ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) DAN NILAI OUTPUT INDUSTRI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN
2009-2011 SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
RAVINDRA BRAMASTYO REZKINOSA NIM: 1110084000018
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Ravindra Bramastyo Rezkinosa
2. Tempat/Tanggal Lahir : Sleman, 5 Agustus 1992
3. Alamat : Pinus Barat VI B2/68
RT003/RW024 Perum Sasmita
Jaya, Pamulang Barat,
Pamulang, Tangerang Selatan.
4. Telepon : 08891507880
5. E-mail : ravindrapakestrato@yahoo.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri 13 Cilandak Barat Tahun 1998-2004
2. SMP Negeri 85 Pondok Labu Tahun 2004-2007
3. SMA Negeri 66 Pondok Labu Tahun 2007-2010
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2014
III.PENGALAMAN ORGANISASI
ii IV.SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Workshop Islamic Economy Revivalism: Between Theory and
Practice, UIN Jakarta, 2012
2. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Industri
Keuangan dan Perbankan Syariah, UIN Jakarta, 2012
3. Studium General Jurusan IESP, UIN Jakarta, 2012
4. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI,
2012
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Mustriyono Mustadjab
2. Tempat/Tanggal Lahir : Mojokerto, 10 Juni 1962
3. Ibu : Sayu Ngurah Christina S.P
4. Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarya, 15 April 1968
6. Alamat : Pinus Barat VI B2/68 RT
003/RW024 Perum Sasmita Jaya,
Pamulang Barat, Pamulang,
Tangerang Selatan.
7. Telepon : 081381730135
iii ABSTRACT
This study aims to gain insight about the effect of industrial agglomeration, labor force participation rate (LFPR), and Industrial Output Value to economic growth in Central Java Province. Data were obtained from the literature and digital printed Statistics 2009-2012. This study uses panel data regression with Fixed Effect Model, using data from a population of 35 districts /
cities in Central Java Province. Analysis of the results showed that the industrial agglomeration has no significant effect on economic growth, which is in line with
research from Jamzani Sodik and Didin Nuryadin 2011. Subsequently variable LFPR and Industrial Output Value have significant positive effect on economic growth in Central Java Province.
iv ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh aglomerasi industri, tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK), dan Nilai Output Industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Data penelitian diperoleh dari studi pustaka tercetak dan digital Badan Pusat Statistik periode 2009-2012. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel dengan Fixed Effect Model, dengan menggunakan data populasi 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Hasil Analisis menunjukkan bahwa aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini sesuai dengan penelitian Didin Nuryadin dan Jamzani Sodik 2011. Selanjutnya variabel TPAK dan Nilai Output Industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr, Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat,
karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Aglomerasi
Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing
umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan,
bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di
sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolonganNya tidak
mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala
nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb.
2. Keluarga terbaik dan tersayang yang saya miliki, Ibunda Sayu yang selalu
memberikan yang terbaik dan mencurahkan segala perhatiannya selama
vi
keluarga, yang selalu menghibur serta memberikan dukungan di saat suka
maupun duka. Tanpa didikan, dukungan dan pengorbanan kalian saya
tidak akan menjadi pribadi seperti sekarang.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang
sangat berharga selama perkuliahan.
4. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga
selama perkuliahan.
5. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang
dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat
berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan
arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
bapak.
6. Ibu Fitri Amalia S.Pd, M.Si. selaku dosen Pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat
berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang ibu
berikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT
vii
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga
Allah selalu memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para
dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu saya selama
perkuliahan
8. Hanny Narulita , yang selalu meluangkan waktunya untuk menghibur saya
ketika jenuh mengerjakan skripsi, menjadi sandaran ketika orang lain tidak
mau mendengarkan dan memberikan support serta doanya. Keluarga
Hanny Narulita, Ayah Bambang, Bunda Nurul dan Adik Ghazi serta Jauza
yang selalu memberikan motivasi dan dukungan akan terselesaikannya
penulisan ini.
9. Sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki, Oblak’s Squad (Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Bagus Adetya Akbar, Alfian Isnan, Ricky Fajar
Adiputra, Muhammad Burhanuddin) yang dalam suka dan duka selalu
menghibur dan memberikan dukungan yang teramat sangat.
10. Seluruh Teman-teman IESP 2010 terkhusus kelas Konsentrasi
Pembangunan Muhammad Adi Rahman, Muhammad Reza Hermanto, Fita
Rahmawati, Nonni Setianingsih, Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Izzatun
Purnami, Umar Adi Syahputra, Denny Iswanto, Muhammad Yusuf
Muharram, Sigit Aji Pambudi, Dio Syahrullah, Wildan Hidayatullah,
viii
11. Teman-teman Band “The Wall”, Haris Sudrajat, Akhmad Reiza Armando, Eki Rizky Triputra, Uti Ramadina, Panji Pradipta Singgih, Gesit
Pudyardhana dan Christianto Ario Wibowo yang telah memberikan
motivasi non akademis dan berbagi pengalaman hidup yang sangat berarti
“Show Must Go On, Dude”.
12. Kelompok KKN Mentari – Desa Cigudeg Bogor, yang telah menghabiskan waktu hidup satu bulan bersama dengan canda dan tawa
serta pelajaran hidup yang sangat berguna bagi saya.
13. Kakak-kakak jurusan IESP yang dengan kerendahan hati telah berbagi
ilmu dan memberikan banyak saran dan dukungan bagi saya selama
perkuliahan maupun penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki
penulis.Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Tangerang Selatan, Juni 2014
ix DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ... i
Abstract ... iii
Abstrak ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi... ix
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
A. Landasan Teori ... 15
1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi... 15
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik ... 18
b. Teori Pertumbuhan Baru ... 19
c. Teori Basis Ekonomi ... 20
d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) ... 21
x
2. Teori Aglomerasi ... 24
a. Konsep Aglomerasi ... 25
b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 26
3. TPAK ... 27
a. Pengertian TPAK ... 27
b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 32
4. Konsep dan Pengertian Nilai Output ... 32
a. Konsep Nilai Output ... 32
b. Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 34
B. Penelitian Terdahulu ... 35
C. Kerangka Pemikiran ... 40
D. Hipotesis Penelitian ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 45
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 45
B. Metode Pengumpulan Data ... 45
C. Metode Analisis Data ... 46
1. Metode Data Panel ... 46
2. Model Estimasi Regresi Data Panel ... 47
a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (PLS)... 47
b. Pendekatan Efek Tetap (FEM) ... 48
c. Pendekatan Efek Acak (REM) ... 48
xi
a. Uji Chow Test ... 49
b. Uji Hausman Test ... 50
4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik ... 51
a. Uji Normalitas ... 51
b. Uji Heteroskedastisitas ... 52
c. Uji Multikolineritas ... 52
d. Uji Autokorelasi ... 53
5. Uji Statistik... 54
a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) ... 54
b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) ... 55
c. Koefisien Determinasi (R2) ... 56
6. Operasional Variabel Penelitian ... 56
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 60
B. Analisa dan Pembahasan ... 66
1. Analisa Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah ... 66
2. Analisa Deskriptif Aglomerasi di Jawa Tengah... 68
3. Analisa Deskriptif TPAK di Jawa Tengah ... 69
4. Analisa Deskriptif Nilai Output di Jawa Tengah ... 70
C. Estimasi Modal Data Panel ... 71
1. Uji Chow ... 71
xii
D. Uji Asumsi Klasik ... 73
1. Hasil Uji Multikolonieritas ... 73
2. Hasil Uji Autokorelasi... 74
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 75
4. Hasil Uji Normalitas ... 76
E. Pengujian Hipotesis ... 77
1. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis ... 78
2. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis... 81
3. Koefisien Determinasi (R2) ... 82
4. Analisis Ekonomi ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
xiii Daftar Tabel
No Judul Hal
1.1 Tabel laju pertumbuhan ekonomi di asean china dan india 2
1.2
Tabel PDRB Propinsi-propinsi di pulau jawa Atas dasar harga
konstan 5
1.3 Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah 7 1.4 Angkatan Kerja Yang Bekerja Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa 8 1.5 Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah 9
1.6
Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja
dan Nilai Output Industri di Jawa Tengah 10
2.1 Penelitian Terdahulu 36
3.1 Uji Durbin Watson 52
3.2 Operasional Variabel Penelitian 56
4.1 Wilayah Aglomerasi Di Propinsi Jawa Tengah 71
4.2 Uji Multikolinieritas 72
4.3 Uji Autokorelasi 74
[image:18.595.95.513.120.590.2]xiv
Daftar Gambar
No Gambar Hal
2.1 Bagan Tenaga Kerja 28
2.2 Kerangka Pemikiran 41
4.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah 58
4.2 Distribusi Presentase PDRB Prop Jawa Tengah 60
4.3 Penduduk Jawa Tengah Berdasar Usia 62
4.4
Angkatan Kerja di Jawa Tengah Menurut Status
Pekerjaan 63
4.5 Diagram Pertumbuhan Ekonomi Prop Jawa Tengah 65
4.6 Aglomerasi Industri Propinsi Jawa Tengah 67
[image:19.595.115.511.121.587.2]xv
Daftar Lampiran
No Lampiran Hal
1 Data Observasi
2 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2009 94
3 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2010 95
4 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2011 96
5 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2009 97 6 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2010 98 7 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2011 99
8 Presentase TPAK Jawa Tengah 2009 100
9 Presentase TPAK Jawa Tengah 2010 102
10 Presentase TPAK Jawa Tengah 2011 104
11 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2009 106 12 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2010 107 13 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2011 108
14 Uji Chow dan Uji Hausman 109
15
Hasil Uji multikolinierasitas, Autokol dan
Normalitas 110
16 Hasil Uji FEM 111
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, pembangunan ekonomi meliputi usaha masyarakat secara
keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan
memperbesar tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dalam mencapai percepatan
pembangunan, terjadi suatu keadaan dimana terdapat suatu pergeseran secara
sektoral yang memperlihatkan bahwa pada awalnya sektor pertanian merupakan
sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian suatu wilayah yang
selanjutnya bergeser kepada sektor lain seiring perubahan zaman dan tuntutan
akan percepatan pembangunan disuatu negara.
Perkembangan akan pembangunan ekonomi tersebut memberikan dampak
pada pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi menurut
Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan 2010:57) adalah kenaikan jangka panjang
dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis-jenis
barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.
Sedangkan menurut Tarigan (2005 : 46) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
keadaan dimana terjadi pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan
di suatu wilayah tertentu, atau dapat dikatakan kenaikan seluruh nilai tambah
2
[image:22.595.60.567.174.593.2]Tabel 1.1
Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN China dan India Tahun (2003-2012)
No Negara 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Rata-rata 1 Indonesia 4.8 5.0 5.7 5.5 6.3 6.0 4.6 6.1 6.5 6.1 6.11 2 Singapura 4.6 9.2 7.4 8.7 8.8 1.7 (-1.3) 14.7 4.9 2.1 6.50 3 Thailand 7.1 6.3 4.6 5.1 5.0 2.5 (-2.3) 7.7 0.1 5.6 4.70 4 Filipina 4.9 6.7 4.8 5.3 6.7 4.2 1.1 7.6 4.0 4.9 5.39 5 Malaysia 5.8 6.8 5.0 5.6 6.3 4.9 (-1.5) 7.2 5.1 4.4 5.65 6 Myanmar 13.8 13.6 13.6 13.1 11.9 3.6 5.1 5.4 5.5 6.2 10.39 7 Vietnam 7.3 7.8 8.4 8.2 8.5 6.3 5.3 6.8 5.9 5.1 7.67 8 Brunei Darussalam 2.9 0.5 0.4 4.4 0.2 (-1.9) (-1.7) 2.6 2.2 2.7 1.62 9 China 10.0 10.1 11.3 12.7 14.1 9.6 9.2 10.4 9.2 7.9 11.36 10 India 6.9 7.6 9.1 9.6 10.0 7.0 5.9 10.1 6.9 4.9 8.26
Sumber : International Monetary Fund, World Economic Database, October 2012
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui pertumbuhan perekonomian di
Indonesia dalam kurun waktu 2003 sampai dengan tahun 2012 cenderung
mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat dari
krisis global. Indonesia mengalami penurunan akibat terjadinya krisis global. Pada
saat krisis global perekonomian Indonesia mengalami penurunan dikarenakan
terjadinya (1) tekanan kepada nilai tukar rupiah, (2) kinerja neraca pembayaran
yang menurun, (3) dorongan pada laju inflasi (Seketariat Negara Republik
Indonesia, 2010). Dalam menyikapi hal ini Bank Indonesia mengambil beberapa
kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi melalui kebijakan stimulus
moneter dan fiskal. Kebijakan ini menguatkan daya tahan perekonomian domestik
serta membuat efek yang baik bagi perekonomian Indonesia (Sekertariat Negara
3
Perekonomian Indonesia secara umum tahun 2009 mampu melewati
tantangan krisis global meskipun pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari
tahun 2008. Perekonomian Indonesia tahun 2009 mencapai 4,5% dan tertinggi di
dunia setelah India dan China.Mulai awal 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia
meningkat menjadi 6,10%. Selanjutnya berturut-turut pertumbuhan ekonomi
Indonesia meningkat dari tahun 2011 hingga 2012 yaitu sebesar 6,5 menjadi
6,7%. Dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi terbaik se-Asia
Tenggara.
John Maynard Keynes (dalam Tarigan 2005:48), berpendapat bahwa
untuk menjaga tingkat pertumbuhan yang efisien diperlukan adanya campur
tangan pemerintah dan pengawasan langsung. Kaitan dari pendapat Keynes dalam
fenomena ini adalah usaha pemerintah untuk mengurangi sektor primer dan
menambah peran sektor non primer. Sektor non primer dalam hal ini yang perlu
ditingkatkan adalah sektor industri yang menyumbang PDB sebesar 9,3% tahun
1972 yang akhirnya menjadi 28,34% pada tahun 2008. Terjadinya transformasi
struktur ekonomi di Indonesia dari tahun 1972 hingga dekade 90an
menyebabkan naiknya tingkat pertumbuhan di Indonesia dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 7% per tahun sehingga Indonesia masuk kedalam kelompok
4
Proses industrialisasi dan pengembanagan industri sebenarnya merupakan
satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam dua
pengertian sekaligus. Pertama adalah tingkat hidup yang lebih maju. Kedua,
menjadikan taraf hidup yang lebih berkualitas, atau dapat dikatakan bahwa
pembangunan industri itu sendiri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok
kesejahteran masyarakat, bukan merupakan kegiatan mandiri yang hanya sekedar
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik belaka (Arsyad, 2010:442).
Pada dasarnya, pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan
pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya
sekedar mencapai kondisi fisik saja. Adanya industrialisasi atau pembangunan
industri di suatu wilayah, tentu akan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat
dalam arti akan mengubah tingkat hidup yang lebih maju dan bermutu. Pergesaran
sektor dari sektor primer ke sektor non primer merupakan salah satu strategi
pemerintah untuk dapat mempercepat pembangunan industrialisasi. Dalam hal ini
peran pemerintah sangat besar untuk dapat mempermudah modal asing masuk ke
Indonesia, yang pada akhirnya akan dapat membuka lapangan kerja baru bagi
masyarakat di wilayah yang menjadi tempat terjadinya pembangunan
industrialisasi tersebut.
Kegiatan perindustrian cenderung berlokasi di dalam dan disekitar kota.
Kecenderungan konsentrasi juga didukung oleh penelitian Kuncoro (2002) dengan
menggunakan indeks entropy untuk mengukut konsentrasi industri
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Kesimpulan hasil studinya bahwa daerah-daerah
5
Jawa Barat) serta bagian Timur (Surabaya, Jawa Timur). Adapun daerah Industri
di Jawa Tengah adalah Semarang dan sekitarnya serta daerah di sekotar Kota
Surakarta (Solo). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai macam aspek
seperti kekayaan sumber daya alam, angkatan kerja usia muda yang
berpendidikan, pasar domestik yang luas dan tumbuh secara cepat, serta kondisi
sarana dan prasarana yang lengkap. Aspek inilah yang menjadi faktor keunggulan
Pulau Jawa.
Tabel 1.2
Tabel PDRB Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2009-2011
No Propinsi 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
1 DKI Jakarta 371.469 395.622 422.237 449.821 409.787 2 Jawa Barat 303.405 322.224 343.111 364.405 333.286 3 Banten 83.454 88.552 94.207 100.000 91.553 4 Jawa Tengah 176.673 186.993 198.270 210.848 193.196 5 DI.Yogyakarta 20.064 21.044 22.132 23.309 21.637 6 Jawa Timur 320.861 342.281 366.983 393.666 355.948
Sumber : BPS Indonesia 2012
Tabel diatas menjelaskan nilai PDRB dari Propinsi yang berada di Pulau
Jawa. Jika dilihat, PDRB terbesar dari Propinsi yang berada di Pulau Jawa adalah
Propinsi DKI Jakarta dengan rata-rata sebesar Rp. 409.787 Milyar. Kemudian
PDRB Propinsi Jawa Tengah dengan rata-rata sebesar Rp. 193.196 Milyar. Dari
tabel dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan dimana pola pemusatan terjadi di
daerah yang sudah lengkap dengan sarana dan prasarana. Menurut Tarigan
[image:25.595.109.510.199.564.2]6
dinamakan sebagai kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan
serta daerah nodal.
Aktivitas perekonomian yang terjadi dalam suatu wilayah disebabkan
oleh berbagai fasilitas dan kemudahan. Apabila aktivitas-aktivitas ekonomi
tersebut mengelompok karena dorongan berbagai faktor, maka akan membentuk
yang dinamakan aglomerasi ekonomi. Markusen menyatakan bahwa aglomerasi
merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan
eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang berdekatan letaknya dengan
perusahaan lain serta penyedia jasa-jasa (Kuncoro, 2002 : 24).
Keuntungan pengelompokan (aglomerasi) tersebut diharapkan dapat
memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan suatu wilayah, namun
disisi lain aglomerasi tersebut juga dapat menyebabkan dampak negatif seperti
banyaknya perpindahan masyarakat dari desa ke kota dan pada akhirnya akan
menyebabkan wilayah perkotaan menjadi semakin padat. Selanjutnya, dalam
melakukan pengembangan wilayah, Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor
dan komoditi yang diperkirakan dapat tumbuh dengan cepat di wilayah tersebut.
Sektor yang telah dipilih tersebut tentu saja merupakan sektor yang memiliki
prospek untuk dapat dikembangkan secara besar-besaran, yang pada akhirnya
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi (Tarigan 2005 : 66) . Di Jawa
Tengah dapat dikatakan telah terjadi fenomena pergeseran sektor dari sektor
7
Tabel 1.3
Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2009-2012
No Jenis 2009 2010 2011 2012
1 Pertanian 19,89 18,69 17,85 17,41
2 Pertambangan dan Galian 1,11 1,12 1,11 1,12
3 Industri Pengolahan 30,81 32,83 33,01 32,73
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,84 0,86 0,86 0,86
5 Bangunan 5,86 6,11 5,93 5,96
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant 21,49 19,5 21,77 22,16
7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,27 5,92 5,37 5,45
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,81 3,58 3,78 3,89
9 Jasa-Jasa 10,89 10,49 10,32 10,42
Total 100 100 100 100
Sumber : BPS Jawa Tengah 2012
Tabel diatas menjelaskan bahwa sektor yang memberikan sumbangan
terbesar terhadap PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan yang
besarnya tiap tahun lebih dari 30%. Pada tahun 2009 sektor industri pengolahan
mencapai 30,81% dari total PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kemudian pada
tahun 2010 naik menjadi 32,83% selanjutnya pada tahun 2011 naik menjadi
33,01%. Pada tahun 2012 kontribusi sektor industri pengolahan menurun sebesar
0,28% dan menjadi 32,73%.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan di Propinsi Jawa Tengah yang
terus meningkat menyebabkan terjadinya perubahan struktural yang dapat
dijelaskan dengan teori dari Hollis B Chenery. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktural dalam perekonomian suatu wilayah antara lain
adalah kelancaran transisi dari pola perekonomian agraris ke perekonomian
[image:27.595.109.523.161.582.2]8
permintaan konsumen, perkembangan daerah perkotaan berkat migrasi para
pencari kerja dan daerah pertanian di pedesaan dan kota kecil. Selanjutnya,
transformasi struktural hanya akan berjalan baik jika diikuti dengan pemerataan
kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk dan menurunnya
derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa.
Faktor lain yang mempengaruhi PDRB suatu wilayah adalah angkatan
kerja yang bekerja atau dengan kata lain dapat kita sebut sebagai Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Angkatan kerja yang bekerja ini akan
terbentuk menjadi besar apabila suatu daerah mempunyai jumlah penduduk yang
besar juga. Pertumbuhan penduduk yang besar memiliki kecenderungan
membawa pertumbuhan ekonomi yang lambat apabila tidak dapat mengatasi
[image:28.595.114.516.214.645.2]masalah angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan.
Tabel 1.4
Angkatan Kerja Yang Bekerja
Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2009-2011 (satuan jiwa)
No Provinsi 2009 2010 2011
1 DKI Jakarta 4.118.390 4.689.761 4.588.418 2 Jawa Barat 16.901.430 16.942.444 17.454.781 3 Jawa Tengah 15.835.382 15.809.447 15.916.135 4 DI Yogyakarta 1.895.648 1.775.148 1.798.595 5 Jawa Timur 19.305.056 18.698.108 18.940.340 6 Banten 3.704.778 4.583.085 4.529.660 Sumber: Statistik Indonesia. 2012
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa angkatan kerja di propinsi-propinsi
yang berada di Pulau Jawa cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun.
9
Jawa Barat dan di posisi ketiga terbesar adalah Jawa Tengah. Hal ini tentu saja
sesuai dengan luas wilayah dari propinsi-propinsi tersebut yang juga besar,
sehingga menghasilkan jumlah angkatan kerja yang bekerja juga besar.
Salah satu indikator telah terjadinya perubahan struktural dalam suatu
wilayah perekonomian adalah dengan melihat akan nilai output dari sektor baru
yang menjadi sektor unggulan. Nilai output atau hasil dari kegiatan industri
pengolahan merupakan salah satu penyumbang pada PDRB di suatu wilayah.
Nilai output ini tentu saja dibarengi dengan adanya kesinambungan antara modal
fisik dan manusia yang dalam hal ini dapat diartikan bahwa modal fisik
merupakan suatu input atau dana dalam menjalankan kegiatan produksi dalam
perekonomian. Dengan adanya kesinambungan antara modal fisik dan modal
manusia yang baik maka akan menghasilkan siklus kegiatan industri yang
berkelanjutan dan pada akhirnya akan menghasilkan nilai output yang cukup baik.
Berikut ini merupakan tabel total output industri pengolahan yang ada di Jawa
Tengah.
[image:29.595.111.514.226.678.2]Tabel 1.5
Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah 2009-2011
(dalam ribu rupiah)
2009 2010 2011 rata-rata
141.798.575.132 151.027.992.932 165.341.778.648 152.722.782.237 Sumber : BPS Jawa Tengah
Fenomena yang terjadi dalam proses pertumbuhan ekonomi di Jawa
10
pergeseran struktural, yaitu sektor yang merupakan sektor basis yang dalam hal
ini adalah pertanian berubah menjadi sektor industri. Dari perubahan sektor
tersebut menyebabkan terjadinya fenomena aglomerasi industri (pengelompokan
industri) di wilayah yang ada dalam Propinsi Jawa Tengah. Terjadinya aglomerasi
di Jawa Tengah ditunjukkan dengan perhitungan menggunakan Indeks Balassa,
dimana nilai indeks lebih dari 1 ini berarti wilayah tersebut terjadi aglomerasi.
Pergeseran sektor menjadi sektor industri juga didukung oleh tersedianya tenaga
kerja yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari struktur demografi
penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu proporsi jumlah penduduk usia kerja
(15-64 tahun) lebih besar dibanding usia 0-10 tahun dan 65 tahun keatas.
Selanjutnya, nilai output industri di Propinsi Jawa Tengah juga cukup
memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dimana nilai output industri
tersebut didukung oleh sumber daya yang ada di Jawa Tengah baik itu sumber
daya alam maupun sumber daya manusia. Beberapa fenomena diatas ditampilkan
[image:30.595.113.514.210.722.2]dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.6
Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja dan Nilai Output Industri Di Jawa Tengah
Tahun 2009-2011
Tahun Aglomerasi Usia 15-64 Nilai Output Industri
2009 1,03537 65,71% 141.798.575.132
2010 1,03577 66,52% 151.027.992.932
2011 1,02164 67,35% 165.341.778.648
11
Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik (2007) dalam penelitiannya yang
berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di
Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi industri tidak
berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan
karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu
ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Eko Wicaksono Pambudi (2012 : 7) dalam penelitian yang berjudul
Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah) menunjukkan hasil analisis yang
menyatakan bahwa variabel aglomerasi negatif tetapi tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Dari beberapa uraian singkat diatas dapat dikatakan bahwa pola pemusatan
atau aglomerasi dapat terjadi karena adanya perbedaan spesialisai antar daerah
yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain itu, keuntungan pola pemusatan
atau aglomerasi diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Sementara itu dalam hubungannya
dengan pertumbuhan ekonomi variabel Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai
Output Industri dapat dikatakan memberikan kontribusi walaupun tidak terlalu
besar. Dengan ditemukannya fenomena yang terjadi dari uraian diatas, maka
penelitian ini bermaksud untuk menganalisa kondisi tersebut, dengan mengambil
judul “PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR, TINGKAT
12
INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN
EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009-2011”
B. Perumusan Masalah
Suatu aktivitas perekonomian akan menghasilkan perkembangan
perekonomian yang tentunya akan berdampak pada wilayah dimana aktivitas
perekonomian itu berlangsung. Selain itu, wilayah yang berada di sekitarnya juga
akan terkena dampak serta imbasnya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak yang dapat terjadi memiliki kemungkinan positif dan
negatifnya, dalam hal ini dampak positif yang akan terjadi adalah adanya
peningkatan kegiatan perekonomian di wilayah tersebut sedangkan dampak
negatifnya adalah kerugian sosial. Kerugian sosial dalam hal ini dapat diartikan
bahwa dengan adanya pola pemusatan (aglomerasi) maka akan menimbulkan
permasalahan akan kepadatan di wilayah perkotaan akibat dari perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang mencari pekerjaan di sektor industri
di wilayah perkotaan. Selain itu, semakin bertambahnya jumlah industri
manufaktur di Jawa Tengah tentu saja akan menambah keuntungan eksternal yaitu
adanya penghematan aglomerasi. Aktivitas perekonomian tersebut juga ditunjang
dengan adanya sarana penunjang baik fisik maupun materil untuk dapat
mempermudah mobilisasi baik orang maupun barang.
Selanjutnya dalam penelitian ini fenomena mengenai pertumbuhan
ekonomi di Propinsi Jawa Tengah dapat dijelaskan karena terjadinya beberapa
13
industri yang selanjutnya menyebabkan terjadinya pemusatan industri-industri
tersebut di Jawa Tengah atau dengan kata lain terjadi aglomerasi industri.
Kegiatan perindustrian yang memberikan sumbangsih terbesar dalam PDRB di
Jawa Tengah tersebut didasarkan oleh struktur demografi penduduk di Jawa
Tengah yang didominasi oleh penduduk usia kerja (15-64th) dengan rata-rata
sebesar 65 persen dari jumlah penduduk total di Jawa Tengah. Kemudian aspek
output nilai industri di Jawa Tengah yang didukung oleh ketersediaan sumber
daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Berdasarkan uraian masalah yang disampaikan diatas, maka dapat ditulis
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan
ekonomi di Propinsi Jawa Tengah?
2) Sejauh mana pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ?
3) Sejauh mana pengaruh nilai output industri manufaktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ?
4) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri, TPAK dan nilai output
industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa
14 C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menganalisis pengaruh aglomerasi industri terhadap
pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah.
2. Menganalisis pengaruh TPAK terhadap pertumbuhan ekonomi
di Propinsi Jawa Tengah.
3. Menganalisis pengaruh Nilai Output Industri terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
4. Menganalisis pengaruh Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai
Output Industri secara bersama-sama terhadap pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber masukan yang bermanfaat bagi
pengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan strategi
peningkatan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
2. Sebagai tambahan referensi atau wawasan terhadap
perkembangan Propinsi Jawa Tengah, terutama mengenai
15 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Pembangunan ekonomi pada saat ini merupakan salah satu syarat mutlak
apabila suatu wilayah ingin mengalami pertumbuhan ekonomi. Suatu wilayah
dikatakan sejahtera apabila dilihat dari pertumbuhaan ekonominya mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan wilayah yang lain.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya diikuti dengan terjadinya pemerataan
pendapatan pada masyarakatnya. Menurut Boediono, pertumbuhan ekonomi
merupakan output perkapita dalam jangka panjang, yang dapat diartikan bahwa
presentase pertambahan output tersebut harusnya lebih besar daripada presentase
jumlah penduduk (dalam Tarigan 2005 : 46)
1. Konsep dan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pandangan ekonom klasik, sedikitnya terdapat empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu a) Luas tanah dan kekayaan alam,
b) Jumlah penduduk, c) Jumlah stok barang dan modal, d) Tingkat teknologi
yang digunakan (Sukirno, 2006 : 268). Faktor tersebut dapat dikatakan sebagai
faktor yang cukup dominan dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi di suatu
16
Model pertumbuhan ekonomi neoklasik yang dikemukakan oleh Solow
menyatakan bahwa persediaan modal dan angkatan yang bekerja dan asumsi
bahwa produksi memiliki pengembalian konstan merupakan hal-hal yang
mempengaruhi besaranya output. Model pertumbuhan Solow juga dirancang
untuk mengetahui apakah tingkat tabungan, stok modal, tingkat populasi dan
kemajuan teknologi mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi
(Tarigan, 2005 : 52). Terdapat beberapa asumsi dari model pertumbuhan Solow
yang antara lain meliputi faktor produksi yang tersedia yaitu buruh dan modal
digunakan sesuai dengan kemampuannya, buruh terpekerjakan secara penuh, stok
modal juga digunakan secara penuh serta kemajuan teknik bersifat netral (Jhingan
2012:275).
Menurut Todaro (2006 : 124), Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor,yaitu :
1. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja
yang bekerja yang notabenya merupakan salah satu faktor yang akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini
dipengaruhi seberapa besar perekonomian dapat menyerap angkatan kerja yang
17
2. Akumulasi Modal
Akumulasi modal merupakan gabungan dari investasi baru yang di
dalamya mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya manusia yang
digabung dengan pendapatan sekarang untuk dipergunakan memperbesar output
pada masa datang.
3. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi menurut para ekonom merupakan faktor
terpenting dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena
kemajuan teknologi memberikan dampak besar karena dapat memberikan
cara-cara baru dan menyempurnakan cara lama dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Menurut Kuznet (dalam Jhingan, 2000 : 57) pertumbuhan ekonomi
adalah proses peningkatan kapasitas produksi dalam jangka panjang dari suatu
negara untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Pembangunan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua aspek yang tidak dapat
dipisahkan. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan.
Pertumbuhan ekonomi di daerah dapat dilihat menggunakan PDRB per kapita
sehingga diketahui apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai atau belum.
Ada beberapa model pertumbuhan ekonomi yang berkembang dan
relevan dengan penelitian ini, yaitu : Teori Pertumbuhan Ekonomi NeoKlasik,
18 a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada
beberapa aspek yang menjadi faktor penentu di dalamnya yaitu unsur
pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan tingkat output
(Tarigan 2005:52). Dalam penjelasan selanjutnya dikatakan bahwa dapat terjadi
suatu substitusi antara tenaga kerja (L) dengan kapital (K). Dalam teori ini
dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi didasarkan pada tiga hal yang
antara lain akumulasi modal, penawaran terhadap tenaga kerja, dan peningkatan
teknologi. Peningkatan teknologi terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan
teknik sehingga produktifitas per kapita dapat meningkat.
Teori neoklasik juga membagi tiga jenis input yang berpengaruh dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Pengaruh modal dalam pertumbuhan ekonomi
2. Pengaruh teknologi dalam pertumbuhan ekonomi
3. Pengaruh angkatan kerja yang bekerja dalam pertumbuhan ekonomi
Teori neoklasik memiliki pandangan dari sudut yang berbeda dari teori
klasik yaitu dari segi penawaran. Pertumbuhan ekonomi ini bergantung kepada
fungsi produksi :
19
Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang
bekerja dan T adalah teknologi. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan
secara eksogen maka model neoklasik Solow juga disebut model pertumbuhan
eksogen. Model Solow memiliki beberapa kekurangan dan untuk memperbaikinya
dengan memecah total faktor produksi dengan memasukan variabel lain, dimana
variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model ini disebut model
pertumbuhan endogen.
Model pertumbuhan endogen beranggapan bahwa perdagangan
internasional penting sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Model perdagangan internasional diukur melalui aktifitas ekspor dan impor,
yaitu:
Y = F (�� � �)
Dimana Y adalah output, A adalah produktifitas, K adalah modal, L adalah
angkatan kerja yang bekerja, i adalah tahun, sedangkan indeks produktifitas (A)
adalah fungsi dari ekspor (X) dan impor (M), yaitu :
�� = F ( � �)
b. Teori Pertumbuhan Baru
Ada beberapa ahli ekonom seperti Mankiw, Romer dan Weil melakukan
studi penyempurnaan model pertumbuhan ekonomi neoklasik untuk memperjelas
dan menambahkan dasar teoritis bagi sumber pertumbuhan ekonomi (Eko
20
hubungan modal dan angkatan kerja yang bekerja saja, sehingga ditambahkan lagi
variabel mutu modal manusia untuk membantu menjelaskan pola pertumbuhan
ekonomi selain modal dan angkatan kerja yang bekerja, yaitu :
Y = � 1�− �1− −
Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, T adalah
teknologi dan H adalah modal manusia. Lebih dalam lagi, menurut Paul Romer
inovasi dan perubahan teknologi merupakan faktor utama bagi pertumbuhan
ekonomi hal ini didasarkan pada pandangan bahwa inovasi dan perubahan
teknologi dapat meningkatkan produktivitas kapital dan tenaga kerja. (Abdul
Hakim, 2010:106)
c. Teori Basis Ekonomi
Teori ini dikemukakan oleh Harry W Richardson yang menjelaskan
bahwa terdapat suatu faktor penentu akan terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu
adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Permintaan barang dan jasa
dari luar daerah tersebut dikategorikan salah satu contoh dari kegiatan ekspor.
Namun, secara lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan ekspor tidak hanya
mencakup penjualan barang dan jasa keluar daerah tetapi masyarakat luar yang
datang dan membeli barang dan jasa di daerah tersebut (Tarigan, 2005 : 56).
Pertumbuhan industri-industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya
lokal baik tenaga kerja maupun bahan baku akan menghasilkan peluang kerja
21 d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole)
Teori ini dapat diartikan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan
fungsional dan pendekatan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan
adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena
sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (wilayah
sekitarnya). Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan suatu
lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat
daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik
untuk berlokasi di daerah tersebut serta masyarakat akan dengan senantiasa datang
memanfaatkan fasilitas yang disediakan di daerah tersebut.
Tarigan (2005: 162) mengatakan bahwa tidak semua kota dapat diartikan
sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan memiliki empat ciri khusus yang
antara lain adalah :
1) Adanya hubungan internal dari berbagai kegiatan yang memiliki nilai ekonomi.
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota.
Terdapat keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga
apabila ada sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor
lainnya, karena saling terkait. Jadi, akan terlihat kehidupan kota
22
menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya
pertumbuhan.
2) Adanya efek pengganda (Multiplier Effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling
mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu
sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat
karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat
dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total
kenaikan produksi bisa bebrapa kali lipat dibandingkan dengan
kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut. Karena kegiatan
berbagai sektor di kota meningkat maka kebutuhan kota akan bahan
baku dan tenaga akan meningkat.
3) Adanya Konsentrasi Geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling
membutuhkan juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota
tersebut. Masyarakat yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan
berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan sehingga akan terjadi
penghematan akan waktu, tenaga, dan biaya. Volume transaksi yang
terjadi di wilayah tersebut maka akan meniongkat dan akan
23 4) Bersifat mendorong wilayah belakangnya (sekitarnya)
Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang harmonis
antara kota dengan wilayah belakangnya. Kota membutuhkan bahan
baku serta tenaga kerja dari wilayah belakang maupun sekitarnya
untuk dapat mengembangkan diri. Apabila keadaan yang harmonis ini
semakin maju dan berkelanjutan maka tidak dapat dipungkiri wilayah
disekitar kota akan menjadi tumbuh juga.
Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila
konsentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam (di
antara berbagai sektor di kota tersebut) maupun keluar (ke wilayah belakang serta
sekitarnya).
e. Teori Pertumbuhan Kuznet
Pertumbuhan ekonomi Kuznet menunjukan adanya kemampuan jangka
panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan
barang-barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai ketika terjadi keadaan
dimana adanya perubahan struktural yang ditandai dengan adanya kemajuan di
24
Teori pertumbuhan Kuznet menuliskan dalam analisinya menambahkan
enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu :
1. Tingginya tingkat pendapatan perkapita.
2. Tingginya produktifitas tenaga kerja.
3. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi.
4. Tingginya faktor transformasi sosial idiologi.
5. Kemampuan perekonomian untuk melakukan perluasan pasar.
6. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.
2. Teori Aglomerasi
Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu pertumbuhan
ekonomi di tiap-tiap wilayah Indonesia tidaklah sama. Hal ini sesuai dengan
konsepsi Perroux tentang aglomerasi yang menyatakan bahwa pertumbuhan
tidak terjadi pada semua tempat, namun hanya sebagian tempat tertentu saja.
Biasanya akan terjadi fenomena daerah yang mempunyai pertumbuhan
ekonomi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah sehingga akan berdampak
pada munculnnya aglomerasi. Aglomerasi bisa diartikan sebagai kegiatan
ekonomi terpusat pada wilayah-wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya
25 a. Konsep Aglomerasi
Menurut Kuncoro (2002: 26), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari
aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan karena penghematan akibat dari
perusahaan yang letaknya saling berdekatan dan akibat dari kalkulasi perusahaan
secara individual. Selanjutnya Marshall merupakan salah satu pencetus dari istilah
aglomerasi yang disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries).
Industri yang terlokalisir muncul karena sebuah industri akan memilih tempat
dimana tempat tersebut akan menjamin proses produksi akan berlangsung dalam
jangka waktu yang lama ( Mc Donald, 1997:37). Salah satu manfaat yang
ditimbulkan oleh kegiatan aglomerasi adalah penghematan skala (scale
economies).
Menurut Tarigan (2005 : 159-160) aglomerasi berdasarkan penghematan
skala (economic of scale) adalah keuntungan karena dapat berproduksi
berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya
lebih efisien. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih efisien
maupun karena biaya tetap (fixed cost) tidak bertambah, walaupun jumlah
produksi ditingkatkan (sampai batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak
sebesar kenaikan produksi). Salah satu cara perhitungan aglomerasi industri
adalah dengan indeks balassa yang merupakan suatu perhitungan rasio
(perbandingan) dari jumlah tenaga kerja industri di suatu wilayah (kab/kota di
Jawa Tengah) dengan total tenaga kerja industri di wilayah yang lebih besar
(Propinsi Jawa Tengah) (Sbergami dalam Sodik, 2007: 7). Penggunaan Indeks
26
yang mana dalam penelitian ini diwakili oleh jumlah atau besaran tenaga kerja.
Selain itu, dalam pengertian New Ecomonical Geographic atau Teori Geografi
Ekonomi Baru salah satu faktor utama penentu lokasi akan terjadinya aglomerasi
industri adalah adanya keadaan dimana terkonsentrasinya pasar tenaga kerja yang
dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masuk dalam usia kerja di suatu wilayah.
b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Richardson (dalam Tarigan 2005 : 55), berpendapat bahwa
dengan adanya persaingan antar industri maka akan meningkatkan harga bahan
baku dan faktor produksi, dan mengakibatkan biaya per unit mulai naik yang
berdampak relokasi aktifitas ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai skala
produksi maksimum. Dengan adanya aglomerasi ekonomi di suatu wilayah akan
mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena akan tercipta
efisiensi produksi, sedangkan wilayah lain yang tidak sanggup untuk bersaing
akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya.
Jamie Bonet (2006 : 63), menjelaskan bahwa aglomerasi (pemusatan
kegiatan) produksi digunakan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk
mengetahui kesenjangan wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi
kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan
mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam
perekonomian. Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik suatu
27
merupakan konsentrasi dari kegiatan ekonomi dan disebabkan oleh adanya
penghematan yang terjadi di lokasi yang saling berdekatan.
Selanjutnya, aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara, pertama
adalah dengan menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu
provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut dan yang kedua adalah
dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi. Penelitian ini menggunakan
konsep aglomerasi produksi yang diukur menggunakan proporsi jumlah tenaga
kerja di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah tenaga kerja industri manufaktur di
tiap-tiap Kab/kota di Propinsi Jawa Tengah.
3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) a. Pengertian TPAK
Penduduk dibedakan menjadi dua golongan yakni tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan
masyarakat luas. Yang tergolong dalam pengertian tenaga kerja adalah penduduk
yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang
melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan atas dasar batas usia
kerja. Bank Dunia menyatakan bahwa batas usia kerja adalah 15 sampai 64 tahun.
Namun di Indonesia batas usia kerja adalah 10 tahun keatas (sejak 1971-1999).
28
pedasaan sudah banyak penduduk yang bekerja pada usia 10 tahun. Sejak tahun
2001 Indonesia mengikuti anjuran dari International Labour Organization (ILO),
yauti mengubah batas minimal usia tenaga kerja di Indonesia dari 10 tahun
menjadi 15 tahun.
Selanjutnya, angkatan kerja merupakan salah satu faktor positif dalam
upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dijelaskan dengan
pengertian bahwa semakin banyak partisipasi angkatan kerja yang bekerja, akan
meningkatkan tingkat produksi yang akhirnya akan berimbas pada naiknya
pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa klasifikasi dalam angkatan kerja, yakni
[image:48.595.113.565.207.769.2]angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Gambar 2.1 Bagan Tenaga Kerja
A. Penduduk Umur 15+
tahun
B. Angkatan Kerja
(Labour Force)
C. Bukan Angkatan Kerja
(not in labour force)
Ibu Rumah Tangga
Pensiun Lain-lain
Sekolah
29
Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja
dan penduduk yang sedang mencari kerja. Sedangkan penduduk yang termasuk
dari bukan angkatan kerja adalah penduduk yang masuk dalam usia kerja namun
sedang tidak bekerja seperti ibu rumah tangga, pensiunan, siswa sekolah maupun
perguruan tinggi dan lain-lain. Dalam gambar diatas yang dikatakan dengan
TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan rasio dari label huruf
B dan A , dimana dalam bagan tersebut terlihat jelas bahwa bagan dengan label
huruf B merupakan jumlah angkatan yang dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia 15-64. Untuk mendapatkan perhitungan matematis mengenai
presentase TPAK maka dengan cara membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja
dengan jumlah total penduduk usia 15-64th.
Manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran
suatu bangsa. Alokasi SDM yang efektif merupakan awal pertumbuhan ekonomi.
Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga
perekonomian tetap tumbuh. Dapat dikatakan bahwa alokasi sumber daya
manusia yang efektif merupakan syarat yang sangat diperlukan dalam
pertumbuhan ekonomi.
Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah perbandingan antara jumlah
angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama.
TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula
dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki,
kelompok wanita, kelompok tenaga kerja terdidik, kelompok umur 15-19 tahun.
30
pekerjaan sebagian bersekolah atau mengurus rumah tangga dan lain-lain.
Menurut Mulyadi Subri (2002:60) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum
sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur tersebut.
Menurut Payaman Simanjuntak (2001:36) TPAK merupakan ukuran
tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan kerja yang dapat memberikan
gambaran yang jelas sampai seberapa jauh sebenarnya penduduk yang termasuk
usia kerja (sepuluh tahun keatas) benar-benar aktif dalam bekerja dan tidak aktif
bekerja. Jadi TPAK adalah perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk
dalam usia kerja.
Formulasi dalam perhitungan TPAK merupakan rasio perbandingan antara
angkatan kerja yang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 (usia kerja) formulasinya
adalah sebagai berikut :
TPAK = x 100%
Dimana :
X = Angkatan Kerja (baik yang bekerja ataupun yang sedang mencari
pekerjaan
[image:50.595.111.513.199.610.2]31
Faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya TPAK antara lain yaitu :
a) Jumlah penduduk bersekolah dan mengurus rumah tangga Hubungan TPAK dan jumlah penduduk yang masih bersekolah adalah
semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil jumlah
angkatan kerja yang berarti TPAK semakin kecil.
b) Tingkat Umur
Umur berkaitan dengan TPAK, dengan adanya kenyataan bahwa
penduduk berumur muda umumnya mempunyai tanggung jawab yang
tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan mereka
umumnya bersekolah.
c) Tingkat Upah
Kaitan antara tingkat upah dengan TPAKadalah melalui kenyataan
bahwa semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak
anggota keluarga yang tertarik untuk masuk ke pasar kerja atau dengan
kata lain TPAK akan meningkat.
d) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan TPAK karena semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk
32 b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pengertiannya, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja dengan
penduduk usia kerja (usia 15-64 tahun). Dapat dikatakan bahwa Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan bagian dari tenaga kerja
dan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi berlangsungnya serta meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa pertumbuhan
ekonomi dapat terlaksana dengan baik apabila jumlah dan mutu dari tenaga kerja
itu baik. Dengan mutu penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka akan
menghasilkan angkatan kerja yang baik pula. Selain itu dengan adanya
pertambahan penduduk, maka akan menaikkan jumlah tenaga kerja yang
kemudian menambahkan kemungkinan untuk dapat lebih banyak lagi
berproduksi. (Sadono, 2004 : 429)
4. Konsep dan Pengertian Nilai Output Industri a. Konsep Nilai Output Industri
Badan Pusat Statistik (BPS, 2000) mendefinisikan bahwa nilai output
adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi
dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah atau
(negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan
asal usul pelaku produksi maupun bentuk usahanya. Sepanjang kegiatan
33
dihitung sebagai bagian dari output wilayah tersebut, oleh karena itu output sering
disebut sebagai produk domestik. Wujud produk yang dihasilkan dapat berupa
barang dan jasa, maka perkiraan output untuk produksi berupa barang diperoleh
dengan cara mengalikan produksi dengan harga per unit. Sedangkan yang berupa
jasa, output didasarkan pada penerimaan dari jasa yang diberikan pihak lain.
Produk yang dihasilkan oleh sektor menurut sifat teknologi yang
digunakan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu produk utama, produk ikutan,
dan produk sampingan. Produk utama adalah produk yang pada umumnya
mempunyai nilai dan atau kuantitas yang paling dominan diantara produk-produk
yang dihasilkan. Produk ikutan adalah produk yang secara otomatis terbentuk saat
menghasilkan produk utama, teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal. Sedangkan yang
dimaksud produk sampingan adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan
produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda.
Secara umum untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan
dimasukkan sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan
produk sampingan masih tergantung pada karakteristiknya. Apabila
karakteristiknya sama, maka masuk sebagai output sektor yang bersangkutan dan
apabila berbeda karakteristiknya maka masuk pada sektor lain. Pada beberapa
sektor penghitungan output relatif berbeda, seperti sektor bangunan, sektor
34 b) Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi Dalam pembentukan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
terdapat sembilan macam sektor yang memiliki kontribusi. Salah satu sektor
tersebut adalah sektor industri pengolahan, yang mana nilai sektor industri
pengolahan tersebut dapat dikatakan merupakan bagian dari pembentuk nilai
PDRB yang ada. Nilai output industri yang merupakan bagian pembentukan nilai
PDRB tersebut, memberikan dampak, pada besar atau kecilnya nilai PDRB di
suatu wilayah.
Penggunaan nilai output industri yang lebih efektif adalah dalam
hubungannya dengan penyelidikan pengaruh pengembangan satu kegiatan
tertentu terhadap kegiatan lainnya yang merupakan sektor di dalam kegiatan
perekonomian secara keseluruhan. Dalam menyelidiki pengaruh tersebut
anggapan yang paling penting ialah bahwa daerah yang akan dipelajari dianggap
sebagai daerah tertutup. Dengan demikian berarti bahwa hubungan antar daerah
disusun ke dalam dua sektor utama, yaitu ekspor dan impor. Hal ini disebabkan
karena kita ingin menyelidiki pengaruh tersebut terhadap suatu daerah tunggal.
B. Penelitian Terdahulu
Nuryadin dan Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi
dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia
menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena
Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran
35
Pambudi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pertumbuhan
Ekonomi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah) mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel
aglomerasi menujukan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Qisthi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten Pekalongan 1986-2009” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari variabel modal dan pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel tenaga
kerja berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Pekalongan.
Sumiyati (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Modal Tetap Dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”
menyatakan bahwa hasil penelitian dalam jurnalnya menunjukkan bahwa Modal
Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indosia baik secara parsial maupun simultan.
Aldilla (2011) Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Ketimpangan
Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah menyatakan dalam hasilnya
bahwa variabel tenaga kerja dan nilai output industri berpengaruh signifikan
36
Quigley (1993) dalam tulisannya yang berjudul Urban diversity and
Economic Growth menyatakan bahwa aglomerasi memiliki sedikitnya tiga
keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah, antara lain skala ekonomi, penghematan bahan baku dalam produksi, dan
kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang berbagai macam aspek produksi
menjadi lebih besar.
Stuart S. Rosenthal dan William C. Strange (2001) dalam tulisannya yang
berjudul Determinant of Agglomeration menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi (yang dijelaskan dengan
meningkatnya produktifitas) di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan
faktor-faktor produksi lainnya.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil
Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik
[image:56.595.105.564.210.749.2]37
Eko
Wicaksono Pambudi
2013 Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah) Aglomerasi Investasi Ketimpangan Wilayah Modal Tenaga Kerja Metode Data Panel 175 observasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel aglomerasi menunjukkan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Wildan Qisthi
38
Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil
Euis Ety Sumiyati
2008 Pengaruh Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan Ekonomi Modal Tenaga Kerja Ordinary Least Square (OLS)
Modal tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara parsial maupun simultan Reza Aldilla
2011 Pengaruh Tenaga Kerja dan Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta pengaruhnya terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah Tenaga Kerja Nilai Output Pertumbuhan Ekonomi Indeks Ketimpangan Menjadikan variabel pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderating dengan ordinary least square (O