ABSTRAK
Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, dan melanggar asas kepatutan atau kesusilaan di masyarakat. Lingkupperbuatanmelawanhukumbegituluassehinggaseringkaliorang
mengajukangugatanperbuatanmelawanhukumnamundaridalil-dalil yang dikemukakansebenarnyalebihtepatjikadiajukangugatanwanprestasi. Dalam hal ini yang akan penulis bahas adalah gugatan antar pimpinan dan pemilik perusahaan keluarga PT Mirota.Pokokpermasalahandalampenelitianiniadalah: 1) Siapakahpihak-pihak yang terlibatdalamkeduaputusan; 2) Alasan-alasanparapihakmengajukangugatan; 3) Pertimbangan hakim dalamkeduaputusan; 4) Akibathukumputusanbagiparapihak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi yang terdapat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK tentang Perkara Perbuatan Melawan Hukum dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tentang Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatifdengan tipepenelitian deskriptif.Penelitian ini menganalisis pokok-pokok permasalahan dengan melakukan kajian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwapihak-pihak yang
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI
(StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor42/Pdt.G/2012/PN.YK)
Oleh
ERSHEWIDA MEI LIANA Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
(StudiKasusPutusanNomor35/PDT.G/2012/PN.YKdan Putusan
Nomor 42/PDT.G/2012/PN.YK)
(Skripsi)
Oleh
ERSHEWIDA MEI LIANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Ershe Wida Mei Liana, lahir di Kediri, 27 Mei 1991.
Penulis adalah anak bungsu dari pasangan Slamet Susanto
dan Erwidati, S.H. Penulis mulai mengenyam pendidikan
pada tahun 1996 di TK Aisyah IV Kediri, kemudian
melanjutkan Sekolah Dasar di SDN Ngronggo VI Kediri,
SMP Negeri 3 Kediri, SMA Negeri 7 Kediri dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Lampung melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Semasa kuliah, penulis aktif di UKM FOSSI (Forum Silaturahim dan Studi Islam)
dan pernah memegang amanah sebagai Sekretaris Departemen KASTRAD
(Kajian dan Strategi Akademik) juga sebagai Sekretaris Biro BBQ (Bimbingan
Baca Al Qur’an).
Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan diantaranya sebagai
berikut:
1. Talk Show “Maju Bersama Wirausahawan Muda, Berkarya Untuk
Membangun Bangsa” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa
diselenggarakan oleh Birohmah Unila pada tahun 2012.
4. Training Motivation yang diselenggarakan oleh BEM FISIP Unila pada
tanggal 25 Februari 2011.
5. Pelatihan Terpadu Gerakan Kewirausahaan Nasional yang diselenggarakan
oleh BM Company dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
MOTO
Dunia ini ibarat laut tak bertepi, dalam tak berakar. Belajarlah dengan pesona
sebagai perahu, kebenaran sebagai kemudinya, takwa sebagai nahkodanya, dan
iman sebagai pedoman. Tidak ada sesuatu yang lebih baik daripada akal yang
diperintah dengan ilmu, dan ilmu yang diperintah dengan kebenaran, kebaikan,
dan agama.
(Acmad Rifa’i)
Ada dua perkara yang tidak lepas dari dusta, yaitu terlalu banyak berjanji dan
terlalu keras mencari alasan.
PERSEMBAHAN
“Skripsi ini kupersembahkan untuk Ibuku, Erwidati, S.H. yang sangat
menginginkan putrinya dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum. Terima
kasih untuk kasih sayang, pengorbanan, dukungan, dan materi yang diberikan.”
“Untuk Ayahku Slamet Susanto, Kakakku Agnes Ade Irawan, dan seluruh
keluargayang menyayangiku.”
SANWACANA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “AnalisisPutusanPengadilantentangPerbuatan Melawan Hukum dan
Wanprestasi (StudiKasusPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan
Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Hukum di Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis telah banyak menerima bantuan, motivasi,
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat.
penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendukung serta memberi
masukan untuk judul skripsi yang diangkat penulis.
3. Bapak Dr. M. Fakih, S.H.,M.S. selaku pembimbing I yang dengan sabar
memberikan motivasi dan masukan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H.,M.Hum. selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan dan memberikan ide-ide untuk kesempurnaan penulisan skripsi
saran, serta memberikan pemahaman tentang metodologi penelitian.
7. Bapak Ahmad Zazili, S.H. selaku pembimbing akademik.
8. Seluruh Dosen maupun Karyawan Civitas Akademika di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Saudariku di FOSSI FH Unila dan rekan-rekan Fakultas Hukum angkatan
2010, khususnya jurusan Hukum Perdata Murni.
10. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan, dan
semangatnya.
Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan mereka. Akhir
kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bandar
Lampung, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN . ... vii
SANWACANA ...viii 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum ...11
2. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum ...14
C.Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian ...19
2. Unsur-Unsur Perjanjian ...21
3. Asas-Asas Perjanjian ...23
4. Jenis-Jenis Perjanjian ...24
2. Macam-Macam Bentuk Wanprestasi ...30
3. Akibat Hukum Wanprestasi ...31
E. Gugatan Melalui Pengadilan 1. Pengertian Gugatan ...31
2. Isi Gugatan ...32
3. Posita atau Fundamentum Petendi ...35
F Putusan Hakim ...36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Pihak-Pihak yang TerlibatPerkaraPerbuatanMelawanHukumdalam PutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK &PerkaraWanprestasidan Perbuatan Melawan Hukum dalamPutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK 1. Pihak-Pihak yang TerlibatdalamPerkaraPerbuatanMelawan HukumdalamPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...43
2. Pihak-Pihak yang TerlibatdalamPerkaraWanprestasidan Perbuatan Melawan Hukum dalamPutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...45
Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK
& PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor
42/Pdt.G/2012/PN.YK
1. Alasan Para Pihak Mengajukan Gugatan dalam Perkara Perbuatan
Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...48
2. Alasan Para Pihak Mengajukan Gugatan dalam Perkara
Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor
42/Pdt.G/2012/PN.YK ...55
C.Pertimbangan Hakim dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum dalam
Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK &PerkaraWanprestasi dan Perbuatan
Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK
1. Pertimbangan Hakim dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum
dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...66
2. Pertimbangan Hakim dalam PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan
Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...76
D.Akibat Hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan
Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para Pihak
1. Akibat Hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para
Pihak ...78
2. Akibat Hukum Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para
Pihak ...80
BAB V KESIMPULAN ...82
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar BelakangHubungan keperdataan adalah hubungan hukum antara pihak yang satu dengan
pihak lainnya yang timbul karena adanya perjanjian.Hubungan hukum tersebut
seringkali menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan pihak lain.
Dalam hubungan keperdataan apabila ada salah satu pihak atau lebih
melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan pihak lain atau tidak
memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak
yang berkepentingan sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan
hukum.
Permasalahan hukum yang terjadi dalam hubungan antara pihak yang satu
dengan pihak lainnya jika tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan akan
menimbulkan sengketa antara para pihak yang harus diselesaikan melalui
pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. 1Dalam hal ini
yang akan penulis bahas adalah permasalahan hukum yang terjadi antar
pemilik usahaPT Mirota.
1
2
PT Mirota pada awalnya merupakan perusahaan perseorangan yang didirikan
pada tahun 1950 oleh Hendro Sutikno. Nama Mirota memiliki arti tersendiri,
yakni kepanjangan Minuman, Roti, dan Tart. Selain usaha tersebut, pada tahun
1952 Hendro Sutikno mengembangkan usahanya dengan membuka toko P & D
(Provition & Danken) yang terletak di Jl. Ahmad Yani 75
Yogyakarta.Perkembangan usaha PT Mirota kemudian dilanjutkan oleh
putera-puteri Siswanto Hendro Sutikno yang meliputi berbagai jenis usaha dengan
nama brand “Mirota”. Salah satu usaha yang organisasinya bergerak di bidang
retail atau eceran adalah Mirota Kampus. Usaha tersebut didirikan oleh
Siswanto Hendro Sutikno dan Nico Sukandar.
Mirota Kampus merupakan bagian dari PT Mirota Nayan yang berlokasi di Jl.
Solo Km. 7 Babarsari, Yogyakarta. Pada 13 Mei 1985, PT Mirota Nayan
membuka cabangnya di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta. Nama Mirota
Kampus diambil berdasarkan lokasi karena sangat dekat dengan kampus UGM,
UII, UNY dan beberapa sekolah. Saat ini nama Mirota Kampus sangat dikenal
di Yogyakarta dan berdirinya cabang di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta
merupakan titik tolak berkembangnya PT Mirota Nayan. Cabang usaha Mirota
lainnya adalah Mirota Bakery.2
Mirota Bakery merupakan usaha turun temurun yang awalnya dirintis oleh Tini
Juniarti pada tahun 1960.Tini memanfaatkan garasi rumahnya yang terletak di
Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru sebagai toko roti dan kue Mirota
2
Bakery.Seiring kesuksesannya, kini garasi tersebut telah berubah menjadi toko
roti terbesar dan terkenal di Jogja.Sekarang usaha ini dikelola Niniek
Wijayanti, anak dari Tini Juniati, sejak tahun 1967. Untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat, Niniek memperluas usaha
ibunya menjadi beberapa cabang.Mirota Bakery saat ini telah membuka cabang
6toko (pusatnya di Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru), diantaranya di Ramai
Mall dan beberapa di Mirota Supermarket di Jl. Gejayan.3
Produk roti Mirota Bakery juga tersedia di TokoMirota Kampus milik
Siswanto Hendro Sutikno. Siswanto memperbolehkan Niniek menempatkan
produk roti di salah satu space toko miliknya karena pada tahun 1984 telah
membantumenegoisasi tanah milik H. Ismail (Alm), seorang pengusaha sukses
pemilik toko batik terkenal di Jogjakarta hingga tanah tersebut berhasil dibeli
oleh Siswanto kemudian dibangun toko dan beroperasi sampai sekarang.
Kesepakatan tersebut tercantum dalam perjanjian tertulis tertanggal 21 Oktober
1986 yang isinya antara lain:Siswanto bersedia menyediakan tempat di ruang
lingkup toko Mirota Kampus untuk tempat penjualan bermacam-macam roti
basah milik/produksi Niniek. Dalam perjanjian tersebut juga telah disepakati
bahwa Niniek akan membayar karyawan penjaga roti maksimal 2 (dua) orang.
Namun kemudian Siswanto melanggar perjanjian secara sepihak. Karyawan
yang menjaga penjualan roti produk Mirota Bakery (gajinya dibayar oleh
3
4
Niniek) yang sebelumnya disepakati maksimal hanya 2 (dua) orang menjadi 5
(lima) orang bahkan pernah menjadi 6 (enam) orang tanpa meminta
persetujuan Niniek terlebih dahulu. Demikian juga mengenai lokasi penjualan.
Semula tetap di pintu masuk sebelah barat, tetapi kemudian digeser ke pojok
selatan, tanpa dikonfirmasi atau pemberitahuan.
Puncak kesewenangan dan pelanggaran perjanjian tertulis tersebut terjadi pada
6 Maret 2012. Niniek diminta oleh Siswanto agar seluruh sisa dagangan tidak
dijual serta tidak diperbolehkan lagi menjual produk Mirota Bakery milik
Niniek di Toko Mirota Kampus. Selain melarang Niniek menjual produknya di
toko Mirota Kampus terhitung tanggal 7 Maret 2012, Siswanto juga dengan
sengaja memasang semacam pengumuman yang dipasang secara mencolok di
rak display produk Mirota Bakery yang berbunyi: “Karena masih ada masalah
sengketa hukum dengan Mirota Bakery untuk sementara kami tidak menjual
produk Mirota Bakery.”
Dengan alasan-alasan itulah Niniek akhirnya menggugat Siswanto ke
Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan gugatan wanprestasi. Niniek juga
mengajukan gugatanperbuatan melawan hukum karena atas perbuatan
Siswanto tersebut Niniek mengalami kerugian moril yang berdampak luas.
Apabila ditaksir dan dirinci, kerugian materiil mencapai Rp 310.000.000,00
(tiga ratus sepuluh juta rupiah) dan kerugian immateriil/moril mencapai Rp
1.000.000.000,00. (satu milyar rupiah). Perbuatan Siswanto tersebut juga
dan kehormatannya di mata masyarakat, khususnya konsumen.Oleh Pengadilan
Negeri Yogyakarta, gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dengan
pertimbangan tidak dibenarkan mencampuradukkan wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum dalam suatu gugatan sebagaimana tertuang dalam Putusan
Nomor 42/Pdt.G/2012/PN/YK.
Di lain pihak,Siswanto Hendro Sutikno terlebih dahulumenggugat Niniek
Widjayanti Gunawan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta berdasarkan gugatan
perbuatan melawan hukum. Niniek terbukti telah mencemarkan nama baik
Siswanto dengan membuat akun facebookdi internet yang dapat diakses oleh
setiap orang dan diketahui oleh seluruh umat di dunia dengan menyebarkan
berita bohong yang berbunyi: “Mirota Bakery & Restaurant Yogyakarta,
Mirota Bakery tidak pernah memproduksi merek lain selain Mirota Bakery dan
hanya dapat dibeli di Mirota Bakery dan Resto Jl. Faridan M. Noto No. 7
Kotabaru Yogyakarta, Mirota Pasaraya Jl Kaliurang Km. 6,1 No. 49 B
Yogyarkarta, Mirota Pasar Swalayan Jl. Gejayan CT X/09 Yogjakarta, Ramai
Family Mall Lt. Basement Malioboro Yogyakarta. Selain di tempat-tempat
tersebut tidak dapat dijamin keasliannya.”Tindakan Niniek tersebut merugikan
Siswanto karena dengan adanya berita bohong itu, nama baik Siswanto merasa
tercemar di hadapan rekan bisnis maupun masyarakat pada umumnya. Jika
dinilai dengan uang kerugiannya sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu
triliyun rupiah).Oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta, gugatan Siswanto
6
melawan hukum sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor
35/Pdt.G/2012/PN.YK.
Penggugat yang melakukangugatan perbuatan melawan hukum pada
prinsipnya harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum.
Selain itu, penggugat juga harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang
diperbuat tergugat.Berbeda halnya dengan gugatan wanprestasi, penggugat
cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang
dilanggar.Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum,
penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in
integrum).Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang
diajukan dasarnya adalah wanprestasi.4
Lingkup perbuatan melawan hukum begitu luas, sehingga seringkali orang
mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum namun dari dalil-dalil yang
dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi.Ini
akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam
tangkisannya.Kesalahan lainnya dalam gugatan adalah, orang seringkali
mencampuradukkan gugatan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum.
Dengan dalil bahwa akibat wanprestasi tersebut menyebabkan kerugian moril
yang dapat dimintakan ganti rugi, orang kemudian menambahkan perbuatan
melawan hukum sebagai gugatan di samping wanprestasi. Hal ini tidak
dibenarkan, sebab wanprestasi dan perbuatan melawan hukum adalah kasus
4
yang berbeda. Oleh karenanya, tidak dibenarkan mencampuradukkan gugatan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan hal itu, sangat penting untuk mempertimbangkan apakah
seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena
perbuatan melawan hukum. Meskipun penentuan ganti kerugian dalam Pasal
1365 KUH Perdata menunjukkan segi-segi persamaan dengan penentuan ganti
kerugian karena wanprestasi, dalam beberapa hal tetap berbeda, diantaranya
adalah perbedaan dalam ganti kerugian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tidak mengatur tentang ganti kerugian yang harus dibayar karena perbuatan
melawan hukum, sedangkan Pasal 1243 KUH Perdata memuat ketentuan
tentang ganti kerugian karena wanprestasi. Pitlo menegaskan, biasanya dalam
menentukan besarnya kerugian karena perbuatan melawan hukum tidak
diterapkan ketentuan dalam Pasal 1243 KUH Perdata.5
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menganalisis
kedua kasus tersebut dalam skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan
Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan
Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK).
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
5
8
1. Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam perkara Perbuatan Melawan
Hukumdan Wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan
Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?
2. Apakah yang menjadi alasan para pihak mengajukan gugatan Perbuatan
Melawan Hukum dan Wanprestasi dalam Putusan Nomor
35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?
3. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam perkara Perbuatan Melawan
Hukum dan Wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan
Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?
4. Apakah akibat hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan
Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak?
C.Ruang Lingkup Peneltian
Ruang lingkup dalam penelitian ini akan difokuskan pada hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu hukum keperdataan, khususnya dalam bidang perbuatan
melawan hukum dan wanprestasi.
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami pihak-pihak yang terlibat dalam perkara
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor
35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.
2. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang menjadi alasan para pihak
3. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim dalam perkara
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor
35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.
4. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum Putusan Nomor
35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para
pihak.
E.Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan tentang perbuatanmelawan
hukum dan wanprestasi, khususnya mengenai perkara wanprestasidan
perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan
Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak.
2.Kegunaan Praktis
a. Sebagai sumber bacaan dan informasi bagi masyarakat luas
mengenaiperkaraperbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan
Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan PutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.
b. Sebagai salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana pada
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“verbintenis”.Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dengan yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat
berupa perbuatan, kejadian, dan keadaan. Peristiwa hukum tersebut
menciptakan hubungan hukum. Setiap pihak dalam hubungan hukum
mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu
mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang
lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya.
Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Pengaturan hukum
perikatan dilakukan dengan sistem terbuka, artinya setiap orang boleh
mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun
yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang.
Sesuai denganpenggunaan sistem terbuka, Pasal 1233 KUH Perdata
perjanjian. 1Perikatan yang lahir dari undang-undang dalam hal ini sebagai
akibat dari perbuatan orang. Jadi bukan orang yang berbuat itu yang
menetapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang yang menetapkan
adanya perikatan.
Perbuatan orang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai
dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum. Perikatan yang
tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) yang diatur dalam Pasal 1365-1380 KUH Perdata. 2 Perikatan yang lahir
dari perjanjian dalam hal ini dikarenakan kedua belah pihak dengan sengaja
dan bersepakat saling mengikatkan diri, dimana kedua belah pihak mempunyai
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.3
B.Perbuatan Melawan Hukum
1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”Selanjutnya, Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 2000, Bandung: PT Citra Aditya, hlm. 200-201
2
Ibid, hlm. 244-245
3
12
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hatinya.”4
Istilah perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
“onrechtmatige daad” atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
“tort”.Kata“tort” itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah (wrong).Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort berkembang sedemikian rupa
sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal wanprestasi.
Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental
lainnya. Kata tort berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa Prancis, seperti kata wrong berasal dari “wrung”, yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).
Semula banyak pihak meragukan apakah perbuatan melawan hukum memang
merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan keranjang
sampah.Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai kumpulan
pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk ke salah satu bidang
hukum yang sudah ada. Barupada pertengahan abad ke-19, perbuatan melawan
hukum mulai diperhitungkan sebagai sebuah bidang hukum tersendiri di
negara-negara Eropa Kontinental, baik di negara-negara Eropa Kontinental,
4
misalnya di Belanda dengan istilah “onrechmatige daad”, atau di negara-negara Anglo Saxon, dengan istilah tort.5
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melanggar
Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata” mengemukakan bahwa dahulu,
pengadilan menafsirkan “melawan hukum” hanya sebagai pelanggaran dari
Pasal-Pasal hukum tertulis semata atau pelanggaran perundang-undangan yang
berlaku. Baru sejak tahun 1919, dipelopori oleh Hoge Raad (Putusan Hoge
Raadtanggal 21 Januari 1919), terjadi perkembangan dengan mengartikan
“melawan hukum” bukan hanya sebagai perbuatan yangmelanggar peraturan
perundang-undangan tertulis semata, melainkan juga sebagai perbuatan
yangbertentangan dengan kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup
masyarakat.
Pada waktu itu, yang menjadi perkara adalah kasus dua kantor percetakan besar
Lindenbaum dan Cohen. Seorang pegawai dari Lindenbaum dibujuk oleh
Cohen agar memberitahukan kepada Cohen penawaran-penawaran yang
dilakukan oleh Lindenbaum kepada masyarakat dan nama-nama pelanggan
beserta harga cetak. Cohen melakukan tindakan tersebut dengan maksud akan
mempergunakan hal-hal yang ia tahu untuk menetapkan suatu siasat supaya
masyarakat dan pelanggan-pelanggan Lindenbaummemilih pergi ke kantornya.
Lindenbaum yang merasa dirugikan oleh Cohen kemudian mengajukan
gugatan ke Arrondissementsrechtbankdi Amsterdam. Lindenbaum menamakan
5
14
tindakan Cohen sebagai perbuatan melanggar hukum yang ketentuannya
terdapat dalam Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek (sama dengan Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata). Dalam gugatannya, Lindenbaum juga
meminta ganti kerugian.
Pada pemeriksaan perkara tingkat pertama, Cohen dikalahkan. Akan tetapi
pada pemeriksaan perkara tingkat banding, Lindenbaum dikalahkan dengan
perimbangan bahwa tindakan Cohen tidak dianggap sebagai perbuatan
melanggar hukum karena tidak ada Pasal dari undang-undang yang dilanggar
Cohen. Lindenbaum kemudian mohon pemeriksaan kasasi dan pada akhirnya
Hoge Raad memenangkan Lindenbaum dengan pertimbangan bahwa
pengertian melanggar hukum dalam Pasal 1401 B.W. termasuk juga suatu
perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban
hukum orang lain, bertentangan dengan kesusilaan dan kepantasan dalam
masyarakat.6
2. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Berdasarkan uraian kedua pasal tersebut, dapat diperoleh unsur-unsur
perbuatan melawan hukum sebagai berikut:
6
a. Perbuatan (Daad)
Kata “perbuatan” meliputi perbuatan positif, yang dalam bahasa Belanda
“nalatigheid” (kelalaian) atau “onvoorzigtigheid” (kurang hati-hati) seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUH Perdata. Dengan demikian, Pasal 1365 itu
untuk orang yang bertul-betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 itu untuk orang
yang tidak berbuat. Pelanggaran dua Pasal ini mempunyai akibat hukum sama,
yaitu mengganti kerugian.
Perumusan perbuatan positif dalam Pasal 1365 dan perbuatan negatif pada
Pasal 1366 hanya mempunyai arti sebelum ada putusan Hoge Raad21 Januari
1919, karena pada waktu itu pengertian “melawan hukum” masih sempit.
Setelah adanya putusan Hoge Raad, pengertian “melawan hukum” menjadi
lebih luas, mencakup juga perbuatan negatif.Dengan demikian, pengertian
perbuatan dalam Pasal 1366 KUH Perdata sudah termasuk juga dalam rumusan
perbuatan dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
b. Melawan Hukum (Onrechtmatig)
Sejak tahun 1890, para penulis hukum sudah menganut paham yang luas
mengenai pengertian melawan hukum, sedangkan Hoge Raad masih menganut
paham yang sempit. Hal ini dapat diketahui dari putusan Hoge Raad sebelum
tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai “suatu
perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain atau jika orang berbuat
16
Pada rumusan ini, yang harus dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban
hukum berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar
hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang
diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, melawan hukum
(onrechtmatig)sama dengan melanggar undang-undang (onwetmatig). Dengan
tafsiran sempit ini banyak kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat
menuntut apa-apa.7
c. Kerugian
Kerugian dapat bersifat material atau immaterial. Unsur-unsur kerugian dan
ukuran penilaian ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum dapat
diterapkan secara analogis, dengan demikian penghitungan ganti kerugian
didasarkan pada kemungkinan adanya unsur biaya, kerugian yang
sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga).8
d. Kesalahan
Pasal 1365 KUH Perdata telah membedakan secara tegas pengertian kesalahan
(schuld) dari pengertian perbuatan melawan hukum. Perbuatannya adalah
melawan hukum, sedangkan kesalahan hanya padapelakunya. Meyers dalam
bukunya yang berjudul “De Algemene Begrippen” mengemukakan bahwa pengertian kesalahan dalam kebanyakan sistem hukum merupakan unsur yang
berdiri sendiri, yang diharuskan adanya di samping perbuatan yang nampak,
7
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 252-253
8
bilamana dikehendaki timbulnya akibat hukum dari keharusan membayar ganti
kerugian.Sementara itu, Rutten dalam bukunya yang berjudul
“Verbintenissenrehct” menegaskan bahwa kesalahan (schuld)yang dimaksud dalam Pasal 1838 B.W. (Pasal 1365 KUH Perdata) adalah kesalahan subjektif.9
e. Hubungan Kausal
Adanya hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 yang
menyatakan bahwa “... perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan
kerugian.” Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu.
Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat yaitu kerugian. Untuk mengetahui
apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori
“adequate veroorzaking” dari Von Kries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal
menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi, antara perbuatan dan
kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung.10
Menurut Moegni Djojodirjo, perbuatan melawan hukum secara luas
dapatdiartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan
dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan maupun dengan sikap hati-hati
9
Moegni Djojodirdjo, Op.Cit., hlm. 69-70
10
18
yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau
benda.11
Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan
hukum adalah sebagai berikut:
(1) Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari
kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan
hak untuk meminta ganti rugi.Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu
yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya
ada suatu hubungan hukum, di mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut
baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa juga merupakan suatu
kecelakaan.
(2) Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian
dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau
wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap equity
lainnya.
(3) Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak,
atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak
orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan
kontraktual.
(4) Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan
dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan
karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.
11
(5) Perbuatan melawan hukum bukan merupakan suatu kontrak, seperti juga
kimia bukan suatu fisika atau matematika.12
Berdasarkan beberapa definisi dan uraian tentang pengertian perbuatan
melawan hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum
bukan hanya segala perbuatan terlarang atau melanggar undang-undang, tetapi
juga segala perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain dan dapat
dimintakan ganti kerugian yang nyata. Secara konkrit perbuatan melawan
hukum bukan hanya melanggar ketentuan hukum tertulis tetapi juga meliputi
hukum tidak tertulis dan norma kesusilaan serta kepatutan dalam masyarakat.
C.Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Pasal1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” 13
Berdasarkan
rumusan tersebut dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah:
a. Suatu perbuatan.
b. Antara sekurangnya dua orang.
c. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji
tersebut.
12
Munir Fuady, Op.cit, hlm. 3-4
13
20
Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUH
Perdata menjelaskan kepada kita semua bahwa perjanjian hanyamungkin
terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun
tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran
semata-mata.14Menurut Abdulkadir Muhammad, ketentuan Pasal 1313 sebenarnya
kurang tepat karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi, yaitu
sebagai berikut:
(1)Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan
katakerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,
tidak darikedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling
mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara dua pihak.
(2)Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian
“perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan
(zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang
tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah
“persetujuan”.
(3)Pengertian perjanjian terlalu luas. Perngertian perjanjian mencakup juga
perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang
dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta
kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata sebenarnya
hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat
kepribadian (personal).
14
(4)Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan
mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak
jelas untuk apa.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka perjanjian dapat dirumuskan sebagai
berikut:
“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.”
Dalam definisi ini jelas terdapat konsensus antara pihak-pihak, untuk
melaksanakan sesuatu hal, mengenai harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan
uang.Perjanjian melaksanakan perkawinan misalnya, tidak dapat dinilai dengan
uang, bukan hubungan antara debitur dan kreditur, karena perkawinan itu
bersifat kepribadian, bukan kebendaan.15Secara sederhana, pengertian
perjanjian adalah apabila dua pihak saling berjanji untuk melakukan atau
memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan mengenai harta kekayaan yang
dapat dinilai dengan uang.
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Apabila dirinci, perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Essentialia, ialah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinyaperjanjian.
Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya
perjanjian. Unsur essentialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan
15
22
berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih
pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang
membedakankannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur
essentialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan,
definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.
b. Naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur
yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam
dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan
pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia pasti ada dalam
suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essentialia diketahui secara pasti.
Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essentialia jual-beli,
pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk
menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.
Sehubungan dengan hal itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,
melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”16
c. Accidentalia, yaitu unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang
merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh
para pihak sesuai dengan kehendak para pihak, merupakan persyaratan
khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan
16
demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk
prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak.17
3. Asas-Asas Perjanjian
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar
kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur
atau belum dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga
hal, yaitu: tidak terlarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
b. Asas Pelengkap
Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti
apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri
yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam
perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan
undang-undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja.
17
24
c. Asas Konsensual
Perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara
pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.Sejak saat itu perjanjian mengikat dan
mempunyai akibat hukum.
d. Asas Obligator
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu
baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan
hak milik.Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang
bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan
(levering).
4. Jenis-jenis Perjanjian
Beberapa jenis perjanjian akan diuraikan menurut kriteria masing-masing
sebagai berikut:
a. Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak
Pembedaan jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi.Perjanjian timbal balik
adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal
balik, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak
adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi
hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian
b. Perjanjian Bernama dan Tak Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri,
yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya
terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan,
pengangkutan, melakukan pekerjaan konstruksi, dan lain-lain. Dalam KUH
Perdata diatur dalam title V-XVIII dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak
bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya
tidak terbatas.
c. Perjanjian Obligator dan Kebendaan
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban,
misalnya dalam jual-beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga,
penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual
berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang
dibeli.Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik
dalam jual-beli, hibah, dan tukar-menukar sedangkan dalam perjanjian lainnya
hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit) misalnya dalam
sewa-menyewa, pinjam pakai, dan gadai.
d. Perjanjian Konsensual dan Real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf
menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak.Tujuan perjanjian baru
26
tersebut.Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi
tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.18
5. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan pada ketentuan Pasal 1320
KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian,
diperlukan 4 (empat) syarat:
a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. suatu pokok persoalan tertentu;
d. suatu sebab yang tidak terlarang.”19
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh
hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Selagi pihak
mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, meskipun tidak
memenuhi syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka.
a. Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Diri
Kesepakatan artinya persetujuan kehendak pihak-pihak mengenai pokok
perjanjian. Sebelum ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan
perundingan sehingga tercapai persetujuan antara kedua belah pihak.
18
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 225-228
19
b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan
Pada umunnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila
sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin meskipun belum berumur 21 tahun.
c. Suatu Pokok Persoalan Tertentu
Suatu pokok persoalan tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,
dan prestasi yang wajib dipenuhi. Jika pokok perjanjian, objek perjanjian, atau
prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka
perjanjian itu batal.
d. Suatu Sebab yang Tidak Terlarang (Causa yang Halal)
Sebab adalah suatu yang menyebabkan atau mendorong seseorang membuat
perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab
orang mengadakan perjanjian, melainkan memperhatikan isi perjanjian yang
menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang
undang-undang atau tidak, bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan atau tidak.
Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUH Perdata disebut syarat subjektif,
karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini
28
syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika
syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum.20
6. Berakhirnya Perjanjian
a. Jangka Waktu Perjanjian Telah Berakhir
Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarkan kepada jangka waktu tertentu,
maka apabila telah sampai kepada waktu yang telah diperjanjikan, secara
otomatis berakhirlah perjanjian yang telah diadakan para pihak.
b. Salah Satu Pihak Menyimpang dari Apa yang Diperjanjikan
Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan menyimpang dari apa
yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat menyatakan bahwa perjanjian
tersebut telah berakhir.
c. Jika Ada Bukti Kelancangan dan Bukti Pengkhianatan (Penipuan)
Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan telah pula ada
bukti bukti bahwa salah satu pihak mengadakan pengkhianatan terhadap apa
yang telahdiperjanjikan, maka perjanjian yang telah diikat dapat dinyatakan
berakhir oleh pihak yang lainnya.21
20
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 228-232
21
D. Wanprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang
telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur
disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:
a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi
kewajibanmaupun karena kelalaian.
b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar
kemampuan debitur.22
Dalam KUHPerdata, wanprestasi diatur didalam Pasal 1238 yang menyatakan
bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri,
ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan.”23Untuk mengetahui sejak kapan debitur
dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu
ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam
hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu
memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah
ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya
tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.Debitur perlu diberi
peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi
22
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 203
23
30
prestasi dalam waktu yang ditentukan.Jika dalam waktu itu debitur tidak
memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak
resmi.Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi dilakukan
melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian Pengadilan Negeri
dengan perantara Juru Sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada
debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak
resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh
kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut
“ingebreke stelling”.24
2. Macam-Macam Bentuk Wanprestasi
Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi,
perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai
tidak memenuhi prestasi. Tiga keadaan tersebut yaitu:
a. Debitur tidakmemenuhi prestasi sama sekali.
b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru.
c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.25
24
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 204
25
3. Akibat Hukum Wanprestasi
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman
atau sanksi hukum berikut ini:
a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh
kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau
pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).
c. Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada
debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).
d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau
pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).
e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan di muka
Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.26
E. Gugatan Melalui Pengadilan 1. Pengertian Gugatan
Yang dimaksud dengan gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh
Penggugat kepada Tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam hukum acara
perdata umunya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak Penggugat
dan Tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya karena pihak Tergugat
telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan
pihak Penggugat. sengketa yang dihadapi pleh para pihak apabila tidak bisa
26
32
diselesaikan secara damai di luar persidangan umumnya perkaranya
diselesaikan oleh para pihak melalui persidangan pengadilan untuk
mendapatkan keadilan.27
2. Isi Gugatan
Suatu gugatan yang diajukan oleh Penggugat agar dapat diterima oleh
pengadilan garuslah memenuhi syarat-syarat yang ada di dalam HIR (Het
Herziene Indonesisch Reglement) dan RBg (Rechtsglement Buitengewesten),
antara lain sebagai berikut:28
a. Syarat Formal
(1)Tempat dan Tanggal Pembuatan Surat Gugatan
Pembuatan surat permohonan gugatan harus mencantumkan tempat di mana
surat permohonan gugatan dibuat. yang dimaksud tempat di sini adalah
tempat tinggal atau domisili pembuat surat permohonan gugatan.
(2)Materai
Surat permohonan gugatan dibubuhi materai sebesar Rp 6.000,00 (enam
ribu rupiah) dan di atas materai diberi tanggal, bulan, dan tahun sesuai
dengan tanggal pembuatan surat permohonan, sedangkan tanda tangannya
harus dikenakan pada bagian materai yang ditempel di atas nama Penggugat
Surat permohonan gugatan harus ditandatangani oleh pihak Penggugat atau
kuasa hukumnya yang telah diberi surat kuasa khusus sesuai dengan
ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR.
b. Syarat Substansial
(1)Identitas Para Pihak Yang Berperkara
Suatu gugatan harus disebutkan dengan jelas identitas para pihak yang
bersengketa atau subjek hukumnya yang menyangkut tentang nama lengkap,
pekerjaan, dan alamat tempat tinggal atau domisili para pihak yang bersengketa
secara detail yang berguna untuk menentukan kewenangan relatif, yaitu yaitu
pengadilan mana yang berhak menangani suatu perkara sesuai dengan
ketentuan Pasal 118 ayat (1) dan (2) HIR jo. Pasal 142 ayat (1), (2), dan (3)
RBg. Apabila dalam hal Penggugat atau gugatannya terdiri dari perseorangan,
badan hukum, badan usaha dan negara, maka harus jelas disebutkan siapa yang
berhak mewakilinya menurut anggaran dasarnya.
Pasal 118 ayat (1) dan (2) HIR:
(1)Gugatan perdata yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan
negeri harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
Penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123 kepada Ketua Pengadilan
Negeri di daerah hukum siapa Tergugat bertempat diam, atau jika tidak
diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.
(2)Jika Tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu
34
dari Tergugat itu, yang dipilih oleh Penggugat. Jika Tergugat-tergugat satu
sama lain dalam perhubungan sebagai pertuang utama dan penanggung,
maka penggugatan itu dimasukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri di
tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari orang berutang
utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat (2) dari Pasal 6 dari
Reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan
kehakiman (RO).29
Pasal 142 ayat (1), (2), dan (3) RBg:
(1)Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang
pengadilan negeri dilakukan oleh Penggugat atau oleh seseorang kuasanya
yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 147,
dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau oleh
kuasa tersebut dan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
menguasai wilayah hukum tempat tinggal Tergugat atau jika tempat
tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.
(2)Dalam hal ada beberapa Tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di
dalam wilayah satu pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang berada di wilayah salah satu di antara Para
Tergugat menurut pilihan Penggugat. Dalam hal Para Tergugat
berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak
tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) Pasal 6
29
Reglemen susunan kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia
(selanjutnya disingkat RO) gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri tempat tinggal orang yang berutang pokok (debitur pokok) atau
seorang di antara para debitur pokok.30
(3)Apabila tempat tinggal Tergugat tidak dikenal dan juga tempat kediamannya
yang sebenarnya tidak dikenal atau Tergugat tidak dikenal maka gugatan
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal Penggugat atau
salah satu dari Para Penggugat.
(2)Identitas Kuasa Hukum
Identitas kuasa hukum umumnya hanya ditulis nama, pekerjaan, profesi, dan
alamat kantor dari kuasa hukum atau domisilinya.
3. Posita atau Fundamentum Petendi
Posita atau Fundamentum Petendiadalah dalil-dalil yang digunakan dalam surat
permohonan gugatan yang merupakan alasan-alasan dari adanya suatu tuntutan
dari pihak Penggugat. Surat permohonan gugatan posita-nya harus secara jelas
menyebutkan tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi perbuatan
Tergugat, uraian kerugian, bunga dan denda, serta petitum (tuntutan pokok).
Surat permohonan gugatan juga harus mempunyai alasan-alasan yang kuat.
Apabila dalam gugatan yang diajukan tidak mempunyai alasan-alasan yang
30
36
kuat, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat dinyatakan tidak
dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya.31
F. Putusan Hakim
Putusan hakim adalah putusan akhir dari suatu pemeriksaan persidangan di
pengadilan dalam suatu perkara. Putusan akhir dalam suatu sengketa yang
diputuskan oleh hakim yang memeriksa dalam persidangan umunya
mengandung sangsi berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan. Sangsi
hukuman ini dapat dipaksakan kepada pihak yang melanggar hak berupa
pemenuhan prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah
dirugikan atau yang dimenangkan.32
G.Akibat Hukum Putusan
Putusan hakim bersifat memaksa (dwingend), artinya jika ada pihak yang tidak
mematuhinya hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya
mematuhinya dengan kesadaran sendiri.Putusan hakim menimbulkan akibat
hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.Akibat hukum ialah akibat suatu
tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki
oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.Tindakan ini dinamakan tindakan
hukum. Jadi dengan kata lain, akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan
hukum. Akibat hukum dapat berwujud:
31
Ibid, hlm. 54-56
32
1. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
2. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara dua
atau lebih subyek hukum, dimana hak dan kewajiban pihak yang satu
berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
3. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.33
H.Kerangka Pikir
33
R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, 2011, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 295-296
38
Keterangan:
Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memuat perkara perbuatan melawan
hukum, sedangkan putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK memuat perkara
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, yang dalam gugatannya
digabungkan. Berdasarkan kedua putusan tersebut, terdapat hal-hal yang
menarik untuk dianalisis, yaitu para pihak yang terlibat dalam kedua perkara
tersebut, alasan para pihak mengajukan gugatan, pertimbangan hakim dalam
perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, serta akibat bagi para
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu
penelitian yang menitikberatkan pada norma atau kaidah hukum yang terdapat
dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor
42/Pdt.G/2012/PN.YK. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum
teoritis/dogmatik karena tidak mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum.1
B.Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian
yang bertujuan menggambarkan secara jelas, sistematis, dan rinci tentang para
pihak, alasan yang menjadi dasar gugatan, pertimbangan hakim, dan akibat hukum
bagi para pihak dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor
42/Pdt.G/2012/PN.YK.
1
40
C.Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis teoritis, yaitu penelitian dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan dan putusan yang menjadi dasar hubungan hukum, serta
literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan berdasarkan
dengan kenyataan hukum yang ada dalam masyarakat.
D.Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari sumber data kedua, tidak diperoleh secara langsung dari pihak
pertama. Data sekunder memiliki ciri-ciri umum dapat diperoleh tanpa terikat atau
dibatasi oleh waktu dan tempat. 2 Data sekunder dalam penelitian ini bersumber
dari:
1. Bahan hukum primeryaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR (Het
Herziene Indonesisch Reglement) dan RBg ((Rechtsglement Buitengewesten).
2. Bahan hukum sekunder yaitu Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan
Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.
2
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mengidentifikasi, mengklarifikasi, dan
menganalisis data untuk kemudian dilakukan pencatatan atau pengutipan
terhadap data tersebut. Studi pustaka dilakukan dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Menentukan terlebih dahulu sumber data dan bahan hukum sekunder.
b. Identifikasi data yang diperlukan.
c. Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah.
2. Studi dokumen, dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperoleh
dengan mengkaji Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor
42/Pdt.G/2012/PN.YK.
F. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data dari hasil pengumpulan data
sehingga siap pakai untuk dianalisis. 3Pada penelitian ini, metode pengolahan data
diperoleh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data, yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah cukup lengkap,
sudah benar, dan sudah sesuai dengan masalah.
2. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompok
yang telah ditentukan dalam bagian-bagian pada pokok bahasan
3
42
yang akan dibahas, sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis sesuai
dengan penelitian yang dilakukan.
3. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah
ditentukan dan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis
dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.
G.Analisis Data
Setelah pengolahan data selesai, dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu analisis
yang dilakukan dengan cara mengkonstruksikan data dalam bentuk uraian kalimat
yang tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian ini,
sehingga memudahkan untuk dimengerti guna menarik kesimpulan tentang
masalah yang diteliti. Kemudian, berikutnya akan dilakukan penarikan
kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada
fakta-fakta yang bersifat umum guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai
82
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis menarik kesimpulan
terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, alasan para pihak mengajukan
gugatan, pertimbangan hakim dan akibat hukum Putusan Nomor
35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK yaitu
sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK
dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK adalah Siswanto Hendro
Sutikno selaku Pimpinan PT Mirota Nayan/Mirota Kampus dan Niniek
Widjayanti Gunawan selaku pemilik Mirota Bakery. Pihak-pihak yang
terlibat dalam kedua putusan pada dasarnya sama. Hanya saja dalam
Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK, Penggugat menyertakan Chitra
Mutia Indrawati selakuManager PT Mirota Indah Indonesia sedangkan
dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK Penggugat menempatkan
Tergugat dalam kapasitas yang berbeda yaitu kapasitas sebagai
pribadi,badan hukum, dan pimpinan/general manager.
2. Alasan Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dalam
melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Alasan
Penggugat mengajukan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan
hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tidak benar karena
tidak dibenarkan menggabungkan gugatan perbuatan melawan hukum dan
wanprestasi. Dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam kedua
putusan telah sesuai dengan ketentuan permohonan gugatan yaitu
menyebutkan dengan jelas tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi
perbuatan Tergugat, uraian kerugian, serta petitum.
3. Majelis hakim dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK mengabulkan
gugatan Penggugat sebagian sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH
Perdata dan menyatakan Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum sedangkan hakim dalam Putusan nomor
42/Pdt.G/2012/PN.YK menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat
diterima sesuai dengan ketentuan Yurisprudensi MARI No.
1875/K/Pdt/1984.
4. Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memiliki kekuatan hukum
mengikat sehingga para pihak wajib tunduk dan patuh pada putusan
yangdijatuhkan. Pihak yang dikalahkan yakni Niniek selaku Tergugat
tidak dapat mengajukan gugatan lagi dengan perkara yang sama. Putusan
ini menimbulkan kewajiban bagi pihak yang dikalahkan dalam putusan ini
yakni Niniek selaku Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil
dengan sejumlah uang sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),