DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN
2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP
JUMLAH WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
Oleh:
WULAN PUSPITASARI
NIM : 107082003195
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JUMLAH WAJIB
PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan
Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Wulan Puspitasari NIM: 107082003195
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja Muhammad Yani, SE, M.Si NIP: 19490602 197803 1 001
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin 18 April 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
Nama : Wulan Puspitasari
NIM : 107082003195
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi : Dampak Penerapan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 April 2011
1. Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si ( _____________________ )
NIP. 19760924 200604 2 002 Ketua
2. Yusro Rahma, SE, M.Si ( _____________________ )
NIP. 19800506 200801 2 016 Sekretaris
3. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( _____________________ )
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin 13 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
Nama : Wulan Puspitasari
NIM : 107082003195
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi : Dampak Penerapan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Juni 2011
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( _____________________ )
NIP. 19570617 198503 1 002 Ketua
2. Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si ( _____________________ )
NIP. 19760924 200604 2 002 Sekretaris
3. Dr. Yahya Hamja ( _____________________ )
NIP. 19490602 197803 1 001 Pembimbing I
4. Muhammad Yani, SE, M.Si ( _____________________ )
Pembimbing II
5. Reskino, SE, Ak, M.Si ( _____________________ )
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Wulan Puspitasari
No. Induk Mahasiswa : 107082003195
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, Mei 2011
Yang Menyatakan,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Wulan Puspitasari
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 18 April 1989
Alamat : Komplek Bukit Indah Blok B4 No.17
Sarua Ciputat
No. HP : 0856-917-02127
e- mail : ilovepinguin@yahoo.com
II. PENDIDIKAN
TK. Tirta Buaran, Ciputat : Tahun 1993-1995
SD. Tirta Buaran, Ciputat : Tahun 1995-2001
SMPN 85, Jakarta Selatan : Tahun 2001-2004
SMAN 46, Jakarta Selatan : Tahun 2004-2007
UIN Syarif Hidayatullah, FEB : Tahun 2007-2011
III. PENGALAMAN BEKERJA
PT. Shafira Laras Persada sebagai Moslem Fashion Assisstant Part Time
THE CONSEQUENCES OF THE IMPLEMENTATION OF UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 ABOUT INCOME TAX TO THE
NUMBER OF TAXPAYERS AND TAX REVENUE By : Wulan Puspitasari
ABSTRACT
The aims of this research is to determine changes in the number of taxpayers and tax revenue after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. This research uses time period of 4 (four) years before and 2 (two) years after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. Data sample which used in this research are the number of taxpayers and tax revenue in Direktorat Jenderal Pajak. Mann Whitney U Test was used to measure how much the changes in the number of taxpayers and tax revenue before and after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. The statistical test is using the SPSS 17th Program. The result of this research indicates that there are significant differences in the number of taxpayers and tax revenue before and after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax.
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JUMLAH WAJIB
PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK Oleh: Wulan Puspitasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak setelah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Penelitian ini menggunakan periode waktu 4 (empat) tahun sebelum dan 2 (dua) tahun sesudah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Sampel data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak dan Penerimaan pajak pada Direktorat Jenderal Pajak. Uji beda Mann Whitney U Test digunakan untuk mengukur seberapa besar perubahan yang terjadi pada jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak sebelum dan sesudah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Pengujian statistik menggunakan program SPSS 17. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak sebelum dan sesudah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, Zat yang tidak pernah lelah
dan berhenti mencurahkan rahmatNya dan Zat yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu di muka bumi ini. Atas rahmatNya pula, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Ekonomi pada jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan semoga kepada kita selaku
umatnya hingga akhir zaman.
Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, mensupport dan
memberikan bimbingan kepada penulis selama dalam proses penulisan skripsi.
Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, papa Sriyono dan mama Siti Ediningsih atas
kasih sayangnya yang tulus tak terhingga selama ini, atas support dan semua
doa-doa terbaik yang selalu terucap untuk anandamu ini. I love you forever
and ever
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis
3. Ibu Rahmawati, SE, M.M, selaku Ketua Jurusan Akuntansi atas masukan
yang diberikan
4. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
5. Bapak Dr. Yahya Hamja, selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih atas
6. Bapak M. Yani, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih atas
waktu, bimbingan, arahan serta masukan berharga yang diberikan kepada
penulis
7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah yang telah memberikan banyak bantuan serta ilmu yang
bermanfaat
8. Kepala Bagian, Staf dan Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Bapak Dodik,
Ibu Ani dan Ibu Ira, yang telah banyak membantu penulis dalam
melaksanakan riset data untuk kebutuhan penulisan skripsi ini
9. My best sista, teman seperjuanganku, Siti Salwah, Leni Amalia, Yayu
Poryamah, Oki Yoiko dan Nur Rahmi Prasna Paramita, SE. Thanks for being
my friend in need and indeed. Thanks for all your support and careness. Keep
fighting for the real world and laughing everywhere ya.
10.Teman-teman Akuntansi kelas C dan Pajak A angkatan 2007.
11.Farada Andika Fathan, SE. yang selalu memberikan support dan
mendengarkan semua keluh kesah selama pembuatan skripsi ini.Semoga apa
yang kita cita-citakan bisa tercapai.
Dan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu
penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas
bantuan yang telah diberikan, semoga Allah SWT membalasnya dengan yang
lebih baik dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.
Ciputat, Mei 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi
ABSTRACT... vii
ABSTRAK...viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... .xi
DAFTAR TABEL...xiv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
2. Jenis Pajak... 13
3. Stelsel Pemungutan Pajak... 15
4. Cara Pemungutan Pajak... 16
5. Sistem Pemungutan Pajak... 17
B. Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1. Wajib Pajak... 19
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)... 21
C. Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 1. Pengertian Pajak Penghasilan...24
2. Pokok-Pokok Perubahan UU PPh... 27
3. Contoh Perhitungan Pengenaan Pajak Penghasilan... 35
D. Penelitian Terdahulu... 41
E. Keterkaitan Antar Variabel... 44
F. Kerangka Pemikiran... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian...47
B. Metode Penentuan Sampel...47
C. Metode Pengumpulan Data...48
D. Metode Analisis Data...48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Gambaran Umum Direktorat Jenderal Pajak
1. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Pajak...53
2. Visi, Misi dan Fungsi Direktorat Jenderal Pajak...55
3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak...56
4. Sumber Daya Manusia...59
5. Unit Kerja Vertikal Direktorat Jenderal Pajak...60
6. Daftar Direktur Jenderal Pajak dan Masa Jabatannya...62
B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Uji Hipotesis Jumlah Wajib Pajak...63
2. Hasil Uji Hipotesis Penerimaan Pajak Penghasilan...72
3. Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan UU No. 36 Tahun 2008 a. Komparasi Tahun 2005 dengan Tahun 2009...79
b. Komparasi Tahun 2006 dengan Tahun 2010...84
c. Komparasi Tahun 2007 dengan Tahun 2009...87
d. Komparasi Tahun 2008 dengan Tahun 2010...90
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan...94
B. Implikasi...95
DAFTAR TABEL
NO. KETERANGAN HALAMAN
1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar 3
2.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam KMK No. 137/
PMK.03/2005 30
2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam UU No. 36
Tahun 2008 31
2.3 Tarif WPOP dalam UU No. 17 Tahun 2000 32
2.4 Tarif WPOP dalam UU No. 36 Tahun 2008 32
2.5 Tarif WP Badan dalam UU No. 17 Tahun 2000 32
2.6 Perbandingan Tarif WP Non NPWP dengan Tarif WP
Ber-NPWP 33
2.7 Penelitian Terdahulu 41
4.1 Distribusi pegawai berdasarkan golongan/jabatan 60
4.2 Distribusi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan 60
4.3 Mann Whitney Test Ranks Jumlah Wajib Pajak 63
4.4 Hasil Output Mann Whitney Test Statistics Jumlah Wajib Pajak 64
4.5 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar 65
4.6 Jumlah Wajib Pajak PPh Terdaftar 66
4.7 Jumlah Wajib Pajak PPh Efektif 70
4.8 Jumlah Wajib Pajak PPh Non Efektif 72
4.9 Mann Whitney Test Ranks Penerimaan Pajak Penghasilan 72
4.10 Hasil Output Mann Whitney Test Statistics Penerimaan Pajak
Penghasilan 73
4.11 Total Penerimaan Pajak Tahun 2005 s/d Tahun 2010 74
4.12 Penerimaan PPh Non Migas Tahun 2005 s/d Tahun 2010 75
4.13 Rata-rata Penerimaan PPh Per Wajib Pajak 76
4.14 Potensi Penerimaan PPh Melalui Jumlah WP Non Efektif 78
4.15 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
NO. KETERANGAN HALAMAN
4.16 Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh
Per WP Tahun 2005 dengan Tahun 2009 81
4.17 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi
Penerimaan PPh Tahun 2005 dengan Tahun 2009 82
4.18 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh
Tahun 2006 dengan Tahun 2010 84
4.19 Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh
Per WP Tahun 2006 dengan Tahun 2010 85
4.20 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi
Penerimaan PPh Tahun 2006 dengan Tahun 2010 86
4.21 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh
Tahun 2007 dengan Tahun 2009 87
4.22 Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh
Per WP Tahun 2007 dengan Tahun 2009 88
4.23 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi
Penerimaan PPh Tahun 2007 dengan Tahun 2009 89
4.24 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh
Tahun 2008 dengan Tahun 2010 90
4.25 Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh
Per WP Tahun 2008 dengan Tahun 2010 91
4.26 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi
DAFTAR GAMBAR
NO. KETERANGAN HALAMAN
1.1 Grafik Penerimaan Pajak Tahun 2002-2007 2
2.1 Skema Kerangka Pemikiran 46
3.1 Kurva Keputusan 50
4.1 Pertumbuhan WP Terdaftar dan Efektif Pajak Penghasilan
DAFTAR LAMPIRAN
NO. KETERANGAN HALAMAN
1 Surat Keterangan Riset Direktorat Jenderal Pajak
2 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar, Efektif, dan Non Efektif
3 Laporan Penerimaan Pajak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Republik Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus
berusaha untuk melakukan pembangunan nasional di berbagai bidang.
Pembangunan nasional itu sendiri diartikan sebagai kegiatan yang
berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada dasarnya pembangunan nasional
diselenggarakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah.
Untuk membiayai pembangunan nasional tersebut tentunya
pemerintah Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya.
Untuk itu, pemerintah Indonesia berusaha mencari dan memperoleh dana
sebanyak-banyaknya demi pelaksanaan pembangunan nasional.
Penerimaan tersebut berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang
untuk selanjutnya dana tersebut digunakan untuk membangun dan
memperbaiki infrastruktur yang ada. Salah satu sumber penerimaan
pemerintah yang berasal dari dalam negeri adalah penerimaan dari sektor
perpajakan. Pajak merupakan salah satu instrumen yang paling penting
dalam anggaran suatu negara. Hal ini dapat terlihat dari tumpuan
kebijakan fiskal saat ini dan masa mendatang terletak pada upaya
peningkatan penerimaan pemerintah khususnya melalui sektor perpajakan.
Sejak Tahun 1983, Pemerintah telah mengembangkan sumber
Dengan lahirnya undang-undang ini diharapkan akan dapat menambah
penerimaan negara yang berasal dari pajak. Pajak menduduki posisi
sebagai pemberi kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Hal ini
tercermin dari kontribusi pajak terhadap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang setiap tahunnya semakin meningkat yaitu
sekitar 68,3% dari total penerimaan negara tahun 2008 dan meningkat
menjadi 71,1% pada tahun 2009 (Hudaifah: 2010). Sedangkan dari
beberapa sektor yang dikenakan pajak, sektor Pajak Penghasilan
mempunyai kontribusi paling tinggi.
Gambar 1.1
Grafik Penerimaan Pajak Tahun 2002 -2007
Sumber : www.kanwilpajakbesar.go.id Diunduh tanggal 31 Januari 2011
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun,
jumlah penerimaan dari sektor pajak telah mengalami peningkatan. Hal ini
tidak luput dari adanya undang-undang yang mengatur tentang kewajiban
pembayaran pajak bagi setiap warga negara yang mempunyai penghasilan
2007 terus mengalami pertumbuhan dan Pajak Penghasilan merupakan
penyumbang yang terbesar. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat
Indonesia untuk membayarkan pajak penghasilan atas pendapatan yang
mereka peroleh sudah semakin meningkat.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan
peran serta seluruh lapisan masyarakat di Indonesia untuk menjalankan
kewajiban membayar pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan harus terus menerus ditumbuhkan sejalan dengan besarnya
tanggung jawab dalam mendukung pembangunan nasional.
Tabel 1.1
Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar
Sumber: Reformasi Pajak, Silent Revolution: 2010
Dari tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa jumlah Wajib Pajak
(WP) terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Peningkatan terhadap jumlah wajib pajak yang terdaftar
ditandai dengan peningkatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Peningkatan yang signifikan
terlihat pada tahun 2008-2009. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah
antusiasme masyarakat mengikuti program sunset policy pada tahun 2008
yaitu pemberian fasilitas penghapusan sanksi bunga Pajak Penghasilan
Tahun Orang Pribadi
Bendaharawan Badan Total
2005 2.959.006 274.478 1.124.530 4.358.014
2006 3.251.753 327.258 1.226.279 4.805.290
2007 5.431.689 360.782 1.344.552 7.137.023
2008 8.807.666 392.509 1.481.924 10.682.099
bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP yang dengan sukarela
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan menyampaikan SPT Tahunan
Pajak Penghasilannya (Liberti Pandiangan: 2009).
Beberapa waktu belakangan ini terdapat banyak kasus dalam bidang
perpajakan terungkap ke ruang publik seperti kasus korupsi dan
penggelapan pajak. Kasus mafia pajak Gayus Tambunan adalah kasus
yang paling disoroti. Gayus adalah aparat pajak yang bekerja sebagai
penelaah keberatan dan banding pada kantor Direktorat Jenderal Pajak.
Gayus disuap oleh wajib pajak badan/pengusaha untuk dapat mengabulkan
permohonan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak/pengusaha tersebut
sehingga wajib pajak/pengusaha itu tidak perlu membayar pajak atau dapat
membayar pajak dengan jumlah yang lebih kecil daripada pajak yang
seharusnya dibayar dan tentunya sangat merugikan bagi negara. Kasus ini
dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap dunia
perpajakan di Indonesia. Masyarakat wajib pajak menjadi enggan untuk
memenuhi kewajibannya membayar pajak dengan adanya kasus ini,
sehingga kemudian hal ini juga dapat berpengaruh terhadap potensi
penerimaan pajak (Laurens Dama: 2011).
Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil
pembangunan nasional, globalisasi, serta angka pengemplang pajak yang
semakin tinggi, maka pemerintah memandang perlu untuk melakukan
perubahan atau amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan guna
pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi, serta mengurangi
angka pengemplang pajak. Karena dengan adanya para pengemplang pajak
ini, berarti mereka telah menggagalkan upaya negara untuk
mensejahterakan rakyat.
Salah satu langkah pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut
adalah dengan mengamandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan. Perubahan yang terakhir adalah dengan
Undang- Undang No. 36 Tahun 2008 yang mulai diberlakukan sejak
tanggal 1 Januari 2009. Perubahan ini merupakan perubahan keempat atas
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini telah mengalami
tiga kali perubahan. Perubahan pertama dengan Undang-Undang No. 7
Tahun 1991, perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1994, dan perubahan ketiga dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000.
Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan tetap berpegang pada
prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan,
kemudahan, efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi
penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment.
Oleh karena itu, arah dan tujuan dari penyempurnaan Undang-Undang
Pajak Penghasilan ini adalah untuk lebih meningkatkan keadilan
pengenaan pajak, memberikan kemudahan kepada wajib pajak,
memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan, menunjang kepastian
hukum, konsistensi, dan transparansi, serta lebih menunjang kebijakan
langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman
modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah
tertentu yang mendapat prioritas.
Poin-poin utama dalam amandemen Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh) ini antara lain soal penurunan tarif PPh WP Orang
Pribadi, perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penetapan tarif
tunggal PPh bagi WP badan serta pengurangan tarif normal untuk
pengusaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UU PPh ini juga
memberikan banyak insentif bagi masyarakat yang memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu diantaranya berupa pembebasan biaya
fiskal ke luar negeri mulai tahun 2009, dan pengurangan Penghasilan Kena
Pajak (PKP) jika wajib pajak memberikan sumbangan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama melalui lembaga yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah. Pemberian insentif ini merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar.
Perubahan UU PPh ini diduga berpotensi mengurangi penerimaan
pajak di masa mendatang. Potential loss diperkirakan mencapai Rp 47
triliun pada tahun 2009 yang merupakan tahun awal penerapan UU PPh
baru (DJP, 2010:40). Namun, dengan pengurangan tarif dan pemberlakuan
berbagai insentif diharapkan dapat menarik animo wajib pajak maupun
masyarakat luas untuk lebih sadar akan manfaat dan kegunaan pajak bagi
bangsa dan negara. Perubahan UU PPh ini diharapkan dapat meningkatkan
yang dilakukan aparat pajak. Dengan kombinasi antara Undang-Undang
baru serta berbagai reformasi administrasi dan modernisasi yang dilakukan
Direktorat Jenderal Pajak, diharapkan sistem perpajakan dapat berjalan
dengan baik. Wajib pajak semakin sadar dalam memenuhi kewajiban
perpajakan, dengan sukarela mendaftarkan diri, dan membayar pajak
dengan benar.
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Khemal Pambudi et.al (2009) dimana
penelitian tersebut dilakukan di KPP Pratama Jember dengan
membandingkan penerimaan pajak dan jumlah pemegang NPWP pada
periode enam bulan sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan penelitian ini dilakukan pada
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dengan membandingkan jumlah
Wajib Pajak terdaftar dan penerimaan pajak periode empat tahun sebelum
dengan dua tahun sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.
Berdasarkan uraian di atas yang membahas mengenai Jumlah Wajib
Pajak, Penerimaan Pajak dan Perubahan atas Undang-Undang Pajak
Penghasilan, penulis merasa tertarik untuk mengangkat isu tersebut untuk
kemudian melakukan penelitian terhadap jumlah Wajib Pajak dan
penerimaan pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pada Kantor Pusat
“Dampak Penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak.”
B. Perumusan Masalah
Pembahasan yang dilakukan dalam skripsi ini sebatas pada data yang
dapat diakses dan diizinkan untuk diungkapkan oleh Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak dan tidak menyangkut rahasia jabatan/negara
seperti diatur dalam UU KUP Pasal 34. Pokok masalah yang akan dibahas
dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan jumlah wajib pajak pada periode sebelum
dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan?
2. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak pada periode sebelum
dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan?
3. Bagaimana tingkat pertumbuhan jumlah Wajib Pajak dan penerimaan
pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian terhadap permasalahan ini adalah
1. Menguji, mengetahui dan menganalisis ada atau tidak adanya
perbedaan pada jumlah wajib pajak periode sebelum dan sesudah
penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
2. Menguji, mengetahui dan menganalisis ada atau tidak adanya
perbedaan pada penerimaan pajak periode sebelum dan sesudah
penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Mengetahui tingkat pertumbuhan jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan
pajak periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain:
1. Bagi Masyarakat Wajib Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bagi
para wajib pajak akan pentingnya membayar pajak untuk mendukung
kelangsungan pembangunan nasional.
2. Bagi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan
evaluasi bagi Direktorat Jenderal Pajak terkait upaya ekstensifikasi dan
pajak dan penerimaan pajak melalui penerapan Undang-Undang No.
36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Bagi Ilmu Akuntansi Perpajakan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan acuan
penelitian di bidang akuntansi perpajakan, terutama bagi peneliti lain
yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
4. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca
terkait perubahan peraturan Perpajakan terutama Undang-Undang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Definisi Pajak
Peranan pajak terhadap pendapatan negara sangat dominan pada saat
sekarang. Hal ini terjadi karena pajak merupakan sumber yang pasti dalam
memberikan kontribusi kepada negara. Pajak merupakan cermin dari
kegotongroyongan dan kebersamaan masyarakat dalam pembiayaan
negara yang diatur dalam perundang-undangan. Beberapa definisi tentang
pajak antara lain:
Menurut Rochmat Soemitro dalam Marsyahrul (2005:2) definisi pajak
adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut MJH. Smeets dalam Waluyo (2008:3) yaitu:
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
Menurut N.J. Feldmann dalam Suandy (2008:9) yaitu:
Definisi pajak menurut pasal 1 Undang-Undang No.28 Tahun 2007
tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan No. 6 Tahun 1983 adalah:
“Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Maka, dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur berikut:
a. Iuran rakyat kepada negara, sehingga yang berhak memungut pajak
hanya negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi secara individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai keperluan rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Pada dasarnya setiap definisi pajak yang dikemukakan para ahli
memuat empat unsur di atas. Adanya keempat unsur tersebut menjadikan
pajak mempunyai kekuatan hukum yang kuat sehingga apabila masyarakat
wajib pajak tidak melakukan kewajiban pembayaran pajak sesuai dengan
UU perpajakan, maka wajib pajak tersebut dapat dikenakan sanksi berupa
2. Jenis Pajak
Dalam Resmi (2008:7) pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
pengelompokkan berdasarkan golongannya, lembaga pemungutnya,
maupun sifatnya.
a. Pajak berdasarkan golongannya dapat dibagi menjadi dua yaitu pajak
langsung dan pajak tidak langsung.
1) Pajak langsung merupakan pajak yang bebannya harus ditanggung
sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat
dialihkan kepada pihak lain. Contoh dari pajak langsung adalah
Pajak Penghasilan (PPh).
2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan
kepada pihak lain. Contoh dari pajak tidak langsung adalah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).
b. Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dapat dibagi menjadi dua,
yaitu Pajak Pusat atau Pajak Negara dan Pajak Daerah.
1) Pajak Pusat atau Pajak Negara adalah pajak yang wewenang
pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal
Pajak. Contoh dari pajak pusat adalah PPh, PPN, PPnBM, PBB,
Bea Materai dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2) Pajak Daerah merupakan pajak yang wewenang pemungutannya
ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Daerah diatur dalam
undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Contoh dari pajak daerah diantaranya adalah Pajak
Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Kendaraan Bermotor.
c. Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi pajak subjektif dan
pajak objektif.
1) Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan
keadaan subjeknya, contohnya Pajak Penghasilan. Pengenaan pajak
penghasilan untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak. Keadaan pribadi wajib pajak tersebut
selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan
tidak kena pajak.
2) Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat
tinggalnya, contoh pajaknya adalah PPN, PPnBM, dan PBB.
Dengan adanya pembagian pajak berdasarkan golongan, lembaga
pemungut dan sifatnya di atas, maka dapat diketahui secara jelas
macam-macam pajak serta bagaimana pajak tersebut seharusnya dibayar,
perhitungan pengenaan pajaknya. Masyarakat wajib pajak juga dapat
mengetahui, mengawasi perhitungan serta penggunaan pajak yang telah
dibayarkan.
3. Stelsel Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak, khususnya Pajak Penghasilan dikenal tiga
macam stelsel pajak (Suandy, 2008:32).
a. Riel Stelsel atau Stelsel Nyata
Menurut stelsel nyata, pengenaan pajak didasarkan pada objek atau
penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun
pajak atau periode pajak. Dengan demikian, besarnya pajak baru dapat
dihitung pada akhir tahun atau periode pajak, karena penghasilan riil
baru dapat diketahui setelah tahun pajak atau periode pajak berakhir.
b. Fictive Stelsel atau Stelsel Fiktif
Menurut stelsel fiktif atau stelsel anggapan, pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan. Anggapan yang dimaksud disini
dapat bermacam-macam, tergantung peraturan perpajakan yang
berlaku. Anggapan tersebut dapat berupa anggaran pendapatan tahun
berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama
dengan penghasilan tahun pajak yang lalu.
c. Stelsel Campuran
Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel riil dengan
pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir
periode pajak dihitung kembali berdasarkan stelsel riil.
Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut stelsel
campuran, di mana pada awal tahun pajak terdapat angsuran pajak (PPh
Pasal 25) berdasarkan besarnya pajak yang terutang pada Surat
Pemberitahuan tahun sebelumnya. Kemudian di akhir tahun dihitung
kembali berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya diperoleh pada
tahun yang bersangkutan. Jika terdapat kekurangan maka wajib pajak
harus melunasi kekurangan pembayaran pajak (PPh Pasal 29) dalam
jangka waktu yang telah ditentukan.
4. Cara Pemungutan Pajak
Dalam Suandy (2008:40) pemungutan pajak penghasilan ada tiga
macam cara yang biasa dilakukan, yaitu:
a. Asas Domisili (tempat tinggal)
Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat
tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana wajib pajak
bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa
melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh,
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat
b. Asas Sumber
Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan
atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang
menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut berhak
memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan
wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau
kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari mana sumber
pendapatan atau penghasilan tersebut maupun di negara mana tempat
tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.
Indonesia menganut Worldwide Income, sehingga tidak membedakan
sumber penghasilan dalam mengenakan pajak kepada Wajib Pajak Dalam
Negeri. Tetapi untuk Wajib Pajak Luar Negeri Indonesia menganut asas
sumber, sehingga setiap Wajib Pajak Luar Negeri yang memperoleh
penghasilan di Indonesia akan dikenakan PPh Pasal 26.
5. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:
Official Assessment System, Self Assessment System, dan Withholding
a. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
fiskus atau aparat pajak untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, kegiatan menghitung serta
memungut pajak sepenuhnya berada ditangan aparatur pajak (peran
aparat pajak lebih dominan).
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Wajib pajak
dianggap mampu menghitung pajak yang terutang, paham akan
peraturan yang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta
menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu,
berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak semacam ini
sangat tergantung pada wajib pajak itu sendiri (peran dominan ada
pada diri Wajib Pajak).
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak diserahkan kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan dengan undang-undang
ketiga yang dimaksud adalah pemberi kerja serta bendaharawan
pemerintah.
Saat ini, Indonesia menerapkan sistem Self Assessment, dimana wajib
pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri dengan benar sesuai
transaksi ekonomi yang dilakukan, memperhitungkan pajak-pajak yang
telah dibayar atau dipungut/dipotong pihak lain, menyetor, dan
melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT).
B. Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1. Wajib Pajak
Pengertian Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Persyaratan subjektif adalah
persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984 dan perubahannya.
menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan sesuai dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan tahun 1984 dan perubahannya.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2009
Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif, Wajib Pajak
yang terdaftar dapat di administrasikan ke dalam dua jenis wajib pajak,
yaitu:
a. Wajib Pajak Efektif yaitu Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tahunan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
b. Wajib Pajak Non Efektif (WPNE) adalah Wajib Pajak yang tidak
melakukan pemenuhan kewajiban baik berupa pembayaran pajak
maupun penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau
Tahunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan,
yang nantinya dapat diaktifkan kembali.
Wajib Pajak dinyatakan sebagai WPNE apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak pernah melakukan
kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun
penyampaian SPT Masa dan/atau Tahunan
3) Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia tetapi
belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli
warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP
4) Secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha
5) Bendahara tidak melakukan pembayaran lagi
6) Wajib Pajak Badan yang telah bubar tetapi belum ada akte
pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan
yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang)
7) Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau
bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan.
Dalam hal perubahan status Wajib Pajak efektif menjadi Non efektif
atau sebaliknya, Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (TIP) harus
melakukan pemantauan terhadap perubahan status wajib pajak yang
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menurut
Undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 6 Tahun 1983
adalah:
Direktorat Jenderal Pajak telah mengekstensifikasikan Wajib Pajak
Orang Pribadi (WPOP) yang mempunyai penghasilan untuk mempunyai
NPWP. Sejak akhir tahun 2005, Dirjen Pajak sudah menetapkan NPWP
secara jabatan dan membagikan data tersebut kepada Wajib Pajak. Tujuan
dari Dirjen Pajak mengekstensifikasikan NPWP tersebut adalah untuk
meningkatkan penerimaan pajak dan menyempurnakan administrasi
perpajakan.
Bagi WP yang mempunyai penghasilan di atas PTKP diwajibkan
mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007 yang memuat tentang sanksi-sanksi bagi
WP yang sengaja tidak mendaftarkan diri dan menimbulkan kerugian bagi
negara berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi tersebut
berupa pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dengan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Cara untuk
mendapatkan NPWP dapat dilakukan dengan: (Yolina, 2009:52)
a. Datang langsung ke KPP domisili dengan membawa asli dan fotocopy
KTP dan Kartu Keluarga, kecuali jika diminta lain oleh petugas
pendaftaran.
b. Mendaftarkan diri melalui internet dengan cara e-registration, setelah
kemudian bawa ke KPP domisili untuk ditukarkan dengan kartu
NPWP dan SKT yang asli.
Setelah WP memiliki NPWP, maka WP mempunyai kewajiban untuk
melaporkan SPT Tahunan setiap tahun dan melaporkan SPT Masa setiap
bulannya. Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan No. 28 Tahun 2007 selain mewajibkan memiliki NPWP, UU
ini juga memuat ketentuan mengenai pencabutan NPWP sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 2 ayat (6). Penghapusan NPWP dilakukan oleh
Dirjen Pajak apabila:
1. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP dan/atau ahli
warisnya apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
2. WP Badan dilikuidasi karena penghentian atau penghapusan usaha
3. WP bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia
4. Dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari
WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
C. Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 1. Pengertian Pajak Penghasilan
Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
No. 36 Tahun 2008 yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan adalah
Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ini mengandung pengertian
bahwa subjek pajak baru dikenakan pajak penghasilan apabila menerima
atau memperoleh penghasilan. Dalam Waluyo (2008:89) subjek pajak
diartikan orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak.
Sedangkan pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat 1 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dipergunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama
atau dalam bentuk apapun. Pajak Penghasilan digolongkan ke dalam dua
jenis yaitu Pajak Penghasilan Migas dan Pajak Penghasilan Non Migas.
Pajak Penghasilan Migas adalah Pajak Penghasilan yang berasal dari
minyak bumi dan gas alam. Sedangkan Pajak Penghasilan Non Migas
terdiri dari:
a. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan Pajak yang dikenakan atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri.
b. Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun
swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain.
c. Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong oleh Pajak
Penghasilan PPh 21, yang dibayarkan atau terutang oleh Badan
Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan,
Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
d. Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau
dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
Dalam Negeri.
e. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang
pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat
dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib pajak pada akhir tahun pajak yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan. Sedangkan Pajak Penghasilan PPh Pasal 29 adalah Pajak
Penghasilan yang masih harus dibayar atas kekurangan pembayaran
pajak pada akhir tahun pajak.
f. Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dari
Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.
g. Fiskal Luar Negeri adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri.
h. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau Pajak Penghasilan yang
bersifat final adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan pada
Wajib Pajak dimana pemotongan pajak tersebut tidak perlu lagi
diperhitungkan dalam penghitungan PPh terutang dalam perhitungan
PPh yang harus dibayar dalam SPT (Surat Pemberitahuan), namun
seluruh penghasilan yang telah dipotong PPh Final tersebut harus
tetap dilaporkan didalam SPT sebagai kewajiban pelaporan saja
namun tidak perlu diperhitungkan kembali, karena penghitungannya
telah selesai (final). Objek pajak yang dipotong PPh yang bersifat
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
2) Penghasilan berupa hadiah undian
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan, dan
5) Penghasilan tertentu lainnya.
2. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 merupakan undang-undang
perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 yang
mengatur tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini mulai
diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2009. Ada beberapa pokok perubahan
dari UU PPh sebelumnya yaitu UU PPh No. 17 Tahun 2000 ke UU No. 36
Tahun 2008 ini. Pokok-pokok perubahan tersebut adalah:
a. Adanya penegasan terhadap objek PPh (Pasal 4 ayat 1).
Didalam UU No. 17 Tahun 2000 ditetapkan bahwa surplus Bank
No. 36 Tahun 2008 ditetapkan bahwa surplus Bank Indonesia adalah
merupakan objek pajak.
b. Adanya perluasan terhadap objek PPh final (Pasal 4 ayat 2) pada UU
No. 36 Tahun 2008. Objek-objek tersebut adalah:
1) Transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa.
2) Transaksi penjualan saham atau pengalihan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
3) Usaha jasa konstruksi.
4) Usaha real estate.
c. Adanya penegasan terhadap non-objek PPh (Pasal 4 ayat 3) pada UU
No. 36 Tahun 2008 yaitu:
1) Dividen yang diterima koperasi tidak dibatasi pada persentase
kepemilikan saham.
2) Bagian laba yang diterima pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif.
3) Beasiswa yang memenuhi syarat tertentu.
4) Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba di bidang pendidikan dan
atau penelitian dan pengembangan (Litbang).
5) Bantuan atau santunan yang dibayarkan badan penyelenggara
jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu.
d. Penghapusan Non-objek PPh (Pasal 4 ayat 3 huruf J).
Didalam UU No. 17 Tahun 2000 ditetapkan bahwa bunga obligasi
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha
dikecualikan sebagai objek PPh, sedangkan didalam UU No. 36
Tahun 2008 ketentuan tersebut dicabut, sehingga bunga obligasi yang
diterima atau diperoleh perusahaan reksadana sejak awal pendirian
perusahaan adalah merupakan objek pajak.
e. Adanya penambahan yang diperbolehkan oleh pajak sebagai biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada pasal
6 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008.
Biaya-biaya tersebut adalah:
1) Biaya sumbangan bencana nasional
2) Sumbangan penelitian dan pengembangan (Litbang) yang
dilakukan di Indonesia
3) Biaya pembangunan infrastruktur sosial
4) Sumbangan fasilitas pendidikan dan sumbangan pembinaan
olahraga.
f. Adanya penambahan yang diperbolehkan oleh pajak sebagai biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada pasal
9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008.
Biaya-biaya yang dimaksud adalah:
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha yang
menyalurkan kredit
3) Cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara
jaminan sosial
4) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
5) Cadangan biaya penanaman kembali (reboisasi) untuk usaha
kehutanan
6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri
g. Terdapat perubahan terhadap besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
(Pasal 7).
Sebelumnya ditetapkan didalam KMK Nomor: 137/PMK.03/2005
bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebagai
[image:47.595.149.525.103.613.2]berikut:
Tabel 2.1
Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam KMK Nomor: 137/PMK.03/2005
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp13.200.000,00
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp1.200.000,00
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp13.200.000,00
Tambahan Tanggungan (maksimal 3 orang)
Rp1.200.000,00
Sumber : KMK Nomor: 137/PMK.03/2005 yang disederhanakan
Kemudian didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut diatas
Tabel 2.2
Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam UU No. 36 Tahun 2008
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp15.840.000,00
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp1.320.000,00
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp15.840.000,00
Tambahan Tanggungan (maksimal 3 orang)
Rp1.320.000,00
Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan
h. Adanya tambahan penjelasan mengenai pemisahan pengenaan pajak
suami istri (Pasal 8 ayat 2 huruf C) pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu
apabila dikehendaki oleh istri, maka istri dapat memilih untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
i. Norma penghitungan penghasilan neto (Pasal 14).
Didalam UU No. 17 Tahun 2000 sebelumnya ditetapkan bahwa:
Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran usaha kurang dari
Rp600.000.000,00 dalam satu tahun dapat menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto.
Sekarang didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut telah
diubah sehingga batas peredaran usaha dalam satu tahun untuk dapat
menggunakan norma penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi
menjadi Rp4.800.000.000,00
j. Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi (Pasal 17).
Dalam UU No. 17 Tahun 2000 sebelumnya ditentukan bahwa
besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah
Tabel 2.3
Tarif WPOP dalam UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif
s/d Rp25.000.000,00 5%
Diatas Rp25.000.000,00 s/d Rp50.000.000,00 10%
Diatas Rp50.000.000 s/d Rp100.000.000,00 15%
Diatas Rp100.000.000 s/d Rp200.000.000,00 25%
Diatas Rp200.000.000,00 35%
Sumber : UU No. 17 Tahun 2000 yang disederhanakan
Dalam UU No. 36 Tahun 2008, tarif pajak bagi WPOP tersebut telah
diubah menjadi:
Tabel 2.4
Tarif WPOP dalam UU No. 36 Tahun 2008
Lapisan Penghasilan Tarif
s/d Rp50.000.000,00 5%
Diatas Rp50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 15%
Diatas Rp250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 25%
Diatas Rp500.000.000,00 30%
Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan
k. Tarif Wajib Pajak Badan (Pasal 17).
Pada UU No. 17 Tahun 2000, tarif wajib pajak badan ditentukan
sebagai berikut:
Tabel 2.5
Tarif WP Badan dalam UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif
s/d Rp50.000.000,00 10%
Diatas Rp50.000.000,00 s/d Rp100.000.000,00 15%
Diatas Rp100.000.000,00 30%
Sumber : UU No. 17 Tahun 2000 yang disederhanakan
Kemudian didalam UU No. 36 tahun 2008, tarif WP badan diubah
menjadi tarif tunggal sebesar 28% (dua puluh delapan persen) pada
tahun 2010 dan untuk WP badan masuk bursa diberikan tarif 5% lebih
rendah dari tarif yang berlaku.
l. Adanya penjelasan tentang perbedaan tarif pemotongan/pemungutan
untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dibandingkan dengan
[image:50.595.146.522.110.436.2]wajib pajak yang memiliki NPWP didalam UU No. 36 Tahun 2008.
Tabel 2.6
Perbandingan tarif WP Non NPWP dengan tarif WP ber NPWP Jenis
Potongan/Pungutan
Tarif Non-NPWP dibandingkan dengan Tarif NPWP
Pasal 21 20% lebih tinggi
Pasal 22 100% lebih tinggi
Pasal 23 100% lebih tinggi
Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan
m. Mengenai dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi.
Dalam UU No. 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa:
Dividen yang diterima WPOP tidak termasuk dalam objek PPh pasal 4
ayat 2.
Keputusan tersebut kemudian diubah dalam UU No. 36 Tahun 2008
sehingga saat ini dividen yang diterima WPOP dikenakan PPh pasal 4
ayat 2 final setinggi-tingginya 10% (sepuluh persen).
n. Adanya tambahan objek pemungutan PPh pasal 22 pada UU No. 36
Tahun 2008 yaitu pemungutan PPh oleh wajib pajak tertentu dari
pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
o. Adanya perubahan pada PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c dalam UU No.
36 Tahun 2008
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam
atau jatuh tempo pembayaran oleh badan pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yaitu
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
p. Fiskal Luar Negeri (PPh Pasal 25 ayat 8)
Ketentuan sebelumnya di dalam UU No. 17 Tahun 2000 adalah:
Bagi WP orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar
Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka. Sesuai PP No.
41 Tahun 2001, besarnya Fiskal Luar Negeri adalah sebesar:
1) Menggunakan transportasi udara sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah)
2) Menggunakan transportasi darat dan laut sebesar Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah)
Di dalam UU No. 36 Tahun 2008, ketentuan tersebut diubah menjadi:
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP tidak
yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak
ke luar negeri, wajib membayar Fiskal Luar Negeri sebagai
pembayaran pajak dimuka yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
q. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Pasal 31E)
Untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah diberikan
fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif 50% (lima puluh persen)
lebih rendah dari tarif normal bagi WP badan yang memenuhi kriteria:
1) Mempunyai peredaran bruto usaha/omzet sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
2) Dikenakan atas penghasilan Kena Pajak dari bagian omzet sampai
dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
3. Contoh Perhitungan Pengenaan Pajak Penghasilan
a. Perhitungan PPh Pasal 21 untuk WP Orang Pribadi
Tuan A bekerja sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan
perdagangan menerima gaji pokok sebesar Rp14.000.000,00 perbulan
ditambah beberapa tunjangan seperti tunjangan transport, premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian yang besarnya
masing-masing 5%, 0,24% dan 0,3% dihitung dari gaji pokok
bulanan, disamping itu, Tuan A juga memenuhi kewajibannya
disahkan oleh Menteri Keuangan dengan besarnya masing-masing
adalah 4% dan 2% dari gaji pokok. Tuan A telah menikah dan
memiliki 3 orang anak.
Maka besarnya PPh Pasal 21 Tuan A adalah sebagai berikut:
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 17 Tahun 2000
Gaji sebulan Rp 14.000.000
Tunjangan transport (5% x Rp 14.000.000) Rp 700.000
Premi asuransi kec. kerja (0,24% x Rp 14.000.000) Rp 33.600
Premi asuransi kematian
(0,3% x Rp 14.000.000) Rp 42.000+
Jumlah Penghasilan Bruto Rp 14.775.600
Pengurang:
Biaya jabatan (5% x Rp 14.775.600) = Rp 738.780
Biaya jabatan yang diperkenankan = Rp 500.000
Iuran pensiun (4% x Rp 14.000.000) = Rp 560.000
Iuran JHT (2% x Rp 14.000.000) = Rp 280.000 +
(Rp 1.340.000)
Jumlah Penghasilan Neto Sebulan Rp 13.435.600
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 13.435.600) Rp 161.227.200
PTKP (K/3)
Diri WP sendiri Rp 13.200.000
Kawin Rp 1.200.000
Tanggungan
(3x @ Rp 1.200.000) Rp 3.600.000 +
(Rp 18.000.000)
Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp 143.227.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000
10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
25% x Rp 43.227.000 = Rp 10.806.750 +
Rp 22.056.750
PPh pasal 21 terutang sebulan Tuan A = Rp 22.056.750 12 = Rp 1.838.062
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 36 Tahun 2008
Gaji sebulan Rp 14.000.000
Tunjangan transport (5% x Rp 14.000.000) Rp 700.000
Premi asuransi kec. Kerja
(0,24% x Rp 14.000.000) Rp 33.600
Premi asuransi kematian
(0,3% x Rp 14.000.000) Rp 42.000+
Jumlah Penghasilan Bruto Rp 14.775.600
Pengurang:
Biaya jabatan (5% x Rp 14.775.600) = Rp 738.780
Biaya jabatan yang diperkenankan = Rp 500.000
Iuran pensiun (4% x Rp 14.000.000) = Rp 560.000
Iuran JHT (2% x Rp 14.000.000) = Rp 280.000 +
(Rp 1.340.000)
Penghasilan Neto Setahun
(12 x Rp 13.435.600) Rp 161.227.200
PTKP (K/3)
Diri WP sendiri Rp15.840.000
Kawin Rp 1.320.000
Tanggungan
(3x @ Rp1.320.000) Rp 3.960.000 +
(Rp 21.120.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 140.107.200
Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp 140.107.000
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp 50.000.000= Rp 2.500.000
15% x Rp 90.107.000= Rp13.516.050+
Rp16.016.050
PPh Pasal 21 terutang sebulan = Rp16.016.050 12 = Rp1.334.670
Jika Tuan A tidak memiliki NPWP maka perhitungan PPh Pasal 21
untuk Tuan A menjadi:
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x 120% x Rp50.000.000 = Rp 3.000.000
15% x 120% x Rp90.107.000 = Rp 16.219.260 +
Rp 19.219.260
PPh Pasal 21 terutang sebulan = Rp19.219.260
12
b. Perhitungan PPh Pasal 23
PT. Jaya melakukan pemeliharaan dan perbaikan 5 unit AC kantor
sebesar Rp500.000,00. Pajak Penghasilan Pasal 23 yang terutang atas
transaksi tersebut adalah...(Yolina, 2009:43)
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 36 Tahun 2008
Jika WP memiliki NPWP maka perhitungan pajaknya adalah:
2% x Rp500.000,00 = Rp 10.000,00
Jika WP Non NPWP maka perhitungan pajaknya menjadi:
2% x 200% x Rp500.000,00 = Rp 20.000,00
c. Perhitungan PPh Badan
PT. X sebagai wajib pajak badan memiliki jumlah penghasilan kena
pajak sebesar Rp250.000.000,00 maka pajak terutang untuk PT. X
adalah...
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 17 Tahun 2000
10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00
15% x Rp50.000.000,00 = Rp7.500.000,00
30% x Rp150.000.000,00 = Rp45.000.000,00 +
Pajak terutang PT. X = Rp57.500.000,00
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 36 Tahun 2008
Untuk tahun 2009, pajak terutang PT. X adalah:
28% x Rp250.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Pada tahun 2010 menjadi 25% x Rp250.000.000,00
d. Perhitungan untuk pemanfaatan fasilitas UMKM
1) Peredaran usaha PT. Sabar pada tahun 2009 sebesar
Rp4.000.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp800.000.000,00 maka perhitungan pajak penghasilan yang
terutang adalah...(Yolina, 2009:45)
50% x 28% x Rp800.000.000,00 = Rp112.000.000,00
Catatan: Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto usaha dikenakan tarif 50% dari tarif pajak
penghasilan badan yang berlaku karena peredaran bruto usaha PT.
Sabar tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
2) Peredaran usaha PT. Jaya pada tahun 2009 sebesar
Rp20.000.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp4.000.000.000,00 maka perhitungan pajak penghasilan yang
terutang adalah...
Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang mendapatkan fasilitas:
(Rp4.800.000.000 : Rp20.000.000.000,00) x Rp4.000.000.000,00 =
Rp960.000.000,00
Jumlah PKP yang tidak mendapatkan fasilitas:
Rp4.000.000.000,00 – Rp960.000.000,00 = Rp3.040.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 28% x Rp960.000.000 = Rp 134.000.00