• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG TERHADAP KINERJA KEPALA KAMPUNG (Studi pada Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG TERHADAP KINERJA KEPALA KAMPUNG (Studi pada Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kampung atau desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya saling mengenal, hidup bergotong-royong, adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya.

(2)

Pemerintah Desa dalam menjalankan pemerintahannya merupakan subsistem penyelenggaraan pemerintah daerah, yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan perkembangan pemerintahan. Upaya untuk memperbaiki sistem pemerintahan desa terus diupayakan dengan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Hal ini dapat diketahui dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

Berbagai peraturan mengenai pemerintahan desa tersebut berimplikasi pada terjadinya pergeseran kewenangan, sehingga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak lagi campur tangan secara langsung akan tetapi hanya bersifat fasilitator yaitu memberikan pedoman, arahan, bimbingan, pelatihan dan termasuk pengawasan representatif terhadap Peraturan Desa dan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Pemerintah Desa menyelenggarakan pemerintahan dan mengelola segala urusan sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa proses demokratisasi telah bergulir sampai pada tingkat Pemerintahan Desa.

(3)

Badan Perwakilan Desa berupaya mewujudkan demokrasi di tingkat desa yang berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (Pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah). Badan Perwakilan Desa tampil sebagai lembaga yang terpisah dari kekuasaan eksekutif dan legislatif, berperan sebagai badan pengawas dan kontrol terhadap Pemerintah Desa mewakili masyarakat. Badan yang beranggotakan wakil-wakil dari masyarakat ini menampung aspirasi masyarakat untuk kemajuan dan kesejahteraan desa dan masyarakat yang disesuaikan dengan keterwakilan wilayah yang ditetapkan melalui cara musyawarah dan mufakat. Peranan legislasi dilakukan bersamaan dengan Pemerintah Desa dalam merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa. Dengan demikian penerapan nilai-nilai demokrasi memang harus dilakukan dan sangat penting dalam kemajemukan masyarakat Indonesia.

(4)

Secara khusus pada Kabupaten Tulang Bawang Barat, Badan Permusyaratan Desa disebut Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Kampung. Pasal 4 Peraturan Daerah ini menyebutkan bahwa kedudukan, tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Kampung adalah:

1) Berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah

2) Mempunyai tugas menyalurkan aspirasi masyarakat kampung dalam setiap rencana yang diajukan Kepala Kampung sebelum dijadikan Peraturan Kampung

3) Berfungsi menetapkan Peraturan Kampung bersama Kepala Kampung, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Pasal 13 menyebutkan bahwa kewenangan Badan Permusyawaratan Kampung adalah melaksanakan pengawasan tehadap pelaksanaan peraturan-Peraturan Kampung dan peraturan Kepala Kampung.

(5)

Pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kepala Kampung bertujuan untuk lebih meningkatkan kinerja Kepala Kampung dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat kampung. Pengawasan ini bersifat preventif akan tetapi mengikat bagi Kepala Kampung karena peran BPK secara substansi merupakan bagian dari pemerintahan kampung.

Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) merupakan representasi dari masyarakat kampung sehingga harus menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan undang-undang. Untuk menjamin bahwa anggota Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) adalah benar-benar wakil dari masyarakat, keanggotaan BPK harus berasal dari masyarakat setempat dan bertanggung jawab secara terbuka terhadap seluruh masyarakat kampung, sebagaimana diamanatkan Pasal 210 Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah.

(6)

Keanggotaan Badan Permusyawaratan Kampung terdapat pada Pasal 11 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006, yaitu: 1) Pimpinan BPK terdiri dari 1(satu) orang ketua, 1(satu) orang wakil ketua,

dan 1 (satu) orang sekretaris.

2) Pimpinan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota BPK secara langsung dalam rapat BPK secara khusus.

3) Rapat pemilihan pimpinan BPK untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda

Jumlah anggota BPK di tetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5(lima) orang dan paling banyak 11(sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan kampung (Pasal 12 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Kampung).

(7)

Permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini adalah adanya indikasi kurang maksimalnya Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Daya Sakti dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Kampung. Hal ini didasarkan pada hasil prariset yang penulis lakukan dengan melakukan wawancara dengan Bapak Edi Sumarno, salah satu Anggota Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Daya Sakti yang menyatakan bahwa selama ini proses pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan Kepala Kampung Daya Sakti tidak terprogram dan hanya bersifat insidental.

Selain itu menurut salah satu aparat kampung, Bapak Susamto pelaksanana fungsi pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Daya Sakti terkesan lebih lemah dibandingkan dengan pelaksanaan fungsi dalam bidang penganggaran keuangan kampung, misalnya dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung. Fungsi pengawasan ini juga dirasakan kurang optimal dibandingkan dengan fungsi legislasi atau penyusunan Peraturan Kampung. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa BPK Daya Sakti kurang memiliki konsep dan pelaksanaan pengawasan yang terencana dan terarah terhadap pelaksanaan pemerintahan oleh Pemerintah Kampung, padahal secara ideal Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Daya Sakti dapat secara proporsional dan profesional melaksanakan semua fungsinya, baik fungsi legislasi (Penyusunan Peraturan Kampung), fungsi anggaran (Penyusunan APBDes) maupun fungsi kontrol (pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan oleh Pemerintah Kampung)

(8)

Tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Daya Sakti sebagai mitra kerja dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Kampung dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung.

Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi fungsi dan tugas Kepala Kampung. Menurut Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Kampung dan Lembaga Kemasyarakatan. Tulang Bawang, fungsi Kepala Kampung adalah melakukan pembinaan terhadap organisasi kemasyarakatan yang ada di Kampung, bersama-sama dengan BPK melaksanakan peraturan Kampung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintah Kampung, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

(9)

Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian dengan kajian mengenai pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Seberapa besarkah pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis

(10)

2. Kegunaan praktis

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi Daerah

Menurut Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(12)

Menurut Hoessein (2000: 16):

Otonomi mengandung konsep kebebasan untuk berprakarsa dalam mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status demikian tanpa kontrol langsung oleh pemerintah pusat. Pemerintahan daerah (local government) dan otonomi daerah (local autonomy) tidak dicerna sebagai daerah atau pemerintah daerah tetapi merupakan masyarakat setempat. Urusan dan kepentingan yang menjadi perhatian keduanya bersifat lokalitas karena basis politiknya adalah lokalitas tersebut bukan bangsa

Pemberlakuan otonomi daerah sebenarnya merupakan suatu pilihan politis sebagai dampak penerapan bentuk negara kesatuan dengan ciri terpusatnya kekuasaan. Ketika kondisi telah matang, tercipta momentum yang menggerakkan arus balik pusat ke daerah. Penerapan otonomi daerah juga dimaksud sebagai upaya mewujudkan terciptanya pusat-pusat kota baru yang bersifat metropolitan, kosmopolitan, sebagai sentra-sentra perdagangan, bisnis dan industri. Inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya kekuasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.

2. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah

Menurut Ryaas Rasyid (1998: 46):

(13)

Wewenang yang dimiliki oleh daerah otonom menjadikan daerah tersebut dapat memanfaatkan hak-hak yang dimilikinya, dan salah satu wewenang yang dimiliki daerah otonom adalah wewenang untuk menyusun suatu kebijaksanaan daerah dalam mengelola rumah tangganya dan mengatur kepentingan masyarakat.

Menurut Muhamad A Musa’ad (2005: 116-117), beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh semua pihak dalam persiapan dan pelaksanaan otonomi daerah adalah:

1) Otonomi daerah harus dilaksanakan dalam konteks Negara kesatuan, 2) Pelaksanaan otonomi daerah menggunakan tata cara desentralistis dan

dengan demikian peran daerah sangat menentukan,

3) Pelaksanaan otonomi daerah harus dimulai dari mendefinisikan kewenangan, organisasi, personal, kemudian diikuti dengan keuangan, bukan sebaliknya,

4) Adanya perimbangan keuangan baik perimbangan horizontal/antar-daerah (antar provinsi dan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi) maupun vertikal antar pusat dan daerah,

5) Fungsi pemerintah pusat masih sangat vital, baik dalam kewenangan strategis (politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter, fiscal, dan agama serta kewenangan bidang lain) maupun untuk mengatasi ketimpangan antar daerah.

(14)

Daerah otonom memiliki kebebasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya (kepentingan sendiri) yang diperbolehkan oleh undang-undang tanpa campur tangan langsung dari pemerintah pusat, pemerintah pusat hanya mengerahkan, mengawasi, dan mengendalikan agar penyelenggaraan otonominya tetap dalam koridor peraturan yang telah ditetapkan. Untuk itu, daerah-daerah otonom dengan otonomi yang besar, tidak semestinya dipandang sebagai suatu hal yang akan dapat mengganggu keutuhan negara sebagai negara kesatuan. Sebaliknya, kehadiran dan keberadaan daerah otonom tidak hanya semata-mata dilihat dari sudut efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan

B. Tinjauan Tentang Otonomi Desa

1. Pengertian Otonomi Desa

Menurut Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, menyebutkan bahwa salah satu landasan pemikiran pengaturan mengenai desa adalah otonomi asli, yang memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang mengikuti perkembangan jaman.

(15)

lebih bersifat otonomi asli, yaitu pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan Desa tetap dikembalikan pada desa sendiri, yaitu disesuaikan dengan adat istiadat serta kebiasaan masyarakat setempat.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri.

2. Pengertian Pemerintahan Desa/Kampung

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa dapat disebut dengan istilah atau nama yang lain. Dalam penelitian ini desa, selanjutnya ditulis dengan kampung sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten/Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai kampung adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

(16)

Sedangkan kampung di luar kampung geneologis yaitu kampung yang bersifat administratif seperti kampung yang dibentuk karena pemekaran kampung ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi kampung akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kampung itu sendiri.

Kampung dapat melakukan perbuatan hukum, baik publik maupun perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Kepala Kampung dengan persetujuan BPK mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan. Kampung memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan kampung, bantuan pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman kampung. Berdasarkan hak asal-usul kampung yang bersangkutan, Kepala Kampung berwenang mendamaikan perkara atau sengketa dari para warganya.

(17)

Kepala Kampung pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat kampung yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Kampung, Kepala Kampung wajib memberikan keterangan laporan pertanggung jawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Kampung untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pertanggungjawaban tersebut.

Kampung tidak lagi merupakan level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan daerah tetapi menjadi independent community, sehingga setiap warga kampung dan masyarakat kampungnya berhak berbicara atas kepentingannya sendiri dan bukan dari atas ke bawahan seperti selama ini terjadi. Kampung dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabungkan dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan pemerintahan kabupaten dan DPRD. Di kampung dibentuk pemerintah kampung yang terdiri atas Kepala Kampung atau yang disebut dengan nama lain dan perangkat kampung. Perangkat Kampung terdiri atas sekretaris kampung dan perangkat kampung lainnya seperti perangkat pembantu Kepala Kampung terdiri dari sekretaris kampung, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.

(18)

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Kampung bertanggungjawab pada BPK dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada bupati. Pemerintah Kampung dalam menjalankan tugas dan fungsinya menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Sedangkan dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kepala Kampung: a. Bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPK

b. Menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati tembusan Camat.

Kepala Kampung dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggungjawab utama dalam bidang pembangunan dapat dibantu lembaga kemasyarakatan yang ada di kampung. Sedangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sekretaris kampung, kepala seksi, dan kepala dusun berada di bawah serta tanggungjawab kepada Kepala Kampung, sedang kepala urusan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada sekretaris kampung.

Menurut Pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan kampung adalah:

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul kampung. b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang

diserahkan pengaturannya kepada kampung.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten atau kota.

(19)

C. Tinjauan Tentang Badan Permusyawaratan Kampung (BPK)

1. Pengertian Badan Permusyawaratan Kampung (BPK)

Menurut Pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaskud dengan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Menurut Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Kampung, kedudukan, tugas dan fungsi dari BPK adalah sebagai berikut:

a. BPK berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan kampung b. BPK mempunyai tugas menyalurkan aspirasi masyarakat kampung dalam

setiap rencana yang diajukan Kepala Kampung

c. BPK berfungsi menetapkan peraturan-Peraturan Kampung bersama Kepala Kampung, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Sebagai penyelenggara pemerintahan, BPK diberikan fungsi legislasi,

budgeter dan pengawasan. Badan Permusyawaratan Kampung adalah mitra Kepala Kampung dalam menjalankan tugas pemerintahan. BPK tidak dapat di intervensi oleh Kepala Kampung karena BPK merupakan lembaga tersendiri yang kedudukannya sejajar dengan Kepala Kampung.

(20)

harus menampung aspirasi masyarakat kampung untuk disampaikan kepada aparatur kampung. Aspirasi masyarakat merupakan kehendak masyarakat secara kolektif dalam rangka membangun kampung dan untuk kesejahteraan serta kemajuan masyarakat kampung.

Pelaksanaan fungsi legislasi, BPK berhak mengajukan Rancangan Peraturan Kampung kepada Kepala Kampung untuk dibahas bersama-sama serta untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengajuan rancangan Peraturan Kampung oleh BPK harus menjaring aspirasi masyarakat agar Peraturan Kampung yang diajukan benar-benar kehendak rakyat/masyarakat.

Hal ini sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa materi muatan Peraturan Desa atau yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabarannya lebih lanjut terhadap substansi peraturan tersebut. Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Desa lain, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(21)

a. Peraturan Desa dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan, penegakan hukum seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar. b. Peraturan Desa dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6

(enam) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk desa, kecuali jika ketentuan lain dalam peraturan perundang-undangan.

BPK Berperan dalam hal pembuatan Peraturan Kampung, dengan demikian jelas salah satu fungsi BPK adalah sebagai lembaga legislatif.

2. Keanggotaan BPK

Anggota BPK adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota BPK. Masa jabatan anggota BPK adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya (Pasal 210 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPK diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Pembentukan BPK, persyaratan menjadi anggota BPK yang dapat dipilih adalah penduduk desa warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat sebagai berikut:

(22)

c. Tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan UUD 1945, G 30 S/PKI dan/atau kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya.

d. Berpendidikan paling rendah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). e. Tidak pernah di hukum penjara karena melakukan tindak pidana

f. Berumur minimal 25 tahun. g. Sehat jasmani dan rohani.

h. Berkelakuan baik, jujur, dan adil.

i. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di desa setempat.

j. Menetap pada kampung yang bersangkutan sekurang-kurangnya satu tahun

k. Bersedia dicalonkan menjadi anggota BPK.

Penetapan jumlah anggota BPK diatur dalam pasal 12 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006, yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk Kampung yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk sampai dengan 1.500 jiwa, 5 orang anggota BPK.

b. Jumlah penduduk 1.501 jiwa sampai dengan 2.000 jiwa, 7 orang anggota BPK.

c. Jumlah penduduk 2.500 jiwa lebih, 11 orang anggota BPK.

3. Wewenang, Hak dan Kewajiban BPK

(23)

a. Membahas rancangan Peraturan Kampung bersama Kepala Kampung b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Kampung dan

peraturan Kepala Kampung

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Kampung d. Membentuk panitia pemilihan kampung

e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat

f. Menyusun tata tertib BPK

Hak BPK di jabarkan pada pasal 14 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006 sebagai berikut:

a. Meminta keterangan pada Pemerintah Kampung b. Mengajukan pendapat

Menurut Pasal 15 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 19 Tahun 2006, (1). Hak anggota BPK adalah:

a. Mengajukan rancangan Peraturan Kampung b. Mengajukan pertanyaan

c. Menyampaikan usul pendapat d. Memilih dan dipilih

e. Memperoleh tunjangan

Kewajiban Anggota BPK adalah sebagai berikut:

(24)

b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung

c. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan NKRI d. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindak lanjuti aspirasi

masyarakat

e. Memperoses pemilihan Kepala Kampung

f. Mendahulukan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat

g. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan

4. Mekanisme Rapat dan Tata Tertib BPK Peraturan tata tertib BPK adalah sebagai berikut: a. Rapat BPK dipimpin oleh ketua BPK

b. Rapat BPK dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota BPK dan keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

c. Dalam hal tertentu rapat BPK dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah anggota BPK dan Keputusan ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah anggota yang hadir.

(25)

D. Tinjauan Tentang Pemerintah Kampung

1. Pengertian Pemerintah Kampung

Menurut Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa adalah pemimpin pemerintah desa, sedangkan perangkat desa adalah unsur pemerintah desa yang terdiri dari unsur staf, unsur pelaksana teknis, dan unsur wilayah. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.

Kepala Kampung dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPK dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati dengan tembusan Camat. Sedangkan perangkat Kampung dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Kampung. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Kampung dan perangkat Kampung berkewajiaban melaksanakan koordinasi atas segala pemerintahan kampung, mengadakan pengawasan, dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat kampung, maka Kepala Kampung atas persetujuan BPK mengangkat pejabat perangkat kampung.

2. Kedudukan Kepala Kampung

(26)

a. Pemimpin organisasi Pemerintah Kampung; b. Pemimpin masyarakat kampung;

c. Hakim perdamaian kampung;

d. Koordinator dan penggerak pembangunan di kampung; dan

e. Mewakili kampungnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.

3. Wewenang Kepala Kampung

Menurut Pasal 10 ayat 4 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008, Kepala Kampung mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Kampung; b. Membina kehidupan masyarakat Kampung; membina ketentraman dan

ketertiban masyarakat Kampung;

c. Mengadakan kerjasama antar Kampung untuk kepentingan Kampung yang diatur dengan keputusan bersama dan melaporkan kepada Bupati dengan tembusan Camat.

4. Kedudukan Perangkat Kampung

Menurut Pasal 11 ayat 1 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008, perangkat kampung berkedudukan sebagai unsur pelaksana yang membantu Kepala Kampung, melakukan pembinaan administratif dan memberikan pelayanan teknis administratif pada seluruh organisasi Kampung.

5. Fungsi Perangkat Kampung

(27)

a. Membantu Kepala Kampung sesuai dengan tugas pokok sebagai unsur pelaksana teknis lapangan di Kampung;

b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Kampung.

6. Tugas Perangkat Kampung

Menurut Pasal 11 ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008, perangkat Kampung mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Melakukan urusan pertanian;

b. Melakukan urusan pembinaan dan pengembangan kegiatan pertanian Kampung;

c. Melakukan urusan pembinaan dan pengaturan pengairan perkampungan; d. Melakukan urusan pembinaan gotong-royong di bidang pertanian dan

pengairan di Kampung;

e. Melakukan urusan pembinaan keamanan masyarakat Kampung; f. Melakukan urusan pembinaan ketertiban masyarakat Kampung; g. Melakukan urusan pembinaan program bela negara di Kampung; h. Melakukan urusan pembinaan kesejahteraan rakyat perkampungan; i. Melakukan urusan kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian; j. Melakukan urusan pembantuan di bidang keagamaan masyarakat di

Kampung;

k. Melakukan urusan pembantuan secara umum terhadap kegiatan pemerintah Kampung;

(28)

7. Kewenangan Perangkat Kampung

Pasal 11 ayat 4 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008, perangkat Kampung mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Menyusun program kerja di bidang pertanian Kampung, pengairan Kampung, keamanan dan ketertiban Kampung, kesejahteraan rakyat dan pembantuan umum;

b. Mengatur urusan rumah tangga Kampung di bidang pertanian Kampung, pengairan, keamanan dan ketertiban Kampung, kesejahteraan rakyat dan pembantuan secara umum;

c. Mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan sesuai dengan bidang tugasnya.

E. Tinjauan Tentang Pengawasan Politik

Penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak terpusat hanya pada satu tangan yang dapat berakibat pada terjadinya pemerintahan yang otoriter dan terhambatnya peran serta rakyat dalam menentukan keputusan-keputusan politik.

Menurut Budiardjo (1998: 56):

(29)

adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan yaitu lembaga legislatif atau kekuasaan membuat undang, lembaga eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang dan lembaga yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Trias Politica adalah satu prinsip normatif bahwa kekuasaan- kekuasaan (functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalah gunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak azasi warga negara lebih terjamin.

Menurut Bagir Manan (2000: 34):

Pengawasan politik merupakan implementasi dari sistem checks and balances (pengawasan dan keseimbangan) dalam negara demokrasi. Setiap lembaga pemerintahan dapat mengawasi dan mengimbangi lembaga pemerintahan lainnya. Menurut dengan adanya pemisahan kekuasaan maka tidak ada campur tangan antara organ-organ negara itu dalam operasional kekuasaan masing-masing. Dengan sistem yang demikian maka di dalam ajaran Trias Politica terdapat suasana check and balances, di mana di dalam hubungan antara lembaga-lembaga negara itu terdapat sikap saling mengawasi, saling menguji, sehingga tidak mungkin masing-masing lembaga negara itu melampaui batas kekuasaan yang telah di tentukan. Dengan demikian akan terdapat hubungan kekuasaan antar lembaga-lembaga tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa sistem check and balances dapat mencegah lembaga atau badan-badan yang telah mempunyai kekuasaan masing-masing untuk tidak melakukan hal-hal yang bukan menjadi bagian kekuasaannya. Penyelenggaraan kekuasaan menjadi lebih efektif karena hubungan antara cabang kekuasaan yang satu dengan yang lain diatur demikian rupa dalam kerangka keseimbangan dan pengawasan.

Menurut Ryaas Rasyid (1998: 67):

(30)

Hal di atas menunjukkan bahwa sejalan dengan sistem demokrasi perwakilan, maka secara kelembagaan perlu ada badan perwakilan rakyat yang dibentuk secara demokratik. Demikian pula penyelenggaraan pemerintahannya harus dijalankan secara demokratik yang meliputi tata cara penunjukan pejabat, penentuan kebijakan, pertanggungjawaban, pengawasan dan lain-lain. Mekanisme pemerintahan harus dijalankan secara demokratik pula. Bertitik tolak dari hakekat lembaga legislatif, maka pengawasan terhadap eksekutif merupakan fungsi lembaga legislatif. Pengawasan dilakukan melalui penggunaan hak-hak yang dimiliki oleh lemabaga legislatif. Tuntutan akan pelaksanaan fungsi pengawasan menjadi sangat penting.

Hal di atas sesuai dengan pendapat Khairul Muluk (2003: 23):

Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh badan perwakilan rakyat terhadap perumusan pelaksanaan kebijaksanaan negara amat menarik perhatian, karena merupakan suatu indikator dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang menjadi inti sistem demokrasi Pancasila. Terlepas dari ada atau tidaknya penyelewengan atau pemborosan dan inefisiensi, berbagai bentuk pengawasan, termasuk pengawasan legislatif tetap diperlukan karena fungsi ini merupakan salah satu fungsi intern dalam pengelolaan pembangunan. Pegislatif adalah salah satu pencerminan demokrasi Pancasila dan karena itu perlu dilaksanakan agar rakyat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan.

(31)

sangat penting diperlukan pelaksanaannya dalam pengelolaan pembangunan, sebagai refleksi partisipasi masyarakat dan hakekat kedaulatan rakyat dan demokrasi Pancasila.

Pengawasan politik dalam bidang pelaksanaan kinerja adalah tugas pengawasan yang ditujukan terhadap pelaksanaan kegiatan oleh instrumen pelaksana pemerintahan, untuk mengetahui hal-hal yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan, untuk mengukur kemajuan, meningkatkan efektivitas kerja suatu program/kegiatan, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program/kegiatan, menemukan apakah pelaksanaan kegiatan telah berjalan efektif, mengukur hubungan antara biaya dan pencapaian program/ kegiatan, mengumpulkan informasi untuk pengembangan perencanaan dan manajemen, berbagi pengalaman dalam rangka saling bantu satu sama lain dan mengembangkan perencanaan kegiatan tindak lanjut.

(32)

Menurut Bagir Manan (2000: 35), beberapa hal yang dipertimbangkan dalam melakukan pengawasan kinerja, adalah:

a. Melakukan identifikasi terhadap bagian-bagian atau hal-hal tertentu yang akan diawasi. Langkah pertama ini utamanya terkait dengan pembentukan kepentingan-kepentingan tertentu yang khusus dan bagian-bagian yang akan diawasi.

b. Menetukan dan mengembangkan indikator yang memadai. Indikator adalah ukuran atau standar untuk mengukur perubahan yang riil yang berlangsung di dalam pelaksanaan kegiatan. Indikator-indikator berkaitan atau ditentukan oleh tujuan dan target pelaksanaan kegiatan sebagaimana dalam rencana pembelajaran yang telah dirancang.

c. Menggunakan alat-alat/bahan-bahan pengawasan yang memadai. Masing-masing indikator, tiap-tiap orang atau kelompok senantiasa meminta bahan-bahan pengukuran yang khusus. Bahan pengawasan yang memadai harus dikembangkan sehingga setiap orang yang terlibat dapat menggunakannya, dan lebih jauh lagi hal itu harus jelas, sederhana dan mudah untuk dianalisis.

d. Mengumpulkan data, analisis dan memberikan umpan balik. Hal ini berkaitan dengan data, analisis dan umpan balik yang diberikan sesuai dengan hal-hal yang diawasi. Data-data tentang topik pengawasan yang lain juga harus diperlakukan seperti itu: dikumpulkan, dianalisis dan diberikan umpan balik. Khusus tentang umpan balik itu juga menyangkut pengembangan rencana kegiatan ke depan atau kegiatan tahap selanjutnya.

e. Membuat laporan dan penyebaran hasil pengawasan. Laporan hasil pengawasan diperlukan untuk pengembangan program atau kegiatan selanjutnya. Laporan dapat diberikan kepada organisasi penyelenggara, organisasi atasan, atau yang terkait langsung dengannya.

(33)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa pengawasan merupakan kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin pekerjaan-pekerjaan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan meliputi kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap suatu kondisi yang menjadi sasaran organisasi.

Pengawasan dilakukan untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas, wewenang yang telah ditentukan dan mencari kebenaran pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian pelaksanaan fungsi yang baik akan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya dalam mencapai suatu tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Siagian (2001: 137), sasaran pengawasan yang perlu dicapai adalah: a. Melalui pengawasan pelaksanaan tugas-tugas telah ditentukan

sungguh-sungguh sesuai dengan pola yang digariskan dalam rencana. b. Struktur serta hirarki organisasi sesuai.

c. Seseorang sungguh-sungguh ditempatkan dengan bakat keahlian dan pendidikan serta pengalamannya dan bahwa usaha pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan secara terencana, kontinu dan sistematis.

d. Penggunaan alat diusahakan agar supaya sehemat mungkin.

e. Sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis-garis kebijaksanaan yang telah tercermin dalam rencana.

f. Pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawag didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif dan rasional.

g. Tidak terdapat penyimpangan dan/atau dalam penggunaan kekuasaan, kedudukan, maupun dan terutama keuangan.

(34)

a. Pengawasan meliputi kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap hasil kerja organisasi.

b. Pengawasan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari suatu rencana yang telah ditetapkan semula dan diperbaiki apabila terjadi penyimpangan. c. Pengawasan hendaknya terkoordinasi dalam arti bahwa fungsionalisasi

pengawasan harus terkoordinir pelaksanaannya.

d. Pengawasan harus bersifat berkesinambungan dalam arti kata bahwa pengawasan dilakuka terus menerus tanpa ada hentinya.

e. Pengawasan tidak boleh memihak kepada siapapun dan harus objektif. f. Pengawasan dapat menjamin efisiensi dan efektifitas pekerjaan.

g. Hasil pengawasan dapat dijadikan umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan perencanaan dan kebijaksanaan yang akan datang.

F. Tinjauan Tentang Kinerja

1. Pengertian Kinerja

(35)

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan strategis (strategic planning) suatu organisasi.

Menurut Soewarno Handayaningrat (2004: 19), kinerja adalah cara menjalankan tugas dan hasil yang diperoleh. kinerja adalah cara dalam mana suatu tindakan atau tugas dilakukan. Kusnadi mengartikan kinerja sebagai setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan atau tindakan sadar yang diarahkan untuk rnencapai suatu tujuan atau target tertentu.

Menurut Hasibuan (2002: 231), kinerja adalah sebagai prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Prestasi organisasi merupakan tampilan wajah organisasi dalam menjalankan kegiatannya. Dengan kinerja, organisasi dapat mengetahui sampai peringkat keberapa prestasi keberhasilan atau bahkan mungkin kegagalannya dalam menjalankan amanah yang diterimanya. Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi.

(36)

2. Kinerja Kepala Kampung

Kinerja Kepala Kampung yang dimaksud dalam penelitian merupakan pelaksanaan fungsi dan tugas Kepala Kampung Daya Sakti, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008, bahwa Kepala Kampung mempunyai fungsi:

a. Melakukan pembinaan terhadap organisasi kemasyarakatan yang ada di Kampung;

b. Bersama-sama dengan BPK melaksanakan Peraturan Kampung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintah Kampung, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

Selanjutnya menurut Pasal 10 ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008, Kepala Kampung mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Membina perekonomian kampung;

b. Mendamaikan perselisihan masyarakat kampung;

c. Melakukan tertib administrasi pemerintahan di tingkat kampung sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

(37)

G. Kerangka Pikir

Pelaksanaan otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh sehingga perwujudan demokratisasi desa akan berimplikasi pada tatanan pemerintah daerah. Dengan demikian, maka dalam menjalankan tugas dan kewenangannya pemerintah desa atau kampong harus diawasi Badan Permusyawaratan Desa atau dengan sebutan lain (Widjaja, HAW, 2008).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 200 angka (1) menyatakan bahwa pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan perangkatnya serta Badan Permusyawaratan Desa. Ketentuan lebih lanjut tentang pemerintahan desa diatur berdasarkan Peraturan Daerah yang bersangkutan disesuaikan dengan kondisi masyarakat daerah yang dimaksud.

Kabupaten Tulang Bawang Barat yang merupakan Daerah Otonomi Baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang, pemerintah desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kampung dan Lembaga Kemasyarakatan.

(38)

Pengawasan merupakan bagian dari pelaksaaan manajemen yang penting untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas, wewenang yang telah ditentukan dan mencari kebenaran pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian pelaksanaan fungsi yang baik akan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya dalam mencapai suatu tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pengawasan oleh BPK yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap hasil kerja organisasi, pencegahan terjadinya penyimpangan, terkoordinasi, berkesinambungan, tidak boleh memihak dan harus objektif, dapat menjamin efisiensi dan efektifitas pekerjaan serta hasil pengawasan dapat dijadikan umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan perencanaan dan kebijaksanaan yang akan datang (Siagian, 2001: 137). Sementara itu kinerja Kepala Kampung yang dimaksud dalam penelitian merupakan pelaksanaan fungsi dan tugas Kepala Kampung Daya Sakti, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Kampung dan Lembaga Kemasyarakatan Tulang Bawang.

(39)
[image:39.595.75.531.93.364.2]

Gambar 1.

Bagan Kerangka Pikir Penelitian

H. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2004: 112), Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang merupakan dugaan sementara dalam suatu penelitian, yang bisa benar atau bisa salah dan harus diuji melalui penelitian di lapangan.

Berdasarkan pengertian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : Tidak ada pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat

Ha : Ada pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat

Pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung

(Variabel X)

1. Pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi

2. Pencegahan penyimpangan 3. Terkoordinasi

4. Berkesinambungan 5. Objektif

6. Menjamin efisiensi dan efektifitas

7. Umpan balik bagi perbaikan kinerja

Kinerja Kepala Kampung (Variabel Y)

1. Melakukan pembinaan terhadap organisasi kemasyarakatan

2. Melaksanakan Peraturan Kampung 3. Melakukan koordinasi terhadap

jalannya pemerintahan Kampung 4. Membina perekonomian kampung; 5. Mendamaikan perselisihan masyarakat

kampung;

6. Melakukan tertib administrasi pemerintahan

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Hadari Nawawi (2001: 44), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci fenomena sosial tertentu dan kemudian menganalisisnya serta menginterpretasikannya melalui data yang terkumpul. Penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak sebagaimana adanya.

Menurut Sugiyono (2004: 76), pendekatan kuantitatif yaitu suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sehingga menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.

Berdasarkan definisi di atas, maka penelitian deskriptif kuantitatif digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui besarnya pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat.

(41)

B. Definisi Konseptual

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 121), definisi konsep adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan definisi tersebut maka definisi konsep penelitian ini adalah:

1. Pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK)

Pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) adalah kegiatan yang dilakukan dalam oleh BPK untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas, wewenang yang telah ditentukan dan mencari kebenaran pelaksanaan pekerjaan oleh Kepala Kampung. Pengawasan dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja, efisiensi pemanfaatan sumber daya dalam mencapai suatu tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Kinerja Kepala Kampung

(42)

C. Definisi Operasional

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 123), definisi operasional adalah petunjuk bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca definisi operasional dalam penelitian maka diketahui baik buruknya variabel. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK)

Indikator-indikator variabelnya didasarkan pada pendapat Siagian (2001: 137), yaitu sebagai berikut:

a. Pengawasan BPK dalam bentuk pemantauan terhadap tugas dan fungsi Kepala Kampung.

b. Pengawasan BPK dalam bentuk pemeriksaan terhadap tugas dan fungsi Kepala Kampung.

c. Pengawasan BPK dalam bentuk evaluasi terhadap tugas dan fungsi Kepala Kampung.

d. Pengawasan BPK dalam tugas dan fungsi Kepala Kampung dapat mencegah penyimpangan

e. Pengawasan BPK dapat membuat Kepala Kampung bekerja sesuai perencanaan

f. Anggota BPK berkoordinasi dalam melakukan pengawasan g. Koordinasi yang dilakukan BPK dalam pengawasan

h. Perencanaan BPK sebelum melakukan pengawasan

(43)

k. Kepercayaan bahwa BPK tidak berpihak kepada Kepala Kampung dalam melakukan pengawasan.

l. Pengawasan BPK dapat membuat Kepala Kampung bekerja secara lebih efektif

m. Pengawasan BPK dapat membuat Kepala Kampung bekerja secara lebih efesien

n. Profesionalisme pengawasan BPK terhadap Kepala Kampung o. Hasil pengawasan BPK menjadi acuan bagi Kepala Kampung

2. Kinerja Kepala Kampung

Indikator-indikator variabelnya didasarkan pada Pasal 10 ayat 2 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Kampung dan Lembaga Kemasyarakatan Tulang Bawang, yaitu sebagai berikut:

a. Pelaksanaan tugas dan fungsi Kepala Kampung secara umum

b. Pembinaan terhadap organisasi kemasyarakatan oleh Kepala Kampung c. Pelaksanaan Peraturan Kampung oleh Kepala Kampung

d. Pelaksanaan Pemerintahan Kampung oleh Kepala Kampung e. Pelaksanaan Pembangunan Kampung oleh Kepala Kampung f. Pelaksanaan Pembinaan Masyarakat oleh Kepala Kampung g. Pelaksanaan Pembinaan Perekonomian oleh Kepala Kampung

(44)

i. Kemudahan Proses Pengurusan Surat menyurat dan administrasi oleh Kepala Kampung

j. Biaya pengurusan Surat menyurat dan administrasi oleh Kepala Kampung

k. Kecepatan proses pengurusan surat menyurat dan administrasi oleh Kepala Kampung

l. Kepala Kampung melayani masyarakat dengan baik

m. Pelaksanaan penganggaran biaya pemerintahan oleh Kepala Kampung n. Pelaksanaan program kerja tahunan oleh Kepala Kampung

o. Pelaksanaan program kerja lima tahunan oleh Kepala Kampung

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(45)

2. Sampel

Menurut Singarimbun dan Effendy (2001: 82), sampel adalah sebagai dari populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari populasi dan dijadikan sebagai perwakilan atau represtasi dalam penelitian. Penentuan besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 ) ( 2   d N N n Keterangan :

n = Banyaknya unit sampel N = Banyaknya unit Populasi d = taraf nyata 0,1

1 = bilangan konstan (Sugiyono, 2004: 187)

Berdasarkan rumus di atas maka besarnya sampel adalah :

1 ) 1 , 0 ( 221 221 2 

n =

1 ) 01 , 0 ( 221 221

 = 2,21 1 221

 = 3,21 221

= 68.85

Besarnya sampel penelitian ini adalah 68.85, dibulatkan menjadi 69 KK. Kegiatan yang penulis lakukan dalam mengambil sampel penelitian adalah sebagai berikut:

a) Merekap nama-nama 221 KK yang aktif mengikuti pertemuan dan kegiatan yang melibatkan BPK dan Aparat Pemerintahan Kampung Daya Sakti dan menyalin satu per satu ke dalam kertas undian kemudian digulung serta memasukkannya ke dalam toples.

(46)

E. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi:

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian (lapangan). Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data primer adalah menyebarkan kuesioner penelitian kepada para responden.

2. Data Sekunder, adalah data tambahan dari berbagai sumber, seperti buku literatur, surat kabar dan sumber lain yang terkait dengan penelitian. Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder adalah melakukan pencatatan dan dokumetasi penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Kuesioner, dilakukan untuk mengumpulkan data primer, dengan cara

memberikan kuesioner kepada responden yang telah dilengkapi dengan alternatif jawaban untuk memudahkan responden dalam menjawab dan memudahkan pengolahan dan analisis data.

2. Dokumentasi, dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber, seperti buku atau literatur, arsip atau dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

(47)

G. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 112), skala interval adalah skala yang jarak antar datanya bernilai sama. Penentuan skornya adalah:

1. Jawaban A diberi skor 3 (tiga) 2. Jawaban B diberi skor 2 (dua) 3. Jawaban C diberi skor 1 (satu)

Alasan pemilihan skala interval dalam penelitian ini adalah karena skala ini memudahkan tahap pengolahan dan analisis data, di mana jawaban responden terbagi menjadi tiga kelompok.

H. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 1. Editing, adalah memeriksa kembali data yang telah diperoleh,

mengenai kesempurnaan jawaban atau kejelasan penulisan. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah memeriksa jawaban responden pada kuesioner untuk mengetahui kejelasan dan kelengkapan jawaban responden pada pertanyaan yang diajukan.

(48)

3. Tabulating, adalah merumuskan data dalam tabel setelah diklasifikasikan berdasarkan kategori yang sama, lalu disederhanakan dalam tabel tunggal. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah menyajikan data ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagaimana terdapat pada hasil penelitian dan pembahasan.

I. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

Product Moment sebagai berikut:

2 2



2 2

) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy            Keterangan:

rxy = koefesien korelasi

XY= hasil perkalian variabel X dengan variabel Y X = hasil skor variabel X

Y = hasil skor variabel Y

X2 = hasil perkalian kuadrat skor variabel X Y2 = hasil perkalian kuadrat skor variabel Y N = jumlah sampel penelitian

(Sumber: Singarimbun dan Sofian Effendy, 2001: 137).

(49)

Selanjutnya pengujian reabilitas instrumen penelitian dilakukan dengan rumus Koefisien Alfa berikut:

            

1 122

1 t k k    Keterangan : 

 Nilai reabilitas

k = jumlah item pertanyaan 2

i

 = Nilai varians masing-masing item 2

t

 = Varians total (Sumber: Singarimbun dan Sofian Effendy, 2001: 139).

Kegiatan yang penulis lakukan adalah melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas kuesioner sesuai rumus di atas dengan menggunakan Program SPSS (Statistic Program for Social Science) atau Program Statistik untuk Ilmu-Ilmu Sosial dan menyajikan hasilnya pada Lampiran 4.

J. Teknik Analisa Data

Untuk mencari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, digunakan analisa statistik menggunakan Koefisien Determinasi dengan dasar rumus Korelasi Product Moment. Nilai korelasi yang didapat kemudian diinterpretasikan dalam kriteria koefesien korelasi yaitu:

Nilai r Interpretasi nilai r

0,800 sampai dengan 1,000 Korelasi sangat kuat 0,600 sampai dengan 0,799 Korelasi kuat

(50)

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap variabel Y, digunakan rumus Koefisien Determinasi sebagai berikut:

KD = r2 x 100% Keterangan:

KP = Koefisien Determinasi r = Nilai Korelasi

(Sugiyono, 2004: 223)

Selanjutnya untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dicari nilai t hitung (Student Test), dengan rumus sebagai berikut:

2 1

2

r n r t

  

Keterangan: t = Nilai thitung r = Nilai Korelasi n = Sampel 1, 2= Ketetapan

(Sugiyono, 2004: 225)

Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dengan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada taraf signifikan 95%. Ketentuan yang dipakai dalam perbandingan ini adalah:

(51)

b. Jika t hitung < t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho diterima, Ha ditolak. Berarti tidak ada pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap Kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat.

(52)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai pengaruh pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) terhadap kinerja Kepala Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat adalah sebesar 61,9%. Maknanya adalah pengawasan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) merupakan faktor yang sangat penting dalam merealisasikan kehidupan demokrasi pada pemerintahan desa serta dapat meningkatkan kinerja kepala kampung secara signifikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pengaruh tersebut bernilai positif, artinya apabila pengawasan oleh BPK ditingkatkan maka kinerja kepala kampung juga akan mengalami peningkatan.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(53)
(54)

PENGARUH PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG TERHADAP KINERJA KEPALA KAMPUNG

(Studi pada Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat)

(Skripsi)

Oleh

ROSDALINA PITASARI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(55)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden

Responden penelitian ini adalah Kepala Keluarga (KK) di Kampung Daya Sakti Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Barat yang berjumlah 69 KK. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai responden tersebut, berikut akan dideskripsikan identitas responden menurut kelompok umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.

1. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

[image:55.595.130.515.541.647.2]

Untuk mengetahui identitas responden menurut kelompok umur, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Frekuensi Persentase

1 45 tahun atau lebih 14 20,29

2 35-44 tahun 33 47,83

3 25-34 tahun 22 31,88

Jumlah 69 100

(56)

Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui bahwa dari 69 responden: sebanyak 14 (20,29%) responden berusia 45 tahun atau lebih,sebanyak 33 (47,83%) responden berusia antara 35-44 tahun dan sebanyak 22 (31,88%) responden berusia antara 25-34 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia antara 35-44 tahun atau masih dalam usia yang produktif untuk mengikuti berbagai pertemuan atau kegiatan yang diselenggarakan oleh BPK atau Aparat Pemerintahan Kampung.

2. Identitas Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui identitas responden menurut tingkat pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Identitas Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

1 Lulusan SD/Sederajat 18 26.08

2 Lulusan SMP/Sederajat 27 39.13

3 Lulusan SMA/Sederajat 19 27.54

4 Lulusan Perguruan Tinggi 5 7.25

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

(57)

3. Identitas Responden Menurut Pekerjaan

[image:57.595.132.513.187.293.2]

Untuk mengetahui identitas responden menurut pekerjaan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Identitas Responden Menurut Pekerjaan

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Petani 31 44,93

2 Buruh 9 13,04

3 Pedagang 12 17,39

4 Wiraswasta 13 18,84

5 PNS 4 5,80

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui bahwa dari 69 responden: sebanyak 31 (44,93%) responden bekerja sebagai petani, sebanyak 9 (13,04%) responden bekerja sebagai buruh, sebanyak 12 (17,39%) responden bekerja sebagai pedagang, sebanyak 13 (18,84%) responden bekerja sebagai wiraswasta dan 4 (5,80%) responden bekerja sebagai PNS, artinya sebagian besar responden penelitian bekerja sebagai petani. Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat kampung yang pada umumnya bekerja sebagai petani atau mengusahakan lahan pertanian.

B. Pengawasan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK)

(58)

1. Pengawasan BPK dalam Bentuk Pemantauan Terhadap Tugas dan Fungsi Kepala Kampung

[image:58.595.131.515.263.371.2]

Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai pengawasan BPK dalam bentuk pemantauan terhadap tugas dan fungsi kepala kampung, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Pengawasan BPK dalam Bentuk Pemantauan Terhadap Tugas dan Fungsi Kepala Kampung

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Baik 48 69.57

2 Cukup Baik 21 30.43

3 Tidak Baik 0 0.00

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

(59)

Pengawasan BPK dalam hal ini merupakan kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kampung dapat terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan oleh Kepala Kampung yang akan mengganggu pencapaian tujuan Pemerintahan Kampung. Hal sesuai dengan tuntutan masyarakat untuk menciptakan sistem pemerintahan kampung yang baik.

2. Pengawasan BPK dalam Bentuk Pemeriksaan Terhadap Tugas dan Fungsi Kepala Kampung

Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai pengawasan BPK dalam bentuk pemeriksaan terhadap tugas dan fungsi kepala kampung, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Pengawasan BPK dalam Bentuk Pemeriksaan Terhadap Tugas dan Fungsi Kepala Kampung

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Baik

50 72.46

2 Cukup Baik

15 21.74

3 Tidak Baik

4 5.80

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

[image:59.595.126.512.485.590.2]
(60)

dalam bentuk pemeriksaan terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah cukup baik,dan sebanyak 4 (5,80%) responden menyatakan bahwa pengawasan BPK dalam bentuk pemeriksaan terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa pengawasan BPK dalam bentuk pemeriksaan terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah baik.

Pengawasan BPK dalam hal ini merupakan pelaksanaan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja Kepala Kampung yang menjalankan Pemerintahan Kampung guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki. Pemerintahan Kampung dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan peran dalam pembangunan kampung dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, baik melalui administrator pemerintahan pembangunan, serta pelayanan pada masyarakat secara nyata dan bertanggung jawab merupakan amanat yang mesti dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

3. Pengawasan BPK dalam Bentuk Evaluasi Terhadap Tugas dan Fungsi Kepala Kampung

(61)
[image:61.595.131.514.140.247.2]

Tabel 10. Pengawasan BPK dalam Bentuk Evaluasi Terhadap Tugas dan Fungsi Kepala Kampung

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Baik

45 65.22

2 Cukup Baik

22 31.88

3 Tidak Baik

2 2.90

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui bahwa dari 69 responden: sebanyak 45 (65,22%) responden menyatakan bahwa pengawasan BPK dalam bentuk evaluasi terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah baik,sebanyak 22 (31,88%) responden menyatakan bahwa pengawasan BPK dalam bentuk evaluasi terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah cukup baik,dan sebanyak 2 (2,90%) responden menyatakan bahwa pengawasan BPK dalam bentuk evaluasi terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pengawasan BPK dalam bentuk evaluasi terhadap tugas dan fungsi kepala kampung adalah cukup baik

(62)

4. Pengawasan BPK dalam Tugas dan Fungsi Kepala Kampung dapat Mencegah Penyimpangan

[image:62.595.129.516.278.386.2]

Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai pengawasan BPK dalam upaya untuk mencegah penyimpangan oleh kepala kampung, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Pengawasan BPK dalam Tugas dan Fungsi Kepala Kampung dapat Mencegah Penyimpangan

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Dapat mencegah penyimpangan 41 59.42 2 Cukup dapat mencegah penyimpangan 28 40.58 3 Tidak dapat mencegah penyimpangan 0 0.00

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

(63)

Pengawasan BPK dalam hal ini sesuai dengan maksud pemberian otonomi daerah yaitu untuk pembangunan dalam arti luas yang meliputi segala aspek kehidupan masyarakat, di mana pelaksanaannya harus sesuai dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, potensi serta keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Pemerintah Kampung dalam melaksanakan hal tersebut harus diawasi oleh BPK.

5. Pengawasan BPK dapat Membuat Kepala Kampung Bekerja Sesuai Perencanaan

[image:63.595.133.514.511.640.2]

Untuk mengetahui tanggapan responden bahwa pengawasan BPK dapat membuat kepala kampung bekerja sesuai perencanaan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Pengawasan BPK dapat Membuat Kepala Kampung Bekerja Sesuai Perencanaan

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Dapat membuat kepala Kampung bekerja

sesuai perencanaan 59 85.51

2 Cukup dapat membuat kepala Kampung

bekerja sesuai perencanaan 10 14.49 3 Tidak dapat membuat kepala Kampung

bekerja sesuai perencanaan 0 0.00

Jumlah 69 100

(64)

Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui bahwa dari 69 responden: sebanyak 59 (85,51%) responden pengawasan BPK dapat membuat kepala kampung bekerja sesuai perencanaan,sebanyak 10 (14,49%) responden pengawasan BPK cukup dapat membuat kepala kampung bekerja sesuai perencanaan dan tidak ada (0,00%) responden yang menyatakan bahwa pengawasan BPK tidak dapat membuat kepala kampung bekerja sesuai perencanaan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pengawasan BPK dapat membuat kepala kampung bekerja sesuai perencanaan.

Pengawasan BPK dapat membuat kepala kampung bekerja sesuai perencanaan mengandung makna bahwa Pemerintah Kampung Daya Sakti harus mampu mengembangkan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kampung dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, baik melalui administrator pemerintahan pembangunan, serta pelayanan pada masyarakat secara nyata dan bertanggung jawab merupakan amanat yang mesti dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

6. Anggota BPK Berkoordinasi dalam Melakukan Pengawasan

(65)
[image:65.595.132.517.112.219.2]

Tabel 13. Anggota BPK Berkoordinasi dalam Melakukan Pengawasan

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Melakukan Koordinasi

55 79.71

2 Kadang-kadang melakukan koordinasi

14 20.29

3 Tidak melakukan koordinasi

0 0.00

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui bahwa dari 69 responden: sebanyak 55 (79,71%) responden menyatakan bahwa anggota BPK berkoordinasi dalam melakukan pengawasan terhadap Kepala Kampung, sebanyak 14 (20,29%) responden menyatakan bahwa anggota BPK kadang-kadang berkoordinasi dalam melakukan pengawasan terhadap Kepala Kampung dan tidak ada (0,00%) responden yang menyatakan bahwa anggota BPK berkoordinasi dalam melakukan pengawasan terhadap Kepala Kampung. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan anggota BPK berkoordinasi dalam melakukan pengawasan terhadap Kepala Kampung.

(66)

efisien, transparan dan akuntabel dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

7. Koordinasi yang dilakukan BPK dalam Pengawasan

Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai koordinasi yang dilakukan BPK dalam pengawasan terhadap kepala kampung, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 14. Koordinasi yang dilakukan BPK dalam Pengawasan

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Baik

37 53.62

2 Cukup Baik

32 46.38

3 Tidak Baik

0 0.00

Jumlah 69 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

(67)

Koordinasi yang dilakukan BPK dalam pengawasan terhadap kepala kampung dalam hal

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 5. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur
Tabel 7. Identitas Responden Menurut Pekerjaan
Tabel 8. Pengawasan BPK dalam Bentuk Pemantauan Terhadap Tugas dan         Fungsi Kepala Kampung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan yaitu untuk mengetahui karakterisasi mineral pada pasta geopolimer yang menggunakan bahan dasar fly ash Kelas F dan fly

Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, PPHP, Belanja Fotocopy, ATK dan Makan Minum Rapat Pekalongan (Kab.) 30 Pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Daerah Kabupaten

Persoalan kajian yang pertama pula memperolehi min 3.73, yang menyentuh persoalan berkaitan dengan aspek keselamatan di mana ia menunjukkan bahawa dengan menginovasikan

Hasil analisa perhitungan skor hipotetik pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa tingkat kemandirian belajar pada siswa kelas VIII SMPN 2 Lumajang Randuagung yang berada pada

Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler

Diskusi, diawali dengan presentase (oleh peneliti) tentang permasalahan dari bahan kajian di lapangan berkaitan dengan pengembangan budidaya ikan tawar melalui

Ketika dilarutkan dalam atau dicampur dengan bahan lain dan dalam kondisi yang menyimpang dari yang disebutkan dalam EN374 silahkan hubungi suplier sarung tangan CE-resmi

Program JRC Talk telah diadakan pada 27 Nov 2019 dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan pendedahan kepada pelajar Fakuti Kejuruteraan Awam dan Alam Sekitar mengenai