ABSTRAK
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI, LABA USAHA, DAN PERMINTAAN AYAM RAS PEDAGING PROBIOTIK
DI KOTA METRO
Oleh
ANDINI FITRIA HADI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik, laba usaha ayam ras pedaging proiotik dan non probiotik, serta faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik. Penelitian diadakan di Kecamatan Metro Pusat dan Kecamatan Metro Utara Kota Metro yang dipilih secara sengaja pada September 2014. Penelitian menggunakan metode purposive sampling. Sampel terdiri dari delapan peternak ayam ras pedaging dan 33 konsumen ayam ras pedaging probiotik. Penelitian menggunakan metode full costing dan variable costing untuk harga pokok produksi dan laba, serta analisis regresi linear berganda untuk faktor yang mempengaruhi permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik lebih tinggi dibandingkan ayam ras pedaging non probiotik. Metode full costing menunjukkan harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik yaitu Rp16.329,06 dan Rp15.824,37. Metode variable costing menunjukkan harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik yaitu Rp15.409,74 dan Rp14.932,55. Laba usaha ayam ras pedaging.probiotik lebih kecil dari ayam ras pedaging non probiotik (Rp922.542,19 berbanding dengan Rp1.238.754,05). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik adalah harga ayam ras pedaging probiotik, harga ayam ras pedaging non probiotik, harga ayam buras, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan tentang kesehatan.
ABSTRACT
THE MAIN PRODUCTION COST ANALYSIS, PROFIT, AND DEMAND OF PROBIOTIC BROILERS
IN METRO CITY
By
ANDINI FITRIA HADI
This study aims to analyze the main production cost of probiotic and non probiotic broilers, the profit of probiotic and nonprobiotic broiler business, and factors which influence the demand of probiotic broilers. The research was conducted in purposively chosen Central Metro and North Metro Subdistricts of Metro City in September 2014. This research used purposive sampling method. Samples consisted of eight broiler breeders and 33 consumers of probiotic broilers. Data were analyzed using full costing and variable costing methods to find out the main production cost and profit, and multiple linear regression analysis to determine factors influencing the demand. The results showed that the main production cost of probiotic broilers was higher than that of nonprobiotic broilers. The full costing method showed that the main production costs of probiotic broilers and nonprobiotic broilers were Rp16,329.06 and Rp15,824.37. The variable costing method showed that the main production cost of probiotic broilers and nonprobiotic broilers were Rp15,409.74 and Rp14,932.55. The profit of probiotic broilers was lower than nonprobiotic broilers (Rp922,542.19 compared to Rp1,238,754.05). Factors influencing the demand of probiotic broilers were the price of probiotic broilers, price of nonprobiotic broilers, price of range chickens, the number of family members, and health knowledge.
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI, LABA USAHA DAN PERMINTAAN AYAM RAS PEDAGING PROBIOTIK
DI KOTA METRO
Oleh
Andini Fitria Hadi
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 5 April 1992 dari
pasangan Amran Hadi, S.E. dan Maryana. Penulis adalah anak
pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikannya di Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun 1998,
tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Rawa Laut pada tahun
2004, tingkat SLTP di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2007, tingkat
SLTA di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di
Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2010
melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah
Landasan Perdagangan Internasional (LPI) semester ganjil tahun 2013 dan
Dasar-dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (DDPK) semester genap tahun 2014.
Pada tahun 2013, penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Cabang Tanjung Karang dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.
Penulis pernah menjadi tenaga enumerator (surveyor) Bank Indonesia (BI)
Cabang Bandar Lampung tentang kondisi perekonomian, harga-harga, kondisi
keuangan konsumen, dan rencana pembelanjaan konsumen pada bulan Januari–
Universitas Lampung periode 2011/2012 menjadi anggota bidang IV (Pendanaan
dan Dana Usaha). Penulis melaksanakan penelitian pada tahun 2014 di
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah
memberikan ridho dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga
kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.
Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Harga Pokok Produksi, Laba
Usaha dan Permintaan Ayam Ras Pedaging Probiotik di Kota Metro”, banyak
pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran
yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:
1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., sebagai Pembimbing Pertama atas
bimbingan, motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama
proses penyelesaian skripsi ini.
2. Helvi Yanfika, S.P., M.E.P., selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan,
motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses
4. Novi Rosanti, S.P., M.E.P., selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingan,
arahan, dan nasihat yang telah diberikan.
5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Keluarga tercinta dan tersayang, Papa Amran Hadi, S.E., Mama Maryana, adik-adik tersayang Rachmat Saleh Hadi Nugraha, Bella Sabrina Hadi, Nurul
Pratiwi Hadi, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan kasih sayang
yang tidak akan tergantikan oleh apapun dan siapapun. Doa, perhatian,
dukungan, semangat yang luar biasa untuk penulis dalam menjalankan
kehidupan dan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Pak Uda Andi, Bapak Wahyu dan Mbak Wulan, atas bantuan, doa, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di Kota Metro.
9. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Agribisnis (Mba Iin, Mba Aii, Mas Kardi, Mas Bukhari, Mas Boim) atas semua ilmu yang telah diberikan dan
bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
10. Hery Susanto, yang telah memberi motivasi, doa, saran, dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi.
12. Sahabat seperjuangan Yuni, Terisia, Sastra, Erisa, Madumita, Meitri, Ita, Ike,
Tati, Nisya, Ayulia, yang senantiasa memberikan motivasi, doa, dan arahan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman Agribisnis 2010 Dwi, Hani, Aya, Sinta, Adel, Hasni, Tania,
Asih, Tunjung, Ita, Fitri, Marcela, Tyas, Wida, Vega, David, Maryadi,
Hasan,Hendra, Kholis, Pramulyanto, Andika, Rahmat, Chandra, Roche,
Cherry, Doni, Riza,Altri, Wahyu, dan seluruh teman Agribisnis 2010 lainnya,
terima kasih atas bantuan, doa, semangat, dan kebersamaan selama ini.
14. Kakak-adik Sosek 2007 – 2014 dan Almamater tercinta serta seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga
karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung, April 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Tujuan Penelitian ... 11
C.Kegunaan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12
A.Tinjauan Pustaka ... 12
1. Deskripsi ayam ... 12
a. Ayam ras pedaging (broiler)... 12
b. Penentuan lokasi ternak ayam ... 13
c. Teknis budidaya ... 14
d. Penyakit pada ayam ... 18
e. Panen dan pascapanen ... 20
2. Probiotik ... 22
3. Agribisnis ... 23
4. Akuntansi biaya ... 24
5. Harga pokok produksi (HPP) ... 26
a. Biaya bahan baku ... 27
b. Biaya tenaga kerja ... 28
c. Biaya overhead pabrik (BOP)... 29
6. Metode Penyusutan Anuitas ... 31
7. Laba ... 32
8. Metode penentuan harga pokok produksi ... 33
a. Full costing method ... 33
b. Variable costing method ... 33
9. Teori permintaan ... 35
III. METODE PENELITIAN ... 47
A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 47
B.Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ... 51
C.Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 53
D.Analisis Data ... 53
1. Analisis harga pokok produksi dan laba ... 53
2. Analisis regresi linear berganda ... 56
a. Pengujian parameter secara bersamaan (Uji-F) ... 56
b. Pengujian parameter secara individual (Uji-t) ... 57
c. Uji multikolinearitas ... 58
d. Uji heteroskedastis ... 59
e. Analisis koefisien determinasi (R²) ... 60
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 61
A.Keadaan Umum Kota Metro ... 61
B.Keadaan Umum Kecamatan Metro Pusat ... 66
1. Keadaan geografis ... 66
2. Demografi ... 67
C.Keadaan Umum Kecamatan Metro Utara ... 70
1. Keadaan geografis ... 71
2. Demografi ... 73
D.Keadaan Umum Peternakan Ayam di Kota Metro ... 75
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77
A.Keadaan Umum Responden ... 77
1. Umur responden ... 77
2. Tingkat pendidikan responden ... 79
3. Jumlah anggota keluarga ... 81
4. Pengalaman usaha ... 82
5. Luas lahan peternakan ... 83
B.Usaha Peternakan Ayam Ras ... 84
1. Masa kosong kandang ... 84
2. Penerimaan DOC ... 85
3. Masa pemeliharaan ... 85
C.Analisis Harga Pokok Produksi Ayam Ras Pedaging dengan
Menggunakan Biaya Produksi di Kecamatan Metro Utara ... 100
1. Biaya produksi ... 101
a. Biaya bahan baku ... 101
b. Biaya tenaga kerja langsung ... 103
c. Biaya overhead pabrik variabel ... 104
d. Biaya overhead pabrik tetap ... 109
2. Penerimaan ... 111
D.Harga Pokok Produksi (HPP) Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Metro Utara ... 112
1. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode full costing ... 114
2. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode variable costing ... 117
E. Laba Usaha Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Metro Utara ... 124
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ayam Ras Pedaging Probiotik di Kecamatan Metro Pusat ... 124
1. Uji multikolinearitas ... 124
2. Uji heteroskedastis ... 125
3. Koefisien determinasi (R²) ... 125
4. Pengujian parameter secara bersamaan (uji-F) ... 126
5. Pengujian parameter secara individual (uji-t) ... 127
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 134
A.Kesimpulan ... 134
B.Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 136
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, tahun 2010-2012 ... 2
2. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut
bidang pertanian di Kota Metro, tahun 2009-2011 ... 3
3. Produksi daging ayam ras pedaging di Provinsi Lampung per
kabupaten/ kota, tahun 2012 ... 4
4. Populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan, tahun 2012... 5
5. Tiga jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisi ... 18
6. Sebaran peternak ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2013 ... 51
7. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik di Kota Metro,
tahun 2014 ... 52
8. Harga pokok produksi menggunakan variable costing ... 55 9. Harga pokok produksi menggunakan full costing... 55 10. Jumlah penduduk dan sex ratio menurut kecamatan di Kota Metro,
tahun 2013 ... 64
11. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kota Metro,
tahun 2013 ... 65
12. Luas wilayah, RW dan RT per kelurahan di Kecamatan Metro Pusat
tahun 2012 ... 67
13. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Metro
15. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan per kelurahan di
Kecamatan Metro Pusat, tahun 2012 ... 70
16. Luas wilayah, RW dan RT per kelurahan di Kecamatan Metro Utara
tahun 2013 ... 72
17. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Metro
Utara, tahun 2013 ... 73
18. Jumlah peduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Metro
Utara, tahun 2013 ... 74
19. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan per kelurahan di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2013 ... 75
20. Populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan, tahun 2013 ... 75
21. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan kelompok umur di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 78
22. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik berdasarkan
kelompok umur di Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 78
23. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan tingkat pendidikan
di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 79
24. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik berdasarkan tingkat
pendidikan di Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 80
25. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan jumlah anggota
keluarga di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 81
26. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik berdasarkan jumlah
anggota keluarga di Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 82
27. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan tingkat pendidikan
di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 83
28. Total biaya bahan baku DOC per periode produksi pada usaha ternak
ayam ras pedaging di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 102
29. Total upah tenaga kerja per periode produksi pada usaha ternak
31. Total biaya lain-lain per periode produksi pada usaha ternak ayam
ras pedaging di Kecamatna Metro Utara, tahun 2014 ... 109
32. Total biaya overhead pabrik tetap per periode produksi pada usaha
ternak ayam ras pedaging di Kecamatna Metro Utara, tahun 2014 ... 110
33. Total penerimaan ayam ras pedaging per periode produksi pada di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 111
34. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode full costing
di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 115
35. Harga pokok produksi ayam ras pedaging kapasitas 1.000 ekor
dengan metode full costing di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 116 36. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode variable
costing di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 118 37. Harga pokok produksi ayam ras pedaging kapasitas 1.000 ekor
dengan metode variable costing di Kecamatan Metro Utara, tahun
2014 ... 119
38. Laba usaha pada ternak ayam ras pedaging probiotik dan non
probiotik di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 121
39. Laba usaha pada ternak ayam ras pedaging kapasitas 1.000 ekor di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 122
40. Hasil uji-F (analisis varians) ... 126
41. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging
probiotik di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 127
42. Identitas responden peternak ayam ras pedaging probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 140
43. Identitas responden peternak ayam ras pedaging non probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 140
44. Data investasi ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan Metro
Utara, tahun 2014 ... 141
45. Data investasi ayam ras pedaging non probiotik di Kecamatan Metro
47. Total biaya bahan baku dan biaya pendukung ayam ras pedaging non
probiotik di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 146
48. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 150
49. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging non probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 150
50. Penyusutan peralatan ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan
Metro Utara, tahun 2014 ... 152
51. Penyusutan peralatan ayam ras pedaging non probiotik di Kecamatan
Metro Utara, tahun 2014 ... 152
52. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 1 ayam ras pedaging
probiotik, tahun 2014 ... 153
53. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 2 ayam ras pedaging
probiotik, tahun 2014 ... 154
54. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 3 ayam ras pedaging
probiotik, tahun 2014 ... 155
55. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 4 ayam ras pedaging
probiotik, tahun 2014 ... 156
56. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 1 ayam ras pedaging non
probiotik, tahun 2014 ... 157
57. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 2 ayam ras pedaging non
probiotik, tahun 2014 ... 158
58. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 3 ayam ras pedaging
probiotik, tahun 2014 ... 159
59. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 4 ayam ras pedaging
probiotik, tahun 2014 ... 160
60. Biaya perawatan kandang ayam ras pedaging probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 161
61. Biaya perawatan kandang ayam ras pedaging non probiotik di
63. Penerimaan hasil produksi ayam ras pedaging non probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 162
64. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 163
65. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging non probiotik di
Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 164
66. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging probiotik
dengan metode full costing, tahun 2014... 165 67. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik
dengan metode full costing, tahun 2014... 165 68. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging probiotik
dengan metode variable costing, tahun 2014... 166 69. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik
dengan metode variable costing, tahun 2014... 166 70. Laba usaha ternak ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan Metro
Utara, tahun 2014 ... 167
71. Laba usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik di Kecamatan
Metro Utara, tahun 2014 ... 168
72. Total biaya bahan baku dan biaya pendukung ayam ras pedaging probiotik kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun
2014 ... 169
73. Total biaya bahan baku dan biaya pendukung ayam ras pedaging non probiotik kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun
2014 ... 169
74. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging probiotik
kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 173
75. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging non probiotik
kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 173
76. Penyusutan peralatan ayam ras pedaging probiotik kapasitas 1.000
78. Biaya penyusutan peralatan ayam ras pedaging probiotik kapasitas
1.000 ekor dengan metode anuitas, tahun 2014 ... 179
79. Biaya penyusutan peralatan ayam ras pedaging non probiotik
kapasitas 1.000 ekor dengan metode anuitas, tahun 2014 ... 183
80. Penerimaan hasil produksi ayam ras pedaging probiotik kapasitas
1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 185
81. Penerimaan hasil produksi ayam ras pedaging non probiotik
kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 185
82. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging probiotik kapasitas
1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 186
83. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging non probiotik
kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 187
84. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging kapasitas
1.000 ekor dengan metode full costing, tahun 2014 ... 188 85. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging kapasitas
1.000 ekor dengan metode variable costing, tahun 2014 ... 188 86. Laba kotor dan laba bersih usaha ternak ayam ras pedaging kapasitas
1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 188
87. Identitas responden konsumen ayam ras pedaging probiotik di
Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 189
88. Input regresi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras
pedaging probiotik, tahun 2014 ... 165
89. Output regresi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam
ras pedaging probiotik, tahun 2014 ... 191
90. Uji multikolinearitas ... 194
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kurva permintaan ... 36
2. Kerangka pemikiran analisis harga pokok produksi, laba usaha dan permintaan ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di
Kota Metro, tahun 2014 ... 46
3. Persentase luas wilayah kecamatan di Kota Metro, tahun 2012 ... 61
4. Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan terhadap permintaan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah
yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di
bidang pertanian. Sektor pertanian berperan aktif untuk memenuhi kebutuhan
pangan nasional. Letak geografis Indonesia yang menguntungkan pada garis
khatulistiwa memungkinkan Indonesia untuk menanam dan memanen
berbagai jenis hasil pertanian sepanjang tahun. Selain itu, pertanian juga
bermanfaat sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia bahan baku, penghasil
devisa, dan pembangun ketahanan daerah, sehingga diharapkan akan
berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pertanian memberikan kontribusi tinggi terhadap perekonomian Indonesia,
baik secara regional maupun nasional. Lampung merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) tertinggi dari sektor pertanian. Jumlah PDRB yang diperoleh ini
selalu mengalami peningkatan drastis dari tahun 2010 hingga tahun 2012,
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, tahun 2010-2012 (juta rupiah)
No Lapangan usaha 2010 2011 2012
1 Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
39.917.414 45.478.685 51.927.562
2 Pertambangan dan penggalian
2.161.754 2.672.150 2.840.577
3 Industri pengolahan 17.120.714 20.555.157 22.841.435 4 Listrik dan air bersih 595.503 691.203 788.597
5 Bangunan 3.968.970 4.397.009 4.855.562
6 Perdagangan, restoran dan hotel
16.503.762 20.481.520 22.930.103
7 Pengangkutan dan telekomunikasi
11.011.468 14.716.358 16.676.478
8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
6.844.990 7.633.617 8.892.445
9 Jasa-jasa 10.252.694 11.282.562 13.168.600
PDRB 108.404.270 127.908.260 144.561.358
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013
Berdasarkan Tabel 1, nilai PDRB Provinsi Lampung yang tertinggi berasal
dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Nilai PDRB
tersebut meningkat sebesar 23,12 persen dari tahun 2010-2012. Peternakan
yang merupakan subsektor pertanian berperan sebagai penyedia protein
hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia.
Peternakan juga merupakan lapangan usaha yang menyumbangkan nilai
tinggi untuk PDRB Kota Metro yang juga merupakan bagian dari Provinsi
Lampung. PDRB dari subsektor peternakan terus meningkat dari tahun ke
tahun. Peningkatan PDRB subsektor peternakan sebesar 10,3 persen dari
tahun 2009-2011. Subsektor ini menjadi penyumbang terbesar kedua pada
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto Kota Metro atas dasar harga berlaku menurut bidang pertanian di Kota Metro tahun 2009-2011 (juta rupiah)
No Lapangan usaha 2009 2010 2011
1 Tanaman bahan makanan 57.677 67.464 78.129
2 Tanaman perkebunan 2.451 2.594 2.687
3 Peternakan dan hasilnya 51.658 54.319 57.590
4 Kehutanan 0 0 0
5 Perikanan 2.531 3.573 4.466
Pertanian 114.316 127.949 142.872
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Metro, 2012
Salah satu komoditas peternakan yang paling populer di dunia usaha
agribisnis adalah ayam ras pedaging. Usaha ternak ayam ras pedaging
memiliki prospek yang cerah karena minat masyarakat untuk mengkonsumsi
ayam ras pedaging cukup tinggi. Masyarakat menyukai ayam ras pedaging
karena dagingnya lembut dan tidak kenyal sehingga cocok bagi semua umur
dan lapisan. Konsumen ayam ras pedaging menyebar di seluruh pelosok
negeri. Ayam ras pedaging sering dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga
namun banyak pengusaha yang memanfaatkan bisnis ayam ras pedaging
seperti usaha rumah makan, perusahaan pengolah ayam, dan lain-lain.
Kalangan peternak kecil mengembangkan usaha dalam skala kecil sebagai
sambilan usaha taninya. Pengusaha besar membangun industri ayam ras
pedaging secara besar-besaran (Setyono dan Ulfah, 2012).
Ayam ras pedaging merupakan komoditas ternak yang relatif baru
dibandingkan dengan ternak sapi, kambing, kerbau, domba, itik atau ayam
buras, namun bisnis ayam ras pedaging telah mengalami perkembangan yang
pesat dan memiliki posisi strategis. Bisnis ayam ras pedaging mampu
(Setyono dan Ulfah, 2012). Masyarakat lebih memilih untuk membeli daging
ayam karena harga daging ayam lebih murah dibandingkan harga daging sapi
dan daging ayam lebih mudah diolah untuk penyajian makanan.
Perkembangan bisnis ayam ras pedaging pesat berdampak pada peningkatan
produksi daging ayam ras pedaging untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Produksi daging ayam ras pedaging di Provinsi Lampung tergolong tinggi
yaitu 31.452,650 ton pada tahun 2012. Setiap kabupaten dan kota di Provinsi
Lampung dapat memproduksi daging ayam ras pedaging dengan jumlah yang
besar. Kabupaten Pesawaran memproduksi daging ayam ras pedaging
dengan jumlah tertinggi yaitu 8.662,180 ton pada tahun 2012, sedangkan
Kota Metro menempati urutan ketujuh dalam produksi ayam ras pedaging,
dengan jumlah 1.218,309 ton pada tahun 2012, dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi daging ayam ras pedaging di Provinsi Lampung per kabupaten/ kota, tahun 2012
No Kabupaten / kota Produksi
(ton)
1 Lampung Barat 19,489
2 Tanggamus 984,054
3 Lampung Selatan 6.802,108
4 Lampung Timur 2.683,809
5 Lampung Tengah 1.209,870
6 Lampung Utara 1.420,970
7 Way Kanan 579,714
8 Tulang Bawang 180,232
9 Pesawaran 8.662,180
10 Pringsewu 2.216,669
11 Mesuji 235,923
12 Tulang Bawang Barat 398,693
13 Bandar Lampung 4.840,630
14 Metro 1.218,309
Jumlah 31.452,650
Kota Metro sebagai salah satu sentra usaha peternakan unggas memiliki
populasi ayam ras tertinggi yaitu 1.345.750 ekor, dibandingkan populasi
ayam buras, ayam petelur, dan itik. Kecamatan Metro Utara merupakan
kecamatan yang telah membudidayakan ayam ras terbanyak yaitu 1.267.850
ekor pada tahun 2012. Dengan uraian tersebut, peneliti memilih Kecamatan
Metro Utara sebagai tempat penelitian. Data populasi ternak unggas di Kota
Metro per kecamatan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan, tahun 2012 (ekor)
No Kecamatan Ayam
buras
Ayam petelur
Ayam
ras Itik
1 Metro Selatan 22.700 2.700 41.600 7.800
2 Metro Timur 24.400 5.050 27.000 2.700
3 Metro Barat 21.600 1.150 6.050 7.150
4 Metro Pusat 17.700 2.500 3.250 7.200
5 Metro Utara 30.923 0 1.267.850 12.000
Jumlah 117.323 11.400 1.345.750 36.850
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2013
Kota Metro juga merupakan kota perintis berdirinya usaha ternak ayam ras
pedaging probiotik. Ayam probiotik merupakan ayam ras pedaging yang
dipelihara dengan memberikan tambahan pakan berupa probiotik dan
jamu-jamuan sehingga meningkatkan rasa dan menghasilkan daging ayam yang
sehat dan berkualitas. Ayam probiotik aman dikonsumsi karena bebas residu
antibiotik, residu hormon, dan kandungan lemak rendah (Kelompok Peternak
Ayam Berkat Usaha Bersama, 2014). Populasi ternak ayam ras pedaging
probiotik di Kota Metro adalah 14.900 ekor pada tahun 2014, tersebar di
beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Metro Utara 3.800 ekor, Metro Timur
Selatan tidak memiliki usaha ternak ayam ras pedaging probiotik (Kelompok
Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama, 2014).
Usaha ayam ras pedaging probiotik belum terlalu diminati, terbukti dari
jumlah peternak ayam ras pedaging probiotik yang masih sangat sedikit
dibandingkan dengan jumlah peternak ayam ras pedaging non probiotik.
Jumlah peternak ayam ras pedaging probiotik adalah 15 orang, sedangkan
jumlah peternak ayam ras pedaging non probiotik adalah 36 orang.
Kecamatan Metro Utara memiliki 4 peternak ayam ras pedaging probiotik
dan 21 peternak ayam ras pedaging non probiotik (Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan Kota Metro, 2013).
Berdasarkan hasil pra survei, minat masyarakat untuk berwirausaha ayam ras
pedaging probiotik masih rendah, karena ayam ras pedaging probiotik masih
menjadi produk eksklusif di Kota Metro dan pengetahuan masyarakat tentang
ayam ras pedaging probiotik masih sedikit. Faktor lain adalah tata cara
pemeliharaan ayam ras pedaging probiotik lebih sulit dibandingkan ayam non
probiotik dan serapan pasar produk ayam ras pedaging probiotik ini tertentu.
Produk ayam ras pedaging probiotik lebih banyak dipasarkan ke Jakarta
dibandingkan Kota Metro. Produk telah dipasarkan di Jakarta ke berbagai
supermarket besar seperti Giant, Carrefour, Hypermart, Trans Market, Hero,
dan lain-lain, tetapi produk ini hanya dikonsumsi oleh rumah tangga dan tidak
dijual ke pasar tradisional maupun modern di wilayah Kota Metro (Kelompok
Perkembangan bisnis ayam ras pedaging berhubungan erat dengan
pertumbuhan perekonomian daerah dan pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan penduduk diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja.
Semakin banyak orang yang menerima pendapatan maka daya beli
masyarakat bertambah, sehingga permintaan juga meningkat (Sukirno, 2010).
Berdasarkan pernyataan tersebut, semakin tinggi populasi dan pendapatan
masyarakat, permintaan ayam ras pedaging juga semakin tinggi sehingga
peternak akan meningkatkan jumlah produksi ayam ras pedaging pula.
Jumlah produksi ayam dapat ditingkatkan dengan penambahan jumlah bahan
baku. Pada proses produksi, peternak harus mengetahui harga pokok
produksi usaha tersebut untuk mengendalikan biaya yang dikeluarkan.
Lambajang (2013) menyatakan bahwa perhitungan harga pokok produksi
yang benar akan berimplikasi pada penerapan harga jual yang benar pula,
sehingga nantinya mampu menghasilkan laba sesuai yang diharapkan.
Harga pokok produksi dipelajari dalam akuntansi biaya. Akuntasi biaya
merupakan bidang akuntansi yang khusus mencatat, menetapkan, dan
mengendalikan biaya. Akuntansi biaya ini memusatkan pada akumulasi
biaya, penilaian persediaan, dan perhitungan serta penetapan harga pokok
suatu produk (Firmansyah, 2014). Harga pokok produksi harus dihitung
dengan sebaik-baiknya dengan cara mengefisiensikan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang. Harga pokok produksi
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Ketiga biaya tersebut harus dicatat dan digolongkan dengan cermat. Harga
realisasi biaya produksi, perhitungan laba atau rugi usaha secara periodik, dan
penentuan harga pokok persediaan barang jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca (Mulyadi, 1999).
Pada usaha ayam ras pedaging, peternak masih menggunakan pencatatan
yang sederhana, sehingga hasil perhitungan akan menghasilkan informasi
biaya yang kurang akurat. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang
tercantum dalam harga pokok produksi merupakan biaya yang memiliki
proporsi paling besar dan biaya produksi tidak langsung merupakan bagian
kecil dalam biaya produksi (Firmansyah, 2014). Perhitungan harga pokok
produksi berperan penting dalam penyajian informasi ringkas dan akurat bagi
pemilik usaha. Hasil perhitungan tersebut akan berpengaruh terhadap
penentuan harga jual dan laba yang tepat.
Ternak ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik menjalin kemitraan
dengan koperasi dan perusahaan. Koperasi dan perusahaan memberikan
sejumlah dana untuk membiayai proses produksi usaha ternak ayam ras
pedaging. Ayam yang dihasilkan harus dijual langsung ke koperasi dan
perusahaan bersangkutan, sehingga peternak memperoleh kepastian dalam
memasarkan produknya.
Biaya produksi yang dikeluarkan peternak tidak selalu sama, terkadang
mengalami perubahan pada beberapa jenis biaya, sehingga laba yang
diperoleh juga akan berubah. Peternak sebaiknya mengetahui secara akurat
dan terperinci seberapa besar harga pokok produksi yang dihasilkan dan
mendapatkan laba yang sesuai harapan. Harga jual berpengaruh terhadap
keuntungan yang akan diperoleh peternak. Peternak ayam ras pedaging
probiotik menjual ayam ke KPA Berkat Usaha Bersama seharga Rp17.000,00
per kg, sedangkan peternak ayam ras pedaging non probiotik menjual ayam
ke perusahaan mitra seharga Rp16.500,00 sampai Rp17.000,00 per kg sesuai
dengan kesepakatan. Perbedaan harga jual dapat disebabkan oleh biaya
produksi ayam ras pedaging probiotik lebih besar dibandingkan dengan ayam
ras pedaging non probiotik.
Berdasarkan waktu pemeliharaan, ayam ras pedaging probiotik dipelihara 35
hari, sedangkan ayam ras pedaging non probiotik dipelihara hanya 30-33 hari
(pra survei, 2014). Waktu pemeliharaan ayam ras pedaging probiotik lebih
panjang menyebabkan harga pokok produksi yang meliputi biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik juga meningkat. Jika harga pokok produksi dapat diturunkan maka harga jual produk dapat ditekan dan
diharapkan permintaan produk meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan laba usaha (Mulyadi, 1999). Penentuan harga jual yang terlalu
tinggi akan menyebabkan jumlah permintaan produk lebih sedikit dan kurang
bersaing di pasar. Berdasarkan hukum permintaan, semakin tinggi harga
barang maka semakin sedikit kuantitas barang yang diminta (Sukirno, 2010).
Permintaan ayam ras pedaging probiotik masih rendah yaitu Metro 1.000
ekor per bulan, Bandar Lampung 400 ekor per bulan, Bekasi 400 ekor per
bulan, dan Jakarta 12.500 ekor per bulan (Kelompok Peternak Ayam Berkat
permintaan ayam di Kota Metro masih sangat rendah dibandingkan dengan
permintaan ayam di luar kota (Jakarta). Rendahnya permintaan di Kota
Metro dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu harga ayam ras pedaging
probiotik, harga ayam ras pedaging non probiotik, harga ayam buras, tingkat
pendapatan, jumlah anggota keluarga (Sukirno, 2010), dan pengetahuan
tentang kesehatan berdasarkan hasil pra survei. Peternak juga mengalami
kesulitan untuk memenuhi jumlah permintaan yang besar dari luar kota
karena jumlah peternak tergolong kecil dan jumlah produksi ayam ras
pedaging probiotik masih rendah. Perbedaan permintaan ayam ras pedaging
probiotik dan non probiotik terlihat jelas, dimana ayam ras pedaging non
probiotik telah dikenal masyarakat secara luas dan permintaan konsumen
terhadap ayam tersebut juga sangat tinggi, sehingga penelitian akan
menfokuskan pada permintaan ayam ras pedaging probiotik agar diketahui
faktor-faktor yang dapat meningkatkan permintaan konsumen.
Berdasarkan uraian sebelumnya, permasalahan penelitian dapat dirumuskan
sebagai:
1. Berapa harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non
probiotik di Kecamatan Metro Utara?
2. Berapa laba yang diperoleh dari usaha ayam ras pedaging probiotik dan
non probiotik di Kecamatan Metro Utara?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian adalah:
1. Mengetahui harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non
probiotik di Kecamatan Metro Utara.
2. Mengetahui laba yang diperoleh dari usaha ayam ras pedaging probiotik
dan non probiotik di Kecamatan Metro Utara.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras
pedaging probiotik di Kecamatan Metro Pusat.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi:
1. Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk membuat keputusan dan
kebijaksanaan dalam pengembangan usaha ayam ras pedaging probiotik
dan non probiotik.
2. Pengusaha
Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan usaha untuk
meningkatkan laba usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik,
serta meningkatkan permintaan ayam ras pedaging probiotik.
3. Peneliti lain
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Deskripsi Ayam
Santoso dan Sudaryani (2011) menyatakan bahwa ayam(Gallus gallus domesticus) adalah unggas yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi keperluan hidup pemeliharanya. Kawin silang antar ras ayam telah
menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan
bermacam-macam fungsi, yaitu ayam potong (untuk diambil daging), ayam petelur
(untuk diambil telur), dan ayam dipelihara untuk kesenangan. Ayam
menunjukkan perbedaan morfologi di antara ayam jantan dan ayam betina.
Ayam jantan (jago, rooster) berukuran lebih besar, lebih atraktif, memiliki jalu panjang, berjengger lebih besar, dan bulu ekornya panjang menjuntai.
Ayam betina (babon, hen) berukuran kecil, jalu pendek, berjengger kecil, dan bulu ekor pendek. Ayam mudah beradaptasi di berbagai tempat jika
ketersediaan makanan di tempat.
a. Ayam Ras Pedaging (Broiler)
Santoso dan Sudaryani (2011) mengemukakan bahwa ayam ras
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam ras pedaging
memiliki ciri-ciri meliputi bobot relatif besar, pemberian asupan
makanan yang tinggi, pertumbuhan sangat cepat, dan mengandung
banyak lemak pada tubuhnya. Ayam ras pedaging baru dikenal di
Indonesia sejak tahun 1980-an. Hingga kini ayam ras pedaging telah
dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihan.
Kelebihan ayam ras pedaging adalah dapat dipanen setelah lima sampai
enam minggu masa pemeliharaan. Masa pemeliharaan yang relatif
pendek mengakibatkan proses produksi dilakukan lebih cepat sehingga
banyak peternak baru serta peternak musiman berminat untuk
mengembangkan usaha ini di berbagai wilayah Indonesia. Ayam ras
pedaging yang dipotong pada umur yang tepat dapat menghasilkan
daging yang empuk, tekstur kulit yang halus dan tulang dada yang
masih lentur, dengan peletakan lemak yang belum banyak (Santoso dan
Sudaryani, 2011).
b. Penentuan Lokasi Ternak Ayam
Setyono dan Ulfah (2012) berpendapat bahwa pemilihan lokasi sangat
mempengaruhi nilai keuntungan usaha. Lokasi untuk kegiatan bisnis
mencakup lokasi wilayah usaha dan lokasi kandang. Lokasi wilayah
usaha yang baik merupakan lokasi dekat sumber bahan baku dan lokasi
dekat wilayah konsumen. Lokasi dekat sumber bahan baku dipilih
Lokasi dekat wilayah konsumen dipilih dengan melihat jumlah
penduduk yang tinggi. Pendekatan wilayah konsumen juga dapat
ditinjau dari prospek masa depan yang ditentukan oleh tingkat
pertumbuhan ekonomi.
c. Teknis Budidaya
Seorang peternak perlu memahami tiga unsur produksi sebelum
memulai usaha yaitu manajemen (pengelolaan usaha peternakan),
breeding (pembibitan) dan feeding (pemberian pakan).
(1) Pengelolaan Usaha Peternakan
(a) Perkandangan
Tipe kandang ayam ras pedaging ada dua, yaitu bentuk
panggung dan postal (litter). Kandang panggung adalah
kandang yang dibuat dengan sistem kolong sehingga lantai
kandang renggang. Tinggi kolong sekitar 0,5-1,5 m. Model
kandang panggung yang banyak digunakan berukuran panjang
50-100 m, lebar 7-10 m, dan tinggi 4-5 m. Kandang postal
adalah kandang yang berlantai rapat seperti lantai tanah atau
semen. Alas pada kandang postal ditaburi bahan organik
seperti sekam, pasir, serutan kayu, dan bahan lain yang daya
serap tinggi. Sebagian besar peternak menggunakan tipe
postal karena biaya pembuatan relatif lebih murah dan dapat
Abidin (2005) menyatakan bahwa sistem perkandangan yang
ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi persyaratan
temperatur antara 32 - 35ºC, kelembaban antara 60 - 70 persen,
penerangan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan
yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi
dan tidak melawan arah mata angin kencang, dan model
kandang disesuaikan dengan umur ayam. Pada awal
pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga
kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan
seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas
tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis
seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m², lebih dari angka
tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari
pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan
menurun, ayam cenderung banyak minum, stres, pertumbuhan
terhambat dan mudah terserang penyakit.
(b) Peralatan
Santoso dan Sundaryani (2011) menyatakan bahwa peralatan
yang digunakan dalam pemeliharaan ayam ras pedaging,
meliputi:
(i) Litter (alas lantai)
Alas lantai atau litter harus dalam keadaan kering sehingga
alas litter berupa terpal plastik atau kertas sekali pakai.
Pada bagian atas alas litter, diberi bahan litter. Tebal litter
setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari sekam
padi atau serutan kayu dengan sedikit kapur dan pasir
secukupnya, atau hasil serutan kayu dengan panjang antara
3–5 cm.
(ii) Tirai atau layar
Tirai berfungsi sebagai penahan dingin dari tiupan angin.
Bahan tirai dapat berupa kain atau plastik yang mudah
ditutup dan dibuka.
(iii)Indukan atau brooder
Brooder berbentuk bundar atau persegi empat dengan areal jangkauan 1-3 m dengan alat pemanas di tengah.
Indukan berfungsi seperti induk ayam yang
menghangatkan anak ayam ketika baru menetas.
(iv) Tempat bertengger
Tempat bertengger adalah untuk tempat istirahat atau
tidur, dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh
ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar. Tempat
bertengger harus tertutup agar terhindar dari angin dan
letaknya lebih rendah dari tempat bertelur.
(v) Instalasi air minum dan tempat pakan
Instalasi air minum yang diperlukan meliputi sumur,
minum otomatis. Tempat pakan ayam diletakkan dengan
cara digantung. Penggantung lajur tempat pakan dibuat
dari bambu yang membujur dari timur ke barat.
(vi) Instalasi pemanas
Jenis pemanas yang digunakan daam peternakan adalah
listrik, gas, batubara, dan minyak tanah. Pemanas gas
menghasilkan sinar infrared yang berguna bagi tumbuh kembang ayam. Selain itu, pemanas juga bersih, stabil
dan dapat disetel sesuai suhu yang ideal bagi ayam.
(vii)Alat-alat rutin
Alat-alat rutin termasuk alat kesehatan ayam seperti
suntikan, gunting operasi, pisau potong operasi kecil, dan
lain-lain.
(2) Pembibitan
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit atau Day Old Chicken (DOC) atau ayam umur sehari yang baik yaitu pusarnya menutup rapi, kakinya besar dan basah seperti berminyak,
pantatnya tidak kotor atau tidak terdapat pasta putih, DOC terlihat
aktif, dan berat DOC tidak kurang dari 37 gram. DOC memerlukan
tempat yang bersih dan steril dari bibit penyakit. Peternak juga
harus memperhatikan suhu ruang kandang, pemberian vitamin dan
antibiotik. Pemantauan DOC harus dilakukan secara teratur
(3) Pemberian Pakan
Santoso dan Sudaryani (2011) menyatakan bahwa pemberian pakan
untuk ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik adalah full feed, artinya tabung ayam tidak boleh kosong. Penambahan pakan pada tabung minimal tiga kali sehari untuk merangsang ayam
makan dan tempat pakan harus sering digoyang. Apabila peternak
ingin mengganti jenis pakan sebaiknya pakan diberikan dengan
cara dicampur berangsur-angsur antara pakan lama dan pakan baru
agar ayam tidak mengalami stress. Pakan ayam terbagi menjadi
beberapa jenis yaitu mash (tepung), crumbles (butiran pecah), dan pelet(butiran utuh). Mash dibuat oleh peternak dengan cara mencampur pakan sendiri dan biasa digunakan oleh peternak ayam
[image:38.595.181.510.526.593.2]petelur. Crumbles dipakai oleh peternak pedaging sedangkan pelet diberikan pada ayam broiler yang telah berumur empat minggu.
Tabel 5. Tiga jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisi
Jenis Pakan Lama
Pemberian
Protein (persen)
Energi Metabolisme (kkal/kg pakan)
Prastarter 1-7 hari 23-24 3.050
Strarter 8-28 hari 21-22 3.100
Finisher 29-panen 18-20 3.200 - 3.300
Sumber: Santoso dan Sudaryani, 2011
d. Penyakit Pada Ayam
Penanggulangan penyakit pada ayam harus dilakukan oleh setiap
sehingga produksi ayam juga akan menurun. Peternak terlebih dahulu
harus mengetahui gejala ayam yang terserang penyakit. Santoso dan
Sudaryani (2011) memaparkan beberapa jenis penyakit yang sering
menyerang ternak ayam, yaitu:
(1) Aspergillosis
Aspergillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Jamur
berasal dari penetasan yang dipakai untuk alas kandang, atau pakan
ayam. Gejala penyakit ini adalah anak ayam terlihat sukar
bernapas, saat dibuka bingkainya, akan terlihat butiran-butiran
kecil berwarna kuning pada paru-parunya. Pengendalian
penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan membuang sumber
penyakit dan memberikan fungistat pada makanan.
(2) Ascites
Penyakit ini dipengaruhi oleh kapasitas paru-paru yang terbatas
yang tidak dapat diimbangi dengan kecepatan pertumbuhan ayam,
serta suplai oksigen dari lingkungan yang sedikit. Penyakit
ditandai oleh cairan pada bagian dada dan perut, anak ayam akan
menciap-ciap. Pencegahan dilakukan dengan menjaga sirkulasi
udara di kandang.
(3) Kolibasilosis
Penyakit ini merupakan infeksi sekunder yang disebabkan oleh
bakteri Ezcherichia coli. Gejanya meliputi ayam kurus, badan kusam, nafsu makan turun, diare, dan pertumbuhan terganggu.
pakan, dan air. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik nitrofurans dan neomisin.
(4) Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)
Tetelomemiliki gejala berupaayam sulit bernafas, batuk-batuk,
bersin, timbul bunyi dengkuran, lesu, sayap terkulasi, kadang
berdarah, tinja encer kehijauan yang spesifik, adanya gejala “tortikolis”, yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu dan
lumpuh. Pengendalian dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor
penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar atau dibuang.
(5) Gumboro
Gumboro disebabkan oleh virus gumboro. Penyakit ini menyerang
sel bursa fabricili yang bertanggung jawab dalam pembentukan
antibodi pembentuk kekebalan tubuh. Gejala yang terlihat seperti
anak ayam lesu, bulunya mengerut, tubuh ayam menjadi kering,
anak ayam mematuki duburnya sendiri, kotoran encer berlendir
berwarna putih, angka kematian dapat mencapai 31 persen.
Pengurangan dehidrasi pada ayam dapat diberikan air minum yang
dicampur molafase sebanyak 10 persen.
e. Panen dan Pascapanen
Peternak memperoleh hasil utama dari usaha ternak ayam pada masa
panen berupa daging ayam atau telur ayam. Hal-hal yang dilakukan
(1) Stoving
Stoving yaitu penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang penampungan (houlding ground). (2) Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan di lehernya, prinsipnya agar darah
keluar keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu
1-2 menit. Hal ini dilakukan agar kualitas daging bagus, tidak
mudah tercemar dan mudah busuk.
(3) Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong dicelupkan ke dalam air panas
(51,7- 54,4ºC). Lama pencelupan ayam adalah 30 detik. Bulu-bulu
yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar
dengan nyala api biru.
(4) Pengeluaran Jeroan
Jeroan dikeluarkan dengan memotong bagian bawah dubur sedikit,
lalu seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan.
(5) Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak
disukai. Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah
dicuci bersih, maka kaki ayam atau paha ditekukan di bawah dubur,
2. Probiotik
Anonim (2014) menyatakan probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
dapat memberikan efek baik atau kesehatan pada organisme lain dalam
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan keseimbangan
mikroba dalam pencernaan dan mengurangi mikroba yang tidak
dikehendaki seperti E.coli, Salmonella, Clostridium, Lactobacillus, Carnobacterium, beberapa kelompok Bacillus, dan Pseudomonas. Probiotik bisa membunuh bakteri yang merugikan (patogen) dan
membantu penyerapan nutrisi pada hewan atau tumbuhan, sehingga
pertumbuhannya menjadi optimal. Probiotik dapat meningkatkan
Metabolisme Energi (ME) dan Total Digestible Nutrien (TDN) sehingga imbangan antara protein dan energi lebih bagus, kandungan lemak lebih
rendah. Kualitas daging ayam akan lebih baik, daging lebih padat dan
berserat. Probiotik juga mengurangi bau kotoran ayam sehingga udara
sekitar tempat pemeliharaan lebih segar.
Fuller(1997)dalam Akhadiarto (2010) berpendapat bahwa kelebihan dari
pemberian probiotik untuk ayam adalah meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan kecernaan pakan, meningatkan daya tahan tubuh,
meningkatkan produksi telur dan daging,serta meningkatkan pertumbuhan
diberikan melalui air minum agar efektif dan efisien. Probiotik berbentuk
cairan akan mudah dilarutkan dalam air. Pada ayam ras pedaging, Bio-B
diberikan sebanyak 1 cc/liter air minum. Dosis yang lebih tinggi justru
kurang efektif namun tidak membahayakan. Pemberian dilakukan sejak
DOC (Day Old Chick) dan diberikan setiap hari hingga panen. Usahakan diberikan pada pagi hari sehingga tidak ada probiotik yang tersisa pada
sore hari.
Penambahan probiotik baik digunakan untuk menggantikan antibiotik
dalam ransum karena tidak menimbulkan residu metabolik dalam jaringan
ternak. Penambahan probiotik dalam ransum ayam pedaging masih lebih
baik dibanding dengan penambahan antibiotik untuk menekan mortalitas.
Fungsi probiotik sama dengan antibiotik yaitu meningkatkan kekebalan.
Perbedaannya adalah antibiotik merupakan zat kimia yang diserap di
dalam usus, yang dapat menimbulkan residu dalam jaringan dan dapat
menyebabkan adanya mutasi mikroorganisme, sedangkan probiotik
merupakan mikroorganisme hidup, tanpa menyebabkan residu dan mutasi,
karena kerjanya hanya mendesak mikroorganisme patogen keluar dari
dalam tubuh (Daud, 2005).
3. Agribisnis
Saragih (2010) berpendapat bahwa agribisnis merupakan suatu cara untuk
melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari empat
subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis usahatani, subsistem
agribisnis hilir, dan subsistem agribisnis penunjang. Subsistem agribisnis
usahatani adalah kegiatan di tingkat petani, pekebun, peternak dan
nelayan, serta dalam arti khusus, termasuk pula kegiatan hutan yang
berupaya mengelola input untuk menghasilkan produk pertanian. Usaha
ternak ayam ras pedaging termasuk dalam subsistem agribisnis usahatani.
Soekartawi (1997) berpendapat bahwa konsep agribisnis merupakan
konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran
dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian.
4. Akuntansi Biaya
Schaum (2007) dalam Firmansyah (2014) menyatakan bahwa akuntansi
biaya adalah suatu prosedur untuk mencatat dan melaporkan hasil
pengukuran dari biaya pembuatan barang atau jasa. Fungsi utama dari
akuntansi biaya adalah melakukan akumulasi biaya untuk penilaian
persediaan dan penentuan pendapatan. Akuntansi biaya berguna untuk
menghitung biaya suatu produk yang mengandung unsur bahan baku, upah
langsung, dan overhead pabrik.
Manfaat akuntansi biaya menurut Firmansyah (2014) dapat dijabarkan
sebagai:
a. Menyajikan informasi biaya untuk perhitungan harga pokok produksi
Untuk perhitungan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat,
penyerahan jasa. Biaya yang disajikan adalah biaya historis. Akuntansi
biaya dalam penentuan harga pokok produk ditujukan untuk kebutuhan
pihak luar perusahaan.
b. Menyajikan informasi biaya untuk membantu manajemen dalam perencanaan dan pengendalian laba
Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk proses produksi. Apabila biaya sudah
ditetapkan, akuntansi biaya akan memantau apakah pengeluaran biaya
yang sesungguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya. Analisis
terhadap selisih biaya akan dilakukan jika terjadi penyimpangan,
kemudian manajer akan melakukan tindakan koreksi, sehingga biaya
produksi dapat dikendalikan dan laba dapat diperoleh maksimal.
Akuntansi biaya untuk tujuan pengendalian biaya lebih ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pihak dalam perusahaan.
c. Menyajikan informasi biaya untuk pengambilan keputusan
Akuntansi biaya menyajikan informasi biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
Informasi biaya yang digunakan tidak dicatat dalam catatan akuntansi,
tetapi diolah sehingga menjadi hasil peramalan. Hasil peramalan ini
yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan
datang. Pengambilan keputusan di masa yang akan datang merupakan
keputusan khusus sebagian besar kegiatan manajemen perusahaan.
Akuntansi biaya mengembangkan berbagai konsep informasi biaya
biaya hipotesis, biaya tambahan, biaya terhindarkan, dan pendapatan
hilang.
Firmansyah (2014), sasaran akuntansi biaya adalah transaksi keuangan
yang berhubungan dengan biaya secara umum dan tujuan akuntansi
biaya menyediakan informasi biaya untuk kepentingan manajemen.
Dengan suatu sistem akuntansi biaya, perubahan biaya-biaya dapat
digolongkan setiap hari. Melalui laporan kinerja biaya per unit, dapat
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen.
Tindakan perbaikan dapat dilakukan segera jika penyimpangan cukup
besar dari tujuan.
5. Harga Pokok Produksi (HPP)
Supriyono (1999) menyatakan bahwa harga pokok produksi adalah aktiva
atau jasa yang dikorbankan atau diserahkan dalam proses produksi.
Hansen dan Mowen (2005) berpendapat bahwa suatu perusahaan perlu
mengetahui besarnya harga pokok produksi yang dihasilkan karena harga
pokok produksi dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam
menentukan harga jual, memantau biaya produksi, memperkirakan berapa
keuntungan yang akan diperoleh dari hasil penjualan, dan menentukan
harga pokok persediaan barang jadi dan produk. Harga pokok produksi
meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan dalam
Unsur-unsur harga pokok produksi digolongkan menjadi tiga, yaitu biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Mulyadi, 1999).
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku merupakan biaya bahan yang digunakan dalam
proses produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap
untuk dipasarkan, atau siap diserahkan kepada pemesan (Bambang dan
Kartasapoetra, 1988). Elemen yang dapat mempengaruhi biaya bahan
baku menurut Mulyadi (1999) adalah:
(1) Harga faktur, termasuk biaya angkut dari setiap satuan yang dibeli.
(2) Biaya pemesanan, yaitu biaya yang terjadi dalam rangka
melaksanakan kegiatan pemesanan bahan, terdiri dari biaya
pemesanan tetap dan variabel.
(a) Biaya pemesanan tetap, yaitu biaya pemesanan yang besarnya
tetap sama dalam periode tertentu, tidak dipengaruhi frekuensi
pemesanan.
(b) Biaya pemesanan variabel, yaitu biaya pemesanan yang jumlah
totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan frekuensi
pemesanan. Semakin tinggi frekuensi pemesanan maka total
biaya pemesanan variabel semakin tinggi.
(3) Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang terjadi dalam rangka
melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan, terdiri dari biaya
(a) Biaya penyimpanan tetap, yaitu biaya penyimpanan bahan
yang jumlah totalnya tidak dipengaruhi jumlah atau besarnya
bahan yang disimpan di gudang
(b) Biaya penyimpanan variabel, yaitu biaya penyimpanan bahan
yang jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan
jumlah atau besarnya bahan yang disimpan.
b. Biaya Tenaga Kerja
Firmansyah (2014) menyatakan tenaga kerja dapat didefinisikan
sebagai tenaga manusia, baik secara fisik maupun mental, yang
dikeluarkan oleh para karyawan untuk kegiatan produksi. Biaya tenaga
kerja adalah imbalan yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja,
yang dapat dinilai dengan satuan uang atas pengorbanan yang diberikan
dalam kegiatan produksi. Biaya tenaga kerja dalam pertanian terdiri
dari biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya tenaga kerja luar
keluarga.
Biaya tenaga kerja menurut Supriyono (1999), dapat dibagi kedalam
tiga golongan, yaitu:
(1) Gaji dan upah reguler, yaitu jumlah gaji dan upah bruto dikurangi
dengan potongan-potongan, seperti pajak penghasilan karyawan
dan biaya asuransi hari tua.
(2) Premi lembur.
Akuntansi biaya tenaga kerja pada dasarnya dikelompokkan menjadi
tiga hal (Firmansyah, 2014), yaitu:
(1) Pencatatan dan perhitungan waktu kerja
Kegiatan dilaksanakan oleh bagian personalia dengan dibuatkan
kartu jam hadir bulanan atau harian atau dapat pula didasarkan
pada satuan produk yang dihasilkan oleh pekerja tersebut. Upah
yang dibayarkan dapat ditentukan berdasarkan jumlah output yang
dihasilkan atau berdasarkan jumlah jam kerja karyawan.
Perusahaan biasanya telah menentukan jumlah (satuan) produk
yang harus dihasilkan untuk tenggang waktu tertentu (per jam atau
per hari).
(2) Perhitungan jumlah biaya tenaga kerja
Pencatatan dan perhitungan jam kerja dapat dipakai sebagai dasar
untuk penyusunan daftar gaji, baik untuk tenaga kerja langsung
maupun tidak langsung, atau tenaga kerja bagian pemasaran,
umum, dan bagian administrasi.
(3) Pembebanan biaya tenaga kerja
Perhitungan jumlah gaji dan upah pada bagian (2) selanjutnya
dialokasikan ke masing-masing jenis biaya, seperti gaji, premi
lembur, dan biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.
c. Biaya Overhead Pabrik (BOP)
overhead pabrik terdiri atas berbagai elemen biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung pada pekerjaan atau produk tertentu (Dunia
dan Wasilah, 2011). Biaya overhead pabrik (BOP) dikelompokkan atas dasar tingkah laku perubahannya terhadap volume aktivitas, yaitu biaya
tetap dan biaya variable. Biaya overhead pabrik tetap merupakan BOP
yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah ayam ras pedaging yang
dipelihara. Biaya overhead pabrik variabel merupakan BOP yang berubah
sebanding dengan volume produksi yang dihasilkan. (Mulyadi, 1999).
Firmansyah (2014) menyatakan biaya-biaya produksi yang termasuk
dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu biaya bahan penolong atau bahan pembantu, biaya
tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan aktiva tetap pabrik, biaya
reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi pabrik, biaya jasa kepada
orang lain, biaya lain yang sifatnya tidak langsung, dan biaya yang
berhubungan dengan proses produksi. Contoh BOP tetap adalah
penyusutan bangunan pabrik (factory’s building depreciation),
penyusutan mesin dan peralatan (depreciation on machineries and equipment), gudang (warehousing cost), dan pemeliharaan pabrik dan mesin (factory and machineries maintenance). Contoh BOP variabel adalah listrik, air untuk pabrik (factory’s utilities), pengemasan
6. Metode Penyusutan Anuitas
Anuitas merupakan suatu rangkaian pembayaran dengan jumlah yang
sama pada setiap interval. Besar kecil jumlah pembayaran pada setiap
interval tergantung pada jumlah pinjaman, jangka waktu, dan tingkat
bunga. Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga
majemuk yang dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal,
setiap enam bulan, maupun setiap tahun (Ibrahim, 2009).
Metode anuitas identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai aset atau original cost sebagai present value, baik sebagai akibat kenaikan inflasi maupun sebagai perubahan teknologi, disediakan dana
cadangan sebesar 18 persen dari nilai aset pada setiap tahun untuk
mengatasi harga. Sebaliknya, penggunaan metode penyisihan dana
(singking fund method) sama dengan deposito di bank pada setiap tahun dan aset dana digunakan sebagai dana untuk membeli aset baru pada akhir
umur ekonomis (Ibrahim, 2009).
Nilai aset yang disusut digunakan untuk menghitung penyusutan per tahun
dengan rumus sebagai:
i
R= An ...(1) (1 – (1 + i)-n)
Keterangan:
R = Annuity (jumlah penyusutan per tahun) An = Nilai aset yang disusut
7. Laba
Firdaus (2008) berpendapat bahwa laba merupakan imbalan bagi suatu
bisnis yang telah berani menanggung resiko. Semakin besar resiko yang
dihadapi perusahaan, maka semakin besar laba yang akan diperoleh
perusahaan tersebut jika perusahaan tersebut berhasil. Jika perusahaan
gagal dalam menghadapi resiko tersebut maka perusahaan akan mengalami
kerugian. Perusahaan dapat memperoleh laba dari jumlah penjualan yang
tinggi namun perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing juga mampu
memperoleh laba yang memuaskan. Perusahaan harus memiliki ciri khas
yang menonjol dan kreatifitas yang tinggi dalam pengelolaannya
dibandingkan perusahaan lain. Laba merupakan tolak ukur suatu
keberhasilan atau kegagalan manajer dalam mengatur dan memanfaatkan
sumber daya agribisnis (Suprehatiningsih, 2009).
Semakin banyak permintaan konsumen akan suatu sumber daya, maka
semakin tinggi pendapatan perusahaan dan akan mempengaruhi jumlah
laba perusahaan pula. Ketika suatu perusahaan tidak mampu memperoleh
laba, maka perusahaan tersebut tidak dapat melanjutkan persaingan
bisnisnya, bahkan bisa tutup. Perusahaan memiliki tujuan utama, yaitu
memperoleh laba sesuai target perusahaan. Laba akan menjadi motivasi
utama bagi keberadaan suatu bisnis (Downey dan Erickson, 1988).
Arti lain dari laba adalah pendapatan dikurangi dengan biaya total
(Tunggal, 1994). Pendapatan diperoleh dari penjualan produk sebesar Y
perusahaan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi output Y,
yaitu sebesar jumlah input yang digunakan dikalikan dengan harga input.
8. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Setiap perusahaan perlu menghitung biaya produksi secara rinci sebagai
dasar menghitung harga pokok produksi. Perusahaan menentukan harga
pokok produksi agar lebih mudah menentukan harga jual dari suatu
pesanan. Dua pendakatan yang dapat digunakan dalam perhitungan
biaya-biaya tersebut, yaitu metode full costing dan variable costing.
a. Full Costing Method
Mulyadi (1999) menyatakan bahwa metode full costing adalah suatu metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua
unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik bersifat variabel maupun tetap. Biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas
normal. Metode full costing memiliki keunggulan, yaitu metode sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), yang digunakan dalam
laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum.
b. Variable Costing Method
berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi yang bersifat
variabel ke dalam harga pokok produksi, meliputi biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 1999). Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku
dijual, BOP tetap tidak melekat pada persediaan tersebut, tapi langsung
dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya (Firmansyah, 2014).
Suatu biaya digolongkan sebagai biaya variabel apabila memenuhi:
(1) harga barang atau jasa tidak berubah,
(2) metode dan prosedur produksi tidak berubah-ubah,
(3) tingkat efisiensi tidak berfluktuasi.
Mulyadi (1999) menyatakan bahwa kelebihan metode variable costing adalah laba yang dihitung sangat dipengaruhi oleh tingkat penjualan.
Tingkat penjualan yang tinggi merupakan indikator yang baik untuk
menilai kinerja perusahaan. Variable costing juga memiliki kelemahan, yaitu pemisahan biaya-biaya ke dalam biaya variabel dan biaya tetap
akan sulit dilakukan. Metode variable costing tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang disebut Prinsip Akuntansi Indonesia
(PAI), sehingga laporan keuangan harus dibuat berdasarkan metode full costing untuk kepentingan pajak dan umum. Pada metode variable costing tidak diperhitungkan biaya overhead pabrik tetap dalam harga pokok persediaan, mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah dan
akan mengurangi jumlah modal kerja yang dilaporkan dalam analisis
9. Teori Permintaan
Nopirin (2000) menyatakan bahwa permintaan adalah berbagai kombi