• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENGKETA BATAS WILAYAH INDONESIA-MALAYSIA DI PERAIRAN AMBALAT TERRITORY BORDER DISPUTE OF INDONESIA-MALAYSIA IN AMBALAT WATERS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SENGKETA BATAS WILAYAH INDONESIA-MALAYSIA DI PERAIRAN AMBALAT TERRITORY BORDER DISPUTE OF INDONESIA-MALAYSIA IN AMBALAT WATERS"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Keywords : Delitimation, Dispute, Dispute Settlement ABSTRACT

TERRITORY BORDER DISPUTE OF INDONESIA-MALAYSIA IN AMBALAT WATERS

By

Muhammad Aden Saputra

Territory border disputes in the waters of North Borneo Ambalat is a sovereign struggle long enough between Indonesia and Malaysia (Delimitation). Lack of traction on the government to solve problems through diplomacy and sea power imbalance between Indonesia and Malaysia is one reason Malaysia is often violated in Ambalat waters.

This study aims to: (a) describe the chronology of the dispute; (b) analyzing the Indonesian government's strategy in the dispute settlement in Ambalat waters; (c) examine the problems of the Indonesian government in the resolution of disputes in the waters of Ambalat. The research method is quite descriptive and historical with a qualitative approach. Data was collected through in-depth interviews, documentary studies, and literature.

The results showed that the boundary dispute between Indonesia and Malaysia in the waters of Ambalat is a continuation of ownership of Malaysia on Sipadan-Ligitan. Inequality marine defense force between Indonesia and Malaysia also cause increased arrogance Malaysia. Root causes of disputes in the waters of Ambalat there are two, namely the juridical aspects and aspects of interest. Although there are operational and diplomatic efforts, but until now disputed waters Ambalat unfinished. Several times in the waters of Ambalat violations due to lack of attention and firmness of government in solving the dispute.

(2)

Kata Kunci : Delimitasi, Sengketa, Penyelesaian Sengketa. ABSTRAK

SENGKETA BATAS WILAYAH INDONESIA-MALAYSIA DI PERAIRAN AMBALAT

Oleh

Muhammad Aden Saputra

Sengketa batas wilayah di perairan Ambalat Kalimantan Utara merupakan perebutan wilayah kedaulatan yang cukup panjang antara Indonesia dan Malaysia (Delimitasi). Kurang tegasnya pemerintah dalam menyelesaikan masalah lewat diplomasi dan ketimpangan kekuatan laut antara Indonesia dan Malaysia menjadi salah satu penyebab Malaysia sering melakukan pelanggaran di Perairan Ambalat.

Penelitian ini bertujuan untuk : (a) mendeskripsikan kronologi terjadinya sengketa; (b) menganalisa strategi penyelesaian pemerintah Indonesia pada sengketa di Perairan Ambalat; (c) mengkaji problematika pemerintah Indonesia dalam penyelesaian sengketa di Perairan Ambalat. Metode penelitian ini tergolong tipe deskriptif dan historis dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sengketa batas wilayah antara Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat merupakan kelanjutan dari kepemilikan Malaysia atas Sipadan-Ligitan. Ketimpangan kekuatan pertahanan laut antara Indonesia-Malaysia juga menyebakan arogansi Malaysia meningkat. Akar permasalahan sengketa di Perairan Ambalat ada dua, yaitu aspek yuridis dan aspek kepentingan. Walaupun ada upaya operasional dan diplomasi, namun sampai sekarang sengketa di Perairan Ambalat belum selesai. Beberapa kali terjadinya pelanggaran di Perairan Ambalat disebabkan karena kurangnya perhatian dan ketegasan pemerintah dalam upaya penyelesaian sengketa.

(3)
(4)

SENGKETA BATAS WILAYAH INDONESIA-MALAYSIA DI PERAIRAN AMBALAT

(SKRIPSI )

OLEH

MUHAMMAD ADEN SAPUTRA

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(5)

i

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 49 2. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 49 3. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 49 4. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 50 5. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 50 6. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 50 7. Gambar Peneliti sedang Wawancara dan mengumpulkan data dari Informan… 50

8. Gambar Peta Ambalat……….. 58

9. Gambar Peta Blok Minyak Ambalat……… 67

10. Gambar Peta Blok Minyak Ambalat……… 70

(6)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………. i

DAFTAR TABEL……… iv

DAFTAR GAMBAR……… v

DAFTAR ISTILAH……….. vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah………. 7

C. Tujuan Penelitian……….. 7

D. Manfaat Penelitian……….………... 8

E. Sistematika Penulisan………. 9

II.KERANGKA KONSEPTUAL A. Sengketa Batas Wilayah Antar Negara………. 10

B. Masalah Perbatasan Maritim Antar Negara……….. 18

C. Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Negara………... 20

D. Problematika Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Negara………. 33

E. Perspektif Alternatif ………..………... 39

III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian……… 44

B. Fokus Penelitian……….………... 46

C. Teknik Pengumpulan Data……… 47

D. Teknik Pengolahan Data………... 52

E. Teknik Analisis Data………...……….. 53

(7)

ii

IV. GAMBARAN HISTORIK SENGKETA DI PERAIRAN AMBALAT

A. Profil Perairan Ambalat……….. 57

B. Kronologi Dan Ketegangan Sengketa Batas Wilayah Di Perairan Ambalat.. 61

1. Lepasnya Sipadan-Ligitan……… 62

2. Peta 1979 Dan Klaim Uniteral Ambalat.……….. 63

3. Kesiapan Malaysia di Perairan Ambalat………... 68

4. Peningkatan Eskalasi Konflik di Perairan Ambalat……….. 69

5. Pengusiran Kapal Police Marine dan TLDM oleh Kopaska………. 72

6. Ketegangan KRI Untung Surapati-872 Mengusir Kapal Perang Malaysia………. 75

7. Pelanggaran Wilayah NKRI oleh TLDM………. 77

V. ANALISIS PENYELESAIAN SENGKTA DI PERAIRAN AMBALAT A. Akar Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat….. 81

1. Aspek Yuridis Terjadinya Sengketa……….. 81

2. Aspek Kepentingan Terjadinya Sengketa …..………... 90

B. Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah di Perairan Ambalat ………...…….. 93

1. Langkah Diplomasi Dalam Sengketa Di Perairan Ambalat………. 94

2. Langkah Militer Dalam Sengketa Di Perairan Ambalat……..………… 102

a. Pengerahan Kekuatan Armada TNI AL ke Perairan Ambalat……... 102

b. Pembentukan Desk Ambalat……….. 103

c. Pembuatan ROE………...…….. 105

d. Pembangunan Mercu Suar Karang Unarang………...……... 107

e. Gelar Operasi Garda Wibawa Di Perairan Ambalat……….. 113

C. Problematika Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat………..………… 115

1. Kurang Kuatnya Langkah Diplomasi Indonesia………..………... 115

2. Minimnya Kapasitas Alutsista TNI/TNI AL……….…….. 119

3. Tidak Selarasnya Data Kemaritiman………... 128

(8)

iii

D. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 139

B. Saran……… 141

DAFTAR PUSTAKA

(9)

i

DAFTAR ISTILAH

Delimitasi : Masalah perbatasan laut

Dispute : Sengketa

Settlement Dispute : Penyelesaian Sengketa

UNCLOS : United Nation Convention Law Of The Sea ( Konferensi Internasional tentang hukum laut)

ICJ : International Court of Justice (Mahkamah International) Ex Aequo Et Bono : Prinsip Kepatutan dan Kelayakan

SESKOAL : Sekolah Staff dan Komando Angkatan Laut PUSJIANMAR : Pusat Pengkajian Maritim

DIHIDROS : Dinas Hidro Oseanografi Balance of Power : Perimbangan Kekuatan Avoiding Power : Menghindarkan Kekuatan Collective Security : Keamanan Bersama World Government : Pemerintahan Dunia

United States : PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Reducing Power : Mengurangi Kekuatan

Eliminating Power : Menghapuskan Kekuatan Disarmaments : Perlucutan Senjata

Desk Ambalat : Satuan untuk memonitor kejadian di Ambalat yang berada di MABESAL

ROE : Rule of Engagement (Aturan pelibatan di masa damai) TNI AL : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

TLDM : Tentera Laut Diraja Malaysia

HLC MALINDO : High Level Committee Malaysia-Indonesia GBC : General Border Committe

Alutsista : Alat Utama Sistem Persenjataan KRI : Kapal Republik Indonesia

(10)

i

DAFTAR TABEL

1. Perspektif Balance of Power……….. 42

2. Daftar Informan………. 48

3. Daftar Dokumen…..……….. 51

(11)
(12)
(13)
(14)

MOTO

“ Tak ada orang yang menjadi orang besar hanya karena

meniru” (S. Jonhson)

“Salah satu kebutuhan manusia adalah mengutarakan pikiran

-pikiran dan gagasan-gagasan”

(Wiliam Winter)

“Bersungguh-sunguhlah dalam mencari ilmu yang belum kamu ketahui, sesungguhnya ilmu itu diawali dan diakhiri dengan

kebahagian” (Imam Burhanudin)

“Bukan hidupmu yang sulit, namun keputusasaanmu yang mempersulit hidupmu”

(Penulis)

“Percayalah saat berbuat bahwa kamu penentu segalanya, dan

percayalah bahwa Tuhanmu penguasa segalanya”

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1992 di Kelurahan Tanjung Pandan, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Penulis lahir dan dibesarkan dari pasangan pendidik Ade Kurniadi,JS. dan Masniar,Ba. Dalam proses keseharian penulis ditanamkan dengan kasih sayang untuk tetap sabar, tenang dalam keadaan apapun dan pandailah menganalisa sesuatu dengan selalu bertaqwa kepada Allah S.W.T, berpedoman kepada Al-qur’an dan mentauladani Rasulullah Muhammad S.A.W sebagai arah dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara secara dunia – akherat. Sedari kecil hingga sekarang, penulis tumbuh kembang di lingkungan yang penuh rasa kekeluargaan, keimanan, keberanian, ketekunan, dan kesetiakawanan yang masih tertanam kokoh di jiwa penulis.

Penulis menempuh pendidikan dimulai dari Taman Kanak-kanak Dharma Wanita UNILA pada tahun 1997-1998. Pendidikan sekolah dasar penulis tempuh di SDN 1 Gedung Meneng Bandar Lampung pada tahun 1998-2004. Pendidikan sekolah menengah pertama penulis tempuh di SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2004-2007. Pendidikan sekolah menengah atas penulis tempuh di SMAN 12 Bandar Lampung pada tahun 2007 selama 1 semester kemudian pindah dan lulus di SMAN 15 Bandar Lampung pada tahun 2007-2010. Hingga pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

(16)

Sebagai mahasiswa baru, penulis pernah aktif sebagai Garda Muda di BEM FISIP UNILA yang mana pernah ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana dan memprakarsa sebuah kegiatan Studi Ekskursi BEM FISIP UNILA ke DPR RI dan TRANS CORP pada tahun 2011. Saat penerimaan mahasiswa baru tahun 2011 penulis menjabat sebagai Sekretaris Pelaksana Propti Fakultas dan Inaugurasi Fakultas. Penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Panitia Khusus Pemilihan Raya Gubernur FISIP UNILA tahun 2012. Dalam aktivitas di jurusan, penulis aktif di organisasi HIMAGARA (Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara) yang juga pernah diamanatkan sebagai Ketua Umum periode 2012 sampai 2013. Bekal dalam berorganisasi telah membawa penulis menjadi delegasi KEMENKOKESRA dalam kegiatan Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari/Kapal Pemuda Nusantara (LNRPB/KPN) yang lebih dikenal SAIL MOROTAI 2012 menggunakan KRI Surabaya-591 dengan rute perjalanan Jakarta-Ambon-Sorong-Raja Ampat-Ternate-Morotai-Makassar-Jakarta. Penulis juga tercatat sebagai penerima Beasiswa Premium Prestasi Akademik (PPA) dari FISIP UNILA sejak tahun 2011 sampai tahun 2014. Penulis memiliki hobi dan sangat tertarik pada dunia olahraga seperti Sepak bola, Futsal, dan Renang.

Penulis merupakan pribadi sederhana yang tumbuh dan berkembang di lingkungan yang disiplin dan penuh kasih sayang dari keluarga, saudara, sahabat yang menjadi motivasi penulis untuk terus berkembang menjadi pribadi yang nantinya mampu bermanfaat bagi negara, agama, dan keluarga tercinta. Oleh sebab itu, penulis bertekad kuat dengan lebih giat dalam berusaha dan berdoa demi meraih cita-cita yang akan menjadi hasil terbaik kelak bagi semua. (Aamiin ya Allah ya

(17)

SANWACANA

Assalamua’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala

nikmat serta limpahan rahmat dan karunia-Nya , tak lupa salawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad S.A.W manusia terbaik sepanjang masa yang kita

nantikan syafa’atnya di akhir zaman. Bersamaan dengan itu, penulis bersyukur karena telah

lancar dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “SENGKETA BATAS WILAYAH INDONESIA-MALAYSIA DI PERAIRAN AMBALAT”. Skripsi ini disusun dengan maksud sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengutarakan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berperan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Papah dan Mamah tersayang yang tidak kenal lelah dalam mendo’akan dan memberi dukungan moril serta materil demi kasih sayang dan harapannya

kepada penulis.

(18)

1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara, terima kasih atas arahan serta dukungan morilnya.Terima kasih juga telah bersedia menggantikan Pak Syamsul Ma’arif, S.IP, M.Si dalam menguji dkripsi.

3. Bapak Syamsul Ma’arif, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak

dukungan, arahan, bimbingan, saran, serta nasehat dengan kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas kebaikan dan dorongan bapak salam mengarahkan pembuatan skripsi walaupun dalam proses pengujian diwakilkan Pak Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si.

4. Bapak Arizka Warganegara, S.IP, M.A selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran serta arahannya kepada penulis dalam penyelesaian dan penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih banyak atas arahan dan dukungannya.

5. Bapak Eko Budi Sulistio, S.Sos, M.AP selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama masa studi di kampus sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya dengan cukup baik. Terima kasih banyak atas bimbingan dan bantuannya.

(19)

7. Segenap responden dalam penelitian ini : Kolonel (P) Prasetyo, S.Pi (Dirdik SESKOAL); Letkol (P) Robert Hasudungan M ( Kasubdit Kebijakan dan Doktrin Pusjianmar); Letkol (P) Salim (Kasubdit Kerjasama Pusjianmar); Mayor (KH/W) Septin Ristiana, S.Pd (Kasi Jianlit Doktrin Subdit Jak dan Dok Pusjianmar); Sertu (KH) Sofyan Fadli (Staff Dirdik SESKOAL). Terima kasih atas bantuan, dukungan, serta keramahan yang diberikan kepada penulis.

8. Ade Kurniadi,JS (Papah) dan Masniar,Ba (Mamah) tersayang, semoga ini menjadi awal yang indah sekaligus batu loncatan bagi penulis untuk dapat membahagiakan Papah dan Mamah dikemudian hari. Semoga dengan keimanan untuk terus berikhtiar, kerja keras untuk terus berupaya, tawakkal untuk berserah diri kepada Allah S.W.T, serta doa dan dukungan dari Papah dan Mamah menjadikan penulis mendapatkan kesuksesan dalam rencana hidupnya demi memberikan manfaat yang terbaik bagi negara, agama, dan keluarga. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.

9. Adik-adiku tersayang Sitty Nenden Saputri, Muhammad Teten Riski Saputra, dan Muhammad Raden Pantami Suharta yang telah menjadi motivasi dan semangat bagi penulis. Semoga kelak dengan kesuksesan kita dapat membahagiakan kedua orang tua kita. Dan semoga dengan tujuan yang luhur kita mendapatkan kemudahan dan keberkahan dari Allah

S.W.T dalam meraih kesuksesan. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.

10. Keluarga Besar ADUSELON (Angkatan ke Dua Belas Sekelompok Mahasiswa Publik Administration) : Satria, Hepsa, Uyung, Bek, Ridho, Ardi, Loy, Rahman, Bogel, Tian, Desmon, Datas, Abil, Triadi, Thio, Karina, Nona, Nuzul, Shela, Cory, Mery, Bunga,

Ali, Samsu, Candra, Hadi, Pandu, Rahma, Cahya, Ratna, Rahmani, Rofi, Julian,

(20)

Dora, Jenny, Sari, Ani, Seli, Yogis, Taufik, Gery, Daus, Anjas, Ade, Jodi, Wayan, Izal,

Enggi, Nurul, Putri, Oyen, Dita, Eeng, Gideon, Randy, Aris dll. Terimakasih telah menjadi sahabat seperjuangan yang bersedia bersama dalam suka dan duka. Semoga kita sukses sejahtera dan berguna bagi nusa-bangsa, dan keluarga. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.

11. Senior HIMAGARA (Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara) dan Alumni IKAGARA (Ikatan Alumni Mahasiswa Administrasi Negara), Khusus buat Abang dan Mbak 2009, 2008, 2007, 2006, 2005, 2004, 2003, 2002, 2001, 1999. Terima kasih telah membimbing dan mengarahkan dalam kehidupan berorganisasi.

12. Adik-adik HIMAGARA (Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara), Khusus buat

ANTIMAPIA (Angkatan Tiga Belas Mahasiswa Public Administration) seperti Wahyu, Aji, Akbar, Rosyid, Rio, Widi, Menceng, Vike, Esha, Farah, Upil dkk. AMPERA (Angkatan Empat Belas Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara) seperti Rezki, Rifki, Ikhwan, Denis, Nadiril, Berry, Umi, Novi, Purnama, Fajar dkk. ALAS MENARA (Angkatan Lima Belas Mahasiswa Imu Administrasi Negara) seperti Adi, Dhimas, Sidiq, Zulham, Hafiz, Pindo, , Sedi, Tong Bajil, Balur, Haidir, Rindu, Uun, Defita dkk. Terima kasih telah berkesan mewarnai dan melanjutkan roda kepengurusan HIMAGARA.

(21)

Bang Zen (Jogja), Manu (Papua), Bayan (Lombok), Fauzan (Palembang), Dedek (Lampung), Amar (Kaltim), Faisal (Jakarta), Fajar (Makassar), Ahyar (Kepri), Hendi (Palu), Zulkarnain (Riau), Ramdan (Tanggerang), Hafiz (Palembang) dll. Terima kasih telah memberi pengalaman dan menjadi saudara dan saudari yang berproses bersama selama satu bulan di KRI Surabaya-591.

14. Saudara dan Saudari KKN Tematik 2013 (Kuliah Kerja Nyata) di Kampung Bukit Batu Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan, Khusus buat Bapak Sekdes, Ibu, Candra (Ilmu Komunikasi) , Romi (Hukum Pidana) , Riski (Ilmu Pemerintahan), Bayu (Ekonomi Pembangunan), Yana (Pendidikan Dokter), Ella (Ekonomi Manajemen), Elis (Hukum Administrasi Negara), Novia (Peternakan), Iyut (Agroteknologi), Amrina (Agroteknologi). Terima kasih atas pengalaman berharga dan hidup berdampingan dalam satu rumah yang mengesankan selama 40 hari.

15. Sahabat SMA: Sasi, Sigit, Ardyan, Mudrik, Ido, Bobby, Aan, Surya, Eliassip, Ranto, Rasyid, Arje, Ferdi, Humay, Doky, Ramos, Rizki dkk. Terima kasih atas kesan dan pengalaman bersama semasa sekolah dan persahabatan yang terus terjalin sampai sekarang. Semoga kita kelak menjadi manusia yang berguna bagi nusa-bangsa dan terutama keluarga. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.

(22)

pramugari asalkan berkomitmen, Aamiin Ya Allah), Nova Armalia (Semoga nantinya menjadi dokter yang rendah diri dan ringan tangan, Aamiin Ya Allah). Terima kasih telah memberikan pelajaran hidup dan berkehidupan sebagai manusia yang berpasangan.

17. Untuk keluaga besarku, buat kakek (alm), nenek, om, tante, paman, bibi, serta adik dan kakak sepupu. Terimakasih atas do’a, dukungan, serta bantuannya selama ini baik yang

penulis sadari ataupun yang tidak disadari. Semoga kelak penulis dapat membalasnya minimal dengan kebanggaan atas kesuksesan penulis sebagai manusia yang se-darah dalam

garis keturunan. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.

18. Beserta seluruh pihak yang terkait dan telah memberikan kontribusi dalam penyusunan Skripsi ini yang tidak bisa dituliskan satu per satu.

Bandar lampung, 19 Agustus 2014 Penulis,

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga dipertegas dengan perhitungan Dinas Hidro Oceonografi (Dishidros) TNI AL pada tahun 1982 bahwa ada sekitar ± 17.508 pulau. Indonesia juga dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki garis pantai lebih dari 81.000 km sehingga wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia dengan memiliki ekosistem pesisir seperti magrove, terumbu karang (coral reefs) dan padang lamun (sea grass beds). Secara geografis Indonesia memiliki luas wilayah 1,904,569 km persegi dengan presentase wilayah air 4,85% yang terdiri dari laut territorial dengan luas 0,8 juta km persegi, laut nusantara 2,3 juta km persegi, dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km persegi.1

Sebagai Negara Kepulauan yang besar, Indonesia memiliki potensi nilai strategis dari bidang kelautan dalam mendukung pembangunan nasional. Maka Indonesia harus mampu memainkan peran strategis sesuai amanat UUD 1945 dalam Pasal 33 Ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam

1

(24)

2

yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ada banyak hal sumber daya alam yang bisa dikelola di laut contohnya perikanan dan pertambangan. Namun pada kenyataannya Negara Indonesia belum mampu memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam di laut, tentunya banyak hal yang menjadi alasannya.

Keberadaan wilayah cenderung memiliki nilai penting bagi sebuah negara. Nilai geografis dapat dipandang sebagai wilayah teritorial yang menggambarkan kedaulatan negara dan bahkan diperlukan sebuah kekuatan militer untuk mempertahankannya, terlebih lagi jika wilayah tersebut memiliki kekayaan sumber daya alam. Kondisi geografis sebuah negara dengan wilayah yang terdiri dari daratan dan lautan secara geografi, geopolitik dan geostrategi mempunyai potensi kerawanan yang tinggi dari ancaman tradisional dan non tradisional.2

Besarnya wilayah kepulauan Indonesia berbanding lurus dengan besarnya tantangan yang harus dihadapi sebuah Negara kepulauan. Perlu diperhatikan bahwa di era globalisasi saat ini Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi masalah yang menjadi ancaman bagi sebuah negara kepulauan. Ancaman tersebut berupa pelanggaran hukum yang meliputi perompakan (armed robbery), penyelundupan manusia (imigran gelap), penyelundupan barang, illegal fishing, pencemaran laut, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara illegal, serta pelanggaran lain di wilayah laut.3 Hal tersebut bisa disimpulkan karena kurangnya keamanan dan kejelasan fisik kedaulatan di wilayah perbatasan laut.

2

Yugolastarob Khomeini dan Yudha Kurniawan, 2013, Ambalat Sebagai Wilayah Kontestasi Indonesia, Jurnal Global Komunika, Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2013, Jakarta: FISIP UPN Veteran Jakarta.

3

(25)

3

Pelanggaran di wilayah perbatasan laut Indonesia sebelumnya juga pernah terjadi namun tidak terjadi secara terbuka dan berkelanjutan seperti sekarang.4 Kemajuan teknologi dan konsekuensi politis globalisasi juga memungkinkan kemudahan akses informasi dan mobilitas tak terbatas yang kemudian membuka jalan bagi tantangan keamanan baru berdimensi transnasional, dan secara tradisional keamanan adalah domain negara. Maka dari itu diperlukan adanya upaya penegakan kedaulatan dan penegakan hukum di laut sehingga terwujudnya kondisi laut yang aman dan terkendali dalam rangka menjamin integritas wilayah guna menjamin kepentingan nasional. 5

Suatu kenyataan yang mungkin disadari bangsa Indonesia saat ini bahwa banyak sumber daya alam di laut yang dapat dikelola, namun hal tersebut terhalang adanya permasalahan kejelasan fisik kedaualatan di wilayah perbatasan. Perbatasan negara adalah manifetasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Hal itu dikarenakan perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaaatan sumber kekayaan alam, serta menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, serta hukum nasional dan internasional. 6

Dari sekian negara yang berbatasan dengan Indonesia, Malaysia adalah negara serumpun yang sering memiliki konflik dengan Indonesia.Walaupun sering disebut serumpun, hubungan antara Indonesia dan Malaysia justru selalu diwarnai pasang surut. Konflik yang terjadi mulai dari Konfrontasi dengan

4

Pasca Reformasi terjadi kemajuan teknologi dan konsekuensi politis globalisasi yang memungkinkan kemudahan akses informasi dan mobilitas tak terbatas yang kemudian membuka jalan bagi tantangan keamanan baru berdimensi transnasional, dan secara tradisional keamanan adalah domain sebuah negara.

5

www.berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_lintas_tim/buku-lintas-tim-3.pdf, diakses 28 Januari 2014, pukul 20.00 WIB.

6

(26)

4

Malaysia, Sipadan dan Ligitan, Blok Ambalat, hingga masalah klaim budaya yang sampai saat ini sering terjadi. Kesan umum yang berkembang di Indonesia atas berbagai permasalahan itu adalah bahwa Malaysia merupakan negara yang semakin arogan, menginjak wibawa Indonesia dan tidak pantas balas budi. Di media bahkan disarankan bahwa untuk mendapatkan kembali respek Malaysia terhadap Indonesia, seharusnya Indonesia tidak segan-segan melakukan konfrontasi seperti zaman Soekarno ataupun meningkatkan kemampuan tempur.

(27)

5

Dapat dikatakan sengketa Blok Ambalat untuk periode masa ini merupakan sebuah titik penting dalam membentuk hubungan yang terjalin oleh kedua negara serumpun tersebut. Indonesia sebenarnya sudah berulang kali mengajak Malaysia duduk di meja perundingan mengenai batas landas kontinen, namun tak ada respon positif. Tentu ada beberapa alasan yang menyebabkan Malaysia menahan diri untuk mempertegas penyelesaian sengketa. Berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Seas (UNCLOS) pada tahun 1982, Blok Ambalat secara resmi masuk ke dalam wilayah teritori dan kedaulatan Indonesia. Pasal 4 UNCLOS mengakui bahwa wilayah teritori mencakup 200 mil dari garis batas, di mana Blok Ambalat sepenuhnya masuk ke dalam wilayah Indonesia.7 Hal ini juga pada dasarnya diakui secara internasional dengan proposal Indonesia mengenai Wawasan Nusantara itu sendiri. Atas dasar inilah, pemerintah Indonesia merasa bahwa pada dasarnya Blok Ambalat adalah wilayah Indonesia, dan hal ini telah diakui secara de jure.

Situasi di Ambalat sempat memanas pada akhir Mei 2013 lalu. Berulangkali kapal perang dan helikopter Malaysia memasuki wilayah sengketa dalam rangka patroli keamanan wilayah maritim. Konflik mereda setelah Panglima Angkatan Tentara Malaysia Jendral Abdul Azis Zainal bertemu Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. Malaysia sepakat mengurangi patroli laut yang terlalu dekat dengan wilayah teritorial Indonesia di perairan Amblat agar persepsi pelanggaran wilayah dapat dikurangi. Indonesia juga meminta diadakan patroli perbatasan perairan bersama tanpa mengabaikan aturan pelibatan sejak 2005. 8

7

www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2005/03/08/nrs,20050308-02,id.html, beda khasmir dengan sipadan-ligitan , diakses pada tanggal 11 Mei 2014, pukul 17.07 WIB.

8

(28)

6

Upaya Indonesia untuk mempertahankan Ambalat sebagai wilayah teritorial yang menjadi bagian dari Kesatuan Republik Indonesia harus dilakukan dengan mengeluarkan berbagai bentuk kebijakan. Secara politik, wilayah ambalat merupakan bagian dari wilayah kesatuan yang masuk sebagai bagian dari Indonesia dan untuk itu, Indonesia telah berupaya mempertahankannya. Di sisi lain, terdapat upaya eksplorasi sumber mineral yang dimiliki oleh Ambalat yang berada pada wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.Sebagai wilayah yang menjadi sumber klaim dan konflik, Ambalat merupakan wilayah yang patut menjadi perhatian, baik dari sisi politik, ekonomi, maupun militer. Kecenderungan negara untuk melakukan pengaman merupakan upaya sekuritisasi terhadap objek yang menjadi sumber konflik. Langkah sekuritisasi merupakan strategi pengamanan oleh Indonesia merupakan sebuah sikap yang menggambarakan upaya untuk mempertahankan keberadaan Ambalat sebagai wilayah kedaulatan Indonesia.9

Berdasarkan kondisi di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat”. Banyak

sumber yang mendeskripsikan tentang kronologi terjadinya sengketa tersebut, namun peneliti bermaksud menggali lebih dalam kronologinya berdasarkan sumber yang tepat. Secara teoritis tentu banyak metode dalam penyelesaian sengketa internasional, namun peneliti ingin mengetahui bentuk resolusi penyelesaian sengketa oleh Pemerintah Indonesia dalam menyelesaian masalah di

9

(29)

7

perairan Ambalat yang mungkin dikhususkan aparat kelautan. Kemudian peneliti berkeinginan untuk mengkaji lebih dalam mengenai problematika dalam penyelesaian sengketa tersebut yang masih menjadi masalah sampai saat ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah:

1) Mengapa terjadi sengketa batas wilayah antara Indonesia-Malaysia di perairan Ambalat?

2) Bagaimana strategi penyelesaian yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam menghadapi sengketa batas wilayah di perairan Ambalat?

3) Bagaimana problematika yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian sengketa batas wilayah di perairan Ambalat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian ini, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan kronologi terjadinya Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat.

(30)

8

3) Mengkaji problematika yang dihadapi Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari laporan penelitian ini adalah: 1) Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah keilmuan Administrasi Negara terutama tentang kajian dalam bidang Organisasi dan Administrasi Internasional, khususnya tentang penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia Di Perairan Ambalat.

2) Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan solusi untuk memecahkan masalah perbatasan maritim dan kelautan demi menjaga kedaulatan NKRI.

(31)

9

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan penelitian ini adalah: 1) BAB I Pendahuluan

Pada bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. 2) BAB II Kerangka Konseptual

Pada bab ini diuraikan tentang konsep sengketa batas wilayah antar negara, masalah perbatasan maritim antar negara, penyelesaian sengketa batas wilayah antar negara, dan problematika penyelesaian sengketa batas wilayah antar negara.

3) BAB III Metode Penelitian

Pada bab ini menjelaskan tentang tipe dan pendekatan penelitian, fokus penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, dan teknik pemeriksaan keabsahan data.

4) BAB IV Gambaran Historik Sengketa Di Perairan Ambalat

Pada bab ini dijelaskan tentang profil perairan Ambalat, serta kronologi dan ketegangan sengketa batas wilayah di perairan Ambalat.

5) BAB V Analisis Penyelesaian Sengketa Ambalat

Pada bab ini dijelaskan tentang akar sengketa batas wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat, penyelesaian sengketa batas wilayah di perairan Ambalat, dan problematika penyelesaian sengketa.

6) BAB VI Kesimpulan dan Saran

(32)

10

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Sengketa Batas Wilayah Antar Negara

Sebagian orang berfikir bahwa ada kesamaan persepsi antara sengketa, konflik, dan perkara, padahal ketiganya berbeda makna. Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.1 Lalu konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Sedangkan perkara adalah sengketa dan atau konflik yang penyelesaiannya dilakukan melalui badan peradilan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sengketa adalah perselisihan atau permasalahan yang melibatkan dua pihak saja, sedangkan konflik adalah permasalahan lebih lanjut dari sengketa yang melibatkan pihak ketiga, kemudian akan menjadi perkara apabila peristiwa tersebut sudah masuk dalam meja hijau (sidang pengadilan). Menurut mahkamah internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua Negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.2

1

Ali Achmad, 2003, Hukum Pertanahan , Jakarta, Prestasi Pustaka, hlm 14. 2

(33)

11

Jenis sengketa internasional menurut Huala Adolf ada dua jenis, yaitu sengketa hukum dan sengketa politik. Dalam studi hukum internasional publik, dikenal dua macam sengketa internasional, yaitu sengketa hukum (legal or judical disputes) dan sengketa politik (political or nonjusticiable disputes).3 Sebetulnya tidak ada kriteria yang jelas dan diterima secara umum mengenai pengertian kedua istilah tersebut. Yang kerap kali dipakai menjadi ukuran suatu sengketa dipandang sebagai sengketa hukum yaitu manakala sengketa tersebut bisa atau dapat diserahkan dan diselesaikan oleh pengadilan internasional. Namun, pandangan demikian sulit diterima. Sengketa-sengketa internasional, secara teoritis pada pokoknya selalu dapat diselesaikan oleh pengadilan internasional. Sesulit apapun suatu sengketa, sekalipun tidak ada pengaturannya, suatu pengadilan internasional tampaknya bisa memutuskan dengan bergantung kepada prinsip kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono).

Pada pokoknya, ada banyak sengketa yang bisa diserahkan dan kemungkinan besar bisa diselesaikan oleh pengadilan internasional. Tetapi karena salah satu atau kedua negara enggan menyerahkan kepada pengadilan, pengadilan menjadi tidak berwenang mengadilinya. Dalam hal ini, yang menjadi dasar hukum bagi pengadilan untuk melaksanakan yuridiksi adalah kesepakatan para pihak yang bersengketa. Meskipun sulit untuk membuat perbedaan tegas antara istilah sengketa hukum dan sengketa politik, namun ada tiga doktrin penting yang berkembang dalam hukum internasional, yaitu:

3

(34)

12

a. Pendapat Friedman

Menurut beliau, meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian tersebut, namun perbedaannya dapat terlihat pada konsepsi sengketanya.4 Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut: (1) Sengketa hukum adalah perselisihan antar negara yang mampu di selesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum yang ada atau yang sudah pasti, (2) Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya memengaruhi kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan lainnya suatu negara, (3) Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hukum internasional yang ada cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan antarnegara dengan perkembangan progresi hubungan internasional, (4) Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan persengketaan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang telah ada.

Pandangan ini tampaknya diikuti oleh International Court of Justice (ICJ). Dalam sengketa the Border and Transborder Armed Actions (Nicaragua vs Honduras) atau Tindakan Perbatasan dan lintas batas Bersenjata (1988), ICJ menyatakan, yang dimaksud dengan sengketa hukum adalah : a disputes capable of being settle by the application of principles and rules of international law. ( sebuah perselisihan mampu menjadi menetap dengan penerapan prinsip-prinsip dan aturan hukum internasional) 5.

4

Wolfgang Friedmann, et.al., 1969, International Law: Cases and Materials, St.Paul Minn.: West Publishing, ,hlm 243, dalam Adolf Huala,2012,Op.Cit, hlm 4.

5

(35)

13

b. Pendapat Waldock

Pendapat kedua dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasioanal dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian sengketa tahun 1963. Kelompok studi yang diketuai oleh Sir Humprey Waldock ini menerbitkan laporannya yang sampai sekarang masih dipakai sebagai sumber penting untuk studi tentang penyelesaian sengketa internasional. Menurut kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional, misalnya soal perlucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politik. Pendapat ini dirumuskan sebagai berikut: karakter hukum atau politik sengketa pada akhirnya ditentukan oleh tujuan yang ditujukan atau posisi yang diadopsi oleh masing-masing pihak dalam sengketa. Jika kedua belah pihak menuntut apa yang mereka hamil menjadi hak yang ada hukum mereka seperti, misalnya, dalam kasus Corfu Channel, sengketa itu jelas legal. Jika kedua menuntut penerapan standar atau faktor yang tidak berakar pada aturan yang ada hukum internasional, misalnya, dalam sengketa mengenai perlucutan senjata, sengketa adalah jelas politik. 6

6

(36)

14

c. Pendapat Jalan Tengah ( Oppenheim-Kelsen)

Pendapat ketiga adalah golongan yang penulis sebut sebagai pendapat jalan tengah. Meraka adalah sekelompok sarjana yang merupakan gabungan sarjana Eropa (seperti De Visscher, Geamanu, Oppeinheim) dan Amerika Serikat (seperti Hans Kelsen).Menurut Oppeinheim dan Kelsen, tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria objektif yang mendasari pembedaan antara sengketa politik dan hukum. Menurut mereka, setiap sengketa memiliki aspek politis dan hukumnya. Sengketa tersebut biasanya terkait antarnegara yang berdaulat. Mungkin saja dalam sengketa yang dianggap sebagai sengketa hukum terkandung kepentingan politis yang tinggi dari negara yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya terhadap sengketa yang dianggap memiliki sifat politis, prinsip-prinsip atau aturan hukum internasional

(37)

15

Selain istilah sengketa hukum dan politik, ada pula istilah lain yang sama-sama tunduk pada penyelesaian sengketa secara damai. Istilah tersebut adalah situasi (situation). Istilah ini khususnya dapat ditemui dalam Piagam PBB Pasal 1 ayat (1):... adjustment or settlement of international disputes o situations which might lead to a breach of the peace yang berarti penyesuaian atau penyelesaian sengketa internasional o situasi yang mungkin menyebabkan pelanggaran perdamaian. Pasal lainnya adalah Pasal 34 Piagam PBB: The Security Council may investigate any dispute, or any situation whisch might lead to international friction or give rise to a dispute yang berarti Dewan Keamanan dapat menyelidiki sengketa, atau situasi whisch mungkin menyebabkan gesekan internasional atau menimbulkan perselisihan. Istilah situasi tersebut haruslah diartikan secara luas. Menurut hemat penulis, situasi yang dapat membahayakan perdamaian atau dapat menimbulkan friksi sengketa internasional atau sengketa bukanlah merupakan sengketa sebenarnya yang sedang

berlangsung antar negara. Kata „situasi‟ tersebut termuat dalam kaitannya dengan

fungsi PBB dan/atau tugas Dewan Keamanan. Ia tidak diletakkan dibawah suatu organisasi atau badan yang memiliki kompetensi hukum (pengadilan). Sehingga kata situasi menunjukkan suatu keadaan yang dapat melahirkan peperangan atau sengketa. Keadaan tersebut dapat berupa hubungan antarnegara yang sedang bersitegang atau panas.7

7

(38)

16

Pendekatan yang diambil Waldock lebih tepat. Jika timbul sengketa antar dua negara, bentuk atau jenis sengketa yang bersangkutan ditentukan sepenuhnya oleh para pihak. Suatu sengketa hukum, bisa berupa penetapan garis batas wilayah, pelanggaran hak-hak istimewa diplomatik, sengketa hak-hak dan kewajiban dalam perdagangan, dan lain-lain. Pastinya, sengketa demikian sedikit banyak memengaruhi hubungan baik kedua negara. Bagaimana kedua negara memandang sengketa tersebut, akhirnya menjadi faktor penentu apakah sengketa yang bersangkutan sengketa hukum atau politik.8

Dalam hubungan internasional hal seperti itu sering kali terjadi, misalnya saja pelanggaran hak-hak istimewa diplomatik. Khususnya sewaktu berlangsung perang dingin antara blok Barat (Amerika Serikat dan Sekutunya) dan blok Timur ( Uni Soviet dan sekutunya). Contoh aktual adalah pertikaian perdagangan, misalnya tuduhan pelanggaran ketentuan kuota ekspor antara Amerika Serikat dengan Jepang atau antara Masyarakat Eropa dengan Jepang atau masalah tuduhan dumping perdagangan internasional. Sengketa-sengketa tersebut adalah sengketa hukum murni. Karena salah satu negara menuduh pihak lainnya melanggar ketentuan kuota ekspor atau ketentuan perdagangan internasional yang telah disepakati.

Namun dalam menyelesaikan sengketa itu, para pihak jarang menyelesaikannya ke badan-badan pengadilan. Sebaliknya, para pihak tampaknya menganggap pertikaian itu sebagai suatu persoalan atau pertikaian politik dan penyelesaiannya pun acap kali dilakukan melalui saluran politik, seperti negosiasi.

8

(39)

17

Atau manakala saluran penyelesaian sengketa secara politik demikian buntu, baru penyelesaian sengketa secara hukum ditempuh. Contohnya adalah perebutan pulau antara Malaysia-Indonesia. Sengketa ini adalah soal pertikaian hukum, yaitu

mengenai hak kepemilikan atas pulau tersebut. Meskipun Malaysia menganggap masalah hukum dan menawarkan Indonesia untuk menyerahkan sengketa tersebut ke

Mahkamah Internasional pada awal tahun 1994, tetapi karena satu dua hal Indonesia kurang setuju maka sengketa tersebut tampaknya sekarang ini dapat dikategorikan sebagai sengketa politik. Baru pada tahun 1966, Indonesia setuju untuk menyerahkan

sengketa ini ke Mahkamah Internasional. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mendapatkan pandangan mengenai

bagaimana sengketa politik dan bagaimana sengketa hukum. Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang

(40)

18

B. Masalah Perbatasan Maritim Antar Negara

Sebenarnya metode penetapan garis batas maritim pernah dikemukakan pada tahun 1993 oleh para ahli yang tergabung dalam Organisasi Hydrografi Internasional (International Hydrographic Organization=IHO) yang meliputi: Metode Berjarak Sama (Equidistance Method), Metode Turunan Dari Prinsip Berjarak Sama (Derived From The Equidistance Principles) dan metode-metode lainnya. Dalam penentuan garis batas maritime suatu garis yang berjarak sama (equidistance line) adalah garis yang menghubungkan setiap titik-titik yang berjarak sama dari titik-titik terdekat pada garis-garis dasar laut territorial dua negara. Pasal 15 UNCLOS 1982 menyebutnya sebagai garis tengah (median line), tetapi secara teknis sering dipergunakan istilah suatu garis yang berjarak sama di antara dua negara yang berhadapan. Metode ini sudah diwajibkan UNCLOS sebagai batas laut territorial sementara antara dua negara yang berdampingan atau berhadapan sebelum disepakatinya cara lain.9

Indonesia sebagai negara kepulauan sesuai dengan ketentuan UNCLOS harus mempergunakan penetapan garis dasar lurus, sedangkan Malaysia sebagai negara semi kontinen harus mempergunakan garis dasar biasa. Meskipun demikian, kedua contoh di atas dapat dijadikan sebagai acuan bersama dalam penetapan laut territorial kedua negara antara Pantai Sabah, Sebatik Utara, dan Sebatik Selatan. Mungkin sebagai metode alternatif dapat diikuti metode turunannya yang terdiri atas The Partial Effect Method, The Coastal Length Comparison Method dan The Equi-RatioMethod (Metode Pengaruh Parsial, The Coastal Panjang Perbandingan Metode

9

(41)

19

Dan Metode Equi-Ratio), sedangkan metode-metode lainnya yang ditawarkan oleh IHO tersebut adalah The Thalweg Concept, Prolongation of Land Boundaries, Arbitrary Lines, Enclauving, Propotionality dan judicial Precedent (konsep Thalweg, Perpanjangan Batas Tanah, Garis Sewenang-wenang, Enclauving, Propotionality Dan Preseden peradilan).10 Metode-metode lainnya seperti Metode Thalweg pernah diusulkan oleh Vietnam dalam perundingan garis perbatasannya dengan Indonesia di Laut Cina Selatan, tetapi ditolak oleh Indonesia. Adapun Metode Kelanjutan Batas Daratan pernah diusulkan Indonesia dalam perundingan perbatasan dengan Malaysia yang juga ditolak Malaysia. Adapun melalui Perwasitan dapat dikemukakan Kasus Miangas antara Amerika Serikat dan Hindia Belanda (1928) dan Kasus Sipadan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia (2002).11

Dari uraian di atas, jelas bahwa garis berjarak sama itu hanya dapat dipergunakan dalam penetapan Laut Teritorial antara dua negara. Hanya saja metode itu tidak dapat dilakukan dalam penetapan Garis Batas Landas Kontinen dan ZEE, karena harus diselesaikan melalui perundingan bilateral berdasarkan Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional (MI) mengenai sumber hukum internasioanl yang dipergunakan MI dalam mengadili perkara yang diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa.12 Buku panduan tentang Penetapan Perbatsan Maritim yang dikeluarkan oleh Biro Hukum PBB pada tahun 2000 antara lain menyatakan bahwa dalam

10

Lihat A Manual Techical Aspectof The UNCLOS 1982, International Hydrographyc Bureau, Monaco, July 1993, hlm 106-114.

11

Dam Syamsumar,2010. Op.Cit,. hlm 48.

12

Perjanjian internasional, kebiasaan internasional, keputusan Pengadilan Internasional, prinsip-prinsip Hukum Umum dan ajaran para pakar Hukum Internasional terkemuka sebagai sumber hukum

(42)

20

penetapan perbatasan maritime antara dua negara atau lebih sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor geografis, faktor geologis, geomorfologis, faktor ekonomi, faktor politik dan keamanan, faktor lingkungan dan faktor kehadiran negara ketiga.13

C.Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Negara

Dalam penyelesaian sengketa internasional ada banyak cara yang bisa ditempuh dan menjadi pilihan para pihak yang bersengketa untuk melaksanakannya. Namun dari berbagai cara yang ada tentu memiliki efektivitas dan efisiensi yang berbeda bagi pihak yang bersengketa, sehingga kebanyakan negara memilih dan mempertimbangkan jalur penyelesaian sengketa berdasarkan potensi negara tersebut untuk menempuhnya. Diantara berbagai macam cara penyelesaian sengketa, disini peneliti mencoba membagi cara atau prosedur penyelesaian sengketa ke dalam tiga pendekatan atau perspektif yaitu: (1) Penyelesaian melalui hukum, (2) Penyelesaian melalui Diplomasi (Politik), (3) Penyelesaian melalui Kekerasan (Militer). Ketiga macam pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penyelesaian Melalui Hukum

a. Arbitrase Internasional Publik

Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal lama dalam hukum internasional, namun demikian sampai sekarang belum ada batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase.14 Sarjana Amerika Latin

13

Ibid hlm 49 14

(43)

21

Podesta Costa dan Ruda mendeskripsikan badan ini sebagai berikut: Arbitration is the resolution of internasional dispute through the submission, by formal agreement of the parties, to the decision of a third party who would be one or several persons by means of contentious proceedings from which the result of the definitive judgment is derived 15. Yang berarti arbitrase adalah resolusi sengketa internasional hanya melalui penyampaian, dengan kesepakatan formal para pihak, dengan keputusan dari pihak ketiga yang akan menjadi salah satu atau beberapa orang dengan cara proses perdebatan dari mana hasil penilaian definitif berasal. Jadi dapat disimpulkan bahwa arbitrase internasional publik adalah suatu alternative penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk memutus sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.

Penyelesaian melalui arbitrase dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu penyelesaian oleh seorang arbitrator secara terlembaga (institutionalized) atau kepada suatu badan arbitrase ad hoc (sementara).16 Badan arbitrase terlembaga adalah badan arbitrase yang sudah berdiri sebelumnya dan memiliki hukum acaranya. Contoh badan arbitrase seperti ini yang terkenal adalah the Permanent Court of Arbitration (PCA) di Den Haag. Sedangkan badan arbitrase ad hoc ini sedikit banyak menimbulkan kesulitan dikemudian hari. Masalahnya adalah para pihak harus betul-betul memahami sifat arbitrase dan merumuskan sendiri hukum acaranya.

15

Podesta Costa and Ruda, Derecho International Public, Vol. 2hlm. 397 dikutip dalam Jose Sette-Camara, Methods of Obligatory Settlement of Disputes, dalam Bedjaoui (ed.), International Law :Achievesments and Prospects, UNESCO, 1991, hlm 526, dalam Adolf Huala, Op.Cit, hlm 39.

16

(44)

22

b. Peradilan Internasional

Salah satu alternatif penyelesaian sengketa secara hukum atau judicial settlement dalam hukum internasional adalah penyelesaian melalui badan peradilan internasional (world court atau international court). Dalam hukum internasional, penyelesaian secara hukum dewasa ini dapat ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga, yaitu Permanen Court of Internasional of Justice (PCIJ) atau Mahkamah Permanen Internasional, International Court of Justice (ICJ atau Mahkamah Internasional, the International Tribunal for the law of the Sea (Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal Court (ICC).17

PICJ merupakan pendahulu Mahkamah Internsional (ICJ) yang dibentuk berdasarkan pasal 14 Konvenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada tahun 1922. Badan LBB yang membantu berdirinya PCIJ adalah Dewam (Council) LBB. Dalam sidangnya pada awal 1920, Dewan menunjuk suatu Advisory Commite of Jurists untuk membuat laporan mengenai rencana pembentukan PCIJ. Komisi yang berkedudukan di Den Haag ini dipimpin oleh Baron Deschamps dari Belgia. Pada Bulan Agustus 1920, Deschamps mengeluarkan dan menyerahkan laporan mengenai rancangan pembentukan PCIJ kepada Dewan. Dalam pembahasan di Dewan, Rancangan tersebut mengalami perubaan. Rancangan tersebut pada akhirnya berhasil dirumuskan menjadi statuta yang menjadi dasar pendirian PCIJ pada tahun 1922.18

17

Adolf Huala, 2012.Op.Cit, hlm 58.

18

(45)

23

PCIJ bersidang terakhir kalinya pada bulan Oktober 1945. Siding ini memutuskan untuk mengambil semua tindakan yang perlu untuk mengalihkan arsip-arsip dan harta benda PCIJ kepada ICJ baru yang juga akan berkedudukan di Peace Palace (Istana Perdamaian) di Den Haag, Belanda. Sidang hakim PCIJ pertama kali berlangsung pada tanggal 5 Februari 1946 bersamaan waktunya ketika siding pertama Majelis Umum PBB berlangsung. Bulan April 1946, PCIJ secara resmi berakhir. Pada pertemuan pertama ICJ berhasil dipilih presiden pertama ICJ yaitu Hakim Querro yang juga adalah presiden terakhir PCIJ. Pertemuan juga memiloh anggota-anggota Registery yang kebanyakan berasal dari PCIJ dan mengadakan acara peresmiannya pada tanggal 18 April 1946.19

Yuridiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal yaitu: (1) Yuridiksi atas pokok sengketa yang diserahkan (contentious jurisdiction) merupakan

kewenangan untuk mengadili suatu sengketa antara dua negara atau lebih (2) Noncontetious jurisdiction atau yuridiksi untuk memberikan nasehat dan

pertimbangan (advisory) hukum kepada organ utama atau organ PBB lainnya.

2. Penyelesaian Melalui Diplomatik (Politik)

a. Negosiasi

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia.20 Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari melalui cara ini tanpa adanya publisitas atau perhatian publik. Alasan utamanya

19

Adolf Huala, 2012.Op.Cit, hlm 61.

20

(46)

24

adalah dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan kesepakatan atau konsensus para pihak. Cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh manakala para pihak bersengketa. Negosiasi dalam pelaksanaannya memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multiteral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konfrensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.21

Cara ini dapat pula digunakan untuk menyelesaikan setiap bentuk sengketa, apakah itu sengketa ekonomi, politik, hukum, sengketa wilayah, keluarga, suku, dan lain-lain. Bahkan, apabila para pihak telah menyerahkan sengketanya kepada suatu badan peradilan tertentu, proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini masih dimungkinkan untuk dilaksanakan.22 Kelemahan utama penggunaan cara ini dalam menyelesaikan sengketa adalah: pertama, manakala kedudukan para pihak tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, sedang pihak yang lain lemah. Dalam keadaan ini, pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya. Hal ini acap kali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka.23Kedua, bahwa proses berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan memakan waktu lama. Hal ini terutama dikarenakan permasalahan antarnegara yang timbul, khususnya masalah yang berkaitan dengan ekonomi internasional. Selain itu, jarang sekali adanya persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk

21

Adolf Huala, op.cit., 2012, hlm 19.

22

Ibid.

23

(47)

25

menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi.24 Ketiga, manakala suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi menjadi tidak produktif.25

b. Pencarian Fakta

Suatu sengketa kadangkala mempersoalkan konflik para pihak mengenai suatu fakta. Meskipun suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, namun acapkali permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak terhadap fakta yang menentukan hak dan kewajiban tersebut. Penyelesaian sengketa demikian, karenanya bergantung para penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati.26

Oleh sebab itu, pemastian kedudukan fakta yang sebenarnya dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian para pihak dapat memperkecil masalah sengketanya dengan menyelesaikannnya melalui metode pencarian fakta yang menimbulkan persengketaan. Karena para pihak pada intinya mempersengketakan perbedaan mengenai fakta maka untuk meluruskan perbedaan tersebut, campur tangan pihak lain dirasakan perlu untuk menyelidiki kedudukan fakta yang sebenarnya. Biasanya para pihak tidak meminta pengadilan tetapi meminta pihak ketiga yang sifatnya kurang formal. Cara inilah yang disebut dengan pencarian fakta (inquiry atau fact-finding).27

24

Ibid.

25

Ibid.

26

Ibid, hlm 20

27

(48)

26

Cara penggunaan pencarian fakta ini biasanya ditempuh manakala cara konsultasi atau negosiasi telah dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Dengan cara ini, pihak ketiga akan berupaya melihat suatu permasalahan dari semua sudut guna memberikan penjelasan mengenai kedudukan masing-masing pihak. Cara ini telah dikenal dalam prakatik kenegaraan. Di samping itu, organisasi-organisasi internasional juga telah memanfaatkan cara penyelesaian sengketa melalui pencarian fakta ini. Negara-negara juga telah membentuk badan-badan penyelidik baik yang sifatnya ad hoc ataupun terlembaga. Pasal 50 Statuta Mahkamah Internasional misalnya mengatakan bahwa Mahkamah dapat: ... entrust any individual body, bureau, commissions or other organization that it may select, with the task of carrying out an inquiry or giving an expert opinion. Yang berarti mempercayakan setiap tubuh individu, biro, komisi atau organisasi lainnya yang dapat memilih, dengan tugas melaksanakan penyelidikan atau memberikan pendapat ahli.

c. Jasa-Jasa Baik

Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Jadi, fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi.28 Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa ada dua macam, yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga itu sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa. Dalam

28

(49)

27

kedua cara tersebut, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak. Jasa-jasa baik sudah dikenal dalam praktik kenegaraan. Dalam perjanjian internasioanal pun penggunaan cara ini tidak terlalu asing. Di samping negara sebagi subjek hukum ekonomi internasional, jasa-jasa baik juga telah dikenal dalam praktik penyelesaian antara pihak-pihak swasta.29

d. Mediasi

Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut disebut mediator. Ia bisa negara, organisasi internasional (misalnya PBB) atau individu (politikus, ahli hukum, atau ilmuan). Ia ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia denga kepastiannya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.30

Pasal 3 dan 4 the Hague Convention on the Peaceful Settlement of Disputes (1907) menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa dirugikan). Tugas utama mediator dalam upayanya menyelesaikan suatu sengketa adalah mencari suatu kompromi yang diterima para pihak. 31 Seperti halnya dalam negosiasi, tidak ada prosedur khusus yang harus ditempuh dalam proses mediasi. Para pihak bebas menentukan prosedurnya. Yang penting adalah kesepakatan para pihak, mulai dari proses pemilihan mediator, cara mediasi, diterima atau tidaknya usulan-usulan yang diberikan oleh mediator, sampai pada berakhirnya

29

Ibid, hlm 21.

30

W.Poeggel and E. Oeser, op.cit., hlm 515, dalam Ibid, hlm 22

31

(50)

28

tugas mediator.32 Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator masih dapat melanjutkan fungsi mediasinya dengan membuat usulan-usulan baru. Karena itu, salah satu fungsi utama mediator adalah mencari berbagai solusi (penyelesaian), mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa.

e. Konsiliasi

Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi ini disebut dengan komisi konsiliasi. Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri atas dua tahap, yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Pertama, sengketa (yang diuraikan secara tertulis) diserahkan kepada badan konsiliasi. Kemudian badan ini akan mendengarkan keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat hadir pada tahap pendengaran tersebut, tetapi bisa juga diwakili oleh kuasanya. Berdasarkan fakta-fakta yang diperolehnya, konsiliator atau badan konsiliasi akan menyerahkan laporannya kepada para pihak disertai dengan kesimpulan, dan usulan-usulan penyelesaian sengketanya. Sekali lagi, usulan ini sifatnya tidaklah mengikat. Karena diterima tidaknya usulan tersebut bergantung sepenuhnya kepada para pihak.33

32

Adolf Huala, op.cit., 2012, hlm 22. 33

(51)

29

3. Penyelesaian Melalui Kekerasan (Militer)

a. Perang (War)

Ada beberapa karakteristik sengketa dan ada beberapa cara dalam mengelolanya, yang jelas semuanya bisa dilakukan dengan jalan damai. Akan tetapi disamping upaya-upaya yang dilakukan dengan cara-cara damai, terdapat juga cara penyelesaian konflik dalam sistem internasional itu dengan cara-cara tindakan kekerasan (pemaksaan)34. Sengketa yang menjadi konflik kemudian mengarah kepada pemakaian kekerasan bermula dari berbagai hal, seperti pertentangan tuntutan masalah, sikap bermusuhan, serta jenis tindakan militer dan diplomatik tertentu. Dan hal tersebut pada umumnya terjadi karena pertentangan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, misalnya seperti perluasan atau mempertahankan wilayah territorial, kemanan, semangat, jalur kemudahan menuju kea rah daerah pemasaran, prestise, persekutuan, revolusi dunia, penggulingan pemerintah negara yang tidak bersahabat, dan sebagainya.35

Negara-negara akan menggunakan metode pemaksaan tanpa kekerasan, qapabila prosedur secara damai tidak dapat menyelesaikan persoalan atau konflik-konflik tertentu. Ada beberapa tindakan yang termasuk kategori pemaksaan tadi yaitu: (1) Pemanggilan Diplomat; (2) Pengusiran Diplomat negara lain; (3) Penolakan untuk memberikan pengakuan; (4) Pemutusan pengakuan hubungan diplomatik; dan (5) Penundaan Pelaksanaan Perjanjian.

34

P. Anthonius Sitepu,2011. Studi Hubungan Internasional, Bandung, PT. Remaja, Rosdakarya, hlm 361.

35

(52)

30

Di samping cara penyelesaian dengan menggunakan paksa (Coersives) dalam hubungan antarnegara bangsa, ternyata dalam politik hubungan antarnegara tersebut dijumpai pula beberapa mode atau pendekatan dalam penyelesaian konflik atupun sengketa internasional dengan cara kekerasan (penyelesaian konflik tidak secara damai) yang kemudian dibagi menjadi tujuh macam yaitu: (1) Perang; (2) Tindakan Bersenjata Bukan Perang; (3) Retorsi; (4) Reprisal; (5) Blokade Damai; (6) Embargo: dan (7) Intervensi. 36

Sebagai titik akhir dari penyelesaian pertikaian atau sengketa dalam politik internasional (sistem internasional) disebabkan tidak dijumpainya suatu penyelenggaraan dalam penyelesaian dengan cara atau metode hukum ataupun cara-cara damai lainnya, maka ditempuhlah jalan dengan penggunaan tindakan secara-cara kekerasan yaitu dalam rupa peperangan. Perang dalam konteks ini dianggap sebagai prosedur untuk memaksa pihak musuh dan merupakan alasan paling akhir (pamungkas) dalam politik internasional. Perang, merupakan cara yang khas untuk mengakhiri konflik dan bukan sebagai kategori konflik itu sendiri.37

Menurut Clausewitz yang merupakan seorang ahli perang, perang digunakan untuk memaksakan kehendak negara berdaulat dan kuat terhadap negara lainnya dengan mengalahkan kapasitas militer negara yang berusaha menentangnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak diperlukan penghancuran, pendudukan atau pemaksaan penerapan lembaga social terhadap masyarakat negara yang dikalahkan.

36

P. Anthonius Sitepu,2011,op.cit, hlm 362.

37

(53)

31

Karena inti perang disini adalah mengalahkan bukan menghancurkan musuh. Perang bertujuan untuk mengalahkan negara lawan, sehingga negara yang kalah tidak mempunyai pilihan lain, kecuali menerima syarat-syarat penyelesaian (terms of settlement) yang ditentukan oleh negara pemenang perang. 38

b. Tindakan Bersenjata Bukan Perang

Tindakan bersenjata bukan dengan perang berarti penggunaan kekerasan senjata, akan tetapi belum sampai kategori perang. Tindakan ini sering disebut sebagai perang pendek atau tindakan kekerasan yang terbatas. Tindakan semacam ini termasuk sebagai upaya help-self atau pembelaan diri. Upaya ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa, agar negara diarahkan ke sana demi tercapainya suatu kedamaian.39

c. Retorsi

Retorsi merupakan tindakan yang tidak bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara trehadap negara lain yang telah terlebih dahulu melakukan beberapa tindakan yang tidak bersahabat. Retorsi merupakan tindakan pembalasan terhadap negara lain yang telah melakukan suatu tindakan (perbuatan) yang tidak sopan atau tidak adil. Dan pada umumnya retorsi dianggap sebagai tindakan yang sama dengan tindakan yang dilakukan oleh negara yang dikenai retorsi. Misalnya, deportasi dibalas dengan deportasi atau pernyataan persona nongrata dibalas dengan persona nongrata

38

Starkeq, 1984, hlm 494 ; K.J Hosti,1987, hlm 82 dalam P. Anthonius Sitepu,2011,op.cit., hlm 363.

39

(54)

32

pula . ada beberapa wujud dari tindakan retorsi yaitu: (1) Pemutusan hubungan diplomatik; (2) Pencabutan hak-hak istimewa diplomatik; (3) Penarikan konsesi pajak/tarif; (4) Penghentian bantuan ekonomi. 40

d. Reprisal

Tindakan yang berupa reprisal pada awalnya adalah upaya pembalasan guna menjamin diperoleh suatu ganti rugi atau terbatas pada penahanan harta benda atau orang. Sekarang ini suatu tindakan reprisal dapat diartikan sebagai upaya pemaksaan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul sebagai akibat negara yang dikenai reprisal, telah melakukan tindakan yang illegal atau tindakan yang tidak bisa dibenarkan.41 Dengan memperhatikan makna dasar dari tindakan reprisal, maka sebenarnya hal yang dilakukan dalam tindakan ini merupakan tindakan yang mengarah ke permusuhan yang dilakukan oleh suatu negara kepada negara lain. Namun hal tersebut dapat menjadi upaya bagi suatu negara untuk menghentikan tindakan illegal yang dilakukan negara lain. Tindakan reprisal termasuk tindakan yang melibatkan kekerasan maka seringkali validitasnya diragukan. 42Reprisal itu sendiri adalah tindakan illegal, akan tetapi diperbolehkan sebagai upaya melawan tindakan illegal. Tindakan reprisal meliputi tindakan pemboikotan dan embargo.

40

Tsani,1990,199 dalam P. Anthonius Sitepu,2011,op.cit, hlm 364.

41

Ibid.

42

(55)

33

D . Problematika Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Negara

Ada beberapa alasan mengapa beberapa cara penyelesaian sengketa tidak menjadi pilihan utama para negara yang bersengketa untuk dilaksanakan, jika ditelaah tentunya ada faktor-faktor yang menyebabkan negara yang bersengketa menghindari cara penyelesaian sengketa yang dirasa tidak efektif dan efesien. Melihat hal tersebut, peneliti mencoba mengungkapkan problematika yang ada pada setiap pilihan cara penyelesaian sengketa yang telah diuraikan sebelumnya.

1. Problematika Penyelesaian Melalui Hukum

Peranan hukum internasional dalam mengatur cara-cara penyelesaian sengketa secara damai ini secara formal pertama kali lahir sejak diselenggarakannya the Hague Conference (Konferensi Perdamaian Den Haag) tahun 1899 dan 1907. Konferensi perdamaian ini menghasilkan the Convention on the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1907. Konferensi Perdamaian Den Haag yang penting ini bermula dari inisiatif Tsar Rusia Nicholas II pada tahun 1898. Beliau mengusulkan perlunya diselenggarakan suatu ko

Gambar

Tabel 1 Perspektif Balance Power
Tabel 2 Daftar Informan
Tabel 3 Daftar Dokumen
Tabel 4 Daftar Karya Ilmiah

Referensi

Dokumen terkait

yurisprudensi masa lampau atau jalan kebenaran menuju kesadaran Eso Terrys Ihwal status penghambaan (ubudiyah) dihadapan Tuhan, tetapi juga dengan tugas- tugas masa

4. Simpan file tersebut. Agar file dapat terbaca oleh file video “Insidious Chapter 2.mkv”, file yang kita buat di notepad disimpan dengan format extension“.srt”,

Hubungan antara rentenir dengan nasabah juga merupakan hubungan timbal balik yang saling memberi keuntungan, bunga yang ditetapkan akan memberi keuntungan pada

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Rancang

Maamun atas kasus penyuapan pengalihan fungsikan hutan menjadi lahan dan Rusli Zainal yang menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha pemanfaatan hutan. Lalu pada

Secara khusus, pengalaman praktikan dalam menjadi pendidik/guru kelas telah memberikan gambaran pada praktikan mengenai cara-cara menjadi guru yang benar dan sesuai

Kemampuan khusus yang dimiliki pembatik profesional diantaranya adalah sebagai berikut, kecuali .... Mampu mencanting yang baik

Tidak selalu musik yang berkembang disuatu daerah merupakan produk atau kreasi dari masyarakatnya akan tetapi bisa saja mengadopsi pengaruh dari luar secara utuh