• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Aktivitas Masyarakat Terhadap Kualitas Air di Objek Wisata Pantai Sri Mersing Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Aktivitas Masyarakat Terhadap Kualitas Air di Objek Wisata Pantai Sri Mersing Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

(2)

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung Pantai Sri Mersing Jumlah tanggungan : ... orang

B. Persepsi wisatawan

1. Bersama siapa datang ke kawasan wisata Pantai Sri Mersing? Teman Rombongan wisata/tour Keluarga Lainnya (sebutkan)... 2. Berapa kali frekuensi kunjungan?

1x seminggu 2x seminggu > 2x seminggu

3. Dari mana anda memperoleh informasi mengenai tempat ini?

A.Teman c. Travel

B. Media massa (koran, majalah dll) d. Leaflet/brosur 4. Apa kegiatan wisata yang dilakukan:

Berenang Surfing Jalan-jalan Melihat pemandangan Memancing Olahraga Duduk-duduk Lainnya (sebutkan)...

B.1. Sarana prasarana

1. Bagaimana ketersediaan air bersih (air tawar) di objek wisata ini? a. Kurang d. Sangat Baik

b. Cukup e. Tidak Tahu c. Baik

2. Bagaimana dengan akses jalan menuju objek wisata ini?

a. Kurang c. Baik e. Tidak Tahu

b. Cukup d. Sangat Baik

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

No. :

(3)

Lampiran 1. Lanjutan

3. Menurut anda bagaimana ketersediaan kios makanan dan minuman? a. Kurang d. Sangat Baik

b. Cukup e. Tidak Tahu c. Baik

4. Apakah anda menjumpai tempat sampah di kawasan ini? a. Ya

b. Tidak

5. Bagaimana kondisi tempat sampah di kawasan ini?: a. Kurang d. Sangat Baik

b. Cukup e. Tidak Tahu c. Baik

6. Bagaimana kondisi sarana/prasarana wisata di Pantai Sri Mersing? a. Sangat baik d. Tidak terawat

b. Baik e. Lainnya (sebutkan)……… c. Cukup baik

7. Menurut anda apakah sarana dan prasarana di kawasan ini sudah memadai? a. Sudah

b. Belum, perlu ditambah :... B.2. Aktivitas

1. Apakah anda mengetahui dan memahami peraturan berkunjung di Pantai Sri Mersing ini?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah pengelola pernah memberitahu mengenai aturan pembuangansampah? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah anda setuju apabila diterpakan aturan dilarang membuat sampah sembarangan?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda pernah membuang sampah ke perairan pantai? a. Pernah

Karena tidak ada tong sampah

Karena jarak tong sampah yang terlalu jauh

Karena tidak ada petugas/pengelola yang mengawasi b. Tidak pernah

5. Apa yang anda lakukan apabila ingin membuang sampah tapi anda tidak menemukan tempat sampah?

a. Membuang sembarangan b. Membuang di tempat tersembunyi c. Membawa sampai menemukan tempat sampah

(4)

6. Secara umum, bagaimana kesan anda tentang pengelolaan sampah atau kebersihan setalah melakukan kunjungan ke Pantai Sri Mersing ini? a. Puas

1). Apa saja daya tarik sumberdaya untuk wisata di Pantai Sri Mersing? a. Pantai d. Tumbuhan pesisir

b. Pasir pantai e. Perikanan

c. Air laut f. ... 2). Kondisi SDA :

1. Bagaimana keindahan alam/pantai? a. Kurang indah (tidak ada panorama) b. Indah (panorama indah, laut jernih)

2. Bagaimana kondisi pasir di pantai Sri Mersing? a. Kurang (abu – abu kehitaman)

b. Cukup (coklat kehitaman) c. Baik (coklat)

d. Sangat baik (warna putih kecoklatan) e. Tidak tahu

3. Apakah air di Pantai Sri Mersing masih jernih? a. Kurang (sangat keruh)

b. Cukup (keruh)

c. Baik (terlihat tidak sampai dasar) d. Sangat baik (terlihat sampai dasar) e. Tidak tahu

4. Kenyamanan pantai untuk kegiatan wisata (kelapangan, ketentraman dan keamanan) :

a. Kurang nyaman b. Nyaman

5. Apakah anda menjumpai sampah di kawasan wisata ini? a. Ya, berpengaruh terhadap kenyamanan d. Tidak b. Ya, tidak berpengaruh terhadap kenyamanan

c. Ya, biasa saja

6. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana kesadaran masyarakat di Pantai Sri Mersing akan pentingnya kelestarian lingkungan :

(5)

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian untuk penduduk sekitar kawasan Pantai Sri Jumlah tanggungan : ... orang

B. Persepsi penduduk sekitar B.1. Sarana prasarana

1. Bagaimana mendapatkan sumber air bersih? a. PDAM c. (...) b. Sumur

2. Bagaimana ketersediaan air bersih (air tawar)? a. Kurang d. Tidak Tahu

b. Cukup c. Baik

3. Apakah transportasi ke Pantai Sri Mersing sudah terpenuhi? : a. Kurang d. Tidak Tahu

b. Cukup c. Baik

5. Bagaiman kondisi jalan ke Pantai Sri Mersing? a. Kurang d. Tidak Tahu

b. Cukup c. Baik

6. Bagaimana ketersediaan jaringan listriknya? a. Kurang d. Tidak Tahu

b. Cukup c. Baik

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

No. :

(6)

Lampiran 2. Lanjutan

7. Apakah tempat sampah terdapat di kawasan ini? a. Ada d. Tidak tahu

b. Kurang c. Cukup

8. Bagaimana kondisi tempat sampah? a. Kurang d. Tidak tahu b. Baik

c. Cukup

9. Apakah setiap rumah penduduk terdapat MCK? a. Kurang d. Tidak Tahu

b. Cukup c. Baik

10. Apakah di setiap MCK terdapat septitank? a. Kurang d. Tidak Tahu b. Cukup

c. Baik B.2. Aktivitas

1. Menurut anda, mau atau tidak masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan?

a. Tidak Mau c. Kadang-kadang b. Mau

2. Berapa hasil sampah yang tertampung dalam tong sampah yang dihasilkan per harinya?

a. Tidak ada c. Lebih dari 1 Kg b. Kurang dari 1 Kg

3. Bagaiman cara pengelolaan sampah yang dihasilkan di setiap rumah? a. Dikelola sendiri

b. Dikelolal oleh pemrintah c. Dibiarkan saja

4. Kalau anda mengelola sendiri, dimanakah tempat pembuangan akhir dari sampah-sampah tersebut?

a. Dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) b. Dibuang ke Badan perairan

c. Ditumpuk, kemudian dibakar

5. Apakah anda pernah membuang sampah ke perairan pantai? a. Pernah

Karena tidak ada tong sampah

Karena jarak tong sampah yang terlalu jauh

(7)

Lampiran 2. Lanjutan

6. Bagaimana cara penanganan limbah yang dihasilkan toilet/kamar mandi? a. Ditampung di dalam septic tank

b. Dibuang atau dialirkan langsung ke perairan

7. Apakah ada papan pengumuman tentang larangan membuang sampah ke pantai?

a. Ada b. Tidak ada

8. Selain untuk kegiatan wisata, digunakan untuk apa sajakah air di Pantai Sri Mersing ini?

... ... B.3. Kualitas Ekologi

1. Menurut pendapat anda, adakah perubahan kualitas air di pantai Sri Mersing ini (dalam kondisi cuaca yang sama)?

A. Ada, Cukup signifikan c. Tidak Tahu B.Tidak ada

2. Adakah pengunjung yang mengalami gatal-gatal setelah mandi di objek wisata ini?

A.Ada (Sering) c. Tidak ada B.Ada (Jarang) d. Tidak tahu

3. Apa pengaruh/dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya kegiatan wisata? a.Terpengaruhnya kehidupan masyarakat oleh perilaku wisatawan

b.Kotornya kawasan

c.Tingkat keamanan masyarakat terganggu d.Tidak ada kekhawatiran apa-apa

e. Lainnya (sebutkan)………. 4. Kegiatan dan frekuensi pemanfaatan perairan di Pantai Sri Mersing oleh

penduduk sekitar:

a. ... b. ... c. ... (misal: menangkap ikan, kegiatan budidaya ikan, menjual ikan hias)

B.4. Isu dan masalah

1). Apa saja permasalahan yang timbul pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan Pantai Sri Mersing ?

(8)

Lampiran 2. Lanjutan

2). Apakah di Pantai Sri Mersing masih ada kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan racun atau bom?

a. Ya c. Tidak tahu b. Tidak

3). Bagaimana sistem pembuangan limbah cair dan dampak apa saja yang sudah ditimbulkan?

………... ………... ………... 4). Apakah ada pengelolaan terhadap sumberdaya dan lingkungan pesisir di

Pantai Sri Mersing? a. Ya

b. Tidak

Jika ya, apa saja pengelolaan yang dilakukan?

………..……….... B.5. Pengetahuan ekowisata

1. Apakah bapak / ibu mengetahui tentang ekowisata : a. Ya

b. Tidak

2. Apabila ekowisata dikembangkan di daerah ini, manfaat apa yang akan diperoleh :

a. Potensi sumberdaya yang ada dapat dikembangkan b. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sri Mersin c. Adanya lapangan kerja baru

d. Meningkatnya pendapatan masyarakat

e. Sarana prasarana di Pantai Sri Mersing dapat ditingkatkan

f... 3. Bagaimana persepsi bapak / ibu mengenai potensi wisata di Pantai

Sri Mersing?

a. Kurang d. Sangat baik b. Cukup e. Tidak tahu c. Baik

4. Apakah anda merasa terganggu bila Pantai Sri Mersing dijadikan kawasan ekowisata?

a. Ya

b. Tidak terganggu

5. Apakah menurut saudara/i pengelolaan kawasan wisata ini sudah menjaga kelestarian alam?

a. Ya, karena b. Belum, karena

6. Harapan bila Pantai Sri Mersing dijadikan kawasan ekowisata?

(9)

Lampiran 3. Hasil Analisis Kualitas Air

Ulangan I

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2

I II III I II III

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2

(10)

Lampiran 3. Lanjutan

Ulangan III

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2

I II III I II III

Fisika

Kedalaman 1,4 m 1,7 m 3,0 m 1,8 m 1,8 m 1,8 m

Suhu 31° 31° 33° 28° 27° 30°

Bau Bau Bau Bau Tidak

Berbau

Tidak Berbau

Tidak Berbau

Sampah Ada Ada Ada Nihil Ada Ada

Kekeruhan 3,67 1,62 1,51 6,3 3,27 27,3

Kimia

pH 7,5 7,1 7,0 7,0 7,2 7,3

Salinitas 3 10 10 23 23 25

DO 4,7 6,0 6,0 7,1 6,9 6,3

BOD5 2,2 3,2 3,1 2,1 2,5 2,1

Biologi

(11)

Correlations

Colifaecal Suhu Kekeruhan pH Salinitas Pearson

Lampiran 4. Output SPSS

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N Colifaecal 809.9967 452.11693 3

(12)

Lampiran 5. Data Pengunjung Tahun 2013 (sumber: Pengelola Pantai Sri Mersing)

Bulan Populasi Pengunjung

Jumlah (Orang)

Januari 100

Februari 400

Maret 50

April 100

Mei 50

Juni 600

Juli 100

Agustus 700

September 50

Oktober 100

Nopember 50

Desember 700

(13)

Lampiran 6. Perhitungan Sampel Pengunjung

� = �

1 +�(�)2

�= 3000

1 + 3000(0,15)2

�= 3000

1 + 3000(0,0225)

�= 3000

1 + 67,5

�=3000

68,5

�= 44,44

�= 44

Keterangan :

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi

(14)

Lampiran 7. Perhitungan Sampel Masyarakat

� = �

1 +� (�)2

�= 140

1 + 140(0,15)2

�= 140

1 + 140(0,0225)

�= 140

1 + 3,15

�= 140

4,15

�= 33,73

�= 34

Keterangan :

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi

(15)

Lampiran 10. Penilaian Kualitas Lingkungan Pesisir Penilaian kualitas lingkungan pesisir akuatik:

Unsur Bobot Pantai Sri Mersing (stasiun 2)

Hasil Skor Keterangan

Kecerahan

Penilaian kualitas lingkungan terestrial: Unsur Bobot Pantai Sri

Mersing (stasiun 2)

Hasil Skor Keterangan

(16)

Lampiran 11. Penilaian Pegembangan Kepariwisataan Pesisir Penilaian terhadap obyek dan atraksi wisata

Unsur Nilai Pantai Sri Mersing (stasiun 2)

Hasil Skor Keterangan Letak dari jalan

terdapat 3 daya tarik wisata di tempat

bor di setiap toilet

(17)

Lampiran 12. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO Perairan

1 ml MnSO4 1 ml KOH-Kl dikocok didiamkan

1 ml H2SO4 dikocok didiamkan

diambil sebanyak 100 ml ditetesin Na2S2O30,0125 N

ditambahkan 5 tetes amilum

dititrasi dengan Na2S2O3

dihitung volume Na2S2O3 yang dipakai

(= nilai DO akhir) Sampel Air

Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat

Larutan Sampel Berwarna Coklat

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Sampel Berwarna Biru

Sampel Bening

(18)

Lampiran 13. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

Diinkubasi selama 5 hari

Pada temperatur 20° C dihitung nilai Dihitung nilai DO akhir DO

awal

Keterangan:

1. Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan nilai DO 2. Nila BOD= Nilai awal-Nilai DO akhir

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

(19)

Lampiran 14. Penilaian persepsi wisatawan terhadap keindahan dan kenyamanan kawasan

Penilaian keindahan kawasan:

Ka = ���

��� x 100% = 24

44x 100% = 0,54 x 100% = 54,54 %

Kriteria keindahan alam di Pantai Sri Mersing dikatakan cukup indah dengan nilai 54,54 yaitu 40%≤Ka≤75%.

Keterangan:

Ers : Jumlah responden yang mengatakan indah Ero : Jumlah seluruh responden

Na : Nilai keindahan alam (%)

Penilaian kenyamanan kawasan Na = ���

��� x 100% = 27

44x 100% = 0,61 x 100% = 61,36 %

Kriteria kenyamanan di Pantai Sri Mersing dikatakan cukup nyaman dengan nilai 61,36 yaitu 40%≤Ka≤75%.

Keterangan:

Ers : Jumlah responden yang mengatakan nyaman Ero : Jumlah seluruh responden

(20)

Lampiran 16. Foto sampel air dan aktivitas penelitian

a. Pamplet Pantai Sri Mersing b. Pantai Sri Mersing

c. Sampel colifaecal d. Sampel kekeruhan

(21)

Lampiran 16. Lanjutan

g. Pengukuran pH h. Pengukuran DO dengan winkler

i. Pengukuran arus j. Pengukuran Kemiringan Pantai

(22)

Lampiran 17. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata

BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK WISATA BAHARI Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : Tahun 2004

5 Padatan tersuspensi totalb mg/l 20

6 Suhuc °C alami 3(c)

10 PAH (Pollaromatik hidrokarbon) mg/l 0,003 11 PCB (Poliklor Bifeni) mg/l nihil(1) 12 Surfaktan (detergen) mg/l MBAS 0,001

13 Minyak dan Lemak mg/l 1

14 Pestisidaf mg/l nihil1(f)

Logam terlarut

15 Raksa (Hg) mg/l 0,002

16 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,002

(23)

Lampiran 17. Lanjutan Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasionalmaupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual).

5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) denganketebalan 0,01mm

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman

c.Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., Budi, S. S., dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategis Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi. Vol. 9 No. 2. Hal: 64-71.

Amanda, M. 2009. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal Studi Kasus Pantai Bandulu Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Amelia, L. 2009. Dampak Pengunjung Kawasan Wisata Terhadap Kelestarian Sumberdaya Pantai Ancol, Jakarta Utara. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Argarini. A. 2014. Kualitas Perairan Pesisir Cituis Kabupaten Tangerang, Banten. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Armos, N. H. 2013. Studi Kesesuaian Lahan Pantai Wisata Boe Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Ditinjau Berdasarkan Biogeofisik. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Atmojo, T. Y., Bachtiar, T., Karna, O. R., dan Sabdono, A. 2011. Eksistensi Koprostanol Dan Bakteri Coliform Pada Lingkungan Perairan Sungai, Muara, Dan Pantai Di Jepara Pada Monsun Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 9 No. 1. Hal: 10-17.

Ayal. W. 2009. Kajian Kesesuaian Perairan Pesisir Desa Sawai Kabupaten Maluku Tengah Bagi Pengembangan Ekowisata. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahlia. H. 2009. Studi Keterkaitan Beban Limbah Terhadap Kualitas Perairan (Studi Kasus Kamal Muara). [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Damaianto, B dan A. Masduqi. 2014. Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 3 No. 1.

(25)

Darmayati. Y. 2002. Studi Pencemaran di Perairan Pesisir Kalimantan Timur Aspek Bakteriologi. Jurnal LIPI. Vol. 35 No. 2 Hal: 273-290.

Gayatrie, S. 2002. Kajian Kualitas Lingkungan Perairan di Kawasan Wisata Pantai Indah Pangandaran, Jawa Barat Sebagai Tinjauan Bagi Kegiatan Pariwisata. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hakim, L. A. F. 2007. Penentuan Zona Potensial Pariwisata Bahari di Pesisir Pantai Selatan Pulau Lombok, NTB dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartami. P. 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ketjulan. 2010. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Koname Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Laapo. A., A. Fahrudin, D. G. Bengen dan A. Damar. Pengaruh Aktivitas Wisata Bahari terhadap Kualitas Perairan Laut di Kawasan Wisata Gugus Pulau Togean. Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP. Vol. 14 No. 4 Hal: 1-7.

MNLH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta: KEP No. 51/MNLH/I/2004.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita. Jakarta.

Poedjiastoeti, H. 2006. Telaah Masalah Pencemaran Laut dan Pengelolaan Lingkungan di PPI Morodemak Kabupaten Demak. Seminar Nasional Research Sebagai Dasar Kebijakan Publik dan Implementasi di Sektor Industri. Pragawati. B. 2009. Pengelolaan SumberDaya Pesisir untuk Pengembangan

Ekowisata Bahari di Pantai Binangun Kabupaten Rembang Jawa Tengah. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawati. A. 2014. Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ramli. M. 2009. Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean Kabupaten Seresik. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(26)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Nopember 2014 di Pantai Sri Mersing Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Medan. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, GPS, keping secchi, cool box, kalkulator, tongkat berskala, stopwatch, tali plastik, meteran, bola plastik, waterpass, botol sampel, kertas label, alat tulis dan peralatan analisa kualitas air seperti botol winkler, termometer, pH meter, turbidity meter dan refraktometer.

Skala: 1:1300

Eka Tri Rahayu Manajemen SumberDaya Perairan

(27)

Bahan yang digunakan adalah kuisioner untuk mendapatkan data sekunder dan data primer. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kualitas air antara lain MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum, akuades, es dan sampel air.

Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh di lapangan maupun hasil analisis dari laboratorium untuk data analisis air. Analisis terhadap sampel air laut menggunakan baku mutu kualitas air laut untuk wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 dilakukan secara langsung dan data lain seperti kekeruhan dan Colifaecal hasilnya diperoleh melalui analisis laboratorium. Data umum masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir tersebut yang dilakukan melalui wawancara kepada pengunjung, masyarakat sekitar dan instansi pemerintahan yang terkait dengan kuisioner. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung dan masyarakat di Pantai Sri Mersing dapat ditunjukkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Data sekunder didapat melalui studi literatur (studi pustaka) maupun dari lembaga terkait lainnya. Data yang dikumpulkan meliputi kondisi sumberdaya alam, keadaan umum kawasan serta kondisi sosial masyarakat.

Metode Penelitian

Pengukuran Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan

(28)

Tabel 2. Baku mutu kualitas air laut untuk wisata bahari

Sumber: Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasionalmaupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual).

5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) denganketebalan 0,01mm

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman

(29)

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor

g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.

Penilaian Kualitas Lingkungan Pesisir

Penilaian kualitas lingkungan pesisir pada lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan kriteria bersumber dari Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) yang meliputi kualitas akuatik dan kualitas terestrial.

Kualitas Akuatik

(30)

Tabel 3. Penilaian kualitas lingkungan pesisir akuatik

Unsur Bobot Sub unsur Skor Keterangan

Kecerahan perairan (cm) 20 nilai ≥75 50 < nilai ≤ 75

Sumber: Modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) diacu oleh Yusiana (2007).

Kualitas Terestrial

(31)

Tabel 4. Penilaian kualitas lingkungan pesisir terrestrial

Unsur Bobot Sub unsur Skor Keterangan

Keaslian Ekosistem %

20 Keaslian ekosistem utuh Keaslian ekosistem rusak < 15%

Keaslian ekosistem rusak 15-50%

Keaslian ekosistem rusak > 50%

Sumber: Modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) diacu oleh Yusiana (2007).

Pengembangan Kepariwisataan Pesisir

(32)

lapangan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan metode McKinnon (1986) dan Gunn (1994) dengan kepala desa sebagai penilai. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa kepala desa merupakan penduduk asli dan wakil masyarakat yang dipilih oleh masyarakat desa dan tetua adat, sehingga mengetahui secara rinci kondisi desa tersebut dan kondisi di sekitar desanya.

(33)

Tabel 5. Penilaian terhadap obyek dan atraksi wisata Sumber: Modifikasi Mc. Kinnon (1986) dan Gunn (1994) diacu oleh Yusiana (2007). Prosedur Penelitian

(34)

Deskripsi Area a. Stasiun 1

Stasiun ini terletak di muara sungai yang berada di objek wisata Pantai Sri Mersing. Pada stasiun ini terdapat tiga (3) titik yang setiap titiknya terdapat perwakilan aktivitas masyarakat, seperti pemukiman dan pendaratan ikan. Titik 1 (satu) merupakan daerah pemukiman masyarakat yang secara geografis terletak pada 3o16’02.1” LU dan 98o33’97.7”BT. Titik 2 (dua) adalah tempat pendaratan ikan yang secara geografis terletak pada 3o16’06.5” LU dan 98o33’00.3” BT. Titik 3 (tiga) merupakan muara sungai yang secara geografis terletak pada 3o16’14.8” LU dan 98o33’06.4” BT. Gambar titik penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Stasiun 1 (a) Titik 1 (Pemukiman Masyarakat), (b) Titik 2 (Pendaratan Ikan), (c) Titik 3 (Muara Sungai).

a b

(35)

b. Stasiun 2

Stasiun ini terletak di kawasan wisata Pantai Sri Mersing. Daerah ini merupakan daerah yang paling banyak dijumpai aktivitas wisata di objek wisata Pantai Sri Mersing. Pada stasiun ini terdapat tiga (3) titik yang terdapat di sisi kiri, tengah dan sisi kanan Pantai Sri Mersing. Titik 1 (satu) berada di sisi kiri objek wisata Pantai Sri Mersing yang secara geografis terletak pada 3o16’03.8” LU dan 98o33’98.2” BT. Titik 2 (dua) terdapat di daerah tengah objek wisata Pantai Sri Mersing yang secara geografis terletak pada 3o16’09.0” LU dan 98o33’02.8” BT. Titik 3 (tiga) berada di sisi kanan objek wisata Pantai Sri Mersing yang secara geografis terletak pada 3o16’14.4” LU dan 98o33’09.1” BT. Gambar titik penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun 2 (a) Titik 1 (sisi kiri Pantai Sri Mersing), (b) Titik 2 (sisi tengah Pantai Sri Mersing), (c) Titik 3 (sisi kanan Pantai Sri Mersing)

a b

(36)

Pengukuran Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan

Faktor fisika, kimia, dan biologi perairan yang diukur mencakup: Suhu

Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam sampel air selama 10 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut.pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

pH (Derajat keasaman)

Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

Bau

Pengukuran bau dilakukan dengan menggunakan indera penciuman terhadap air sampel yang diambil pada lokasi penelitian.

Kedalaman

Diukur dengan menggunakan tongkat berskala. Setiap ukuran 1 meter pada tongkat diberi tanda berupa garis sebagai tanda kedalaman sudah mencapai 1 meter dari dasar perairan.

Arus

(37)

Kemudian dicatat waktu tempuh bola plastik. Pengukuran kecepatan arus dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

Kemiringan Pantai

Pengambilan data dengan water pass ditambah dengan peralatan lain seperti meteran, dan juga satu buah kayu range sepanjang 2 meter. Langkah pertama, kayu range yang berukuran 2 m diletakkan secara horizontal di atas pasir dan dilekatkan tepat pada batas pantai teratas. Kemudian waterpass diletakkan di atas kayu range berukuran 2 m, lalu kayu tersebut dipastikan horizontal sampai air pada alat waterpass tepat berada di tengah. Setelah dipastikan horizontal, hitung ketinggian

kayu range tersebut dengan meteran. Sehingga dapat diketahui kemiringan pantai tersebut dengan cara menghitung sudut yang dibentuk antara garis horizontal dan vertikal yang didapatkan. Pengukuran ini dilakukan dari batas pantai teratas sampai pantai yang tepat menyentuh air.

DO (Disolved Oxygen)

(38)

DO akhir air. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO Perairan dapat dilihat pada Lampiran 12.

Sampah

Pengukuran dilakukan secara visual menggunakan indera penglihatan. Dilihat di lokasi penelitian maupun disekitar lokasi penelitian terdapat sampah atau tidak. Salinitas

Pengamatan salinitas menggunakan refraktometer, pertama-tama disiapkan terlebih dahulu untuk mengambil air sampel. Langkah selanjutnya adalah membersihkan kaca prisma refraktometer dengan menggunakan tissue pada posisi yang searah. Kemudian air sampel diteteskan pada kaca prisma dengan hati-hati agar tidak terdapat gelembung. Selanjutnya refraktometer diarahkan pada sumber cahaya dan dilihat nilai salinitasnya pada sebelah kanan, dan dicatat hasilnya. Nilai salinitas yang diperoleh dari lokasi penelitian. Setiap pengukuran dengan menggunakan refraktometer dibersihkan dengan menggunakan akuades agar nilainya kembali ke nol.

Kekeruhan

Sampel air diambil dari perairan dan dimasukkan ke dalam botol. Nilai kekeruhan didapat dari anlisis laboratorium dengan menggunakan turbidity-meter. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

(39)

perhitungan nilai DO awal dikurang dengan nilai DO akhir. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 dapat dilihat pada Lampiran 13.

Colifaecal

Untuk mengetahui jumlah koliform di dalam contoh air digunakan metode Most Probable Number (MPN). Uji kualitatif coliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu Uji penduga (presumptive test), Uji penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test). Pemeriksaan kehadiran bakteri coli dari air dilakukan berdasarkan penggunaan medium kaldu laktosa yang ditempatkan di dalam tabung reaksi berisi tabung durham (tabung kecil yang letaknya terbalik, digunakan untuk menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi laktosa menjadi asam dan gas). Tergantung kepada kepentingan, ada yang menggunakan sistem 3-3-3 (3 tabung untuk 10 ml, 3 tabung untuk 1,0 ml, 3 tabung untuk 0,1 ml) atau 5-5-5.

Metode penentuan angka mikroorganisme dengan metode Angka Paling Mungkin digunakan luas di lingkungan sanitasi untuk menentukan jumlah bakteri Coliform di dalam air. Metode ini adalah metode statistik didasarkan pada teori kemungkinan. Serangkaian sampel diencerkan sampai titik akhir dimana tidak ada mikroorganisme hidup. Untuk mendapatkan titik akhir, serangkaian pengenceran dibiakkan di dalam media pertumbuhan yang cocok dan perkembangan atau perubahan sifat-sifat yang mudah di amati seperti pembentukan asam, atau kekeruhan di pakai untuk mengetahui adanya pertumbuhan bakteri.

(40)

Analisis Data Korelasi

Analisis Korelasi Pearson dilakukan dengan software IBM SPSS Ver. 17.00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara parameter kualitas air yang paling tinggi konsentrasinya dengan faktor fisika, kimia, dan biologi perairan yang akan mempengaruhi kualitas air di pantai.

Kualitas Akuatik

Penghitungan klasifikasi kesesuaian lingkungan akuatik=

[(Fkp x 20) + (Fka x 15) + (Fsd x 15) + (Ftop x 10) + (Ftsu x 5)]

Keterangan

Fkp = faktor kecerahan perairan Ftop = faktor topografi

Fka = faktor kecepatan arus Ftsu = faktor kerawanan tsunami Fsd = faktor substrat dasar

Parameter-parameter yang telah diskoring selanjutnya dilakukan pembobotan dan kemudian dikategorikan dalam kelas kesesuaian, yaitu:

Kelas S1 : Sangat Sesuai (Nilai 181 – 240)

Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan.

Kelas S2 : Cukup Sesuai (Nilai 121 – 180)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan.

Kelas S3 : Sesuai Marginal (Nilai 61 – 120)

(41)

Kelas N : Tidak Sesuai (Nilai ≤ 60). Kualitas Terestrial

Penghitungan klasifikasi kesesuaian lingkungan terrestrial=

[(Feko x 20) + (Fplp x 15) + (Flp x 10) + (Ftop x 10) + (Fbgb x 5)] Keterangan:

Feko = faktor keaslian ekosistem Ftop = faktor topografi

Fplp = faktor penutupan lahan pantai Fbgb = faktor bahaya gunungapi Flp = faktor lebar pantai

Parameter-parameter yang telah diskoring selanjutnya dilakukan pembobotan masing-masing dan kemudian dikategorikan dalam kelas kesesuaian. Kelas kesesuaian tersebut dibagi ke dalam empat kategori, yaitu:

Kelas S1 : Sangat Sesuai (Nilai 181 – 240)

Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan.

Kelas S2 : Cukup Sesuai (Nilai 121 – 180)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan.

Kelas S3 : Sesuai Marginal (Nilai 61 – 120)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan.

Kelas N : Tidak Sesuai (Nilai ≤ 60)

(42)

tapak dengan potensi lingkungan yang paling sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata.

Pengembangan Kepariwisataan Pesisir

Penghitungan penilaian terhadap obyek dan atraksi wisata= [(Flju + Fek + Fatr + Ffp + Fka + Fta + Fdpm)] Keterangan :

Flju = faktor letak dari jalan utama Fka= faktor ketersediaan air

Fek = faktor estetika dan keaslian Fta= faktor tranportasi-aksesibilitas Fatr = faktor atraksi Fpm= faktor pastisipasi masyarakat Ffp = faktor fasilitas pendukung

Skor masing-masing obyek dijumlahkan dengan ketentuan sebagai berikut: S1 = Sangat Potensial (Nilai 20 – 28)

S2 = Cukup Potensial (Nilai 15 – 20) S3 = Kurang Potensial (Nilai 10 – 14) S4 = Tidak Potensial (Nilai ≤ 10)

Pengunjung dan Masyarakat Sekitar Pantai Sri Mersing

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling (sampel dengan sengaja), yaitu cara pengambilan sampel dengan cara

(43)

pengunjung yang datang secara rombongan hanya dipilih beberapa orang saja sebagai wakil rombongan dan masyarakat yang diwakili kepala keluarga disetiap rumah. Jika subjek penelitian atau wisatawan kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya sebagai sampel dan jika jumlah sampel lebih dari 100 maka sampel dapat diambil antara 10%-15% sebagai ukuran sampel. Perhitungan sampel pengunjung dan masyarakata disajikan pada Lampiran 6. Dengan rumus Slovin dalam Amanda (2009)

� = �

1 +� (�)2

Keterangan:

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi

e = Margin error yang diperkenankan (10%-15%)

Persepsi wisatawan terhadap keindahan dan kenyamanan kawasan

Analisis mengenai persepsi wisatawan digunakan untuk mengetahui tingkat keindahan dan kenyamanan Pantai Sri Mersing. Tingkat keindahan dan kenyamanan menurut Yulianda (2004) dibagi atas keindahan dan kenyamanan alam lokasi wisata. Penilaian terhadap keindahan kawasan dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan (kuisioner) yang ditujukan kepada wisatawan. Keindahan yang dinilai adalah keindahan alami, tidak termasuk buatan manusia. Secara kuantitatif dapat dihitung dengan rumus (Yulianda, 2004):

Ka = ���

��� x 100%

(44)

ERs : Jumlah responden yang mengatakan indah ERo : Jumlah seluruh responden

Ka : Nilai keindahan alam (%) Kriteria/nilai keindahan alam : Ka ≥ 75% : indah (3) 40% ≤ Ka ≤ 75% : cukup indah (2) Ka < 40% : tidak indah (1)

Kenyamanan kawasan merupakan nilai yang diberikan oleh wisatawan terhadap rasa kelapangan, ketentraman dan keamanan. Nilai kenyamanan dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan yang ditujukan kepada wisatawan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus (Yulianda, 2004):

Na = ���

��� x 100% Keterangan:

Ers : Jumlah responden yang mengatakan nyaman Ero : Jumlah seluruh responden

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Kualitas Air

Analisis kualitas air Pantai Sri Mersing dilakukan dengan mengambil sampel air di bagian muara dan pantai. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan tiga titik di setiap stasiun dan dilakukan pada kondisi cuaca yang sama.

Hasil analisis kualitas air Muara Sungai Sei Baungan dan Pantai Sri Mersing pada setiap pengambilan sampel dapat dilihat di Lampiran 3. Parameter pengamatan yang digunakan dalam penentuan kualitas air di Muara Sungai Sei Baungan dan Pantai Sri Mersing terdiri atas sepuluh (10) parameter, yang meliputi pengukuran kedalaman, suhu, bau, sampah, kekeruhan, pH, salinitas, Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD5), dan Colifaecal.

Kualitas Air Muara Sungai Sei Baungan dan Pantai Sri Mersing

(46)

Tabel 6. Hasil analisis kualitas air Muara Sungai Sei Baungan dan Pantai Sri Mersing Hidup No. 51 Tahun 2004

Ket.

Sumber: Olahan data lapangan

(47)

Peruntukan pantai sebagai daerah wisata bahari dituntut memiliki kualitas air yang baik dan memenuhi standar baku mutu wisata yang telah ditetapkan bagi wisata bahari agar pengunjung dapat merasakan keindahan dan kenyamanan Pantai Sri Mersing. Karena itu dapat dikatakan bahwa perairan Pantai Sri Mersing berada dalam kondisi yang kurang nyaman karena adanya beberapa parameter kualitas perairan yang sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan, sehingga kurang baik untuk kegiatan wisata dan rekreasi khususnya bagi aktivitas mandi renang dan estetika.

Parameter Fisika

Muara Sungai Sei Baungan memiliki kedalaman rata-rata yaitu 1,9 meter sedangkan Pantai Sri Mersing memiliki kedalaman rata-rata 1,6 meter. Kedalaman tertinggi terdapat di muara sungai dan kedalaman yang terendah terdapat di Pantai Sri Mersing.

Hasil pengukuran in situ kualitas air di Muara Sungai Sei Baungan memiliki suhu yang tidak bervariasi yaitu 31°C sedangkan di Pantai Sri Mersing menunjukkan bahwa suhu perairan yaitu 30°C.

Muara Sungai Sei Baungan memiliki bau. Bau yang ditimbulkan adalah bau busuk yang diakibatkan karena adanya pendaratan ikan. Perairan Pantai Sri Mersing tidak berbau.

(48)

31 30

Dari hasil pengukuran yang dilakukan secara eksitu (analisis laboratorium) seperti yang terlihat pada Tabel 6, didapat nilai kekeruhan di perairan Muara Sungai Sei Baungan memiliki rata-rata nilai kekeruhan perairan berkisar 34,84 NTU sedangkan nilai kekeruhan di Pantai Sri Mersing berkisar 6,79 NTU. Nilai kekeruhan tertinggi berada pada Muara Sungai Sei Baungan. Grafik parameter fisika ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Parameter Fisika (a) Kedalaman, (b) Suhu, dan (c) Kekeruhan Parameter Kimia

Nilai derajat keasaman (pH) perairan di Muara Sungai Sei Baungan berkisar 7,2 sedangkan pH rata-rata di Pantai Sri Mersing pada kisaran 7,4. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang normal untuk permukaan perairan. Nilai pH tertinggi terdapat pada Pantai Sri Mersing sebesar 7,4, sedangkan nilai pH yang terendah terdapat di Muara Sungai Sei Baungan sebesar 7,0.

a b

c

(49)

7,2 7,4

Nilai salinitas di Muara Sungai Sei Baungan adalah 6,6‰ sedangkan salinitas di perairan Pantai Sri Mersing sebesar 21,6‰. Nilai tersebut masih merupakan nilai salinitas yang normal untuk perairan laut. Nilai parameter salinitas tertinggi terdapat di Pantai Sri Mersing dan nilai salinitas yang terendah terdapat di muara sungai Sei Baungan.

Nilai oksigen terlarut (DO) rata-rata di Muara Sungai Sei Baungan yaitu 5,7 mg/l sedangkan di perairan Pantai Sri Mersing yaitu 7,4 mg/l. Nilai oksigen terlarut yang tertinggi terdapat di perairan Pantai Sri Mersing dan nilai oksigen terlarut yang terendah terdapat di Muara Sungai Sei Baungan.

(50)

0

Gambar 6. Parameter Kimia (a) pH, (b) Salinitas, (c) DO, dan (d) BOD5

Parameter Biologi

Hasil pengamatan (analisis laboratorium) di Muara Sungai Sei Baungan dan perairan Pantai Sri Mersing ditemukan adanya bakteri Colifaecal. Nilai rata-rata Colifaecal dari semua stasiun berkisar >1600 jumlah/100 ml. Nilai parameter bakteri

Colifaecal tertinggi terdapat di Muara Sungai Sei Baungan dan nilai parameter

bakteri Colifaecal terendah terdapat di perairan Pantai Sri Mersing. Grafik parameter biologi ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Parameter Biologi (Colifaecal) Sarana dan Prasarana Masyarakat

Sarana dan prasarana merupakan faktor yang sangat penting bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Sarana prasarana yang terdapat di dusun 4 desa Kuala Lama masih sangat minim namun termasuk dalam kategori baik. Hal ini didukung oleh persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana yang ada di desa Kuala Lama. Data tabulasi kuisioner masyarakat disajikan pada Lampiran 9. Hal tersebut berdampak pada kurang berkembangnya desa tersebut. Adapun sarana prasarana yang terdapat di dusun 4 desa Kuala Lama yaitu:

(51)

1. Akses jalan beraspal, sarana air bersih yang dimanfaatkan penduduk berasal dari sumur gali (bor), listrik yang sudah menjangkau hampir semua masyarakat

2. Pendaratan ikan yang menjadi tempat berlabuhnya ikan tangkapan nelayan. 3. Tempat sampah yang minim di setiap rumah karena penanganan sampah yang

dihasilkan oleh rumah tangga masih dilakukan secara individu oleh masyarakat dengan cara dibakar di tempat atau dibuatkan lubang kemudian ditimbun.

4. Terdapat MCK dan septic tank di setiap rumah penduduk. Analisis kualitas air yang dilakukan ditemukan bakteri Colifaecal sebagai biindikator penurunan kualitas air. Setiap pinggiran Muara Sungai Sei Baungan yang padat pemukiman dipastikan memiliki saluran-saluran buangan yang menuju ke badan air.

Sarana dan Prasarana di Pantai Sri Mersing

Akses untuk menuju objek wisata Pantai Sri Mersing tergolong mudah karena merupakan jalanan beraspal dan dapat ditempuh dalam waktu singkat karena tidak terjadi kemacetan di sepanjang jalan menuju pantai ini. Kendaraan yang dapat dipergunakan ke objek wisata Pantai Sri Mersing adalah becak ataupun kendaraan pribadi.

(52)

memarkirkan kendaraannya, dua unit toilet dan sebuah mushollah. Kebutuhan air bersih di Pantai Sri Mersing dipenuhi dari sumber mata air dan sumur (sumur bor), karena daerah ini tidak dilalui oleh jaringan PDAM. Jaringan listrik dialiri dari PLN semua rumah tangga di dusun 4 Kuala Lama menggunakan listrik, termasuk untuk penerangan jalan. Sarana dan prasarana disajikan pada Lampiran 17.

Secara umum, sarana dan prasarana yang ada di kawasan Pantai Sri Mersing termasuk dalam kategori baik. Hal ini didukung oleh persepsi pengunjung terhadap sarana dan prasarana yang ada di kawasan Pantai Sri Mersing. Data tabulasi kuisioner pengunjung disajikan pada Lampiran 8. Namun menurut persepsi pengunjung, sarana dan prasarana di Pantai Sri Mersing masih belum memadai seperti keberadaan tempat sampah dan warung makan di kawasan Pantai Sri Mersing masih kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Analisis Dampak Aktivitas Masyarakat Terhadap Kualitas Air Pantai

(53)

Pencemaran yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah langsung ke badan air ditunjukkan oleh hasil analisis pada beberapa parameter kualitas air. Hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa terdapat beberapa parameter pencemaran telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu sampah, kekeruhan, dan Colifaecal. Kandungan air sungai dengan kandungan di atas baku mutu akan bermuara ke objek wisata pantai yang menunjukkan bahwa air tersebut sehingga tidak layak digunakan untuk kegiatan rekreasi dan wisata air. Beberapa indikator yang menunjukkan terjadinya pembuangan limbah ke lingkungan antara lain:

1. Tumpukan sampah, baik anorganik (plastik, botol, kemasan makanan dll) maupun sampah organik (potongan kayu, sisa daun baik yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia).

2. Sedimentasi akibat alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas air sungai. Partikel-partikel tanah tersebut masuk ke dalam badan air sehingga perairan menjadi keruh. Kondisi demikian mengakibatkan kualitas air pantai menjadi menurun.

3. Tingginya nilai konsentrasi bakteri Colifaecal di sungai disebabkan oleh feses dan keberadaan Colifaecal yang cukup tinggi di perairan disebabkan karena sebagian besar masyarakat yang bermukim di tepi sungai masih belum memiliki sistem sanitasi yang kurang baik.

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Dengan Kelimpahan

Colifaecal

(54)

2004 air laut untuk wisata bahari. Output data SPSS pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan pengukuran faktor fisika kimia perairan yang telah dilakukan pada dua stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan total Colifaecal maka diperoleh nilai korelasi seperti yang terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika Kimia dengan total Colifaecal

Korelasi Pearson Suhu Kekeruhan pH Salinitas DO BOD5 Total Colifaecal - 843 - 783 - 538 - 981 + 988 - 999 Potensi Kawasan Wisata untuk Pesisir

Perencanaan pengembangan kawasan wisata pesisir di Pantai Sri Mersing ditentukan berdasarkan penilaian kualitas lingkungan pesisir dan pengembangan kepariwisataan pesisir.

Penilaian Kualitas Lingkungan Pesisir

Penilaian kualitas lingkungan pesisir kawasan penelitian ditentukan berdasarkan kesesuaian akuatik dan kesesuaian terestrial.

Kualitas Akuatik

Hasil dari penilaian kesesuaian akuatik dapat dilihat pada Tabel 8 ialah kategori sangat sesuai (S1) untuk wisata pesisir di Pantai Sri Mersing dengan skor 180.

Tabel 8. Penilaian kesesuaian akuatik untuk wisata pesisir di Pantai Sri Mersing

Parameter B S Skor Total

Kecerahan Perairan 20 2 40

Kecepatan arus 15 4 60

Substrat Dasar 10 2 20

Topografi Laut 10 4 40

Bahaya tsunami 5 4 20

Total 180

(55)

Keterangan: B= Bobot, S= Skor, SS= Sangat Sesuai, S= Sesuai, KS= Kurang Sesuai, TS= Tidak Sesuai.

Kualitas Terestrial

Hasil yang diperoleh dari penilaian kesesuaian terestrial Pantai Sri Mersing dapat dilihat pada Tabel 9. Pantai Sri Mersing sebagai kawasan wisata pesisir menunjukkan bahwa semua bagian tapak potensial untuk dijadikan kawasan wisata. Tabel 9. Penilaian kesesuaian kualitas terestrial wisata pesisir Pantai Sri Mersing

Parameter B S Skor Total

Ekosistem 20 4 80

Penutupan lahan pantai 15 4 60

Lebar pantai 10 4 40

Kemiringan (°) 10 3 30

Bahaya gunung api 5 4 20

Total 230

Kesesuaian wisata SS

Keterangan: B= Bobot, S= Skor, SS= Sangat Sesuai, S= Sesuai, KS= Kurang Sesuai, TS= Tidak Sesuai.

Pengembangan Kepariwisataan Pesisir

(56)

Tabel 10. Penilaian kelayakan obyek dan atraksi wisata di Pantai Sri Mersing

Parameter Skor Skor Total

Letak dari Jalan utama 1 1

Estetika dan keaslian 3 3

Atraksi 2 2

Fasilitas pendukung 3 3

Ketersediaan air bersih 4 4

Transportasi Aksesbilitas 4 4

Dukungan Masyarakat 4 4

Total 21

Kesesuaian wisata S1

Keterangan :

S1 = Sangat Potensial S3 = Kurang Potensial S2 = Cukup Potensial S4 = Tidak Potensial

Penilaian Persepsi Wisatawan Terhadap Keindahan dan Kenyamanan Kawasan

Populasi responden kuisioner untuk pengunjung adalah 44 orang, hasil ini diperoleh dari perhitungan sampel pengunjung. Persepsi wisatawan terhadap keindahan kawasan Pantai Sri Mersing dinyatakan indah oleh sebanyak 24 orang responden dari total 44 orang responden. Hasil dari 24 orang responden tersebut diperoleh nilai keindahan kawasan sebesar 54,54 %. Nilai tersebut masuk ke dalam kisaran antara 40%-75% yang menunjukkan bahwa kriteria keindahan kawasan di Pantai Sri Mersing adalah cukup indah. Penilaian persepsi wisatawana terhadap keindahan disajikan di Lampiran 14.

(57)

55% 45%

Persepsi Terhadap Keindahan

Nyaman

Tidak Nyaman

61% 39%

Persepsi Kenyamanan Wisatawan

Nyaman

Tidak Nyaman kenyamanan kawasan di Pantai Sri Mersing adalah cukup nyaman. Penilaian persepsi wisatawana terhadap kenyamanan disajikan di Lampiran 14. Berdasarkan persepsi wisatawan tersebut, tingkat kenyamanan Pantai Sri Mersing cukup mendukung pengembangan kegiatan wisata. Diagram persepsi wisatawan terhadap keindahan dan kenyamanan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Persepsi Wisatawan (a) Keindahan dan (b) Kenyamanan

Pembahasan

(58)

Kualitas Air Muara Sungai Sei Baungan dan Pantai Sri Mersing Parameter Fisika

Kedalaman

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 4, Muara Sungai Sei Baungan memiliki kedalaman adalah 1,9 m sedangkan kedalaman rata-rata Pantai Sri Mersing 1,6 m. Kedalaman yang tertinggi terdapat di Muara Sungai Sei Baungan yaitu 1,9 m sedangkan kedalaman yang terendah terdapat di Pantai Sri Mersing yaitu 1,6 m.

Kenaikan kedalaman sungai yang terjadi di muara sungai diakibatkan adanya pengerukan material sedimen yang seharusnya muara sungai mengalami pendangkalan karena semakin ke hilir (muara), maka sungai semakin dangkal karena material tersuspensi mengalami pengendapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mukhtasor (2007) yang menyatakan bahwa pengerukkan material umumnya dilakukan akibat adanya sedimentasi. Sedimentsi sering mengakibatkan pendangkalan di perairan sungai, muara sungai atau pelabuhan. Pendangkalan tersebut dapat diakibatkan oleh erosi pantai maupun hasil run off yang terbawa oleh air hujan, melalui sungai, mengendap di muara sungai (daerah estuari) ataupun jauh dari muara. Keberadaan sedimen tersebut sering mengganggu jalur pelayaran bagi kapal karena tertutupnya muara sungai akibat pendangkalan.

(59)

kawasan yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dan hutan lahan basah lainnya.

Suhu

Suhu Muara Sungai Sei Baungan yang diamati tergolong tinggi yaitu sebesar 31°C, suhu tersebut terdapat pada di setiap titik pengamatan. Suhu perairan Pantai Sri Mersing yang diamati yaitu sebesar 30-31°C. Hal ini disebabkan oleh pengukuran suhu yang dilakukan pada siang hari, sehingga radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam badan air intensitasnya cukup besar untuk memanaskan perairan. Hal ini berkaian dengan penelitian Saputra (2009) Suhu perairan mempunyai kaitan yang cukup erat dengan besarnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan. Semakin besar intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam suatu perairan, maka semakin tinggi pula suhu air. Semakin bertambahnya kedalaman akan menurunkan suhu perairan. Menurut Rahmawati (2009) bahwa suhu air permukaan di perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28–31°C. Suhu air permukaan yang diperoleh tersebut sesuai dengan suhu perairan Nusantara pada umumnya. Kisaran suhu dapat saja berubah pada waktu pengukuran yang berbeda tergantung pada cuaca dan kondisi perairan.

Bau

(60)

adalah perubahan suhu air, bau, warna air, rasa, kekeruhan dan TSS. Bau merupakan salah satu dampak fisik yang paling sering timbul dari pembuangan limbah industri pengolahan perikanan ke badan perairan. Hal ini disebabkan oleh bereaksinya senyawa organik dalam limbah, terutama protein dengan oksigen dalam suasana anaerobik, sehingga dihasilkan asam sulfide (H2S) dan ammonia (NH3). Kedua senyawa gas ini memang mempunyai bau yang sangat menyengat dan busuk.

Perairan Pantai Sri Mersing tidak berbau. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada bahan pencemar yang masuk ke perairan pantai yang dapat menimbulkan bau. Perairan Pantai Sri Mersing masih bersifat alami sehingga harus terus dijaga agar nantinya tidak sampai menimbulkan bau yang dapat mengganggu kegiatan wisata pantai. Tidak adanya bau di perairan pantai membuat wisatawan nyaman dan tidak merasa terganggu saat melakukan kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pragawati (2009) bahwa parameter bau sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan keindahan perairan sebagai tempat rekreasi. Bau dapat berasal dari senyawa organik dan anorganik yang berasal dari limbah dan sumber alami (proses dekomposisi).

Sampah

(61)

pencemaran disebabkan oleh adanya masukan limbah dari kegiatan antropogenik (pemukiman, pertanian, dan industri). Kegiatan domestik dan industri di sepanjang DAS mengakibatkan mutu air di hilir dan muara sungai tersebut dalam kondisi tercemar. Aliran-aliran sungai tersebut pada akhirnya akan bermuara ke laut dan akhirnya menyebabkan pencemaran laut.

Nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan baku mutu, sehingga dilihat dari segi sampah perairan Pantai Sri Mersing tidak sesuai untuk wisata pantai karena akan mengganggu kenyamanan melakukan aktivitas wisata di Pantai Sri Mersing. Hal ini berkaitan dengan penelitian Rahmawati (2009) bahwa adanya sampah akan menimbulkan gangguan tersendiri bagi kawasan pantai dan mengganggu kenyamanan pengunjung. Sampah yang biasanya ditemukan di tepi-tepi pantai merupakan sampah yang berasal dari Sungai yang bermuara ke Pantai.

Kekeruhan

Dari hasil pengukuran yang dilakukan seperti yang terlihat pada Gambar 5, didapat nilai kekeruhan perairan Muara Sungai Sei Baungan berkisar 34,84 NTU. Hasil pengukuran kekeruhan perairan Pantai Sri Mersing menunjukkan nilai rata-rata kekeruhan adalah 6,79 NTU. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan) sedangkan nilai terendah pada stasiun 2 (Pantai Sri Mersing). Dari data ini dapat diketahui bahwa kualitas perairan di Muara Sungai Sei Baungan dan Pantai Sri Mersing dilihat dari kekeruhan kondisinya tidak baik karena tidak sesuai dengan baku mutu Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 untuk kegiatan wisata bahari.

(62)

air sungai dan sebagian besar mengendap di muara sungai sehingga nilai kekeruhan tertinggi ada pada muara sungai. Hal ini berkaitan dengan penelitian Hartami (2008) bahwa sumber yang menyebabkan terjadinya kekeruhan antara lain berasal dari material organik maupun non organik (partikel liat dan tanah yang terlarut, phytoplankton dan zooplankton yang mengapung, penguraian tanaman yang mati),

kedua yang disebabkan oleh alam (run off dari daratan, pengadukan perairan yang disebabkan oleh badai, aktivitas gelombang dan perubahan musim), ketiga yang berasal dari aktivitas manusia (run off dari lahan pertanian, buangan dari industri dan pemukiman, erosi pantai oleh kapal besar, nutrien terlarut yang berasal dari air buangan

(63)

Parameter Kimia pH

Nilai pH suatu perairan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam air. Pada keadaan normal nilai pengukuran lapangan (in situ) menunjukkan bahwa pH air di Muara Sungai Sei Baungan sebesar 7,2, sedangkan nilai rata-rata pH di perairan Pantai Sri Mersing sebesar 7,4. Nilai pH yang tertinggi terdapat di stasiun 2 (Pantai Sri Mersing) dan nilai pH yang terendah terdapat di stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan). Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pH ini masih berada dalam standar baku mutu yaitu sebesar 7-8,5. pH yang relatif netral dari setiap stasiun diakibatkan karena tidak adanya buangan yang mengandung senyawa kimia yang ekstrim, walaupun terdapat industri perikanan.

Menurut Mukhtasor (2007) bahwa pH umumnya menjadi salah satu parameter kimia anorganik dalam baku mutu limbah cair dari industri perikanan. Namun karena sifat proses produksinya tidak membutuhkan senyawa kimia dengan pH yang ekstrim, sehingga biasanya limbah cair industri pengolahan hasil perikanan mempunyai pH yang cenderung netral.

(64)

berenang yang biasanya selalu dilakukan didaerah wisata pantai. Oleh karena itu pH patut menjadi salah satu perhatian dalam penetapan suatu lokasi kawasan wisata pantai.

Salinitas

Salinitas perairan di Muara Sungai Sei Baungan sebesar 6,66 ‰ sedangkan nilai rata-rata salinitas Pantai Sri Mersing sebesar 21,66 ‰. Nilai salinitas terendah terdapat di stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan) dan nilai salinitas tertinggi terdapat di stasiun 2 (Pantai Sri Mersing). Nilai salinitas yang tergolong rendah karena titik sampling terletak pada daerah yang mendapat pengaruh dari pasang surut air laut. Hal ini berkaitan dengan penelitian Saputra (2009) bahwa muara sungai termasuk estuari tercampur sebagian sehingga pada waktu tertentu air tawar air laut masuk ke muara sungai dalam jumlah besar. Air laut yang masuk ke sungai dalam jumlah besar menyebabkan air laut masuk ke sungai sampai bagian lebih hulu pada bagian tawar sehingga menyebabkan salinitas di stasiun tawar melebihi 0,5 PSU.

(65)

Oksigen Terlarut (DO)

Hasil pengukuran menunjukkan nilai rata-rata kandungan DO pada stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan) sebesar 5,7 mg/l sedangkan nilai DO di Pantai Sri Mersing sebesar 7,4 mg/l. Konsentrasi rata-rata DO tertinggi terdapat pada stasiun 2 (Pantai Sri Mersing) dan terendah pada stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan). Nilai oksigen terlarut tersebut sesuai dengan baku mutu air laut KEP-51/MENKLH/2004 yaitu nilainya lebih dari 5 mg/l.

Rendahnya kandungan oksigen terlarut di stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan) disebabkan oleh banyaknya polutan organik yang dihasilkan oleh aktivitas penduduk sekitar kawasan muara sedangkan meningkatnya oksigen terlarut di perairan pantai diakibatkan karena daerah ini dipengaruhi pergerakan arus dari laut sehingga massa air yang masuk akan meningkatkan oksigen terlarut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dahlia (2009) bahwa peningkatan konsentrasi oksigen terlarut disebabkan oleh beberapa faktor seperti letak stasiun yang berdekatan dengan laut terbuka sehingga pengaruh buangan bahan pencemar yang berasal dari sungai juga relatif kecil dan gerakan air relatif tinggi karena masih sangat terpengaruh oleh arus dan gelombang. Rendahnya DO di sungai dan muara disebabkan oleh nilai kekeruhan yang tinggi, sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya sehingga hanya memberikan sumbangan yang rendah terhadap konsentrasi oksigen terlarut di perairan.

Biochemichal Oksigen Demand (BOD5)

(66)

BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun 2 (Pantai Sri Mersing), sedangkan BOD5 terendah pada stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan). Hasil ini masih dalam batas yang diinginkan yaitu <10 mg/l.

BOD5 tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Menurut Hartami (2008) bahwa semakin tinggi nilai BOD maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan pula semakin besar kandungan bahan organik diperairan tersebut. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik. Kandungan bahan organik yang tinggi ditunjukkan dengan semakin sedikitnya sisa oksigen terlarut.

Parameter Biologi

Colifaecal

(67)

Tingginya nilai konsentrasi bakteri Colifaecal di stasiun 1 (Muara Sungai Sei Baungan) dan di stasiun 2 (Pantai Sri Mersing) disebabkan oleh sumber utama Colifaecal adalah feses dan keberadaan Colifaecal yang cukup tinggi di perairan

disebabkan karena sebagian besar masyarakat yang bermukim di tepi sungai masih belum memiliki sistem sanitasi yang kurang baik. Jika dibandingkan dengan baku mutu kualitas air maka kawasan ini tidak sesuai untuk pariwisata bahari dan disarankan untuk tidak digunakan berenang karena Colifaecal termasuk bakteri patogen.

Hal ini berkaitan dengan penelitian Darmayati (2002) bahwa dalam menentukan kawasan pariwisata, perlu dipertimbangkan kesehatan masyarakat konsumen pengguna kawasan pariwisata tersebut. Disamping itu, aktivitas berenang di kawasan tersebut akan juga membahayakan bagi kesehatan wisatawan di perairan tersebut. Beberapa bakteri patogen asal estuaria ataupun laut menyebabkan penyakit perut atau gastro entritis. Masuknya ke dalam tubuh manusia dapat melalui makanan laut yang tercemar bakteri patogen tersebut, ataupun kontak dengan tubuh manusia atau terminum pada saat sedang berenang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ini diantaranya adalah keberadaan oksigen, nutrien dan temperatur yang sesuai. Di perairan muara yang kaya nutrien kepadatannya berkisar antara dari 15 sampai >2400 JPT/ 100 ml. Hal ini disebabkan oleh limbah rumah tangga yang dibawa oleh aliran sungai ke muara. Hal ini memperkuat dugaan bahwa lingkungan perairan muara memperoleh tekanan akibat aktivitas dari daratan.

Analisis Dampak Aktivitas Masyarakat Terhadap Kualitas Air Pantai

(68)

Pencemaran yang terjadi di sungai dapat menurunkan kualitas air laut yang menjadi tempat bermuaranya sungai tersebut. Menurut Mukhtasor (2007), sebagian limbah yang berasal dari kegiatan antropogenik akan menyebabkan pencemaran pada area dimana limbah tersebut dihasilkan dan sebagian lain terbawa oleh transportasi angin atau aliran air yang terdistribusi sampai area yang jauh. Adanya transportasi limbah melalui aliran sungai mengakibatkan limbah tersebut terdistribusi ke pantai dan mencemari perairan laut.

Parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu tersebut dapat menjadi parameter kunci yang menunjukkan sumber pencemaran di perairan tersebut. Secara umum parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan baku mutu air untuk kegiatan wisata adalah sampah, kekeruhan dan Colifaecal. Parameter-parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu tersebut, juga menunjukkan bahwa pencemaran yang terjadi di perairan pesisir disebabkan oleh adanya masukan bahan pencemar dari kegiatan antropogenik, seperti kegiatan domestik dan pendaratan ikan. Pencemaran oleh kegiatan domestik dan pendaratan ikan ditunjukkan dengan adanya bahan pencemar, yaitu sampah, kekeruhan dan Colifaecal.

(69)

Sampah merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah domestik. Sampah yang berada di sungai akan bermuara ke laut melalui aliran-aliran sungai dan pada akhirnya akan menyebabkan pencemaran laut. Dampak sampah yang terdistribusi dari muara ke pantai akan memberi pengaruh terhadap keindahan dan penurunan kualitas air. Menurut Mukhtasor (2007) bahwa dampak buruk buangan sampah ke laut ini sepertinya lebih terletak pada masalah keindahan, akan tetapi sebenarnya sampah ini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan laut. Sampah-sampah tersebut mengapung di lautan dan akhirnya terdampar di pantai. Bahan yang lebih berat akan tenggelam ke dasar perairan dan berpengaruh terhadap komunitas bentos. Makhluk hidup laut juga terganggu oleh sampah-sampah yang tenggelam ini.

Kekeruhan yang tinggi di perairan Pantai Sri Mersing akan mengurangi nilai keindahan di pantai tersebut. Tingginya nilai kekeruhan di pantai diakibatkan dari tipe Pantai Sri Mersing yang merupakan pantai yang memiliki substrat pasir berlumpur dan tingginya material daratan yang terbawa hingga ke pantai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmawati (2009) bahwa pantai berlumpur memiliki substrat yang halus. Pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas laut terbuka. Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur terdapat di berbagai tempat, sebagian di teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan dan terutama estuaria.

(70)

Masuknya ke dalam tubuh manusia dapat melalui makanan laut yang tercemar bakteri patogen tersebut, ataupun kontak dengan tubuh manusia atau terminum pada saat sedang berenang. Menurut Grimes (1991) diacu oleh Darmayati (2002) bahwa bebrapa bakteri patogen asal estuaria ataupun laut dapat menyebabkan penyakit leptospirosis, otitis externa, infeksi luka dll. Masuknya ke dalam tubuh manusia

dapat melalui makanan laut yang tercemar bakteri patogen tersebut, ataupun kontak dengan tubuh manusia atau terminum saat sedang berenang.

Upaya Penanggulangan Dampak Pencemaran

Banyaknya aktivitas yang terdapat di sepanjang Muara Sungai Sei Baungan seperti pemukiman dan pendaratan ikan yang dilakukan oleh masyarakat akan menghasilkan limbah. Limbah tersebut dapat mengancam lingkungan, kondisi ini dipicu oleh tidak terkelolanya limbah dengan baik, mengakibatkan tercemarnya air sungai tersebut dan berpengaruh terhadap kualitas air di pantai. Menurut Laapo (2009) bahwa penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya laut akan berdampak terhadap penurunan daya tarik dan minat berwisata ke pantai. Berdasarkan fenomena tersebut, maka upaya identifikasi parameter fisik, kimia dan biologi yang telah melampaui ambang batas (baku mutu) diperlukan dalam rangka merehabilitasi dan mencegah semaksimal mungkin agar potensi sumberdaya perairan laut untuk wisata bahari menjadi lestari.

(71)

penanggulangan pencemaran laut akibat sampah dapat juga dilakukan dengan Gerakan Bersih Pantai dan Laut. Pembersihan sampah dilakukan di sekitar wilayah atau daerah aliran sungai, muara, pantai dan laut serta pemukiman masyarakat pesisir, dan memisahkannya menjadi sampah organik dan non organik. Hal ini dilakukan secara periodik dengan mengerahkan komponen massa akan pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat, termasuk juga lingkungan pesisir dan laut.

Penanggulangan kekeruhan di perairan dapat dilakukan dengan meminimalkan terjadinya kekeruhan di perairan. Kekeruhan di perairan terjadi akibat adanya sedimentasi. Sedimen dan beberapa material terangkat ke permukaan air, yang dapat menyebabkan tingkat kekeruhan yang tinggi Keberadaan sedimentasi di perairan diakibatkan adanya pengerukkan material di muara, penambangan laut, erosi maupun karena abrasi pantai. Menurut Suwedi (2006) bahwa untuk meminimalkan pengaruh sedimentasi di pantai diperlukan membangun Groin (Krib) yang merupakan bangunan pelindung pantai yang digunakan untuk menahan dan menangkap angkutan sedimen sejajar pantai. Konstruksi groin ini dibangun hampir tegak lurus pantai dan menyambung dengan pantainya. Bangunan ini hanya difungsikan untuk menahan angkutan sedimen sejajar pantai tetapi tidak dapat digunakan untuk menahan angkutan sedimen yang tegak lurus pantai.

(72)

membuang limbah cair dari daratan ke laut sehingga memungkinkan terjadinya proses biokimia secara natural di laut. Menurut Mukhtasor (2007) bahwa teknologi ocean outfall umumnya digunakan untuk limbah yang umumnya mengandung bahan

organik dan bakteri fecal coliform dalam jumlah tinggi atau limbah nonkonservatif lainnya. Sebelum dibuang ke laut, limbah diolah dengan derajat pengelolaan yang lebih rendah daripada persyaratan yang ditetapkan untuk pengelolaan di darat secara umum. Akibatnya biaya pengelolaan menjadi lebih murah. Hal ini dikarenakan, untuk memperoleh kriteria keamanan lingkungan yang sama, ocean outfall memanfaatkan faktor alami di laut untuk menurunkan konsentrasi limbah selain pengolahan di daratan.

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Dengan Kelimpahan

Colifaecal

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa hasil uji analisis korelasi pearson antara beberapa faktor fisika dan kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan total Colifaecal. Hasil output SPSS disajikan pada Lampiran 4. Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai total Colifaecal, artinya semakin besar nilai faktor fisika kimia maka nilai total Colifaecal akan semakin besar pula, sedangkan nilai (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisika kimia perairan dengan nilai total Colifaecal, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai total Colifaecal akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2. Baku mutu kualitas air laut untuk wisata bahari No Parameter Satuan Baku Mutu
Tabel 3. Penilaian kualitas lingkungan pesisir akuatik Unsur Bobot Sub unsur
Tabel 4. Penilaian kualitas lingkungan pesisir terrestrial Unsur Bobot Sub unsur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ditinjau dari setiap sikap ilmiah yang diamati yang meliputi sikap rasa ingin tahu, disiplin, tanggung jawab, teliti dan kerja sama dapat dilihat bahwa semua

[r]

Dalam penelitian ini ada 8 variabel yang diduga berhubungan dengan obesitas pada remaja yaitu variabel usia, jenis kelamin, frekuensi pola makan, kebiasaan sarapan

Daerah yang berada di SPL 15 memiliki jenis tanah mediteran cokelat dan digunakan sebagai lahan tegalan memiliki karakteristik lahan: kemiringan lereng 34%

Structure and Style: The Study and Analysis of Musical Form. Philadelphia: Oliver Ditson

Berdasarkan hasil wawancara dan data yang peneliti peroleh dari DPRD Provinsi NTB, bahwa Implementasi kewenangan Badan Kehormatan dalam menegakkan Kode etik anggota

Ketika di dalam iklan ini perempuan berusaha untuk keluar dari apa yang diidentikkan oleh masyarakat, yaitu dengan membuka sebuah usaha kafe sebagai bentuk usaha untuk mencari

In final project, the writer discusses about Improving Speaking Skill by using Games for the Third Grade Students of SDN Jagalan No.81 Jebres, Surakarta.. The writer