• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi ( Studi Kasus : Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi ( Studi Kasus : Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan )"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

(

Studi Kasus : Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan )

SKRIPSI

ADE SILVANA SARI 110304032 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU

MENJADI TAPE UBI

(

Studi Kasus : Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan )

SKRIPSI

ADE SILVANA SARI 110304032 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir.Lily Fauzia, M.Si.) (Emalisa, SP., M.Si.) NIP:196308221988032003 NIP:197211181998022001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Ade Silvana Sari (110304032/AGRIBISNIS) dengan judul skrispsi “ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TAPE UBI” penelitian ini dilakukan pada bulan Juni tahun 2015 dengan bimbingan oleh Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Emalisa SP, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi, menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi, menghitung dan menganalisis besarnya pendapatan usaha tape ubi, dan untuk mengetahui masalah-masalah yang terdapat dalam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi.

Lokasi Penelitian ditentukan secara purposive berdasarkan pertimbangan daerah tersebut memiliki banyak pengusaha tape ubi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pengambilan sabjek penelitian menggunakan Metode Sensus, dengan besarnya subjek penelitian sebanyak 28 pengusaha. Untuk menghitung dan menganalisis nilai tambah digunakan metode nilai tambah netto.

Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian terdiri dari 7 tahapan, yaitu: 1. pengupasan, 2. pengerokkan, pemotongan, dan pencucian, 3. perebusan dan penyaringan, 4. pendinginan, 5. peragian, 6. pembungkusan, dan 7. pemeraman. Seluruh tahapan ini terangkai dalam satu kegiatan yang berkesinambungan dan membutuhkan waktu selama 3 hari. Nilai Tambah yang dihasilkan dari pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi pada skala industri rumah tangga di daerah penelitian tergolong tinggi dengan rasio nilai tambah > 50% (58,82%) untuk satu kali proses produksi atau perharinya. Rata-rata pendapatan pengusaha tape ubi di daerah penelitian sebesar Rp.3.753.601,06 per bulan lebih besar dari upah minimum Kota Medan (UMK) sebesar Rp 2.037.000 per bulan. Masalah – masalah yang diperoleh dalam menjalankan usaha pengolahan tape ubi di daerah penelitian terdiri dari 3, yaitu : 1. penyediaan bahan baku, 2. keterbatasan modal, 3. biaya pemasaran.

(4)

ADE SILVANA SARI, lahir di Medan pada tanggal 13 September 1991. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, seorang putri dari Bapak Drs.Muchtar dan Ibu Rosdiana Br.Sitorus.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. TK Aisyiyah Bustanul Athfal Medan tamat tahun 1997

2. SD Impres 064024 Medan tamat tahun 2004 3. SMP Dharma Pancasila Medan tamat tahun 2007 4. SMA Dharma Pancasila Medan tamat tahun 2010

5. Diterima di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2011 melalui Jalur SNMPTN.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut:

1. Anggota IMASEP, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

2. Bulan Agustus - September 2014 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TAPE UBI (Studi Kasus: Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan)”.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Ayahanda tercinta Drs. Muchtar dan Ibunda tercinta Rosdiana Br. Sitorus, dan juga saudara tersayang Suriany Sahfitri S,Psi, dr. Khairany Agustin, Jhony Hidayat S.T, dan Satria Hendra Sahputra S.E yang telah memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang, serta dukungan baik moril maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Emalisa, S.P,. M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

USU.

5. Seluruh masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

6. Eka Handayani Sembiring Amd, dan Dara Anggita S.Psi, yang telah meluangkan waktu menemani dan mendukung penulis dalam melakukan penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan penulis di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara angkatan 2011 khususnya Ade Rezkika Nasution SP, Dwi Utari , Risa Januarti, Mutiara Sani SP, Annisa Azzahra SP, Maya Anggraini, Denti Juli Irawati SP, Yuli Hariani Siregar SP, Syari Syafrina SP, Ayu W Saragih, yang telah memberi dukungan dan bantuan. 8. Seluruh teman-teman agribisnis angkatan 2011 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan, semangat dan bantuan yang telah kalian berikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015

(7)

ABSTRAK ... i

3.1 Metode Penentuan Daerah Sampel... 20

3.2 Metode Penentuan Subjek Penelitian ... 20

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4 Metode Analisis Data ... 21

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 22

3.5.1 Definisi ... 23

3.5.2 Batasan Operasional ... 24

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARATERISTIK SAMPEL ... 25

(8)

4.2 Karakteristik Responden ... 28

5.1 Proses Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi ... 31

5.1.1 Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi ... 31

5.1.1.1 Penggunaan Bahan Baku ... 31

5.1.1.2 Penggunaan Modal Investasi ... 32

5.1.1.3 Penggunaan Tenaga Kerja ... 32

5.1.2 Proses Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi ... 33

5.1.2.1 Tahapan Pengupasan... 35

5.1.2.2 Tahapan Pengerokkan, Pemotongan, dan Pencucian... 35

5.1.2.3 Tahapan Perebusan dan Penyaringan ... 36

5.1.2.4 Tahapan Pendinginan... 37

5.1.2.5 Tahapan Peragian ... 37

5.1.2.6 Tahapan Pembungkusan ... 38

5.1.2.7 Tahapan Pemeraman ... 39

5.2 Nilai Tambah Yang Diperoleh Dari Pengolah Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi ... 40

5.2.1 Input dan Output ... 41

5.2.2 Biaya Bahan Penunjang (Sumbangan Input Lain) ... 42

5.2.3 Nilai Penyusutan Peralatan (Biaya Penyusutan) ... 43

5.2.4 Nilai Tambah ... 44

5.3 Pendapatan Yang Diperoleh Dari Pengolahan Tape Ubi ... 45

(9)

Tabel Judul Tabel Hal 1.1 Jumlah Produksi Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman

(Ton) 2009-2013

3 2.1 Komposisi Gizi Tape Singkong, Tape Ketan Putih Dan Tape

Ketan Hitam (Dalam 100 Gram Bahan)

8 3.1 Data Populasi dan Subjek Penelitian di Kelurahan Baru

Ladang Bambu

20 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu,

Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

25 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Kelurahan Baru

Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

26

4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

27

4.4 Sarana dan Prasarana Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

28

4.5 Keadaan Kelompok Umur Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

28

4.6 Tingkat Pengalaman Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan,

Tahun 2015

29

4.7 Tingkat Pendidikan Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

30

4.8 Jumlah Tanggungan Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

30 Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan

32

5.3 Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 kali produksi)

33

5.4 Penggunaan Input Dan Output Yang Dihasilkan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 kali produksi)

(10)

produksi)

5.6 Biaya Penyusutan Peralatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 kali produksi)

43

5.7 Nilai Bahan Baku, Nilai Bahan Penunjang dan Pemasaran, Nilai Penyusutan, Nilai Produk, Dan Nilai Tambah Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (per kg bahan baku)

44

5.8 Pendapatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 Kali Produksi)

46

5.9 Pendapatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 Bulan)

49

5.10 Pendapatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 Bulan) (per 800 kg Bahan Baku Ubi Kayu)

(11)

Gambar Judul Gambar Hal 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah

Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi

18 5.1 Alur Tahapan Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi 34

5.2 Tahapan Pengupasan 35

5.3 Tahapan Pengerokkan, Pemotongan, dan Pencucian 36

5.4 Tahapan Perebusan dan Penyaringan 36

5.5 Tahapan Pendinginan 37

5.6 Tahapan Peragian 38

5.7 Tahapan Pembungkusan 39

(12)

Lampiran Judul Lampiran

1 Data Karakteristik Sosial Sampel

2 Data Penggunaan Input Produksi Pengolahan Tape Ubi (1 Kali Produksi)

3 Data Penggunaan Peralatan Pengolahan Tape Ubi 4 Data Penggunaan Tenaga Kerja (1 Kali Produksi)

5 Data Biaya Bahan Baku dan Bahan Tambahan ( 1 Kali Produksi ) 6 Data Biaya Lainnya dan Biaya Pemasaran (1 Kali Produksi)

7 Data Biaya Penyusutan Peralatan Pengolahan Tape Ubi (1 Kali Produksi)

8 Data Jumlah Penerimaan dan Biaya Pengolahan Tape Ubi (1 Kali Produksi)

9 Data Pendapatan Pengolahan Tape Ubi (1 Kali Produksi)

10 Data Jumlah Bahan Baku (Input) Dan Output Pada Pengolahan Tape Ubi (1 Kali Produksi)

11 Data Pendapatan Pengolahan Tape Ubi (1 Bulan)

(13)

Ade Silvana Sari (110304032/AGRIBISNIS) dengan judul skrispsi “ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TAPE UBI” penelitian ini dilakukan pada bulan Juni tahun 2015 dengan bimbingan oleh Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Emalisa SP, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi, menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi, menghitung dan menganalisis besarnya pendapatan usaha tape ubi, dan untuk mengetahui masalah-masalah yang terdapat dalam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi.

Lokasi Penelitian ditentukan secara purposive berdasarkan pertimbangan daerah tersebut memiliki banyak pengusaha tape ubi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pengambilan sabjek penelitian menggunakan Metode Sensus, dengan besarnya subjek penelitian sebanyak 28 pengusaha. Untuk menghitung dan menganalisis nilai tambah digunakan metode nilai tambah netto.

Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian terdiri dari 7 tahapan, yaitu: 1. pengupasan, 2. pengerokkan, pemotongan, dan pencucian, 3. perebusan dan penyaringan, 4. pendinginan, 5. peragian, 6. pembungkusan, dan 7. pemeraman. Seluruh tahapan ini terangkai dalam satu kegiatan yang berkesinambungan dan membutuhkan waktu selama 3 hari. Nilai Tambah yang dihasilkan dari pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi pada skala industri rumah tangga di daerah penelitian tergolong tinggi dengan rasio nilai tambah > 50% (58,82%) untuk satu kali proses produksi atau perharinya. Rata-rata pendapatan pengusaha tape ubi di daerah penelitian sebesar Rp.3.753.601,06 per bulan lebih besar dari upah minimum Kota Medan (UMK) sebesar Rp 2.037.000 per bulan. Masalah – masalah yang diperoleh dalam menjalankan usaha pengolahan tape ubi di daerah penelitian terdiri dari 3, yaitu : 1. penyediaan bahan baku, 2. keterbatasan modal, 3. biaya pemasaran.

(14)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness) yang merupakan kegiatan usahatani yang menggunakan sarana dan prasarana produksi (input factors) untuk menghasilkan produk pertanian primer: kedua, pilar pertanian sekunder (down-stream agriculture/agribusiness) sebagai kegiatan meningkatan nilai tambah produk pertanian primer melalui pengolahan (agroindustri) beserta distribusi dan perdagangannya (Baroh, 2007).

Ubi kayu atau singkong merupakan bahan pangan sumber karbohidrat penting di dunia. Di Indonesia, ubi kayu dijadikan makanan pokok nomor tiga setelah padi dan jagung. Di samping itu, ubi kayu sangat berarti dalam usaha penganekaragaman pangan penduduk, dan berfungsi sebagai bahan baku industri makanan serta bahan pakan ternak (Rukmana danYuniarsih, 2001).

(15)

lainnya yaitu dapat tumbuh dilahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap hama penyakit tinggi, masa panennya lama tidak diburu waktu, sehingga dapat dijadikan pemenuhan kebutuhan hidup dan banyak keunggulan lainnya (Suherman, 2014).

Pada umumnya, ubi kayu mempunyai sifat mudah rusak, cepat busuk, dan meruah. Ubi yang telah rusak, menyebabkan warnanya berubah, rasa menjadi kurang enak, dan bahkan kadang-kadang pahit karena adanya asam sianida (HCN) yang bersifat toksik (racun). Pengolahan ubi kayu secara tepat akan mengurangi resiko terjadinya kerusakkan dan pembusukkan, dapat memperpanjang umur simpannya, serta dapat meningkatakan nilai jualnya (Rukmana dan Yuniarsih, 2001).

(16)

Berikut data produksi tanaman palawija menurut jenis tanamannya pada tahun 2009-2013 di Kota Medan.

Tabel 1.1 Jumlah Produksi Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman (Ton) 2009-2013

Sumber: Medan Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwa setiap tahunnya produksi tanaman palawija di Kota Medan mengalami fluktuasi. Salah satu tanaman palawija yang mencapai jumlah produksi tertinggi pada tahun 2009-2013 adalah Tanaman Ketela Pohon (singkong). Tanaman ketela pohon mengalami penurunan jumlah produksi setiap tahun 2009-2013, tetapi tanaman ketela pohon tetap mencapai jumlah produksi tertinggi dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya.

Menurut Suprapti (2005), singkong dapat diproses menjadi berbagai macam

produk jadi yang dapat langsung dikonsumsi dan produk setengah jadi yang merupakan produk antara. Produk antara tersebut perlu diproses lanjut terlebih dahulu menjadi produk-produk tertentu baru kemudian dapat dikonsumsi.

(17)

2) Produk setengah jadi, yaitu gaplek, ship, tepung gaplek, tepung kasava (tepung singkong), tepung tapioka (kanji), dan onggok (ampas tapioka).

Berbagai upaya maupun teknologi pengolahan telah dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah, nilai gizi, dan mengangkat citra produk ubi kayu. Ubi kayu mempunyai kandungan gizi yang baik sebagai sumber karbohidrat, namun juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain kandungan proteinnya rendah, rasa dan aromanya kurang enak, serta tidak tahan lama disimpan. Untuk memperbaiki produk dari ubi kayu, berbagai teknologi pengolahan telah dihasilkan dalam rangka meningkatkan mutu produk dan penerimaannya oleh konsumen (Herawati, 2006).

Tape ubi merupakan makanan tradisional hasil olahan dari ubi kayu, tape ubi juga merupakan salah satu produk olahan ubi kayu yang belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, produk olahan ubi kayu yang sering dijadikan penelitian adalah kripik ubi kayu, tepung tapioka, dan tepung mocaf.

Berdasarkan latar belakang ataupun alasan-alasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang bagaimana proses pembuatan tape ubi dan seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan, serta seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari adanya pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

(18)

2. Berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian?

3. Berapa besar pendapatan usaha tape ubi di daerah penelitian?

4. Apa saja masalah-masalah yang terdapat dalam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian.

2. Untuk menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian.

3. Untuk menghitung dan menganalisis besarnya pendapatan usaha tape ubi di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui masalah-masalah yang terdapat dalam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pelaku yang sedang atau akan melakukan usaha tape ubi.

(19)

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Ubi Kayu

Ketela pohon atau ubi kayu merupakan tanaman perdu. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Mandagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Ketela pohon berkembang di Negara -negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Ubi kayu merupakan tanaman tropis, namun demikian tetap mampu beradaptasi dan tumbuh baik di daerah subtropis. Di Indonesia, tanaman ini merupakan

sumber pangan (karbohidrat) ketiga setelah beras dan jagung (Djaafar dan Rahayu, 2003).

(20)

Sedangkan produk olahan ubi kayu setengah jadi yaitu tapioka, gaplek dan tepung kasava (Sudarwati, 2012).

Singkong atau ubi kayu mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2.5%, kadar protein 0,5% dan kadar abu 1%, karena merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar mengandung senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang di tandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN dari 50ppm (Badan Litbang Pertanian, 2011).

Menurut Anggoro (2012), Ubikayu mempunyai nilai gizi sebagai bahan pangan terutama sebagai sumber karbohidrat. Beberapa keunggulan ubi kayu adalah sebagai berikut:

1) Kadar gizi makro (kecuali protein) dan mikro tinggi, sehingga sejumlah penderita anemia dan kekurangan vitamin A dan C di tengah masyarakat yang pangan pokoknya ubikayu relatif sedikit,

2) Daun mudanya sebagai bahan sayuran berkadar gizi makro dan mikro paling tinggi dan proporsional dibandingkan dengan bahan sayuran lainnya,

3) Kadar glikemik dalam darah rendah, 4) Kadar serat pangan larut tinggi,

(21)

6) Secara agronomis mampu beradaptasi terhadap lingkungan marginal sehingga merupakan sumber kalori potensial di wilayah yang didominasi oleh lahan marginal dan iklim kering

2.1.2 Tape

Aneka bahan pangan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi makanan khas yang disebut tape. Bahan pangan yang umumnya dibuat tape adalah ubi kayu (singkong), beras ketan putih maupun beras ketan hitam serta sorgum (Purwono dan Purnamawati. 2007).

Tape singkong diperoleh sebagai hasil fermentasi dari ubi kayu / singkong segar dengan waku simpan selama kurang lebih 2-3 hari dengan menggunakan ragi atau starter, dan dari hasil olahan ini akan meningkatkan cita rasa, aroma, nilai gizi dan palatabilitas (Wirakartakusumah, 1992).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Tape Singkong, Tape Ketan Putih Dan Tape Ketan Hitam (Dalam 100 Gram Bahan)

Zat gizi Tape Singkong Tape Ketan Putih Tape Ketan Hitam

Energi (k kal) 173 172 166

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)

(22)

yang kaya akan karbohidrat dapat diolah menjadi tape. Berdasarkan bahan bakunya, dikenal berbagai jenis tape yaitu tape ketan, tape singkong, tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi jalar dan tape sukun, akan tetapi dewasa ini yang paling populer adalah tape singkong dan tape ketan (Astawan, 2004).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Nilai Tambah

Menurut hayami et al (1987) dalam buku Pemasaran Pertanian Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua aspek yaitu nilai tambah untuk pengelolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat di katagorikan menjadi dua yaitu: faktor teknis dan faktor pasar.

Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tambah adalah penyusutan, yaitu biaya penggantian untuk keausan dan kelapukan modal dalam produksi, penyusutan dalam arti ini yaitu konsumsi modal dan pemakaian modal. Dengan memperhatikan penyusutan tersebut, ada 2 konsep nilai tambah netto dan nilai tambah brutto. Nilai tambah netto adalah nilai yang memperhitungkan penyusutan yang terjadi, sedangkan nilai tambah brutto adalah nilai yang tidak memperhatikan penyusutan (sicat dan Arndt, 1991).

Menurut suryana (1990), Adapun rumus untuk menghitung nilai tambah brutto yaitu :

NT = NP – ( NBB + NBP )

(23)

Keterangan :

NT = Nilai Tambah NP = Nilai Produk NBB = Nilai Bahan Baku

NBP = Nilai Bahan Penunjang Lainnya NPP = Nilai Penyusutan Peralatan

Sumber-sumber nilai tambah dapat diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen). Karena itu, untuk menjamin agar proses produksi terus berjalan secara efektif dan efisien maka nilai tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai (Hardjanto, 1993).

2.2.2 Upah Minimum

Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) (2007), Upah minimum adalah upah yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota atas usulan Dewan Pengupahan, berdasarkan perhitungan minimum kebutuhan hidup minimum per-bulan. Upah minimum dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) atau Provinsi (UMP) adalah upah yang besarnya ditentukan oleh Dewan Pengupahan di masing-masing Kota, atau Kabupaten atau Provinsi berdasarkan perhitungan kebutuhan minimum. 2. Upah minimum Kota/Kabupaten sektoral (UMKS) dan upah minimum

(24)

Penghitungannya menitikberatkan pada perkembangan industri sektoral yang bersangkutan.

Pemprov Sumut Menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015 sebesar Rp.1.625.000/Bulan. UMP di Sumut tertuang dalam SK Gubernur Nomor 188.44/0972/KPTS/2014. Sedangkan Besaran Upah Minimum Kota Medan (UMK) tahun 2015 sudah ditetapkan sebesar Rp 2.037.000 per bulan. Penetapan UMK Kota Medan ini tertuang dalam SK Gubernur nomor 188.44/1055/KPTS/2014 (Wahyuni, 2014).

2.2.3 Produksi

Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, di mana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melalukan terobosan-terobosan dan penemuan-penemuan baru ( Gaspersz, 1997).

(25)

akhir. Sementara itu, modal meliputi tanah, bangunan, mesin-mesin dan peralatan lainnya. Perusahaan dapat mengubah input menjadi output dengan berbagai cara, dengan menggunakan variasi tenaga kerja, bahan-bahan produksi dan modal (Pindyck dan Rubinfeld, 2009).

2.2.4 Pendapatan dan Biaya

Menurut Dyckman (2000), pendapatan adalah “arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva sebuah entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau sentral entitas yang sedang berlangsung”. Sedangkan menurut suratiyah (2006), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya dengan satuan (Rp).

Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan ke dalam dua sektor, yaitu sektor pertanian dan bukan pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian dapat dirinci lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh pengrajin, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor bukan pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga, perdagangan, pegawai, jasa, buruh bukan pertanian serta buruh subsektor non pertanian lainnya (Sajogyo, 1992).

(26)

menghasilkan output produksi, maka dalam konsep biaya kita menghitung penggunaan input itu dalam nilai ekonomi yang disebut biaya (Gaspersz, 2003).

Menurut Kuswadi (2006), biaya dapat digolongkan dalam berbagai kelompok, bergantung pada kebutuhan, yaitu:

1) Biaya Langsung

Biaya langsung adalah biaya yang dapat dibebankan secara langsung kepada objek biaya atau produk. Contohnya biaya bahan baku (bahan langsung), upah pekerja yang langsung terlibat dalam proses produksi, dan ongkos.

2) Biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang sulit atau tidak dapat dihubungkan dan dibebankan secara langsung dengan unit produksi, dan secara akurat ditelusuri ke objek biaya. Contohnya biaya overhead, dan biaya penjualan

3) Biaya tunai

Biaya tunai adalah biaya-biaya yang saat ini atau pada waktu kemudian akan timbul dan diikut sebagai biaya yang akan dikeluarakan secara tunai. Contohnya biaya bahan baku, dan tenaga kerja.

4) Biaya tidak tunai

(27)

5) Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang dalam rentang waktu tertentu jumlahnya tidak berubah berapa pun besarnya penjualan atau produksi. Contohnya biaya sewa gedung.

6) Biaya variabel

Biaya variabel adalah biaya yang dalam rentang waktu tertentu dan sampai batas-batas tertentu jumlahnya berubah-ubah secara proporsional.

7) Biaya semi variabel

Biaya semi variabel adalah biaya yang sulit secara mutlak digolongkan ke dalam kedua jenis biaya tersebut (biaya variabel atau tetap).

2.3 Penelitian Terdahulu

Yanti (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Mocaf dan Tepung Tapioka Di Kabupaten Serdang Bedagai”. Dalam penelitian ini diperoleh hasil penelitian: Besar pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf sebesar 0,06 juta/ minggu, 0,26 juta/ bulan, 3,1 juta/ tahun lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka sebesar 58,57 juta/ minggu, 234,3 juta/ bulan, 2811,6 juta/ tahun. Sedangkan Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka sebesar Rp.1.506,2/ kg, lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf sebesar Rp.570/ kg.

Zulkifli (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan dan Nilai

(28)

Aceh Utara”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa agroindustri pengolahan

keripik ubi kayu memberikan keuntungan yang diterima adalah sebesar Rp.4.340.625 per lima kali proses produksi selama satu bulan. Nilai tambah yang

dinikmati pengusaha dari agroindustri sebesar Rp.5.495,00 per kilogram bahan baku yang dimanfaatkan. Nilai tambah ini merupakan keuntungan yang didapatkan oleh agroindustri keripik Ubi kayu dalam 1 kilogram penggunaan bahan baku.

Valentina (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Nilai Tambah Ubi

Kayu sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

(29)

per bahan baku sebesar Rp.7.773,56 /kg dan nilai tambah per tenaga kerja sebesar Rp.37.572,22 /JKO.

2.4 Kerangka Pemikiran

Indonesia adalah Negara nomor lima di dunia dalam hal produksi ubi kayu dan merupakan produsen kedua setelah Thailand yang memproduksi 17,7 juta ton ubi basah. Di beberapa daerah Indonesia yang kondisi tanahnya sangat marjinal.

Ubi kayu merupakan bahan pangan sumber karbohidrat penting di dunia. Ubi kayu mempunyai sifat mudah rusak, sehingga ubi kayu harus segera diolah sehingga dapat mengurangi resiko terjadi kerusakan. Ubi kayu dapat diolah menjadi berbagai produk makanan maupun produk olahan bahan kimia. Salah satu produk olahan ubi kayu yang merupakan makanan tradisional adalah tape ubi.

Dalam proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi harus memperhatikan berbagai komponen penting dalam pengolahan yaitu : biaya bahan baku, dan biaya penunjang lainnya yang menjadi penentu keberhasilan proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi. Dan dalam proses ini juga ditemukan beberapa masalah atau kendala seperti kondisi bahan baku (ubi kayu) yang gampang rusak, teknologi yang sederhana, kurangnya modal, dan pemasarannya sulit karena tidak semua orang makan tape ubi setiap hari.

(30)

tambah dari output dengan memperhatikan berbagai komponen penting dalam pengolahan yaitu : biaya bahan baku, dan biaya penunjang lainnya yang menjadi penentu besarnya nilai tambah yang dihasilkan.

(31)

Keterangan :

Menyatakan Hubungan Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi

Ubi Kayu

Proses Produksi

Tape Ubi

Kendala - Kendala dalam Proses Produksi Tape ubi

Nilai Tambah yang diperoleh Menggunakan Metode

Nilai Tambah Netto

Pendapatan Usaha Tape Ubi Biaya-biaya yang

harus dihitung : o Biaya Bahan Baku o Biaya Penunjang

lainnya

Tinggi / Rendah Penerimaan

(32)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian masih rendah.

(33)

3.1 Metode Penentuan Daerah Sampel

Daerah penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan dengan pertimbangan daerah tersebut memiliki banyak pengusaha tape ubi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

3.2 Metode Penentuan Subjek Penelitian

Populasi dalam penentuan subjek penelitian adalah pengusaha tape ubi yang terdapat di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan sebanyak 28 pengusaha. Dengan menggunakan metode sensus seluruh pengusaha tape ubi menjadi subjek penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat (Arikunto, 2009) yang menyatakan jika subjek penelitiannya sedikit, maka seluruh subjek dijadikan sampel dan penelitian menjadi penelitian populasi. Table 3.1 Data Populasi dan Subjek Penelitian di Kelurahan Baru Ladang

3.3 Metode Pengumpulan Data

(34)

terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari Kantor Lurah, Kantor Badan Pusat Stastistik kota Medan, dan berbagai instansi yang terkait dalam penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk hipotesis yang pertama yaitu untuk mengetahui bagaimana proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian diselesaikan dengan analisis deskriptif yaitu menjelaskan dari awal pengolahan ubi kayu sampai menjadi tape ubi.

Untuk hipotesis yang kedua yaitu untuk menganalisis berapa besar nilai tambah dari proses pengolahan ubi kayu sampai menjadi tape ubi di daerah penelitian maka digunakan rumus perhitungan nilai tambah. Nilai tambah yang dihitung dalam penelitian ini yaitu nilai tambah netto, sehingga biaya penyusutan peralatannya dihitung juga. Maka menurut suryana (1990), rumus perhitungan nilai tambah netto yaitu :

NT = NP – ( NBB + NBP + NPP ) Dimana:

NT = Nilai Tambah NP = Nilai Produk NBB = Nilai Bahan Baku

NBP = Nilai Bahan Penunjang Lainnya NPP = Nilai Penyusutan Peralatan

Menurut Sudiyono (2004), Kriteria ujinya yaitu:

(35)

Untuk masalah penelitian yang ketiga, yaitu untuk menganalisis berapa besar pendapatan usaha tape ubi di daerah penelitian maka digunakan rumus perhitungan pendapatan, yang kemudian hasil perhitungan pendapatannya akan dibandingkan dengan upah minimum Kota Medan.

Menurut Hakim (2008), pendapatan akan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

π = TR – TC

TR = P ∙ Q

TC = TFC + TVC Dimana:

π = Pendapatan/keuntungan (Rp) TR = Penerimaan (Rp)

TC = Biaya total (Rp)

P = Harga produksi (Rp/Kg) Q = Jumlah Produksi (Kg)

TFC = Total Biaya Tetap (Fixed Cost) (Rp)

TVC = Total Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) (Rp)

Untuk masalah penelitian yang keempat, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang terdapat dalam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi di daerah penelitian diselesaikan dengan analisis deskriptif.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

(36)

3.5.1 Definisi

1. Pengusaha tape ubi adalah setiap orang atau perseorangan (orang pribadi) atau persekutuan yang menjalankan suatu usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

2. Tape ubi merupakan hasil fermentasi dari ubi kayu / singkong segar dengan waktu simpan selama kurang lebih 2-3 hari dengan menggunakan ragi.

3. Analisis nilai tambah merupakan tambahan keuntungan yang diperoleh para pembuat tape ubi dengan penjualan ubi kayu olahan (tape ubi) bila di bandingkan dengan penjualan ubi kayu bukan olahan. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai output (tape ubi) dengan harga bahan baku (ubi kayu) dan sumbangan input lain dengan satuan (Rp/Kg).

4. Pendapatan / keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya dengan satuan (Rp).

5. Rasio nilai tambah adalah persentase nilai tambah dari nilai output (tape ubi) dalam %.

6. Input (bahan baku) adalah masukan atau bahan utama (ubi kayu) dalam pengolahan tape ubi (Kg).

7. Harga bahan baku adalah harga ubi kayu / kg untuk diolah (Rp/Kg). 8. Bahan penunjang adalah semua bahan selain bahan baku dan tenaga kerja

langsung yang digunakan selama proses produksi pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi (Rp/Kg).

(37)

10. Nilai produk (nilai output) menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-satuan (Rp/Kg).

11. Penerimaan adalah total produksi tape ubi dikalikan dengan harga jual tape ubi (Rp).

12. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi yang diperoleh dari jumlah biaya tetap dan tidak tetap (Rp).

13. Biaya tetap (fixed cost) adalah semua pengeluaran yang jumlahnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi dalam pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi (Rp).

14. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah semua pengeluaran yang jumlahnya tidak tetap dan dipengaruhi oleh jumlah produksi dalam pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi (Rp).

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan.

(38)

KARATERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Geografis

Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki luas wilayah sekitar 135 Ha yang terletak di Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan. Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki 5 Lingkungan. Secara administratif Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu

4.1.2 Keadaan Penduduk

Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu pada tahun 2014 tercatat 4.420 jiwa yang terdiri berbagai suku. Suku dominan di Kelurahan Baru Ladang Bambu adalah suku Jawa. Secara rinci, jumlah penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentasi (%)

Laki-Laki 2.128 48,14 %

Perempuan 2.292 51,86 %

Jumlah 4.420 100 %

(39)

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan Baru Ladang Bambu antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang tidak besar, yaitu sekitar 3,72 % atau 164 jiwa.

Dari sisi keagamaan, diketahui bahwa penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu menganut 3 agama yaitu agama Islam, Kristen, dan Katolik. Secara rinci, komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut di Kelurahan Baru Ladang Bambu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

Agama Jumlah (Jiwa) Persentasi (%)

Islam 3.073 69,53 %

Kristen 1.213 27,44 %

Katolik 134 3,03 %

Jumlah 4.420 100%

Sumber: Kantor Kelurahan Baru Ladang Bambu

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Baru Ladang Bambu beragama Islam dengan jumlah 3.073 jiwa dengan presentasi 69.53 %.

(40)

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentasi (%)

PNS 105 4,93 %

Pegawai Swasta 977 45,87 %

ABRI 15 0,7 %

POLISI 9 0,42 %

Pedagang 429 20,14 %

Petani 190 8,92 %

Lain-Lain 405 19,02 %

Jumlah 2.130 100%

Sumber: Kantor Kelurahan Baru Ladang Bambu

Dari Tabel 4.3 diketahui bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk di Kelurahan Baru Ladang Bambu adalah Pegawai Swasta yaitu sebanyak 977 jiwa dengan persentasi sebesar 45,87 %. Dan mata pencaharian sebagai polisi berada pada jumlah terendah yaitu sebanyak 9 jiwa dengan persentasi sebesar 0,42 %.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

(41)

Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2014

Sarana dan Prasarana Jumlah ( Unit )

Kantor Lurah 1

Sumber: Kantor Kelurahan Baru Ladang Bambu

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam pengusaha pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi ini meliputi umur, pendidikan, pengalaman, dan jumlah tanggungan keluarga.

4.2.1 Umur

Umur adalah usia pengusaha yang dihitung dari tanggal lahirnya sampai saat dilakukan penelitian yang dinyatakan dengan tahun. Adapun umur pengusaha merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha pengolahan. Keadaan umur pengusaha pengolahan tape ubi di daerah penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Keadaan Kelompok Umur Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

Kelompok Umur Jumlah (Pengusaha)

20-39 12

40-59 13

≥60 3

Jumlah 28

(42)

Dari Tabel 4.5 keadaan kelompok umur pengusaha dapat dilihat bahwa pengusaha pengolahan tape ubi sebagian besar berada dalam rentang usia produktif (20-59 tahun) sebanyak 25 orang dengan presentase 89,29 %.

4.2.2 Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan pengolahan dalam produktivitas usahanya. Pada umumnya semakin tinggi pengalaman usahanya maka semakin efektif dan efisien pula kegiatan usahanya. Tingkat pengalaman pengusaha pengolahan tape ubi di daerah penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Tingkat Pengalaman Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

Tingkat Pengalaman Jumlah (Pengusaha)

1-9 7

10-19 12

20-29 8

30-32 1

Jumlah 28

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 1

Dari Tabel 4.6 tentang tingkat pengalaman pengusaha dapat dilihat bahwa rata-rata pengalaman pengusaha pengolahan tape ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu berada pada jenjang 1-29 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha di daerah penelitian terlihat sudah berpengalaman dalam mengelolah tape ubi.

4.2.3 Pendidikan

(43)

bervariasi mulai dari SD, SMP, dan SMA. Tingkat pendidikan pengusaha pengolahan tape ubi di daerah penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Tingkat Pendidikan Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

Tingkat Pendidikan Jumlah (Pengusaha)

SD 8

SMP 8

SMA 12

Jumlah 28

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 1

Dari Tabel 4.7 tentang tingkat pendidikan pengusaha dapat dilihat bahwa pendidikan yang paling banyak di tempuh pengusaha pengolah tape ubi di kelurahan baru ladang bambu adalah tingkat SMA sebanyak 12 orang dengan tingkat persentasi sebesar 42,86 %.

4.2.4 Jumlah Tanggungan (Orang)

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang harus dibiayai oleh pengusaha pengolahan tape ubi dari hasil pendapatan pengolahan. Jumlah tanggungan pengusaha pengolahan tape ubi dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Jumlah Tanggungan Pengusaha Pengolah Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Tahun 2015

Jumlah Tanggungan (Orang) Jumlah (Pengusaha)

≤ 3 22

> 3 6

Jumlah 28

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 1

(44)

5.1 Proses Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi 5.1.1 Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi

Dalam melakukan pengolahan tape ubi, ada beberapa hal yang perlu diketahui, antara lain: penggunaan bahan baku, penggunaan modal investasi, dan penggunaan tenaga kerja.

5.1.1.1 Penggunaan Bahan Baku

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di daerah penelitian, diketahui bahwa bahan baku untuk membuat tape ubi adalah ubi kayu. Namun, tidak semua ubi kayu dapat dijadikan bahan baku pembuatan tape ubi, di daerah penelitan ubi kayu yang menjadi bahan baku pembuatan tape ubi adalah ubi kayu jenis : 1) ubi kayu mentega atau sering disebut ubi kayu kuning, 2) ubi kayu mantri, 3) ubi kayu gunting sogo. Dan ubi kayu yang menjadi bahan baku pembuatan tape ubi tidak boleh ubi kayu yang di pupuk, karena ubi kayu yang menggunakan pupuk dapat merubah cita rasa tape ubi.

Secara rinci, mengenai jumlah penggunaan bahan baku ubi kayu dalam pengolahan tape ubi di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5.1 Jumlah Penggunaan Bahan Baku Ubi Kayu Dalam Pengolahan

Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan ( 1 Kali Produksi )

Uraian Total (Kg) Rata-rata (Kg)

Penggunaan Ubi Kayu 765 27,32

(45)

Dari Tabel 5.1 di atas menunjukan bahwa rata-rata penggunaan bahan baku setiap 1 kali produksi adalah 27,32 kg. Dengan frekuensi pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi yang dilakukan responden di daerah penelitian adalah setiap hari.

5.1.1.2 Penggunaan Modal Investasi

Setiap kegiatan dalam proses pengolahan, mutlak membutuhkan modal. Ketersediaan modal yang mencukupi dalam menjalankan suatu usaha sangat diperlukan demi keberlangsungan usaha yang dijalankan. Dalam menjalankan usaha pengolahan tape ubi untuk skala rumah tangga, investasi yang diperlukan pada saat awal bervariasi mulai dari Rp.275.000 sampai Rp.1.636.000. Investasi tersebut digunakan untuk membeli peralatan dalam pengolahan tape ubi. Dengan Secara rinci, modal investasi dalam usaha pengolahan tape ubi dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Modal Investasi Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan

Investasi Jumlah Nilai (Rp)

Range Total Rata-rata

Dandang 28 200.000 - 1.500.000 11.540.000 412.143

Baskom 28 15.000 - 144.000 1.777.000 63.464

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 3

5.1.1.3 Penggunaan Tenaga Kerja

(46)

diperlukan untuk mengerjakan berbagai tahapan proses pengolahan seperti pengupasan, pengerokkan, pemotongan, dan pencucian, perebusan dan penyaringan, pendinginan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Secara rinci, penggunaan tenaga kerja dalam usaha pengolahan tape ubi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan ( 1 Kali Produksi )

Uraian Total (HOK) Rata-rata (HOK)

Penggunaan Tenaga Kerja 17,625 0,63 Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 4

Dalam proses pembuatan tape ubi di daerah penelitian, sumber tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga. Untuk satu kali produksi per harinya dibutuhkan tenaga kerja sebesar 0,63 HOK.

5.1.2 Proses Pengolah Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi

Untuk mendapatkan tape ubi yang sesuai keinginan konsumen, di butuhkan tahapan proses pengolahan. Seluruh tahapan ini terangkai dalam satu kegiatan yang berkesinambungan dan membutuhkan waktu selama 3 hari. Tahapan yang penting dalam pembuatan tape ubi adalah pada bagian perebusan dan peragian. Kegiatan ini perlu ketelitian, bila ubi kayu terlalu lama direbus ubi kayu akan mudah hancur sehingga susah dalam melanjutkan proses selanjutnya. Sedangkan dalam proses peragian juga membutuhkan ketelitian dalam pengukuran bahan baku.

(47)

pemotongan, dan pencucian, 3) perebusan dan penyaringan, 4) pendinginan, 5) peragian, 6) pembungkusan, dan 7) pemeraman. Pada gambar 5.1 disajikan alur tahapan pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi.

Gambar 5.1 Alur Tahapan Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi Uraian Kegiatan

1) Pengupasan

2) Pengerokkan, pemotongan, dan Pencucian

3) Perebusan dan Penyaringan

4) Pendinginan

5) Peragian

6) Pembungkusan

7) Pemeraman

(48)

5.1.2.1 Tahapan Pengupasan

Pengupasan ubi kayu merupakan tahap pertama pengolahan tape ubi. Pengupasan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kulit ubi kayu sehingga diperoleh daging ubi kayu. Kagiatan ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 1 setengah jam tergantung pada banyaknya jumlah ubi kayu yang digunakan.

Gambar 5.2 Tahapan Pengupasan 5.1.2.2 Tahapan Pengerokkan, Pemotongan, dan Pencucian

(49)

Gambar 5.3 Tahapan Pengerokkan, Pemotongan, dan Pencucian 5.1.2.3 Tahapan Perebusan dan Penyaringan

Ubi kayu yang telah dicuci kemudian direbus dengan menggunakan air secukupnya sampai ubi kayu terendam di dalam air, kegiatan perebusan ini merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan ketelitian. Dimana ubi kayu yang direbus tersebut tidak boleh terlalu matang karena ubi kayu yang terlalu matang akan mudah hancur. Perebusan ubi kayu biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 1 setengah jam. Setelah ubi kayu selesai direbus, ubi kayu tersebut disaring menggunakan wadah saringan.

(50)

5.1.2.4 Tahapan Pendinginan

Tahapan pendinginan merupakan tahapan dimana ubi kayu yang telah disaring diletakkan secara merata di atas lantai yang telah dialaskan dengan plastik terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar ubi kayu tersebut dingin secara merata. Pendinginan ubi kayu yang telah direbus tersebut biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Selama menunggu dingin biasanya responden melakukan kegiatan lain seperti membentuk daun pisang sesuai ukuran yang akan digunakan untuk membungkus tape, dan juga memotong lidi menjadi ukuran kecil.

Gambar 5.5 Tahapan Pendinginan 5.1.2.5 Tahapan Peragian

(51)

Gambar 5.6 Tahapan Peragian 5.1.2.6 Tahapan Pembungkusan

Kegiatan pembungkusan ini dilakukan sebelum tahapan akhir yaitu tahapan pemeraman. Hal ini dikarenakan, ubi kayu masik keras dan tidak mudah rusak pada saat pembungkusan dilakukan. Bila pembungkusan dilakukan setelah diperam, ubi kayu tersebut sudah lunak dan mudah hancur sehingga susah buat di bungkus.

(52)

Gambar 5.7 Tahapan Pembungkusan 5.1.2.7 Tahapan Pemeraman

Pemeraman merupakan kegiatan akhir dari seluruh tahapan yang ada. Pemeraman merupakan kegiatan dimana ubi kayu yang telah dibungkus di letakkan kedalam wadah. Sebelum diletakkan ke dalam wadah, seluruh permukaan dalam wadah dilapisi daun pisang terlebih dahulu.

(53)

Gambar 5.8 Tahapan Pemeraman

5.2 Nilai Tambah Yang Diperoleh Dari Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tape Ubi

Pembuatan tape ubi dilokasi penelitian berlangsung sudah cukup lama, kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan tenaga kerja dalam keluarga. Proses pembuatan tape ubi dapat dikatakan cukup sederhana. Karena, saat ini proses pembuatan tape ubi masih menggunakan teknologi yang sederhana. Hal ini dapat dilihat dari proses pembuatannya yang masih mengandalkan tenaga kerja manusia.

(54)

terjadi akibat adanya proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi yang siap dipasarkan.

Nilai tambah diperoleh dari proses pengolahan ubi kayu sampai menjadi produk olahan. Output (produk olahan) yang dihasilkan pada proses ini adalah tape ubi. Hasil yang didapat di daerah penelitian berupa tape ubi yang dibungkus dengan menggunakan daun pisang dan ada juga yang sebagian menggunakan plastik.

5.2.1 Input dan Output

Input adalah bahan baku ubi kayu yang digunakan selama satu kali produksi untuk diproses sampai menjadi tape ubi dan diukur dengan satuan kg. Output adalah produk dan penerimaan yang dihasilkan selama satu kali produksi yang diukur dalam satuan bungkus dan Rp. penggunaan bahan baku ubi kayu (input) dan output (tape ubi) yang dihasilkan di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Penggunaan Input Dan Output Yang Dihasilkan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan ( 1 Kali Produksi ) Uraian Penggunaan Bahan

Baku (Input)(kg)

Output

Produk (Bungkus) Penerimaan (Rp) Per satu kali

produksi

27,32 228,57 224.464

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 10

(55)

Sedangkan output penerimaan yang dihasilkan adalah sebesar Rp.224.464, dengan mengelolah ubi kayu sebanyak 27,23 kg. sehingga faktor konversi yang didapat adalah sebesar 8.216. Nilai konversi ini menunjukan bahwa setiap 1 kg ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.8.216. Faktor konversi merupakan perbandingan penggunaan bahan baku dengan output yang dihasilkan (konversi antara input dan output).

5.2.2 Biaya Bahan Penunjang (Sumbangan Input Lain)

Dalam proses pembuatan tape ubi bahan bakunya adalah ubi kayu. Selain bahan baku, proses pembuatan tape ubi juga membutuhkan bahan-bahan penunjang (input lain) seperti ragi, daun pisang, lidi, plastik, karet, kayu bakar, dan gas. Dalam hal ini biaya air tidak di hitung karena para pengelolah tape di daerah penelitian menggunakan air sumur sehingga biayanya masuk ke biaya kehidupan sehari-hari. Secara rinci biaya bahan penunjang (sumbangan input lain) pada pembuatan tape ubi dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut ini.

Tabel 5.5 Biaya Bahan Penunjang dan Pemasaran Yang Digunakan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 kali produksi)

No Uraian Biaya (Rp) Persentase

Total Biaya Bahan Penunjang ( Rp ) 36.707,92 100

Penggunaan Bahan Baku ( Kg ) 27,32

(56)

Dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa biaya bahan penunjang dan pemasaran dalam pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi yaitu sebesar Rp. 1.343,63/kg. Biaya yang paling tinggi adalah biaya daun pisang sebesar 36,00%, sedangkan biaya yang paling rendah adalah biaya karet sebesar 1,80%.

5.2.3 Nilai Penyusutan Peralatan ( Biaya Penyusutan)

Biaya penyusutan merupakan biaya keausan pada alat-alat yang digunakan dalam proses produksi. Tujuan dari adanya biaya penyusutan ini adalah untuk biaya pemeliharaan peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Adapun biaya penyusutan dari peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan tape ubi di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6 Biaya Penyusutan Peralatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 kali produksi)

Peralatan Biaya Penyusutan (Rp)

Dandang 168,11

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 7

(57)

5.2.4 Nilai Tambah

Secara rinci nilai bahan baku, Nilai bahan penunjang, nilai penyusutan, nilai produk, dan nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7 Nilai Bahan Baku, Nilai Bahan Penunjang dan Pemasaran, Nilai Penyusutan, Nilai Produk, dan Nilai Tambah Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (per kg bahan baku)

Uraian Nilai

Nilai Bahan Baku 1.500,00

Nilai Bahan Penunjang 1.343,63

Nilai Penyusutan 539,79

Nilai Produk 8.216,00

Nilai Tambah 4.832,58

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 5,6,7,8

Rata-rata harga input (bahan baku) di daerah penelitian adalah sebesar pengurangan nilai produk sebesar Rp.8.216/Kg dengan biaya bahan baku (harga input) sebesar Rp.1.500/Kg, dan biaya bahan penunjang sebesar Rp.1.343,63/kg, serta biaya penyusutan sebesar Rp.539,79.

Secara matematis, besarnya nilai tambah didapat dari : NT = Rp.8.216 – (Rp.1.500 + Rp.1.343,63 + Rp.539,79)

(58)

Besarnya nilai tambah yang didapat sejalan dengan besarnya rasio nilai tambah terhadap nilai produknya. Rasio nilai tambah ini didapat dari pembagian antara nilai tambah dengan nilai produk yang dinyatakan dalam persen (%). Rasio nilai tambah ini menunjukkan persentase nilai tambah dari nilai produk, artinya jika rasio nilai tambah > 50% maka nilai tambah tergolong tinggi, sedangkan jika rasio nilai tambah ≤ 50%, maka nilai tambah tergolong rendah. Rasio nilai tambah yang

diperoleh dalam pengolahan tape ubi ini adalah 58,82 %.

Secara matematis rasio nilai tambah pengolahan tape ubi yaitu sebagai berikut: Rasio Nilai Tambah = 4.832,58 x 100% = 58,82 %

8.216

Dengan demikian, hipotesis 1 yang menyatakan bahwa nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi pada skala industri rumah tangga di daerah Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan masih rendah tidak dapat diterima (ditolak).

5.3 Pendapatan Yang Diperoleh Dari Pengolahan Tape Ubi

Pendapatan diperoleh dari hasil penjualan (penerimaan) tape ubi dikurang dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya yang dikeluarkan pada proses produksi itu antara lain biaya bahan baku (ubi kayu), biaya bahan tambahan (biaya ragi), biaya lainnya, biaya pemasaran, dan biaya penyusutan peralatan.

(59)

Tabel 5.8 Pendapatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 Kali Produksi)

Uraian Per Pengusaha (Rp) Total (Rp)

A.Modal Investasi

Total Modal Investasi 779.362 19.365.500

B.Biaya Tetap (TFC)

 Biaya Pemasaran 21.114,29 591.200

Total Biaya (TC) 99.344,15 2.781.636,01

D. Penerimaan 224.464,00 6.285.000,00

E. Pendapatan 125.119,85 3.503.360,99

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 3, 5, 6, 7, 8, 9

Dari Tabel 5.8 di atas dapat diinterpretasikan bahwa modal investasi merupakan modal awal yang digunakan untuk membeli peralatan yang dipergunakan untuk pengusaha tape ubi. Total modal investasi yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.19.365.500, per pengusaha adalah sebesar Rp.779.362.

(60)

pengolahan tape ubi adalah sebesar Rp.15.114,01, sedangkan total biaya penyusutan per pengusaha adalah sebesar Rp.539,79.

Pengolahan tape ubi bergantung pada besarnya modal dan kapasitas produksi yang dimiliki yaitu berupa sarana dan prasarana. Kebutuhan biaya bahan baku utama juga bergerak mengikuti banyaknya bahan baku ubi kayu yang dibeli. Total biaya bahan baku utama yang dibutuhkan adalah sebesar Rp.1.147.500, per pengusaha adalah sebesar Rp.40.982,14.

Bahan baku tambahan yang dibutuhkan dalam proses pengolahan ubi kayu adalah ragi dan air. Penggunaan ragi sebagai salah satu bahan yang digunakan untuk proses fermentasi, serta memberi aroma (alkohol). Disini biaya air tidak dimasukkan karena di daerah penelitian para pengelola menggunakan air sumur, sehingga biaya air disini masuk ke biaya kehidupan sehari-hari. Total biaya penggunan ragi untuk pengolahan tape ubi adalah sebesar Rp.217.500, sedangkan total biaya per pengusaha adalah sebesar Rp.7.767,86.

Biaya lainnya yang dimaksud disini merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan tape ubi selain biaya bahan baku utama dan biaya bahan baku tambahan. Biaya lainnya tersebut berupa biaya daun pisang, biaya lidi, biaya plastik, biaya karet, biaya kayu bakar, dan biaya gas. Total biaya lainnya yang dikeluarkan dalam pengolahan tape ubi adalah sebesar Rp.810.322, sedangkan total biaya lainnya per pengusaha adalah sebesar Rp.28.940,07.

(61)

yang dikeluarkan dalam penjualan tape ubi adalah sebesar Rp.591.200, sedangkan total biaya pemasaran per pengusaha adalah sebesar Rp.21.114,29.

Maka, total biaya yang diperlukan pengolahan tape ubi mulai bahan baku utama, bahan baku tambahan berupa ragi, biaya lainnya, biaya pemasaran hingga biaya penyusutan peralatan adalah sebesar Rp.2.781.636,01, dengan biaya yang harus dikeluarkan per pengusaha adalah sebesar Rp. 99.344,15.

Penerimaan dihitung dari jumlah produksi dari jumlah produksi olahan dikali dengan harga jual, setelah itu baru diketahui berapa jumlah pendapatan usaha pengolahan.

Apabila penerimaan lebih besar dari biaya total produksi maka dikatakan usaha memperoleh pendapatan atau surplus. Sebalikanya apabila total biaya lebih besar dibandingkan penerimaan maka usaha pengolahan mengalami kerugian.

Di daerah penelitian rata-rata volume produksi produsen adalah sebesar 228,57 bungkus. Adapun rata-rata harga jual yang diterima oleh produsen adalah sebesar Rp.1.071,43/Bungkus.

Maka, dapat diperolah total penerimaan untuk pengolahan tape ubi adalah sebesar Rp.6.285.000, sedangkan penerimaan yang diperoleh per pengusaha adalah sebesar Rp.224.464.

(62)

penelitian per 1 kali produksi adalah sebesar Rp.3.503.360.99, sedangkan pendapatan per pengusaha per 1 kali produksi adalah sebesar Rp.125.120,04.

Dari penelitian diperoleh data hasil bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh oleh produsen bergerak secara setara mengikuti besarnya bahan baku yang diolah, artinya semakain besar bahan baku yang diolah semakin tinggi juga pendapatan yang diterima pengolah.

Di daerah penelitian proses produksi dan pemasaran dilakukan secara terus-menerus setiap harinya. Dengan besar biaya yang dikeluarkan dan besar penerimaan yang sama di setiap harinya. Oleh sebab itu besarnya pendapatan yang diperoleh pengolah tape ubi selama satu bulan disajikan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Pendapatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 Bulan)

Uraian Per Pengusaha (Rp) Total (Rp)

Penerimaan 6.733.928,57 188.550.000,00

Biaya

 Biaya Variabel 2.964.130,71 82.995.660

 Biaya Tetap 16.196,8 453.510,3

Total Biaya 2.980.327,51 83.449.170,3

Pendapatan (Rp) 3.753.601,06 105.100.829,70

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 11

(63)

Bila dibandingkan antara pendapatan pengusaha tape ubi di daerah penelitian dengan besaran upah minimum kota medan (UMK) tahun 2015. Maka pendapatan pengusaha tape ubi sebesar Rp. 3.753.601,06 per bulan lebih besar dari upah minimum kota medan (UMK) sebesar Rp 2.037.000 per bulan.

Dengan demikian, hipotesis 2 yang menyatakan bahwa pendapatan yang dihasilkan pengusaha tape ubi di daerah Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan lebih besar dari upah minimum Kota Medan (UMK) dapat diterima, dengan catatan jumlah bahan baku yang dipergunakan pengusaha berbeda-beda.

Karena pendapatan diatas diperoleh dengan jumlah bahan baku yang berbeda-beda, maka jumlah bahan baku ubi kayu akan dikonversikan jumlahnya dengan satuan yang sama yaitu sebanyak 800 kg/pengusaha, hal ini dilakukan untuk melihat besarnya pendapatan di daerah penelitian dengan adanya jumlah bahan baku yang sama dimana besarnya jumlah bahan baku tersebut diambil dari rata-rata pengunaan bahan baku di daerah penelitian.

(64)

Tabel 5.10 Pendapatan Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan (1 Bulan) (per 800 kg bahan baku ubi kayu)

Uraian Per Pengusaha (Rp) Total (Rp)

Penerimaan 6.532.721,09 182.916.190,48

Biaya

 Biaya Variabel 2.968.505,51 83.118.154,29

 Biaya Tetap 16.196,8 453.510,3

Total Biaya 2.984.702,31 83.571.664,59

Pendapatan (Rp) 3.548.018,78 99.344.525,89

Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 12

Dari Tabel 5.10 di atas dapat dilihat bahwa total pendapatan yang diperoleh pengolahan tape ubi selama satu bulan dengan pengunaan ubi kayu yang sama sebanyak 800 kg/pengusaha di daerah penelitian adalah sebesar Rp.99.344.525,89, sedangkan pendapatan per pengusaha selama satu bulan dengan pengunaan ubi kayu yang sama sebanyak 800 kg/perpengusaha adalah sebesar Rp.3.548.018,78.

5.4 Berbagai Masalah Dalam Usaha Pengolahan Tape Ubi Menjadi Tape Ubi Di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan responden di daerah penelitian, maka didapatlah beberapa masalah dalam usaha pengolahan tape ubi di daerah penelitian yaitu :

1) Penyediaan Bahan Baku

Gambar

Tabel Judul Tabel 1.1 Jumlah Produksi Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman
Gambar Judul Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah
Tabel 1.1 Jumlah Produksi Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman (Ton) 2009-2013
Tabel 2.1 Komposisi Gizi Tape Singkong, Tape Ketan Putih Dan Tape Ketan Hitam (Dalam 100 Gram Bahan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku keluarga petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang

coli Pada Minuman Air Kelapa Muda Yang Dijual Di Kelurahan Lauchi Kecamatan Medan Tuntungan Medan Tahun 2013. Lampiran 3 Dokumentasi Hasil Penelitian Di Kelurahan Lauchi Kecamatan

tambah dari output dengan memperhatikan berbagai komponen penting dalam pengolahan yaitu : biaya bahan baku, dan biaya penunjang lainnya yang menjadi penentu besarnya

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PERILAKU KELUARGA PETANI DALAM PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK KELUARGA DI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku keluarga petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang

Analisis Diversifikasi Konsumsi Pangan Beras dan Pangan Non Beras (Studi Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang), Medan :

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi opak di daerah penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dominan yang memengaruhi remaja menjadi pekerja seks komersial di Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan