• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Asimetri Lengkung Gigi dan Asimetri Wajah pada Pasien Gigitan Terbalik Anterior yang Dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Asimetri Lengkung Gigi dan Asimetri Wajah pada Pasien Gigitan Terbalik Anterior yang Dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI DAN ASIMETRI

WAJAH PADA PASIEN GIGITAN TERBALIK ANTERIOR

YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI

RSGMP FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

FARADILLA SARI

NIM: 100600091

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonti

Tahun 2014

Faradilla Sari

Gambaran Asimetri Lengkung Gigi dan Asimetri Wajah pada Pasien Gigitan

Terbalik Anterior yang Dirawat Di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

xii + 46 halaman

Asimetri wajah dan dental merupakan salah satu alasan pasien mencari

perawatan ortodonti. Asimetri ini sering ditemukan pada pasien dengan gigitan

terbalik anterior. Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat prevalensi kesimetrisan

wajah saat relasi sentrik dan oklusi sentrik, serta kesimetrisan lengkung gigi pada

pasien gigitan terbalik anterior yang datang mencari perawatan di klinik ortodonti

RSGMP FKG USU.

Sebanyak 35 pasien anak dipilih dengan teknik purposive sampling yang

memiliki kelainan gigitan terbalik anterior dan belum pernah menerima perawatan

ortodonti. Penelitian ini menggunakan foto frontal saat oklusi sentrik dan relasi

sentrik dan foto studi model lalu dilakukan pengukuran pada setiap foto untuk

melihat kesimetrisannya.

Hasil penelitian diperoleh prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik,

dari 35 orang subjek, sebanyak 82,86% (n= 29) memiliki asimetri wajah dalam batas

normal dan 17,14% (n= 6) memiliki asimetri wajah secara klinis. Prevalensi

kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik diperoleh 54,29% (n= 19) memiliki asimetri

wajah dalam batas normal dan 45,71% (n= 16) memiliki asimetri wajah secara klinis.

Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi diperoleh 42,86% (n= 15) memiliki asimetri

lengkung gigi dalam batas normal dan 57,14% (n= 20) memiliki asimetri lengkung

(3)

Kesimpulannya adalah terdapat perbedaan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik dengan saat oklusi sentrik yang ditandai dengan asimetri wajah saat oklusi sentrik lebih banyak terlihat dibandingkan saat relasi sentrik, dan lengkung gigi yang asimetri belum tentu disertai asimetri pada wajah.

(4)

GAMBARAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI DAN ASIMETRI

WAJAH PADA PASIEN GIGITAN TERBALIK ANTERIOR

YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI

RSGMP FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

FARADILLA SARI

NIM: 100600091

Pembimbing:

ERVINA SOFYANTI, drg., Sp.Ort

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 Maret 2014

Pembimbing : Tanda Tangan

1. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort

………

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 19 Maret 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort

ANGGOTA : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk kedua

orangtua tercinta H. Muhammad Syafi’i dan Hj. Salmiah atas segala kasih sayang,

doa, nasihat, dan dukungannya serta kepada kakak dan abang tercinta Juli

Novita ST, Hj. Enna Fitriani ST, dr.Emilia Salfi M.Ked (ORL-HNS) Sp.THT-KL,

dr. H. M. Faisal Fahmi M.Ked (OG) Sp.OG yang selalu memberi semangat,

arahan, nasihat, dan dukungan kepada penulis serta membantu penulis kapanpun

dan dimanapun.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,

saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak juga. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu, pikiran, motivasi, dan saran dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K), selaku dosen tim penguji skripsi

yang telah memberikan waktu dan masukan kepada penulis.

4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K), selaku dosen tim penguji skripsi

yang telah memberikan waktu dan masukan kepada penulis.

5. Fitri Yunita Batubara, drg., selaku dosen pembimbing akademik yang

(8)

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara terutama staf dan pegawai di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Orang terdekat sekaligus sahabat tersayang penulis, Bayu, Fitri, Putri,

Elsi, Dara, Ipo, Rahayu, Lisa, Indah, Kak Dini, Kak Nadia, Kak Tuti, Kak Rizka,

yang telah memberikan perhatian dan semangatnya kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah saling

membantu dan memberikan semangat.

9. Seluruh teman-teman stambuk 2010 dan seluruh anggota K-Mus FKG

USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi

ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu,

masyarakat, dan Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ortodonti.

Medan, Maret 2014

Penulis,

Faradilla Sari

(9)

DAFTAR ISI

2.3.Metode Pemeriksaan Asimetri Wajah dan Lengkung Gigi ... 9

2.4.Klasifikasi Maloklusi Angle ... 15

2.4.1. Maloklusi Klas I Angle ... 15

2.4.2. Maloklusi Klas II Angle ... 16

2.4.3. Maloklusi Klas III Angle ... 17

(10)

2.5.1 Klasifikasi Gigitan Terbalik Anterior ... 19

2.5.1.1 Gigitan Terbalik Anterior Dental ... 19

2.5.1.2 Gigitan Terbalik Anterior Fungsional ... 20

2.5.1.3 Gigitan Terbalik Anterior Skeletal ... 21

2.6.Kerangka Teori ... 22

2.7. Kerangka Konsep ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ... 24

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3.Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 24

3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 25

3.3.3 Besar Sampel ... 25

3.4. Variabel dan Definisi Operasional ... 26

3.4.1 Variabel ... 26

3.4.2 Definisi Operasional ... 26

3.4.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 28

3.5.Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5.1 Pengambilan Foto Frontal Wajah ... 29

3.5.2 Pengambilan Foto Model Studi ... 30

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. ... Preva lensi Kesimetrisan Wajah Saat Relasi Sentrik ... 35

2. ... Preva lensi Asimetri Wajah Secara Klinis Saat Relasi Sentrik ... 35

3. ... Preva lensi Kesimetrisan Wajah Saat Oklusi Sentrik... 36

4. ... Preva lensi Asimetri Wajah Secara Klinis Saat Oklusi Sentrik ... 36

5. ... Preva lensi Kesimetrisan Lengkung Gigi ... 37

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. ... Asim etri Wajah pada Pasien Gigitan Terbalik Anterior ... 7

2. ... Hemi fasial Mikrosomia ... 8

3. ... Asim etri Dental pada Pasien Maloklusi Klas III ... 9

4. ... Simet ri dan Proporsi Wajah pada Bidang Frontal ... 10

5. ... Titik-Titik Biometrik dalam Analisis Wajah ... 11

(13)

7. ... Sym metrograph ... 13

8. ... Land mark pada Lengkung Gigi ... 14 9. ... Meto

de Pengukuran Simetri Lengkung Gigi Menurut Paula ... 15

10. ... Malo yang Digunakan dalam Pengukuran Asimetri Lengkung Gigi ... 27

17. ... Alat-Alat yang Digunakan dalam Penelitian ... 28

(14)

19. ... Peng ukuran Foto Model Gigi ... 33

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Ethical Clearence

2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

4. Kuesioner Penelitian

5. ... Data Pengukuran Foto Frontal dan Foto Model

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perawatan ortodonti tidak hanya memenuhi kebutuhan pasien dari segi

estetik, tetapi seharusnya juga memenuhi kebutuhan aspek fungsional. Jackson

mengemukakan tujuan dari perawatan ortodonti adalah untuk mencapai efisiensi

fungsional, stabilitas struktural, dan harmonisasi estetika.1 Ada beberapa aspek yang

dinilai berkaitan dengan estetika, antara lain bentuk, proporsi, dan kesimetrisan.

Simetri wajah yang sempurna merupakan konsep teoritis yang jarang

ditemukan pada makhluk hidup. Perbedaan antara kanan dan kiri merupakan hal yang

bisa saja ditemui pada sesuatu yang memiliki sisi bilateral. Wajah dan dental yang

asimetri sering ditemukan pada pasien yang akan menjalani perawatan ortodonti. Ada

pasien yang menyadari asimetri pada dirinya dan ada juga yang tidak. Kondisi ini

menjadi tanggung jawab klinisi yang menjalankan perawatan ortodonti untuk

menegakkan diagnosis dan melakukan tindakan pencegahan serta perawatan terhadap

segala bentuk maloklusi. Hal ini berkaitan dengan tujuan perawatan yaitu

mendapatkan dan mempertahankan relasi oklusi yang fisiologik dan kecantikan wajah

yang harmonis dengan struktur kraniofasial yang seimbang.2-4

Asimetri wajah dapat ditemui pada semua tipe maloklusi, baik maloklusi

Klas I, Klas II, dan Klas III Angle, tetapi yang paling banyak ditemui pada maloklusi

Klas II dan Klas III Angle. Adanya kelainan gigitan terbalik anterior fungsional saat

masa periode gigi bercampur menunjukkan suatu peningkatan terjadinya asimetri

wajah sehingga tidak menutup kemungkinan asimetri tersebut banyak juga ditemukan

pada maloklusi Klas I Angle.2,3,5,6 Salah satu pemicu asimetri wajah yaitu kebiasaan

mengunyah pada satu sisi sehingga perkembangan skeletal bertumpu pada sebelah

sisi. Cara tidur dengan menghadap ke satu sisi secara persisten juga dapat menjadi

(16)

memicu berbagai maloklusi. Salah satu maloklusi yang timbul yaitu Klas III Angle

Subdivisi yang disebabkan karena adanya kehilangan hubungan kontak oklusal gigi

molar sulung atau yang sering disebut dengan terminal plane yang merupakan faktor

penentu hubungan molar satu permanen. Keadaan ini merupakan hal yang perlu

diperhatikan dalam melakukan perawatan ortodonti dan tindakan pencegahan

maloklusi yang lebih parah.2,5-8

Secara garis besar, etiologi asimetri wajah dapat dibagi menjadi tiga kategori

utama, yaitu kongenital, gangguan perkembangan, dan acquired atau diperoleh akibat

dari cedera atau penyakit. Berdasarkan struktur kraniofasial yang terlibat, asimetri

dapat diklasifikasikan ke dalam tipe dental, skeletal, jaringan lunak dan fungsional.

Penyebab umum asimetri dental adalah premature-loss gigi sulung, hipodontia, dan kebiasaan seperti mengisap ibu jari. Asimetri skeletal mungkin melibatkan satu

tulang seperti maksila atau mandibula, atau mungkin mempengaruhi sejumlah

struktur rangka pada satu sisi wajah. Asimetri muskular dapat terjadi dalam kondisi

seperti hemifacial microsomia dan cerebral palsy. Fungsi otot abnormal, seperti pada

masseter hypertrophy, dapat menyebabkan penampilan asimetri wajah, serta berkontribusi terhadap asimetri skeletal dan dental karena tarikan otot yang

abnormal.2,9,10

Ghasemianpour melakukan penelitian asimetri pada sepertiga wajah bawah

terhadap 820 siswa SMA, yakni 400 perempuan dan 420 laki-laki di timur laut

Provinsi Tehran. Hasilnya menunjukkan 44,6% perempuan dan 46,4% laki-laki

menunjukkan setidaknya salah satu asimetri. Prevalensi untuk asimetri skeletal,

dental dan fungsional pada perempuan adalah masing-masing 20%, 21% dan 10%,

sedangkan pada laki-laki adalah 23,6%, 20,9% dan 7,6%. Kesimpulan dari

penelitiannya menyatakan bahwa asimetri pada sepertiga wajah bawah merupakan hal

yang biasa ditemukan.11

Pada anak-anak sering ditemui gigitan terbalik anterior fungsional yang

timbul karena kebiasaan pola mengunyah yang salah yaitu mengunyah pada bagian

gigi anterior. Hal ini dikarenakan adanya karies besar atau rasa sakit pada regio gigi

(17)

salah. Kesimetrisan wajah yang ditemui pada anak-anak seperti ini dapat berbeda saat

dalam keadaan relasi sentrik maupun oklusi sentrik akibat gigitan terbalik fungsional

yang dialaminya.12

Haraguchi meneliti asimetri wajah pada 1800 pasien yang pernah menjalani

perawatan ortodonti dengan rata-rata usia 15 tahun. Hasil penelitiannya mengatakan

asimetri wajah dapat ditemukan pada pasien yang sudah menjalani perawatan

ortodonti dan paling sedikit terdapat selisih 2 mm pada perhitungan selisih sisi kanan

dan kiri wajah.8 Pada dasarnya tidak ada ketentuan baku dalam menilai batas normal

asimetri pada wajah. Shanner menyatakan batas normal untuk pengukuran asimetri

pada jaringan lunak wajah, yaitu untuk pengukuran asimetri pada sepertiga wajah atas

dan tengah dibatasi 5 mm untuk laki-laki dan 6 mm untuk perempuan sebagai batas

normalnya. Pada pengukuran yang melibatkan sepertiga wajah bawah memiliki batas

normal selisih antara sisi kanan dan kiri wajah sebesar 6 mm.(cit, Ercan 2008)13

Maurice dkk meneliti asimetri lengkung gigi mandibula dan maksila pada 52

anak Ras Kaukasoid dengan rentang usia 7 sampai 11 tahun dan belum pernah

menerima perawatan ortodonti. Hasil dari penelitiannya menunjukkan sejumlah kecil

asimetri transversal dan anteroposterior merupakan hal yang umum pada anak-anak

Ras Kaukasoid pada masa periode gigi bercampur. Sebanyak 25% dari sampel

penelitiannya menunjukkan asimetri lebih besar dari 2 mm.6

Sun dan Yu melaporkan suatu kasus dimana saat pemeriksaan klinis pada

seorang pasien ditemukan hubungan molar Klas III disertai gigitan terbalik anterior,

kehilangan gigi insisivus lateralis kanan atas, dan ditemukan asimetri wajah pada

pasien tersebut dengan gejala mandibula bergeser ke kiri.14 Oliveira melaporkan suatu

kasus dimana seorang pasien dengan maloklusi Klas III gigitan terbalik anterior dan

posterior serta nyeri kronis pada sendi temporomandibularnya, menunjukkan asimetri

pada mandibula dan juga pada wajahnya.15

Scanavini dkk melaporkan suatu kasus dengan menggunakan tiga grup

eksperimen yang terdiri dari model gigi maksila dan mandibula dengan rentang usia

pasien antara 12 dan 21 tahun. Grup pertama yaitu 60 sampel model gigi dari

(18)

individu yang memiliki maloklusi Klas II Divisi 1, dan grup ketiga yaitu 60 sampel

model gigi dari individu yang memiliki maloklusi Klas II Divisi 2. Kesimpulan dari

penelitiannya, asimetri dapat ditemukan pada lengkung gigi dengan oklusi normal,

maloklusi Klas II Divisi 1 dan Klas II Divisi 2. Grup pertama menunjukkan derajat

asimetri yang lebih rendah dibandingkan grup lainnya dan derajat asimetri ditemui

lebih tinggi pada lengkung gigi mandibula dibandingkan dengan lengkung gigi

maksila yang dievaluasi dari ketiga grup penelitiannya.16

Peneliti menyadari masih sangat sedikit penelitian mengenai gambaran

asimetri wajah baik saat relasi sentrik maupun oklusi sentrik dan asimetri lengkung

gigi pada pasien gigitan terbalik anterior. Pada beberapa teori mengungkapkan bahwa

terdapat perbedaan profil wajah pada pasien yang memiliki gigitan terbalik anterior

fungsional saat relasi sentrik dan oklusi sentrik sehingga memungkinkan adanya

perbedaan kesimetrisan wajah pada saat relasi sentrik maupun oklusi sentrik serta

lengkung gigi yang simetri atau tidak pada indvidu yang sama. Pada penelitian ini

diharapkan akan diperoleh suatu gambaran mengenai asimetri lengkung gigi dan

asimetri wajah pada pasien gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti

RSGMP FKG USU.

1.2Rumusan Masalah

1. Berapakah prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik pada pasien

dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

2. Berapakah prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik pada pasien

dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

3. Berapakah prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien dengan

gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik pada

pasien dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP

(19)

2. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik

pada pasien dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti

RSGMP FKG USU.

3. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien

dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

4. Untuk melihat gambaran perbedaan kesimetrisan wajah saat relasi

sentrik dengan oklusi sentrik pada pasien dengan gigitan terbalik anterior yang

dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

1.4Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi bagi klinisi dalam menegakkan diagnosis dan

rencana perawatan yang tepat.

2. Memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Asimetri

Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan

kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat

diperoleh dari kesimetrisan antara sisi kanan dan kiri. Simetri juga dapat diartikan

sebagai suatu hal yang seimbang dan baik secara proporsinya. Jadi asimetri dapat

diartikan ketidakseimbangan antara sisi bilateral, misalnya sisi kiri dan kanan.17

Fenomena asimetri wajah sering ditemui pada pasien yang akan menjalani

perawatan ortodonti. Minat untuk mengubah profil wajah melalui perawatan

ortodonti makin meningkat. Makin banyak pasien yang memberikan perhatian

terhadap penyimpangan dari bentuk wajah normal dan kemungkinan dilakukannya

modifikasi ke arah bentuk yang ideal.18

Faktor-faktor yang mempengaruhi asimetri dentofasial bersifat kompleks

yakni tidak terbatas pada gigi dan prosesus alveolaris saja, tetapi juga seluruh

komponen wajah dan seluruh struktur di sekitar gigi. Asimetri dentofasial kompleks

dapat terjadi unilateral atau bilateral, anteroposterior, superoinferior, dan

mediolateral.3

2.2Asimetri Wajah

Asimetri wajah merupakan hal yang umum pada manusia. Ketika pasien

mengeluhkan mengenai asimetri wajah, penyebab yang mendasari harus diselidiki.

Etiologinya antara lain: kelainan kongenital, gangguan perkembangan, dan acquired

atau diperoleh akibat dari cedera atau penyakit. Etiologi yang termasuk ke dalam

kelainan kongenital, yaitu celah palatum dan bibir, hemifacial microsomia, kelainan

vaskularisasi, dan beberapa kelainan kongenital lainnya. Beberapa kasus asimetri

(21)

Kebiasaan yang salah seperti mengunyah sebelah sisi, cedera atau trauma pada wajah,

tumor pada wajah, tergolong ke dalam etiologi yang didapat atau acquired.2

Pemeriksaan medis sangat membantu untuk mendiagnosis secara objektif dalam

pengukuran asimetri serta untuk merancang perencanaan perawatannya. Asimetri

dentofasial paling banyak terjadi pada mandibula karena lebih banyak didukung oleh

jaringan lunak sedangkan maksila lebih banyak didukung oleh jaringan keras

sehingga lebih jarang terjadi asimetri pada maksila. Asimetri pada maksila biasanya

merupakan akibat dari pertumbuhan mandibula yang asimetri. Asimetri wajah dapat

ditemui disemua tipe maloklusi, seperti maloklusi Klas III disertai dengan gigitan

terbalik anterior (Gambar 1).2,3

Asimetri dental dapat ditemui pada wajah yang simetri dan asimetri wajah

dapat terjadi pada oklusi yang normal, bahkan kedua jenis asimetri ini dapat muncul

pada satu individu.3 Bentuk wajah tergantung pada pola skeletal dan jaringan lunak.

Berdasarkan struktur yang terlibat, asimetri dapat diklasifikasikan menjadi dental,

skeletal, jaringan lunak, dan fungsional.2,3,9,10 Banyak kasus asimetri wajah yang

disebabkan karena kombinasi faktor dental, skeletal, jaringan lunak, dan fungsional,

maka pada saat menegakkan diagnosis harus dilakukan evaluasi dengan benar.3

(22)

2.2.1 Asimetri Skeletal

Asimetri skeletal merupakan asimetri yang terjadi pada tulang pembentuk

wajah. Asimetri ini dapat terjadi pada satu tulang saja seperti maksila atau mandibula,

ataupun melibatkan beberapa tulang pembentuk wajah. Selain itu, asimetri skeletal

juga dapat melibatkan beberapa tulang pada satu sisi wajah seperti hemifacial

microsomia (Gambar 2).2,9,10 Asimetri skeletal dapat dikatakan sebagai hasil akhir dari semua asimetri baik asimetri dental, fungsional, dan jaringan lunak. Apabila

asimetri dental, fungsional, dan jaringan lunak tidak segera dirawat maka akan

berkembang lebih parah dan akhirnya akan terjadi asimetri skeletal.2,3

2.2.2 Asimetri Dental

Asimetri dental dapat terjadi karena faktor lokal seperti, kehilangan gigi

bawaan dan kebiasaan seperti menghisap ibu jari dan juga dapat disebabkan karena

ketidakseimbangan antara jumlah gigi dengan lengkung gigi yang tersedia,

ketidakseimbangan antara jumlah gigi maksila dan mandibula pada segmen yang

sama, ketidakseimbangan antara lengkung gigi maksila dan mandibula secara

keseluruhan atau sebagian seperti yang terlihat pada gambar 3.3,10

Kekurangan asupan gizi yang dibutuhkan saat pembentukan benih gigi dapat

mengakibatkan asimetri pada diameter mesio distal mahkota gigi. Garn, Lewis, dan

Kerewsky melaporkan bahwa asimetri ukuran gigi tidak melibatkan semua gigi yang

terdapat dalam satu lengkung gigi.9

(23)

2.2.3 Asimetri Fungsional

Asimetri fungsional merupakan suatu keadaan dimana terjadi pergerakan

mandibula ke arah lateral atau anterior-posterior yang disebabkan karena gangguan

oklusi sehingga menghalangi tercapainya oklusi sentrik yang benar.2,9,10 Faktor lokal

seperti malposisi gigi dapat menyebabkan kontak dini saat relasi sentrik sehingga

mengakibatkan terjadinya pergeseran mandibula.3

2.2.4 Asimetri Jaringan Lunak

Asimetri jaringan lunak merupakan ketidakseimbangan pembentukan otot

pada wajah. Asimetri ini biasanya menyebabkan disproporsi wajah dan diskrepansi

midline dan biasanya juga dapat disertai dengan penyakit seperti hemifasial atrophy

atau cerebaral palsy.2,9,10 Kelainan-kelainan tersebut meyebabkan asimetri wajah dan

dental karena pengaruh otot-otot yang terlibat.

2.3Metode Pemeriksaan Asimetri Wajah dan Lengkung Gigi

Gambaran asimetri wajah dan lengkung gigi dapat dilihat dengan berbagai

metode pemeriksaan. Penilaian asimetri ini merupakan hal yang penting sebelum

melakukan perawatan ortodonti.19 Metode pemeriksaan asimetri wajah yang

(24)

dikemukan oleh beberapa peneliti pada dasarnya tidak jauh berbeda, hanya saja

terdapat penggunaan alat yang berlainan dalam menganalisis asimetri baik pada

wajah maupun lengkung gigi.

Langkah pertama dalam menganalisis simetri dan proporsi wajah yaitu dengan

menilai wajah dari pandangan frontal. Pengukuran wajah yang ideal dibagi menjadi

bagian sentral, medial, dan lateral pada lima bagian wajah. Proporsi lebar pada mata,

hidung, ataupun mulut dapat dilihat dari lima bagian tersebut (Gambar 4). Jarak antar

mata dan lebar mata, dimana seharusnya memiliki jarak yang sama, ditentukan pada

bagian sentral dan medial. Hidung dan dagu seharusnya berada pada bagian tengah

wajah, dimana lebar hidung sama dengan atau lebih lebar sedikit dengan lebar bagian

sentral wajah. Jarak interpupil sama dengan lebar mulut dalam kapasitas proporsi

wajah yang ideal.20

(25)

Literatur terbaru menghadirkan berbagai teknik dan metode untuk mengukur

bagian tubuh manusia yang berguna dalam hal penelitian dan juga pemeriksaan di

klinik. Fotogrametri merupakan metode yang paling mendekati untuk memperoleh

hasil pengukuran yang akurat dengan gambar. Lucas dkk mengevalusi asimetri pada

wajah yang dinilai dari pandangan frontal wajah dengan menggunakan foto frontal

yang diambil dengan kamera SLR. Garis midline wajah harus tegak lurus dengan

lantai saat pengambilan foto.21

Titik-titik biometrik yang digunakan dalam analisis wajah membagi wajah

menjadi tiga bagian, dengan sepertiga atas dimulai dari trichion hingga glabella yaitu

antara titik 1 dan 2, sepertiga tengah dari glabella hingga subnasal yaitu antara titik 2

dan 3, dan sepertiga bawah dari subnasal ke menton yaitu antara titik 3 dan 6.

Sepertiga wajah bawah dibagi lagi menjadi tiga bagian, dengan panjang bibir atas dari

subnasal hingga stomion yaitu antara titik 3 dan 4, panjang bibir bawah dari stomion

hingga sublabial yaitu antara titik 4 dan 5, dan regio mentum dari sublabial hingga

menton yaitu antara titik 5 dan 6 (Gambar 5). 21,22

(26)

Metode pemeriksaan yang dipakai Haraguchi dalam menganalisis asimetri

pada wajah yaitu dengan menggunakan foto frontal yang diambil dengan kamera

digital dan analisis asimetrinya dengan melihat jarak antara jaringan lunak zygion

atau jaringan lunak gonion kanan dan kiri ke garis midline wajah. Hasil penelitiannya

menunjukkan paling sedikit terdapat selisih 2 mm antara jarak sisi kanan dan kiri

pada titik biometrik yang digunakannya sebagai referensi pengukuran asimetri wajah

(gambar 6).7,8

Pada dasarnya, belum ada ketentuan yang mutlak untuk menentukan nilai

batas normal asimetri wajah. Shanner mempelajari nilai batas normal pada jaringan

lunak wajah untuk penilaian asimetri. Nilai batas normal tersebut ditentukan

berdasarkan bagian wajah yang diukur. Apabila pengukuran asimetri diambil pada

bagian sepertiga wajah atas dan tengah maka nilai batas normal tidak lebih dari 5 mm

(27)

wajah bawah memiliki variasi batas normal yang bermacam-macam, antara 6 mm

atau lebih dari itu.(cit, Ercan 2008)13

Observasi simetri lengkung gigi dapat menggunakan Gruenberg

symmetroscope, symmetrograph (Gambar 7), dan plastik transparan yang

direkomendasikan dalam menentukan simetri. Symmetrograph menampilkan metode

yang simpel dalam mengestimasi asimetri posisi gigi dalam lengkung gigi.23

Maurice menggunakan metode analisis asimetri lengkung gigi dengan foto

model gigi dimana landmark yang digunakan, yaitu gigi insisivus sentralis, kaninus,

molar dua desidui dan molar satu permanen. Landmark ini dipilih karena bisa

dievaluasi secara klinis dan mudah diidentifikasi pada model gigi. Landmarks pada oklusal dan groove bukal tidak digunakan karena mempertimbangkan sealent yang

ada pada anak-anak. Median palatal plane (MPP) ditentukan dengan menggunakan dua titik sepanjang median palatal raphe pada foto yang telah dicetak melalui dua

landmark. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan, titik kedua adalah 1 cm lebih distal dari titik pertama pada median palatal raphe.

Angulasi tersebut diproyeksikan ke mandibula untuk mendapatkan MPP mandibula

(Gambar 8). Setelah semua landmark ditandai, model gigi diletakkan di atas glass

(28)

plate agar tidak terbentuk bayangan saat dilakukan pemotretan, lalu foto dicetak. Landmark yang ada pada gigi insisivus sentralis, kaninus, molar dua desidui dan molar satu permanen, ditarik garis lurus sampai median palatal plane dan dilakukan

pengukuran untuk melihat apakah lengkung gigi tersebut simetri atau tidak dengan

cara mengurangi jarak sisi kanan dengan yang kiri.6

Berbeda dengan analisis asimetri lengkung gigi yang dipakai Scanavini dkk,

pengukuran model giginya diperoleh dari peralatan yang secara khusus

dikembangkan untuk menganalisis asimetri lengkung gigi. Sebuah penggaris dan

busur terbuat dari logam yang disesuaikan untuk memperoleh pengukuran pada

lengkung gigi. Midline pada maksila ditandai dengan titik sepanjang sutura

midpalatal yang diukur dari papila insisivum sampai posterior dari model gigi.

Dengan menghubungkan semua titik diperoleh aksis simetri pada maksila dan

(29)

Kemudian busur logam digunakan untuk melihat posisi gigi kaninus dan deviasi

midline pada lengkung gigi (Gambar 9).16

2.4Klasifikasi Maloklusi Angle

Pada tahun 1899, Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan

hubungan mesiodistal antara gigi-geligi, lengkung gigi, maksila dan mandibula.

Angle mempertimbangkan molar satu permanen maksila sebagai titik anatomi yang

tepat dan kunci oklusi. Klasifikasi yang dibuat Angle didasari hubungan gigi maksila

dengan gigi mandibula, dan lebih sering digunakan karena sederhana dan mudah

digunakan.1,20,23

2.4.1 Maloklusi Klas I Angle

Relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila dimana tonjol

mesiobukal molar satu permanen atas berada pada bucal groove molar satu permanen

bawah ketika rahang pada keadaan istirahat dan gigi geligi dalam keadaan oklusi

sentrik (Gambar 10). Dewey membagi Maloklusi Klas I Angle kedalam beberapa

tipe, yaitu: 1,20,23

a. Tipe 1 : Crowded pada gigi geligi anterior maksila.

b. Tipe 2 : Labioversi gigi anterior maksila.

c. Tipe 3 : Gigitan terbalik anterior.

(30)

d. Tipe 4 : Crossbite posterior, baik bukoversi maupun linguoversi.

e. Tipe 5 : Adanya mesioversi akibat pergeseran dari molar pertama,

kedua, atau ketiga permanen sebagai akibat adanya pencabutan.

2.4.2 Maloklusi Klas II Angle

Maloklusi Klas II yaitu jika lengkung gigi mandibula berada dalam hubungan

lebih ke distal terhadap maksila (Gambar 11). Apabila maloklusi Klas II hanya

dijumpai pada satu sisi (unilateral) sedangkan sisi lainnya Klas I maka disebut

sebagai maloklusi Klas II Subdivisi. Klas II Angle dibagi menjadi dua, yaitu:1,20,23

a. Klas II Angle Divisi 1 : Gigi-geligi anterior maksila labioversi atau

overjetnya lebih besar dari normal.

b. Klas II Angle Divisi 2 : Gigi-geligi anterior maksila tidak terlalu ke

labial dan overbitenya lebih besar dari normal.

(31)

2.4.3 Maloklusi Klas III Angle

Maloklusi Klas III Angle yaitu jika lengkung gigi mandibula terletak dalam

hubungan yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi maksila (Gambar 12). Apabila

maloklusi Klas III hanya dijumpai pada satu sisi (unilateral) sedangkan sisi lainnya

Klas I maka disebut sebagai maloklusi Klas III Subdivisi. Menurut Dewey, Klas III

Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu:1,20,23

a. Tipe 1 : Hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi

sedangkan hubungan anterior, insisal dengan insisal (edge to edge).

b. Tipe 2 : Hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi,

sedangkan gigi anterior hubungannya normal.

c. Tipe 3 : Hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (crossbite)

sehingga dagu penderita menonjol kedepan.

(32)

2.5Gigitan Terbalik Anterior

Gigitan terbalik anterior merupakan kelainan posisi gigi anterior maksila

yang lebih ke lingual daripada gigi anterior mandibula (Gambar 13). Gigitan ini dapat

dijumpai pada anak terutama pada periode masa gigi bercampur. Kasus ini sering

menjadi keluhan pasien karena menimbulkan penampilan yang kurang menarik,

disamping itu dapat mengakibatkan terjadinya trauma oklusi.1,12 Etiologi gigitan

terbalik anterior karena crowded pada lengkung maksila yang menyebabkan

malposisi gigi insisivus di lengkung rahang. Gigitan terbalik anterior yang muncul

pada periode gigi desidui sebaiknya segera dikoreksi sebelum berkembang menjadi

maloklusi yang lebih parah sehingga perawatan lebih sulit dilakukan.12,24,26

Akibat yang ditimbulkan dari gigitan terbalik anterior, antara lain:12

• Abrasi yang berlebihan dari gigi anterior maksila dan mandibula, ditandai

dengan adanya pengikisan enamel pada permukaan labial gigi insisivus maksila dan

lingual dari gigi insisivus mandibula, serta juga dapat ditemui kelainan patologis

periodonsium berupa inflamasi gingiva

• Gigi anterior yang tumbuh berjejal

• Gangguan fungsional pada pergerakan mandibula dan gangguan

pertumbuhan mandibula. Pergeseran mandibula ke anterior yang terjadi secara terus

menerus dapat mengubah pola pertumbuhan wajah.

Gambar 12. Maloklusi Klas III Angle23

(33)

Gigitan terbalik anterior dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah gigi yang

terlibat yaitu, single tooth crossbite dan segmental crossbite. Pada anak-anak dapat ditemui tiga tipe gigitan terbalik anterior, yakni gigitan terbalik anterior dental,

gigitan terbalik anterior fungsional, dan gigitan terbalik anterior skeletal.1,12,25

2.5.1 Klasifikasi Gigitan Terbalik Anterior

2.5.1.1Gigitan Terbalik Anterior Dental

Gigitan terbalik anterior dental adalah gigitan terbalik anterior yang terjadi

karena erupsi yang abnormal pada gigi insisivus permanen. Etiologi Gigitan terbalik

anterior dental adalah maloklusi yang disebabkan oleh faktor lokal yang mengganggu

posisi erupsi normal gigi anterior maksila, misalnya: 12,25,27

• Persistensi gigi desidui menghambat jalan erupsi gigi permanen

penggantinya sehingga menyebabkan arah pertumbuhan gigi permanen ke palatinal.

• Cedera traumatik pada gigi desidui mengakibatkan sebagian atau seluruh

gigi desidui masuk kedalam tulang alveolar dan mendorong benih gigi permanen

yang ada dibawahnya. Keadaaan ini menyebabkan perubahan arah pertumbuhan gigi

permanen penggantinya ke palatal.

• Gigi yang berlebihan (supernumerary teeth). Mesiodens tumbuh diantara

gigi insisivus sentralis dan berada dalam lengkung gigi menyebabkan gigi insisivus

sentralis kekurangan tempat untuk erupsi.

• Kesalahan letak benih gigi didaerah palatal yang dipengaruhi oleh faktor

genetik.

Maloklusi ini menunjukkan profil wajah yang normal baik pada saat relasi

sentrik maupun oklusi sentrik. Analisis sefalometri menunjukkan hubungan skeletal

(34)

2.5.1.2Gigitan Terbalik Anterior Fungsional

Gigitan terbalik anterior fungsional adalah gigitan terbalik anterior yang

terjadi karena anomali fungsional dimana otot-otot rahang menggerakkan mandibula

ke depan dan mengunci segmen anterior dalam hubungan crossbite. Hubungan molar

berubah dari Klas I Angle pada posisi relasi sentrik menjadi Klas III Angle pada

posisi oklusi sentrik (Gambar 14).12,25,27

Anomali ini disebut juga maloklusi pseudo Klas III dimana posisi relasi

sentrik menunjukkan profil yang normal dan berubah menjadi maju kedepan

(prognatik) yang terlihat jelas pada posisi oklusi sentrik. Analisis sefalometri

menunjukkan hubungan skeletal normal.12,25,27

Dalam menentukan relasi sentrik, diinstruksikan kepada pasien agar badan

pasien tegak dan tidak bersandar, lalu suruh pasien membuka menutup mulutnya

secara perlahan beberapa kali sampai gerakan tersebut terlihat tidak dilakukan secara

terpaksa kemudian pasien diminta untuk berhenti dimana bibir masih dalam keadaan

terbuka. Selain dengan cara tersebut, penentuan relasi sentrik dapat diperoleh dengan

menginstruksikan pasien untuk meletakkan lidah di palatum atau bisa juga dengan

(35)

mengontakkan gigi-geligi maksila dan mandibula secara maksimal dan diinstruksikan

kepada pasien untuk menelan dimana bibir dalam kondisi tertutup.28,29

Gigitan terbalik anterior fungsional menunjukkan pergeseran mandibula yang

disebabkan karena adanya hambatan oklusi seperti kontak prematur sehingga

mengakibatkan terjadinya gigitan terbalik anterior dengan melibatkan banyak gigi

anterior.12 Kontak prematur yang terjadi diakibatkan oleh beberapa keadaan antara

lain:

• Adanya kebiasaan cara menggigit dengan menggerakkan mandibula ke

depan pada masa gigi desidui dan terbawa sampai kemasa gigi bercampur.

• Pergeseran ke palatal dari gigi anterior permanen maksila yang disebabkan

terhambatnya jalan erupsi gigi sehingga menimbulkan hambatan oklusi.

• Kebiasaan buruk menggigit bibir atas yang menekan gigi anterior maksila

ke palatal dan gigi anterior bawah ke labial.

2.5.1.3Gigitan Terbalik Anterior Skeletal

Gigitan terbalik anterior skeletal adalah gigitan terbalik anterior yang terjadi

karena anomali skeletal. Ditandai dengan pertumbuhan mandibula yang berlebihan

dibanding maksila sehingga mandibula terlihat maju kedepan (prognatik). Hubungan

molar yang dijumpai adalah hubungan Klas III Angle dengan melibatkan keenam gigi

anterior yang mengalami crossbite. Pasien dapat menutup rahang tanpa ada

hambatan.12,25,27

Pada saat relasi sentrik menunjukkan profil wajah yang lurus atau konkaf.

Analisis sefalometri menunjukkan kelainan anteroposterior pada skelatal. Gigitan

terbalik anterior skeletal secara umum lebih disebabkan karena tidak adanya

keseimbangan pertumbuhan skeletal antara maksila dengan mandibula yang

dipengaruhi oleh pola herediter. Melalui anamnesis biasanya dapat diketahui bahwa

kelainan skeletal juga diderita oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya. Pada

umumnya apabila gigitan terbalik anterior dental dan fungsional yang tidak segera

(36)

2.6 Kerangka Teori

(37)

2.7 Kerangka Konsep

Gigitan terbalik anterior pada maloklusi Klas I dan

Klas III Angle Subdivisi pada usia 8-11 tahun

(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk melihat

gambaran antara asimetri lengkung gigi dan asimetri wajah pada pasien gigitan

terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU yang berada

di Jalan Alumni No 2 Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Juli 2013 hingga Januari 2014.

3.3Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang datang mencari perawatan

di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Sampel penelitian yang diambil adalah

pasien dengan maloklusi gigitan terbalik anterior yang akan mendapat perawatan di

Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU dan telah memenuhi kriteria inklusi dengan

metode purposive sampling. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penyeleksian

sampel sebagai berikut:

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Pasien dengan masa gigi bercampur dengan anomali gigitan terbalik

anterior dimana memiliki setidaknya tiga pasang gigi ( kanan dan kiri ) dari gigi

insisivus sentralis, kaninus, molar dua desidui atau molar satu permanen pada

(39)

- Pasien yang memiliki maloklusi Klas I Angle atau Klas III Angle

Subdivisi.

- Pasien yang akan mendapat perawatan di Klinik Ortodonti RSGMP FKG

USU.

- Pasien yang belum pernah mendapat perawatan ortodonti lepasan ataupun

cekat.

- Status rekam medik pasien masih lengkap dan model studi dalam keadaan

baik.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteri eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Pasien yang memiliki kelainan TMJ

- Pasien yang menderita paralisis wajah

- Pasien yang menderita kongenital kraniofasial yang parah

- Pasien yang memiliki gigi yang fraktur atau karies besar sehingga tonjol

pada gigi posterior atau insisal gigi anterior hilang

3.3.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini, digunakan rumus besar sampel untuk data deskriptif

kategorik.

Zα2 x P x Q

Dimana

n = Besar sampel

Zα = Derifat baku alfa, kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5 % (1,96) P = Proporsi kategori variabel yang diteliti sebesar 10 %

Q = 1- P

1 - 0,10 = 0,90 ( 90 % )

d = Presisi ditetapkan sebesar 10 %

n = Besar sampel adalah 34,5744

Maka pada penelitian ini, minimal besar sampel yang digunakan  35 orang n =

(40)

Gambar 15. Pengukuran foto frontal wajah. A. Relasi Sentrik B. Oklusi Sentrik.

3.4Variabel dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel

Adapun variabel-variabel penelitian yang terdapat di dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Variabel bebas : Asimetri lengkung gigi

2. Variabel tergantung : Asimetri wajah

3. Variabel terkendali : Gigitan terbalik anterior pada maloklusi Klas I

dan Klas III Angle Subdivisi pada usia 8 sampai 11 tahun

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam metode pengukuran asimetri

wajah menurut Haraguchi dkk seperti yang ditunjukkan pada gambar 15 yaitu:

1. Natural Head Position (NHP) yakni saat posisi kepala subjek tegak dan melihat ke arah objek yang jauh, seperti sumber cahaya yang sejajar dengan mata.

2. Glabella adalah titik di antara alis kiri dan kanan.

3. Jaringan lunak Gonion/ Soft Tissue Gonion (STG) adalah titik paling

jauh atau lateral pada jaringan lunak di daerah sepertiga wajah bawah.

4. Cupid’s bow adalah titik tengah pada garis terluar vermilion bibir atas.

(41)

Definisi operasional yang digunakan dalam metode pengukuran asimetri

lengkung gigi menurut Maurice dkk yaitu:

1. Titik pada model studi yang digunakan dalam pengukuran asimetri

lengkung gigi (Gambar 16):

a. U1 adalah titik pada bagian mesial insisal insisivus sentralis atas.

b. UC adalah titik pada tonjol kaninus atas.

c. UEMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui atas.

d. U6MB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen atas.

e. L1 adalah titik pada bagian mesial insisal insisivus sentralis bawah.

f. LC adalah titik pada tonjol kaninus bawah.

g. LEMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui bawah.

h. L6MB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen bawah.

2. Median Palatal Plane (MPP) adalah garis median pada maksila dan mandibula yang ditentukan dengan menggunakan dua titik di sepanjang medial

palatal raphe, yaitu:

a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan.

b. Titik kedua adalah 1 cm lebih distal dari titik pertama.

(42)

3.4.3 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini seperti yang ditunjukkan

pada gambar 17, antara lain:

1. Rekam medik pasien RSGMP FKG USU

2. Tripod

3. Kamera merek Kodak 10 MP Aspheric Lens

4. Kain warna putih sebagai latar belakang

5. Kursi (e) Plastik OHP (f) Meteran (g) Kain putih (h) Penggaris, pensil, penghapus (i) Kalkulator (j) OHP marker

(43)

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Pengambilan Foto Frontal Wajah

Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan

dengan pemilihan dari rekam medik pasien Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta untuk mengatur jadwal pengambilan

foto di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Untuk mendapatkan data yang valid,

terlebih dahulu dilakukan uji intraoperator, yaitu operator mengukur 5 foto frontal

wajah yang sama. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak terdapat perbedaan

bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.

Foto yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Dalam satu

hari, pengambilan foto dilakukan sebanyak satu sampai empat foto frontal wajah

untuk mendapatkan subjek yang sesuai kriteria sehingga data yang diperoleh akurat.

Metode yang digunakan dalam pengambilan foto frontal dan pengukurannya adalah

metode menurut Haraguchi, dimana metode ini mudah dilakukan dan sederhana.

Adapun langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain:

1. Pengaturan tata letak kursi, posisi duduk serta kepala pasien, dan kain

putih sebagai background foto. Jarak kamera ke pasien diatur dengan jarak 150cm

(Gambar 18).

2. Subjek penelitian diminta untuk melepaskan kacamata, syal, ataupun

benda-benda yang menghalangi wajah saat pemotretan.

3. Subjek penelitian diminta untuk melihat lurus ke lensa kamera sehingga

dapat menghasilkan keadaan natural head position (NHP)

4. Operator memperhatikan garis khayal interpupil pasien agar berada pada

posisi yang sejajar, serta median line pasien harus tegak lurus dengan lantai.

5. Foto harus mencakup seluruh kepala, leher, dan sekitarnya.

6. Tempelkan stiker pada dahi pasien dengan salah satu sisi berukuran 2 cm

sebagai pedoman pengukuran skala.

7. Apabila semuanya sudah tepat, tombol capture pada kamera ditekan.

8. Pengambilan foto frontal dilakukan dua kali, yaitu saat pasien dalam

(44)

9. Hal tersebut dilakukan pada setiap subjek penelitian hingga semua

softcopy foto terkumpul.

10. Bagian sekeliling foto yang tidak diperlukan dapat dipotong dan kedua

mata subjek penelitian disensor dan dilakukan pencetakan dengan perbandingan 1:2.

3.5.2 Pengambilan Foto Model Studi

Model studi yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan data sekunder

dari RSGMP FKG USU. Pengambilan foto model studi serta pengukurannya

menggunakan metode menurut Maurice dimana metode ini sederhana, mudah

dilakukan, dan persiapan alat yang memadai. Untuk mendapatkan data yang valid,

terlebih dahulu dilakukan uji intraoperator, yaitu operator mengukur 5 foto model

studi yang sama. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak terdapat perbedaan

bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut. Adapun

langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain:

1. Tentukan landmarks dengan menggunakan pensil 2B untuk membuat

titik-titik berikut ini (Gambar 16):

(45)

b. Titik pada tonjol kaninus atas kanan dan kiri (UC)

c. Titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui atas kanan dan kiri

(UEMB)

d. Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen atas kanan dan kiri

(U6MB)

e. Titik pada mesial insisal insisivus sentralis bawah kanan dan kiri (L1)

f. Titik pada tonjol kaninus bawah kanan dan kiri (LC)

g. Titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui bawah kanan dan kiri

(LEMB)

h. Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen bawah kanan dan

kiri (L6MB)

2. Lalu model studi diletakkan di atas glass plate yang rata supaya tidak terbentuk bayangan.

3. Stiker diletakkan di permukaan dari alas model gigi dengan ukuran salah

satu sisi 2 cm sebagai skala pengukuran yang berguna saat pencetakan foto.

4. Model studi maksila dan mandibula diaturkan sedemikian rupa agar garis

midline dapat diproyeksikan dari maksila ke mandibula.

5. Kemudian gunakan kamera digital untuk memotret model studi

6. Hal tersebut dilakukan pada setiap model studi penelitian hingga semua

softcopy terkumpul.

7. Lalu dilakukan pencetakan dengan perbandingan 1:1 untuk dihasilkan

foto model studi.

3.5.3 Pengukuran Foto Frontal Wajah

Pengukuran pada foto frontal wajah menggunakan metode Haraguchi dan

nilai batas normal asimetri wajah yang dipakai yaitu sesuai dengan pernyataan

Shanner. Langkah-langkah pengukurannya sebagai berikut (Gambar 15):

1. Plastik OHP atau plastik transparan diletakkan di atas foto sebagai media

(46)

2. Tentukan titik referensi yang digunakan dalam pengukuran asimetri

wajah, yaitu titik pada glabella, cupid’s bow, dan jaringan lunak gonion kanan dan

kiri.

3. Garis lurus ditarik dari titik glabella ke titik cupid’s bow dengan OHP

marker untuk memperoleh garis midline.

4. Lalu garis dari titik jaringan lunak gonion kanan ditarik ke garis midline

sehingga terbentuk garis tegak lurus dengan garis midline, lalu tarik garis dari titik

jaringan lunak gonion kiri ke garis midline.

5. Jarak titik jaringan lunak gonion kanan ke garis midline (a) diukur

dengan menggunakan penggaris dan jarak dari titik jaringan lunak gonion kiri ke

garis midline juga diukur (b).

6. Setelah didapat nilai jarak tersebut, kurangkan kedua jarak tersebut (a-b)

untuk melihat besar selisih jaraknya.

7. Apabila nilai selisih jarak tersebut ≥ 6 mm maka dapat dikatakan terdapat

asimetri pada wajah dimana sisi sebelah kanan wajah lebih lebar.

8. Apabila nilai selisih jarak tersebut ≤ -6 mm maka dapat dikatakan

terdapat asimetri pada wajah dimana sisi sebelah kiri wajah lebih lebar.

3.5.4 Pengukuran Foto Model Gigi

Pengukuran pada foto model gigi dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut (Gambar 19):

1. Setelah foto dicetak, plastik OHP atau plastik transparan diletakkan di

atas foto sebagai media dalam melakukan pengukuran.

2. Median palatal plane (MPP) ditentukan dengan menggunakan dua titik sepanjang median palatal raphe yaitu:

a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan

kanan pada model studi maksila.

b. Titik kedua adalah 1 cm lebih distal dari titik pertama pada median

(47)

3. Garis lurus ditarik pada kedua titik tersebut di sepanjang median palatal

raphe

4. Angulasi tersebut diproyeksikan ke mandibula untuk mendapatkan MPP

mandibula.

5. Garis tegak lurus ditarik dari titik-titik referensi yang ditandai saat

mengambil foto model studi dengan menggunakan OHP marker ke MPP.

6. Perhitungan dilakukan untuk mencari selisih antara sisi kanan dan kiri

pada masing-masing titik.

7. Apabila terdapat minimal empat titik dengan nilai selisih ≥ 2 mm maka

dapat dikatakan lengkung gigi tersebut asimetri dimana sisi sebelah kanan lengkung

gigi lebih lebar.

8. Apabila terdapat minimal empat titik dengan nilai selisih ≤ -2 mm maka

dapat dikatakan lengkung gigi tersebut asimetri dimana sisi sebelah kiri lengkung gigi

lebih lebar.

(48)

3.6Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode manual dan disajikan dalam

bentuk tabel frekuensi.

3.6.2 Analisis Data

1. Menghitung prevalensi kesimetrisan wajah pada saat relasi sentrik.

2. Menghitung prevalensi kesimetrisan wajah pada saat oklusi sentrik.

(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 35 foto frontal wajah saat relasi sentrik, 35 foto

frontal wajah saat oklusi sentrik, dan 35 buah model gigi maksila serta mandibula

yang dipilih dari pasien anak-anak yang memiliki kelainan gigitan terbalik anterior

yang datang berkunjung mencari perawatan di Klinik Ortodonti FKG USU. Sampel

terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Foto frontal saat relasi sentrik

dan oklusi sentrik didapat melalui pengambilan foto secara langsung pada pasien

anak. Model gigi maksila dan mandibula diperoleh dari rekam medik model gigi

pasien.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap foto frontal wajah saat

relasi sentrik, oklusi sentrik, dan pengukuran terhadap model gigi, dapat dilihat

prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik, kesimetrisan wajah saat oklusi

sentrik dan juga prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik

Frekuensi Persentase

Asimetri dalam batas normal 29 82,86%

Asimetri secara klinis 6 17,14%

Total 35 100%

Tabel 2. Prevalensi asimetri wajah secara klinis saat relasi sentrik

Frekuensi Persentase

Asimetri kanan 2 33,33%

Asimetri kiri 4 66,67%

(50)

Tabel 1. menunjukkan bahwa secara deskriptif kesimetrisan wajah saat relasi

sentrik pada pasien anak dengan gigitan terbalik anterior di Klinik Ortodonti FKG

USU, dari 35 orang subjek diperoleh 82,86% (n= 29) memiliki wajah yang asimetri

dalam batas normal dan sebanyak 17,14% (n= 6) memiliki wajah yang asimetri

secara klinis. Tabel 2. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah

secara klinis sebanyak 33,33% (n= 2) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar dan

66,67% (n= 4) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar.

Tabel 3. Prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik

Frekuensi Persentase

Asimetri dalam batas normal 19 54,29%

Asimetri secara klinis 16 45,71%

Total 35 100%

Tabel 4. Prevalensi asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik

Frekuensi Persentase

Asimetri kanan 11 68,75%

Asimetri kiri 5 31,25%

Total 16 100%

Tabel 3. menunjukkan bahwa secara deskriptif kesimetrisan wajah saat oklusi

sentrik dari 35 orang subjek diperoleh 54,29% (n= 19) memiliki wajah yang asimetri

dalam batas normal dan sebanyak 45,71% (n= 16) memiliki wajah yang asimetri

secara klinis. Tabel 4. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah

secara klinis saat oklusi sentrik sebanyak 68,75% (n= 11) memiliki wajah sisi kanan

(51)

Tabel 5. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi

Frekuensi Persentase

Asimetri dalam batas normal 15 42,86%

Asimetri secara klinis 20 57,14%

Total 35 100%

Tabel 6. Prevalensi asimetri lengkung gigi secara klinis

Frekuensi Persentase

Asimetri kanan 8 40%

Asimetri kiri 12 60%

Total 20 100%

Tabel 5. menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien

anak dengan gigitan terbalik anterior di Klinik Ortodonti FKG USU. Secara deskriptif

terlihat bahwa dari 35 orang subjek diperoleh 42,86% (n= 15) memiliki lengkung gigi

yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 57,14% (n= 20) memiliki lengkung

gigi yang asimetri secara klinis. Tabel 6. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki

asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 40% (n= 8) memiliki lengkung gigi sisi

(52)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pemeriksaan asimetri wajah dan analisis model gigi merupakan bagian

prosedur penting yang harus dilakukan pada pemeriksaan awal suatu kasus ortodonti

dan berguna dalam menegakkan diagnosis dan penyusunan rencana perawatan.16

Berbagai metode telah diperkenalkan untuk menentukan kesimetrisan wajah dan

lengkung gigi. Dalam penelitian ini, metode pemeriksaan asimetri wajah ditentukan

melalui pengukuran pada foto frontal wajah dengan menggunakan metode yang

dipakai Haraguchi dkk. Metode ini mengukur bagian sepertiga wajah bawah, dan

dipilih karena tekniknya yang sederhana dan ekonomis serta memungkinkan untuk

dilakukan karena alat yang digunakan pun sederhana. Metode pemeriksaan asimetri

pada lengkung gigi menggunakan metode yang dipakai oleh Maurice dkk. Metode ini

dipakai karena pengukuran asimetri dilakukan pada periode masa gigi bercampur,

mudah dilakukan, dan juga ekonomis.

Kelainan gigitan terbalik anterior fungsional yang sering muncul pada pasien

anak masa gigi bercampur menunjukkan peningkatan asimetri pada lengkung giginya.

Hal ini dapat disebabkan karena mengunyah sebelah sisi yang berlangsung lama.7

Asimetri pada lengkung gigi dapat saja menjadi pemicu asimetri pada wajah.

Mengunyah pada bagian anterior gigi atau sebelah sisi merupakan etiologi paling

dominan pada asimetri ini.6,7,18,21 Kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat

menyebabkan asimetri diantaranya, perubahan sudut mulut saat tersenyum,

pergerakan ekspresi wajah, dan aktivitas kognitif juga mempengaruhi kedua sisi pada

wajah.19-21 Beberapa studi mengatakan kelainan asimetri pada sepertiga wajah bawah

lebih banyak dibandingkan asimetri pada sepertiga wajah atas dan tengah. Respon

adaptasi fungsional pada aktivitas pengunyahan yang tidak seimbang disebutkan

sebagai penyabab utamanya.13

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran

(53)

dirawat di klinik ortodonti RSGMP FKG USU sehingga diharapkan dapat

mengingatkan para klinisi dalam prosedur pemeriksaan awal. Hasil pemeriksaan

dapat memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti

interseptif sehingga dapat mencegah terjadinya suatu maloklusi yang lebih parah.

Asimetri dapat berkembang menjadi lebih parah sesuai dengan pertambahan usia

sehingga klinisi diharapkan lebih berhati-hati dalam perawatan kasus asimetri.

Ketika seorang pasien terlihat memiliki asimetri wajah, perlu dinilai apakah

asimetri bersifat skeletal, dental, jaringan lunak atau masalah fungsional. Bila

masalah fungsional dan asimetri dental bukan merupakan faktor utama yang

menyebabkan asimetri wajah, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui

pameriksaan radiografi untuk melihat asimetri bersifat skeletal atau tidak.

Ghasemianpour melaporkan hasil penelitiannya mengenai prevalensi asimetri

dentofasial. Seperlima dari sampel penelitiannya menunjukkan setidaknya satu

bentuk asimetri. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asimetri pada sepertiga

wajah bawah merupakan hal yang sering ditemui.5

Tabel 1. menunjukkan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik, dari 35 orang

subjek diperoleh 82,86% (n= 29) memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal

dan sebanyak 17,14% (n= 6) memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 2.

menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak

33,33% (n= 2) memiliki wajah dengan sisi kanan lebih lebar dan 66,67% (n= 4)

memiliki wajah dengan sisi kiri lebih lebar.

Persentase asimetri wajah saat relasi sentrik dalam batas normal lebih banyak

dibandingkan asimetri secara klinis. Hal ini mungkin disebabkan oleh rentang batas

normal pengukuran asimetri pada jaringan lunak wajah. Sebenarnya tidak ada

ketentuan yang baku dalam menilai batas normal asimetri ini. Shanner menyatakan

batas normal untuk pengukuran asimetri jaringan lunak wajah, yaitu untuk

pengukuran asimetri pada sepertiga wajah atas dan tengah dibatasi 5 mm untuk

laki-laki dan 6 mm untuk perempuan sebagai batas normalnya dan dijadikan sebagai

peraturan yang umum digunakan. Pada pengukuran yang melibatkan sepertiga wajah

(54)

mm.(cit, Ercan 2008)13 Persentase subjek yang memiliki asimetri kanan lebih sedikit

dibandingkan dengan asimetri kiri. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan Haraguchi dkk. Haraguchi menemukan sisi kanan wajah lebih lebar

dibandingkan yang kiri sebanyak 79.7% dari sampel penelitiannya. Perbedaan hasil

penelitian ini dapat disebabkan karena foto frontal wajah yang diambil saat penelitian

yaitu saat subjek dalam keadaan relasi sentrik dan rentang usia 8-11 tahun sedangkan

penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun. Hal ini diperkuat

oleh penelitian Bishara dan Ghasemianpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh

kembang merupakan salah satu etiologi penyebab asimetri wajah.4,15,19

Tabel 3. menunjukkan kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik, dari 35 orang

subjek diperoleh 54,29% (n= 19) memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal

dan sebanyak 45,71% (n= 16) memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 4.

menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat oklusi

sentrik sebanyak 68,75% (n= 11) memiliki wajah dengan sisi kanan lebih lebar dan

31,25% (n= 5) memiliki wajah dengan sisi kiri lebih lebar. Hal ini sejalan dengan

literatur yang mengatakan terdapat perbedaan kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik

dengan relasi sentrik akibat gigitan terbalik fungsional yang dialami subjek. Saat

memposisikan gigi dalam oklusi sentrik, subjek akan berusaha mengoklusikan gigi

geligi maksila dan mandibula dengan maksimal, sehingga hal ini menjadi salah satu

penyebab dari perbedaan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik dengan oklusi

sentrik.6,12 Persentase subjek yang terdapat asimetri wajah kanan lebih banyak

dibandingkan asimetri wajah kiri. Hasil penelitian ini juga menggambarkan sampel

penelitian yang kehilangan gigi posterior sebelah sisi, akan mengakibatkan subjek

tersebut mengunyah ke sisi yang masih memiliki gigi posterior. Hal ini menjadi

pemicu asimetri wajah tersebut.7,18,19

Tabel 5. menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi, dari 35 orang

subjek diperoleh 42,86% (n= 15) memiliki lengkung gigi yang asimetri dalam batas

normal dan sebanyak 57,14% (n= 20) memiliki lengkung gigi yang asimetri secara

klinis. Tabel 6. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi

(55)

lebar dan 60% (n= 12) memiliki lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar. Hasil

penelitian ini menggambarkan cukup tinggi prevalensi asimetri lengkung gigi pada

pasien yang memiliki gigitan terbalik anterior, berbeda dengan hasil penelitian yang

dikemukakan oleh Maurice dan Kula yaitu sebesar 25% dari sampel penelitiannya

terdapat asimetri dental lebih dari 2 mm. Sampel penelitian yang digunakan mereka

berasal dari 52 orang anak Ras Kaukasoid dengan periode masa gigi bercampur dan

belum ada yang pernah menjalankan perawatan ortodonti, sedangkan yang menjadi

perbedaan pada penelitian ini adalah sampel penelitian yang digunakan yaitu 35

orang anak Ras Mongoloid. Namun Maurice dan Kula juga mengatakan munculnya

kelainan gigitan terbalik membuat asimetri pada lengkung gigi menjadi meningkat.7

Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara

menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan

median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan

lengkung gigi.6,15 Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki

kelemahan. Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat

maka garis median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90o dengan garis pada

belakang model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus

(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

1. Prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik pada pasien dengan

gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah

sebagai berikut: dari 35 orang subjek, 82,86% (n= 29) memiliki asimetri wajah dalam

batas normal dan sebanyak 17,14% (n= 6) memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari

hasil analisis subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat relasi sentrik,

diperoleh 33,33% (n= 2) memiliki sisi kanan wajah lebih lebar dan 66,67% (n= 4)

memiliki sisi kiri wajah lebih lebar.

2. Prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik pada pasien dengan

gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah

sebagai berikut: dari 35 orang subjek, 54,29% (n= 19) memiliki asimetri wajah dalam

batas normal dan 45,71% (n= 16) memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari hasil

analisis subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik,

diperoleh 68,75% (n= 11) memiliki sisi kanan wajah lebih lebar dan 31,25% (n= 5)

memiliki sisi kiri wajah lebih lebar.

3. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien dengan gigitan terbalik

anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut:

dari 35 orang subjek, 42,86% (n= 15) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas

normal dan 57,14% (n= 20) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Dari hasil

analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, diperoleh 40% (n=

8) memiliki lengkung gigi dengan sisi kanan lebih lebar dan 60% (n= 12) memiliki

lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar.

6.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah

(57)

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kesimetrisan wajah

dengan menggunakan berbagai landmark.

c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kesimetrisan

lengkung gigi dengan metode analisis yang berbeda

d. Perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan asimetri lengkung gigi

(58)

Daftar Pustaka

1. Singh G. Textbook of Orthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical

Publishers, 2004: 150-4, 604-7.

2. Cheong YW, Lo LJ. Facial Asymmetry: Etiology, Evaluation, and

Management. Chang Gung Med J 2011; 34: 341-8.

3. Walianto S. Asimetri Dental dan Wajah. Fakultas Kedokteran Gigi

UniversitasP Mahasaraswati Denpasar.

4. Mokhtar M. Dasar-Dasar Ortodonti Perkembangan dan Pertumbuhan

Kraniodentofasial. Jakarta: 1-31.

5. Pinkham JR et al. Pediatric Dentistry Infancy Through Adolescence. Fourth

Edition. Missauri: Elsevier Saunders, 2005: 295-304.

6. Maurice TJ, Kula K. Dental Arch Asymmetry in The Mixed Dentition. Angle

Orthod 1998; 68(1): 37-44.

7. Okamoto H, Haraguchi S, Takada K. Laterality of Asymmetry in Movement

of the Corners of the Mouth during Voluntary Smile. Angle Orthodontist

2010; 80(2): 223-9.

8. Haraguchi S, Iguchi Y, Takada K. Asymmetry of The Face in Orthodontic

Patients. Angle Orthodontist 2008; 78(3): 421-6.

9. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. Pennsylvania: WB Saunders

Company, 2001: 532-44.

10.Bishara SE. Burkey PS, Kharouf JG. Dental and Facial Asymmetries: A

Review. Angle Orthod 1994; 64(2): 89-93.

11.Ghasemianpour M, Safavi SMR, Jafari GF. Prevalence of Dentofacial

Asymmetries in 14-17 Year Old Tehran Student. Behesti Univ Dent J 2005;

22(Spesial Issue): 35-9.

12.Pedodonsia Terapan. Crossbite Anterior. ocw.usu.ac.id. (12 Juli 2013).

13.Ercan I, et al. Facial Asymmetry in Young Healthy Subjects Evaluated by

(59)

14.Sun CB, Yu JH. ISW for The Treatment of Facial Asymmetry Crossbite Case

with Upper Right Lateral Incisor Missing. International Journal of

Experimental Dental Science 2012; 1(2): 113.

15.Oliveira SR. Class III Malocclusion with Unilateral Posterior Crossbite and

Facial Asymmetry. Dental Press J Orthod 2010; 15(5): 182-91.

16.Scanavini PE et al. Evaluation of Dental Arch Asymmetry in Natural Normal

Occlusion and Class II Maloklusion Individuals. Dental Press J Orthod 2012;

17(1): 125-37.

17.McManus IC. Symmetry and Asymmetry in Aesthetics and The Arts.

European Review 2005; 2: 157-9.

18.Foster TD. Buku Ajar Ortodonsi. Alih Bahasa. Lilian Yuwono Jakarta: Buku

Kedokteran EGC, 2012: 164-7.

19.Graber TM, Rakosi T, Petrovic AG. Dentofacial Orthopedics with Functional

Appliances. Missouri: CV Mosby Company, 1985: 111-22.

20.Proffit. Contemporary Orthodontics. Fourth Edition. Missouri: Mosby

Elsevier, 2007: 176-98.

21.Lucas BDL et al. Research and Clinical Applications of Facial Analysis in

Dentistry. In: Mandeep Singh Virdi ed. Oral Health Care – Prosthodontics,

Periodontology, Biology, Research and Systemic Conditions. Uberlandia: CC

BY 3.0 License, 2012: 77-84.

22.Odias RR.Analisis Wajah Perempuan Suku Batak. Tesis. Medan: Universitas

Sumatera Utara, 2008: 25-7.

23.Moyers RE. Handbook of Orthodontics. 4th Edition. United States of

America: Year Book Medical Publisher. 1988:185-241.

24.Zakariassen A, et al. Treatment Outcomes in Patients with Anterior Crossbite

in The Student Clinic in Tromso. Tesis. Tromso: Universitetet I Tromso Det

Helsevitenskapelige Fakultet, 2012: 1-3.

25.Anbuselvan GJ, Karthi M. Judicial Use of Expansion Screws in Removable

Gambar

Gambar 1. Asimetri wajah pada pasien gigitan terbalik anterior maloklusi Klas III  14
Gambar 2. Hemifacial microsomia 10
Gambar 3. Asimetri dental pada pasien maloklusi Klas III Angle13
Gambar 4. Simetri dan proporsi wajah pada        bidang frontal20
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula dilakukan uji Kruskal Wallis

Untuk mengetahui perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap. maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan

Orthodontic intervention in the early mixed dentition: A prospective,.. controlled study on the effects of the

maloklusi dental pada pasien asimetri mandibula yang dirawat di klinik ortodonsia.. RSGMP FKG

Maloklusi sebagai salah satu etiologi asimetri mandibula dapat mengakibatkan distribusi tekanan yang abnormal pada permukaan kondilus mandibula, terutama pada usia

Asimetri berarti ketidakseimbangan ukuran, bentuk, dan susunan pada bidang, titik atau garis pada satu sisi dengan sisi lainnya. Asimetri pada wajah dan lengkung gigi

5,10,15,25 Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Al-Taki dkk yang meneliti pengaruh perbedaan tipe maloklusi terhadap asimetri mandibula dalam arah

PROPORSI MALOKLUSI DENTAL PADA PASIEN ASIMETRI MANDIBULA YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIAB. RSGMP