1
Student of Social and Economy Department of Faculty of Agriculture in Lampung University 2
Lecturer of Social and Economy Department of Faculty of Agriculture in Lampung University ABSTRACT
THE ROLES OF CADRE (KPMD) AND PUBLIC PARTICIPATION IN NATIONAL SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM (PNPM-MP)
IN WONOSOBO SUB DISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY By
Andika Rismayanti Hadi1, Irwan Effendi2, Tubagus Hasanudin2
The objectives of this research were to find out: 1) the roles of Cadre (KPMD) in National Society Empowerment Program (PNPM-MP); 2) the public participation levels in National Society Empowerment Program; and 3) the correlation between the roles of Cadre and public participation in National Society Empowerment Program in Wonosobo sub district of Tanggamus regency.
This research was conducted in Wonosobo sub district in Tanggamus regency from July to August 2012. Respondents were 12 cadres of Village Society Empowerment and 60 poor families. Respondents were taken by disproportional random sampling based on their stratify. This it was a survey research. The correlations between variables were tested by Rank Spearman test.
The results showed that: 1) KPMD has a high level of role in facilitating deliberations village, spreading and disseminating the program, encourage and ensure the implementation of the principles and policies of the program, attend monthly meetings with the companion Field, and encourage people to participate in the implementation of activities, 2) The community has a high level of
participation in development planning and decision-making, providing
autonomous resources, conducting activities, monitoring, evaluating, and utilizing the results of development, 3) there was a significant correlation between the roles of KPMD and community participation level in PNPM-MP program in Wonosobo subdistrict of Tanggamus regency.
1.
Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2.
Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung ABSTRAK
PERANAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (KPMD) DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)
DI KECAMATAN WONOSOBO KABUPATEN TANGGAMUS Oleh
Andika Rismayanti Hadi1, Irwan Effendi2, Tubagus Hasanuddin2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Tingkat peranan KPMD dalam program MP, 2) Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program PNPM-MP, dan 3) Hubungan antara tingkat peranan KPMD dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-MP di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2012. Responden dalam penelitian ini adalah 12 orang KMPD dan 60 orang rumah tangga miskin. Pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode Sampel Acak Tidak Proporsional Menurut Stratifikasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji analisis Korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menujukkan bahwa : 1) KPMD memiliki tingkat peranan cukup tinggi dalam hal memfasilitasi musyawarah-musyawarah desa, menyebarluaskan dan mensosialisasikan program, mendorong dan memastikan terlaksananya
prinsip dan kebijakan program, mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lapang(PL), dan mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, 2) Masyarakat memiliki tingkat partisipasi cukup tinggi dalam hal merencanakan pembangunan dan pengambilan keputusan, memberikan swadaya, melaksanakan kegiatan, memonitoring, mengevaluasi, dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat peranan KPMD dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-MP di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di
Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah,
kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk
yang semakin bertambah dan tidak dibarengi dengan peningkatan aset (lahan,
modal, dan keahlian) yang dibutuhkan dalam meningkatkan kesejahteraan
akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).
Lebih lanjut Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2010)
mengemukakan bahwa Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya
kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Upaya
untuk menanggulanginya harus menggunakan pendekatan multi disiplin yang
berdimensi pemberdayaan. Upaya penanggulangan kemiskinan telah
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dengan pemerintah sebagai fasilitator.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan paradigma yang harus
dikembangkan dalam menyiapkan kapasitas masyarakat dalam pelaksanaan
penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan (Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).
Persoalan kemiskinan penduduk dapat disimak dari berbagai aspek yaitu
aspek sosial, aspek ekonomi, aspek psikologi dan aspek politik. Aspek sosial
terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi.
Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah
kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, dan lemah mengantisipasi peluang.
Aspek psikologis terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa
terisolir, sedangkan dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses
terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, deskriminatif, dan posisi lemah
dalam proses pengambilan keputusan (Fadliansyah, 2010).
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki potensi-potensi dan
kekayaan alam yang berlimpah, namun belum tergali secara optimal, salah
satu potensi yang ada yaitu bahwa Provinsi Lampung terletak di pintu
gerbang Pulau Sumatera yang seharusnya menjadi relatif berkembang dan
maju di segala bidang, termasuk kesejahteraan masyarakatnya, namun
kenyataannya Provinsi Lampung tergolong Provinsi miskin di pulau
Sumatera. Adapun jumlah dan presentase penduduk miskin menurut
kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008-2010 dapat dilihat pada
Tabel 1. Jumlah dan presentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008-2010
Kabupaten/Kota
Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin (000)
2008 Presenta
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, 2011
**Keterangan: (-) Data tidak tersedia
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah dan presentase penduduk miskin pada
tahun 2008-2010 di Kabupaten Tanggamus mengalami penurunan yang
signifikan yakni pada tahun 2008 Kabupaten Tanggamus memiliki
presentase penduduk miskin yang masih relatif tinggi yaitu sebesar 20,91 %
dari jumlah penduduk di Kabupaten Tanggamus. Pada tahun 2009, angka
tersebut mengalami penurunan yakni sebesar 19,79 %, sedangkan pada tahun
2010 presentase penduduk miskin di Kabupaten Tanggamus menjadi 17,76%
dari jumlah penduduk di Kabupaten Tanggamus. Penurunan angka
kemiskinan tersebut merupakan prestasi bagi pemerintah dalam mengurangi
Penanganan masalah kemiskinan selama ini telah dilakukan dengan berbagai
program-program khusus penanggulangan kemiskinan. Upaya
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh masyarakat itu sendiri
dengan pemerintah sebagai fasilitator. Pendekatan pemberdayaan
masyarakat merupakan paradigma yang harus dikembangkan dalam
menyiapkan kapasitas masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Pada tahun 2007 pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat agar dapat mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan. Program
ini digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program
penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen, khususnya yang
menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development)
sebagai pendekatan operasionalnya. PNPM Mandiri terdiri dari PNPM
Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah
khusus dan desa tertinggal. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) merupakan program pemerintah yang
dikelola oleh Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa,
Departemen Dalam Negeri. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan adalah salah satu program pemberdayaan masyarakat
yang mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya
adalah masyarakat perdesaan (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Lebih lanjut, PNPM-Mandiri Perdesaan merupakan program untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan
yang memberdayakan masyarakat perdesaan melalui pinjaman modal,
pembinaan kelompok masyarakat, dan menumbuhkan partisipasi masyarakat
baik pada proses perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dalam
program-program pembangunan sarana dan prasarana. Pelaksanaan program-program
PNPM-Mandiri Perdesaan memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa,
pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan
dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan.
Masyarakat perdesaan seringkali dipandang sebagai kelompok yang identik
dengan kemiskinan. Sebagian besar masyarakat yang tergolong miskin
merupakan masyarakat yang berada di perdesaan dan daerah tertinggal yang
memiliki keterbatasan dari segi kepemilikan lahan, penguasaan teknologi,
dan permodalan (Aquino, 2011).
Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2010), PNPM
Mandiri secara nasional terdapat di 33 propinsi, 495 kabupaten/ kota dan
6.622 kecamatan di Indonesia dan dilaksanakan dalam 5 (lima) program
utama, yaitu: PNPM Pedesaan, PNPM Perkotaan, PNPM daerah tertingal &
khusus, PNPM Infrastruktur Pedesaan dan PNPM Infrastruktur Sosial
Ekonomi Wilayah. PNPM Mandiri di Propinsi Lampung terdapat di 14
kabupaten/kota dan 204 kecamatan yang tersebar di beberapa daerah yang
Langsung Masyarakat (BLM) PNPM-Mandiri Perdesaan per kabupaten/kota
di Provinsi Lampung tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi lokasi dan alokasi dana BLM PNPM-MP per kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2007-2010
Kabupaten
Jumlah alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM-MP
(Rp. x juta)
2007 2008 2009 2010
Lampung Barat 1.400 14.750 28.300 45.250
Tanggamus 1.800 18.750 22.700 24.750
Lampung Selatan 2.300 20.750 41.000 44.000
Lampung Timur 2.200 11.750 21.600 34.250
Lampung 13.950 117.750 224.500 277.000
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, 2011
**Keterangan: (-) Data tidak tersedia
Tabel 2 menunjukkan sebaran atau alokasi dana bantuan langsung mandiri
(BLM) PNPM-Mandiri Perdesaan per kabupaten di Provinsi Lampung. Dana
BLM PNPM-Mandiri Perdesaan yang diterima oleh Kabupaten Tanggamus
dari tahun ke tahun meningkat. Alokasi Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) PNPM-Mandiri Perdesaan tersebut sesuai dengan usulan dari
pemerintah daerah dan melihat kelayakan kegiatan yang ditawarkan serta
mempertimbangkan hasil evaluasi realisasi program yang dijalankan di
ada di Provinsi Lampung. Jumlah kecamatan per kabupaten yang menerima
bantuan PNPM-Mandiri Perdesaan di Provinsi Lampung dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah kecamatan per kabupaten di Provinsi Lampung yang menerima bantuan PNPM-MP di Propinsi Lampung tahun 2010
Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan yang menerima bantuan
PNPM-MP
Lampung Barat 17
Tanggamus 9
Lampung Selatan 15
Lampung Timur 13
Lampung Tengah 17
Lampung Utara 8
Way Kanan 8
Tulang Bawang 7
Tulang Bawang Barat 3
Pesawaran 3
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Propinsi
Lampung, 2011
**Keterangan: (-) Tidak mendapatkan bantuan program PNPM-Mandiri Perdesaan
Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 12 Kabupaten yang menerima bantuan
PNPM-Mandiri Perdesaan di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus
merupakan salah satu kabupaten yang menerima Program PNPM-Mandiri
Perdesaan. Program PNPM-Mandiri Perdesaan terdapat di 9 kecamatan dari
20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus, sedangkan kecamatan
yang lain mendapatkan bantuan program PNPM Mandiri yang lain yakni
PNPM Mandiri Perdesaan per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun
2010 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data lokasi dan alokasi BLM PNPM-MP per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2010
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, 2011
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 Kecamatan Wonosobo
mendapatkan dana BLM sebesar Rp 3.000.000.000,- yang berasal dari
APBD dan APBN. Dana tersebut digunakan untuk pelaksanaan kegiatan
PNPM-Mandiri Perdesaan di 23 pekon yang ada di Kecamatan Wonosobo.
Dana tersebut relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kecamatan yang lain
mengingat kecamatan lain mendapatkan jumlah dana yang sama dengan
jumlah pekon yang lebih sedikit.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
adalah program pemerintah yang menggunakan konsep pemberdayaan. Visi
PNPM-Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian
masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan
memobilisasi sumberdaya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses
sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut
untuk mengatasi masalah kemiskinan (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa, 2010).
Lebih lanjut, Strategi yang dikembangkan PNPM-Mandiri Perdesaan yaitu
menjadikan rumah tangga miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran,
menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan
kelembagaan kerja sama antar desa. PNPM-Mandiri Perdesaan lebih
menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan. Melalui
PNPM-Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan
pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan.
Masyarakat adalah pelaku utama PNPM-Mandiri Perdesaan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Sedangkan pelaku-pelaku yang
ada di desa dan berfungsi sebagai pelaksana, fasilitator, pembimbing, dan
pembina yakni Kepala Desa, BPD, TPK, TPU, Tim Pemantau, Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Pokmas.
Keberhasilan terlaksananya kegiatan-kegiatan yang ada pada program
PNPM-Mandiri Perdesaan tidak lepas dari peran Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD). KPMD dituntut mempunyai kemampuan teknis
dalam rangka membantu memfasilitasi penulisan usulan dan/atau
pelaksanaan kegiatan prasarana infrastruktur yang diusulkan masyarakat.
Jumlah KPMD disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan
Rumah Tangga Miskin (RTM). Kecamatan Wonosobo memiliki dua orang
KPMD per pekon. KPMD yang terpilih mempunyai kewajiban untuk
menyebarluaskan dan mensosialisasikan PNPM-Mandiri Perdesaan kepada
masyarakat desa serta memfasilitasi pertemuan-pertemuan musyawarah desa.
Data jumlah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) per kabupaten
di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data jumlah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010
Kabupaten Jumlah kecamatan
yang menerima PNPM-MP
Jumlah desa Jumlah KPMD
Lambar 17 201 402
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, 2011
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD) yang ada di Provinsi Lampung yakni sebanyak
2.656 orang yang tersebar di 12 Kabupaten yang ada di Lampung yang
mendapatkan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan (PNPM-MP). Salah satu dari kabupaten yang mendapatkan
yang memiliki 274 orang KPMD yang tersebar di 9 Kecamatan yang
mendapat bantuan program PNPM-Mandiri Perdesaan.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) bertugas memfasilitasi atau
memandu seluruh anggota masyarakat untuk ikut terlibat dalam setiap
tahapan PNPM-Mandiri Perdesaan di desa secara partisipatif, mulai dari
proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan
pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang paling perioritas didesanya,
sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.
Peranan KPMD merupakan mekanisme yang sangat penting dalam
PNPM-Mandiri Perdesaan. KPMD tidak hanya dituntut mempunyai kemampuan
teknis dalam penulisan usulan tetapi juga dituntut untuk dapat merangkul
masyarakat ikut berpartisipasi dalam setiap tahapan kegiatan program.
Kerjasama yang baik antar semua pelaku program PNPM-Mandiri Perdesaan
akan mempercepat pembangunan desa-desa.
Kegiatan pembangunan yang ada pada program PNPM-Mandiri Perdesaan
merupakan hasil keputusan dari musyawarah setiap pekon. Pelaksanaan
kegiatan program PNPM-Mandiri Perdesaan tidak hanya berasal dari
pemerintah, tetapi dibutuhkan partisipasi dari seluruh masyarakat.
Keberhasilan progaram PNPM-Mandiri Perdesaan bergantung pada besarnya
tingkat partisipasi masyarakat dan seluruh pelaku PNPM-Mandiri Perdesaan.
Tanpa adanya dukungan melalui partisipasi dari masyarakat maka program
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan, yaitu
1. Bagaimana tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
(KPMD) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten
Tanggamus?
2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat pada Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di
Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus?
3. Apakah ada hubungan antara tingkat peranan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo
Kabupaten Tanggamus.
3. Hubungan antara tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di
Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
C. Kegunaaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu penyuluhan
pembangunan dalam rangka melakukan program pengentasan
kemiskinan masyarakat desa khususnya di Kabupaten Tanggamus.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Peranan
Pengertian mengenai peranan memiliki keterkaitan dengan suatu status
tertentu, atau peranan akan nampak bila manusia melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai dengan statusnya. Peranan (role) adalah tingkah laku
yang diwujudkan sesuai dengan hak-hak dan kewajiban suatu kedudukan
tertentu. Kedudukan (status) adalah kumpulan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tertentu yang dimiliki oleh seseorang dalam menghadapi atau
berinteraksi dengan orang lain (Dellyana, 1988).
Konsep peranan merupakan satu dari seperangkat istilah yang digunakan
dalam mempelajari perilaku individu. Peranan berasal dari kata peran dan
mengandung arti seperangkat tingkah laku yang diharapkan akan
dilakukan oleh seseorang yang memiliki kedudukan di masyarakat.
Peranan mencakup tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang yang
menempati posisi tertentu dalam suatu sistem sosial.
Peranan adalah pola tingkah laku individu dan saling interaksi berdasarkan
dianggapnya sebagai jangkauan orang lain. Cara yang ditunjukan dengan
nyata oleh individu-individu yang berinteraksi adalah semakin lama
menjadi tersusun dalam satu keliling pola-pola interaksi dalam situasi
sosial yang disebut peranan sosial. Peranan merupakan pola tingkah laku
yang dilaksanakan oleh seorang individu dan saling interaksi sesuai ide
dan posisi yang didudukinya dalam suatu sistem sosial sehingga akan
melahirkan tanggung jawab yang berbeda pula (Roucek dan Warrant,
1984).
Soekanto (1992) mengatakan bahwa peranan atau peran merupakan pola
tingkah laku yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Peranan
melekat pada diri seseorang sesuai dengan status dan kedudukan di dalam
masyarakat. Peranan merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban yang
disesuaikan dengan kedudukan (status). Peranan adalah aspek dinamis
dari status dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Peranan sebagai pola
perikelakuan mempunyai beberapa unsur antara lain :
1. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri. Peranan ini yang merupakan
hal yang oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu.
2. Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan. Hal ini merupakan
peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam
kenyataannya yang terwujud dalam pola perikelakuan yang nyata.
Peranan ini senantiasa dipengaruhi oleh kepribadian yang
Peranan mencakup 3 hal, yaitu :
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Peranan melekat pada diri seseorang sesuai dengan status dan
kedudukannya di masyarakat. Peranan adalah aspek dinamis dari status
yang dimiliki oleh seseorang, peranan dapat dibeda-bedakan dalam tiga
jenis yaitu (a) peranan yang ditentukan oleh masyarakat secara normatif,
(b) peranan yang merupakan orientasi bagi individu, dan (c) peranan
sebagai kegiatan atau perilaku (Abdulkadir, 1994). Menurut Linton dalam
Mardikanto (1991), peranan mencakup seluruh pola kebudayaan yang
dihubungkan dengan kedudukan tertentu, mencakup sikap, nilai dan
perilaku yang ditentukan oleh masyarakat terhadap anggotanya yang
berada pada posisi tertentu. Berdasarkan pada konsep ini maka peranan
KPMD dipengaruhi oleh faktor dalam (kepribadian KPMD itu sendiri dan
keadaan keluargannya) dan faktor luar (lingkungan masyarakat dan tempat
tinggal).
Robert Lawang dalam Mardikanto (1991) berpendapat bahwa peran adalah
pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status atau
sekolah dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam setiap peran
ada hak dan kewajiban, seperti halnya juga kita lihat dalam status.
Berdasarkan pada konsep ini, kewajiban Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa (KPMD) adalah menfasilitasi dan memandu masyarakat dalam
mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM-MP di desanya.
2. Konsep Kader
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2009), kader adalah orang yang
diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan,
partai, dan sebagainya. Kader masyarakat adalah laki-laki atau wanita
yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani
masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya, kader merupakan
tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat
(Anggraini, 2010).
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) adalah warga desa
terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti
atau melaksanakan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan di desa dan
masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pelestarianh
hasil kegiatan. Sebagai kader masyarakat, peran dan tugas membantu
pengelolaan pembangunan didesa diharapkan tidak terikat oleh waktu.
Jumlah KPMD disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan
mempertimbangkan keterlibatan atau peran serta kaum perempuan dan
Secara umum tugas dan tanggung jawab KPMD adalah:
a. Memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa.
b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri
Perdesaan kepada masyarakat desa.
c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM
Mandiri Perdesaan di desa.
d. Mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan
program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan.
e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang di
fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.
f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan
kegiatan, termasuk dalam pengawasan. (Direktorat Jendral
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).
Kriteria menjadi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) pada
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) adalah sebagai berikut:
a. Warga desa setempat dan bertempat tinggal di desa yang bersangkutan.
b. Bukan kepala desa atau perangkat desa maupun suami/istrinya.
c. Bukan anggota BPD maupun suami/istrinya.
d. Mempunyai waktu yang cukup dan sanggup melaksanakan
tugas-tugasnya.
e. Jujur, bertanggung jawab dan bersedia bekerja secara sukarela.
3. Konsep Kemiskinan
Menurut Suharto (2005), kemiskinan merupakan ketidaksanggupan
seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi dan memuaskan
keperluan dasar materialnya seperti pangan, sandang, dan papan untuk
kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial ekonominya.
Kemiskinan masyarakat pedesaan merupakan suatu tingkat kehidupan
yang berada dibawah standar kebutuhan hidup minimum yang diterapkan
berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup
bekerja dan cukup hidup sehat yang diukur berdasarkan atas kebutuhan
beras dan kebutuhan gizi.
Lebih lanjut Suharto (2005) mengemukakan bahwa akar penyebab
kemiskinan adalah segala sesuatu yang menyebabkan masyarakat
perdesaan berada dalam kemiskinan yang disebabkan oleh penyebab
natural, penyebab struktural dan penyebab kultural yang meliputi :
1) Penyebab Natural
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh keterbatasan aset alam
(natural asset) seperti : cuaca yang sulit ditebak dan musim yang tidak
merata. Penyebab ini adalah penyebab yang tidak dapat dikendalikan
oleh masyarakat karena sifatnya dari alam, tidak diketahui oleh
manusia dan waktunya tidak terbatas oleh waktu dan ruang.
2) Penyebab Struktural
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh stuktural sosial ekonomi
cenderung mengalami kemiskinan karena kondisi struktur ekonominya
yang rendah sehingga menyebabkan keterbatasan aset sosial (social
asset), aset manusia (human asset), aset finansial (financial asset) dan
aset fisik (physical asset).
3) Penyebab Kultural
Penyebab kultural disebabkan oleh keterbatasan aset budaya. Aset
budaya (cultural asset) adalah mekanisme control yang mengendalikan
pola tingkah laku anggota masyarakat pendukung. Kebudayaan
sebagai sistem nilai, dan keyakinan yang mendominasi pola tingkah
laku anggota masyarakat petani. Aset budaya sangat berfungsi dalam
mekanisme control bagi pola tingkah laku masyarakat petani dimana
dapat meningkatkan efektivitas masyarakat petani dalam menanggapi
lingkungan.
Menurut Suharto (2005), Pengukuran penyebab-penyebab kemiskinan
masyarakat pedesaan tersebut dilakukan berdasarkan indikator :
a. Pola konsumsi.
b. Tingkat partisipasi sosial.
c. Sikap fatalis dan malas.
d. Tingkat kepercayaan sosial.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni
kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah terjadi
antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi
lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota
masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas
lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin.
Menurut Fadliansyah (2010), Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga
pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan
kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum seperti : pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di
bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan kultural berkaitan
erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari
pihak lain yang membantunya.
4. Pemberdayaan Masyarakat
Sulistiyani (2004) mengemukakan bahwa secara etimologis pemberdayaan
berasal dari kata “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai
sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya
atau kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya atau
kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak
Winarni dalam Sulistiyani (2004) mengungkapkan bahwa inti dari
pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling),
memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya
kemandirian. Berdasarkan pendapat tersebut, pemberdayaan tidak saja
terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi pada
masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat dikembangkan
hingga mencapai kemandirian.
Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Setiap
masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang mereka tidak
menyadari. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan
cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Pemberdayaan
hendaknya tidak menjebak masyarakat dalam ketergantungan (charity),
pemberdayaan sebaiknya mengantarkan masyarakat pada proses
kemandirian.
Menurut Gitosaputro (2005), pengertian pemberdayaan masyarakat adalah
proses mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk
terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis
sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta
dapat mengambil keputusan secara bebas dan mandiri. Menurut Paul
Freire dalam Keban dan Lele (1999, dalam Sulistiyani 2004),
conscientization yaitu merupakan proses belajar untuk melihat kontradiksi
sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Paradigma ini mendorong
masyarakat untuk mencari cara menciptakan kebebasan dari
struktur-struktur yang opresif.
Sulistiyani (2004)menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari
pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan
masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian
berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh
masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan
sertamelakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan
masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang
dimiliki.
Effendi (2004, dalam Aquino, 2011) mengemukakan beberapa pengertian
pemberdayaan dan upaya pemberdayaan sebagai berikut:
1) Pendekatan agar masyarakat memegang kekuasaan dan kontrol
terhadap program, proyek atau kelembagaan berikut pengambilan
keputusan dan kegiatan administrasi.
2) Partisipasi diraih melalui hati nurani, demokratisasi, dan
kepemimpinan.
3) Partisipasi untuk pemberdayaan biasanya bercirikan terjadinya proses
Ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari upaya
pemberdayaan adalah proses yang dilakukan dalam membantu masyarakat
melalui pendidikan luar sekolah agar mendapatkan pengetahuan dan
ketrampilan yang berguna bagi mereka. Upaya pemberdayaan terdiri dari :
(a) Alam, contohnya tanah, air, iklim, mineral, dan lain-lain.
(b) Manusia, contohnya masyarakat dengan sikapnya, ketrampilan dan
bakatnya.
(c) Kelembagaannya, contohnya sekolah, tempat beribadah, pasar,
instansi pemerintah, LSM, dan organisasi masyarakat lainya yang
memenuhi kepentingan masyarakat.
Sumardjo (1999, dalam Alnev, 2012) menyebutkan ciri-ciri warga
masyarakat berdaya yaitu:
a) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan
(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan).
b) Mampu mengarahkan dirinya sendiri.
c) Memiliki kekuatan untuk berunding.
d) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan
kerjasama yang saling menguntungkan.
e) Bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (2003, dalam Alnev, 2012) menjelaskan lebih rinci bahwa yang
dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu,
mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang,
mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan
menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai dengan situasi.
5. Partisipasi Masyarakat
Menurut Ram P Yadop (1980, dalam Gitosaputro, 2005), partisipasi
masyarakat dalam pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam
proses pembangunan secara sukarela dan atas kemauannya sendiri, yang
dapat digolongkan dalam empat bentuk :
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan.
3. Partisipasi dalam menilai kemajuan-kemajuan program pembangunan.
4. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil-hasil pembangunan.
Menurut Madrie (1998, dalam Effendi, 2007), partisipasi masyarakat
dalam pembangunan adalah keikutsertaan warga atau keterlibatan warga
masyarakat dalam proses pembangunan, ikut memanfaatkan hasil
pembangunan, ikut mendapat keuntungan dari proses dan hasil
pembangunan baik pembangunan yang dilakukan oleh komunitas,
organisasi atau pembangunan yang dilakukan pemerintah. Adanya
keuntungan yang didapat dari hasil pembangunan itulah masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan, meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan
kesejahteraannya.
Selanjutnya Madrie (1998, dalam Effendi, 2007) mengemukakan bahwa
dalam bentuk partisipasi dalam: (1) merencanakan dan memutuskan
sendiri, (2) menerima, memberi informasi pembengunan, (3) menyumbang
material, (4) menyumbang tenaga, memanfaatkan fasilitas yang telah
dibangun, (6) memelihara dan merawat hasil pembangunan.
Effendi (2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan
masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga
masyarakat dalam proses (1) merencanakan pembangunan dan ikut dalam
pengambilan keputusan. Pada tahap perencanaan, masyarakat diajak ikut
terlibat dalam pengambilan keputusan yang mencakup pengelompokan
masalah, potensi desa, dan pembangunan yang akan dilaksanakan, (2)
swadaya masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam memikul beban
pembangunan seperti memberikan sumbangan tenaga dan materi, (3)
melaksanakan pembangunan yaitu ketelibatan masyarakat dalam
aktivitas-aktivitas fisik yang merupakan perwujudan program, yakni masyarakat
menjadi tenaga kerja yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima
oleh warga yang bersangkutan, (4) monitoring dan evaluasi yaitu
keikutsertaan masyarakat dalam mengukur atau memberikan penilaian
sampai seberapa jauh tujuan program dapat dicapai dan penilaian terhadap
bidang pembangunan misalnya fasilitas umum dan lainnya, dan (5)
menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yaitu keterlibatan
warga masyarakat dalam menerima hasil, menikmati keuntungan atau
menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun secara langsung dari
6. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)
PNPM-MP merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang
mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya
adalah masyarakat perdesaan. PNPM-MP mengadopsi sepenuhnya
mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang
telah dilaksanakan sejak 1998-2007. Program pemberdayaan masyarakat
dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di
tanah air. Pelaksanaan PNPM-MP memprioritaskan kegiatan bidang
infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan,
kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan.
Seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan
kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan
keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan
paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan
pelestariannya.
Pelaksanaan PNPM-MP berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri.
Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari CSR
(Corporante Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari
sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari
PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM
Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan
adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara
terpadu dan berkelanjutan (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa, 2010).
Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu
mengorganisir diri untuk memobilisasi sumberdaya yang ada di
lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya,
serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah
kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah : (1) peningkatan
kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) kelembagaan sistem
pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran
pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana
sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan
kemitraan dalam pembangunan.
Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya
kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan
dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan
a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat
miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.
b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan
mendayagunakan sumberdaya lokal.
c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif.
d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang
diprioritaskan oleh masyarakat.
e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.
f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerjasama Antar
Desa (BKAD).
g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya
penanggulangan kemiskinan perdesaan (Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri. 2010).
B. Kerangka Berfikir
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)
merupakan salah satu program pemerintah yang menggunakan konsep
pemberdayaan masyarakat. Wilayah kerja dan target sasaran program PNPM
Mandiri Perdesaan ini adalah masyarakat pedesaan. Pelaksanaan PNPM-MP
memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengolahan dana bergulir
bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi
Kegiatan PNPM-MP adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan
mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan. Seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam
setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan,
pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai
kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan dan
pelestariannya.
Menurut Effendi (2007), peranan diartikan sebagai suatu tindakan ataupun
perilaku yang harus dilaksanakan seseorang yang menempati suatu posisi
tertentu dalam sistem sosial. Wujud dari keberpihakan PNPM Mandiri
Perdesaan kepada masyarakat miskin adalah memberi ruang yang lebih
kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam seluruh rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh PNPM-MP, termasuk para pelaku-pelaku yang
dipilih dari wakil masyarakat. Salah satu pelaku yang mempunyai peranan
penting sekali di dalam PNPM Mandiri Perdesaan ini adalah peran dari Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang akan menjadi ujung tombak
untuk jauh lebih mengenalkan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat
di tingkat dusun dan desa.
Tingkat peranan Kader Pemberdayaan masyarakat yang digunakan sebagai
indikator dalam penelitian ini adalah tugas dari KPMD yang sesuai dengan
petunjuk teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
bebas (X) dalam penelitian ini adalah tingkat peranan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD)pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Beberapa peranan yang arus dilakukan oleh
KPMD sebagai variabel bebas (X) yaitu:
a. Memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa.
b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri
Perdesaan kepada masyarakat desa.
c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri
Perdesaan di desa.
d. Mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan
program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai pelestarian hasil kegiatan.
e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang di
fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.
f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan,
termasuk dalam pengawasan.
Effendi (2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan masyarakat
yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam
proses (1) perencanaan pembangunan, (2) swadaya masyarakat, (3)
pelaksanaan kegiatan pembangunan, (4) monitoring dan evaluasi, (5)
menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Secara sistematis
tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Paradigma Tingkat Peranan Kader Permberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah diduga ada hubungan nyata antara tingkat peranan Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan tingkat dalam Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di
Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
Tingkat Tingkat Peranan KPMD pada Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)
(X)
Indikator :
a. Memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa.
b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat desa.
c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan di desa. d. Mendorong dan memastikan penerapan
prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan.
e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan
Pendamping Lokal (PL) yang di fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.
III. METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi
Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan
untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini peubah atau variabel bebas (X) yang digunakan adalah
tingkat peranan KPMD pada program PNPM-MP. Variabel-variabel tersebut
akan berhubungan dengan variabel (Y) yaitu tingkat partisipasi masyarakat
pada program PNPM-MP. Lebih rinci variabel-variabel tersebut dapat dilihat
pada klasifikasi berikut ini:
1. Variabel (X)
Batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk
mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Variabel (X) adalah variabel tingkat peranan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD) dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Secara umum, peran KPMD
dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) adalah membantu memfasilitasi kegiatan mulai dari perencanaan,
Indikator-indikator yang berhubungan dengan tingkat peranan Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam Penelitian ini, yaitu :
a. Tingkat peranan KPMD dalam memfasilitasi musyawarah-musyawarah
yang ada di dusun dan desa adalah memfasilitasi pelaksanaan
musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa mulai dari
pendataan RTM, mengumpulkan data untuk proses penggalian gagasan
RTM, dan pelaksanaan musyawarah-musyawarah dusun dan desa.
Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh
berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 6 pertanyaan tertutup dan 1
pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam
memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun atau desa.
Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 6
pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 18 dan skor terendah 6.
b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri
Perdesaan kepada masyarakat desa adalah memperkenalkan dan
menyebarluaskan informasi mengenai program dan pelaksanaan
PNPM-MP kepada masyarakat. Upaya ini juga diharapkan menjadi
media pembelajaran mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan,
tahapan pelaksanaan, dan hasil pelaksanaan PNPM-MP kepada
masyarakat luas. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor
yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 4 pertanyaan
tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan
KPMD dalam menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM
memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 4 pertanyaan, sehingga
diperoleh skor tertinggi 12 dan skor terendah 4.
c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM
Mandiri Perdesaan di desa adalah memastikan terlaksananya kegiatan
program PNPM-MP yakni perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pemeliharaan hasil kegiatan dapat berjalan dengan baik. Pengukuran
indikator tersebut dengan menggunakan skor yang diperoleh
berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 4 pertanyaan tertutup dan 1
pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam
memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM
Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan
terendah 1 dari 4 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 12 dan
skor terendah 4.
d. Mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan
program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan adalah mendorong dan
memastikan pelaksanaan kegiatan PNPM-MP di pekon tetap
menekankan prinsip-prinsip PNPM-MP yakni transparansi dan
keterbukaan, keberpihakan pada Rumah Tangga Miskin (RTM),
pelibatan masyarakat dalam setiap kegiatan PNPM-MP, akuntabilitas,
dan keberlanjutan hasil kegiatan Indikator tersebut diukur dengan
menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan,
dengan 2 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka yang terkait
penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri
Perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pelestarian
hasil kegiatan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan
terendah 1 dari 2 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 6 dan
skor terendah 2.
e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang di
fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan (FK) yakni selain mengikuti
kegiatan di desanya, KPMD mengikuti pertemuan bulanan dengan
Pendamping Lokal (PL) yang difasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan
(FK) untuk membahas kendala dan permasalahan yang muncul di desa
serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Pengukuran
indikator tersebut dengan menggunakan skor yang diperoleh
berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang
terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam mengikuti pertemuan
bulanan dengan Pendamping Lokal (PL). Setiap pertanyaan memiliki
bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh
skor tertinggi 9 dan skor terendah 3.
f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan
kegiatan, termasuk pengawasan adalah mengajak masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan termasuk dalam pengawasan
kegiatan program PNPM-MP di desanya. Indikator tersebut diukur
dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar
pertanyaan, dengan 4 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka
masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, termasuk
dalam pengawasan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan
terendah 1 dari 4 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 12 dan
skor terendah 4.
2. Variabel (Y)
Menurut Madrie (1998, dalam Effendi, 2007), partisipasi masyarakat
dalam pembangunan adalah keikutsertaan warga atau keterlibatan warga
masyarakat dalam proses pembangunan, ikut memanfaatkan hasil
pembangunan, ikut mendapat keuntungan dari proses dan hasil
pembangunan baik pembangunan yang dilakukan oleh komunitas,
organisasi atau pembangunan yang dilakukan pemerintah. Tingkat
partisipasi masyarakat dalam program PNPM-MP adalah tingkat
keterlibatan masyarakat rumah tangga miskin yang ikut serta atau terlibat
dalam setiap tahapan kegiatan PNPM-MP. Tingkat partisipasi masyarakat
dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) dapat dilihat dari lima indikator. Indikator-indikator tingkat
partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat dijelaskan di bawah ini:
a. Merencanakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan
yaitu tingkat partisipasi yang tahapannya paling tinggi tingkatannya
diukur dari derajat keterlibatannya. Pada tahap ini, masyarakat memilih
Fasilitator Desa atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)
tujuan, maksud dan target, diskusi. Indikator tersebut diukur dengan
menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan,
dengan 5 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait
dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam merencanakan
pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan pada Program
PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi
3 dan terendah 1 dari 5 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 15
dan skor terendah 5.
b. Memberikan swadaya masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam
memikul beban pembangunan. Swadaya dapat diwujudkan dengan
menyumbangkan tenaga,dana dan material pada saat pelaksanaan
kegiatan. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang
diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 2 pertanyaan tertutup
dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat partisipasi
masyarakat dalam memberikan swadaya pada program pembangunan
yang diadakan oleh PNPM Mandiri Perdesaan didesanya. Setiap
pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 2 pertanyaan,
sehingga diperoleh skor tertinggi 6 dan skor terendah 2.
c. Melaksanakan kegiatan yaitu keterlibatan masyarakat dalam
aktivitas-aktivitas riil yang merupakan perwujudan program dalam kegiatan fisik
bentuk tenaga kerja yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima
oleh warga yang bersangkutan. Indikator tersebut diukur dengan
menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan,
masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan program PNPM Mandiri
Perdesaan di desanya. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan
terendah 1 dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 9 dan
skor terendah 3.
d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan yaitu keikutsertaan masyarakat
dalam mengukur atau memberikan penilaian sampai seberapa jauh
tujuan program dapat dicapai, dan penilaian terhadap bidang
pembangunan misalnya fasilitas umum dan lainnya. Indikator tersebut
diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar
pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang terkait dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi kegiatan
program PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot
tertinggi 3 dan terendah 1 dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor
tertinggi 9 dan skor terendah 3.
e. Menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yaitu
keterlibatan warga masyarakat dalam menerima hasil, menikmati
keuntungan atau menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun
secara langsung dari kegiatan PNPM-MP yang telah dilakukan.
Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh
berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang
terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Menerima dan
memanfaatkan hasil-hasil pembangunan program PNPM Mandiri
dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 9 dan skor
terendah 3.
Penentuan jarak antar kelas pada variabel menggunakan rumus Sturges
(Dajan, 1986) sebagai berikut:
Keterangan :
Z = Interval kelas X = Nilai tertinggi
Y = Nilai terendah
k = Banyaknya kelas atau kategori
Banyaknya kelas dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja yakni
sebanyak tiga kelas.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan
Wonosobo Kabupaten Tanggamus dengan pertimbangan bahwa kecamatan
tersebut merupakan salah satu kecamatan yang sedang mengembangkan salah
satu program pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat yakni
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) dengan jumlah pekon terbanyak di Kabupaten Tanggamus setelah
Kecamatan Pugung, yakni sebanyak 23 pekon. Selain itu, berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu staf di Badan Koordinator PNPM Provinsi
Lampung menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Kecamatan
Wonosobo tergolong lebih aktif dibanding masyarakat Kecamatan Pugung.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2012. k
C. Metode Penentuan Sampel
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang berada di Kecamatan
Wonosobo Kabupaten Tanggamus yang berjumlah 12 orang KPMD dan
1.535 orang masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) yang menjadi sasaran
dari program PNPM-MP. Penentuan sampel dilakukan secara sengaja
(Purposive) yakni 6 pekon dari 23 pekon yang ada di Kecamatan Wonosobo
dengan pertimbangan bahwa keenam pekon tersebut mempunyai jumlah
Rumah Tangga Miskin (RTM) terbanyak dan mendapatkan dana swadaya
dari masyarakat di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus. Jumlah
masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) dan jumlah swadaya masyarakat
masing-masing pekon di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) dan jumlah swadaya masyarakat per pekon di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2010
Pekon Rumah Tangga Miskin
(KK)
Jumlah 1.535 12.484.500
Sumber : Unit Pengelola Kegiatan (UPK), 2011
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari keenam pekon yang ada di Kecamatan
Wonosobo terdapat 1.535 KK penduduk rumah tangga miskin. Namun,
cukup banyak yakni Rp. 12.484.500. Hal ini berarti masyarakat di
Kecamatan Wonosobo sudah ikut berperan dalam pembangunan desanya.
Selanjutnya, karena populasi dari keenam pekon terpilih bersifat homogen
atau sumber data memiliki sifat yang sama, maka ditetapkan jumlah sampel
dari masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) yang diambil dengan teknik
pengambilan Sampel Acak Tidak Proporsional menurut Stratifikasi yakni
pengambilan sampel pada setiap pekon diambil dengan persentase yang
berbeda. Menurut Rusmialdi (2007), untuk populasi yang homogen
sempurna, jumlah sampel tidak mempengaruhi kualitas atau keadaan yang
mewakili (representativeness). Jadi jumlah sampel yang diambil cukup kecil
saja. Pengambilan sampel untuk KPMD dan masyarakat RTM dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah sampel Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus
Pekon Sampel KPMD Sampel RTM
Sridadi
Tabel 7 Menunjukkan bahwa dari tiap pekon diambil 2 responden/sampel
KPMd dan 10 sampel dari Rumah Tangga Miskin (RTM). Jumlah
keseluruhan sampel yakni 72 orang yang berasal dari 6 pekon di Kecamatan
D. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi menggunakan kuesioner sebagai
pengumpul data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui
wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuesioner). Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
literatur, dinas, instansi dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan ini.
E. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis
deskriptif, sedangkan pengujian hipotesis digunakan analisis statistik
nonparametrik dengan uji korelasi Rank Spearman (Siegel, 1997) dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan: rs = Koefisien korelasi Rank Spearman
n = Jumlah Responden di = Perbedaan setiap peringkat
Rumus rs ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa dalam penelitian ini
akan dilihat korelasi (keeratan hubungan) antara dua variabel yakni variabel
X dan variabel Y. Pengujian dilanjutkan untuk menjaga tingkat signifikansi
pengujian bila terdapat rank kembar baik pada variabel X maupun pada
variabel Y sehingga dibutuhkan faktor koreksi t (Siegel, 1997) dengan rumus
Keterangan: X2 = Jumlah kuadrat variabel X yang dikoreksi
tidak terdapat hubungan antara kedua variabel yang diuji.
2. Jika t hitung > t tabel, maka terima H1 pada (α) = 0,05 atau (α) = 0,01
BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Penelitian ini dilakukan di enam desa atau pekon di Kecamatan Wonosobo
Kabupaten Tanggamus yaitu di Pekon Sridadi, Pekon Way Panas, Pekon
Soponyono, Pekon Banjarsari, Pekon Kunyayan, Pekon Dadisari. Kecamatan
Wonosobo Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung memiliki 23 pekon
(desa).
Kecamatan Wonosobo adalah salah satu dari 20 (dua puluh) kecamatan yang
ada di Kabupaten Tanggamus. Luas wilayah Kecamatan Wonosobo 190,64
km² (190.640 ha). Pusat pemerintahan berjarak ± 5 km yang berada di desa
Pekon Balak, jarak dari ibu kota kabupaten ± 15 km, serta jarak dari ibukota
provinsi ± 105 km. Kecamatan Wonosobo terdiri atas 23 desa atau pekon dan
87 dusun atau lingkungan.
Batas-batas wilayah Kecamatan Wonosobo adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pulau Panggung.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Agung Barat.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar Negeri Semuong.
B. Topografi dan Iklim
Secara umum, kondisi topografi wilayah Kecamatan Wonosobo yaitu rata dan
berbukit, memiliki potensi laut, pantai, lahan sawah dan lahan kering, dengan
kemiringan tanah antara 0 s/d 45˚ serta terletak pada ketinggian 0 s/d 250 di
atas permukaan laut (dpl). Jenis tanah alifial coklat dan latosol dengan pH
tanah rata-rata 5 s/d 6,5. Curah hujan rata-rata bulan basah 6 (enam) bulan
yaitu dimulai dari bulan Oktober s/d Maret, bulan Kering selama 3 (tiga)
bulan yaitu bulan April s/d Juni, bulan lembab selama 3 (tiga) bulan yakni
pada bulan Juli s/d September. Keadaan yang demikian membuat wilayah
Kecamatan Wonosobo cukup baik untuk kegiatan berusahatani pada lahan
basah (persawahan) dan berusahatani pada lahan kering (perkebunan) dan
sebagainya.
C. Pola Penggunaan Lahan
Wilayah Kecamatan Wonosobo merupakan wilayah yang cukup baik untuk
berusahatani. Hal ini didukung dengan keadaan topografi dan iklim di
Kecamatan Wonosobo yang cukup baik. Ragam kegiatan usahatani
memungkinkan adanya penggunaan tanah yang berbeda-beda. Tanah di
Kecamatan Wonosobo digunakan sebagai persawahan, ladang atau tegalan,
pekarangan, perkebunan rakyat, kolam atau empang, dan lain-lain.
Penggunaan tanah di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus dapat
Tabel 8. Penggunaan tanah di Kecamatan Wonosobo tahun 2011
No Penggunaan tanah Luas (ha) Persentase
1. Persawahan 75,59 39,65
2. Ladang/Tegalan 5,05 2,65
3. Pekarangan 25,97 13,62
4. Perkebunan Rakyat 74,26 38,95
5. Kolam/Empang 1,70 0,89
6. Lain-lain 8,07 4,24
Jumlah 190,64 100,00
Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011
Tabel 8 menunjukkan bahwa tanah atau lahan di Kecamatan Wonosobo
digunakan sebagai lahan persawahan, ladang/tegalan, pekarangan,
perkebunan, kolam/empangdan lain-lain. Penggunaan lahan sebagai sawah
dan perkebunan rakyat lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan
lahan sebagai ladang atau tegalan yakni sebesar 149,85 ha atau 78,6 % dari
luas Kecamatan Wonosobo. Penggunaan lahan yang termasuk lain-lain yaitu
perumahan, kuburan, dan sarana umum lainnya.
D. Keadaan Penduduk
1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk di Kecamatan Wonosobo terdiri dari berbagai suku seperti suku
Lampung, Sunda, Jawa, dan Semendo. Penduduk merupakan modal
utama dalam pelaksanaan pembangunan khususnya dibidang pertanian.
Penduduk di Kecamatan Wonosobo terdiri dari 7.568 KK yang tersebar di
23 pekon/desa. Jumlah penduduk Kecamatan Wonosobo berdasarkan
Tabel 9. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Wonosobo tahun 2011
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase
1. Laki-laki 20.497 52,1
2. Perempuan 18.853 47,9
Jumlah 39.350 100,00
Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011
Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Wonosobo
yaitu sebanyak 39.350 jiwa. Penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak dari pada penduduk perempuan, yaitu sebanyak 20.497 jiwa atau
52,1 % dari jumlah keseluruhan penduduk di Kecamatan Wonosobo.
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur
Berdasarkan data monografi tahun 2011, komposisi penduduk di
Kecamatan Wonosobo tidak hanya digolongkan berdasarkan jenis kelamin
saja, namun dibedakan pula menurut golongan umur. Menurut golongan
umur penduduk di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah penduduk berdasarkan golongan umur di Kecamatan Wonosobo tahun 2011
No Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase
1. 0 – 5 1.548 4,0
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan
Wonosobo berada pada umur 21 – 30 tahun yaitu sebesar 7.064 jiwa
(17,9%). Usia merupakan indikator penting yang digunakan sebagai
batasan produktif atau tidaknya seseorang untuk bekerja. Menurut Badan
Pusat Statistik (2010), penduduk usia produktif yaitu penduduk yang
berusia mulai dari 15 – 64 tahun, sedangkan usia non produktif ialah
penduduk yang berusia 15 tahun kebawah dan 64 tahun keatas.
Berdasarkan data pada Tabel 10, dapat dikatakan bahwa sebagian besar
penduduk di Kecamatan Wonosobo tergolong dalam usia produktif.
Besarnya persentase penduduk yang masuk kedalam kategori usia
produktif menunjukkan tingginya ketersediaan tanaga kerja. Hal ini sangat
menunjang pembangunan di pedesaan.
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan formal, penduduk Kecamatan Wonosobo
memiliki tingkat pendidikan yang beragam, mulai dari Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA), hingga Perguruan Tinggi (PT). Secara rinci jumlah penduduk
Tabel 11. Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Wonosobo tahun 2011
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase
Belum Sekolah 2.169 5,51
Tidak Pernah sekolah 7.609 19,33
Tidak Tamat SD 9.241 23,48
Tamat SD 11.124 28,26
Tamat SLTP 5.839 14,83
Tamat SMA 2.561 6,50
Perguruan Tinggi/Sarjana 307 0,78
Jumlah 39.350 100,00
Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011
Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan
Wonosobo masih rendah. Tingkat pendidikan umum terbanyak berada
pada tingkat SD yakni sebesar 11.124 jiwa atau sebesar 28,26%. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan di Kecamatan Wonosobo harus lebih
ditingkatkan agar tercipta potensi sumber daya manusia yang berkualitas.
4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Kecamatan Wonosobo merupakan salah satu jalur lintas menuju
kecamatan lain diantaranya Kecamatan Semaka dan Kecamatan Kota
Agung Barat sehingga berpengaruh pada tingkat perekonomian
masyarakat di Kecamatan Wonosobo seperti pekerjaan penduduk.
Keragaman pekerjaan masyarakat di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat