• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1 Master Data

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI TUBERKULOSIS PARU YANG DIRAWAT INAP

(2)

18 70 4 2 2 2 3 4 1 2 2 2 1 3 3 2 1

19 47 2 2 2 2 3 4 1 2 1 6 1 1 3 2 2

20 64 3 2 1 2 2 3 3 1 1 10 3 1 3 2 1

21 57 3 2 1 2 3 3 3 1 1 4 1 4 3 2 1

22 70 4 2 2 2 3 3 3 1 2 6 1 5 3 2 1

23 55 3 2 1 2 3 6 1 2 1 3 1 5 3 2 2

24 77 5 2 1 2 3 4 3 2 2 10 1 1 3 2 2

25 54 2 2 1 2 2 2 1 2 1 5 1 5 3 2 1

26 37 2 1 2 2 3 3 3 1 1 5 1 5 3 2 1

27 55 3 2 2 2 3 3 1 1 2 4 1 5 3 2 2

28 68 4 2 1 2 3 4 1 2 2 8 1 5 3 2 1

29 67 4 2 2 2 2 4 3 2 2 4 1 1 3 2 1

30 51 2 2 2 2 3 4 1 1 1 3 1 3 3 2 1

31 62 3 2 2 2 3 4 1 1 1 4 1 1 3 2 1

32 53 2 2 2 2 3 2 3 2 1 5 1 1 3 1 1

33 56 3 2 2 2 3 5 1 1 1 5 3 2 1 1 2

34 56 3 2 2 2 3 3 1 1 1 2 1 5 3 2 2

35 72 4 2 1 2 3 5 1 1 1 4 1 1 1 2 2

36 69 4 2 1 2 3 4 3 2 1 5 1 5 3 2 1

37 35 3 1 1 2 3 4 3 2 1 3 1 1 1 2 1

38 51 2 2 1 2 3 4 3 2 1 4 1 1 3 2 1

39 40 1 1 2 2 3 3 2 1 1 7 1 1 3 2 1

40 77 5 2 2 2 3 5 3 2 1 15 3 4 3 2 1

41 65 4 2 2 2 3 6 1 1 1 4 1 1 3 2 1

(3)

43 42 1 1 2 2 3 4 1 2 1 2 1 2 3 2 1

44 51 2 2 2 2 3 4 3 2 1 4 1 1 1 1 1

45 45 1 1 2 2 3 3 3 1 1 11 1 1 3 2 2

46 56 3 2 2 2 3 4 3 1 1 7 1 5 3 2 2

47 56 3 2 2 2 3 3 3 1 1 3 1 1 3 2 1

48 60 3 2 2 2 3 3 1 2 1 4 1 1 3 2 2

49 65 4 2 2 2 2 4 3 1 1 2 1 1 3 2 1

50 44 1 1 2 2 3 3 1 2 1 7 1 5 1 1 1

51 47 2 2 2 2 3 3 1 2 1 5 1 1 3 2 1

52 77 5 2 2 2 3 4 3 2 1 6 1 5 3 2 1

53 61 3 2 2 2 3 3 3 2 1 2 1 2 3 2 1

54 57 3 2 1 2 2 4 1 1 1 5 1 5 3 2 1

55 75 5 2 1 2 3 4 3 1 1 3 1 1 3 2 1

56 58 3 2 1 2 3 5 3 1 1 7 1 5 3 2 1

57 75 5 2 1 2 3 3 3 2 1 7 1 5 1 1 2

58 52 2 2 2 2 3 4 1 2 1 3 1 1 3 2 2

59 77 5 2 2 2 3 5 3 1 1 8 1 1 3 2 1

60 54 2 2 1 2 3 1 3 1 1 2 1 1 3 2 1

61 48 2 2 2 2 3 3 1 1 1 8 1 5 3 2 1

62 63 3 2 2 2 3 5 1 1 1 8 1 5 3 2 1

63 53 2 2 2 2 2 4 1 1 1 2 1 3 3 2 2

64 64 3 2 1 2 3 3 3 2 1 4 1 5 3 2 1

65 60 3 2 1 2 3 5 3 1 1 6 1 1 3 2 2

66 60 3 2 1 2 3 5 3 1 1 9 1 1 3 2 2

(4)

68 53 2 2 2 2 3 4 1 1 1 4 1 2 3 2 1

69 60 3 2 2 2 3 5 3 1 1 6 1 1 1 1 1

70 65 4 2 2 2 3 5 1 1 1 3 3 1 3 2 1

71 54 2 2 2 2 3 2 1 1 1 6 1 5 3 2 2

72 52 2 2 2 2 3 4 3 2 1 11 1 5 1 1 1

73 56 3 2 2 2 3 2 1 1 1 5 1 1 3 2 1

74 45 1 1 2 2 3 3 1 1 2 10 1 1 3 2 2

75 48 2 2 1 2 3 1 3 2 1 3 1 3 3 2 2

76 62 3 2 1 2 3 6 1 2 1 4 1 5 3 2 2

77 59 3 2 1 2 3 3 3 2 1 7 1 1 3 2 2

78 64 3 2 2 2 3 5 1 2 1 4 1 5 3 2 1

79 52 2 2 2 2 3 2 3 1 2 4 1 1 3 2 1

80 65 4 2 2 2 3 4 3 2 2 5 1 3 3 2 1

81 57 3 2 2 2 2 4 3 1 2 2 1 2 3 2 1

82 58 3 2 2 2 3 4 1 1 2 6 1 1 3 2 2

83 60 3 2 2 2 3 4 1 1 1 10 1 5 3 2 2

84 64 3 2 1 2 2 3 3 2 2 3 1 1 3 2 1

85 59 3 2 2 2 3 4 1 2 2 8 1 4 1 1 2

86 68 4 2 1 2 3 4 3 1 1 6 1 1 1 1 1

87 56 3 2 2 2 3 4 1 1 2 1 1 4 1 1 2

88 64 3 2 2 2 3 5 3 2 1 10 1 1 1 1 1

89 60 3 2 2 2 2 5 3 1 1 5 1 1 1 1 2

90 51 2 2 2 2 3 2 1 1 1 8 1 1 3 2 2

(5)

Keterangan :

JK : Jenis Kelamin J_Obt : Jenis Pengobatan

St_Kwn : Status Kawin KSP : Keadaan Sewaktu Pulang D_Asl : Daerah Asal Hsl_Pks : Hasil Pemeriksaan TB Paru

(6)

Lampiran 2

Hasil Pengolahan Data

Analisa Deskriptif Frequencies Tabel

Umur penderitak (th)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Batak 91 100.0 100.0 100.0

Agama penderita

Frequency Percent Valid Percent

(7)

pensiunan 15 16.5 16.5 96.7

lain-lain 3 3.3 3.3 100.0

Total 91 100.0 100.0

Sumber Pembiayaan Penderita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

pangururan 47 51.6 51.6 51.6

luar pangururan 44 48.4 48.4 100.0

(8)

Descriptives

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.59 Upper Bound 5.70

Interquartile Range 4

Skewness .961 .253

Kurtosis 1.203 .500

Jenis pengobatan

Frequency Percent Valid Percent

(9)

Hasil pemeriksaan penderita Frequenc

y

Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulativ e Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Crosstabs Umur Berdasarkan Tipe Penderita

(10)

Tipe penderita * Umur PenderitaA (th) Crosstabulation

Umur PenderitaA (th) Total <=45 tahun >45 tahun

Tipe

Linear-by-Linear Association .189 1 .664

N of Valid Cases 91

(11)

Crosstabs Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita * Jenis kelamin penderita Crosstabulation

(12)

Crosstabs Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita Statistic Std. Error

Lama

Interquartile Range 3

Skewness 1.477 .314

(13)

Kurtosis 3.364 .618

Interquartile Range 4

Skewness .232 .409

(14)

Lama Rawatan Penderita

Mann-Whitney U 749.000

Wilcoxon W 2460.000

Z -1.734

Asymp. Sig. (2-tailed) .083 a. Grouping Variable: Tipe penderita

Crosstabs Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita

(15)

Expected Count 15.0 76.0 91.0

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.44. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya

Descriptives

Sumber Pembiayaan Penderita Statistic Std. Error

(16)

Variance 6.536

Std. Deviation 2.557

Minimum 2

Maximum 15

Range 13

Interquartile Range 3

Skewness 1.240 .293

Interquartile Range 4

(17)

Mann-Whitney Test

Ranks

Sumber Pembiayaan Penderita N Mean Rank Sum of Ranks Lama Rawatan

Rata-Rata Penderita

BPJS/ASKES 67 48.41 3243.50

Umum/Biaya Sendiri 24 39.27 942.50

Total 91

Test Statisticsa

Lama Rawatan Penderita

Mann-Whitney U 642.500

Wilcoxon W 942.500

Z -1.469

(18)
(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.M.F, Purnamasari. D., 2009. Diabetes Melitus Gestasional. Di Dalam :

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1952-1956.

Alatas, A., 2013. Prevalensi Tuberkulosis Paru dengan BTA Positif pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2013. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Andriani, L., 2011. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di RSU Herna Medan Tahun 2009-2010. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik. 2015. Samosir Dalam Angka. Pangururan: BPS Kabupaten

Samosir.

http://samosirkab.bps.go.id

Bilous, R, dan Donelly, R., 2015. Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta : Bumi Medika.

Chugh, SN., 2011. Diabetes. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publishers (P) LTD.

D’Adamo, P, dan Whitney, C., 2009. Diabetes. Yogyakarta : B-first.

Fajrinayanti, Ayubi, D., 2008. Faktor Risiko Perilaku Pra-Diabetes di Kota Padang Panjang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.Vol. 3, No. 2: 84-88.

Gibney, J.M., Margetts, M.B., Kearney, M.J., Arab, L., 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gordon, F.C., 2015. Gambaran Karakteristik Tuberkulosis Paru Pada Pasien Rawat Inap Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014. Skripsi Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

(21)

Greenstein, B., Wood, F.D., 2007. At a Glance Sistem Endokrin Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hendromartono., 2009. Nefropati Diabetik. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1943-1946.

International Diabetes Federation. 2013.IDF Diabetes Atlas 6th edition. Diakses 18 Maret 2016.https://www.idf.org

International Diabetes Federation. 2011. One adult in ten will have diabetes by 2030. Diakses 18 Maret 2016.5th edition Diabetes Atlas.

https://www.idf.org

Irianto, K., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular &Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Janis, I., 2008. Konversi BTA pada Penderita TB Paru Kategori I yang Mendapat Terapi Intensif dengan Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol. Tesis mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Penyakit Tropis Universitas Sumatera Utara Medan.

Kemenkes, RI., 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes, RI., 2013. Pokok-pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes, RI., 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta: Kemenkes RI.

Kirtishani, A., Lorensia, A., yudiarso, A., Linggani., Agustina, S., Junita, L., 2013. Program Edukasi Kesehatan dan Perubahan Lingkar Pinggang pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.Vol. 8, No. 1: 28-32.

(22)

Lestari. D., 2015. Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes MelitusTipe 2 dengan Terjadinya Neuropati Sensorik Diabetik di RSUD Salatiga 2015. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Linda, M., Priyanti, Z.S., Aditama, T.Y., 2007. Faktor-faktor yang memperngaruhi Kesembuhan Pasien TB Paru. J Respir Indo. Vol. 27: 176-183.

Masfufah, Hadju. V, Jafar.N., 2014. PengetahuanKadar Glukosa darah dan Kualitas Hidup Penderita Diabetes MelitusTipe 2 Rawat Jalan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Makassar. (Jurnal elektronik) diakses 27 Maret 2016; http://repository.unhas.ac.id

Mihardja, L, Lolong, D.B., Ghani, L., 2015. Prevalensi Diabetes Melitus pada Tuberkulosis dan Masalah Terapi. Jurnal ekologi kesehatan. Vol. 14 No. 4: 350-358.

Ndraha, Z., 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan tatalaksana Terkini. Leading Article. Vol. 27, No.2. Jakarta.

Pandelaki, K., 2009. Retinopati Diabetik. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1930-1946.

Parulian, R., 2015. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

PERKENI., 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes MelitusTipe 2 di Indonesia. Jakarta.

Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Di Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1880-1883.

Riyadi, S., Sukarmin., 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan

(23)

Rosyada, A, Trihandini. I., 2007. DeterminaKomplikasiKronik Diabetes MelitusPadaLanjutUsia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 7, No. 9: 395-401.

Rustama, D.S., Subardja, D., Oentario, M.C., Yati, N.P., Satriono, Harjantien N., 2010. Diabetes Melitus. Di Dalam : Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. hal. 125-194.

Soegondo, S., 2009. Farmakologi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1884-1890.

Soemadji, D.W., 2009. Hipoglikemia Iatrogenik. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1900-1905.

Soewondo, P., 2009. Ketoasidosis Diabetik. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1906-1911.

Soewondo, P, Hendarto. H., 2009. Asidosis Laktat. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1917-1921.

Subekti. I., 2009. Neuropati Diabetik. Di Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1947-1951.

Shahab, A., 2009. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Di Dalam :

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1947-1942.

Suyono, S., 2009. Diabetes melitus di Indonesia.Di Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1877-1879.

(24)

Tjokroprawiro, A., 2006. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Melitus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Waspadji, S., 2009. Kaki Diabetes. Dalam : Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal. 1961-1966.

WHO. 2011. Global Tuberculosis Control. World Health Organization. (online) diakses 23 Mei 2016.

http://www.who.int/tb/publications/global_report/2011/en/index.html.

WHO. 2016. Diabetes. World Health Organization. (online)diakses 23 Mei 2016. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/-46k

Wijaya, I., 2015. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Kesehatan Universitas Pelita Harapan. Vol. 42, No. 6: 412-417

Wijayanto, A, Burhan, E, Nawas, A, Rochsismandoko., 2015. Faktor Terjadinya Tuberkulosis Paru Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. 35, No. 1: 1-11.

Wulandari, R.D., Sugiri , J.Y., 2013. Diabetes Melitus dan Permasalahannya pada Infeksi Tuberkulosis. Jurnal kesehatan Brawijaya,Vol. 33, No. 2: 126-134. Yuliani, F, Oenzil, F, Iryani, D., 2014. Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(1) : 37-40.

(25)

27 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan case series.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Pemilihan lokasi penelitian ini didasari atas pertimbangan bahwa adanya pencatatan data rekam medik tentang kasus DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai kasus penyakit DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir tahun 2011-2016.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Februari 2016 – Agustus 2016. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(26)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011- Maret 2016 (Total Sampling).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011- Maret 2016. Selanjutnya dilakukan pencatatan dan tabulasi dari semua data kasus DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru dari kartu status penderita penyakit tersebut.

3.5 Difinisi Operasional

1. Penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru adalah pasien yang dinyatakan menderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap, berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status.

2. Sosiodemografi meliputi :

a.Umur adalah usia penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai dengan yang tercatat pada status rekam medik dan dikategorikan dengan kelompok umur yang berisiko untuk terjadinya DM, yaitu:

(27)

29

Untuk analisis statistik, umur dikategorikan atas : 1. ≤45 tahun

2. >45 tahun

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai dengan yang tercatat pada status rekam medik pasien, dikelompokkan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

c.Suku adalah rasa tau etnik yang melekat pada diri penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

d.Agama adalah kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

(28)

1. Tidak Bekerja 2. Pegawai/TNI/Polri 3. Wiraswasta

4. Petani/Nelayan/Buruh 5. Lain-lain

f. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai yang tercatat pada status rekam medik dengan kategori:

1. Kawin 2. Belum kawin 3. Janda/duda

g. Daerah asal adalah wilayah atau tempat dimana penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berasal/tinggal sesuai dengan yang tercatat pada status rekam medik pasien, dikelompokkan atas:

1. Pangururan 2. Luar Pangururan

3. Sumber biaya adalah sumber pembiayaan yang digunakan penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai dengan yang tercatat pada status rekam medik pasien, dikelompokkan atas:

1. BPJS/ASKES

2. Umum/Biaya Sendiri

(29)

31

5. Jenis Pengobatan adalah jenis obat-obatan yang diberikan kepada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru sesuai dengan tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 2. Suntik Insulin

3. Obat Hipoglikemik Oral dan Suntik Insulin

6. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi atau keadaan penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru pada waktu keluar dari rumah sakit, dikelompokkan atas:

1. Sehat

2. Pindah Rumah Sakit

3. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 4. Meninggal

5. Lain-lain

7. Hasil pemeriksaan TB Paru adalah hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penderita sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas:

1. BTA

2. Foto Toraks

8. Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik adalah hasil pemeriksaan dahak yang dilakukan oleh penderita sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas:

(30)

9. Tipe penderita adalah tipe dari seorang penderita sewaktu datang berobat yang ditentukan atas riwayat pengobatan sebelumnya sesuai dengan yang tercatat di kartu status dikelompokkan atas:

1. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya atau sudah pernah menelan obat anti Tuberkulosis (OAT) kurangdari 1 bulan (30 dosis harian).

2. Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosa kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3.6 Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa dengan menggunakan bantuan komputer. Data dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square.

(31)

33 BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan terletak di Kota Pangururan Kabupaten Samosir, tepatnya di Jl. Dr. Hadrianus Sinaga No. 86 Kelurahan Pintusona Pangurura.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan merupakan bagian dari jajaran Pemerintah Kabupaten Samosir yang melaksanakan pelayanan publik. RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan sebagai satu-satunya rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Samosir yang melaksanakan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat umum dan peserta BPJS (Askes PNS, Jamkesmas/Jampersal, dan Mandiri) berupaya untuk melakukan pembenahan diri sesuai dengan tuntutan masyarakat Kabupaten Samosir.

(32)

4.1.1 Visi, Misi, Motto dan Maklumat Pelayanan

a. Visi

“Menjadi Rumah Sakit Rujukan Yang Terakreditasi“

b. Misi

b.1 Meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan.

b.2 Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia kesehatan.

b.3 Meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit sesuai standar. c. Motto

4 S yaitu ”Senyum, Sapa, Santun dan Sentuh.”

d. Maklumat

d.1 “Kami Bangga Dapat Melayani Anda Dengan Cepat”

d.2 “Kami Akan Memberikan Pelayanan Bagi Siapapun Tanpa Membedakan” d.3 “Kami Akan Memberikan Pelayanan Yang Beriorientasi Pada Kepuasan

Pelanggan”.

4.1.2 Fasilitas Rumah Sakit

Fasilitas Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Samosir antara lain: a. Pelayanan administrasi dan manajemen

b. Pelayanan rekam medik

c. Pelayanan medik yaitu: Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik Umum, Poliklinik Penyakit Anak, Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Bedah, Poliklinik VCT, dan Poliklinik DOTS.

(33)

35

d.1 Perawatan Gawat Darurat : Instalasi Gawat Darurat (IGD).

d.2 Perawatan Rawat Jalan : Klinik VCT dan Poliklinik (Poli Umum, Poli Anak, Poli Penyakit Dalam, Poli Bedah, Poli Kebidanan, Poli Gigi dan Mulut, Poli DOTS).

d.3 Perawatan Rawat Inap : Instalasi PONEK, R. VVIP & VIP, R. Kls. 1 & 2, R. Kls. 3, R. ICU, R. OK.

e. Pelayanan penunjang medik yaitu: e.1 Pelayanan Diagnostik antara lain :

Laboraturium : kimiawi, hematologi, bakteriologi

Radiologi : Thorax Foto, Abdomen/pelvic, Extremitas superior, Extremitas interior, Schedel /sinus/ mastoid / mandibula, BNO / IVP dan Colon inloop

/.Appendic, Ultra-sonografi (USG) dan Elektrokardiografi (EKG)

e.2 Pelayanan Terapeutik antara lain : Farmasi, Ruang operasi serta UTDRS e.3 Pelayanan Rehabilitasi medik, antara lain : Terapi fisik

(34)

4.2 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Sosisodemografi

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Kristen Protestan 80 87,9

Total 91 100

Pekerjaan

Tidak Bekerja 4 4,4

Pegawai/TNI/POLRI 10 11,0

Wiraswasta 25 27,4

Petani/Nelayan/Buruh 34 37,4

(35)

37

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa karakteristik penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2011-2016 berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, status perkawinan dan daerah asal) adalah sebagai berikut: proporsi menurut kelompok umur yang tertinggi adalah kelompok umur 55-64 tahun yaitu 35 orang (38,5%), kemudian kelompok umur 45-54 tahun yaitu 26 orang (28,6%), kelompok umur 65-74 tahun yaitu 14 orang (15,4%), dan proporsi yang terendah adalah kelompok umur <45 tahun yaitu 8

orang (8,8%) dan kelompok umur ≥75 tahun yaitu 8 orang (8,8%). Proporsi

(36)

4.3 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Sumber Biaya

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Sumber Biaya f %

BPJS/Askes 67 73,6

Umum/Biaya Sendiri 24 26,4

Total 91 100

Tabel 4.2 di atas di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2011-2016 berdasarkan sumber biaya proporsi yang tertinggi adalah BPJS/Askes yaitu 67 orang (73,6%) dan proporsi terendah yaitu sumber biaya Umum/Biaya Sendiri yaitu 24 orang (26,4%).

4.4 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten SamosirTahun 2011-2016

Lama Rawatan Rata-Rata (Hari)

Mean 5,14

95% Confidence Interval 4,59-5,70

SD 2,661

Minimum 1

(37)

39

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2011-2016 berdasarkan lama rawatan rata-rata adalah 5,14 (5 hari). Lama rawatan minimum ialah 1 hari dan lama rawatan maksimum ialah 15 hari.

4.5 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Jenis Pengobatan

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Pengobatan di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Jenis Pengobatan f %

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 82 90,1

Suntik Insulin 1 1,1

OHO dan Suntik Insulin 8 8,8

Total 91 100

(38)

4.6 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paruyang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD DR. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Keadaan Sewaktu Pulang f %

Sehat 44 48,3

Pindah Rumah Sakit 7 7,7

Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 6 6,6

Meninggal 5 5,5

Lain-lain 29 31,9

Total 91 100

Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2011-2016 berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang tertinggi adalah sehat yaitu 44 orang (48,4%) dan proporsi terendah yaitu meninggal 5 orang (5,5%).

4.7 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Hasil Pemeriksaan TB Paru

(39)

41

Sinaga Pangururan tahun 2011-2016 berdasarkan hasil pemeriksaan TB Paru yang tertinggi adalah foto toraks yaitu 75 orang (82,4%) dan proporsi terendah yaitu BTA 16 orang (17,6%).

4.8 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak

Mikroskopis

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis f %

TB Paru BTA Positif 15 16,5

TB Paru BTA Negatif 76 83,5

Total 91 100

Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2011-2016 berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis yang tertinggi adalah TB Paru BTA negatif yaitu 76 orang (83,5%) dan proporsi terendah yaitu TB Paru BTA positif 15 orang (16,5%).

4.9 Distribusi Proporsi Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan

Komplikasi TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Tipe Penderita TB Paru DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Tipe Penderita f %

Kasus Baru 58 63,7

Kasus Kambuh (Relaps) 33 36,3

(40)

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2011-2016 berdasarkan tipe penderita yang tertinggi adalah kasus baru yaitu 58 orang (63,7%) dan proporsi terendah yaitu kasus kambuh 33 orang (36,3%).

4.10 Analisis Statistik

4.10.1 Umur Berdasarkan Tipe Penderita

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi umur DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru yang di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan

Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita kasus baru pada kelompok umur ≤45 tahun adalah 12,1% sedangkan pada kelompok umur >45 tahun adalah 87,9%. Proporsi penderita kasus kambuh (relaps) pada kelompok umur ≤45 tahun 9,1% sedangkan pada kelompok umur >45 tahun adalah 90,9%.

(41)

43

ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan proporsi tipe penderita.

4.10.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Penderita

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Tipe Penderita

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

f % f % f %

Kasus Baru 42 72,4 16 27,6 58 100

Kasus Kambuh (Relaps) 22 66,7 11 33,3 33 100

Tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita kasus baru pada laki-laki yaitu 42 orang (72,4%) dan pada perempuan yaitu 16 orang (27,6%) sedangkan proporsi penderita kasus kambuh (relaps) pada laki-laki yaitu 22 orang (66,7%) dan pada perempuan yaitu 11 orang (33,3%).

(42)

4.10.3 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tipe Penderita

Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata TB Paru Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016 SD=2,590. Lama rawatan rata-rata 33 orang penderita DM dengan komplikasi TB Paru kasus kambuh/relaps adalah 5,70 hari dengan SD=2,733.

4.10.4 Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB Paru Berdasarkan Tipe

Penderita

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe penderita di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Tipe Penderita

Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Total

BTA Positif BTA Negatif

f % f % f %

Kasus Baru 8 13,8 50 86,2 58 100

Kasus Kambuh (Relaps) 7 21,2 26 78,8 33 100

(43)

45

Analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p > 0.05 (p=0,359) artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi hasil pemeriksaan dahak mikroskopis berdasarkan proporsi tipe penderita.

4.10.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya

Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten SamosirTahun 2011-2016

Sumber Biaya

Lama Rawatan Rata-Rata

n Mean SD

BPJS/Askes 67 5,36 2,557

Umum/Biaya Sendiri 24 4,54 2,904

(44)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Sosisodemografi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi

TB Paru

5.1.1 Umur Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru

Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.1 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan umur yang tertinggi kelompok umur 55-64 tahun yaitu 35 orang (38,5%), proporsi yang terendah adalah kelompok umur

<45 tahun yaitu 8 orang (8,8%) dan kelompok umur ≥75 tahun yaitu 8 orang

(8,8%). Penderita DM mempunyai risiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi untuk mengidap penyakit TB paru dibandingkan penderita tanpa DM dan banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, karena DM mempengaruhi kemotaksis, fagositosis, dan antigen presenting oleh fagosit (Wijaya, 2015).

38,5%

28,5% 15,4%

8,8% 8,8%

55-64 tahun 45-54 tahun 65-74 tahun

≥75 tahun

(45)

47

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Janis (2008) di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Sumatera Utara dan Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) kecamatan Medan Brayan yaitu umur penderita DM Tipe 2 dengan TB Paru terbanyak adalah diatas 45 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan Gordon (2015) di RSUP. H. Adam Malik Medan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun yaitu 50,0%.

5.1.2 Jenis Kelamin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi

TB Paru

Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.2 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru berdasarkan jenis kelamin yang lebih banyak adalah Laki-laki yaitu 64 orang (70,3%) sedangkan Perempuan sebanyak 27 orang (29,7%). Menurut data dari Badan Pusat Statistika (BPS) Kabupaten Samosir tahun 2015,

70,3% 29,7%

Laki-laki

(46)

jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin kabupaten Samosir adalah laki-laki (49,63%), dan perempuan dan perempuan (50,37%).

(47)

49

5.1.3 Agama Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru

Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Agama di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.3 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan agama yang paling tinggi adalah agama Kristen Protestan 80 orang (87,9%) sedangkan yang terendah adalah agama Kristen Katolik 11 orang (12,1%).

Proporsi agama Kristen Protestan lebih banyak hal ini bukan berarti agama Kristen Protestan lebih beresiko mengalami DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru, namun hanya disebabkan karena di Pangururan Kabupaten Samosir mayoritas adalah beragama Kristen Protestan yaitu berdasarkan data BPS tahun 2015, penduduk kabupaten Samosir yang beragama Kristen Protestan pada tahun 2013 adalah sebanyak (56,76%) dan Kristen Katolik sebanyak (41,59%) maka dari itu kunjungan terbanyak adalah yang beragama Kristen Protestan.

87,9% 12,1%

(48)

5.1.4 Pekerjaan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB

Paru

Gambar 5.4 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.4 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan pekerjaan yang tertinggi adalah Petani/Nelayan/Buruh yaitu 34 orang (37,4%) dan yang terendah adalah lain-lain 3 orang (3,3%).

(49)

51

Selain itu juga dari seluruh penderita DM yang berjenis kelamin laki-laki pekerjaannya lebih banyak bekerja sebagai petani dan mayoritas pekerjaan sebagian besar penduduk di Kabupaten Samosir adalah sebagai Petani dan Nelayan.

5.1.5 Status Perkawinan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan

komplikasi TB Paru

Gambar 5.5 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Status Perkawinan di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.5 di atas menunjukkan bahwa penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan status perkawinan yang lebih banyak adalah yang berstatus janda/duda 47 orang (51,6%) sedangkan yang terendah adalah yang belum kawin yaitu 1 orang (1,1%).

Hal ini kemungkinan disebabkan karena usia penderita DM pada peneltian ini rata-rata diatas 45 tahun dan tidak sedikit yang berumur diatas 50 tahun (lansia). Pada umumnya toleransi glukosa mulai menurun di usia 45 tahun ke atas

51,6% 47,3%

1,1%

Janda/Duda Kawin

(50)

dan sesuai dengan pertambahannya maka gangguan ataupun kerusakan sel beta pankreas akan bertambah, sehingga produksi insulin semakin berkurang dan menyebabkan terjadinya DM. Pada usia diatas 45 tahun juga terjadi penurunan imunitas sehingga sangat rentan terkena infeksi termasuk TB Paru.

5.1.6 Daerah Asal Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB

Paru

Gambar 5.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Daerah Asal di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gamabar 5.6 di atas menunjukkan bahwa penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan daerah asal yang lebih banyak berasal dari Pangururan 47 orang (51,6%) sedangkan yang berasal dari luar Pangururan yaitu 44 orang (48,4%).

Hal ini berkaitan dengan rumah sakit Hadrianus Sinaga adalah satu-satunya Rumah Sakit Umum Daerah yang berada di Pangururan sehingga orang yang datang berobat jalan sebagian besar berasal dari Pangururan. Penderita yang

51,6%

48,4% Pangururan

(51)

53

berasal dari luar Pangururan juga ada yaitu dari Medan, Pematang Siantar, Sidikalang, dan Kabanjahe. Penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga baik yang berasal dari Pangururan maupun Luar Pangururan hampir semuanya datang sendiri, hanya beberapa orang yang dikirim oleh dokter dari rumah sakit lainnya.

5.2 Sumber Biaya Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB

Paru

Gambar 5.7 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.7 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah tahun 2011- Maret 2016 berdasarkan sumber biaya yang tertinggi adalah BPJS/Askes 67 orang (73,6%) dan proporsi terendah yaitu Umum/Biaya Sendiri sebanyak 24 orang (26,4%). Hal ini berkaitan karena Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga sebagai rumah sakit yang menerima layanan kesehatan dengan menggunakan BPJS/Askes.

73,6% 26,4%

BPJS/Askes

(52)

Selain itu, dengan menggunakan BPJS/Askes dapat meringankan pengeluaran biaya pengobatan pasien penderita DM tipe 2, dan khususnya pemerintah juga sudah melaksanakan program DOTS dengan baik, yaitu dengan memberikan paket pengobatan lengkap bagi penderita TB Paru selama 6 bulan secara gratis terbukti dari tingginya jumlah pasien yang datang dengan sumber biaya dari pemerintah (BPJS/Askes).

5.3 Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan

komplikasi TB Paru

Lama rawatan penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga 2011- Maret 2016 adalah 5,14 hari (5 hari) dengan 95% Confidence Interval diperoleh bahwa lama rawatan rata-rata berkisar antara 4,59-5,70 hari. Lama rawatan paling singkat ialah 1 hari dan paling lama adalah 15 hari. Penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap selama 1 hari yaitu sebanyak 4 orang (4,4%) dengan keadaan sewaktu pulang 2 orang meninggal, pindah rumah sakit, dan sehat. sedangkan pasien yang lama rawatan 15 hari yaitu sebanyak 1 orang (1,1%) berjenis kelamin laki-laki berusia 77 tahun dengan keadaan sewaktu pulang meninggal dunia. Hal ini diasumsikan sebagai lamanya penderita dirawat dikarenakan membutuhkan perawatan lebih lama untuk menghilangkan keluhan yang dirasakan karena penyakit penyerta yaitu stroke, pneumonia, COPD, dan PAD serta usia yang sudah sangat lanjut maka penderita dirawat lebih lama.

(53)

55

TB Paru lebih banyak melakukan perawatan dan pengobatan di rumah. Disamping itu juga penyakit DM Tipe 2 merupakan suatu penyakit degeneratif yang tidak bisa disembuhkan, tetapi hanya bisa dikendalikan kadar gula darah dengan mengatur pola hidup termasuk pola makan dan aktifitas fisik.

5.4 Jenis Pengobatan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru

Gambar 5.8 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.9 di atas menunjukkan bahwa penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan jenis pengobatan yang lebih banyak adalah Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yaitu sebanyak 82 orang (90,1%), kemudian OHO+suntik insulin sebanyak 8 orang (8,8%) sedangkan yang terendah adalah suntik insulin yaitu sebanyak 1 orang (1,1%).

Hal ini sesuai dengan penelitian Andriani (2011) di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 yang mendapatkan bahwa proporsi penderita DM yang terbanyak adalah yang mendapatkan pengobatan OHO yaitu 59,7%.

90,1% 8,8%

1,1%

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

OHO dan Suntik Insulin

(54)

Penelitian Wijayanto, dkk (2015) juga mendapatkan bahwa proporsi pengobatan penderita DM yang paling banyak digunakan hanya Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yaitu 77,6%. Rendahnya pemakaian suntik insulin hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat masih takut untuk disuntik. Karena suntik insulin dilakukan terhadap pasien DM seumur hidup. Maka pasien lebih memilih untuk minum obat (OHO).

Dalam penanganan pasien DM Tipe 2 selain dengan OHO dan suntik insulin, perlu juga untuk melakukan pengontrolan kadar gula darah yaitu dengan pemeriksaan HbA1c. Wijayanto, dkk juga mendapatkan bahwa Kadar hemoglobin

terglikasi (HbA 1C) ≥ 7% memiliki risiko relatif TB sebesar 3,1 (95% CI 1,6-5,9) dibanding dengan yang memiliki kadar HbA 1C < 7%. Maka perlu dilakukan pemeriksaan HbA 1C untuk

memperkecil risiko relatif TB. Tetapi berdasarkan hasil penemuan peniliti bahwa di RSUD

Hadrianus Sinaga belum ada pemeriksaan Kadar Hemoglobin Terglikasi HbA 1C, sehingga kadar

(55)

57

5.5 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan

komplikasi TB Paru

Gambar 5.9 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.10 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang tertinggi adalah sehat sebanyak 44 orang (48,4%) dan proporsi terendah yaitu meninggal sebanyak 5 orang (5,5%).

Penyakit DM Tipe 2 adalah penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan dan kebanyakan penderita memerlukan pelayanan rumah sakit jika sudah terjadi komplikasi yang parah. Termasuk dalam hal ini adalah terjangkit infeksi TB Paru. Proporsi tertinggi adalah sehat hal ini menunjukkan bahwa komplikasi penyerta lain yang terdapat pada penderita telah membaik setelah dirawat. Proporsi tertinggi kedua adalah lain-lain sebanyak 29 orang (31,9%). Kategori lain-lain termasuk didalamnya adalah Pulang Berobat Jalan, dan rujuk.

(56)

Terdapat 5 orang (5,5%) penderita yang meninggal, yaitu 4 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Penyebab kematian dari penderita beragam yaitu PPOK, pneumonia, COPD, PAD, stroke, gagal napas, sepsis, penurunan kesadaran, ulkus diabetik, dan anemia berat. Hal-hal yang menyebabkan kematian adalah kebanyakan karena kasus kambuh/relaps dari lebih banyak penderita yang meninggal menyebabkan lebih sulitnya penyakit TB Paru untuk disembuhkan, maka semakin banyak penyakit penyerta yang dialami penderita akibat menurunnya daya tahan tubuh.

Dalam kasus DM Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru, pengobatan harus terus dilakukan hingga sembuh sehingga termasuk ke dalam kategori Pulang Berobat Jalan (pengobatan berlanjut).

5.6 Hasil Pemeriksaan TB Paru Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru

Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Hasil Pemeriksaan TB Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

82,4% 17,6%

Foto Toraks

(57)

59

Gambar 5.11 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap berdasarkan hasil pemeriksaan TB Paru yang tertinggi adalah dengan pemeriksaan foto toraks yaitu sebanyak 75 orang (82,4%) dan proporsi terendah yaitu pemeriksaan BTA sebanyak 16 orang (17,6%).

(58)

5.7 Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Penderita Diabetes Melitus Tipe

2 dengan komplikasi TB Paru

Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.12 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis yang tertinggi adalah TB Paru BTA negatif sebanyak 76 orang (83,5%) sedangkan proporsi terendah yaitu TB Paru BTA positif sebanyak 15 orang (16,5%).

Hal ini sejalan dengan penelitian Wijayanto, dkk (2014) dari hasil pemeriksaan sputum BTA ditemukan penderita DM Tipe 2 dengan TB Paru BTA negatif lebih tinggi yaitu 33,3%.

Penderita dengan BTA positif adalah penderita yang pada saat pemeriksaan sputum (dahak) sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

83,5% 16,5%

TB Paru BTA Negatif

(59)

61

hasilnya positif serta didukung oleh hasil foto toraks yang menyatakan aktif TB Paru.

5.8 Tipe Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru

Gambar 5.12 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.13 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan TB Paru yang dirawat inap berdasarkan tipe penderita yang tertinggi adalah kasus baru sebanyak 58 orang (63,7%) sedangkan proporsi terendah yaitu kasus kambuh (relaps) sebanyak 33 orang (36,3%). Hal ini menunjukkan lebih banyaknya penderita TB Paru yang belum mendapatkan pengobatan TB Paru sebelumnya. Penderita yang kasus kambuh jumlahnya juga terbilang banyak, termasuk di dalamnya kasus lalai/gagal. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya penderita TB Paru BTA positif yang tidak menyelesaikan pengobatannya dengan baik ataupun penderita kambuh yang menjadi sumber penularan kepada orang lain sehingga banyak ditemukan kasus baru. Ditambah lagi adanya penyakit penyerta

63,7% 36,3%

Kasus Baru

(60)

yang dapat membuat penyakit TB Paru kambuh kembali yaitu seperi penyakit

stroke, PJK, anemia akut, PPOK, dan pneumonia. 5.9 Analisis Statistik

5.9.1 Umur Berdasarkan Tipe Penderita

Gambar 5.13 Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.14 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru kasus baru pada kelompok umur ≤45 tahun adalah 12,1% sedangkan pada kelompok > 45 tahun adalah 87,9%. Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru kasus kambuh pada kelompok umur ≤45 tahun adalah 9,1% sedangkan pada kelompok umur > 45 tahun adalah 90,9%.

(61)

63

penelitian ini jumlah penderita > 45 tahun jauh lebih banyak dibanding penderita yang ≤ 45 tahun, maka proporsi pada kasus baru dan kasus kambuh pada penderita > 45 tahun sama-sama tinggi yaitu 87,9% pada kasus baru dan 90,9% pada kasus kambuh.

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher karena uji

chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan diperoleh (p=0,742) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan proporsi tipe penderita.

5.9.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Penderita

Gambar 5.14 Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.15 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru kasus baru pada laki-laki adalah 72,4% sedangkan pada perempuan adalah 27,6%. Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi

(62)

TB Paru kasus kambuh pada laki-laki adalah 66,7% sedangkan pada perempuan adalah 33,3%.

Hasil diatas menunjukkan baik pada kasus baru dan kasus kambuh (relaps) proporsi yang tertinggi adalah laki-laki. Hal ini karena ditemukannya lebih banyak penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang berjenis kelamin laki-laki dibanding perempuan maka hasil yang didapat proporsi laki-laki jauh lebih tinggi dibanding perempuan.

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh (p=0,564) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis kelamin berdasarkan proporsi tipe penderita.

5.9.3 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tipe Penderita

Gambar 5.15 Diagram Bar Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

4,83 5,7

0 1 2 3 4 5 6

Kasus Baru Kasus Kambuh (Relaps)

(63)

65

Gambar 5.16 di atas menunjukkan bahwa lama rawatan rata-rata penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru paling lama adalah pada kasus kambuh/relaps yaitu selama 5,7 hari. Lama rawatan rata-rata penderita kasus baru adalah 4,83 hari.

Hal ini sesuai dengan penelitian Parulian (2015) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2013 bahwa penderita kasus kambuh/lalai/gagal mempunyai lama rawatan yang paling lama diatas 5 hari yaitu selama 7,5 hari.

Karena pada kasus kambuh membutuhkan perawatan yang lebih intensif dan lebih banyak disertai dengan penyakit komplikasi dan penyakit penyerta lain sehingga mempengaruhi lamanya rawatan. Pada kasus baru penderita dirawat <5 hari yaitu 4,83 hari yang menunjukkan bahwa pada kasus baru yang belum mendapatkan OAT dapat dilakukan rawat jalan.

5.9.4 Hasil PemeriksaanDahak Mikroskopis Berdasarkan Tipe Penderita

(64)

Gambar 5.17 di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru kasus baru pada BTA negatif adalah 86,2% sedangkan pada BTA positif adalah 13,8%. Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru kasus kambuh pada BTA negatif adalah 78,8% sedangkan pada BTA positif adalah 21,2%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak penderita BTA negatif pada kasus baru maupun kasus kambuh. Hal ini karena terdapat perbedaan proporsi yang sangat jauh lebih tinggi penderita BTA negatif daripada penderita BTA positif. Sehingga baik di kasus lama maupun kasus baru yang terbanyak adalah penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang BTA negatif.

(65)

67

5.9.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya

Gambar 5.17 Diagram Bar Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Umum Daerah Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016

Gambar 5.18 di atas menunjukkan bahwa lama rawatan rata-rata penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru paling lama adalah menggunakan sumber biaya dari BPJS/Askes yaitu selama 5,36 hari. Lama rawatan rata-rata penderita yang menggunakan biaya sendiri/umum yaitu selama 4,54 hari.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penderita dengan lama rawatan rata-rata tertinggi lebih banyak menggunakan sumber biaya bukan biaya sendiri (BPJS/Askes) dibanding yang menggunakan sumber biaya sendiri/umum. Hal ini menunjukkan bahwa BPJS kesehatan sudah dimanfaatkan dengan baik melihat bahwa lebih besar lama rawatan rata-rata sumber biaya bukan biaya sendiri yaitu selama 5,36 hari.

5.36 4.54

0 1 2 3 4 5 6

BPJS/Askes Umum/Biaya Sendiri

(66)

Hal ini sesuai dengan sumber biaya terbanyak pada penelitian ini adalah dengan menggunakan BPJS/Askes. Menurut penelitian Andriani (2011) di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 yaitu lama rawatan rata-rata penderita DM dengan komplikasi dengan sumber biaya bukan bukan biaya sendiri lebih lama dibandingkan lama rawatan rata-rata penderita DM komplikasi dengan biaya sendiri yaitu dengan lama rawatan rata-rata 8,68 hari.

(67)

69 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan sosiodemografi, proporsi tertinggi pada kelompok umur ≥ 45 tahun, jenis kelamin proporsi tertinggi yaitu laki-laki, suku yang tercatat di rekam medik yaitu semua suku batak, agama proporsi tertinggi yaitu Kristen Protestan, pekerjaan proporsi tertinggi yaitu Petani/Nelayan/Buruh, status perkawinan proporsi tertinggi yaitu janda/duda dan daerah asal proporsi tertinggi yaitu dari Pangururan.

6.1.2 Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan sumber biaya diperoleh proporsi tertinggi yaitu BPJS/ASKES.

6.1.3 Lama rawatan rata-rata penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru adalah 5,14 (5 hari). Lama rawatan minimum ialah 1 hari dan lama rawatan maksimum ialah 15 hari.

6.1.4 Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan jenis pengobatan diperoleh proporsi tertinggi yaitu Obat Hipoglikemik Oral (OHO).

6.1.5 Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan keadaan sewaktu pulang diperoleh proporsi tertinggi yaitu sehat.

(68)

6.1.7 Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis diperoleh proporsi tertinggi yaitu TB Paru BTA negatif.

6.1.8 Proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan tipe penderira diperoleh proporsi tertinggi yaitu kasus baru.

6.1.9 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan tipe penderita pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru (p=0,742).

6.1.10 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis kelamin berdasarkan tipe penderita pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru (p=0,564).

6.1.11 Lama rawatan rata-rata 58 orang penderita DM dengan komplikasi TB Paru kasus baru adalah 4,83 hari dengan SD=2,590. Lama rawatan rata-rata 33 orang penderita DM dengan komplikasi TB Paru kasus kambuh/relaps adalah 5,70 hari dengan SD=2,733.

6.1.12 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi hasil pemeriksaan dahak mikroskopis berdasarkan tipe penderita pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru (p=0,359).

(69)

71

6.2 Saran

6.2.1 Kepada pihak rumah sakit agar menyediakan pemeriksaan kadar pemeriksaan HbA1c sehingga kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 dapat di kontrol secara rutin, menambah tenaga medis khususnya dokter spesialis penyakit dalam dan para medis yang ahli. Rumah sakit agar berhati-hati dalam memberikan makanan/diet kepada pasien DM Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru karena pada penderita TB Paru diharuskan untuk banyak makan tetapi pada penderita DM Tipe justru harus mengatur pola makan atau konsumsi setiap hari.

6.2.2 Serta pihak rumah sakit disarankan agar pencatatan status pasien pada rekam medik dilakukan dengan lebih teratur dan lengkap untuk memudahkan peneliti yang akan melakukan penelitian berdasarkan rekam medik. Hal-hal seperti anamnesis lengkap tentang riwayat penyakit selain daripada keluhan, hasil laboratorium dan diagnosis dituliskan secara lengkap.

6.2.3 Kepada penderita DM tipe 2 dengan TB Paru dengan melihat hasil dari penelitian bahwa tingginya kasus baru pada TB Paru maka perlu segera dilakukan pemeriksaan ke rumah sakit apabila ditemukan gejala TB Paru agar segera diobati dan mencegah penularan kepada orang lain.

(70)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Difinisi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak adekuat, yang menyebabkan predominan resistensi insulin sampai dengan predominan kerusakan sel β. Kerusakan sel β yang ada bukan suatu autoimmune mediated (Rustama dkk, 2010).

2.2 Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Jenis Juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap perkembangan antibodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan/obesitas.Tipe ini jelas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan orang yang obesitas diperlukan insulin dalam jumlah besar untuk pengolahan metabolisme dibandingkan dengan orang normal. Faktor lain yang dapat berperan adalah: Kelainan genetik, usia, gaya hidup stres, pola makan yang salah dan infeksi (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

2.3 Patogenesis Diabetes Melitus

(71)

9

positif. Namun, keluarga penderita dengan DM tipe 1 berada pada risiko yang lebih tinggi (15 sampai 20 kali lipat) mempunyai risiko DM tipe 1 dibandingkan dengan populasi yang tidak ada keturunan diabetes. Risiko penyakit hingga 5 kali lebih tinggi ketika ayah memiliki penyakit daripada ketika ibu diabetes (Chugh, 2011).

Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA adalah glikoprotein permukaan sel yang menunjukkan variabilitas ekstrem melalui polimorfisisme pada gen pemberi kode. Tetapi sistim HLA bukan faktor dominan pada patogenesis DM tipe 1 Sistim HLA berperan sebagai suatu

susceptibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala-gejala klinis DM tipe 1 pada seseorang yang rentan. Proses ini akan berlangsung dalam beberapa bulan sampai tahun sebelum manifestasi klinisnya timbul (Rustama dkk, 2010).

DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi hormon insulin, karena jumlah reseptor insulin pada permukaan sel berkurang, meskipun jumlah insulin tidak berkurang. Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel insulin, walaupun telah tersedia. Kondisi ini disebabkan obesitas terutama tipe sentral, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat, kurang olahraga, serta faktor keturunan (Irianto, 2014).

2.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

(72)

1. Diabetes Tipe 1 (penghancuran sel β, biasanya mengarah pada defisiensi insulin absolut).

2. Diabetes Tipe 2 (disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin dan disfungsi sekresi insulin sel β.

3. Diabetes tipe khusus lain (disebabkan oleh kondisi seperti defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, induksi obat atau zat kimia, seperti steroid, infeksi, bentuk tidak lazim dari diabetes dimediasi imun, dan sindrom genetilk lain terkadang berhubungan dengan diabetes).

4. Diabetes Gestasional (diabetes yang terjadi pertama kali saat kehamilan). 2.4.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk DM yang ditandai oleh gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini terdapat pada DM klinis. Penyebab yang jumlahnya banyak dan bervariasi untuk terjadinya kelainan ini telah terindetifikasi (Gibney, et al.,2008).

Pada DM tipe 1 defisiensi insulin karenya kerusakan sel-sel Langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau Langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

(73)

11

Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian tidak terdignosis atau tidak diketahui (Tandra dan Hans, 2013).

2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis yang paling sering didapatkan. Biasanya timbul pada usia di atas 40 tahun, namun bisa pula timbul pada usia di atas 20 tahun. Sembilan puluh hingga Sembilan puluh lima persen dari penderita diabetes adalah diabetes tipe 2 (Tandra dan Hans, 2013).

Penderita diabetes tipe 2 dapat menghasilkan insulin. Akan tetapi, insulin yang dihasilkan tidak cukup atau tidak bekerja sebagaimana mestinya di dalam tubuh. Ketika tidak terdapat cukup insulin atau insulin tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh (D’Adamo dan Whitney, 2009).

(74)

Otot adalah pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa dekade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normoglikemik.

Selain genetik, faktor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin. Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata.

Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut fenomena glukotoksisitas (Soegondo, 2009).

Pasien DM juga cenderung mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Faktor etiologi meliputi faktor genetik, usia, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (Gibney, et al., 2008).

2.5 Epidemiologi Diabetes Melitus

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi

a. Menurut Orang

Gambar

Tabel  4.1  Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang  Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di
Tabel 4.2 di atas di atas menunjukkan bahwa proporsi penderita DM tipe 2
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Pengobatan di RSUD DR
Tabel 4.10  Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru di Rumah Sakit Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 08/PPBJ-LP/P-1/IV.30/IX/2012 tanggal 14 September 2012 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Alat Listrik dan

21/CV.BJ/IV/2015; Tanggal 23 April 2015 untuk Paket Pekerjaan Jasa Konstruksi Pembangunan Shelter Kantor SAR Mataram berdasarkan Hasil Evaluasi POKJA ULP Kantor SAR

Prabu Pandhu Dewanata nduwe garwa loro kang aran Dewi Kunthi lan Dewi Madrim.. Karo Dewi Kunthi, Prabu Pandhu kagungan puta telu yaiku Puntadewa, Werkudara lan

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

In the zoo there are three tigers, two lions, five elephants, two giraffes, six birds and four monkeys.. She is very happy to go to the zoo with

Pihak lain yang bukan Direktur Utama/Pimpinan Perusahan/Pengurus Koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

Panitia Pengadaan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan paskakualifikasi untuk paket Pekerjaan