• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI (StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI (StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, dan melanggar asas kepatutan atau kesusilaan di masyarakat. Lingkupperbuatanmelawanhukumbegituluassehinggaseringkaliorang

mengajukangugatanperbuatanmelawanhukumnamundaridalil-dalil yang dikemukakansebenarnyalebihtepatjikadiajukangugatanwanprestasi. Dalam hal ini yang akan penulis bahas adalah gugatan antar pimpinan dan pemilik perusahaan keluarga PT Mirota.Pokokpermasalahandalampenelitianiniadalah: 1) Siapakahpihak-pihak yang terlibatdalamkeduaputusan; 2) Alasan-alasanparapihakmengajukangugatan; 3) Pertimbangan hakim dalamkeduaputusan; 4) Akibathukumputusanbagiparapihak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi yang terdapat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK tentang Perkara Perbuatan Melawan Hukum dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tentang Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatifdengan tipepenelitian deskriptif.Penelitian ini menganalisis pokok-pokok permasalahan dengan melakukan kajian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwapihak-pihak yang

(2)
(3)

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI

(StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor42/Pdt.G/2012/PN.YK)

Oleh

ERSHEWIDA MEI LIANA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

(StudiKasusPutusanNomor35/PDT.G/2012/PN.YKdan Putusan

Nomor 42/PDT.G/2012/PN.YK)

(Skripsi)

Oleh

ERSHEWIDA MEI LIANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Ershe Wida Mei Liana, lahir di Kediri, 27 Mei 1991.

Penulis adalah anak bungsu dari pasangan Slamet Susanto

dan Erwidati, S.H. Penulis mulai mengenyam pendidikan

pada tahun 1996 di TK Aisyah IV Kediri, kemudian

melanjutkan Sekolah Dasar di SDN Ngronggo VI Kediri,

SMP Negeri 3 Kediri, SMA Negeri 7 Kediri dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi

menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Lampung melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Semasa kuliah, penulis aktif di UKM FOSSI (Forum Silaturahim dan Studi Islam)

dan pernah memegang amanah sebagai Sekretaris Departemen KASTRAD

(Kajian dan Strategi Akademik) juga sebagai Sekretaris Biro BBQ (Bimbingan

Baca Al Qur’an).

Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan diantaranya sebagai

berikut:

1. Talk Show “Maju Bersama Wirausahawan Muda, Berkarya Untuk

Membangun Bangsa” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa

(8)

diselenggarakan oleh Birohmah Unila pada tahun 2012.

4. Training Motivation yang diselenggarakan oleh BEM FISIP Unila pada

tanggal 25 Februari 2011.

5. Pelatihan Terpadu Gerakan Kewirausahaan Nasional yang diselenggarakan

oleh BM Company dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

(9)

MOTO

Dunia ini ibarat laut tak bertepi, dalam tak berakar. Belajarlah dengan pesona

sebagai perahu, kebenaran sebagai kemudinya, takwa sebagai nahkodanya, dan

iman sebagai pedoman. Tidak ada sesuatu yang lebih baik daripada akal yang

diperintah dengan ilmu, dan ilmu yang diperintah dengan kebenaran, kebaikan,

dan agama.

(Acmad Rifa’i)

Ada dua perkara yang tidak lepas dari dusta, yaitu terlalu banyak berjanji dan

terlalu keras mencari alasan.

(10)

PERSEMBAHAN

“Skripsi ini kupersembahkan untuk Ibuku, Erwidati, S.H. yang sangat

menginginkan putrinya dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum. Terima

kasih untuk kasih sayang, pengorbanan, dukungan, dan materi yang diberikan.”

“Untuk Ayahku Slamet Susanto, Kakakku Agnes Ade Irawan, dan seluruh

keluargayang menyayangiku.”

(11)

SANWACANA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “AnalisisPutusanPengadilantentangPerbuatan Melawan Hukum dan

Wanprestasi (StudiKasusPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan

Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana

Hukum di Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis telah banyak menerima bantuan, motivasi,

dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat.

penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendukung serta memberi

masukan untuk judul skripsi yang diangkat penulis.

3. Bapak Dr. M. Fakih, S.H.,M.S. selaku pembimbing I yang dengan sabar

memberikan motivasi dan masukan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H.,M.Hum. selaku pembimbing II yang telah

mengarahkan dan memberikan ide-ide untuk kesempurnaan penulisan skripsi

(12)

saran, serta memberikan pemahaman tentang metodologi penelitian.

7. Bapak Ahmad Zazili, S.H. selaku pembimbing akademik.

8. Seluruh Dosen maupun Karyawan Civitas Akademika di lingkungan Fakultas

Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Saudariku di FOSSI FH Unila dan rekan-rekan Fakultas Hukum angkatan

2010, khususnya jurusan Hukum Perdata Murni.

10. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang

tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan, dan

semangatnya.

Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan mereka. Akhir

kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandar

Lampung, Juli 2014

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSEMBAHAN . ... vii

SANWACANA ...viii 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum ...11

2. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum ...14

C.Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian ...19

2. Unsur-Unsur Perjanjian ...21

3. Asas-Asas Perjanjian ...23

4. Jenis-Jenis Perjanjian ...24

(14)

2. Macam-Macam Bentuk Wanprestasi ...30

3. Akibat Hukum Wanprestasi ...31

E. Gugatan Melalui Pengadilan 1. Pengertian Gugatan ...31

2. Isi Gugatan ...32

3. Posita atau Fundamentum Petendi ...35

F Putusan Hakim ...36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Pihak-Pihak yang TerlibatPerkaraPerbuatanMelawanHukumdalam PutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK &PerkaraWanprestasidan Perbuatan Melawan Hukum dalamPutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK 1. Pihak-Pihak yang TerlibatdalamPerkaraPerbuatanMelawan HukumdalamPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...43

2. Pihak-Pihak yang TerlibatdalamPerkaraWanprestasidan Perbuatan Melawan Hukum dalamPutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...45

(15)

Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK

& PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK

1. Alasan Para Pihak Mengajukan Gugatan dalam Perkara Perbuatan

Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...48

2. Alasan Para Pihak Mengajukan Gugatan dalam Perkara

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK ...55

C.Pertimbangan Hakim dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum dalam

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK &PerkaraWanprestasi dan Perbuatan

Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK

1. Pertimbangan Hakim dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum

dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...66

2. Pertimbangan Hakim dalam PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan

Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...76

D.Akibat Hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan

Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para Pihak

1. Akibat Hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para

Pihak ...78

2. Akibat Hukum Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para

Pihak ...80

BAB V KESIMPULAN ...82

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hubungan keperdataan adalah hubungan hukum antara pihak yang satu dengan

pihak lainnya yang timbul karena adanya perjanjian.Hubungan hukum tersebut

seringkali menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan pihak lain.

Dalam hubungan keperdataan apabila ada salah satu pihak atau lebih

melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan pihak lain atau tidak

memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak

yang berkepentingan sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan

hukum.

Permasalahan hukum yang terjadi dalam hubungan antara pihak yang satu

dengan pihak lainnya jika tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan akan

menimbulkan sengketa antara para pihak yang harus diselesaikan melalui

pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. 1Dalam hal ini

yang akan penulis bahas adalah permasalahan hukum yang terjadi antar

pemilik usahaPT Mirota.

1

(17)

2

PT Mirota pada awalnya merupakan perusahaan perseorangan yang didirikan

pada tahun 1950 oleh Hendro Sutikno. Nama Mirota memiliki arti tersendiri,

yakni kepanjangan Minuman, Roti, dan Tart. Selain usaha tersebut, pada tahun

1952 Hendro Sutikno mengembangkan usahanya dengan membuka toko P & D

(Provition & Danken) yang terletak di Jl. Ahmad Yani 75

Yogyakarta.Perkembangan usaha PT Mirota kemudian dilanjutkan oleh

putera-puteri Siswanto Hendro Sutikno yang meliputi berbagai jenis usaha dengan

nama brand “Mirota”. Salah satu usaha yang organisasinya bergerak di bidang

retail atau eceran adalah Mirota Kampus. Usaha tersebut didirikan oleh

Siswanto Hendro Sutikno dan Nico Sukandar.

Mirota Kampus merupakan bagian dari PT Mirota Nayan yang berlokasi di Jl.

Solo Km. 7 Babarsari, Yogyakarta. Pada 13 Mei 1985, PT Mirota Nayan

membuka cabangnya di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta. Nama Mirota

Kampus diambil berdasarkan lokasi karena sangat dekat dengan kampus UGM,

UII, UNY dan beberapa sekolah. Saat ini nama Mirota Kampus sangat dikenal

di Yogyakarta dan berdirinya cabang di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta

merupakan titik tolak berkembangnya PT Mirota Nayan. Cabang usaha Mirota

lainnya adalah Mirota Bakery.2

Mirota Bakery merupakan usaha turun temurun yang awalnya dirintis oleh Tini

Juniarti pada tahun 1960.Tini memanfaatkan garasi rumahnya yang terletak di

Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru sebagai toko roti dan kue Mirota

2

(18)

Bakery.Seiring kesuksesannya, kini garasi tersebut telah berubah menjadi toko

roti terbesar dan terkenal di Jogja.Sekarang usaha ini dikelola Niniek

Wijayanti, anak dari Tini Juniati, sejak tahun 1967. Untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat, Niniek memperluas usaha

ibunya menjadi beberapa cabang.Mirota Bakery saat ini telah membuka cabang

6toko (pusatnya di Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru), diantaranya di Ramai

Mall dan beberapa di Mirota Supermarket di Jl. Gejayan.3

Produk roti Mirota Bakery juga tersedia di TokoMirota Kampus milik

Siswanto Hendro Sutikno. Siswanto memperbolehkan Niniek menempatkan

produk roti di salah satu space toko miliknya karena pada tahun 1984 telah

membantumenegoisasi tanah milik H. Ismail (Alm), seorang pengusaha sukses

pemilik toko batik terkenal di Jogjakarta hingga tanah tersebut berhasil dibeli

oleh Siswanto kemudian dibangun toko dan beroperasi sampai sekarang.

Kesepakatan tersebut tercantum dalam perjanjian tertulis tertanggal 21 Oktober

1986 yang isinya antara lain:Siswanto bersedia menyediakan tempat di ruang

lingkup toko Mirota Kampus untuk tempat penjualan bermacam-macam roti

basah milik/produksi Niniek. Dalam perjanjian tersebut juga telah disepakati

bahwa Niniek akan membayar karyawan penjaga roti maksimal 2 (dua) orang.

Namun kemudian Siswanto melanggar perjanjian secara sepihak. Karyawan

yang menjaga penjualan roti produk Mirota Bakery (gajinya dibayar oleh

3

(19)

4

Niniek) yang sebelumnya disepakati maksimal hanya 2 (dua) orang menjadi 5

(lima) orang bahkan pernah menjadi 6 (enam) orang tanpa meminta

persetujuan Niniek terlebih dahulu. Demikian juga mengenai lokasi penjualan.

Semula tetap di pintu masuk sebelah barat, tetapi kemudian digeser ke pojok

selatan, tanpa dikonfirmasi atau pemberitahuan.

Puncak kesewenangan dan pelanggaran perjanjian tertulis tersebut terjadi pada

6 Maret 2012. Niniek diminta oleh Siswanto agar seluruh sisa dagangan tidak

dijual serta tidak diperbolehkan lagi menjual produk Mirota Bakery milik

Niniek di Toko Mirota Kampus. Selain melarang Niniek menjual produknya di

toko Mirota Kampus terhitung tanggal 7 Maret 2012, Siswanto juga dengan

sengaja memasang semacam pengumuman yang dipasang secara mencolok di

rak display produk Mirota Bakery yang berbunyi: “Karena masih ada masalah

sengketa hukum dengan Mirota Bakery untuk sementara kami tidak menjual

produk Mirota Bakery.”

Dengan alasan-alasan itulah Niniek akhirnya menggugat Siswanto ke

Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan gugatan wanprestasi. Niniek juga

mengajukan gugatanperbuatan melawan hukum karena atas perbuatan

Siswanto tersebut Niniek mengalami kerugian moril yang berdampak luas.

Apabila ditaksir dan dirinci, kerugian materiil mencapai Rp 310.000.000,00

(tiga ratus sepuluh juta rupiah) dan kerugian immateriil/moril mencapai Rp

1.000.000.000,00. (satu milyar rupiah). Perbuatan Siswanto tersebut juga

(20)

dan kehormatannya di mata masyarakat, khususnya konsumen.Oleh Pengadilan

Negeri Yogyakarta, gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dengan

pertimbangan tidak dibenarkan mencampuradukkan wanprestasi dan perbuatan

melawan hukum dalam suatu gugatan sebagaimana tertuang dalam Putusan

Nomor 42/Pdt.G/2012/PN/YK.

Di lain pihak,Siswanto Hendro Sutikno terlebih dahulumenggugat Niniek

Widjayanti Gunawan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta berdasarkan gugatan

perbuatan melawan hukum. Niniek terbukti telah mencemarkan nama baik

Siswanto dengan membuat akun facebookdi internet yang dapat diakses oleh

setiap orang dan diketahui oleh seluruh umat di dunia dengan menyebarkan

berita bohong yang berbunyi: “Mirota Bakery & Restaurant Yogyakarta,

Mirota Bakery tidak pernah memproduksi merek lain selain Mirota Bakery dan

hanya dapat dibeli di Mirota Bakery dan Resto Jl. Faridan M. Noto No. 7

Kotabaru Yogyakarta, Mirota Pasaraya Jl Kaliurang Km. 6,1 No. 49 B

Yogyarkarta, Mirota Pasar Swalayan Jl. Gejayan CT X/09 Yogjakarta, Ramai

Family Mall Lt. Basement Malioboro Yogyakarta. Selain di tempat-tempat

tersebut tidak dapat dijamin keasliannya.”Tindakan Niniek tersebut merugikan

Siswanto karena dengan adanya berita bohong itu, nama baik Siswanto merasa

tercemar di hadapan rekan bisnis maupun masyarakat pada umumnya. Jika

dinilai dengan uang kerugiannya sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu

triliyun rupiah).Oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta, gugatan Siswanto

(21)

6

melawan hukum sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK.

Penggugat yang melakukangugatan perbuatan melawan hukum pada

prinsipnya harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum.

Selain itu, penggugat juga harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang

diperbuat tergugat.Berbeda halnya dengan gugatan wanprestasi, penggugat

cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang

dilanggar.Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum,

penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in

integrum).Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang

diajukan dasarnya adalah wanprestasi.4

Lingkup perbuatan melawan hukum begitu luas, sehingga seringkali orang

mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum namun dari dalil-dalil yang

dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi.Ini

akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam

tangkisannya.Kesalahan lainnya dalam gugatan adalah, orang seringkali

mencampuradukkan gugatan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum.

Dengan dalil bahwa akibat wanprestasi tersebut menyebabkan kerugian moril

yang dapat dimintakan ganti rugi, orang kemudian menambahkan perbuatan

melawan hukum sebagai gugatan di samping wanprestasi. Hal ini tidak

dibenarkan, sebab wanprestasi dan perbuatan melawan hukum adalah kasus

4

(22)

yang berbeda. Oleh karenanya, tidak dibenarkan mencampuradukkan gugatan

wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

Sehubungan dengan hal itu, sangat penting untuk mempertimbangkan apakah

seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena

perbuatan melawan hukum. Meskipun penentuan ganti kerugian dalam Pasal

1365 KUH Perdata menunjukkan segi-segi persamaan dengan penentuan ganti

kerugian karena wanprestasi, dalam beberapa hal tetap berbeda, diantaranya

adalah perbedaan dalam ganti kerugian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tidak mengatur tentang ganti kerugian yang harus dibayar karena perbuatan

melawan hukum, sedangkan Pasal 1243 KUH Perdata memuat ketentuan

tentang ganti kerugian karena wanprestasi. Pitlo menegaskan, biasanya dalam

menentukan besarnya kerugian karena perbuatan melawan hukum tidak

diterapkan ketentuan dalam Pasal 1243 KUH Perdata.5

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menganalisis

kedua kasus tersebut dalam skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan

Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan

Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

5

(23)

8

1. Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam perkara Perbuatan Melawan

Hukumdan Wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?

2. Apakah yang menjadi alasan para pihak mengajukan gugatan Perbuatan

Melawan Hukum dan Wanprestasi dalam Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?

3. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam perkara Perbuatan Melawan

Hukum dan Wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?

4. Apakah akibat hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan

Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak?

C.Ruang Lingkup Peneltian

Ruang lingkup dalam penelitian ini akan difokuskan pada hal-hal yang

berkaitan dengan ilmu hukum keperdataan, khususnya dalam bidang perbuatan

melawan hukum dan wanprestasi.

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami pihak-pihak yang terlibat dalam perkara

perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

2. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang menjadi alasan para pihak

(24)

3. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim dalam perkara

perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

4. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para

pihak.

E.Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan tentang perbuatanmelawan

hukum dan wanprestasi, khususnya mengenai perkara wanprestasidan

perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak.

2.Kegunaan Praktis

a. Sebagai sumber bacaan dan informasi bagi masyarakat luas

mengenaiperkaraperbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan

Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan PutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

b. Sebagai salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana pada

(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

“verbintenis”.Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dengan yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat

berupa perbuatan, kejadian, dan keadaan. Peristiwa hukum tersebut

menciptakan hubungan hukum. Setiap pihak dalam hubungan hukum

mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu

mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang

lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya.

Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Pengaturan hukum

perikatan dilakukan dengan sistem terbuka, artinya setiap orang boleh

mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun

yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang.

Sesuai denganpenggunaan sistem terbuka, Pasal 1233 KUH Perdata

(26)

perjanjian. 1Perikatan yang lahir dari undang-undang dalam hal ini sebagai

akibat dari perbuatan orang. Jadi bukan orang yang berbuat itu yang

menetapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang yang menetapkan

adanya perikatan.

Perbuatan orang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai

dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum. Perikatan yang

tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige

daad) yang diatur dalam Pasal 1365-1380 KUH Perdata. 2 Perikatan yang lahir

dari perjanjian dalam hal ini dikarenakan kedua belah pihak dengan sengaja

dan bersepakat saling mengikatkan diri, dimana kedua belah pihak mempunyai

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.3

B.Perbuatan Melawan Hukum

1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut.”Selanjutnya, Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap

orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 2000, Bandung: PT Citra Aditya, hlm. 200-201

2

Ibid, hlm. 244-245

3

(27)

12

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau

kurang hati-hatinya.”4

Istilah perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

“onrechtmatige daad” atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah

“tort”.Kata“tort” itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah (wrong).Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort berkembang sedemikian rupa

sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal wanprestasi.

Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatige

daad) dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental

lainnya. Kata tort berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa Prancis, seperti kata wrong berasal dari “wrung”, yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).

Semula banyak pihak meragukan apakah perbuatan melawan hukum memang

merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan keranjang

sampah.Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai kumpulan

pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk ke salah satu bidang

hukum yang sudah ada. Barupada pertengahan abad ke-19, perbuatan melawan

hukum mulai diperhitungkan sebagai sebuah bidang hukum tersendiri di

negara-negara Eropa Kontinental, baik di negara-negara Eropa Kontinental,

4

(28)

misalnya di Belanda dengan istilah “onrechmatige daad”, atau di negara-negara Anglo Saxon, dengan istilah tort.5

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melanggar

Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata” mengemukakan bahwa dahulu,

pengadilan menafsirkan “melawan hukum” hanya sebagai pelanggaran dari

Pasal-Pasal hukum tertulis semata atau pelanggaran perundang-undangan yang

berlaku. Baru sejak tahun 1919, dipelopori oleh Hoge Raad (Putusan Hoge

Raadtanggal 21 Januari 1919), terjadi perkembangan dengan mengartikan

“melawan hukum” bukan hanya sebagai perbuatan yangmelanggar peraturan

perundang-undangan tertulis semata, melainkan juga sebagai perbuatan

yangbertentangan dengan kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup

masyarakat.

Pada waktu itu, yang menjadi perkara adalah kasus dua kantor percetakan besar

Lindenbaum dan Cohen. Seorang pegawai dari Lindenbaum dibujuk oleh

Cohen agar memberitahukan kepada Cohen penawaran-penawaran yang

dilakukan oleh Lindenbaum kepada masyarakat dan nama-nama pelanggan

beserta harga cetak. Cohen melakukan tindakan tersebut dengan maksud akan

mempergunakan hal-hal yang ia tahu untuk menetapkan suatu siasat supaya

masyarakat dan pelanggan-pelanggan Lindenbaummemilih pergi ke kantornya.

Lindenbaum yang merasa dirugikan oleh Cohen kemudian mengajukan

gugatan ke Arrondissementsrechtbankdi Amsterdam. Lindenbaum menamakan

5

(29)

14

tindakan Cohen sebagai perbuatan melanggar hukum yang ketentuannya

terdapat dalam Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek (sama dengan Pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata). Dalam gugatannya, Lindenbaum juga

meminta ganti kerugian.

Pada pemeriksaan perkara tingkat pertama, Cohen dikalahkan. Akan tetapi

pada pemeriksaan perkara tingkat banding, Lindenbaum dikalahkan dengan

perimbangan bahwa tindakan Cohen tidak dianggap sebagai perbuatan

melanggar hukum karena tidak ada Pasal dari undang-undang yang dilanggar

Cohen. Lindenbaum kemudian mohon pemeriksaan kasasi dan pada akhirnya

Hoge Raad memenangkan Lindenbaum dengan pertimbangan bahwa

pengertian melanggar hukum dalam Pasal 1401 B.W. termasuk juga suatu

perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban

hukum orang lain, bertentangan dengan kesusilaan dan kepantasan dalam

masyarakat.6

2. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Berdasarkan uraian kedua pasal tersebut, dapat diperoleh unsur-unsur

perbuatan melawan hukum sebagai berikut:

6

(30)

a. Perbuatan (Daad)

Kata “perbuatan” meliputi perbuatan positif, yang dalam bahasa Belanda

“nalatigheid” (kelalaian) atau “onvoorzigtigheid” (kurang hati-hati) seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUH Perdata. Dengan demikian, Pasal 1365 itu

untuk orang yang bertul-betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 itu untuk orang

yang tidak berbuat. Pelanggaran dua Pasal ini mempunyai akibat hukum sama,

yaitu mengganti kerugian.

Perumusan perbuatan positif dalam Pasal 1365 dan perbuatan negatif pada

Pasal 1366 hanya mempunyai arti sebelum ada putusan Hoge Raad21 Januari

1919, karena pada waktu itu pengertian “melawan hukum” masih sempit.

Setelah adanya putusan Hoge Raad, pengertian “melawan hukum” menjadi

lebih luas, mencakup juga perbuatan negatif.Dengan demikian, pengertian

perbuatan dalam Pasal 1366 KUH Perdata sudah termasuk juga dalam rumusan

perbuatan dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

b. Melawan Hukum (Onrechtmatig)

Sejak tahun 1890, para penulis hukum sudah menganut paham yang luas

mengenai pengertian melawan hukum, sedangkan Hoge Raad masih menganut

paham yang sempit. Hal ini dapat diketahui dari putusan Hoge Raad sebelum

tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai “suatu

perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain atau jika orang berbuat

(31)

16

Pada rumusan ini, yang harus dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban

hukum berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar

hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang

diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, melawan hukum

(onrechtmatig)sama dengan melanggar undang-undang (onwetmatig). Dengan

tafsiran sempit ini banyak kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat

menuntut apa-apa.7

c. Kerugian

Kerugian dapat bersifat material atau immaterial. Unsur-unsur kerugian dan

ukuran penilaian ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum dapat

diterapkan secara analogis, dengan demikian penghitungan ganti kerugian

didasarkan pada kemungkinan adanya unsur biaya, kerugian yang

sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga).8

d. Kesalahan

Pasal 1365 KUH Perdata telah membedakan secara tegas pengertian kesalahan

(schuld) dari pengertian perbuatan melawan hukum. Perbuatannya adalah

melawan hukum, sedangkan kesalahan hanya padapelakunya. Meyers dalam

bukunya yang berjudul “De Algemene Begrippen” mengemukakan bahwa pengertian kesalahan dalam kebanyakan sistem hukum merupakan unsur yang

berdiri sendiri, yang diharuskan adanya di samping perbuatan yang nampak,

7

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 252-253

8

(32)

bilamana dikehendaki timbulnya akibat hukum dari keharusan membayar ganti

kerugian.Sementara itu, Rutten dalam bukunya yang berjudul

Verbintenissenrehct” menegaskan bahwa kesalahan (schuld)yang dimaksud dalam Pasal 1838 B.W. (Pasal 1365 KUH Perdata) adalah kesalahan subjektif.9

e. Hubungan Kausal

Adanya hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 yang

menyatakan bahwa “... perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan

kerugian.” Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu.

Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat yaitu kerugian. Untuk mengetahui

apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori

“adequate veroorzaking” dari Von Kries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal

menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi, antara perbuatan dan

kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung.10

Menurut Moegni Djojodirjo, perbuatan melawan hukum secara luas

dapatdiartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan

dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan maupun dengan sikap hati-hati

9

Moegni Djojodirdjo, Op.Cit., hlm. 69-70

10

(33)

18

yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau

benda.11

Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan

hukum adalah sebagai berikut:

(1) Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari

kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan

hak untuk meminta ganti rugi.Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu

yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya

ada suatu hubungan hukum, di mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut

baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa juga merupakan suatu

kecelakaan.

(2) Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian

dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau

wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap equity

lainnya.

(3) Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak,

atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak

orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan

kontraktual.

(4) Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan

dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan

karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.

11

(34)

(5) Perbuatan melawan hukum bukan merupakan suatu kontrak, seperti juga

kimia bukan suatu fisika atau matematika.12

Berdasarkan beberapa definisi dan uraian tentang pengertian perbuatan

melawan hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum

bukan hanya segala perbuatan terlarang atau melanggar undang-undang, tetapi

juga segala perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain dan dapat

dimintakan ganti kerugian yang nyata. Secara konkrit perbuatan melawan

hukum bukan hanya melanggar ketentuan hukum tertulis tetapi juga meliputi

hukum tidak tertulis dan norma kesusilaan serta kepatutan dalam masyarakat.

C.Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pasal1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “Suatu

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” 13

Berdasarkan

rumusan tersebut dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah:

a. Suatu perbuatan.

b. Antara sekurangnya dua orang.

c. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji

tersebut.

12

Munir Fuady, Op.cit, hlm. 3-4

13

(35)

20

Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUH

Perdata menjelaskan kepada kita semua bahwa perjanjian hanyamungkin

terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun

tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran

semata-mata.14Menurut Abdulkadir Muhammad, ketentuan Pasal 1313 sebenarnya

kurang tepat karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi, yaitu

sebagai berikut:

(1)Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan

katakerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,

tidak darikedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling

mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara dua pihak.

(2)Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian

“perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan

(zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang

tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah

“persetujuan”.

(3)Pengertian perjanjian terlalu luas. Perngertian perjanjian mencakup juga

perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang

dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta

kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata sebenarnya

hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat

kepribadian (personal).

14

(36)

(4)Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan

mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak

jelas untuk apa.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka perjanjian dapat dirumuskan sebagai

berikut:

“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.”

Dalam definisi ini jelas terdapat konsensus antara pihak-pihak, untuk

melaksanakan sesuatu hal, mengenai harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan

uang.Perjanjian melaksanakan perkawinan misalnya, tidak dapat dinilai dengan

uang, bukan hubungan antara debitur dan kreditur, karena perkawinan itu

bersifat kepribadian, bukan kebendaan.15Secara sederhana, pengertian

perjanjian adalah apabila dua pihak saling berjanji untuk melakukan atau

memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan mengenai harta kekayaan yang

dapat dinilai dengan uang.

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Apabila dirinci, perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Essentialia, ialah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinyaperjanjian.

Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya

perjanjian. Unsur essentialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan

15

(37)

22

berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih

pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang

membedakankannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur

essentialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan,

definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.

b. Naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur

yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam

dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan

pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia pasti ada dalam

suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essentialia diketahui secara pasti.

Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essentialia jual-beli,

pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk

menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.

Sehubungan dengan hal itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUH

Perdata yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian tidak hanya

mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,

melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”16

c. Accidentalia, yaitu unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang

merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh

para pihak sesuai dengan kehendak para pihak, merupakan persyaratan

khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan

16

(38)

demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk

prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak.17

3. Asas-Asas Perjanjian

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar

kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur

atau belum dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga

hal, yaitu: tidak terlarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan

kepentingan umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

b. Asas Pelengkap

Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti

apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri

yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam

perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan

undang-undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja.

17

(39)

24

c. Asas Konsensual

Perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara

pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.Sejak saat itu perjanjian mengikat dan

mempunyai akibat hukum.

d. Asas Obligator

Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu

baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan

hak milik.Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang

bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan

(levering).

4. Jenis-jenis Perjanjian

Beberapa jenis perjanjian akan diuraikan menurut kriteria masing-masing

sebagai berikut:

a. Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak

Pembedaan jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi.Perjanjian timbal balik

adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal

balik, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak

adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi

hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian

(40)

b. Perjanjian Bernama dan Tak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri,

yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya

terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan,

pengangkutan, melakukan pekerjaan konstruksi, dan lain-lain. Dalam KUH

Perdata diatur dalam title V-XVIII dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak

bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya

tidak terbatas.

c. Perjanjian Obligator dan Kebendaan

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban,

misalnya dalam jual-beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga,

penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual

berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang

dibeli.Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik

dalam jual-beli, hibah, dan tukar-menukar sedangkan dalam perjanjian lainnya

hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit) misalnya dalam

sewa-menyewa, pinjam pakai, dan gadai.

d. Perjanjian Konsensual dan Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf

menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak.Tujuan perjanjian baru

(41)

26

tersebut.Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi

tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.18

5. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan pada ketentuan Pasal 1320

KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian,

diperlukan 4 (empat) syarat:

a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c. suatu pokok persoalan tertentu;

d. suatu sebab yang tidak terlarang.”19

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh

hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Selagi pihak

mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, meskipun tidak

memenuhi syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka.

a. Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Diri

Kesepakatan artinya persetujuan kehendak pihak-pihak mengenai pokok

perjanjian. Sebelum ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan

perundingan sehingga tercapai persetujuan antara kedua belah pihak.

18

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 225-228

19

(42)

b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan

Pada umunnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila

sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin meskipun belum berumur 21 tahun.

c. Suatu Pokok Persoalan Tertentu

Suatu pokok persoalan tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,

dan prestasi yang wajib dipenuhi. Jika pokok perjanjian, objek perjanjian, atau

prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka

perjanjian itu batal.

d. Suatu Sebab yang Tidak Terlarang (Causa yang Halal)

Sebab adalah suatu yang menyebabkan atau mendorong seseorang membuat

perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab

orang mengadakan perjanjian, melainkan memperhatikan isi perjanjian yang

menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang

undang-undang atau tidak, bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan atau tidak.

Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUH Perdata disebut syarat subjektif,

karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini

(43)

28

syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika

syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum.20

6. Berakhirnya Perjanjian

a. Jangka Waktu Perjanjian Telah Berakhir

Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarkan kepada jangka waktu tertentu,

maka apabila telah sampai kepada waktu yang telah diperjanjikan, secara

otomatis berakhirlah perjanjian yang telah diadakan para pihak.

b. Salah Satu Pihak Menyimpang dari Apa yang Diperjanjikan

Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan menyimpang dari apa

yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat menyatakan bahwa perjanjian

tersebut telah berakhir.

c. Jika Ada Bukti Kelancangan dan Bukti Pengkhianatan (Penipuan)

Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan telah pula ada

bukti bukti bahwa salah satu pihak mengadakan pengkhianatan terhadap apa

yang telahdiperjanjikan, maka perjanjian yang telah diikat dapat dinyatakan

berakhir oleh pihak yang lainnya.21

20

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 228-232

21

(44)

D. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang

telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur

disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi

kewajibanmaupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar

kemampuan debitur.22

Dalam KUHPerdata, wanprestasi diatur didalam Pasal 1238 yang menyatakan

bahwa: Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan

sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri,

ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan.”23Untuk mengetahui sejak kapan debitur

dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu

ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam

hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu

memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah

ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya

tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.Debitur perlu diberi

peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi

22

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 203

23

(45)

30

prestasi dalam waktu yang ditentukan.Jika dalam waktu itu debitur tidak

memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak

resmi.Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi dilakukan

melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian Pengadilan Negeri

dengan perantara Juru Sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada

debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak

resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh

kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut

“ingebreke stelling”.24

2. Macam-Macam Bentuk Wanprestasi

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi,

perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai

tidak memenuhi prestasi. Tiga keadaan tersebut yaitu:

a. Debitur tidakmemenuhi prestasi sama sekali.

b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru.

c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.25

24

Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 204

25

(46)

3. Akibat Hukum Wanprestasi

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman

atau sanksi hukum berikut ini:

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh

kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau

pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

c. Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada

debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau

pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan di muka

Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.26

E. Gugatan Melalui Pengadilan 1. Pengertian Gugatan

Yang dimaksud dengan gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh

Penggugat kepada Tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam hukum acara

perdata umunya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak Penggugat

dan Tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya karena pihak Tergugat

telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan

pihak Penggugat. sengketa yang dihadapi pleh para pihak apabila tidak bisa

26

(47)

32

diselesaikan secara damai di luar persidangan umumnya perkaranya

diselesaikan oleh para pihak melalui persidangan pengadilan untuk

mendapatkan keadilan.27

2. Isi Gugatan

Suatu gugatan yang diajukan oleh Penggugat agar dapat diterima oleh

pengadilan garuslah memenuhi syarat-syarat yang ada di dalam HIR (Het

Herziene Indonesisch Reglement) dan RBg (Rechtsglement Buitengewesten),

antara lain sebagai berikut:28

a. Syarat Formal

(1)Tempat dan Tanggal Pembuatan Surat Gugatan

Pembuatan surat permohonan gugatan harus mencantumkan tempat di mana

surat permohonan gugatan dibuat. yang dimaksud tempat di sini adalah

tempat tinggal atau domisili pembuat surat permohonan gugatan.

(2)Materai

Surat permohonan gugatan dibubuhi materai sebesar Rp 6.000,00 (enam

ribu rupiah) dan di atas materai diberi tanggal, bulan, dan tahun sesuai

dengan tanggal pembuatan surat permohonan, sedangkan tanda tangannya

harus dikenakan pada bagian materai yang ditempel di atas nama Penggugat

(48)

Surat permohonan gugatan harus ditandatangani oleh pihak Penggugat atau

kuasa hukumnya yang telah diberi surat kuasa khusus sesuai dengan

ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR.

b. Syarat Substansial

(1)Identitas Para Pihak Yang Berperkara

Suatu gugatan harus disebutkan dengan jelas identitas para pihak yang

bersengketa atau subjek hukumnya yang menyangkut tentang nama lengkap,

pekerjaan, dan alamat tempat tinggal atau domisili para pihak yang bersengketa

secara detail yang berguna untuk menentukan kewenangan relatif, yaitu yaitu

pengadilan mana yang berhak menangani suatu perkara sesuai dengan

ketentuan Pasal 118 ayat (1) dan (2) HIR jo. Pasal 142 ayat (1), (2), dan (3)

RBg. Apabila dalam hal Penggugat atau gugatannya terdiri dari perseorangan,

badan hukum, badan usaha dan negara, maka harus jelas disebutkan siapa yang

berhak mewakilinya menurut anggaran dasarnya.

Pasal 118 ayat (1) dan (2) HIR:

(1)Gugatan perdata yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan

negeri harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh

Penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123 kepada Ketua Pengadilan

Negeri di daerah hukum siapa Tergugat bertempat diam, atau jika tidak

diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.

(2)Jika Tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu

(49)

34

dari Tergugat itu, yang dipilih oleh Penggugat. Jika Tergugat-tergugat satu

sama lain dalam perhubungan sebagai pertuang utama dan penanggung,

maka penggugatan itu dimasukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri di

tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari orang berutang

utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat (2) dari Pasal 6 dari

Reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan

kehakiman (RO).29

Pasal 142 ayat (1), (2), dan (3) RBg:

(1)Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang

pengadilan negeri dilakukan oleh Penggugat atau oleh seseorang kuasanya

yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 147,

dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau oleh

kuasa tersebut dan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang

menguasai wilayah hukum tempat tinggal Tergugat atau jika tempat

tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.

(2)Dalam hal ada beberapa Tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di

dalam wilayah satu pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri yang berada di wilayah salah satu di antara Para

Tergugat menurut pilihan Penggugat. Dalam hal Para Tergugat

berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak

tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) Pasal 6

29

(50)

Reglemen susunan kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia

(selanjutnya disingkat RO) gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan

Negeri tempat tinggal orang yang berutang pokok (debitur pokok) atau

seorang di antara para debitur pokok.30

(3)Apabila tempat tinggal Tergugat tidak dikenal dan juga tempat kediamannya

yang sebenarnya tidak dikenal atau Tergugat tidak dikenal maka gugatan

diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal Penggugat atau

salah satu dari Para Penggugat.

(2)Identitas Kuasa Hukum

Identitas kuasa hukum umumnya hanya ditulis nama, pekerjaan, profesi, dan

alamat kantor dari kuasa hukum atau domisilinya.

3. Posita atau Fundamentum Petendi

Posita atau Fundamentum Petendiadalah dalil-dalil yang digunakan dalam surat

permohonan gugatan yang merupakan alasan-alasan dari adanya suatu tuntutan

dari pihak Penggugat. Surat permohonan gugatan posita-nya harus secara jelas

menyebutkan tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi perbuatan

Tergugat, uraian kerugian, bunga dan denda, serta petitum (tuntutan pokok).

Surat permohonan gugatan juga harus mempunyai alasan-alasan yang kuat.

Apabila dalam gugatan yang diajukan tidak mempunyai alasan-alasan yang

30

(51)

36

kuat, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat dinyatakan tidak

dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya.31

F. Putusan Hakim

Putusan hakim adalah putusan akhir dari suatu pemeriksaan persidangan di

pengadilan dalam suatu perkara. Putusan akhir dalam suatu sengketa yang

diputuskan oleh hakim yang memeriksa dalam persidangan umunya

mengandung sangsi berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan. Sangsi

hukuman ini dapat dipaksakan kepada pihak yang melanggar hak berupa

pemenuhan prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah

dirugikan atau yang dimenangkan.32

G.Akibat Hukum Putusan

Putusan hakim bersifat memaksa (dwingend), artinya jika ada pihak yang tidak

mematuhinya hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya

mematuhinya dengan kesadaran sendiri.Putusan hakim menimbulkan akibat

hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.Akibat hukum ialah akibat suatu

tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki

oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.Tindakan ini dinamakan tindakan

hukum. Jadi dengan kata lain, akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan

hukum. Akibat hukum dapat berwujud:

31

Ibid, hlm. 54-56

32

(52)

1. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum.

2. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara dua

atau lebih subyek hukum, dimana hak dan kewajiban pihak yang satu

berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.

3. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.33

H.Kerangka Pikir

33

R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, 2011, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 295-296

(53)

38

Keterangan:

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memuat perkara perbuatan melawan

hukum, sedangkan putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK memuat perkara

wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, yang dalam gugatannya

digabungkan. Berdasarkan kedua putusan tersebut, terdapat hal-hal yang

menarik untuk dianalisis, yaitu para pihak yang terlibat dalam kedua perkara

tersebut, alasan para pihak mengajukan gugatan, pertimbangan hakim dalam

perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, serta akibat bagi para

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian yang menitikberatkan pada norma atau kaidah hukum yang terdapat

dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum

teoritis/dogmatik karena tidak mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum.1

B.Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian

yang bertujuan menggambarkan secara jelas, sistematis, dan rinci tentang para

pihak, alasan yang menjadi dasar gugatan, pertimbangan hakim, dan akibat hukum

bagi para pihak dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK.

1

(55)

40

C.Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis teoritis, yaitu penelitian dengan berpedoman pada peraturan

perundang-undangan dan putusan yang menjadi dasar hubungan hukum, serta

literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan berdasarkan

dengan kenyataan hukum yang ada dalam masyarakat.

D.Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang

diperoleh dari sumber data kedua, tidak diperoleh secara langsung dari pihak

pertama. Data sekunder memiliki ciri-ciri umum dapat diperoleh tanpa terikat atau

dibatasi oleh waktu dan tempat. 2 Data sekunder dalam penelitian ini bersumber

dari:

1. Bahan hukum primeryaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR (Het

Herziene Indonesisch Reglement) dan RBg ((Rechtsglement Buitengewesten).

2. Bahan hukum sekunder yaitu Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

2

(56)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mengidentifikasi, mengklarifikasi, dan

menganalisis data untuk kemudian dilakukan pencatatan atau pengutipan

terhadap data tersebut. Studi pustaka dilakukan dengan tahap-tahap sebagai

berikut:

a. Menentukan terlebih dahulu sumber data dan bahan hukum sekunder.

b. Identifikasi data yang diperlukan.

c. Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah.

2. Studi dokumen, dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperoleh

dengan mengkaji Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK.

F. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data dari hasil pengumpulan data

sehingga siap pakai untuk dianalisis. 3Pada penelitian ini, metode pengolahan data

diperoleh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data, yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah cukup lengkap,

sudah benar, dan sudah sesuai dengan masalah.

2. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompok

yang telah ditentukan dalam bagian-bagian pada pokok bahasan

3

(57)

42

yang akan dibahas, sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis sesuai

dengan penelitian yang dilakukan.

3. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah

ditentukan dan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis

dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.

G.Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu analisis

yang dilakukan dengan cara mengkonstruksikan data dalam bentuk uraian kalimat

yang tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian ini,

sehingga memudahkan untuk dimengerti guna menarik kesimpulan tentang

masalah yang diteliti. Kemudian, berikutnya akan dilakukan penarikan

kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada

fakta-fakta yang bersifat umum guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai

(58)
(59)

82

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis menarik kesimpulan

terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, alasan para pihak mengajukan

gugatan, pertimbangan hakim dan akibat hukum Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK yaitu

sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK

dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK adalah Siswanto Hendro

Sutikno selaku Pimpinan PT Mirota Nayan/Mirota Kampus dan Niniek

Widjayanti Gunawan selaku pemilik Mirota Bakery. Pihak-pihak yang

terlibat dalam kedua putusan pada dasarnya sama. Hanya saja dalam

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK, Penggugat menyertakan Chitra

Mutia Indrawati selakuManager PT Mirota Indah Indonesia sedangkan

dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK Penggugat menempatkan

Tergugat dalam kapasitas yang berbeda yaitu kapasitas sebagai

pribadi,badan hukum, dan pimpinan/general manager.

2. Alasan Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dalam

(60)

melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Alasan

Penggugat mengajukan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan

hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tidak benar karena

tidak dibenarkan menggabungkan gugatan perbuatan melawan hukum dan

wanprestasi. Dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam kedua

putusan telah sesuai dengan ketentuan permohonan gugatan yaitu

menyebutkan dengan jelas tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi

perbuatan Tergugat, uraian kerugian, serta petitum.

3. Majelis hakim dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK mengabulkan

gugatan Penggugat sebagian sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH

Perdata dan menyatakan Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan

melawan hukum sedangkan hakim dalam Putusan nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat

diterima sesuai dengan ketentuan Yurisprudensi MARI No.

1875/K/Pdt/1984.

4. Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memiliki kekuatan hukum

mengikat sehingga para pihak wajib tunduk dan patuh pada putusan

yangdijatuhkan. Pihak yang dikalahkan yakni Niniek selaku Tergugat

tidak dapat mengajukan gugatan lagi dengan perkara yang sama. Putusan

ini menimbulkan kewajiban bagi pihak yang dikalahkan dalam putusan ini

yakni Niniek selaku Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil

dengan sejumlah uang sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),

Referensi

Dokumen terkait

(3) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah

Keberagaman budaya itu merupakan kekayaan bangsa dan dapat kita lihat pada model Keberagaman budaya itu merupakan kekayaan bangsa dan dapat kita lihat pada

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan ijin dan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

Jika peserta didik dapat melakukan gerakan kurang sempurna Skor 4 Skor 2 Do’a Jika peserta didik bisa melafalkan bacaan niat dengan lancar dan tartil. Jika peserta didik bisa

This course will cover the basic concepts of semiotics including the nature of signs, models of signs, the signification process, typology of signs, value

Berdasarkan uraian di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan bentuk pemakaian kata sapaan berdasarkan keturunan matrilinial

Pembelajaran dengan praktikum dapat membuat peserta didik lebih memahami prinsip, konsep-konsep yang terdapat dalam teori karena dengan melakukan penelitian ilmiah seperti

The first stage of metal biosorption process was the deprotona- tion of hydroxyl group in carboxyl and phenol functionalities to form negatively charged hydroxylate and