• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Penggunaan Narkoba Pada Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Penggunaan Narkoba Pada Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENGGUNAAN NARKOBA PADA PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

KELAS II A RANTAUPRAPAT TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:

NURMAYA SARI RITONGA NIM. 101000342

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

ABSTRACT

The world has faced such a rapid spread of drugs that cause more drug users regardless of age. Abuse and illicit trafficking also has penetrated all socio-economic groups and layers, rich-poor, urban-rural, age group, ethnicity, religion, and society has been plagued become a pandemic disease, no one country, nation, tribe, people , age groups, religious groups, which is immune to the threat of abuse and illicit trafficking (BNN).

This study aims to determine the age, knowledge, education, attitudes, actions, and income security prison on drug use factors of Corrections instituted Newbury IIA Class of 2013, this type of research is descriptive quantitative research. The study population of 50 people and all of them were sampled (total sampling) where the data were taken using a questionnaire by interview. Furthermore, the data are presented using frequency distribution tables. 50 The results of the penitentiary occupants Newbury IIA class, no drug use in prison. In general, residents of prisons are in the age> 22 Year by 94% and by 6.0% <22 Year, most education by 52% occupant SMA, S1 by 2.0%, a good knowledge of the category by 70%, have less knowledge of 30% . In addition to the category of 96% good attitude, attitude categories were 2.0% and less than 2.0%. Category of action is also good for 90%, 10% less action. Good income category by 46%, amounting to 12% less income. Finally in prison security category is also good for 98%, the security of 2% less LP.

Lembaga residents of correctional research IIA class is no longer using drugs in prison, but it is recommended to all the people together in order to no longer recognize or use drugs to enhance a better generation and achievement through strengthening family ties and confident wherever located. Berwenanag the government, in order to further improve the guidance to drug users, because drug users should be placed on rehabilitation instead of jail. So that drug users do not feel depressed and get guidance to sensitize themselves. This study also suggested to the whole community and police agencies to combat both drug abuse.

(4)

ABSTRAK

Dunia telah menghadapi penyebaran narkoba yang begitu cepat yang menyebabkan semakin banyaknya pengguna narkoba tanpa mengenal usia. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza : Studi Kasus Pada Narapidana Di LP Kelas II/A Wirogunan Yogyakarta” dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor paling dominan yang mempengaruhi menjadi narapidana kasus narkoba di LP wirogunan, terdiri dari faktor lingkungan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur, pengetahuan, pendidikan, sikap, tindakan, penghasilan dan keamanan lapas tentang faktor penggunaan narkoba diLembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat tahun 2013, jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitaif. Populasi penelitian ini sebanyak 50 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel (total sampling) dimana data yang diambil menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Selanjutnya data disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian 50 orang penghuni lembaga pemasyarakatan kelas IIA rantauprapat, tidak ada penggunaan narkoba di LP. Pada umumnya penghuni lapas berada pada umur > 22tahun sebesar 94% dan sebesar 6,0% < 22tahun, pendidikan penghuni terbanyak sebesar 52% SMA, pendidikan S1 sebesar 2,0%, pengetahuan kategori baik sebesar 50%, memiliki pengetahuan kurang sebesar 50%. Selain itu kategori sikap baik sebesar 96% , sikap kategori sedang 2,0% dan kurang 2,0%. Kategori tindakan juga baik sebesar 90%, tindakan kurang sebesar 10%. Kategori penghasilan baik sebesar 46%, penghasilan kurang sebesar 12%. Akhirnya pada kategori keamanan lembaga pemasyarakatan juga baik sebesar 98%, keamanan LP kurang sebesar 2%.

Dari hasil penelitian disarankan kepada seluruh masyarakat agar bersama-sama tidak lagi mengenal atau menggunakan narkoba untuk meningkatkan generasi yang lebih baik dan berprestasi melalui mempererat hubungan keluarga dan percaya diri dimanapun berada. Kepada pemerintahan yang berwenanag, agar dapat lebih meningkatkan bimbingan kepada pengguna narkoba, karena pengguna narkoba sebaiknya ditempatkan pada rehabilitasi bukan dipenjara. Agar pengguna narkoba tidak merasa tertekan dan mendapatkan bimbingan untuk menyadarkan diri. Penelitian ini juga menyarankan kepada seluruh masyarakat dan instansi kepolisian untuk sama-sama memberantas penyalahgunaan narkoba.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurmaya Sari Ritonga

Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat/17 Maret 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 7 (Tujuh) Orang

Alamat Rumah : Dusun I AFD II Kelurahan Perkebunan AFD II

Rantauprapat Kecamatan Bilah Barat

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1995-2001 : SD Negeri 116876 AFD I Janji

2. Tahun 2001-2004 : MTs Negeri 1 Rantauprapat

3. Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Rantau Utara

4. Tahun 2007-2010 : Akademi Kebidanan Imelda Medan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis masih bisa menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Faktor-Faktor Penggunaan

Narkoba Pada Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013” merupakan salah satu syarat unuk memperoleh

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Penulis menyadari hingga selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun spiritual. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Namora

Lumongga Lubis, M.Sc, P.hD selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs.Eddy

Syahrial, Ms selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan banyak

pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan FKM USU

2. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan

dan Ilmu Perilaku

3. Ibu Maya Fitria, SKM, M.kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang

membantu penulis selama masa perkuliahan

4. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Penguji II dan Drs.Alam Bakti Keloko,

M.kes selaku Penguji III penulis, yang telah memberikan masukan dan saran

(7)

5. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai/tenaga non-edukatif FKM USU yang turut

mendukung persiapan penyelesaian skripsi ini

6. Bapak dan Ibu pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kota

Medan yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Surung Pasaribu, selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

rantauprapat yang telah membantu penulis dalam memberikan ijin penelitian.

8. Bapak dan Ibu pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA rantauprapat yang

telah membantu penulis dalam menyediakan data-data.

Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Kedua Orangtuaku, Papa (Hamlet Ritonga, S.Pd) dan Mama (Nurhayati

Hasibuan, S.Pd) yang penulis banggakan dan cintai yang telah banyak

memberikan dukungan, do’a dan pengorbanan baik secara moril maupun

materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

2. Buat abang-abang ku tersayang (Syairul H.R, SH, Amrizal E.R, SE,

Brigadir.Hasrun A.P.R, Hadi U.R, SE, Heri S.R,SE, dan adik ku Zulfahri

Ritonga, kakak ipar Sartika, SE serta keponakan (Ayesha Riztika Putri Hasian

Ritonga & Happy Nandita Ritonga )atas dukungan dan bantuannya buat

penulis.

3. Buat sahabat-sahabat ku “6 DaRa” (Kak Dewi Ok, Kak Sepdi, Kak Ruth, Kak

Loly, dan Tem Sry Ryandah) atas dukungan dan semangatnya buat penulis.

4. Buat Kak Ros, Dayah, Kak Fatimah dan Meyanta terima kasih buat semangat

(8)

5. Buat rekan-rekan mahasiswa/i seperjuangan di FKM USU Ekstensi A 2010

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungannya buat penulis.

6. Buat seluruh mahasiswa/i peminatan PKIP FKM USU dan alumni atas

dukungannya buat penulis.

7. Buat teman-teman PBL kelompok XIV Desa Tanjung Ibus – Secanggang (

Andy Bryan,SKM, Anggie Humaira,SKM, Dewi J,SKM, Dila,SKM,

Ulfa/Upeh, SKM) atas dukungannya buat penulis.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan tulisan ini. Untuk

itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Dan dengan segala keterbatasan yang

ada penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... .i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

2.7 Dampak Penyalahgunaan Narkoba ... 27

(10)

3.6 Aspek Pengukuran dan Instrumen ... 38

3.6.1 Aspek Pengukuran ... .38

3.6.2 Instrumen... .40

3.7 Tehnik dan Pengolahan Data ... .41

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... .42

4.1 Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan ... .42

4.1.1 Geografi ... .42

4.1.2 Demografi ... .44

4.2 Karakteristik ... .45

4.2.1 Umur Responden ... .45

4.2.2 Pendidikan Responden ... .45

4.3 Pengetahuan Responden ... .46

4.3.1 Pengetahuan Responden Tentang Tahu Narkoba ... .46

4.3.2 Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Narkoba ... .47

4.3.3 Pengetahuan Responden Tentang Darimana Mengetahui Narkoba ... .47

4.3.4 Pengetahuan Responden Tentang Sejak Kapan Tahu Narkoba ... .48

4.3.5 Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Narkoba ... .48

4.3.6 Pengetahuan Responden Tentang Menggunakan Narkoba ... .49

4.4 Sikap Responden ... .49

4.4.1 Sikap Setuju Responden Tentang Narkoba ... .49

4.4.2 Sikap Responden Tentang Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilarang Oleh Undang-undang... .51

4.4.3 Sikap Responden Tentang Jika Ada Teman Menggunakan Narkoba ... .51

4.5 Penghasilan ... .52

4.6 Lembaga Pemasyarakatan ... .52

4.6.1Lembaga Pemasyarakatan Tentang Keamanan ... .52

4.6.21Lembaga Pemasyarakatan Tentang Pengunjung ... .53

4.7 Tindakan Responden ... .54

4.7.1 Tindakan Responden Tentang Apa Ada Yang Kurang Jika Tidak Menggunakan Narkoba ... .54

4.7.2 Tindakan Responden Tentang Yang Dirasakan Setelah Menggunakan Narkoba ... .54

(11)

4.7.4 Tindakan Responden Tentang Dimana Menggunakan

Narkoba ... .55

4.7.5 Tindakan Responden Tentang Cara Mengatasi Jika Membutuhkan Narkoba... .55

4.7.6 Tindakan Responden Penggunaan Narkoba ... .56

4.8 Jenis Narkoba ... .56

BAB V : PEMBAHASAN ... .58

5.1 Karakteristik Responden ... .58

5.1.1Umur Responden ... .58

5.1.2Pendidikan Responden ... .58

5.2 Pengetahuan Responden ... .59

5.3 Sikap Responden ... .60

5.4 Penghasilan Responden ... .61

5.5 Lembaga Pemasyarakatan ... .62

5.5Tindakan Responden ... .63

5.6Jenis Narkoba ... .64

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... .65

6.1 Kesimpulan ... .65

6.2 Saran ... .66

DAFTAR PUSTAKA ... .67

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Umur...45

Tabel 4.3 Distribusi Pendidikan Responden... ...45

Tabel 4.4 Ditribusi Pengetahuan Responden Tentang Tahu Narkoba...46

Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Narkoba...47

Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Darimana Mengetahui Narkoba...47

Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang sejak Kapan Tahu Narkoba ...48

Tabel 4.8 Ditribusi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Narkoba...48

Tabel 4.9 Ditribusi Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Narkoba...48

Tabel 4.10 Ditribusi Sikap Setuju Responden Tentang Narkoba...49

Tabel 4.11 Ditribusi Sikap Responden Tentang Penyalahgunaan Narkoba...49

Tabel 4.12 Ditribusi Sikap Responden Tentang Jika Ada Teman Menggunakan Narkoba...51

Tabel 4.13 Ditribusi Penghasilan Responden Sebelum Masuk Lapas...52

Tabel 4.14 Distribusi Lembaga Pemasyarakatan...52

Tabel 4.15 Distribusi Lembaga Pemasyarakatan Tentang Pengunjung...53

Tabel 4.16 Distribusi Tindakan Responden Tentang Ada Yang Kurang...53

Tabel 4.17 Distribusi Tindakan Responden Tentang Yang Dirasakan...54

(13)

Tabel 4.19 Ditribusi Tindakan Responden Tentang Dimana Menggunakan Narkoba...55

Tabel 4.20 Ditribusi Tindakan Responden Tentang Cara

Mengatasi...55

Tabel 4.21 Ditribusi Responden Tentang

Penggunaan...56 Tabel 4.22 Distribusi Jenis Narkoba Yang Digunakan Sebelum Masuk Lembaga

(14)

ABSTRACT

The world has faced such a rapid spread of drugs that cause more drug users regardless of age. Abuse and illicit trafficking also has penetrated all socio-economic groups and layers, rich-poor, urban-rural, age group, ethnicity, religion, and society has been plagued become a pandemic disease, no one country, nation, tribe, people , age groups, religious groups, which is immune to the threat of abuse and illicit trafficking (BNN).

This study aims to determine the age, knowledge, education, attitudes, actions, and income security prison on drug use factors of Corrections instituted Newbury IIA Class of 2013, this type of research is descriptive quantitative research. The study population of 50 people and all of them were sampled (total sampling) where the data were taken using a questionnaire by interview. Furthermore, the data are presented using frequency distribution tables. 50 The results of the penitentiary occupants Newbury IIA class, no drug use in prison. In general, residents of prisons are in the age> 22 Year by 94% and by 6.0% <22 Year, most education by 52% occupant SMA, S1 by 2.0%, a good knowledge of the category by 70%, have less knowledge of 30% . In addition to the category of 96% good attitude, attitude categories were 2.0% and less than 2.0%. Category of action is also good for 90%, 10% less action. Good income category by 46%, amounting to 12% less income. Finally in prison security category is also good for 98%, the security of 2% less LP.

Lembaga residents of correctional research IIA class is no longer using drugs in prison, but it is recommended to all the people together in order to no longer recognize or use drugs to enhance a better generation and achievement through strengthening family ties and confident wherever located. Berwenanag the government, in order to further improve the guidance to drug users, because drug users should be placed on rehabilitation instead of jail. So that drug users do not feel depressed and get guidance to sensitize themselves. This study also suggested to the whole community and police agencies to combat both drug abuse.

(15)

ABSTRAK

Dunia telah menghadapi penyebaran narkoba yang begitu cepat yang menyebabkan semakin banyaknya pengguna narkoba tanpa mengenal usia. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza : Studi Kasus Pada Narapidana Di LP Kelas II/A Wirogunan Yogyakarta” dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor paling dominan yang mempengaruhi menjadi narapidana kasus narkoba di LP wirogunan, terdiri dari faktor lingkungan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur, pengetahuan, pendidikan, sikap, tindakan, penghasilan dan keamanan lapas tentang faktor penggunaan narkoba diLembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat tahun 2013, jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitaif. Populasi penelitian ini sebanyak 50 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel (total sampling) dimana data yang diambil menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Selanjutnya data disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian 50 orang penghuni lembaga pemasyarakatan kelas IIA rantauprapat, tidak ada penggunaan narkoba di LP. Pada umumnya penghuni lapas berada pada umur > 22tahun sebesar 94% dan sebesar 6,0% < 22tahun, pendidikan penghuni terbanyak sebesar 52% SMA, pendidikan S1 sebesar 2,0%, pengetahuan kategori baik sebesar 50%, memiliki pengetahuan kurang sebesar 50%. Selain itu kategori sikap baik sebesar 96% , sikap kategori sedang 2,0% dan kurang 2,0%. Kategori tindakan juga baik sebesar 90%, tindakan kurang sebesar 10%. Kategori penghasilan baik sebesar 46%, penghasilan kurang sebesar 12%. Akhirnya pada kategori keamanan lembaga pemasyarakatan juga baik sebesar 98%, keamanan LP kurang sebesar 2%.

Dari hasil penelitian disarankan kepada seluruh masyarakat agar bersama-sama tidak lagi mengenal atau menggunakan narkoba untuk meningkatkan generasi yang lebih baik dan berprestasi melalui mempererat hubungan keluarga dan percaya diri dimanapun berada. Kepada pemerintahan yang berwenanag, agar dapat lebih meningkatkan bimbingan kepada pengguna narkoba, karena pengguna narkoba sebaiknya ditempatkan pada rehabilitasi bukan dipenjara. Agar pengguna narkoba tidak merasa tertekan dan mendapatkan bimbingan untuk menyadarkan diri. Penelitian ini juga menyarankan kepada seluruh masyarakat dan instansi kepolisian untuk sama-sama memberantas penyalahgunaan narkoba.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sudah sejak zaman pra sejarah orang mengenal zat psiko aktif baik berupa

tanaman/tumbuhan maupun berupa semi sintesis. Ada yang berupa dedaunan, buah,

bunga maupun akar, telah dikenal manusia purba akan efek farmakologi yang

ditimbulkannya. Sejarah mencatat bahwa ganja (ganja sativa) sudah digunakan orang

sejak tahun 2700 tahun sebelum masehi. Orang-orang kuno telah menggunakan

opium untuk menenangkan balita-balita mereka bila menangis.

Pada hakikatnya zat-zat itu digunakan untuk pengobatan atau mengurangi

sakit akan tetapi kemudian telah diracik untuk mendapatkan kenikmatan jangka

pendek. Sejalan dengan kemajuan teknologi modern yang semakin pesat hingga

manusia dapat mengolah zat-zat psiko aktif dengan cara yang amat canggih (Tanjung,

2006).

Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan

pemerintah orde baru pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan

berkembang karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamais. Pandangan

pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah

terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.

BKNN adalah suatu Badan Koordinasi Penanggulangan Narkoba yang

(17)

kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka dibentuklah Badan

Narkotika Propinsi danBadan Narkotika Kabupaten. Penyuluhan-penyuluhan dan

sosialisasi dari badan narkotika kian digencarkan untuk menumbuhkan kesadaran

masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang mengancam kehidupan orang

banyak (Septio, 2012).

Sampai tahun 2012 ini saja penggunan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta

orang. Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada

penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta

kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan

dengan cara terus berkerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang

semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia (Septio, 2012).

Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim,

maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah

negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku

tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani

hukuman disebut narapidana. Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 7

Undang-undang No. 12 Tahun 1995 menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan narapidana

adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga

pemasyarakatan. Sementara itu seorang ahli yang bernama Koesnoen menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah seorang manusia yang dikenakan

hukuman pidana (Gusfira, 2010).

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk

(18)

Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan

istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa

narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang

statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses

peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim (Koboi, 2012).

Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di

lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih

di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas

oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas

jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh

lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam

masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671

orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya

peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas

pada tingkat hunian LAPAS (Koboi,2012)

Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba antara lain: (1) Kegagalan yang di

alami dalam kehidupan (2) Tidak memiliki rasa percaya diri ataupun kurang

mendapat kasih sayang orang tua dapat menyebabkan timbulnya penyalahgunaan

narkoba di kalangan remaja, (3) Pergaulan yang bebas dan lingkungan yang kurang

tepat. (4) Kurangnya siraman agama, untuk memerangi narkoba, upaya yang perlu di

(19)

yang positif dan bermanfaat kepada para remaja. (5) Keinginan untuk sekadar

mencoba, keyakinan bahwa bila mencoba sekali takkan ketagihan adalah salah satu

penyebab penggunaan narkoba, karena sekali memakai narkoba maka mengalami

ketagihan dan sulit untuk di hentikan (Pramutoko, 2012).

Penyebab penyalahgunaan narkoba: Faktor peredaran narkoba yang semakin

meningkat, faktor-faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor tekanan kelompok

sebaya, faktor pengaruh gaya hidup masyarakat modern (Hasian, 2011).

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose

atau narcosis yang berarti menidurkan atau pembiusan. Narkotika berasal dari

perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan

dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan

terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga

dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau bengong dalam

waktu yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau

kecanduan (Eleanora, 2011).

Narkotika dalam UU No.22/1997 adalah Tanaman Papever,Opium mentah,

Opium masak, seperti Candu, Jicingko, Opium obat, Morfina, Tanaman koka,

Kokaina mentah, Ekgonina, Tanaman ganja, Damar ganja, garam-garam, atau

turunannya dari morfina dan kokaina (Eleanora, 2011).

Lapas di Indonesia adalah salah satu pasar bagi pengedar narkoba. Pemakai

narkoba banyak yang ditahan di Lapas rata-rata mempunyai uang. Realitanya saat

(20)

ketergantungan pada narkoba. Kondisi ini menyebabkan mereka akan berusaha

menggunakan segala cara untuk mendapatkan narkoba. Mulai dari menyogok oknum

sipir lapas, menyelundupkan narkoba lewat pengunjung, melempar bungkus narkoba

dari luar tembok lapas dan modus lainnya (Purnama, 2012).

Bahaya-bahaya jika narkoba ada di lembaga pemasyarakatan antara lain

adanya perdagangan narkoba dan pengedar narkoba yang meningkat (contohnya napi

pencurian kendaraan bermotor (curanmor) karena berinteraksi dengan para napi

narkoba bisa saja menjadi pengedar berikutnya bahkan residivis. Ini justru dapat

memunculkan masalah baru lagi) (Purnama, 2012).

Penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di lapas di samping karena

faktor tekanan ekonomi dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan

narkoba yang nantinya dijual kepada narapidana lain, faktor lainnya penyalahgunaan

narkoba di lapas tidak terlepas dari andil petugas. Kurang ketatnya pengawasan

petugas di lapas terutama pengunjung ditambah lagi over kapasitas atau penghuni

tidak sesuai daya tampung, sehingga membuat petugas tidak mengetahui keadaan

yang sebenarnya di dalam kamar/sel tempat para narapidana melakukan aktivitasnya

tersebut (Soegiyanto, 2011).

Narkoba yang paling banyak beredar di dalam penjara adalah jenis ganja dan

sabu-sabu. Karena lebih gampang disusupkan dan harganya relatif terjangkau oleh

narapidana dan biasanya peredaran narkoba di kalangan narapidana sudah pasti ada

andil sipir dalam berbagai bentuk sehingga barang terlarang tersebut bisa lolos dari

pemeriksaan ketat. Berbagai upaya untuk menanggulangi supaya tidak terjadi suatu

(21)

terlebih penyalahgunaan narkoba, terus dilakukan oleh berbagai pihak. Baik

pemerintah maupun masyarakat (Soegiyanto, 2011).

Secara global, pemadat narkoba di dunia menurut data WHO mencapai 190

juta orang. Menurut WHO sekitar 22.000 orang setiap tahun meninggal dunia akibat

mengkonsumsi berbagai obat-obatan yang tergolong narkoba dan dari

penyalahgunaan narkoba, NAPZA jenis Opiat (heroin) ditemukan angka kematian

(Mortality rate) mencapai angka 17,3% (Dewi, 2008).

Sementara pengguna narkoba (end user) di Indonesia yang cenderung

mengalami trend peningkatan dari tahun ke tahun, seperti pada tahun 2009 prevalensi

penyalahgunaan narkoba sebesar 3,60 juta (1,99%), tahun 2010 sebesar 4,02 juta

(2,21%), dan tahun 2011 sebesar 5,00 juta (2,80%) (Sumber: Hasil Survei BNN &

Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia, 2009-2011) (Karsono,

2012).

Menurut mantan Kepala BNN, mengatakan jumlah penggunan narkoba di

Indonesia mencapai 3,81 juta jiwa. Jumlah itu akan terus meningkat jika jumlah

penyadaran massal tidak segera dilakukan. Kerja sama semua pihak sangat

diharapkan untuk menurunkan angka pengguna narkoba (Fajar, 2012).

BNN memperkirakan, prevalensi (angka kejadian) penyalahgunaan narkoba di

Indonesia akan mencapai sekitar 5,1 juta orang di 2015. Namun kalau trend

peningkatannya konsisten, angka perkiraan tahun 2015 bisa bertambah sampai dua

kali lipat menjadi sekitar 10 juta orang (Priyatin, 2012).

Sementara untuk Sumatera Utara, pada tahun 2010 jumlah penyalahgunaan

(22)

kejahatan narkoba yang diungkapkan Polda Sumut dan jajarannya, tahun 2010 ada

2.718 kasus dan 3.736 tersangka. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 2.728 kasus

dan 3.514 tersangka (Andri, 2012).

Data kasus narkoba selama Tahun 2011 Sat Narkoba Polresta Medan,

sebanyak 1132 orang pengguna narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan

pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia menurut Data Pusat Terapi dan

Rehabilitasi (Pus T & R) BNN adalah 17.734 orang, dengan jumlah terbanyak pada

kelompok umur 20 - 34 tahun. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh

pecandu yang mendapatkan pelayanan T & R adalah heroin 10.768 orang, selanjutnya

secara berurutan adalah jenis ganja sebesar 1.774 orang, shabu sebesar 984 orang,

MDMA, alkohol, amphetamine, dan, benzodiazephine (Datin, 2010).

Hasil penelitian Fransiska, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan

narkoba adalah : (1) Faktor ekonomi,setiap pecandu narkoba setiap saat

membutuhkan narkotika sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya yang cenderung

dosisnya akan selalu bertambah, sehingga narkotika merupakan barang dagangan

yang jauh lebih menguntungkan, (2) Faktor dari luar lingkungan keluarga,(3) Faktor

lingkungan yang sudah mulai tercemar oleh kebiasaan,(4) Faktor lingkungan liar,(5)

Faktor dari dalam lingkungan keluarga (Fransiska, 2011).

Hasil penelitian Indiyah, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan

narkoba adalah (1) Faktor proses sosial, dimana faktor ini menunjukkan bahwa

seseorang yang memiliki sifat rela yang rela berbuat apa saja didalam kelompoknya

(2) Faktor masalah sosial, dimana subjek mendapatkan paksaan dalam kelompoknya

(23)

subjek memiliki peran penting dalam kelompoknya (misal: subjek adalah ketua

kelompok) sehingga subjek ingin dilihat terpandang didepan anggotanya (4) Faktor

keluarga, dimana dalam hal ini subjek mengalami broken home, keluarga terlantar

karena istri sering meninggalkan rumah (5) Faktor lingkungan sekolah/kuliah, dimana

subjek merasa disekolah tempat belajar kurang sarana dan prasarana untuk belajar,

dekatnya lokasi sekolah dengan tempat keramaian, diskotik (6) Faktor lingkungan

masyarakat, dimana subjek merasa selalu diremehkan di dalam bermasyarakat,

masyarakat tidak memperdulikan keluarga subjek, masyarakat selalu menganggap

keluarga subjek hina dimata masyarakat tempat tinggal ( Indiyah, 2005).

Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba adalah : (1) Ingin telihat gaya, (2)

Solidaritas kelompok, (3) Menghilangkan rasa sakit, (4) Ingin tahu, (5) Ikut-ikutan,

(6) Menyelesaikan dan melupakan masalah, (7) Mencari tantangan, (8) Merasa

dewasa (Godam, 2008).

Menurut survey awal di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rantauparapat jumlah

keseluruhan penghuni lapas sebanyak 643 orang, dimana jumlah penghuni lapas yang

terjerat kasus narkoba sebanyak 366 orang. Sebanyak 29 orang diantaranya adalah

pengguna narkoba yang tertangkap.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor

penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Karena masih tingginya pengguna narkoba yang terjadi saat ini, maka

permasalahannya untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi penghuni

lembaga pemasyarakatan terhadap penggunaan narkoba sebelum masuk dan sesudah

masuk lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat

Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat umur penghuni lembaga pemasyarakatan dengan

penggunaan narkoba.

2. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penghuni lembaga pemasyarakatan

dengan penggunaan narkoba.

3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penghuni lembaga pemasyarakatan

dengan penggunaan narkoba.

4. Untuk mengetahui tingkat sikap penghuni lembaga pemasyarakatan dengan

(25)

5. Untuk mengetahui penghasilan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan

penggunaan narkoba.

6. Untuk mengetahui keamanan lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan

narkoba.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi kepada instansi penelitian tentang faktor-faktor

penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga

pemasyarakatan kelas II A Rantauprapat.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu”dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga,

pengindraan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah

yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang

disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orangtua, guru, radio televisi, foster,

majalah dan surat kabar.

Dalam Notoatmodjo (2003), Asosiasi Psikologi Amerika bependapat bahwa

dalam tindakannya pengetahuan seseorang terhadap penguasaan materi dapat

digolongkan dalam enam tingkatan. Tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai

Domain on the taxonomy of educational objectives (domain kognitif pengetahuan),

(27)

1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu”

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajarinya dapat di ukur dari kemampuan orang

tersebut menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis, diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis, diartikan sebagai menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

(28)

6. Evaluasi, diartikan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

dalam kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

2.2 Pendidikan

Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti

( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan

alam dan masyarakatnya. John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M)

menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh

seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan

tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.

Menurut H. Horne pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari

penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara

fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam

alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

2.3 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah merupakan reaksi atau respon

(29)

bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga

merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu sikap,

karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang yang menerima ide

tersebut.

3. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah

dipilhnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling tinggi.

4. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu

objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan

hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

2.4 Penghasilan

Menurut Notoadmodjo (1997) menyatakan bahwa penghasilan memiliki

pengaruh terhadap keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan

(30)

Penghasilan seseorang tidak dapat diukur sepenuhnya dari pekerjaan. Bila

dihubungkan dengan faktor-faktor penggunaan narkoba, orang dengan tingkat

penghasilan tinggi akan lebih mudah membeli dan mendapatkan narkoba. Sebaliknya

orang dengan penghasilan rendah akan sangat sulit untuk mendapatkan narkoba.

2.5 Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan

bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan

ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang

(31)

2.6 Pengertian Narkoba

Narkoba merupakan zat psikoaktif narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan

berbahaya lainnya. Selain itu juga dapat diartikan sebagai bahan atau zat-zat kimiawi

yang jika masuk kedalam tubuh secara oral (dimakan, diminum, atau ditelan) dihisap,

dihirup, atau disuntikkan dapat mengubah suasana hati perasaan, perilaku seseorang.

Hal ini dapat menimbulkaan gangguan keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi

negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian dosis yang berlebihan

(Kusmiran, 2011).

Narkotika menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 adalah bahan-bahan

seperti tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicingko), opium obat,

morfin, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, ekgonina, tanaman ganja,

dammar ganja. Bahan lain baik yang alamiah, semi sintesis, sintesis yang dapat

dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain; ditetapkan Menteri Kesehatan sebagai

narkotika jika penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang

merugikan, seperti morfin dan kokain (Kusmiran, 2011).

Jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan:

1. Opioda

Opioda adalah nama segolongan zat, baik alamiah, semisintesis, atau sintesis

yang diambil dari bagian pohon poppy. Opioda selain dapat digunakan sebagai

obat, juga dapat digunakan sebagai alat untuk menimbulkan perasaan senang.

2. Kokain

Kokain adalah merupakan zat perangsang yang sangat kuat berupa bubuk

(32)

menimbulkan rasa germbira, terangsang, bertambahnya tenaga, meningkatkan

rasa percaya diri serta mencapai perasaan sukses. Jika diisap, efek kokain

mencapai puncak dalam 1-4 menit dan hilang setelah 20 menit. Efek

menyenangkan yang hebat secara cepat diikuti oleh efek yang tidak

menyenangkan meliputi depresi kelelahan, serta mendorong penggunaan

kokain secara terus menerus.

Penggunaan yang secara berulang-ulang mengakibatkan kegelisahan, terlalu

gembira, tegang, paranoid, dan psikosis,. Efek fisiologis daapat menyebabkan

percepatan detak jantung, darah tinggi, suhu meningkat, bola mata mengecil,

terbius sesaat, nafsu makan hilang, serta susah tidur. Penggunaan yang lama

akan menimbulkan kelelahan, masalah pencernaan, detak jantung tidak teratur,

dan penurunan gairah seksual.

3. Kanabis/mariyuana/ganja

Kanabis berasal dari tanaman Cannabis satifa dan Cannabis indica yang

merupakan sejenis tanaman perdu yang bisa digunakan sebagai obat relaksan

dan untuk mengatasi intoksikasi ringan. Bahan yang digunakan dapat berupa

daun, biji, dan bunga dari tanaman tersebut.

Kanabis memberikan rasa gembira, meningkatkan rasa percaya diri, perasaan

santai serta sangat peka terhadap warna dana suara. Efek kanabis yang lain

yaitu mengurangi kemampuan konsentrasi dan daya tangkap saraf otak,

penglihatan kabur, dan berkurangnya sirkulasi darah ke jantung. Jika pengguna

merasa tegang atau tertekan saat menggunakannnya, maka perasaan

(33)

dan paranoid dapat terjadi jika digunakan dalam dosis tinggi dan jangka

panjang. Penggunaan kanabis mempunyai akibat bervariasi tergantung dari

jumlahnya. Kanabis merupakan obat penenang yang banyak disalahgunakan.

4. Alkohol

Alkohol merupakan zat aktif yang terdapat dari berbagai jenis minuman keras.

Alkohol merupakan zat yang mengandung etanol berfungsi menekan susunan

saraf pusat. Meskipun demikian jika digunakan dalam dosis rendah alkohol

justru membuat tubuh merasa segar (bersifat merangsang).

Efek penggunaannya tergantung dari jumlah yang dikonsumsi ukuran fisik

pemakai, serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya, alkohol dapat

memengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi, dorongan

seksual, dan nafsu makan. Dilihat dari kandungan alkoholnya, minuman keras

terbagi dalam tiga golongan yakni:

a. Golongan A, minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara 1-5%.

Contohnya; bir

b. Golongan B, minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara

5-20%.

Contohnya; anggur/wine.

c. Golongan C, minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara

20-50%.

Contohnya; wiski, vodka, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput.

(34)

Merupakan zat perangsang sintesis yang dapat berbentuk tablet, kapsul serta

bentuk lainnya yang digunakan untuk pengobatan medis. Amfetamin tersedia

dalam bentuk dexamphetamin (Dexadrine) pemoline (Volisal). Obat-obat lain

yang mengandung zat yang mirip amfetamin seperti prolintane (Villescon),

dicthylpropion (Tanvate, Dospan, dan Apisate), fentheramine (Fondarex),

dexfenfluramine (Adifax), dan mazindol (Teronac), yang dapat digunakan

sebagai penahan lapar.

Amfetamin memberikan efek stimulan yang ampuh. Amfetamin sering

digunakan oleh orang untuk meningkatkan kewaspadaan, rasa percaya diri,

konsentrasi, mengurangi rasa kantuk, serta mengurangi rasa lelah, bosan, dan

menurunkan berat badan.

6. Sedatif

Sedatif merupakan zat yang dapat mengurangi kerja sistem saraf pusat. Sedatif

dapat menimbulkan rasa santai dan dapat menyebabkan kantuk. Biasanya orang

menggunakan sedatif karena mengalami kecemasan yang tinggi, stres berat,

atau kesulitan tidur. Penggunaan sedatif menyebabkan ketergantungan

psikologis.

Zat ini dapat menyebabkan koma, bahkan kematian, apabila dipergunakan

melebihi dosis yang sarankan oleh dokter. Efek lain adalah terganggunya

ingatan, memori, dan kemampuan berbicara si pemakai, serta dapat terjadi

kecacatan. Gejala putus obat bagi pemakai sedatif berat dapat melebihi gejala

putus obat dari heroin.

(35)

Dikenal dengan nama methidioxy methamfhetamine ( MDMA ) merupakan obat

sintesis. Ekstasi beredar dalam bentuk tablet dan kapsul terdiri berbagai jenis,

misalnya: flash, Dollar, Flipper, Hammer, Bon Jovi, Mike Tyson, Playboy,

Apple, Angel, White Dove, Pink polos, dan Pink gendut.

Efek ekstasi adalah meningkatkan kegembiraan, kepercayaan diri, serta energi

dan stamina menjadi aktif. Efektifnya timbul 30-60 menit setelah ditelan

mencapai puncak dalam 2-4 jam dan berlangsung antara 4-12 jam. Setelah efek

menghilang pemakai akan mengalami depresi dan kelesuan yang apabila

dirangsang terus dapat terjadi kerusakan otak. Ekstasi dapat digolongkan

sebagai zat halusinogen amfetamin (amfetamin yang dapat menimbulkan efek

halusinasi).

8. Shabu

Shabu merupakan komoditas baru yang sedang naik daun. Zat yang memiliki

nama kimia methamfhetamine yang memiliki kesamaan sifat dengan ekstasi,

yaitu termasuk golongan psikotropika yang menstimulasi otak dan dapat

menyebabkan ketergantungan.

Efek umum penggunaannya hampir sama dengan ekstasi, yaitu menyebabkan

badan lebih segar dan tidak lelah, kepercayaan diri meningkat, perasaan

gembira, serta nafsu makan berkurang. Efek shabu bermacam-macam

tergantung kondisi kejiwaan sebelum mengkonsumsi atau berupa gangguan

delusi formikasi yang akan terasa seolah-olah ada serangga disekujur tubuh.

(36)

Kafein merupakan zat perangsang yang ditemukan dalam bentuk minuman

seperti teh, kopi, dan soda. Dalam bentuk obat, kafein digunakan dengan cara

ditelan.

Dalam dosis rendah, kafein tidak berbahaya bagi tubuh dan dapat membuat

badan menjadi segar. Penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan

kegugupan, tidak dapat tidur, gemetar, serta keracunan. Konsumsi kafein yang

cukup tinggi berisiko pada penyakit jantung dan berbagai jenis kanker.

10. Tembakau

Merupakan daun-daunan pohon tembakau yang dikeringkan dan pada

umumnya diproduksi dalam bentuk rokok. Zat aktif dalam tembakau adalah

sebagai berikut.

a. Nikotin

Meningkatkan tingkat metabolisme dan detak jantung, serta menurunkan

nafsu makan. Dalam dosis besar nikotin memberikan efek penenang dan

perasaan rileks. Gejala-gejala penghentian akan menyebabkan perasaan

kesal, tertekan, tegang, gelisah, sulit berkonsentrasi, lapar, pusing, serta

dapat menyebabkan kecanduan.

b. Karbon monoksida

Memiliki daya tarik yang lebih besar pada komponen sel darah merah yang

menyebabkan kurangnya sirkulasi oksigen ke tubuh.

(37)

Terdiri lebih dari 4.000 zat kimia yang beracun, memedihkan mata serta

menyebabkan kanker. Disamping itu juga merusak lubang udara diantara

mata dan saluran pernapasan.

Efek dari nikotin dalam tubuh dapat meningkatkan kerja jantung, tekanan

darah, serta pengaeluaran air liur. Perokok dapat terkena risiko penyakit

paru-paru, kanker mulut, dan tenggorokan, stroke, jantung koroner, dan

emfisema (berkurangnya kapasitas paru-paru untuk menghirup

udara/oksigen karena alveoli rusak akibat dari merokok sehingga napas jadi

lebih pendek).

11. Lysergic Acid Diethylamide (LSD).

LSD berasal dari jamur yang tumbuh pada kotoran sapi yang kemudian

dikembangkan dalam bentuk bubuk putih buatan yang dapat larut dalam air.

LSD tersedia dalam bentuk kapsul gula balok, butiran kecil, serta kertas

pengisap dengan bentuk khas seperti star wars, white dove, dan lain-lain.

Penggunaan jangka pendek LSD adalah perasaan seperti terbang yang timbul

kira-kira setengah sampai satu jam setelah penggunaan dan akan mencapai

puncaknya 2-6 jam kemudian. Perasaan tersebut akan menghilang setelah

kurang lebih 12 jam (tergantung dosis yang dipergunakan).

LSD menimbulkan efek halusinasi, dapat membuat pemakai merasa melihat

segala sesuatu yang tidak dilihat dari orang lain. Halusinasi dapat berbahaya

jika mendorong pemakai bertingkah laku sesuai dengan dalam khayalannya.

Jika pemakaian berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan pemakai

(38)

12. Bahan pelarut

Bahan pelarut merupakan zat senyawa organik yang berbentuk gas yang mudah

menguap,istilah yang paling umum adalah “glue sniffing” atau “ngelem”.

Bahan pelarut yang sering disalahgunakan misalnya seperti lem, aerosol,

thinner, solven, inhalasi, serta cairan penghapus. Bahan pelarut dapat

menyebabkan tingkah laku yang tidak terkendali dan berbahaya. Pemakai tidak

merasa sakit yang timbul setelah mabuk pada tingkat ringan (sakit kepala, sulit

berkonsentrasi, dan sebagainya). Bahan pelarut tersebut dapat menyebabkan

rasa ketagihan secara psikologis. Sebagian kasus kematian disebabkan karena

tercekik saat pemakai kehilangan kesadaran. Setelah beberapa tahun

penggunaan berat dapat mengalami kerusakan hebat pada obat yang

memengaruhi kontrol motorik. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan

kerusakan hati dan ginjal.

13. Steroid

Steroid merupakan istilah bahan anabolik yang dapat meningkatkan ukuran otot

dan kekuatan. Termasuk golongan steroid adalah anabolik steroid hormone

pertumbuhan (HCG), beta-2-agonis seperti clenbuterol, dan lain-lain.

Penggunaan steroid dapat meningkatkan kumpulan otot yang berlemak. Apabila

dikombinasikan dengan protein dan makanan berkalori tinggi serta olah raga

berat seperti angakt besi, obat ini dapat meningkatkan kekuatan otot yang

melewati batas maksimum dibandingkan dengan cara alami. Karena memiliki

efek yang bersifat “kejantanan” steroid meningkatkan efek kompetisi

(39)

Efek secara psikologis meliputi gejala mania, depresi, paranoid, dan sifat

agresif berlebihan yang dikenal dengan “roid rage”. Sebagian pemakai

mengalami ketergantungan psikologis yang disebabkan oleh perasaan perkasa

dan agresif yang ditimbulkan oleh steroid dan hal lain ini dapat datang

bersamaan dengan peningkatan prestasi dan fisik sehingga penghentian

penggunaan obat semakin sulit (Kusmiran, 2011).

14. Chatinone

Chatinone berasal dari tanaman Catha Edulis atau Khat. Tanaman ini tumbuh di

Afrika dan sebagian wilayah Arab. Di daerah asalnya, tanaman ini dikonsumsi

langsung dengan cara dikunyah dan bukan diekstrak kandungan aktifnya yakni

chatinone. Dilihat dari strukturnya, chatinone tidak jauh berbeda dibanding

narkoba yang lebih populer di Indonesia yakni amphetamine. Meski tidak

termasuk golongan amphetamine, chatinone memiliki efek yang kurang lebih

sama yakni mampu membangkitkan stamina. Dalam UU 35/2009 tentang

Narkotika, chatinone sudah dimasukkan sebagai daftar narkotika golongan I.

Dalam lampiran I UU Narkotika, chatinone masuk dalam urutan ke-35. Namun,

dalam lampiran itu ditulis sebagai katinona,dengan penjelasan

(-)-(S)-2-ainopropiofenon (Pramudiarja, 2013). Efek samping zat chatinone dapat

menimbulkan rasa senang dan kehilangan nafsu makan bagi penggunanya (Kus

Anna, 2013).

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

(40)

perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan

(Undang-Undang No. 35 tahun 2009) (Tanjung, 2012).

Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh

terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan

menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial (Lidya Harlina, 2008).

Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba:

a. Kurang pecaya diri

Karena kurang mengenal diri sendiri, seseorang tidak menyadari potensi dirinya

dan sering menganggap dirinya banyak kekurangan. Akibat terobsesi untuk

mengangkat dirinya setara dengan orang lain, ia mudah terpengaruh memilih

jalan keluar yang menjanjikan hasil seketika walaupun tindakan tersebut bukan

pilihan yang terbaik atau benar.

b. Harga diri yang rendah

Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang merasa dirinya tidak berharga dan tidak

memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Seringkali yang bersangkutan merasa

bahwa dirinya tidak dianggap dan disepelekan. Hal tersebut merupakan beban

psikologis yang cukup berat. Keterbatasan keterampilan dalam mengahadapinya

mengakibatkan seseorang tidak mampu melaksanakan perbaikan diri serta

cenderung lari dari kenyataan.

c. Kurang terampil dalam mengambil keputusan

Adanya kebiasaan sebelumnya bahwa setiap keputusan dalam hidup ditentukan

oleh orang lain, maka individu yang bersangkutan tidak terbiasa dalam proses

(41)

membedakan antara keinginan dan kebutuhan, membuat urutan prioritas serta

mengantisipasi dampak dari tindakannya terhadap diri sendiri maupun orang lain.

d. Kurang terampil memecahkan masalah

Dalam kehidupan manusia selalu menghadapi bermacam-macam masalah. Bagi

seseorang yang terbiasa selalu dibantu oleh orang lain untuk mencari jalan keluar

mengahadapi masalah, mangakibatkan yang bersangkutan kurang memiliki

keterampilan dalam memecahkan masalah. Biasanya ia akan menyangkal adanya

masalah atau meremehkannya atau mememcahkannya dengan cara yang kurang

matang.

e. Sulit mengendalikan keinginan

Dalam hal ini bila mempunyai suatu keinginan, seseorang yang berkepribadian

rentan jelas mempunyai kelemahan dalam mengendalikan keinginannya (impulse

control impairment). Akibatnya ia cenderung bertindak impulsif, yaitu

melakukan suatu perbuatan tanpa berfikir atau membuat pertimbangan yang

rasional.

f. Sulit menerima kekecewaan

Seseorang yang terbiasa dengan gaya hidup dimana setiap keinginannya

dipenuhi, ia akan sulit menghadapi kekecewaan dan kemarahannya bila suatu

keinginannya tidak terpenuhi. Dapat melakukan perbuatan yang merusak diri

sendiri dan orang lain (self-defeating & destructive behaviours) jika

permintaannya tidak dituruti.

(42)

Kerentanan seseorang tehadap narkoba berkaitan erat dengan kemampuan

seseorang bersikap asertif dan terbuka. Seseorang yang kurang mampu untuk

mengungkapkan perasaannya negatif seperti kemarahan, ketidakpuasan,

kejengkelan yang ternyata lebih rentan.

h. Kondisi emosi yang labil

Kondisi emosi yang labil menyebabkan seseorang sering mengalami perubahan

emosi yang mendadak dan tanpa faktor penyebab yang jelas ( mood swing ).

Kondisi tersebut mencetuskan rasa yang tidak nyaman dalam dirinya (emotional

discomfort) karena harapan sering tidak cocok dengan kemauannya. Perbuatan

mengkonsumsi narkoba dianggap lebih bisa memberikan ketenangan pada

dirinya (Tanjung, 2013).

Faktor-faktor penggunaan narkoba di lembaga pemasyarakatan :

a. narapidana yang masih belum terlepas dari narkoba

b. narapidana yang tidak mendapatkan terapi dalam lapas

c. kondisi lapas di Indonesia sebagian besar masih ada yang memiliki kapasitas

yang berlebihan

d. karena pengaruh lingkungan (karena narapidana yang tidak terlibat

menggunakan narkoba di satukan dengan narapidana yang menggunakan

narokba) (Purnama, 2012).

2.7 Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan obat dapat memberikan dampak jasmani, kejiwaan, dan

(43)

tergantung dari jenis yang digunakan, banyak dan sering tidaknya penggunaan, cara

penggunaan, serta apakah penggunaan tersebut bersamaan dengan obat lain. Efek

psikologis tergantung dari kepribadian, harapan, dan perasaan saraf menggunakan

obat serta faktor biologis yang tergantung dari berat badan dan kecenderungan alergi.

Organ tubuh yang secara fisiologis dipengaruhi adalah sistem saraf pusat

(otak dan sumsum tulang belakang) organ vital (jantung, paru, hati, dan ginjal) dan

pancaindera. Secara umum pengaruh narkoba adalah dapat memengaruhi organ tubuh

secara sistematik.

Pengaruh fisik dapat berlangsung maupun tidak langsung tergantung dari zat

yang digunakan seperti pencampuran bahan, pemakaian tidak sesuai aturan, atau

tidak sterilnya alat. Gangguan fisik yang dapat terjadi akibat penyalahgunaan obat

antara lain sebagai berikut:

1. Gangguan pada sistem saraf pusat, seperti: kejang, halusinasi, gangguan

kesadaran, dan kerusakan perifer.

2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah, seperti: infeksi akut pada jantung,

dan gangguan peredaran darah.

3. Gangguan pada paru-paru, seperti: penekanan fungsi saluran pernapasan,

kesulitan bernapas, pengerasan jaringan paru-paru, seperti penggumpulan benda

asing yang terisap.

4. Gangguan pada hemopoetik, seperti: gangguan pada pembentukan sel darah.

5. Gangguan pada saluran pencernaan seperti: diare, radang lambung, hepatitis

(44)

6. Gangguan pada sistem endokrin seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi

(estrogen, progesteron, testosteron), penurunan kadar gula darah yang

menyebabkan gangguan sakit kepala dan badan gemetar.

7. Gangguan pada saluran perkemihan seperti: infeksi gangguan fungsi seksual,

gangguan fungsi reproduksi, dan kecacatan.

8. Gangguan pada otot dan tulang, seperti: peradangan otot akut, penurunan fungsi

otot akibat alkohol ataupun patah tulang.

9. Risiko terkena infeksi penyakit menular seksual dan HIV/AIDS (Kusmiran,

2011).

2.8 Pengaruh Kejiwaan

Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan bermacam-macam akibat, seperti:

gangguan psikotik (gangguan jiwa berat), depresi, tindak kekerasan, dan pengrusakan

serta percobaan bunuh diri. Depresi timbul sebagai akibat mekanisme rasa bersalah

dan putus asa karena gagal berhenti dari penyalahgunaan obat ditambahnya

kurangnya dukungan dan tuduhan bersalah oleh lingkungan keluarga dan masyarakat

(Kusmiran, 2011).

2.9 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah suatu tempat untuk melakukan

pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di indonesia.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis dibawah direktorat

(45)

2005, jumlah penghuni di lembaga pemasyrakatan (lapas) di Indonesia mencapai

97.671 orang lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang.

Maraknya peredaran narkoba juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada

tingkat hunian lembaga pemasyarakatan (lapas) (Koboi, 2013).

Lembaga Pemasyarakatan itu adalah suatu lembaga atau wadah tempat bagi

tahanan dan narapidana, yang bertugas disamping melaksanakan hukuman bag

narapidana juga membina dan membmbing dengan memberikan bimbingan fisik dan

mental serta keterampilan agar setelah bebas dapat kembali ke tengah-tengah

masyarakat, karena sifat pembinaan yang dilakukan adalah merubah sifat buruk atau

jahat menjadi baik kembali. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10 Tahun 1990 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan

membina narapidana (Gusfira, 2010).

Dalam pasal 1 angka 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang

berbunyi: Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat

untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan

(Mazmur, 2010).

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 7 Undang-undang No. 12 Tahun

1995 menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah terpidana yang

menjalani pidana hilang kemerdekaan dilembaga pemasyarakatan. Sementara itu

seorag ahli yang bernama Koesnoen menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

(46)

Narapidana adalah manusia yang memiliki spesifikasi tertentu, secara umum

Narapidana adalah manusia biasa seperti kita semua, namun kita tidak dapat begitu

saja menyamakan begitu saja. Dalam konsep pemasyarakatan baru Narapidana bukan

saja sebagai obyek melainkan juga sebagai sebagai subyek yang tidak berbeda dengan

manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan

yang dapat dikenai pidana, sehingga tidak harus diberantas. Bagaimanapun juga

Narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk

menjadi lebih produktif, untuk menjadi lebih baik dari sebelum menjadi pidana

(Pratama, 2009).

Penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) pada tahun 2011 di Sumatera Utara

dengan kasus pengguna maupun pengedar narkoba sebanyak 815 orang (sat.narkoba

Polresta Medan 2011). Dan penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di lembaga

pemasyarakatan kelas IIA Kota Rantauprapat sebanyak 366 orang dengan kasus

narkoba, baik pengedar, bandar, maupun pengguna (Kepala Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat).

2.10 Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan adalah proses

kelanjutan dari penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui oleh seseorang

apakah seseorang tersebut mampu mempraktekkan atau melaksanakan apa yang

(47)

Tindakan dapat dibedakan atas beberapa tingkatan :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di

ambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guided Response)

3. Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh

adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

4. Mekanisme (Mecanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

5. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

2.11 Kerangka Konsep

Skema di bawah menunjukkan bahwa karakteristik seperti umur, pendidikan,

pengetahuan, sikap, penghasilan memengaruhi kemampuan dalam membeli penghuni

(48)

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Bagan : Faktor-Faktor Penggunaan Narkoba Pada Penghuni Lembaga

Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Rantauprapat Tahun 2013.

2.12 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian adalah:

1. Ada hubungan umur penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan

narkoba.

2. Ada hubungan pendidikan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan

penggunaan narkoba.

Tindakan Penghuni Lapas Pengguna Narkoba Karakteristik Responden:

1. Umur

2. Pendidikan

1. Pengetahuan

2. Sikap

Kemampuan:

1. Penghasilan

Kebutuhan :

(49)

3. Ada hubungan pengetahuan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan

penggunaan narkoba.

4. Ada hubungan sikap penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan

narkoba.

5. Ada hubungan penghasilan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan

penggunaan narkoba.

6. Ada hubungan keamanan lembaga pemasyarakatan penghuni lembaga

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, untuk

menggambarkan bagaimana perilaku penghuni lembaga pemasyarakatan tentang

penggunaan narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun

2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung mulai bulan Desember Tahun 2012 sampai bulan Juni

Tahun 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh penghuni lembaga pemasyarakatan yang

menggunakan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga

pemasyarakatan kelas II A rantauprapat dan seluruhnya dijadikan sampel

Gambar

Tabel 4.3 Distribusi Pendidikan Responden  No. Pendidikan  Frekuensi
Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang  Tahu Narkoba No. Pengetahuan tentang narkoba Tahu  Tidak tahu Jumlah
Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Dari Mana Mengetahui Narkoba
Tabel 4.10. Distribusi Sikap Setuju Responden Tentang Narkoba No Pengguna      Sangat Tidak Sangat
+7

Referensi

Dokumen terkait

2 Jumlah insentif yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan target penjualan yang dicapai karyawan.. 3 Perhitungan / penentuan

The best results were achieved by the Medium-CNN de- signed and trained from the scratch on the fusion of the LiDAR data, closely followed by the fusion of RGB and LiDAR data sets..

This material is sole property of SINERGI CONSULTING including its intellectual property rights, copyrights, and it should not be disclosed to any other party, photocopied or

We have presented a straightforward, yet powerful approach to distinguish measurements of a mobile LiDAR sensor into mov- ing objects and static background. It relies on the

This material is sole property of SINERGI CONSULTING including its intellectual property rights, copyrights, and it should not be disclosed to any other party, photocopied or

CNNs have become the de-facto standard for many tasks in computer vision and machine learning like semantic segmentation or object detection in images, but have no yet led to a

Dengan Hormat, dalam rangka Monev Internal Penelitian yang didanai DRPM Dikti Tahun 2016 seluruh Skim yang akan diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, solvabilitas terhadap profitabilitas pada PT Telekomunikasi