FAKTOR-FAKTOR PENGGUNAAN NARKOBA PADA PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KELAS II A RANTAUPRAPAT TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh:
NURMAYA SARI RITONGA NIM. 101000342
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
The world has faced such a rapid spread of drugs that cause more drug users regardless of age. Abuse and illicit trafficking also has penetrated all socio-economic groups and layers, rich-poor, urban-rural, age group, ethnicity, religion, and society has been plagued become a pandemic disease, no one country, nation, tribe, people , age groups, religious groups, which is immune to the threat of abuse and illicit trafficking (BNN).
This study aims to determine the age, knowledge, education, attitudes, actions, and income security prison on drug use factors of Corrections instituted Newbury IIA Class of 2013, this type of research is descriptive quantitative research. The study population of 50 people and all of them were sampled (total sampling) where the data were taken using a questionnaire by interview. Furthermore, the data are presented using frequency distribution tables. 50 The results of the penitentiary occupants Newbury IIA class, no drug use in prison. In general, residents of prisons are in the age> 22 Year by 94% and by 6.0% <22 Year, most education by 52% occupant SMA, S1 by 2.0%, a good knowledge of the category by 70%, have less knowledge of 30% . In addition to the category of 96% good attitude, attitude categories were 2.0% and less than 2.0%. Category of action is also good for 90%, 10% less action. Good income category by 46%, amounting to 12% less income. Finally in prison security category is also good for 98%, the security of 2% less LP.
Lembaga residents of correctional research IIA class is no longer using drugs in prison, but it is recommended to all the people together in order to no longer recognize or use drugs to enhance a better generation and achievement through strengthening family ties and confident wherever located. Berwenanag the government, in order to further improve the guidance to drug users, because drug users should be placed on rehabilitation instead of jail. So that drug users do not feel depressed and get guidance to sensitize themselves. This study also suggested to the whole community and police agencies to combat both drug abuse.
ABSTRAK
Dunia telah menghadapi penyebaran narkoba yang begitu cepat yang menyebabkan semakin banyaknya pengguna narkoba tanpa mengenal usia. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza : Studi Kasus Pada Narapidana Di LP Kelas II/A Wirogunan Yogyakarta” dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor paling dominan yang mempengaruhi menjadi narapidana kasus narkoba di LP wirogunan, terdiri dari faktor lingkungan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur, pengetahuan, pendidikan, sikap, tindakan, penghasilan dan keamanan lapas tentang faktor penggunaan narkoba diLembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat tahun 2013, jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitaif. Populasi penelitian ini sebanyak 50 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel (total sampling) dimana data yang diambil menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Selanjutnya data disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian 50 orang penghuni lembaga pemasyarakatan kelas IIA rantauprapat, tidak ada penggunaan narkoba di LP. Pada umumnya penghuni lapas berada pada umur > 22tahun sebesar 94% dan sebesar 6,0% < 22tahun, pendidikan penghuni terbanyak sebesar 52% SMA, pendidikan S1 sebesar 2,0%, pengetahuan kategori baik sebesar 50%, memiliki pengetahuan kurang sebesar 50%. Selain itu kategori sikap baik sebesar 96% , sikap kategori sedang 2,0% dan kurang 2,0%. Kategori tindakan juga baik sebesar 90%, tindakan kurang sebesar 10%. Kategori penghasilan baik sebesar 46%, penghasilan kurang sebesar 12%. Akhirnya pada kategori keamanan lembaga pemasyarakatan juga baik sebesar 98%, keamanan LP kurang sebesar 2%.
Dari hasil penelitian disarankan kepada seluruh masyarakat agar bersama-sama tidak lagi mengenal atau menggunakan narkoba untuk meningkatkan generasi yang lebih baik dan berprestasi melalui mempererat hubungan keluarga dan percaya diri dimanapun berada. Kepada pemerintahan yang berwenanag, agar dapat lebih meningkatkan bimbingan kepada pengguna narkoba, karena pengguna narkoba sebaiknya ditempatkan pada rehabilitasi bukan dipenjara. Agar pengguna narkoba tidak merasa tertekan dan mendapatkan bimbingan untuk menyadarkan diri. Penelitian ini juga menyarankan kepada seluruh masyarakat dan instansi kepolisian untuk sama-sama memberantas penyalahgunaan narkoba.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurmaya Sari Ritonga
Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat/17 Maret 1990
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 7 (Tujuh) Orang
Alamat Rumah : Dusun I AFD II Kelurahan Perkebunan AFD II
Rantauprapat Kecamatan Bilah Barat
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1995-2001 : SD Negeri 116876 AFD I Janji
2. Tahun 2001-2004 : MTs Negeri 1 Rantauprapat
3. Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Rantau Utara
4. Tahun 2007-2010 : Akademi Kebidanan Imelda Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis masih bisa menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Faktor-Faktor Penggunaan
Narkoba Pada Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013” merupakan salah satu syarat unuk memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Penulis menyadari hingga selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun spiritual. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Namora
Lumongga Lubis, M.Sc, P.hD selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs.Eddy
Syahrial, Ms selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan banyak
pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan FKM USU
2. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan
dan Ilmu Perilaku
3. Ibu Maya Fitria, SKM, M.kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang
membantu penulis selama masa perkuliahan
4. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Penguji II dan Drs.Alam Bakti Keloko,
M.kes selaku Penguji III penulis, yang telah memberikan masukan dan saran
5. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai/tenaga non-edukatif FKM USU yang turut
mendukung persiapan penyelesaian skripsi ini
6. Bapak dan Ibu pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kota
Medan yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Surung Pasaribu, selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
rantauprapat yang telah membantu penulis dalam memberikan ijin penelitian.
8. Bapak dan Ibu pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA rantauprapat yang
telah membantu penulis dalam menyediakan data-data.
Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua Orangtuaku, Papa (Hamlet Ritonga, S.Pd) dan Mama (Nurhayati
Hasibuan, S.Pd) yang penulis banggakan dan cintai yang telah banyak
memberikan dukungan, do’a dan pengorbanan baik secara moril maupun
materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
2. Buat abang-abang ku tersayang (Syairul H.R, SH, Amrizal E.R, SE,
Brigadir.Hasrun A.P.R, Hadi U.R, SE, Heri S.R,SE, dan adik ku Zulfahri
Ritonga, kakak ipar Sartika, SE serta keponakan (Ayesha Riztika Putri Hasian
Ritonga & Happy Nandita Ritonga )atas dukungan dan bantuannya buat
penulis.
3. Buat sahabat-sahabat ku “6 DaRa” (Kak Dewi Ok, Kak Sepdi, Kak Ruth, Kak
Loly, dan Tem Sry Ryandah) atas dukungan dan semangatnya buat penulis.
4. Buat Kak Ros, Dayah, Kak Fatimah dan Meyanta terima kasih buat semangat
5. Buat rekan-rekan mahasiswa/i seperjuangan di FKM USU Ekstensi A 2010
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungannya buat penulis.
6. Buat seluruh mahasiswa/i peminatan PKIP FKM USU dan alumni atas
dukungannya buat penulis.
7. Buat teman-teman PBL kelompok XIV Desa Tanjung Ibus – Secanggang (
Andy Bryan,SKM, Anggie Humaira,SKM, Dewi J,SKM, Dila,SKM,
Ulfa/Upeh, SKM) atas dukungannya buat penulis.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan tulisan ini. Untuk
itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Dan dengan segala keterbatasan yang
ada penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... .i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
2.7 Dampak Penyalahgunaan Narkoba ... 27
3.6 Aspek Pengukuran dan Instrumen ... 38
3.6.1 Aspek Pengukuran ... .38
3.6.2 Instrumen... .40
3.7 Tehnik dan Pengolahan Data ... .41
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... .42
4.1 Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan ... .42
4.1.1 Geografi ... .42
4.1.2 Demografi ... .44
4.2 Karakteristik ... .45
4.2.1 Umur Responden ... .45
4.2.2 Pendidikan Responden ... .45
4.3 Pengetahuan Responden ... .46
4.3.1 Pengetahuan Responden Tentang Tahu Narkoba ... .46
4.3.2 Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Narkoba ... .47
4.3.3 Pengetahuan Responden Tentang Darimana Mengetahui Narkoba ... .47
4.3.4 Pengetahuan Responden Tentang Sejak Kapan Tahu Narkoba ... .48
4.3.5 Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Narkoba ... .48
4.3.6 Pengetahuan Responden Tentang Menggunakan Narkoba ... .49
4.4 Sikap Responden ... .49
4.4.1 Sikap Setuju Responden Tentang Narkoba ... .49
4.4.2 Sikap Responden Tentang Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilarang Oleh Undang-undang... .51
4.4.3 Sikap Responden Tentang Jika Ada Teman Menggunakan Narkoba ... .51
4.5 Penghasilan ... .52
4.6 Lembaga Pemasyarakatan ... .52
4.6.1Lembaga Pemasyarakatan Tentang Keamanan ... .52
4.6.21Lembaga Pemasyarakatan Tentang Pengunjung ... .53
4.7 Tindakan Responden ... .54
4.7.1 Tindakan Responden Tentang Apa Ada Yang Kurang Jika Tidak Menggunakan Narkoba ... .54
4.7.2 Tindakan Responden Tentang Yang Dirasakan Setelah Menggunakan Narkoba ... .54
4.7.4 Tindakan Responden Tentang Dimana Menggunakan
Narkoba ... .55
4.7.5 Tindakan Responden Tentang Cara Mengatasi Jika Membutuhkan Narkoba... .55
4.7.6 Tindakan Responden Penggunaan Narkoba ... .56
4.8 Jenis Narkoba ... .56
BAB V : PEMBAHASAN ... .58
5.1 Karakteristik Responden ... .58
5.1.1Umur Responden ... .58
5.1.2Pendidikan Responden ... .58
5.2 Pengetahuan Responden ... .59
5.3 Sikap Responden ... .60
5.4 Penghasilan Responden ... .61
5.5 Lembaga Pemasyarakatan ... .62
5.5Tindakan Responden ... .63
5.6Jenis Narkoba ... .64
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... .65
6.1 Kesimpulan ... .65
6.2 Saran ... .66
DAFTAR PUSTAKA ... .67
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Umur...45
Tabel 4.3 Distribusi Pendidikan Responden... ...45
Tabel 4.4 Ditribusi Pengetahuan Responden Tentang Tahu Narkoba...46
Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Narkoba...47
Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Darimana Mengetahui Narkoba...47
Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang sejak Kapan Tahu Narkoba ...48
Tabel 4.8 Ditribusi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Narkoba...48
Tabel 4.9 Ditribusi Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Narkoba...48
Tabel 4.10 Ditribusi Sikap Setuju Responden Tentang Narkoba...49
Tabel 4.11 Ditribusi Sikap Responden Tentang Penyalahgunaan Narkoba...49
Tabel 4.12 Ditribusi Sikap Responden Tentang Jika Ada Teman Menggunakan Narkoba...51
Tabel 4.13 Ditribusi Penghasilan Responden Sebelum Masuk Lapas...52
Tabel 4.14 Distribusi Lembaga Pemasyarakatan...52
Tabel 4.15 Distribusi Lembaga Pemasyarakatan Tentang Pengunjung...53
Tabel 4.16 Distribusi Tindakan Responden Tentang Ada Yang Kurang...53
Tabel 4.17 Distribusi Tindakan Responden Tentang Yang Dirasakan...54
Tabel 4.19 Ditribusi Tindakan Responden Tentang Dimana Menggunakan Narkoba...55
Tabel 4.20 Ditribusi Tindakan Responden Tentang Cara
Mengatasi...55
Tabel 4.21 Ditribusi Responden Tentang
Penggunaan...56 Tabel 4.22 Distribusi Jenis Narkoba Yang Digunakan Sebelum Masuk Lembaga
ABSTRACT
The world has faced such a rapid spread of drugs that cause more drug users regardless of age. Abuse and illicit trafficking also has penetrated all socio-economic groups and layers, rich-poor, urban-rural, age group, ethnicity, religion, and society has been plagued become a pandemic disease, no one country, nation, tribe, people , age groups, religious groups, which is immune to the threat of abuse and illicit trafficking (BNN).
This study aims to determine the age, knowledge, education, attitudes, actions, and income security prison on drug use factors of Corrections instituted Newbury IIA Class of 2013, this type of research is descriptive quantitative research. The study population of 50 people and all of them were sampled (total sampling) where the data were taken using a questionnaire by interview. Furthermore, the data are presented using frequency distribution tables. 50 The results of the penitentiary occupants Newbury IIA class, no drug use in prison. In general, residents of prisons are in the age> 22 Year by 94% and by 6.0% <22 Year, most education by 52% occupant SMA, S1 by 2.0%, a good knowledge of the category by 70%, have less knowledge of 30% . In addition to the category of 96% good attitude, attitude categories were 2.0% and less than 2.0%. Category of action is also good for 90%, 10% less action. Good income category by 46%, amounting to 12% less income. Finally in prison security category is also good for 98%, the security of 2% less LP.
Lembaga residents of correctional research IIA class is no longer using drugs in prison, but it is recommended to all the people together in order to no longer recognize or use drugs to enhance a better generation and achievement through strengthening family ties and confident wherever located. Berwenanag the government, in order to further improve the guidance to drug users, because drug users should be placed on rehabilitation instead of jail. So that drug users do not feel depressed and get guidance to sensitize themselves. This study also suggested to the whole community and police agencies to combat both drug abuse.
ABSTRAK
Dunia telah menghadapi penyebaran narkoba yang begitu cepat yang menyebabkan semakin banyaknya pengguna narkoba tanpa mengenal usia. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza : Studi Kasus Pada Narapidana Di LP Kelas II/A Wirogunan Yogyakarta” dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor paling dominan yang mempengaruhi menjadi narapidana kasus narkoba di LP wirogunan, terdiri dari faktor lingkungan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur, pengetahuan, pendidikan, sikap, tindakan, penghasilan dan keamanan lapas tentang faktor penggunaan narkoba diLembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat tahun 2013, jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitaif. Populasi penelitian ini sebanyak 50 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel (total sampling) dimana data yang diambil menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Selanjutnya data disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian 50 orang penghuni lembaga pemasyarakatan kelas IIA rantauprapat, tidak ada penggunaan narkoba di LP. Pada umumnya penghuni lapas berada pada umur > 22tahun sebesar 94% dan sebesar 6,0% < 22tahun, pendidikan penghuni terbanyak sebesar 52% SMA, pendidikan S1 sebesar 2,0%, pengetahuan kategori baik sebesar 50%, memiliki pengetahuan kurang sebesar 50%. Selain itu kategori sikap baik sebesar 96% , sikap kategori sedang 2,0% dan kurang 2,0%. Kategori tindakan juga baik sebesar 90%, tindakan kurang sebesar 10%. Kategori penghasilan baik sebesar 46%, penghasilan kurang sebesar 12%. Akhirnya pada kategori keamanan lembaga pemasyarakatan juga baik sebesar 98%, keamanan LP kurang sebesar 2%.
Dari hasil penelitian disarankan kepada seluruh masyarakat agar bersama-sama tidak lagi mengenal atau menggunakan narkoba untuk meningkatkan generasi yang lebih baik dan berprestasi melalui mempererat hubungan keluarga dan percaya diri dimanapun berada. Kepada pemerintahan yang berwenanag, agar dapat lebih meningkatkan bimbingan kepada pengguna narkoba, karena pengguna narkoba sebaiknya ditempatkan pada rehabilitasi bukan dipenjara. Agar pengguna narkoba tidak merasa tertekan dan mendapatkan bimbingan untuk menyadarkan diri. Penelitian ini juga menyarankan kepada seluruh masyarakat dan instansi kepolisian untuk sama-sama memberantas penyalahgunaan narkoba.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah sejak zaman pra sejarah orang mengenal zat psiko aktif baik berupa
tanaman/tumbuhan maupun berupa semi sintesis. Ada yang berupa dedaunan, buah,
bunga maupun akar, telah dikenal manusia purba akan efek farmakologi yang
ditimbulkannya. Sejarah mencatat bahwa ganja (ganja sativa) sudah digunakan orang
sejak tahun 2700 tahun sebelum masehi. Orang-orang kuno telah menggunakan
opium untuk menenangkan balita-balita mereka bila menangis.
Pada hakikatnya zat-zat itu digunakan untuk pengobatan atau mengurangi
sakit akan tetapi kemudian telah diracik untuk mendapatkan kenikmatan jangka
pendek. Sejalan dengan kemajuan teknologi modern yang semakin pesat hingga
manusia dapat mengolah zat-zat psiko aktif dengan cara yang amat canggih (Tanjung,
2006).
Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan
pemerintah orde baru pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan
berkembang karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamais. Pandangan
pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah
terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.
BKNN adalah suatu Badan Koordinasi Penanggulangan Narkoba yang
kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka dibentuklah Badan
Narkotika Propinsi danBadan Narkotika Kabupaten. Penyuluhan-penyuluhan dan
sosialisasi dari badan narkotika kian digencarkan untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang mengancam kehidupan orang
banyak (Septio, 2012).
Sampai tahun 2012 ini saja penggunan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta
orang. Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada
penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta
kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan
dengan cara terus berkerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang
semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia (Septio, 2012).
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim,
maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah
negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku
tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani
hukuman disebut narapidana. Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 7
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan. Sementara itu seorang ahli yang bernama Koesnoen menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah seorang manusia yang dikenakan
hukuman pidana (Gusfira, 2010).
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk
Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan
istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa
narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang
statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses
peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim (Koboi, 2012).
Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di
lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih
di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas
oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas
jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh
lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam
masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671
orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya
peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas
pada tingkat hunian LAPAS (Koboi,2012)
Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba antara lain: (1) Kegagalan yang di
alami dalam kehidupan (2) Tidak memiliki rasa percaya diri ataupun kurang
mendapat kasih sayang orang tua dapat menyebabkan timbulnya penyalahgunaan
narkoba di kalangan remaja, (3) Pergaulan yang bebas dan lingkungan yang kurang
tepat. (4) Kurangnya siraman agama, untuk memerangi narkoba, upaya yang perlu di
yang positif dan bermanfaat kepada para remaja. (5) Keinginan untuk sekadar
mencoba, keyakinan bahwa bila mencoba sekali takkan ketagihan adalah salah satu
penyebab penggunaan narkoba, karena sekali memakai narkoba maka mengalami
ketagihan dan sulit untuk di hentikan (Pramutoko, 2012).
Penyebab penyalahgunaan narkoba: Faktor peredaran narkoba yang semakin
meningkat, faktor-faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor tekanan kelompok
sebaya, faktor pengaruh gaya hidup masyarakat modern (Hasian, 2011).
Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose
atau narcosis yang berarti menidurkan atau pembiusan. Narkotika berasal dari
perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.
Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan
terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga
dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau bengong dalam
waktu yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau
kecanduan (Eleanora, 2011).
Narkotika dalam UU No.22/1997 adalah Tanaman Papever,Opium mentah,
Opium masak, seperti Candu, Jicingko, Opium obat, Morfina, Tanaman koka,
Kokaina mentah, Ekgonina, Tanaman ganja, Damar ganja, garam-garam, atau
turunannya dari morfina dan kokaina (Eleanora, 2011).
Lapas di Indonesia adalah salah satu pasar bagi pengedar narkoba. Pemakai
narkoba banyak yang ditahan di Lapas rata-rata mempunyai uang. Realitanya saat
ketergantungan pada narkoba. Kondisi ini menyebabkan mereka akan berusaha
menggunakan segala cara untuk mendapatkan narkoba. Mulai dari menyogok oknum
sipir lapas, menyelundupkan narkoba lewat pengunjung, melempar bungkus narkoba
dari luar tembok lapas dan modus lainnya (Purnama, 2012).
Bahaya-bahaya jika narkoba ada di lembaga pemasyarakatan antara lain
adanya perdagangan narkoba dan pengedar narkoba yang meningkat (contohnya napi
pencurian kendaraan bermotor (curanmor) karena berinteraksi dengan para napi
narkoba bisa saja menjadi pengedar berikutnya bahkan residivis. Ini justru dapat
memunculkan masalah baru lagi) (Purnama, 2012).
Penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di lapas di samping karena
faktor tekanan ekonomi dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
narkoba yang nantinya dijual kepada narapidana lain, faktor lainnya penyalahgunaan
narkoba di lapas tidak terlepas dari andil petugas. Kurang ketatnya pengawasan
petugas di lapas terutama pengunjung ditambah lagi over kapasitas atau penghuni
tidak sesuai daya tampung, sehingga membuat petugas tidak mengetahui keadaan
yang sebenarnya di dalam kamar/sel tempat para narapidana melakukan aktivitasnya
tersebut (Soegiyanto, 2011).
Narkoba yang paling banyak beredar di dalam penjara adalah jenis ganja dan
sabu-sabu. Karena lebih gampang disusupkan dan harganya relatif terjangkau oleh
narapidana dan biasanya peredaran narkoba di kalangan narapidana sudah pasti ada
andil sipir dalam berbagai bentuk sehingga barang terlarang tersebut bisa lolos dari
pemeriksaan ketat. Berbagai upaya untuk menanggulangi supaya tidak terjadi suatu
terlebih penyalahgunaan narkoba, terus dilakukan oleh berbagai pihak. Baik
pemerintah maupun masyarakat (Soegiyanto, 2011).
Secara global, pemadat narkoba di dunia menurut data WHO mencapai 190
juta orang. Menurut WHO sekitar 22.000 orang setiap tahun meninggal dunia akibat
mengkonsumsi berbagai obat-obatan yang tergolong narkoba dan dari
penyalahgunaan narkoba, NAPZA jenis Opiat (heroin) ditemukan angka kematian
(Mortality rate) mencapai angka 17,3% (Dewi, 2008).
Sementara pengguna narkoba (end user) di Indonesia yang cenderung
mengalami trend peningkatan dari tahun ke tahun, seperti pada tahun 2009 prevalensi
penyalahgunaan narkoba sebesar 3,60 juta (1,99%), tahun 2010 sebesar 4,02 juta
(2,21%), dan tahun 2011 sebesar 5,00 juta (2,80%) (Sumber: Hasil Survei BNN &
Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia, 2009-2011) (Karsono,
2012).
Menurut mantan Kepala BNN, mengatakan jumlah penggunan narkoba di
Indonesia mencapai 3,81 juta jiwa. Jumlah itu akan terus meningkat jika jumlah
penyadaran massal tidak segera dilakukan. Kerja sama semua pihak sangat
diharapkan untuk menurunkan angka pengguna narkoba (Fajar, 2012).
BNN memperkirakan, prevalensi (angka kejadian) penyalahgunaan narkoba di
Indonesia akan mencapai sekitar 5,1 juta orang di 2015. Namun kalau trend
peningkatannya konsisten, angka perkiraan tahun 2015 bisa bertambah sampai dua
kali lipat menjadi sekitar 10 juta orang (Priyatin, 2012).
Sementara untuk Sumatera Utara, pada tahun 2010 jumlah penyalahgunaan
kejahatan narkoba yang diungkapkan Polda Sumut dan jajarannya, tahun 2010 ada
2.718 kasus dan 3.736 tersangka. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 2.728 kasus
dan 3.514 tersangka (Andri, 2012).
Data kasus narkoba selama Tahun 2011 Sat Narkoba Polresta Medan,
sebanyak 1132 orang pengguna narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan
pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia menurut Data Pusat Terapi dan
Rehabilitasi (Pus T & R) BNN adalah 17.734 orang, dengan jumlah terbanyak pada
kelompok umur 20 - 34 tahun. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh
pecandu yang mendapatkan pelayanan T & R adalah heroin 10.768 orang, selanjutnya
secara berurutan adalah jenis ganja sebesar 1.774 orang, shabu sebesar 984 orang,
MDMA, alkohol, amphetamine, dan, benzodiazephine (Datin, 2010).
Hasil penelitian Fransiska, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan
narkoba adalah : (1) Faktor ekonomi,setiap pecandu narkoba setiap saat
membutuhkan narkotika sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya yang cenderung
dosisnya akan selalu bertambah, sehingga narkotika merupakan barang dagangan
yang jauh lebih menguntungkan, (2) Faktor dari luar lingkungan keluarga,(3) Faktor
lingkungan yang sudah mulai tercemar oleh kebiasaan,(4) Faktor lingkungan liar,(5)
Faktor dari dalam lingkungan keluarga (Fransiska, 2011).
Hasil penelitian Indiyah, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan
narkoba adalah (1) Faktor proses sosial, dimana faktor ini menunjukkan bahwa
seseorang yang memiliki sifat rela yang rela berbuat apa saja didalam kelompoknya
(2) Faktor masalah sosial, dimana subjek mendapatkan paksaan dalam kelompoknya
subjek memiliki peran penting dalam kelompoknya (misal: subjek adalah ketua
kelompok) sehingga subjek ingin dilihat terpandang didepan anggotanya (4) Faktor
keluarga, dimana dalam hal ini subjek mengalami broken home, keluarga terlantar
karena istri sering meninggalkan rumah (5) Faktor lingkungan sekolah/kuliah, dimana
subjek merasa disekolah tempat belajar kurang sarana dan prasarana untuk belajar,
dekatnya lokasi sekolah dengan tempat keramaian, diskotik (6) Faktor lingkungan
masyarakat, dimana subjek merasa selalu diremehkan di dalam bermasyarakat,
masyarakat tidak memperdulikan keluarga subjek, masyarakat selalu menganggap
keluarga subjek hina dimata masyarakat tempat tinggal ( Indiyah, 2005).
Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba adalah : (1) Ingin telihat gaya, (2)
Solidaritas kelompok, (3) Menghilangkan rasa sakit, (4) Ingin tahu, (5) Ikut-ikutan,
(6) Menyelesaikan dan melupakan masalah, (7) Mencari tantangan, (8) Merasa
dewasa (Godam, 2008).
Menurut survey awal di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rantauparapat jumlah
keseluruhan penghuni lapas sebanyak 643 orang, dimana jumlah penghuni lapas yang
terjerat kasus narkoba sebanyak 366 orang. Sebanyak 29 orang diantaranya adalah
pengguna narkoba yang tertangkap.
Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor
penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga
1.2 Rumusan Masalah
Karena masih tingginya pengguna narkoba yang terjadi saat ini, maka
permasalahannya untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi penghuni
lembaga pemasyarakatan terhadap penggunaan narkoba sebelum masuk dan sesudah
masuk lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat
Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat umur penghuni lembaga pemasyarakatan dengan
penggunaan narkoba.
2. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penghuni lembaga pemasyarakatan
dengan penggunaan narkoba.
3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penghuni lembaga pemasyarakatan
dengan penggunaan narkoba.
4. Untuk mengetahui tingkat sikap penghuni lembaga pemasyarakatan dengan
5. Untuk mengetahui penghasilan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan
penggunaan narkoba.
6. Untuk mengetahui keamanan lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan
narkoba.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi kepada instansi penelitian tentang faktor-faktor
penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga
pemasyarakatan kelas II A Rantauprapat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu”dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga,
pengindraan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah
yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang
disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orangtua, guru, radio televisi, foster,
majalah dan surat kabar.
Dalam Notoatmodjo (2003), Asosiasi Psikologi Amerika bependapat bahwa
dalam tindakannya pengetahuan seseorang terhadap penguasaan materi dapat
digolongkan dalam enam tingkatan. Tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai
Domain on the taxonomy of educational objectives (domain kognitif pengetahuan),
1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu”
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajarinya dapat di ukur dari kemampuan orang
tersebut menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis, diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis, diartikan sebagai menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
6. Evaluasi, diartikan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
dalam kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).
2.2 Pendidikan
Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti
( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan
alam dan masyarakatnya. John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M)
menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh
seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan
tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
Menurut H. Horne pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara
fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam
alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
2.3 Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah merupakan reaksi atau respon
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga
merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.
2. Merespon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu sikap,
karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang yang menerima ide
tersebut.
3. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah
dipilhnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling tinggi.
4. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu
objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan
hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.
2.4 Penghasilan
Menurut Notoadmodjo (1997) menyatakan bahwa penghasilan memiliki
pengaruh terhadap keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan
Penghasilan seseorang tidak dapat diukur sepenuhnya dari pekerjaan. Bila
dihubungkan dengan faktor-faktor penggunaan narkoba, orang dengan tingkat
penghasilan tinggi akan lebih mudah membeli dan mendapatkan narkoba. Sebaliknya
orang dengan penghasilan rendah akan sangat sulit untuk mendapatkan narkoba.
2.5 Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada
karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.
Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan
ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang
2.6 Pengertian Narkoba
Narkoba merupakan zat psikoaktif narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan
berbahaya lainnya. Selain itu juga dapat diartikan sebagai bahan atau zat-zat kimiawi
yang jika masuk kedalam tubuh secara oral (dimakan, diminum, atau ditelan) dihisap,
dihirup, atau disuntikkan dapat mengubah suasana hati perasaan, perilaku seseorang.
Hal ini dapat menimbulkaan gangguan keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi
negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian dosis yang berlebihan
(Kusmiran, 2011).
Narkotika menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 adalah bahan-bahan
seperti tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicingko), opium obat,
morfin, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, ekgonina, tanaman ganja,
dammar ganja. Bahan lain baik yang alamiah, semi sintesis, sintesis yang dapat
dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain; ditetapkan Menteri Kesehatan sebagai
narkotika jika penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang
merugikan, seperti morfin dan kokain (Kusmiran, 2011).
Jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan:
1. Opioda
Opioda adalah nama segolongan zat, baik alamiah, semisintesis, atau sintesis
yang diambil dari bagian pohon poppy. Opioda selain dapat digunakan sebagai
obat, juga dapat digunakan sebagai alat untuk menimbulkan perasaan senang.
2. Kokain
Kokain adalah merupakan zat perangsang yang sangat kuat berupa bubuk
menimbulkan rasa germbira, terangsang, bertambahnya tenaga, meningkatkan
rasa percaya diri serta mencapai perasaan sukses. Jika diisap, efek kokain
mencapai puncak dalam 1-4 menit dan hilang setelah 20 menit. Efek
menyenangkan yang hebat secara cepat diikuti oleh efek yang tidak
menyenangkan meliputi depresi kelelahan, serta mendorong penggunaan
kokain secara terus menerus.
Penggunaan yang secara berulang-ulang mengakibatkan kegelisahan, terlalu
gembira, tegang, paranoid, dan psikosis,. Efek fisiologis daapat menyebabkan
percepatan detak jantung, darah tinggi, suhu meningkat, bola mata mengecil,
terbius sesaat, nafsu makan hilang, serta susah tidur. Penggunaan yang lama
akan menimbulkan kelelahan, masalah pencernaan, detak jantung tidak teratur,
dan penurunan gairah seksual.
3. Kanabis/mariyuana/ganja
Kanabis berasal dari tanaman Cannabis satifa dan Cannabis indica yang
merupakan sejenis tanaman perdu yang bisa digunakan sebagai obat relaksan
dan untuk mengatasi intoksikasi ringan. Bahan yang digunakan dapat berupa
daun, biji, dan bunga dari tanaman tersebut.
Kanabis memberikan rasa gembira, meningkatkan rasa percaya diri, perasaan
santai serta sangat peka terhadap warna dana suara. Efek kanabis yang lain
yaitu mengurangi kemampuan konsentrasi dan daya tangkap saraf otak,
penglihatan kabur, dan berkurangnya sirkulasi darah ke jantung. Jika pengguna
merasa tegang atau tertekan saat menggunakannnya, maka perasaan
dan paranoid dapat terjadi jika digunakan dalam dosis tinggi dan jangka
panjang. Penggunaan kanabis mempunyai akibat bervariasi tergantung dari
jumlahnya. Kanabis merupakan obat penenang yang banyak disalahgunakan.
4. Alkohol
Alkohol merupakan zat aktif yang terdapat dari berbagai jenis minuman keras.
Alkohol merupakan zat yang mengandung etanol berfungsi menekan susunan
saraf pusat. Meskipun demikian jika digunakan dalam dosis rendah alkohol
justru membuat tubuh merasa segar (bersifat merangsang).
Efek penggunaannya tergantung dari jumlah yang dikonsumsi ukuran fisik
pemakai, serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya, alkohol dapat
memengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi, dorongan
seksual, dan nafsu makan. Dilihat dari kandungan alkoholnya, minuman keras
terbagi dalam tiga golongan yakni:
a. Golongan A, minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara 1-5%.
Contohnya; bir
b. Golongan B, minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara
5-20%.
Contohnya; anggur/wine.
c. Golongan C, minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara
20-50%.
Contohnya; wiski, vodka, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput.
Merupakan zat perangsang sintesis yang dapat berbentuk tablet, kapsul serta
bentuk lainnya yang digunakan untuk pengobatan medis. Amfetamin tersedia
dalam bentuk dexamphetamin (Dexadrine) pemoline (Volisal). Obat-obat lain
yang mengandung zat yang mirip amfetamin seperti prolintane (Villescon),
dicthylpropion (Tanvate, Dospan, dan Apisate), fentheramine (Fondarex),
dexfenfluramine (Adifax), dan mazindol (Teronac), yang dapat digunakan
sebagai penahan lapar.
Amfetamin memberikan efek stimulan yang ampuh. Amfetamin sering
digunakan oleh orang untuk meningkatkan kewaspadaan, rasa percaya diri,
konsentrasi, mengurangi rasa kantuk, serta mengurangi rasa lelah, bosan, dan
menurunkan berat badan.
6. Sedatif
Sedatif merupakan zat yang dapat mengurangi kerja sistem saraf pusat. Sedatif
dapat menimbulkan rasa santai dan dapat menyebabkan kantuk. Biasanya orang
menggunakan sedatif karena mengalami kecemasan yang tinggi, stres berat,
atau kesulitan tidur. Penggunaan sedatif menyebabkan ketergantungan
psikologis.
Zat ini dapat menyebabkan koma, bahkan kematian, apabila dipergunakan
melebihi dosis yang sarankan oleh dokter. Efek lain adalah terganggunya
ingatan, memori, dan kemampuan berbicara si pemakai, serta dapat terjadi
kecacatan. Gejala putus obat bagi pemakai sedatif berat dapat melebihi gejala
putus obat dari heroin.
Dikenal dengan nama methidioxy methamfhetamine ( MDMA ) merupakan obat
sintesis. Ekstasi beredar dalam bentuk tablet dan kapsul terdiri berbagai jenis,
misalnya: flash, Dollar, Flipper, Hammer, Bon Jovi, Mike Tyson, Playboy,
Apple, Angel, White Dove, Pink polos, dan Pink gendut.
Efek ekstasi adalah meningkatkan kegembiraan, kepercayaan diri, serta energi
dan stamina menjadi aktif. Efektifnya timbul 30-60 menit setelah ditelan
mencapai puncak dalam 2-4 jam dan berlangsung antara 4-12 jam. Setelah efek
menghilang pemakai akan mengalami depresi dan kelesuan yang apabila
dirangsang terus dapat terjadi kerusakan otak. Ekstasi dapat digolongkan
sebagai zat halusinogen amfetamin (amfetamin yang dapat menimbulkan efek
halusinasi).
8. Shabu
Shabu merupakan komoditas baru yang sedang naik daun. Zat yang memiliki
nama kimia methamfhetamine yang memiliki kesamaan sifat dengan ekstasi,
yaitu termasuk golongan psikotropika yang menstimulasi otak dan dapat
menyebabkan ketergantungan.
Efek umum penggunaannya hampir sama dengan ekstasi, yaitu menyebabkan
badan lebih segar dan tidak lelah, kepercayaan diri meningkat, perasaan
gembira, serta nafsu makan berkurang. Efek shabu bermacam-macam
tergantung kondisi kejiwaan sebelum mengkonsumsi atau berupa gangguan
delusi formikasi yang akan terasa seolah-olah ada serangga disekujur tubuh.
Kafein merupakan zat perangsang yang ditemukan dalam bentuk minuman
seperti teh, kopi, dan soda. Dalam bentuk obat, kafein digunakan dengan cara
ditelan.
Dalam dosis rendah, kafein tidak berbahaya bagi tubuh dan dapat membuat
badan menjadi segar. Penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
kegugupan, tidak dapat tidur, gemetar, serta keracunan. Konsumsi kafein yang
cukup tinggi berisiko pada penyakit jantung dan berbagai jenis kanker.
10. Tembakau
Merupakan daun-daunan pohon tembakau yang dikeringkan dan pada
umumnya diproduksi dalam bentuk rokok. Zat aktif dalam tembakau adalah
sebagai berikut.
a. Nikotin
Meningkatkan tingkat metabolisme dan detak jantung, serta menurunkan
nafsu makan. Dalam dosis besar nikotin memberikan efek penenang dan
perasaan rileks. Gejala-gejala penghentian akan menyebabkan perasaan
kesal, tertekan, tegang, gelisah, sulit berkonsentrasi, lapar, pusing, serta
dapat menyebabkan kecanduan.
b. Karbon monoksida
Memiliki daya tarik yang lebih besar pada komponen sel darah merah yang
menyebabkan kurangnya sirkulasi oksigen ke tubuh.
Terdiri lebih dari 4.000 zat kimia yang beracun, memedihkan mata serta
menyebabkan kanker. Disamping itu juga merusak lubang udara diantara
mata dan saluran pernapasan.
Efek dari nikotin dalam tubuh dapat meningkatkan kerja jantung, tekanan
darah, serta pengaeluaran air liur. Perokok dapat terkena risiko penyakit
paru-paru, kanker mulut, dan tenggorokan, stroke, jantung koroner, dan
emfisema (berkurangnya kapasitas paru-paru untuk menghirup
udara/oksigen karena alveoli rusak akibat dari merokok sehingga napas jadi
lebih pendek).
11. Lysergic Acid Diethylamide (LSD).
LSD berasal dari jamur yang tumbuh pada kotoran sapi yang kemudian
dikembangkan dalam bentuk bubuk putih buatan yang dapat larut dalam air.
LSD tersedia dalam bentuk kapsul gula balok, butiran kecil, serta kertas
pengisap dengan bentuk khas seperti star wars, white dove, dan lain-lain.
Penggunaan jangka pendek LSD adalah perasaan seperti terbang yang timbul
kira-kira setengah sampai satu jam setelah penggunaan dan akan mencapai
puncaknya 2-6 jam kemudian. Perasaan tersebut akan menghilang setelah
kurang lebih 12 jam (tergantung dosis yang dipergunakan).
LSD menimbulkan efek halusinasi, dapat membuat pemakai merasa melihat
segala sesuatu yang tidak dilihat dari orang lain. Halusinasi dapat berbahaya
jika mendorong pemakai bertingkah laku sesuai dengan dalam khayalannya.
Jika pemakaian berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan pemakai
12. Bahan pelarut
Bahan pelarut merupakan zat senyawa organik yang berbentuk gas yang mudah
menguap,istilah yang paling umum adalah “glue sniffing” atau “ngelem”.
Bahan pelarut yang sering disalahgunakan misalnya seperti lem, aerosol,
thinner, solven, inhalasi, serta cairan penghapus. Bahan pelarut dapat
menyebabkan tingkah laku yang tidak terkendali dan berbahaya. Pemakai tidak
merasa sakit yang timbul setelah mabuk pada tingkat ringan (sakit kepala, sulit
berkonsentrasi, dan sebagainya). Bahan pelarut tersebut dapat menyebabkan
rasa ketagihan secara psikologis. Sebagian kasus kematian disebabkan karena
tercekik saat pemakai kehilangan kesadaran. Setelah beberapa tahun
penggunaan berat dapat mengalami kerusakan hebat pada obat yang
memengaruhi kontrol motorik. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan hati dan ginjal.
13. Steroid
Steroid merupakan istilah bahan anabolik yang dapat meningkatkan ukuran otot
dan kekuatan. Termasuk golongan steroid adalah anabolik steroid hormone
pertumbuhan (HCG), beta-2-agonis seperti clenbuterol, dan lain-lain.
Penggunaan steroid dapat meningkatkan kumpulan otot yang berlemak. Apabila
dikombinasikan dengan protein dan makanan berkalori tinggi serta olah raga
berat seperti angakt besi, obat ini dapat meningkatkan kekuatan otot yang
melewati batas maksimum dibandingkan dengan cara alami. Karena memiliki
efek yang bersifat “kejantanan” steroid meningkatkan efek kompetisi
Efek secara psikologis meliputi gejala mania, depresi, paranoid, dan sifat
agresif berlebihan yang dikenal dengan “roid rage”. Sebagian pemakai
mengalami ketergantungan psikologis yang disebabkan oleh perasaan perkasa
dan agresif yang ditimbulkan oleh steroid dan hal lain ini dapat datang
bersamaan dengan peningkatan prestasi dan fisik sehingga penghentian
penggunaan obat semakin sulit (Kusmiran, 2011).
14. Chatinone
Chatinone berasal dari tanaman Catha Edulis atau Khat. Tanaman ini tumbuh di
Afrika dan sebagian wilayah Arab. Di daerah asalnya, tanaman ini dikonsumsi
langsung dengan cara dikunyah dan bukan diekstrak kandungan aktifnya yakni
chatinone. Dilihat dari strukturnya, chatinone tidak jauh berbeda dibanding
narkoba yang lebih populer di Indonesia yakni amphetamine. Meski tidak
termasuk golongan amphetamine, chatinone memiliki efek yang kurang lebih
sama yakni mampu membangkitkan stamina. Dalam UU 35/2009 tentang
Narkotika, chatinone sudah dimasukkan sebagai daftar narkotika golongan I.
Dalam lampiran I UU Narkotika, chatinone masuk dalam urutan ke-35. Namun,
dalam lampiran itu ditulis sebagai katinona,dengan penjelasan
(-)-(S)-2-ainopropiofenon (Pramudiarja, 2013). Efek samping zat chatinone dapat
menimbulkan rasa senang dan kehilangan nafsu makan bagi penggunanya (Kus
Anna, 2013).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-Undang No. 35 tahun 2009) (Tanjung, 2012).
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh
terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan
menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial (Lidya Harlina, 2008).
Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba:
a. Kurang pecaya diri
Karena kurang mengenal diri sendiri, seseorang tidak menyadari potensi dirinya
dan sering menganggap dirinya banyak kekurangan. Akibat terobsesi untuk
mengangkat dirinya setara dengan orang lain, ia mudah terpengaruh memilih
jalan keluar yang menjanjikan hasil seketika walaupun tindakan tersebut bukan
pilihan yang terbaik atau benar.
b. Harga diri yang rendah
Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang merasa dirinya tidak berharga dan tidak
memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Seringkali yang bersangkutan merasa
bahwa dirinya tidak dianggap dan disepelekan. Hal tersebut merupakan beban
psikologis yang cukup berat. Keterbatasan keterampilan dalam mengahadapinya
mengakibatkan seseorang tidak mampu melaksanakan perbaikan diri serta
cenderung lari dari kenyataan.
c. Kurang terampil dalam mengambil keputusan
Adanya kebiasaan sebelumnya bahwa setiap keputusan dalam hidup ditentukan
oleh orang lain, maka individu yang bersangkutan tidak terbiasa dalam proses
membedakan antara keinginan dan kebutuhan, membuat urutan prioritas serta
mengantisipasi dampak dari tindakannya terhadap diri sendiri maupun orang lain.
d. Kurang terampil memecahkan masalah
Dalam kehidupan manusia selalu menghadapi bermacam-macam masalah. Bagi
seseorang yang terbiasa selalu dibantu oleh orang lain untuk mencari jalan keluar
mengahadapi masalah, mangakibatkan yang bersangkutan kurang memiliki
keterampilan dalam memecahkan masalah. Biasanya ia akan menyangkal adanya
masalah atau meremehkannya atau mememcahkannya dengan cara yang kurang
matang.
e. Sulit mengendalikan keinginan
Dalam hal ini bila mempunyai suatu keinginan, seseorang yang berkepribadian
rentan jelas mempunyai kelemahan dalam mengendalikan keinginannya (impulse
control impairment). Akibatnya ia cenderung bertindak impulsif, yaitu
melakukan suatu perbuatan tanpa berfikir atau membuat pertimbangan yang
rasional.
f. Sulit menerima kekecewaan
Seseorang yang terbiasa dengan gaya hidup dimana setiap keinginannya
dipenuhi, ia akan sulit menghadapi kekecewaan dan kemarahannya bila suatu
keinginannya tidak terpenuhi. Dapat melakukan perbuatan yang merusak diri
sendiri dan orang lain (self-defeating & destructive behaviours) jika
permintaannya tidak dituruti.
Kerentanan seseorang tehadap narkoba berkaitan erat dengan kemampuan
seseorang bersikap asertif dan terbuka. Seseorang yang kurang mampu untuk
mengungkapkan perasaannya negatif seperti kemarahan, ketidakpuasan,
kejengkelan yang ternyata lebih rentan.
h. Kondisi emosi yang labil
Kondisi emosi yang labil menyebabkan seseorang sering mengalami perubahan
emosi yang mendadak dan tanpa faktor penyebab yang jelas ( mood swing ).
Kondisi tersebut mencetuskan rasa yang tidak nyaman dalam dirinya (emotional
discomfort) karena harapan sering tidak cocok dengan kemauannya. Perbuatan
mengkonsumsi narkoba dianggap lebih bisa memberikan ketenangan pada
dirinya (Tanjung, 2013).
Faktor-faktor penggunaan narkoba di lembaga pemasyarakatan :
a. narapidana yang masih belum terlepas dari narkoba
b. narapidana yang tidak mendapatkan terapi dalam lapas
c. kondisi lapas di Indonesia sebagian besar masih ada yang memiliki kapasitas
yang berlebihan
d. karena pengaruh lingkungan (karena narapidana yang tidak terlibat
menggunakan narkoba di satukan dengan narapidana yang menggunakan
narokba) (Purnama, 2012).
2.7 Dampak Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan obat dapat memberikan dampak jasmani, kejiwaan, dan
tergantung dari jenis yang digunakan, banyak dan sering tidaknya penggunaan, cara
penggunaan, serta apakah penggunaan tersebut bersamaan dengan obat lain. Efek
psikologis tergantung dari kepribadian, harapan, dan perasaan saraf menggunakan
obat serta faktor biologis yang tergantung dari berat badan dan kecenderungan alergi.
Organ tubuh yang secara fisiologis dipengaruhi adalah sistem saraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang) organ vital (jantung, paru, hati, dan ginjal) dan
pancaindera. Secara umum pengaruh narkoba adalah dapat memengaruhi organ tubuh
secara sistematik.
Pengaruh fisik dapat berlangsung maupun tidak langsung tergantung dari zat
yang digunakan seperti pencampuran bahan, pemakaian tidak sesuai aturan, atau
tidak sterilnya alat. Gangguan fisik yang dapat terjadi akibat penyalahgunaan obat
antara lain sebagai berikut:
1. Gangguan pada sistem saraf pusat, seperti: kejang, halusinasi, gangguan
kesadaran, dan kerusakan perifer.
2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah, seperti: infeksi akut pada jantung,
dan gangguan peredaran darah.
3. Gangguan pada paru-paru, seperti: penekanan fungsi saluran pernapasan,
kesulitan bernapas, pengerasan jaringan paru-paru, seperti penggumpulan benda
asing yang terisap.
4. Gangguan pada hemopoetik, seperti: gangguan pada pembentukan sel darah.
5. Gangguan pada saluran pencernaan seperti: diare, radang lambung, hepatitis
6. Gangguan pada sistem endokrin seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi
(estrogen, progesteron, testosteron), penurunan kadar gula darah yang
menyebabkan gangguan sakit kepala dan badan gemetar.
7. Gangguan pada saluran perkemihan seperti: infeksi gangguan fungsi seksual,
gangguan fungsi reproduksi, dan kecacatan.
8. Gangguan pada otot dan tulang, seperti: peradangan otot akut, penurunan fungsi
otot akibat alkohol ataupun patah tulang.
9. Risiko terkena infeksi penyakit menular seksual dan HIV/AIDS (Kusmiran,
2011).
2.8 Pengaruh Kejiwaan
Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan bermacam-macam akibat, seperti:
gangguan psikotik (gangguan jiwa berat), depresi, tindak kekerasan, dan pengrusakan
serta percobaan bunuh diri. Depresi timbul sebagai akibat mekanisme rasa bersalah
dan putus asa karena gagal berhenti dari penyalahgunaan obat ditambahnya
kurangnya dukungan dan tuduhan bersalah oleh lingkungan keluarga dan masyarakat
(Kusmiran, 2011).
2.9 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah suatu tempat untuk melakukan
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di indonesia.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis dibawah direktorat
2005, jumlah penghuni di lembaga pemasyrakatan (lapas) di Indonesia mencapai
97.671 orang lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang.
Maraknya peredaran narkoba juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada
tingkat hunian lembaga pemasyarakatan (lapas) (Koboi, 2013).
Lembaga Pemasyarakatan itu adalah suatu lembaga atau wadah tempat bagi
tahanan dan narapidana, yang bertugas disamping melaksanakan hukuman bag
narapidana juga membina dan membmbing dengan memberikan bimbingan fisik dan
mental serta keterampilan agar setelah bebas dapat kembali ke tengah-tengah
masyarakat, karena sifat pembinaan yang dilakukan adalah merubah sifat buruk atau
jahat menjadi baik kembali. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10 Tahun 1990 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan
membina narapidana (Gusfira, 2010).
Dalam pasal 1 angka 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
berbunyi: Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
(Mazmur, 2010).
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 7 Undang-undang No. 12 Tahun
1995 menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan dilembaga pemasyarakatan. Sementara itu
seorag ahli yang bernama Koesnoen menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Narapidana adalah manusia yang memiliki spesifikasi tertentu, secara umum
Narapidana adalah manusia biasa seperti kita semua, namun kita tidak dapat begitu
saja menyamakan begitu saja. Dalam konsep pemasyarakatan baru Narapidana bukan
saja sebagai obyek melainkan juga sebagai sebagai subyek yang tidak berbeda dengan
manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan
yang dapat dikenai pidana, sehingga tidak harus diberantas. Bagaimanapun juga
Narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk
menjadi lebih produktif, untuk menjadi lebih baik dari sebelum menjadi pidana
(Pratama, 2009).
Penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) pada tahun 2011 di Sumatera Utara
dengan kasus pengguna maupun pengedar narkoba sebanyak 815 orang (sat.narkoba
Polresta Medan 2011). Dan penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di lembaga
pemasyarakatan kelas IIA Kota Rantauprapat sebanyak 366 orang dengan kasus
narkoba, baik pengedar, bandar, maupun pengguna (Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat).
2.10 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan adalah proses
kelanjutan dari penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui oleh seseorang
apakah seseorang tersebut mampu mempraktekkan atau melaksanakan apa yang
Tindakan dapat dibedakan atas beberapa tingkatan :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di
ambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Response)
3. Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
4. Mekanisme (Mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
5. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
2.11 Kerangka Konsep
Skema di bawah menunjukkan bahwa karakteristik seperti umur, pendidikan,
pengetahuan, sikap, penghasilan memengaruhi kemampuan dalam membeli penghuni
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Bagan : Faktor-Faktor Penggunaan Narkoba Pada Penghuni Lembaga
Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Rantauprapat Tahun 2013.
2.12 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian adalah:
1. Ada hubungan umur penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan
narkoba.
2. Ada hubungan pendidikan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan
penggunaan narkoba.
Tindakan Penghuni Lapas Pengguna Narkoba Karakteristik Responden:
1. Umur
2. Pendidikan
1. Pengetahuan
2. Sikap
Kemampuan:
1. Penghasilan
Kebutuhan :
3. Ada hubungan pengetahuan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan
penggunaan narkoba.
4. Ada hubungan sikap penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan
narkoba.
5. Ada hubungan penghasilan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan
penggunaan narkoba.
6. Ada hubungan keamanan lembaga pemasyarakatan penghuni lembaga
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, untuk
menggambarkan bagaimana perilaku penghuni lembaga pemasyarakatan tentang
penggunaan narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun
2013.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung mulai bulan Desember Tahun 2012 sampai bulan Juni
Tahun 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh penghuni lembaga pemasyarakatan yang
menggunakan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga
pemasyarakatan kelas II A rantauprapat dan seluruhnya dijadikan sampel