• Tidak ada hasil yang ditemukan

Drug Related Problems (Drps): Studi Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik Di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Drug Related Problems (Drps): Studi Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik Di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs): STUDI KESESUAIAN

DOSIS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA

PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE SEPTEMBER 2013

MARET 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JESSY FRANSISKA

NIM 121524051

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs): STUDI KESESUAIAN

DOSIS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA

PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE SEPTEMBER 2013

MARET 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JESSY FRANSISKA

NIM 121524051

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs): STUDI KESESUAIAN

DOSIS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI

PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE SEPTEMBER 2013

MARET 2014

OLEH:

JESSY FRANSISKA NIM 121524051

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 6 Desember 2014 Disetujui Oleh:

Pembimbing I,

Khairunnisa, S.Si, M.Pharm, Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001

Pembimbing II,

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Khairunnisa, S.Si, M.Pharm, Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001

Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006 Medan, Desember 2014

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara a.n. Dekan,

Wakil Dekan I,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi yang berjudul ―Drug Related Problems (DRPs): Studi Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014‖. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(5)

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada orangtua tersayang Ayahanda Jon Kenedi dan Ibunda Suryati Hasan atas doa yang tulus, motivasi, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil, untuk kedua adikku tersayang M. Josep Saputra dan M. Jisan Tri Randika, sahabat seperjuangan asal Palembang, sahabat organisasi PEMA FF USU, UKMI ATH-THIBB, MPMF dan teman-teman Farmasi Ekstensi stambuk 2012 serta semua pihak atas motivasi dan segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Desember 2014 Penulis,

(6)

DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs): STUDI KESESUAIAN DOSIS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI

PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER 2013 – MARET 2014

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit ginjal kronik. Dalam terapi pengobatan, obat antihipertensi dapat terakumulasi pada ginjal sehingga bisa memperburuk fungsi ginjal. Salah satu indikator penting agar tercapainya terapi adalah ketepatan dalam pemberian dosis untuk menghambat perkembangan penyakit ginjal dan untuk menjaga kualitas hidup pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase penggunaan golongan obat antihipertensi yang digunakan dan tingkat kesesuaian dosis pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) pada pasien GGK di RSUP H. Adam Malik Medan. Metode penyesuaian dosis pada penderita dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat tersebut dengan perhitungan Cockcroft-Gault. Sebanyak 87 rekam medik pasien GGK yang memenuhi kriteria inklusi dan dijadikan sebagai sampel, yang terdiri atas 35 pasien JAMKESMAS dan 52 pasien BPJS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan usia, kelompok usia terbanyak berada pada usia 46-55 tahun yaitu (45,7%) pasien JAMKESMAS dan (34,6%) pasien BPJS dengan rata-rata usia 45 ± 5 tahun. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan pada pasien JAMKESMAS mayoritas perempuan (65,7%), sedangkan pada pasien BPJS lebih banyak laki-laki (53,8%). Berdasarkan stadium yang diderita paling banyak stadium 5 dengan (82,9%) pasien JAMKESMAS dan (71,2%) pasien BPJS. Golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan pasien JAMKESMAS dan BPJS yaitu golongan diuretik masing-masing sebesar (37,7%) dan (50,4%). Tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien GGK yang digunakan pada periode JAMKESMAS sebesar (96,7%) dan pada periode BPJS sebesar (100%). Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan penggunaan golongan obat antihipertensi serta tidak terdapat perbedaan kesesuaian dosis pada periode JAMKESMAS dan BPJS.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien GGK periode JAMKESMAS dan periode BPJS telah baik, sesuai dengan standar pengobatan yang direkomendasikan RSUP H. Adam Malik Medan.

(7)

CONFORMITY DOSE OF ANTIHYPERTENSIVE DRUG USE IN PATIENTS WITH CHRONICAL KIDNEY DISORDES

AT H. ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN IN PERIOD SEPTEMBER 2013 - MARCH 2014: A DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) STUDY

ABSTRACT

Hypertension is one of the trigger factor for chronical kidney disorder. In therapeutical treatment, antihypertensive drugs can cause an accumulation in the kidney that can worsen of kidney function. One of important indicator to achieve accuration in dosage to inhibit the growth of kidney disorder and to maintain the

patient’s life quality.

The purpose of this study was to determine the percentage of antihypertensive drug classes and the dose conformity level in JAMKESMAS period (September 2013 – December 2013) and BPJS period (January 2014 – March 2014) among patients with CKD at H. Adam Malik Hospital Medan. The method of dose adjustment in patients with renal failure is based on the drug clearance by Cockcroft-Gault equation. The sample in this study was 87 medical records of CKD patients that qualify for the inclusion criteria. They consisted of 35 JAMKESMAS patients and 52 BPJS patients.

The result showed that based on the characteristics of age, the largest group was 46-55 years, that consisted of 45.7% JAMKESMAS patients and (34.6%) BPJS patients with the average 45 ± 5 years. Based on the sex, Women were the majority of JAMKESMAS patients (65.7%), whereas men were the majority of BPJS patients (53.8%). Based on the suffered stage, the most stage was stage 5 with (92.5%) of JAMKESMAS patients and (82.9%) of BPJS patients. The classes of antihypertensive mostly used were diuretics, (37.7%) in JAMKESMAS patients and (50.4%) in BPJS patients. The Dose conformity level according to the used antihypertensive drugs in CKD patients was (96.7%) in JAMKESMAS period and (100%) in BPJS period and it showed that there was not differences in the used of antihypertensive drug classes and also for dose conformity both in JAMKESMAS and BPJS period.

In this study can be concluded that dose conformity level was suitable with antihypertensive drug classes both in JAMKESMAS and BPJS period based on recommended standards treatment for CKD patients at H. Adam Malik Hospital Medan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Hipotesis ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penyakit Ginjal Kronik ... 9

2.1.1 Definisi ... 9

2.1.2 Epidemiologi ... 9

2.1.3 Etiologi ... 11

2.1.4 Klasifikasi ... 11

2.2 Farmakokinetik pada pasien gangguan ginjal kronik ... 13

2.2.1 Absorbsi dan Bioavailabilitas ... 15

2.2.2 Volume distribusi ... 15

(9)

2.2.4 Ekskresi ginjal ... 16

2.3 Penilaian terhadap fungsi ginjal ... 17

2.3.1 Pemeriksaan kreatinin serum ... 18

2.3.2 Pemeriksaan perhitungan LFG ... 19

2.4 Drug Related Problems (DRPs) ... 20

2.5 Penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal kronik ... 21

2.5.1 Dosis loading ... 21

2.5.2 Dosis pemeliharaan ... 21

2.6 Penyakit hipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik ... 22

2.6.1 Obat – obat yang perlu penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal kronik ... 22

2.6.2 Penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik ... 24

2.7 Pelayanan Kesehatan dalam Periode Pengamatan ... 28

2.7.1 Periode JAMKESMAS ... 28

2.7.2 Periode BPJS ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1 Populasi ... 30

3.3.2 Sampel ... 30

3.4 Definisi Operasional ... 31

3.5 Tahapan Penelitian ... 32

3.6 Bagan Alur Penelitian ... 33

(10)

3.8 Cara Kerja ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Karakteristik Berdasarkan Usia ... 36

4.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

4.3 Karakteristik Berdasarkan Kondisi Ginjal Pasien ... 39

4.4 Penggunaan Antihipertensi ... 41

4.5 Karakteristik Kesesuaian Dosis Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG ... 12 Tabel 2.2 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit ginjal kronik ... 12 Tabel 4.1 Distribusi frekuensi usia pasien gangguan ginjal kronik di

RSUP H. Adam Malik Medan periode September 2013 –

Maret 2014 ... 38 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien gangguan ginjal

kronik di RSUP H. Adam Malik Medan periode September

2013 –Maret 2014 ... 39 Tabel 4.3 Distribusi karakteristik kondisi ginjal pasien pada pada pasien

gangguan ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan

periode September 2013 – Maret 2014 (Uji Chi-square test) ... 41 Tabel 4.4 Hasil uji statistik distribusi penggunaan obat antihipertensi

berdasarkan jenis obat pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan periode September 2013 – Maret 2014 (Uji Chi-square test) ... 42 Tabel 4.5 Distribusi karakteristik kesesuaian dosis antihipertensi pada

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian studi perbandingan

Kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUP H. Adam

Malik Medan periode September 2013 – Maret 2014 ... 6 Gambar 2.1 Hubungan LFG dengan kreatinin serum ... 18 Gambar 3.1 Bagan alur penelitian studi perbandingan kesesuaian dosis

penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan periode September

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Lembar pengumpulan data ... 55 Lampiran 2 Contoh perhitungan penyesuaian dosis antihipertensi pada

pasien gangguan ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan periode September 2013 – Maret 2014 ... 58 Lampiran 3 Data lengkap pasien gangguan ginjal kronik (sampel) di

RSUP H. Adam Malik Medan periode September 2013 – Maret 2014 ... 61 Lampiran 4 Data penggunaan antihipertensi pada pasien GGK di RSUP

H. Adam Malik Medan periode September 2013 – Maret 2014 dengan analisis uji statistik Chi-square test ... 69 Lampiran 5 Data penggunaan antihipertensi pada pasien GGK di RSUP

H. Adam Malik Medan periode September 2013 – Maret 2014 dengan analisis uji statistik Chi-square test ... 70 Lampiran 6 Tabel kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien

Gangguan ginjal kronik ... 71 Lampiran 7 Surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi USU ... 72 Lampiran 8 Surat izin penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan ... 73 Lampiran 9 Surat keterangan telah selesai penelitian di RSUP H. Adam

(14)

DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs): STUDI KESESUAIAN DOSIS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI

PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER 2013 – MARET 2014

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit ginjal kronik. Dalam terapi pengobatan, obat antihipertensi dapat terakumulasi pada ginjal sehingga bisa memperburuk fungsi ginjal. Salah satu indikator penting agar tercapainya terapi adalah ketepatan dalam pemberian dosis untuk menghambat perkembangan penyakit ginjal dan untuk menjaga kualitas hidup pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase penggunaan golongan obat antihipertensi yang digunakan dan tingkat kesesuaian dosis pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) pada pasien GGK di RSUP H. Adam Malik Medan. Metode penyesuaian dosis pada penderita dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat tersebut dengan perhitungan Cockcroft-Gault. Sebanyak 87 rekam medik pasien GGK yang memenuhi kriteria inklusi dan dijadikan sebagai sampel, yang terdiri atas 35 pasien JAMKESMAS dan 52 pasien BPJS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan usia, kelompok usia terbanyak berada pada usia 46-55 tahun yaitu (45,7%) pasien JAMKESMAS dan (34,6%) pasien BPJS dengan rata-rata usia 45 ± 5 tahun. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan pada pasien JAMKESMAS mayoritas perempuan (65,7%), sedangkan pada pasien BPJS lebih banyak laki-laki (53,8%). Berdasarkan stadium yang diderita paling banyak stadium 5 dengan (82,9%) pasien JAMKESMAS dan (71,2%) pasien BPJS. Golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan pasien JAMKESMAS dan BPJS yaitu golongan diuretik masing-masing sebesar (37,7%) dan (50,4%). Tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien GGK yang digunakan pada periode JAMKESMAS sebesar (96,7%) dan pada periode BPJS sebesar (100%). Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan penggunaan golongan obat antihipertensi serta tidak terdapat perbedaan kesesuaian dosis pada periode JAMKESMAS dan BPJS.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien GGK periode JAMKESMAS dan periode BPJS telah baik, sesuai dengan standar pengobatan yang direkomendasikan RSUP H. Adam Malik Medan.

(15)

CONFORMITY DOSE OF ANTIHYPERTENSIVE DRUG USE IN PATIENTS WITH CHRONICAL KIDNEY DISORDES

AT H. ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN IN PERIOD SEPTEMBER 2013 - MARCH 2014: A DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) STUDY

ABSTRACT

Hypertension is one of the trigger factor for chronical kidney disorder. In therapeutical treatment, antihypertensive drugs can cause an accumulation in the kidney that can worsen of kidney function. One of important indicator to achieve accuration in dosage to inhibit the growth of kidney disorder and to maintain the

patient’s life quality.

The purpose of this study was to determine the percentage of antihypertensive drug classes and the dose conformity level in JAMKESMAS period (September 2013 – December 2013) and BPJS period (January 2014 – March 2014) among patients with CKD at H. Adam Malik Hospital Medan. The method of dose adjustment in patients with renal failure is based on the drug clearance by Cockcroft-Gault equation. The sample in this study was 87 medical records of CKD patients that qualify for the inclusion criteria. They consisted of 35 JAMKESMAS patients and 52 BPJS patients.

The result showed that based on the characteristics of age, the largest group was 46-55 years, that consisted of 45.7% JAMKESMAS patients and (34.6%) BPJS patients with the average 45 ± 5 years. Based on the sex, Women were the majority of JAMKESMAS patients (65.7%), whereas men were the majority of BPJS patients (53.8%). Based on the suffered stage, the most stage was stage 5 with (92.5%) of JAMKESMAS patients and (82.9%) of BPJS patients. The classes of antihypertensive mostly used were diuretics, (37.7%) in JAMKESMAS patients and (50.4%) in BPJS patients. The Dose conformity level according to the used antihypertensive drugs in CKD patients was (96.7%) in JAMKESMAS period and (100%) in BPJS period and it showed that there was not differences in the used of antihypertensive drug classes and also for dose conformity both in JAMKESMAS and BPJS period.

In this study can be concluded that dose conformity level was suitable with antihypertensive drug classes both in JAMKESMAS and BPJS period based on recommended standards treatment for CKD patients at H. Adam Malik Hospital Medan.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi Penyakit gangguan ginjal kronik (GGK) semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang. Berdasarkan data United State Renal Data System (USRDS) tahun 2013 diperkirakan lebih dari 20 juta (lebih dari 10%) orang dewasa di Amerika Serikat mengalami penyakit ginjal kronik per tahun. Kasus penyakit ginjal di dunia per tahun meningkat sebanyak lebih dari 50%. Menurut hasil penelitian Hallan, et al., tahun 2006 menyatakan bahwa prevalensi dari gangguan ginjal kronik pada populasi umum Eropa yaitu sebesar 10,2%, dan prevalensi Amerika Serikat yaitu sebesar 11,5%. Berdasarkan hasil survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) menunjukkan 12,5% (sekitar 25 juta penduduk) dari populasi penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal (SurveyPerhimpunan Nefrologi Indonesia, 2009).

(17)

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan sebelumnya di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2004 diperoleh bahwa penggunaan obat dengan kontraindikasi pada pasien gagal ginjal sebanyak 13 kasus (40,63% dari total kasus), selain itu terjadi interaksi obat pada 9 kasus (28,13% dari total kasus) dan kasus dosis tidak tepat terjadi pada 10 kasus (31,25% dari total kasus) (Masrruroh, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di negara Iran menyatakan bahwa dari 830 resep untuk 142 pasien yang dievaluasi terdapat 193 resep (23,2%) kasus yang memerlukan penyesuaian dan 105 resep (54,4%) kasus dosis berlebih (Emami, et al,. 2012).

Penyakit gangguan ginjal kronik mempengaruhi tekanan darah, jika mengalami tekanan darah yang tinggi dan tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan pembuluh darah ginjal menjadi menyempit sehingga fungsi ginjal terganggu, dan akan lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi berat (Wilson, 2006). Hipertensi yang merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit ginjal akut serta penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk memfiltrasi darah dengan baik (Guyton dan Hall, 2006).

(18)

disesuaikan dan obat nefrotoksik harus dihindari (Geerts, et al., 2012). Salah satu indikator penting untuk tercapainya terapi yang diperlukan dalam pengobatan terutama bagi pasien dengan gangguan fisiologi yang berat seperti halnya GGK adalah ketepatan dalam pemberian dosis (Munar dan Sing, 2007).

Beberapa penelitian yang terkait dengan penyesuaian dosis obat pada pasien GGK, terdapat beberapa metode untuk memperkirakan aturan dosis yang tepat untuk penderita dengan kerusakan ginjal. Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat pada penderita tersebut. Dua pendekatan farmakokinetika yang umum untuk penyesuaian dosis meliputi metode yang didasarkan atas klirens obat dan metode yang didasarkan atas waktu paruh eliminasi (Hassan, et al., 2009).

Sebuah penelitian di kota Medan pada tahun 2011 telah dilakukan oleh Togatorop dengan mengetahui gambaran penggunaan antihipertensi pada penderita penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan dengan 63 subyek penelitian, menggunakan metode Modification of Diet in Renal Disease

(MDRD) untuk mengetahui nilai laju filtrasi glomerulus (LFG) dan menyatakan bahwa regimen dosis antihipertensi sudah sesuai dengan yang direkomendasikan untuk pasien GGK. Namun keterbatasan penelitian ini hanya dilakukan perbandingan dosis yang diberikan dengan dosis yang direkomendasikan (persentase kesesuaian dosis tidak dicantumkan) dan sumber data yg digunakan hanya data rekam medik pasien (Togatorop, 2011).

(19)

dengan penyakit pasien tetapi juga dosis yang tepat dengan memperhatikan fungsi organ – organ vital seperti ginjal. Pentingnya Pengetahuan tentang penyesuaian dosis agar dapat memastikan obat yang digunakan efektif dan akumulasi serta dapat menghindari terjadinya kerusakan pada ginjal (Hassan, et al., 2009).

Strategi untuk menyesuaikan dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam terapi obat individu dan membantu meningkatkan keamanan obat (Munar dan Sing, 2007). Saat ini pelayanan kesehatan pemerintah mengakui bahwa hingga kini masih banyak permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di lapangan (Depkes, 2008). Oleh karena itu untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur pemerintah sejak 1 Januari 2014 telah menetapkan suatu kebijakan adanya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Menurut UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan secara Nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (Kemenkes, 2013). JAMKESMAS dan BPJS merupakan kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat terutama pada pasien GGK yang memerlukan perhatian dalam pemantauan terapi yang mencakup pengkajian kesesuaian dosis obat yg diberikan.

Keberadaan Apoteker memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan

(20)

di Rumah sakit dituntut untuk merealisasikan pelayanan kefarmasian yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan pasien. Pola pelayanan ini dilakukan dengan pemantauan terapi obat yang bertujuan mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional (efektif, aman, bermutu dan terjangkau) serta memastikan ketepatan pemberian dosis obat pada pasien (Menkes RI, 2014).

Pelayanan kesehatan yang lebih baik akan terwujud dengan adanya peran tenaga kesehatan pada penanganan permasalahan terkait obat khususnya dalam pemantauan kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik. Namun masih terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yakni kurangnya penelitian dan data-data terbaru, karena hanya terdapat data penelitian dari periode Januari 2010 – Maret 2010. Sehingga perlu dilakukan suatu studi pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) yang menjadi informasi sebagai bahan evaluasi pihak Rumah Sakit dalam rentang waktu tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang membahas tentang drug related problems (DRPs): studi kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik yang dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

(21)

antihipertensi serta kesesuaian dosis obat antihipertensi sebagai variabel terikat (dependent variable). Dalam pengamatan digunakan rentang waktu yang dibagi menjadi dua periode yaitu September 2013 – Desember 2013 (JAMKESMAS) dan Januari 2014 – Maret 2014 (BPJS).

Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1.1):

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Drug Related Problems (DRPs): Studi Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Marer 2014.

1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. apakah terdapat perbedaan persentase penggunaan golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pengobatan pasien GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret

Kesesuaian dosis antihipertensi 1. Sesuai 2. Tidak sesuai Persentase penggunaan

obat antihipertensi

Karakteristik Pasien:

Usia Jenis kelamin

Stadium GGK yang diderita Jenis Obat Antihipertensi

Periode Pengamatan

- September 2013 – Desember 2013

(Periode JAMKESMAS)

(22)

b. apakah terdapat perbedaan tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013

– Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3Hipotesis

Berdasarkan latar belakang diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Ho: tidak terdapat perbedaan persentase penggunaan golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pasien GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hi: terdapat perbedaan penggunaan golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pasien GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Ho: tidak terdapat perbedaan kesesuaian dosis obat antihipertensi yang diberikan pada pasien GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) di RSUP H. Adam Malik Medan.

(23)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. perbedaan persentase golongan antihipertensi yang digunakan pada pasien GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) di RSUP H. Adam Malik Medan. b. perbedaan tingkat kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi yang

diberikan pada pasien GGK periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014) di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik

2.1.1 Definisi

Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama ≥ 3

bulan, berdasarkan kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan presentasi berupa kelainan struktur hispatologi ginjal, dan pertanda kerusakan ginjal meliputi kelainan komposisi darah dan urin, atau uji pencitraan ginjal, serta LFG < 60 mL/menit/1,73m2 (Sukandar, 2006).

2.1.2 Epidemiologi

Saat ini jumlah penyakit ginjal kronik sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun. Jumlah kejadian penyakit ginjal kronik di dunia tahun 2009 menurut

(25)

Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Riau (Kemenkes RI, 2013).

Beberapa penelitian telah dilakukan di kota Medan untuk mengetahui prevalensi penyakit GGK diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Romauli (2009), menunjukkan bahwa penderita GGK yang dirawat inap di RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi pada tahun 2007 terdapat 80 orang (54,1%) dan tahun 2008 terdapat 68 orang (45,9%) (Romauli, 2009). Penelitian serupa juga telah dilakukan pada pasien GGK rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa pada tahun 2004 – 2007 terus terjadi peningkatan jumlah pasien GGK, dimana pada tahun 2004 terdapat 116 orang (12,5%), tahun 2005 terdapat 189 orang (20,2%), tahun 2006 terdapat 275 orang (29,4%) dan tahun 2007 terdapat 354 orang (37,9%) (Ginting, 2008).

(26)

2.1.3 Etiologi

Penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi begitupun sebaliknya pada hipertensi kronik dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal. Kira – kira 10% hipertensi yang terdapat pada GGK berhubungan dengan aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron (Sukandar, 2006). Dalam kondisi normal terdapat autoregulasi pada ginjal yang memungkinkan terdapatnya aliran darah yang tetap pada ginjal sekaligus mempertahankan laju filtrasi glomerolus (LFG) pada tekanan rerata arteri sebesar 80 – 160 mmHg. Mekanisme ini berjalan melalui mekanisme reflek miogenik dan tubuloglomerular feedback. Pada kondisi yang abnormal kemampuan vasodilatasi sebagai akibat autoregulasi ginjal hanya dapat dilakukan sampai tekanan arteri rerata sebesar 80 mmHg. Di bawah nilai tersebut laju filtrasi ginjal dan aliran darah ginjal ikut turun. Tekanan arteri rerata yang tinggi tidak dapat lagi diatur oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus yang dapat mengakibatkan kerusakan glomerulus dan menurunnya fungsi ginjal (Williams, 2005).

2.1.4 Klasifikasi

(27)

Tabel 2.1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit ginjal kronik

Derajat Penjelasan LFG

(ml/menit/1,73m2) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

meningkat

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan 60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang 30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Sumber: NKF-K/DOQI (2004)

Adapun untuk mengetahui klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG

Derajat Primer (LFG) Sekunder = Kreatinin (mg%)

A Normal Normal

B 50 - 80% Normal Normal – 2,4

C 20 - 50% Normal 2,5 – 4,9

D 10 - 20% Normal 5,0 – 7,9

E 5 - 10% Normal 8,0 – 12,0

F < 5% Normal >12,0

Sumber: International committee for nomenclature and nosology of renal disease

(1975) dalam (Sukandar, 2006).

Berikut adalah hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik pada pasien gangguan ginjal yaitu:

a. penurunan cadangan faal ginjal (LFG = 40 – 75%)

Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dapat dipertahankan normal. Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan pada pemeriksaan laboratorium rutin.

b. insufisiensi renal (LFG = 20 – 50%)

(28)

anemia dan hiperurikemia. Pasien tahap ini mudah terjun ke sindrom gagal ginjal akut (GGA) pada seseorang pasien gagal ginjal kronik (GGK), dengan faktor pencetus yang memperburuk faal ginjal (LFG) sindrom ini sering berhubungan dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal.

c. gagal ginjal (LFG = 5 – 25%)

Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata: anemia, hipertensi, dehidrasi, kelainan laboratorium seperti hiperurikemia, kenaikan ureum dan kreatinin serum, kalium K+ serum biasanya masih normal.

d. sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5%)

Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinik sangat komplek dan melibatkan banyak organ (multi organ) (Sukandar, 2006).

2.2 Farmakokinetik pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

Ginjal termasuk organ eliminasi utama disamping hati. Oleh sebab itu normalitas fungsi ginjal merupakan faktor penentu ekskresi senyawa endogen dan eksogen (termasuk obat), dan akumulasinya di dalam tubuh. Dalam proses ekskresi, ginjal melakukan filtrasi, sekresi dan reabsorbsi, yang mana proses ini dipengaruhi oleh kecepatan dan aliran darah ginjal. Karena berkaitan dengan sirkulasi sistemik, maka jumlah dan kecepatan ekskresi obat melalui ginjal juga ditentukan oleh curah jantung, khususnya aliran darah yang menuju dan di ginjal (renal blood flow) (Hakim, 2013).

(29)

jumlah obat yang terekskresi. Seperti diketahui, karena biosintesis protein terjadi di hati, maka normalitas fungsi hati secara tidak langsung turut menentukan kapasitas ekskresi ginjal. Jadi jumlah dan kecepatan ekskresi renal tidak hanya ditentukan oleh fungsi ginjal, tetapi juga fungsi kardiovaskular dan hati, selain faktor fisiko-kimiawi obat itu sendiri. Obat – obat yang memiliki rasio ekskresi renal tinggi (misalnya golongan penisilin dan glukuronat), ekskresinya lebih tergantung dari perubahan kecepatan aliran darah di ginjal dibandingkan obat yang memiliki rasio ekskresi renal rendah (misalnya digoksin, furosemid, dan tetrasiklin). Perubahan aliran darah ginjal sering dapat disamakan dengan perubahan LFG ketika merancang regimen dosis pada gagal ginjal (Hakim, 2013). Faktor penting dalam pemberian obat adalah menentukan dosis obat terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. Penentuan dosis obat ini sangat tergantung pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat dengan mudah terdialisis, sehingga dibutuhkan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik (Nasution, et al,. 2003).

Bertitik tolak dari perubahan yang terjadi pada gagal ginjal, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

a. penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat b. pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, OAINS, zat

(30)

c. pada pasien yang menjalani dialisis, penyesuaian dosis obat yang mudah terdialisis harus dilakukan seperti aminoglikosida dan sefalosporin untuk mencapai efek terapeutik

d. beberapa obat yang dikonver menjadi metabolit aktif dan eliminasinya melaui ginjal, harus disesuaikan dosisnya (Nasution, et al,. 2003).

2.2.1 Absorbsi dan Bioavailabilitas

Bagian obat yang terpakai dan kecepatan obat memasuki sirkulasi merupakan hal penting pada pemakaian obat. Pemberian obat secara parenteral akan segera memasuki pembuluh darah dan masa kerjanya menjadi lebih cepat. Gagal ginjal akan menurunkan absorbsi dan mengganggu bioavailabilitas obat yang diberikan secara oral, hal ini terjadi karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH lambung, berkurangnya absorbsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang mengganggu absorbsi dan motilitas (Nasution, et al,. 2003).

2.2.2 Volume Distribusi

(31)

jumlah obat bebas sehingga terjadi perubahan volume distribusi (Nasution, et al,. 2003).

2.2.3 Metabolisme

Ginjal merupakan tempat untuk metabolisme dalam tubuh, tetapi efek gangguan ginjal hanya bermakna secara klinis pada dua kasus saja, yaitu ginjal bertanggung jawab terhadap tahap akhir aktivitas vitamin D dan kebutuhan insulin pada pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal akut sering menjadi berkurang. Pada gagal ginjal kronik terjadi juga perubahan kapasitas metabolisme di hati, dan organ eliminasi selain ginjal. Jadi pada keadaan ini bukan hanya obat – obat yang sebagian besar tereliminasi oleh ginjal saja yang terpengaruh, namun obat – obat yang sebagian besar termetabolisme juga mengalami perubahan klirens (Hakim, 2013).

2.2.4 Ekskresi Ginjal

Fungsi ekskresi ginjal rata – rata berkurang 6 – 10% tiap sepuluh tahun, ketika seseorang mulai menginjak usia 40 tahun. Akibatnya, karena terjadi perlambatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerular, maka obat dan metabolitnya cenderung terakumulasi didalam darah, sehingga dapat memperlama waktu paruh eliminasi dan durasi efek obat. Dilaporkan bahwa kecepatan aliran darah ginjal berkurang dari 618 – 689 mL/menit pada usia dewasa menjadi 349 – 485 mL/menit pada usia lanjut (Hakim, 2013).

(32)

sebagai perkiraan jumlah nefron yang berfungsi. Apabila filtrasi glomerular terganggu oleh penyakit ginjal, maka klirens obat tereliminasi terutama melalui mekanisme ini menjadi lebih panjang. Gagal ginjal juga akan mengubah reabsorpsi pasif secara tidak langsung, dengan cara mengubah laju aliran urin dan pH. Contohnya yaitu digoksin, gentamisin, metotreksat, dan furosemid (Hakim, 2013).

2.3 Penilaian Terhadap Fungsi Ginjal

Kreatinin merupakan metabolit endogen yang sangat berguna untuk menilai fungsi glomerulus. Zat ini umumnya berasal dari metabolisme otot dalam jumlah bilangan yang masih kasar. Dari kesemuanya diekskresikan melalui ginjal dengan proses filtrasi glomerulus bebas dengan sekresi tubulus yang minimal. Dalam keadaan normal (fungsi ginjal, pengaturan diet, massa otot dan metabolisme normal) kreatinin diproduksi dalam jumlah yang sama dan dieksresikan melalui urin setiap hari. Sedangkan sekresi melalui tubulus dan saluran pencernaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Dengan demikian penilaian LFG dengan mengukur konsentrasi kreatinin plasma atau bersihan kreatinin dapat menjadi over non-glomerulus meningkat akibat terganggunya fungsi ginjal. Over estimasi ini menjadi lebih progresif dan berat sehingga akibatnya LFG menurun. Beberapa jenis obat – obatan dapat mempengaruhi sekresi kreatinin melalui tubulus yang dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi kreatinin dan penurunan bersihan kreatinin tanpa perubahan LFG (Hakim, 2013).

(33)

Kemudian dapat dihitung bersihan kreatinin. Nilai normal bersihan kreatinin berkisar 120 ml/menit yang bervariasi dengan ukuran yang dapat dinilai dari luas permukaan tubuh (Hakim, 2013).

2.3.1 Pemeriksaan kreatinin serum

Dosis obat perlu diukur berdasarkan fungsi ginjal. Semakin buruk fungsi ginjal, akan semakin rendah pula dosis yang dibutuhkan, untuk itu pemeriksaan fungsi ginjal sangat penting. Pemeriksaan yang biasa digunakan sebagai acuan adalah pemeriksaan LFG atau klirens kreatinin (Ashley dan Currie, 2009). Pemeriksaan konsentrasi kreatinin serum sangat mudah dan secara klinis sangat berguna untuk menilai LFG (fungsi ginjal). Kreatinin klirens menggambarkan kesetimbangan antara produksi kreatinin (hasil metabolisme otot) dengan pengeluarannya oleh ginjal. Peningkatan kreatinin serum dari 1,0 menjadi 2,0 mg/dl menunjukkan penurunan fungsi ginjal, dengan perhitungan secara kasar ± 50% (Hakim, 2013). Variasi LFG mempunyai hubungan terbalik dengan konsentrasi plasma kreatinin. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.1

(34)

2.3.2 Pemeriksaan perhitungan LFG

LFG dapat dihitung dengan beberapa metode diantaranya yaitu persamaan Cockcroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD):

a. Persamaan Cockcroft-Gault

Untuk laki-laki:

Untuk perempuan: x 0,85

[usia dalam tahun, berat badan dalam kg, Scr = kreatinin serum dalam mg/dL, jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, digunakan berat badan ideal].

b. Persamaan MDRD

Untuk laki-laki:

GFR (mL/menit/1,73 m2) = 175 x (Scr)-1,154 x (usia)-0,203 Untuk perempuan:

GFR pada pria dikalikan 0,742

[Scr = kreatinin serum dalam mg/dL, usia dalam tahun. Jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, kalikan GFR yang diperoleh dengan BSA/1,73 sehingga ditemukan GFR dalam mL/menit].

Perlu dicermati bahwa kedua persamaan tersebut kurang akurat memperkirakan GFR jika:

a. pasien terlalu banyak mengkonsumsi protein, bahan nabati (vegetarian), atau sedang menggunakan suplemen keratin atau asam amino.

b. berat badan pasien terlalu kurus atau gemuk.

(35)

d. pasien yang tergantung dialisis atau menderita gagal ginjal akut (Nasution, et al,. 2003).

Beberapa studi menyarankan penggunaan persamaan Cockcroft-Gault atau pengukuran GFR secara langsung daripada MDRD, khususnya untuk pendosisan obat – obat yang kisar terapeutiknya sempit, atau pada pasien yang peka terhadap perubahan dosis. Perkiraan fungsi ginjal berkaitan erat dengan pendosisan, khususnya obat-obat kisar terapi sempit yang diekskresi sebagian besar melalui ginjal, untuk mendeteksi dini gangguan ginjal, dan kondisi patologik lainnya (Hakim, 2003).

2.4 Drug Related Problems (DRPs)

(36)

2.5 Penyesuaian Dosis pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

Pada gagal ginjal riwayat penyakit ginjal dan penyakit lainnya (seperti kelaninan hati) yang mempengaruhi metabolisme obat perlu diketahui dengan jelas. Juga perlu ditelusuri riwayat pemakaian obat dan kemungkinan alergi obat. Catatan medis harus diteliti dengan cermat terutama bila ada penambahan obat baru. Pemeriksaan fisis seperti tinggi badan, berat badan, bentuk tubuh, status nutrisi dan adanya edema atau dehidrasi perlu diidentifikasi untuk pengaturan dosis obat (Nasution, et al,. 2003).

2.5.1 Dosis Loading

Dosis loading dibutuhkan bila secara klinis diinginkan pencapaian dosis terapeutik yang lebih cepat. Dalam keadaan normal pencapaian dosis terapeutik memakan waktu 4-5 x waktu paruh obat. Pada gagal ginjal waktu paruh beberapa jenis obat akan memanjang sehingga dibutuhkan pemberian dosis loading. Umumnya dosis loading semua pasien hampir sama tanpa memperhatikan fungsi ginjal. Akan tetapi penyesuaian dosis tetap diperlukan sesuai dengan perhitungan berdasarkan berat badan, status hidrasi dan adanya sepsis (Nasution, et al,. 2003).

2.5.2 Dosis Pemeliharaan

(37)

ketiga sampai kelima. Secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa dosis loading dengan manfaat cepat, sedangkan dosis pemeliharaan berkaitan degan toksisitas obat (Hakim, 2013).

2.6 Penyakit Hipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

Tujuan dari pengobatan hipertensi pada penyakit GGK adalah untuk menurunkan tekanan darah, untuk menurunkan resiko terjadinya Cardio Vaskular Disease pada pasien hipertensi dan memperlambat progresi penyakit ginjal pada pasien dengan atau tanpa hipertensi (NKF, 2004). Berkembangnya penyakit GGK dapat diatasi dengan pengobatan hipertensi. Diuretik, β-blocker, ACE-I, dan antagonis kalsium semuanya efektif pada pasien dengan gagal ginjal dini. ACE-I dan Calsium Channel blocker (CCB) tidak mengubah metabolisme glukosa atau lipid, memiliki efek yang diinginkan pada hipertrofi ventrikel kiri dan memiliki efek nefroprotektif potensial dengan mengurangi peningkatan resistensi vaskular ginjal. ACE-I memiliki manfaat tambahan berupa berkurangnya proteinuria pada pasien baik dengan penyakit diabetik maupun nondiabetik. Obat ini harus diberikan dengan hati-hati karena bisa menurunkan aliran darah ginjal dan memicu gagal ginjal akut, khususnya bila ada stenosis arteri renalis (Suwitra, 2006).

2.6.1 Obat-obat yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK

(38)

ginjal. Sebagian besar obat juga memiliki efek samping nefrotik, sehingga dosis juga harus disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (Sukandar, 2006).

Strategi untuk menyesuaikan dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam terapi obat individu dan membantu meningkatkan keamanan obat. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi keduanya (Munar dan Singh, 2007). Pengetahuan penyesuaian dosis obat untuk pasien dengan insufisiensi ginjal sangat penting untuk mencegah dan mengurangi akumulasi obat tersebut dalam tubuh. Angka kejadian efek samping obat pada pasien GGK ternyata lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang mempunyai faal ginjal normal (Sukandar, 2006).

Bila kreatinin klirens dibawah 60 mL/menit maka perlu penyesuaian dosis obat yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat efek terapeutik maksimal tanpa efek samping. Berikut beberapa macam obat – obat yang perlu penyesuaian dosis saat diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal, yaitu:

a. antibiotik/antifungi: aminoglikosida (gentamisin) carbapenems (meropenem) b. antikoagulan: low molecular weight heparins (enoxaparin)

c. obat jantung: digoksin dan atenolol

(39)

e. psikotropika/antikejang: lithium dan topiramate

f. obat hipoglikemik: metformin, glibenklamid dan insulin

g. obat lain: methotrexate dan penicillamine (Ashley dan Currie, 2004).

2.6.2 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

Pasien dengan hipertensi kronis akan terjadi perubahan pada arteriol ginjal temasuk arteriol aferen yang mengakibatkan kehilangan refleks miogeniknya sehingga tekanan intraglomerular menjadi bervariasi menyesuaikan dengan tekanan arteri rerata. Gangguan pada autoregulasi ginjal menjelaskan mengapa pada pasien dengan hipertensi dan penyakit ginjal kronik lebih cenderung terjadi peningkatan kadar serum kreatinin ketika tekanan darah menurun (Williams, 2005).

Terdapat banyak kelas atau golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan, tetapi beberapa obat yang sering digunakan dan direkomendasikan sebagai first-line therapy, yaitu ACE-inhibitor, β-blocker, CCB dan diuretik. Penggunaan obat-obat ini harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemilihan obat awal pada pasien harus mempertimbangkan banyak faktor antara lain: umur, riwayat perjalanan penyakit, faktor risiko, kerusakan target organ, diabetes, indikasi dan kontraindikasi. Indikasi spesifik dan target dalam strategi pemilihan obat antihipertensi tergantung dari profil faktor risiko, penyakit penyerta seperti diabetes, penyakit ginjal, dan pembesaran atau disfungsi ventrikel kiri (Sutter, 2007).

a. Golongan Diuretik

(40)

gangguan fungsi ginjal dengan kadar kreatinin serum lebih dari 2,3 mg/dl (Lim, 2009). Secara farmakokinetik furosemid memiliki volume distribusi sebesar 0,07-0,2 L/kg, terikat oleh protein plasma sebesar 91-99% dan 80-90% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Selain diuretik kuat juga terdapat diuretik tiazid yang dapat mengurangi tekanan sebesar 10-15 mmHg. Diantara obat tiazid, hidroklortiazid merupakan obat yang paling sering digunakan. Secara farmakokinetik diabsorbsi dengan baik dalam traktus gastrointestinal (GI). Hidroklortiazid memiliki kekuatan ikat protein yang lebih lemah dibandingkan dengan furosemid. Waktu paruh tiazid lebih panjang daripada diuretik kuat. Maka untuk alasan ini tiazid harus diberikan pada pagi hari untuk menghindari nokturia (Ashley dan Currie, 2009).

Furosemid lebih efektif daripada tiazid, bekerja dengan cepat, dan memiliki lama kerja yang lebih pendek daripada tiazid kerja pendek, dan diekskresi lebih cepat (Sukandar, 2006). Jenis obat diuretik lainnya yang sering digunakan adalah spironolakton. Spironolakton mengalami metabolisme yang cepat dan luas. Sebagian besar pemberian peroral diubah menjadi metabolit aktif (Raharjo, 2008). Penggunaan diuretik dapat efektif untuk mencegah hiperkalemi, tetapi penggunaan diuretik tiazid hanya dapat diberikan pada kadar kreatinin di bawah 1,8 mg/dL. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dapat dilakukan pemantauan kadar kalium setiap 1-2 minggu pada awal terapi (Williams, 2005).

b. Golongan ACE-Inhibitor

(41)

menurunkan absorpsi sebesar 30-40%. Dalam distribusinya sekitar 25-30% terikat oleh protein, 90% diekskresikan melalui ginjal, dan waktuparuhnya sekitar 3 jam, serta 40-50%nya dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (Ashley dan Currie, 2009). Oleh karena itu golongan ACE-I seperti kaptopril, benazapril dan ramipril diperlukan penyesuaian dosis yaitu penurunan dosis berdasarkan nilai LFG dan diberikan tunggal (lampiran 6).

c. Golongan β – blocker

Golongan β – blocker merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk mengatasi hipertensi. Dalam distribusinya sekitar 30% terikat oleh protein dan sebesar 50% dieksresikan tidak berubah dalam urin dengan waktu paruh selama 9 – 12 jam (Ashley dan Currie, 2009). Beberapa β – blocker tidak dianjurkan untuk pasien gagal ginjal dengan atau tanpa dialisis (seperti acebutol, atenolol, nadolol, pindolol dan sotalol). Carvedilol dapat diberikan pada gagal ginjal dengan dosis harian 6,25 - 12,5 mg b.i.d, tidak tereliminasi dengan prosedur HD (non – dialyzable drugs). Namun terdapat obat yang memerlukan penyesuaian dosis seperti bisoprolol, maka penyesuaian dosis dilakukan berdasarkan nilai LFG pada pasien dengan gangguan ginjal kronik (lampiran 6) (Sukandar, 2006).

d. Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)

(42)

sebesar 80% dalam waktu 24 jam. Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap farmakokinetik nifedipin (Ashley dan Currie, 2009).

Setelah pemberian dosis terapeutik secara oral, amlodipin diabsorbsi dengan baik dan kadar puncak dalam plasma tercapai setelah 6 – 12 jam. Volume distribusi amlodipin kira-kira 20 L/kg. Waktu paruh eliminasi plasma terminal adalah 35 – 50 jam dan konsisten pada pemberian dosis sekali sehari. Sebanyak 97,5% amlodipin dalam sirkulasi terikat dengan protein plasma. Amlodipin sebagian besar dimetabolisme dihati menjadi metabolit inaktif, diekskresikan melalui urin sebesar 10% dalam bentuk tidak berubah dan 60% sebagai metabolit (Ashley dan Currie, 2009).

e. Golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Golongan obat antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dianjurkan untuk pasien dialisis, karena tidak diperlukan penyesuaian dosis, semua ARB termasuk non – dialyzable drugs. Misalnya: Candesartan, Losartan dan Valsartan (Sukandar, 2006). Secara farmakokinetik valsartan mempunyai distribusi sekitar 94-97% terikat oleh protein dan mempunyai volume distribusi sebesar 17 L/kg serta sebesar 13% dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (Ashley dan Currie, 2009).

(43)

stabil maka follow up biasanya dapat dilakukan dengan interval 3 – 6 bulan sekali, tetapi adanya penyakit penyerta seperti gagal jantung, diabetes akan mempengaruhi frekuensi kunjungan berkaitan dengan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk memonitor perkembangan penyakit (Yogiantoro, 2006).

2.7 Program Pelayanan Kesehatan dalam Periode Pengamatan

2.7.1 Periode JAMKESMAS

JAMKESMAS merupakan program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara Nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Sasaran program/peserta JAMKESMAS adalah masyarakat miskin dan tidak mampu diseluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan (Depkes, 2009).

Tujuan dalam pelaksanaan JAMKESMAS ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum program JAMKESMAS adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh pasien JAMKESMAS.

b. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus program JAMKESMAS ini adalah:

(44)

b. mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya

c. terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan aktual (Depkes, 2009).

2.7.2 Periode BPJS

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa BPJS diselenggarakan oleh empat BPJS, yaitu PT. JAMSOSTEK, PT. TASPEN, PT. ASABRI, dan PT. ASKES, kedepan BPJS dilaksanakan oleh dua BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Zaelani, 2012).

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode noneksperimental. Berdasarkan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian deskriptif merupakan rancangan penelitian yang sederhana berupa

sampling survey dan merupakan rancangan penelitian noneksperimental

(Budiarto, 2004), sedangkan cross sectional digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel independen dan variabel dependen. Desain ini melibatkan pengumpulan data yang diambil dari seluruh populasi atau sebagian populasi (WHO, 2001).

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien dengan diagnosis gangguan ginjal kronik yang mendapat terapi antihipertensi, dan yang memenuhi kriteria inklusi dengan pendekatan secara retrospektif, dalam hal ini adalah rekam medik dan laporan pemakaian obat pasien yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

(46)

3.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada Mei – Juni 2014 dengan pengambilan data selama enam bulan yang dibagi dalam dua periode pengamatan, yaitu periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014).

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien gangguan ginjal kronik yang menggunakan obat antihipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014).

3.3.2 Sampel

Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi.

Kriteria inklusi:

a. pasien yang dirawat di instalasi rawat inap dengan diagnosis penyakit gangguan ginjal kronik yang mendapat terapi obat antihipertensi pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014).

b. pasien GGK yang merupakan pasien JAMKESMAS dan BPJS.

(47)

d. penggunaan obat antihipertensi berdasarkan data laporan pemakaian obat per pasien.

Kriteria Eksklusi:

a. data rekam medik pasien yang tidak lengkap.

b. data laporan pemakaian obat per pasien yang tidak tercantum obat antihipertensi.

c. pasien yang tidak dirawat di instalasi rawat inap dengan diagnosis gangguan ginjal kronik yang tidak mendapat terapi obat antihipertensi dan diluar periode periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014).

d. pasien GGK yang tidak mendapat jaminan JAMKESMAS dan BPJS.

3.4 Defenisi Operasional

a. subyek penelitian adalah pasien JAMKESMAS dan BPJS yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode September 2013 – Maret 2014.

(48)

c. rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

d. data laporan pemakaian obat per pasien adalah berkas yang berisikan data tentang pemakaian obat antihipertensi pasien GGK yang dirawat inap pada periode September 2013 – Maret 2014.

e. kesesuaian dosis adalah suatu takaran obat yang memenuhi batasan dosis terapi berdasarkan kondisi pasien dalam hal ini dosis obat antihipertensi disesuaikan berdasarkan fungsi ginjal pasien yang dihitung dengan menggunakan persamaan Cockcroft - Gault.

e. dosis kurang adalah dosis terapi yang lebih rendah dari dosis yang ditetapkan oleh buku standar.

f. dosis lebih adalah dosis terapi yang lebih tinggi dari dosis yang ditetapkan oleh buku standar.

g. periode pengamatan adalah suatu rentang waktu untuk menentukan besarnya insidensi pada periode tersebut yang dibagi menjadi dua periode, yaitu JAMKESMAS dan BPJS.

3.5 Tahapan penelitian

Adapun tahapan penelitian ini dengan urutan sebagai berikut:

a. meminta izin Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

(49)

c. mengumpulkan data rekam medis dan data laporan pemakaian obat pasien GGK yang mendapat terapi obat antihipertensi berdasarkan kriteria inklusi. d. analisis data dan menyajikannya dalam bentuk tabel sehingga didapatkan

kesimpulan terhadap permasalahan.

3.6 Bagan Alur Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa proses sebelum pada akhirnya data disajikan. Proses penyajian data tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian DRPs: Studi Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Marer 2014

3.7 Analisis data

Data-data yang memenuhi syarat dianalisis dan dihitung persentasenya untuk memperoleh informasi tentang:

1. persentase pasien GGK berdasarkan usia, jenis kelamin, karakteristik ginjal pasien yang dihitung dari jumlah dan dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%.

Melaksanakan pengambilan data rekam medik dan laporan pemakaian

obat pasien GGK yang mendapat terapi obat Antihipertensi Melakukan

pengelompokan data

(50)

2. persentase golongan antihipertensi dan jenis obat yang diberikan, dihitung dari jumlah kasus yang menerima golongan obat tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%.

3. persentase kesesuaian dosis antihipertensi yang diberikan pada pasien GGK. 4. untuk membandingkan kedua periode tersebut dalam kategori golongan obat

antihipertensi dan kesesuaian dosis penggunaan antihipertensi yang diberikan pada pasien GGK dilakukan analisis data dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 19.0 menggunakan uji statistik Chi-square test.

3. 8 Cara Kerja

Adapun cara kerja dalam penelitian ini sebagai berikut: a. survei awal

survei ini dilakukan untuk mengetahui proporsi pasien GGK. Proses survei ini dimulai dari observasi laporan di Sub Bagian Rekam Medik untuk kasus - kasus dengan diagnosis GGK pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014). Dari data Sub Bagian Rekam Medik digunakan untuk mengumpulkan rekam medik pasien.

b. pembuatan lembar pengumpulan data

(51)

rumah sakit, uji laboratorium, obat yang digunakan, sediaan (bentuk, kadar), dosis, dan rute pemberian.

c. pelaksanaan pengambilan data

proses pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat data - data yang dibutuhkan dari rekam medik ke formulir pengumpul data dan pengambilan data dari laporan pemakaian obat per pasien.

d. pengelompokan data

dari seluruh data dikelompokkan data yang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai sampel (data yang memuat: no rekam medik, nama/inisial, berat badan, umur, jenis kelamin, lama perawatan, data laboratorium (kreatinin serum) dan menggunakan antihipertensi.

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Mei 2014 – Juni 2014. Data diambil dari rekam medik dan laporan pemakaian obat pasien rawat inap dengan penyakit gangguan ginjal kronik pada periode JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan Periode BPJS (Januari 2014 – Maret 2014). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasien gangguan ginjal kronik (GGK) yang diberi terapi antihipertensi adalah sebanyak 49 orang pada pasien JAMKESMAS (September 2013 – Desember 2013) dan 74 orang pada pasien BPJS (Januari 2014 – Maret 2014). Beberapa data pasien tidak memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini karena data kurang lengkap (tidak terdapat terapi obat antihipertensi, tidak tercantumnya data berat badan dan tinggi badan, dari diagnosis tidak diketahui stadium gangguan ginjal kronik, tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium berupa kreatinin serum). Dari data rekam medik pasien tersebut didapatkan 87 orang jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian, yaitu 35 orang pada pasien JAMKESMAS dan 52 orang pada pasien BPJS.

4.1 Karakteristik Berdasarkan Usia

(53)

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014

Kelompok usia Periode JAMKESMAS Periode BPJS Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

17 – 25 tahun 2 5,7 3 5,8

26 – 45 tahun 7 20 13 25

46 – 55 tahun 16 45,7 18 34,6

56 – 65 tahun 7 20 9 17,3

≥ 65 tahun 3 8,6 9 17,3

Total 35 100 52 100

Keterangan: n = jumlah subjek (n=87)

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa distribusi usia terbanyak yang menderita GGK pada periode JAMKESMAS dan BPJS dalam penelitian ini berada pada kelompok usia 46-55 tahun masing-masing sebesar (45,7%) dan (38,6%) dan kelompok usia terendah berada pada kelompok usia 17-25 tahun sebesar (5,7%) JAMKESMAS dan sebesar (5,8%) BPJS.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Siallagan (2011), yang meneliti karakteristik penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan menyebutkan bahwa proporsi penderita GGK tertinggi pada kelompok usia 49-55 tahun (24,8%) dan terendah pada kelompok usia 14-20 tahun (1%) dan usia 21-27 tahun (1%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Togatorop (2011) terdapat perbedaan distribusi kelompok usia di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu didapatkan rentang usia pasien GGK antara 7-74 tahun dan usia rata-rata pasien 44 tahun ± 15 tahun.

(54)

metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri. Hal ini dikarenakan banyak jaringan yang hilang dari korteks ginjal, glomerulus, dan tubulus. Setelah 40 tahun, permukaan glomerulus akan berkurang secara progresif dan jaringan sklerotik akan bertambah. Selain itu, setelah umur 35 tahun, laju filtrasi glomerulus (LFG) akan menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73m2/dekade. Hal ini menyebabkan fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun, keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda. Terjadinya penyakit gangguan ginjal kronis tidak hanya disebabkan oleh menurunnya fungsi ginjal sebagai akibat dari bertambahnya usia. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya penurunan fungsi ginjal, antara lain glomerulonefritis, diabetes mellitus, hipertensi, nefrosklerosis pielonefritis dan sebagainya (Guyton dan Hall, 2006).

4.2 Karakteristik Jenis Kelamin

Gambaran karakteristik jenis kelamin subjek penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H.Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014

Jenis Kelamin

Periode JAMKESMAS Periode BPJS

Frekuensi

(n=35) Persentase

Frekuensi

(n=52) Persentase

Laki-laki 12 34,3 28 53,8

Perempuan 23 65,7 24 46,2

Total 35 100 52 100

Keterangan: n = jumlah subjek

(55)

yaitu (65,7%) berbanding (34,3%), sedangkan pada periode BPJS proporsi jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu (53,8%) berbanding (46,2%).

Penelitian di Norway oleh Hallan, et al., (2006) mendapatkan perbandingan proporsi pasien GGK pada perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 30 (46,8%): 34 (53,2%). Hallan juga melampirkan hasil prevalensi dari The Third

National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang

menyatakan bahwa prevalensi pasien yang menderita GGK pada perempuan di US White dan Norwegian memiliki jumlah yang lebih tinggi dari laki-laki (Hallan, et al., 2006). Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Price (2005) menyatakan bahwa insidensi penyakit GGK lebih besar terjadi pada laki-laki (56,3%) dibandingkan perempuan (43,7%).

Prevalensi yang lebih tinggi pada laki-laki yang menderita GGK dapat terjadi karena laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal, resiko terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Pasien laki-laki cenderung memiliki pola hidup kurang sehat (merokok, konsumsi alkohol, kopi dan energy drink) yang memicu stress oksidatif jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pasien perempuan. Namun pada usia diatas 50 tahun lebih banyak terjadi pada wanita karena adanya pengaruh hormon estrogen dan progesteron terhadap progresivitas kerusakan ginjal (Gennari, 2001).

4.3 Karakteristik kondisi ginjal pasien

(56)

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Kondisi Ginjal Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Periode September 2013 – Maret 2014

Stadium GGK yang diderita

Periode

JAMKESMAS Periode BPJS

Frekuensi % Frekuensi %

Stadium 1

LFG (ml/min/1,73m2) >90 - - - -

Stadium 2

LFG (ml/min/1,73m2) 60-89 - - 1 1,9

Stadium 3

LFG (ml/min/1,73m2) 30-59 1 2,8 4 7,7

Stadium 4

LFG (ml/min/1,73m2) 15-29 5 14,3 10 19,2

Stadium 5

LFG (ml/min/1,73m2) <15 29 82,9 37 71,2

Total 35 100 52 100

Berdasarkan hasil yang diperoleh, karakteristik kondisi ginjal pasien menurut stadium GGK yang diderita pasien pada periode JAMKESMAS dan periode BPJS diketahui diagnosis tertinggi adalah pasien GGK stadium 5 sebesar (82,9%) dan (71,2%). Untuk periode JAMKESMAS diagnosis terendah yaitu pada pasien GGK stadium 3 sebesar (2,8%) dan periode BPJS pada pasien GGK stadium 2 sebesar (1,98%).

Gambar

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Drug Related Problems (DRPs): Studi Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H
Tabel 2.2 Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG
Gambar 2.1 Hubungan LFG dengan kreatinin serum  Sumber: (Kidney International Journal, 2006)
Gambar 3.1 Bagan Alur  Penelitian DRPs: Studi  Kesesuaian Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP H
+6

Referensi

Dokumen terkait

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL TAHUN PELAJARAN 20… / 20… MATA PELAJARAN : Matematika.. KELAS / SEMESTER : II (Dua)

30 Desember 2016 dan Penetapan Pemenang oleh Kelompok Kerja (Pokja) ULPD Kementerian.. Keuangan Provinsi Sumatera Utara tanggal 30 Desember 2016 melalui Aplikasi

berkesimpulan bahwa pelelangan ini gagal karena tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran,. dan membatalkan lelang atau mengulang lelang paket pelelangan ini dalam

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, Kelompok Kerja 1 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menetapkan

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, negosiasi teknis dan harga serta verifikasi dokumen kualifikasi oleh Kelompok Kerja Khusus Pengadaan

Hierarchical Token Bucket (HTB) dan Per Connection Queue (PCQ) pada Mikrotik RouterBoard. Kebijakan yang telah diterapkan pada sistem ini menghasilkan jaminan bandwidth

Pada siklus II LKS yang dibuat guru lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dipahami siswa, sehingga kemampuan merencanakan pembelajaran IPS menggunakan model

streaming dan main priority (terdiri dari daftar jenis trafik yang paling diutamakan). Hal tersebut bertujuan ketika jaringan dalam keadaan sibuk ataupun ketika