• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komparasi Nilai Daya Dukung Tanah Lempung Ditinjau Dari Hasil Uji Skala Penetrasi Konus Dinamis, Uji Cbr Laboratorium Dan Uji Kuat Tekan Bebas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komparasi Nilai Daya Dukung Tanah Lempung Ditinjau Dari Hasil Uji Skala Penetrasi Konus Dinamis, Uji Cbr Laboratorium Dan Uji Kuat Tekan Bebas"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPARASI NILAI DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG

DITINJAU DARI HASIL UJI SKALA PENETRASI KONUS

DINAMIS, UJI CBR LABORATORIUM DAN UJI KUAT

TEKAN BEBAS

(SKRIPSI)

Oleh

ACHMAD SATRIA NURSAR

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

KOMPARASI NILAI DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI HASIL UJI SKALA PENETRASI KONUS DINAMIS, UJI CBR

LABORATORIUM DAN UJI KUAT TEKAN BEBAS

OLEH

ACHMAD SATRIA NURSAR

Daya dukung tanah dapat ditentukan dengan beberapa macam uji, yang dapat menghasilkan hasil uji yang berbeda untuk benda uji yang sama sesuai dengan karakteristik peralatan uji tersebut dan target utama hasil uji dari masing-masing peralatan dalam penentuan parameter tanah. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik daya dukung tanah yang diperoleh dari pengujian DCP (Skala Penetrasi Konus Dinamis), pengujian CBR Laboratorium dan pengujian UCS (Kuat Tekan Bebas).

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini berasal dari Desa Margakaya dan Desa Palputih, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan serta Desa Blimbing Sari, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. Sampel tanah untuk pengujian CBR Laboratorium dibuat dengan pemadatan. Sedangkan sampel tanah untuk pengujian UCS adalah tanah tak terganggu dan sampel remoulded.

Hasil penelitian menunjukkan nilai CBR hasil uji DCP lebih besar dari hasil uji CBR Laboratorium dengan selisih kurang dari 1%. Nilai CBR berbanding lurus dengan kuat tekan tanahnya. Sedangkan nilai DCPI hasil uji DCP berbanding terbalik dengan nilai CBR design dan kuat tekan tanahnya.

(3)

ABSTRACT

THE COMPARISON OF CLAY BEARING CAPACITY VALUE BASED ON DYNAMIC CONE PENETROMETER, LABORATORY CBR AND

UNCONFINED COMPRESSIVE STRENGTH TEST RESULTS

BY

ACHMAD SATRIA NURSAR

Soil bearing capacity could be determined with several kind of test, that could produce different test result for same sample in accordance to characteristics of test equipment and main objectives of each test equipment in determining soil parameters. This research aimed to compare characteristics of soil bearing capacity that obtained from between DCP (Dynamic Cone Penetrometer) test, Laboratory CBR test, and UCS (Unconfined Compressive Strength) test.

The soil sample which tested on this research was from Margakaya village and Palputih village, District of Jati Agung, South Lampung and Blimbing Sari village, District of Jabung, East Lampung. Soil sample for Laboratory CBR test was made by compaction. Meanwhile, soil samples for UCS test was undisturbed soil and remoulded sample.

The result of research showed that the CBR value of DCP test result was greater than the Laboratory CBR test result by margin less than 1%. The CBR value was directly proportional to the compressive strength of its soil. Meanwhile, the DCPI value of DCP test result was inversely proportional to the design CBR value and the compressive strength of its soil.

(4)

DINAMIS, UJI CBR LABORATORIUM DAN UJI KUAT

TEKAN BEBAS

Oleh

ACHMAD SATRIA NURSAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

DINAMIS, UJI CBR LABORATORIUM DAN UJI KUAT

TEKAN BEBAS

Oleh

ACHMAD SATRIA NURSAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

DINAMIS, UJI CBR LABORATORIUM DAN UJI KUAT

TEKAN BEBAS

Oleh

ACHMAD SATRIA NURSAR

Skripsi

(5)
(6)
(7)
(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Achmad Satria Nursar lahir di Kotabumi, Lampung Utara, pada tanggal 10 April 1990, merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Kalkausar BP dan Ibu Siti Nurbaya.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Islam Ibnu Rusyd Kotabumi Lampung Utara yang diselesaikan pada tahun 1995. Pendidikan dasar ditempuh di SDN 03 Tanjung Aman yang diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SMPN 03 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMAN 3 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2007, dan selanjutnya pada tahun 2007 melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Lampung dan terdaftar pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil (S1) melalui jalur SPMB.

(9)

Persembahan

Sebuah karya kecil buah pemikiran dan kerja keras untuk keluargaku yang

senantiasa mengesampingkan segala urusan pribadinya demi masa depanku.

Ummi tercinta Siti Nurbaya

Abi tercinta Kalkausar BP

Abangku Achmad Bentar Muttaqin

Adik-adikku Anugrah Tri Saputra

Annisa Nurus Sa’adah

& Annuri Choirun Nisa

Terimakasih untuk segala doa, dukungan, nasehat serta rezeki yang berkah

(10)

(QS. Al-Insyirah : 5-6)

Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun.

Karena yang menyukaimu tidak butuh itu,

dan yang membencimu tidak percaya itu.

(Ali bin Abi Thalib)

If you are not willing to learn no one can help you.

If you are determined to learn no one can stop you

(11)

SANWACANA

AlhamdulillahiRobbil ‘Alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat

Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Komparasi Daya Dukung Tanah Lempung Ditinjau Dari Hasil Uji Skala Penetrasi Konus Dinamis, Uji CBR Laboratorium dan Uji Kuat Tekan Bebas ” ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kelancaran penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lampung, atas kesabarannya memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis menjadi mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung.

(12)

nasehat dan semangat selama penulis menyusun skripsi dan perkuliahan. 5. Bapak Ir. M. Jafri, M.T., selaku Dosen Penguji usul skripsi, atas pengarahan

dan bimbingan serta semangat dan saran yang diberikan kepada penulis menyusun skripsi.

6. Bapak Ir. Surya Sebayang, M.T., dan Bapak Dwi Jokowinarno, S.T., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Dosen, staf pengajar dan seluruh karyawan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

8. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Lampung, Mas Pardin, Mas Miswanto, Mas Riyadi, Mas Syaiful, Mas Budi dan Andi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

9. Kepada keluargaku tercinta, Ayahanda Kalkausar BP dan Ibunda Siti Nurbaya, Kak Ben serta adik-adikku Anugrah, Annisa dan Annuri yang aku sayangi serta keluarga besar yang telah memberikan dorongan materiil dan spiritual dalam menyelesaikan kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

10. Teman-teman seperjuangan Markus Manik, Taufik Ramadhani, Rivan, Christian Prasenda, Fadli dan Ferdi Ferdian yang telah bekerja sama dan banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

(13)

12. Keluarga besar mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Lampung serta semua pihak yang telah ikut membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi dengan sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2015

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah... 5

1. Definisi Tanah ... 5

2. Komposisi Tanah ... 6

3. Batas-Batas Konsistensi Tanah ... 9

4. Klasifikasi Tanah ... 10

B. Tanah Lempung ... 19

(15)

iv

2. Karakteristik Mineral Lempung ... 20

C. Daya Dukung Tanah ... 21

E. Penelitian Terdahulu Yang Terkait ... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Penelitian ... 38

B. Metode pengambilan Sampel. ... 38

C. Pelaksanaan Pengujian Tanah Asli ... 39

1. Pengujian Kadar Air (Water Content) ... 39

2. Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity) ... 40

3. Pengujian Berat Volume (Unit weight) ... 42

4. Pengujian Batas – Batas Atterberg ... 43

a. Pengujian Batas Cair (Liquid Limit) ... 43

b. Pengujian Batas Plastis (plastis Limit) ... 45

5. Pengujian Analisa Saringan ... 47

D. Pengujian Skala Penetrasi Konus Dinamis di Lapangan ... 49

E. Pengujian Kuat Tekan Bebas di Laboratorium... ... 50

F. Pengujian CBR di Laboratorium ... 51

G. Pengolahan dan Analisis Data ... 53

1. Pengolahan Data ... 53

2. Analisis Data ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian ... 56

(16)

a. Uji Kadar Air (ɷ) ... 57

b. Uji Berat Jenis (Gs) ... 57

c. Uji Berat Volume ... 58

d. Uji Analisa Saringan ... 59

e. Uji Batas Atterberg ... 62

2. Uji Sifat Mekanik ... 63

a. Uji Standar Penetrasi Konus Dinamis(DCP) ... 64

b. Uji Pemadatan Tanah ... 68

c. Uji Kuat Tekan Bebas (UCS) ... 69

d. Uji CBR Laboratorium ... 71

B. Pembahasan Hasil Pengujian ... 72

1. Klasifikasi Tanah Asli ... 72

2. Sensitivitas Tanah Lempung ... 78

3. Perbandingan Nilai CBR Lapangan dan CBR Design Laboratorium ... 81

4. Hubungan Hasil Uji DCP dan UCS Tanah Asli ... 84

5. Hubungan Hasil Uji CBR Laboratorium dan UCS Remoulded . 85 6. Hubungan Nilai DCPI, Kuat Tekan Tanah dan CBR ... 86

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Hubungan Nilai Indeks Plastisitas dengan Jenis Tanah ... 10

2.2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 14

2.3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS ... 15

2.4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO... 17

2.5. Sifat Tanah Lempung ... 20

2.6. Beban Penetrasi Bahan Standar ... 24

2.7. Deskripsi Lempung Berdasarkan Kompresibilitas ... 29

2.8. Sensitifitas Lempung (Peck et al, 1951) ... 30

2.9. Hasil Pengujian DCP Pada Lapisan Aspal ... 33

2.10.Hasil Pengujian DCP dan CBR Laboratorium Pada Ruas Jalan Wori Likupang ... 34

4.1. Hasil Pengujian Kadar Air Tanah Asli ... 57

4.2. Hasil Pengujian Berat Jenis (Gs) Tanah Asli ... 58

4.3. Hasil Pengujian Berat Volume Tanah Asli ... 58

4.4. Hasil Pengujian Hidrometri ... 59

4.5. Hasil Pengujian Analisis Saringan Sampel ... 60

4.6. Hasil Pengujian Batas Atterberg Sampel Tanah ... 62

4.7. Hasil Pengujian DCP Titik 1 Tanah 1... 64

(18)

4.9. Hasil Pengujian DCP dan Nilai CBR Lapangan ... 67

4.10. Uji Pemadatan Modified Proctor Tanah Asli ... 68

4.11. Hasil Uji UCS pada Tanah Asli ... 70

4.12. Hasil Uji UCS pada Tanah Remoulded ... 70

4.13. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Lempung (Soft Clay) ... 73

4.14. Sensitivitas Tanah Lempung ... 78

4.15. Perbandingan Hasil Uji DCP dan CBR ... 82

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Tiga Fase Elemen Tanah ... 6

2.2. Batas-Batas Atterberg ... 9

2.3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur...12

2.4. Nilai-Nilai Batas Atterberg untuk Subkelompok Tanah. (Harry Christady, 1992) ...19

2.5. Grafik Ketentuan Untuk Konversi Hasil Uji DCP dengan Konus 30° dan 60° ...26

2.6. Grafik Perbandingan Pengaruh Pencampuran Tanah Asli + 4,5% Kapur + 8% Abu Sekam Padi Terhadap Nilai PI, CBR Laboratorium dan UCS ...32

2.7. Grafik Hubungan DCP dan CBR Pada Ruas Jalan ...35

2.8. Hubungan antara DCPI dan EPLT(i) ...36

2.9. Hubungan antara DCPI dan CBR ...37

3.1. Bagan Alir Penelitian ...55

4.1. Grafik Gradasi Sampel Tanah 1 ...60

4.2. Grafik Gradasi Sampel Tanah 2 ...61

4.3. Grafik Gradasi Sampel Tanah 3 ...61

(20)

4.5. Rentang dari Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) Untuk Kelompok

Tanah (Das, 1988) ...75

4.6. Diagram Plastisitas Berdasarkan USCS...78

4.7. Hubungan Tegangan-Regangan pada Tanah 1 ...79

4.8 Hubungan Tegangan-Regangan pada Tanah 2 ...80

4.9. Hubungan Tegangan-Regangan pada Tanah 3 ...80

4.10. Hubungan CBR Lapangan dan CBR Design Laboratorium ...83

4.11. Hubungan CBR Lapangan dan Kuat Tekan Tanah Undisturbed...84

4.12. Hubungan CBR Laboratorium dan Kuat Tekan Tanah Remoulded ...85

4.13. Hubungan DCPI dan CBR Design ...87

(21)

DAFTAR NOTASI

= Kadar Air

= Tegangan Aksial

w = Berat Volume

d = Berat Volume Kering

DCPI = Indeks DCP

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas

PL = Batas Plastis

OMC = Kadar Air Optimum

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan

qu = Kuat TekanUndrained

qu = Kuat TekanUndrained Remoulded

ST = Sensitivitas Tanah

Su = Kuat GeserUndrained

Wai = Berat Tanah Tertahan

Wc = BeratContainer

Wcs = BeratContainer+ Sampel Tanah Sebelum dioven

(22)

W1 = Berat Ring

Ws = Berat Tanah Basah

Ww = Berat Air

W1 = BeratPicnometer

W2 = BeratPicnometer+ Tanah Kering

W3 = BeratPicnometer+ Tanah Kering + Air

W4 = BeratPicnometer+ Air

(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan konstruksi diatas tanah lunak memerlukan penanganan yang serius seperti pemilihan jenis atau tipe pondasi atau perbaikan tanah yang tepat. Akan tetapi, selama ini penyelidikan tanah di daerah tanah lunak seringkali mengalami kesulitan, berkenaan dengan sulitnya mendapatkan benda uji yang tidak terganggu (undisturbed sample) dan sulitnya melakukan pengujian terhadap sifat-sifat fisik tanah lunak termasuk pengujian kekuatan daya dukung tanahnya.

Kuat dukung tanah sangat mempengaruhi tebal perkerasan saat perencanaan jalan raya, semakin tinggi kuat dukung tanah, maka semakin tipis tebal perkerasan yang diperlukan untuk menahan beban lalu lintas. Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air dan lain-lain (Hendarsin,2000).

(24)

kekuatan tanah yang sebenarnya. Pengujian yang berulang-ulang pada tanah yang sama, selain memakan biaya dan waktu yang lama juga akan menyebabkan kerusakan pada lapisan tanah yang diuji. Lapisan tanah yang rusak susunan aslinya akan membutuhkan waktu untuk memulihkan kekuatan daya dukung tanah yang sebenarnya. Saat hal ini terjadi, umumnya dilakukan perbaikan dengan pemadatan ulang untuk meningkatkan kekuatan daya dukung tanah yang telah rusak, yang sangat tidak efisien mengingat sifat fisik dan sifat mekanik tanah juga akan ikut berubah setelah pemadatan.

(25)

3 Dalam penelitian ini pengujian yang dilakukan yaitu pengujian Skala Penetrasi Konus Dinamis dengan alat DCP dan pengujian CBR Laboratorium untuk memperoleh parameter dan karakteristik daya dukung tanah dan pengujian Kuat Tekan Bebas (UCS) sebagai pembanding serta untuk pengujian karakteristik kuat tekan tanah.

B. Rumusan Masalah

Dalam pembangunan konstruksi sipil sering dijumpai permasalahan pada jenis tanah lunak, antara lain daya dukung tanah yang rendah dan penurunan (settlement) yang besar jika diberi beban. Hal ini disebabkan karena tanah lunak umumnya memiliki kuat geser dan permeabilitas yang rendah serta kompresibilitas yang besar. Oleh karena itu perlu dilakukan penyelidikan tanah secara cermat, khususnya untuk mengetahui korelasi parameter dan karakteristik daya dukung tanah antara pengujian Skala Penetrasi Konus Dinamis dengan CBR Laboratorium dan kuat tekan tanah tersebut dengan pengujian Kuat Tekan Bebas.

C. Batasan Masalah

Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :

(26)

Konus Dinamis yang dilakukan di lapangan dan uji CBR Laboratorium di laboratorium sebagai pembanding

3. Pengujian kuat tekan tanah dilakukan dengan uji Kuat Tekan Bebas yang dilakukan di laboratoium

4. Pengujian karakteristik tanah berupa : a. Uji kadar air

b. Uji analisis saringan c. Uji berat jenis d. Uji berat volume e. Uji batas atterberg

f. Uji pemadatan tanah standar

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui hubungan parameter dan karakteristik daya dukung tanah antara uji Skala Penetrasi Konus Dinamis dengan uji CBR Laboratorium terhadap tanah lempung.

2. Mengetahui hubungan nilai CBR dengan kuat tekan tanah dengan uji Kuat Tekan Bebas terhadap tanah lempung.

3. Sebagai bahan penelitian untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan referensi, baik bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam menganalisis daya dukung tanah khususnya tanah lempung.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

1. Definisi Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).

Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

(28)

b. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.

c. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm. Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm). d. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm

sampai 0,074 mm.

e. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.

f. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

2. Komposisi Tanah

Tiga fase elemen tanah seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1.

(29)

7

Hubungan volume-berat :

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va

Dimana :

Vs = volume butiran padat Vv = volume pori

Vw = volume air di dalam pori Va = volume udara di dalam pori

Apabila udara dianggap tidak memiliki berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

W = Ws +Ww

Dimana :

Ws = berat butiran padat Ww = berat air

Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity) dan derajat kejenuhan (degree of saturation) sebagai berikut ini :

a. Angka Pori

Angka pori atau void ratio (e) adalah perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat, atau :

� =

b. Porositas

(30)

�=

c. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) adalah perbandingan antara volume air dengan volume pori, atau :

�=

Hubungan antara angka pori dan porositas dapat diturunkan dari persamaan, dengan hasil sebagai berikut :

�=

� =

� � − �

�= �

�+�

d. Kadar Air

Kadar air atau water content (w) adalah perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, atau :

=

e. Berat Volume

Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume, atau :

�=

f. Berat Spesifik

Berat spesifik atau Spesific gravity (Gs) adalah perbandingan antara berat satuan butir dengan berat satuan volume.

��= ��

(31)

9

3. Batas-Batas Konsistensi Tanah

Seorang ilmuwan dari Swedia yang bernama Atterberg berhasil mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi tanah disebut dengan batas-batas Atterberg. Kegunaan batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitas tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat diklasifikasikan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Batas-Batas Atterberg

a. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis.

(32)

c. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau :

PI = LL – PL

Indeks plastisitas (PI) menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai indeks plastisitas tinggi, maka tanah banyak megandung butiran lempung. Klasifikasi jenis tanah menurut Atterberg berdasarkan nilai indeks plastisitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hubungan Nilai Indeks Plastisitas dengan Jenis Tanah

IP Jenis Tanah Plastisitas Kohesi

0 Pasir Non Plastis Non Kohesif

< 7 Lanau Rendah Agak Kohesif

7 - 17 Lempung Berlanau Sedang Kohesif > 17 Lempung Murni Tinggi Kohesif Sumber : Bowles, 1989.

4. Klasifikasi Tanah

(33)

11

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah, serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar.

Sistem klasifikasi tanah yang ada mempunyai beberapa versi, hal ini disebabkan karena tanah memiliki sifat-sifat yang bervariasi. Adapun beberapa metode klasifikasi tanah yang ada antara lain :

a. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur

Departemen Pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau dan lempung yang digambar pada grafik segitiga Gambar 2.3.

Cara ini tidak memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan adanya kandungan (baik dalam segi jumlah dan jenis) mineral lempung yang terdapat dalam tanah. Untuk dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah perlu memperhatikan jumlah dan jenis mineral lempung yang dikandungnya.

Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah dalam beberapa kelompok, yaitu :

(34)

Lanau : Butiran dengan diameter 0,05 – 0,02 mm.

Lempung : Butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,02 mm.

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Gambar 2.3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur

b. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS)

(35)

13

(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000), yaitu :

1) Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos ayakan No.200 < 50 %.

Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada saringan No. 4.

b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200.

2) Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No. 200 > 50 %.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada grafik plastisitas.

3) Tanah Organis

(36)

Tanah khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.

Tabel 2.2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol Kerikil

Sumber : Bowles, 1989.

Keterangan :

W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

(37)

15

Tabel 2.3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Ta atau sama sekali tidak mengandung butiran halus atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

(38)

c. Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

(39)

17

Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek * untuk A-7-5 : PI ≤ LL – 30

** untuk A-7-6 : PI > LL - 30 Sumber : Das (1998).

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini : 1. Ukuran Butir

(40)

Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075 mm (no. 200)

Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 0,075 (No. 200).

2. Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.

3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada Tabel 2.4. Kelompok tanah yang paling kiri kualitasnya paling baik, makin ke kanan semakin berkurang kualitasnya.

(41)

19

Gambar 2.4. Nilai-Nilai Batas Atterberg untuk Subkelompok

Tanah. (Hary Christady, 1992).

B. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi dan Peck, 1987).

1. Sifat Tanah Lempung

(42)

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1999) :

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif.

e. Kadar kembang susut yang tinggi.

2. Karakteristik Mineral Lempung

Adapun cara mengidentifikasi sifat tanah lempung langsung dari uji lapangan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Sifat Tanah Lempung

Tipe Tanah Sifat Uji Lapangan

Lempung

Sangat Lunak Meleleh diantara jari ketika diperas Lunak Dapat diperas dengan mudah

Keras Dapat diperas dengan tekanan jari yang kuat

Kaku Tidak dapat diperas dengan jari, tapi dapat ditekan dengan jari

Sangat Kaku Dapat ditekan dengan jari

Sumber : Hary Christady (1992)

(43)

21

diantaranya kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi, dan mempunyai gaya geser yang kecil.

C. Daya Dukung Tanah

Dalam perencanaan jalan raya, kuat dukung tanah dasar sangat mempengaruhi tebal perkerasan, semakin tinggi kuat dukung tanah, maka tebal perkerasan yang diperlukan semakin tipis untuk menahan beban lalu lintas. Daya dukung tanah dasar (subgrade) dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dll (Hendarsin,2000).

Ada beberapa metode untuk menentukan daya dukung tanah seperti CBR (California Bearing Ratio), k (Modulus Reaksi Tanah Dasar), Mr (Resilient Modulus), Skala Penetrasi Konus Dinamis/DCP (Dynamic Cone Penetrometer) dan HCP (Hand Cone Penetrometer). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaan tebal perkerasan jalan ditentukan dengan mempergunakan pemeriksaan CBR. CBR di peroleh dari hasil pemeriksaan sampel tanah yang telah disiapkan di laboratorium atau langsung di lapangan.

(44)

1. California Bearing Ratio (CBR)

Metode perencanaan perkerasan jalan yang umum digunakan yaitu dengan cara-cara empiris, yang biasa dikenal adalah cara CBR (California Bearing Ratio). Metode ini dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade).

Menurut AASHTO T-193-74 dan ASTM D-1883-73, California Bearing Ratio adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu beban terhadap beban standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan. Harga CBR itu sendiri adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban. Menurut Soedarmo dan Purnomo (1997), berdasarkan cara mendapatkan contoh tanah, CBR dapat dibagi atas :

1. CBR lapangan (CBR inplace atau field CBR).

Metode pemeriksaan CBR lapangan dilakukan dengan meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai CBR akan ditentukan lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gardan truk.

2. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR).

(45)

23

dan direndam dalam air selama 4 hari sambil diukur pengembangannya (swelling). Setelah pengembangan tidak terjadi lagi maka dilaksanakan pemeriksaan CBR.

3. CBR laboratorium (laboratory CBR).

CBR laboratorium dapat disebut juga CBR rencana titik. Tanah dasar yang diperiksa merupakan jalan baru yang berasal dari tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan. Oleh karena itu, nilai CBR laboratorium adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuat dan mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan.

Pengujian kekuatan CBR dilakukan dengan alat yang mempunyai piston dengan luas 3 sqinch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk menghitung kekuatan pondasi jalan

adalah penetrasi 0,1” dan penetrasi 0,2” dengan rumus sebagai berikut:

Nilai CBR pada penetrasi 0,1” =

Nilai CBR pada penetrasi 0,2” = Dimana :

A = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,1”

B = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,2”

(46)

Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terkecil diantara hasil perhitungan kedua nilai CBR.

Berikut ini adalah tabel beban yang digunakan untuk melakukan penetrasi bahan standar.

Tabel 2.6. Beban Penetrasi Bahan Standar

Penetrasi (inch) Beban Standar (lbs) Beban Standar (lbs/inch) 0,1

2. Skala Penetrasi Konus Dinamis (DCP)

(47)

25

Pengujian dilaksanakan dengan mencatat jumlah pukulan (blow) dan penetrasi dari konus (kerucut logam) yang tertanam pada tanah/lapisan pondasi karena pengaruh penumbuk kemudian dengan menggunakan grafik dan rumus, pembacaan penetrometer diubah menjadi pembacaan yang setara dengan nilai CBR. Berdasarkan hasil dari penelitian yang lampau, banyak hubungan DCP dan CBR digambarkan pada rumus berikut ini:

Log(CBR) = a + b log (DCPI)

Dimana:

DCPI = nilai DCP (mm/blow).

a = nilai konstanta antara 2,44 – 2,60

b = nilai konstanta antara 1,07 – 1,16

Transport And Road Research Laboratory mengembangkan prosedur pengujian lapis perkerasan dengan DCP, menggunakan beberapa hubungan sebagai berikut :

- Van Buuren, 1969, (Konus 60o), Log CBR = 2,632 – 1,28 (Log DCP)

- Kleyn & Harden, 1983, (Konus 30o), Log CBR = 2,555 – 1,145 (Log DCP)

- Smith & Pratt, 1983, (Konus 30 o), Log CBR = 2,503 – 1,15 (Log DCP)

(48)

Sampai saat ini alat DCP yang sudah banyak dikenal dan digunakan adalah DCP yang diperkenalkan oleh TRL yang dilaporkan pada Overseas Road Note 31, grafik hubungan yang digunakan adalah perumusan dari Smith & Pratt, 1983 untuk konus 30o dengan persamaan Log CBR = 2,503 – 1,15 (Log DCP) dan TRL, 1990, untuk konus 60o dengan persamaan Log CBR = 2,48 – 1,057 (Log DCP), sebagai berikut :

Gambar 2.5. Grafik Ketentuan Untuk Konversi Hasil Uji DCP Dengan

Konus 30° dan 60°.

(49)

27

jumlah penetrasi tertentu yang diinginkan(Green & Plessis,2009). Tetapi harus ditekankan bahwa nilai CBR yang ditetapkan demikian merupakan nilai setempat. Telah diketahui benar-benar bahwa kapasitas dukung dari setiap tanah dapat dinaikkan besar sekali, pada dasarnya dengan dua cara:

(i) dengan pemadatan dan

(ii) dengan menggunakan drainase yang tepat.

Pada umumnya kerapatan setempat dari setiap tanah asli berkisar antara 75 - 85% dan dengan pemadatan, kerapatan dapat dinaikkan sampai 90 - 100% dari kerapatan maksimum. Dengan cara ini kapasitas dukung dapat ditingkatkan. Jadi nilai CBR yang diperoleh dari sumber bahan (tempat) yang potensial dengan menggunakan DCP dapat dianggap aman.

(50)

D. Kuat Tekan Tanah Lempung

1. Uji Kuat Tekan Bebas

Kuat tekan bebas adalah besarnya gaya aksial per satuan luas pada saat sampel tanah mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial telah mencapai 20% (pilih yang lebih dahulu tercapai saat pengujian). Uji tekan bebas termasuk hal yang khusus dari uji triaksial unconsolidated undrained,UU (tak terkonsolidasi-tak terdrainase). Kondisi pembebanan sama dengan yang terjadi pada uji triaksial, hanya tekanan selnya nol (σ3 = 0).

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

σ1 = σ3 + Δσf = Δσf = qu ,

dengan qu adalah kuat tekan bebas (unconfined compression strength). Secara teoritis, nilai Δσf pada lempung jenuh seharusnya sama seperti yang diperoleh dari pengujian-pengujian triaksial unconsolidated-undrained dengan benda uji yang sama. Sehingga diperoleh:

su = cu = qu/2,

(51)

29

(remoulded) maupun tanah yang dipadatkan (compacted). Konsistensi tanah lempung dapat ditentukan berdasarkan kekuatan kompresinya (qu), sebagaimana dalam tabel 2.7 terlihat bahwa konsistensi dibagi menjadi 6 kategori dari sangat lunak sampai keras, yaitu antara nilai kompresibilitas (qu) antara 0 sampai dengan lebih besar dari 4. Tabel ini dapat digunakan sebagai acuan untuk tanah kohesif yang lain.

Tabel 2.7. Deskripsi Lempung Berdasarkan Kompresibilitas

Konsistensi Nilai qu (kg/cm2)

Sangat Lunak < 0,25

Lunak 0,25 – 0,50

Sedang 0,50 – 1,0

Kaku 1,0 – 2,0

Sangat Kaku 2,0 – 4,0

Keras > 4,0

(Sumber : Terzaghi & Peck, 1967)

2. Sensitivitas Tanah

Pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah dapat diamati bahwa kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak, bila tanah tersebut diuji ulang lagi setelah tanah tersebut menderita kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air. Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitifity).

(52)

terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

ST =

qu tanah asli qu tanah terganggu

Rasio kesensitifan sebagian besar tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, biarpun pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi didapat juga harga rasio kesensitifan yang dapat berkisar antara 1,0 sampai 8,0. Ada beberapa jenis tanah lempung tertentu yang akibat kerusakan tersebut dapat tiba-tiba berubah menjadi cair. Tanah-tanah seperti itu sebagian besar dijumpai di daerah Amerika Utara dan daerah semenanjung Skandinavia yang dulunya tertutup es. Tanah-tanah lempung seperti ini biasa dinamai sebagai quick clays. Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, maka perlu diadakan pengelompokan yang berhubungan dengan sifat sensitifnya. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Sensitifitas Lempung (Peck et al, 1951)

Sensitifitas Lempung

≈ 1 Tidak sensitif

1 - 2 Sensitifitas rendah

2 - 4 Sensitifitas sedang

4 - 8 Sensitif

8 - 16 Sensitifitas ekstra

(53)

31

Kehilangan kekuatan setelah adanya kerusakan struktural pada tanah dapat terjadi terutama karena memang sudah ada perubahan-perubahan yang berarti dari struktur dasar partikel tanah asli selama berlangsungnya proses sedimentasi dari tanah tersebut pada mulanya. Bila setelah adanya kerusakan tersebut sampel tanah dibiarkan tidak terusik (juga tanpa adanya perubahan dari kadar airnya), tanah tersebut akan lambat laun pulih kekuatannya. Peristiwa ini disebut sebagai thixotrophy. Thixotrophy adalah proses pulihnya kembali kekuatan tanah, yang melemah akibat kerusakan struktural, sebagai fungsi dari waktu. Hilangnya kekuatan tanah tersebut lambat laun dapat kembali apabila tanah tersebut dibiarkan beristirahat. Sebagian besar tanah pada kenyataannya hanya thixotrophy parsial. Artinya bahwa hanya sebagian saja dari kekuatan tanah yang hilang akibat kerusakan tersebut yang lambat laun dengan berjalannya waktu akan kembali. Perbedaan yang ada antara kekuatan tanah mula-mula (asli) dan kekuatan tanah setelah pulih akibat thixotrophy diperkirakan akibat dari struktur partikel tanah yang tidak sepenuhnya pulih seperti sediakala. Durasi waktu yang digunakan tanah untuk beristrahat juga harus diperhatikan, karena makin lama tanah dibiarkan maka kadar air dalam tanah akan menguap, sehingga kekuatan tanah dapat lebih kuat dari tanah aslinya..

E. Penelitian Terdahulu Yang Terkait

(54)

1. Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi Pada Tanah Lempung (Clay) A-7-6 Terhadap Nilai CBR Tanah Dasar (Subgrade) Pada Perkerasan Jalan.

Penelitian yang dilakukan oleh Devi Siagian (2012) adalah mengenai penggunaan kapur dan abu sekam padi sebagai alternatif lain bahan pencampur guna menstabilkan tanah lempung yang diharapkan mampu meningkatkan mutu tanah dengan menjadikan nilai CBR dan kuat tekan tanah sebagai acuan mutu tanahnya. Kombinasi pencampuran abu sekam padi dengan variasi 4%, 8%, dan 12% dengan kapur sebesar 4,5%.

Gambar 2.6 Grafik Perbandingan Pengaruh Pencampuran Tanah Asli +

(55)

33

Penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan kombinasi pencampuran kapur dan abu sekam padi dapat meningkatkan nilai daya dukung tanah berdasarkan lamanya waktu pemeraman.Dapat dilihat bahwa nilai UCS berbanding lurus dengan nilai CBR, akan tetapi nilai kuat tekan tanah dapat meningkat lebih cepat selama waktu pemeraman.

2. Pengukuran Nilai California Bearing Ratio (CBR) Lapis Perkerasan Aspal Dengan Alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP).

Penelitian yang dilakukan oleh Rika Sylviana (2013) adalah menjajaki kemungkinan penggunaan alat DCP untuk mengukur nilai CBR selain pada tanah tapi pada perkerasan aspal makadam.

Tabel 2.9. Hasil Pengujian DCP Pada Lapisan Aspal

CBR tiap lapis perkerasan setelah pada kolom “kedalaman” dimasukkan data hasil melihat ketebalan lapisan yang sebenarnya. Kemudian angka

pada kolom ”ketebalan” dan ”CBR” dimasukkan pada rumus

(56)

30° dapat digunakan untuk mengukur nilai CBR struktur perkerasan setingkat lapis penetrasi aspal makadam dan struktur di bawahnya. Alat DCP standar dengan cone 30° dapat digunakan sebagai alternatif pengganti alat benkelmean beam, untuk jalan dengan struktur perkerasan setingkat lapis penetrasi aspal makadam dan struktur di bawahnya.

3. Hubungan Nilai CBR Laboratorium Dan DCP Pada Tanah Yang Dipadatkan Pada Rusa Jalan Wori-Likupang Kabupaten Minahasa Utara.

Pengujian yang dilakukan oleh Prisila Lengkong (2013) adalah untuk meneliti hubungan nilai CBR Laboratorium dan DCP pada tanah yang dipadatkan di ruas jalan Wori-Likupang Kabupaten Minahasa Utara. Pengujian DCP di lapangan dilakukan satu kali pada 8 titik di ruas jalan Wori-Likupang, yang hasilnya dibandingkan dengan nilai CBR laboratorium dari 5 sampel tanah yang diambil dari lokasi pengujian.

Tabel 2.10. Hasil Pengujian DCP dan CBR Laboratorium Pada Ruas

(57)

35

Gambar 2.7. Grafik Hubungan DCP dan CBR Pada Ruas Jalan

Dari hasil analisis data pada lima titik dengan lima sampel yang berbeda diperoleh hasil yang memuaskan sekitar 80% karena dari hasil tersebut diperoleh empat data hasil yang hampir sama yaitu pada STA 28+200, STA 28+300, STA 28+400 dan STA 29+000, sehingga hal ini membuktikan penggunaan alat DCP untuk penentuan CBR tanah di lapangan berdasarkan dari penelitian ini dapat digunakan untuk suatu data perencanaan konstruksi jalan tanpa harus melakukan pengujian CBR lebih lanjut di laboratorium.

4. Laboratory Evaluation Of In-Situ Tests As Potential Quality Control/Quality Assurance Tools.

(58)

menggunakan pengujian laboratorium yaitu Humboldt Geogauge, Light Falling Weight Deflectometer (LFWD) dan Uji DCP yang akan dikorelasikan dengan berbagai sifat mekanik pada sampel. Dalam penelitiannya Ekrem sempat menyinggung bahwa penggunaan DCP telah berkali-kali berusaha dihubungkan dengan sifat-sifat mekanik yang dimiliki oleh tanah selain nilai CBR dan berbagai penggunaan lain dari DCP seperti kemampuannya untuk menganalisa lapisan tanah berdasarkan nilai CBR dan bahkan menentukan titik lemah pada lapisan dengan menunjukkan titik-titik dimana lapisan memiliki CBR terlemah.

Sampel yang digunakan adalah 2 kotak berukuran 5 x 3 x 2 ft3, yang dipersiapkan berisi lapisan tanah.

(59)

37

Gambar 2.9. Hubungan antara DCPI dan CBR

(60)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang diambil dari 3 lokasi yaitu

1. Lokasi : Desa Margakaya, Jati Agung, Lampung Selatan Koordina t : 5°18’44.26”LS - 105°18’7.42” BT

2. Lokasi : Desa Palputih, Jati Agung, Lampung Selatan Koordinat : 5°17’42.43”LS - 105°18’40.8” BT

3. Lokasi : Desa Blimbing Sari, Jabung, Lampung Timur Koordinat : 5°31’44.26”LS - 105°30’10.74” BT

B. Metode Pengambilan Sampel

(61)

39

C. Pelaksanaan Pengujian Tanah Asli

Pengujian ini dilaksanakan terhadap sembilan buah sampel tanah yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung, yang meliputi

1. Pengujian Kadar Air (Water Content)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air tanah. Metode pengujian kadar air tanah sesuai dengan SNI 03-1965-1990.

a. Bahan-bahan :

1) Sampel tanah sebanyak 50 gram. 2) Air secukupnya.

b. Peralatan :

1) Cawan kedap udara dan tidak berkarat sebanyak 5 buah. 2) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu sampai 110 °C.

3) Neraca dengan ketelitian 0,01 gram. 4) Alat pendingin (desicator).

c. Langkah kerja:

1) Menyiapkan cawan kosong lalu menimbang berat cawan yang digunakan dan mencatat beratnya.

(62)

3) Mengeringkan sampel uji dalam oven dengan suhu 110 °C

dalam keadaan terbuka selama 24 jam atau sampai berat contoh tanah konstan.

4) Mengeluarkan sampel uji dari oven dan menutup cawan kemudian mendinginkannya dalam desicator.

5) Menimbang berat sampel uji dan mencatatnya.

d. Perhitungan :

1) Berat air (Ww) = Wcs – Wds 2) Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

3) Kadar air (ω) = x100%

Ws Ww

Dimana:

Wc = Berat cawan yang akan digunakan Wcs = Berat benda uji + cawan

Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven

2. PengujianBerat Jenis (Spesific Gravity)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis tanah. Metode pengujian berat jenis tanah sesuai dengan SNI 03-1964-1990.

a. Bahan-bahan

1) Sampel tanah yang lolos saringan no.4 dan telah dikeringkan melalui oven selama 24 jam sebanyak 300 gram.

(63)

41

b. Peralatan

1) Picnometer (labu ukur) sebanyak 3 buah. 2) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.

3) Boiler (tungku pemanas) dengan bahan bakar spritus. 4) Thermometer Celcius.

c. Langkah kerja

1) Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering (W1).

2) Memasukkan sampel tanah kering ke dalam picnometer. 3) Menimbang picnometer beserta tanah kering (W2).

4) Picnometer yang telah berisi tanah diberi air sebanyak 2/3 volume picnometer kemudian memanaskan picnometer di atas tungku pemanas, ini dimaksudkan untuk menghilangkan udara di dalam butir-butir tanah.

5) Setelah mendidih (butir-butir udara hilang), mendinginkan picnometer hingga temperatur picnometer sama dengan temperatur ruangan.

6) Menambahkan air ke dalam picnometer hingga mencapai garis batas.

7) Menimbang picnometer yang berisi air + tanah (W3). 8) Membersihkan picnometer dari sampel tanah.

(64)

d. Perhitungan : W4 = Berat picnometer dan air bersih (gram)

3. Pengujian Berat Volume (Unit Weigth)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume basah dalam keadaan asli (undisturbed sample), yaitu perbandingan berat tanah dengan volume tanah.

a. Bahan-bahan

Sampel tanah yang lolos saringan no.4 dan telah dikeringkan melalui oven selama 24 jam sebanyak 300 gram.

b. Peralatan

1) Ring contoh.

2) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. 3) Alat pendorong sampel.

(65)

43

c. Langkah kerja

1) Membersihkan dan menimbang ring contoh, serta diberikan oli agar tanah tidak melekat pada ring.

2) Mencatat tinggi dan mengukur diameter ring.

3) Mengambil sampel tanah dari tabung contoh dengan cara menekan ring ke sampel tanah sehingga ring masuk ke dalam sampel tanah, minimal sebanyak tiga buah sampel.

4) Meratakan permukaan sampel tanah dengan pisau. 5) Menimbang ring dan sampel tanah.

d. Perhitungan

1) Berat ring (Wc)

2) Volume ring bagian dalam (V) 3) Berat ring dan tanah (Wcs) 4) Berat tanah (W) = Wcs – Wc

5) Berat Volume (g = gamma) =

(

gr/cm3 atau t/m3)

4. Pengujian Batas - Batas Atterberg

a. Pengujian Batas Cair (Liquid Limit)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.

1) Bahan-bahan

(66)

2) Peralatan

a) Alat batas cair (mangkuk Cassagrande). b) Alat pembuat alur (grooving tool). c) Spatula.

d) Gelas ukur 100 cc. e) Container 4 buah. f) Plat kaca.

g) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. h) Alat pendingin (desicator).

i) Oven.

j) Saringan no. 40, dan alat lainnya.

3) Langkah kerja

a) Mengayak sampel tanah dengan menggunakan saringan no. 40

b) Mengatur tinggi jatuh mangkuk Cassagrande sebesar 10 mm.

c) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40 sebanyak 150 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan diaduk hingga rata, selanjutnya dimasukan ke dalam mangkuk Cassagrande.

(67)

45

e) Membuat alur tepat ditengah-tengah adonan dengan membagi benda uji dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan mengunakan grooving tool.

f) Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi bertemu (merapat) sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan yang berkisaran antara l0 - 40 ketukan.

g) Mengambil sebagian sampel dalam mangkuk untuk pemeriksaan kadar air.

h) Melakukan langkah kerja yang sama (langkah e - g) untuk sampel dengan keadaan adonan yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam sampel dengan jumlah ketukan yang berbeda-beda, yaitu dua buah dibawah 25 ketukan, dan dua buah di atas 25 ketukan.

b. Pengujian Batas Plastis (Plastis Limit)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.

1. Bahan-bahan

a) Sampel tanah sebanyak 100 gram. b) Air bersih sebanyak 50 cc.

2. Peralatan a) Pelat kaca. b) Spatula.

(68)

d) Container 3 buah.

e) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. f) Oven.

g) Saringan no. 40 dan alat lainnya.

3. Langkah kerja

a) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan saringan no. 40.

b) Mengambil sampel tanah sebesar ibu jari dan dibulatkan, kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm hingga retak-retak atau putus-putus.

c) Memasukkan sampel tanah ke dalam container kemudian menimbangnya.

d) Mengeringkan sampel tanah dalam oven kemudian menentukan kadar air sampel tanah.

e) Melakukan langkah kerja yang sama (langkah b - e sebanyak 3 kali).

4. Langkah Perhitungan

a) Nilai batas plastis (PL) adalah harga kadar air rata-rata. b) Menghitung Plastis Indeks (PI) dengan rumus :

(69)

47

5. Pengujian Analisis Saringan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui persentase ukuran butir sampel tanah yang akan dipakai dan menghitung modulus kehalusannya. Metode pengujian sesuai dengan SNI 03-1968-1990.

a. Bahan-bahan

1) Sampel tanah yang sudah dikeringkan sebanyak 1.000 gram. 2) Air bersih secukupnya.

b. Peralatan

1) Saringan (sieve) 1 set.

2) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. 3) Mesin penggetar (sieve shaker).

4) Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur. 5) Alat pendingin (desicator).

6) Pan.

7) Talam, kuas, sikat kuningan dan alat lainnya.

c. Langkah kerja

1) Menimbang sampel yang akan diuji sebanyak 1.000 gram kemudian mencucinya di atas saringan no. 200 sampai bersih, sehingga yang tertinggal di atas saringan hanya butiran tanah kasar.

(70)

3) Mengeluarkan sampel tanah kemudian mendinginkannya dengan menggunakan desicator.

4) Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar, kemudian memasukkan sampel tanah ke dalam susunan saringan paling atas dan menutupnya dengan rapat.

5) Menghidupkan mesin penggetar selama ± 5 menit, setelah itu

dimatikan dan didiamkan selama 5 menit agar debu-debu mengendap.

6) Menimbang masing-masing sampel yang tertahan pada saringan kemudian menghitung persentasenya terhadap berat total sampel uji

d. Perhitungan

1) Berat masing-masing saringan (Wci)

2) Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wbi)

3) Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci

4) Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai  Wtot)

5) Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)

(71)

49

q

 

11 qip

 

i1

Dimana : i = l (saringan yang dipakai dari saringan dengan diameter maksimum sampai saringan No. 200).

D. Pengujian Skala Penetrasi Konus Dinamis di Lapangan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kuat hambatan tanah terhadap penetrasi di lapangan.

e. Langkah kerja

1. Menentukan titik yang akan diuji.

2. Membersihkan lapisan dari material-material lain.

3. Menempatkan alat uji DCP pada titik yang akan diuji pada posisi vertikal.

4. Mencatat nilai penetrasi sebelum dilakukan penumbukan dalam cm. 5. Melakukan penumbukan/pemukulan dan mencatat nilai penetrasi setiap

penumbukan atau menghitung jumlah pukulan per setiap konus masuk 5 cm kedalam tanah

6. Melakukan pencatatan sampai pada kedalaman ± 90 cm atau sampai stang habis tertanam.

(72)

f.Perhitungan

a. Menarik garis regresi dari grafik antara jumlah pukulan dan kedalaman, dan membandingkannya dengan grafik ketentuan untuk mendapatkan nilai CBR titik uji.

b. CBR Rerata = ∑� � �

∑ ���� ��

E. Pengujian Kuat Tekan Bebas di Laboratorium

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan bebas suatu jenis tanah yang berisfat kohesif.

g. Langkah kerja

1. Mengeluarkan sampel tanah dari tabung contoh dan memasukkan cetakan benda uji dengan menekan pada sampel tanah, sehingga cetakan terisi penuh.

2. Meratakan kedua permukaan tanah dengan pisau pemotong dan keluarkan dari extruder, sedikit tanah yang tidak terpakai digunakan untuk pemeriksaan kadar air.

3. Menimbang sampel tanah yang akan digunakan untuk percobaan 4. Meletakkan sampel tanah diatas plat penekan bawah secara sentries. 5. Mengatur ketinggian plat ats dan mengatur dial beban dan dial

deformasi pada posisi nol.

(73)

51

7. Menggambar pola keruntuhan tanah setelah didapat beban batas(maksimum) atau regangan telah mencapai 20%.

h. Perhitungan

a. Mengukur diameter sampel. b. Mengukur tinggi sampel.

c. Menghitung luas sampel (A) = ¼ . 3,14 . D2. d. Menimbang berat sampel (W).

e. Menghitung volume sampel (V) = A . Tinggi sampel f. Menghitung berat volume = W / V

g. Menghitung beban (P) = Pembacaan x Proving Ring h. Menghitung tegangan = P / A

i. Menghitung sensifitas (St) = qu / qu’

F. Pengujian CBR di Laboratorium

Pengujian ini bertujuan menentukan nilai CBR dengan mengetahui kuat hambatan tanah terhadap penetrasi pada kadar air optimum.

 Langkah kerja

1. Menyiapkan 3 sampel tanah yang lolos saringan No. 4 masing-masing sebanyak 5 kg serta mengambil sedikit sampel untuk mengetahui kadar airnya.

2. Menentukan penambahan air dengan rumus :

(74)

dimana :

OMC : Kadar air optimum dari hasil uji pemadatan MC : Kadar air mula-mula

3. Menambahkan air yang telah didapat pada campuran dan diaduk hingga merata.

4. Memasukkan sampel kedalam mold lalu menumbuk secara merata. Melakukan penumbukan sampel dalam mold dengan 3 lapisan dan banyak tumbukan pada masing-masing sampel adalah :

Sampel 1 : Setiap lapisan ditumbuk 10 kali Sampel 2 : Setiap lapisan ditumbuk 25 kali Sampel 3 : Setiap lapisan ditumbuk 55 kali

5. Melepaskan collar dan meratakan sampel pada mold lalu menimbang mold berikut sampel tersebut, setelah itu dilakukan pengujian CBR. 6. Mengambil sebagian sampel yang tidak terpakai untuk memeriksa

(75)

53

2. Berat mold + sampel = Wms (gram) 3. Berat sampel (Ws) = Wms – Wm (gram) 4. Volume mold = V

5. Berat Volume = Ws / V (gr/cm3) 6. Kadar air = ω

3. Dari ketiga sampel didapat nilai CBR yaitu untuk penumbukan 10 kali, 25 kali dan 55 kali.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan dan di laboratorium diolah menurut klasifikasi data dengan menggunakan persamaan-persamaan dan rumus-rumus yang berlaku. Hasil dari pengolahan data tersebut diuraikan dalam bentuk tabel dan grafik.

2. Analisis Data

Dari rangkaian pengujian-pengujian yang dilaksanakan di lapangan dan di laboratorium, maka :

a. Dari pengujian DCP di lapangan diperoleh nilai DCPI dan CBR lapangan.

b. Dari pengujian kadar air sampel tanah, diperoleh nilai kadar air tanah dalam persentase.

(76)

d. Dari pengujian batas-batas Attenberg, diperoleh nilai batas cair (liquid limit), batas plastis (plastis limit), dan indeks plastisitas (plastis indeks) yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dengan Sistem Klasifikasi Unified.

e. Dari pengujian analisis saringan (sieve analysis), diperoleh persentase pembagian ukuran butiran tanah, yang akan digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dengan Sistem Klasifikasi Unified.

f. Dari pengujian Kuat Tekan Bebas di laboratorium, diperoleh hubungan tegangan regangan, tegangan maksimum dan sensitivitas jenis tanah. g. Dari pengujian CBR Laboratorium diperoleh berat kering maksimum

dan nilai CBR Design.

(77)

55

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Pengambilan sampel tanah

undisturbed dan disturbed Pengujian Skala Penetrasi

Konus Dinamis

Uji Sifat fisis : 1. Uji Kadar Air 2. Uji Berat Jenis 3. Uji Berat Volume

4. Uji Batas-batas Attenberg

5. Uji Analisa Saringan

Uji UCS undisturbed

and remoulded Uji CBR Laboratorium

Klasifikasi Tanah

Analisis Hasil Uji

Kesimpulan

Selesai

(78)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan

terhadap sampel tanah lempung di lapangan dan di laboratorium, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO, tanah I termasuk dalam

golongan A-6 sedangkan tanah II dan tanah III termasuk dalam golongan

A-7-5 yang berarti termasuk dalam golongan tanah berlempung. Ketiga

jenis tanah ini termasuk tanah lempung yang biasa sampai dengan jelek

sebagai bahan tanah dasar. Sedangkan berdasarkan sistem klasifikasi

USCS, ketiga jenis tanah ini secara umum dikategorikan sebagai golongan

tanah berbutir halus. Tanah lempung yang diuji termasuk kedalam

kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai

dengan sedang untuk jenis tanah lempung yang pertama yang diambil dari

Desa Margakarya, dan CH yaitu tanah lempung anorganik dengan

plastisitas tinggi, lempung gemuk (fat clays) untuk jenis tanah lempung

yang kedua dan ketiga yang diambil dari Desa Palputih dan Desa

(79)

91

2. Ketiga jenis tanah lempung memiliki sensitivitas yang rendah sehingga

tidak banyak kehilangan kekuatan strukturnya setelah mengalami

gangguan pada susunan aslinya atau setelah diremoulded.

3. Semakin tinggi nilai sensitivitas tanah maka ketika mengalami gangguan,

akan terjadi perubahan yang lebih besar terhadap parameter kekuatannya.

4. Nilai CBR yang dihasilkan melalui uji DCP pada tiga lokasi dengan 10

titik pengujian hampir sama dengan CBR design yang dihasilkan melalui

uji CBR Laboratorium, tapi perlu diperhatikan bahwa nilai CBR yang

didapat uji DCP rata-rata masih lebih tinggi dari nilai CBR yang

didapatkan pada uji CBR Laboratorium.

5. Nilai CBR yang dihasilkan uji DCP berbanding lurus dengan nilai

tegangan maksimum (qu) yang dihasilkan uji Kuat Tekan Bebas pada

sampel tanah asli atauundisturbed.

6. Nilai CBR yang dihasilkan uji CBR Laboratorium berbanding lurus

dengan nilai tegangan maksimum (qu) yang dihasilkan uji Kuat Tekan

Bebas pada sampel tanah buatan atauremoulded.

7. Nilai DCPI yang dihasilkan uji DCP berbanding terbalik dengan nilai

tegangan maksimum (qu) yang dihasilkan uji Kuat Tekan Bebas pada

sampel tanah asli atauundisturbeddan nilai CBR designnya.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai perbandingan hasil uji DCP, CBR

(80)

1. Untuk mengetahui kekuatan daya dukung sebenarnya pada lapisan tanah,

sebaiknya diperlukan pengujian DCP dengan kedalaman lebih dari 800

mm untuk menghindari penyimpangan pada profil penetrasi terakhir atau

karena lapisan permukaan yang telah kehilangan kekuatan strukturalnya.

2. Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh sensitivitas

tanah lempung untuk mengetahui penurunan kekuatan setelah beberapa

kali remoulding atau setelah pemeraman pada jangka waktu tertentu yang

menggunakan sampel yang lebih banyak agar didapatkan hubungan yang

lebih akurat.

3. Disarankan lebih teliti pada pengujian DCP agar alat tetap tegak lurus

terhadap lapisan tanah yang diuji dan mata konus selalu dalam keadaan

bersih seblum penetrasi sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.

4. Dalam pembacaan dial disarankan lebih teliti pada uji tekan bebas karena

Gambar

Gambar 2.1. Tiga Fase Elemen Tanah
Gambar 2.2. Batas-Batas Atterberg
Tabel 2.1. Hubungan Nilai Indeks Plastisitas dengan Jenis Tanah
Gambar 2.3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur
+7

Referensi

Dokumen terkait