PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM
ADAT
(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat
Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan
Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
ELSA OLIVIA KARINA 110904061
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: apa yang kamu tangkap dari peran alan mary nancy dan mike bagaimana seharusnya peran mereka masing-masing dalam keluarga
(2)PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT
(STUDI KASUS TENTANG PERAN OPINION LEADER DALAM
MASYARAKAT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI DESA HUTAURUK,
KECAMATAN SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI
SUMATERA UTARA)
SKRIPSI
ELSA OLIVIA KARINA
110904061
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Elsa Olivia Karina
NIM : 110904061
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat
(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam
Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk,
Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara,
Provinsi Sumatera Utara)
Medan, 16 Maret 2015
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Drs. Mukti Sitompul, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP. 195307161981121001 NIP. 196208281987012001
Dekan FISIP USU
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di
kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya
bersedia diproses seusai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Elsa Olivia Karina
NIM : 110904061
Tanda Tangan :
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Elsa Olivia Karina
NIM : 110904061
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive
Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat
(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Medan, 16 Maret 2015
Yang Menyatakan
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Elsa Olivia Karina
NIM : 110904061
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat
(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ……….………(………)
Penguji :
……….(………)
Penguji Utama : ……….(………)
Ditetapkan di : Medan
KATA PENGANTAR
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada
waktunya. Begitu pula dalam proses penyelesaian tugas akhir ini, peneliti percaya
bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menetapkan waktu yang tepat bagi peneliti
untuk menyelesaikannya. Besar dan dalam kasih-Nya tidak dapat diucapkan
dengan kata, hanya ucapan syukur dan penyembahan yang dapat diberikan kepada
Tuhan Yang Maha Esa untuk setiap hal yang telah Ia perbuat bagi peneliti.
Melalui berbagai cara, Tuhan telah membantu peneliti dalam proses penyelesaian
tugas akhir ini.
Saat ini, masyarakat di desa, khususnya dalam Masyarakat Hukum Adat
Batak Toba, sudah seharusnya menjadi tujuan dan sasaran untuk membangun
Negara Indonesia yang lebih baik. Dalam setiap proses pembangunan ke desa,
tidak pernah terlepas dari proses komunikasi. Proses komunikasi pembangunan
bagi masyarakat hukum adat sesungguhnya memerlukan orang yang menjadi
perantara di antara masyarakat dan pemerintah untuk menyampaikan pesan.
Orang tersebut lah yang dikatakan sebagai seorang opinion leader dalam masyarakat.
Masyarakat desa, khsusnya yang masih menganut nilai adat, umumnya
memiliki seorang opinion leader yang mendominasi pemikiran yang ada di dalam masyarakat desa. Secara tidak langsung, para opinion leader inilah yang membawa masyarakat kepada suatu kondisi yang dapat kita lihat seperti saat ini.
Berangkat dari pemikiran tersebut lah peneliti ingin meneliti tentang peran
opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk
Semoga dengan hadirnya skripsi ini, peneliti khususnya dapat menyadari
peran dari seorang opinion leader dalam suatu masyarakat.
Skripsi ini sendiri dapat terselesaikan atas jerih payah peneliti dengan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
• Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
• Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekertaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU
• Bapak Drs. Mukti Sitompul, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas arahan dan kesediaan
waktunya untuk mau membantu dan mendiskusikan skripsi ini di
tengah-tengah padatnya kesibukan.
• Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen penasihat akademik penulis selama
perkuliahan.
• Orang tua peneliti, M. L.Toruan (+) dan Ellyana Sembiring yang telah
memberikan motivasi dan memenuhi kebutuhan peneliti selama masa
perkuliahan hingga skripsi ini diselesaikan. Skripsi ini sebagai bentuk
penghormatan dan kasih sayang saya kepada mereka.
• Seluruh Staff Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU baik pengajar
maupun pegawai yang ikut membantu penulis dalam proses administrasi
selama kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU
• Kak Hanim yang selalu menyediakan waktu untuk memberikan saran, ide,
dan pendapat kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
• Kak Chris dan Adik Rachel, yang merupakan saudara kandung peneliti
dan telah memotivasi dalam proses pembuatan skripsi.
• Nenek Ribu, Bik Tua, Bik Uda, Bou Lambok dan Kak Eva, yang telah banyak membantu, baik dana dan dukungan kepada peneliti selama
peneliti mengikuti perkuliahan.
• Kak Tika, yang merupakan Ibu Rohani peneliti. Terima kasih karena telah
menyediakan waktu untuk mendengarkan cerita an keluh kesahku, terima
kasih telah membantuku bertumbuh dalam iman, dan terima kasih telah
• Kak Sevi, sebagai saudara rohani peneliti yang selalu memberikan
dukungan dalam doa dan selalu ada untuk mendengarkan berbagai keluhan
peneliti tentang suka duka penelti selama kuliah.
• Bang Windo, yang telah bersedia mengoreksi setiap kesalahan yang ada di
dalam skripsi ini dan selalu menyediakan waktu bagi peneliti untuk
berkonsultasi dan mendengarkan setiap keluh kesah peneliti.
• Hans Ivander, sahabat spesial peneliti yang telah memberikan semangat,
menyediakan waktu dan tenaga untuk membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih telah setia dan sabar dalam
menemani dan mendengarkan setiap keluh kesah dan kecemasan peneliti.
• Teman-teman Ilmu Komunikasi 2011 yang selama ini menjadi lawan dan
kawan belajar, berdiskusi, dan berorganisasi selama saya berada pada
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
• Trio Tomcat, Mei Hedriana dan Andreas Purba, yang merupakan sahabat
peneliti sejak awal kuliah sampai saat ini. Terima kasih telah mewarnai
hari-hariku selama berkuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
• Eva Christora, Deasy Sonia Milala, dan Dina Maria, yang merupakan
teman peneliti yang selalu ada di saat peneliti membutuhkan bantuan
selama proses penyelesaian skripsi ini.
• Opung B.Sianturi, Terri Genta Sansui Siregar, dan seluruh masyarakat
Desa Hutauruk yang banyak membantu peneliti dalam proses pengamatan
dan wawancara skripsi.
• Saudara-saudari terkasih dalam UKM KMK UP PEMA FISIP USU, yang
merupakan organisasi peneliti selama berkuliah. Terima kasih sudah
menjadi wadah bagi peneliti untuk meningkatkan iman.
• Teman-teman pengurus Imajinasi periode 2012 dan 2013, yang telah membentuk karakter dan memberikan pengalaman berorganisasi yang
tidak terlupakan selama berkuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP
USU.
• Kakak/abang Komunkasi 2009 dan 2010 yang telah membimbing saya
secara tidak langsung mengenai organisasi kemahasiswaan di Departemen
• Semua pihak yang tidak cukup saya sebutkan seluruhnya yang turut
membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga saja skripsi ini bermanfaat, terutama dalam hal mengamati peran
opinion leader dalam masyarakat hukum adat.
Medan, 16 Maret 2014
ABSTRAK
Pentingnya keberadaan seorang opinion leader dalam sebuah masyarakat hukum adat merupakan alasan peneliti melakukan penelitian ini. Semakin lama, kehadiran opinion leader semakin jarang kita rasakan, padahal tanpa kita sadari mereka merupakan orang-orang yang berada di balik kemajuan masyarakat hukum adat. Penelitian ini berjudul Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk. Desa hutauruk dipilih karena merupakan salah satu desa yang menganut nilai hukum adat yang tinggi dan juga telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat, gaya komunikasi masing-masing opinion leader, dan juga permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat Desa Hutauruk serta peran
opinion leader di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
model studi kasus. Informan utama dalam penelitian ini merupakan orang-orang yang dianggap sebagai opinion leader secara tidak sadar oleh masyarakat. Penelitian ini membahas tentang bagaimana peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat di Desa Hutauruk dengan menggunakan kerangka analisis Miles & Huberman dimana nantinya akan dilakukan teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan dan dilakukan proses triangulasi data sumber untuk menguji keabsahan data. Dalam hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa peran opinion leader dalam masyarakat Desa Hutauruk bergerak dalam beberapa bidang, yaitu Adat, Pendidikan, Agama, dan Pembangunan infrastruktur. Peran opinion leader pun semakin lama semakin berkurang karena masuknya teknologi ke dalam desa. Perbandingan tampak jelas dalam sepuluh tahun terakhir kondisi masyarakat dan desa. Dahulu, sekitar 5-10 tahun lalu, para opinion leader di Desa Hutauruk yang memegang kunci masuk dan keluarnya informasi, mereka juga yang membawa perubahan dalam beberapa sendi kehidupan masyarakat. Namun, kini mereka hanya berperan sebagai seorang penasihat bagi masyarakat, tentunya penasihat dalam bidang masing-masing yang mereka kuasai. Gaya komunikasi yang dilakukan oleh para opinion leader tersebut pun berbeda-beda, dua orang opinion leader cenderung menggunakan gaya The Equalitarian Style, sementara dua lainnya masing-masing menggunakan gaya The Controlling Style dan The Relinquinsing Style. Dalam masyarakat juga ditemukan masalah berupa interaksi masyarakat yang renggang an pembangunan di desa yang berjalan lambat, peran opinion leader di dalamnya ternyata sangat kurang dan hanya sebagai seorang penasihat. Kurangnya peran opinion leader disini dikarenakan latar belakang pendidikan hampir semua opinion leader yang rendah dan usia mereka yang tidak lagi produktif untuk mengubah opini masyarakat.
Kata Kunci:
ABSTRACT
The existence of an opinion leader in a community customary law is the reason this research was done. The longer, the presence of opinion leaders increasingly rare we feel, when we realize they are the people who are behind the advancement of indigenous peoples. This study, entitled The Role of Opinion Leader in the Law of Indigenous Peoples in the village Hutauruk. Village Hutauruk chosen because it is one of the villages that embrace high value customary law and also made some progress in recent years. This study aims to determine how exactly the role of opinion leaders in society customary law, the communication style of each opinion leader, and also the problems that existed in society Hutauruk village as well as the role of opinion leaders in it. This study used a qualitative method with a model case study. Key informants in this study are those that are considered as opinion leaders unconsciously by the community. This study discusses how the role of opinion leaders in the indigenous people in the village Hutauruk using Miles & Huberman analytical framework which will be carried out data analysis techniques such as data reduction, data presentation, and conclusion. Data were collected through in-depth interviews and participant observation and carried out the process of triangulation of data sources to test the validity of the data. In research, it is known that the role of opinion leaders in the village of Hutauruk engaged in several fields, namely Indigenous, Education, Religion, and infrastructure development. The role of opinion leaders was progressively reduced as the entry of technology into the village. Comparison was evident in the last ten years the condition of the community and the village. In the past, about 5-10 years ago, the opinion leaders in the village Hutauruk who holds the key entry and exit information, they also brought about changes in some aspects of community life. However, now they only act as an advisor for the people, of course advisors in their respective fields they control. Style of communication conducted by the opinion leaders are also different, two opinion leaders tend to use the Equalitarian Style, while the other two each use The Controlling Style and The Relinquinsing Style. In a society also found problems in the form of an interaction tenuous community development in the village that runs slow, the role of opinion leaders in it very less and only as an advisor. Lack of opinion leader role here because the educational background of almost all low opinion leaders and age they are no longer productive to change public opinion.
Keywords:
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma ………..…… 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ………... 23
3.2 Objek Penelitian ………... 24
3.3 Subjek PenelitianPenelitian …... 24
3.4 Kerangka Analisis ………... 25
3.5 Teknik Pengumpulan Data …... 24
3.5.1 Penentuan Informan ... 25
3.5.2 Keabsahan Data ... 26
3.6 Teknik Analisis Data ………... 27
4.2.5 Peran Opinion Leader ………. 45
4.2.6 Gaya Komunikasi Opinion Leader ………. 69
4.2.7 Masalah dalam Masyarakat ……… 76
4.3 Pembahasan ………... 90
BAB V KESIMPULAN dan Saran 5.1 Kesimpulan ………... 96
5.2 Saran ………... 98
5.2.1 Saran Terhadap Pembaca ... 98
5.2.2 Saran Terhadap Masyarakat Desa Hutauruk ... 98
5.2.3 Saran Dalam Kaitan Akademisi …... 98
DAFTAR REFERENSI ………..……... 100
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pembagian Penduduk Desa Hutauruk ... 30
Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 30
Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk ... 31
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana Desa Hutauruk ... 31
Tabel 4.7 Karakteristik Opinion Leader ... 42
Tabel 4.8 Peran Opinion Leader dalam Masyarakat ... 68
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR LAMPIRAN
-. Hasil Wawancara
-. Surat Ijin Penelitian
-. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Bukan hal yang menjadi rahasia jika masalah terbesar yang melanda di
negeri kita saat ini adalah pembangunan, dalam bidang apapun itu dan di daerah
manapun itu. Pembangunan diperlukan untuk kemajuan sebuah negara karena
tanpa pembangunan, akan terjadi masalah sosial dalam berbagai segi kehidupan.
Dalam berbagai jenis masyarakat, pembangunan merupakan hal yang sudah akrab
dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Di lingkungan sekitar kita sekalipun,
pasti ada pembangunan, baik itu lembaga kemasyarakatan, mushola, gereja,
ataupun bangunan sekolah. Sebuah pembangunan pasti mengalami masalah atau
hambatan yang membuat sebuah pembangunan tersebut berjalan lambat atau
bahkan berhenti. Salah satu diantaranya adalah sulitnya sebuah pembangunan
diterima oleh masyarakat pedesaan terlebih masyarakat yang masih menganut
hukum-hukum adat secara ketat.
Manusia disebut makhluk yang unik karena memiliki kemampuan sosial
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia tidak
dapat hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun
dalam konteks sosial-budaya. Terutama dalam konteks sosial-budaya, manusia
berinteraksi satu dengan lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan fungsi-fungsi
sosialnya. Sosiolog berpendapat bahwa tindakan awal dalam penyelarasan
fungsi-fungsi sosial dan berbagai kebutuhan manusia diawali oleh dan dengan melakukan
interaksi sosial. Kebutuhan adanya sebuah sinergi fungsional dan akselerasi
positif dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan lainnya ini
kemudian melahirkan kebutuhan tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai
sosial yang mampu mengatur tindakan manusia dalam memenuhi berbagai
kebutuhannya sehingga tercipta keseimbangan sosial antara hak dan kewajiban
Nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat tidak hanya sekedar nilai
dan norma yang berlaku secara nasional. Akan tetapi, juga terdapat nilai dan
norma yang berlaku dalam suatu masyarakat merupakan hasil dari kebiasaan
masyarakat yang diulang secara kontinu dan disepakati untuk dipatuhi secara
bersamaa-sama dalam menjalankan kehidupan di masyarakat tersebut. Nilai dan
norma tersebut yang kita kenal disebut sebagai adat. Setiap bangsa pasti memiliki
kebudayaan yang kemudian menghasilkan adat, tidak terkecuali di Indonesia.
Masyarakat yang masih sangat kental menganut nilai dan norma hukum adat
disebut sebagai Masyarakat hukum Adat (MAHUDAT).
Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersamaa suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Masyarakat Hukum Adat
(MAHUDAT) adalah suatu masyarakat yang menjadi subjek atau penganut dari
hukum kebiasaan yang berlaku terhadap sekelompok masyarakat dalam
bidang-bidang tertentu, baik menyangkut harta benda maupun hal-hal yang non-benda
(Permeneg Agraria, No. 55 Tahun 1999).
Nilai dan Norma Adat yang dijunjung tinggi oleh mereka yang membedakan
mereka dengan masyarakat lainnya. Sekalipun begitu, interaksi sosial dalam
masyarakat hukum adat merupakan hal penting mengingat hidup masyarakat
hukum adat sangat mengutamakan hubungan social dengan orang lain yang
berada di sekitar mereka tinggal. Wan Xiao (1997) pernah berkata, “Interaksi
sosial membentuk sebuah peran yang dimainkan setiap orang dalam wujud
kewenangan dan tanggung jawab yang telah memiliki pola-pola tertentu.
(Naryawa, 2006: 13).” Seperti kutipan tersebut, masyarakat hukum adat pun
melakukan interaksi sosial, sehingga tercipta berbagai peran yang ada di dalam
Masyarakat Hukum Adat tersebut. Salah satu peran yang ada dalam Masyarakat
Hukum Adat adalah Opinion Leader. Opinion leader singkatnya merupakan seorang pemimpin pendapat publik. Beberapa sarjana yang mengadakan
penelitian mengenai perubahan pendapat, sikap dan tingkah laku, termasuk juga
didalamnya tindak adopsi, telah menemukan suatu unsur yang besar sekali
personal contact, personal influence, dan opinion leaders.
Personal influence ditumbuhkan oleh opinion leaders, yaitu orang-orang
yang berpengaruh yang tidak mempunyai kedudukan resmi di tengah masyarakat.
Ia bisa seorang kenalan, seorang sahabat, seorang teman sepergaulan yang sering
menjadi sumber pertanyaan bagi orang-orang di sekitarnya untuk dimintai nasihat
dan pendapat. Peranan opinion leaders dalam suatu kegiatan komunikasi adalah besar dan penting sekali. Oleh karena mereka berfungsi penerus komunikasi
lingkungannya masing-masing. Karena fungsinya ini, maka opinion leader sering pula disebut penjaga pintu (gatekeeper). Pada hakikatnya, mereka akan selalu meneruskan komunikasi yang bagaimanapun sifat isinya. Sudah tentu akan
meneruskan isi komunikasi yang sesuai dengan pendiriannya secara positif,
sedangkan yang tidak sesuai akan diteruskannya secara negatif.
Sebagian opinion leader akan berusaha meneruskan isi komunikasi secara positif, apabila sesuai dengan predisposisinya, tapi mungkin ada juga yang
meneruskannya secara negatif. Para opinion leader ini tersebar dimana-mana sesuai dengan bidang dan kemampuannya di setiap strata sosial dan bergerak
menurut waktu dan caranya sendiri-sendiri. Bergeraknya opinion leader dalam suatu jaringan ini berlangsung tanpa kita lihat dan tanpa kita ketahui pula,
sehingga mereka sesungguhnya merupakan sesuatu invisible force dalam suatu gelombang kelangsungan komunikasi. Seorang opinion leader begitu penting peranannya dalam kelangsungan suatu komunikasi, namun kita tidak mungkin
dapat mengikat atau melatih mereka dalam suatu jaringan organisasi. Sebab
apabila halnya demikian, maka mereka dengan sendirinya akan kehilangan
fungsinya sebagai opinion leader dan bergantilah menjadi formal leader yang mungkin berfungsi sebagai kader, petugas, propagandis atau sebagainya dari
sesuatu organisasi yang tunduk kepada garis organisasi yang bersangkutan.
Sebagai negara yang memiliki ragam budaya, masyarakat di Indonesia juga
banyak yang masih tergolong Masyarakat Hukum Adat, yang salah satunya
adalah Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara. Desa ini merupakan salah satu desa yang termasuk dalam
Masyarakat Hukum Adat. Seperti namanya, desa ini mayoritas dipadati oleh
dengan marga berbeda walaupun jumlahnya tidak banyak. Homogenitas dalam
Desa nampak dari kekerabatan mereka yang satu marga. Walaupun begitu,
masyarakat di Desa Hutauruk cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi
mereka dibanding mementingkan kepentingan bersamaa. Suatu kenyataan yang
tidak lazim saat mengetahui bahwa masyarakat Desa Hutauruk yang homogen,
tetapi cenderung bersifat individualis. Hal tersebut dapat dilihat ketika ada
kegiatan gotong royong, salah seorang Bapak yang merupakan masyarakat Desa
Hutauruk mengatakan bahwa hal yang sulit untuk mengajak masyarakat desa ini
untuk partisipasi aktif dalam kegiatan seperti itu.
Tidak hanya cenderung individualis, pembangunan di Desa Hutauruk
berjalan lambat. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang penting untuk diatasi
mengingat pembangunan bagi masyarakat yang ada di sebuah desa merupakan hal
yang penting. Pentingnya pembangunan dan kemajuan Masyarakat Hukum Adat
perlu diperhatikan, sebab kemajuan negara didukung dari kemajuan desa-desanya,
mengingat 80% daerah di Indonesia didominasi dengan daerah pedesaan. Oleh
karena itu, penting memperhatikan masalah yang ada di suatu desa.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, interaksi dalam suatu masyarakat
akan menghasilkan peran-peran bagi individu yang menjadi bagian dari
masyarakat tersebut. Setiap individu memiliki peran yang berbeda-beda dalam
kehidupannya dan menjalankan peran itu dalam kesehariannya. Ada yang
berperan sebagai orang tua yang mengayomi anaknya agar menjadi sukses, selain
itu sebagai anggota masyarakat desa, dia menjalankan perannya sebagai warga
desa yang baik. Berbagai macam peran yang ada, salah satunya yang telah
disebutkan diatas adalah Opinion Leader. Termasuk dalam Masyarakat Hukum Adat Batak di Desa Hutauruk, dimana interaksi masyarakat di desa ini
membentuk peran Opinion Leader diantara masyarakatnya. Seorang Opinion
Leader dalam Masyarakat Hukum Adat bukanlah hal mudah. Tidak hanya mampu
dituntut pintar, tetapi juga berpengalaman dalam menyelesaikan konflik yang
ada., termasuk masalah yang ada dalam masyarakat yang telah dikemukakan
sebelumnya.
Pembangunan suatu desa atau masuknya arus informasi ke dalam suatu
meratanya pembangunan yang dilakukan di Indonesia. Biasanya, media massa
merupakan perantara yang umumnya digunakan untuk menyampaikan sebuah
informasi. Namun, kekuatan media massa untuk mempengaruhi pendapat
masyarakat, khususnya Masyarakat Hukum Adat, terkadang terbatas bahkan
kehilangan fungsi sebagai penyampai pesan dan dapat mengubah perilaku
komunikan. Dalam hal tersebut, Opinion Leader dapat dijadikan sebagai alternatif penyampai pesan dan mampu mengubah opini yang berimbas pada berubahnya
sikap dan perilaku masyarakat di Desa Hutauruk. Karakteristik Masyarakat
Hukum Adat yang cenderung ortodoks karena masih menggunakan ukuran hukum
adat dalam mengambil sikap atas suatu informasi atau pun perubahan.
Pendekatan secara umum oleh media massa terkadang tidak menimbulkan
efek apapun bagi masyarakat di Desa Hutauruk tersebut. Hal ini lah yang
melandaskan bahwa penting dilakukan pendekatan melalui seseorang yang
dituakan atau yang biasa disebut sebagai Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk.
Peneliti ingin melihat bagaimana peran Opinion Leader dalam masalah yang timbul, seperti Masyarakat Desa Hutauruk yang cenderung individualis, yang
mengakibatkan pembangunan di Desa Hutauruk terkesan berjalan lambat, hingga
tidak meratanya informasi dalam suatu masyarakat. Apa yang sudah dilakukan
oleh para Opinion Leader ini dari masa ke masa, bagaimana interaksi di anatara masyarakat di Desa Hutauruk, bagaimana gaya berkomunikasi Opinion Leader, hingga bagaimana peran Opinion Leader dalam menyelesaikan masalah yang timbul di Masyarakat Desa Hutauruk merupakan poin-poin penting yang menjadi
sorotan utama dalam penelitian skripsi ini. Berdasarkan yang telah dikemukakan
di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon Kabupaten
Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana peran Opinion Leader baik secara umum maupun dalam beberapa masalah yang ada di dalam
dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli
Utara, Provinsi Sumatera Utara?”
Peneliti merasa penelitian tentang Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk ini penting untuk diteliti karena saat ini kita sangat jarang
menemui adanya Opinion Leader. Padahal, di dalam daerah pedesaan sesungguhnya sangat membutuhkan sosok Opinion Leader untuk menentukan dan menyatukan pendapat masyarakat. Dalam suatu desa, dengan adat-adat yang
masih mendasarkan dan mempengaruhi sebagian besar keputusan masyarakatnya
atas sesuatu hal, ditambah lagi dengan latar belakang tiap individu dalam
masyarakat Desa Hutauruk yang kurang memiliki pendidikan yang tinggi,
membuat sebuah pembangunan atau informasi yang datang dan diusung oleh
Pemerintah guna membangun desa tersebut kadang ditolak mentah-mentah. Untuk
itu, diperlukan adanya seorang Opinion Leader dan melihat perannya dalam masalah yang ada di Desa Hutauruk, yaitu masyarakat Desa Hutauruk yang
cenderung individualis dengan homogenitasnya, pembangunan sosial yang
berjalan lambat, misalnya pembangunan jalan yang sulit, sampai tidak meratanya
informasi di antara Masyarakat Desa Hutauruk tersebut, informasi mengenai
bantuan BPJS misalnya. Tidak semua masyarakat di Desa Hutauruk mengetahui
tentang program pemerintah BPJS.
Penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya dan belum ada referensi
tentang Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba, khususnya di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara
Provinsi Sumatera Utara. Banyak penelitian tentang Peran Opinion Leader sebelumnya yang muncul, tetapi hanya ada dalam beberapa kelompok atau
Masyarakat di daerah lain seperti Aceh, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya.
Oleh karena itu, berangkat dari kepedulian peneliti atas daerah Batak dan
keinginan kuat untuk melihat seberapa aktif Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara,
Provinsi Sumatera Utara.
1.3 Tujuan Penelitian
Utara, Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui gaya komunikasi yang dilakukan oleh opinion leader dalam masyarakat hukum adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan
Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui beberapa permasalahan dalam masyarakat hukum adat,
yaitu Masyarakat Desa Hutauruk yang cenderung individualis,
pembangunan di desa yang lambat, serta informasi yang cenderung tidak
merata dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara dan peran Opinion Leader.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis, penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan
Ilmu Komunikasi khususnya tentang komunikasi Opinion Leader
2. Secara Praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk mencari
solusi dalam pemecahan masalah, khususnya yang menyangkut komunikasi
dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
3. Secara Teoritis, penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat
penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP
USU, serta diharapkan mampu menambah pengetahuan dan memperluas
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma
Kekuatan dasar yang mampu mempertahankan eksistensi sebuah ilmu pengetahuan adalah paradigma. Paradigma memberikan sistematisasi dan
sekaligus konstruksi cara pandang untuk menangkap objek realitas kebenaran
yang ada pada seluruh bagian ilmu pengetahuan. Para ilmuwan juga sering
mengidentifikasi paradigma sebagai perangkat “normal science”, yaitu sebuah konstruk yang menjadi wacana dalam temuan-temuan ilmiah. Paradigma akan
membimbing seorang peneliti dalam merumuskan orientasinya dalam seluruh
analisis-analisisnya. Paradigma dalam wilayah riset penelitian sebenarnya
merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan
tujuan penelitian. (Naryawa, 2006:96)
Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata,
paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan
teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma
juga bisa berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktik sekelompok
komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka
memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas
penelitian dan sekaligus menggunakan metode yang serupa. Tiadak adanya
seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, bisa
dipastikan bahwa sebuah penelitian tertentu akan mengalami ketumpulan ataupun
bias dalam penelitian. (Naryawa, 2006:96)
Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang
harus dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek
lain, paradigma akan memberi rambu-rambu tentang apa yang harus dihindari dan
tidak digunakan dalam penelitian. The Structure of Scientific Revolutions (1970) karya Thomas Kuhn, membawa sebuah jalan atas pemecahan permasalahan, yang
paradigma. Paradigma dalam pengertian ini lebih menunjuk pada sebuah model
pada teori ilmu pengetahuan yang bisa berarti juga sebuah bangunan kerangka
berpikir. Pengertian paradigma merujuk pada sistem asumsi-asumsi teori yang
digunakan sebagai alat bantu untuk membangun pertanyaan ataupun perkiraan
tentang fenomena yang diteliti. Singkatnya, paradigma merupakan sebuah
gagasan atau pemikiran dasar yang akan mempengaruhi proses berpikir peneliti
dan cara kerja juga cara bertindak dalam suatu penelitian yang dilakukan.
(Naryawa, 2006:101)
Paradigma di dalam Ilmu Komunikasi berdasarkan metodologi penelitian
yang dikemukakan oleh Dedy N.Hidayat (Bungin, 2009:241) ada tiga, yaitu
Paradigma Klasik (Classical Paradigm), Paradigma Kritis (Critical Paradigm), dan Paradigma Konstruktivisme (Constructivism Paradigm). Paradigma Klasik (gabungan dari paradigma ‘positivism’ dan ‘post-positivsm’) bersifat
‘interventionist’, yaitu melakukan hipotesis melalui laboratorium, eksperimen,
atau survey eksplanatif dengan analisis kuantitatif. Objektivitas, validitas, dan
realibilitas diutamakan dalam paradigma ini. (Naryawa, 2006:101)
Paradigma Kritis lebih mengutamakan partisipasi aktif dalam penelitiannya.
Artinya, peneliti dalam paradigma kritis disini mengutamakan analisis
komprehensif, kontekstual, multilevel analisis, dan peneliti berperan sebagai
aktivis atau partisipan. Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi.
Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara
apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis
ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna.
Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor
sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. (Bungin,
2008: 241)
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif,
maka peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal ini dikarenakan
paradigma konstruktivisme adalah cara pandang yang melihat sebuah
konstruktivisme yang memandang bahwa pengetahuan merupakan struktur
konsep dari pengamat yang berlaku ini peneliti ingin melihat peran Opinion
Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk. Penelitian ini menekankan bagaimana
pesan itu dikontruksi dan disampaikan kepada masyarakat melalui Opinion
Leader yang ada di Desa Hutauruk tersebut. Maka, untuk melihat hal tersebut,
peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma konstruktivisme sebagai
bahan dasar untuk melakukan penelitian.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1Komunikasi Pembangunan Sosial
Definisi pembangunan yang ada secara umum saat ini bermula atau
dipengaruhi oleh program pemerintah Amerika Serikat yang dicetuskan oleh
Presiden Harry S. Truman pada tahun 1949. Presiden Harry S. Truman dalam
pidatonya mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan melaksanakan suatu
program baru yang tangguh berupa bantuan teknik dan keuangan bagi
negara-negara miskin di dunia. Selanjutnya, dunia juga kemudian mengenal dengan apa
yang disebut sebagai Marshall Plan yang merupakan program bantuan AS untuk membangun kembali negara-negara sekutunya di Eropa yang hancur akibat
Perang Dunia II. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara kaya lainnya, dan
juga oleh sejumlah badan regional dan internasional yang memang dibentuk untuk
keperluan itu. (Nasution, 2007:67)
Negara yang baru merdeka pada umumnya memiliki situasi kehidupan yang
sama, yaitu kehidupan sosial ekonomi yang merana, tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah, keadaan pendidikan yang menyedihkan, kondisi
kesehatan yang parah dan sebagainya. Negara-negara seperti inilah yang disebut
sebagai negara terbelakang (Underdeveloped), kurang maju (Less Developed), atau sebutan yang halus: “negara sedang berkembang”(Developing Countries). Melihat kondisi seperti itu, kemudian berkembang berbagai rencana
pembangunan yang menjadi pegangan bagi negara-negara yang baru merdeka
tersebut, yang memiliki tujuan yang sama, yaitu secepatnya mengejar ketinggalan
negara-negara maju tersebut. (Nasution, 2007:68)
Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana, pembangunan merupakan
usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup
mereka. Namun, untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu
harus diusahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang
dimaksudkan sebagai pembangunan, yang secara umum dapat diterima oleh
mereka yang ikut membahasnya. Rogers (Zulkarimen 2007:82) mengartikan
pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem
sosial.
Hagen (Nasution, 2007:83) mengemukakan bahwa dalam suatu komunikasi
pembangunan diperlukan peningkatan dalam skala masyarakat bersamaa
datangnya modernisasi. Pembesaran skala tersebut sekaligus mengurangi
parokialisme atau wawasan yang sempit, dan berarti memperluas modernisasi.
Maksudnya adalah bahwa pengenalan terhadap lebih dari satu komunitas dalam
suatu masyarakat secara khusus, dan diversitas (keragaman) dalam komunikasi
yang berlangsung pada suatu masyarakat secara umum, akan menyuburkan
keluwesan mental warga masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya, homogenitas
dalam komunikasi dan pembatasan pada suatu komunitas tunggal akan
menyuburkan kekakuan (rigiditas) masyarakat tersebut.
Hal senada juga diungkapkan oleh McClelland yang menyampaikan
komentarnya paling orisinil dan provokatif adalah berhubungan langsung dengan
masalah komunikasi, yakni perihal pentingnya opini publik bagi pembangunan
(Frey, 1973). Dalam pembangunan ekonomi kekuatan yang merangkum
masyarakat adalah bergerak dari tradisi yang melembaga ke opini publik yang
dapat mengakomodir perubahan dan hubungan interpersonal yang spesifik serta
fungsional. (Nasution, 2007:83)
Peranan komunikasi dalam pembangunan tidak hanya berhenti sampai disitu
saja, tetapi juga dapat dikembangkan dan diperpanjang, mengingat semakin
kompleksnya tuntutan pembangunan itu sendiri. Pada saat ini, komunikasi dan
manusia. Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang penting dalam
perkembangan kehidupan masyarakat. Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai
dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sudah menjadi bagian dari rangkaian
aktivitas masyarakat sehari-hari. Dua hal ini pun bersifat dinamis, artinya terus
berkembang dan tidak pernah berhenti pada suatu titik tertentu. Sejak penghujung
60-an, di kalangan ilmu komunikasi telah berkembang suatu spesialisasi mengenai
penerapan teori dan konsep komunikasi secara khusus untuk keperluan
pelaksanaan program pembangunan. Pengkhususan inilah yang disebut sebagai
Komunikasi Pembangunan. (Nasution, 2007:62)
Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum
komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan
komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan
dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan manusiawi, komunikasi
merupakan alat yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, dan
ketidakadilan. Hal yang paling utama dalam komunikasi pembangunan adalah
mendidik dan memotivasi masyarakat, bukan sekedar memberi laporan yang tidak
realistik dari fakta-fakta atau sekedar penonjolan diri. (Nasution, 2007:65)
Tujuan utama komunikasi pembangunan adalah untuk menanamkan
gagasan-gagasan, sikap mental, dan mengajarkan ketrampilan yang dibutuhkan
oleh suatu negara berkembang. Secara pragmatis, Quebral (1973) merumuskan
bahwa komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk
melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Konsep dan penerapan
komunikasi pembanguan seperti yang terlihat saat ini, memang belum dirasakan
sebagai sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, komunikasi pembangunan akan
terus berkembang dan perkembangannya tersebut akan ditentukan oleh
kecenderungan-kecenderungan yang terjadi di dalam pembangunan itu sendiri
bersamaa para ilmuwan yang bergerak di bidang ini. (Nasution, 2007:70)
Dalam mengaitkan peranan komunikasi dalam pembangunan diperlukan
adanya tinjauan teoritis. Ada berbagai pendekatan teoritis yang dikemukakan
dalam komunikasi pembangunan, salah satunya adalah strategi baru yang
dikemukakannya bahwa komunikasi antarmanusia, yaitu suatu pendekatan
konvergensi yang didasarkan pada model komunikasi yang sirkular,
menggantikan model linear yang umumnya dianut selama ini. Pendekatan
konvergensi disini artinya hubungan bersifat timbal balik di antara partisipan
komunikasi dalam hal pengertian, perhatian, kebutuhan, ataupun titik pandang.
Selain itu, partisipasi semua pihak yang ikut serta dalam suatu proses
komunikasi, demi tercapainya suatu fokus bersamaa dalam memandang
permasalahan yang dihadapi juga penting dalam pandangan ini. Dengan kata lain,
pendekatan ini bertolak dari dialog antarsemua pihak, dan bukan hanya atau lebih
banyak ditentukan oleh salah satu pihak saja. Kesenjangan efek yang ditimbulkan
oleh kekeliruan cara-cara komunikasi selama ini, ada prinsip-prinsip yang harus
diterapkan dalam merancang strategi komunikasi pembangunan (Nasution,
2007:85), yaitu :
1. Penggunaan pesan yang dirancang khusus untuk khalayak yang spesifik.
Sebagai misal, bila hendak menjangkau khalayak miskin pada perumusan
pesan, tingkat bahasa, gaya penyajian, dan sebagainya, disusun begitu rupa
agar dapat dimengerti dan serasi dengan kondisi mereka.
2. Pendekatan “ceiling effect” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan yang bagi golongan yang tidak dituju merupakan redundansi atau kecil
manfaatnya, namun tetap berfaedah bagi golongan atau khalayak yang hendak
dijangkau. Dengan cara ini, dimaksudkan agar golongan khalayak yang
benar-benar berkepentingan tersebut mempunyai kesempatan untuk mengejar
ketertinggalannya, dan dengan demikian diharapkan dapat mempersempit
jarak efek komunikasi yang disinggung di bagian atas tadi.
3. Penggunaan pendekatan “narrow casting” atau melokalisir penyampaian pesan bagi kepentingan khalayak. Lokalisasi di sini berarti disesuaikannya
penyampaian informasi yang dimaksud dengan situasi kesempatan di mana
khalayak berada.
yang sejak lama memang berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan
masyarakat setempat.
5. Pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang
berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.
6. Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan
masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di
kalangan rekan sejawat mereka sendiri.
7. Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme bagi keikutsertaan khalayak
(sebagai pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu
sejak tahap perencanaan sampai evaluasinya.
2.2.2Teori Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik identik dengan pemikiran George Herbert
Mead (1863-1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical
Perspective” yang merupakan cikal bakal “Teori Interaksionisme Simbolik”.
Pemikirannya tentang teori interaksionisme simbolik adalah bahwa setiap perilaku
non-verbal dan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersamaa oleh
semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol
yang mempunyai arti yang sangat penting. Masyarakat dalam pemahaman Mead
tidak dilihat dalam skema teoritis, meski secara implisit ada. (Soeprapto, 2002:57)
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain,
demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol,
maka kita akan dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya
dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead, definisi singkat dari tiga ide
dasar dari interaksi simbolik adalah:
a Mind (Pikiran) : Kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai
mereka melalui interaksi dengan individu lain.
bSelf (Diri) : Kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian
sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolik
adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri
sendiri (the self) dan dunia luarnya.
c Society (Masyarakat) : Hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan
dikonstruksikan oleh tiap individu di tengah masyarakat, dan tiap individu
sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan
peran di tengah masyarakatnya. (Ritzer dan Goodman, 2010:380).
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi
simbolik antara lain :
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia,
dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses
komunikasi karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya
di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk
menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersamaa. Hal ini sesuai
dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer (1969) dimana
asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: Manusia bertindak terhadap manusia
lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna
diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses
interpretif.
2. Pentingnya konsep mengenai diri (self concept)
Tema kedua berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri
melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan
orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan &
Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain: Individu-individu
diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat
Tema ini berfokus pada hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat,
dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku
tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan
pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah
untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial.
Asumsi- asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:
¯ Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial
¯ Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial
2.2.3Opinion Leader
Beberapa sarjana yang mengadakan penelitian mengenai perubahan
pendapat, sikap dan tingkah laku, termasuk juga di dalamnya tindak adopsi, telah
menemukan suatu unsur yang besar sekali pengaruhnya dalam proses perubahan
tersebut. Unsur tersebut merupakan tiga serangkai, yaitu personal contact
(interpersonal communication), personal influence dan opinion leader.
Stanley Bigman menetapkan urutan kepada unsur tiga serangkai ini dengan
menyatakan, bahwa ada dua macam pengaruh dalam hal pembentukan pendapat,
sikap dan tingkah laku. Yang pertama disebut prestige dan yang kedua adalah personal influence.
Prestige ditumbuhkan oleh pemimpin resmi (Formal Leaders) seperti
pejabat-pejabat pemerintah, pemimpin-pemimpin buruh atau perusahaan, jurnalis,
guru-guru, pemimpin-pemimpin partai politik, organisasi dan sebagainya.
Personal Influence ditumbuhkan oleh Opinion Leaders yaitu orang berpengaruh
yang tidak mempunyai kedudukan resmi di tengah-tengah masyarakat. Ia bisa
seorang kenalan, seorang sahabat, seorang teman sepergaulan yang sering menjadi
sumber pertanyaan bagi orang-orang di sekelilingnya untuk diminta nasihat dan
Menurut Bigman, ciri-ciri personal influence yang dijelmakan oleh opinion
leader adalah sebagai berikut :
1) Tidak terikat oleh ikatan otoritas apapun
2) Ruang geraknya khusus mengenai sesuatu bidang atau lapangan tertentu dan
jarang sekali adanya pengaruh yang meliputi beberapa bidang apalagi segala
bidang
3) Geraknya berlangsung berdasarkan pembicaraan yang bebas dan spontan di
antara orang-orang yang sudah dikenal
4) Tidak terikat oleh sesuatu bentuk organisasi apapun, karena hal tersebut
berlangsung atas suatu network hubungan pribadi yang sifatnya informal dan
tidak terorganisasi
5) Kelangsungannya tidak nampak (invisible) dan tidak menonjol (inconspicuos)
Untuk mengetahui sifat-sifat opinion leader lebih luas, Elihu Katz dan Paul Lazarsfeld dalam laporannya telah menginterview 800 orang wanita di Kota
Decatur (Amerika Serikat) untuk mengetahui silang hubungan antara hubungan
antara opinion leaders dan personal influence. Laporan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Personal influence telah terjadi lebih banyak dan lebih efektif
dibandingkankan dengan pengaruh yang disebabkan oleh media massa;
nasihat-nasihat; sugesti dan pengaruh yang datangnya dari orang-orang
sepergaulan besar seperti peranannya dalam pembentukan opini.
2) Opinion leader keadaan sosialnya serba sama dengan orang-orang yang
dipengaruhinya, misalnya dalam hal keputusan-keputusan untuk berbelanja,
mode dan nonton film; wanita mempengaruhi wanita lainnya. Ini berarti,
bahwa orang yang berpengaruh dan yang dipengaruhinya cenderung
mempunyai kedudukan ekonomis yang sama.
3) Mengenai soal-soal umum, kaum laki-laki (biasanya suami) memegang
4) Opinion leader dalam hal “berbelanja” lebih banyak terdiri dari wanita-wanita yang telah bersuami dengan keluarga banyak
5) Opinion leader dalam hal mode lebih banyak terdiri dari orang-orang muda
yang amat senang bergaya
6) Opinion leader lebih banyak mengkonsumir media massa daripada
non-opinion leader, dengan catatan bahwa opinion leader dalam suatu bidang
lebih banyak membaca media massa dalam bidang itu
7) Penyebaran pengaruh cenderung terjadi dalam proses two step flow
communication, yaitu first flow of communication melewati media massa,
kemudian oleh opinion leader diteruskan di tengah-tengah lingkungannya dalam kegiatan second flow of communication
8) Seseorang yang menjadi opinion leader dalam suatu bidang nampaknya tidak menjadi opinion leader dalam bidang lain
Peranan opinion leader dalam suatu kegiatan komunikasi adalah besar dan penting sekali karena mereka berfungsi penerus komunikasi lingkungannya
masing-masing. Pada hakikatnya, mereka selalu meneruskan komunikasi yang
bagaimanapun isinya. Sudah tentu akan meneruskan isi komunikasi yang sesuai
dengan pendiriannya secara positif, sedangkan yang tidak sesuai akan
diteruskannya secara negatif. Kedua-duanya diteruskan dengan versi serta
imajinasinya masing-masing, kadang-kadang dikembangkan dengan
tambahan-tambahan, tetapi sering pula dibuat cacat hingga mempunyai bentuk yang
berlainan sama sekali.
Para opinion leader ini tersebar dimana-mana di tiap bidang dan di tiap strata sosial dan bergerak menurut waktu dan caranya sendiri-sendiri secara
bergelombang yang berlangsung dalam jaringan yang semakin lama semakin luas,
dengan “multiplier effect” yang semakin tinggi pula. Bergeraknya opinion leader dalam jaringan ini berlangsung tanpa kita lihat dan tanpa kita ketahui, sehingga
Sungguh pun opinion leader itu begitu penting peranannya dalam kelangsungan sesuatu komunikasi, namun kita tidak mungkin dapat mengikat atau
melatih mereka dalam suatu jaringan organisasi. Sebab apabila halnya demikian,
maka mereka dengan sendirinya akan kehilangan fungsinya sebagai opinion
leader dan bergantilah ia menjadi formal leader yang mungkin berfungsi sebagai
kader, petugas, propagandis atau sebagainya dari sesuatu organisasi yang tunduk
kepada garis organisasi yang bersangkutan.
Mengenai hal tersebut, Stanley Bigman menyatakan bahwa tidak ada
opinion leader yang bergerak dalam suatu garis organisasi atau hirarki, jika di Uni
Soviet opinion leader memang dilatih dan diorganisasikna dalam suatu sistem propaganda yang resmi, hal tersebut mungkin saja hanya terjadi di Uni Soviet
sebab di negara tersebut segala sesuatunya memang diatur dalam jaringan
pemerintah, yang sudah tentu sistemnya berlainan sekali dengan negara kita yang
demokrasi ini. (Katz, 1953:97)
2.2.3.1Karakteristik Opinion Leader
Opinion Leader dalam kelompok mempunyai cara yang berbeda-beda
dalam menyampaikan pesannya kepada komunikan untuk mendapatkan respon
atau tanggapan tertentu dalam situasi tertentu pula. Kesesuaian maksud dari
Opinion Leader ini tergantung dari isi pesan dan feedback yang diharapkan dari
komunikan. Selain itu faktor psikologis masing-masing Opinion Leader juga menentukan gaya dan caranya dalam mengelola penyampaian pesan. Dalam
sebuah komunikasi, umpan balik merupakan bentuk khas dari sebuah pesan.
Komunikasi disebut efektif jika umpan balik yang didapatkan sesuai dengan
harapan komunikator.Oleh karena itu perlu seorang komunikator yang
berkemampuan untuk mendapatkan kategori komunikasi efektif. Untuk itu
karakteristik Opinion Leader dapat dibagi menjadi 6 (enam), yaitu
:
1. The Controlling Style
Gaya mengendalikan ini ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud
untuk membatasi, memaksa dan mengatur baik perilaku, pikiran dan
tanggapan komunikan. Gaya ini dapat dikategorikan sebagai one step flow.
Oleh karena itu Opinion Leader tidak berusaha untuk membicarakan gagasannya, namun lebih pada usaha agar gagasannya ini dilaksanakan seperti
apa yang dikatakan dan diharapkan tanpa mendengarkan pikiran dari
komunikan.
2. The Equalitarian Style
Gaya ini lebih mengutamakan kesamaan pikiran antara Opinion Leader dan komunikan. Dalam gaya ini tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya setiap anggota dapat mengkomunikasikan gagasan ataupun pendapat
dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dengan kondisi yang seperti
ini diharapkan komunikasi akan mencapai kesepakatan dan pengertian
bersamaa. Opinion Leader yang menggunakan pola two step flow ini merupakan orang-orang yang memiliki sikap kepedulian tinggi serta
kemampuan membina hubungan baik dengan orang lain dalam lingkup
hubungan pribadi maupun hubungan kerja. Oleh karena itu akan terbina
empati dan kerjasama dalam setiap pengambilan keputusan terlebih dalam
masalah yang kompleks.
3. The Structuring Style
Poin dalam gaya ini adalah penjadwalan tugas dan pekerjaan secara terstuktur.
Seorang Opinion Leader yang menganut gaya ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara lisan maupun tulisan agar memantapkan instruksi yang
harus dilaksanakan oleh semua anggota komunikasi. Seorang Opinion Leader yang mampu membuat instruksi terstuktur adalah orang-orang yang mampu
merencanakan pesan-pesan verbal untuk memantapkan tujuan organisasi,
kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul.
4. The Relinquising Style
Gaya ini lebih dikenal dengan gaya komunikasi agresif, artinya pengirim
tindakan (action oriented). Komunikasi semacam ini seringkali dsipakai untuk
mempengaruhi orang lain dan memiliki kecenderungan memaksa. Tujuan
utama komunikasi dinamis ini adalah untuk menstimuli atau merangsang
orang lain berbuat lebih baik dan lebih cepat dari saat itu. Untuk penggunaan
gaya ini lebih cocok digunakan untuk mengatasi persoalan yang bersifat kritis
namun tetap memperhatikan kemampuan yang cukup untuk menyelesaikan
persoalan tersebut bersamaa-sama.
5. The Dynamic Style
Dalam sebuah komunikasi kelompok tidak semua hal dikuasai oleh Opinion
Leader, baik dalam percakapan hingga pengambilan keputusan. Bekerja sama
antara seluruh anggota lebih ditekankan dalam model komunikasi jenis ini.
Komunikator tidak hanya membicarakan permasalahan tetapi juga meminta
pendapat dari seluruh anggota komunikasi.Komunikasi ini lebih
mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat atau gagasan orang
lain. Komunikator tidak memberi perintah meskipun ia memiliki hak untuk
memberi perintah dan mengontrol orang lain. Untuk itu diperlukan komunikan
yang berpengetahuan luas, teliti serta bersedia bertanggung jawab atas tugas
yang dibebankan.
6. The Withdrawal Style
Deskripsi konkret dari gaya ini adalah independen atau berdiri sendiri dan
menghindari komunikasi. Tujuannya adalah untuk mengalihkan persoalan
yang tengah dihadapi oleh kelompok. Gaya ini memiliki kecenderungan untuk
menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif. Akibat
yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
2.3 Model Teoritik
Gambar 2.1
Model Teoritis Penelitian
¯ Komunikasi
Pembangunan
¯ Gaya Komunikasi
Opinion Leader
¯ Teori
Interaksionisme Simbolik
¯ Masyarakat
cenderung
individualis
¯ Pembangunan
berjalan lambat
Faktor-faktor yang mempengaruhi
lunturnya Peran Opinion Leader dan
lambatnya pembangunan serta cenderung
individualisnya masyarakat Masyarakat Desa Hutauruk,
Kecamatan Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Peran Opinion Leader
dalam Masyarakat Desa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat
diamati dan dimaknai. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena
dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
dan tindakan. Metode kualitatif berusaha memahami dan juga menafsirkan makna
suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut
perspektif peneliti sendiri. Menurut Denzin dan Lincoln 1987 dalam Moelong
(2006), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada, seperti wawancara, observasi dan
pemanfaatan dokumen. Dalam penelitian kualitatif, tidak semua konteks dapat
diteliti tetapi memang dilakukan dalam suatu konteks khusus. Penelitian kualitatif
didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti, dibentuk
dengan kata-kata, gambaran holistik dan sedikit rumit. Jadi, penelitian kualitatif
ini berupaya memahami fenomena sosial apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan persoalan tentang manusia
yang diteliti.
Metode kualitatif ini juga tidak mengutamakan besarnya populasi atau
sampling, bahkan bisa dikatakan bahwa populasinya juga sangat terbatas.
Responden dalam penelitian kualitatif berkembang terus secara bertujuan sampai
data yang dikumpulkan dianggap memuaskan dan memenuhi kriteria data yang
diperlukan oleh peneliti. Jika data yang dikumpulkan sudah memberi jawaban atas
pertanyaan penelitian dan mendalam, maka tidak perlu lagi mencari responden
lainnya. Dalam metode kualitatif, yang lebih ditekankan adalah kedalaman dari
sebuah data bukan tentang banyaknya data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
merupakan bagian integral dari penelitian. Artinya disini adalah bahwa peneliti
turut mengambil peran dalam menentukan jenis data dengan terjun langsung ke
penelitian kualitatif bersifat subjektif dan tidak untuk digeneralisasikan
(Kriyantono, 2007:4).
Penelitian ini bersifat kualitatif karena ingin memperoleh sedalam-dalamnya
data mengenai peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat, tepatnya di Desa Hutauruk, baik secara umum dalam kehidupan mereka dan di bidangnya
masing-masing, maupun dalam masalah yang ada di dalam masyarakat tersebut,
seperti masyarakat yang cenderung individualis dan pembangunan desa yang
berjalan lambat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Metode studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial, selain
dari beberapa metode lain yang ada. Studi kasus juga dapat menjadi strategi untuk
melakukan penyelidikan intensif tentang seorang individu, namun terkadang juga
dapat digunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil seperti keluarga,
sekolah, masyarakat dalam suatu desa, dan kelompok kecil lainnya (Robert,
2003).
Dalam metode studi kasus, peneliti akan terjun langsung ke lapangan dan
akan meneliti individu atau pun unit sosial yang kecil secara lebih mendalam.
Dengan demikian peneliti akan menemukan variabel yang kecil sekalipun yang
terkait dengan subjek penelitian yang ditelitinya. Peneliti dalam hal ini memilih
studi kasus sebagai metode penelitian kualitatif, karena ingin menggali
sedalam-dalamnya tentang peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat dulu dan sekarang serta bagaimana partisipasi para opinion leader ini di dalam mengatasi masalah yang timbul di masyarakat Desa Hutauruk saat ini.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Objek penelitian
dalam penelitian ini adalah Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi
Sumatera Utara.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian memiliki peran yang sangat strategis karena pada subjek
penelitian, hal inilah yang menjadi sumber data yang akan diamati. Singkatnya,
informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Pada penelitian
kualitatif, responden atau subjek penelitian ini disebut informan.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi subjek penelitian ini adalah
Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, Kecamatan
Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Opinion Leader disini merupakan orang yang berpengaruh dan pendapatnya sangat kuat untuk
mempengaruhi Masyarakat Desa Hutauruk. Selain itu, peneliti juga memakai
informan tambahan untuk mendukung validitas informasi, yaitu masyarakat Desa
Hutauruk dan Pelaksana Tugas Kepala Desa Hutauruk, Kecamatana Sipoholon,
Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
3.4 Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan
dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga
data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles
dan Huberman. (Bungin, 2007:87)
Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan
yang sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi
data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan
berfokus pada hal-hal yang penting saja. Data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2005
:92). Adapun kerangka analisis yang digunakan oleh peneliti adalah Model
Analisis Interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal, yaitu reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan peneliti dalam mengumpulkan data (Kryantono, 2006 : 91). Penelitian
ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama tangan
pertama di lapangan (Kryantono, 2006:91). Adapun data untuk
mendapatkannnya adalah :
a. Metode Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan atau
informasi untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang di
wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara,
dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lain. Oleh karena itu, keabsahan wawancara adalah keterlibatannya
dalam kehidupan informan (Bungin, 2007 : 108).
Wawancara mendalam sangat dibutuhkan dalam penelitian kualitatif dan
keterlibatan peneliti dalam proses setiap wawancara untuk mendapatkan
data maupun hasil wawancara sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Kebutuhan dalam wawancara mendalam ini merupakan data yang seakurat Pengumpulan Data
Reduksi Data
dan sedalam mungkin untuk menjawab tujuan penelitian peneliti. Kegiatan
wawancara mendalam juga tidak dinilai dari skala waktu dikarenakan
kedalaman data hingga menghasilkan data jenuh tidak ditentukan oleh
lama atau tidaknya wawancara akan tetapi bagaimana upaya peneliti
menghasilkan data dari setiap proses wawancara mendalam. Dalam hal ini
pastinya peneliti akan menyusun terlebih dahulu daftar pertanyaan yang
akan ditanyakan kepada beberapa informan. Pertanyaan-pertanyaan ini
yang akan menjadi acuan atau fokus penelitian di lapangan. Namun,
apabila ada beberapa hal yang dirasa kurang atau belum menjawab
pertanyaan atas tujuan penelitian ini, maka peneliti juga akan menanyakan
hal-hal yang lebih mendalam di luar dari daftar pertanyaan tersebut.
Adapun pedoman wawancara yang telah penulis rancang adalah sebagai
berikut :
IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
2. Umur
3. Pekerjaan
PANDUAN WAWANCARA
1. Bagaimana pendapat anda tentang interaksi masyarakat di desa ini?
2. Bagaimana perkembangan desa ini dulu dan sekarang dari
sepengamatan anda?
3. Adakah orang-orang atau masyarakat yang datang dan meminta
nasehat anda? Tentang apa hal yang ditanyakan masyarakat kepada
anda?
4. Seberapa seringkah anda mengonsumsi media?
5. Bagaimana perkembangan kehidupan masyarakat di bidang yang anda
kuasai? Apa yang berubah dari dulu hingga sekarang?
6. Ketika berkumpul dengan masyarakat dalam sebuah kelompok di desa
ini, apa yang biasanya anda ceritakan atau perbincangkan kepada