c. Biologi control.
Kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-panchax) dan ikan wader cetul
persawahan, sehingga jentik-jentik nyamuk Anopheles dapat dimangsa oleh
ikan-ikan tersebut.
4. Mengurangi tempat peridukan nyamuk malaria
Tempat peridukan nyamuk bermacam-macam, tergantung dari jenis nyamuknya.
Ada yang hidup di pantai, persawahan, empang, rawa-rawa maupun tambak ikan
yaitu dengan cara :
a. Tambak ikan yang kurang terpelihara , harus dibersihkan. Parit-parit dipantai
yang berisi air payau, harus ditutup. Sawah dengan sistem irigasi , harus
dipastikan bahwa airnya mengalir dengan lancar.
b. Pengeringan secara berkala dari sawah-sawah berteras diharapkan waktu
kesempatan untuk bertelurnya nyamuk menjadi berkurang.
c. Menganjurkan disektor pertanian agar mengusahakan melakukan panen padi
secara serempak. Dengan panen berangsur angsur dapat melanggengkan
keberadaan nyamuk karena habitatnya selalu ada.
5. Melindungi dengan obat antimalaria
Kegiatan ini dapat dilakukan pada orang-orang yang melakukan perjalanan ke
daerah endemis malaria yang bertujuan agar tidak terjadi infeksi, serta timbul
gejala-gejala malaria. Dengan cara meminum obat anti malaria
sekurang-kurangnya seminggu sebelum berangkat, sampai setelah orang yang bersangkutan
2.6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan malaria
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara
lain:
2.6.1. FaktorKondisi fisik rumah
Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak
huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta
aset bagi pemiliknya (UU RI No 1 Tahun 2011).. Rumah merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, agar rumah dapat
berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan beberapa persyaratan. Rumah
sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
a. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan
fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perludiperhatikan di sini ialah :
1) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakanatas cahaya
matahari dan lampu.
2) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna, sehingga aliran
udara segar dapat terpelihara.
3) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan
suhu lingkungan.
b. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan
kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga
2) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan
rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.
c. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi
penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang
membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup.
2) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik.
3) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan.
4) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit
lainnya.
d. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari
kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah :
1) Rumah yang kokoh.
2) Terhindar dari bahaya kebakaran.
3) Alat-alat listrik yang terlindungi.
4) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996).
Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria :
a. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman
bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm²
akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.Hasil penelitian
Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa rumah yang dindingnya tidak rapat
b. Kawat kasa pada ventilasi, karena ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa
dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Hasil penelitian
Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa kawat kasa mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian malaria.
c. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang
terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang
masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada
semua atau sebagian ruangan rumah. Hasil penelitian Thaharuddin (2004)
menyebutkan bahwa langit-langit mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kejadian malaria.
d. Pengaruh suhu, nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata-rata
optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25 – 27 °C (DepkesRI, 2007).
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 °C
atau lebih dari 40 °C (DepkesRI, 2007). Dan suhu juga berpengaruh pada
pertumbuhan parasit di dalam tubuh vektor, suhu kritis terendah rata-rata untuk
siklus sporogenik di dalam tubuh nyamuk adalah 16 °C untuk Plasmodium
vivax dan Plasmodium malariae sedangkan Plasmodium falcifarum adalah 19
°C dan pada suhu terendah dari 16 °C bila ada sporozoit di dalam tubuh
nyamuk mengalami degenerasi (Depkes RI, 2007).
e. Pengaruh kelembaban yaitu pada kelembapan kurang dari 60% umur nyamuk
akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit
di dalam tubuh nyamuk (Depkes RI, 2007). Kelembaban juga berpengaruh
permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada
waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea
terbuka, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih
besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan,
maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang
mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang
tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Kebutuhan kelembaban
yang tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk mencari tempat yang lembab
basah di luar rumah sebagai tempat hinggap istirahat pada siang hari oleh
karena kelembabam yang tinggi tidak terdapat di dalam rumah kecuali di
daerah daerah tertentu (DepkesRI, 2007).
2.6.2. Faktor Lingkungan Sekitar
Lingkungan perumahan yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak
rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk
Anophelesseperti :
a. Adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus
permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat
lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat
istirahat yang disenangi nyamukanopheles, parit atau selokan yang digunakan
untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi
populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).Hasil
penelitian Thaharudin (2004) bahwa semak-semak mempunyai hubungan yang
sangat bermakna dengan angka kejadian malaria.
b. Adanya tambak udang dan ikan merupakan jenis habitat dari larva nyamuk
Anopheles spp, petani dalam mengelola tambak udang dan ikan tidak terlepas
adanya lahan yang terbengkalai maupun dikelola akan mengundang nyamuk,
untuk berkembangbiak. Karena tambak dengan rumput dan lumut sebagai
habitat Anopheles subpictus (Munif, 2010).
c. Adanya rawa-rawa dengan rumput-rumputan tinggi merupakan habitat
Anopheles hyrcanus (Munif, 2010).
d. Genangan air pada parit akan menentukan jenis-jenis jentik dan jumlah jentik
yang ditemukan dan jentik nyamuk Anopheles lebih menyenangi genangan
yang baru (Depkes RI, 2007).
Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria
a) Anopheles aconitus
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku
dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak
didapat di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m. Jentiknya terdapat
di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air,
yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang
yang sangat baik. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi
tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah, pada tebing yang
sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang
terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap
darah (Iskandar , 1985).
b) Anopheles balabacensis
Anopheles balabacensis merupakan spesies yang antropofilik, lebih menyukai
darah manusia ketimbang darah binatang. Nyamuk ini juga memiliki kebiasaan
menggigit pada tengah malam hingga menjelang fajar sekitar jam empat pagi.
Pada siang hari sulit menjumpai nyamuk ini di dalam rumah Spesies ini lebih
menyukai hutan-hutan atau semak di sekitar pekarangan rumah(Achmadi,
2008).
c) Anopheles maculatus
Spesies nyamuk ini lebih menyukai darah binatang ternak, memiliki kebiasaan
menggigit antara pukul 23:00 hingga 03:00 pagi. Spesies ini menyukai darah
manusia yang berada di luar rumah serta istirahat di luar rumah, atau kebun
kopi rumpun tanaman di tebing yang curam, atau sungai-sungai yang kecil dan
mata air yang lansung kena sinar matahari. Pada musim kemarau biasanya
kepadatan tinggi, namun pada musim hujan menurun karena tempat
berkembangbiakan terkena aliran sungai deras akibat hujan (Achmadi, 2008)..
Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari
sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia
(Iskandar , 1985).
Nyamuk ini merupakan salah satu spesies utama dalam penularan malaria di
Pulau Jawa. Nyamuk ini bersifat antropofilik, memilih tempat istirahat di
gantungan baju, di rumah-rumah, meski kadang-kadang dijumpai pula di luar
rumah. Spesies ini termasuk memiliki daya jelajah terbang cukup jauh, yakni 3
km. Nyanuk ini memiliki habitat air payau, jentik yang berkumpul ditempat
yang tertutup oleh tanaman, dan pada lumut yang mendapat sinar matahari
langsung. Bekas galian pasir, muara sungai kecil yang tertutup pasir, tambak
yang tidak dikelola, atau ditinggalkan pemiliknya merupakan tempat yang
2.7.Kerangka Konsep
Kondisi Fisik Rumah
1. Kerapatan Dinding
2. Langit-langit
3. Kawat Kasa Pada Ventilasi
4. Suhu
5. Kelembaban
Lingkungan Sekitar
1. Semak-semak
2. Tambak
3. Rawa-rawa
4. Parit
Lingkungan Kimia
1. pH Tambak
2. pH Rawa-Rawa
3. pH Parit
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif untuk
mengetahui gambaran kondisi rumah dan lingkungan sekitar penderita malaria.
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1.Lokasi
Pelaksanan penelitian ini dilakukan di Desa Bagan Dalam Kecamatan
Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
Pemilihan lokasi dengan pertimbangan :
1. Masih tingginya angka malaria di Desa Bagan Dalam Tanjung Tiram Kabupaten
Batu Bara.
2. Keadaan lingkungan Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram yang sangat mendukung untuk perkembangan nyamuk Anopheles spp
3.2.2.Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan akan dilakukan pada bulan Februari sampai
dengan Juni 2012.
3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria yang telah
masuk dalam pendataan sebagai laporan tahunan dari Puskesmas Tanjung Tiram
Tahun 2011 yang berasal dari petugas malaria Desa Bagan Dalam Kecamatan
Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2011 yang berjumlah
271 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut: (Taro Yamane dikutif oleh Soekijo, 2002)
N n = __________
1+ N (d )²
Dimana :
N= Besar populasi
n= Besar sampel
d= Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0,1)
Maka :
271 n = ___________
1 + 271 (0,1 )²
n = 73,05 dibulatkan 73
Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 73 penderita malaria.
3.4.Metode Pengambilan Sampel
Metode dalam pengambilan sampelpada penelitian ini menggunakan
Proporsional random sampling sebagai berikut :
19
26
2. Dusun II = _______ x 73 = 7 271
22
3. Dusun III = _______ x 73 = 6 271
11
4. Dusun IV = _______ x 73 = 3 271
7
5. Dusun V = _______ x 73 = 2 271
19
6. Dusun VI = _______ x 73 = 5 271
15
7. Dusun VII = _______ x 73 = 4 271
22
8. Dusun VIII = _______ x 73 = 6 271