• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di Sekolah Menengah Pertama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di Sekolah Menengah Pertama"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di MTs DAARUL HIKMAH Pamulang)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh:

Arief Rahman Akbar

NIM: 108017000049

JURUSAN

PENDIDIKAN

MATEMATIKA

FAKULTAS

ILMU

TARBIYAH

DAN

KEGURUAN

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI

(UIN)

SYARIF

HIDAYATULLAH

(2)

CIRC l)alam

Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematikr

di

Sekolrh Menengeh Pertama disusun oleh Arief Rahman

Akbar, Nomor Induk

Mahasiswa 108017fiXXM9, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Telah melalui bimbrngan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh faloiltas.

Jal<art4 l2Mei20l4

Yang Mengesahkan,

r[rP. 19690924 199903 2 003 Nrr. t97905012tXK04 2 004

(3)

di

Sekolah Menengah Pertama" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah

dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 27 Jvri 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak mernperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan maternatika.

Jakarta, 11 September 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

pr.

Kadir.

M.pd

.t.t./.llp./.*y.t1....

NrP. 19670812 199402 1 001

Sekertaris (Sekertaris Jurusan)

Abdul Muin. M.Pd

NrP. 197s1201 200604 1 003

Penguji I

Lia Kurniawati. M.Pd

NrP. 19760s21 200801 2 008

Penguji II

Maifalinda Fatra. M.Pd NrP. 19700s28 199603 2 002

It

1"91tstq

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 1\

-

q-

wq

Is:

?..-?*(1.

.
(4)

MENYATAKAN DENGAN SEST]NGGUHNYA

Bahwa skripsi yang

berjudul Penerapan

Model

Pembelajaran

Kooperatif

Tipe CIRC

dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesikan Soal Cerita Matematika

di

Sekolah Menengah Pertama adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

NIM

Jurusan Angkatan Alamat

l.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

2. Nama

NIP

Dosen Jurusan

108017000049

Pendidikan Matematika 2008

Jl.H. Syaip No.97, Rt.04/0 1, Kel.Gandaria Selatan, Kec.Cilandak, Jakarta Selatan

Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom

19690924 199903 2 003 Pendidikan Matematika Dr. Gelar Dwirahayu, M. Pd

tg7go60t 20p604 2 oo4

Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

(5)

i

Sekolah Menengah Pertama (Penelitian Tindakan Kelas Di MTs DAARUL HIKMAH Pamulang).

Kata Kunci: Model Kooperatif Tipe CIRC, Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya dan proses untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika, respon positif, dan aktifitas belajar siswa melalui penerapan model CIRC pada pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama. Penelitian dilakukan di MTs DAARUL HIKMAH Pamulang pada siswa kelas VIII tahun ajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah Peneltian Tindakan Kelas yang dilakukan selama dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII-H yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 4 orang siswa dan 24 orang siswi.

Instrumen yang digunakan berupa instrumen tes dan instrumen nontes. Instrumen tes berupa tes tertulis untuk mengukur kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika berbentuk soal uraian. Instrumen nontes berupa angket dan lembar obervasi. Lembar observasi yang digunakan yaitu lembar observasi aktifitas siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis prosentase rata – rata. Berdasarkan analisis terhadap hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematik siswa pada siklus I dan siklus II, diperoleh hasil rata – rata pada siklus I sebesar 70,06 dan pada siklus II sebesar 77,19. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita dari siklus I ke siklus II. Persentase respon positif siswa pada siklus I sebesar 64,29% dan pada siklus II juga sebesar 82,14%. Persentase aktifitas belajar siswa pada siklus I sebesar 61,89% dan pada siklus II sebesar 77,91%. Dengan demikian, penerapan model CIRC pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa serta meningkatan respon dan aktifitas belajar siswa.

ARIEF RAHMAN AKBAR (108017000049)

(6)

ii

Students Ability to Solve Math Problem in Context at Junior High School (Classroom Action Research at DAARUL HIKMAH’s Junior High School of Pamulang)

Key words: Cooperative Learning Model CIRC Type, Students Ability to Solve Math Problem in Context

This research has destinity to know how about work and process for enhancing of student students ability to solve math problem in context, student positive response, and student learning activity by implementating of CIRC in mathematic learning at junior high school. The research was carried out to freshman of learning year 2012/2013 at DAARUL HIKMAH’s Junior High School of Pamulang. Method of this research is classroom action research which carried out for two siklus. Subject of this research is student of VIII-H’s class who consist of 4 male students and 24 female students. Instruments of this research consist of test instrument and nontest instrument. Test instrument is test of student resolving ability mathematical story problem which form explanation test. Nontest instrument consist of quotionaire and observation sheet. Observation sheet consist of student learning activity observation sheet and teacher activity observation sheet. Technic of data analysis was used is average percentage analysis. Based on result of students ability to solve math problem in context test at first siklus and second siklus, was gotten average is 70,06 at first siklus and 77,19 at second siklus. This things was given information that happened enhancing of resolving ability story problem from first siklus to second siklus. Percentage of student positive response at first siklus is 64,29% and also 82,14% at second siklus. Percentage of student learning activity at first siklus is 61,89% and 77,91% at second siklus. Therefore, implementating of CIRC model in mathematic can increase students ability to solve math problem in context, positive response, and learning activity of student.

(7)

iii

segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D., Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Mu’in, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom, Dosen Pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran, motivasi serta saran dalam membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang sangat sabar dan tekun dalam memberikan arahan, waktu, saran serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

(8)

iv

mendoakan, menyayangi, dan memberikan semangat moril maupun materil pada peneliti. Saudari-saudariku kakak Fitri Astuti serta adikku adinda Ahla Amani yang selalu memberikan senyum dan canda semangat pada peneliti dalam keseharian.

10.Keluarga Bapak H. Moh. Zein dan Ibu Hj. Dr. Faridah yang telah memberikan dukungan, mendoakan, serta mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

11.Kawan, Sahabat, serta teman-temanku yang selalu memberikan motivasi dan saran, Tumanggor, Ikmal, Saeful, Firman, Faozan, Maspupah, Eka, Suryo, Shidik, Aulia, Tomi, Fery dan Doni yang sudah membantu menghilangkan stres, panik dan kesulitan selama proses penyusunan skripsi. Serta kepada semua kawan-kawan yang tidak disebutkan disini.

12.Almamater PMTK 2008 kelas B yang selalu mencerahkan disetiap kepenatan dalam perkuliahan, serta tidak lupa teman – teman dari kelas A yang semuanya telah membuat memori indah pada masa-masa kuliah.

13.Seluruh guru dan rekan kerja SMA DHARMA KARYA yang mendoakan serta memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Skripsi ini masih dirasakan dan ditemui berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima. Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat bagi siapa yang membaca. Amin.

Jakarta, 28 April 2014 Penulis

(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Fokus Masalah ... 7

D. Peumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN LAN DASAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Kajian Teori ... 9

1. Pembelajaran Matematika ... 9

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Pembelajaran Matematika ... 12

a. Model CIRC ... 15

b. Kelebihan dan Kelemahan CIRC ... 18

3. Soal Cerita Matematika ... 19

4. Penelitian yang Relevan ... 23

B. Landasan Konseptual Intervensi Tindakan ... 24

C. Hipotesis Tindakan... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

(10)

vi

G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 33

H. Data dan Sumber Data ... 34

I. Instrumen Pengumpul Data ... 34

J. Teknik Pengumpulan Data ... 36

K. Teknik Pemeriksaan Ketepercayaan (Trustworthiness) ... 37

L. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 41

M. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 44

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan ... 45

1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 45

2. Penelitian Pendahuluan ... 45

B. Penelitian Siklus I ... 47

a. Tahap Perencanaan ... 47

b. Tahap Pelaksanaan ... 47

c. Tahap Observasi dan Analisis ... 57

d. Tahap Refleksi ... 63

C. Penelitian Siklus II ... 65

a. Tahap Perencanaan ... 65

b. Tahap Pelaksanaan ... 66

c. Tahap Observasi dan Analisis ... 72

d. Tahap Refleksi ... 78

D. Interpretasi Hasil Analisis ... 80

E. Pemeriksaaan Keabsahan Data ... 84

F. Hasil Temuan Penelitian ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(11)

vii

Tabel 3.1 Tingkat Keberhasilan Belajar Mengajar ... 34

Tabel 3.2 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 40

Tabel 3.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal ... 41

Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Sebelum Penelitian ... 46

Tabel 4.2 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 47

Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I ... 58

Tabel 4.4 Hasil Angket Respon Siswa Pada Siklus I ... 60

Tabel 4.5 Hasil Tes Soal Cerita Matematika Siklus I ... 60

Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I ... 61

Tabel 4.7 Presentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siklus I ... 62

Tabel 4.8 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II ... 73

Tabel 4.9 Hasil Angket Respon Siswa pada Siklus II ... 75

Tabel 4.10 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Tes Formatif Akhir Siklus II . 75 Tabel 4.11 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II ... 75

Tabel 4.12 Presentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siklus II ... 77

Tabel 4.13 Presentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II ... 80

Tabel 4.14 Peningkatan Hasil Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa ... 82

(12)

viii

Gambar 3.1 Desain PTK Menurut Kemmis dan TaggarT... ... 29

Gambar 4.1 Siswa Masih Terlihat Menyalin Jawaban Siswa Lain ... 49

Gambar 4.2 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Nomor 1 ... 51

Gambar 4.3 Kegiatan Siswa Mempersentasikan Jawaban Kelompok ... 54

Gambar 4.4 Kegiatan Siswa Saat Presentasi di Depan Kelas ... 55

Gambar 4.5 Kondisi Siswa Saat Mengerjakan Tes Akhir Siklus I ... 57

Gambar 4.6 Grafik Histogram dan Polygon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus I ... 61

Gambar 4.7 Siswa Terlihat Antusias Ketika Mengerjakan Lembar Kerja Kelompok ... 67

Gambar 4.8 Perbandingan Penyelesaian Soal Salah Satu Kelompok ... 69

Gambar 4.9 Aktivitas Siswa Ketika Berdiskusi ... 70

Gambar 4.10 Peneliti Ketika Mengawasi Aktivitas Diskusi di Kelas ... 71

Gambar 4.11 Grafik Histogram dan Polygon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus II ... 76

Gambar 4.12 Persentase Respon Siswa Siklus I dan Siklus II ... 82

(13)

ix

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ... 97

Lampiran 3 Kisi-kisi UjiCoba Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siklus I dan Siklus II ... 127

Lampiran 4 Soal Uji Instrumen Tes Siklus I ... 129

Lampiran 5 Soal Uji Instrumen Tes Siklus II ... 130

Lampiran 6 Pedoman Penskoran Instrumen Tes ... 132

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas Tes Siklus I ... 133

Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas Tes Siklus I ... 134

Lampiran 9 Uji Tingkat Kesukaran Tes Siklus I ... 136

Lampiran 10 Uji Daya Beda Tes Siklus I ... 137

Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Tes Siklus II ... 138

Lampiran 12 Hasil Uji Reliabilitas Tes Siklus II ... 140

Lampiran 13 Uji Tingkat Kesukaran Tes Siklus II ... 142

Lampiran 14 Uji Daya Beda Tes Siklus II ... 143

Lampiran 15 Kunci Jawaban Soal Tes Siklus I Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 145

Lampiran 16 Kunci Jawaban Soal Tes Siklus II Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 148

Lampiran 17 Hasil Wawancara (Pra Penelitian) ... 151

Lampiran 18 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 153

(14)

x

Lampiran 23 Kisi-kisi Instrumen Angket Siswa ... 162

Lampiran 24 Hasil Angket Respon Siswa Siklus I dan Siklus II ... 163

Lampiran 25 Lembar Wawancara Siswa Setelah Siklus I dan Siklus II ... 165

Lampiran 26 Hasil Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siklus I ... 169

Lampiran 27 Skor Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siklus I ... 170

Lampiran 28 Hasil Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siklus II .... 172

(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti saat ini, ilmu pengetahuan serta sains dan teknologi menjadi sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia. Seperti banyak diungkapkan bahwa apabila suatu negara ingin diakui dunia maka negara tersebut harus memiliki kualitas baik dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Oleh karena itu, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi mempunyai peranan yang penting dalam kemajuan peradaban suatu bangsa.

Matematika merupakan salah satu bagian yang terpenting dan mempunyai peran yang sangat besar dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Selain itu, hampir semua kegiatan manusia sehari-hari terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, melibatkan matematika di dalamnya. Menyadari akan peran pentingnya matematika dalam kehidupan, maka matematika selayaknya merupakan kebutuhan. Untuk itu, pembelajaran matematika merupakan salah satu aspek penting di dalam pendidikan. Dengan adanya pendidikan matematika disekolah diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik agar menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan lain.

(16)

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik, Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.1 Sebagaimana konsep pembelajaran yang telah diungkapkan, maka dapat dikatakan bahwa di dalam proses pembelajaran terdapat interaksi antara peserta didik, pendidik serta dengan melibatkan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Yang dimaksud unsur-unsur yang dapat mempengaruhi ini adalah strategi, pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru di dalam kegiatan pembelajaran.

Dewasa ini, yang terlihat bahwa sebagian besar pola pembelajaran di Indonesia masih bersifat transmisif, guru mentransfer konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Soejadi menyatakan bahwa dalam kurikulum sekolah di Indonesia terutama pada mata pelajaran eksak (matematika, fisika, kimia) dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran sebagai berikut.2

Gambar 1.1

Urutan Sajian Pembelajaran

Hal ini masih jauh dari konsep pembelajaran yang telah dikemukakan sebelumnya.

1

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h.7.

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.18.

Langkah 3: Diberikan latihan

soal-soal

Langkah 2: Diberikan contoh-contoh

Langkah 1: Diajarkan teori/teorema/

(17)

Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, model, metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.3 Dalam pembelajaran matematika siswa dibawa ke arah mengamati, menebak, berbuat, mencoba, mampu menjawab pertanyaan mengapa, dan kalau mungkin berdebat. Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.

Proses dalam pembelajaran matematika mengharapkan siswa mampu memahami obyek belajar matematika yang berarti siswa dapat memahami setiap persoalan dalam matematika dan penyelesainnya tidak hanya dengan satu syarat kemampuan tetapi harus dengan beberapa kemampuan yaitu mengerti akan konsep, prinsip sebelumnya, dan sekaligus memahami persoalan yang ada. Berdasarkan buku-buku penunjang pelajaran matematika yang mengacu pada kurikulum saat ini, banyak dijumpai soal-soal yang berbentuk soal cerita pada beberapa materi pokok bahasan. Dimana banyak hal dalam kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya di dalam materi pokok matematika. Untuk memudahkan siswa menguasai dan memahami penyelesaian soal matematika, khususnya soal matematika bentuk cerita maka siswa haruslah menguasai aturan-aturan dan rumus, selain itu perlu disertai banyaknya intensitas latihan mengerjakan soal karena apabila tidak disertai dengan latihan maka siswa akan sulit dalam mencapai keberhasilan belajar.

Memecahkan persoalan yang berbentuk cerita berarti menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara teoritis untuk menyelesaikan persoalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita pada kehidupan sehari-hari lebih ditekankan pada penajaman intelektual anak sesuai dengan kenyataan yang mereka hadapi dan sesuai dengan konteks apa yang mampu nalar mereka capai. Namun kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal cerita, kurang mampu memisalkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa menghubungkan secara

3

(18)

fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2011 tentang prestasi belajar matematika dan sains menunjukan bahwa peringkat Indonesia masih jauh di bawah negara lain, Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 42 negara.4 Sedangkan dari penilaian yang dilakukan oleh PISA di bidang matematika pada tahun 2009, Indonesia masih berada pada peringkat 5 terbawah yakni peringkat ke-61 dari 65 negara.5 Hal tersebut dijadikan acuan masalah karna menurut Sri dan Rumiati (2011):

“Silabus yang disusun pada umumnya menyajikan instrumen penilaian hasil belajar yang substansinya kurang dikaitkan dengan konteks kehidupan yang dihadapi siswa dan kurang memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses berpikir dan berargumentasi. Keadaan itu tidak sejalan dengan karakteristik dari soal-soal pada TIMSS dan PISA yang substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya.”6

Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Eka Dwi Tilarsih (2006) menyatakan bahwa kesulitan dalam memahami soal cerita yang paling banyak disebabkan karena mereka kurang mengetahui atau kurang memahami apa yang ada dalam soal. Kesulitan dalam memahami isi atau maksud soal yaitu kesulitan dalam menentukan unsur-unsur apa yang diketahui, hubungan antar unsur-unsur tersebut dan menentukan apa yang ditanyakan. Hal itu terlihat dalam presentase beberapa aspek yang ada yaitu dari aspek ingatan sebesar 7%, sedangkan dari aspek pemahaman sebesar 50% dan yang terakhir pada aspek aplikasi sebesar

43%.7

Berdasarkan presentase di atas, penyebab terbesar kesulitan memecahkan masalah soal cerita yaitu ada pada aspek pemahaman. Hal ini dimaksudkan bahwa

4

TIMSS, ( http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf diakses tanggal 29 Januari 2013, 12 : 58

5

Kompasiana, ( http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/30/indonesia-peringkat-10-besar-terbawah-dari-65-negara-peserta-pisa/) diakses tanggal 14 Juli 2012 pkl. 17 : 25

6

Sri Wardhani dan Rumiati, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS, Kemendiknas (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan PPPPTK Matematika, 2011), h.2

7Azizah, ”Pengaruh

(19)

salah satu kesulitan siswa tersebut terletak pada cara mereka membaca dan cenderung tidak paham akan kalimat matematika atau lemahnya kemampuan membaca secara umum dan kemampuan membaca secara khusus, apalagi matematika adalah ilmu yang bahasanya syarat oleh simbol dan istilah.

Rendahnya kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa membuat rendahnya hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan hasil observasi langsung di MTs. DAARUL HIKMAH Pamulang Barat kelas VIII, dari satu kelas yang dijadikan sampel diperoleh nilai rata-rata ulangan matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel adalah sebesar 50.18 dan dengan indikator keberhasilan yang diharapkan peneliti sebesar 70. Sehingga dapat dikatakan rata-rata kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di sekolah tersebut menyebutkan bahwa minat siswa terhadap pelajaran matematika masih rendah, dan pemahaman siswa terhadap soal cerita matematika juga masih rendah, siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan.

Kenyataan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal cerita. Sebagian besar siswa kurang terampil dalam menyelesaikan soal yang berbentuk soal cerita. Beberapa faktor penyebab kurang terampilnya siswa dalam menyelesaikan soal yaitu siswa mengalami kesulitan ketika mengkonstruksikan soal ke dalam model matematika dan menggunakan rumus yang sesuai.

(20)

terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika, dan terjadinya interaksi dalam kelompok yang dapat melatih siswa untuk menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Ada banyak model pembelajaran cooperative dalam pembelajaran matematika yang memenuhi ciri pembelajaran efektif. Salah satu diantaranya adalah model koperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yang dapat membantu siswa untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita. Sehingga dengan model pembelajaran tersebut siswa mampu dan terampil menyelesaikan masalah dalam soal cerita dengan langkah-langkah yang tepat. CIRC merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar secara berkelompok dan guru memberikan materi untuk dipahami siswa, kemudian siswa menyusun kembali pemahaman materi yang sudah didiskusikan dengan kelompoknya kemudian dituangkan dalam kalimat sendiri.

Melalui metode ini, suasana belajar yang ditimbulkan akan lebih terasa menyenangkan karena siswa belajar dan saling bertukar pikiran dengan temannya sendiri. Selain dapat meningkatkan kemampuan siswa secara individu, juga melatih dalam bekerjasama dalam kelompok yang pada akhirnya memacu peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penelitian tentang “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam

Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa di

Sekolah Menengah Pertama” ini dilakukan dengan maksud: (1) meneliti apakah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. (2) mengetahui bagaimana respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut :

1. Pembelajaran masih berpusat pada guru.

(21)

3. Siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

4. Hasil belajar matematika berupa pemahaman konsep siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika rendah disebabkan oleh banyak faktor,

diantaranya adalah strategi pembelajaran yang digunakan belum tepat.

C. Pembatasan Fokus Masalah

Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka diberikan batasan sebagai berikut :

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. CIRC merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dikhususkan pada pemberian topik ataupun tugas dalam pembelajaran kelompok. Metode ini menempatkan tim dalam kerja sama antara satu dengan lainnya untuk mempelajari sebuah topik di kelas.

2. Kemampuan siswa yang diukur pada materi bangun ruang sisi datar kelas VIII SMP semester 2 adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita:

a. Kemampuan siswa yang dimaksud adalah kesanggupan siswa membuat model matematika dalam mengubah soal cerita matematika menjadi kalimat matematika.

b. Soal cerita yang dimaksud adalah soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari masalah riil atau pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep.

D. Perumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah, bahwa perlu adanya peningkatan pemahaman menyelesaikan soal cerita siswa. Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

(22)

2. Bagaimana proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa?

3. Bagaimana respon dan tingkat aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa dalam pembelajaran yang menggunakan model CIRC. 2. Mengetahui bagaimana proses pembelajaran dengan CIRC dalam

meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. 3. Mengetahui apakah respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

model CIRC.

4. Mengetahui tingkat aktivitas siswa di dalam pembelajaran matematika dengan model CIRC.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa; menerapkan suasana belajar yang berbeda melalui pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan memberikan motivasi untuk memecahkan masalah dengan suasana belajar yang lebih menyenangkan, aktif dan terbuka.

2. Bagi guru; memberikan referensi model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sebagai alternatif model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah.

3. Bagi sekolah; dapat memberikan pembinaan kepada guru-guru untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif yang bervariasi.

4. Bagi peneliti; menjadi referensi untuk menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kemampuan

(23)

9

A.

Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Arti kata matematika dikenal dalam berbagai bahasa dengan kata

mathematics (Bahasa Inggris); mathematik (Bahasa Jerman); mathematique

(Bahasa Perancis); matematico (Bahasa Italia); matematiceski (Bahasa Rusia); dan

mathematick Bahasa Belanda). Istilah matematika yang dinyatakan dalam berbagai ungkapan tersebut berasal dari Bahasa Yunani yaitu mathematike, yang mengandung pengertian hal-hal yang berhubungan dengan belajar (relating to learning). Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu. Kata ini pun berhubungan erat dengan kata lain, yaitu mathanein yang maknanya adalah belajar (learning).1

Matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Hal itu dimulai dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan (undefined terms, basic terms, primitive terms), kemudian pada unsur yang didefinisikan, ke aksioma/ postulat, dan akhirnya pada teorema (Ruseffendi, 1980:50).2 Konsep-konsep dalam matematika tersusun secara struktural, hierarkis, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang kompleks.

Menurut Russel matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal tersusun baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) dari bilangan bulat ke bilangan pecahan, bilangan riil ke

1

Suhenda, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.7.4.

2

(24)

bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral dan menuju matematika ke yang lebih tinggi.3

Sedangkan Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.4

Sehingga dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa matematika adalah ilmu di dalam suatu studi pembelajaran yang mengkaji konsep-konsep yang ada di dalamnya baik yang bersifat konstruktif dan kompleks dengan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis. Jika kita menilik arti dari kata matematika tersebut secara harafiah, maka dapat dikatakan bahwa pengertian matematika itu sendiri bergantung pada cara pandang orang yang melaksanakannya. Hal tersebut juga bergantung pada bagaimana orang tersebut memandang dan memanfaatkan matematika dalam kehidupannya. Karena setiap orang dalam kehidupannya akan terlibat dengan matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin seperti proses berhitung sampai pada bentuknya yang kompleks seperti proses analisis pemecahan suatu masalah.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang di pelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika, yang sesuai dengan :5

1. topik yang sedang dibicarakan,

2. tingkat perkembangan intelektual peserta didik, 3. prinsip dan teori belajar,

3

Hamzah B. Uno, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran:Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta:Bumi Aksara,2009), h.108

4

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung:UPI PRESS,2006),h.4

5

(25)

4. keterlibatan aktif peserta didik,

5. keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari dan pengembangan dan pemahaman penalaran matematis.

Berkaitan dengan hal tersebut, standar kompetensi matematika disusun agar peserta didik dapat berpikir (bersikap dan bertindak) secara akurat, sistematis, logis, dan kritis sehingga mereka dapat menggunakan matematika untuk mengkomunikasikan gagasan dengan menggunakan simbol, mengaitkan satu ide dengan ide lain atau dengan bidang lain, memecahkan masalah, dan sebagainya, yang dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan.6

Sehingga untuk mencapai kompetensi matematika, fungsi dari pembelajaran matematika sebaiknya dioptimalisasikan agar peserta didik dapat memandang dan memanfaatkan matematika dalam kehidupannya. “Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah.”7

Dengan mengetahui fungsi dari pembelajaran matematika tersebut diharapkan kita sebagai guru atau pendidik matematika dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan berbagai ilmu lain atau kehidupan. Sebagai tindak lanjutnya sangat diharapkan agar para siswa diberikan penjelasan untuk melihat berbagai contoh penggunaan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran lain, dalam kehidupan kerja atau dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan pembelajaran di sekolah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu:8

(1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan

6

Suhenda, op. cit., h. 7.18.

7

Erman Suherman, op. cit., h. 55.

8

(26)

bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

(2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, secara umum tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis. Serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Sehingga tujuan pendidikan matematika di sekolah lebih ditekankan pada penataan nalar, dasar dan pembentukan sikap, serta ketrampilan dalam penerapan matematika.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Pembelajaran Matematika

Kooperasi berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anak berusaha mencapai hasil yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan semua anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain.9

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang

9

(27)

ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.10

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.11

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan perwujudan model pembelajaran yang proses kegiatan belajar mengajarnya berpusat pada siswa (student oriented), namun tetaplah guru yang memimpin atau mengarahkan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan selama berjalannya proses kegiatan belajar mengajar.

Tujuan dari Pembelajaran Kooperatif

Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim (dalam Isjoni), yaitu:12

a) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.

b) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Efek penting yang kedua ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun

ketidakmampuan.

10

Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, cet.3, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.16.

11

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, cet.5, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.54-55.

12

(28)

c) Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Di dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga dapat mempelajari beberapa keterampilan lain yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan.

Cooperativee learning dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialami para siswa.

Cooperative learning juga telah terbukti sangat bermanfaat bagi para siswa yang heterogen. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model belajar ini dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.13

Dari penjelasan mengenai pembelajaran kooperatif di atas dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk saling bekerjasama dan saling bertukar pengetahuan yang dimiliki dalam menyelesaikan masalah. Jadi, dengan adanya pembelajaran kooperatif para siswa dapat memunculkan rasa percaya diri, berfikir kritis dan berani mengungkapkan pendapat di dalam pembelajaran matematika.

Umumnya pembelajaran kooperatif adalah belajar dalam kelompok, begitu juga sebaliknya. Tetapi kenyataannya memiliki perbedaan di dalam penerapannya. Berikut adalah tabel yang menyajikan perbedaaan antara belajar kooperatif dengan belajar dalam kelompok:

13

(29)

Tabel 2.1

Perbedaan antara Belajar Kooperatif dengan Belajar Kelompok

Belajar Kooperatif Belajar dalam Kelompok

Belajar kooperatif memiliki beragam model dan teknik.

Belajar dalam kelompok hanya memiliki satu model, yaitu beberapa siswa tergabung dalam satu kelompok.

Belajar kooperatif memiliki struktur, jumlah, serta teknik tertentu.

Belajar dalam kelompok memiliki satu cara, yaitu menyelesaikan tugas tertentu bersama-sama.

Belajar kooperatif mengaktifkan semua anggota kelompok untuk berperan serta dalam penyelesaian tugas tertentu.

Belajar dalam kelompok dapat menimbulkan gejala ketergantungan antar anggota kelompok.

Belajar kooperatif menggalang potensi sosialisasi di antara anggotanya.

Belajar dalam kelompok sangat tergantung dari niat baik setiap anggotanya.

Belajar kooperatif dapat dianggap sebagai modifikasi atas belajar kelompok. Sebelumnya dalam kelompok, siswa terbiasa untuk menyelesaikan tugas bersama-sama, dan peran mereka pun sama, yaitu sebagai anggota. Namun, penerapan belajar kooperatif berbeda dari belajar kelompok. Belajar kooperatif menimbulkan sifat pemimpin dalam diri siswa. Setiap siswa diarahkan untuk „mengajarkan‟ atau memberi tahu kepada teman kelompoknya jika ia mengetahui dan menguasai permasalahan dalam tugas. Belajar kooperatif memiliki struktur kegiatan dan beberapa modelnya yang berbeda. Dinamika dan harmonisasi sifat, laju belajar, dan cara kerja dilatihkan dan di bina secara bertahap sehingga tim belajar dapat bekerja dengan efektif.14

a. Model CIRC

CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition

dikembangkan oleh Stavens, dkk. (dalam Miftahul), metode ini dirancang untuk mengakomodasi level kemampuan siswa yang beragam, baik melalui

14

(30)

pengelompokkan heterogen (heterogeneous grouping) maupun pengelompokkan homogen (homogeneous grouping).15

Model CIRC mengutamakan kerja sama dalam kelompok atau tim dan saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok CIRC dibentuk secara heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuan membaca siswa. Tiap kelompok terdiri dari 2-4 orang siswa. Pengaturan ruangan tidak diatur secara klasikal, tetapi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil.16

Berikut adalah urutan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran CIRC: i. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. ii. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran. iii. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan

memberi tanggapan terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kertas.

iv. Mempresentasikan / membacakan hasil kelompok. v. Guru membuat kesimpulan bersama.

vi. Penutup.17

Terlihat dalam urutan langkahnya, model ini dikembangkan untuk meningkatkan kesempatan siswa untuk melatih kemampuan membaca siswa dan menerima umpan balik (feedback) dari kegiatan membaca mereka.

Adapun tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran CIRC yang dilakukan siswa, yaitu:18

Tahap I : Mengidentifikasikan topik dan mengorganisasikan ke dalam kelompok kerja.

Tahap II : Merencanakan kegiatan kelompok. Tahap III : Melaksanakan pembelajaran. Tahap IV : Mempersiapkan laporan akhir. Tahap V : Menyajikan laporan akhir. Tahap VI : Evaluasi.

15

Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Tehnik, Struktur dan Model Terapan, cet.1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2011), h.126.

16

Hamzah B. Uno dan Nurdin Muhammad, Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM:

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.115

17

Agus Suprijono, op. cit., h.130-131.

18

(31)

Pada tahapan di atas dapat dijelaskan bahwa pada Tahap I; kelompok membaca dan memahami teks/bacaan termasuk menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam bacaan tersebut. Tahap II; kelompok membuat prediksi atau rencana penyelesaian masalah. Tahap III; kelompok menuliskan penyelesaian masalah berdasarkan rencana yang telah ditentukan. Tahap IV; kelompok saling mengedit dan merevisi pekerjaan atau penyelesaian. Tahap V; kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka. Tahap VI; siswa dan guru bersama-sama memberikan mengevaluasi/menilai hasil pekerjaan yang dipresentasikan.

Pada dasarnya model pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC berguna melatih siswa meningkatkan keterampilan dalam memahami bacaan. Sehingga model pembelajaran ini dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan soal cerita, maka langkah yang ditempuh seorang guru mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut :

1) Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal cerita melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe CIRC,

2) Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa (Learning Society)

yang heterogen. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 siswa,

3) Guru mempersiapkan 1 atau 2 soal cerita dan membagikannya kepada setiap siswa dalam kelompok yang sudah terbentuk,

4) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesifik CIRC (yang sudah disebutkan didepan),

5) Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC (Learning Society). Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok,

6) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, guru membantu kepada kelompok secara proporsional, 7) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah

(32)

8) Guru meminta perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan temuan atau hasil diskusi kelompok di depan kelas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam pembelajaran dengan CIRC, terdapat tahapan-tahapan yang membantu siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Seperti dalam tahapan cooperative merupakan tahapan yang menuntun siswa untuk berdiskusi/bekerjasama secara kelompok di dalam mengidentifikasi variabel yang terdapat pada soal cerita dan integrated reading menuntut siswa untuk memadukan pemahaman pada materi secara aktif dengan membaca. Dan tahapan composition menjadi tahapan penguatan kepada siswa dengan menyusun/mengkomposisikan dan mengorganisasikan pengetahuan yang telah diperoleh baik secara individu maupun dengan berdiskusi sehingga siswa dapat dengan mudah menelaah dan mengorganisasikan pengetahuan mereka.

b. Kelebihan dan Kelemahan CIRC

Setiap model belajar memiliki kelebihan dan keterbatasan tersendiri. Setiap penerapan model belajar harus dikaji manfaat dan keterbatasannya, sehingga penerapan dari setiap model belajar tersebut tepat dan sesuai kondisi belajar. Berikut perbandingan manfaat dan keterbatasan belajar kooperatif dibandingkan dengan proses belajar konvensional.19

a. Manfaat

1) Terjadi dinamika sosial, karena memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berinteraksi dengan teman satu tim. Dinamika sosial menyebabkan siswa harus beradaptasi dengan siswa lain dalam tim untuk mencerna mata pelajaran.

2) Berdasarkan kajian dari beberapa situs, belajar kooperatif dapat diterapkan untuk berbagai macam materi ajar, seperti pemahaman yang rumit, pelaksanaan kegiatan proyek, serta latihan memecahkan masalah bersama-sama.

3) Dapat diterapkan untuk semua jenjang pendidikan (dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi) atau dalam program pelatihan di organisasi.

19

(33)

4) Menimbulkan rasa percaya diri pada setiap siswa karena siswa merasa mempunyai andil terhadap keberhasilan tim.

5) Belajar kooperatif relatif murah, tidak memerlukan biaya khusus untuk menerpakannya.

6) Terkait dengan motivasi, belajar kooperatif membina sifat kebersamaan, peduli satu sama lain, serta tenggang rasa.

b. Keterbatasan

1) Memerlukan waktu yang cukup bagi setiap siswa untuk bekerja dalam tim. 2) Memerlukan latihan agar siswa terbiasa belajar dalam tim.

3) Model belajar kooperatif yang diterapkan harus sesuai dengan pembahasan materi ajar dan harus dipilih dengan sebaik-baiknya agar sesuai dengan misi belajar kooperatif.

4) Memerlukan format penilaian belajar yang berbeda.

5) Guru memerlukan kemampuan khusus untuk mengkaji berbagai tehnik pelaksanaan belajar kooperatif.

Berdasarkan manfaat-manfaat tersebut, dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC memiliki kelebihan diantaranya adalah menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran, hal ini dikarenakan setiap siswa di haruskan bertanggung jawab atas tugas yang diperolehnya dari setiap kelompok atau regu. Selain itu, ketertarikan siswa dalam mempelajari materi yang ia inginkan dirasa akan bertambah.

Sedangkan hal senada juga diungkapkankan oleh Anitah, bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai keterbatasan seperti di atas. Sehingga dapat disimpulkan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe CIRC diantaranya adalah memerlukan waktu yang banyak, hal ini dikarenakan tahapan dalam pembelajaran ini cukup banyak dan memakan waktu.

3. Soal Cerita Matematika

(34)

bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian dan sebagainya) atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun rekaan belaka atau lakon yang diwujudkan atau pertunjukkan dalam gambar hidup. Soal cerita adalah soal yang dikaitkan dengan kehidupan sehari- hari (contextual problem).

Sedangkan menurut Lia, soal cerita dalam matematika adalah soal yang disajikan dalam bentuk kalimat sehari-hari dan umumnya merupakan aplikasi dari konsep matematika yang dipelajari. Soal cerita mempunyai karakteristik sebagai berikut:20

1. Soal dalam bentuk ini merupakan suatu uraian yang memuat beberapa konsep matematika sehingga siswa ditugaskan untuk merinci konsep-konsep yang terkandung dalam soal tersebut.

2. Umumnya uraian soal merupakan aplikasi konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari/ keadaan nyata/real world, sehingga siswa seakan- akan menghadapi kenyataan yang sebenarnya.

3. Siswa dituntut menguasai materi tes dan bisa mengungkapkannya dalam bahasa tulisan yang baik dan benar.

4. Baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan materi yang sedang dipikirkannya.

Soal cerita dalam pembelajaran matematika sangatlah penting, sebab diperlukan dalam perkembangan proses berpikir siswa. Kemampuan siswa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan skill, maupun algoritma tertentu, tetapi dibutuhkan juga kemampuan yang lain. Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek terdiri dari beberapa kalimat. Cerita yang disajikan dapat berupa masalah dalam kehidupan sehari-hari atau yang lainnya. Panjang pendeknya kalimat yang digunakan untuk membuat soal cerita biasanya berpengaruh terhadap tingkat soal tertentu.

20Lia Kurniawati, “Pendekatan Pemecahan Masalah (

(35)

Banyak anak yang mengalami banyak kesulitan di dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Kesulitan tersebut nampaknya terkait dengan pengajaran yang menuntut anak membuat kalimat matematika tanpa lebih dahulu memberikan petunjuk tentang langkah-langkah yang harus ditempuh. Sebagai contoh, dapat dikemukakan sebagai berikut :21

Ibu membeli 10 butir telur yang harganya Rp 100,00 tiap butir dan 2 kg gula yang harganya Rp 1.000,00 tiap kg. Ibu membayar barang-barang tersebut dengan uang Rp 10.000,00.

Berapa uang kembali yang diterima oleh Ibu?

Kalimat matematika : 10.000 – 10 x 100 + 2 x 1.000 = 7000

Bagi anak berkesulitan belajar, dan bahkan juga bagi anak yang tidak berkesulitan belajar, menyelesaikan soal cerita semacam itu bukan pekerjaan yang mudah. Di samping itu, karena anak juga tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah matematika secara lebih sistematis.

Bagi sebagian besar siswa berkesulitan belajar, pemecahan masalah dalam bentuk soal cerita matematika merupakan bagian yang sulit dalam pelajaran matematika. Oleh karena itu, bimbingan dan latihan yang cukup sangat diperlukan untuk belajar mengkombinasikan berpikir dan berbahasa dengan keterampilan menghitung dan konsep-konsep yang diperlukan dalam pembelajaran matematika. Pada dasarnya terdapat dua komponen penting untuk dapat berhasil dalam menyelesaikan soal cerita matematika, yaitu mengetahui pengetahuan matematika yang diperlukan dan mengetahui apa yang harus dilakukan dengan apa saja yang diketahui.

Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dalam soal cerita diungkapkan oleh Erna sebagai berikut:22

1. Memahami soal: memahami dan mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari atau dibuktikan.

2. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan: Misalnya masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan pengetahuan aljabar yang

21

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Depdikbud & PT Rineka Cipta, 2003), h. 258.

22

(36)

diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model atau kalimat matematika.

3. Menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara benar dalam menerapkan strategi, untuk mendapat solusi dari masalah.

4. Menafsirkan model: menerjemahkan hasil operasi hitung dari model atau kalimat matematika untuk menentukan jawaban dari masalah semula. Schwarkoph dalam Antologi menyatakan bahwa “soal cerita sebagai kebutuhan terjemahan antara dunia nyata (real world) dan matematika, dua bingkai tentang pemecahan soal cerita: disatu sisi ada „real world‟ tersusun, memberi suatu pemahaman sehari-hari tentang soal cerita. Pada sisi lain adalah „matematika‟ tersusun, mungkin dalam bentuk pertanyaan atau konteks dari pelajaran matematika. Untuk menyelesaikan soal cerita, para siswa akan menghubungkan pengetahuan yang terbentuk dari dua hal tersebut.23

Secara operasional kemampuan manyelesaikan soal cerita adalah :

1. Memahami soal, yaitu kemampuan siswa untuk menentukan apa yang diketahui dalam soal dan apa yang ditanyakan dalam soal.

2. Membuat model matematika, yaitu kemampuan siswa untuk membuat model matematika dari soal cerita yang diberikan dan menghubungkan jenis operasi hitung serta cara yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita tersebut.

3. Menyelesaikan model matematika, yaitu kemampuan siswa untuk menyelesaikan model matematika dengan melakukan operasi hitung secara benar untuk mendapatkan solusi dari masalah.

4. Menafsrikan model matematika, yaitu menyatakan kembali hasil operasi hitung dari model atau kalimat matematika kedalam kalimat verbal untuk menentukan jawaban dari masalah semula.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa soal cerita adalah soal yang menceritakan masalah dalam kehidupan sehari-hari dalam bahasa verbal yang mengandung pertanyaan yang harus dipecahkan. Soal cerita

23

(37)

matematika berbentuk uraian yang permasalahannya terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat menyelesaikan soal cerita matematika diperlukan kemampuan menentukan kalimat yang diketahui dalam soal, kemampuan menentukan kalimat yang ditanyakan dalam soal, kemampuan membuat model matematika, kemampuan melakukan komputasi, dan kemampuan menginterpretasi jawaban model pada permasalahan semula.

Dengan melihat karakteristik dari soal cerita, maka untuk menyelesaikan soal-soal dalam bentuk ini, siswa dituntut untuk memahami, mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita.

4. Penelitian yang Relevan

1) Sawati, dalam : Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Draw a Picture terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita, di kelas V SD Islam Ruhama, memberikan kesimpulan bahwa :

Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah Draw a Picture) lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional). Dengan perolehan nilai rata-rata kelompok eksperimen adalah sebesar 68, 42 dengan ketuntasan belajar 70, 83%. Sedangkan, nilai rata-rata kelompok control adalah sebesar 56,65 dengan ketuntasan belajar 50%.

2) Azizah, dalam Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC

(38)

Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran biasa, hanya 52% siswa yang telah mampu menyelesaikan soal cerita secara urut dan mampu memahami makna dari isi soal cerita. Namun dalam penelitian ini tidak menampakkkan hasil dari empat indikator kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yaitu indikator memahami soal, membuat model, menyelesaikan model, dan menafsirkan model matematika.

3) Resti Restuati Fatimah, dalam Pengaruh Pembelajaran Konstektual dengan Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring) terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika, di SMP Negeri 1 Bayah, memberikan kesimpulan bahwa: rata- rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi REACT lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional. Hal ini dapat terlihat dari nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 54,963 dan nilai rata-rata-rata-rata kelompok kontrol sebesar 42,327.

B. Landasan Konseptual Intervensi Tindakan

Belajar bukan merupakan proses transfer ilmu ke siswa semata. Penjelasan saja tidak akan membuat siswa mampu mempertahankan ilmu yang didapatnya dalam waktu lama. Belajar juga memerlukan keaktifan siswa itu sendiri agar siswa tersebut benar-benar mampu memahami apa yang dipelajarinya dalam waktu yang lama, selain itu juga dapat membuahkan hasil belajar yang maksimal. Untuk mencapai hal tersebut guru dapat menggunakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dirasa tepat yaitu metode spesialisasi tugas tipe

(39)

cerita merupakan bentuk soal yang sebelum menyelesaikannya ada pemodelan yang harus dibentuk terlebih dahulu pada model matematika pada umumnya bahasa yang digunakan adalah bahasa verbal, yaitu suatu bentuk kalimat dimana kalimat terakhirnya merupakan kalimat pertanyaan yang memerlukan jawaban. Untuk membuat kalimat model matematika dalam soal cerita siswa dituntut memahami maksud yang terkandung dalam soal tersebut, mengubah kalimat dalam bentuk verbal menjadi kalimat matematika, hingga pada tahap menyelesaikan soal cerita serta menafsirkan model yaitu menerjemahkan hasil operasi hitung dari model atau kalimat matematika untuk menentukan jawaban dari masalah semula.

CIRC merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dikhususkan pada pemberian tugas di dalam penekanan mengintegrasikan suatu bacaan. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini dapat diterapkan pada pembelajaran matematika. Metode ini menempatkan tim dalam kerja sama antara satu dengan lainnya untuk mempelajari sebuah topik di dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam bentuk tim-tim kecil. Pertama, untuk meningkatkan pemahaman dirinya sendiri, kemudian memberikan kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru itu dengan teman satu timnya yang selanjutnya untuk saling berbagi pemahaman dengan tim lain.

Sehingga berdasarkan uraian di atas, peneliti beranggapan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(40)

26 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di MTs. DAARUL HIKMAH Pamulang yang berlokasi di Jl. Surya Kencana No.24 Pamulang Barat, Pamulang - Tangerang dan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 dari bulan Maret–Mei.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.1 Metode PTK berusaha mengkaji dan merefleksi suatu pendekatan, strategi atau model pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran di kelas.

Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang berulang. Siklus adalah suatu putaran kegiatan yang beruntun yang kembali ke langkah semula.2 Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan/observasi (observation), dan refleksi (reflection). Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai berdasarkan indikator keberhasilan kerja.

Penelitian ini diawali dengan observasi pra penelitian untuk mengetahui proses pembelajaran yang biasa dilakukan guru di dalam kelas dengan mewawancarai guru mata pelajaran matematika, mengamati proses pembelajaran di kelas yang akan diteliti, dan mewawancarai salah satu siswa. Adapun alur penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dideskripsikan sebagai berikut.

1

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h.3.

2

(41)

Berikut ini deskripsi dari empat tahap kegiatan yang tersebut:

a. Perencanaan (Planning)

Setelah mengamati kondisi nyata pembelajaran yang terjadi di kelas, kemudian peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi di kelas. Selanjutnya peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dikenakan terhadap subjek penelitian. Pada tahap perencanaan meliputi kegiatan:

1. Mengembangkan perangkat pembelajaran, merancang skenario pembelajaran, merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2. Merancang instrumen penelitian yaitu soal tes akhir siklus, lembar

observasi aktivitas siswa, lembar jurnal harian, angket siswa, pedoman wawancara guru dan siswa serta mempersiapkan alat dokumentasi.

b. Pelaksanaan Tindakan (Action)

Pada tahap pelaksanaan tindakan, rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran akan diterapkan. Rincian tindakan itu menjelaskan langkah demi langkah kegiatan yang akan dilakukan, kegiatan yang seharusnya dilakukan guru, kegiatan yang diharapkan siswa, rincian perangkat pembelajaran yang akan digunakan dan cara menggunakannya dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data atau pengamatan.

c. Pengamatan (Observasi)

(42)

d. Refleksi (Reflection)

Peneliti beserta guru kolaborator mengevaluasi tindakan penelitian yang telah dilakukan, baik itu kelebihan atau kelemahan model pembelajaran, ketidaksesuaian antara tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang berbeda dengan yang diharapkan. Hasil yang diperoleh dalam siklus ini dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja, apakah sudah mencapai keberhasilan kinerja yang diharapkan atau belum, jika belum hasil evaluasi ini menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hal apa saja yang perlu diperbaiki dalam siklus selanjutnya.

C. Desain Intervensi Tindakan

Penelitian ini dilakukan pada pembelajaran matematika menggunakan

Cooperative Learning tipe Cooperative Integrated Reading and Composition

(CIRC) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematik siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.

Adapun desain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berupa siklus-siklus. Diawali dengan tindakan pertama, apabila tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan maka ditindaklanjuti dengan melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan pembelajaran.

1) Perencanaan (Planning)

Setelah mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di dalam kelas berdasarkan hasil wawancara degan guru bidang studi matematika serta uji coba tes , tahapan perencanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

(43)

2) Tindakan (Action)

Pada tahap ini, peneliti bekerja sama dengan guru bidang studi matematika untuk melaksanakan pembelajaran dengan CIRC. Peneliti sebagai pelaku tindakan sedangkan guru sebagai pengamat (observer).

3) Pengamatan (Observating)

Dalam tahap ini, peneliti dibantu observer untuk mengamati segala aktivitas dan respon siswa selama proses pembelajaran dengan CIRC. Mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di dalam kelas penelitian menggunakan lembar observasi yang telah disediakan oleh peneliti.

4) Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan setelah peneliti selesai melaksanakan skenario pembelajaran menggunakan CIRC, hasil tindakan yang telah diamati kemudian dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi bersama dengan observer, jika target yang ingin dicapai dalam pembelajaran belum tercapai, maka dilakukan pengkajian ulang yang akan diterapkan melalui siklus berikutnya.

[image:43.595.114.511.177.690.2]

Desain penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan dalam penelitian ini mengambil dari model Kemmis dan Taggart3 yakni sebagai berikut :

Gambar 3.1

Desain PTK menurut Kemmis dan Taggart

Catatan : Jika tindakan belum memenuhi indikator ketercapaian, maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.

3

(44)

D. Subjek dan Partisipan dalam Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII-H MTs Daarul Hikmah Pamulang tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 28 siswa. Seorang yang bertindak sebagai kolabolator dan observer terlibat dalam penelitian ini yaitu guru matematika kelas VIII-H sebagai pengamat jalannya penelitian. Pada saat pelaksanaan tindakan, guru matematika kelas membantu peneliti mengamati apa yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi, mengamati pelaksanaan tindakan penelitian dan menuangkannya dalam lembar catatan lapangan evaluasi tindakan penelitian, serta bersama peneliti mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada suatu siklus tertentu dalam refleksi.

E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Pada penelitian ini peneliti berperan langsung sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran yaitu menyampaikan materi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Dalam pelaksanaan, peneliti dibantu oleh kolaborator yaitu guru matematika yang bertindak sebagai pengamat/observer.

F. Tahapan Intervensi Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kemampuan menyel

Gambar

Gambar 3.1
Tabel 3.1 Tingkat Keberhasilan Belajar Mengajar
Tabel 3.2 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal
Tabel 3.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tahap awal ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Kunci keberhasilan

Selain itu penelitian bertujuan untuk membandingkan keanekaragaman jenis burung antara lahan basah yang alami dengan lahan basah persawahan berdasarkan indeks keanekaragaman

titik dengan titik yang lainnya yang berjarak jauh mengg. media atau

» Perbedaan status gizi pasien yang ditunjukkan dengan nilai (IMT) pada kedua kelompok penelitian : tidak berbeda bermakna terhadap efektiftas pengobatan dan biaya

dalam waktu yang tepat dan dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabk an Penggunaan Perbekalan Farmasi Penggunaan Perbekalan Farmasi Menjamin keamanan obat dari mulai

Citra Formosat dipilih penulis dalam penentuan model konservasi, karena satelit ini merupakan satelit observasi bumi yang memiliki resolusi spasial cukup tinggi yaitu

2015 menyatakan Pelelangan Gagal dengan mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 04 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

Tabel 2 menunjukan hasil pengamatan bentuk sinyal pada bagian input dan output blok sink separator. Adapun beberapa point analisa adalah sebagai berikut. Pada pengamatan bagian