PENGUJIAN KEAKURATAN MODEL ALTMAN DAN MODEL ZMIJEWSKI DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA
PERUSAHAANDELISTINGDARI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh:
Noferawati Sidabalok
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model Altman dan model Zmijewski dapat memprediksi delisting, serta untuk mengetahui model prediksi kebangkrutan yang terakurat. Data yang digunakan berupa laporan keuangan periode 2009 sampai dengan tahun 2013 atau dua tahun sebelum perusahaan tersebut delisting dari Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini adalah perusahaan yang telah dikeluarkan dari daftar perdagangan saham (delisting) tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 yang memenuhi kriteria purposive sampling, dengan total sampel yang didapat sebanyak 14 perusahaan yaitu 7 perusahaan delisting dan 7 perusahaan listing sebagai sampel pembanding. Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik dengan bantuan SPSS 16.0 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Altman dan model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting. Serta model Altman menjadi model prediksi delisting terbaik dengan tingkat akurasi sebesar 85,71% sedangkan model Zmijewski hanya sebesar 28,57%.
Oleh
NOFERAWATI SIDABALOK
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI BISNIS
Pada
Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(Skripsi)
Oleh
NOFERAWATI SIDABALOK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
-DAFTAR RUMUS
Rumus Halaman
2.1. Z-score ... 34
2.2. X-score ... 37
3.1. Modal kerja/total aset ... 56
3.2. Laba ditahan/total aset ... 56
3.3. Laba sebelum bunga dan pajak ... 56
3.4. Nilai buku ekuitas/nilai buku total hutang ... 57
3.5. Penjualan/total aset ... 57
3.6. ROA ... 57
3.7. Leverage ... 58
3.8. Likuiditas ... 58
3.9. Tingkat akurasi ... 60
3.10. TipeerrorI ... 61
3.11. Tipe error II ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. MappingPenelitian Terdahulu ... 39
3.1. Sampel Penelitian ... 48
3.2. Ringkasan Definisi Operasional ... 54
4.1. Sampel penelitian perusahaandelisting... 65
4.2. Sampel penelitian perusahaanlisting... 69
4.3. Rasio keuangan model Altman pada perusahaandelisting... 74
4.4. Rasio keuangan model Altman pada perusahaanlisting ... 74
4.5. Rasio keuangan model Zmijewski pada perusahaandelisting ... 91
4.6. Rasio keuangan model Zmijewski pada perusahaanlisting ... 91
4.7. Hasil perhitungan nilai skor model Altman perusahaandelisting .... 100
4.8. Hasil perhitungan nilai skor model Altman perusahaanlisting... 101
4.9. Hasil perhitungan nilai skor model Zmijewski perusahaandelisting 104 4.10. Hasil perhitungan nilai skor model Zmijewski perusahaanlisting... 104
4.11. Klasifikasi perusahaandelisting(bangkrut) model Altman ... 107
4.12. Hasil keakuratan model Altman pada perusahaandelisting ... 108
4.13. Klasifikasi perusahaanlisting(bangkrut) model Altman ... 108
4.14. Hasil keakuratan model Altman pada perusahaanlisting... 108
4.15. Klasifikasi perusahaan delisting(bangkrut) model Zmijewski ... 112
4.16. Hasil keakuratan model Zmijewski pada perusahaandelisting ... 112
4.17. Klasifikasi perusahaanlistingmodel Zmijewski ... 113
4.18. Hasil keakuratan model Zmijewski pada perusahaanlisting ... 113
4.19. Hasil analisis regresi logistik ... 117
Jauhkan pikiranmu dari kataTIDAK BISA. (Filipi 4:13)
RancanganMu yang terbaik. Tuntun langkahku ya Bapa, aku mencintaiMu.
(Anonim)
Never regret. If it's good, it's wonderful. If it's bad, it's experience.
(Victoria Holt)
Apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan kamu akan menerimanya.
Tuhan Yesus Kristus
sebagai sumber kekuatanku, penolongku, penyelamatku
yang selalu menuntun dan menyertai setiap langkahku.
Thanks God.
Bapak dan Mama
sebagai wujud tanda baktiku dan cintaku kepada kalian
serta terima kasih untuk setiap doa, kasih sayang,
nasehat, motivasi, dan pengorbanan yang selalu kalian
berikan kepadaku.
adik-adikku
Eben, Kartika, Rafael
Semua Keluarga, Sahabat, dan Teman-Teman yang selalu
mendoakan, memotivasi, menemani, dan mendukung
dalam berbagai hal.
Penulis bernama Noferawati Sidabalok, lahir di Sidodadi, 26
November 1993. Penulis merupakan anak pertama dari
pasangan terhebat Bapak A Sidabalok dan Ibu P Simamora.
Memiliki 3 saudara terkasih yaitu Eben Haezer Sidabalok,
Trikartika Sidabalok, dan Rafael Oloan Sidabalok.
Penulis pernah bersekolah di SDN 5 Sidorejo lulus pada tahun 2005, di SMPN 1
Sidomulyo lulus pada tahun 2008, dan di SMAN 1 Sidomulyo lulus pada tahun
2011. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikannya dengan
kuliah di Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN tulis, dengan Program S1
jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Selama mengikuti perkuliahan di Universitas Lampung, penulis juga aktif di
organisasi fakultas dan universitas. Pada tahun 2015, penulis melakukan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Pakuan Baru Kecamatan Pakuan Ratu Kabupaten
Way Kanan. Dan pada tahun 2016 penulis menyelesaikan studinya di Universitas
Lampung dengan judul skripsi Pengujian Keakuratan Model Altman dan Model
Zmijewski dalam Memprediksi Kebangkrutan pada Perusahaan Delisting dari
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, anugerah, dan
kebaikan-Nya yang selalu menyertai setiap langkahku sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Skripsi dengan judul “pengujian keakuratan model altman dan model zmijewski
dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting dari bursa efek
indonesia” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Administrasi Bisnis pada Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis di Universitas
Lampung.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus;
2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan FISIP Unila;
3. Bapak Drs. A. Effendi, M.M., selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik dan
waktunya untuk membimbing, memberikan saran, arahan, dan ilmu yang
sangat membantu saya selama proses penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.A.B., selaku Penguji Utama. Terima kasih telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membaca skripsi saya, menyampaikan
masukan, kritik dan saran kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini;
6. Ibu Damayanti, S.A.N., M.A.B., selaku Pembimbing Akademik. Terimakasih
atas bimbingan, motivasi dan arahan ibu selama penulis menjadi mahasiswa
Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung;
7. Seluruh Bapak/Ibu dosen Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Unila, terimakasih
atas segenap pengetahuan, bantuan dan bimbingannya selama penulis menjadi
Mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung;
8. Ibu Mertayana selaku staf Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Unila.
Terima kasih banyak atas bantuan ibu dalam pengurusan berkas kuliah selama
ini;
9. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak A Sidabalok dan Ibu P Simamora.
Terimakasih buat bapak dan mamak atas kasih sayang, doa, dukungan,
perhatian, semangat, dan segalanya yang selalu diberikan kepadaku.
Terimakasih telah menjadi orang tua terhebat, yang rela berkorban demi
kesuksesan dan kebahagiaan anak-anaknya. Berapapun banyak kata terima
doa, motivasi, semangat dan dukungan yang kalian berikan kepada kakakmu
yang cantik ini. Kalian luar biasa diks;
11. Keluarga Besarku terimakasih untuk semuanya atas semangat, doa, dukungan
dalam hal materi maupun nonmateri. Mauliate godang;
12. Sahabat-sahabatku yang sudah seperti saudara, Rida Lidiawati Marbun, Zahra
Nur Aprilia, Lestarida Sormin, Anisa Anggraini, dan Viyana Sihotang.
Terimakasih sudah mau menjadi teman cerita, teman menggosip, teman
berbagi canda tawa, suka duka selama ini, terutama buat Rida dan Atun alias
Zahra yang telah menemani dari semester satu hingga saat ini. Maafkan atas
segala salah dan khilafku selama ini sobat. Semangat gapai cita dan cinta
sahabat-sahabat tercintahku. Sukses buat kita semua cantik. Tuhan
memberkati;
13. Teman-teman seperjuangan ABI 2012. Ika Nofiyanti, Huda Rempis, Disty,
Ani, Abdul, Fitri Aningsih, Puput, Wiwin, Putri, Nona cyin, Umi Anjar, Nani,
Mak Eka, Yulia, Riza, Vina, Ika Aprilia, Nila, Dian, Nita, Launa, Rani, Dewi,
Safitri, Sule, Mahpudin, dll yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Terima kasih atas bantuan dan dukungan kalian selama ini. Semangat gapai
cita dan cinta teman-teman.Success for all;
14. Terimakasih sahabat SMA-ku, nia, hani, desi, fifi, anggi, dian. Kalian sahabat
yang luar biasa, reunian terus yuks. Terimakasih untuk selalu memotivasi, dan
pengalaman-pengalaman berharganya. Terimakasih untuk doa, dukungan, dan
semangatnya. Semoga Tuhan Yesus senantiasa menyertai PDO FISIP Unila;
16. Keluarga KKN Desa Pakuan Baru Kecamatan Pakuan Ratu Kabupaten Way
Kanan, Kak Dias, Kak Husen, Kak Aris, Mba Marie, Mba Nining, dan Septi.
Terimakasih untuk segala keceriaannya, kebersamaannya selama 40 hari,
senang mengenal kalian semua;
17. Almamaterku tercinta Universitas Lampung;
18. Semua teman-teman yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan
skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.
Bandar Lampung, 11 Januari 2016
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
4.1. Deskripsi data penelitian ... 64
4.2. Gambaran umum perusahaan ... 65
4.2.1 Perusahaan Delisting ... 65
4.2.2 Perusahaan Listing ... 68
4.3. Hasil analisis data ... 72
4.3.1 Penghitungan Rasio Keuangan ... 72
4.3.2 Penghitungan Nilai Skor Masing-masing Model ... 100
4.3.3 Tingkat Keakuratan Hasil Prediksi ... 107
4.3.4 Uji Kelayakan Model ... 116
4.4. Pembahasan ... 119
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 130
5.1. Kesimpulan ... 130
5.2. Saran ... 131
5.3. Keterbatasan penelitian ... 132
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman yang diikuti dengan perubahan siklus ekonomi
menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan. Perubahan ini berdampak
pada persaingan ketat yang dialami oleh semua kalangan pelaku bisnis sehingga
menuntut sebuah perusahaan mempunyai daya saing yang kuat. Perusahaan
diharapkan mampu beradaptasi dengan keadaan, ditengah perubahan yang terus
terjadi. Perusahaan yang tidak mampu bersaing lambat laun akan tersingkir dari
lingkungan industrinya dan akhirnya membawa pengaruh buruk bagi perusahaan
tersebut.
Suatu kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan, tentulah memiliki
beberapa tujuan yang ingin dicapai. Salah satunya adalah menghasilkan
keuntungan yang optimal atas usaha yang dijalankan sehingga mampu untuk
bertahan dan berkembang dalam jangka waktu yang tak terbatas. Namun apabila
perusahaan mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya kemungkinan
untuk mendapatkan keuntungan sangat kecil. Dengan adanya kegagalan untuk
memperoleh keuntungan dikhawatirkan perusahaan tidak dapat menjalankan
usahanya karena ketidakcukupan dana. Jika hal tersebut terjadi secara terus
Kebangkrutan merupakan masalah yang dapat terjadi dalam sebuah perusahaan
apabila perusahaan tersebut mengalami kondisi kesulitan. Setyaningsih dkk
(2008) menilai bahwa kebangkrutan adalah fenomena yang selalu dihindari oleh
perusahaan, karena hal tersebut dapat menunjukkan ketidakmampuan perusahaan
dalam mengalokasikan dana secara tepat dan efisien. Mengingat pentingnya untuk
mampu mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang,
manajer akan senantiasa berusaha meminimalkan faktor-faktor yang
menyebabkan kegagalan atau kebangkrutan perusahaan khususnya dibidang
keuangan.
Ketidakstabilan ekonomi yang terjadi disuatu negara akan semakin mempercepat
kondisi kesulitan keuangan sebuah perusahaan. Hal ini tidak hanya berdampak
pada kemungkinan terjadi kebangkrutan tetapi terganggunya kepercayaan publik,
dan hal yang ditakuti para investor yaitu kemungkinan kehilangan modal yang
diinvestasikan. Investor yang memilih berinvestasi dalam saham pasti dihadapkan
pada berbagai risiko, seperti kemungkinan kehilangan modal yang
diinvestasikannya. Investor tentunya menyukai perusahaan yang memiliki kinerja
yang baik dan menghindari perusahaan yang memiliki kinerja yang buruk,
mengalami kesulitan keuangan, terlebih lagi perusahaan yang mengalami
kebangkrutan. Untuk itu, sebelum investor mengambil keputusan untuk
menginvestasikan dananya dalam saham, terlebih dahulu investor harus
memperhatikan dan menganalisa prospek dari bisnis tersebut. Kesalahan dalam
memprediksi kelangsungan operasional suatu perusahaan akan berakibat fatal bagi
Kondisi investasi disuatu negara berkaitan erat dengan pasar modal. Anoraga dan
Pakarti (2008) mengungkapkan bahwa pasar modal merupakan salah satu
alternatif yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
dananya. Seperti yang dinyatakan P3E Semarang (1989) dalam Anoraga dan
Pakarti (2008) bahwa pasar modal adalah sarana yang mempertemukan antara
pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang
kekurangan dana (defisit fund), dimana dana yang diperdagangkan merupakan
dana jangka panjang. Jadi, jika para pemegang saham yang ada tidak mampu
menyediakan dana jangka panjang maka pilihan paling tepat bagi perusahaan
adalah berpaling ke pasar modal.
Umumnya keberadaan pasar modal dimanfaatkan perusahaan go public sebagai
sarana untuk mendapatkan sumber dana atau alternatif pembiayaan. Adanya pasar
modal dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan kinerja dan kondisi
keuangan perusahaan. Pasar akan merespon positif melalui peningkatan harga
saham perusahaan jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan bagus. Para
investor dan kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan
selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut apakah
mengalami kesulitan keuangan atau tidak (Atmini, 2005). Oleh karena itu, analisis
dan prediksi atas kondisi keuangan suatu perusahaan sangat penting dilakukan.
Salah satu indikator perusahaan bangkrut di pasar modal adalah perusahaan
delisting (Fatmawati, 2012). Perusahaan delisting adalah perusahaan yang
dihapuskan atau dikeluarkan dari daftar perusahaan yang sahamnya
Ketentuan ini diatur dalam Keputusan Direksi PT BEJ No. Kep.01/BEJ/1992,
tanggal 17 Februari 1992 (www.minerba.esdm.go.id, diakses pada tanggal 23
September 2015). Perusahaan yang telah dihapuskan atau dikeluarkan dari bursa
tidak dapat lagi menerbitkan laporan keuangan. Semua kewajiban yang semula
melekat akan terhapus, termasuk kewajiban untuk menerbitkan laporan keuangan
perusahaan. Perusahaan delisting sering dianggap bangkrut, karena para investor
sudah tidak dapat lagi berinvestasi di perusahaan tersebut. Pada dasarnya sebuah
perusahaan yang telah delisting masih beroperasi namun tidak dapat lagi diakses
oleh publik. Delisting dapat dilakukan baik atas permintaan perusahaan maupun
keputusan bursa. Delisting atas perintah bursa biasanya karena perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajiban dan aturan yang telah ditetapkan salah satunya adalah
berturut-turut menderita rugi (bangkrut).
Kebangkrutan berhubungan dengan biaya dan risiko yang besar. Jadi setiap
perusahaan harus mewaspadai adanya potensi kebangkrutan. Karena banyak pihak
yang akan dirugikan apabila perusahaan mengalami kebangkrutan terutama bagi
perusahaan terbuka (go public). Pihak-pihak yang dirugikan tersebut diantaranya
investor yang berinvestasi, kreditur yang dirugikan karena terjadinya gagal bayar,
karyawan perusahaan tersebut karena terjadi pemutusan hubungan kerja serta
manajemen perusahaan itu sendiri. Apabila suatu perusahaan sudah mengalami
kesulitan keuangan, maka perusahaan tersebut harus benar-benar waspada
terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, termasuk mengalami
kebangkrutan atau kegagalan dalam usahanya. Untuk itu perusahaan harus sedini
Prediksi kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal
kebangkrutan. Semakin awal tanda kebangkrutan diketahui, tentunya semakin
baik bagi perusahaan. Dengan itu perusahaan dapat melakukan persiapan untuk
mengatasi berbagai kemungkinan buruk dengan melakukan perbaikan-perbaikan
dan membuat strategi jika kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi pada
perusahaan. Seperti yang dinyatakan Kartikasari dkk (2014) bahwa perusahaan
dikatakan bangkrut jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar
kewajibannya pada kreditur. Sehingga diperlukan analisis prediksi kebangkrutan
untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya ditahun
berikutnya. Hanafi dan Abdul (2009) menyatakan bahwa tanda-tanda
kebangkrutan tersebut dapat dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi.
Risiko kebangkrutan dapat diantisipasi serta dihindari dengan melakukan prediksi
potensi kebangkrutan. Untuk meminimalisir risiko kebangkrutan, diperlukan suatu
alat atau model prediksi yang dapat digunakan untuk memprediksi ada atau
tidaknya potensi kebangkrutan perusahaan (Zakkiyah dkk, 2014). Puryati dan
Savitri (2012) menyatakan bahwa prediksi kondisi kebangkrutan dapat dianalisis
dari laporan keuangan perusahaan melalui perkembangan analisis rasio-rasio
keuangan perusahaan yang bersangkutan. Anggraeni dkk (2014) menjelaskan
bahwa perhitungan dari rasio-rasio keuangan dapat menunjukkan kondisi
keuangan perusahaan dari tahun ke tahun, yang sedang mengalami kenaikan atau
penurunan kinerja. Apabila perusahaan terus mengalami penurunan kinerja, maka
Analisis rasio pada perkembangannya mempunyai kendala dan keterbatasan
dimana setiap rasio diuji secara terpisah. Pengaruh kombinasi beberapa rasio
hanya berdasarkan pertimbangan para analis keuangan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, beberapa peneliti mengembangkan suatu model prediksi sebagai
kombinasi dari berbagai rasio guna menjawab kekurangan dari analisis rasio
(Weston dan Thomas, 1995). Banyak model prediksi yang bermunculan untuk
memprediksi kebangkrutan, diantaranya model Altman dan model Zmijewski.
Menurut Peter dan Yoseph (2011) model Altman dan Zmijewski termasuk model
yang mudah dalam penggunaannya dan prediksi kebangkrutannya pun cukup
akurat.
Model Altman dan model Zmijewski memiliki perbedaan yang signifikan yaitu
dimulai dari teknik analisisnya, jumlah rasio keuangan yang digunakan hingga
jumlah perusahaan yang diteliti. Altman (1968) menggunakan lima jenis rasio
keuangan dalam model analisis multiple discriminant pada 66 perusahaan yang
terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang masih bertahan.
Kelima rasio tersebut yaitu rasio modal kerja terhadap total aset, rasio laba
ditahan terhadap total aset, rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset,
nilai buku ekuitas terhadap nilai buku total hutang, dan rasio penjualan terhadap
total aset. Sedangkan Zmijewski (1984) dalam Hadi dan Anggraeni (2008)
menggunakan analisis yang mengukur kondisi keuangan perusahaan dengan
menggunakan rasio yang mengukur kinerja (ROA), leverage, dan likuiditas suatu
perusahaan pada 40 perusahaan bangkrut dan 800 perusahaan yang masih
Penelitian mengenai model prediksi kebangkrutan telah banyak dilakukan.
Prabowo dan Wibowo (2015) melakukan penelitian yang membandingkan model
Altman Z-score, model Zmijewski, dan model Springate dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan delisting. Hasil penelitian menemukan bahwa model
prediksi Altman merupakan prediktor terbaik diantara ketiga model yang
dianalisa. Penelitian Savitri (2014) menemukan bahwa model Altman Z-score
terbukti dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting dan menjadi
prediktordelistingterbaik diantara model Zmijewski dan Springate.
Fatmawati (2012) meneliti tentang penggunaanThe Zmijewski Model, The Altman
Model, dan The Springate Model sebagai prediktor delisting. Hasil penelitian
menemukan bahwa dari ketiga model prediktor delisting yang digunakan model
Zmijewski lebih akurat dalam memprediksi perusahaan delistingdibanding model
Altman dan Springate. Kemudian Zakkiyah dkk (2014) melakukan penelitian
tentang analisis penggunaan model Zmijewski dan Altman untuk memprediksi
potensi kebangkrutan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan
antara model Zmijewski dan Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada
perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Melihat banyaknya penelitian tentang kebangkrutan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia. Akan tetapi masih terbatasnya penelitian tentang perusahaan delisting
dan perbandingan model prediksi kebangkrutan. Penulis akan menggunakan
sampel perusahaan delisting sebanyak 7 perusahaan dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2015 (kecuali perusahaan sektor keuangan dan perbankan) yang
dan bukan karena akuisisi ataupun merger serta sampel perusahaan listing
sebanyak 7 perusahaan pada periode tahun yang sama, dengan jumlah yang sama
dan pada bidang usaha sejenis sebagai sampel pembanding, kemudian penulis
akan menggunakan model Altman dan model Zmijewski sebagai model untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan delisting dan menentukan prediktor
delistingterbaik diantara kedua model tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui keakuratan masing-masing model dalam memprediksi delisting serta
mengetahui model prediksi delisting terbaik antara model kebangkrutan Altman
dan Zmijewski. Dengan demikian penulis akan melakukan penelitian yang
berjudul“Pengujian Keakuratan Model Altman dan Model Zmijewski dalam
Memprediksi Kebangkrutan pada Perusahaan Delisting dari Bursa Efek
Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan pada penelitian ini adalah:
1. Apakah model Altman dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan
delisting?
2. Apakah model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan
delisting?
3. Model prediksi manakah yang paling akurat antara model Altman dan
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan diatas maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Membuktikan bahwa model Altman dapat digunakan untuk memprediksi
perusahaandelisting.
2. Membuktikan bahwa model Zmijewski dapat digunakan untuk
memprediksi perusahaandelisting.
3. Mengetahui model prediksi mana yang paling akurat antara model Altman
dan model Zmijewski dalam memprediksi perusahaandelisting.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berikut ini:
1. Bagi investor
Adanya informasi tentang model prediksi delisting diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan
ketika akan berinvestasi. Selain itu, investor juga penting mengetahui
apakah perusahaan yang menerima dana mereka adalah perusahaan yang
sehat dan dapat memberikan return optimal dari investasi yang mereka
tanam sehingga investor tidak mengalami kerugian.
2. Bagi manajemen
Penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen mendeteksi sejak
tindakan pencegahan lebih awal guna menyelamatkan perusahaan dan
penghapusan pencatatan saham (delisting) dari bursa dapat dihindari.
3. Bagi dunia akademis
Penelitian ini tidak hanya bermanfaat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis di Fakultas ISIP
Universitas Lampung, tetapi juga diharapkan dapat berguna bagi
penelitian selanjutnya yang mengambil tema yang sama dengan penelitian
2.1 Kebangkrutan
2.1.1 Pengertian Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan
dana dalam menjalankan usahanya. Biasanya kebangkrutan diartikan sebagai
kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan
laba. Menurut Peter dan Yoseph (2011) kebangkrutan sebagai suatu kegagalan
didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu:
1. Kegagalan ekonomi (economic distressed)
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi
biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal
atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.
Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh
dibawah arus kas yang diharapkan.
2. Kegagalan keuangan (financial distressed)
Mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian
kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset liability
terkena financial distress. Kegagalan keuangan dapat juga diartikan
sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar
saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu insolvensi
teknis dan insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis
yaitu perusahaan dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo. Sedangkan insolvensi dalam pengertian
kebangkrutan yaitu kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai
kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang
dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Menurut Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998, debitur yang mempunyai
dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan yang berwenang,
baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya. Adnan dan Kurniasih (2000) menyatakan bahwa kebangkrutan suatu
perusahaan ditandai dengan kesulitan keuangan yaitu keadaan dimana perusahan
lemah dalam menghasilkan laba atau perusahaan cenderung mengalami defisit.
Kebangkrutan juga sering disebut likuiditas perusahaan atau penutupan
perusahaan atau insolvabilitas.
Kesulitan usaha merupakan kondisi kontinum mulai dari kesulitan keuangan yang
ringan (seperti masalah likuiditas), sampai pada kesulitan yang lebih serius, yaitu
tidak solvabel (utang lebih besar dibandingkan dengan aset). Pada kondisi tersebut
perusahaan praktis dapat dikatakan sudah bangkrut (Hanafi, 2011). Perusahaan
kewajibannya pada kreditur. Sehingga diperlukan analisis prediksi kebangkrutan
untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya di tahun
berikutnya (Kartikasari dkk, 2014). Seperti yang dinyatakan Hanafi (2011) bahwa
kebangkrutan merupakan persoalan yang serius, dan memakan biaya, maka
apabila ada early warning system yang dapat mendeteksi potensi kebangkrutan
sejak awal, manajemen akan sangat terbantu. Manajemen dapat melakukan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan sedini mungkin untuk menghindari
kebangkrutan.
Kebangkrutan disimpulkan sebagai suatu situasi atau keadaan dimana perusahaan
tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena
perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan
atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh
perusahaan yaitu keuntungan tidak tercapai atau tidak terpenuhi. Pada situasi itu,
perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan. Jika tidak diselesaikan dengan
benar, kesulitan kecil dapat berkembang menjadi lebih besar dan akan sampai
pada kebangkrutan.
2.1.2 Penyebab Kebangkrutan
Darsono dan Ashari (2005) dalam Kartikasari dkk (2014) mendeskripsikan bahwa
secara garis besar penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal dapat berasal
dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau
dkk (2014) pun menjelaskan beberapa faktor internal yang dapat menyebabkan
kebangkrutan perusahaan diantaranya:
1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus
menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat
membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh
pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian
manajemen.
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah hutang
piutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan
biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan dapat
menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan
karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak
menghasilkan pendapatan.
3. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan dapat mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan
ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya
membangkrutkan perusahaan. Kecurangan ini dapat berbentuk manajemen
yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang
saham atau investor.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang dapat mengakibatkan kebangkrutan
(Darsono dan Ashari, 2005 dalam Kartikasari dkk, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan
dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2. Kesulitan bahan baku karenasuppliertidak dapat memasok lagi kebutuhan
bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantispasi hal
tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier
dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok
sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
3. Faktor debitur juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitur tidak
melakukan kecurangan dalam mengembalikan hutang. Terlalu banyak
piutang yang diberikan pada debitur dengan jangka waktu pengembalian
yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva yang menganggur yang
tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang
besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan
harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitur supaya
dapat melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
4. Hubungan yang tidak harmonis dengan debitur juga dapat berakibat fatal
terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Seperti tertera dalam
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, kreditur dapat memailitkan perusahaan. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus dapat mengelola hutangnya
dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditur.
5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri seperti selalu memperbaiki produk yang dihasilkan,
memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan sehingga dapat
6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh
perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan
negara-negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi
oleh perusahaan.
2.1.3 Indikator-Indikator Prediksi Kebangkrutan
Sebelum terjadi kebangkrutan, biasanya muncul berbagai indikator yang dapat
dilihat khususnya terkait dengan efektivitas operasi. Indikator-indikator tersebut
digunakan untuk melihat tanda-tanda akan munculnya kegagalan (kebangkrutan).
Menurut Teng (2002) dalam Wakhidah dkk (2014) indikator-indikator tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Profitabilitas yang negatif atau menurun. Barometer suatu perusahan yang
rapuh dapat ditunjukkan dengan profitabilitas negatif atau menurun.
2. Merosotnya posisi pasar. Kemerosotan posisi pasar dapat dilihat melalui
hilangnya pangsa pasar bagi perusahaan, menurunnya jumlah distributor.
3. Posisi kas yang buruk atau negatif/ketidakmampuan melunasi
kewajiban-kewajiban kas.
4. Tingginya perputaran karyawan atau rendahnya moral.
5. Penurunan volume penjualan, karena adanya perubahan selera atau
permintaan konsumen.
6. Ketergantungan terhadap utang, bagi perusahaan yang mengandalkan
kegiatan operasinya maupun investasinya berdasarkan sumber pinjaman,
akan mendapat kesulitan dalam menyelesaikan kewajibannya.
8. Penurunan nilai penjualan, dapat terjadi karena turunnya market share
yang diikuti dengan kenaikan tarif relatif harga jual yang mungkin
dipengaruhi oleh tingkat inflasi.
2.1.4 Manfaat Informasi Kebangkrutan
Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak yang
berkepentingan tentang kinerja keuangan perusahaan. Semakin awal tanda
kebangkrutan diketahui, tentunya semakin baik bagi perusahaan. Dengan itu
perusahaan dapat melakukan perbaikan-perbaikan dan membuat strategi untuk
menghadapi jika kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi pada perusahaan.
Menurut Hanafi dan Abdul (2009) informasi prediksi kebangkrutan sangat
bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya:
1. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil keputusan
siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk
kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan
bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model
prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal
3. Pihak pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung
jawab untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai
kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya
tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
4. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu
usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern
(kelangsungan hidup) suatu perusahaan.
5. Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah
preventif (pencegahan) sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari atau
dapat diminimilisir.
2.2Delisting
Delisting adalah penghapusan pencatatan dari daftar saham di bursa yang
dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan di bursa tersebut. Pada saat
perusahaan melakukan go private, hal tersebut pada umumnya diikuti dengan
tindakan delisting oleh bursa. Delisting disebut juga perpindahan
perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak
mematuhi aturan-aturan yang berlaku atau keadaan keuangannya jauh dibawah
standar yang berlaku secara umum (Hermuningsih, 2012). Menurut Darmadji dan
Hendy (2011) delisting adalah penghapusan efek dari daftar efek yang tercatat
bursa atau yang dikenal dengan istilah relisting.Bursa Efek Indonesia mengatur
ketentuan mengenai delisting dan relisting melalui Peraturan Nomor I-I tentang
Penghapusan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) Saham di
Bursa yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004.
Hermuningsih (2012) menjelaskan bahwa pada dasarnya delisting merupakan
akibat dari wanprestasinya emiten atau tidak dipenuhinya isi, syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian atau kontrak yang dibuat dan diwajibkan
oleh bursa efek. Delisting merupakan tindakan yang membawa akibat hukum
dengan tidak memperbolehkan efek emiten yang bersangkutan diperdagangkan
lagi di bursa. Hukuman dalam bentuk delisting tersebut yang dijatuhkan oleh
otoritas bursa hanya akan diambil oleh bursa efek, setelah memperhatikan dan
mempertimbangkan ketidakmampuan dari emiten sebagai perseroan untuk
memenuhi kriteria yang dapat menyebabkan terjadinya delisting. Penghapusan
pencatatan saham perusahaan tercatat dari daftar efek yang tercatat di bursa dapat
terjadi karena:
a. Permohonan penghapusan pencatatan saham yang diajukan oleh
perusahaan tercatat sendiri, yang biasanya disebutvoluntary delisting.
b. Dihapus pencatatannya oleh bursa sesuai dengan ketentuan bursa karena
tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bursa, yang bisanya
disebut denganforced delisting.
Hermuningsih (2012) juga menjelaskan bahwa hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinyadelistingpada perusahaan di bursa dapat berbeda-beda antara satu bursa
minimum, nilai kapitalisasi pasar dibawah minimum, dimana nilai kapitalisasi
merupakan total nilai dari harga pasar saham dikali seluruh jumlah saham yang
beredar, kemudiannett incomedibawah minimum serta kepailitan perusahaan.
2.2.1 KriteriaDelisting
Ahmad (1996) menjelaskan beberapa kriteria delisting yang telah diatur dalam
Keputusan Direksi PT BEJ No.Kep.01/BEJ/1992, tanggal 17 Februari 1992, yaitu:
a. Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun
diputuskan oleh bursa. Dalam hal delistingdiputuskan oleh bursa, terlebih
dahulu wajib mendengar pendapat dari Komisi Pencatatan Efek.
b. Delisting atas permohonan emiten hanya dapat dilaksanakan apabila hal
tersebut telah diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah
menyelesaikan semua kewajibannya terhadap bursa.
c. Delisting atas permohonan emiten diajukan dua bulan sebelum tanggal
delisting diberlakukan dengan mengemukakan alasannya serta
melampirkan berita secara RUPS sebagaimana dimaksud pada poin diatas.
d. Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, berupa wajib mengumumkan
rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya 30 hari sebelum tanggal
delistingdiberlakukan.
e. Emiten yang efeknya tercatat di bursa yang mengalami salah satu kondisi
tersebut di bawah ini, dipertimbangkan untuk dikenakandelisting:
1. Selama tiga tahun berturut-turut menderita rugi atau terdapat
selisih rugi sebesar 50% atau lebih dari modal disetor dalam neraca
2. Selama tiga tahun berturut-turut tidak membayar dividen tunai
(untuk saham). Melakukan tiga kali cidera janji (untuk obligasi).
3. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
4. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal (perorang)
selama tiga bulan berturut-turut berdasarkan laporan bulanan
emiten/Biro Administrasi Efek.
5. Selama enam bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi.
6. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.
7. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan ketentuan pasar
modal pada umumnya.
8. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan umum
berdasarkan keputusan instansi yang berwenang.
9. Emiten dilikuidasi karena merger, penggabungan, bangkrut,
dibubarkan (reksadana) atau alasan lainnya.
10. Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan.
11. Emiten menghadapi gugatan/perkara/peristiwa yang secara
material mempengaruhi kondisi dan kelangsungan hidup
perusahaan.
12. Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan bersih (net asset
value) turun menjdai kurang dari 50% dari nilai perdana yang
2.2.2 ProsedurDelisting
Ahmad (1996) menjelaskan pula beberapa prosedur delisting yang telah diatur
dalam Keputusan Direksi PT BEJ No.Kep.01/BEJ/1992, tanggal 17 Februari
1992, yaitu:
a. Kemungkinan delisting disampaikan secara tertulis oleh bursa kepada
emiten dengan menjelaskan kriteria yang menjadi dasar pertimbangan.
Tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada Ketua Bapepam oleh
Komite Pencatatan Efek.
b. Pemberitahuan sebagaimana maksud pada poin pertama diatas juga
menjelaskan bahwa emiten berhak meminta diselenggarakannya dengar
pendapat sebelum keputusandelistingdiambil oleh bursa.
c. Permintaan dengar pendapat dari emiten disampaikan kepada bursa
selambat-lambatnya sepuluh hari bursa setelah diterimanya pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada poin pertama dan kedua diatas. Tembusan
surat disampaikan kepada Ketua Bapepam dan Komite Pencatatan Efek.
d. Bursa menetapkan waktu dan acara dengar pendapat. Acara dan waktu
yang telah ditetapkan disampaikan secara tertulis kepada emiten
selambat-lambatnya sepuluh hari bursa sebelum dengar pendapat dilaksanakan.
Tembusan surat disampaikan kepada Ketua Bapepam dan Komite
Pencatatan Efek.
e. Pada saat dengar pendapat, emiten maupun bursa dapat mengajukan bukti,
kesaksian dan argumentasinya masing-masing, kedua belah pihak dapat
mengajukan saksi, dan terhadap saksi dapat dilakukan pengujian silang.
f. Bursa wajib mengambil keputusan selambat-lambatnya lima hari bursa
setelah dengar pendapat.
g. Dalam hal emiten tidak mengajukan permintaan dengar pendapat, bursa
dapat langsung mengambil keputusan.
h. Keputusan bursa dapat berbentuk:
1. Mempertahankan pencatatan efek yang bersangkutan di bursa, atau
2. Menghentikan sementara (suspensi) perdagangan efek yang
bersangkutan di bursa; atau
3. Menghapus efek yang bersangkutan dari daftar efek yang tercatat
di bursa.
i. Dalam mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada poin f di atas,
bursa terlebih dahulu mendengar pertimbangan Komite Pencatatan Efek.
Dalam hal anggota Komite Pencatatan Efek mempunyai kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung dalam emiten yang sedang
dipertimbangkan untuk dikenakan delisting, maka anggota komite yang
bersangkutan dilarang menggunakan haknya dalam pengambilan
keputusan pada kasus tersebut.
j. Keputusan sebagaimana dimaksud pada poin f di atas disampaikan secara
tertulis kepada emiten dengan tembusan kepada Ketua Bapepam dan
diumumkan di bursa pada hari bursa berikutnya.
k. Dalam hal suspensi, bursa menetapkan waktu berlakunya penghentian
l. Setelah masa suspensi berakhir, bursa dapat mengambil keputusan apakah
akan mempertahankan pencatatan saham yang bersangkutan atau
menghapusnya dari daftar efek yang tercatat di bursa.
m. Keputusan sebagaimana dimaksud poin l di atas disampaikan secara
tertulis kepada emiten dengan tembusan kepada Ketua Bapepam dan
diumumkan pada bursa hari berikutnya.
n. Emiten yang mengalami suspensi tetap untuk menyampaikan dan
mengumumkan laporan berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
o. Apabila suatu emiten dipertimbangkan untuk dikenakan delisting, maka
semua jenis efek emiten tersebut yang tercatat di bursa termasuk dalam
pertimbangan ini.
p. Emiten yang efeknya diputuskan untuk dikenakan delisting, mengajukan
keberatan kepada Ketua Bapepam dan keputusan Bapepam bersifat final.
2.3 Laporan Keuangan
2.3.1 Pengertian Laporan Keuangan
Analisis keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan
keuangan perusahaan. Laporan keuangan diharapkan dapat memberi informasi
mengenai perusahaan, yang digabung dengan informasi lain, seperti informasi
industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kualitas manajemen,
kemudian laporan keuangan diharapkan juga dapat memberikan gambaran yang
lebih baik mengenai prospek dan risiko perusahaan (Hanafi dan Abdul, 2009).
Menurut Harahap (2006) laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan
Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk
menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Pada tahap pertama
seorang analis tidak akan mampu melakukan pengamatan langsung ke suatu
perusahaan. Oleh karena itu yang paling penting adalah media laporan keuangan.
Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan sarana informasi bagi analis dalam
proses pengambilan keputusan. Brigham dan Joel (2001) menjelaskan bahwa
laporan keuangan melaporkan baik posisi perusahaan pada suatu waktu tertentu
maupun operasinya selama beberapa periode yang lalu. Nilai ril dari laporan
keuangan adalah fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu
memprediksi laba dan dividen masa depan.
2.3.2 Tujuan Laporan Keuangan
Banyak sumber yang menjelaskan mengenai tujuan laporan keuangan. Menurut
SAK dalam Harahap (2006) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan menunjukkan apa yang telah
dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan menurut Prinsip Akuntansi Indonesia
(1984) dalam Harahap (2006) tujuan laporan keuangan adalah:
1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan
dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang
timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.
3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan didalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam
aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai
aktivitas pembiayaan dan investasi.
5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan
dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan,
seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan.
2.4.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan
Terdapat tiga jenis laporan keuangan yang lazim digunakan (Hanafi dan Abdul,
2009) yaitu:
1. Neraca
Neraca meringkaskan posisi keuangan suatu perusahaan pada tanggal
tertentu. Neraca menampilkan sumber daya ekonomis (aset), kewajiban
ekonomis (utang), modal saham, dan hubungan antar item tersebut. Neraca
tidak memberikan informasi nilai perusahaan secara langsung, tetapi
informasi tersebut dapat dilihat dengan mempelajari neraca digabung
dengan laporan keuangan yang lain. Secara lebih spesifik, neraca
perusahaan, fleksibilitas perusahaan, kemampuan operasional, dan
kemampuan menghasilkan pendapatan selama periode tertentu.
2. Laporan laba rugi
Laporan laba rugi meringkaskan hasil dari kegiatan perusahaan selama
periode akuntansi tertentu. Sumbangan laporan laba rugi terhadap
penyampaian informasi akan meningkat apabila laporan laba rugi dapat
memberi informasi mengenai prestasi mengenai operasional perusahaan,
informasi ROI, biaya, feedbackterhadap evaluasi prediksi pendapatan dan
komponen-komponennya.
3. Laporan aliran kas
Laporan aliran kas dipakai untuk menganalisis aliran kas masuk dan keluar
perusahaan. Laporan aliran kas bertujuan untuk melihat efek kas dari
kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan suatu perusahaan selama
periode tertentu.
2.4.4 Pengguna Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan
masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para
penggunanya dalam dunia bisnis yang menghasilkan keuntungan. Berikut
beberapa pengguna laporan keuangan (Harahap, 2006):
1) Pemegang saham
Pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan, aset,
utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Pemegang saham juga ingin melihat
waktu, perbandingan dengan usaha sejenis, dan perusahaan lainnya. Dari
informasi tersebut pemegang saham dapat mengambil keputusan apakah ia
akan mempertahankan sahamnya, menjual, atau menambahnya. Semua
tergantung pada kesimpulan yang diambil dari informasi yang terdapat
dalam laporan keuangan atau informasi tambahan lainnya.
2) Investor
Investor dalam hal tertentu juga sama seperti pemegang saham. Bagi
investor, potensial melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan
diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan.
3) Analis pasar modal
Analis pasar modal ingin mengetahui nilai perusahaan, kekuatan dan
posisi keuangan perusahaan. Apakah layak disarankan untuk dibeli
sahamnya, dijual atau dipertahankan. Informasi ini akan disampaikan
kepada langganannya berupa investor baik individual maupun lembaga.
4) Manajer
Manajer ingin mengetahui situasi ekonomis perusahaan yang dipimpinnya.
Seorang manajer selalu dihadapkan pada masalah yang memerlukan
keputusan cepat dan setiap saat. Untuk sampai pada keputusan yang tepat,
manajer harus mengetahui selengkap-lengkapnya kondisi keuangan
perusahaan.
5) Karyawan dan serikat pekerja
Karyawan perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan untuk
atau pindah. Karyawan juga perlu mengetahui hasil usaha perusahaan
supaya dapat menilai apakah penghasilan yang diterimanya adil atau tidak.
6) Instansi pajak
Semua kewajiban pajak tergambar dalam laporan keuangan, dengan
demikian instansi pajak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai
dasar menentukan kebenaran perhitungan pajak, pembayaran pajak,
pemotongan pajak, dan juga untuk dasar penindakan.
7) Kreditur
Sama seperti pemegang saham investor, lender seperti bank, investment
fund, perusahaanleasing, juga ingin mengetahui informasi tentang situasi
dan kondisi perusahaan baik yang sudah diberi pinjaman maupun yang
akan diberi pinjaman. Bagi perusahaan calon debitur laporan keuangan
dapat menjadi sumber informasi untuk menilai kelayakan perusahaan
untuk menerima kredit yang akan diluncurkan.
8) Supplier
Supplier hampir sama dengan kreditur. Laporan keuangan dapat menjadi
informasi untuk mengetahui apakah perusahaan layak diberikan fasilitas
kredit, seberapa lama akan diberikan, dan sejauh mana potensi risiko yang
dimiliki perusahaan.
2.4 Analisis Rasio Keuangan
2.4.1 Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos
dan signifikan. Rasio ini akan menyederhanakan informasi yang menggambarkan
hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan
tersebut hubungan antara pos dapat dinilai secara cepat dan dapat
membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi
dan memberikan penilaian (Harahap, 2006).
Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan.
Menurut Wild dkk (2005) analisis rasio merupakan salah satu alat analisis
keuangan yang paling populer dan banyak digunakan. Analisis rasio dapat
mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam
menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari
masing-masing komponen yang membentuk rasio. Sartono (2001) menjelaskan
bahwa analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan cara membandingkan
prestasi satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga diketahui
adanya kecenderungan periode tertentu. Selain itu dapat pula dilakukan dengan
cara membandingkan perusahaan sejenis dalam industri itu sehingga dapat
diketahui bagaimana posisi perusahaan dalam industri. Penggunaan analisis rasio
keuangan ini sangat bervariasi dan tergantung oleh pihak yang memerlukan.
Hasil rasio keuangan akan digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam
suatu periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. Kemudian
juga untuk menilai kemampuan manajemen dalam memberdayakan sumber daya
perusahaan secara efektif. Dari kinerja yang dihasilkan juga dapat dijadikan
sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan ke depan agar kinerja manajemen
Hanafi (2011) menjelaskan beberapa jenis rasio keuangan yang sering digunakan:
1. Rasio likuiditas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka pendek. Ada beberapa rasio likuiditas yaitu rasio lancar dan rasio
quick.
2. Rasio aktivitas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menggunakan asetnya
dengan efisien. Ada beberapa rasio aktivitas yang sering dipergunakan,
diantaranya rata-rata umur piutang, perputaran persediaan, perputaran
aktiva tetap, dan perputaran total aktiva.
3. Rasio utang/leverage/solvabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi total
kewajibannya. Jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan yaitu rasio
utang terhadap total aset, rasio times interest earned, dan rasio fixed
charge coverage.
4. Rasio keuntungan/profitabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan
(profitabilitas). Jenis rasio profitabilitas yang sering digunakan, yaitu
profit margin,Return On Assets(ROA), danReturn On Equity(ROE).
5. Rasio pasar
Rasio yang mengukur harga pasar saham perusahaan, relatif terhadap nilai
bukunya. Ada beberapa rasio yang dapat dihitung yaitu PER (Price
2.4.2 Penggolongan Angka Rasio
Pada dasarnya jumlah angka rasio sangat banyak karena rasio dapat dibuat
menurut kebutuhan penganalisa. Menurut Djahidin (1982) angka rasio pada
dasarnya dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan sumber
data dan tujuan penganalisa. Berdasarkan sumber datanya angka rasio
digolongkan sebagai berikut:
1. Rasio neraca (balance sheet) yaitu semua rasio yang datanya diambil dari
neraca. Contohnyacurrent ratio, acid test ratio, working capital ratio.
2. Rasio laporan rugi laba (income statement) yaitu semua yang datanya
diambil dari laporan rugi laba. Contohnya gross profit margin, net
operating margin, operating ratio, dan sebagainya.
3. Rasio antar laporan (interstatement ratios) yaitu semua rasio yang datanya
diambil dari neraca dan laporan rugi laba. Contohnya inventory turnover
(tingkat perputaran persediaan), account receivable turnover (tingkat
perputaran piutang),sales to inventory, sales to fixed assets, dan lain-lain.
Sedangkan berdasarkan tujuan analisa, Djahidin (1982) menjelaskan bahwa
sebagai penganalisa atas laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) pada
umumnya mempunyai tiga tujuan utama yaitu untuk mengetahui tingkat likuiditas
perusahaan, untuk mengetahui tingkat solvabilitas, untuk mengetahui kemampuan
perusahaan memperoleh laba (rentabilitas). Tujuan-tujuan tersebut berhubungan
dengan kemampuan penganalisa untuk menyajikan hasil analisanya kepada
pihak-pihak yang memerlukan data (informasi) tentang perusahaan yang bersangkutan,
sehingga pihak-pihak tersebut dapat mengambil keputusan tentang kebijaksanaan
2.4.3 Keterbatasan Rasio Keuangan
Dalam praktiknya rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan kegunaan
yang cukup banyak bagi perusahaan dalam mengambil keputusan, namun bukan
berarti rasio keuangan yang dibuat sudah menjamin 100% kondisi dan posisi
keuangan yang sesungguhnya (Kasmir, 2014). Beberapa keterbatasan analisis
rasio yang harus diketahui agar tidak salah dalam penggunaannya (Harahap,
2006):
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk
kepentingan pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi
keterbatasan teknik seperti:
a. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan banyak
mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau
subjektif.
b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah
nilai perolehan bukan harga pasar.
c. Klasifikasi dalam laporan keuangan dapat berdampak pada angka
rasio.
d. Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi dapat
ditetapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan
kesulitan menghitung rasio.
5. Pada saat dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar
akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan
perbandingan dapat menimbulkan kesalahan.
2.5 Model Prediksi Kebangkrutan
2.5.1 Model Altman
Menurut Wild dkk (2005) salah satu model kebangkrutan yang paling terkenal
adalah Altman Z-score. Altman Z-score menggunakan berbagai rasio untuk
menciptakan alat prediksi kebangkrutan. Altman Z-score menggunakan teknik
analisis diskriminan multipel (multiple discriminant analysis). Alat prediksi ini
menggolongkan atau memprediksi kemungkinan bangkrut atau tidak bangkrutnya
perusahaan dengan menggunakan lima jenis rasio keuangan. Lima rasio keuangan
yang digunakan yaitu modal kerja/total aset (X1), laba ditahan/total aset (X2), laba
sebelum bunga dan pajak/total aset (X3), nilai buku ekuitas/nilai buku total hutang
(X4), dan penjualan/total aset (X5). Dapat dilihat bahwa X1, X2, X3, X4, dan X5
masing-masing mencerminkan (1) likuiditas, (2) usia perusahaan dan profitabilitas
kumulatif, (3) profitabilitas, (4) struktur keuangan, dan (5) rasio perputaran
modal. Model Altman Z-scoredihitung sebagai berikut:
Z = 0,717 X1+ 0,847 X2+ 3,107 X3+ 0,42 X4+ 0,998 X5 ... 2.1
Sumber: Hanafi dan Abdul (2009)
Keterangan:
X1= Modal Kerja/Total Aset
X3= Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset
X4= Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku Total Hutang
X5= Penjualan/Total Aset
Altman (1968) menggunakan nilai cut offsebagai dasar pengambilan kesimpulan
bahwa perusahaan yang diteliti mengalami bangkrut atau tidak. Nilai cut off
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Skor Z < 1,20 : perusahaan diperkirakan akan mengalami
kebangkrutan tinggi.
2. Skor Z 1,20–2,90 : perusahaan diperkirakan sedang berada di posisi
grey area, dimana perusahaan harus melakukan
perbaikan yang berarti. Jika tidak perusahaan akan
rawan bangkrut.
3. Skor Z > 2,90 : perusahaan diperkirakan berada dalam kondisi
kebangkrutan yang rendah.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, model Altman menggunakan lima rasio
keuangan dalam memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Kelima rasio
tersebut dijelaskan oleh Hanafi dan Abdul (2009) sebagai berikut:
a. Modal Kerja/Total Aset (X1)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio
ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva.
Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan
akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya
karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi
kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih
yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi
kewajibannya.
b. Laba Ditahan/Total Aset (X2)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang
tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba
ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak
dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham.
c. Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset (X3)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak.
d. Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku Total Hutang (X4)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dari nilai buku ekuitas. Nilai buku ekuitas diperoleh
dari seluruh jumlah ekuitas. Nilai buku hutang diperoleh dengan
menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
e. Penjualan/Total Aset (X5)
Rasio ini mencerminkan efisiensi atau kemampuan manajemen dalam
menggunakan atau mengelola keseluruhan aset perusahaan untuk
2.5.2 Model Zmijewski
Prihanthini dan Maria (2013) menjelaskan bahwa model Zmijewski merupakan
model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh asisten professor akuntansi
di State University of New York, Mark E. Zmijewski. Zmijewski menggunakan
analisis yang mengukur kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio
yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan. Dalam
penelitiannya, sampel yang digunakan Zmijewski berjumlah 840 perusahaan,
terdiri dari 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 yang masih bertahan pada
saat itu. Data diperoleh dari Compustat Annual Industrial File dari tahun
1972-1978. Model yang dikembangkan Zmijewski adalah sebagai berikut:
X-score= -4.3–4.5 X1+ 5.7 X2–0.004 X3... 2.2
Sumber: Prihanthini dan Maria (2013)
Keterangan:
X1=Return On Assets(Laba Bersih/Total Aset)
X2=Leverage(Total Hutang/Total Aset)
X3= Likuiditas (Aset Lancar/Hutang Lancar)
Adapun nilaicut offmodel Zmijewski adalah 0. Jika perusahaan memperoleh skor
lebih dari 0 maka diprediksi mengalami kebangkrutan. Begitupun sebaliknya jika
skor lebih kecil dari 0 maka diprediksi perusahaan tidak mengalami kebangkrutan.
Kriteria penilaian dari model Zmijewski yaitu semakin rendah skor, maka
semakin sehat secara finansial perusahaan tersebut. Semakin tinggi skor, maka
kebangkrutan sehingga dalam analisis model Zmijewski jika bernilai negatif maka
perusahaan tersebut tidak berpotensi bangkrut.
Model Zmijewski menggunakan tiga rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan
likuiditas suatu perusahaan. Berikut penjelasan mengenai rasio-rasio yang
digunakan oleh model Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan suatu
perusahaan (Prihanthini dan Maria, 2013).
a. ROA (X1)
Variabel ini merupakan variabel yang mengukur profitabilitas perusahaan.
Indeks atau angka perbandingan antara penghasilan bersih sebelum biaya
bunga dengan total aset. Dengan kata lain perbandingan antara laba
perusahaan terhadap asetnya.
b. Leverage(X2)
Variabel ini merupakan variabel yang mengukur likuiditas perusahaan
secara total. Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai dari hutang. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila
perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
c. Likuiditas (X3)
Variabel ini merupakan variabel yang mengukur likuiditas perusahaan.
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.MappingPenelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian