PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT TERFERMENTASI
OLEH Aspergillus niger DALAM KONSENTRAT TERHADAP
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
RANSUM PADA SAPI BALI (Bos sondaicus)
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP 060306012
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT TERFERMENTASI
OLEH Aspergillus niger DALAM KONSENTRAT TERHADAP
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
RANSUM PADA SAPI BALI (Bos sondaicus)
SKRIPSI
OLEH :
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP 060306012
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT TERFERMENTASI
OLEH Aspergillus niger DALAM KONSENTRAT TERHADAP
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
RANSUM PADA SAPI BALI (Bos sondaicus)
SKRIPSI
Oleh :
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP 060306012/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul :I Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh
Aspergillus niger Dalam Konsentrat Terhadap
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Pada Sapi iiiBali (Bos sondaicus)
Nama : Yahya Partomuan Harahap
NIM : 060306012
Departemen : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Edhy Mirwandhono, MSi) (Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi.) Ketua Anggota
Mengetahui,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Departemen Peternakan
ABSTRAK
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP : Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh Aspergillus niger dalam konsentrat terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Pada Ransum Sapi Bali (Bos sondaicus). Dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan MA’RUF TAFSIN.
Pelepah daun kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk dijadikan salah satu pakan alternatif. Namun tingginya kandungan serat kasar yang terkandumg pada pelepah daun kelapa sawit menyebabkan rendahnya tingkat kecernaan. Penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi diharapkan mampu meningkatkan kecernaan pelepah daun kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelepah dan daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai salah satu bahan pakan dalam konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi bali. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 kelompok. Perlakuannya yaitu R0 (tanpa
konsentrat), R1 (15% pelepah sawit fermentasi pelepah sawit fermentasi dalam
konsentrat) dan R2 (30% pelepah sawit fermentasi pelepah sawit fermentasi dalam
konsentrat).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 3.60 kg/ekor/hari (±0.02), R1 (15%) adalah
4.99 kg/ekor/hari (±0.18), dan R2 (30%) adalah 5.16 kg/ekor/hari (±0.47).
Kecernaan bahan kering ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 58.92%
(±5.78), R1 (15%) adalah 68.34% (±3.44), dan R2 (30%) adalah 70.98% (±2.49).
Konsumsi bahan organik ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 3.23
kg/ekor/hari (±0.02), R1 (15%) adalah 4.48 kg/ekor/hari (±0.16), dan R2 (30%)
adalah 4.66 kg/ekor/hari (±0.43). Kecernaan bahan organik ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 63.87% (±5.37), R1 (15%) adalah 72.63%
(±2.74), dan R2 (30%) adalah 73.74% (±1.98). Kesimpulannya adalah pelepah dan
daun kelapa sawit terfermentasi oleh Aspergillus niger dalam konsentrat berpengaruh positif terhadap tingkat kecernaan ransum pada sapi bali.
ABSTRACT
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP : The Oil Palm Frond Fermented by
Aspergillus niger on The Digestibility of Dry Matter and Organic Matter on Bali
cattle (Bos sondaicus). Under supervised by EDHY MIRWANDHONO and
MA’RUF TAFSIN.
The Oil Palm Frond is potensive to be an alternative feed. But the high of fiber in the oil palm frond has a negative effect to the digestibility. Utilizing of Aspergillus niger can increase the nutrition of oil palm frond. The objective of this research was conducted to investigate the effects of utilizing of the stem and midrib of palm fermentation by Aspergillus niger as feed of concentrate on the digestibility of dry and organic matter of Bos sondaicus. The design used in this research was the completely group design (CGD) with three treatments and three
groups. The treatment were R0 (without concentrate), R1 (15% the stem and
midrib of palm fermentation on concentrate) and R2 (30% the stem and midrib of
palm fermentation on concentrate) and the average groups of gain were K1 =
13.76 kg, K2 = 14.87 kg and K3 = 15.55 kg.
The result of this research showed that the utilizing of the stem and midrib of palm fermentation by Aspergillus niger of 30% and 15% in concentrate can produce the highest of the dry and organic matter consumption, the digestibility of dry and organic matter of Bos sondaicus was 4.96 ± 0.19 kg/c/d, 4.46 ± 0.17 kg/c/d, 74.27 ± 1.13% and 73.06 ± 1.11%. It could be concluded that the utilizing of the stem and midrib of palm fermentation by Aspergillus niger in concentrate can extend the positive effect on the digestibility of cattle (Bos sondaicus).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan pada Tanggal 16 November 1987
dari Ayah Drs. Gunung Bonar Harahap dan Ibu Farida Agustina Nasution. Penulis
merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara.
Penulis menempuh sekolah dasar di SD Negeri 144432 Padang
Sidempuan, lulus tahun 2000, menempuh sekolah menengah pertama di SMP
Negeri 4 Padang Sidempuan, lulus tahun 2003, menempuh sekolah menengah atas
di SMA Negeri 4 Padang Sidempuan, lulus tahun 2006, Tahun 2006 penulis
diterima sebagai mahasiswa program studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Penyaluran Minat dan Prestasi (PMP).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Peternakan ayam
pedaging (broiler) CV. Terang Bulan di desa Namo Pecawir Kecamatan Talun
Kenas, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan
Mahasiswa Departemen (HMD) Peternakan sebagai anggota, Himpunan
Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) sebagai anggota, Panitia Penyambutan
Mahasiswa Baru (PMB) 2009 sebagai wakil ketua. Prestasi non akademik yang
pernah diraih penulis adalah Runner-up kompetisi sepakbola Liga Pertanian 2009,
Juara kompetisi sepakbola Liga Pertanian 2010, dan Juara kompetisi sepakbola
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Adapun judul skripsi saya ini adalah “Penggunaan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh Aspergillus niger Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Bali (Bos sondaicus)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Kepada Bapak Ir. Edhy Mirwandono, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak
yang ikut membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan
bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang
peternakan khususnya peternakan sapi potong.
Medan, Maret 2011
DAFTAR ISI
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 4
Pencernaan Sapi... ... 6
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi ... 17
Aspek Daya Cerna ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan Alat Penelitian... 20
Bahan ... 20
Alat ... 20
Parameter Penelitian... ... 22
Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik) ... 22
Kecernaan Bahan Kering ... 22
Kecernaan Bahan Organik ... 23
Pelaksanaan Penelitian... ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering ... 26
Konsumsi Bahan Organik ... 28
Kecernaan Bahan Kering ... 29
Kecernaan Bahan Organik ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34
Saran ... 34 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal
1 Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit ... 5
2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 9
3. Kandungan nutrisi onggok kering ... 12
4. Kandungan nilai Gizi dedal padi ... 13
5. Kandungan nilai nutrisi bungkil kelapa ... 13
6. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit ... 14
7. Kandungan nilai gizi molases ... 14
8. Komposisi ransum konsentrat percobaan ... 22
9. Pengelompokan berdasarkan bobot badan awal ... 23
10.Rataan konsumsi bahan kering ransum pada sapi bali ... 26
11.Rataan konsumsi bahan organik ransum pada sapi bali ... 28
12.Rataan kecernaan bahan kering ransum pada sapi bali ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. ... Hal.
1. Konsumsi hijauan sapi segar (kg/ekor/hari) ... 35
2. Konsumsi hijauan sapi dalam bahan kering (kg/ekor/hari) (BK) ... 36
3. Konsumsi hijauan dalam bahan organik (BO) ... 37
4. Konsumsi konsentrat sapi (kg/ekor/hari) ... 37
5. Konsumsi konsenterat sapi dalam bahan kering (kg/ekor/hari) (BK) ... 37
6. Konsumsi konsentrat sapi dalam bahan organik (BO) ... 38
7. Konsumsi pakan sapi dalam bahan kering (kg/ekor/hari) (BK) ... 38
8. Konsumsi pakan sapi dalam bahan organik (kg/ekor/hari) (BO) ... 38
9. Rataan konsumsi bahan kering sapi (kg/ekor/hari) (BK) ... 39
10. Analisis kergaman konsumsi bahan kering sapi ... 39
11. Uji BNT taraf 5% konsumsi bahan kering sapi ... 39
12. Rataan konsumsi bahan organic sapi (kg/ekor/hari) (BO) ... 35
13. Analisis keragaman konsumsi bahan organik sapi ... 36
14. Uji BNT taraf 5% konsumsi bahan organik sapi ... 37
15. Feses sapi segar (kg/ekor/hari) ... 37
16. Feses sapi dalam bahan kering (kg/ekor/hari) (BK) ... 37
17. Feses sapi dalam bahan organik (kg/ekor/hari) (BO) ... 38
18. Kecernaan bahan kering sapi (%) ... 38
19. Kecernaan bahan organik sapi (%) ... 38
20. Rataan kecernaan dalam bahan kering sapi (%) ... 39
22. Uji BNT taraf 5% kecernaan bahan kering sapi... 39
23. Rataan kecernaan bahan organik sapi (%) ... 39
24. Analisis keragaman kecernaan bahan organik sapi ... 38
ABSTRAK
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP : Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh Aspergillus niger dalam konsentrat terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Pada Ransum Sapi Bali (Bos sondaicus). Dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan MA’RUF TAFSIN.
Pelepah daun kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk dijadikan salah satu pakan alternatif. Namun tingginya kandungan serat kasar yang terkandumg pada pelepah daun kelapa sawit menyebabkan rendahnya tingkat kecernaan. Penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi diharapkan mampu meningkatkan kecernaan pelepah daun kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelepah dan daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai salah satu bahan pakan dalam konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi bali. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 kelompok. Perlakuannya yaitu R0 (tanpa
konsentrat), R1 (15% pelepah sawit fermentasi pelepah sawit fermentasi dalam
konsentrat) dan R2 (30% pelepah sawit fermentasi pelepah sawit fermentasi dalam
konsentrat).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 3.60 kg/ekor/hari (±0.02), R1 (15%) adalah
4.99 kg/ekor/hari (±0.18), dan R2 (30%) adalah 5.16 kg/ekor/hari (±0.47).
Kecernaan bahan kering ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 58.92%
(±5.78), R1 (15%) adalah 68.34% (±3.44), dan R2 (30%) adalah 70.98% (±2.49).
Konsumsi bahan organik ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 3.23
kg/ekor/hari (±0.02), R1 (15%) adalah 4.48 kg/ekor/hari (±0.16), dan R2 (30%)
adalah 4.66 kg/ekor/hari (±0.43). Kecernaan bahan organik ransum pada perlakuan R0 (100% rumput) adalah 63.87% (±5.37), R1 (15%) adalah 72.63%
(±2.74), dan R2 (30%) adalah 73.74% (±1.98). Kesimpulannya adalah pelepah dan
daun kelapa sawit terfermentasi oleh Aspergillus niger dalam konsentrat berpengaruh positif terhadap tingkat kecernaan ransum pada sapi bali.
ABSTRACT
YAHYA PARTOMUAN HARAHAP : The Oil Palm Frond Fermented by
Aspergillus niger on The Digestibility of Dry Matter and Organic Matter on Bali
cattle (Bos sondaicus). Under supervised by EDHY MIRWANDHONO and
MA’RUF TAFSIN.
The Oil Palm Frond is potensive to be an alternative feed. But the high of fiber in the oil palm frond has a negative effect to the digestibility. Utilizing of Aspergillus niger can increase the nutrition of oil palm frond. The objective of this research was conducted to investigate the effects of utilizing of the stem and midrib of palm fermentation by Aspergillus niger as feed of concentrate on the digestibility of dry and organic matter of Bos sondaicus. The design used in this research was the completely group design (CGD) with three treatments and three
groups. The treatment were R0 (without concentrate), R1 (15% the stem and
midrib of palm fermentation on concentrate) and R2 (30% the stem and midrib of
palm fermentation on concentrate) and the average groups of gain were K1 =
13.76 kg, K2 = 14.87 kg and K3 = 15.55 kg.
The result of this research showed that the utilizing of the stem and midrib of palm fermentation by Aspergillus niger of 30% and 15% in concentrate can produce the highest of the dry and organic matter consumption, the digestibility of dry and organic matter of Bos sondaicus was 4.96 ± 0.19 kg/c/d, 4.46 ± 0.17 kg/c/d, 74.27 ± 1.13% and 73.06 ± 1.11%. It could be concluded that the utilizing of the stem and midrib of palm fermentation by Aspergillus niger in concentrate can extend the positive effect on the digestibility of cattle (Bos sondaicus).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil
bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting
artinya dalam kehidupan masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan protein hewani
yang semakin lama semakin meningkat memberikan suatu keuntungan tersendiri
bagi peternak – peternak sapi potong di Indonesia.
Adanya perkembangan kota – kota besar, kemajuan ilmu pengetahuan,
peningkatan taraf hidup rakyat dan peningkatan pendidikan di negeri kita ini
secara tidak langsung pula akan membawa pengaruh baik terhadap perubahan
menu makanan yang banyak mengandung protein. Hal ini akan meningkatkan
kebutuhan atau permintaan daging, khususnya daging sapi, demikian pula
semakin meningkatnya kebutuhan protein hewani berupa daging sapi. Saat ini
usaha produksi sapi bakalan (cow calf operation) 99% dilakukan oleh usaha
peternakan rakyat berskala kecil.
Usaha untuk menghasilkan pedet atau sapi bakalan, dengan asumsi rata –
rata jarak beranak 500 hari dan biaya pakan untuk menghasilakan pedet sedikitnya
Rp. 2.000.000,-. Usaha yang biasa dilakukan untuk menekan biaya pakan pada
usaha cow calf operation adalah dengan melakukan integrasi dengan usaha
pertanian atau perkebunan dimana kedua lokasi tersebut merupakan potensi
biomass local sebagai sumber daya pakan yang berlimpah. Integrasi tersebut
diharapkan dapat mendekati kondisi zero cost terutama dari segi pakan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, harus diupayakan mencari pakan
alternatif yang potensial, murah dan mudah diperoleh serta terus tersedia
sepanjang tahun. Dalam hal ini pelepah kelapa sawit merupakan salah satu pilihan
yang bisa dijadikan sebagai pakan alternatif. Akan tetapi membutuhkan
pengolahan yang tepat sebelum digunakan sebagai pakan sapi sehingga
memberikan nilai tambah yakni menambah pakan dan mengurangi penggunaan
hijauan lapangan yang semakin sulit diperoleh dilingkungan serta menambah nilai
bagi petani.
Pelepah sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan
buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap
tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ tahun dengan rataan berat pelepah
daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50
pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan
Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2003). Hasil panen pelepah ini merupakan
potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia.
Pelepah daun kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk dijadikan
salah satu pakan alternatif. Namun tingginya kandungan serat kasar yang
terkandumg pada pelepah daun kelapa sawit menyebabkan rendahnya tingkat
kecernaan. Penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi diharapkan
mampu meningkatkan kecernaan pelepah daun kelapa sawit.
Mengacu pada hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut lagi
seberapa tinggi tingkat konsumsi dan kecernaan pakan yang dapat diberikan
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
pelepah daun kelapa sawit yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger
dalam konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi
bali.
Hipotesa penelitian
Pemberian pelepah daun kelapa sawit yang telah difermentasi dengan
Aspergillus niger dalam konsentrat berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan
kering dan bahan organik ransum pada sapi bali (bos sondaicus).
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi bagi
peternak sapi dalam upaya pengembangan sapi bali betina; sebagai bahan
informasi bagi para peternak dalam menggunakan hasil samping sawit sebagai
pakan untuk ternak, bahan informasi bagi para peneliti, kalangan akademisi atau
TINJAUAN PUSTAKA
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung
lamina dan midrib, ruas tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran
55 cm hingga 65 cm dan mencakup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm. Setiap
pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah
pelepah yang dihasilkan meningkat 30 - 40 batang ketika berumur 3 - 4 tahun.
(http/www.wikipedia.org).
Pelepah sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan
buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap
tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ tahun dengan rataan berat pelepah
daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50
pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan
Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2003). Hasil panen pelepah ini merupakan
potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia.
Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi
pedaging dan perah ternyata dapat diberikan sebesar 30 - 40% dari keseluruhan
pakan (Devendra, 1977).
Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis
Tabel 1. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit
Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2003). c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).
Tingkah kecernaan bahan kering pelepah daun kelapa sawit pada sapi
mencapai 45%. Demikian daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau
pengganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit
akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan.
Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan
tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun
sawit, dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Pemberian
pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam jangka panjang, dapat
menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balitnak, 2003).
Sapi Bali
Sapi bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng
liar yang telah berjalan lama. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum
diketahui dengan jelas, demikian pula dengan mengapa lebih terkenal di Indonesia
sebagai sapi bali dan bukannya sapi banteng mengingat dalam keadaan liar
dan Bali (Herweijer, 1947; Meijer, 1962; Pane, 1990 dan 1991). Bangsa sapi
mempunyai klasifikasi taksonomi dari phylum chordata, sub phylum vertebrata,
classmamalia, ordo artiodactyla, sub ordo ruminantia, famili bovidae, genus bos,
spesies Bos Indicus (Williamson and Payne, 1993).
Sistem Pencernan Ternak Ruminansia
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, fermentatif dan
hidrolisis. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut
dan gerakan - gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh konstraksi otot
sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme
rumen sedangkan secara hidrolisis dilakuakan oleh jasad renik dengan cara
penguraian dalam rumen (Tillman et al., 1991).
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam
mulut dan gerakan – gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi -
kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel – sel dalam tubuh hewan yang
berupa getah – getah pencenaan. Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian
dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam pencernaan ruminansia.
Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang
enzimnya dihasilkan oleh sel – sel mikroorganisme (Tillman et. al.,1991).
Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik yang efisien, sama halnya
dengan mikroba rumen lain, membutuhkan sejumlah energi, nitrogen, mineral dan
faktor lain (misalnya vitamin). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa energi
rumen. Mikroba rumen menggunakan energi untuk hidup pokok, teristimewa
untuk melakukan transport aktif (Bamualim dan Wirdahayati. 2003).
Rangkuti et al. (1985) menyatakan bahwa ruminansia mempunyai empat
lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada waktu lahir abomasum
merupakan bagian utama, tetapi begitu susu diganti dengan rumput, rumen
tumbuh sampai 80% kapasitas lambung. Retikulum dan omasum berkembang
pada waktu yang sama (Tillman et al., 1991). Tingkat perbedaan konsumsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur,
tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) (Parakkasi, 1995).
Kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor
seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada
keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya (Tillman et. al., 1991).
Protein merupakan suatu zat makanan yang essensial bagi tubuh ternak dan
tersediaan protein yang cukup menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan
mikoorganisme meningkat sehingga proses pencernaan dan konsumsi juga
meningkat (Bamualim dan Wirdahayati. 2003).
Pencernaan Sapi
Pencernaan adalah rangakaian proses yang terjadi terhadap pakan yang
dikonsumsi alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di usus.
Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi
Hewan ruminansia memiliki perut besar, beruang dan kebanyakan
kegiatan pencernaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar.
Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen, yang berfungsi sebagai
tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial terdiri dari bakteri,
protozoa dan jamur memfermentasikan makanan yang ditelan. Keuntungan lain
fementasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesa asam amino dan
pencernaan protei microbial. Lebih kurang 60 - 70% pakan ruminansia terdiri dari
karbohidrat. Dalam makanan kasar terdapat selulosa, hemiselulosa dan lignin
(Tillman dkk., 1991).
Pakan Ternak Sapi
Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk
memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan, sedangkan energi
yang diperlukan bersumber dari pakan yang konsumsi, sehingga pakan
merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumnbuhan ternak
sangat tergantung dari imbangnan protein energi yang bersumber dari pakan yang
dikonsumsi (Yassin dan Dilaga, 1993).
Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi lapar
atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk
kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel - sel yang rusak dan
untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996). Pakan adalah semua bahan
yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan
pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi yaitu mengandung zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,
Limbah sendiri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai
penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat
memanfaatkan limbah - limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya
sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi
besar sebagian besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah
-sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan,
limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widayati dan Widalestari, 1996).
Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi
pakan lengkap dengan metode processing yang terdiri dari : Perlakuan
pencacahan (chopper) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar
konsumsi ternak lebih efisien, perlakuan pengeringan (drying) dengan panas
matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan, proses
pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan
perlakuan penggilingan dengan alat giling hammer mill dan terakhir proses
pengemasan (Wahyono dan hardianto, 2004).
Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi
untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Uraian Bahan ( %) Tujuan Produksi
Pembibitan Penggemukan
Protein pakan tertentu akan dimanfaatkan secara tidak langsung oleh
ternak melalui pertumbuhan mikroba rumen yang lebih dahulu memanfaatkan.
Setelah sampai di intestinal, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia
itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi
tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah.
Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung
di usus kecil (konsep protein by pass).
Konsentrat
Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan
makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak
sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991). Konsentrat adalah pakan yang
memiliki protein dan energi yang cukup tinggi PK ≥ 18%. Pada ternak yang
digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan
konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % BK pakan. Oleh karena itu,
banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar
tidak terlalu gemuk (Siregar, 1994). Pemberian konsentrat terlalu banyak akan
meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi
sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan
mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales
dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,
glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu
35 - 37ºC (optimum), 6 - 8ºC (minimum), 45 - 47ºC (maksimum) dan memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna
putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai
hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi
bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora
memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).
Garam
Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam
bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena
hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor
atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et. al., 1991).
Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk
unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis)
mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani
(Parakkasi, 1995).
Onggok
Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah
yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah
varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi
pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi
kayu menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah
yang dihasilkan 70-79%. Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nutrisi onggok kering
Zat nutrisi Kandungan
Bahan kering 90.17
Protein kasar 2.893
Lemak kasar 0.676
Serat kasar 8.264
TDN 77.249 Sumber : Moertinah (1984)
Urea
Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45%
nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat
dikombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam
karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat
digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia
(Kartadisastra, 1997).
Dedak padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil
ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses
pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,
tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi
Kandungan Zat Nilai gizi
Bahan kering 89,1
Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan
minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial
untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995). Kandungan nilai gizi dari
bungkil kelapa ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil kelapa
Kandungan nutrisi Kadar zat
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 40% dalam pakan domba tanpa
memberikan efek samping yang merugikan Devendra (1997). Didukung juga oleh
Batubara et al., (1993) yang mengatakan bahwa bungkil inti sawit dapat
digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah dengan penggunaan
Tabel 6. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit
Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
Molasses
Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai
gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B
kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron,
jodium, tembaga dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi
dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).
Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang
berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak yang berenergi tinggi (Rangkuti et al., 1985).
Tabel 7. Kandungan nilai gizi molasses
Kandungan zat Nilai gizi
Bahan kering 67,5
Ultra Mineral
Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral,
mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi
hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya relatif mengandung kurang mineral
(terutama di musim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung
defisiensi mineral.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak.
Diantaranya adalah bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan
berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan
hormonal dan kegiatan fali di dalam tubuh (Sumopraswoto, 1993).
Fermentasi
Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Namun dapat
juga dilakukan secara aerob (Sembiring, 2006).
Proses fermentasi tidak akan tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim
katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses
fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energy untuk pertumbuhannya
dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi
mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain - lain.
Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk
dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembang biak
dengan baik sekali. Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur
media padat, semi padat atau media cair, sedangkan kultur terendam
Melalui fermentasi terjadi pemecahan subtrat oleh enzim - enzim tertentu terhadap
bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula
sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang yang dihasilkan
oleh protein hasil metabolisme dari kapang sehingga terjadi peningkatan kadar
protein (Sembiring, 2006).
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh bobot hidup ternak. Semakin
tinggi bobot hidup ternak, konsumsi bahan kering pakan semakin tinggi pula.
Selain karena bobot hidupnya yang berbeda, konsumsi pakan yang berbeda ini
juga dikarenakan bangsa ternak yang berbeda (Kearl, 1982). Sesuai dengan
pendapat Sumadi et al. (1991), bangsa ternak dapat mempengaruhi konsumsi
pakan karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda
apabila mendapat pakan dengan kualitas yang sama. Tillman et al. (1993),
konsentrat merupakan bahan pakan ternak yang mudah dicerna sehingga laju
aliran pakan dalam saluran pencernaan lebih cepat dan memungkinkan ternak
untuk menambah konsumsi pakan. Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan
pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) (Parakkasi, 1995).
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta
kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan
yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal
harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada
pakan tersebut. Variasi kapasitas produksi disebabkan oleh makanan pada
berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan
konversi hasil pencernaan produk yaitu sekitar 15%.
Konsumsi bahan kering memiliki korelasi positif terhadap konsumsi bahan
organiknya yaitu apabila konsumsi bahan kering tinggi maka dapat
mengakibatkan konsumsi bahan organiknya juga tinggi. Bahan kering terdiri dari
bahan organik dan abu sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding
lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering (Kamal, 1994). Bahan organik
berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari
bahan kering Sutardi (1980). Sebagian besar bahan organik merupakan komponen
bahan kering Tillman et al. (1991). Kandungan komponen serat kasar yang lebih
tinggi akan memperlarnbat laju alir nutrien dalarn saluran pencemaan, sekaligus
mengakibatkan makin lamanya waktu tinggal pakan dalam saluran pencemaan
(Ketellars dan Tolkarnp, 1992).
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
Tillman et al., (1991), nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan
pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Komposisi kimiawi
Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar
berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat
dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatis.
2. Pengolahan makanan
Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan
menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehingga
menyebapkan pengurangan daya cerna 5 - 15%.
3. Jumlah pakan yang diberikan
Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus
makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan
jumlah pakan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup
pokok mengurangi daya cerna 1 - 2% penambahan yang lebih besar akan
menyebabkan daya cerna akan semakin turun.
4. Jenis ternak
Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang tinggi karena N
metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ruminansia lebih
rendah dibandingkan non ruminansia, disamping adanya peran
mokroorganisme yang terdapat pada rumen.
Aspek Daya Cerna
Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang
tidak diekskresikan dalam feses, biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering
dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna” (Tillman et
al., 1991). Daya cerna suatu bahan makanan tidak hanya dipengaruhi oleh
komposisi suatu pakan tetapi juga dipengaruhi kompsisi suatu makanan yang lain
yang ikut dikonsumsi bersama pakan tersebut. Setiap bahan makanan mungkin
mempengaruhi daya cerna bahn lain. Hal ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang
lebih baik adalah dengan menambahkan secara bertingkat dari bahan makanan
yang sedang diteliti untuk menentukan pengaruh pakan basal terhadap daya cerna
Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding
sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar
dicerna terutama bila mengandung lignin. Tanaman tua biasanya mengandung
serat kasar yang tinggi dan diiringi penambahan lignifikasi dari selulosa dan
hemiselulosa pada dinding sel (Tillman et al., 1993). Menurut Tomaszewska
(1988) bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas
paka, fermentasi dalam rumen serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan
ditentukan oleh tingkat kecernaan zat - zat makanan yang terkandung pada pakan
tersebut. Zat makanan yang terkandung dalam pakan tidak seluruhnya tersedia
untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan
pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba
dalam rumen. Henson and Maiga (1997) yang menyatakan bahwa pemberian
konsentrat yang mengandung nutrisi yang lengkap akan mengaktifkan mikrobia
rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi
yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna pakan.
Menurut Tillman et al. (1993) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau
jumlah proporsional zat - zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh.
Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak
tercerna dan tidak diperlukan kembali (Cullison 1978). Kecernaan dapat
dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin
bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh
gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Church and Pond,
daya cerna protein dan asamasam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten
(Doeschate dkk., 1993).
Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat
makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses
hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi
(Ginting, 1992). Tinggi rendahnya kecernaan zat - zat makanan pada ternak
bergantung aktifitas mikroorganisme yang berada dalam tubuh ternak.
Mikroorganisme ini berfungsi dalam mencerna serat kasar yaitu sebagai pencerna
selulosa juga hemiselulosa dan pati (Apriyadi, 1999). Schneider dan Flatt (1975)
yang menyatakan bahwa kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70%, dan rendah
bila nilainya lebih kecil dari 50%. Penentuan kecernaan dari suatu pakan harus
diketahui terlebih dahulu dua hal yang pening yaitu jumlah nutrisi yang terdapat
dalam pakan dan jumlah nutrisi yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Peternakan Chairuddin P. Lubis di
Jln. Kebun Binatang Simalingkar B, Medan. Penelitian dilaksanakan selama satu
bulan`dari Februari 2010 sampai Maret 2010., sedangkan persiapan penelitian
dimulai pada Desember 2009 sampai Februari 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan – bahan yang digunakan selama penelitian antara lain, sapi Bali
betina(Bos sondaicus) sebanyak 9 ekor, bahan pakan yang digunakan terdiri atas
: Hijauan (rumput lapangan), molasses, dedak padi, garam, urea, bungkil kelapa,
pelepah dan daun kelapa sawit yang difermentasi, kapur dan onggok. Kultur
Aspergillus niger untuk memfermentasi pelepah daun kelapa sawit, Potato
Dextrose Agar (PDA) sebagai media perbanyakan Aspergillus niger, obat -
obatan seperti obat cacing (wormzol - B),dan obat kutu (cyper killer), rodalon
sebagai desinfektan, vitamin B - kompleks dan air minum.
Alat
Alat - alat yang digunakan selama penelitian adalah kandang individu 9
unit beserta perlengkapannya, tempat pakan sebagai wadah pakan, papan sebagai
alas saat pengukuran bobot badan sapi, chopper sebagai alat pencincang pelepah
daun kelapa sawit, ember 12 buah sebagai wadah/tempat air minum, timbangan
digital Iconix FXI kapasitas 1000 kg sebagai alat penimbang bahan pakan dengan
kepekaan 10 g, karung sebagai tempat bahan pakan, sapu dan sekop sebagai alat
pembersih kandang, alat tulis seabagai alat pencatat data selama penelitian, kereta
sorong sebagai alat pengangkut bahan pakan dan lampu sebagai alat penerang
untuk penerang kandang.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK) sebagai rancangan percobaannya. Percobaan
tersusun atas tiga perlakuan yang terdiri atas :
R0 = Ransum kontrol (hijauan lapangan 100%)
R1 = R0 + Konsentrat yang mengandung 15% pelepah dan daun kelapa sawit
fermentasi
R2 = R0 + Konsentrat yang mengandung 30% pelepah dan daun kelapa sawit
fermentasi
Tabel 8. Komposisi ransum konsentrat percobaan
Bahan pakan Penggunaan Konsentrat A (%)
Penggunaan Konsentrat B (%)
Pelepah dan Daun Kelapa sawit 15 30
Setiap percobaan diulang sebanyak tiga kali, dengan demikian terdiri atas
9 petak percobaan. Model matematik rancangan percobaan yang digunakan
adalah
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan ke-i yang memperoleh perlakuan ke-j
µ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j
εij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
Susunan perlakuan didalam penelitian :
Blok I K1 R0 K1 R2 K1 R1
Tabel 9. Pengelompokan berdasarkan bobot badan awal (Kg)
Kelompok Bobot Badan (Kg) Total Rataan
K1 128.2 130.1 134.5 392.8 130.9 ± 3.23 K2 136.4 146.0 148.3 430.7 143.5 ± 6.31 K3 157.7 169.9 174.2 501.8 167.2 ± 8.56
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam.
dan apabila ditemukan adanya pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji beda
Peubah penenilitian
1. Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik)
Konsumsi bahan kering dan bahan organik adalah diukur dengan mengalikan
konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang
diperoleh dari data analisis di laboratoium.
2. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus :
KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK) x 100% Konsumsi BK
Konsumsi dan pengeluran feses (BK) diperoleh dalam jangka waktu
pengukuran selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.
3. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik diukur dengan menghitung berdasarkan rumus :
KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO) x 100% Konsumsi BO
Konsumsi dan pengeluran feses (BO) diperoleh dalam jangka waktu
pengukuran selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.
Pelaksanaan penelitian
Persiapan kandang
1. Kandangan dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan
minum dibersihkan dan didesinfektan.
2. Pemberian pakan dan air minum
pakan perlakuan diberikan secara ad libitum. Sisa pakan yang diberikan
ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan ternak
dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama 2 minggu. Pemberian air
minum juga dilakukan secara ad libitum. Air diganti setiap hari dan tempatnya
dicuci dengan air bersih.
3. Pemberian Obat - obatan
ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing wormzol - B dan
vitamin B-kompleks sebanyak 5 - 10 ml/ekor selama masa adaptasi,
sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.
4. Periode pengambilan Data
Konsumsi pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan
sapi dengan timbangan digital dilakukan dalam selang waktu 14 hari sekali.
Metode pengambilan sampel pada saat penelitian yaitu :
- Setiap kali pemberian pakan ditimbang
- Sampel masing – masing pakan diambil setiap hari, dimasukan kedalam
oven kemudian dianalisis.
- Selesai pengumpulan data, feses dan sampel pakan digiling kemudian
dianalisis.
5. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam ( anova ),
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi bahan kering sapi dihitung dari total konsumsi hijauan dan
konsentrat yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya.
Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa
pemeliharaan sapi bali. Data konsumsi bahan kering sapi disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan konsumsi bahan kering ransum pada sapi bali (kg/ekor/hari) (BK)
Perlakuan Kelompok Total Rataan Sd
1 2 3
Keterangan: Superskrip menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05)
Konsumsi bahan kering ransum tertinggi diperoleh dari perlakuan R2
sebesar 5.16 kg/ekor/hari dan konsumsi bahan kering terendah diperoleh dari
perlakuan R0 sebesar 3.60 kg/ekor/hari. Pengaruh penggunaan pelepah daun
kelapa sawit yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai salah satu
bahan pakan pembuatan konsentrat terhadap konsumsi bahan kering pada sapi bali
dapat dilihat setelah dilakukan analisis keragaman konsumsi bahan kering.
Pemberian konsentrat yang menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang
telah difermentasi dengan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap konsumsi bahan kering ransum pada sapi bali sedangkan kelompok
Perbedaan dari tingkat konsumsi bahan kering sapi merupakan pengaruh
dari pemberian konsentrat dengan pelepah daun sawit fermentasi sebagai salah
satu bahan dari komposisi konsentrat. Kandungan bahan kering konsentrat seperti
yang diberikan pada perlakuan R1 dan R2 meningkatkan jumlah konsumsi bahan
kering sapi dibandingkan dengan sapi yang hanya diberi hijauan. Kandungan
serat kasar dari pelepah sawit yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger
menjadi lebih rendah sehingga kualitas konsentrat menjadi lebih baik. Selain itu,
konsentrat meningkatkan palabilitas pakan yang menyebabkan tingkat konsumsi
bahan kering sapi semakin tinggi. Kandungan nutrisi yang lebih kompleks
mencukupi kebutuhan sapi yang tidak sepenuhnya dapat tercukupi hanya dari
hijauan saja. Menurut Parakkasi (1995), jumlah konsumsi bahan kering pakan
dipengaruhi oleh palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia
serta kualitas bahan pakan. Ketersediaan zat makanan yang terpenuhi dari
pemberian konsentrat dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam rumen sapi
untuk menjalankan fungsi dalam membantu proses pencernaan sapi.
Secara statistik, tingkat konsumsi bahan kering ransum pada sapi bali pada
perlakuan R1 dan R2 cenderung sama. Namun apabila dilihat dari rataan konsumsi
bahan kering ransum pada sapi bali, total asupan bahan kering ransum pada sapi
Bali yang mendapatkan perlakuan R0 menunjukkan bahwa konsumsi pakan lebih
rendah. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan R0 sapi tidak diberikan
konsentrat. Konsentrat berguna untuk mencukupi kebutuhan nutrisi yang tidak
terpenuhi dari hijauan sekaligus untuk meningkatkan konsumsi ransum. Hal inilah
ruminasia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang
diperolehnya dari hijauan.
Konsumsi Bahan Organik
Sama halnya dengan konsumsi bahan kering ransum pada sapi,
perhitungan konsumsi bahan organik ransum pada sapi bali dihitung dari total
konsumsi hijauan dan konsentrat yang diberikan dan dihitung berdasarkan
kandungan bahan organiknya. Data konsumsi bahan organik ransum pada sapi
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan konsumsi bahan organik ransum pada sapi bali (kg/ekor/hari)
Perlakuan Kelompok Total Rataan Sd
1 2 3
Keterangan: Superskrip menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05)
Konsumsi bahan organik ransum pada sapi Bali tertinggi diperoleh dari
perlakuan R2 sebesar 4.66 kg/ekor/hari dan konsumsi bahan organik terendah
diperoleh dari perlakuan R0 sebesar 3.23 kg/ekor/hari. Pengaruh penggunaan
pelepah daun kelapa sawit yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger
sebagai salah satu bahan pakan pembuatan konsentrat terhadap konsumsi bahan
kering pada sapi bali dapat dilihat setelah dilakukan analisis keragaman konsumsi
bahan organik.
Pemberian konsentrat yang menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang
telah difermentasi dengan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang berbeda
kelompok memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi
bahan organik ransum pada sapi Bali
Bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Sama halnya dengan
perhitungan konsumsi bahan kering, perhitungan konsumsi bahan organik
berdasarkan kandungan bahan organik ransum yang dikalikan dengan total
konsumsi ransumnya, dilihat dari rataan konsumsi bahan organik ransum sapi
Bali, konsumsi bahan organik ransum tertinggi diperoleh dari perlakuan R2
sebesar 4.66 kg/ekor/hari. Hasil konsumsi bahan organik ransum tertinggi yang
diperoleh dari perlakuan R2 ini sama dengan hasil konsumsi bahan keringnya yang
juga menunjukan tingkat konsumsi bahan kering tertinggi. Menurut Sutardi
(1980) yang menyatakan bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering
karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Selanjutnya Tillman et
al. (1991) menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan
komponen bahan kering. Didukung juga oleh Kamal (1994), konsumsi bahan
kering memiliki bahan kering terdiri dari bahan organik dan abu sehingga
besarnya konsumsi bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi
bahan kering.
Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering ransum pada sapi Bali dihitung dari selisih
konsumsi bahan kering ransum yang dikurangi dengan feses sapi (dalam bahan
kering) yang dikeluarkan dibandingkan dengan konsumsi bahan kering ransum
Tabel 12. Rataan kecernaan bahan kering ransum pada sapi bali (%)
Perlakuan Kelompok Total Rataan Sd
1 2 3
R0 63.54 52.43 60.79 176.77 58.92a 5.78
R1 64.40 70.72 69.91 205.03 68.34b 3.44
R2 70.47 73.69 68.78 212.94 70.98b 2.49
Total 198.41 196.84 199.49 594.74
Rataan 66.14 65.61 66.50 66.08 1.69
Keterangan: Superskrip menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05)
Kecernaan bahan kering ransum pada sapi yang tertinggi diperoleh dari
perlakuan R2 sebesar 70.98% dan kecernaan bahan kering terendah diperoleh dari
perlakuan R0 sebesar 58.92%. Pengaruh penggunaan pelepah daun kelapa sawit
yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai salah satu bahan pakan
pembuatan konsentrat terhadap kecernaan bahan kering pada sapi bali dapat
dilihat setelah dilakukan analisis keragaman kecernaan bahan kering.
Pemberian konsentrat yang menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang
telah difermentasi dengan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang sangat
nyata terhadap kecernaan bahan kering sapi bali sedangkan kelompok
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kecernaan bahan kering
sapi.
Tingkat kecernaan pakan dapat menentukan kualitas dari pakan tersebut,
karena bagian yang dicerna dihitung dari selisih antara kandungan zat dalam
pakan yang dimakan dengan zat makanan yang keluar atau berada dalam feses.
Koefisien cerna bahan kering merupakan tolok ukur dalam menilai kualitas pakan.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas pakan dari perlakuan R1 dan R2
lebih baik dari pakan perlakuan R0. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kecernaan R1
dan R2 yang lebih tinggi dari tingkat kecernaan R0. Pemberian konsentrat dari
tingkat kecernaan sapi bali. Tingkat kecernaan bahan kering yang mencapai
70.98% dapat dikatakan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Schneider dan
Flatt (1975) yang menyatakan bahwa kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70%,
dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%.
Kandungan nutrisi konsentrat dari pelepah dan daun kelepa sawit yang
kompleks mampu memenuhi kebutuhan mikroorganisme sehingga dapat
meningkatkan populasi mikroba rumen yang berperan dalam membantu mencerna
dan menyerap nutrisi pakan. hal ini sesuai dengan pendapat Henson and Maiga
(1997) yang menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang mengandung nutrisi
yang lengkap akan mengaktifkan mikrobia rumen sehingga meningkatkan jumlah
bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya
nilai cerna pakan. Didukung juga oleh Apriyadi (1999) yang menyatakan bahwa
tinggi rendahnya kecernaan zat - zat makanan pada ternak bergantung aktifitas
mikroorganisme yang berada dalam tubuh ternak. Mikroorganisme ini berfungsi
dalam mencerna serat kasar yaitu sebagai pencerna selulosa juga hemiselulosa dan
pati.
Berdasarkan data yang telah diperoleh selama berlangsungnya penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa pemberian konsentrat dari daun dan pelepah
kelapa sawit yang difermentasi Aspergillus niger dapat meningkatkan nilai
kecernaan bahan kering pada sapi Bali.
Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik ransum pada sapi Bali dihitung dari selisih
(dalam bahan organik) yang dikeluarkan dibandingkan dengan konsumsi bahan
organik sapi. Data kecernaan bahan organik sapi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 13. Rataan kecernaan bahan organik ransum pada sapi bali (%)
Perlakuan Kelompok Total Rataan Sd
1 2 3
R0 68.23 57.87 65.51 191.61 63.87a 5.37
R1 69.47 74.14 74.28 217.90 72.63b 2.74
R2 73.55 75.80 71.86 221.21 73.74b 1.98
Total 211.25 207.82 211.65 630.72
Rataan 70.42 69.27 70.55 70.08 1.78
Keterangan: Superskrip menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05)
Kecernaan bahan organik ransum pada sapi Bali tertinggi diperoleh dari
perlakuan R2 sebesar 73.74% dan kecernaan bahan kering terendah diperoleh dari
perlakuan R0 sebesar 63.87%. Pengaruh penggunaan pelepah daun kelapa sawit
yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai salah satu bahan pakan
pembuatan konsentrat terhadap kecernaan bahan organik pada sapi bali dapat
dilihat setelah dilakukan analisis keragaman kecernaan bahan organik.
Pemberian konsentrat yang menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang
telah difermentasi dengan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kecernaan bahan organik ransum pada sapi Bali sedangkan pada
kelompok memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kecernaan
bahan organik ransum pada sapi Bali.
Konsumsi bahan organik ransum pada sapi Bali yang tinggi sejalan dengan
tingginya kecernaan bahan organik seperti pada perlakuan R1 dan R2. Tillman et
al. (1991) menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan
komponen bahan kering. Jika koefisien cerna bahan kering sama, maka koefisien
Kandungan bahan organik ransum yang tinggi disebabkan dari pemberian
konsentrat pada sapi Bali dan berdampak pada koefisien cerna bahan organiknya
yang semakin tinggi. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kandungan
mikroorganisme yang menyebabkan tingginya daya cerna ransum. Sapi yang
mendapatkan konsentrat seperti pada perlakuan R1 dan R2 nilai kecernaannya
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0 yang hanya mendapatkan hijauan.
Disini terlihat bahwa konsumsi bahan organik ransum yang meningkat dapat pula
meningkatkan kecernaan bahan organik. Menurut Tillman et al., (1991), beberapa
hal yang mempengaruhi daya cerna adalah komposisi pakan. Pakan dengan
kandungan nutrisi yang lengkap akan meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri.
Sebaliknya, pakan dengan kualitas yang buruk akan berdampak terhadap daya
cerna yang semakin rendah.
Berdasarkan data yang telah diperoleh selama berlangsungnya penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa pemberian konsentrat dari daun dan pelepah
kelapa sawit yang difermentasi Aspergillus niger dapat meningkatkan nilai
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian pelepah dan daun kelapa sawit yang telah difermentasi dengan
Aspergillus niger dalam konsentrat berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan
kering dan bahan organik ransum pada sapi Bali. Penggunaan pelepah dan daun
kelapa sawit dalam konsentrat memberikan hasil konsumsi bahan kering ransum
tertinggi pada perlakuan R2 (30%) yaitu sebesar 5.16 kg/ekor/hari (±0.47),
konsumsi bahan organiknya sebesar 4.66 kg/ekor/hari (±0.43), kecernaan bahan
kering 70,98% (±2.49), dan kecernaan bahan organik 70.74% (±1.98).
Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya, level penggunaan pelepah sawit
yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam konsentrat ditingkatkan sampai
lebih dari 30% untuk melihat apakah penambahan level penggunaan pelepah sawit
yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam konsentrat dapat menghasilkan
Herweijer, C. H. 1947. De ontwikkeling der Runderteelt in Zuid Celebes en de megelijkheit tot het stichten van Ranch Bedrijven. Hemera Zoa 56: 222.
Http://ms.wikipedia.org/wiki/Pokok_Kelapa_Sawit, 2006.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada Press, YogyakartaKartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarka.
Ketellars, J. J. and B. J. Toikamp. 1992. Toward a New Theory Offced Intake Regulation Ill Ruminants. 1. Causes of Differences in Voluntary Feed Intake: Critique Ofcurrent Views. Livestock Prod. Sci. 30 : 269 - 296.
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Jakarta.
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.
Meijer, W.Ch. P. 1962. Das Balirind A Ziemsen Verslag, Wittenberg Lutherstandt
Moertinah, S., 1984. Limbah Tapioka di Indonesia dan Kemungkinan Penangan Dasar Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. IPB, Bogor.
Novirma, J. 1991. Penyediaan, Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak di Sumatera Barat. Pusat Penelitian, Universitas Andalas, Padang.
Pane, I. 1990. Upaya meningkatkan mutu genetik sapi Bali di P3Bali. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali 20–22 September. hlm: A42.
Pane, I. 1991. Produktivitas dan breeding sapi Bali. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali 2–3 September. hlm: 50.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press. Jakarta.
Rangkuti, M., A. Musofie., P. Sitorus, I. P. Kompiang, N. Kusumawardhani dan A. Roesjat. 1985. Pemanfaatan Daun Tebu untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 5 Maret 1985, Grati.
Schneider, B. H. and W. P. Flatt. 1975. The Evaluation of Feeds Through
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Smith dan Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Yakarta.
Suharto. 2003. Pengalaman pengembangan usaha system integrasi sapi-kelapa sawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10September 2003. P. 57-63.
Sumoprastowo. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wol. Bharata, Jakarta.
Sutardi, T. l980. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu - ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi, Fapet IPB, Bogor.
Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan S. Prawirokusumo, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadimodjo dan S. Prawiryokusumo., 1991. Ilmu makanan ternak dasar. Universitas gajah mada, Yogyakarta.
Tomaszewska, M. W., T. D. Chaniago and I.K. Sutama. 1988. Reproduction in
Relation to Animal Production in Indonesia. Institut Pertanian Bogor
-Australia Project. Bogor.
Wahyono, D. E., 2000. Pengkajian Teknologi Complete Feed Pada Usaha Penggemukan Domba. Laporan Hasil Pengkajian BPTp Jawa Timur, Malang.
Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.
Williamson and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM-Press. Yogyakarta.
Widayati. E. dan Widalestari, Y., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsumsi hijauan segar sapi (kg/ekor/hari)
Perlakuan Hari Total Rataan
1 2 3 4 5 6 7
R01 13.16 12.71 16.56 15.24 14.56 14.50 15.50 102.23 14.60
R02 13.16 13.91 17.02 16.02 16.20 15.78 15.02 107.11 15.30
R03 14.26 15.61 17.06 16.26 15.06 15.32 15.90 109.47 15.64
R11 13.91 14.66 15.04 15.42 13.66 15.24 15.16 103.09 14.73
R12 13.81 14.51 17.31 16.42 15.90 15.68 14.64 108.27 15.47
R13 14.56 13.86 16.62 15.66 13.30 14.02 14.82 102.84 14.69
R21 13.11 11.47 16.04 15.88 14.28 13.36 14.12 98.26 14.04
R22 14.26 13.81 16.08 15.88 14.70 13.34 13.36 101.43 14.49
R23 10.22 13.51 16.94 15.70 15.24 12.98 15.12 99.71 14.24
Lampiran 2. Konsumsi hijauan sapi dalam bahan kering (kg/ekor/hari) (BK)
Perlakuan Hari Total Rataan
1 2 3 4 5 6 7
R01 3.25 3.14 4.09 3.76 3.59 3.58 3.83 25.23 3.60
R02 3.25 3.43 4.20 3.95 4.00 3.89 3.71 26.43 3.78
R03 3.52 3.85 4.21 4.01 3.72 3.78 3.92 27.02 3.86
R11 3.43 3.62 3.71 3.81 3.37 3.76 3.74 25.44 3.63
R12 3.41 3.58 4.27 4.05 3.92 3.87 3.61 26.72 3.82
R21 3.24 2.83 3.96 3.92 3.52 3.30 3.48 24.25 3.46
R22 3.52 3.41 3.97 3.92 3.63 3.29 3.30 25.03 3.58
R23 2.52 3.33 4.18 3.87 3.76 3.20 3.73 24.61 3.52
Keterangan : BK hijauan = 24.68%
Lampiran 3. Konsumsi hijauan sapi dalam bahan organik (BO)
Perlakuan Hari Total Rataan
1 2 3 4 5 6 7
R01 2.92 2.82 3.67 3.38 3.23 3.22 3.44 22.68 3.24
R02 2.92 3.09 3.78 3.55 3.59 3.50 3.33 23.77 3.40
R03 3.16 3.46 3.79 3.61 3.34 3.40 3.53 24.29 3.47
R11 3.09 3.25 3.34 3.42 3.03 3.38 3.36 22.88 3.27
R12 3.06 3.22 3.84 3.64 3.53 3.48 3.25 24.03 3.43
R13 3.23 3.08 3.69 3.47 2.95 3.11 3.29 22.82 3.26
R21 2.91 2.55 3.56 3.52 3.17 2.96 3.13 21.80 3.11
R22 3.16 3.06 3.57 3.52 3.26 2.96 2.96 22.51 3.22
R23 2.27 3.00 3.76 3.48 3.38 2.88 3.36 22.13 3.16
Keterangan : BO hijauan = 22.19%
Lampiran 4. Konsumsi konsentrat sapi (kg/ekor/hari)
Perlakuan Hari Total Rataan
1 2 3 4 5 6 7
R01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R11 1.20 1.28 1.28 1.49 1.61 1.01 1.15 9.03 1.29
R12 1.62 1.66 1.39 0.93 1.32 1.55 1.50 9.98 1.43
R13 1.29 1.19 1.36 1.25 1.23 1.09 1.48 8.89 1.27
R21 1.63 1.53 1.53 1.23 1.52 1.50 1.53 10.47 1.50
R22 1.62 1.36 1.45 1.43 1.19 1.53 1.53 10.11 1.44
R23 1.54 1.62 1.53 1.10 1.62 1.52 1.55 10.47 1.50
Lampiran 5. Konsumsi konsentrat sapi dalam bahan kering (kg/ekor/hari) (BK)
Perlakuan Hari Total Rataan
1 2 3 4 5 6 7
R01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R11 1.15 1.22 1.22 1.42 1.54 0.97 1.10 8.60 1.23
R12 1.54 1.58 1.32 0.89 1.26 1.48 1.43 9.51 1.36
R13 1.23 1.14 1.30 1.19 1.17 1.04 1.41 8.47 1.21
R21 1.38 1.30 1.30 1.04 1.30 1.28 1.30 8.91 1.27
R22 1.38 1.16 1.23 1.22 1.01 1.30 1.30 8.61 1.23
R23 1.31 1.38 1.30 0.93 1.38 1.29 1.32 8.91 1.27
Keterangan : BK konsentrat R1 = 95.28% dan BK konsentrat R2 = 85.12%